ANALSIS DAYA SAING EKONOMI KOTA MEDAN. Paidi Hidayat Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan FE USU ABSTRACT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALSIS DAYA SAING EKONOMI KOTA MEDAN. Paidi Hidayat Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan FE USU ABSTRACT"

Transkripsi

1 Jurnal Keuangan dan Bisnis Vol. 4, No. 3, November 2012 ANALSIS DAYA SAING EKONOMI KOTA MEDAN Paidi Hidayat Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan FE USU ABSTRACT This study attempts to analyze the factors that determine the economic competitiveness of Medan City in 2012 using the Analytical Hierarchy Process (AHP). Using the purposive method sampling, this research collects data from 100 respondents consists of businessmen, professionals, academicians and community leaders. The information collects by interviewing respondents to fulfill questionnaires. The result of the study shows that there are three important factors determining the economic competitiveness of Medan City, namely the infrastructure support, the regional development and the financial system. The priority agenda to develop infrastructure factors are the availability and quality of physical infrastructures. In order to develop regional economy, the government should focus on the economic potential by increasing purchasing power and economic growth. Moreover, to develop the financial system, the policies should impose are increasing the performance of financial institutions through a number of loans and the sufficiency of the bank office's surroundings in Medan City. Keywords : Economic Competitiveness, Analytical Hierarchy Process PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan proses pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, kewenangan yang sangat besar telah diberikan kepada pemerintah daerah. Kondisi ini telah membuka banyak kesempatan emas bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kemakmuran masyarakatnya melalui inovasi, peningkatan transparansi dan akuntabilitas, serta menciptakan tata kelola ekonomi daerah yang lebih kompetitif dan berdaya saing tinggi. Oleh karena itu, tata kelola ekonomi yang baik merupakan salah satu faktor penting yang dipercaya dapat menciptakan iklim usaha yang sehat dan mampu meningkatkan daya saing ekonomi daerah. Daya saing ekonomi suatu daerah menjadi topik yang menarik untuk dicermati karena globalisasi mengakibatkan persaingan dalam memperebutkan faktor-faktor produksi yang semakin meningkat tajam dan tidak lagi dibatasi oleh batas geografis. Menurut laporan World Economic Forum (WEF) dalam Global Competitiveness Report tahun (World Economic Forum, 2011) menunjukkan bahwa posisi daya saing Indonesia berada di peringkat ke-44 dari 139 negara yang disurvei. Meski menunjukkan kenaikan peringkat dari tahun-tahun sebelumnya, Indonesia dinilai masih tetap menduduki posisi daya saing terendah dibandingkan negara-negara Asia lainnya. Daya saing Indonesia masih tetap berada di bawah negara Singapura (urutan ke- 3), Jepang (ke-6), Korea Selatan (ke-22), Malaysia (ke-26), Cina (ke-27), Brunei Darussalam (ke-28), dan Thailand (ke-38). Sedangkan untuk ditingkat ASEAN, Indonesia lebih baik dibandingkan dengan peringkat Vietnam (ke-59), Filipina (ke-85), dan Kamboja (ke-109). Dari laporan WEF tersebut, masih lemahnya posisi daya saing Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lainnya, khususnya dengan negara-negara di kawasan Asia, terutama terkait dengan masalah infrastruktur, ketidakefisienan birokrasi dan ketidakstabilan penentuan kebijakan. Lebih lanjut, laporan WEF menyebutkan terdapat enam kendala utama bagi kegiatan bisnis di Indonesia yang berdampak pada rendahnya daya saing Indonesia. Kendala tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua cluster utama, yaitu pertama, cluster soft determinant (faktor penentu yang tidak terlalu kuat) yang terdiri dari korupsi, birokrasi yang tidak efisien; ketidakstabilan politik; akses kredit yang terbatas, peraturan perpajakan, dan tarif pajak. Kedua, cluster hard determinant (faktor penentu yang sangat kuat), yang terdiri dari kualitas sumberdaya manusia dan penguasaan teknologi. 228

2 2012 Paidi Hidayat Sementara itu, tingkat persaingan antar negara dari waktu ke waktu semakin tinggi sebagai dampak dari munculnya fenomena globalisasi ekonomi. Globalisasi ini mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan, dimana semakin tingginya tingkat persaingan antar negara ini tidak hanya akan berdampak pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan, tetapi juga akan berdampak langsung pada perekonomian daerah terlebih lagi setelah era otonomi daerah. Dari hasil penelitian PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE-UNPAD (2008) menunjukkan bahwa Kota Medan termasuk 10 % peringkat teratas daya saing daerah kabupaten/kota di Indonesia, yakni peringkat ke-23. Namun bila dibandingkan dengan peringkat daya saing kabupaten/kota di pulau Sumatera, peringkat Kota Medan masih berada di bawah Kabupaten Siak, Riau (peringkat ke- 5), Kota Lhokseumawe, NAD (ke-6), Kabupaten Aceh Utara, NAD (ke-8), Kabupaten Bengkalis, Riau (ke-10), Kabupaten Natuna, Kepri (ke-11), Kota Batam, Kepri (ke- 14), Kabupaten Rokan Hilir, Riau (ke-18) dan Kota Banda Aceh, NAD (ke-19). Persaingan yang semakin tajam menuntut pemerintah daerah termasuk Pemerintah Kota Medan untuk menyiapkan daerahnya sedemikian rupa sehingga mampu menarik investasi, orang dan industri ke Kota Medan. Keberhasilan daerah untuk meningkatkan daya tariknya terhadap investasi tergantung dari kemampuan daerah dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan investasi (Kuncoro dan Anggi, 2005). Selain itu, kemampuan daerah untuk menentukan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai alat ukur daya saing perekonomian daerah relatif terhadap daerah lainnya juga penting terkait dengan pengembangan sumber daya manusia dan infrastruktur fisik sebagai upaya untuk meningkatkan daya tariknya dan memenangkan persaingan global (KPPOD, 2003). Dengan teridentifikasinya faktor-faktor penentu daya saing ekonomi tersebut, diharapkan Pemerintah Kota Medan dapat menetapkan suatu kebijakan ekonomi guna mendukung terciptanya iklim investasi yang kondusif. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang menjadi dasar dalam penelitian ini adalah Faktor-faktor apa saja yang menjadi penentu daya saing ekonomi Kota Medan tahun TINJAUAN PUSTAKA Konsep Daya Saing Daerah Daya saing daerah menjadi salah satu isu utama dalam pembangunan daerah. Konsep daya saing umumnya dikaitkan dengan kemampuan suatu perusahaan, kota, daerah, wilayah atau negara dalam mempertahankan atau meningkatkan keunggulan kompetitif secara berkelanjutan (Porter, 2000). Salah satu pendekatan yang digunakan untuk memperjelas konsep daya saing daerah adalah berdasarkan definisi European Commision yang mendefinisikan daya saing sebagai Kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan pasar internasional, diiringi oleh kemampuan mempertahankan pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan (Gardiner, 2003). Menurut Departemen Perdagangan dan Industri Inggris (UK-DTI & Regional Competitiveness Indicators & Centre For Urban and Regional Studies, 1998) mendefinisikan daya saing daerah sebagai kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional. Sementara itu, Centre for Urban and Regional Studies (CURDS) mendefinisikan daya saing daerah sebagai kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya. Sedangkan Huggins (2003) dalam publikasi UK Competitiveness Index mendefinisikan daya saing daerah sebagai kemampuan dari perekonomian untuk menarik dan mempertahankan perusahaan-perusahaan dengan kondisi yang stabil atau dengan pangsa pasar yang meningkat dalam aktivitasnya, dengan tetap mempertahankan atau meningkatkan standar kehidupan bagi semua yang terlibat di dalamnya. Selanjutnya Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI (PPSK BI) menggunakan definisi daya saing daerah dalam penelitiannya sebagai kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap 229

