Muhammad Yamin Agus Haryanto CV. Pustaka Ilmu Group

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Muhammad Yamin Agus Haryanto CV. Pustaka Ilmu Group"

Transkripsi

1

2

3 TEORI PEMBANGUNAN INTERNASIONAL Muhammad Yamin Agus Haryanto CV. Pustaka Ilmu Group

4 TEORI PEMBANGUNAN INTERNASIONAL Muhammad Yamin & Agus Haryanto Copyright Pustaka Ilmu, 2017 viii+100 halaman; 14x21 cm ISBN: Editor: Muhammad Badaruddin Pemeriksa Aksara: Elpeni Fitrah Perancang Sampul: Nur Afandi Pewajah Isi: Tim Pustaka Ilmu Penerbit: Pustaka Ilmu Jl. Wonosari KM. 6.5 No. 243 Kalangan Yogyakarta Telp/Faks: (0274) Layanan SMS: website: Anggota IKAPI Cetakan I, Mei 2017 Penerbit dan Distribusi: CV. Pustaka Ilmu Group Jl. Wonosari KM. 6.5 No. 243 Kalangan Yogyakarta Telp/Faks: (0274) website: Hak Cipta dilindungi Undang-undang All Rights reserved Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Penerbit Pustaka Ilmu Yogyakarta iv Teori Pembangunan Internasional

5 KATA PENGANTAR K ami memanjatkan Puji dan Syukur Kehadirat Allah SWT atas selesainya buku referensi untuk mata kuliah Teori Pembangunan Internasional. Buku ini merupakan jawaban atas keresahan kami menyajikan literatur yang tepat bagi mahasiswa jurusan Hubungan Internasional untuk mendalami berbagai teori yang digunakan untuk membahas mengenai pembangunan internasional. Dalam buku ini, kami menyajikan berbagai perspektif dan teori pilihan yang mencakup sikap optimis dan skeptis atas pembangunan internasional yang saat ini dilakukan berbagai negara. Dengan mengetahui dua sisi ini, mahasiswa dapat mengajukan berbagai pemikiran kritisnya melalui skripsi maupun tugas yang didesain dalam tiap bab. Atas terbitnya buku ini, kami mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak: 1. Pertama, jajaran Rektor dan Dekan FISIP Universitas Jenderal Soedirman yang bersedia untuk membantu proses penerbitan buku ajar ini. 2. Kedua, rekan rekan Dosen di Jurusan Hubungan Internasional FISIP UNSOED yang telah mengkritisi dan memberi masukan atas draft yang diajukan. 3. Ketiga, kepada keluarga di rumah yang telah rela waktu keluarganya berkurang selama tim penulis menyelesaikan buku. Muhammad Yamin & Agus Haryanto v

6

7 Daftar Isi KATA PENGANTAR... v BAB I Perspektif Liberalisme dan Model Pembangunan Sejarah Awal Liberalisme Prinsip Dasar Liberalisme Kebijakan Ekonomi dan Pembangunan Liberal... 7 BAB II Teori Dependensia Dan Kritik Pengertian Dependensia Tokoh-Tokoh Pemikir Kelompok Teori Dependensia Theotonio Dos Santos Andre Gunder Frank Bacaan Lanjut BAB III TEORI KAPITALISME: PERJUANGAN KELAS Perkembangan Masyarakat Kapitalisme Perjuangan Kelas Bacaan Lanjut BAB IV Teori Developmental State : Pelajaran dari NICs Developmental State Peran Negara dalam Pembangunan Ekonomi Negara NICs Muhammad Yamin & Agus Haryanto vii

8 3. Konsep Pembangunan Developmental State, Pelajaran dari Kemajuan NICs Bacaan Lanjut BAB V Teori Modernisasi dalam Pembangunan Bacaan Lanjut Teori Fungsional Struktural Pengantar Fungsionalisme Struktural Talcott Parson Fungsionalisme struktural Robert King Merton Bacaan Lanjutan BAB VI Teori Konflik Perkembangan Teori Konflik Pandangan Dahrendorf mengenai konflik Kontribusi Coser terhadap teori konflik Bacaan Lanjutan DAFTAR PUSTAKA P ROFI L P E NU L IS viii Teori Pembangunan Internasional

9 BAB I Perspektif Liberalisme dan Model Pembangunan 1. Sejarah Awal Liberalisme Liberalisme berasal dari kata Liber dan Isme. Merujuk pada Mises (2011 : XV) Liber merupakan kata lain yang memiliki arti kebebasan. Sehingga Liberalisme dapat dikatakan sebagai sebuah pandangan filsafat dan ideologi yang menekankan kebebasan individu dan persamaan hak menjadi nilai utama. Atas dasar hal tersebut, paham ini menolak adanya pembatasan terhadap peran individu oleh khususnya pemerintah dan agama. Paham liberalisme berkembang di abad pertengahan, sekitar abad 16, dikarenakan pemerintahan dan lembaga keagamaan yaitu negara serta gereja sangat dominan dengan sistem feodalisme. Kekuasaan yang melekat di negara dan gereja sangat kuat dikarenakan kedua institusi tersebut mengatasnamakan Muhammad Yamin & Agus Haryanto 1

10 Tuhan dalam membatasi peran individu masyarakat, bahkan pembatasan tersebut mengenai kebenaran, sehingga pernyataan yang diungkapkan oleh negara dan gereja dianggap sebagai kebenaran absolut sedangkan pendapat diluar tersebut merupakan dosa. Pandangan tersebut selanjutnya dikritisi oleh Martin Luther King yang melakukan pembaharuan liberalisme agama dan melakukan perlawanan terhadap gereja. Martin Luther memimpin perlawanan terhadap Gereja Katolik yang kemudian perlawanan tersebut mereka namai Protestan. Gerakan reformasi agama yang dibawa oleh Martin Luther ini memiliki semangat berupa ajakan pemikiran liberalisasi. Ia memiliki pemikiran bahwa otoritas agama satu-satunya yang ada adalah teks Bible bukan pendapat tokoh-tokoh agama, tidak mengakui keberadaan sistem kepausan yang mengatas namakan kedaulatan Tuhan untuk mengampuni atau tidak mengampuni kesalahan seseorang. Gerakan ini disebut sebagai gerakan awal liberalisme karena saat itu Martin Luther mengampanyekan untuk menafsirkan teks-teks agama bersandarkan kebebasan berfikir dan rasionalisme. Semangat liberalisme semakin subur setelah eropa mengalami pertemuan kembali dengan filsafat Yunani yang menekankan penggunaan logika sebagai alat menemukan kebenaran. Perkembangan ini selanjutnya melahirkan pemikir- pemikir Liberal Eropa diabad Paham liberalisme mulai berdampak pada kondisi sosial dan politik Eropa yang mulai memasuki abad pencerahan. Hal ini ditunjukan melalui revolusi sosial yang terjadi di tahun Hal tersebut menjadi puncak perlawanan terhadap tatanan feodal yang sudah mapan. Didalam pandangan politik, paham liberalisme tidak lepas dari pemikiran John Locke dan Hobbes. Kedua pemikir tersebut mengenalkan konsep bernama konsep negara alamiah (State Of Nature) yang dilandasi dari pemahaman bahwa individu 2 Teori Pembangunan Internasional

11 seseorang diasumsikan seragam walaupun dari kedua pemikir tersebut titik tolak keseragaman yang berbeda. John Locke memiliki asumsi bahwa fitrahnya semua manusia itu baik, adapun Hobbes beranggapan bahwa pada dasarnya semua orang itu jelek. Dengan adanya asumsi tersebut selanjutnya tiap-tiap individu yang ada didalam suatu area selanjutnya membentuk kontrak sosial untuk melindungi kebutuhan- kebutuhan individunya (Hobbes) atau adanya akal manusia yang melahirkan aturan-aturan dan norma dalam interaksi antar individu (John Locke). Kontrak sosial yang ada tersebutlah yang secara alamiah menjadi sebuah negara. Dalam tataran teori politik, pemahaman itu menjadi titik awal berkembangnya demokrasi politik karena keinginan individu yang ingin hidup bermasyarakat untuk meminimalisir konflik dan melindungi hak-hak yang mungkin akan terganggu karena kebebasan individu. Konsensus itulah yang kemudian menjadi dasar demokrasi. Dalam Bidang ekonomi, liberalisme mengenal salah satu tokoh awalnya yaitu Adam Smith. Seperti layaknya Luther dan Hobes serta Locke, Adam Smith menekankan individualisme dan kebebasan dalam bidang ekonomi. Konsepnya yang paling terkenal adalah mekanisme pasar dan invisible hand. Disini Adam Smith berasumsi bahwasanya setiap individu memiliki keinginan untuk mencukupi kebutuhannya. Didalam mekanisme perdagangan, keinginan untuk mencukupi kebutuhan yang diistilahkan oleh Adam Smith sebagai permintaan akan berinteraksi dengan penawaran dari individu yang memiliki komoditi yang dibutuhkan. Adanya permintaan dan penawaran tersebutlah yang selanjutnya menentukan mekanisme pasar. Interaksi yang ada didalam mekanisme pasar tersebut berpengaruh terhadap harga dari komoditi yang ditukarkan. Di titik inilah konsep liberalisme ditekankan melalui Muhammad Yamin & Agus Haryanto 3

12 pandangan Adam Smith yang beranggapan bahwa biarlah mekanisme pasar yang berjalan menentukan interaksi ekonomi di masyarakat sehingga tidak dibutuhkan peran pemerintah dalam sistem perekonomian tersebut. Di bidang ekonomi liberalisme melahirkan sistem pasar dikarenakan kebebasan individu didasari oleh asumsi, individu yang bebas merupakan individu yang produktif. Adanya supply dan permintaan yang bekerja didalam sistem pasar tersebut membuka peluang untuk kompetisi secara sehat sehingga mekanisme pasar akan melahirkan keseimbangan alamiah. Pemikiran itulah yang menjadi titik awal berkembangnya kapitalisme ekonomi. 2. Prinsip Dasar Liberalisme Liberalisme pada dasarnya lahir dari perlawanan terhadap pandangan feodalisme. Aturan dan pembatasan yang dilakukan oleh negara dan gereja dalam melaksanakan pemerintah men- jadikan kesempatan individu untuk memperoleh kesejahteraan dan hak-hak individu terbelenggu. Oleh sebab itu, liberalisme memperjuangkan hak-hak individu yang tidak diperoleh pada saat itu. Beberapa hal yang tidak diperoleh ketika masa feodal antara lain adalah kepemilikan individu. Ketika itu, kepemilikan privat hanya dimiliki oleh kaum bangsawan. Kaum bangsawan tersebut menjadi tuan tanah disuatu daerah dan membawahi rakyat-rakyat yang menghamba kepada mereka. Kepemilikan pribadi hanya dimiliki oleh status sosial khusus yang berkaitan erat dengan darah kebangsawanan. Selain itu, mengenai kebenaran yang dipercaya oleh masyarakat erat kaitannya dengan keputusan negara dan gereja yang berkuasa saat itu. kebenaran bersifat mutlak dan tidak dapat dibantah sehingga seringkali pandangan-pandangan rasional dianggap sebagai dosa dan kesalahan. 4 Teori Pembangunan Internasional

13 Liberalisme menyerukan bahwa perlu adanya kebebasan dalam bertindak dan berfikir dengan rasionalitas. Oleh sebab itu, liberalisme berakar kuat dengan individualisme, kesetaraan dan kebebasan seperti yang diungkapkan oleh Mises (2011 : X) bahwa secara definisi liberalisme merupakan kebebasan yang merata dan kesempatan yang setara untuk setiap individu tanpa pengaturan, kontrol, dan regulasi dari negara terhadap urusan manusia terhadap kesejahteraan material. Berdasarkan keadaan tersebut, kaum liberalisme selanjutnya membuat perlawanan terhadap feodalisme dengan dasar-dasar yang diperjuangkan berupa : 1. Kepemilikan Pribadi (Private Property) : Liberalisme sangat mengagungkan kepemilikan pribadi. Hal ini menunjukan bahwa tiap-tiap individu memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan melalui kepemilikan pribadi. Selain itu dengan adanya kepemilikan pribadi, kaum liberalisme memiliki anggapan bahwa produktivitas akan semakin tinggi dikarenakan keinginan tiap-tiap individu untuk memenuhi kepuasan materilnya. 2. Kebebasan Individu (Personal Liberty) : Kebebasan individu sangat dibutuhkan untuk terlaksananya demokrasi dan kapitalisme yang menjadi anak dari pandangan liberalisme. Kebebasan disini diartikan sebagai kesempatan untuk setiap individu menentukan yang terbaik bagi dirinya. Dalam sudut pandang ekonomi, dengan adanya kebebasan individu memungkinkan pekerja bebas bisa lebih banyak menghasilkan kekayaan untuk banyak orang bila dibandingkan dengan yang dihasilkan budak oleh tuan mereka. Jika perbudakan ataupun belenggu inividualisme masih banyak diterapkan maka terdapat kecenderungan rendahnya produktivitas sehingga kemajuan peradapan akan lambat. Muhammad Yamin & Agus Haryanto 5

14 3. Inisiatif Pribadi (private enterprise) : Melalui inisiatif pribadi, setiap individu mendapat kesempatan untuk menentukan nasibnya sendiri berdasarkan hasil kerjanya. Semangat individualisme yang tinggi menyebabkan pandangan liberal membatasi peranan lembaga-lembaga yang berwenang terhadap keputusan-keputusan individu. Secara politik, negara merupakan hasil persetujuan dari individu yang terjadi secara alamiah untuk melindungi hak-hak yang melekat untuk setiap individu. Sehingga, peran negara sangat kecil dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam perdagangan, regulasi yang berlaku juga menunjukan semangat individu yang cukup tinggi. Liberalisme mengedepankan peranan kebutuhan dan keinginan setiap individu dalam regulasi perdagangan. Konsep ini dikenal sebagai konsep pasar dimana penentuan harga merupakan hasil dari adanya permintaan dan penawaran yang ada. Dapat dikatakan bahwa liberalisme menyerahkan kebijakan dan keputusan kepada tiap individu sehingga kebijakan yang pada akhirnya diputuskan merupakan suara terbanyak dari anggota masyarakat. Liberalisme melihat bahwa setiap individu memiliki hak-hak pribadi yang harus dijunjung tinggi. Walaupun demikian perlu disadari hak-hak yang melekat pada setiap individu tersebut berpotensi terjadi gesekan sehingga liberalisme mensyaratkan beberapa hal yang perlu dipahami. Seorang pemikir liberal Filipina menilai bahwa terdapat 6 prinsip dasar liberalisme yaitu (Teehankee, t.tahun): 1. Individualisme : Penganut liberalisme sangat menekankan kebebasan individu dan hak-hak individu, bahkan mereka beranggapan bahwa individualisme lebih penting dari kolektivisme. 6 Teori Pembangunan Internasional

15 2. Rasionalisme : Kaum liberal percaya bahwa dunia dapat dipahami dengan logis karena memiliki struktur yang rasional 3. Kebebasan : Liberalisme beranggapan bahwa individu memiliki kebebasan untuk memutuskan karena diasumsikan setiap individu mampu untuk berpikir dan bertindak sesuai mata hati. 4. Tanggung Jawab : Kebebasan tanpa tanggung jawab adalah keliaran. 5. Keadilan : keadilan dalam sudut pandang liberalisme adalah pemberian kesempatan kepada setiap individu untuk bersaing dan menggapai hak-haknya. 6. Toleransi : sikap untuk menghormati pandangan orang lain, karena tanpa toleransi kebebasan tidak dapat ditegakkan. 3. Kebijakan Ekonomi dan Pembangunan Liberal Sebuah masyarakat yang menganut liberalisme dikenal sebagai masyarakat kapitalis, sedangkan kondisi masyarakat tersebut disebut kapitalisme (Mises, 2011 : 15). Karakter perkembangan kapitalisme ekonomi dimana hal ini melahirkan sistem ekonomi kapitalis. Sistem ekonomi mengandalkan mekanisme pasar sebagai motor penggerak perekonomian sehingga para pemikir dari teori ekonomi kapitalis membatasi ataupun menolak intervensi pemerintahan dan negara dalam kegiatan perekonomian. Penganut ekonomi kapitalis memiliki kepercayaan besar terhadap kebebasan individu (personal liberty), kepemilikan pribadi (private property), dan inisiatif individu serta usaha swasta (private enterprise) (Fakih, 2001 : 46). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekonomi kapitalis bersifat memberi kebebasan kepada setiap individu untuk memanfaatkan sumber Muhammad Yamin & Agus Haryanto 7

16 daya yang ada untuk mendapatkan keuntungan pribadi yang sebesar-besarnya. Titik tolak yang menjadi pandangan kapitalisme di awal perkembangannya adalah bahwa kebutuhan manusia akan terpenuhi secara baik apabila sumber daya yang dimiliki, yaitu tanah (SDA), Tenaga (Buruh) dan modal dimanfaatkan secara seefisien mungkin, serta hasil produksi dan jasa dijual dipasar dengan mekanisme persaingan yang benar-benar bebas (Agustiani, t.tahun). Asumsi yang ada dibenak Smith adalah kegiatan perdagangan yang terjadi dilakukan dalam atmosfir persaingan sempurna. Sehingga tidak ada kekuasaan yang akan mempengaruhi harga maupun proses produksi sehingga harga yang muncul merupakan interaksi dari adanya permintaan dan penawaran. Namun demikian, negara perlu turun tangan berperan sebagai setting moral dan legal institusional pengatur terjaminnya kontrak dihormati oleh semua pihak. (Handoko, 2013 : 66). Kebebasan ekonomi mungkin terjadi bila tidak ada intervensi pemerintah dan terbukanya mekanisme pasar. Dengan adanya mekanisme pasar maka memberikan kesempatan berputarnya ekonomi melalui adanya permintaan dan supply sehingga proses konsumsi dan produksi barang terjadi secara natural berdasarkan hukum permintaan dan penawaran. Smith menekankan beberapa hal penting dibidang ekonomi di dalam iklim liberal, sehingga kapitalisme menyandarkan diri pada: (Agustiani, t.tahun). 1. Hak milik swasta (Private Property) Hal ini merupakan elemen pokok dari kapitalisme, sehingga setiap individu berhak untuk memiliki barang-barang ekonomi dan sumber daya ekonomi untuk kepentingan pribadinya. Hal ini tentunya dilakukan dengan cara-cara yang legal dimana pemerintah memiliki peran sebagai 8 Teori Pembangunan Internasional

17 regurator untuk memastikan perjanjian yang dilakukan disepakati bersama. 2. Prinsip dibina tangan yang tak terlihat (Invisible Hand) Perkembangan kapitalisme dan pertukaran barang dan jasa yang terjadi berdasarkan penawaran dan permintaan. Kebutuhan dan keinginan masyarakaat tersebutlah yang selanjutnya membina pasar untuk memproduksi ataupun menentukan harga dari suatu barang. Setiap individu didalam mayarakat yang kapitalistik dimotivasi oleh kekuatan ekonomi sehingga ia bertindak seefisien mungkin untuk mendapatkan kepuasan terbesar. 3. Individualisme ekonomi (Laissez-Faire) Perdagangan dan kemajuan ekonomi dilimpahkan kepada keputusan-keputusan individu mengenai permintaan dan penawaran, sehingga peran pemerintah sangat minim dalam sistem perekonomian kapitalisme. Kemajuan dan kesejahteraan ekonomi sangat bergantung pada keputusan- keputusan individu tersebut. 4. Persaingan pasar secara bebas (free market competition) Prinsip mekanisme pasar menyebabkan para aktor di dalam perekonomian bersaing secara bebas untuk memperoleh konsumen, buruh untuk memperoleh pekerjaan, para majikan memperoleh buruh dan akses terhadap berbagai sumber daya ekonomi lainnya. Bentuk yang paling sempurna didalam pasar bebas adalah bila pembeli dan penjual dalam jumlah yang cukup banyak sehingga tidak terdapat satu pihak yang dapat mempengaruhi harga serta kebebasaan bagi pembeli dan penjual tidak dibatasi oleh batasan-batasan ekonomi atas permintaan dan penawaran. Point penting yang ditekankan oleh Smith dalam konsep ekonomi liberalnya adalah: Muhammad Yamin & Agus Haryanto 9

18 1. Kebebasan dalam bidang ekonomi sehingga perlu pembatasan peran pemerintah pada bidang ekonomi. 2. Berlakunya sistem pasar atau kompetisi bebas dan pasar persaingan sempurna. 3. Adanya full employment sehingga ekonomi akan selalu berjalan lancar dan melakukan kesesuaian diri jika tanpa intervensi pemerintah. 4. Dengan memenuhi kepentingan individu maka akan memenuhi kepentingan masyarakat (Harmony of Interest) 5. Hukum pasar permintaan akan turun bila penawaran naik. 6. hukum ekonomi berlaku universal khususnya pada kegiatan ekonomi. Paham liberalisme dalam hubungannya dengan pem- bangunan sebuah negara erat kaitannya dengan sistem perekonomian. Revolusi industri yang terjadi di Inggris pada abad 18 menjadi titik tolak awal berkembangnya pemikiran sistem ekonomi kapitalisme yang didasari oleh paham liberalitas. Ketika itu, Adam Smith menjadi tokoh yang mulai memandang kemajuan melalui ekonomi dengan pandangan logis rasional yang didasari oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Pandangan-pandangan Adam Smith ini kemudian lebih di- kenal sebagai Mazhab ekonomi klasik. Tokoh yang berperan besar berkembangnya mazhab ini adalah Adam Smith dan Riccardo. Dalam bukunya yaitu Wealth of Nation, Adam Smith berpendapat bahwa produksi dan perdagangan merupakan kunci pembuka kemakmuran suatu negara. hal ini dapat terjadi bilamana kebutuhan hidup dan fasilitas tersedia dengan harga yang cukup murah. Hal itu dapat tercapai dengan adanya kebebasan ekonomi. 10 Teori Pembangunan Internasional

19 Handoko (2013 : 66) mengungkapkan bahwa kekayaan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kemampuan produksi bangsa tersebut, sedangkan tingkat produksi suatu bangsa bergantung pada spesialisasi pembagian kerja. Semakin tinggi sepesialisasi tenaga kerja maka semakin tinggi pula produktifitas dimana hal ini sangat diipengaruhi oleh ketersediaan tenaga kerja dan ketersediaan modal. Berkaitan dengan pasar, semakin luas pasar yang mampu dicakupi oleh sebuah produksi maka peluang mendapatkan keuntungan semakin besar oleh sebab itu untuk meningkatkan kemakmuran perlu dilakukan perluasan pasar untuk distribusi produksi. Ekspansi yang besar ini tentunya perlu menghindari penghalang-penghalang yang akan membuat efisiensi menjadi turun seperti adanya bea masuk atau bea keluar barang. Oleh sebab itu, Smith beranggapan tindakan politik langsung oleh pemerintah terhadap ekonomi harus ditekan agar ekonomi berjalan secara efisien dan natural sesuai dengan proses yang terjadi di mekanisme pasar (Handoko, 2013 : 66). Hal yang sama dilihat oleh Suyono (2010: 169) bahwa peningkatan produksi bisa tercapai bila dalam proses produksi dan ekonomi dilaksanakan pembagian kerja dan intervensi pemerintah yang minimal. Dapat dilihat bahwa ide utama dari sistem ekonomi liberal adalah adanya pasar bebas sehingga kemajuan bergerak berdasarkan mekanisme pasar dimana hukum persediaan barang yang diperlukan masyarakat turun atau langka, maka harga pasaran akan merangkak naik dan mendatangkan keuntungan besar bagi para produsen dimana selanjutnya keuntungan tersebut dapat dimanfaatkan untuk mendorong terbukanya pabrik-pabrik baru. Selanjutnya kenaikan produksi yang terjadi akan mendorong kenaikan upah dan bukan karena adanya kelebihan penduduk yang mencegah upah menjadi naik. Muhammad Yamin & Agus Haryanto 11

20 Dapat dilihat bahwa mazhab ekonomi klasik ini menekankan proses yang terjadi adalah mekanisme pasar yang merupakan Invisible hand dimana alokasi sumber daya yang ada dilandaskan akan interaksi atau hukum permintaan dan penawaran. Hal itu tentunya tanpa campur tangan pemerintah sebagai upaya efisiensi pasar. Sehingga secara otomatis, pertumbuhan ekonomi akan terjadi berlandaskan adanya pertumbuhan output total produksi dan pertumbuhan penduduk sebagai tenaga kerja. Namun demikian pertumbuhan output produksi perlu didorong oleh tersedianya sumberdaya alam (faktor produksi tanah), sumberdaya manusia dan ketersediaan barang modal. Sedangkan akumulasi modal sebagai titik tumpu perkembangan industri dan pembukaan produksi baru bisa terjadi bila pasar bagi produksi yang dihasilkan semakin luas yang diikuti dengan tingkat keuntungan yang tinggi melebihi tingkat keuntungan minimal. Sistem ekonomi kapitalisme yang menjadi landasan pandangan pembangunan negara-negara besar di dunia, pada satu titik mengalami fase depresi besar di tahun Ketika itu perekonomian negara-negara besar mengalami kelesuan. Angka pengangguran tinggi, output perekonomian berkurang serta investasi merosot sangat tajam. Keynes salah satu tokoh ekonomi kapitalisme melihat bahwa hipotesis yang diusung oleh para kaum mazhab ekonomi klasik memiliki kelemahan. Ia berpandangan bahwa peningkatan permintaan tidak serta merta mampu di support oleh mekanisme pasar. Ia melihat bahwa pada dasarnya selera konsumen cenderung stabil sehingga konsumen bukan faktor penggerak ekonomi secara mutlak. Adanya peningkatan pendapatan ternyata tidak serta merta menaikan tingkat permintaan efektif karena Keynes melihat bahwa kecenderungan kenaikan upah akan dialokasikan kedalam tabungan, sehingga meningkatnya 12 Teori Pembangunan Internasional

