BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERAN DAN STRATEGI GEREJA DALAM PEMBANGUNAN KARAKTER TARUNA-PEMUDA DI GPIB JEMAAT BUKIT SION BALIKPAPAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERAN DAN STRATEGI GEREJA DALAM PEMBANGUNAN KARAKTER TARUNA-PEMUDA DI GPIB JEMAAT BUKIT SION BALIKPAPAN"

Transkripsi

1 BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERAN DAN STRATEGI GEREJA DALAM PEMBANGUNAN KARAKTER TARUNA-PEMUDA DI GPIB JEMAAT BUKIT SION BALIKPAPAN Untuk menjawab pertanyaan apa peran maupun strategi yang digunakan GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan serta apakah kedua hal tersebut telah membangun karakter yang sesuai dengan perkembangan taruna-pemuda maka diperlukan penganalisaan. Dengan tujuan yang demikianlah maka bab ini ditulis. Penganalisaan tersebut dilakukan dengan menilai hasil penelitian pada bab III dengan menggunakan barometer teori yang dipaparkan pada bab II tentang pendidikan karakter dan peran gereja terhadap pembangunan karakter remaja-pemuda. Oleh karena itu, dalam bab ini analisa akan diuraikan menjadi tiga bagian sesuai dengan pertanyaan penelitian di atas. Selanjutnya dalam bab ini juga dipaparkan tentang refleksi teologi. IV.1. Analisa Pendidikan Karakter di GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan IV.1.1. Pemahaman Gereja Bukit Sion Tentang Karakter Kristen Pembangunan karakter bagi generasi penerus adalah penting dan sifatnya mendesak. Hal itu dilakukan melihat realita kehidupan yang semakin mengancam taruna dan pemuda untuk melakukan tindakan-tindakan yang buruk. Apabila pembangunan karakter tidak sesegera mungkin dilaksanakan di berbagai lini kehidupan, akan semakin banyak taruna maupun pemuda yang tidak dapat berperilaku baik, dan pada akhirnya gereja akan diragukan keeksistensiannya. Lebih jauh lagi dampak yang timbul adalah kehancuran akan bangsa ini. Oleh karena itu, saat ini marak upaya yang dilakukan oleh satuan pendidikan formal dalam membangun karakter dengan mendasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Demikian halnya dengan keluarga-keluarga. Mereka semakin sadar akan karakter baik yang harus dimiliki oleh anak-anak mereka. Pergerakan yang meningkat yang 95

2 ditunjukan baik oleh satuan pendidikan formal serta keluarga tidak hanya nampak dari perilaku mereka secara langsung kepada subyek yang di didik, namun juga dari banyaknya referensi tertulis yang tersedia. Bagaimana dengan gereja sebagai salah satu agen atau pilar pendidikan? Berdasarkan temuan dari hasil penelitian maka nampak bahwa pergerakan yang demikian masih belum ditunjukan oleh gereja. Hal itu terjadi sebab gereja tidak hanya terdiri dari satu atau dua orang yang dengan mudahnya menyamakan harapan, visi, serta strategi. Gereja merupakan satu persekutuan yang terdiri dari banyak orang yang percaya kepada Allah. 113 Selain itu juga sebagian besar gereja menggunakan sistem struktural. Maksudnya, mereka memiliki sinode sebagai pengatur utama dari gerak gereja yang berada di bawah payungnya, serta memiliki kepengurusan di masing-masing gereja. Dengan keadaan gereja yang demikian tidak mudah untuk menyatukan harapan, visi, serta strategi yang baik untuk gereja. Ide-ide yang pada hakekatnya mengembangkan gereja serta memperluas perannya akan tidak mudah untuk diaplikasikan. Selain itu juga akan menjadi tidak mudah dalam menyatukan pemahaman-pemahaman yang muncul dari individu-individu yang ada. Pemahaman masing-masing individu tentang sesuatu hal pada dasarnya berbeda. Perbedaan tersebut muncul karena mereka tidak hanya memandang dari sudut yang sama, namun dari sudut yang berbeda-beda. Hal ini diakibatkan oleh latar belakang kehidupan yang berbeda. Misal, profesi, tingkat pendidikan, kebudayaan, sosial, termasuk juga keadaan keluarga. Pemahaman yang berbeda juga terjadi dalam GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan. Dalam hal ini dimiliki oleh pendeta, majelis, dan para pelayan kategorial Persekutuan Taruna (PT) dan Gerakan Pemuda (GP). Mereka adalah 113 Jan S. Aritonang dan Chr. De Jounge, Apa dan Bagaimana Gereja? Pengantar Sejarah Eklesiologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009),

3 pelaksana baik itu kegiatan yang diprogramkan serta yang seharusnya membangun karakter Kristen bagi anak taruna dan pemuda. Kurangnya pemahaman yang mereka miliki dalam hal ini terkait dengan karakter secara umum. Melihat data yang disajikan dalam bab sebelumnya, menunjukan bahwa gereja baru sebatas mengetahui namun belum memahami tentang karakter dan pembangunan. Mengapa dikatakan demikian? Alasannya ialah secara sepintas antara mengetahui dan memahami adalah hal yang sama, namun jika dikaji lebih dalam sesungguhnya terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut yakni nampak dalam tindakan selanjutnya. Dalam artian bahwa ketika gereja hanya sebatas mengetahui maka gereja hanya sebatas tahu setelah melihat maraknya tindakan-tindakan buruk yang dilakukan oleh kaum muda. Dalam hal ini berarti gereja cukup berhenti pada tahu namun tidak berpotensi untuk bertindak. Berbeda halnya dengan memahami. Memahami berarti mengetahui secara mendalam dan berpotensi besar dalam melakukan tindakan. Oleh karena gereja hanya terhenti pada mengetahui maka berdampak pada ketidak-punyaan strategi khusus dalam membangun karakter para taruna dan pemuda. Pemahaman tentang karakter belum tentu dimiliki oleh individu-individu yang bertugas dalam membangun karakter. Secara umum ini disebabkan oleh beberapa penyebab, yaitu pertama, kurangnya mengikuti perkembangan dalam bidangbidang kehidupan, termasuk pendidikan. Kesibukan dalam pekerjaan dapat menjadi akar permasalahan dalam poin ini. Ketika seseorang disibukkan dengan pekerjaannya maka geraknya untuk mengetahui dan memahami hal lainnya menjadi dibentengi. Kedua, keterbatasan pendidikan. Dengan tingkat pendidikan yang rendah akan mempengaruhi kemampuan dalam memahami karakter secara operasional yaitu tujuan, strategi, metode. Ketiga, sistem pendidikan yang berubahubah. Perubahan sistem pendidikan cukup sering terjadi di bangsa ini. Padahal, 97

4 dengan merubah sistem pendidikan maka akan berpengaruh pada substansi dari pendidikan, khususnya fokus yang ditargetkan pemerintah untuk dicapai masyarakat. Sebagai contoh, ketika para pelayan atau pengajar duduk di bangku sekolah atau perguruan tinggi, pembangunan karakter bukanlah menjadi fokus dari sistem pendidikan saat itu. Hal tersebut kemudian berdampak pada profesi mereka, khususnya sebagai pelayan maupun pengajar. Di mana mereka menjadi kurang memahami tentang karakter serta pembangunan karakter. Pada dasarnya pemahaman karakter dalam secara umum adalah dasar seseorang, lembaga, maupun komunitas agama memahami karakter lebih jauh lagi. Maksudnya ialah ketika komunitas agama dalam hal ini gereja mampu memahami konsep umum dari karakter maka mereka akan mampu mengejawantahkannya dalam kehidupan gereja. Selanjutnya, mereka akan mampu membangun karakter menurut nilai-nilai Kristen. Idealnya demikian, namun kenyataan yang terjadi berbeda. Dalam gereja masih terdapat paradigma yang melihat bahwa pelayanan yang sifatnya membangun iman adalah hal yang terpenting, sehingga mereka lebih terfokus pada melayani jemaat dengan tujuan tersebut. Paradigma yang demikian menunjukkan bahwa gereja masih mengikuti pola yang terbentuk sejak pra modern. 114 Sebenarnya, dengan integritas yang tinggi yang dimiliki oleh gereja, gereja mampu melaksanakan pendidikan yang tidak hanya berkaitan dengan teologi atau rohani melainkan juga non-teologi. Oleh karena itu jika gereja masih mengikuti pola lama yang memisahkan antara yang teologi dan non-teologi, gereja tidak akan dapat melaksanakan perannya dalam membangun karakter. Pada dasarnya gereja telah berupaya untuk tidak hanya melaksanakan pendidikan yang bersifat teologi. Hal itu nampak di mana bidang sosial berada 114 Liliana Trofin, THE MODES OF RELIGIOUS EDUCATION: CHRISTIANITY S CONTEMPORARY STATUS, dalam Linguistic and Philosophical Investigations Volume 10, 2011,

5 diposisi kedua setelah rohani. Jemaat merespon dengan cepat ketika memberikan bantuan baik berupa materi maupun jasa kepada yang membutuhkan. Namun hal itu belum terjadi secara nyata dalam bidang pendidikan. Gereja belum maksimal memberikan perhatian terhadap pelayanan di bidang pendidikan. Pernyataan ini juga ditegaskan oleh Pendeta Weinata Sairin sebagai salah satu dari tantangan bagi perkembangan pendidikan yang berbasis Kristen. 115 Pendidikan di Indonesia pada hakekatnya dapat berkembang dan bersaing dengan negara-negara lainnya ketika adanya kesadaran dalam diri seluruh pihak yang ada di bangsa ini, termasuk gereja. Kesadaran yang demikian telah dimiliki oleh GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan. Gereja membutuhkan program-program yang tidak hanya bersifat abstrak, yang tidak sesuai dengan perkembangan anak-anak taruna dan pemuda. GPIB Jemaat Bukit Sion membutuhkan program yang spesifik terkait dengan cara yang dilakukan dalam menumbuh-kembangkan karakter Kristen yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak-anak yang termasuk taruna dan pemuda. Hal itu dapat dilakukan GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan dengan merancang sasaran-sasaran program pada tiap tahun. Misal: tahun pertama harus mengetahui target karakter yang akan dicapai oleh mereka. Atau dengan kata lain bahwa gereja terlebih dahulu memiliki sejumlah nilai-nilai karakter Kristen yang akan ditargetkan kepada seluruh jemaat, khususnya dalam hal ini anak-anak taruna dan pemuda. Nilai-nilai tersebut merupakan pilihan gereja yang dianggap sangat penting untuk dimiliki dan sesuai dengan tingkat perkembangan mereka. Dari nilai-nilai tersebut, gereja kemudian merancang memasukkannya pada setiap kegiatan yang merupakan wujud dari program-program yang ada dengan berbagai cara yang kreatif dan inovatif. Melalui cara-cara tersebut dalam program-program GPIB Jemaat Bukit Sion dapat 115 Pdt. Weinata Sairin, Identitas dan Ciri Khas Pendidikan Kristen di Indonesia Antara Konseptual dan Operasional, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006),