3 Jurnal Keuangan & Bisnis November terbuka pada persaingan domestik dan internasional. Indikator Utama Daya Saing Ekonomi Daerah Penentuan indikator utama daya saing daerah merupakan bagian yang penting dalam analisis daya saing ekonomi daerah. Pemahaman indikator utama daya saing ekonomi daerah yang terbatas dan tidak secara komprehensif menjadikan tidak adanya keseragaman pemahaman yang benar oleh stakeholders ditingkat pemerintah daerah dan pada gilirannya akan dapat menyebabkan adanya perbedaan analisis dan kesimpulan terhadap tingkat daya saing yang dimiliki oleh suatu daerah. Penelitian yang dilakukan PPSK BI dan UNPAD (2008) menggunakan 9 (sembilan) indikator utama penentu daya saing ekonomi daerah yang meliputi : (1) Perekonomian daerah, (2) Keterbukaan, (3) Sistem Keuangan, (4) Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, (5) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (6) Sumber Daya Manusia, (7) Kelembagaan, (8) Governance dan Kebijakan Publik, dan (9) Manajemen dan Ekonomi Mikro. Sedangkan hasil penelitian Irawati, dkk (2008) yang mengukur tingkat daya saing daerah di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara yang menggunakan variabel perekonomian daerah, infrastruktur, sumber daya alam dan variabel sumber daya manusia. Sementara itu, hasil penelitian KPPOD (2005) yang meneliti daya tarik investasi kabupaten/kota di Indonesia dengan menggunakan variabel kelembagaan, sosial politik, ekonomi daerah, tenaga kerja dan produktivitas dan variabel infrastruktur fisik. Selanjutnya hasil penelitian Santoso (2009) yang mengukur daya saing kota-kota besar di Indonesia dengan faktor utama pembentuk daya saing terdiri dari 5 indikator utama, yaitu lingkungan usaha produktif; perekonomian daerah; ketenagakerjaan dan sumber daya manusia; infrastruktur, sumber daya alam dan lingkungan; serta perbankan dan lembaga keuangan. Kerangka Berpikir Penentuan variabel daya saing ekonomi Kota Medan disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan dari penelitian ini. Adapun variabel-variabel yang menjadi indikator utama dalam penelitian ini merupakan perbandingan dari beberapa hasil penelitian, seperti PPSK BI dan UNPAD (2008), Irawati dkk (2008), KPPOD (2005) dan Santoso (2009). Berikut ini indikator utama penentu daya saing ekonomi Kota Medan seperti yang ditunjukkan pada kerangka berpikir di bawah ini (Gambar 1). Gambar 1. Indikator Utama Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Medan 230

4 2012 Paidi Hidayat METODE PENELITIAN Metode Pengambilan Sampel Prosedur pengambilan sampel atau responden dilakukan secara purposive sampling yakni dengan menentukan sampel atau responden yang dianggap dapat mewakili segmen kelompok masyarakat yang dinilai mempunyai pengetahuan, pemahaman, pengaruh dan merasakan dampaknya terkait dengan daya saing ekonomi daerah. Adapun responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 responden yang terdiri dari kalangan pengusaha, profesional, akademisi dan tokoh masyarakat. Untuk pengumpulan data dilakukan melalui wawancara yang dipandu dengan kuesioner. Metode Analisis Metode analisis dalam penelitian daya saing ekonomi Kota Medan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode AHP digunakan untuk memberikan nilai bobot setiap faktor dan variabel dalam menghitung faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kota Medan. Proses pemberian bobot indikator dan subindikator dilakukan melalui kuesioner kepada kelompok masyarakat yang sudah ditentukan sebelumnya. Dalam pembobotan suatu faktor atau variabel dapat dilakukan sesuai dengan persepsi manusia sehingga diharapkan mampu menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Selain itu AHP juga mampu memberikan prioritas alternatif dan melacak ketidakkonsistenan dalam pertimbangan dan preferensi seorang responden (Saaty, 2002). Ada empat aksioma/asumsi dasar yang harus dipenuhi agar dapat menggunakan dan memahami metode AHP, yaitu : a) Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A. b) Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat. c) Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy). d) Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif. Adapun prinsip dasar metode AHP adalah sebagai berikut (Saaty, 1990): a) Decomposition, proses penguraian permasalahan faktor dan variabel sehingga diperoleh suatu hirarki. b) Comparative Judgement, proses penilaian kepentingan relatif terhadap elemenelemen yang terdapat dalam suatu tingkatan sehubungan dengan tingkatan diatasnya yang disajikan dalam bentuk matriks pairwaise comparison. c) Synthesis of Priority, setelah diperoleh skala perbandingan berpasangan, maka akan dicari suatu eigen vektor yang menunjukkan sintesis local priority pada suatu hirarki. d) Logical Consistency, AHP mentoleransi tingkat konsistensi sebesar kurang dari 10 %, apabila lebih dari 10 % maka responden dianggap tidak konsisten dalam menjawab pertanyaan maka diperbolehkan melakukan perbaikan atas penilaian yang diberikan. e) Matriks Pairwise, dimana tidak ada yang bernilai 0 dan bilangan negatif sehingga dengan skala 1 9, maka syarat tersebut terpenuhi karena elemen terkecil adalah 1/9 dan terbesar 9. Berikut ini arti dari angka 1 9 dalam skala penilaian perbandingan seperti yang ditunjukkan pada Tabel

5 Jurnal Keuangan & Bisnis November Tabel 1 Skala penilaian perbandingan Skala tingkat kepentingan Definisi Keterangan 1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama 3 Sedikit lebih Pengalaman dan penilaian sedikit memihat satu penting (moderate) elemen dibandingkan dengan pasangannya 5 Lebih penting Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya 7 Sangat penting Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan elemen pasangannya 9 Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai Mutlak lebih dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat penting keyakinan yang tertinggi 2,4,6,8 Nilai tengah Diberikan bila terdapat keraguan penilaian antara dua penilaian yang berdekatan Kebalikan A ij = 1/A ji dibandingkan dengan aktivitas j, maka j Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i Sumber: Saaty (1990) HASIL dan PEMBAHASAN Profil Responden Berdasarkan hasil tabulasi terhadap 100 responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini didapat informasi bahwa mayoritas responden berjenis kelamin pria sebesar 59 % dan selebihnya berjenis kelamin wanita sebesar 41 %. Sedangkan responden yang paling banyak diwawancarai berusia tahun berkisar 37 %, diikuti usia tahun yang berjumlah 32 % dan usia tahun berjumlah 22 % serta yang berusia diatas 50 tahun hanya berjumlah 9 % responden (Tabel 2). Sementara itu, untuk tingkat pendidikan responden pada umumnya tamatan D3/S1/S2 mencapai 68 % dan selebihnya tamatan SMA/sederajat sebesar 28 % dan hanya sekitar 4 % dari responden yang tamatan SMP/sederajat. Tabel 2 Karakteristik Responden No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase (%) 1 Pria Wanita Usia (tahun) Jumlah Prosentase (%) > Tingkat Pendidikan Jumlah Prosentase (%) 1 SMP/Sederajat SMA/Sederajat D3/S1/S Sumber : Data Sekunder Diolah 232

