BAB III METODOLOGI. Ms = 1.33 Mb (3.1) Mw = 1.10 Ms 0.64 (3.2)
|
|
- Sonny Kusuma
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB III METODOLOGI 3.1 PENGUMPULAN DATA GEMPA Penghitungan analisis resiko gempa pada daerah Yogyakarta membutuhkan rekaman data gempa yang pernah terjadi pada daerah tersebut. Pada studi ini, sejarah kegempaaan yang mempengaruhi Yogyakarta dikumpulkan dari berbagai sumber seperti data gempa dari U.S. Geological Survei (USGS), National Earthquake Information Center (NEIC) yang dilengkapi dengan katalog-katalog dari berbagai sumber seperti Engdahl dan lain sebagainya. Data gempa yang dikumpulkan yaitu data gempa yang meliputi area dari radius 500 km dari kota Yogyakarta dengan minimum magnitude 5.0 dam maksimum kedalaman 200 km. 3.2 PENGOLAHAN DATA GEMPA Konversi Magnitude Kejadian gempa di Indonesia direkam oleh beberapa instrumen yang mempunyai perbedaan metode dalam penentuan ukuran gempa. Ada katalog yang menggunakan ukuran surface wave magnitude (M s ), sedangkan yang lainnya ada pula menggunakan skala seperti Richter local magnitude (M l ), body wave magnitude (M b ) atau moment magnitude (M w ) untuk menentukan ukuran gempa. Oleh karena itu, diperlukan konversi skala magnitude ke dalam suatu skala magnitude yang sama sebelum menggunakan data gempa tersebut di dalam analisis hazard gempa. Untuk kejadian gempa yang ada di Indonesia, Firmansyah (1999) telah menemukan korelasi antara M s dengan M b dan antara M s dengan M w sebagai berikut (Rochim,2007): Ms = 1.33 Mb (3.1) Mw = 1.10 Ms 0.64 (3.2) Pemisahan Gempa Utama dan Gempa Ikutan Analisis resiko gempa dengan metode PSHA didasarkan pada kejadian gempa yang independen atau gempa utama. Kejadian-kejadian dependen atau gempa ikutan, seperti foreshocks dan aftershocks yang terjadi dalam suatu rangkaian kejadian gempa harus diidentifikasi sebelum menghitung rate gempa. Memasukkan gempa ikutan dalam analisis akan menyebabkan hasil perhitungan resiko gempa menjadi underestimate. 31
2 Beberapa kriteria empiris telah diajukan oleh beberapa peneliti untuk mengidentifikasi gempa-gempa ikutan seperti Arabasz & Robinson (1976), Gardner & Knopoff (1974), Uhrhammer (1986), dan Firmansyah (1999). Kriteria ini didasarkan atas suatu rentang waktu dan jarak tertentu di sekitar kejadian terbesar dalam suatu rangkaian gempa. Suatu rangkaian gempa dikatakan gempa ikutan jika berada dalam rentang waktu dan jarak yang dihitung menurut kriteria empiris untuk suatu magnitude gempa utama tertentu. Dalam studi ini, pemisahan antara gempa utama dan ikutan digunakan kriteria Uhrhammer. Gambar 3.1 Kriteria Time and Distance Windows dari Beberapa Peneliti (Rochim,2007) Kelengkapan Data Gempa Penghitungan hazard gempa memerlukan suatu kurun waktu dimana kejadian gempa dalam suatu rentang magnitude tertentu dapat dikatakan lengkap dalam suatu katalog. Rekaman gempa biasanya lebih lengkap untuk gempa besar dibandingkan dengan gempa kecil. Stepp (1973) mendiskusikan penggunaan waktu observasi yang tidak sama untuk 32
3 magnitude tertentu dan mengajukan sebuah kriteria untuk menguji kelengkapan suatu katalog gempa (Purwana,2001). Pengujian ini dilakukan dengan memplot frekuensi kejadian gempa independen terhadap waktu yang dihitung dari pengamatan waktu terakhir ke belakang. Frekuensi kejadian gempa (λ) dapat dihitung dengan membagi jumlah kejadian gempa (N) dengan waktu tertentu (T). Karena rate gempa diasumsikan konstan untuk suatu periode tertentu, maka waktu saat rate gempa mulai menurun secara signifikan menyatakan suatu batas waktu dimana katalog gempa sebelumnya tidak lengkap. Untuk memudahkan penentuan waktu tersebut, maka pemakaian variance (σ) sebagai ordinat lebih dipilih dibandingkan dengan pemakaian frekuensi (λ). Variance dihitung sebagai akar dari frekuensi kejadian gempa (λ) dibagi dengan waktu pengamatan (T). 10 Analisis Kompleteness 1 Varians Tahun >7 Gambar 3.2 Hasil Analisis Kelengkapan Data Hasil analisis kelengkapan data untuk sumber gemoa di radius 500 km Yogyakarta menunjukkan bahwa interval magnitud 5-6 dan 6-7 memiliki kelengkapan data 44 tahun sedangkan interval magnitud lebih besar 7 lengkap selama masa pengamatan. Hasil 33
4 analisis kelengkapan data tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Hasil Analisis Kelengkapan Data Gempa Periode Magnitude Tahun Interval Waktu > PEMODELAN SUMBER GEMPA Pemodelan sumber gempa memberikan gambaran potensi di masa yang akan datang dalam bentuk distribusi pusat-pusat gempa, bidang patahan, dan frekuensi kejadian gempa. Identifikasi sumber gempa didasarkan atas dasar data geologi, seismologi dan geofisika. Suatu zona gempa dapat diidentifikasi dengan delineasi seismisitas suatu wilayah gempa berdasarkan data distribusi episenter gempa di wilayah tersebut. Berdasarkan fakta bahwa fungsi atenuasi menghilang secara signifikan pada jarak kirakira lebih dari 500 km, maka sumber gempa yang digunakan berada dalam 500 km dari Yogyakarta meliputi sumber gempa subduksi dan shallow crustal di Jawa.. Daerahdaerah di luar radius tersebut secara signifikan tidak akan mempengaruhi kemungkinan percepatan puncak. Pemodelan sumber gempa pada studi ini menggunakan pemodelan sumber gempa dari Kertapati(2000) seperti terlihat pada Gambar 3.3 dengan melakukan modifikasi yaitu menambahkan patahan Opak sebagai sumber gempa. Patahan ini dimasukkan karena kejadian gempa pada tanggal 27 Mei 2006 telah mengubah tatanan kondisi seismotektonik yang selama ini ada di Yogyakarta. Pada studi ini, hasil plotting sumbersumber gempa tersebut diidentifikasi terhadap pemodelan gempa Kertapati (2000) apakah termasuk gempa subduksi atau gempa shallow crustal. 34
5 Gambar 3.3 Pemodelan Sumber Gempa Indonesia (Kertapati,2000) 35
6 Gambar 3.4 Sumber Gempa Utama Gambar 3.5 Pemodelan Sumber Gempa 36
7 Pada studi ini gempa-gempa subduksi dengan kedalaman 0-50 km dimodelkan sebagai gempa megatrust sementara gempa-gempa subduksi dengan kedalaman lebih besar 50 km dimodelkan sebagai gempa benioff. Sedangkan untuk gempa-gempa dangkal sampai kedalaman 50 km di luar jalur subduksi dimodelkan sebagai gempa shallow crustal seperti Sukabumi, Bumiayu, Lasem dan Opak. Sementara itu untuk mengakomodasi aktifitas sesar-sesar lain yang tidak diketahui di sekitar Yogyakarta maka ditambahkan gempa background di sekitar kota Yogyakarta. Dalam program EZ-FRISK gempa background dimodelkan pada wilayah dengan radius 25 km x 25 km dengan M maks 6,5. Profil hiposentar gempa subduksi pada setiap zona dapat dilihat pada Gambar hasil dari plotting kejadian gempa menunjukkan sudut penunjaman jalur subduksi Jawa yaitu berkisar untuk zona megatrust dan untuk zona benioff. Pada penampang melintang arah utara tersebut, gempa-gempa shallow crustal telah dipisahkan dari gempa-gempa subduksi. Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa seismisitas di Jawa bagian tengah lebih rendah dibandingkan dengan yang lainnya Jarak(km) Gambar 3.6 Profil Hiposenter Sub Zona I-1 37