6 memiliki tujuan umum dan khusus dalam rangka membentuk dan mengembangkan karakter Kristen di tengah jemaat. Nampak dari sikap dan tindakan yang tergambar dalam tiap kegiatan gereja menunjukkan bahwa seakan-akan gereja belum memiliki kesadaran tersebut. Pada hakekatnya karakter yang dibangun melalui pendidikan berkaitan erat dengan lingkungan sekitar seseorang itu tumbuh. Dengan demikian, bagi anak-anak Kristen, gereja sebagai komunitas agama yang mereka anut, tentunya berpengaruh. Ketika gereja berhasil membangun karakter Kristen dalam diri mereka maka akan berdampak bagi pertumbuhan dan perkembangan gereja di masa depan. Anak taruna dan pemuda adalah generasi atau tonggak dari gereja. Mereka adalah penerus yang dapat melakukan pertumbuhan maupun perkembangan gereja di kehidupan yang akan datang. Hal inilah yang penting untuk diketahui dan disadari oleh seluruh pihak gereja. Pendidikan adalah media yang seharusnya dipergunakan dengan baik oleh gereja dalam membangun karakter para taruna dan pemuda. Untuk membedakan pendidikan tersebut dari pendidikan umum lainnya maka pendidikan yang diberikan harus didasari oleh ajaran-ajaran Kristen (firman Tuhan) yang ditulis dalam Alkitab. Secara langsung N.T.Wright dalam teorinya menegaskan bahwa orang-orang Kristen harus bersedia meneladani tindakan dan sikap positif yang dilakukan Yesus. Berbagai karakter seperti sabar, rendah hati, dermawan, dan mengasihi menjadi model atau teladan yang Ia lakukan. 116 Pada hakekatnya seluruh ajaran Kristus yang diimani oleh orang-orang Kristen sifatnya adalah baik. Tidak hanya baik bagi individu dan komunitas iman Kristen, namun juga bagi individu dan komunitas lainnya. Dari uraian ini nampak bahwa iman Kristen berkaitan erat dengan karakter. 116 N.T.Wright, ibid.,

7 Seluruh ajaran dan perintah Yesus, baik dalam Perjanjian Lama maupun Baru, dirancang untuk mengungkapkan karakter baik yang dilakukan oleh-nya. Apabila dikaji lebih dalam, tanpa banyak diketahui oleh orang-orang Kristen bahwa sesungguhnya ketika mereka menaati ajaran dan perintah Yesus maka mereka telah melakukan nilai-nilai karakter yang marak diwacanakan saat ini. Nilai-nilai karakter yang universal, yang diupayakan oleh satuan pendidikan formal maupun keluarga untuk dilakukan adalah nilai-nilai yang telah lama dilakukan oleh orangorang yang percaya kepada Yesus. Nilai-nilai tersebut tidak hanya diwariskan oleh Yesus secara langsung kepada para murid dan orang-orang percaya selama Ia hidup, namun teladan-nya tentang karakter positif termanifestasi dalam kitab suci (Alkitab) saat ini hingga nanti. Nilai-nilai tersebut kemudian dikembangkan dalam kehidupan saat ini. Sesuai dengan teori yang dipaparkan oleh Lickona bahwa terdapat beberapa nilai moral universal yang bersumber dari agama-agama di dunia. Sebagai contoh, jangan mencontek merupakan bentuk tindakan dari nilai kejujuran. Dalam Alkitab, nilai tersebut adalah pengembangan dari nilai (perintah) jangan mencuri dan berdusta. Dalam karakter Kristen, hukum tabur tuai menjadi ciri utama. Maksudnya ialah seseorang tidak mengedepankan alasan yang ada dibalik tindakannya dalam melakukan nilai-nilai karakter Kristen, melainkan sebaliknya. Hukum tabur tuai ialah hukum yang berdasarkan pada iman kepada Yesus. Dengan iman, sebagai orang-orang Kristen yang telah diselamatkan harus mendasarkan tindakan untuk mewujudkan nilai-nilai karakter Kristen pada rasa syukur kepada Yesus atas keselamatan tersebut. Dengan demikian karakter Kristen tidak mengenal istilah pamrih, yaitu membantu orang lain serta melakukan kebaikan karena mengharapkan sesuatu. 101

8 Ciri utama, ajaran dan perintah Yesus adalah hal-hal yang membuat karakter Kristen memiliki warna yang berbeda dengan karakter pada umumnya. Hal ini memiliki kaitan erat dengan nilai-nilai karakter yang menjadi target untuk dilakukan oleh para taruna dan pemuda. Secara umum, bangsa Indonesia memiliki delapan belas nilai yang harus di didik kepada seluruh warga, khususnya para generasi muda. Delapan belas nilai karakter yang dimaksud ialah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. 117 Walaupun kedelapan belas nilai tersebut menjadi target yang diupayakan untuk dilakukan oleh berbagai pihak, namun belum menjamin menjadi nilai-nilai karakter Kristen. Alasannya ialah ketika kedelapan belas nilai karakter tersebut didasari oleh motivasi atau alasan yang salah maka tidak sesuai dengan ciri dari nilai karakter Kristen. Kedelapan belas nilai karakter akan menjadi nilai karakter Kristen ketika nilai-nilai itu didasari pada iman atau pengenalan akan Yesus Kristus dengan baik dan benar. Oleh karena itu, dari hasil temuan dalam hasil penelitian menunjukan beberapa kebajikan (virtue) yang menjadi nilai dari karakter Kristen yakni: 1) Nilai yang terutama dan pertama untuk diimplementasikan dalam kehidupan orang-orang Kristen adalah kasih (Matius 22: 36-40). Kasih berawal dari kasih kepada sesama manusia dan makhluk hidup ciptaan Tuhan. Melalui kasih ini sebagai cara bagi orang-orang Kristen untuk dapat mengasihi Allah dengan sungguh. 2) Nilai kasih adalah dasar atau awal bagi nilai-nilai lainya untuk dilakukan. Nilai-nilai tersebut antara lain: sukacita, damai sejahtera, kesabaran, 117 Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter: Konsepsi & Implementasi secara Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, & Masyarakat, (Yogyakarta: AR_RUZZ MEDIA, 2013),

9 kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan, dan penguasaan diri. Nilai-nilai tersebut disebut sebagai buah-buah roh yang ditulis dalam kitab Galatia 5: ) Ketika orang-orang Kristen mampu melakukan nilai kasih serta nilai-nilai lainnya yang menjadi buah-buah roh maka mereka akan memperoleh hidup yang baru. Manusia yang telah berada pada kehidupan ini ditandai dengan nilai-nilai sebagai berikut, kejujuran (berkata jujur, benar, dan sopan), kesabaran, kerja keras, kepedulian (membantu orang yang berkekurangan), keramahan, penuh kasih dan syukur, bertindak positif (baik dan benar), rendah diri. (Efesus 4: 21-5: 21). Nilai-nilai yang telah diuraikan di atas adalah nilai yang harus ditargetkan tidak hanya GPIB Jemaat Bukit Sion, namun juga seluruh komunitas iman Kristen yang ada di muka bumi. Dengan harapan agar para generasi penerus tidak mudah terpengaruh pada hal-hal buruk. IV.1.2. Peran Gereja Dalam Pembangunan Karakter Taruna-Pemuda Istilah pembangunan karakter telah banyak digunakan dalam tulisan ini. Pemilihan istilah tersebut merupakan hasil dari suatu analisa bahwa gereja tidak hanya terbatas dalam mengembangkan, namun juga membentuk karakter. Idealnya gereja melakukan hal tersebut sejak dini pada diri anak-anak Kristen. GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan pada dasarnya memiliki kesadaran akan hal tersebut. Kesadaran itu muncul ketika melihat realita saat ini yang menunjukan banyaknya tindakan yang buruk, yang dilakukan oleh kaum muda. Hal itu juga dilakukan oleh sebagian dari para taruna dan pemuda. Namun kenyataannya memperlihatkan bahwa gereja belum maksimal dalam menjalankan perannya untuk membangun 103

10 karakter bagi para taruna dan pemuda. Barometer yang digunakan dari penilaian tersebut ialah pembangunan karakter yang dilakukan oleh satuan pendidikan. Ketika satuan pendidikan formal membangun karakter naradidik, secara operasional tindakan yang mereka lakukan bersifat utuh dan mendetail. Tujuan, strategi, serta barometer dalam penilaian keberhasilan pendidikan karakter dimiliki oleh satuan pendidikan formal. Sebagai contoh, salah satu strategi yang diupayakan oleh satuan pendidikan formal dalam rangka membangun nilai karakter kejujuran ialah pendidik bertanya kepada naradidik tentang pesan dari orang tua kepada naradidik sebelum pergi sekolah. Hal yang demikian belum diaplikasikan ke dalam jemaat GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan. Jika hal demikian diaplikasikan dalam kehidupan bergereja maka salah satu pertanyaan yang dapat dilontarkan ialah terkait dengan jumlah persembahan yang diberikan orang tua untuk dipersembahkan saat beribadah. Walaupun banyak orang memandang bahwa pertanyaan yang demikian sifatnya privat, namun tidak menjadi soal ketika bertujuan hanya sebatas untuk melihat anak-anak di jemaat ini telah bekarakter. Pembangunan karakter harus dimulai dari hal-hal yang sederhana. 118 Peran GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan selama ini masih terfokus pada kehidupan rohani atau spiritualitas jemaat, sehingga masih kurang mengarahkan diri pada kehidupan pendidikan mereka. Selama ini gereja hanya berperan sebagai pembangun iman jemaat dengan cara memfasilitasi ibadah-ibadah serta kegiatan terkait lainnya, seperti pembinaan. Secara nyata hal itu ditunjukan dengan gereja telah berperan sebagai pencerita narasi Kristus. 119 Walaupun demikian, gereja tidak seharusnya berhenti dan puas pada perannya tersebut. Gereja harus melaksanakan perannya yang lain, yaitu mengusahakan agar setiap individu yang mendengar 118 Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter: Srategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta: PT GRASINDO, 2007), Stanley Hauerwas, A Community of Character: Toward a Constructive Christian Social Ethic, (United States of America: University of Notre Dame, 1981),