6 2012 Paidi Hidayat Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing Ekonomi Potret daya saing ekonomi daerah secara keseluruhan merupakan representasi dari kinerja indikator-indikator pembentuknya. Semakin baik kinerja indikator-indikator pembentuknya, maka semakin tinggi pula daya saing ekonomi suatu daerah. Sebaliknya, apabila kinerja indikator-indikator tersebut rendah, maka semakin rendah pula daya saing ekonomi daerah tersebut. Untuk melihat daya saing ekonomi Kota Medan, maka terlebih dahulu ditentukan faktor-faktor penentu daya saing ekonomi dengan menentukan nilai bobot dari masing-masing faktor tersebut. Pembobotan ini diperoleh dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Proccess (AHP) dengan bantuan perangkat lunak yang disebut Expert Choice. Pembobotan ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan faktor-faktor yang menentukan daya saing ekonomi Kota Medan tahun Bobot yang lebih besar dari suatu faktor menunjukkan faktor yang lebih penting dibandingkan faktor lainnya dalam menentukan daya saing ekonomi di Kota Medan. Berikut ini hasil pembobotan dari faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kota Medan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Berdasarkan hasil temuan menunjukkan bahwa faktor penentu daya saing ekonomi Kota Medan adalah faktor infrastruktur yang memiliki bobot paling besar yakni sebesar 0,252. Kemudian diikuti oleh faktor ekonomi daerah sebesar 0,243 dan faktor sistem keuangan dengan nilai bobot sebesar 0,219. Sedangkan faktor kelembagaan dengan bobot sebesar 0,148 dan faktor sosial politik sebesar 0,139 menempati urutan keempat dan kelima untuk faktor penentu daya saing ekonomi Kota Medan tahun Melihat hasil pembobotan tersebut menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap faktor penentu daya saing ekonomi di Kota Medan tahun 2012 dipengaruhi oleh 3 faktor dengan nilai bobot terbesar, yakni faktor infrastruktur, faktor ekonomi daerah dan faktor sistem keuangan. Pentingnya faktor infrastruktur dikarenakan faktor tersebut menjadi barometer bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan ekonomi disuatu daerah. Oleh karena itu, hasil pembobotan ini memperlihatkan bahwa faktor non ekonomi, yakni infrastruktur menjadi faktor penentu utama daya saing ekonomi Kota Medan. Sedangkan faktor ekonomi sendiri, yaitu ekonomi daerah dan sistem keuangan menjadi prioritas kedua dan ketiga dalam menentukan daya saing ekonomi Kota Medan. Berikut ini penjelasan dari faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kota Medan berdasarkan hasil pembobotan dan pemeringkatan tahun Faktor Infrastruktur Fisik Gambar 2. Nilai Bobot dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Medan Infrastruktur fisik merupakan faktor pendukung bagi kelancaran kegiatan usaha. Ketersediaan dan kualitas infrastruktur fisik serta ketersediaan energi alternatif sangat mempengaruhi kelancaran kegiatan usaha yang terjadi didaerah. Semakin besar skala usaha, maka kebutuhan akan ketersediaan infrastruktur fisik juga semakin besar sehingga dibutuhkan kesinambungan untuk menjaga ketersediaan dan kualitas infrastruktur fisik tersebut. Dari hasil pembobotan berdasarkan faktor infrastruktur fisik yang terdiri dari variabel ketersediaan infrastruktur fisik memiliki bobot sebesar 0,330, variabel kualitas infrastruktur fisik berbobot 0,344 dan variabel ketersediaan energi alternatif diperoleh nilai bobot sebesar 0,326. Menurut tanggapan responden menunjukkan bahwa ketiga indikator untuk faktor infrastruktur fisik 233

7 Jurnal Keuangan & Bisnis November memiliki nilai bobot yang relatif merata. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor infrastruktur fisik di Kota Medan memiliki peranan yang penting dan menjadi prioritas utama dalam menentukan daya saing ekonomi Kota Medan tahun Namun demikian, dari ketiga indikator tersebut memperlihatkan bahwa variabel kualitas infrastruktur fisik menjadi skala prioritas utama, diikuti variabel ketersediaan infrastruktur fisik dan variabel ketersediaan energi alternatif dalam menentukan daya saing ekonomi Kota Medan. Hasil pembobotan dan pemeringkatan ini didukung oleh hasil wawancara terhadap responden yang menunjukkan bahwa sebagian besar (49 %) responden kurang setuju terhadap kualitas jalan di Kota Medan yang sudah baik dan hanya sekitar 18 % saja menyatakan sudah baik. Begitupun untuk akses dan kualitas pelabuhan laut (Pelabuhan Belawan), dimana sebagian besar responden (53 %) kurang setuju dan hanya sekitar 25 % responden yang menyatakan kualitas pelabuhan laut sudah baik. Sedangkan tanggapan responden untuk akses dan kualitas pelabuhan udara (Bandara Polonia) sudah baik hanya sekitar 31 % responden dan sekitar 46 % responden menyatakan kekurang setujuannya terhadap akses dan kualitas pelabuhan udara yang dikatakan sudah baik. Berdasarkan hasil analisis dan persepsi responden memperlihatkan bahwa responden menginginkan kualitas infrastruktur yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan mobilitas sumber-sumber ekonomi bagi peningkatan kegiatan ekonomi di Kota Medan. Namun demikian, ketersediaan infrastruktur yang memadai dan ketersediaan energi alternatif yang cukup juga menjadi perhatian bagi kalangan responden guna meningkatkan daya saing ekonomi Kota Medan dimasa mendatang. Faktor Ekonomi Daerah Faktor ekonomi daerah adalah indikasi dari potensi ekonomi dan struktur ekonomi suatu daerah yang merupakan pertimbangan penting dalam mendukung daya saing ekonomi daerah. Dari hasil pembobotan menunjukkan bahwa penentu daya saing ekonomi Kota Medan untuk faktor ekonomi daerah adalah variabel potensi ekonomi dengan bobot tertinggi sebesar 0,412, selanjutnya diikuti variabel ketenagakerjaan sebesar 0,328 dan variabel struktur ekonomi dengan bobot sebesar 0,260. Dari hasil pembobotan tersebut menunjukkan bahwa indikator potensi ekonomi dan ketenagakerjaan dipercaya oleh para responden sebagai variabel yang sangat penting dalam menentukan daya saing ekonomi Kota Medan tahun 2012 dari faktor ekonomi daerah. Potensi ekonomi suatu daerah mencakup potensi fisik dan non fisik disuatu daerah, seperti jumlah penduduk dan kualitasnya, sumber daya alam, sumber daya bentukan karena dorongan aktivitas usaha atau adanya investasi dan sumber daya sosial. Salah satu indikator untuk melihat potensi ekonomi disuatu daerah adalah tingkat daya beli masyarakat. Dari hasil wawancara dilapangan menunjukkan bahwa sebagian besar (53 %) responden setuju apabila tingkat daya beli masyarakat Kota Medan semakin meningkat dan hanya sekitar 27 % responden yang kurang setuju terhadap pernyataan tersebut. Seiring dengan meningkatnya daya beli masyarakat Kota Medan, maka kinerja perekonomian Kota Medan juga mengalami peningkatan. Kinerja ekonomi tersebut terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Kota Medan yang tumbuh rata-rata sekitar 6,82 % pertahun selama kurun waktu Kondisi ini sejalan dengan tanggapan responden, dimana 64 % responden menyatakan setuju bahwa laju pertumbuhan ekonomi Kota Medan cenderung meningkat setiap tahunnya dan hanya sekitar 22 % responden yang kurang setuju terhadap kinerja ekonomi Kota Medan yang semakin membaik. Selain tingkat daya beli dan laju pertumbuhan ekonomi, potensi ekonomi suatu daerah dapat juga dilihat dari aspek tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat dapat digunakan indikator pendapatan perkapita, walaupun indikator ini belum sepenuhnya dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan disuatu daerah. Berdasarkan data BPS Kota Medan, tingkat pendapatan perkapita masyarakat Kota Medan pada tahun 2009 mencapai Rp. 33,93 juta pertahun. Namun dari hasil wawancara menemukan sekitar 45 % tanggapan responden kurang setuju apabila tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Medan semakin baik. Hasil temuan ini diharapkan menjadi perhatian bagi Pemerintah Kota Medan agar laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang tinggi tersebut dapat dinikmati 234