8 Jarak(km) Gambar 3.7 Profil Hiposenter Sub Zona I Jarak(km) FUNGSI ATENUASI Gambar 3.8 Profil Hiposenter Sub Zona I-3 Pada umumnya, peak ground aceletation diplot sebagai fungsi dari jarak untuk suatu magnitude dan kondisi tanah tertentu. Fungsi atenuasi dapat diturunkan dari hasil regresi data percepatan gempa maupun percepatan gempa sintetis yang diperoleh dari model 38
9 numerik. Fungsi atenuasi yang diturunkan dari data percepatan di suatu wilayah mungkin tidak dapat digunakan di wilayah lain meskipun keduanya sama secara tektonik maupun geologi. Fungsi atenuasi merupakan suatu faktor yang cukup kritis dalam analisis hazard gempa. Pemakaian fungsi atenuasi yang berbeda dapat menghasilkan perbedaan yang signifikan dalam nilai percepatan yang dihasilkan. Karena tidak adanya cukup data untuk menurunkan suatu fungsi atenuasi untuk wilyah Indonesia, pemakaian fungsi atenuasi yang diturunkan di wilayah lain tidak dapat dihindari. LAPI ITB pada tahun 2000 telah melakukan penelitian untuk memilih fungsi atenuasi yang paling cocok digunakan di Indonesia. Dalam penelitian tesebut, untuk suatu mekanisme gempa, fungsi atenuasi gempa lalu dibandingkan dalam beberapa rentang magnitude. Fungsi atenuasi yang akan digunakan dalam penelitian tersebut dikelompokkan ke dalam kategori sebagai berikut: Tabel 3.2 Fungsi Atenuasi yang Dibandingkan LAPI ITB (Purwana,2001) Gempa Shallow Crustal Gempa Subduksi Fukushima, Tanaka (1992) Crouse (1991) Sadigh (1997) Fukushima, Tanaka (1992) Boore, Joyner, Fumal (1997) Youngs (1997) Campbell (1997) McVery (1998) Midorikawa (2000) Midorikawa (2000) Besarnya variabilitas dari suatu fungsi atenuasi terhadap suatu database direpresentasikan oleh suatu nilai standar error. Standar error fungsi atenuasi terhadap suatu set database gempa dengan mekanisme dan rentang magnitude tertentu dapat dilihat pada Tabel Fungsi atenuasi dengan standar error yang relatif rendah untuk setiap mekanisme gempa akan digunakan dalam perhitungan hazard gempa. Nilai standar error merupakan akar dari residual mean square, σ2 (yaitu jumlah kuadrat selisih antara data observasi dan data hasil perhitungan ln PGA atau log PGA dibagi dengan derajat kebebasan persamaan) yang diberikan dalam persamaan berikut: (log y log yˆ) n 1 (3.3) 39
10 Tabel 3.3 Standar Error Fungsi Atenuasi untuk Mekanisme Reverse Slip (Purwana,2001) Σlog y reverse slip Mw Fukushima Campbell Midorikawa Boore et al. Sadigh Tabel 3.4 Standar Error Fungsi Atenuasi untuk Mekanisme Strike Slip (Purwana,2001) σlog y strike slip Mw Fukushima Campbell Midorikawa Boore et al. Sadigh Tabel 3.5 Standar Error Fungsi Atenuasi untuk Mekanisme Subduksi (Purwana,2001) σlog y subduksi Mw Fukushima Midorikawa Youngs Crouse McVerry
11 Dari hasil analisis data dapat dilihat bahwa untuk gempa shallow crustal, fungsi atenuasi dari Boore et al. dan Sadigh mempunyai standar error yang relatif rendah dibandingkan dengan fungsi lain. Sementara untuk gempa subduksi, fungsi atenuasi Youngs dan Crouse juga mempunyai standar error yang relatif kecil. Namun, fungsi atenuasi Youngs dapat membedakan gempa megathrust dan benioff sehingga fungsi atenuasi ini lebih dipilih untuk mekanisme subduksi. Fungsi atenuasi Youngs, Boore et al, dan Sadigh yang akan digunakan dalam analisis resiko gempa ini adalah sebagai berikut: Boore, Joyner, Fumal Boore, Joyner dan Fumal (1997) mempublikasikan model atenuasi terbaru untuk gempa dengan mekanisme strike-slip, reverse-slip dan untuk mekanisme yang tidak ditentukan. Model ini digunakan untuk M dan r < 80 km (Purwana,2001). Persamaannya adalah: ln Y = b 1 + b 2 (M-6) + b 3 (M-6) 2 Vs + b 5 ln R + b v ln Va (3.4) dimana, R 2 = r 2 jb + h 2 b 1 = b 1ss untuk strike slip = b 1RS untuk reverse slip = b 1ALL untuk mekanisme yang tidak ditentukan M = Momen magnitude (Mw) R jb = jarak terdekat dengan bidang patahan (km) Vs = kecepatan gelombang geser (m/s) Y = nilai PGA dalam g. 41
12 Tabel 3.6 Nilai-nilai Konstanta Fungsi Atenuasi Boore Period (s) b 1SS b 1RV b 1ALL b 2 b 3 b 5 b V V A (m/s) h (km) PGA , Persamaan ini menggunakan ukuran kuantitatif (kecepatan geser pada 30 m lapisan teratas) untuk merepresentasikan kondisi tanah lokal dan merekomendasikan penggunaannya seperti pada Tabel 3.7. Tabel 3.7 Rekomendasi Nilai Kecepatan Geser Rata-rata untuk Digunakan dalam Fungsi Atenuasi Boore et al. Klas site Kecepatan Geser NEHRP klas site B NEHRP klas site C NEHRP klas site D Rock Soil 1070 m/det 520 m/det 250 m/det 620 m/det 310 m/det 42
13 3.4.2 Sadigh Fungsi atenuasi ini didapat berdasarkan data gempa-gempa kuat di California. Fungsi ini dapat digunakan untuk gempa dengan mekanisme strike-slip dan reverse-fault. Momen magnitude antara 4 sampai dengan 8, dan jarak pusat gempa hingga 100 km. Persamaannya: Ln (Y) = C 1 + C 2 M + C 3 M (8.5 M) C 4 ln (r rup + exp(c 5 + C 6 M)) + C 7 ln(r rup + 2) (3.5) Dimana, Y = PGA dalam g M = momen magnitude (M W ) r rup = jarak terdekat dengan bidang patahan (km) C 2 = 1 untuk M < 6.5 = 1.1 untuk M > 6.5 C 5 = untuk M < 6.5 = untuk M > 6.5 C 6 = 0.25 untuk M < 6.5 = untuk M >6.5 Untuk mendapatkan nilai PGA dari gempa dengan mekanisme reverse-fault adalah dengan mengalikan hasil dari strike-slip diatas dengan faktor 1.2. Nilai koefisienkoefisien pada fungsi atenuasi ini dapat dilihat pada Tabel Tabel 3.8 Koefisien yang Digunakan dalam Fungsi Atenuasi Sadigh untuk Menghitung Pseudo Acceleration Response dengan 5% Damping untuk Rock Site (M 6.5) Periode (s) C1 C3 C4 C7 PGA
14 Tabel 3.9 Koefisien yang Digunakan dalam Fungsi Atenuasi Sadigh untuk Menghitung Pseudo Acceleration Response dengan 5% Damping untuk Rock Site (M 6.5) > Youngs et al. Periode (s) C1 C3 C4 C7 PGA Persamaan ini membedakan 2 tipe gempa subduksi, yaitu gempa interface (Megathrust) dan intraslab (Benioff). Gempa subduksi interface adalah gempa dengan sudut penunjaman landai yang terjadi pada batas antara lempeng subduksi dan lempeng di atasnya, sedangkan gempa intraslab terjadi pada lempeng subduksi dengan sudut tajam, normal fault akibat tegangan tarik ke bawah pada lempeng tersebut. Fungsi atenuasi untuk kondisi site rock diberikan oleh persamaan berikut: ln(y) = M + C 1 + C 2 (10-M) 3 + C 3. ln(r rup e 0.554M ) h Zt (3.6) σ ln y = C 4 C 5 (3.7) Tabel 3.10 Koefisien yang Digunakan dalam Fungsi Atenuasi Youngs untuk Menghitung Pseudo Acceleration Response dengan 5% Damping untuk Rock Site Periode (T) C 1 C 2 C 3 C 4 C 5 PGA