11 cerita tersebut dapat menciptakan sejarahnya sendiri. Mereka dapat menciptakan sejarah masing-masing hanya ketika mereka menerapkan narasi serta didukung dengan melihat contoh juga meneladani tindakan maupun sikap yang dilakukan oleh setiap orang-orang Kristen yang pantas menjadi panutan. Gereja seharusnya lebih memperdalam perannya dalam menceritakan narasi Kristus. Dalam artian bahwa gereja harus terus menceritakan narasi itu turun temurun sebab, dalam narasi Kristus terdapat tindakan maupun sikap Kristus yang baik. Tindakan dan sikap tersebut kemudian menjadi nilai-nilai karakter Kristen yang harus dilakukan oleh orang-orang Kristen. Dengan demikian, melalui narasi tersebut Kristus dijadikan sebagai figur teladan bagi orang-orang yang percaya kepada-nya. Atau secara singkat dapat dikatakan bahwa melalui narasi Kristus akan menciptakan suatu komunitas yang berkarakter Kristen. Hal itulah yang dalam teori yang diusung oleh Hauerwas disebutnya sebagai tugas sosial gereja yaitu menjadi gereja yang berkarakter kuat serta padat. Dengan demikian, untuk dapat melaksanakan perannya dalam membangun karakter, gereja harus menjadi komunitas karakter yang menjadi teladan bagi dunia. Peran lainnya yang telah dijalankan oleh jemaat ini ialah sebagai pendukung dan yang mengkonfirmasi penggunaan seluruh buku pedoman renungan dan pedoman pengajaran, khususnya dalam hal ini Sabda Bina Taruna dan Sabda Bina Pemuda. Dari hasil penelitian yang kemudian dianalisis lebih dalam maka ditemukan hasil berupa beberapa alasan yang menyebabkan GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan belum maksimal dalam melaksanakan perannya tersebut. Alasan-alasan tersebut antara lain: a. Paradigma yang tertutup. Maksudnya ialah gereja masih memiliki beberapa paradigma yang mempersempit geraknya dalam melaksanakan pembangunan karakter Kristen. Paradigma-paradigma tersebut yaitu gereja melihat bahwa 105

12 pelayanan yang sifatnya rohani atau spiritual adalah lebih penting. Hal ini nampak dari hasil pengamatan di lapangan yang menunjukan bahwa kegiatankegiatan yang terprogram didominasi oleh kegiatan-kegiatan spiritualitas, seperti ibadah, persiapan. Selain itu juga adanya paradigma yang kurang mengukur dampak positif dari suatu program maupun kegiatan yang dilaksanakan, namun justru memperhitungkan jumlah dana yang dikeluarkan. 120 Paradigma lainnya yang mendukung ialah paradigma yang menganggap bahwa kegiatan-kegiatan ekonomi atau budaya tidak dapat dicampur-adukan di dalam gereja. 121 b. Kurangnya kekompakan dalam diri perangkat gereja. 122 Hal ini bersumber dari perbedaan pemikiran antara yang satu dengan lainnya. Kurangnya kekompakan tidak hanya terjadi antara pelayan dalam satu PELKAT, namun juga antara pendeta dengan pendeta, pendeta dengan majelis dan pelayan PELKAT, dan antar sesama majelis. c. Kurangnya pemahaman yang utuh tentang konsep pendidikan karakter. Hanya sebagian kecil dari pendeta, majelis, jemaat, dan pelayan PELKAT PT maupun GP yang memahami konsep pendidikan karakter secara utuh. Sebagai contoh kurangnya pemahaman terkait dengan cara karakter dapat berkembang. d. Kurangnya kesadaran dalam memberikan diri untuk aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang diupayakan gereja untuk membangun karakter. e. Gereja juga kurang memberdayakan individu-individu yang berlatar belakang pendidikan dan berkompetensi dalam bidang-bidang ilmu lainnya yang dapat mendukung, seperti agama, psikologi, sosial, ekonomi, budaya, dan bahasa. 120 Wawancara kedua dengan Pdt. Bpk. Jimmy H.K. Iroth, S.Th (Ketua Majelis Jemaat GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan), pada hari: Rabu, 13 Agustus 2014, pukul WITA. 121 Wawancara dengan Pnt. Bpk. Wuri Sumampouw, M,h, (PHMJ ketua I yang membidangi Pelayanan dan Kesehatan (PELKES) serta pengajar katekisasi) pada hari: Kamis, 07 Agustus 2014, pukul WITA 122 Wawancara dengan Pdt.Ibu. Ritha Hutagalung-Londok, S.Th (Pendeta Gereja Se-Azas), pada hari: Kamis, 14 Agustus 2014, pukul WITA 106

13 Agar gereja dapat melaksanakan perannya secara maksimal, gereja perlu terlebih dahulu mengatasi penyebab-penyebab diatas. Sebab, melalui penyebab-penyebab tersebut akan memunculkan kendala-kendala baru yang lebih banyak. Oleh karena itu, gereja harus mengambil tindakan yang efektif dan tepat guna. Tindakan yang dimaksud ialah membekali mereka dengan mengadakan pembinaan tentang konsep pendidikan karakter yang bersifat teori. Di dalam konsep tersebut, juga dibahas tentang komunikasi yang berada dalam poin relasi. Komunikasi yang tegas sangat penting untuk dilakukan oleh gereja. Dengan komunikasi yang tegas maka nilainilai karakter dan strategi untuk membangun karakter dapat disampaikan kepada setiap pihak di dalam gereja. Tidak berhenti pada hal-hal yang bersifat teori, namun perlu menindak-lanjuti pembinaan tersebut dengan pelatihan. Pelatihan sangat berguna melihat kemampuan secara langsung dalam prakteknya. Kedua kegiatan tersebut harus dilakukan gereja dalam beberapa kali pertemuan. Hal ini dimaksudkan agar tertanam secara mendalam tentang hal-hal yang diberikan dalam pembinaan terkait dengan pendidikan karakter. Demikian halnya dengan kurangnya kekompakan dalam diri perangkat gereja. Jika dikaji lebih dalam, secara nyata faktor ini terjadi dalam Gerakan Pemuda. Faktor ini memunculkan kendala yaitu menurunnya tingkat keaktifan anggota. Dari kendala tersebut, nyata terlihat bahwa gereja dalam hal ini para pemimpin Gerakan Pemuda belum mengambil tindakan konkret dalam menyelidiki akar permasalahan yang ada. Mereka seharusnya mencari akar permasalahan tersebut. Sebab, pembangunan karakter pada tubuh Gerakan Pemuda menjadi kurang maksimal ketika hanya sebagian kecil anggota pemuda sebagai subyek yang akan di didik, hadir dalam berbagai kegiatan gereja. 107

14 Dari uraian di atas secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam rangka melaksanakan peran GPIB Jemaat Bukit Sion dalam membangun karakter para taruna dan pemuda, gereja harus terlebih dahulu melaksanakan perannya dalam hal mengatasi kelima faktor di atas. Kedua peran itu tidak dapat dipisahkan dalam mewujudkan peran utama gereja sebagai pendidik. Peran utama ini tentunya berkaitan dengan pendidik. Agar peran ini juga menjadi maksimal maka gereja ini tidak boleh melupakan mutu dari pendidik. Strategi yang dapat dilakukan gereja terkait hal ini ialah dengan menetapkan persyaratan bagi tenaga pendidik. Tenaga pendidik tidak hanya pada ketiga Pelayanan Kategorial (PELKAT): Pelayanan Anak (PA); Persekutuan Taruna (PT); dan Gerakan Pemuda (GP), namun juga pada kelas katekisasi. Individu yang ingin melayani di tmpat-tempat tersebut, seharusnya tidak hanya memahami ajaran Kristen; memiliki dan mampu menjadi teladan dalam melakukan karakter Kristen; memiliki keinginan kuat untuk melayani, namun juga harus mengetahui perkembangan dunia sekuler; secara psikologis perkembangan dan kebutuhan dari individu-individu yang dilayani. Tidak kalah pentingnya yaitu pertimbangan usia yang produktif. Usia yang demikian memiliki daya pikir kreatif; inovatif yang tinggi serta efisien untuk menghasilkan karya-karya yang dapat membantu pelayanannya. IV.1.3. Strategi GPIB Jemaat Bukit Sion dalam Pembangunan Karakter Taruna- Pemuda Ketika berbicara tentang karakter maka pertanyaan mendasar yang muncul ialah bagaimana karakter dapat terbentuk? Pertanyaan ini menunjuk pada strategi yang digunakan. Membangun karakter terkadang membuat individu atau lembaga serta komunitas yang melaksanakannya menjadi jenuh. Oleh karena itu, saat ini banyak yang melakukannya secara instan. Penyebabnya adalah banyak lembaga-lembaga 108