21 pendapatan tidak selalu berbanding lurus dengan meningkatnya permintaan. Kecenderungan ini tidak mampu diantisipasi oleh pasar, sehingga Keynes beranggapan bahwa pemerintah harus terlibat dalam pembangunan dan perputaran ekonomi melalui kebijakan-kebijakan financial sebagai usaha menstimulir permintaan. Keynes melihat bahwa adanya interaksi yang terjadi antar variabel-variabel ekonomi seperti pendapatan, konsumsi, tabungan, pajak, pengeluaran pemerintah ekspor- impor, pengangguran, inflasi secara agregatif. Oleh sebab itu, dalam pembangunan, perlu melibatkan perhitungan dan asumsi-asumsi dari variabel-variabel tersebut. Pandangan ini selanjutnya menjadi awal perkembangan ekonomi makro. (Pujiati, 2011 : 118). Pasca berkembangnya konsep negara kesejahteraan Keynes, para kapitalis merasa bahwa terjadi stagnasi kapital. Hal ini selanjutnya mempengaruhi para kapitalis untuk kembali kepada gerakan liberalisme yang menekankan meminimalisir peran pemerintah dalam pengambilan keputusan ekonomi. Hal tersebutlah yang selanjutnya mendorong paham neo- liberal mulai berkembang. Paham neo-liberalisme pada dasarnya berakar pada pikiran liberalisme Adam Smith dalam bukunya wealth of nations. Pemahaman ini memiliki keyakinan atas adanya invisible hand dalam mekanisme pasar oleh sebab itu peran negara dalam perekonomian ditekan seminimal mungkin. Para penganut paham neo-liberalisme beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dicapai dari hasil normal kompetisi bebas yang didasari keyakinan bahwa pasar bebas itu efisien. Para pemikir neo-liberal memiliki aturan bahwa perlu liberalisasi pasar perdagangan dan finansial, akhiri inflasi stabilisasi ekonomi makro, privatisasi, dimana hal tersebut tertuang dalam Washington Consensus. Muhammad Yamin & Agus Haryanto 13

22 Washington Consesnsus yang dihadiri oleh para embessy TNC MNC, negara-negara dengan kemampuan ekonomi tinggi, IMF dan world bank tersebut menghasilkan 10 hal yang menjadi dasar perekonomian yang berlandaskan paham neo-liberal. Adapun 10 hal tersebut adalah : 1. Defisit fiskal untuk memerangi defisit anggaran 2. Public expenditure atau pengeluaran publik yang me- rupakan kebijakan pemrioritasan pemerintahan melalui pemotongan subsidi. anggaran belanja 3. Pembaharuan pajak berupa pemberian kemudahan bagi pengusaha untuk kemudahan pembayaran pajak. 4. Liberalisasi keuangan, dimana kebijakan nilai bunga bank yang diserahkan kepada mekanisme pasar. 5. Nilai tukar uang yang kompetitif dimana dilakukan melalui kebijakan untuk melepas nilai tukar uang tanpa kontrol pemerintah. 6. Trade liberalisation barrier, berupa kebijakan untuk membuka perdagangan bebas, seperti kebijakan untuk mengganti segala bentuk lisensi perdagangan dengan tarif dan pengurangan biaya tarif. 7. Foreign direct investment, berupa kebijakan untuk menyingkirkan segenap aturan pemerintah yang menghambat pemasukan modal asing. 8. Privatisasi, yakni pengelolaan seluruh perusahaan ne- gara yang diserahkan kepada pihak swasta. 9. Deregulasi kompetisi. 10. Intellectual Property Right atau hak paten. Melalui 10 hasil Washington Consesnsus tersebut diketahui bahwa secara umum paham neo-liberal memiliki pokok pe- mikiran berupa : 14 Teori Pembangunan Internasional

23 1. Menjauhkan peran pemerintah terhadap perusahaan swasta melalui minimalisasi peran pemerintah pada bidang perburuhan, investasi, serta harga sehingga terbuka ruang untuk pasar mengatur dirinya sendiri. 2. Menghentikan subsidi untuk rakyat yang bertentangan dengan prinsip neo-liberal serta prinsip pasar dan persaingan bebas. Oleh sebab itu, hal ini berdampak pada privatisasi perusahaan negara yang memiliki tujuan untuk melaksanakan subsisdi negara. Mereduksi ideologi kesejahteraan bersama dan pemilikan komunal yang masih banyak dianut oleh masyarakat tradisional. Hal ini didasari dari keyakinan kaum Liberal yang menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya secara komunal tidak mampu berjalan secara efisien dan efektif, sehingga alangkah baiknya bila pengelolaan (Fakih, 2004 : 4-5). tersebut diserahkan kepada para ahlinya Bacaan Lanjut : Fakih, Mansour Neoliberalisme dan Globalisasi. Ekonomi Politik Digital Journal Al Manar Edisi I. Handoko, Yunus Pemikiran Ekonomi Politik Taylor, Smith, Mark dan Keynes. Jurnal JIBEKA Vol. 7 Agustus 2013 : Mises, von Ludwig Menemukan Kembali Liberalisme. Freedom Institute. Jakarta. Indonesia. Suyono, Agus Dimensi-Dimensi Prima Teori Pembangun- an. Universitas Brawijaya Press (UB Press). Malang. Indonesia. Muhammad Yamin & Agus Haryanto 15

24 BAB II Teori Dependensia Dan Kritik 1. Pengertian Dependensia Teori Dependensia merupakan sebuah respons para pakar terhadap teori Modernisasi. Teori modernisasi yang memiliki tujuan untuk membangkitkan ekonomi negaranegara berkembang dirasa tidak mampu untuk mewujudkan hal tersebut. Teori yang menempatkan modal sebagai titik tolak pembangunan dirasa tidak mampu menghadirkan pembangunan di negara-negara berkembang khususnya bagi negara-negara Amerika Latin. Secara umum, teori dependensi memandang bahwa keadaan sebuah bangsa sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain dari luar negaranya seperti ekspansi bisnis sebuah negara ataupun sistem perekonomian dunia. Pengaruh tersebut menjadikan sebuah negara bergantung dengan faktor diluar internal untuk menciptakan kemajuan negaranya. Walaupun demikian, teori dependensia tidak menempatkan 16 Teori Pembangunan Internasional

25 faktor eksternal sebagai satu-satunya penyebab berkembang atau tidaknya sebuah negara, namun teori ini menilai bahwa terdapat hubungan antara faktor internal dan faktor eksternal dalam mempengaruhi perkembangan sebuah negara dimana faktor eksternal berperan sangat besar. Bahkan, faktor internal sebuah negara cenderung bergantung pada keadaan eksternal negara itu. Hal tersebut terlihat dari banyaknya pendapat para pakar, yang mengembangkan teori ini, beranggapan bahwa tidak berkembangnya suatu negara bukan hanya dikarenakan faktor internal yang berada di dalam negara tersebut, namun lebih dikarenakan proses perkembangan dunia secara umum yaitu dampak dari proses perkembangan ekonomi negara-negara maju. Teori yang berkembang di Amerika selatan sekitar tahun 1960 ini beranggapan bahwa negara terbelakang (underdevelop country) terjadi karena negara-negara tersebut (khususnya Amerika Latin), pada saat masyarakat pra-kapitalis, tergabung ke dalam sistem ekonomi dunia yang kapitalis. Dengan adanya negara maju yang cenderung kapitalis, negara-negara terbelakang tersebut hanya menjadi pelaku yang terpinggirkan dari sistem ekonomi dunia dikarenakan mereka kehilangan otonominya. Dapat dikatakan negara-negara terbelakang ini memiliki ketergantungan terhadap negara yang sudah maju. Didalam salah satu bukunya, Pasaribu ( t.tahun) mengungkapkan bahwa ketergantungan itu terlihat dari sebuah pola dimana negara-negara terbelakang yang dilabeli dengan istilah daerah pinggiran dari sistem ekonomi dunia, menjadi daerah-daerah jajahan dari negara-negara maju yang telah mapan ekonominya atau diistilahkan sebagai daerah metropolitan. Daerah pinggiran ini hanya berfungsi untuk mensuplay barang mentah yang dibutuhkan oleh industri besar di daerah Metropolitan yang selanjutnya akan dijadikan pasar konsumsi Muhammad Yamin & Agus Haryanto 17

26 barang bagi hasil produksi industri negara metropolitan. Sistem yang berkembang tersebut, selanjutnya menyebabkan adanya hubungan ketergantungan antara daerah terpinggirkan dan daerah metropolitan. Hatu (2013 : 55), melihat bahwa ketidakmampuan negara miskin untuk maju adalah adanya campur tangan dan dominasi negara maju di dalam pembangunan negara dunia ketiga. Ia melihat adanya campur tangan dan dominasi tersebut, tidak membawa arti besar bagi kemajuan sebuah negara. Hal ini dikarenakan negara maju menciptakan ketergantungan bagi negara miskin terhadapnya, sehingga ketergantungan yang diciptakan tersebut harus diputus untuk menciptakan peluang sebuah negara mampu melakukan kegiatan pembangunan secara mandiri. Terdapat 2 aliran pakar yang berkembang di dalam teori dependensia. Aliran yang pertama adalah aliran yang dipengaruhi oleh Karl Marx yaitu aliran Marxis dan Neo-Marxis. Aliran ini dipengaruhi oleh tokoh-tokoh seperti Andre Gunder Frank, Theotonio Dos Santos, Rudolfo Stavenhagen, Vasconi, Ruy Mauro Marini dan F. H. Cardoso. Adapun aliran yang kedua yaitu aliran yang tidak dipengaruhi Marxis dipelopori oleh Celso Furtado, Helio Jaguaribe, Anibal Pinto, dan Osvaldo Sunkel. Walaupun teori ini berasal dari Amerika Latin dan dipelopori oleh tokoh-tokoh pemikir yang berasal dari bagian selatan benua Amerika tersebut, namun beberapa tokoh dari sisi dunia lain juga turut menjelaskan keterbelakangan di sisi dunia lain tersebut dengan mengembangkan teori ini, sebut saja Samir Amin dari Afrika, Thomas Neiskopf dan Bharat Jhunjhunwala dari Asia serta Sritua Arief dan Sasono di Indonesia. Pada dasarnya pemikiran para ahli dependensia mengenai permasalahan pembangunan di negara ketiga didasari pada dua 18 Teori Pembangunan Internasional

27 hal (Hatu, 2013 : 56-58). Masalah pertama, negara terpinggirkan pra-kapitalis merupakan kelompok negara yang melakukan cara produksi yang tidak dinamis seperti Asia maupun tidak dinamis dan feodal seperti Eropa dimana menjadi tempat lahirnya kapitalisme. Adapun yang kedua negara terpinggirkan akan maju ketika menjalankan sistem kapitalisme yang dibawa oleh negara maju. Kedua hal tersebutlah yang selanjutnya dibantah oleh kelompok teori dependensi. Bantahan yang kemudian diajukan oleh aliran teori ini juga ada dua. Yang pertama, dinamika yang terjadi di negara terpinggirkan yang pra-kapitalis memiliki ciri khas yang berbeda dengan negara-negara lain. Para tokoh ini beranggapan sekalipun tidak difasilitasi oleh negara maju dengan sistem kapitalis untuk maju, negara terpinggirkan akan memiliki cara tersendiri untuk mencapai kemajuan. Sedangkan yang kedua, dengan adanya campur tangan negara maju yang kapitalislah yang menyebabkan negara terpinggirkan tidak mampu maju karena adanya ketergantungan dengan negara maju itu. Ketergantungan itu tampak pada format neokolonialisme yang diterapkan oleh negara maju terhadap negara yang sedang berkembang. Secara umum, Tokoh-tokoh teori dependensia melihat bahwa tergabungnya negara terpinggirkan secara paksa ke dalam sistem perekonomian dunia yang kapitalistik merupakan faktor utama penyebab keterbelakangan negara-negara tersebut. Oleh sebab itu, kesimpulannya bahwa tanpa adanya kolonialisme dan integrasi terhadap sistem perekonomian dunia tersebut, saat ini negara-negara berkembang telah mencapai kesejahteraan tinggi dan mengembangkan kemajuan melalui usaha mereka sendiri. Muhammad Yamin & Agus Haryanto 19

28 2. Tokoh-Tokoh Pemikir Kelompok Teori Dependensia 1. Paul Baran Pandangan umum yang berkembang dari pemikir-pe- mikir liberal adalah bahwa pembangunan di dunia ketiga akan mencapai kemajuan bila mengadopsi konsep kemajuan yang dilalui oleh negara maju melalui kapitalisme. Paul Baran melihat bahwasanya hal tersebut kurang tepat. Ia melihat bahwa kapitalisme di negara dunia ketiga merupakan kapitalisme semu yang hanya memunculkan ketergantungan antara negara pinggiran (periphery) dengan negara pusat (center). Secara umum hal ini dikarenakan masyarakat lokal negara tersebut cenderung masih mempertahankan komoditas pertaniannya dibanding beralih kepada industri maju. Hal tersebut terjadi dikarenakan modal asing yang datang mengambil alih peran industrialisasi di negara tersebut. Paul Baran melihat dalam proses perkembangan negara maju melalui mekanisme kapitalisme, masyarakat ataupun pemerintahan di negara tersebut harus mampu menga- kumulasikan modal untuk mengembangkan industrinya. Hal tersebut selanjutnya berdampak pada perubahan sosial yang terjadi dinegaranya dimana perubahan tersebut menjadi syarat bagi kemajuan negara. Syarat pertama adalah adanya peningkatan produksi yang diikuti oleh urbanisasi oleh petani dari pedesaan yang menjadi buruh pabrik di kota-kota besar. Kedua munculnya kelas buruh yang mencari upah melalui bekerja produksi dan kelas majikan yang membayar upah serta mengakumulasikan kapital. Ketiga Akumulasi kapital terkumpul disisi para kapitalis dimana akumulasi tersebut diinvestasikan kepada industri-industri baru (Zahidi, Tidak ada tahun : 28). 20 Teori Pembangunan Internasional

29 Hal tersebutlah yang tidak terdapat pada negara dunia ketiga. Berbeda dengan yang terjadi di negara maju, di negara berkembang, modal yang diinvestasikan dari asing tidak memberikan akumulasi modal di negara tersebut, yang terjadi justru kemerosotan modal di negara tersebut. Hal ini dikarenakan modal tersebut hanya dinikmati di kalangan pemerintah dan pengusaha di kalangan pemerintah serta pengusaha asing. Untuk memahami lebih lanjut hal tersebut, Baran membagi 4 aktor utama dalam perdagangan di negara dunia ketiga: 1. Kelas tuan tanah: Merupakan kelompok masyarakat yang memiliki tanah yang luas di pedesaan dimana ia merupakan produsen dari hasil pertanian yang dapat diekspor. 2. Kelas Pedagang : Dengan adanya pihak asing yang masuk dalam sistem perekonomian ketiga, kelas pedagang mengembangkan negara dunia usahanya dengan melakukan hubungan dengan kelas kelompok orang asing. 3. Kelas kaum industrialis: Kelompok masyarakat yang melakukan kegiatan produksi komoditi. 4. Kelas orang asing: Kelompok masyarakat asing yang datang untuk mencari barang mentah dan tenaga kerja murah untuk menyokong pabrik yang mereka dirikan di negara tersebut. Mengacu pada konsep imperalisme yang dicetuskan oleh Lenin, Baran menilai bahwa kedatangan modal asing ke suatu negara dilakukan dengan tujuan untuk bahan mentah dan tenaga kerja murah. Melihat kondisi sosial di negara dunia ketiga yang masih menggunakan paham feodalisme, hal tersebut menjadi rawan dikarenakan pemerintahan yang ada memiliki kuasa untuk bermain dengan pemodal-pemodal asing yang Muhammad Yamin & Agus Haryanto 21

30 masuk. Kedatangaan modal asing ini disambut hangat oleh para penguasa (pemerintahan), kelas tuan tanah (biasanya melekat pada pemerintahan juga) dan pedagang dikarenakan modal tersebut mendatangkan keuntungan bagi mereka. Akan tetapi hal ini menyebabkan kelas industrialis lokal kalah bersaing dengan modal asing. Hal ini dapat terjadi karena adanya permainan antara pemerintah dengan modal asing maupun perbedaan tingkat modal dan teknologi yang digunakan untuk memproduksi barang komoditi. Selanjutnya yang terjadi adalah industrialisasi di negara tersebut cenderung dikuasai oleh asing dimana keuntungan tersebut hanya mengalir kepada pemilik modal, pedagang dan pemerintah/penguasa. Namun hal ini berdampak buruk terhadap perkembangan ekonomi negara dikarenakan akumulasi modal hasil keuntungan diperoleh pihak pemodal asing keluar negeri. Selanjutnya yang terjadi terhadap perekonomian negara tersebut adalah dipertahankannya pertanian sebagai sumber barang mentah bagi industri asing dan penyusutan modal dikarenakan akumulasi modal dibawa keluar oleh penanam modal asing (Zahidi, Tidak ada tahun : 28-29). Dalam hal ini, Baran menilai bahwa proses perkembangan di dunia ketiga sedikit berbeda dengan sistem di negara maju karena dinamika yang terjadi juga sudah berbeda. negara dunia ketiga yang masih pra-kapitalis dianggap akan berkembang secara wajar walaupun lamban dengan sendirinya tanpa campur tangan imperialisme dari negara maju. Adanya campur tangan imperialisme dinilai Baran menyebabkan negara dunia ketiga mengalami proses yang sama dalam arti perubahan dari masyarakat feodal menuju masyarakat kapitalis namun yang terjadi di negara dunia ke-3 merupakan kapitalisme semu dikarenakan banyaknya campur tangan kapitalis asing (Suyono, 2010 : ). 22 Teori Pembangunan Internasional

31 2. Theotonio Dos Santos Theotonio Dos Santos melihat bahwasanya terdapat struktur kekuasaan yang mempengaruhi negara-negara di Amerika Selatan. Dos Santos melihat fakta bahwa terdapat kenaikan investasi dari Amerika Utara di Amerika Latin. Kenaikan investasi ini juga diikuti oleh berkembangnya industri di negara Amerika Latin melalui adanya pembukaaan industri- industri produksi, yang sebelumnya cenderung investasi berupa industri barang mentah. Namun, hal tersebut tidak diikuti dengan semakin membaiknya keadaan negara Amerika Selatan karena nilai tambah yang dihasilkan cenderung dihisap ke negara modal di Amerika Utara. Dos Santos melihat bahwasanya fakta yang terjadi ini merupakan bentuk imperialisme dengan gaya yang baru. Hal tersebut dikarenakan, situasi ekonomi dari negara Amerika Latin yang ada merupakan hasil ekspansi dan pengkondisian dari perkembangan ekspansi negara lain yaitu negara pemodal di Amerika Utara. Hubungan ekonomi antar negara yang terlibat dalam perdagangan dunia ini berada dalam hubungan saling ketergantungan. Oleh sebab itu, ia beranggapan bahwa teori dependensia tidak bisa lepas dari teori Imperialisme bahkan ia berpendapat bahwa teori ini merupakan perkembangan teori imperialisme (Fakih, 2010 : ). Hal yang sama diutarakan Hatu (2013 : 57-58) bahwa alam pemikiran Dos Santos melihat bahwa ketergantungan merupakan keadaan dimana ekonomi negara tertentu dipengaruhi oleh ekspansi dari ekonomi negara lain. Namun demikian, hubungan yang saling berkaitan itu dirasa timpang dikarenakan negara maju ataupun sering disebut negara center, melakukan eksploitasi sumber daya yang berada di negara lain sebagai upaya meningkatkan perekonomian negaranya sendiri. Ekspansi tersebut dapat dilihat dari adanya investasi yang ditanamkan di negara berkembang dengan laba yang dibawa Muhammad Yamin & Agus Haryanto 23

32 keluar dari negara tersebut. Yang menjadi titik penting atas keterbelakangan negara berkembang dalam hubungan tersebut adalah adanya pengawasan yang ketat, monopoli modal asing, serta penggunaan teknologi maju pada tingkat nasional dan internasional yang menekan kondisi internal sebuah negara untuk tidak mampu meningkatkan daya saingnya. Sehingga, Dos Santos melihat bahwa faktor eksternallah yang menjadi sumber awal keterbelakangan negara berkembang khususnya negara-negara di Amerika Latin. Hubungan ketergantungan yang terjadi antara negara maju sebagai pemodal dan negara berkembang sebagai penyedia sumber daya, dilihat oleh Dos Santos dalam 3 macam bentuk (Suryono, 2010 : ); 1. Ketergantungan Kolonial Ketergantungan Kolonial merupakan ketergantungan yang terjadi dikarenakan adanya kekuatan-kekuatan kolonial untuk memonopoli perdagangan serta tanah, pertambangan, dan tenaga kerja. 2. Ketergantungan Industri-Keuangan Ketergantungan industri-keuangan merupakan dominasi negara maju terhadap negara berkembang melalui penanaman investasi modal dalam bidang produksi barang mentah dan produk pertanian. 3. Ketergantungan Industri-Teknologi Ketergantungan industri-teknologi terjadi dikarenakan perusahaan-perusahaan multinasional mencari ceruk pasar dengan membuka industri di negara-negara berkembang untuk memenuhi kebutuhan negara tersebut. namun, perlu diketahui bahwa secara teknis, negara tersebut tidak memproduksi sendiri barang yang dibutuhkan 24 Teori Pembangunan Internasional

33 karena produksi tersebut sangat bergantung pada adanya perusahaan multinasional dari asing. Suyono (2010 : 144) menilai bahwa kondisi ketergantungan kolonial dan industri-keuangan menyebabkan ketidakberdayaan negara berkembang dikarenakan adanya dua faktor yaitu; 2.1. Sebagian besar pendapatan nasional yang diperoleh melalui kegiatan perdagangan ekspor, tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan reinvestasi dikarenakan pendapatan tersebut digunakan untuk membeli input dari luar negeri Adanya eksploitasi pekerja melalui tekanan kerja yang tinggi dan upah yang ditekan rendah sehingga pasar tidak mampu menghasilkan permintaan efektif yang berarti. Disisi lain, ketergantungan Industri-Teknologi memung- kinkan timbulnya investasi-investasi baru yang ditentukan oleh tersedianya devisa sebagai pembiayaan mesin-mesin baru dan bahan mentah yang tidak diproses di dalam negeri. Adanya investasi mesin-mesin baru tersebut seringkali dipengaruhi oleh kemampuan sebuah negara untuk mendatangkan mesin baru melalui adanya devisa negara, namun juga dapat terjadi karena adanya sistem monopoli yang dilakukan oleh negara maju dalam rangka penyertaan modal. Penyertaan modal yang diinvestasikan di negara tersebut, selanjutnya mempersyaratkan pembelian mesin-mesin teknologi baru tersebut sebagai prasarat untuk adanya investasi. Ketergantungan industri-teknologi ini bisa menjadi pemicu munculnya ketergantungan dalam bidang ekonomi, sosial dan politik, bilamana sektor produksi ekspor ini dikuasai oleh pihak asing. Muhammad Yamin & Agus Haryanto 25

34 3. Andre Gunder Frank Andre Gunder Frank menggunakan istilah Negara Metropolis (Metropolis State) dan negara satelit (Periphery State) untuk menjelaskan mengenai hubungan ketergantungan yang terjadi di Amerika Selatan. Frank menjelaskan bahwa hubungan ketergantungan yang terjadi antara negara metropolis dan satelit adalah hubungan dimana negara metropolis dengan sistem kapitalisnya mengeksploitasi surplus ekonomi negara satelit. Dijelaskan lebih jauh oleh Frank bahwa adanya monopoli ini menyebabkan negara satelit tidak mendapatkan surplus ekonomi yang menjadi hak mereka. Dengan semakin meningkatnya monopoli yang terjadi, menyebabkan negara satelit semakin bergantung kepada negara metropolis (Fakih, 2001 : 130). Hal yang paling penting yang ditekankan oleh Frank adalah sebuah realita bahwa kota kecil di suatu negara satelit akan menjadi titik tolak adanya pergerakan surplus ekonomi menuju negara Metropolis. Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan ada otoritas yang berperan untuk melakukan determinasi kepada pihak pemerintahan negara satelit mengenai kebijakan yang harus dilakukan (Fakih, 2001 : 130) (Hatu, 2013 : 59). Pergerakan surplus tersebut menyebabkan hubungan timbal balik yang terjadi antara kedua negara Metropolis dan satelit dimana Frank membuat 4 buah hipotesa yang menggambarkan hubungan tersebut (Suryono, 2010 : ) 1. Hipotesis I : Frank menilai adanya hubungan ketergantungan yang terjadi antara negara metropolis dengan negara satelit berjalan tidak berimbang sehingga di satu sisi yaitu negara metropolis akan berkembang dengan pesat namun negara satelit akan semakin tertinggal serta terbelakang. Adapun bila tampak bahwa terjadi perkembangan di negara satelit 26 Teori Pembangunan Internasional