8 2012 Paidi Hidayat bersama seluruh lapisan masyarakat Kota Medan. Ketidakmerataan tingkat kesejahteraan tersebut didukung oleh jawaban responden yang hanya sekitar 39 % responden saja yang menyatakan setuju kalau tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Medan semakin membaik. Faktor Sistem Keuangan Keberadaan lembaga keuangan di suatu daerah baik lembaga perbankan maupun non perbankan diyakini mampu mempercepat proses pembangunan dan kemajuan ekonomi. Oleh karena itu, sistem keuangan termasuk prioritas ketiga dalam penentuan faktor pemeringkatan daya saing ekonomi Kota Medan tahun Hal ini membuktikan bahwa tanggapan responden yang meyakini akan pentingnya keberadaan lembaga keuangan disuatu daerah. Adapun variabel yang menjadi penentu daya saing ekonomi untuk faktor sistem keuangan adalah variabel kinerja lembaga keuangan, variabel infrastruktur perbankan dan infrastruktur non perbankan. Dari hasil pembobotan tersebut, peringkat terpenting menurut responden sebagai penentu daya saing ekonomi Kota Medan untuk faktor sistem keuangan adalah variabel kinerja lembaga keuangan (perbankan dan non perbankan) dengan nilai bobot sebesar 0,455. Berikutnya adalah variabel infrastruktur perbankan dengan bobot sebesar 0,355 dan variabel infrastruktur non perbankan yang memiliki bobot sebesar 0,190. Hasil ini mengindikasikan bahwa kinerja lembaga keuangan baik bank maupun non bank menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan daya saing ekonomi Kota Medan tahun Sehingga kedepan diharapkan kehadiran lembaga keuangan disuatu daerah mampu menjadi pendorong dalam percepatan pembangunan melalui fungsi intermediasinya yang lebih baik. Menurut persepsi responden bahwa sebagian besar (66 %) responden setuju untuk jumlah kantor bank di Kota Medan sudah memadai dan hanya sekitar 15 % yang kurang setuju. Begitupun untuk fasilitas yang dimiliki perbankan, dimana sekitar 63 % responden setuju bahwa fasilitas perbankan yang ada di Kota Medan sudah memadai dan hanya sekitar 23 % responden yang kurang setuju terhadap kondisi tersebut. Dengan demikian, hasil temuan ini menggambarkan bahwa untuk ketersediaan infrastruktur perbankan di Kota Medan sudah memadai sehingga diharapkan dapat menjadi akselerasi bagi perkembangan dan munculnya kegiatan-kegiatan usaha baru. Walaupun begitu, dari hasil wawancara tersebut masih dijumpai sebagian kecil dari responden yang menilai ketersediaan infrastruktur perbankan kurang memadai dengan keberadaan bank yang masih belum merata keseluruh wilayah yang ada di Kota Medan. Faktor Kelembagaan Faktor kelembagaan merupakan faktor penting dalam menentukan daya saing ekonomi suatu daerah. Dari variabel-variabel yang menjadi penentu daya saing ekonomi untuk faktor kelembagaan semuanya adalah variabel yang secara langsung dibawah kendali pemerintah daerah atau termasuk dalam policy variabel. Adapun variabel-variabel yang masuk dalam faktor kelembagaan terdiri dari variabel kepastian hukum, variabel aparatur dan variabel peraturan daerah. Dari hasil pembobotan terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi faktor kelembagaan adalah variabel kepastian hukum yang memiliki bobot paling besar yakni 0,440. Kemudian adalah variabel peraturan daerah dengan bobot sebesar 0,291 dan variabel aparatur yang memiliki bobot sebesar 0,269. Berdasarkan hasil pembobotan tersebut menunjukkan bahwa para responden menaruh perhatian besar terhadap kepastian atau penegakan hukum dibandingkan dengan variabel lainnya, seperti peraturan daerah dan aparatur pemerintah (pelayanan birokrasi). Untuk kepastian hukum dalam penelitian ini adalah konsistensi peraturan dan penegakan hukum dalam mengatur kegiatan usaha didaerah serta keberadaan pungutan liar diluar birokrasi yang dapat terjadi baik dijalur distribusi maupun tempat berproduksi. Konsistensi peraturan melalui adanya peraturan yang dapat dijadikan pedoman untuk suatu jangka waktu yang cukup lama sehingga tidak terkesan setiap terjadi pergantian pejabat selalu diikuti pergantian peraturan yang bisa saling bertentangan. Berdasarkan hasil penelusuran ditemukan hanya sekitar 32 % responden yang menyatakan konsistensi peraturan daerah sudah berjalan baik, sedangkan sekitar 63 % responden merasakan masih adanya distorsi terhadap konsistensi peraturan daerah sehingga mempengaruhi daya saing ekonomi Kota Medan. Masih adanya 235