15 pendidikan secara singkat yang menawarkan character building dengan materi pelajaran yang hanya memuat motivasi untuk melakukan karakter. Pada hakekatnya proses yang demikian kuranglah efektif. Membangun karakter harus dilalui seseorang dengan mengikuti serangkaian proses. Karakter tidak hanya terbentuk dari penghargaan yang diberikan kepada pihak yang bertugas membangun karakter (seperti keluarga, guru, dan para tokoh diberbagai lini kehidupan), melainkan perlunya kesadaran dan keinginan untuk melakukan transformasi, sehingga muncul dalam diri suatu komitmen untuk melakukan nilai-nilai yang diajarkan. Melalui uraian di atas ingin ditegaskan bahwa proses yang panjang adalah hal yang penting dalam pembangunan karakter. Oleh karena itu pembangunan karakter dapat dibentuk dimana dan kapan pun dengan cara yang berulang terus menerus. Melalui konsep tersebut dapat meninjau kegiatan mana yang termasuk dalam pembangunan karakter. Salah satunya ialah ketika ditemukan perbincangan yang dilakukan antara presbiter dengan satu atau lebih taruna maupun pemuda maka kegiatan tersebut bukan termasuk dalam upaya pembangunan karakter. Kegiatan tersebut hanya sebatas perbincangan biasa atau berupa nasihat. Kegiatan yang termasuk dalam membangun karakter ialah suatu tindakan yang dilakukan berulang dan terus menerus hingga menjadi kebiasaan serta di dalamnya tersirat nilai-nilai karakter yang harus diwujud-nyatakan. Karakter tidak dapat dibangun secara instan. Dibutuhkan proses yang lama yang intinya membuat para taruna dan pemuda menjadi terbiasa dalam melakukan tindakan-tindakan yang di dalamnya tersirat nilai-nilai karakter Kristen. Kedisiplinan adalah hal penting di dalamnya yang ikut menentukan keberhasilan seseorang maupun komunitas dalam membangun karakter. Di lain sisi, diakui bahwa kedisiplinan merupakan tindakan yang tidak mudah. Hal demikian terjadi dalam diri Gerakan Pemuda yang kurang mampu mendisiplinkan diri mereka ketika 109

16 mengikuti kegiatan-kegiatan, khususnya ibadah dan persiapan. Oleh karena itu, disiplin menjadi hal yang kontroversi karena membagi dua kubuh yaitu pro dan kontra. Hal ini terjadi karena masih adanya paradigma mereka yang menganggap bahwa kedisiplinan adalah cara yang keras atau seperti militer. Dengan demikian menunjukan bahwa mereka kurang memahami arti pentingnya disiplin diri. Disiplin dapat dikatakan sebagai tanggung jawab yang utama bagi mereka yang ingin sukses. Dengan seseorang mampu mendisiplinkan diri maka orang tersebut mampu memimpin diri sendiri. Mendisiplinkan individu-individu yang belum terbiasa adalah hal yang tidak mudah. Walaupun demikian, hal itu dapat dilakukan ketika ada kerjasama dari para presbiter yang memimpin. Menyepakati toleransi waktu dan dampak dari keterlambatan adalah hal yang penting untuk mengajarkan kedisiplinan di dalam gereja. Disiplin adalah hal yang penting untuk seseorang dapat melakukan karakter Kristen. Dengan gereja mampu mendisiplinkan para taruna dan pemuda dari hal yang kecil maka gereja akan mampu menghasilkan generasi-generasi penerus yang sukses, baik di bidang rohani maupun di seluruh bidang kehidupan. Dalam pembangunan karakter oleh gereja, tidak hanya membutuhkan disiplin namun juga harus memiliki tolak ukur yang spesifik sebagai acuan untuk menilai keberhasilan para taruna dan pemuda dalam bertindak. Gereja dapat merancang alat ukur tersebut bersama dengan kemitraan yang terkait, yaitu keluarga; sekolah; dan lembaga-lembaga lainnya. Gereja perlu merancang alat ukur bersama dengan mereka sebab, gereja tidak hidup setiap hari bersama anak-anak taruna dan pemuda. Cara yang dapat dilakukan oleh gereja terkait dengan hal ini antara lain: 1) Gereja bersama dengan keluarga; sekolah; dan lembaga-lembaga terkait membuat komitmen awal. Komitmen yang dimaksud ialah bersedia bekerjasama dalam menyukseskan para generasi muda gereja untuk mampu memahami, 110

17 mencintai, dan melakukan nilai-nilai karakter Kristen. Di samping itu, pada kebersamaan ini gereja dan yang lainnya harus membuat jadwal pertemuan untuk membahas hal-hal yang terkait, misal perkembangan anak-anak taruna dan pemuda dalam melakukan tindakan-tindakan tersebut, serta yang terpenting adalah melakukan evaluasi. Evalusai merupakan hal yang penting sebab, seluruh pihak dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan yang selama ini ada. 2) Gereja bersama kemitraannya mendaftarkan nilai-nilai karakter Kristen yang ditargetkan secara berkala dan memperhatikan tingkat perkembangan secara menyeluruh dari para taruna dan pemuda. Nilai-nilai tersebut pada akhirnya akan menjadi barometer yang sesuai untuk menilai keberhasilan proses maupun hasilnya. Sebagai contoh, pada tahap pertama mereka ditargetkan untuk mampu berbuat jujur. 3) Membagi tugas dalam kaitannya membiasakan para taruna dan pemuda dalam melakukan nilai-nilai karakter Kristen. Selain itu juga, membagi tugas dalam hal mengamati perkembangan mereka secara berkala. Dalam proses membangun karakter pada diri taruna dan pemuda, gereja tidak dapat mengupayakannya secara pribadi, melainkan dengan bantuan dan adanya kemitraan dengan berbagai pihak khususnya keluarga. Di mana sebagai keluarga Kristen berperan dalam membentuk karakter Kristen dengan mendorong anak-anak mereka untuk terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan gereja, khususnya ibadah Persekutuan Taruna (PT) dan Gerakan Pemuda (GP). Gereja juga dapat menjalin kemitraan dengan pihak-pihak lain, seperti kepolisian, medis, dan tokoh-tokoh masyarakat maupun agama lainnya. Tidak terhenti pada kemitraan yang harus dijalin. Hal penting lainnya dalam pendidikan karakter ialah disajikannya berbagai model yang dapat digunakan dalam membangun karakter seseorang. Model-model yang dimaksud antara lain: 111

18 pembiasaan, keteladanan, pembinaan disiplin, CTL (Contextual Teaching and Learning), bermain peran, dan pembelajaran partisipatif. Sebagian besar dari model tersebut dari hasil obeservasi dan wawancara ditemukan bahwa GPIB Jemaat Bukit Sion telah menggunakannya untuk membangun karakter Kristen bagi jemaat, khususnya para taruna dan pemuda. Walau secara khusus gereja belum mengetahui bahwa model-model yang selama ini digunakan adalah model-model yang dapat membantu dalam membangun karakter Kristen. Hal ini lebih mempertegas akan kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang pendidikan karakter, yang seharusnya dilakukan gereja sebagai upaya dari peran gereja dalam menghasilkan jemaat-jemaat yang berkarakter. Bentuk nyata dari beberapa model yang diuraikan di atas tertuang dalam pembinaan. Pembinan adalah cara utama yang hingga kini dipergunakan oleh gereja, khususnya GPIB Jemaat Bukit Sion. Pada dasarnya pembinaan bersifat baik karena sebagai salah satu upaya yang dipilih oleh gereja dalam mendidik jemaatnya. Namun, dalam setelah dikaji lebih dalam, ditemukan bahwa dalam pembinaan terdapat beberapa kelemahan, yaitu: 1) Jemaat Bukit Sion telah menggunakan metode ini secara berulang-ulang dan terus menerus. Hanya saja belum nampak secara nyata tindak lanjut dari suatu pembinaan yang diadakan. Tindak lanjut yang dimaksud ialah kegiatan yang dilaksanakan gereja agar jemaat tidak hanya mengetahui hal-hal yang diberikan saat pembinaan, namun mereka dapat memahami, mencintai, dan melakukan nilai-nilai yang ditargetkan dalam pembinaan tersebut. Sebagai contoh seminar narkoba yang beberapa waktu lalu diadakan oleh jemaat ini. Namun, hingga saat ini belum ada tindak lanjut yang dilakukan gereja dengan fokus utama tertuju pada para taruna dan pemuda. Tindak lanjut yang sebenarnya dapat dilakukan oleh gereja dalam seminar ini ialah bekerjasama dengan mantan pengguna 112

19 narkoba yang telah sembuh untuk dapat membagikan pengalaman buruknya ketika menjadi pengguna. Atau dengan membuat drama tentang dampak mengunakan narkoba, yang disutradarai oleh anggota BNN dan pihak kepolisian. Dengan contoh tindak lanjut yang demikian, para taruna dan pemuda dapat langsung melihat dan mengambil nilai-nilai karakter yang positif. Metode yang demikian sesuai dengan teori dalam pendidikan karakter, di mana gereja semestinya memberikan kesempatan kepada anak-anak taruna dan pemuda untuk mengalami sendiri sifat-sifat tersebut secara langsung. Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai ) Pembinaan yang digunakan dominan mengarah pada bidang rohani dan hanya sebagian kecil yang menyentuh pada bidang-bidang lain dalam kehidupan jemaat, seperti budaya; politik; kenegaraan; sosial, termasuk pendidikan karakter. Hal penting ini bukanlah tugas gereja yang baru muncul masa kini, melainkan telah ada sejak zaman zending. Di mana gereja-gereja telah menjalankan berbagai kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan; kesehatan; pelayanan sosial; politik; ekonomi; budaya; militer; pertanian dan pengangkutan. 124 Gereja yang cenderung melakukan pembinaan yang demikian memperkuat paradigma jemaat yang belum terbuka terhadap bidang kehidupan lainnya. Misal saja, paradigma yang menganggap bahwa kegiatan-kegiatan ekonomi atau budaya tidak dapat dicampur-adukan di dalam gereja. Paradigma yang demikian pada akhirnya membuat gereja menjadi eksklusif serta monoton dalam hal metode. 123 M. Williams, Models of Character Education: Perspectives and Developmental Issues. Dalam Journal of Humanistic Counseling, Education and Development vol 39, Issue 1, September 2000), Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia. Sidang Raya, Lima dokumen keesaan gereja Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (LDKG-PGI), (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994),