35 hal tersebut merupakan perkembangan semu yang rapuh akibat adanya ketergantungan. 2. Hipotesis II : Frank berpendapat bahwa negeri-negeri miskin akan menjadi negara yang memiliki ekonomi sehat dan industri yang maju bila kaitannya dengan negara metropolis dan dunia kapitalis tidak adanya ketergantungan. 3. Hipotesiss III : Area-area yang saat ini terbelakang merupakan dampak dari adanya hubungan dengan negara metropolis dan sistem kapitalis internasional berupa areal pensuplay bahan mentah yang saat ini menjadi terlantar akibat perubahan produksi internasional. 4. Hipotesis IV : Pertumbuhan areal kawasan perkebunan bukanlah didasari oleh adanya hubungan dengan sistem kapitalisme asing. Frank beranggapan bahwa areal-areal tersebut mampu maju dan berkembang dikarenakan adanya respons yang positif terhadap kesempatan-kesempatan yang ada. Teori dependensia menurut Frank akan mengakibatkan negara metropolis akan semakin maju sedangkan negara pinggiran akan mengalami ketertinggalan. Namun demikian, Frank melihat terdapat dampak lain yang muncul akan adanya ketergantungan antara negara satelit dengan negara maju seperti adanya kerjasama antara pemodal asing dengan borjuasi lokal yang selanjutnya menyebabkan eksploitasi tinggi terhadap rakyat sehingga kesejahteraan dari adanya surplus ekonomi tidak dapat dirasakan secara merata. Untuk meminimalisir adanya ketergantungan dengan negara metropolis, Frank menyarankan agar negara satelit perlu meninjau ulang hubungan yang terbangun antara keduanya. Muhammad Yamin & Agus Haryanto 27

36 Frank menilai negara satelit perlu mengambil langkah berupa meninjau ulang hutang-hutang yang dengan negara metropolis, berupaya melakukan industrialisasi secara mandiri, membatasi impor teknologi dari negara pusat. Bahkan dalam perspektif hubungan internasional, Frank menyarankan untuk membangun aliansi selatan-selatan sebagai upaya memajukan negara selatan yang rata-rata merupakan negara berkembang. Bacaan Lanjut Fakih, Mansour Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. INSISTPress. Hatu, Rauf A Sosiologi Pembangunan. Interpena. Pasaribu, Rowland B. F. tanpa tahun. Teori-teori Pembangunan. ekonomi-pembangunan/ Suyono, Agus Dimensi-Dimensi Prima Teori Pembangunan. Universitas Brawijaya Press (UB Press). Malang. Indonesia. Zahidi, M. Syaprin. Tidak ada Tahun. Pemikir-Pemikir Marxis dalam Hubungan Internasional. 28 Teori Pembangunan Internasional

37 B A B III TEORI KAPITALISME: PERJUANGAN KELAS 1. Perkembangan Masyarakat Kapitalisme Menurut Wolf, Kapitalisme merupakan suatu sistem ekonomi dengan sejumlah besar pekerja yang menghasilkan sedikit komoditas demi keuntungan sejumlah kecil kapitalis yang memiliki modal, alat produksi komoditi dan waktu kerja kaum pekerja yang dibeli melalui upah (Ritzer, 2012 : 92-93). Namun Karl Marx menilai bahwa kapitalisme bukan hanya sebuah sistem ekonomi namun juga suatu suatu sistem kekuasaan yang menggunakan relasi-relasi ekonomi. Penelitian dan pandangan Marx selama ini bertujuan untuk menyingkap relasi-relasi ekonomi dari sistem kapitalis tersebut (Ollmann, 1976 : 168) (Ritzer, 2012 : 93). Marx menilai bahwasannya terdapat ketidakadilan yang terjadi di kapitalisme melalui pemahamannya tentang mode of production. Ia mencoba Muhammad Yamin & Agus Haryanto 29

38 menjelaskan ketidakadilan struktural dan eksploitasi yang ada di dalam kapitalisme melalui penelitian dan tulisannya (Fakih, 2001 : 100). Karl Marx melakukan pendekatan melalui Komoditas untuk melihat relasi ketidakadilan yang terjadi di dalam sistem kapitalisme. Komoditas sendiri memiliki dua nilai yang terkandung di dalamnya yaitu nila guna (Use Value) dan nilai tukar (Exchange Value). Nilai guna merupakan relasi antara kebutuhan-kebutuhan manusia dengan suatu barang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu (Ritzer, 2012 : 94). Adapun nilai tukar yaitu sifat untuk dapat dijual belikan merupakan dasar nilai dari suatu komoditas secara kuantitatif (Fakih, 2001 : 101). Sementara itu Giddens (2007 : 57) mengungkapkan bahwa Nilai tukar merupakan nilai yang dimiliki suatu produk bila ditawarkan untuk ditukarkan dengan produk lain dalam hal ini alat tukar berupa uang. Sebagai gambaran, nilai guna adalah ketermanfaatan yang bisa didapatkan dari suatu barang seperti halnya nasi yang memiliki nilai guna untuk memuaskan rasa lapar ataupun Smartphone yang memiliki nilai guna untuk melakukan komunikasi. Nilai guna keduanya tidak dapat saling ditukarkan karena tiap barang seringkali memiliki karakteristik yang berbeda untuk memuaskan kebutuhan manusia. Dalam proses pertukaran barang, tentunya nasi dan smart phone memiliki nilai yang berbeda, uang yang dikeluarkan untuk membeli nasi harganya akan berbeda dengan uang yang dikeluarkan untuk membeli smart phone, sehingga nilai kedua barang ini berbeda secara kuantitatif. Nilai tukar ini berbeda dengan sifat fisiknya. Exchange value yang melekat pada sebuah komoditi merupakan dasar penilaian terhadap komoditi itu. Marx menggali bagaimanakah exchange value terbentuk dari proses produksi komoditi. Disini Marx menemukan fenomena bahwa 30 Teori Pembangunan Internasional

39 dalam menentukan exchange value, didasarkan pada kuantitas kerja buruh yang terkandung dalam sebuah komoditi. Analisis Marx mengenai faktor buruh yang menentukan besaran exchange value inilah yang lebih lanjut dikenal sebagai the labor theory of value. Untuk menghitung faktor buruh yang masuk dalam proses produksi komoditi itu dikenal sebagai mode of production of capitalism. Bagaimana mode of production menghasilkan keuntungan, yang menjadi poin penting kapitalisme, merupakan hal yang selanjutnya dikaji. Pada intinya dalam produksi masal dibutuhkan tenaga kerja banyak yang homogen dalam melakukan pekerjaannya. Tenaga kerja itu diperoleh melalui buruh-buruh heterogen seperti petani dan pengrajin yang telah terpisah dari alat produksinya. Untuk mencukupi kehidupannya, petani dan pengrajin itu selanjutnya menjual tenaganya untuk bekerja di pabrik-pabrik yang ada. Oleh sebab itu, mulai tercipta pasar tenaga kerja. Buruh yang dihomogenkan ini kemudian dikenal sebagai labour power (tenaga kerja) (Fakih, 2001 : 102). Kelangsungan mengenai teori yang dikembangkan Marx mengenai kapitalisme ini ia mengenalkan konsep mengenai surplus value (nilai surplus). Menurut Fakih (2001 : 104) nilai surplus yaitu perbedaan antara nilai antara tenaga kerja yang dijual buruh dan nilai produk akhir yang dihasilkan dalam proses produksi. Secara lebih rinci diasumsikan bahwa proses industrialisasi meningkatkan produksi barang dalam satu satuan kerja tertentu sehingga bila buruh mampu menghasilkan barang dengan waktu yang lebih cepat maka hal tersebut disebut surplus value (Giddens, 2007 : 61-62). Surplus value inilah yang selanjutnya menjadi sumber keuntungan kapitalis (Fakih, 2001 : 104 ; Giddens, 2007 : 62). Faktor buruh dalam menciptakan exchange value melalui proses produksi tersebut selanjutnya menjadi dasar bagi Marx Muhammad Yamin & Agus Haryanto 31

40 untuk melihat adanya ketidakadilan dalam hubungan sosial yang terjadi di masyarakat kapitalis. Komoditas yang menjadi titik utama pengamatan Marx dipahami bukan hanya sebagai barang namun juga merupakan titik tolak hubungan sosial. Melalui konsep The Fetishism of Commodities Marx memandang bahwa penukaran komoditas bukan hanya dikarenakan faktor fisiknya saja, namun nilai tukar yang terkandung dalam komoditas tersebut terletak hubungan sosial yang terkandung didalamnya. Dapat dikatakan bahwa buruh atau tenaga kerja dianggap sebagai faktor modal seperti faktor modal lainnya seperti tanah, modal dan bahan baku yang tidak ada hak sosial didalamnya. Sehingga dalam kapitalisme Marx menilai terdapat transfer kekayaan dari buruh yang memproduksi secara langsung kepada mereka yang tidak ikut memproduksi (kapitalis). Marx melihat ini sebagai bagian utama dari fetishism didalam kapitalisme. Bila melihat konsep dasar dari kapitalisme yang berasal dari kata Capital (modal) maka pemupukan modal menjadi titik krusial yang dibutuhkan oleh para kapitalisme. Keuntungan yang diperoleh melalui surplus value selanjutnya akan digunakan untuk modal berikutnya. Disini mulai terlihat bahwa sumber profit dari surplus value yang dihasilkan melalui kegiatan produksi tidak terdistribusi secara adil (Fakih, 2007 : 105). Bisa dikatakan bahwa modal tidak akan bertambah tanpa adanya eksploitasi orang-orang yang benar-benar melakukan pekerjaan, dimana para pekerja dieksploitasi melalui sebuah sistem (Ritzer, 2012 : 99). Oleh Ritzer (2012 : ) konsep eksploitasi Marx diawali melalui adanya konsep labour power (tenaga kerja/buruh bebas) sebagai komoditas yang dilempar ke pasar tenaga kerja dikarenakan akses mereka terhadap alat produksi yang minim. Buruh bebas ini harus menerima syarat yang diajukan oleh para 32 Teori Pembangunan Internasional

41 kapitalis dikarenakan kebutuhan mereka terhadap komoditas serta terdapat angkatan cadangan yang juga membutuhkan pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan mereka terhadap komoditas. Selayaknya mekanisme pasar yang diterapkan pada kegiatan permintaan dan penawaran, dengan adanya angkatan cadangan maka para kapitalis dapat membayar upah pekerja dengan harga yang sedikit lebih rendah dari nilai yang dihasilkan oleh para pekerja terhadap komoditas yang dihasilkan (surplus value), adapun sisanya digunakan untuk diri sendiri yang kedepannya dapat dijadikan sebagai modal tambahan untuk ekspansi-ekspansi perusahaan mereka. Perluasan tersebut kemudian menciptakan surplus value yang lebih banyak lagi. Hasrat yang tinggi terhadap keuntungan membuat para kapitalis berfikir untuk menekan biaya sebanyak mungkin melalui eksploitasi tenaga kerja yang sebisa mungkin diupah serendah mungkin dikarenakan tenaga kerja / buruh adalah penghasil surplus value. Perkembangan masyarakat kapitalisme dipandang berbeda oleh Weber. Ia melihat bahwa proses perkembangan kapitalisme didasari oleh semangat keagamaan. Ia melihat bahwasanya semangat kapitalisme terlihat dari para penganut Protestan khususnya aliran calvinism. Ia melihat bahwasanya para penganut calvinisme sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap yang dibutuhkan oleh para pemeluknya ke arah kapitalis. Hal ini terlihat dari paham calvinisme yang mengejurkan bagi para penganutnya agar memperhatikan kehidupan saat ini life here and now bukan pada kehidupan setelah kematian. Selain itu hal ini diperkuat oleh doktrin panggilan takdir (predestination/ beruf) yang merupakan doktrin yang menyataaan bahwa Tuhan serba berkuasa dan mempengaruhi. Maka Tuhan telah tahu mana yang terpilih (the elect) dan terselamaatkan serta siapa yang tidak. Dalam tanda kutip keadaan masa depan seseorang s udah Muhammad Yamin & Agus Haryanto 33

42 ditakdirkan dan di ketahui oleh Tuhan. Untuk mengatasi ras tidak aman dan ketidakpastian terhadap takdir tesebut, setiap individu haruslah mengupayakan segala daya upayanya secara bersungguh-sungguh semasa hidupnya dalam bentuk kegiatan kerja dengan bersungguh-sungguh. Selanjutnya Weber membandingkan pemahaman yang dianut oleh calvinism dengan ciri-ciri pemikiran seorang kapitalis mengenai dunia yang diistilahkannya dengan the spirit of capitalism. Weber membandingkan bahwa tidak banyak perbedan antara karakteristik dari para penganut calvinism dengan pemikiran-pemikiran yang dianut oleh para kapitalis. Hal ini terlihat dari sisi pandang yang mirip dalam hal memaksimalkan output dengan memilih jalan yang paling baik untuk mencapai kadar output tersebut. Weber membandingkan antara pandangan hidup calvinisme dengan semangat kapitalisme dikarenakan untuk mencapai masyarakat kapitalisme dibutuhkan syarat-syarat sosial yang harus terpenuhi. Dalam hal ini terdapat hubungan sebab akibat antara pandangan hidup calvinism dengan kapitalisme yang berkembang di barat dimana Weber melihat terdapat 2 sebab. Pertama : untuk melakukan perubahan sosial yang memiliki implikasi besar seperti perkembangan kapitalisme di Barat perlu sekelompok individu yang memiliki kecakapan untuk merubah cara pandang atau cara berfikir serta perilaku terhadap ide baru mengenai teknologi baru yang dapat megnubah cara hidup manusia. Dalam hal ini Weber menilai bahwa para penganut calvinism memiliki karakteristik yang cocok untuk melakukan hal itu. sedangkan sebab yang kedua adalah prasarat yang dibutuhkan dalam perkembangan kapitalisme tersebut bukan hanya dikarenakan manusianya. Weber menilai secara alamiah semua pandangan ataupun doktrin agama besar di dunia memiliki sumber daya manusia yang sama namun menurutnya 34 Teori Pembangunan Internasional

43 tidak ada yang memiliki etika yang mengutamakan spirit the life here and now seperti calvinisme. Spirit tersebut mrupakan spirit penghambaan kepada Tuhan dengan cara bekerja dengan keras yang menjadi salah satu prasarat perkembangan kapitalisme. Berbeda dengan Marx, disini Weber menunjukan bahwa elemen superstruktur juga dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap perilaku ekonomi yang merupakan base structure. Dapat dikatakan bahwa pembentukan masyarakat kapitalis tidak lepas dari adanya faktor diluar faktor ekonomi. Berkembangnya paham kapitalisme di barat dipandang Weber terbentuk melalui ide-ide keagamaan yang ada di dalam cara pandang calvinisme. 2. Perjuangan Kelas Proses ketidakadilan yang dibentuk dari mode of production, kapitalisme menciptakan lapisan masyarakat yang oleh Marx mengistilahkan dengan kelas. Terdapat dua kelas yang terbentuk pada struktur masyarakat kapitalisme yaitu kelas kapitalis, yaitu para pemilik modal dan membayar upah bagi terjadinya proses produksi dan kelas proletar, yaitu kaum yang bekerja menghasilkan komoditi namun tidak memiliki alat produksi sendiri (Ritzer, 2011 : 98). Wolf (1987) didalam (Fakih, 2010 : 109) mengartikan kelas proletar adalah anggota masyarakat yang menghasilkan nilai lebih (surplus value) melalui proses produksi sedangkan kelas kapitalis merupakan anggota masyarakaat yang mengambil nilai lebih (surplus value) dan mendistribusikannya. Dapat dilihat bahwa pembagian dua kelas utama dalam struktur masyarakat kapitalis ini didasari oleh adanya potensi konflik kepentingan mengenai surplus value. Walaupun demikian, Marx berpendapat bahwa terbentuknya kelas tidak akan terjadi bila tidak ada kesadaran kelas-kelas yang berkonflik. Secara umum sistem kapitalis akan berdampak pada terbentuknya dua kelas besar tersebut. Hal ini dikarenakan Muhammad Yamin & Agus Haryanto 35

44 konsep kapitalisme yang memiliki sifat mencari keuntungan dan melakukan akumulasi kapital untuk ekspansi yang lebih besar dengan sistem yang cenderung bebas dan menggunakan mekanisme pasar. Untuk meningkatkan keuntungan efisiensi dan ekspansi menjadi titik penting dalam perkembangan kapitalisme. Efisiensi didapat melalui menekan biaya serendah mungkin sedangkan ekspansi akan diperoleh ketika memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Seperti yang telah diutarakan diatas, untuk mencapai hal tersebut selanjutnya kapitalisme menekankan adanya eksploitasi bagi buruh yang menghasilkan surplus value. Namun persaingan antar kapitalisme mengharuskan para pelaku usaha untuk saling bersaing dimana selanjutnya persaingan antar para kapitalis akan menyebabkan adanya tergulungnya bisnis kecil oleh bisnis franchise raksasa, mekanisasi akan menggantikan tenaga ahli, adanya monopoli melalui merger yang menyebabkan beberapa kapitalis akan kehilangan alat produksinya dan semua yang tergusur tersebut akan menjadi kelas proletar (Ritzer, 2012 : 104). Dengan meningkatnya kaum proletar, Marx selanjutnya meramalkan bahwa akan terjadi dimana ada segelintir orang yang menjadi kaum kapitalis yang menguasai alat produksi termasuk kaum proletar, dengan angkatan cadangan yang berjumlah banyak. Ketimpangan inilah yang selanjutnya diramalkan oleh Marx akan menyebabkan sebuah revolusi sosial melawan kapitalisme dimana kaum proletar menjadi penggeraknya karena adanya kesadaran kelas yang terbangun dari ketidakadilan sistem kapitalisme tersebut. Berbicara mengenai perjuangan kelas akan berhulu pada pemikiran Marxisme. Pemikiran ini merujuk pada ide-ide Karl Marx ( ). Karl Marx melihat bahwa terdapat perubahan- perubahan struktur ekonomi di abad 19 yang dahulunya berpaham feodalisme menuju pada konsep kapitalisme. Marx 36 Teori Pembangunan Internasional

45 melihat bahwa hubungan produksi yang terdapat pada sistem kapitalisme merupakan hubungan yang timpang dan exploitatif. Adanya dinamika hubungan tersebut selanjutnya menyebabkan terbentuknya dua kelas yaitu kelas borjuis (pemilik modal) dan kelas buruh (pekerja). Hubungan yang timpang dan exploitatif diuraikan oleh Marx dalam teorinya yaitu teori surplus value. Melalui teori ini Marx menilai bahwasanya sistem kapitalis pemilik modal melakukan pengupahan buruh dengan harga yang kurang dari nilai yang diciptakan kemampuan yang digunakan dan komoditi produksi. Adanya situsai yang lemah dari buruh terhadap pemilik modal semakin membuat situasi buruh tereksploitasi. Hal tersebut selanjutnya berdampak pada penumpukan kapital di tangan para borjuis sehingga kemiskinan dan pengangguran akan semakin meluas. Kondisi tersebut semakin menekan para kaum buruh sehingga kaum buruh akan mengorganisir dirinya pada suatu ikatan serikat buruh dimana pengorganisasian tersebut akan mengubah relasi dan struktur produksi melalui revolusi sosial untuk mengambil alih kepemilikan alat-alat produksi. Pada tahapan lanjut pertentangan kelas, Lenin mengembangkan teori imperialisme sebagai puncak kapitalisme. Teori Imperialisme Lenin ini membawa perjuangan kelas pada tingkatan internasional. Lenin dianggap sebagai peletak dasar pemikiran Marxis dalam hubungannya dengan hubungaan internasional. Ia merupakan tokoh sentral dalam penggulingan Tsar, menginspirasikan gerakan Komunis Internasional, dimana program tersebut bertujuan untuk menyatukan proletar global untuk melawan borjuis di negaranya masing-masing. Berbicara mengenai Hubungan Internasional, tulisan Lenin yang berjudul Imperialisme, The Highest Stage of Capitalism menjadi titik tolak pemikiran Marxis dalam hubungan Muhammad Yamin & Agus Haryanto 37

46 Internasional. Didalam tulisannya tersebut Lenin beranggapan bahwa imperialisme merupakan capaian tertinggi dari sistem kapitalisme. Hal ini tidak lepas dari pemikiran Lenin yang melihat bahwa aspek dasar dari kapitalisme yaitu persaingan bebas yang terjadi antara perusahaan-perusahaan kapitalis di dunia, berkembang menjadi kekuatan memonopoli pasar bebas secara global. Dalam memonopoli pasar bebas terdapat kecenderungan untuk menggunakan kekuasaan. Kaum monopolis mampu bertahan apabila mereka menguasai sumber bahan mentah untuk industri mereka. Oleh sebab itu, kaum monopolis melakukan ekspansi untuk menguasai daerah-daerah yang menghasilkan barang mentah dengan harga yang cenderung lebih murah. Persaingan antar kaum monopolis tersebutlah yang selanjutnya menimbulkan pertentangan diantara kaum monopolis yang selanjutnya menyebabkan perang dunia I. Hal tersebut tidak lepas dari pemikiran kaum kapitalis yang memiliki tujuan tunggal mencari keuntungan sebanyakbanyaknya. Oleh sebab itu, ketika terdapat pilihan untuk menaikan produksi dalam negeri dengan resiko menaikan upah buruh atau mencari sumber bahan mentah dan sumber buruh murah di negara lain, maka untuk meningkatkan keuntungan, para kaum kapitalis cenderung menggunakan pilihan ke dua. Hal tersebutlah yang menjadikan motivasi kapitalisme untuk mengembangkan keuntungan dengan cara-cara imperialisme. Lenin melihat bahwasannya imperialisme atau kapitalisme internasional ditandai oleh : 1. Tumbuhnya monopoli. 2. Bertambahnya kontrol-kontrol lembaga keuangan atas industri. 3. Mengalirnya modal ke negara terbelakang untuk mengeksploitasi buruh murah dan terbelakang. 38 Teori Pembangunan Internasional

47 4. Kontrol politik (neo-kolonial yang langsung atau tidak langsung) terhadap negara-negara yang kurang berkembang oleh kekuatan-kekuatan kapitalis. Melalui gambaran tersebut terlihat bahwasanya motivasi ekonomilah yang menyebabkan proses imperialisme negaranegarat maju terhadap negara yang sedang berkembang. Bacaan Lanjut Fakih, Mansour Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. INSISTPress. Giddens, Anthony Kapitalisme dan Teori Sosial Modern: Suatu Analisis Karya Tulis Marx, Durkheim, dan Max Weber. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Jakarta. Indonesia Ritzer, George Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Indonesia Muhammad Yamin & Agus Haryanto 39

48 B A B IV Teori Developmental State : Pelajaran dari NICs 1. Developmental State Development atau pembangunan menjadi fokus bagi masyarakat global pasca Perang Dunia II. Konsep ini merupakan konsep mengenai kemajuan sebuah negara dengan parameter laju pertumbuhan ekonomi. Sehingga suatu negara dapat dikatakan maju bila negara tersebut mampu memiliki ekonomi yang stabil dengan produktivitas tinggi, dinamis dan sejahtera secara ekonomi. Sehingga pada tahun-tahun pasca Perang Dunia ke II dunia dikejutkan oleh kemajuan ekonomi Jepang yang tinggi, bahkan rata-rata pertumbuhan ekonomi Jepang pada era pertumbuhan ekonomi tinggi mencapai 10 %, lalu menyebut pertumbuhan ekonomi Jepang sebagai Japan Miracle. Hasil penelitian empiris C. Johnson terhadap kemajuan ekonomi Jepang yang sangat tinggi tersebut selanjutnya menginisiasi 40 Teori Pembangunan Internasional

49 pandangan baru terhadap pembangunan yaitu konsep development state. Pada era pasca Perang Dunia ke II, pembangunan global secara umum dipengaruhi oleh dua kutub ideologi pemenang perang yaitu ideologi liberal kapitalis dan ideologi sosialisme dalam pembangunan negaranya. Pada ideologi liberal kapitalis, Amerika sebagai lokomotif utamanya menekankan bahwa peran negara dalam pembangunan perlu diperkecil sehingga motif individu yang ingin maju dengan konsep wirausaha yang akan membawa kemajuan terhadap suatu negara. Pandangan kaum liberal kapitalis ini cenderung menyerahkan berbagai interaksi ekonomi ke dalam pasar bebas sehingga pasar akan dibimbing oleh invisible hand dalam menentukan kemajuannya. Berbeda dengan Amerika, Uni Soviet yang memimpin dengan ideologi sosialisnya menekankan pemerataan kesejahteraan didalam masyarakat dan penghilangan kelas sosial yang terfragmentasi akibat adanya konsep kepemilikan alat produksi. Pandangan kaum sosialis ini menekankan bahwa kepemilikan adalah kepemilikan bersama sehingga kepemilikan secara individu sangat dibatasi. Negara berperan besar dalam setiap keputusan penting terhadap ekonomi dan negara cenderung bersifat tertutup terhadap pasar bebas. Konsep development state merupakan konsep yang berbeda. Tidak seperti kaum liberal kapitalis yang melepaskan kemajuan ekonomi negara kepada peran individu, negara DS mengambil tanggung jawab untuk kemajuan ekonomi dinegaranya. Walaupun demikian, tidak seperti sosialis komunis, kepemilikan pribadi dan kewirausahaan industri swasta masih memegang peranan penting didalam sistem perekonomian negara-negara yang menggunakan konsep development state. Secara umum development state didefinisikan sebagai hubungan yang terjalin secara baik antara pengaruh politik, administrasi birokrasi dan Muhammad Yamin & Agus Haryanto 41