15 PERHITUNGAN HAZARD GEMPA DENGAN PSHA Model Probabilistik Analisis probabilitas mempunyai nilai kemungkinan lebih besar, karena ketidak pastian besar, lokasi dan kecepatan perulangan diperhitungkan dalam analisis ini. Analisis ini lebih mengarah pada nilai ekonomis dari struktur yang didesain. Metode ini sering juga dikenal dengan Probability Seismic Hazard Analysis (PSHA), dengan berdasarkan teori probabilitas total. Metode PSHA ini pertama kali diperkenalkan oleh Cornell pada tahun1968 dan Algermissen pada tahun Yang digunakan dalam studi ini adalah analisis dengan metode probabilitas. Tahapan standar analisis resiko gempa dengan metode ini dapat dideskripsikan sebagai berikut (Hendarto,2005): 1. Tahap pertama ialah identifikasi dan karakterisasi sumber gempa, termasuk karakterisasi distribusi probabilitas dari lokasi rupture yang berpotensi dalam sumber. Dalam kebanyakan kasus, diterapkan distribusi probabilitas yang sama untuk masing-masing zona sumber. Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa gempa mungkin akan sama-sama terjadi pada setiap titik dalam zona sumber gempa. Disribusi ini dikombinasikan dengan bentuk geometri sumber untuk mendapatkan distribusi probabilitas yang sesuai dengan jarak sumber ke lokasi. Tahap pertama ini disebut juga tahapan probabilitas jarak sumber gempa. 2. Langkah berikutnya, karakterisasi dari seismisitas atau distribusi sementara dari perulangan kejadian gempa. Hubungan empiris perulangan kejadian gempa, yang mengekspresikan kecepatan rata-rata dari suatu gempa dengan besar yang berbeda akan terlampaui, digunakan untuk mengkarakterisasikan seismisitas dari masingmasing zona sumber gempa. Hubungan empiris ini dapat mengakomodasi besarnya 45
16 magnitude maksimum dari gempa. Tahap kedua ini disebut juga tahapan probabilitas magnitude gempa. 3. Gerakan tanah yang terjadi di suatu lokasi akibat adanya gempa dengan besar gempa berapapun dan lokasi kejadian dimanapun dalam maisng-masing zona sumber gempa, dapat ditentukan menggunakan predictive relationship. Ketidakpastian dari predictive relationship juga diperhitungkan. Tahap ketiga ini disebut juga tahapan probabilitas percepatan gempa. 4. Langkah terakhir ini adalah mengkombinasikan ketidakpastian dari lokasi gempa, besarnya gempa dan prediksi parameter goncangan tanah (percepatan gempa) untuk memperoleh suatu angka probabilitas terlampauinya suatu parameter goncangan tanh selama suatu periode waktu. Metodologi analisa hazard gempa dengan metoda probabilistik ini dapat dilihat pada Gambar 3.7. Gambar 3.9 Tahapan Analisa Hazard Gempa Dengan Metoda PSHA (Kramer,1996) Model matematika yang digunakan dalam analisis probabilitas hazard gempa dikembangkan oleh USGS. Teorema probabilitas yang dikembangkan oleh USGS ini mengambil asumsi harga kekuatan gempa (M) dan letak hiposenter sebagai variabel acak bebas yang menerus. Teori ini mempunyai bentuk persamaan sebagai berikut: P[I>i] = P [ I i m, r] f f dmdr (3.8) r m m r 46
17 Dimana, P[m] = probabilitas dari magnitude P[r] = probabilitas dari jarak pusat gempa P[ I i m, r] = probabilitas berkondisi intensitas I yang sama atau lebih besar dari intensitas i di suatu lokasi, akibat kekuatan gempa m dan jarak pusat gempa r. Nilai intensitas i untuk kekuatan gempa m dan jarak ke lokasi r ditentukan berdasarkan rumusan atenuasi yang dipakai. Nilai P[ I i m, r] dapat juga dihubungkan dengan nilai Cumulative Distribution Function (CDF) FI(i) dari intensitas I pada magnitude m dan jarak r: P[ I i m, r] = 1- F I (i) (3.9) Pada dasarnya nilai F I (i) tergantung pada distribusi probabilitas yang digunakan. Pada umumnya parameter pergerakan tanah diasumsikan terdistribusi log normal Parameter Hazard Gempa Analisis hazard gempa dengan menggunakan metode probabilistik memerlukan parameter a dan b untuk menentukan frekuensi kejadian gempa menurut persamaan Guttenberg-Richter log N(m) = a b.m. Di samping itu diperlukan juga magnitude maksimum yang ditentukan berdasarkan kejadian gempa histories maupun secara geologi. Dalam studi ini, parameter a-b ditentukan dengan menggunakan model Metode Least Square, Weichert (1980) dan Kijko & Sellevol(1989). Secara singkat, ketiga model tersebut diterangkan sebagai berikut: Metode Least Square Metode ini digunakan dengan membuat hubungan linear antara log jumlah kejadian gempa rata-rata dan magnitude gempa. Metode yang paling sederhana untuk mendapatkan harga b adalah dengan metoda least square (LS). Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Gutenberg dan Richter Metoda standard Gutenberg-Richter ini mencakup gempa-gempa dengan rentang magnitude yang tak berhingga (- < m < + ). 47
18 Gambar 3.10 Hubungan Linear antara Jumlah Kejadian Gempa dan Magnitude Dalam bidang rekayasa, gempa-gempa kecil umumnya diabaikan dalam analisis karena tidak menimbulkan kerusakan yang signifikan. Sehingga penggunaan persamaan G-R tersebut umumnya dilakukan dengan memberikan batas minimum magnitude yang digunakan dalam analisis. Batas minimum yang umum digunakan adalah 4.0 atau 5.0, karena gempa-gempa dengan magnitude di bawah batas minimum tersebut sangat jarang menimbulkan kerusakan yang signifikan [Kramer, 1996]. Selain batas bawah magnitude, pemakaian persamaan G-R juga dilakukan dengan menggunakan batas atas magnitude, M max. Hal ini dikarenakan kondisi tektonik yang membatasi besarnya magnitude gempa yang mungkin terjadi di suatu lokasi tidak diperhitungkan dalam persamaan tersebut. Selanjutnya mean annual rate of exceedance dapat dihitung dengan menggunakan persamaan McGuire dan Arabasz berikut : N(m) exp( β(m mo )) exp( β(mmax mo )) ν 1 exp( β(mmax mo )) = ( 3.10) Pada persamaan di atas ν = exp(α-βmo) dan magnitude yang digunakan berada pada rentang mo < m < m maks. Kelemahan dari metoda LS dalam penentuan parameter a-b adalah metoda ini tidak memperhitungkan kemungkinan digunakannya gabungan data dari sumber-sumber yang berbeda, misalnya data dari sejarah kegempaan yang digabungkan dengan data dari informasi geologi. Nilai b yang didapat dengan menggunakan metoda ini juga umumnya overestimated yang mengakibatkan rate dari gempa-gempa besar akan underestimated Metode Weichert (1980) Prosedur ini sangat baik digunakan untuk sumber gempa dengan jumlah kejadian yang cukup banyak (lebih dari 100) dimana estimasi parameter a-b yang cukup stabil dapat 48
19 ditentukan. Menurut metode ini, parameter β diperoleh secara iteratif dengan menggunakan metode Newton. i j t m exp( βm ) i t j i exp( βm ) j i = n m i N i = m (3.11) dimana, N = jumlah total kejadian gempa n i = jumlah kejadian gempa dalam suatu interval tertentu m i = magnitude sentral untuk suatu interval tertentu t i = periode observasi β = rate kejadian gempa tahunan Metode Kijko & Sellevoll (1989) Model ini menggunakan pendekatan yang berbeda sehingga mampu mengkombinasikan informasi makroseismik (gempa-gempa signifikan) dengan informasi gempa yang lebih lengkap (biasanya gempa-gempa yang tercatat selama 50 tahun terakhir) dalam suatu katalog. Persamaan umum untuk memperoleh parameter β dan λ adalah sebagai berikut, 1 = β 1 E C = φ1 + φ1 (3.12) λ E C E C X φ2 φ2 + λ φ 3 + φ3 (3.13) Untuk katalog lengkap, persamaan menjadi: 1 T = λ n (3.13) 1 = β X ( m max A 2 m min A ) /( A 1 2 A ) 1 (3.15) dimana, A 1 = exp(-βm o ) A 2 = exp(-βm max ) A (x) = exp(-βx) V 0 = λ[1-f(m 0 )] 49