20 3) Pembinaan yang dilaksanakan masih kurang yang mengarah pada pendidikan karakter. Jemaat dalam gereja bukan hanya hidup dengan hal-hal yang rohani, namun juga hal-hal lainnya yang mendukung dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, seharusnya gereja lebih berpartisipasi di dalam kehidupan jemaat dengan memberikan pembinaan yang menyentuh semua bidang kehidupan dan terkait dengan membangun karakter Kristen bagi jemaat, khususnya para taruna dan pemuda. Gereja dapat melakukannya dengan cara membuka mata dan hati terhadap dunia di luar gereja (yang sekuler) untuk dapat masuk dalam kehidupan gereja. Maksudnya ialah gereja harus dapat melihat perkembangan yang terjadi terkait dengan kehidupan sekuler serta memilih metode maupun model yang lebih kreatif dan inovatif. Jemaat Bukit Sion tidak hanya telah menggunakan model-model dalam pendidikan karakter, namun juga telah mengimplementasikan beberapa strategi pendidikan. Strategi yang dimaksud sesuai dengan teori yang diusung oleh Lickona terkait dengan mengusahakan lingkungan yang membangun karakter Kristen. Yang menjadi strategi tersebut antara lain: 1) Gereja secara khusus para pendeta, majelis, dan pelayan kategorial telah berupaya mendorong kesadaran seluruh unsur dalam gereja untuk membangun karakter Kristen. Hanya saja cara yang digunakan dalam hal ini terbatas pada media audio. Secara konkret dalam bentuk khotbah-khotbah. Setelah dikaji menggunakan teori yang digunakan pada bab sebelumnya, cara ini belum dapat dikatakan cukup. Mendorong kesadaran seluruh unsur dalam gereja berarti memiliki kaitan erat dengan komunikasi yang dilakukan oleh gereja terhadap mereka. Dengan demikian, komunikasi yang dilakukan hasurlah menarik dan jelas. Gereja 114

21 seharusnya tidak hanya mengandalakan penyampaian pesan dengan lambanglambang auditif, yang hanya dapat ditangkap oleh indera pendengaran, melainkan gereja harus menambah cara lain. Cara tersebut yaitu dengan menggunakan media visual dan audio visual. Tindakan nyata dari pengimplementasian media visual ialah dengan menempatkan poster, gambar maupun logo yang menarik. Sedangkan audio visual dapat dilakukan dengan menayangkan video, film, dan memutar TV pendidikan. Media audio visual diasumsikan sebagai metode yang menarik dan efekif sebab, dengan metode tersebut para taruna dan pemuda dapat belajar tentang nilai-nilai karakter Kristen dengan mendengar dan melihat. Dari hasil penelitian yang dilakukan dalam melihat metode pembelajaran, media audio visual memiliki presentase yang sangat besar yaitu 50% dibanding dengan memisahkan antara audio (20%) dan visual (30%). 125 Dengan mengkombinasikan cara-cara tersebut maka dapat memaksimalkan gereja dalam mendorong kesadaran untuk membangung karakter Kristen. 2) Dalam kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh Jemaat Bukit Sion, sebagian besar nilai-nilai karakter Kristen telah diitegrasikan di dalamnya. Dengan mengesampingkan kendala dalam memberikan teladan yang baik, pada dasarnya nilai-nilai tersebut telah diajarkan oleh gereja kepada para taruna dan pemuda melalui keteladanan. Hal ini menunjukan bahwa Jemaat Bukit Sion memiliki tekat untuk menjadi komunitas teladan yakni komunitas karakter Kristen. 3) Jemaat Bukit Sion telah mampu mengenali kebajikan-kebajikan yang ditargetkan kepada para taruna dan pemuda. Pengenalan tersebut dipermudah dengan adanya buku pedoman renungan yang disusun oleh sinode. Selain itu juga, melalui tema tahunan GPIB yang berfungsi sebagai acuan dasar bagi 125 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK 2012 dalam power point presentasi ke

22 jemaat-jemaat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan. Contoh dari tema tahunan ialah Membangun Kemitraan Antara Umat Demi Keselamatan Bangsa. Dalam tema ini secara implisit terdapat nilai-nilai karakter Kristen seperti kasih, ramah, bertindak benar/ bersikap positif, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, penguasaan diri. 4) Jemaat Bukit Sion telah menjalin dan memperkuat kemitraan dengan keluargakeluarga yang menjadi jemaatnya. Strategi ini merupakan kesatuan dari dua strategi yang saling bersinergi, yaitu menjalin kemitraan antara gereja dengan keluarga dan memperkuat keluarga. Cara yang digunakan dalam hal ini ialah dalam bentuk ibadah-ibadah yang di dalamnya seluruh unsur keluarga (ayah, ibu, dan anak) mengambil bagian. Selain itu, dengan melakukan perkunjungan. Hal ini menujukan bahwa adanya kesadaran gereja tentang pentingnya keluarga dalam membangun karkater baik dalam diri para taruna dan pemuda. Keluarga memiliki peran awal dalam membangun karakter mereka. Di dalam keluarga, anak-anak diberikan kesejahteraan emosional, memberi bimbingan moral, serta membantu dalam mempelajari nilai-nilai. 126 Memahami peran keluarga tersebut maka gereja seharusnya mengembangkan strategi ini. Sebab, melihat bahwa jemaat Bukit Sion belum mendalam dalam mengimplementasikan strategi ini, khususnya memperkuat kemitraan dengan keluarga melalui program pendidikan. Melihat dalam teori yang diusung oleh Charles Stewar tentang tiga dimensi dasar penguatan keluarga. Di mana salah satunya ialah gereja harus mengembangkan pelayanan keluarga melalui program pendidikan, seperti mengadakan Pendalaman Alkitab maupun kelompok belajar. 5) GPIB Jemaat Bukit Sion telah menciptakan kelompok kepemimpinan. Serupa dengan gereja pada umumnya, kelompok kepemimpinan dalam jemaat ini terdiri 126 Hildred Geertz, Keluarga Jawa, (Jakarta: Grafiti Pers, 1983),

23 dari para pendeta, majelis, dan pengurus PELKAT. Mereka diklasifikasikan dalam kelompok ini sebab, dengan pengetahuan, wawasan, serta kemampuan mereka dalam melayani jemaat, mereka dapat mengkoordinir usaha dan pelaksanaan pembangunan karakter. Tidak hanya itu, mereka juga dituntut untuk dapat menghimpun jemaat serta berbagai wawasan lainnya, ketrampilan, dan pengalaman yang akan digunakan untuk menghadapi kendala-kendala dalam pelayanan, termasuk dalam membangun karakter para taruna dan pemuda. Dengan demikian, kelompok ini juga berperan dalam membangun karakter, khususnya dalam memberikan teladan yang berkarakter Kristen ) Gereja telah memberi peran kepemimpinan kepada para taruna dan pemuda. Hal itu nampak dalam beberapa kegiatan yaitu pertama dalam ibadah hari Minggu. Dalam ibadah ini para taruna dan pemuda dijadwalkan menjadi prokantor atau pun kantoria. Kedua, dalam ibadah-ibadah PELKAT masing-masing. Dalam ibadah ini para taruna dan pemuda dijadwalkan secara bergilir menjadi pendoa syafaat, liturgos, maupun pendoa kolekte. Hal ini dimaksudkan agar mereka belajar mengambil peran sebagai seorang pemimpin. 7) Jemaat ini telah memberi kesempatan bagi setiap anggota jemaat untuk memberi masukan. Beberapa metode yang digunakan dalam strategi ini, pertama, gereja mengadakan kotak saran dan kuisioner yang bertujuan untuk memperoleh feedback dari jemaat untuk kepentingan kualitas pelayanan terhadap jemaat. Kedua, melalui perkunjungan ke sektor-sektor dalam ibadah gabungan sektor. Perkunjungan ini dilaksanakan oleh Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ) setiap bulan, sesuai yang telah dijadwalkan. 8) Jemaat Bukit Sion telah memadukan karakter ke dalam program-program gereja. Sebagai contoh, program dalam Gerakan Pemuda yaitu retreat pemuda. Nilai 127 Eddie Gibs, ibid.,

24 karakter yang terdapat dalam program tersebut ialah kesetiaan, kebersamaan, dan penuh syukur kepada Tuhan. Demikian halnya dengan program Persekutuan Taruna, contohnya yaitu program Taruna Berpelkes. Maksud dari program ini ialah agar para taruna dapat membangun kerukunan dan kemitraan dengan lingkungan. Strategi lain yang tidak terdapat dalam teori namun digunakan oleh jemaat ini ialah penggunaan Sabda Bina Taruna dan Sabda Bina Pemuda. Kedua buku ini adalah kurikulum yang spesifik tertuju untuk mendidik para taruna dan pemuda sesuai dengan ajaran Kristen. Oleh karena itu, para pelayan dan pengurus baik taruna maupun pemuda sangat mengandalkan kedua buku ini. Jika dikaji lebih dalam ditemukan kelebihan dan kekurangan dari kedua buku ini, antara lain: a) Sabda Bina Taruna Buku ini adalah buku pedoman bagi para pelayan dalam mendidik melalui pendidikan agama Kristen yang diberikan oleh gereja. Oleh karena itu, secara nyata dapat ditemukan unsur atau komponen yang membentuk kurikulum, yaitu tujuan, materi atau isi, strategi, dan evaluasi. Tujuan dalam hal ini terbagi menjadi dua, yaitu gagasan utama dan tujuan khusus. Terdapat beberapa masalah yang ada dalam tujuan-tujuan dalam setiap pembelajaran. Masalah yang dimaksud ialah: pertama, adanya sebagian besar ketidak-sinkronan antara gagasan utama dengan tujuan khusus. Tujuan khusus terkadang tidak sesuai dengan gagasan utama. Kedua, antara gagasan utama dan tujuan khusus terbalik. Maksudnya ialah kata kerja yang digunakan dalam gagasan utama bersifat konkret atau yang dapat diukur maupun dilihat, sebaliknya tujuan khusus ditulis menggunakan kata kerja yang bersifat abstrak (dapat diukur maupun dilihat). Dengan demikian berdampak pada para taruna yang mengalami kesulitan untuk memahami dan melakukan yang menjadi tujuan-tujuan tersebut. Dari kedua 118