50 elit swasta yang terstruktur, terhadap kemajuan perekonomian khususnya di Asia Timur. Loriaux berpendapat bahwa development state merupakan perwujudan ambisi normatis atau moral untuk menggunakan kekuatan intervensi negara dalam memandu investasi dengan cara mempromosikan visi ekonomi sehingga tercipta solidaritas dalam memajukan perekonomian nasional. Kasahara mengungkapkan bahwa konsep developmental state merupakan konsep dimana negara memiliki peran yang besar untuk memfasilitasi (agraria) ke arah modernitas transisi struktural dari primitif (manufactur ), Disini negara memainkan peran rekasaya sosial (peran restruksturisasi) sistem perekonomian nasional. Negara DS melakukan perencanaan secara rasional yang bertujuan untuk mempengaruhi arah dan laju pertumbuhan dan pembangunan perekonomian negara dengan langsung melakukan intervensi proses pembangunan. Dapat dikatakan negara DS cenderung menggunkan pengaruhnya untuk memimpin aktor-aktor ekonomi mencapai kesejahteraan negara daripada mengandalkan mekanisme pasar yang cenderung tidak terkoordinasi dalam mengalokasikan sumberdaya ekonominya. Hal ini dikarenakan dalam pembangunan ekonomi dibutuhkan peran negara yang dapat mengatur hubungan ekonomi dan politik untuk mendukung industrialisasi berkelanjutan (Chang 1999 : 183). Walaupun demikian, secara riil, pandangan konsep developmental state berangkat dari ideologi neo-liberal, namun dalam pelaksanaan perdagangan internasional, negara melakukan intervensi dan berperan membimbing swasta dalam negeri untuk mampu bersaing didalam kancah perdagangan bebas. Hal ini ditunjukan dengan konsep Japan Inc. Yang menjadikan para elit bisnis swasta menjadi mitra pemerintah untuk memajukan perekonomian negara. 42 Teori Pembangunan Internasional

51 Hal tersebut diungkapkan Chalmers Johnson pada tahun 1982 setelah meneliti adanya fenomena Japan Miracle melalui tulisannya yaitu MITI and The Japanese Miracle : The Growth Industrial Policy Ketika itu Johnson mengemukakan bahwa perkembangan ekonomi Jepang yang sangat tinggi tersebut dikarenakan adanya peran pemerintah terhadap pembangunan ekonomi dan pengambilan keputusan mengenai kebijakan publik. Ia melihat bahwa terdapat relasi antara negara dan agen ekonomi dalam hal kegiatan pembangunan negaranya. Dalam relasi yang terjadi tersebut, peran negara menjadi dominan dan negara sebagai aktor utama dalam mendorong pembangunan tersebut. 2. Peran Negara dalam Pembangunan Ekonomi Negara NICs Developmental State merupakan istilah yang diperkenalkan oleh Chalmers Johnson terhadap kemajuan perekonomian Jepang, khususnya di tahun an. Pasca Perang Dunia II dan mengalami kekalahan, secara perlahan Jepang mulai merancang pembangunan ekonominya sehingga mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Ketika puncak pertumbuhan ekonomi tinggi Jepang, negara tersebut mampu mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 10 %, Hal tersebut diikuti oleh menurunnya tingkat inflasi dalam negeri Jepang, tumbuhnya Produk Nasional Bruto dan Produk Domestik Bruto. Pertumbuhan ekonomi tersebut disebabkan oleh adanya ekspansi industri teknologi besar-besaran dan pesat. Perkembangan produk seperti baja, alat mesin, televisi, sepeda motor, radio menjadikan negara Jepang sebagai salah satu negara unggulan dalam hal memproduksi barang-barang tersebut. Investasi pada alat produksi yang canggih meningkatkan produktivitas dan memberi dasar bagi Jepang untuk bersaing dalam kancah perekonomian global. Peningkatan perekonomian tersebut Muhammad Yamin & Agus Haryanto 43

52 juga ditandai dengan adanya transisi pesat dari industri primer menuju industri skunder dan tersier. Kemajuan negara-negara tersebut tidak lepas dari adanya peran intervensi pemerintahan negara dalam perekonomian dimana sistem liberal mengharamkan hal tersebut. Perekonomian dan perkembangan industri Jepang diatur oleh para birokrasi yang memiliki kompetensi tinggi merencanakan dan menjalankan kebijakan-kebijakan perekonomian. Pentingnya orangorang yang berkompeten didalam jajaran birokrasi tersebut, memberikan keleluasaan bagi pemerintah untuk menunjuk para menteri dan kepala lembaga negara tanpa pengaruh dari hasil pemilu. Walaupun demikian, Johnson mengungkapkaan bahwa selain adanya intervensi negara, kemajuan perekonomian Jepang juga dikarenakn adanya simbiosis mutualisme antara elit politik, birokrat dan juga elit swasta yang juga dikenal sebagai Japan Inc. Hubungan bisnis antara elit swasta dengan penguasa didasarkan pada kesepakatan tujuan awal bersama, strategi, aturan, dan saling melengkapi dalam mencapai target perkembangan dan pada jenis kemitraan. Hubungan yang harmonis didalam sistem perekonomian Jepang tersebut oleh Sigehisa Kasahara diibaratkan sebagai Flying Geese dimana pemerintah sebagai angsa kepala yang membimbing perekonomian Jepang demi kepentingan kesejahteraan negara. Hal yang sama juga ditemui di negara industri baru seperti Korea Selatan dan Taiwan yang menerapkan adanya hubungan saling bergantung antara pemerintahan Kasahara mengungkapkan, kemajuan Jepang di bidang ekonomi sangat erat kaitannya dengan kemampuan negara untuk melakukan manajeman yang baik dalam perekonomian makro dan stabilitas ekonomi, menciptakan birokrasi yang kompeten, membangun hubungan bisnis negara dengan harmonis, membuat kebijakan industri yang luas yang erat kaitannya 44 Teori Pembangunan Internasional

53 dengan negara. Kebijakan industri yang Jepang lakukan terdiri dari dua komponen dasar yaitu kebijakan rasionalisasi industri dan yang kedua adalah kebijaan struktur industri. Rasionalisasi industri merupakan kebijakan dari pemerintah Jepang yang berfokus pada aspek mikro ekonomi. Kebijakan yang berhubungan dengan hal ini termasuk diantaranya adalah mengarahkan pengusaha swasta melalui langkah-langkah yang rinci dari proses pengoperasian sektor industri tertentu atau pengusaha swasta dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi operasional mereka. Sedangkan untuk kebijakan strukturalisasi industri menyangkut identifikasi sektor strategis untuk dikembangkan serta pemilihan sektor yang strategis yang akan dikonversi ke sektor lainnya. Kebijakan struktur industri Jepang didasarkan pada standar elastisitas dari adanya pendapatan dari adanya permintaan, biaya komparatif produksi, tenaga kerja yang diserap, masalah lingkungan efek investasi pada sektor yang terkait, dan prospek ekspor. Melalui hal tersebut, peran pemerintah Jepang sangat penting. Hal ini menjelaskan mengenai kemajuan ekonomi Jepang yang dikontrol secara sentral dimana didalamnya terdapat kerjasama antara pemerintah, perusahaan bisnis swasta untuk mengejar pertumbuhan ekonomi maksimal atas prakarsa suatu pemerintahan yang kuat. Jalan yang dilakukan oleh pemerintah Jepang dalam campur tangannya terhadap kebijakan ekonomi antara lain: 1. Zaito (Program Pinjaman Fiskal). 2. Penjatahan kredit oleh bank Jepang. 3. Peraturan dalam transaksi internasional, seperti adanya kuota import, pengendalian pemasukan modal dan alih teknologi. 4. Gyosei-Shido (bimbingan administratif). Muhammad Yamin & Agus Haryanto 45

54 Salah satu penyebab kemajuan Jepang adalah adanya kebijakan tepat dalam memilih sektor yang memepercepat perekonomian Jepang. Dalam hal ini pemerintah Jepang melihat sektor industri teknologi sebagai sektor yang potensial. Oleh sebab itu, pemerintah Jepang melakukan percepatan industri teknologi dengan langkah-langkah, a. mendatangkan (import) mesin-mesin teknologi mutakhir dari luar negeri, b. mendatangkan teknisi luar negeri c. mengirim tenaga ahli Jepang keluar negeri untuk belajar serta melakukan perjanjian untuk lisensi pemakaian teknologi yang telah dipatenkan. Pemerintah Jepang melakukan penguatan terhadap industri dalam negeri untuk meningkatkan daya saing dengan industri internasional. Hal ini ditunjukan dengan adanya upaya pemerintah Jepang untuk memaksimalkan semua sumber daya untuk percepatan pertumbuhan ekonomi negara. Oleh sebab itu, secara sitematis pemerintah Jepang melakukan intervensi pada ranah kebijakan makro ekonomi seperti sektor industri, perdagangan dan finansial. Setelah menentukan sektor yang menjadi prioritas untuk ditingkatkan, selanjutnya peran pemerintah khususnya MITI (Ministry International Trade and Industry) memberikan insentif dan proteksi. Proteksi yang diberikan kepada para pengusaha lokal berupa kebijakan diskriminasi tarif, pajak yang rendah, serta pembatasan import. Selain itu pemberian insentif berupa penyediaan dana berbunga rendah melalui organ-organ finansial pemerintah, subsidi, pemberian lisensi teknologi asing yang diimpor, serta menyediakan fasilitas pangkalan industri transportasi. Selain itu untuk membuat industri Jepang dapat kompetitif di tingkat internasional, Jepang melakukan kebijakan luar negeri melalui promosi ekspor di pasar internasional serta melakukan pembatasan terhadap barang yang akan masuk ke 46 Teori Pembangunan Internasional

55 Jepang. Selain itu Jepang seringkali melakukan intervensi kepada kebijakan moneternya agar daya saing komoditi teknologi Jepang tetap tinggi di pasar internasional. Terdapat agen pemerintah (birokrasi) yang memainkan peran kunci dalam kemajuan ekonomi yang dialami Jepang. Dalam hal ini peran itu dipegang oleh MITI. MITI berperan dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan- kebijakan strategis yang mendorong percepatan peningkatan perekonomian Jepang. Oleh sebab itu, pemerintah Jepang menempatkan orang-orang yang memiliki kompetensi manajerial yang baik didalam birokrasi sehingga mampu mengambil inisiatif dan bekerja secara efektif. Dalam hal ini MITI diberi wewenang untuk menetapkan tujuan industri- industri dengan lebih spesifik, serta memberikan arah tujuan pertumbuhan industri Jepang. Oleh sebab itu, MITI memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Melindungi industri-industri kecil. 2. Mengorganisasikan kembali industri-industri yang mengalami kemunduran. 3. Membantu pengusaha-pengusaha kecil. 4. Mengontrol kompetisi yang bersifat monopoli. 3. Konsep Pembangunan Developmental State, Pelajaran dari Kemajuan NICs Fenomena peningkatan ekonomi juga terjadi di beberapa negara lain di Asia Timur. Korea dan Taiwan sebagai salah satu mitra perdagangan Jepang secara perlahan turut mengikuti jejak Jepang menjadi salah satu negara industri baru (NICs) dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Negara yang pada awalnya menjadi salah satu pemasok kebutuhan industri Jepang secara perlahan mampu membangun strategi Muhammad Yamin & Agus Haryanto 47

56 perekonomiannya dan mulai menerapkan industrialisasi dalam menghasilkan komoditas unggulan. Kepemimpinan negara : Seperti layaknya Jepang, perkembangan ekonomi di negara Korea Selatan dan Taiwan tidak lepas dari adanya intervensi pemerintah dalam sistem perekonomiannya. Intervensi pemerintahan bukan merupakan intervensi tangan besi namun pemerintahan negara tersebut memiliki banyak andil dalam langkah-langkah perekonomian yang perlu dilakukan. Bahkan, peran pemerintah bukan hanya memberikan kebijakan namun bahkan mampu melakukan intervensi langsung kepada kebijakan-kebijakan di tingkat perusahaan. Namun hal tersebut didukung hubungan yang baik antara tiga elemen utama dalam pembangunan ekonomi yaitu politikus, birokrat dan elit swasta pengusaha. Di Korea Selatan intervensi nyata negara dan adanya hubungan yang harmonis ditandai melalui kepemimpinan Jendral Park Chung-Hee dan Jendral Chun Doo-Hwan melakukan kegiatan pertemuan bulanan pengusaha dengan pemerintahan di gedung Biri (sistana kepresidenan) untuk membicarakan langkah-langkah yang akan diambil; dalam pembangunan ekonomi. Hal yang sama dilakukan oleh Taiwan melalui intervensi-intervensinya terhadap perindustrian Taiwan. Lembaga birokrat yang berkompeten : Karakteristik dari development state adalah adanya institusi pemerintahan yang kuat dan berperan dalam menangani permasalahan ekonomi sehingga mampu membuat perencanaan mengimplikasikan dan merevisi rencana produksi dan distribusi komoditas. Bila di Jepang dikenal adanya MITI, di Korea Selatan dan Taiwan lembaga terdapat pula lembaga-lembaga yang memiliki peran aktif untuk merumuskan, mengawasi bahkan mejalankan perencanan ekonomi nasional. Di Korea dikenal dengan adanya 48 Teori Pembangunan Internasional

57 lembaga penelitian KKIET (Korean Institute for Economics and Technology) dan lembaga promosi (Korean Trade Promotion Corporation) yang bergerak dibawah lembaga pemerintahan lain yatu EPB (Economyc Planning Board). Sedangkan di Taiwan Lembaga yang memiliki peran aktif dalam perdagangan dan perekonomian adalah ITRI (Industrial Technology Research Institute) yang membawahi laboratorium-laboratorium seperti ERSO (untuk produk elektronika) dan CCL (untuk komputer dan komunikasi) yang bergerak dibawah CEPAD (Council for Economic Planning and Development). Penentuan komoditas unggulan : Pandangan kaum liberal khususnya neo-liberal beranggapan bahwa dalam konsep Devinition of Labour Internasional, dikenal adanya komoditas komparatif. Dalam hal ini, setiap negara memiliki komoditas yang menjadi keuntungan tersendiri dikarenakan faktor- faktor sumber daya yang ada di negara tersebut mendukung suatu komoditas diproduksi secara efisien dan murah. Sebagai gambaran bahwa negara Eropa yang sudah terlebih dahulu maju dan memiliki barang modal untuk produksi alangkah lebih baik bila menekankan komoditas perekonomian berupa manufaktur. Sedangkan negara tropis yang sumberdaya alamnya melimpah alangkah lebih baik bila memfokuskan komoditas berupa komoditas agro dan komoditas ekstraktif lainnya. Oleh sebab itu setiap negara harus memfokuskan memproduksi barang tersebut secara kontinyu agar barang yang tersedia menjadi murah sehingga perdagangan global akan diuntungkan. Walaupun demikian, negara NICs tidak berhenti pada keunggulan komparatif tersebut. Mereka melakukan perencanaan untuk memproduksi barang yang menguntungkan untuk di jual di pasar dunia, bahkan MITI sebagai salah satu perpanjangan tangan negara melakukan pemasaran eksport terhadap produk yang diproduksi oleh industri dalam negerinya. Muhammad Yamin & Agus Haryanto 49

58 Melalui Korea dan Taiwan pelaksanaan kebijakan pemilihan komoditas prioritas dilakukan oleh pemerintahannya. Mereka memprioritaskan industri-industri secara dinamis. Pada tahap awal prioritas industri yang dikembangkan adalah industri yang bertujuan untuk substitusi barang import (Import Substitution Industrialization) ISI, dilanjutkan dengan komoditas yang beroriantasi export (Export Oriented Industrialization) EOI, lalu pada tahap lanjut pemerintah mengembangkan produk-produk ISI dan EOI yang lebih canggih untuk mengikuti kemajuan tekhnologi. Disini peran negara adalah melakukan perencanaan komoditas yang akan dilepas ke pasar global dan memfasilitasi industri yang memproduksi komoditas tersebut agar mampu bersaing dengan pasar global. Sebagai contoh adalah Jepang yang pada tahap awal pembangunan ekonominya cenderung secara perlahan melepas industri primer dan beralih kepada industri sekunder dan tersier sehingga fokus mereka ketika itu adalah melakukan modernisasi industri melalui import barang modal produksi berupa mesin berteknologi tinggi. Hal tersebut diikuti oleh pembelian lisensi pemakaian dan pelatihan ahli-ahli Jepang untuk mempelajari mekanisme kerja dari mesin-mesin tersebut. Secara perlahan Jepang mulai mengubah komoditas produksinya menjadi komoditas yang menguntungkan di pasar dunia. Hal yang sama dilakukan oleh Korea Selatan dan Taiwan yang melakukan beberapa tahapan poduksi komoditas dalam negeri. Jadi industri yang dikembangkan bukan dikarenakan permintaan dan supply ataupun adanya keunggulan komparatif yang menjadi pandangan kaum neo-klasikal. Industri tersebut dikembangkan karena industri tersebut dinilai memiliki man- faat kepada masyarakat banyak dan menguntungkan sebanyak mungkin orang. Sehingga output industri tersebut akan me- nurunkan ketimpangan pendapatan yang ada di negara ter- 50 Teori Pembangunan Internasional

59 sebut. Hal ini dicontohkan di dalam negara Korea dimana ketika ekonomi berkembang dengan baik terjadi penurunan ketimpangan pendapatan. Berbeda dengan perkembangan ekonomi di Amerika Selatan dimana kemajuan ekonomi justru menyebabkan semakin lebarnya ketimpangan. Bacaan Lanjut Johnson, Chalmers The Developmental State: Oddessay of A Concept. Dapat diakses melalui bresserpereira.org.br/ Terceiros/Curso s/09.woo - Cumi ngs,meredith_the_developmental_state_o dyssey_of_a_co ncept.pdf Muhammad Yamin & Agus Haryanto 51

60 BAB V Teori Modernisasi dalam Pembangunan Teori modernisasi merupakan teori yang berkembang karena merespon teori yang sebelumnya ada, yaitu mengenai pembagian kerja secara internasional. Di dalam teori pembagian kerja secara internasional, setiap negara dituntut memiliki komoditas spesifik yang diproduksi sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya. Sebagai gambaran, negara tropis yang memiliki lahan yang cenderung lebih subur, lebih baik mengembangkan komoditas produksi dibidang pertanian. Sebaliknya, negara lain di utara yang tidak didukung oleh iklim yang memadai, akan mengambangkan komoditas produksinya di bidang industri. Perdagangan bebas secara internasional selanjutnya akan berperan dalam pertukaran komoditas. Secara teori, sistem ini akan menguntungkan semua pihak karena dengan adanya perkembangan teknologi yang telah diinisiasi oleh negara maju, 52 Teori Pembangunan Internasional

61 akan meningkatkan produktivitas sehingga hasil produksi akan melimpah yang memiliki akses terhadap harga yang cenderung semakin murah. Oleh sebab itu, menurut Suryono, (2010 : 126) model pembangunan yang terbaik yang perlu diadopsi oleh suatu negara adalah pembangunan yang ikut terlibat didalam kegiatan ekonomi dunia melalui perdagangan bebas. Hal ini didasari oleh adanya ketergantungan yang muncul oleh sebuah negara untuk mengkonsumsi produk yang dihasilkan oleh negara lain. Namun demikian, dengan adanya teori pembagian kerja secara internasional ini, menimbulkan pengelompokan negara penghasil komoditas yang tidak seimbang. Proses pertukaran komoditas di dalam kegiatan perdagangan bebas menunjukan neraca yang tidak seimbang diantara keduanya. Tingkat lanjut dari proses perdagangan internasional ini menciptakan dua kelompok negara yaitu negara miskin yang biasanya negara dengan basis produksi komoditas pertanian dan negara kaya yang memiliki basis produksi teknologi. Permasalahan yang ada tersebut, selanjutnya diprotret oleh para pakar yang salah satu diantaranya menjadi kelompok teori modernisasi. Teori ini menjelaskan bahwa kemiskinan yang terjadi di sebuah negara, terutama disebabkan oleh faktor-faktor yang berada didalam negara tersebut. Teori ini menekankan pada faktor sumber daya manusia dan nilai-nilai budaya yang ada disebuah negara yang mempengaruhi pembangunan negara. Sehingga, teori modernisasi cenderung menganalisis aspek individu dan kultural yang ada di sebuah negara. Teori ini mengansumsikan bahwa (Hatu, 2013 : 15-16); 1. Perubahan masyarakat yang terjadi bersifat unilinier. Proses perubahan itu terjadi dimana masyarakat yang kurang maju memiliki kecenderungan mengikuti Muhammad Yamin & Agus Haryanto 53

62 langkah-langkah yang diambil oleh masyarakat yang sudah maju. 2. Arah perubahan bergerak kearah modernitas dimana titik akhir arah perubahan tersebut divisualisasikan seperti halnya negara barat yang industrialis, kapitalis dan demokratis dan hal tersebut merupakan role model dan menjadi tujuan akhir perkembangan bagi negara- negara yang belum maju. 3. Perubahan terjadi tanpa adanya gangguan dan dilakukan secara bertahap. 4. Tidak ada tahapan yang dilompati untuk mencapai tujuan akhir dari pembangunan. 5. Berfokus pada penyebab internal. 6. Perubahan bersifat progesif dan meyakini bahwa dengan adanya modernitas akan menciptakan per- baikan kehidupan sosial secara universal dan akan ada peningkatan taraf hidup masyarakat. Teori ini membagi sistem masyarakat menjadi dua sisi dimana sisi yang satu merupakan masyarakat yang cenderung lebih terbelakang sedangkan masyarakat satunya cenderung lebih maju dimana dalam konstelasi politik negara digambarkan dengan adanya konsep negara terbelakang dan negara maju. Dalam prosesnya, negara terbelakang akan mengikuti proses modernitas menuju negara maju dengan menempuh proses industri yang sama dengan negara maju di Barat yang kemudian negara ini akan disebut sebagai negara berkembang. Transisi menjadi negara maju tersebut tentunya melibatkan banyak aspek yang melibatkan revolusi dalam bidang sosial, ekonomi maupun politik. Istilah modernisasi ini selanjutnya didefinisikan oleh berbagai pakar dengan berbagai pendapat yang diutarakan. Beberapa pakar menyatkan bahwa modernisasi 54 Teori Pembangunan Internasional

63 merupakan perubahan sosial yang diawali oleh revolusi industri di Inggris dan revolusi politik di Prancis. Akibat revolusi tersebut terjadi perubahan cara dalam teknik produksi dari cara produksi yang bersifat tradisional ke cara produksi yang bersifat modern atau industrial. Perubahan terjadi setelah banyaknya penemuan- penemuan baru yang dihasilkan selama proses revolusi industri. Menurut School, (1980) hal tersebut menjadi salah satu penciri modernisasi dimana diungkapkan melalui definisi modernisasi berupa penerapan pengetahuan ilmiah yang ada pada semua aspek bidang kehidupan dan aktivitas masyarakat. Selain School, Evers (1973) mengungkapkan hal senada dimana ia berpendapat bahwa modernisasi merupakan penerapan ilmu pengetahuan di segala aspek kehidupan. Didalam pengertian ini, Evers menjadikan dunia barat sebagai mercusuar ilmu pengetahuan sehingga negara dunia ketiga akan menerapkan ilmu pengetahuan yang sebelumnya telah diterapkan di dunia barat. Lain halnya dengan Schoorl dan Evers, Rogers (1976) mengungkapkan bahwa modernitas merupakan perubahan cara hidup masyarakat tradisional menuju cara hidup yang lebih maju secara teknologis dimana perubahan tersebut terjadi secara cepat. Black (1967) melihat modernisasi merupakan perkembangan lembaga-lembaga yang terjadi secara cepat sehingga terjadi peningkatan pertumbuhan yang belum pernah dicapai oleh pengetahuan manusia, yang memungkinkan terjadinya revolusi ilmiah dan penguasaan terhadap lingkungan. Learner (1958) melihat perubahan yang terjadi dalam modernisasi sebagai perubahan yang memiliki sifat unilateral dimana hal tersebut bersifat sekuler dalam perubahan cara-cara hidup manusia dari tradisional menjadi partisipan. Secara psikologis, Inkeles (1966) dan Mc Celland (1961) melihat bahwa modernisasi merupakan perubahan mentalitas individual manusia menjadi berkarakter manusia modern yang khas (Suryono, 2010 : ). Apter Muhammad Yamin & Agus Haryanto 55