20 Dalam studi ini, untuk mendapatkan parameter sumber gempa dan rate gempa yang cukup stabil, dilakukan pengelompokan data gempa yang memiliki mekanisme dan karakteristik yang sama. Sumber gempa megatrust dan benioff di Jawa masing-masing digabungkan, sementara itu pada sumber gempa shallow crustal, karena tidak mencukupi untuk menurunkan parameter seismisitas yang cukup stabil, masing-masing sumber gempa digabungkan. Kemudian setelah parameter seismisitas masing-masing gempa diperoleh, dilakukan pengalokasian nilai rate ke masing-masing zona dengan menggunakan metode Back Allocation menggunakan program WTBACK 7. Tabel 3.11 Parameter Seismisitas Gempa Subduksi Least Square Kijko-Sellevoll Weichert Source Zone b β rate b β rate b β rate Java Megatrust I-1a I-2a I-3a Java Benioff I-1b I-2b I-3b Tabel 3.12 Parameter Seismisitas Gempa Shallow Crustal (Petersen, 2008) Source Zone b β Shallow Crustal Sukabumi Bumiayu Opak Lasem Background Yogyakarta Magnitude Maksimum Suatu analisis resiko gempa perlu memperhitungkan magnitude maksimum yang mungkin terjadi meskipun tidak mungkin menentukan magnitude itu secara pasti. Magnitude maksimum yang dapat terjadi di suatu wilayah dapat ditentukan secara geofisik dari struktur lempeng bumi. Magnitude maksimum untuk zona subduksi dapat diperkirakan dari momen seismik sebagai berikut, 50
21 M 0 = μad (3.15) dan kemudian dikombinasikan dengan rumus momen magnitude Kanamori, log M o M w = 10.7 (3.16) 1.5 dimana, μ A d = modulus rigiditas batuan yang runtuh = luas keruntuhan total = displacement rata-rata Tabel 3.13 Magnitude Maksimun dan Slip Rate Zona Subduksi (Komunikasi Langsung dengan Kertapati) No. Source Zone Slip rate (mm/thn) Mmax 1. Java Subduction Megathrust a. Java 1 Zone b. Java 2 Zone c. Java 3 Zone Java Subduction Benioff a Java 1 Zone b. Java 2 Zone c. Java 3 Zone Tabel 3.14 Magnitude Maksimun dan Slip Rate Zona Shallow Crustal (Komunikasi Langsung Kertapati) 3.7 LOGIC TREE No Source Zone Slip rate (mm/thn) Mmax 1 Lasem Fault Bumiayu Fault Sukabumi Fault Opak Fault Yogyakarta Background Untuk menghindari adanya ketidakpastian dalam penghitungan resiko gempa akibat dari penggunaan parameter gempa, magnitude maksimun, kedalaman dip serta pemakaian fungsi atenuasi maka digunakan model logic tree seperti pada Gambar Dalam metode logic tree ini, model karakteristik menggunakan 2 kombinasi kedalaman dip yang berbeda dimana bobot masing-masing diberi 50 persen. Kemudian penggunaan fungsi atenuasi untuk mekanisme gempa shallow crustal yang menggunakan 3 jenis, masing-masingnya deberi bobot yang sama 33,33 persen. Penghitungan parameter yang menggunakan 3 metode diberi bobot yang berbeda yaitu 20 51
22 persen untuk Least Square, 30 persen Weichert dan 50 persen untuk Kijko Sellevol. Sementara untuk menghindari ketidakpastian penentuan nilai M maks, penggunaan nilai M maks yang berbeda ±0,25 diberi bobot yang berbeda yaitu 10 persen untuk M maks 0,25 dan 60 persen untuk nilai M maks dan 30 persen untuk M maks 0,25. Gambar 3.11 Model Logic Tree (Sengara,2006) 52
Soil Ln (PGA) = M ln (R e 0.617M ) h Zt (2.8) Dimana: R = jarak terdekat ke bidang patahan (km)
σ = standar deviasi = 0.5 PGA dalam gal 2. Crouse (1991) Ln (PGA) = 6.36 + 1.76 M 2.73 ln (R + 1.58 e 0.608M ) + 0.00916h (2.6) R = hiposenter (km) M = momen magnitude (M W ) H = kedalaman pusat gempa
Lebih terperinciBab IV Parameter Seismik
Bab IV Parameter Seismik Faktor yang menentukan dalam PSHA adalah input parameter yang berupa seismic hazard parameter. Seismic hazard parameter yang diperlukan meliputi recurrence rate b-value, magnitude
Lebih terperinciHasil Penelitian Dan Analisis Resiko Gempa
Bab V Hasil Penelitian Dan Analisis Resiko Gempa V.1 Pengumpulan Data Gempa Informasi mengenai gempa yang terjadi dan dianggap mempengaruhi daerah Suramadu dan sekitarnya diperoleh dengan mengumpulkan
Lebih terperinciDEAGREGASI SEISMIC HAZARD KOTA SURAKARTA`
DEAGREGASI SEISMIC HAZARD KOTA SURAKARTA` Deaggregation Seismic Hazard of Surakarta City SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Sipil Fakultas
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Pada bab ini membahas metodologi yang secara garis besar digambarkan pada bagan di bawah ini:
BAB III METODOLOGI Pada bab ini membahas metodologi yang secara garis besar digambarkan pada bagan di bawah ini: Gambar 3. 1 Metodologi Tugas Akhir 3.1 PENENTUAN LOKASI STUDI Lokasi studi ditentukan pada
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA
BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Kondisi Geologi dan Kegempaan Indonesia Indonesia merupakan salah satu wilayah dibumi ini yang merupakan tempat bertemunya lempeng-lempeng yang ada dibumi ini. Antara lain di
Lebih terperinciAnalisa Resiko Gempa Kasus : Proyek Pengeboran Minyak Di Tiaka Field. Helmy Darjanto, Ir, MT
Analisa Resiko Gempa di Pengeboran Minyak Tiaka Field (Helmy D) 69 Analisa Resiko Gempa Kasus : Proyek Pengeboran Minyak Di Tiaka Field Helmy Darjanto, Ir, MT ABSTRAK Tiaka field terletak di zona gempa
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMA PERNYATAAN KATAPENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMA PERNYATAAN... iii KATAPENGANTAR... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiii BAB I. PENDAHULUAN
Lebih terperinciANALISA RESIKO GEMPA DENGAN TEOREMA PROBABILITAS TOTAL UNTUK KOTA-KOTA DI INDONESIA YANG AKTIFITAS SEISMIKNYA TINGGI
ANALISA RESIKO GEMPA DENGAN TEOREMA PROBABILITAS TOTAL UNTUK KOTA-KOTA DI INDONESIA YANG AKTIFITAS SEISMIKNYA TINGGI Helmy Darjanto 1 Adhi Muhtadi 2 1 Dosen & Praktisi, Anggota Himpunan Ahli Teknik Tanah
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Selama peradaban manusia, gempa bumi telah dikenal sebagai fenomena alam yang menimbulkan efek bencana yang terbesar, baik secara moril maupun materiil. Suatu gempa
Lebih terperinciBAB III PROGRAM ANALISIS RESIKO GEMPA
BAB III PROGRAM ANALISIS RESIKO GEMPA Sesuai dengan tujuannya maka program komputer pada tugas akhir ini adalah mengembangkan dua program komputer yang telah ada yaitu: 1. SHAP (Seismic Hazard Assesment
Lebih terperinciSTUDI KARAKTERISTIK GETARAN GEMPA DI YOGYAKARTA UNTUK MENGEMBANGKAN KRITERIA DESAIN SEISMIK DI YOGYAKARTA
STUDI KARAKTERISTIK GETARAN GEMPA DI YOGYAKARTA UNTUK MENGEMBANGKAN KRITERIA DESAIN SEISMIK DI YOGYAKARTA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM
Lebih terperinciPENGUKURAN RESPONS SPEKTRA KOTA PADANG MENGGUNAKAN METODA PROBABILITAS ABSTRAK
VOLUME 7 NO. 2, OKTOBER 2011 PENGUKURAN RESPONS SPEKTRA KOTA PADANG MENGGUNAKAN METODA PROBABILITAS Delfebriyadi 1, Rudy Ferial 2, Agasi Yudha Bestolova 3 ABSTRAK Makalah ini memaparkan hasil studi hazard
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS SEISMIC HAZARD