25 masalah di atas maka menunjukan bahwa tim yang membuat buku ini kurang memiliki pengetahuan tentang teori kurikulum PAK. Di mana dalam teori tersebut dijelaskan tentang komponen-komponen kurikulum, termasuk di dalamnya gagasan utama atau tujuan umum dan tujuan khusus. Persyaratan dalam merancang tujuan umum ialah menggunakan kata-kata kerja yang bersifat abstrak, tidak dapat secara langsung dilihat; diukur; didengar; digenggam. Sebagai contoh, mensyukuri, memahami, mewujudkan, menerima. Sebaliknya dengan tujuan khusus yaitu menggunakan kata-kata kerja yang sifatnya konkret, dapat secara langsung dilihat; diukur; didengar; digenggam. Sebagai contoh, menjelaskan, menuliskan, menceritakan, bernyanyi. 128 Dalam tujuan-tujuan tersebut, yang terdapat dimensi karakter ialah gagasan utama. Sebagai contoh nilai yang terintegrasi dalam gagasan utama ialah penuh syukur, bertindak benar, bertanggung jawab. Hal ini berbeda dengan tujuan umum. Di mana sangat jarang ditemui dimensi karakter pada tujuan khusus. Komponen kedua yang membentuk ialah materi. Materi adalah bagian di mana para pelayan dapat menjelaskan maksud dari ayat Alkitab yang dikaitkan dengan tujuan, dan strategi dalam mendidik para taruna. Oleh karena itu dalam materi terdapat berbagai wawasan dan pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan Teologis. Materi yang dipaparkan telah bersifat aktual, dan memberi kontribusi kepada para taruna, serta telah memasukan nilai-nilai karakter tertentu untuk ditargetkan kepada para taruna dan pelayan. Strategi adalah komponen berikutnya. Dalam komponen ini ditemukan bahwa kurangnya kreatifitas yang diberikan dalam penyampaian pembelajaran. Hal ini ditunjukan dengan penggunaan strategi yang sama dalam tiap pertemuan, yakni menggunakan strategi penyampaian cerita dan diskusi. Jika mengkaji lebih jauh, 128 D.Campbell Wyckoff, Theory and Design of Christian Education Curriculum, (Philadelphia: The Westminster Press),

26 kedua strategi yang dominan digunakan mengarahkan diri pada aras kognitif. Atau dengan kata lain, Sabda Bina Taruna masih memfokuskan diri pada perkembangan intelektual para taruna. Kurangnya kreatifitas yang diberikan dalam buku ini juga menunjukan bahwa para pelayan dalam masing-masing jemaat diberikan kesempatan dalam mengeksplore kreatifitas yang mereka miliki untuk mengolah materi menjadi menarik dan sedemikian rupa disampaikan kepada para taruna. Namun kesempatan tersebut hanya digunakan oleh beberapa dari pelayan, dan sebagiannya lagi lebih memilih menggunakan strategi penyampaian yang serupa yang tertulis dalam Sabda Bina Taruna. Dari masalah ini menunjukan bahwa kurangnya pemahaman terkait pembelajaran yang menarik dan kreatif. Untuk melakukan hal itu, para pelayan dapat menggunakan sembilan kecerdasan (multiple intelegence) yang masing-masing dimiliki oleh taruna. Komponen terakhir yang ada dalam buku ini ialah evaluasi. Evaluasi adalah penting sebab dengan adanya evaluasi maka dapat dilihat efektivitas dari pencapaian tujuan. Secara spesifik evaluasi berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum, serta sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang ditetapkan. Dengan signifikansi yang demikian maka kegiatan evaluasi yang terdapat dalam Sabda Bina Taruna adalah kurang. Evaluasi seharunya dilakukan setiap akhir pembelajaran dengan maksud agar mengetahui apakah para taruna telah mamahami dan dapat melakukan hal-hal yang diberikan. Hal ini sebagai upaya dalam melihat ketercapaian dari tujuan yang ingin diwujudkan.selain itu juga, evaluasi yang dilaksanakan masih bersifat mengukur intelektual dari para taruna. Hal itu dibuktikan dengan metode evaluasi berupa kuis dalam bentuk pilihan ganda serta memberikan pertanyaanpertanyaan. 120

27 b) Sabda Bina Pemuda Perbedaan dengan Sabda Bina Taruna ditemui dalam buku Sabda Bina Pemuda. Secara nyata tidak dapat ditemui pembagian atas keempat komponen yang membentuk kurikulum sebab, buku ini lebih condong pada kumpulan dari khotbah-khotbah. Oleh karena itu, komponen yang menyusunnya ialah komponen-komponen yang membentuk suatu khotbah. Komponen-komponen tersebut yaitu pendahuluan, isi, penutup. 129 Dalam pendahuluan dikemukakan hal-hal yang menarik perhatian, baik itu berupa pertanyaan, persoalan yang hangat dibicarakan, peristiwa atau pengalaman yang menjadi bahan pembicaraan, serta perasaan yang meliputi hati pendengar. Dalam isi yang harus dilakukan ialah mengaitkan antara hal-hal yang digunakan dalam pendahuluan, penafsiran, Bagian lainnya yang terdapat dalam buku ini ialah kesimpulan. Kesimpulan merupakan bagian internaldari penutup. Kesimpulan merupakan pengulangan beberapa bagian yang dianggap penting atau menjadi inti dari pewartaan firman Tuhan, dan juga yang telah disesuaikan dengan situasi maupun kondisi dari para pemuda. Atau dengan kata lain dalam bentuk poin-poin penting yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Penutup menjadi penggerak bagi para pemuda agar dengan sukarela serta tulus melakukan kehendak Allah. Dengan mengetahui bahwa Sabda Bina Pemuda adalah berbentuk renungan maka strategi yang digunakan tentunya dengan menggunakan metode khotbah, namun hanya bersifat monolog. Serupa dengan kasus dalam strategi yang terdapat di Sabda Bina Taruna, strategi yang digunakan oleh para pelayan firman dalam menyampaikan materi yang terdapat dalam Sabda Bina Pemuda dianggap masih kurang kreatif. 129 E.P.Gintings, Khotbah dan Pengkhotbah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009),

BAB V PENUTUP. beberepa saran berdasarkan hasil analisa dalam bab sebelumnya.

BAB V PENUTUP. beberepa saran berdasarkan hasil analisa dalam bab sebelumnya. BAB V PENUTUP Dalam bab penutup ini penulis akan menarik beberapa kesimpulan dan mengusulkan beberepa saran berdasarkan hasil analisa dalam bab sebelumnya. V.1 Kesimpulan Pertama, pembangunan karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Permasalahan Dalam lingkup pendidikan di sekolah, istilah Pendidikan Agama Kristen (PAK) sudah sangat lazim digunakan. PAK adalah usaha menumbuhkembangkan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Secara umum gereja berada di tengah dunia yang sedang berkembang dan penuh dengan perubahan secara cepat setiap waktunya yang diakibatkan oleh kemajuan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa Kutoarjo merupakan salah satu gereja dari 11 Gereja Kristen Jawa yang berada dibawah naungan Klasis Purworejo. GKJ Kutoarjo merupakan sebuah gereja

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA USAHA PENGEMBANGAN JAMUR DI GEREJA BATAK KARO PROTESTAN (GBKP) BOGOR. 4.1 Analisa Usaha Pengembangan Jamur di GBKP Bogor

BAB IV ANALISA USAHA PENGEMBANGAN JAMUR DI GEREJA BATAK KARO PROTESTAN (GBKP) BOGOR. 4.1 Analisa Usaha Pengembangan Jamur di GBKP Bogor BAB IV ANALISA USAHA PENGEMBANGAN JAMUR DI GEREJA BATAK KARO PROTESTAN (GBKP) BOGOR 4.1 Analisa Usaha Pengembangan Jamur di GBKP Bogor Bila dilihat dari hasil penelitian yang penulis telah lakukan, usaha

Lebih terperinci

PENELAAHAN ALKITAB. Persiapan, Penyusunan dan Penyampaiannya. Pdt. Stephen Sihombing, MTh

PENELAAHAN ALKITAB. Persiapan, Penyusunan dan Penyampaiannya. Pdt. Stephen Sihombing, MTh PENELAAHAN ALKITAB Persiapan, Penyusunan dan Penyampaiannya Pdt. Stephen Sihombing, MTh Materi Bina Pelkat GP GPIB 2 Menikah dengan 2 orang putri Sarjana Teologi dari STT Jakarta Vikaris di GPIB Mangamaseang,

Lebih terperinci

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Inti 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang terpanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa, keluar dari kegelapan menuju kepada Yesus Kristus

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan BAB V PENUTUP Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan keluarga di Jemaat GPIB Immanuel Semarang, maka penulis membuat suatu kesimpulan berdasarkan pembahasan-pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa pada dasarnya memiliki tujuannya masing-masing. Dengan tujuan maka

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa pada dasarnya memiliki tujuannya masing-masing. Dengan tujuan maka BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa pada dasarnya memiliki tujuannya masing-masing. Dengan tujuan maka suatu bangsa akan mengarahkan dan memusatkan seluruh kegiatan yang dimiliki

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendampingan dan konseling pastoral adalah alat-alat berharga yang melaluinya gereja tetap relevan kepada kebutuhan manusia. 1 Keduanya, merupakan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, oleh sebab itu hilangnya karakter akan menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa. Karakter

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk kepada anak-anak. Mandat ini memberikan tempat bagi anak-anak untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk kepada anak-anak. Mandat ini memberikan tempat bagi anak-anak untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika Tuhan Yesus naik ke surga, Ia memberikan mandat kepada seluruh murid untuk pergi ke seluruh dunia dan menjadikan semua bangsa menjadi muridnya (Matius

Lebih terperinci

PELAYANAN ANAK. PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak

PELAYANAN ANAK. PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak PENDAHULUAN Allah tertarik pada anak-anak. Haruskah gereja berusaha untuk menjangkau anak-anak? Apakah Allah menyuruh kita bertanggung jawab terhadap anak-anak?