64 (dalam Laurer, 1993) memiliki pendapat mengenai modernisasi yang merupakan perwujudan sikap yang menyelidik dan mempertanyakan ketika individu manusia membuat pilihan moral (norma), sosial (struktur ), dan personal (prilaku). Hal yang sama diungkapkan Budiman (1996) dengan mendefinisikan modernitas yang merupakan alam berfikir atau dunia ide yang terbentuk di dalam personal individu atau kultural masyarakat yang mempengaruhi sikap individu ketika bertindak. Secara sosial, Halivaland (1988) mengungkapkan bahwa modernitas merupakan perubahan kultural sosial-ekonomis dari sebuah masyarakat menuju karakteristik kultural, sosial ekonomi dari masyarakat industri di Barat. Dapat dikatakan bahwa Halivaland memandang modernisasi merupakan proses westernisasi masyarakat diluar kultur industrialisasi barat. Oleh sebab itu, melalui konsep tersebut, terdapat dikotomi bahwa masyarakat yang tidak menerapkan pola hidup dan pola prilaku serta pola pemikiran barat merupakan masyarakat yang kuno dan ketinggalan zaman (Hatu, 2013 : 17-18) Melihat berbagai definisi yang ada, Suryono (2010 : ) mengkategorikan definisi modernisasi kedalam 4 pakar pemikiran. Ia melihat bahwa terdapat 4 pakar yang mendifinisan modernitas yaitu Pakar Ekonomi, Pakar Sosiologi, Pakar Politik dan Pakar Psikologi. Oleh sebab itu, Suryono menyimpulkan bahwa modernisasi menurut pakar ekonomi diinterpretasikan berdasarkan model-model pertumbuhan yang berisikan indeks-indeks serta indikator ekonomi seperti standar hidup, pendapatan perkapita dan lain-lain. Sedangkan pakar politik melihat modernisasi dianalisis dengan proses politik di suatu negara, pergolakan sosial yang terjadi dan hubungan antar kelembagaan di dalam negara tersebut. Adapun secara sosial, para pakar mendefinisikan modernitas sebagai sebuah proses transformasi masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. 56 Teori Pembangunan Internasional

65 Adapun secara psikologis, para pakar psikologi memandang proses modernisasi adalah proses dimana terjadi perubahan- perubahan sikap dan tingkah laku yang memprakarsai dan menopang perkembangan sosio-ekonomis. Melihat perbedaan definisi secara etimologis tersebut, Abraham (Suryono, 2010 : 129) membagi dua tipe modernisasi yaitu modernisasi ekonomi dan modernisasi sosial. Menilik dari segi ekonomi, modernisasi dicirikan dengan adanya tingkat konsumsi yang tinggi, strandar hidup dengan berbagai parameter, adanya introduksi teknologi, peningkatan intensitas modal yang semakin besar, serta organisasi birokrasi yang rasional. Modernisasi ekonomi berimplikasi terhadap pembentukan sistem pertukaran moneter, peningkatan skill yang dibutuhkan dalam kegiatan produksi melalui teknokrasi, mekanisasi dan otomasi, perhitungan biaya secara rasional, pola-pola tabungan dan investasi, peningkatan penetrasi pasar dan distribusi dengan adanya kemajuan transportasi dan komunikasi. Oleh sebab itu, adanya modernisasi akan di barengi dengan adanya peningkatan dan perluasan pengetahuan ilmiah serta teknologi, pembentukan alat modal, tuntutan pendidikan terhadap kebutuhan tenaga kerja, kemampuan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan produksi dan spesialisasi ekonomi, dan alat produksi serta barang konsumsi. Disatu sisi, modernisasi mengenai perubahan-perubahan secara sosial akan berbicara dalam bidang politik dan psikologis dimana perbedaan tersebut hanya berada dalam tatanan analitis bukan secara realita empiris. Perubahan yang terjadi dalam proses modernisasi sosial meliputi perubahan dalam pola-pola kelembagaan, perubahan status-status sosial yang merupakan struktur sosial kemasyarakatan. Dalam hal ini, Abraham melihat secara sosial unsur-unsur pokok perubahan di dalam proses modernisasi sosial mencakup perubahan sosial Muhammad Yamin & Agus Haryanto 57

66 yang terencana, berkembangnya sekularisme, perubahan sikap dan tingkah laku, belanja untuk kegiatan pendidikan yang tinggi, perubahan yang menyeluruh dan mendasar dalam bidang pengetahuan melalui kemajuan sarana komunikasi, instrumen hubungan sosial dan keharusan kontraktual. Secara politik, modernisasi sosial menyebabkan reformasi administrasi dan birokrasi yang mendorong kemudahan kemajuan, perencanaan ekonomi, partisipasi politik yang semakin partisipatif, lahirnya kelas-kelas menengah. Adanya upaya modernisasi sosial memiliki dampak terhadap terciptanya proses industrialisasi, urbanisasi, sekularisasi, peran media massa yang semakin besar, stabilitas kependudukan, munculnya peran kelas menengah serta revolusi kultural yang cukup signifikan. Dengan adanya perubahan yang terjadi oleh karena adanya modernisasi, berbagai sektor kehidupan turut mendapatkan dampak yang nyata. Laurer (Hatu, 2013 : 14) menyatakan bahwa aspek-aspek kehidupan yang terkena dampak modernisasi antara lain adalah; 1. Demografi penduduk : Sebagai contoh, dengan adanya kemajuan teknologi dan pengetahuan dibidang kesehatan, maka akan terjadi penurunan angka mortality penduduk sehingga akan terjadi peningkatan jumlah penduduk. Adanya industrialisasi khususnya di kota-kota besar mengakibatkan meningkatnya arus urbanisasi. 2. Perubahan sistem stratifikasi sosial : Industrialisasi menuntut keterampilan tanaga kerja yang spesifik sehingga di dalam tataran sosial masyarakat akan terbentuk pembagian kerja yang kompleks dan spesialisasi keahlian. Selain itu, status sosial yang dahulu didasari dari faktor keturunan, diera modern akan bergeser kepada status sosial yang didasari oleh aspek prestasi yang mampu diraih 58 Teori Pembangunan Internasional

67 oleh tiap-tiap individu. Dalam bidang politik akan terjadi pergeseran dalam distribusi kekuasaan. 3. Sistem pemerintahan : Modernisasi berdampak pada meluasnya demokrasi dalam politik dimana tingkat partisipasi politik masyarakat lebih luas. 4. Pendidikan : Secara kuantitatif, dengan adanya modernitas, semakin memperbanyak jumlah lembaga pendidikan dan jumlah individu yang mengenyam pendidikan. Selain itu secara kualitatif, pendidikan diarahkan kepada peningkatan kualitas dan spesifikasi pendidikan. Hal ini semua untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang akan diserap oleh dunia industri. 5. Keluarga : Terjadi perubahan didalam cara hidup berkeluarga dikarenakan adanya pengaruh modernitas terhadap cara hidup keluarga yang dahulunya tradisional. 6. Pranata sosial : Pranata sosial yang didasari oleh kesolidaritasan sosial perlahan bergeser menjadi orientasi individual dan efisiensi. Sedangkan menurut Rostow (Pasaribu, t.tahun), perubahan yang terjadi yang disebabkan oleh pembangunan antara lain: 1. Perubahan orientasi organisasi ekonomi, politik, dan sosial yang pada mulanya berorientasi kepada suatu daerah menjadi berorientasi ke luar. 2. Perubahan pandangan masyarakat mengenai jumlah anak dalam keluarga, yaitu dari menginginkan banyak anak menjadi keluarga kecil. 3. Perubahan dalam kegiatan investasi masyarakat, dari melakukan investasi yang tidak produktif (menumpuk emas, membeli rumah, dan sebagainya) menjadi investasi yang produktif. Muhammad Yamin & Agus Haryanto 59

68 4. Perubahan sikap hidup dan adat istiadat yang terjadi kurang merangsang pembangunan ekonomi (misalnya penghargaan terhadap waktu, penghargaan terhadap prestasi perorangan dan sebagainya). Modernisasi yang berkembang tersebut selanjutnya membentuk pikiran-pikiran para pakar untuk menganalisa dan membuat teori-teori mengenai pembangunan yang dilandaskan pada proses modernisasi. Teori pembangunan modern yang populer dan banyak mendapat komentar para ahli adalah teori yang disampaikan oleh W.W. Rostow. Melalui bukunya yaitu The Stages of Economy Growth, A non-communist Manifesto, Rostow turut mengadaptasi pemikiran yang sedang berkembang saat itu bahwa pembangunan merupakan proses panjang yang berjalan secara linear. Perkembangan tersebut dimulai dari masyarakat yang terbelakang menuju masyarakat modern dengan berbagai karakteristik masyarakat modern. Untuk mencapai tahapan menjadi masyarakat modern, Rostow mengungkapkan bahwa masyarakat tradisional perlu melalui berbagai tahapan pembangunan. Ia menggambarkan berbagai tahapan pembangunan yang oleh Todaro, tahapan tersebut diklasifikasikan menjadi 5 tahapan pembangunan. Berdasarkan perubahan keadaan ekonomi, sosial dan politik yang terjadi dalam proses perkembangan sebuah masyarakat, ke-5 tahapan tersebut meliputi : 1. Masyarakat tradisional (The traditional society) Secara ekonomi, Rostow melihat bahwa masyarakat tradisional memiliki ciri yang khas yaitu fungsi produksi yang masih terbatas. Hal ini disebabkan karena proses produksi yang dilakukan oleh tahapan masyarakat tradisional yang masih primitif dengan cara hidup yang masih mengedepankan nilai-nilai yang kurang rasional. 60 Teori Pembangunan Internasional

69 Komoditas produksi mayoritas berasal dari sektor pertanian dengan produktivitas yang cenderung masih rendah. Struktur sosial yang berkembang di masyarakat masih dipengaruhi oleh budaya agraris yang bersifat hirarkis dengan kedudukan sosial yang masih mengedepankan faktor keturunan. Didalam bidang politik, kekuasaan masih dipegang oleh kepemilikan tanah yang berada di daerah. Sedangkan kebijakan pusat sering kali masih dipengaruhi oleh pandangan para pemilik tanah. Hal ini terjadi walaupun terkadang, secara pemerintahan sudah sentralistik. 2. Prasyarat untuk tinggal landas (The pre-conditions for take-off) Rostow menilai, untuk mencapai pertumbuhan dalam pembangunan, perlu masa transisi yang merupakan dasar masyarakat mempersiapkan dirinya sebagai usaha untuk mencapai pertumbuhan atas usahanya secara mandiri (Selfsustained Growth). Masa transisi untuk mencapai pertumbuhan dalam pembangunan itulah oleh Rostow dikategorikan landas. dalam tahapan prasyarat untuk tinggal Rostow menilai bahwasanya untuk mencapai tahapan tinggal landas yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi secara otomatis, perlu mengadopsi nilai-nilai hidup modern. Oleh sebab itu, Rostow melihat terdapat 2 corak tahap prasyarat tinggal landas. Tahapan pertama, sebuah negara mencapai tahapan ini dengan merombak sitem nilai masyarakat yang masih tradisional dan telah lama mengakar. Corak pertama ini dapat dilihat pada negara- negara Eropa, Asia, Timur Tengah dan Afrika. Adapun corak kedua yang didominasi oleh negara dengan banyak imigran Muhammad Yamin & Agus Haryanto 61

70 yang berasal dari Eropa seperti Amerika, Kanada, Australia dan Selandia Baru, mencapai tahapan tinggal landas tanpa perlu merombak sistem nilai di masyarakat tradisional. Hal ini terjadi karena adanya imigran yang datang membawa sistem nilai masyarakat yang dibutuhkan untuk tahapan prasyarat tinggal landas. Rostow menilai didalam tahapan prasyarat tinggal landas perlu adanya perubahan secara multidimensional. Hal ini perlu dilakukan untuk mempersiapkan syarat- syarat peningkatan pembangunan seperti adanya kenaikan tabungan yang dibarengi dengan kenaikan investasi dan kemajuan teknologi untuk menunjang efisiensi produksi. Oleh sebab itu, perlu adanya perubahan seperti cara pandang terhadap ilmu pengetahuan serta menciptakan kelompok masyarakat yang menabung untuk menunjang investasi dibidang swasta, perubahan teknik produksi yang tradisional menjadi mekanisasi serta perubahan-perubahan lain yang menitik beratkan pada penemuan-penemuan baru alat dan cara produksi yang efisien dan peningkatan investasi untuk mengembangkan sektor swasta. Peran sektor pertanian, sektor pertambangan dan infrastruktur cukup penting untuk meningkat bersama- sama dengan adanya peningkatan investasi. Rostow beranggapan bahwa pembangunan khususnya dibidang ekonomi akan terjadi oleh adanya peningkatan produktivitas pertanian dan perkembangan dibidang pertambangan. Sektor infrastuktur menjadi tanggung jawab pemerintah dikarenakan perkembangan infrastuktur harus dilakukan secara besar-besaran dan dampaknya harus dirasakan oleh orang banyak, periode pembangunannya yang cenderung memakan waktu lama, dan memerlukan biaya yang sangat banyak. 62 Teori Pembangunan Internasional

71 Dalam bidang politik, perlu adanya pemimpin yang mempu memimpin masyarakat yang mengalami transisi. Oleh sebab itu, perlu adanya kepemimpinan yang nasionalis reaktif dimana negara dan masyarakat bereaksi secara positif terhadap adanya tekanan-tekanan negara maju. 3. Tinggal Landas (Take-off) Pada awal tahap tinggal landas, penurunan drastis terjadi oleh sebuah negara yaitu melalui adanya revolusi politik, kemajuan teknologi dan inovasi yang cepat, dan terbukanya pasar-pasar baru. Perubahan yang drastis dari tiga hal tersebut akan mendorong adanya percepatan peningkatan investasi dimana akan meningkatkan pula laju pertumbuhan pendapatan nasional yang melebihi tingkat pertumbuhan penduduk sehinga pendapatan perkapita negara tersebut turut mengalami peningkatan. Selanjutnya negara akan mengalami tahap tinggal landas dimana Rostow mencirikan sebagai berikut : 1. Adanya peningkatan investasi produktif 5 % atau kurang menjadi 10 % dari Produk Nasional Bersih (Net National Product = NNP). 2. Berkembangnya beberapa sektor industri yang memimpin perkembangan sebuah negara dengan tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi. 3. Terciptanya kerangka dasar di bidang politik, sosial dan kelembagaan yang menjadi pemicu perkembangan sektor modern dan ekternalitas ekonomi yang selanjutnya mendorong pertumbuhan ekonomi terus berlanjut. Disini diperlukan peran sumber modal dalam negeri dalam menciptakan tahapan tinggal landas suatu negara. Selain itu peran leading sector sangat dibutuhkan untuk Muhammad Yamin & Agus Haryanto 63

72 menjadi lokomotif perkembangan suatu negara. Tidak ada yang baku dalam memilih leading sector suatu negara. Sektor perkeretaapian menjadi pemimpin di beberapa negara seperti AS, Perancis, Jerman, Kanada, dan Rusia. Perkembangan pembangunan di Swedia dipimpin oleh sektor perindustrian kayu. Adapun Jepang dengan industri sutra, sedangkan Argentina melalui industri substitusi impor barang-barang konsumsi. Melalui kasus yang terjadi di beberapa negara dengan beranekaragamnya leading sector yang memimpin perkembangan pembangunan, maka tidak ada metode baku dalam menciptakan pembangunan ekonomi. Oleh sebab itu Rostow melihat terdapat 4 faktor penting yang dapat menjadi pertimbangan dalam memilih leading sector : 1. Terbukanya kemungkinan untuk perluasan pasar dengan cepat bagi barang-barang yang diproduksi. 2. Sektor tersebut harus mengembangkan teknik produksi yang modern dengan kapasitas produksi yang besar. 3. Terdapat pembiayaan bagi leading sector yang didapatkan dari tabungan masyarakat yang tinggi dan adanya komitmen wiraswasta untuk menanamkan investasi di sektor tersebut. 4. Perkembangan dan transformasi teknologi di sektor tersebut mampu menciptakan kebutuhan akan adanya perluasan kapasitas dan modernisasi sektor lain. 4. Menuju kedewasaan (The drive to maturity) Di tahap ini, masyarakat mulai menerima teknologi sebagai hal yang wajar dan mulai memanfaatkannya secara efektif dalam kegiatan produksinya. Dengan adanya penerimaan masyarakat tersebut, secara perlahan penerapan teknologi akan dimaksimalkan di sektor-sektor industri lain sehingga 64 Teori Pembangunan Internasional

73 akan mengakibatkan munculnya leading sector baru. Hal ini dicontohkan oleh Rostow melalui fakta yang terjadi di Inggris dimana industri tekstil yang menjadi leading sector di tahap lepas landas, perlahan digantikan oleh sektor industri besi, batu bara, dan peralatan teknik berat. Kemunculan leading sector baru dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang ada, sumber daya alam, tahapan lepas landas yang dilakukan dan arah kebijakan pemerintah. Karakteristik yang muncul pada tahapan menuju kedewasaan dicirikan dengan adanya keahlian tenaga kerja yang mengalami perubahan, adanya perubahan dalam sifat kepemimpinan dalam perusahan yang ada dengan adanya peranan manajer profesional yang menggantikan peran pengusaha pemilik, serta munculnya kritik terhadap industrialisasi akibat adanya dampak yang muncul melalui proses industrialisasi. 5. Masa konsumsi tinggi (The age of high mass-consumption) Tahapan terakhir dari teori pembangunan ekonomi Rostov ini, menitik beratkan pada adanya perhatian masyarakat terhadap masalah-masalah yang timbul. Biasanya masalah- masalah yang menjadi titik fokus adalah permasalahan mengenai konsumsi dan kesejahteraan masyarakat. Pada tahapan ini negara memiliki tujuan untuk memperluas pengaruh ke luar negeri, menciptakan kesejahteraan yang lebih merata dengan sistem pajak progresif, meningkatkan konsumsi masyarakat diluar kebutuhan pokok meliputi kebutuhan konsumsi tahan lama dan barang mewah. Perkembangan teori modernisasi tidak lepas dari berbagai kritik yang diutarakan oleh para pakar. Adanya dikotomi tradisional-modern yang lebih menekankan pada satu role model yaitu masyarakat industri di Eropa dan Amerika menjadikan Muhammad Yamin & Agus Haryanto 65

74 teori ini seakan-akan merupakan proses westernisasi ataupun Amerikanisasi negara-negara yang sedang berkembang. Hal ini tidak lepas dari paham ethnosentris dimana konsep modernisasi di monopoli oleh pandangan bahwa konsep sistem masyarakat di dunia barat lebih superior bila dibandingkan sistem masyarakat di Asia dan Afrika khususnya. Dengan adanya role model yang sama, maka kesan proses penyeragaman tampak dalam perkembangan teori ini. tentunya hal ini menjadi sulit dilakukan karena menurut Hatu (2013 : 19) proses transfer budaya dari negara berkembang dan negara maju merupakan proses yang evolutif sehingga penyeragaman, yang dimaksudkan oleh para pakar dari teori ini, akan mengalami periode waktu yang sangat lama. Bacaan Lanjut Fakih, Mansour Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. INSISTPress. Hatu, Rauf A Sosiologi Pembangunan. Interpena. Pasaribu, Rowland B. F. tanpa tahun. Teori-teori Pembangunan. ekonomi-pembangunan/ Suyono, Agus Dimensi-Dimensi Prima Teori Pem- bangunan. Universitas Brawijaya Press (UB Press). Malang. Indonesia. 66 Teori Pembangunan Internasional

75 B A B VI Teori Fungsional Struktural 1. Pengantar Secara umum, banyak pendapat mengungkapkan bahwa perkembangan teori fungsionalisme struktural didasari dari pemikiran-pemikiran Emile Durkheim dan Mark Weber. Dalam hal ini, Durkheim pernah mengungkapkan bahwa masyarakat merupakan totalitas organis dengan realitanya masing-masing, memiliki sejumlah kebutuhan dan fungsi yang harus dipenuhi sehingga masyarakat tetap sustainable (Rasyid, 2015 : 274). Selanjutnya, teori ini dikembangkan oleh Talcot Person dan Robert King Merton yang menjadi dua tokoh utama fungsionalisme struktural. Dalam pandangan Talcott Person, masyarakat diibaratkan seperti organisme hidup dimana setiap bagian-bagian dari organisme itu saling berkaitan dengan perannya masing-masing (Ritzer, 2009 : 25). Tiap-tiap bagian dalam struktur masyarakat yang diibaratkan dengan organisme Muhammad Yamin & Agus Haryanto 67

76 tersebut, tidak dapat berfungsi bilamana tidak terdapat hubungan antar bagian satu dengan bagian yang lain. Hubungan yang saling berkaitan memungkinkan perubahan yang terjadi pada satu bagian akan mempengaruhi bagian yang lainnya. Oleh sebab itu, para penganut pandangan ini berkeyakinan adanya konflik di dalam sebuah struktur masyarakat menunjukan adanya ketidak seimbangan dalam proses integrasi sehingga perlu dicarikan sebuah solusi agar masyarakat tetap dalam keadaan seimbang (O dea, 1995 : 3). Hal yang sama diungkapkan oleh Fakih ( 2001 : 50-52) bahwa Talcott Person dan Robert King Merton melihat bahwa sebuah masyarakat dipandang sebagai sebuah sistem dimana sistem tersebut terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan (Agama, Pendidikan, Struktur Politik, Keluarga, dll), yang secara kontinyu mencari keseimbangan dan harmoni diantara mereka. Interaksi yang terjadi dikarenakan terdapat sebuah konsensus diantara bagian masyarakat tersebut dan suatu pola yang melahirkan gejolak, dimana setiap bagian akan menyesuaikan diri untuk mencapai keseimbangan. Upaya melihat adanya hubungan antar bagian yang ada di masyarakat menjadikan Kingsley Davis mengatakan bahwa teori fungsional struktural adalah sama dan sebangun dengan ilmu antropologi dan sosiologi. Teori ini dibangun atas respon terhadap teori evolusi yang memandang perubahan masyarakat melalui tingkat-tingkat perkembangan manusia, sehingga teori fungsional struktural ini melakukan kajian-kajian berupa bangunan suatu sistem sosial (atau struktur sosial) melalui pengkajian pola hubungan yang saling berfungsi antara individu-individu, kelompok-kelompok, dan institusi-institusi sosial di dalam suatu masyarakat (Marzali, 2006 : 127). Dalam melihat hubungan antar bagian masyarakat tersebut, istilah fungsi dan struktur tidak harus digabungkan walaupun dalam pembangunan istilah teori ini keduanya menjadi satu istilah 68 Teori Pembangunan Internasional

77 yang utuh. Sehingga, dalam mempelajari mayarakat dapat dilihat melalui struktur-strukturnya saja tanpa memperhatikan fungsi-fungsinya bagi struktur-struktur lain. Demikian juga ketika mempelajari fungsi-fungsi varietas proses sosial yang mungkin tidak mengambil bentuk struktural (Ritzer, 2011 : 402). Menurut Marzali (2006 : ) terdapat dua pendekatan yang membangun teori fungsional struktural yaitu pendekatan fungsional hasil pemikiran Durkheim dan juga pendekatan struktural Radcliffe-Brown. Disini Durkheim melihat bahwa untuk melihat fenomena sosial perlu melakukan pendekatan menggunakan 2 hal yaitu pendekatan fungsional dan pendekatan historis. Ia berpendapat bahwa penelitian sosial disatu sisi perlu mencari asal-usul atau sebab dan juga fungsi- fungsi dari suatu fenomena sosial. Sementara R-B melihat bahwa untuk melihat fenomena sosial perlu dilakukan pengelompokan, pengklasifikasian, penggolongan dan generalisasi (melihat struktur ). Namun demikian R-B melihat dalam menganalisis perubahan sosial, fungsi tidak dapat dipisahkan dengan konsep struktur. Para penganut teori ini pada dasarnya mencoba menjawab mengenai bagaimana masyarakat tersebut bisa bersatu, lalu bagaimana landasan keteraturan yang terdapat didalam suatu struktur masyarakat itu bisa dipertahankan, lalu tindakan- tindakan individu apa saja dan bagaimana tindakan tersebut memberikan sumbangsih terhadap suatu sistem sosial didalam sebuah masyarakat baik yang disadari maupun yang tidak disadari, diarahkan kepada kesejahteraan masyarakat. Melalui analisis ini, juga diharapkan muncul jawaban mengenai persyarakat apa saja yang dibutuhkan oleh suatu masyarakat agar sustainable dan bagaimana fungsi-fungsi didalam suatu sistem sosial tersebut dipenuhi. Dalam hal ini, berbagai fenomena yang berada didalam masyarakat dianalisa dengan kerangka- Muhammad Yamin & Agus Haryanto 69