BAB IV ANALISIS SEISMIC HAZARD Analisis Seismic Hazard dilakukan pada wilayah Indonesia bagian timur yang meliputi: Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku Papua dan pulau-pulau kecil lainnya. Di bawah akan dijelasakan
Lebih terperinciHALAMAN PERSETUJUAN TESIS PETA DEAGREGASI HAZARD GEMPA WILAYAH JAWA DAN REKOMENDASI GROUND MOTION DI EMPAT DAERAH
HALAMAN PERSETUJUAN TESIS PETA DEAGREGASI HAZARD GEMPA WILAYAH JAWA DAN REKOMENDASI GROUND MOTION DI EMPAT DAERAH ii HALAMAN PENGESAHAN PETA DEAGREGASI HAZARD GEMPA WILAYAH JAWA DAN REKOMENDASI GROUND
Lebih terperinciMIKROZONASI GEMPA UNTUK KOTA SEMARANG TESIS MAGISTER. Oleh : OKKY AHMAD PURWANA
MIKROZONASI GEMPA UNTUK KOTA SEMARANG TESIS MAGISTER Oleh : OKKY AHMAD PURWANA 25099088 BIDANG KHUSUS GEOTEKNIK PROGRAM STUDI REKAYASA SIPIL PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2001 ABSTRAK
Lebih terperinciANALISIS RESIKO GEMPA KOTA LARANTUKA DI FLORES DENGAN MENGGUNAKAN METODE PROBABILISTIC SEISMIC HAZARD
ANALISIS RESIKO GEMPA KOTA LARANTUKA DI FLORES DENGAN MENGGUNAKAN METODE PROBABILISTIC SEISMIC HAZARD Yohanes Laka Suku 1 ; F. X. Maradona Manteiro 1 ; Emilianus Evaristus 2 1 Program Studi Teknik Sipil
Lebih terperinciDeagregasi Hazard Kegempaan Provinsi Sumatera Barat
Delfebriyadi ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Deagregasi Hazard Kegempaan Provinsi Sumatera Barat Delfebriyadi Jurusan Teknik Sipil Universitas Andalas, Kampus Unand Limau
Lebih terperinciTime Histories Dari Ground Motion 1000 Tahun Periode Ulang Untuk Kota Surabaya
Time Histories Dari Ground Motion 1000 Tahun Periode Ulang Untuk Kota Surabaya Helmy Darjanto 1,3 HATTI (Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia), Sertifikasi G1, email : h.darjanto@consultant.com Mahasiswa
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATAPENGANTAR... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR SINGKATAN
Lebih terperinciAnalisis Bahaya Kegempaan di Wilayah Malang Menggunakan Pendekatan Probabilistik
B0 Analisis Bahaya Kegempaan di Wilayah Malang Menggunakan Pendekatan Probabilistik Pambayun Purbandini 1, Bagus Jaya Santosa 1, dan Bambang Sunardi 1 Departemen Fisika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi
Lebih terperinciRESPONS SPEKTRA WILAYAH BUKITTINGGI UNTUK STUDI PERENCANAAN JEMBATAN CABLE STAYED NGARAI SIANOK
RESPONS SPEKTRA WILAYAH BUKITTINGGI UNTUK STUDI PERENCANAAN JEMBATAN CABLE STAYED NGARAI SIANOK Delfebriyadi Jurusan Teknik Sipil, Universitas Andalas Email :delfebri @ ft.unand.ac.id ABSTRAK Peraturan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari katalog gempa BMKG Bandung, tetapi dikarenakan data gempa yang
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskripsi analitik dari data gempa yang diperoleh. Pada awalnya data gempa yang akan digunakan berasal dari katalog
Lebih terperinciRESPONS SPEKTRUM WILAYAH KOTA PADANG UNTUK PERENCANAAN BANGUNAN GEDUNG TAHAN GEMPA
RESPONS SPEKTRUM WILAYAH KOTA PADANG UNTUK PERENCANAAN BANGUNAN GEDUNG TAHAN GEMPA Delfebriyadi Laboratorium Komputasi Jurusan Teknik Sipil, Universitas Andalas delfebri @ ft.unand.ac.id ABSTRAK Gempa
Lebih terperinciOleh : DAMAR KURNIA Dosen Konsultasi : Tavio, ST., M.T., Ph.D Ir. Iman Wimbadi, M.S
Oleh : DAMAR KURNIA 3107100064 Dosen Konsultasi : Tavio, ST., M.T., Ph.D Ir. Iman Wimbadi, M.S PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan dengan intensitas gempa yang tinggi hal ini disebabkan karena
Lebih terperinciPENGEMBANGAN PROGRAM ANALISIS SEISMIC HAZARD DENGAN TEOREMA PROBABILITAS TOTAL TUGAS AKHIR
PENGEMBANGAN PROGRAM ANALISIS SEISMIC HAZARD DENGAN TEOREMA PROBABILITAS TOTAL TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL oleh : IPAN
Lebih terperinciRIWAYAT WAKTU PERCEPATAN SINTETIK SUMBER GEMPA SUBDUKSI UNTUK KOTA PADANG DENGAN PERIODE ULANG DESAIN GEMPA 500 TAHUN.
RIWAYAT WAKTU PERCEPATAN SINTETIK SUMBER GEMPA SUBDUKSI UNTUK KOTA PADANG DENGAN PERIODE ULANG DESAIN GEMPA 500 TAHUN Delfebriyadi Laboratorium Komputasi Jurusan Teknik Sipil, Universitas Andalas ; delfebri
Lebih terperinciPEMETAAN DAERAH RENTAN GEMPA BUMI SEBAGAI DASAR PERENCANAAN TATA RUANG DAN WILAYAH DI PROVINSI SULAWESI BARAT
KURVATEK Vol.1. No. 2, November 2016, pp. 41-47 ISSN: 2477-7870 41 PEMETAAN DAERAH RENTAN GEMPA BUMI SEBAGAI DASAR PERENCANAAN TATA RUANG DAN WILAYAH DI PROVINSI SULAWESI BARAT Marinda Noor Eva, Riski
Lebih terperinciPeta Respons Spektrum Provinsi Sumatera Barat untuk Perencanaan Bangunan Gedung Tahan Gempa
Delfebriyadi ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Abstrak Gempa aceh pada bulan Desember 2004 silam telah membuktikan zona sumber gempa subduksi Sumatera mampu menghasilkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. manusia, lingkungan dan metode yang dapat digunakan untuk mengurangi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rekayasa gempa berhubungan dengan pengaruh gempa bumi terhadap manusia, lingkungan dan metode yang dapat digunakan untuk mengurangi pengaruhnya. Gempa bumi merupakan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
84 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisa Hazard Gempa Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software Ez-Frisk dan menghasilkan peta hazard yang dibedakan berdasarkan sumber-sumber gempa yaitu
Lebih terperinciRESPONS SPEKTRA GEMPA BUMI DI BATUAN DASAR KOTA BITUNG SULAWESI UTARA PADA PERIODE ULANG 2500 TAHUN
RESPONS SPEKTRA GEMPA BUMI DI BATUAN DASAR KOTA BITUNG SULAWESI UTARA PADA PERIODE ULANG 2500 TAHUN Guntur Pasau 1) 1) Program Studi Fisika FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado, 95115 e-mail: pasaujunior@gmail.com
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnitudo Gempabumi Magnitudo gempabumi adalah skala logaritmik kekuatan gempabumi atau ledakan berdasarkan pengukuran instrumental (Bormann, 2002). Pertama kali, konsep magnitudo
Lebih terperinciPENENTUAN KURVA RESPON SPECTRA GEMPA UNTUK WILAYAH JAKARTA. Abstract
PENENTUAN KURVA RESPON SPECTRA GEMPA UNTUK WILAYAH JAKARTA Andri Budiadi dan Ambar Susanto 1 Abstract Probability Seismic Hazard Analysis (PSHA) has been applied in order to found the spectral response
Lebih terperinciPEMETAAN GROUND ACCELERATION MENGGUNAKAN METODE PROBABILISTIC SEISMIC HAZARD ANALYSIS DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARATPADA ZONA MEGATHRUST
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Kedirgantaraan (SENATIK) Vol. III, 21 Desember 2017, P-ISSN: 2337-3881, E-ISSN: 2528-1666 DOI: http://dx.doi.org/10.28989/senatik.v3i0.114 PEMETAAN GROUND ACCELERATION
Lebih terperinciANALISIS HAZARD GEMPA DKI JAKARTA METODE PROBABILISTIK DENGAN PEMODELAN SUMBER GEMPA 3 DIMENSI
ANALISIS HAZARD GEMPA DKI JAKARTA METODE PROBABILISTIK DENGAN PEMODELAN SUMBER GEMPA 3 DIMENSI Yunalia Muntafi 1, Widodo 2, Lalu Makrup 3 1 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Lebih terperinciKajian Literatur II-1