Lebih terperinci

TOPIK 2 = PEMBINAAN REMAJA & PEMUDA

TOPIK 2 = PEMBINAAN REMAJA & PEMUDA TOPIK 2 = PEMBINAAN REMAJA & PEMUDA SUB BIDANG PEMBINAAN WARGA GEREJA SINODE GEREJA KRISTUS YESUS KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Tuhan Yesus atas pimpinan-nya sehingga buku ini dapat diterbitkan. Sesungguhnya

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBINAAN ROHANI TERHADAP KEAKTIFAN KAUM MUDA DALAM PELAYANAN DI GEREJA KRISTEN HOLISTIK JEMAAT SERENITY MAKASSAR SKRIPSI

PENGARUH PEMBINAAN ROHANI TERHADAP KEAKTIFAN KAUM MUDA DALAM PELAYANAN DI GEREJA KRISTEN HOLISTIK JEMAAT SERENITY MAKASSAR SKRIPSI PENGARUH PEMBINAAN ROHANI TERHADAP KEAKTIFAN KAUM MUDA DALAM PELAYANAN DI GEREJA KRISTEN HOLISTIK JEMAAT SERENITY MAKASSAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat dalam Menyelesaikan Stratum

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan di perkotaan diperhadapkan dengan sebuah realita kehidupan yang kompleks. Pembangunan yang terus berlangsung membuat masyarakat berlomba-lomba untuk

Lebih terperinci

PERAN DAN STRATEGI GEREJA DALAM PEMBANGUNAN KARAKTER TARUNA DAN PEMUDA DI GPIB JEMAAT BUKIT SION BALIKPAPAN TESIS. Diajukan Kepada

PERAN DAN STRATEGI GEREJA DALAM PEMBANGUNAN KARAKTER TARUNA DAN PEMUDA DI GPIB JEMAAT BUKIT SION BALIKPAPAN TESIS. Diajukan Kepada PERAN DAN STRATEGI GEREJA DALAM PEMBANGUNAN KARAKTER TARUNA DAN PEMUDA DI GPIB JEMAAT BUKIT SION BALIKPAPAN TESIS Diajukan Kepada Program Pascasarjana Magister Sosiologi Agama Universitas Kristen Satya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasahan 1. Latar Belakang Masalah Gereja sebagai suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada Yesus Kristus 1 hadir di dunia untuk menjalankan misi pelayanan yaitu melakukan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 Oleh Drs. H. Syaifuddin, M.Pd.I Pengantar Ketika membaca tema yang disodorkan panita seperti yang tertuang dalam judul tulisan singkat

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21

PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21 PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21 Machful Indra Kurniawan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja tidak bisa lepas dari proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat seperti modernisasi dan sekularisasi. Perubahan akan menimbulkan permasalahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki keterbatasan sehingga manusia dapat melakukan ritual - ritual atau kegiatan keagamaan lain

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER BANGSA

PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER BANGSA Pendidikan Karakter Sebagai Pembentuk Karakter Bangsa 15 PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER BANGSA Oleh: Yulianti Siantayani 1 Konflik antar suku dan agama yang terus bergulir dari waktu ke

Lebih terperinci

GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT (G P I B) TATA IBADAH HARI MINGGU VII SESUDAH PENTAKOSTA & SYUKUR HUT KE-35 YAPENDIK GPIB

GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT (G P I B) TATA IBADAH HARI MINGGU VII SESUDAH PENTAKOSTA & SYUKUR HUT KE-35 YAPENDIK GPIB GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT (G P I B) TATA IBADAH HARI MINGGU VII SESUDAH PENTAKOSTA & SYUKUR HUT KE-35 YAPENDIK GPIB TEMA : CERDAS DAN KREATIF DI DALAM KRISTUS Minggu, 03 Juli 2016 Persiapan

Lebih terperinci

LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI

LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI KUNCI MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI BAGI MEREKA YANG MEMBUAT KEPUTUSAN Saudara yang terkasih, pada waktu Saudara menerima Yesus Kristus menjadi Juruselamat pribadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan iman anak tentunya bukanlah hal yang dapat dianggap sepele. Banyak pihak bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan iman bagi anak-anak kecil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberagamaan orang Maluku, dapat dipahami melalui penelusuran sejarah yang memberi arti penting bagi kehidupan bersama di Maluku. Interaksiinteraksi keagamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam UUD 1945, disebutkan bahwa Indonesia sebagai Negara yang berlandaskan pada Pancasila mengakui adanya lima agama di dalamnya, antara lain: Islam, Kristen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai tanggungjawab untuk mendidik peserta didiknya. Sekolah menyelenggarakan proses belajar mengajar dengan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Jemaat merupakan bidang yang baru dalam kekristenan, baik Protestan maupun Katolik dan masuk ke dalam ranah teologi praktis, di mana terjadi adanya perpindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam kebaktian yang dilakukan oleh gereja. Setidaknya khotbah selalu ada dalam setiap kebaktian minggu.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara akan persoalan Perjamuan Kudus maka ada banyak sekali pemahaman antar jemaat, bahkan antar pendeta pun kadang memiliki dasar pemahaman berbeda walau serupa.

Lebih terperinci

Gereja Menyediakan Persekutuan

Gereja Menyediakan Persekutuan Gereja Menyediakan Persekutuan Pada suatu Minggu pagi sebelum kebaktian Perjamuan Tuhan, lima orang yang akan diterima sebagaianggota gereja berdiri di depan pendeta dan sekelompok diaken. Salah seorang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan semua kajian dalam bab-bab yang telah dipaparkan di atas, pada bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan rekomendasi. Rekomendasi ini terutama bagi gereja

Lebih terperinci

32. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMP

32. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMP 32. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMP KELAS: VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kehidupan bergereja (berjemaat) tidak dapat dilepaskan dari realita persekutuan yang terjalin di dalamnya. Dalam relasi persekutuan tersebut, maka setiap anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maju mundurnya suatu bangsa ditandai oleh sumber daya manusia yang bermutu. Untuk menciptakan sumber daya manusia yang bermutu, itu diperlukan suatu upaya melalui

Lebih terperinci

MENJADI PEMIMPIN SEL Sesi 1: DASAR ALKITAB

MENJADI PEMIMPIN SEL Sesi 1: DASAR ALKITAB MENJADI PEMIMPIN SEL Sesi 1: DASAR ALKITAB PENDAHULUAN Pelajaran ini adalah tentang dasar Alkitab dari kelompok sel. Anda akan mendengar banyak ayat-ayat Firman Tuhan selama kita mempelajari pelajaran

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH. Agus Munadlir Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Wates

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH. Agus Munadlir Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Wates PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH Agus Munadlir Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Wates (munadlir@yahoo.co.id) ABSTRAK Pendidikan di sekolah sampai saat kini masih dipercaya sebagai media yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja hidup di tengah masyarakat. Gereja kita kenal sebagai persekutuan orangorang percaya kepada anugerah keselamatan dari Allah melalui Yesus Kristus. Yesus Kristus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap manusia memerlukan orang lain untuk saling memberi dan menerima. Hal itu menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan yang bermula dari seluruh negara di dunia yang dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan early childhood

Lebih terperinci

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA - 165 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA KELAS VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

BAB V PENUTUP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: BAB V PENUTUP Pada bagian ini penulisan akan dibagi menjadi dua bagian yaitu kesimpulan dan saran. 5.1.KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Gereja adalah persekutuan orang percaya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. beberapa saran berdasarkan hasil penelitian lapangan dan analisanya.

BAB V PENUTUP. beberapa saran berdasarkan hasil penelitian lapangan dan analisanya. BAB V PENUTUP Dalam bab ini penulis mencoba menarik beberapa kesimpulan dan mengusulkan beberapa saran berdasarkan hasil penelitian lapangan dan analisanya. A. Kesimpulan. Beberapa kesimpulan yang dapat

Lebih terperinci

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus BAGIAN IV TINJAUAN KRITIS ATAS UPAYA PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN BAGI REMAJA YANG BERAGAMA KRISTEN DAN NON KRISTEN DIPANTI ASUHAN YAKOBUS YANG SESUAI DENGAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL. 4.1 Pendidikan

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL

BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL Berdasarkan hasil penelitian yang tertuang dalam bab III, peneliti ingin memberi paparan analisis terhadap perubahan minat

Lebih terperinci

TANTANGAN RELIGIUS DALAM MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA DI ZAMAN GADGET

TANTANGAN RELIGIUS DALAM MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA DI ZAMAN GADGET 1 TANTANGAN RELIGIUS DALAM MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA DI ZAMAN GADGET Seminar Religius di BKS 2016 Kanisius, 8 September 2016 Paul Suparno, SJ Pendahuluan Tema BKS tahun 2016 ini adalah agar keluarga mewartakan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF TEORI MODEL PENGASUHAN UNTUK PEMBANGUNAN KARAKTER TERHADAP MODEL- MODEL PENGASUHAN OLEH

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF TEORI MODEL PENGASUHAN UNTUK PEMBANGUNAN KARAKTER TERHADAP MODEL- MODEL PENGASUHAN OLEH BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF TEORI MODEL PENGASUHAN UNTUK PEMBANGUNAN KARAKTER TERHADAP MODEL- MODEL PENGASUHAN OLEH KELUARGA-KELUARGA KRISTEN DI JEMAAT GMIT SONTETUS BONE Dalam bab ini penulis

Lebih terperinci

Di Dalam Tuhan Jerih Lelah Kita Tidak Sia-sia

Di Dalam Tuhan Jerih Lelah Kita Tidak Sia-sia TATA IBADAH DAN PENGANTAR TEMA KHOTBAH Dalam rangka Hari Doa Alkitab Lembaga Alkitab Indonesia 2012 Di Dalam Tuhan Jerih Lelah Kita Tidak Sia-sia TATA IBADAH HARI MINGGU GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS L =

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman pemerintahan Ir. Soekarno, ada tiga hal penting yang menjadi tantangan. Pertama adalah mendirikan negara yang bersatu dan berdaulat, kedua adalah membangun

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra bukanlah hal yang asing bagi manusia, bahkan sastra begitu akrab karena dengan atau tanpa disadari terdapat hubungan timbal balik antara keduanya.

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik.