9 Jurnal Keuangan & Bisnis November peraturan daerah yang dinilai distorsif terhadap kegiatan usaha dikarenakan keterlibatan stakeholder dalam proses perumusan kebijakan daerah yang dirasakan responden belum representatif. Sedangkan untuk indikator penegakan hukum menggambarkan kinerja aparat penegak hukum dalam melaksanakan penegakan peraturan dan keputusan sesuai dengan peraturan tanpa membedakan subyek hukum. Dari hasil lapangan menemukan sekitar 52 % responden kurang setuju apabila penegakan hukum sudah berjalan baik dan hanya sekitar 24 % responden yang menyatakan setuju. Terkait dengan kepastian hukum terutama praktik-praktik pungutan liar diluar birokrasi masih ada ditemukan dan didukung oleh 29 % jawaban responden. Namun demikian, sekitar 26 % responden menyatakan kurang setuju bahwa praktikpraktik pungutan liar masih ada, bahkan sekitar 24 % responden menyatakan tidak ada lagi pungli yang dilakukan diluar aparat birokrasi. Masih adanya pungutan liar ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang dapat mengurangi daya saing ekonomi Kota Medan. Sementara itu, persoalan pelayanan birokrasi di pemerintahan masih menjadi titik lemah dalam meningkatkan daya saing ekonomi didaerah. Hasil penelusuran menemukan 32 % responden menyatakan birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha di Kota Medan masih belum baik, bahkan sekitar 26 % menyatakan tidak baik. Sedangkan yang setuju terhadap birokrasi pelayanan di Kota Medan yang sudah baik sekitar 36 % responden. Begitupun untuk indikator penyalagunaan wewenang dimana terdapat distorsi perilaku aparat pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan terhadap pelaku kegiatan usaha. Dari hasil penelitian menunjukkan 35 % responden tidak setuju jika penyalagunaan wewenang oleh aparat birokrat telah berkurang dan hanya sekitar 22 % responden yang setuju semakin berkurang. Hal ini mengindikasikan adanya kesadaran dari aparat pemerintah Kota Medan untuk menggunakan kewenangannya sesuai peraturan yang ada. Selanjutnya menurut persepsi responden, peraturan produk hukum berupa pajak dan retribusi yang ditetapkan Pemerintah Kota Medan sudah mendukung kegiatan dunia usaha dan meningkatkan daya saing ekonomi. Sebagian besar responden (44 %) menyatakan setuju dan sekitar 18 % responden sangat setuju bahwa peraturan daerah berupa pajak dan retribusi sudah sesuai dan tidak memberatkan kegiatan dunia usaha. Walaupun begitu, masih terdapat 30 % responden yang kurang setuju terhadap peraturan produk hukum yang dijalankan oleh Pemerintah Kota Medan telah sesuai dengan peraturan yang ada. Disinilah peran dan fungsi Pemerintah Kota Medan dalam menentukan arah kebijakan pembangunan untuk mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi para investor. Salah satu cermin keberhasilan dari aspek kelembagaan tersebut adalah bagaimana penegakan hukum dan implementasi peraturan daerah yang mendukung iklim usaha dapat dijalankan dengan baik serta kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintah daerah kepada publik semakin berkualitas. Faktor Sosial Politik Kondisi sosial politik suatu daerah merupakan prasyarat mutlak untuk menentukan daya saing ekonomi suatu daerah. Suatu kegiatan ekonomi tidak akan dapat berjalan lancar tanpa didukung oleh keamanan berusaha, sikap keterbukaan dan budaya masyarakat serta kondisi politik yang kondusif. Untuk faktor sosial politik, para responden menganggap bahwa variabel keamanan merupakan indikator yang sangat penting untuk mendukung daya saing ekonomi Kota Medan dengan nilai memiliki bobot sebesar 0,488. Selanjutnya diikuti oleh variabel stabilitas politik dengan bobot sebesar 0,272 dan variabel budaya masyarakat yang memiliki bobot sebesar 0,240. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi keamanan menurut penilaian responden menjadi sangat penting untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya kegiatan usaha dan meningkatnya daya saing ekonomi Kota Medan baik ditingkat nasional maupun internasional. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kondisi stabilitas politik di Kota Medan cukup kondusif untuk meningkatkan daya saing ekonomi. Hal ini didukung oleh tanggapan responden yang menyatakan sekitar 66 % setuju untuk kekondusifan stabilitas politik di Kota Medan. Namun demikian, masih ada sekitar 23 % tanggapan responden yang perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak tentang kondisi 236

10 2012 Paidi Hidayat stabilitas politik di Kota Medan yang sedikit kurang kondusif. Begitupun untuk indikator potensi konflik di Kota Medan, dimana sebagian besar (68 %) responden setuju bahwa potensi konflik di Kota Medan semakin menurun dan dapat dideteksi dan hanya sekitar 23 % responden yang kurang percaya terhadap kondisi tersebut. Sedangkan tanggapan responden hanya sekitar 19 % yang mengatakan intensitas kegiatan unjuk rasa dapat menghambat atau mengganggu kelancaran kegiatan usaha dan sebagian besar responden yang diwawancarai (70 %) setuju jika intensitas unjuk rasa di Kota Medan semakin menurun. Sedangkan yang berkaitan dengan hubungan antara eksekutif dan legislatif semakin harmonis didukung oleh sekitar 44 % responden. Namun ada juga sekitar 39 % responden yang kurang setuju dan hanya 13 % responden yang tidak setuju terhadap hubungan yang harmonis antara eksekutif dan legislatif di Kota Medan. Kondisi ini mengindikasikan masih adanya kekhawatiran responden terhadap ketidakharmonisan antara eksekutif dan legislatif sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu pelayanan publik terhadap kegiatan dunia usaha dan berdampak pada daya saing ekonomi di Kota Medan. KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain : 1. Dari hasil pembobotan dan pemeringkatan diperoleh tiga faktor utama penentu daya saing ekonomi Kota Medan, yaitu faktor infrastruktur dengan nilai bobot tertinggi (0,252), diikuti faktor ekonomi daerah (0,243) dan faktor sistem keuangan (0,219). Sedangkan faktor berikutnya adalah faktor kelembagaan (0,148) dan faktor sosial politik (0,139). 2. Skala prioritas untuk faktor infrastruktur yang harus diperhatikan adalah ketersediaan dan kualitas infrastruktur, seperti kualitas jalan, kualitas pelabuhan laut dan udara. Sedangkan skala prioritas faktor ekonomi daerah adalah potensi ekonomi melalui daya beli masyarakat dan laju pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, faktor sistem keuangan yang menjadi skala prioritas adalah kinerja lembaga keuangan dengan jumlah kredit yang disalurkan dan infrastruktur perbankan melalui jumlah kantor bank dan fasilitasnya. 3. Untuk faktor kelembagaan yang menjadi skala prioritas untuk diperhatikan adalah kepastian hukum melalui konsistensi peraturan dan penegakan hukum yang masih dirasakan distorsif. Sedangkan faktor sosial politik yang harus diperhatikan adalah tingkat keamanan guna menjamin kelangsungan berusaha dan gangguan masyarakat disekitar tempat kegiatan usaha berada. Saran Dari beberapa kesimpulan yang dikemukakan diatas, dapat disarankan kepada para pengambil kebijakan untuk dipertimbangkan beberapa hal, antara lain : 1. Perlunya perbaikan dan peningkatan sarana infrastruktur sebagai upaya untuk mendorong tumbuhnya kegiatan usaha baru sehingga memberikan dampak multiplier effect yang besar. 2. Perlunya pemerataan keberadaan lembaga keuangan terutama perbankan di wilayahwilayah yang kurang berkembang sehingga kehadiran lembaga keuangan dapat menjadi motor penggerak pembangunan didaerah tersebut. 3. Perlu perbaikan pelayanan publik sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan birokrasi yang prima, mudah dan cepat guna meningkatkan daya saing ekonomi Kota Medan. 4. Perlunya pelibatan dunia usaha dan stakeholders dalam setiap perumusan kebijakan publik agar tercipta sebuah pemerintahan yang akuntabel dan transparan demi terwujudnya kebijakan publik yang berkualitas dan dapat diterima semua pihak. DAFTAR PUSTAKA Gardiner, Bend (2003). Regional Competitiveness Indicators for Europe Audit, Database Construction and Analysis. Regional Studies Association International Conference. Pisa April Huggins, R. (2003). Creating a UK Competitiveness Index : Regional and Local Benchmarking. Regional Studies, Vol. 37, page