Bab II Kajian Literatur II.1 Dasar Teori Pergerakan lempeng bumi mengakibatkan pelepasan energi yang besarnya tergantung pada magnitudenya ke segala arah. Proses penyebaran energi ini berupa perambatan
Lebih terperinciUSULAN GROUND MOTION UNTUK EMPAT KOTA BESAR DI WILAYAH SUMATERA BERDASARKAN HASIL ANALISIS SEISMIC HAZARD MENGGUNAKAN MODEL SUMBER GEMPA 3 DIMENSI
USULAN GROUND MOTION UNTUK EMPAT KOTA BESAR DI WILAYAH SUMATERA BERDASARKAN HASIL ANALISIS SEISMIC HAZARD MENGGUNAKAN MODEL SUMBER GEMPA 3 DIMENSI TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Lebih terperinciDEAGREGASI BAHAYA GEMPABUMI UNTUK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
DEAGREGASI BAHAYA GEMPABUMI UNTUK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Bambang Sunardi *, Sulastri Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG, Jl. Angkasa 1 No. 2 Kemayoran, Jakarta Pusat 10720 Email: b.sunardi@gmail.com,
Lebih terperinciGround Motion Modeling Wilayah Sumatera Selatan Berdasarkan Analisis Bahaya Gempa Probabilistik
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) B-129 Ground Motion Modeling Wilayah Sumatera Selatan Berdasarkan Analisis Bahaya Gempa Probabilistik Samsul Aprillianto 1, Bagus
Lebih terperinciAnalisis Hazard Gempa dan Usulan Ground Motion pada Batuan Dasar untuk Kota Jakarta
Hutapea & Mangape ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Analisis Hazard Gempa dan Usulan Ground Motion pada Batuan Dasar untuk Kota Jakarta Bigman Marihat Hutapea Kelompok Keahlian
Lebih terperinciSEISMIC HAZARD UNTUK INDONESIA
SEISMIC HAZARD UNTUK INDONESIA Penulis: Dr. Lalu Makrup Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian
Lebih terperinciTUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL. Oleh : NIM NIM.
EVALUASI SEISMIC HAZARD PADA BATUAN DASAR UNTUK WILAYAH INDONESIA BAGIAN TIMUR (SULAWESI-NUSA TENGGARA-IRIAN-DAN SEKITARNYA) DENGAN PERIODE ULANG 500 TAHUN TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN
Lebih terperinciRELOKASI DAN KLASIFIKASI GEMPABUMI UNTUK DATABASE STRONG GROUND MOTION DI WILAYAH JAWA TIMUR
RELOKASI DAN KLASIFIKASI GEMPABUMI UNTUK DATABASE STRONG GROUND MOTION DI WILAYAH JAWA TIMUR Rian Mahendra 1*, Supriyanto 2, Ariska Rudyanto 2 1 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta
Lebih terperinciANALISIS RESIKO GEMPA BUMI DI KABUPATEN BANTUL
ANALISIS RESIKO GEMPA BUMI DI KABUPATEN BANTUL Ami Dwi Ananto, Edi Widodo Dosen Universitas Islam Indonessia * Jurusan Statistika Universitas Islam Indonesia amidwiananto@gmail.com, edykafifa@gmail.com
Lebih terperinciANALISIS SEISMIC MENGGUNAKAN PROGRAM SHAKE UNTUK TANAH LUNAK, SEDANG DAN KERAS
ANALISIS SEISMIC MENGGUNAKAN... (MICHEL S. PANSAWIRA, DKK) ANALISIS SEISMIC MENGGUNAKAN PROGRAM SHAKE UNTUK TANAH LUNAK, SEDANG DAN KERAS Michel S. Pansawira 1, Paulus P. Rahardjo 2 Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinciANALISIS HAZARD GEMPA DAN ISOSEISMAL UNTUK WILAYAH JAWA-BALI-NTB
ANALISIS HAZARD GEMPA DAN ISOSEISMAL UNTUK WILAYAH JAWA-BALI-NTB (SEISMIC HAZARD ANALYSIS AND ISOSEISMAL FOR JAVA-BALI-NTB) 1* 2,3 1 3 Jimmi Nugraha, Guntur Pasau, Bambang Sunardi, Sri Widiyantoro 1 Badan
Lebih terperinciRESIKO GEMPA PULAU SUMATRA DENGAN METODA PROBABILISTIC SEISMIC HAZARD ANAL YSIS (PSHA) THESIS MAGISTER OLEH: D. PRAHERDIAN PUTRA
RESIKO GEMPA PULAU SUMATRA DENGAN METODA PROBABILISTIC SEISMIC HAZARD ANAL YSIS (PSHA) THESIS MAGISTER OLEH: D. PRAHERDIAN PUTRA 250 96 034 BIDANG KHUSUS REKAYASA GEOTEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL,
Lebih terperinciBerkala Fisika ISSN : Vol. 18, No. 1, Januari 2015, hal 25-42
Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol. 18, No. 1, Januari 2015, hal 25-42 STUDI PROBABILITAS GEMPA DAN PERBANDINGAN ATENUASI PERCEPATAN TANAH METODE JOYNER DAN BOORE (1988), CROUSE (1991) DAN SADIGH (1997)
Lebih terperinciANALISIS NILAI PGA (PEAK GROUND ACCELERATION) UNTUK SELURUH WILAYAH KABUPATEN DAN KOTA DI JAWA TIMUR
ANALISIS NILAI PGA (PEAK GROUND ACCELERATION) UNTUK SELURUH WILAYAH KABUPATEN DAN KOTA DI JAWA TIMUR Siti Ayu Kumala 1, Wahyudi 2 1,2 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Imu Pengetahuan Alam, Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tembok bangunan maupun atap bangunan merupakan salah satu faktor yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gempabumi merupakan salah satu bencana alam yang berpotensi menimbulkan kerusakan parah di permukaan Bumi. Sebagian besar korban akibat gempabumi disebabkan oleh kerusakan
Lebih terperinciEdy Santoso, Sri Widiyantoro, I Nyoman Sukanta Bidang Seismologi Teknik BMKG, Jl Angkasa 1 No.2 Kemayoran Jakarta Pusat 10720
STUDI HAZARD SEISMIK DAN HUBUNGANNYA DENGAN INTENSITAS SEISMIK DI PULAU SUMATERA DAN SEKITARNYA SEISMIC HAZARD STUDIES AND ITS CORRELATION WITH SEISMIC INTENSITY IN SUMATERA AND ITS SURROUNDING 1 2 1 Edy
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik, serta lempeng mikro yakni lempeng
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada kerangka tektonik yang didominasi oleh interaksi dari tiga lempeng utama (kerak samudera dan kerak benua) yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia
Lebih terperinciSTUDI PENGEMBANGAN PETA ZONA GEMPA UNTUK WILAYAH PULAU KALIMANTAN, NUSA TENGGARA, MALUKU, SULAWESI DAN IRIAN JAYA (INDONESIA BAGIAN TIMUR)
STUDI PENGEMBANGAN PETA ZONA GEMPA UNTUK WILAYAH PULAU KALIMANTAN, NUSA TENGGARA, MALUKU, SULAWESI DAN IRIAN JAYA (INDONESIA BAGIAN TIMUR) Nama : Desi Setiawan NRP : 0221009 Pembimbing : Theodore F. Najoan,
Lebih terperinciANALISIS RESIKO GEMPA BUMI WILAYAH LENGAN UTARA SULAWESI MENGGUNAKAN DATA HIPOSENTER RESOLUSI TINGGI SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA
ANALISIS RESIKO GEMPA BUMI WILAYAH LENGAN UTARA SULAWESI MENGGUNAKAN DATA HIPOSENTER RESOLUSI TINGGI SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA Guntur Pasau 1*), Adey Tanauma 2 1,2) Jurusan Fisika FMIPA UNSRAT, Kampus
Lebih terperinciPengembangan Ground Motion Synthetic Berdasarkan Metode Probabilistic Seismic Hazard Analysis Model Sumber Gempa 3D Teluk Bayur, Padang (Indonesia)
Pengembangan Ground Motion Synthetic Berdasarkan Metode Probabilistic Seismic Hazard Analysis Model Sumber Gempa 3D Teluk Bayur, Padang (Indonesia) Merley Misriani 1), Monika Natalia 2), Zulfira Mirani
Lebih terperinciBab II Tinjauan Pustaka
Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Gempa Bumi dan Seismologi Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain dengan arah dan kecepatan yang berbeda mengakibatkan penumpukan tegangan geser (shear
Lebih terperinciSulawesi. Dari pencatatan yang ada selama satu abad ini rata-rata sepuluh gempa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi merupakan satu bencana alam yang disebabkan kerusakan kerak bumi yang terjadi secara tiba-tiba dan umumnya diikuti dengan terjadinya patahan atau sesar.