78 kerangka fungsional yaitu konsekuensi-konsekuensi sosial umumnya di dalam masyarakat. Dalam hal ini, konsekuensi tersebut dinilai apakah memberikan sumbangsih terhadap kesejahteraan masyarakat atau tidak bahkan kecenderungan terhadap kestabilan struktur sosial yang ada didalam masyarakat. Tujuan untuk melihat konsekuensi-konsekuensi sosial dari perilaku tindakan individu merupakan hal yang mendasar dari perspektif fungsional Merton. Pandangan fungsional struktural secara umum melihat hubungan antara kepribadian individu dengan sistem sosial dan sistem budaya. Walaupun melihat tindakan yang diambil oleh tiap-tiap individu namun dalam pengamatan yang dilakukan terhadap sebuah masyarakat, perlu ditekankan faktor-faktor sosial yang perlu dipenuhi agar suatu sistem sosial tetap sustainable (bertahan) dan bukan hanya melayani kebutuhankebutuhan individu. Fungsionalisme struktural menekankan melakukan analisis terhadap struktur yang telah ada serta mengetahui dan memahami dinamika-dinamika sosial yang harus ada untuk keberlangsungannya, sehingga analisis dari teori ini sangat relevan untuk memahami proses perubahan sosial yang teratur. Dapat dikatakan bahwa fungsionalisme struktural melihat bagaimana bekerjanya suatu sistem sosial yang tengah berlangsung dan bagaimana struktur tersebut bertahan. Asumsi dasar yang berkembang dari teori ini adalah bahwa setiap struktur yang terdapat didalam hubungan sosial fungsional terhadap yang lain. Dalam hal ini fungsi merupakan akibat-akibat yang dapat diamati menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem. Selain berbicara mengenai fungsi, teori ini turut menekankan adanya struktur yang terdapat didalam sebuah masyarakat. Struktur tersebut tergambarkan melalui adanya stratifikasi yang merupakan posisi didalam sebuah masyarakat 70 Teori Pembangunan Internasional

79 yang memiliki nilai prestise yang bervariasi. Berdasarkan hal tersebut, teori ini menekankan pada fungsi yang diperankan oleh struktur sosial yang merupakan hasil konsensus yang terjadi didalam sebuah masyarakat (Johnson, 1986 : ). 2. Fungsionalisme Struktural Talcott Parson Tallcot Parson dikenal sebagai seorang tokoh yang mengembangkan teori fungsionalisme struktural. Pendekatan teori ini tidak lepas dari pandangan parson mengenai sistem biologis yang terdapat pada tubuh organisme. Ia beranggapan bahwa seperti layaknya organisme biologis, struktur sosial yang terdapat di dalam masyarakat memiliki bagian-bagian dimana tiap bagian tersebut memiliki fungsi yang spesifik dan saling berhubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain. Keterkaitan yang erat tersebut menyebabkan ketergantungan antar bagian yang terdapat didalam struktur sosial. Bila tiap bagian yang terdapat pada struktur sosial tersebut tidak berfungsi maka hal tersebut akan mengganggu fungsi bagian lain di dalam struktur yang ada di dalam struktur sosial. Pandangan tersebut diibaratkan seperti organisme hidup yang terkena penyakit. Adanya salah satu organ yang tidak berfungsi akan menyebabkan ketidakseimbangan didalam sistem organisme hidup tersebut. Selain konsep mengenai struktur dan fungsi yang terdapat didalam sistem sosial, Parson melakukan pendekatan mengenai tindakan yang terdapat didalam sistem sosial masyarakat. Dalam hal ini Parson memiliki pendapat bahwasannya tindakan individu maupun kelompok didalam suatu sistem sosial masyarakat sangat dipengaruhi bingkai alat-tujuan (means-ends frameworks). Pada intinya bingkai alat-tujuan merupakan asumsi dimana semua tindakan yang dilakukan oleh individu maupun Muhammad Yamin & Agus Haryanto 71

80 kelompok di dalam struktur sosial erat kaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai oleh individu maupun kelompok tersebut. Selain itu, tindakan seringkali terjadi dalam suatu situasi tertentu dimana beberapa elemen yang terkait sudah pasti, sedangkan beberapa elemen-elemen lainnya digunakan subjek yang bertindak tersebut untuk menjadi alat mencapai tujuan. Disini secara normatif tindakan suatu individu maupun kelompok sangat bergantung atau diatur sehubungan dengan alat dan tujuan, sehingga dapat dikatakan komponen-komponen dasar dari suatu tindakan adalah tujuan, alat, kondisi, dan norma (Johnson, 1986 : 162). Pandangan lain yang menjadi pendekatan Parson dalam mengembangkan teori ini adalah pendekatan yang membandingkan antara positivisme dan idealisme. Hal yang dianggap penting dalam hubungannya dengan perilaku tindakan yang diambil oleh individu maupun kelompok sangat erat kaitaannya dengan perilaku manusia yang mengedepankan rasionalitas. Setiap individu ataupun sistem sosial di dalam masyarakat dalam mengambil tindakan cenderung melakukan sebuah analisa terlebih dahulu berupa penilaian-penilaian terhadap lingkungan-keadaan dengan skema alat-tujuan yang bersifat rasional. Perilaku tindakan yang diambil dapat dilihat hubungan antara alat dan tujuan bersifat kompleks dan panjang, sehingga diantara hubungan yang bersifat kompleks tersebut keputusan diambil dalam rangka menyeleksi alat-tujuan untuk mengambil tindakan (Johnson, 1986 : ). Pengambilan Keputusan dalam tindakan terkadang dipengaruhi oleh adanya pandangan idealistik sehingga penting untuk memahami keseluruhan etos budaya, idealideal, dan nilai-nilai, norma-norma yang berada didalam masyarakat. Sehingga pola tindakan institusional ataupun individu menjadi berarti hanya menurut cara di mana tindakantindakan itu terwujud dan mengungkapkan pandangan hidup 72 Teori Pembangunan Internasional

81 yang umum ini. Pandangan idealistik ini juga penting dalam struktur masyarakat untuk memberikan arah pada tindakan individu dan kelompok bagi mereka yang hidup didalam suatu sistem sosial. Walaupun demikian perilaku yang dilandasi pandangan idealistik ini sering terbentur oleh kondisi sumber materil tertentu dan tenaga. Kelangkaan sumber materil dan keletihan fisik dapat menghalangi terlaksananya kondisi ideal tersebut. Adanya tindakan yang mengedepankan rasionalitas dan adanya nilai-nilai ideal di dalam suatu masyarakat (pandangan positivisme dan idealistik) menggambarkan bahwa proses subyektif individu maupun kelompok mencerminkan lingkungan eksternal yang memungkinkan individu ataupun kelompok tersebut melakukan proses penyesuaian diri (Johnson, 1986 : ). Perkembangan lebih lanjut Parson melihat bahwa definisi fungsi yang merupakan suatu kompleks kegiatan-kegiatan yang diarahkan kepada pemenuhan suatu kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan sistem itu, memunculkan empat imperatif fungsional yang khas pada semua sistem yang dikenal dengan AGIL yaitu (Ritzer, 2011 : ) : 1. Adaptation : sistem harus mengatasi kebutuhan mendesak yang bersifat situasional eksternal sehingga dibutuhkan proses adaptasi terhadap lingkungan dan mengadaptasi lingkungan dengan kebutuhankebutuhannya. 2. Goal attainment : sistem harus mendefinisikan tujuan yang akan dicapai. 3. Integration : sistem harus mengatur hubungan antar bagian-bagian dari komponennya serta mengelola hubungan diantara tiga imperatif fungsional lainnya (AGL). 4. Latency : sistem harus menyediakan, memelihara, dan memperbarui motivasi individu maupun pola-pola budaya yang menciptakan dan menopang motivasi itu. Muhammad Yamin & Agus Haryanto 73

82 Teori fungsional struktural yang diungkapkan oleh Parson menjadikan sistem tindakan sebagai alat untuk melihat fenomena sosial yang ada. Ia melihat terdapat level-level antar hubungan yang terjadi antar sistem tindakan yang mana parson melihat terdapat susunan yang jelas antar level-level. Di dalam sistem Parson, level-level yang ada disatukan dalam dua cara yaitu: Pertama, setiap level-level yang rendah memberikan kondisi, energi-energi yang dibutuhkan bagi level-level yang lebih tinggi. Kedua, level-level yang lebih tinggi mengendalikan level-level dibawahnya (Ritzer, 2011 : 410). Konsep hubungan antar level tersebut dapat dilihat melalui skema tindakan Parson pada Gambar di bawah ini. Gambar. Skema Tindakan Parson (Ritzer, 2011 : 411) Parson mengansumsikan beberapa hal dalam mensintesis teorinya yaitu : 1. Sistem-sistem mempunyai khasiat ketertiban dan kesaling tergantungan bagian-bagiannya. 2. Sistem-sistem cendrung mencari titik keseimbangannnya sendiri. 3. Sistem-sistem mungkin statis atau terlibat dalam suatu perubahan yang teratur. 74 Teori Pembangunan Internasional

83 4. Sifat dasar satu bagian sistem memiliki dampak pada bentuk yang dapat diambil bagian-bagian lain. 5. Sistem-sistem memelihara batas-batas dengan lingkungan-lingkungannya. 6. Alokasi dan integrasi adalah dua proses fundamental yang diperlukan untuk tercapainya keadaan seimbang tertentu dalam sebuah sistem. 7. Sistem-sistem cenderung memelihara diri sendiri yang melibatkan pemeliharaan perbatasan dan hubungan bagian-bagian dengan keseluruhan, pengendalian variasi-variasi lingkungan dan pengendalian terhadap tendensi-tendensi pengubah sistem dari dalam. Inti karya Parson ditemukan dalam empat sistem tindakan yang saling berhubungan dengan empat imperatif fungsional. Keempat sistem tindakan tersebut adalah sistem budaya, sistem sosial, sistem kepribadian, dan organisme behavioral yang hubungannya dengan empat imperatif fungsional digambarkan melalui struktur sistem tindakan umum pada gambar di bawah ini. Gambar. Struktur Sistem Tindakan Umum (Ritzer, 2011 : 411) Muhammad Yamin & Agus Haryanto 75

84 Adapun penjelasan mengenai empat sistem tindakan akan diurai dibawah ini (Ritzer, 2011 : ) : Sistem Sosial : sistem sosial berkaitan banyak dengan konsep kunci di dalam konsep Parson seperti para aktor, interaksi, lingkungan optimasi kepuasan dan budaya. Parson tidak menganggap interaksi sebagai unit yang penting dalam sistem sosial walaupun ia mengungkapkan bahwa di dalam sistem sosial interaksi menjadi pola dominan yang membentuk sebuah sistem sosial. Ia melihat bahwa dasar dari sistem sosial adalah adanya peran dan status yang merupakan suatu komponen struktur sistem sosial. Status menekankan pada posisi struktural didalam sistem sosial, sedangkan peran merupakan apa yang dilakukan sang aktor dalam posisi struktural tersebut. Selain melihat secara strukturalis mengenai sesuatu yang diperankan dalam konteks sistem sosial, Parson juga memandang sistem sosial menggunakan konsep fungsionalis. Oleh sebab itu, Person menggambarkan sejumlah persyaratan fungsional dari suatu sistem sosial. Adapun persyaratan tersebut antara lain : 1. Sistem sosial harus terstruktur sehingga dapat bekerja dengan mudah bersama sistem-sistem lain. 2. Agar dapat lestari, sistem sosial harus mendapat dukungan dari sistem-sistem lain. 3. Sistem harus memenuhi suatu proporsi signifikan kebutuhan para aktornya. 4. Sistem mendapat partisipasi dari para anggotanya 5. Mempunyai satu kendali minimal atas perilaku yang berpotensi menimbulkan kekacaauan. 6. Konflik harus dikendalikan bila mana konflik tersebut dirasa mengganggu. 7. Sistem sosial memerlukan suatu bahasa agar lestari. 76 Teori Pembangunan Internasional

85 Sistem Budaya : Parson melihat budaya sebagai kekuatan yang mengikat berbagai unsur di dunia sosial dikarenakan budaya merupakan hal yang menengahi interaksi individu dan mengintegrasikan kepribadian dan sistem-sistem sosial. Ia mendefinisikan bahwa kebudayaan merupakan simbol-simbol yang terpola, teratur yang merupakan titik orientasi bagi para aktor, aspek-aspek sistem kepribadian yang diinternalisasi dan pola-pola yang terlembagakan didalam sistem sosial (Parson, 1990 : Ritzer, 2011 : 419). Sistem Kepribadian : dalam mendefinisikan sistem kepribadian, Parson menggunakan komponen dasar kepribadian yaitu yang diistilahkan dengan watak yang dibutuhkan. Ia melihat bahwa watak-watak yang dibutuhkan merupakan motivasi utama dalam melakukan tindakan dimana hal ini merupakan dorongan-dorongan yang dibentuk oleh latar sosial. dorongan tersebut di klasifikasikan ke dalam dua tipe. Pertama dorongan-dorongan tersebut memaksa para aktor untuk mencari sesuatu dari relasi sosialnya, sedangkan tipe kedua meliputi nilai- nilai yang diinternalisasi yang mendorong para aktor mematuhi berbagai standar budaya. Adanya pengharapan-pengharapan peran yang akhirnya membuat aktor memberi dan mendapat tanggapan-tanggapan yang tepat. Parson turut memusatkan perhatiannya pada proses internalisasi dari sistem kepribadian dalam proses sosialisasi. Organisme Behavioral : organisme bahavioral dimasukan kedalam sistem tindakan dikarenakan hal ini merupakan sumber energi dari bagian lain sistem tersebut. Rancangan Parson mengenai skema AGIL dan sistem tindakan tersebut selanjutnya digunakan pada semua level didalam sistem teoritisnya. Dalam menggunakan skema AGIL, parson melihat bahwa organisme behavioral merupakan sistem tindakan yang menangani fungsi adaptasi. Sistem Muhammad Yamin & Agus Haryanto 77

86 kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan, sistem sosial menangani fungsi integrasi sedangkan sistem budaya melaksanakan sistem pemeliharaan pola. Melalui hal tersebut terlihat bahwa parson membuat struktur dari sistem tindakan umum yang menjalankan skema AGIL sesuai fungsinya masing- masing (Ritzer, 2011 : 410). 3. Fungsionalisme struktural Robert King Merton Teori fungsionalisme struktural Merton lebih bersifat empiris bila dibandingkan Person yang mengembangkan teori secara teoritis yang bersifat umum dan melingkupi. Ia mengembangkan suatu teori yang bersifat menengah. Pada dasarnya seperti Parson, Merton menekankan pada tindakan-tindakan yang berulang kali atau bersifat baku yang berhubungan dengan bertahannya suatu sistem sosial dimana tindakan tersebut berakar. Yang menjadi pembeda disini adalah bahwa Merton tidak terlalu memperhatikan orientasi subjek individu yang terlibat didalam tindakan tersebut, melainkan pada konsekuensi-konsekuensi sosial yang muncul akibat tindakan berdasarkan pandangan objektif. Selanjutnya apakah konsekuensi-konsekuensi sosial tersebut memberikan dampak bagi struktur sosial berupa semakin memperbesar kemampuan sistem sosial untuk bertahan atau tidak. Pandangan tersebut tentunya terlepas dari tujuan dan motif subjek individu pelaku tindakan (Johnson, 1986 : xx). Hal ini menjadi penting dalam fungsionalisme struktural Merton dikarenakan ia melihat bahwasanya terdapat pencampur adukan antara motif individu dengan fungsi struktur atau institusi pada fungsionalisme struktural yang dikembangkan oleh Parson (Agung, 2015 : 162). Hal lain yang menjadi pembeda antara Parson dan Merton adalah cara menyusun teori fungsionalisme struktural. Parson sangat menekankan konsep dan teoritis sedangkan Merton melihat 78 Teori Pembangunan Internasional

87 bahwasanya untuk melihat struktur masyarakat diperlukan pendekatan-pendekatan yang lebih bersifat empiris. Perbedaan tersebut melahirkan kritik Merton terhadap fungsionalisme struktual terdahulu. Merton mengkritisi 3 pandangan fungsionalisme yaitu (Agung, 2015 : 165) : 1. Kesatuan fungsi masyarakat : fungsionalisme struktural menganggap bahwa nilai, norma dan kepercayaan sosial yang distandarkan didalam masyarakat bermanfaat bagi masyarakat sebagai suatu keseluruhan dan juga sebagai individu-individu didalam masyarakat. Hal ini menandakan bahwa suatu sistem sosial akan menunjukan level integrasi yang tinggi, namun Merton menganggap hal tersebut tidak dapat digeneralisasikan pada struktur masyarakat yang besar dan kompleks (Ritzer, 2011 : 427). 2. Fungsionalisme universal : pandangan Merton terhadap adanya fungsionalisme universal sangat berbeda dengan pandangan para pendahulunya. Ia beranggapan bahwa asumsi mengenai bentuk struktur sosial yang ada selalu memiliki fungsi-fungsi yang selalu positif (Agung, 2015 : 165), tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di dalam dunia nyata, sehingga ia tidak setuju dengan asumsi tersebut. 3. Indispensability atau dalil kebutuhan mutlak : Person dan para penganut fungsionalisme struktural sebalumnya melihat bahwasanya struktur masyarakat yang ada sekarang ini merupakan integrasi penuh dan seimbang. Sehingga fungsi-fungsi yang terdapat dalam struktur masyarakat selalu memberikan fungsi-fungsi positif sehingga sangat dibutuhkan di dalam masyarakat, oleh sebab itu tidak ada struktur-struktur dan fungsi-fungsi lain yang dapat bekerja sebaik struktur-struktur dan Muhammad Yamin & Agus Haryanto 79

88 fungsi-fungsi yang ada di dalam masyarakat sekarang ini. Merton melihat bahwa struktur-struktur dan fungsi- fungsi di masyarakat sekarang ini tidak hanya memiliki nilai positif namun juga merepresentasikan bagian- bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan, oleh sebab itu Merton beranggapan bahwa masih ada fungsi- fungsi dan struktur-struktur lain yang dapat menjadi alternatif struktur dan fungsi di dalam masyarakat. Seperti yang telah dibahas sedikit diatas, bahwasanyya dalam melihat sistem sosial yang ada dimasyarakat perlu adanya penekanan lebih terhadap fungsi-fungsi sosial yaitu konsekuensi-konsekuensi yang dibuat untuk adaptasi atau penyesuaian suatu sistem tertentu. Oleh sebab itu Merton mengembangkan ide mengenai disfungsi yang merupakan salah satu konsekuensi yang muncul di dalam sistem sosial. Struktur-struktur sosial yang terdapat didalam sebuah sistem sosial dapat berperan dalam memelihara keberlanjutan bagian-bagian dari sebuah sistem sosial namun juga memiliki konsekuensi lain yang negatif. Sebagaimana kebijakan mengenai kebijakan subsidi bahan bakar. Tentunya didalam pandangan warga negara, adanya subsidi tersebut memberikan dampak yang positif untuk menekan harga-harga komoditas agar lebih murah. Namun, kaum kapitalis memandang subsidi merupkan sesuatu yang tidak efisien dan mengganggu mekanisme pasar yang mereka yakini, dalam hal ini subsidi bahan bakar menjadi konsekuensi negatif bagi para pelaku usaha yang menggunakan paham kapitalis dalam perekonomiannya. Konsekuansi negatif dari adanya subsidi bahan bakar tersebutlah yang selanjutnya diistilahkan oleh Merton sebagai disfungsi. Merton juga mengajukan ide mengenai nonfungsi yang didefinisikan sebagai konsekuansi-konsekuensi yang tidak relevan terhadap sistem sosial yang ada. 80 Teori Pembangunan Internasional

89 Pada kenyataan, untuk dapat mengetahui sebuah fungsi tersebut memiliki sifat yang positif atau disfungsi terhadap suatu sistem sosial dan seberapa besar proporsi fungsi positif atau disfungsinya terhadap suatu sistem sosial sangat rumit dilakukan. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi dan banyak hal yang perlu dipertimbangkan untuk memberikan bobot terhadap suatu fungsi. Seperti yang terjadi pada subsidi bahan bakar yang telah dibahas sebelumnya bahwa apakah subsidi tersebut fungsional ataupun disfungsional terhadap masyarakat. Hal ini tentunya terlalu luas dan mengaburkan fakta bahwa terdapat kaum kapitalis yang menganggap hal tersebut memiliki konsekuensi yang kurang positif. Oleh sebab itu, untuk mengatasi masalah tersebut Merton mengembangkan ide mengenai level-level analisis fungsional. Disini Merton mengemukakan bahwa analisis juga dapat dilakukan pada tingkatan-tingkatan struktur tertentu seperti sebuah organisasi, kelompok atau lembaga yang pada tiap level struktur tersebut dianalisis mengenai fungsi-fungsi dan disfungsi-disfungsi. Sehingga pembahasan mengenai isu-isu fungsional dalam level- level yang lebih kecil dan spesifik tersebut akan membantu melihat fungsionalitas dari suatu permasalahan didalam sistem sosial yang lebih luas (Ritzer, 2011 : 434). Analisis fungsional struktural menengah yang diperkenalkan oleh Merton ini turut menyumbangkan ide mengenai fungsi nyata dan fungsi laten. Fungsi nyata merupakan fungsi yang secara sengaja difungsikan dalam suatu sistem sosial. Sedangkan fungsi laten merupakan fungsi yang tidak disengaja namun pada perkembangan sosialnya muncul dalam sistem sosial di dalam masyarakat. Selain itu Merton turut memperkenalkan konsep konsekuensi-konsekuensi yang tidak diantisipasi yang merupakan konsekuensi-konsekuensi dari fungsi yang muncul Muhammad Yamin & Agus Haryanto 81

90 dalam perkembangan struktur sosial yang tidak diperhitungkan sebelumnya. Perbedaan dengan fungsi laten adalah bahwa fungsi laten merupakan salah satu tipe dari konsekuensikonsekuensi yang tidak dapat diantisipasi. Selain fungsi laten, konsekuensi-konsekuensi yang tidak dapat diantisipasi juga meliputi konsekuensi-konsekuensi disfungsional untuk suatu sistem yang ditunjuk, dan hal tersebut terdiri dari disfungsi- disfungsi laten dan konsekuensi-konsekuensi yang tidak relevan bagi sitem baik secara fungsional maupun disfungsional (Ritzer, 2015 : ). Sistem sosial yang ada di dalam sebuah masyarakat sering- kali terjadi hal-hal yang diluar norma-norma yang baku yang dinamakan anomi. Penjelasan mengenai anomi ini berkaitan erat dengan definisi dari kebudayaan, struktur dan anomi yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Merton mendefinisikan kebudayaan merupakan sekumpulan nilai-nilai normatif terorganisir yang mengatur perilaku yang lazim dalam sebuah kelompok masyarakat. Struktur sosial didefinisikan sebagai sekumpulan hubungan sosial terorganisir yang dengan berbagai cara menyiratkan para anggotanya. Sehingga anomi akan terjadi bila terdapat pemisahan yang tajam antara norma- norma dan tujuan-tujuan budaya dan kemampuan anggota kolompok yang terstruktur secara sosial untuk bertindak selaras dengannya (Ritzer, 2011 : 432). Bacaan Lanjutan Agung, Dewa Agung Gede Pemahaman Awal terhadap Anatomi Teori Sosial dalam Perspektif Struktur Fungsional dan Struktur Konflik. Jurnal Sejarah dan Budaya Th. IX No. 2 Desember Teori Pembangunan Internasional

91 Fakih, Mansour Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. INSISTPress. Johnson, Doyle Paul Teori Sosiologi Klasik dan Modern. PT Gramedia, Jakarta. Marzali, Amri Struktural Fungsionalisme. Antropologi Indonesia Vol. 30 No Rasyid, Muhammad Rusydi Pendidikan dalam Perspektif Teori Sosiologi. Auladuna, Vol 2 No. 2. Desember Ritzer, George Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Indonesia Muhammad Yamin & Agus Haryanto 83

92 B A B VII Teori Konflik 1. Perkembangan Teori Konflik Teori konflik pada dasarnya merupakan pengembangan dari konsep fungsionaloisme struktural yang dikembangkan melalui berbagai kritik terhadap teori tersebut. Walaupun demikian perlu disadari bahwa perkembangan teori ini juga banyak bersandar pada pemikiran pemikiran teori marxian dan weberian mengenai konflik sosial (Ritzer, 2011 : 449). Melalui pandangan Marxis teori ini melihat bahwa terdapat benturan kepentingan dalam kepemilikan sarana produksi yang berkembang dalam terbentuknya kelompok kelas didalam masyarakat (Rasyid, 2015: 274). Sehingga pandangan-pandangan dari para penganut teori ini seringkali tidak lepas dari 3 teori yang dijelaskan oleh Marx yaitu (Agung, 2015 : 166) : 1. Teori perjuangan kelas : dalam teori perjuangan kelas, adanya kelas yang timpang pada masyarakat kapitalis yaitu kelas borjuis dan kelas proletar dimana diwakili buruh menuntut terjadinya revolusi sosial oleh para 84 Teori Pembangunan Internasional

93 buruh agar keadaan kelasnya yang tersubordinasi mampu keluar dari ketidakadilan sistem kapitalis. Konsep revolusi tersebut harus dicapai melalui perjuangan yang dilakukan oleh kelas itu sendiri terhadap para kaum borjuis yang notabennya adalah majikan mereka. 2. Teori materialisme historis atau dialektis : Marx beranggapan bahwa basis struktur mempengaruhi superstruktur. Dalam hal ini adanya dikotomi antara kelas proletar dengan kelas borjuis yang diakibatkan sistem kapitalis akan membawa masyarakat kedalam kesadaran kelas. Sehingga keadaan yang terjadi didalam kondisi sosialah yang kemudian memunculnya kesadaran dari kelas tersebut. Bukan sebaliknya kesadaran manusia yang menuntun kedalam keadaan sosial. 3. Teori nilai lebih : pada dasarnya pembayaran upah bagi seeorang buruh didasari oleh nilai kebutuhan buruh untuk mengembalikan tenaganya dan memenuhi kebutuhan keluarganya. Melalui ketiga teori tersebut Marx mengembangkan bahwa terdapat konflik kepentingan bagi setiap kelas terhadap kepemilikan alat-alat produksi yang menjadikan adanya ketimpangan kelas yang selama ini ada. Kepentingan yang berlawanan itulah yang selanjutnya menimbulkan konflik dimana hubungan dialektika diantara keduanya membentuk sejarah dan peristiwa. (Agung, 2015 : 167). Disisi lain, teori konflik yang berkembang mengacu pada konsep-konsep fungsionalis struktural. Pandangan ini melihat bahwasanya bukan adanya dua kelas atau hubungan yang saling menguasai dan dikuasai namun konflik merupakan Muhammad Yamin & Agus Haryanto 85