11 Jurnal Keuangan & Bisnis November Irawati, Ira, Zulfadly Urufi, Renato Everardo Isaias Rezza Resobeoen, Agus Setiawan, Aryanto. (2008). Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur, Sumber Daya Alam dan Variabel Sumber Daya Manusia di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara. Prosiding INSAHP5.Semarang. KPPOD. (2003). Pemeringkatan Daya Tarik Investasi 200 Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun Jakarta : KPPOD (2005). Daya Tarik Investasi 214 Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun Jakarta : KPPOD. Kuncoro, Mudrajad dan Anggi Rahajeng. (2005). Daya Tarik Investasi dan Pungli di DIY. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 10 No. 2, Hal Yogyakarta Porter, M.E. (2000). Location, Competition, and Economic Development: Local Clusters in Global Economy. Economic Development Quarterly. Vol. 14 No. 1, Hal PPSK BI dan LP3E FE UNPAD. (2008). Profil dan Pemetaan Daya Saing Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers. Saaty, Thomas L. (1990). Decision Making For Leader: The Analytic Hierarchy Process For Decision in A Complex World. Pittsburgh : Univesity of Pittsburgh (2002). Hard Mathematics Applied to Soft Decisions. Indonesian Symposium Analytic Hierarchy Process II Teknik Industri Universitas Kristen Petra Surabaya, Tidak Dipublikasikan, Surabaya : Universitas Kristen Petra. Santoso, Eko Budi. (2009). Daya Saing Kota- Kota Besar di Indonesia. Makalah. Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS. Surabaya. UK-DTI dan Regional Competitiveness Indicators & Centre For Urban and Regional Studies. (1998). Competitiveness Project 1998 and Regional Banchmarking Report. World Economic Forum. (2011). The Global Competitiveness Report. Oxford University Press, New York. 238

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KOTA TANJUNGBALAI. Evita Khairani Nasution Paidi Hidayat, S.E., M.Si, ABSTRAK

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KOTA TANJUNGBALAI. Evita Khairani Nasution Paidi Hidayat, S.E., M.Si, ABSTRAK ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KOTA TANJUNGBALAI Evita Khairani Nasution Paidi Hidayat, S.E., M.Si, ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu

Lebih terperinci

Michael Porter (1990, dalam PPSK-BI dan LP3E FE UNPAD 2008) input yang dicapai oleh perusahaan. Akan tetapi, baik Bank Dunia, Porter, serta

Michael Porter (1990, dalam PPSK-BI dan LP3E FE UNPAD 2008) input yang dicapai oleh perusahaan. Akan tetapi, baik Bank Dunia, Porter, serta 2.1 Konsep dan Definisi Daya Saing Global Michael Porter (1990, dalam PPSK-BI dan LP3E FE UNPAD 2008) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapat diterapkan pada level nasional adalah produktivitas yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Daya Saing Daerah Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterapkan pada level nasional adalah produktivitas yang didefinisikannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterapkan pada level nasional adalah produktivitas yang didefinisikannya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definisi Daya Saing Global Michael Porter (1990) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapat diterapkan pada level nasional adalah produktivitas yang didefinisikannya

Lebih terperinci

ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING EKONOMI DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA. Ella Yuwina Siregar Inggrita Gusti Sari NST, SE., M.

ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING EKONOMI DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA. Ella Yuwina Siregar Inggrita Gusti Sari NST, SE., M. ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING EKONOMI DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA Ella Yuwina Siregar Inggrita Gusti Sari NST, SE., M.Si ABSTRAK Daya saing ekonomi merupakan kemampuan suatu perekonomian untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. standar proses, mendefenisikan daya saing adalah kemampuan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. standar proses, mendefenisikan daya saing adalah kemampuan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daya Saing Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang standar proses, mendefenisikan daya saing adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil yang lebih baik,

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KOTA TEBING TINGGI. Diviya Bardi Paidi Hidayat, SE, M.Si ABSTRACT

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KOTA TEBING TINGGI. Diviya Bardi Paidi Hidayat, SE, M.Si ABSTRACT ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KOTA TEBING TINGGI Diviya Bardi Paidi Hidayat, SE, M.Si ABSTRACT Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi

Lebih terperinci

Daya Saing Kota-Kota Besar di Indonesia

Daya Saing Kota-Kota Besar di Indonesia Daya Saing Kota-Kota Besar di Indonesia Eko Budi Santoso 1 * Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP Institut Teknologi Sepuluh Nopember, * Email : eko_budi@urplan.its.ac.id Abstrak Kota-kota besar di

Lebih terperinci

Semarang, 14 Mei 2008 ISBN :

Semarang, 14 Mei 2008 ISBN : Prosiding INSAHP5 Teknik Industri UNDIP Semarang, 14 Mei 2008 ISBN : 978-979-97571-4-2 Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur Dan Sumber Daya

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KABUPATEN BATU BARA. Suci Ana Winta Ritonga Paidi Hidayat, SE, M.Si ABSTRACT

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KABUPATEN BATU BARA. Suci Ana Winta Ritonga Paidi Hidayat, SE, M.Si ABSTRACT ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KABUPATEN BATU BARA Suci Ana Winta Ritonga Paidi Hidayat, SE, M.Si ABSTRACT Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep daya saing global menurut Michael Porter (1990) menyatakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep daya saing global menurut Michael Porter (1990) menyatakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dan Definisi Daya Saing Global Konsep daya saing global menurut Michael Porter (1990) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapat diterapkan pada level nasional tak

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI. Tengku Siti Fatimah Paidi Hidayat, SE, M.Si ABSTRACT

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI. Tengku Siti Fatimah Paidi Hidayat, SE, M.Si ABSTRACT ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI Tengku Siti Fatimah Paidi Hidayat, SE, M.Si ABSTRACT Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep daya saing daerah berkembang dari konsep daya saing yang digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak mewarnai pengembangan dan aplikasi

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA. Ricky Jaya Dinata Paidi Hidayat, S.E., M.Si. ABSTRACT

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA. Ricky Jaya Dinata Paidi Hidayat, S.E., M.Si. ABSTRACT ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA Ricky Jaya Dinata Paidi Hidayat, S.E., M.Si. ABSTRACT This study aimed to analyze the factors that affect and be decisive economic competitiveness