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik. BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Dalam bab IV ini akan dipaparkan suatu refleksi teologis tentang PAK dalam keluarga dengan orang tua beda agama. Refleksi teologis ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu PAK keluarga

Lebih terperinci

LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI

LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI KUNCI MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI BAGI MEREKA YANG MEMBUAT KEPUTUSAN Saudara yang terkasih, pada waktu Saudara menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan akan berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kehidupan tersebut maka seseorang harus banyak belajar. Proses belajar yang

I. PENDAHULUAN. kehidupan tersebut maka seseorang harus banyak belajar. Proses belajar yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia melalui proses hidup yang terus berubah seiring dengan bertambahnya usia dan tuntutan kehidupannya. Oleh karena itu untuk membekali diri agar semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Masyarakat terus berkembang dan berubah menyesuaikan dengan kondisi jaman dan peradaban. Manusia sebagai bagian dari perkembangan jaman adalah faktor penentu keberlangsungan

Lebih terperinci

yang tunggal Yesus Kristus, maka tugas jemaat adalah menanggapi penyataan kasih

yang tunggal Yesus Kristus, maka tugas jemaat adalah menanggapi penyataan kasih Bab 5 Penutup 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisa yang penulis sampaikan pada bab 4 tentang praktek nyanyian dan musik gereja di GKMI Pecangaan dalam peribadatan, maka penulis menarik beberapa kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Gereja Kristen Pasundan (GKP) berada dalam konteks masyarakat Jawa bagian barat yang majemuk baik suku, agama, budaya daerah dan status sosial ekonomi.

Lebih terperinci

1. Persiapan. A. Sumber. B. Apa yang dikatakan tentang Toleransi. C. Kemanakah Toleransi ini tertuju

1. Persiapan. A. Sumber. B. Apa yang dikatakan tentang Toleransi. C. Kemanakah Toleransi ini tertuju Pelajaran 13 HIDUP DI SINI DAN SEKARANG: TOLERANSI Kebebasan untuk semua? 28 Maret 2015 1. Persiapan A. Sumber Kisah 17:16-34 Yohanes 10:16 Yesaya 56:6, 7 "Di dunia itu disebut Toleransi, tapi di neraka

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMP-K PERMATA BUNDA CIMANGGIS Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik Kelas/Semester : VIII / 1 Alokasi Waktu : 2 x 40 menit A. Standar Kompetensi : Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Dalam suatu masyarakat terdapat sebuah sistem dan komponen yang mendukung eksistensi komunitas. Komponen itu antara lain agama, kewarganegaraan, identitas suku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah persekutuan umat Tuhan Allah yang baru. Ungkapan ini erat hubungannya dengan konsep tentang gereja adalah tubuh Kristus. Dalam konsep ini

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Gereja yang ada dan hadir dalam dunia bersifat misioner sebagaimana Allah pada hakikatnya misioner. Yang dimaksud dengan misioner adalah gereja mengalami bahwa dirinya

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI

PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI Wahyu Nur Aida Universitas Negeri Malang E-mail: Dandira_z@yahoo.com Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Definisi Pendidikan Karakter 2.1.1 Pendidikan Karakter Menurut Lickona Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) memiliki 44 wilayah klasis, 2.504 jemaat, dengan jumlah warga mencapai 1.050.411 jiwa yang dilayani oleh 1.072 pendeta, (Lap. MS-

Lebih terperinci

PERAN GURU DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR 1

PERAN GURU DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR 1 PERAN GURU DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR 1 Fauzatul Ma rufah Rohmanurmeta 2 IKIP PGRI Madiun ABSTRAK Salah satu kewajiban utama yang harus dijalankan oleh guru kepada peserta didik

Lebih terperinci

BAB 4. Refleksi Teologis. dan kehidupan rohani setiap anggota jemaatnya tidak terkecuali anak-anak yang adalah

BAB 4. Refleksi Teologis. dan kehidupan rohani setiap anggota jemaatnya tidak terkecuali anak-anak yang adalah BAB 4 Refleksi Teologis Ketika Tuhan Yesus naik ke surga, Ia memberikan mandat kepada seluruh murid untuk pergi ke seluruh dunia dan menjadikan semua bangsa menjadi muridnya (Matius 28:19-20). Mandat ini

Lebih terperinci

MENUMBUHKAN KARAKTER PADA ANAK MELALUI TUTORIAL SIMULASI

MENUMBUHKAN KARAKTER PADA ANAK MELALUI TUTORIAL SIMULASI MENUMBUHKAN KARAKTER PADA ANAK MELALUI TUTORIAL SIMULASI Sutrisno 1, Siti Aminah 2 1 SMPN 1 Bungkal, Ponorogo ngilmudi@gmail.com 2 SDN Ketonggo, Ponorogo sitiaminah.bungkal@gmail.com Kata Kunci: Karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang pelayanan yang penting dan strategis karena menentukan masa depan warga gereja. Semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tentunya memiliki masalah dan pergumulannya masing-masing. Persoalan-persoalan ini mungkin berkaitan dengan masalah orang per

Lebih terperinci

Hidup dalam Kasih Karunia Allah 2Kor.6:1-10 Pdt. Tumpal Hutahaean

Hidup dalam Kasih Karunia Allah 2Kor.6:1-10 Pdt. Tumpal Hutahaean Hidup dalam Kasih Karunia Allah 2Kor.6:1-10 Pdt. Tumpal Hutahaean Dalam hidup ini mungkinkah kita sebagai anak-anak Tuhan memiliki kebanggaan-kebanggaan yang tidak bernilai kekal? Mungkinkah orang Kristen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana untuk menjadikan seseorang atau individu menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus mendapatkan

Lebih terperinci

25. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SD

25. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SD 25. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SD KELAS: I 1. menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya 1.1 menerima dan mensyukuri dirinya sebagai ciptaan 1.2 menerima dan

Lebih terperinci

BAPA SURGAWI BERFIRMAN KEPADA SAUDARA

BAPA SURGAWI BERFIRMAN KEPADA SAUDARA BAPA SURGAWI BERFIRMAN KEPADA SAUDARA Dalam Pelajaran Ini Saudara Akan Mempelajari Allah Ingin Berbicara kepada Saudara Allah Berfirman dalam Berbagai-bagai Cara Bagaimana Kitab Allah Ditulis Petunjuk-petunjuk

Lebih terperinci

1. LATAR BELAKANG MASALAH

1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1 1. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia dalam kehidupannya memiliki banyak kebutuhan, antara lain : kebutuhan untuk diperhatikan, mendapatkan bimbingan, pemeliharaan, asuhan, penghiburan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut kepercayaannya. Glock & Stark, (1965) mendefinisikan agama sebagai sistem simbol, sistem

Lebih terperinci

UKDW. Bab I PENDAHULUAN

UKDW. Bab I PENDAHULUAN Bab I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah 1.1 Krisis Dalam Pelayanan Jemaat Dalam kehidupan dan pelayanan jemaat tak pernah luput dari krisis pelayanan. Krisis dapat berupa perasaan jenuh dan bosan dalam

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Sumba (GKS) Nggongi adalah salah satu dari sekian banyak gereja yang ada di Indonesia. Gereja hadir untuk membawa misi menyampaikan kabar baik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN PRESPEKTIF KONSELING PASTORAL DAN REFLEKSI TEOLOGIS Dalam Bab ini akan dipaparkan analisa

Lebih terperinci

XII. Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan

XII.  Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan Bab XII A. Pengantar Bernyani Kucinta Keluarga Tuhan Kucinta k luarga Tuhan, terjalin mesra sekali semua saling mengasihi betapa s nang kumenjadi k luarganya Tuhan Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN MINAT BACA MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PERPUSERU DALAM PENGELOLAAN TAMAN BACAAN MASYARAKAT BERBASIS INFORMATION TECHNOLOGY

2015 MENINGKATKAN MINAT BACA MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PERPUSERU DALAM PENGELOLAAN TAMAN BACAAN MASYARAKAT BERBASIS INFORMATION TECHNOLOGY A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Membaca merupakan langkah awal perjalanan menuju pencerahan. Kegiatan membaca ini juga dapat menciptakan generasi muda yang kreatif, produktif dan inovatif,

Lebih terperinci

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan 21-23 Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Orang-orang yang percaya kepada Kristus terpecah-belah menjadi ratusan gereja. Merek agama Kristen sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend. BAB V PENUTUP Setelah melalui tahap pembahasan dan analisis, maka selanjutnya pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan

Lebih terperinci

Dasar Kebersatuan Umat Kristen. Efesus 2: Pdt. Andi Halim, S.Th.

Dasar Kebersatuan Umat Kristen. Efesus 2: Pdt. Andi Halim, S.Th. Dasar Kebersatuan Umat Kristen Efesus 2:11-22 Pdt. Andi Halim, S.Th. Bicara soal kebersatuan, bukan hanya umat Kristen yang bisa bersatu. Bangsa Indonesia pun bersatu. Ada semboyan Bhineka Tunggal Ika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Selain sebagai persekutuan orang-orang percaya, gereja dalam bentuknya adalah sebagai sebuah organisasi. Sebagaimana sebuah organisasi, maka gereja membutuhkan

Lebih terperinci

BAB IV. Refleksi Teologis. sekolah adalah perbedaan peranan antara laki-laki dan perempuan. Dimana sudah sangat

BAB IV. Refleksi Teologis. sekolah adalah perbedaan peranan antara laki-laki dan perempuan. Dimana sudah sangat BAB IV Refleksi Teologis Salah satu perbedaan yang dihadapi baik didalam gereja, masyarakat, maupun didalam sekolah adalah perbedaan peranan antara laki-laki dan perempuan. Dimana sudah sangat tertanam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. semangat dalam praksis pendidikan di Indonesia. Sejak awal kemerdekaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. semangat dalam praksis pendidikan di Indonesia. Sejak awal kemerdekaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan karakter sesungguhnya telah lama menjadi roh dan semangat dalam praksis pendidikan di Indonesia. Sejak awal kemerdekaan, kebijakan pendidikan memang diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Pada umumnya dipahami bahwa warga gereja terdiri dari dua golongan, yaitu mereka yang dipanggil penuh waktu untuk melayani atau pejabat gereja dan anggota jemaat biasa.

Lebih terperinci