94 sebuah keniscayaan dalam sebuah hubungan sosial. Oleh sebab itu, dalam perspektif konflik dari sudut pandang fungsional konflik ini cenderung melihat suatu sistem masyarakat secara keseluruhan memiliki struktur dan fungsi masing-masing. Namun, dalam sudut pendang teori konflik ini, konflik bukan merupakan suatu indikator bahwa suatu masyarakat tidak terintegrasi, namun konflik bisa menjadi bermuatan positif dan menjadi slah satu penyebab semakin kuatnya struktur sosial yang ada. Dalam tataran tertentu adanya konflik menunjukan integrasi suatu kelompok didalam masyarakat dan juga hubungan kedekatan yang ada didalam struktur sosial tersebut. Pandangan konflik dari sudut pandang konflik struktural tidak melihat adanya pertentangan dua kelompok besar sebagai kelompok yang menindas dan ditindas sehingga konflik yang muncul merupakan akibat-akibat yang sifatnya berhubungan dengan hubungan sosial. Adapun penyebab konflik tersebut antara lain : 1. Sarana yang tersedia untuk menyampaikan kekesalannya sedikit sementara macam, bentuk dan jumlah yang hendak disampaikan banyak. 2. Angka mobilisasi ke posisi istimewa sangat rendah (Posisi istimewa hanya segelintir orang saja). 3. Orang yang mengalami penindasan tidak mengen- dalikan ego namun cenderung terbakar emosinya ketika mendengar kekesalan lain dari rekan sementara pihak penguasa cenderung menerapkan pembatasan eksternal yang dikuasainya. 2. Pandangan Dahrendorf mengenai konflik Pada dasarnya teori konflik mirip dengan teori fungsionalis strukturalis yang melihat mengenai struktur-struktur masyarakat yang ada. Namun terdapat perbedaan yang mendasar dari kedua 86 Teori Pembangunan Internasional

95 teori ini. Kaum fungsionalis cenderung melihat masyarakat sebagai eleman yang statis dalam keseimbangan yang bergerak sedangkan Dahrendorf melihat masyarakat tunduk terhadap perubahan yang bersifat dinamis. Di sisi lain kaum fungsionalis sangat menekankan mengenai ketertiban di masyarakat sedangkan teori konflik melihat terdapat pertikaian atau konflik terdapat dalam setiap sistem sosial. Selain itu fungsionalis melihat bahwa setiap unsur didalam masyarakat berperan dalam stabilitas yang berkebalikan dengan teori konflik yang memiliki pandangan bahwa masyarakat penyumbang disintegrasi dan perubahan. Perbedaan lainnya adalah kaum fungsionalis beranggapan bahwa masyarakat diikat oleh nilai moralitas bersama dan terdapat kohesi yang tercipta dari sistem nilai yang dianut bersama itu. Adapun konflik melihat bahwa ketertiban yang berada di dalam masyarakat merupakan pemaksaan sejumlah anggota masyarakat oleh anggota masyarakat lain yang berada di puncak sehingga teori koflik menekankan peran kekuasaan dalam memelihara tatanan di dalam masyarakat. Dahrendorf menyadari bahwa kepentingan selalu melekat pada segala aktifitas manusia baik secara individu maupun secara kelompok. Konflik akan terjadi dimana kepentingan kepentingan tersebut saling bertabrakan. Dahrendorf menekankan bahwa didalam masyarakat terdapat dua wajah yaitu konflik dan konsensus, sehingga teori sosiologi harus memecahkan melalui kedua perkara ini yaitu konflik dan konsensus. Melalui sudut pandang konsensus, peneliti dituntut mencari nilai integritas yang berada di dalam masyarakat sedangkan teori konflik harus mengkaji adanya konflik-konflik kepentingan dan paksaan yang menjaga integrasi yang terjadi didalam masyarakat dalam rangka menghadapi tekanan-tekanan itu. Didalam struktur sosial, Dahrendorf melihat masyarakat dipersatukan dengan adanya pembatasan yang dipaksakan Muhammad Yamin & Agus Haryanto 87

96 oleh beberapa anggota masyarakat. Melalui hal ini terlihat bahwa beberapa posisi di masyarakat merupakan kekuasaan dan memiliki otoritas yang didelegasikan kepada orang lain, sehingga Dahrendorf memiliki asumsi bahwa distribusi otoritas yang berbeda-beda selalu menjadi faktor penentu konflik-konflik sosial sistemik. Berbicara mengenai otoritas Dahrendorf tidak berbicara mengenai individu sebagai sosok tunggal namun ia lebih menekankan pada posisi sosial yang ada di suatu masyarakat. Oleh sebab itu, didalam analisis sebuah konflik perlu mengenali lebih jauh peran-peran yang dimainkan oleh otoritas sebuah posisi di dalam struktur sosial masyarakat. Adanya otoritas yang melekat dalam posisi sosial tersebutlah yang dianggap penting oleh Dahrendorf untuk dianalisis lebih jauh. Otoritas yang melekat pada posisi tertentu didalam masyarakat, diharapkan akan mengendalikan para subordinat yang memiliki pengharapan-pengharapan. Selanjutnya struktur masyarakat akan tunduk pada pengendalian-pengendalian tersebut dan juga lingkungan pengendaliannya yang diizinkan dan dirinci didalam struktur sosial masyarakat. Sehingga akan didapatkan sebuah otoritas yang sah dalam posisi tertentu dimana sangsi-sangsi dapat dibebankan pada anggota masyarakat yang tidak patuh terhadap otoritas yang ada. Walaupun demikian didalam struktur masyarakat Dahrendorf melihat terdapat sejumlah unit-unit masyarakat yang diistilahkan dengan asosiasi-asosiasi. Dan sering kali otoritas didalam sebuah kelompok masyarakat bersifat dikotomis oleh sebab itu dimungkinkan terdapat dua kelompok didalam asosiasi yang memiliki kepentingan-kepentingan dan akan saling mempertahankan kepentingan tersebut. Didalam setiap asosiasi orang-orang yang berada di dalam posisi yang dominan akan terus berusaha mempertahankan 88 Teori Pembangunan Internasional

97 status quonya, adapun orang-orang yang berada dalam kondisi subordinat akan berusaha untuk melakukan perubahan- perubahan didalam struktur masyarakat tersebut. Hal ini a kan menimbulkan konflik-konflik yang terjadi secara terus menerus didalam suatu asosiasi sehingga otoritas selalu terancam. Hal ini tidak lepas dari adanya kepentingan-kepentingan yang melekat didalam setiap kelompok yang terdapat dalam asosiasi tersebut. Kepentingan-kepentingan tersebut seperti yang telah diuraikan diatas merupakan kepentingan yang melekat pada posisi di dalam struktur masyarakat dan bukan kepentingan secara individu. Sehingga disini Dahrendorf membagi kepentingan tersebut kedalam dua kelompok yaitu kepentingan laten dan kepentingan nyata. Kepentingan laten merupakan kepentingan akan peran atau posisi di dalam struktur masyarakat yang tidak disadari adapun kepentingan-kepentingan nyata adalah kepentingan laten yang telah disadari. Teori konflik dituntut untuk melihat hubungan diantara kepentingan-kepentingan laten dan kepentingan-kepentingan nyata. Terdapat tiga kelompok yang saling berinteraksi dalam membangun konflik dan perubahan, yaitu : 1. Kelompok Kuasi : kelompok kuasi merupakan kelompok pemangku posisi dengan kepentingan- kepentingan peran yang identik. 2. Kelompok Kepentingan : kelompok yang berasal dari kelompok kuasi yang didalam istilah sosiologi disebutkan kelompok ini merupakan agen nyata konflik kelompok dimana kelompok ini memiliki struktur, bentuk organisasi, suatu program atau tujuan dan suatu personalia anggota. 3. Kelompok Konflik : kelompok ini merupakan orang- orang yang terdapat di dalam konflik kelompok. Muhammad Yamin & Agus Haryanto 89

98 Dahrendorf berpendapat bahwa didalam suatu tatanan sosial yang ada kelompok yang dominan memiliki kecenderungan untuk terus mempertahankan status quo, sedangkan kelompok lainnya yang bersebrangan, kelompok yang berada dalam subordinat akan selalu mencoba untuk melakukan perubahan (Ritzer dan Goodman 2008 : 156). Adanya konflik yang terjadi di dalam kelompok masyarakat erat kaitannya dengan perubahan-perubahan sosial. Dahrendorf memiliki pendapat bahwa kelompok-kelompok konflik erat kaitannya dengan perubahan dikarenakan sekali konflik muncul, mereka akan terlibat didalam tindakan-tindakan yang menyebabkan perubahan struktur sosial. Walaupun mengembangkan teori konflik Dahrendorf menyadari bahwa didalam masyarakat terdapat konflik dan konsensus. Dalam hal ini ia menyadari setiap elemen masyarakat bertumpu pada konsensus yang ada didalam sistem sosial tersebut. Ia berpendapat bahwa konsensus dan konflik selalu berkaitan dikarenakan tanpa konflik tidak akan terbentuk suatu konsensus dan tanpa konsensus yang disepakati tidak akan terbentuk suatu konflik. Adanya distribusi otoritaslah yang selanjutnya menentukan konflik yang sistematis. Dalam kelanjutannya teori konflik memiliki peran untuk menguji konflik kepentingan dan penggunaan kekerasan yang mengikat masyarakat. Sedangkan teori konsesus dituntut untuk nilai integrasi yang terjadi didalam masyarakat. 3. Kontribusi Coser terhadap teori konflik Coser mengembangkan teori mengeni konflik dikarenakan pandangannya yang kurang setuju dengan pendekatan yang dilakukan oleh penganut paham fungsionalisme. Ketidaksetujuan Coser dilandasi oleh paham bahwa nilai atau konsensus 90 Teori Pembangunan Internasional

99 normatif keteraturan dan keselarasan yang memandang bahwa konflik menjadi disfungsional terhadap keseimbangan sistem, tersebut secara keseluruhan. Ia melihat ide Simmel mengenai konflik yang merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang dasar dan bahwa konflik dihubungkan dengan bentuk-bentuk alternatif seperti kerjasama dalam hal berbagai cara yang tidak terhitung jumlahnya dan bersifat kompleks (hubungan timbal balik) menjadi dasar dari analisa-analisanya. Ia melihat terdapat konsekuensi-konsekuensi yang lebih besar yang terjadi dari adanya konflik didalam sistem sosial masyarakat. Disini Carson melihat bahwasanya konflik tidak harus bersifat disfungsional untuk sistem dimana konflik itu terjadi, melainkan bahwa konflik tersebut dapat memiliki konsekuensi-konsekuensi positif atau menguntungkan sistem. Dalam hal ini Coser memiliki pandangan bahwa terdapat dua tipe konflik yaitu konflik realistik dan konflik non realistik. Konflik realistik merupakan konflik yang berasal dari adanya kekecewaan salah satu bagian dari struktur sosial yang ada karena kekecewaan atas tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi di dalam hubungan dan dari perkiran kemungkinan keuntungan para partisipan yang ada di dalam sistem sosial. Konflik realistis banyak ditemui di dalam masyarakat seperti adanya tuntutantuntutan mengenai kenaikan gaji buruh dan penerapan upah minimum yang ada. Adapun konflik non realistik merupakan konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan persaingan antara struktur masyarakat yang saling antagonis, namun konflik ini terjadi karena adanya kebutuhan meredakan ketegangan, minimal dari salah satu pihak yang saling berkonflik. Konflik non realistik juga dapat dipahami sebagai adanya prasangka sehingga suatu kelompok melawan kelompok lainnya sebagai objek prasangka. Konflik non realistik biasanya melibatkan pihak ketiga dalam dinamikanya seperti adanya kambing hitam Muhammad Yamin & Agus Haryanto 91

100 dalam sebuah permasalahan konflik atau melibatkan pihak ketiga untuk menyerang kelompok yang menjadi antagonisnya. Mengenai derajat kekerasan dalam konflik, Coser menilai bahwasanya tipe konflik yang muncul didalam suatu sistem seringkali mempengaruhi tingkat derajat kekerasan konflik. Konflik yang muncul didalam kelompok masyarakat yang bertikai tersebut merupakan konflik yang realistis. Memiliki batasan yang jelas mengenai sasaran dan tujuan-tujuan yang dapat dicapai seringkali kelompok yang saling berkonflik cenderung berusaha mencapai kompromi atas sarana mewujudkan kepentingan mereka sehingga derajat konflik cenderung kurang keras. Namun bila konflik muncul di dalam masyarakat merupakan konflik yang non realistik, maka emosi yang dilibatkan dan keterlibatan orang didalamnya akan semakin besar pula, sehingga konflik yang terjadi semakin keras pula. Coser memiliki pandangan positif terhadap adanya konflik yang terjadi di dalam sebuah sistem sosial. Konflik dapat menjadi bermuatan positif fungsional bilamana ia memperkuat kelompok, sedangkan konflik dapat menjadi bermuatan negatif bila melalui adanya konflik tersebut cenderung bergerak melawan struktur. Ia melihat bahwasanya konflik dapat bersifat instrumental penyatuan, pembentukan dan pemeliharaan struktur sosial. Hal ini dapat dilihat dari proses konflik yang terjadi antar kelompok. Konflik yang terjadi antar kelompok tersebut dilihat Coser sebagai alat untuk memperjelas identitas kelompok yang saling berkonflik. Dengan adanya konflik yang terjadi dengan kelompok lain, antar kelompok akan lebih memiliki rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesama anggota kelompoknya. Selain itu, di dalam kelompok tersebut akan terbentuk sebuah sistem bersama yang bertujuan untuk melindungi kelompok agar tidak lebur ke dalam dunia sosial di 92 Teori Pembangunan Internasional

101 sekelilingnya (Rasyid, 2015 : ). Hal ini dapat dicontohkan melalui semangat nasionalisme. Penciptaan musuh nasional bersama menjadikan semangat kebersamaan sebuah bangsa menjadi lebih padu. Adanya klaim sepihak dari negara Malaysia terhadap beberapa kesenian budaya Nusantara menjadi salah satu contoh konflik antar dua negara yang saling bertetangga dimana saat itu, rasa nasionalisme dari masyarakat Indonesia muncul dengan semakin menunjukan identitas ke Indonesiaan lalu lebih peduli akan kebudayaan Nusantara. Pada perkembangannya, konflik dapat menjadi bersifat positif bilamana konflik yang terjadi tersebut tidak mem- pertanyakan ataupun menyerang dasar-dasar hubungan struktural, namun konflik akan bergerak menjadi negatif bila konflik yang terbangun diantara dua kelompok yang ada menyerang nilai inti. Seringkali konflik menjadi bermuatan negatif bila diantara dua kelompok yang saling berkonflik tidak terdapat toleransi institusional terhadap konflik yang dihadapi. Sehingga dapat dikatakan bahwa ancaman bagi keberlangsungan kondisi keseimbangan sosial bukanlah dikarenakan yang ada didalam sebuah struktur adanya konflik namun lebih dikarenakan adanya sifat kekakuan sehingga konflik yang ada dibiarkan terakumulasi menjadi rasa permusuhan. Akumulasi yang melahirkan rasa permusuhan tersebutlah yang pada titik tertentu meledak dan seringkali konflik tersebut lalu disalurkan melalui jalur utama yaitu perpecahan. Konflik yang terjadi dapat pula merupakan sebuah parameter mengenai sebuah hubungan didalam sebuah struktur sosial. Konflik yang diungkapkan dapat merupakan tanda-tanda dari hubungan yang hidup, sedangkan tidak adanya konflik cenderung dikarenakan adanya penekanan masalah yang ada, sehingga terdapat kecenderungan kelompok akan menciptakan suasana yang benar-benar kacau (Dermatoto, 2010 : 2). Apabila Muhammad Yamin & Agus Haryanto 93

102 konflik berkembang didalam suatu hubungan yang intim maka pemisahan konflik yang realistik dan non realistik cenderung lebih sulit dilakukan. Semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa kasih sayang yang sudah tertanam, sehinggaa semakin besar juga kecenderungan untuk menekan ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan. Konflik juga menunjukan adanya integrasi kelompok tersebut dengan masyarakat secara umum. Coser menilai bahwasanya bila didalam suatu kelompok tidak banyak terdapat konflik hal tersebut menunjukan lemahnya integrasi kelompok tersebut didalam masyarakat. Dalam struktur besar maupun kecil, konflik didalam kelompok menunjukan indikator adanya suatu hubungan yang sehat. Perbedaan merupakan peristiwa yang normal yang sebenarnya dapat memperkuat struktur. Dalam hal ini jelas Coser menolak argumen Fungsional struktural bahwa ketiadaan suatu konflik sebagai indikator dari kekuatan dan kestabilan suatu hubungan. Menurutnya, semakin erat hubungan suatu ikatan struktur masyarakat maka konflik yang terjadi akan lebih terintegrasi dari kelompok tersebut tehadap masyarakat cukup tinggi. Walaupun demikian Coser meyakini bahwa adanya suatu konflik didalam suatu sitem sosial sebenarnya adalah suatu peristiwa yang normal, bahkan dapat bermuatan positif bagi struktur sosial dengan memperkuat struktur yang sudah ada. Pandangan Coser mengenai konflik yang memperkuat struktur tersebut tentunya tetap berpegang pada bingkai fungsional struktural dimana adanya konflik, konsensus, integrasi dan perpecahan merupakan suatu kesatuan yang utuh didalam suatu masyarakat secara fundamental. Semua hal tersebut merupakan suatu kesatuan dari sistem yang berkorelasi. 94 Teori Pembangunan Internasional

103 Bacaan Lanjutan Agung, Dewa Agung Gede Pemahaman Awal terhadap Anatomi Teori Sosial dalam Perspektif Struktur Fungsional dan Struktur Konflik. Jurnal Sejarah dan Budaya Th. IX No. 2 Desember Demartoto, Argyo Strukturalisme Konflik : Pemahaman akan Konflik Pada Masyarakat Industri Menurut Lewis Coser dan Ralf Dahrendorf. Jurnal Sosiologi Dilema Vol. 24 No. 1 Tahun Rasyid, Muhammad Rusydi Pendidikan dalam Perspektif Teori Sosiologi. Auladuna, Vol 2 No. 2. Desember Ritzer, George Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Indonesia Muhammad Yamin & Agus Haryanto 95

104 DAFTAR PUSTAKA Agung, Dewa Agung Gede Pemahaman Awal terhadap Anatomi Teori Sosial dalam Perspektif Struktur Fungsional dan Struktur Konflik. Jurnal Sejarah dan Budaya Th. IX No. 2 Desember Demartoto, Argyo Strukturalisme Konflik : Pemahaman akan Konflik Pada Masyarakat Industri Menurut Lewis Coser dan Ralf Dahrendorf. Jurnal Sosiologi Dilema Vol. 24 No. 1 Tahun Fakih, Mansour Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. INSISTPress. Fakih, Mansour Neoliberalisme dan Globalisasi. Ekonomi Politik Digital Journal Al Manar Edisi I. Giddens, Anthony Kapitalisme dan Teori Sosial Modern: Suatu Analisis Karya Tulis Marx, Durkheim, dan Max Weber. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Jakarta. Indonesia Handoko, Yunus Pemikiran Ekonomi Politik Taylor, Smith, Mark dan Keynes. Jurnal JIBEKA Vol. 7 Agustus 2013 : Hatu, Rauf A Sosiologi Pembangunan. Interpena. Johnson, Chalmers The Developmental State: Oddessay of A Concept. Dapat diakses melalui bresserpereira.org.br/terceiros/cursos/09.woo- Cumings,Meredith_The_developmental_State_Odyssey_ of_a_concept.pdf 96 Teori Pembangunan Internasional

105 Johnson, Doyle Paul Teori Sosiologi Klasik dan Modern. PT Gramedia, Jakarta. Marzali, Amri Struktural Fungsionalisme. Antropologi Indonesia Vol. 30 No Mises, von Ludwig Menemukan Kembali Liberalisme. Freedom Institute. Jakarta. Indonesia. Pasaribu, Rowland B. F. tanpa tahun. Teori-teori Pembangunan. ekonomi-pembangunan/ Pasaribu, Rowland B. F. tanpa tahun. Teori-teori Pembangunan. ekonomi-pembangunan/ Rasyid, Muhammad Rusydi Pendidikan dalam Perspektif Teori Sosiologi. Auladuna, Vol 2 No. 2. Desember Ritzer, George Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Indonesia Ritzer, George Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Suyono, Agus Dimensi-Dimensi Prima Teori Pembangunan. Universitas Brawijaya Press (UB Press). Malang Zahidi, M. Syaprin. Tidak ada Tahun. Pemikir-Pemikir Marxis dalam Hubungan Internasional. Muhammad Yamin & Agus Haryanto 97

106 Profil Penulis Muhammad Yamin Dosen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jenderal Soedirman. Lulus S-1 di Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Lulus S-2 di Magister Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada. Publikasi yang pernah diterbitan, buku Intelijen Indonesia: toward to professional intelligence (2006), tulisan jurnal yang telah diterbitkan diantaranya, Poros Maritim Indonesia Sebagai Upaya Membangun Kembali Kejayaan Nusantara (INSIGNIA-2015), Towards Sister City Cooperation between Cilacap and Mueang Chonburi District (Advances in Economics Bussiness and Management Research-2016), Analisa Strategi dan Edukasi Kabupaten Banyumas dalam Persiapan Kerjasama Internasional melalui Model Sister City (Jurnal Hubungan Internasional (JHI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta-2017). Agus Haryanto Penulis lahir di Wonosobo, Jawa Tengah pada 12 Juli Penulis menyelesaikan studi Sekolah Dasar di SD Tegalrejo II Yogyakarta tahun 1996, SMP Negeri 7 Yogyakarta tahun 1999, SMA Negeri 2 Yogyakarta tahun 2002, S1 Jurusan Ilmu 98 Teori Pembangunan Internasional

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN TEORI DEPENDENSI Dr. Azwar, M.Si & Drs. Alfitri, MS JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS Latar Belakang Sejarah Teori Modernisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tugas-tugas pada posisinya tersebut. Apabila kita berbicara tentang tugas-tugas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tugas-tugas pada posisinya tersebut. Apabila kita berbicara tentang tugas-tugas BAB II KAJIAN PUSTAKA Sebagai sebuah mekanisme yang terus berfungsi, masyarakat harus membagi anggotanya dalam posisi sosial yang menyebabkan mereka harus melaksanakan tugas-tugas pada posisinya tersebut.