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA. Muhammad Sefti Arif Lubis Paidi Hidayat, S.E., M.Si. ABSTRACT

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA. Muhammad Sefti Arif Lubis Paidi Hidayat, S.E., M.Si. ABSTRACT ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA Muhammad Sefti Arif Lubis Paidi Hidayat, S.E., M.Si. ABSTRACT The purpose of this study was to determine the factors determining economic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetap terbuka pada persaingan domestik. Daya saing daerah mencakup aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. tetap terbuka pada persaingan domestik. Daya saing daerah mencakup aspek yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing ekonomi menunjukkan kemampuan suatu wilayah menciptakan nilai tambah untuk mencapai kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terpisah, tetapi kedua lembaga tersebut menggunakan variabel yang hampir sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terpisah, tetapi kedua lembaga tersebut menggunakan variabel yang hampir sama BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daya Saing Global World Economic Forum (WEF) dan International Institute for Management Development (IMD) merupakan dua institusi yang sering dijadikan referensi untuk daya

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI DI KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN. Paicakra Prianti Inggrita Gusti Sari Nasution, SE, M.Si ABSTRACT

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI DI KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN. Paicakra Prianti Inggrita Gusti Sari Nasution, SE, M.Si ABSTRACT ANALISIS DAYA SAING EKONOMI DI KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN Paicakra Prianti Inggrita Gusti Sari Nasution, SE, M.Si ABSTRACT This study aimed to analyze the factors that affect and be decisive economic

Lebih terperinci

Kuisoner Penelitian Analisis Daya Saing Ekonomi Kab/Kota di Propinsi Sumatera Utara

Kuisoner Penelitian Analisis Daya Saing Ekonomi Kab/Kota di Propinsi Sumatera Utara Lampiran 1 Instrumen Penelitian Wilayah : Kuisoner Penelitian Analisis Daya Saing Kab/Kota di Propinsi Sumatera Utara A. Identitas Responden 1. Nama Responden : 2. Badan Usaha : 1. PT 2. CV 3. UD 4. Lainnya...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Daya Saing Dalam Teori Perdagangan Internasional. perusahaan, sektor, maupun ekonomi (negara), sudah seumur perdagangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Daya Saing Dalam Teori Perdagangan Internasional. perusahaan, sektor, maupun ekonomi (negara), sudah seumur perdagangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daya Saing Dalam Teori Perdagangan Internasional Pembahasan mengenai daya saing suatu unit produksi, baik untuk tingkat perusahaan, sektor, maupun ekonomi (negara), sudah seumur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia menghadapi persoalan dalam membangun ekonomi maka suatu daerah harus membangun perekonomian yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik oleh suatu negara dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik oleh suatu negara dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori daya saing Daya saing merupakan salah satu kriteria untuk menentukan keberhasilan dan pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik oleh suatu negara dalam peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

Pengembangan daya saing daerah kabupaten/kota di propinsi jawa timur berdasarkan Potensi daerahnya

Pengembangan daya saing daerah kabupaten/kota di propinsi jawa timur berdasarkan Potensi daerahnya Pengembangan daya saing daerah kabupaten/kota di propinsi jawa timur berdasarkan Potensi daerahnya Oleh : Miftakhul Huda 3610100071 Dosen Pembimbing : DR. Ir. Eko Budi Santoso, Lic., Rer., Reg. JURUSAN

Lebih terperinci

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia Daya Saing Global Indonesia 2008-2009 versi World Economic Forum (WEF) 1 Tulus Tambunan Kadin Indonesia Tanggal 8 Oktober 2008 World Economic Forum (WEF), berkantor pusat di Geneva (Swis), mempublikasikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpasatian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kemajuan suatu bangsa melalui peningkatan kesejahteraan rumah tangga atau penduduk. Kemajuan suatu bangsa tidak

Lebih terperinci

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara dengan sumberdaya yang begitu melimpah ternyata belum mampu dikelola untuk menghasilkan kemakmuran yang adil dan merata bagi rakyat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Konsep daya saing daerah berkembang dari konsep daya saing yang digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak mewarnai pengembangan dan aplikasi

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK 3.1 Pengertian Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal manusia berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka modal manusia merupakan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

Arahan Peningkatan Daya Saing Daerah Kabupaten Kediri

Arahan Peningkatan Daya Saing Daerah Kabupaten Kediri JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-81 Arahan Peningkatan Daya Saing Daerah Kabupaten Kediri Eka Putri Anugrahing Widi dan Putut Gde Ariastita Jurusan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN III. METODOLOGI KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Kajian Penelitian Kajian dilakukan di Kabupaten Indramayu. Dasar pemikiran dipilihnya daerah ini karena Kabupaten Indramayu merupakan daerah penghasil minyak

Lebih terperinci

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process)

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process) Mata Kuliah :: Riset Operasi Kode MK : TKS 4019 Pengampu : Achfas Zacoeb Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process) e-mail : zacoeb@ub.ac.id www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Hp. 081233978339 Pendahuluan AHP

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB 2 LANDASAN TEORI 2 1 Analytial Hierarchy Process (AHP) 2 1 1 Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik adalah dengan mengukur tingkat investasi yang dimiliki oleh daerah

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik adalah dengan mengukur tingkat investasi yang dimiliki oleh daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kompetensi suatu daerah dalam mengelola daerahnya berpengaruh besar terhadap kemajuan dan kesejahteraan daerah tersebut. Salah satu instrumen penting untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi melalui produktivitas yang tinggi, dan mendatangkan lebih banyak input ke dalam proses produksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang konstruksi berperan membangun struktur dan infra struktur di suatu negara. Infrastruktur yang memadai

Lebih terperinci

Bab II Analytic Hierarchy Process

Bab II Analytic Hierarchy Process Bab II Analytic Hierarchy Process 2.1. Pengertian Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor logika, intuisi, pengalaman,

Lebih terperinci

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI Beberapa masalah ekonomi makro yang perlu diantisipasi pada tahap awal pembangunan daerah adalah menurunnya daya beli masyarakat, yang diikuti

Lebih terperinci

PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS ( Studi Kasus di Pemerintah Kabupaten Temanggung ) RINGKASAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2007-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Rizal Afriansyah Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Email : rizaldi_87@yahoo.co.id Abstrak - Transportasi mempunyai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI

JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI ANALISIS RISIKO PELAKSANAAN PEKERJAAN MENGGUNAKAN KONTRAK UNIT PRICE (Studi Kasus: Peningkatan dan Pelebaran Aset Infrastruktur Jalan Alai-By Pass Kota Padang Sebagai Jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan stabilnya kondisi harga dan terbukanya kesempatan peningkatan pembangunan yang luas, baik berupa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metode dari Multi Criteria Decision Making (MCDM) yang dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie

Lebih terperinci

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan,

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat persaingan antarnegara dari waktu ke waktu semakin tinggi sebagai dampak dari munculnya fenomena globalisasi ekonomi. Globalisasi mencerminkan tantangan sekaligus