Lebih terperinciSTUDI HAZARD KEGEMPAAN WILAYAH PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA
STUDI HAZARD KEGEMPAAN WILAYAH PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA Delfebriyadi Jurusan Teknik Sipil, Universitas Andalas Email: delfebri@ft.unand.ac.id ABSTRAK Indonesia merupakan salah satu negara dengan
Lebih terperinciPEMODELAN SUMBER GEMPA DI WILAYAH SULAWESI UTARA SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA GEMPA BUMI 1)
PEMODELAN SUMBER GEMPA DI WILAYAH SULAWESI UTARA SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA GEMPA BUMI 1) Guntur Pasau 2) dan Adey Tanauma 2) e-mail: pasaujunior@gmail.com 1) Penelitian IPTEK dan Seni dengan Biaya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gempabumi Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak
Lebih terperinciek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO
ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO MIKROZONASI SEISMIC DAN ANALISIS RESPON SITE SPECIFIC KOTA PALU Harun Mallisa* Gidion Turu allo* Zet Mallisa * Abstract Some experts have done researches and made seismic
Lebih terperinciANALISIS RISIKO GEMPA DI KOTA SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN METODE GUMBEL
ANALISIS RISIKO GEMPA DI KOTA SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN METODE GUMBEL Unwanus Sa adah 1) Yusep Muslih Purwana 2) Noegroho Djarwanti 3) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret Surakarta
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG EVALUASI TAPAK INSTALASI NUKLIR UNTUK ASPEK KEGEMPAAN
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG EVALUASI TAPAK INSTALASI NUKLIR UNTUK ASPEK KEGEMPAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia terletak pada daerah yang merupakan pertemuan dua
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia terletak pada daerah yang merupakan pertemuan dua jalur gempa utama yaitu jalur gempa Sirkum Pasifik dan jalur gempa Alpide Transasiatic.
Lebih terperinciImplikasi Sesar Kendeng terhadap Bahaya Gempa dan Pemodelan Percepatan Tanah di Permukaan di Wilayah Surabaya
B65 Implikasi Sesar Kendeng terhadap Bahaya Gempa dan Pemodelan Percepatan Tanah di Permukaan di Wilayah Surabaya Vidya Amalia Harnindra 1, Bambang Sunardi 2, dan Bagus Jaya Santosa 1 1 Departemen Fisika,
Lebih terperinciDAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Sistematika Penulisan...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR KEASLIAN SKRIPSI... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv LEMBAR PERSEMBAHAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sebaran episenter gempa di wilayah Indonesia (Irsyam dkk, 2010). P. Lombok
2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempabumi sangat sering terjadi di daerah sekitar pertemuan lempeng, dalam hal ini antara lempeng benua dan lempeng samudra akibat dari tumbukan antar lempeng tersebut.
Lebih terperincitektonik utama yaitu Lempeng Eurasia di sebelah Utara, Lempeng Pasifik di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu wilayah yang sangat aktif kegempaannya. Hal ini disebabkan oleh letak Indonesia yang berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama yaitu
Lebih terperinciPENENTUAN KELAS SITUS GEMPA, PERCEPATAN TANAH MAKSIMUM DAN ANALISIS POTENSI RESIKO KEGEMPAAN KOTA SURAKARTA `
PENENTUAN KELAS SITUS GEMPA, PERCEPATAN TANAH MAKSIMUM DAN ANALISIS POTENSI RESIKO KEGEMPAAN KOTA SURAKARTA ` DETERMINATION OF EARTHQUAKE SITE CLASS, PEAK GROUND ACCELERATION AND ANALYSIS OF SEISMIC RISK
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia terletak pada daerah yang merupakan pertemuan dua
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia terletak pada daerah yang merupakan pertemuan dua jalur gempa utama yaitu jalur gempa Sirkum Pasifik dan jalur gempa Alpide Transasiatic
Lebih terperinciBAB 2 STUDI PUSTAKA Teori Pergerakan Benua dan Lempeng Tektonik. Teori yang membahas perihal pergerakan benua diajukan pada awal abad dua
BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1. Teori Pergerakan Benua dan Lempeng Tektonik Teori yang membahas perihal pergerakan benua diajukan pada awal abad dua puluh. Menurut Kramer (1996), Wagener (1915) misalnya, yakin
Lebih terperinciBab I PENDAHULUAN. Bab II METODOLOGI
Usulan Ground Motion untuk Batuan Dasar Kota Jakarta dengan Periode Ulang Gempa 500 Tahun untuk Analisis Site Specific Response Spectra Masyhur Irsyam, Hendriyawan, Donny T. Dangkua 1, Engkon Kertapati
Lebih terperinciPETA RAWAN KEGEMPAAN PULAU SUMATERA BERDASARKAN ANALISA PROBABILISTIK
PETA RAWAN KEGEMPAAN PULAU SUMATERA BERDASARKAN ANALISA PROBABILISTIK TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi syarat kurikuler Program Sarjana Geofisika Oleh: Nama : Felik Ferdian NIM : 12403006 PROGRAM STUDI
Lebih terperinciImplikasi Sesar Kendeng Terhadap Bahya Gempa dan Pemodelan Percepatan Tanah di Permukaan di Wilayah Surabaya
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 6, No.2, (2017) 2337-3520 (2301-928X Print) B-70 Implikasi Sesar Kendeng Terhadap Bahya Gempa dan Pemodelan Percepatan Tanah di Permukaan di Wilayah Surabaya Vidya Amalia
Lebih terperinciINTERPRETASI EPISENTER DAN HIPOSENTER SESAR LEMBANG. Stasiun Geofisika klas I BMKG Bandung, INDONESIA
INTERPRETASI EPISENTER DAN HIPOSENTER SESAR LEMBANG Rasmid 1, Muhamad Imam Ramdhan 2 1 Stasiun Geofisika klas I BMKG Bandung, INDONESIA 2 Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN SGD Bandung, INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tektonik, Indonesia terletak pada pertemuan lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng mikro Filipina. Interaksi antar lempeng mengakibatkan
Lebih terperinciHALAMAN JUDUL ANALISIS BAHAYA KEGEMPAAN DI WILAYAH MALANG MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROBABILISTIK
i HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR - SF 141501 ANALISIS BAHAYA KEGEMPAAN DI WILAYAH MALANG MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROBABILISTIK PAMBAYUN PURBANDINI NRP 1113 100 096 Dosen Pembimbing Prof. Dr. rer. nat. Bagus
Lebih terperinciAnalisis Seismotektonik dan Periode Ulang Gempabumi.. Bambang Sunardi dkk
Analisis Seismotektonik dan Periode Ulang Gempabumi.. Bambang Sunardi dkk Analisis Seismotektonik dan Periode Ulang Gempabumi Wilayah Nusa Tenggara Barat, Tahun 1973-215 Seismotectonic and Earthquake Periodicity
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Penelitian ini berjudul Hubungan Persebaran Episenter Gempa Dangkal dan Kelurusan Berdasarkan Digital Elevation Model di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta I.2.