Lebih terperinci

TEORI UTAMA PEMBANGUNAN

TEORI UTAMA PEMBANGUNAN TEORI UTAMA PEMBANGUNAN MENURUT TODARO (1991;1994) Teori pertumbuhan linear. Teori perubahan struktural. Teori Dependensia. Teori neo-klasik. Teori-teori baru. Teori pertumbuhan linear Dasar pemikiran

Lebih terperinci

Sebuah Pendekatan dalam Mempelajari Pembangunan di Negara Berkembang. By Dewi Triwahyuni

Sebuah Pendekatan dalam Mempelajari Pembangunan di Negara Berkembang. By Dewi Triwahyuni Sebuah Pendekatan dalam Mempelajari Pembangunan di Negara Berkembang By Dewi Triwahyuni Jika Teori Modernisasi cenderung menjadikan negara2 maju/industri sebagai model pembangunan, sebaliknya teori dependensia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian tersebut diatas dapat disimpulkan dengan mengacu pada hipotesa yang peneliti tentukan sebelumnya, yaitu sebagai berikut: pertama, Kausalitas

Lebih terperinci

Teori Ketergantungan

Teori Ketergantungan Teori Ketergantungan Teori ini berpendapat bahwa kemiskinan yang terdapat di negara-negara berkembang yang mengkhususkan diri pada produksi pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. A. Kesimpulan. jasa, finansial dan faktor produksi di seluruh dunia. Globalisasi ekonomi dipandang

BAB V KESIMPULAN. A. Kesimpulan. jasa, finansial dan faktor produksi di seluruh dunia. Globalisasi ekonomi dipandang 134 BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan Globalisasi ekonomi adalah proses pembentukan pasar tunggal bagi barang, jasa, finansial dan faktor produksi di seluruh dunia. Globalisasi ekonomi dipandang juga sebagai

Lebih terperinci

Teori Ketergantungan

Teori Ketergantungan Teori Ketergantungan Teori ini berpendapat bahwa kemiskinan yang terdapat di negara-negara berkembang yang mengkhususkan diri pada produksi pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia yang

Lebih terperinci

DEPENDENCY THEORY (TEORI KETERGANTUNGAN)

DEPENDENCY THEORY (TEORI KETERGANTUNGAN) DEPENDENCY THEORY (TEORI KETERGANTUNGAN) Tokoh: Theotonio Dos Santos Raul Prebisch Paul Baran Andre Gunder Frank Apa itu Ketergantungan Ketergantungan adalah keadaan di mana kehidupan ekonomi negara tertentu

Lebih terperinci

Pendekatan Historis Struktural

Pendekatan Historis Struktural Teori modernisasi ternyata mempunyai banyak kelemahan sehingga timbul sebuah alternatif teori yang merupakan antitesis dari teori modernisasi. Kegagalan modernisasi membawa kenajuan bagi negara dunia ketiga

Lebih terperinci

Tugas Kajian Keislaman dan Keindonesiaan OPINI TERHADAP SISTEM EKONOMI PASAR Diena Qonita

Tugas Kajian Keislaman dan Keindonesiaan OPINI TERHADAP SISTEM EKONOMI PASAR Diena Qonita Tugas Kajian Keislaman dan Keindonesiaan OPINI TERHADAP SISTEM EKONOMI PASAR Diena Qonita Teori Adam Smith, yang menyatakan bahwa pasar memiliki kekuatan tidak terlihat yang akan membawa pasar kepada keseimbangan,

Lebih terperinci

KETERGANTUNGAN DAN KETERBELAKANGAN. Slamet Widodo

KETERGANTUNGAN DAN KETERBELAKANGAN. Slamet Widodo KETERGANTUNGAN DAN KETERBELAKANGAN Slamet Widodo Teori modernisasi ternyata mempunyai banyak kelemahan sehingga timbul sebuah alternatif teori yang merupakan antitesis dari teori modernisasi. Kegagalan

Lebih terperinci

II. TEORI EKONOMI MAKRO KLASIK

II. TEORI EKONOMI MAKRO KLASIK Nuhfil Hanani 1 II. TEORI EKONOMI MAKRO KLASIK 2.1. Dasar Filsafat Mazhab Klasik Mazhab Klasik yang dipelopori oleh Adam Smith ( 1732-1790) yang tercermin dalam bukunya yang diterbitkan th. 1776 dengan

Lebih terperinci

Teori Struktural. Marxist (1) Teori Struktural. Marxist (2) Raul Prebisch. Teori Dependensi: Pendahulunya (1)

Teori Struktural. Marxist (1) Teori Struktural. Marxist (2) Raul Prebisch. Teori Dependensi: Pendahulunya (1) Marxist (1) Teori Struktural Disusun Oleh: Rino A Nugroho, S.Sos, M.T.I rinoan@gmail.com Ver 1.0 Updated 171006 Marx berpendapat bahwa pembangunan memiliki 3 tingkatan, yi: 1.Ancient/primitive communism,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Structural Adjustment Programs (SAPs) adalah sebuah program pemberian pinjaman yang dicanangkan oleh IMF. SAPs pada mulanya dirumuskan untuk membendung bencana

Lebih terperinci

Bagian Pertama: PENDEKATAN EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL

Bagian Pertama: PENDEKATAN EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL Bagian Pertama: PENDEKATAN EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL 1 2 BAB I Memahami Ekonomi Politik Internasional A. Pendahuluan Negara dan pasar dalam perkembangannya menjadi dua komponen yang tidak terpisahkan.

Lebih terperinci

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI A. Definisi Pengertian perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antarnegara yang diwujudkan dengan adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar

Lebih terperinci

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Oleh : Indah Astutik Abstrak Globalisasi ekonomi merupakan proses pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam sistim ekonomi global yang

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

SISTEM EKONOMI INDONESIA. Ilmu Hubungan Internasional Semester III

SISTEM EKONOMI INDONESIA. Ilmu Hubungan Internasional Semester III SISTEM EKONOMI INDONESIA Ilmu Hubungan Internasional Semester III Suatu sistem ekonomi mencakup nilai-nilai, kebiasaan, adat istiadat, hukum, norma-norma, peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pemanfaatan

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI,PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI, DAN KRISIS EKONOMI

PERTUMBUHAN EKONOMI,PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI, DAN KRISIS EKONOMI PERTUMBUHAN EKONOMI,PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI, DAN KRISIS EKONOMI Pertambahan jumlah penduduk setiap tahun akan menimbulkan konsekwensi kebutuhan konsumsi juga bertambah dan dengan sendirinya dibutuhkan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Kritik Terhadap Mazhab Pembangunan (Developmentalism)

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Kritik Terhadap Mazhab Pembangunan (Developmentalism) PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL Kritik Terhadap Mazhab Pembangunan (Developmentalism) Apakah pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi sudah mampu mensejahterakan rakyat Indonesia? Indeks pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sejarah Korea yang pernah berada di bawah kolonial kekuasaan Jepang menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi sumber

Lebih terperinci

Peran Pemerintah dalam Perekonomian

Peran Pemerintah dalam Perekonomian Peran Pemerintah dalam Perekonomian 1. Sistem ekonomi atau Politik Negara 2. Pasar dan peran Pemerintah 3. Jenis Sistem Ekonomi 4. Peran Pemerintah 5. Sumber Penerimaan Negara week-2 ekmakro08-ittelkom-mna

Lebih terperinci

Kewirausahaan. Persaingan Dalam Pasar Bebas. Reddy Anggara, S.Ikom., M.Ikom. Modul ke: Fakultas Fakultas Teknik. Program Studi Arsitektur

Kewirausahaan. Persaingan Dalam Pasar Bebas. Reddy Anggara, S.Ikom., M.Ikom. Modul ke: Fakultas Fakultas Teknik. Program Studi Arsitektur Kewirausahaan Modul ke: Persaingan Dalam Pasar Bebas Fakultas Fakultas Teknik Reddy Anggara, S.Ikom., M.Ikom. Program Studi Arsitektur www.mercubuana.ac.id Pengertian Pasa Bebas Perdagangan bebas adalah

Lebih terperinci

Etika Bisnis dan Globalisasi

Etika Bisnis dan Globalisasi Etika Bisnis dan Globalisasi Globalization: the process by which the economic and social systems of nations are connected together so that goods, services, capital, and knowledge move freely between nations.

Lebih terperinci

PENGANTAR EKONOMI PEMBANGUNAN

PENGANTAR EKONOMI PEMBANGUNAN PENGANTAR EKONOMI PEMBANGUNAN DR. MOHAMMAD ABDUL MUKHYI, SE., MM Pengertian dan Ruang Lingkup Pembangunan ekonomi adalah upaya untuk memperluas kemampuan dan kebebasan memilih (increasing the ability and

Lebih terperinci

2. Teori modernisasi juga didasarkan pada faktor-faktor nonmaterial sebagai penyebab kemiskinan, khususnya dunia ide dan atau alam pemikiran.

2. Teori modernisasi juga didasarkan pada faktor-faktor nonmaterial sebagai penyebab kemiskinan, khususnya dunia ide dan atau alam pemikiran. BAB III 1. Teori ini didasarkan pada dikotomi antara apa yang disebut modern dan tradisional. Modern merupakan simbol dari kemajuan, pemikiran yang rasional, cara kerja yang efesien, dst. 2. Teori modernisasi

Lebih terperinci

BAB II. Teori Klasik dan Keynes mengenai Penentuan Tingkat Kegiatan Ekonomi Negara

BAB II. Teori Klasik dan Keynes mengenai Penentuan Tingkat Kegiatan Ekonomi Negara BAB II Teori Klasik dan Keynes mengenai Penentuan Tingkat Kegiatan Ekonomi Negara Teori Klasik mengenai Penentuan Tingkat Kegiatan Ekonomi Negara Mazhab Klasik Pelopornya : Adam Smith (An( Inquiry into

Lebih terperinci

Konsep Dasar Ekonomi Pembangunan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Konsep Dasar Ekonomi Pembangunan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Konsep Dasar Ekonomi Pembangunan Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Permasalahan Pembangunan Ekonomi - Pendekatan perekonomian : Pendekatan Makro - Masalah dalam perekonomian : rendahnya pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abad ke 20 bukan hanya menjadi saksi perjuangan bangsa Indonesia, akan tetapi dalam hal gerakan-gerakan anti penjajahan yang bermunculan di masa ini menarik perhatian

Lebih terperinci

Konflik Politik Karl Marx

Konflik Politik Karl Marx Konflik Politik Karl Marx SOSIALISME MARX (MARXISME) Diantara sekian banyak pakar sosialis, pandangan Karl Heindrich Marx (1818-1883) dianggap paling berpengaruh. Teori-teorinya tidak hanya didasarkan

Lebih terperinci

Teori-teori Alternatif dan Arti Pembangunan

Teori-teori Alternatif dan Arti Pembangunan Teori-teori Alternatif dan Arti Pembangunan Setiap negara bekerja keras untuk pembangunan. Kemajuan ekonomi adalah komponen utama pembangunan tetapi bukan merupakan satu-satunya. Pembangunan bukan hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

Materi Minggu 3. Teori Perdagangan Internasional (Merkantilisme Klasik)

Materi Minggu 3. Teori Perdagangan Internasional (Merkantilisme Klasik) E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 15 Materi Minggu 3 Teori Perdagangan Internasional (Merkantilisme Klasik) Merkantilisme adalah suatu teori ekonomi yang menyatakan bahwa kesejahteraan suatu negara

Lebih terperinci

SISTEM EKONOMI INDONESIA

SISTEM EKONOMI INDONESIA SISTEM EKONOMI INDONESIA Suatu sistem ekonomi mencakup nilai nilai, kebiasaan, adat istiadat, hukum, norma norma, peraturanperaturan yang berkenaan dengan pemanfaatan sumber daya bagi pemenuhan kebutuhan.

Lebih terperinci

Teori juga membantu dalam memilih metode penelitian, menguji data, menarik kesimpulan, dan merumuskan tindak lanjut kebijaksanaan.

Teori juga membantu dalam memilih metode penelitian, menguji data, menarik kesimpulan, dan merumuskan tindak lanjut kebijaksanaan. Semua Ilmu akan mengalami kesulitan dalam melakukan penelitian tanpa teori. Teori merupakan alat bantu utama. Teori mempertajam proses berpikir, menggelar kerangka analisa, membantu merumuskan hipotesa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

Modul ke: Pancasila. Pancasila sebagai Ideologi Negara. Fakultas MKCU. Finy F. Basarah, M.Si. Program Studi MKCU

Modul ke: Pancasila. Pancasila sebagai Ideologi Negara. Fakultas MKCU. Finy F. Basarah, M.Si. Program Studi MKCU Modul ke: Pancasila Pancasila sebagai Ideologi Negara Fakultas MKCU Finy F. Basarah, M.Si Program Studi MKCU Pancasila sebagai Ideologi Negara Pancasila Abstract: Pancasila sebagai Ideologi, dan ideologi

Lebih terperinci

Asumsi dasar dari teori modernisasi mencakup:

Asumsi dasar dari teori modernisasi mencakup: Asumsi dasar dari teori modernisasi mencakup: (1) Bertolak dari dua kutub dikotomis yaitu antara masyarakat modern (masyarakat negara-negara maju) dan masyarakat tradisional (masyarakat negara-negara berkembang);

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA Masalah, Potensi dan Alternatif Solusi

PEREKONOMIAN INDONESIA Masalah, Potensi dan Alternatif Solusi PEREKONOMIAN INDONESIA Masalah, Potensi dan Alternatif Solusi Oleh : Awan Santosa, S.E., M.Sc. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

EKONOMI POLITIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN (ESL 426 )

EKONOMI POLITIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN (ESL 426 ) EKONOMI POLITIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN (ESL 426 ) Dosen: 1. Dr. Ir. Aceng Hidiayat MT (Koordinator) 2. Dessy Rachmawatie SPt, MSi 3. Prima Gandhi SP, MSi KULIAH 5 : Teori Ekonomi Politik Keynessian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian suatu negara di berbagai belahan dunia, termasuk negara

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian suatu negara di berbagai belahan dunia, termasuk negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang stabil dan pesat merupakan tujuan utama dari kegiatan perekonomian suatu negara di berbagai belahan dunia, termasuk negara yang sedang berkembang

Lebih terperinci

Tidak ada tindakan politik bebas dari kepentingan ekonomi dan tidak ada pula sebuah kebijakan ekonomi terlepas dari kepentingan politik Contoh : Ekspo

Tidak ada tindakan politik bebas dari kepentingan ekonomi dan tidak ada pula sebuah kebijakan ekonomi terlepas dari kepentingan politik Contoh : Ekspo KONSEPSI EKONOMI POLITIK Mata kuliah Ekonomi Politik Internasional Universitas Muhammadiyah Jakarta 2010 Aminah, M.Si Tidak ada tindakan politik bebas dari kepentingan ekonomi dan tidak ada pula sebuah

Lebih terperinci

Sosialisme Indonesia

Sosialisme Indonesia Sosialisme Indonesia http://sinarharapan.co/news/read/140819049/sosialisme-indonesia 19 Agustus 2014 12:50 Ivan Hadar* OPINI Sosialisme-kerakyatan bisa diterapkan di Indonesia. Terpilihnya Jokowi sebagai

Lebih terperinci

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l BAB V 5.1 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kesepakatan AoA, syarat hegemoni yang merupakan hubungan timbal balik antara tiga aspek seperti form of state, social force, dan world order, seperti dikatakan

Lebih terperinci

Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Daru Retnowati, M.Si.

Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Daru Retnowati, M.Si. PERUBAHAN SOSIAL Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Daru Retnowati, M.Si. Perspektif Dependensi dalam Perubahan Sosial (01) Pertemuan ke-12 Tidak ada negara menjadi maju, kecuali dengan meninggalkan

Lebih terperinci

TEORI PEMBANGUNAN KLASIK. Andri Wijanarko,SE,ME

TEORI PEMBANGUNAN KLASIK. Andri Wijanarko,SE,ME TEORI PEMBANGUNAN KLASIK Andri Wijanarko,SE,ME EKONOMI PEMBANGUNAN Suatu cabang ilmu ekonomi yang bertujuan menganalisis masalah ekonomi yang dihadapi oleh negara berkembang dan mendapatkan cara mengatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

Sosiologi Pembangunan

Sosiologi Pembangunan Slamet Widodo Pembangunan Pembangunan merupakan bentuk perubahan sosial yang terencana Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara defenitif, pada awalnya pengertian pembangunan ekonomi diberi

BAB I PENDAHULUAN. Secara defenitif, pada awalnya pengertian pembangunan ekonomi diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara defenitif, pada awalnya pengertian pembangunan ekonomi diberi pemahaman yang sama dengan pertumbuhan ekonomi (Jhingan, 1988:4-5). Pertumbuhan ekonomi adalah

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 ekonomi K e l a s XI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami tentang teori perdagangan

Lebih terperinci

MAKALAH PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA. Oleh

MAKALAH PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA. Oleh MAKALAH PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA Oleh BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yang pesat merupakan fenomena penting yang

Lebih terperinci

SISTEM EKONOMI INDONESIA: KAPITALISME MEDIA

SISTEM EKONOMI INDONESIA: KAPITALISME MEDIA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA MODUL (3 SKS) POKOK BAHASAN : SISTEM EKONOMI INDONESIA: KAPITALISME MEDIA Oleh : DESKRIPSI Indonesia, bersistem ekonomi campuran dengan nama Sistem

Lebih terperinci

BAB III SISTEM EKONOMI

BAB III SISTEM EKONOMI BAB III SISTEM EKONOMI INSTRUCTIONAL OBJECTIVES Students are able to describe the economic system Students are able to distinguish the kinds of economic system SISTEM EKONOMI Sistem + ekonomi = sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perdagangan Antarnegara Tingkat perekonomian yang paling maju ialah perekonomian terbuka, di mana dalam perekonomian terbuka ini selain sektor rumah tangga, sektor perusahaan,

Lebih terperinci

MISI PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA UNIVERSITAS AIRLANGGA

MISI PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA UNIVERSITAS AIRLANGGA MISI PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA UNIVERSITAS AIRLANGGA 1. Menjadi institusi keilmuan yang unggul dalam pengkajian strategis, terutama di bidang kajian ilmu administrasi negara. 2. Menjadi institusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

Bisnis Internasional Pertemuan Pertama Bab 1 dan 2 Globalisasi dan Perbedaan Sistem Politik Ekonomi antar Negara

Bisnis Internasional Pertemuan Pertama Bab 1 dan 2 Globalisasi dan Perbedaan Sistem Politik Ekonomi antar Negara Bisnis Internasional Pertemuan Pertama Bab 1 dan 2 Globalisasi dan Perbedaan Sistem Politik Ekonomi antar Negara REFERENSI : CHARLES W. L. HILL INTERNATIONAL BUSINESS EDISI 7 PERTEMUAN PERTAMA Outline

Lebih terperinci

Tugas Resume Hubungan Industrial

Tugas Resume Hubungan Industrial A. Sistem Ekonomi Sosialis Tugas Resume Hubungan Industrial Sosialis adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada Bab V merupakan kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada Bab V merupakan kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya 177 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada Bab V merupakan kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya tentang Kebijakan Pemerintah Orde Baru dalam Privatisasi BUMN Ditinjau dari Peranan IMF Antara Tahun 1967-1998.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Ekonomi Makro

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Ekonomi Makro BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Ekonomi Makro Ekonomi Makro adalah bagian dari ilmu ekonomi yang mengkhususkan mempelajari mekanisme bekerjanya perekonomian secara keseluruhan.. Hubungan yang dipelajari

Lebih terperinci

TEORI-TEORI KLASIK PEMBANGUNAN EKONOMI

TEORI-TEORI KLASIK PEMBANGUNAN EKONOMI TEORI-TEORI KLASIK PEMBANGUNAN EKONOMI Hampir semua negara bekerja keras untuk melaksanakan pembangunan. Kemajuan ekonomi hanya menjadi salah satu komponen penting dalam pembangunan, namun perlu dipahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi sehingga dapat meningkatkan taraf pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi sehingga dapat meningkatkan taraf pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara, baik itu negara maju maupun negara berkembang menginginkan adanya perkembangan dan kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan yang berkelanjutan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

Materi 2 Ekonomi Mikro

Materi 2 Ekonomi Mikro Materi 2 Ekonomi Mikro Hubungan Pelaku Ekonomi Dalam Perekonomian Abstract Hubungan pelaku ekonomi dalam perekonomian dengan mempelajari sumberdaya aktivitas ekonomi yang saling berkaitan dalam kegiatan

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. KARL MARX (1818-1883) 5. JURGEN HABERMAS 2. HEGEL 6. ANTONIO GRAMSCI 3. MAX HORKHEIMER (1895-1973) 7. HERBERT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasaran pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasaran pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, 96 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasaran pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa poin yang bisa ditarik sebagai kesimpulan dan sekaligus akan menjawab rumusan masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperoleh dengan melakukan kerjasama dengan negara-negara lain, walaupun. akan sangat menarik dijalankan (Ulfah, 2013: 2).

BAB I PENDAHULUAN. diperoleh dengan melakukan kerjasama dengan negara-negara lain, walaupun. akan sangat menarik dijalankan (Ulfah, 2013: 2). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi sangat berperan dalam perkembangan dunia secara keseluruhan. Dengan adanya globalisasi seakan dunia tidak memiliki batasan dan jarak, tidak lagi

Lebih terperinci

Universitas Bina Darma

Universitas Bina Darma Mata Kuliah Kelas Hari/Tanggal Dosen Universitas Bina Darma Petunjuk mengerjakan soal: Tulislah Nama, NIM dan Kelas. ( Berdoa dahulu sebelum mengerjakan soal ) Kerjakan di KERTAS A. PILIHAN GANDA 1. Perdagangan

Lebih terperinci

PENGANTAR EKONOMI MIKRO

PENGANTAR EKONOMI MIKRO Modul ke: 01Fakultas Ekonomi & Bisnis PENGANTAR EKONOMI MIKRO PENDAHULUAN RUANG LINGKUP EKONOMI MIKRO Lela Nurlaela Wati, SE. MM Program Studi Manajemen Pengantar Ekonomi Mikro ILMU EKONOMI MIKRO MAKRO

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bebasnya telah menjadi dasar munculnya konsep good governance. Relasi

BAB 1 PENDAHULUAN. bebasnya telah menjadi dasar munculnya konsep good governance. Relasi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Eksistensi dan penyebaran ideologi neoliberal dengan ide pasar bebasnya telah menjadi dasar munculnya konsep good governance. Relasi yang terjalin antara

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA (2 SKS) POKOK BAHASAN 1 SISTEM-SISTEM EKONOMI

MODUL PEMBELAJARAN MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA (2 SKS) POKOK BAHASAN 1 SISTEM-SISTEM EKONOMI MODUL PEMBELAJARAN MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA (2 SKS) POKOK BAHASAN 1 SISTEM-SISTEM EKONOMI copyright 2016 Program Studi Akuntansi Universitas Pamulang, Tangerang Selatan. e-mail: dosen01066@unpam.ac.id

Lebih terperinci

KONSEP DASAR EKONOMI M. SETIO N 2008

KONSEP DASAR EKONOMI M. SETIO N 2008 KONSEP DASAR EKONOMI 1 M. SETIO N 2008 KONSEP DASAR EKONOMI PENDAHULUAN Dua buku Adam Smith yang ditulis (1759, The Theory of Moral Sentiments, dan 1776, Wealth of Nations) mengajarkan 2 (dua) sifat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sudah hampir 20 tahun, perbankan syariah sebagai salah satu lembaga keuangan syariah menjadi bagian dalam struktur ekonomi Indonesia. Perbankan syariah memang masih

Lebih terperinci

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang PASAR BEBAS Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan salah satu sarana dalam meningkatkan

Lebih terperinci

TEORI KLASIK DAN KANEYSIAN.

TEORI KLASIK DAN KANEYSIAN. TEORI KLASIK DAN KANEYSIAN www.aeunike.ub.ac.id TEORI KLASIK 2 Mashab Klasik (dan Neo Klasik) Pelopor : Adam Smith Fenomena ekonomi sbg fenomena alam & selalu bersifat eksak dengan ketentuan hukum alam

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas sehingga terkait satu sama lain. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah adalah menghasilkan barang publik. Barang publik harus dihasilkan pemerintah, terutama karena tidak

Lebih terperinci

2. SEJARAH INVESTASI. Page9 POKOK POKOK HUKUM INVESTASI INDONESIA

2. SEJARAH INVESTASI. Page9 POKOK POKOK HUKUM INVESTASI INDONESIA Page9 2. SEJARAH INVESTASI Dengan uraian berikut ini diharapkan akan dipahami sejarah terjadinya investasi di berbagai negara, serta motivasi dilakukannya investasi baik oleh negara maupun swasta. Kemudian

Lebih terperinci

Resensi Buku. Mas Wigrantoro Roes Setiyadi. Mahasiswa S3 Manajemen Strategi di Universitas Indonesia.

Resensi Buku. Mas Wigrantoro Roes Setiyadi. Mahasiswa S3 Manajemen Strategi di Universitas Indonesia. Resensi Buku Judul: CHINDIA, How China and India Are Revolutionizing Global Business Editor: Pete Engardio Penerbit: McGraw-Hill Companies Tahun: 2007 Tebal: 384 termasuk Reference dan Indeks Oleh: Mas

Lebih terperinci

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Dari pembahasan

Lebih terperinci

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL (Merkantilisme Klasik)

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL (Merkantilisme Klasik) TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL (Merkantilisme Klasik) 1 Merkantilisme suatu kelompok yang mencerminkan cita-cita dan ideologi kapitalisme komersial, serta pandangan tentang politik kemakmuran suatu negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Pengertian Globalisasi Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan menyulut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi berbeda dari satu periode ke periode lainnya,

Lebih terperinci

Akar Kemiskinan dan Ketergantungan di Negara-negara berkembang Dalam Prespektif Strukturalis dependensia Oleh : Maimun Sholeh

Akar Kemiskinan dan Ketergantungan di Negara-negara berkembang Dalam Prespektif Strukturalis dependensia Oleh : Maimun Sholeh Akar Kemiskinan dan Ketergantungan di Negara-negara berkembang Dalam Prespektif Strukturalis dependensia Oleh : Maimun Sholeh Abstrak Liberalisme dan Kemiskinan serta ketergantungan merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah sosial terbesar yang dihadapi oleh setiap negara di dunia dan setiap negara berusaha untuk mengatasinya. Kemiskinan adalah faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith

BAB I PENDAHULUAN. Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith yang mengusung perdagangan bebas dan intervensi pemerintah yang seminimal mungkin. Kemudian paham

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok

BAB I PENDAHULUAN. Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok kepentingan yang berupaya mendapatkan keuntungan ekonomi yang sebesarbesarnya dengan upaya yang

Lebih terperinci

MAKALAH DEVISA DAN DAMPAK PERDAGANGAN INTERNASIONAL LENGKAP

MAKALAH DEVISA DAN DAMPAK PERDAGANGAN INTERNASIONAL LENGKAP MAKALAH DEVISA DAN DAMPAK PERDAGANGAN INTERNASIONAL LENGKAP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. Teori ini lahir di tahun 1950-an di Amerika yang didorong para ilmuan sosial

BAB II KERANGKA TEORI. Teori ini lahir di tahun 1950-an di Amerika yang didorong para ilmuan sosial BAB II KERANGKA TEORI II.1. Teori Modernisasi Teori ini lahir di tahun 1950-an di Amerika yang didorong para ilmuan sosial dalam mengembangkan teori untuk memahami negara Dunia Ketiga yang baru lahir,

Lebih terperinci