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1 KESIMPULAN A. Hasil tipologi berdasarkan tingkat penggangguran dan openness dalam penelitian ini menemukan: 1. Posisi negara Indonesia dan Filipina rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara

BAB I PENGANTAR. Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara maju di kawasan Eropa masih belum sepenuhnya mereda. Permasalahan mendasar seperti tingginya

Lebih terperinci

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Evaluasi Agen Pangkalan LPG 3 kg

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Evaluasi Agen Pangkalan LPG 3 kg Prosiding INSAHP5 Semarang,14 Mei 2007 ISBN :... Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Evaluasi Agen Pangkalan LPG 3 kg Evi Yuliawati Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengelola anggaran, bahkan legislatif dan yudikatif yang memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengelola anggaran, bahkan legislatif dan yudikatif yang memiliki peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korupsi merupakan musuh bersama setiap negara, karena hal ini sudah menjadi fenomena mendunia yang berdampak pada seluruh sektor. Tidak hanya lembaga eksekutif tersandung

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

Abstrak. Abstract. Undip, Vol VII, No 1, Januari

Abstrak. Abstract. Undip, Vol VII, No 1, Januari PENGUKURAN TINGKAT DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN VARIABEL PEREKONOMIAN DAERAH, VARIABEL INFRASTRUKTUR DAN SUMBER DAYA ALAM, SERTA VARIABEL SUMBER DAYA MANUSIA DI WILAYAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Ira

Lebih terperinci

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom Saintia Matematika ISSN: 2337-9197 Vol. 02, No. 03 (2014), pp. 213-224. PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

Techno.COM, Vol. 12, No. 4, November 2013:

Techno.COM, Vol. 12, No. 4, November 2013: Techno.COM, Vol. 12, No. 4, November 2013: 223-230 MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KARYAWAN PADA INSTANSI KESATUAN BANGSA POLITIK DAN PELINDUNGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia. Otonomi daerah sudah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 5 Tahun 1975 tentang Pokok-Pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana. pergaulan yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

BAB I PENDAHULUAN. yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana. pergaulan yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata baik materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Geografis Negara Indonesia Penulis menyajikan gambaran umum yang meliputi kondisi Geografis, kondisi ekonomi di 33 provinsi Indonesia. Sumber : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode 2010-2015, secara umum pertumbuhan ekonomi mengalami fluktuasi, dimana pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010-2015, laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MCDM (Multiple Criteria Decision Making) Multi-Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Perkembangan ekonomi global memberikan sinyal akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Perkembangan ekonomi global memberikan sinyal akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perkembangan ekonomi global memberikan sinyal akan pentingnya peningkatan kemandirian dan daya saing sebuah negara di dunia internasional. Hal ini dimaksudkan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah diaudit oleh akuntan publik. Selain itu, kondisi perekonomian domestik

BAB I PENDAHULUAN. yang telah diaudit oleh akuntan publik. Selain itu, kondisi perekonomian domestik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan jasa profesi akuntansi, khususnya jasa akuntan publik di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Banyak peraturan perundangundangan yang mewajibkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 19 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70 an ketika di Warston school. Metode AHP merupakan salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan nomos. Oikos berarti rumah tangga, nomos berarti aturan. Sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merupakan salah satu instansi pemerintah yang mempunyai peranan penting dalam memberikan pelayanan publik terkait dengan penanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2 menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. 2 menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Republik Indonesia adalah sebuah negara yang besar dengan luas sekitar 2/3 bagian (5,8 juta Km 2 ) adalah lautan, dan sekitar 1/3 bagian (2,8 juta km 2 ) adalah daratan,

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT Multi-Attribute Decision Making (MADM) Permasalahan untuk pencarian terhadap solusi terbaik dari sejumlah alternatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS DAYA SAING INVESTASI DI KOTA PEMATANG SIANTAR OLEH AHMAD PAPIN HERDIAN

SKRIPSI ANALISIS DAYA SAING INVESTASI DI KOTA PEMATANG SIANTAR OLEH AHMAD PAPIN HERDIAN SKRIPSI ANALISIS DAYA SAING INVESTASI DI KOTA PEMATANG SIANTAR OLEH AHMAD PAPIN HERDIAN 100501126 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana suatu negara dapat meningkatkan pendapatannya guna mencapai target pertumbuhan. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

. Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran SEKTOR PERTANIAN

. Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran SEKTOR PERTANIAN *) Angka Sementara Sumber : BPS. Prov. Gorontalo 1.2.1 SEKTOR PERTANIAN. Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran SEKTOR 2009 2010 I II III IV I II III 1. PERTANIAN 7,74 5,42 (2,89) 5,18 1,52 1,35

Lebih terperinci

Rekam Jejak Dosen Sebagai Model Pengambilan Keputusan Dalam Pemilihan Dosen Berprestasi

Rekam Jejak Dosen Sebagai Model Pengambilan Keputusan Dalam Pemilihan Dosen Berprestasi Citec Journal, Vol. 2, No. 1, November 2014 Januari 2015 ISSN: 2354-5771 Rekam Jejak Dosen Sebagai Model Pengambilan Keputusan Dalam Pemilihan Dosen Berprestasi 65 Safrizal Instansi Jurusan Manajemen Informatika,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih

Lebih terperinci

PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE

PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE Nunu Kustian Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Matematika dan IPA Email: kustiannunu@gmail.com ABSTRAK Kebutuhan

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional Pariwisata merupakan kegiatan perjalanan untuk rekreasi dengan mengunjungi tempat-tempat wisata seperti gunung, pantai, perkotaan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pariwisata merupakan industri terbesar dalam penggerak perekonomian yang tercatat mengalami pertumbuhan positif diseluruh dunia ditengah-tengah ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna mendukung kebutuhan akan finansial yang juga semakin beragam ditengah tumbuh dan berkembangnya perekonomian

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan semakin berkembangnya dunia usaha. Perkembangan dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan semakin berkembangnya dunia usaha. Perkembangan dunia usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis di dunia telah mengalami kemajuan yang pesat, khususnya di Indonesia yang saat ini telah memasuki era globalisasi. Hal ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mesin pertumbuhan (engine of growth). Kota yang memiliki aspek pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mesin pertumbuhan (engine of growth). Kota yang memiliki aspek pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunan suatu kota skala global, kota harus berperan sebagai mesin pertumbuhan (engine of growth). Kota yang memiliki aspek pembangunan yang harmonis, peran

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. perumahan yang terletak di jalan Kedungwringin Patikraja, Griya Satria Bukit

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. perumahan yang terletak di jalan Kedungwringin Patikraja, Griya Satria Bukit BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. PERUMAHAN Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan(basri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

MODA TRANSPORTASI IDEAL DALAM PERCEPATAN MP3EI 1. Dr. Harry Azhar Azis, MA. 2

MODA TRANSPORTASI IDEAL DALAM PERCEPATAN MP3EI 1. Dr. Harry Azhar Azis, MA. 2 MODA TRANSPORTASI IDEAL DALAM PERCEPATAN MP3EI 1 Dr. Harry Azhar Azis, MA. 2 PENDAHULUAN Seiring dengan dikeluarkannya Perpres No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya Sistem Pendukung Keputusan ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian

Lebih terperinci