Lebih terperinciPENGARUH PEMILIHAN TARGET SPEKTRA PADA ANALISIS RESIKO GEMPA BENDUNGAN LEUWIKERIS, PROVINSI JAWA BARAT
Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017 PENGARUH PEMILIHAN TARGET SPEKTRA PADA ANALISIS RESIKO GEMPA BENDUNGAN LEUWIKERIS, PROVINSI JAWA BARAT Fioliza Ariyandi
Lebih terperinciMIKROZONASI GEMPA KOTA BONTANG KALIMANTAN TIMUR TESIS MAGISTER. Oleh: MOHAMAD WAHYONO
MIKROZONASI GEMPA KOTA BONTANG KALIMANTAN TIMUR TESIS MAGISTER Oleh: MOHAMAD WAHYONO 25000084 BIDANG KHUSUS GEOTEKNIK PROGRAM STUDI REKAYASA SIPIL PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2003 ABSTRAK
Lebih terperinciEstimasi Nilai Percepatan Tanah Maksimum Provinsi Aceh Berdasarkan Data Gempa Segmen Tripa Tahun Dengan Menggunakan Rumusan Mcguire
Estimasi Nilai Percepatan Tanah Maksimum Provinsi Aceh Berdasarkan Data Gempa Segmen Tripa Tahun 1976 2016 Dengan Menggunakan Rumusan Mcguire Rido Nofaslah *, Dwi Pujiastuti Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini karena Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu wilayah yang memiliki aktivitas kegempaan yang sangat tinggi. Hal ini karena Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama.
Lebih terperinciPercepatan Tanah Sintetis Kota Yogyakarta Berdasarkan Deagregasi Bahaya Gempa
JLBG JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI Journal of Environment and Geological Hazards ISSN: 2086-7794 Akreditasi LIPI No. 692/AU/P2MI-LIPI/07/2015 e-mail: jlbg_geo@yahoo.com Percepatan Tanah Sintetis
Lebih terperinciPELAYANAN INFORMASI SEISMOLOGI TEKNIK BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
PELAYANAN INFORMASI SEISMOLOGI TEKNIK BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 1. PENGUKURAN SITECLASS 2. PENGUKURAN MIKROTREMOR ARRAY 3. PEMBUATAN SINTETIK GROUND MOTION 4. PETA PROBABILITAS HAZARD
Lebih terperinciS e l a m a t m e m p e r h a t i k a n!!!
S e l a m a t m e m p e r h a t i k a n!!! 14 Mei 2011 1. Jawa Rawan Gempa: Dalam lima tahun terakhir IRIS mencatat lebih dari 300 gempa besar di Indonesia, 30 di antaranya terjadi di Jawa. Gempa Sukabumi
Lebih terperinciANALISIS TINGKAT SEISMISITAS DAN TINGKAT KERAPUHAN BATUAN DI MALUKU UTARA ANALYSIS OF SEISMICITY LEVEL AND ROCKS FRAGILITY LEVEL IN NORTH MALUKU
ANALISIS TINGKAT SEISMISITAS DAN TINGKAT KERAPUHAN BATUAN DI MALUKU UTARA Vienda Gaby Lumintang 1), Guntur Pasau 1), Seni Herlina J. Tongkukut 1) 1) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dosen pembimbing : Tavio, ST.,M.T.,Ph.D. : Ir.Iman Wimbadi, M.S : Ir.Kurdian Suprapto MS.
1 EVALUASI PEAK GROUND ACCELERATION UNTUK PETA GEMPA INDONESIA DI KOTA PADANG Nama mahasiswa : Achmad Dian Agus Budiono Nrp : 3108 100 135 Jurusan : Teknik Sipil Dosen pembimbing : Tavio, ST.,M.T.,Ph.D.
Lebih terperinciRYAN RANTE D
TUGAS AKHIR MIKROZONASI BAHAYA KEGEMPAAN KOTA MAKASSAR BERBASIS DATA SEISMIK DAN DATA GEOTEKNIK DISUSUN OLEH: RYAN RANTE D111 10 007 JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 i
Lebih terperinciSTUDI PERCEPATAN GEMPA MAKSIMUM PETA GEMPA INDONESIA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Nama Mahasiswa : Riski Purwana Putra NRP :
1 STUDI PERCEPATAN GEMPA MAKSIMUM PETA GEMPA INDONESIA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Nama Mahasiswa : Riski Purwana Putra NRP : 3108100062 Jurusan : Teknik Sipil Dosen Pembimbing : 1. Tavio, Ir., M.S.,
Lebih terperinciSTUDI PENGEMBANGAN PETA ZONA GEMPA UNTUK WILAYAH PULAU SUMATRA,JAWA DAN BALI (INDONESIA BAGIAN BARAT)
STUDI PENGEMBANGAN PETA ZONA GEMPA UNTUK WILAYAH PULAU SUMATRA,JAWA DAN BALI (INDONESIA BAGIAN BARAT) Dudi Udayana NRP : 0221017 Pembimbing : Theodore F. Najoan, Ir.,M.Eng FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK
Lebih terperinciPemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu
364 Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu Rahmad Aperus 1,*, Dwi Pujiastuti 1, Rachmad Billyanto 2 Jurusan
Lebih terperinciAnalisis Tingkat Resiko Gempa Bumi Tektonik
Analisis Tingkat Resiko Gempa Bumi Tektonik di Papua pada Periode 1960-2010 Lilik Wahyuni Purlisstyowati, Madlazim, Tjipto Prastowo Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Lebih terperinciTeknik, 36 (1), 2015, PERSEPSI PENGEMBANGAN PETA RAWAN GEMPA KOTA SEMARANG MELALUI PENELITIAN HAZARD GEMPA DETERMINISTIK
Tersedia online di: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/teknik Teknik, 36 (1), 2015, 24-31 PERSEPSI PENGEMBANGAN PETA RAWAN GEMPA KOTA SEMARANG MELALUI PENELITIAN HAZARD GEMPA DETERMINISTIK Windu Partono
Lebih terperinciPEMBUATAN PETA HAZARD GEMPA DENGAN SOFTWARE USGS DAN PEMODELAN SUMBER BACKGROUND M. ASRURIFAK
PEMBUATAN PETA HAZARD GEMPA DENGAN SOFTWARE USGS DAN PEMODELAN SUMBER BACKGROUND MASYHUR IRSYAM BAMBANG BUDIONO WAHYU TRIYOSO M. ASRURIFAK SRI WIDIYANTORO ENGKON KERTAPATI WORKSHOP Peta Zonasi Gempa Indonesia
Lebih terperinciANALISIS PROBABILITAS GEMPABUMI DAERAH BALI DENGAN DISTRIBUSI POISSON
ANALISIS PROBABILITAS GEMPABUMI DAERAH BALI DENGAN DISTRIBUSI POISSON Hapsoro Agung Nugroho Stasiun Geofisika Sanglah Denpasar soro_dnp@yahoo.co.id ABSTRACT Bali is located on the boundaries of the two
Lebih terperinciANALISIS PERBANDINGAN MODEL RESPON SPEKTRA DESAIN SNI , RSNI 2010 DAN METODE PSHA. Suyadi 1)
ANALISIS PERBANDINGAN MODEL RESPON SPEKTRA DESAIN SNI 03-1726-2002, RSNI 2010 DAN METODE PSHA Suyadi 1) Abstract Seismic load rules for the building as outlined in the SNI 03-1726-2002 which divided Indonesian
Lebih terperinciANALISIS PERCEPATAN TANAH MAKSIMUM DENGAN MENGGUNAKAN RUMUSAN ESTEVA DAN DONOVAN (Studi Kasus Pada Semenanjung Utara Pulau Sulawesi)
ANALISIS PERCEPATAN TANAH MAKSIMUM DENGAN MENGGUNAKAN RUMUSAN ESTEVA DAN DONOVAN (Studi Kasus Pada Semenanjung Utara Pulau Sulawesi) Cloudya Gabriella Kapojos 1), Gerald Tamuntuan 1), Guntur Pasau 1) 1)
Lebih terperinciSTUDI BAHAYA GUNCANGAN TANAH MENGGUNAKAN METODE PROBABILISTIK SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA GEMPA BUMI DI PESISIR PROPINSI SUMATERA BARAT
Studi Bahaya Guncangan Tanah...Sumatera Barat (Prihantono, J., et al.) STUDI BAHAYA GUNCANGAN TANAH MENGGUNAKAN METODE PROBABILISTIK SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA GEMPA BUMI DI PESISIR PROPINSI SUMATERA
Lebih terperinci