Pembangunan Partisipatif

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pembangunan Partisipatif"

Transkripsi

1 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya MODUL DASAR Komunitas 04 Pembangunan Partisipatif PNPM Mandiri Perkotaan

2 Modul 1 Konsep Partisipasi 1 Kegiatan 1: Diskusi Kelompok Konsep Partisipasi : Membuat Benda dari Sedotan 2 Modul 2 Partisipasi Perempuan 14 Kegiatan 1 : Jajak Pendapat Gender dan Ketimpangan 15 Kegiatan 2 : Diskusi Kelompok Permasalahan Partisipasi Perempuan 17 Kegiatan 3 : Diskusi Kelompok Strategi Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Nangkis 18

3 Modul 1 Topik: Konsep Partisipasi Peserta memahami dan menyadari: 1. Konsep, ciri ciri dan hakikat partisipasi 2. Perbedaan partisipasi dengan mobilisasi Diskusi kelompok konsep partisipasi : membuat benda dari sedotan 2 Jpl ( 90 ) Bahan Bacaan: 1. Konsep Partisipasi 2. Kerta Plano Metaplan Papan Tulis dengan perlengkapannya Spidol, selotip kertas dan jepitan besar 1

4 Diskusi Konsep Partisipasi Permainan Membuat Menara dari Sedotan 1) Buka pertemuan dengan salam singkat dan uraikan bahwa kita memulai Modul Daur Program Pembangunan Partisipatif. Kemudian uraikan apa tujuan modul ini yaitu : Peserta memahami: Konsep, ciri ciri dan jenjang partisipasi Peserta menyadari : Perlunya pendekatan partisipatif dalam keseluruhan pembangunan 2) Jelaskan kepada peserta, kita akan membahas modul pembangunan partisipatif, untuk lebih meningkatkan pemahaman maka kita akan mencoba untuk membuat benda dari sedotan. 3) Bagilah peserta ke dalam 2 kelompok, kemudian setiap kelompok diminta untuk membuat benda dari sedotan, dengan peralatan yang telah disediakan oleh panitia (petunjuk lihat pada L Lembar Kerja). 4) Minta setiap kelompok memilih pemimpin, dan kepada kedua pemimpin terpilih minta untuk menemui anda di ruangan lain. Anggota kelompok diminta untuk menunggu (pemandu lain bisa mengajak anggota kelompok untuk mengisi waktu dengan kegiatan lain). 5) Jelaskan kepada kedua pemimpin : a. Umpamakan bahwa pada suatu kota/kabupaten tertentu Kepala daerah mengalokasikan beberapa bahan material untuk pembangunan di masyarakat. b. Bahwa mereka akan bertugas untuk memimpin kelompoknya masing masing untuk membuat benda dari bahan sedotan minuman, dengan bantuan jarum pentul dan benang rafia. (berikan masing masing satu set kepada pemimpin ) c. Dalam melaksanakan tugas ini, kedua calon pemimpin akan menjalankan tugas yang berbeda beda, yaitu : Seorang berperan sebagai pemimpin dengan pendekatan yang top down (semua diatur oleh pemimpin), akan memimpin kelompoknya dengan cara keras dan tegas segalanya ditentukan oleh pemimpin, sejak identifikasi benda yanga akan dibuat, pembagian tugsa anggota sampai penentuan selesainya pekerjaan). Seorang berperan sebagai pemimpin yang demokratis dengan pendekatan dari bawah ( bottom up), yang akan memimpin kelompoknya atas dasar musyawarah an mufakat ( dari mulai identifikasi benda apa yang akan dibuat, membuat rencana, pembagian tugas, penentuan cara, pengawasan kerja, dan penentuan hasil, semuanya ditetapkan bersama sama, pemimpin hanya memfasilitasi). 6) Sepakati dari kedua pemimpin tersebut, siapa yang akan berperan memimpin dengan pendekatan top down dan siapa yang akan memimpin dengan pendekatan partisipasi. Yakinlah bahwa mereka memang mampu menjalankan peran masing masing dengan baik. Kemudian tegaskan bahwa mereka sama sekali tidak boleh mengatakan kepada anggotanya tentang apa 2

5 peran mereka dan mengapa berperan seperti itu. Sesudah itu, minta mereka kembali ke kelompok masing masing dan segera mulai. 7) Selama kelompok bekerja, amati perilaku pemimpin dan anggotanya dan catat hal hal yang perlun untuk analisa nanti. 8) Setelah benda dari sedotan jadi, kemudian analisis hasilnya dalam pleno kelas, dengan pertanyaan kunci sebagai berikut : Mengapa memutuskan membuat benda tersebut? Siapa yang memimpin? Siapa yang memutuskan? Adakah pembagian tugas? Bagaimana tahapan pembuatannya? Bagaimana perasaan pemimpin? Bagaimana perasaan anggota kelompok? Apakah setiap anggota terlibat dalam pembuatannya? Apakah puas dengan hasilnya? 9) Kemudian diskusikan dengan peserta : Pembangunan apa saja yang sudah dilakukan di desa kita? Apakah semua warga mempunyai kesempatan membicarakan masalah masalah berkaitan dengan permasalahan warga kelurahan/desa? Apa saja urusan urusan yang dibicarakan dalam pertemuan warga? Apakah terlibat di dalam menyusun perencanaan? Apakah terlibat di dalam pelaksanaan? Kelompok mana saja yang terlibat? Apakah peranan kaum perempuan? Bagaimana hasilnya? Mengapa demikian? Apa untungnya apabila warga masyarakat terlibat? Bolehkah warga (kaya, miskin, laki laki, perempuan) membicarakan urusan kelurahan/desa,? Mengapa demikian? 10) Refleksikan dan beri penegasan penegasan gunakan MB yang dibuat sendiri oleh pemandu apabila diperlukan. o o o o o Konsep partisipasi sangat terkait dengan keterlibatan semua pihak secara sadar dalam suatu proses tertentu (misalnya pembangunan) untuk mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu seluruh proses hendaknya melibatkan semua pihak dari mulai perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi, terutama dalam pengambilan keputusan bersama. Konsep partisipasi sangat didasari oleh tujuan untuk menghargai harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang unik dan merdeka. Partisipasi berbeda dengan mobilisasi, mobilisasi cenderung digerakan oleh orang lain untuk kepentingan yang menggerakan dan masyarakat atau siapapun terlibat tanpa kesadaran sendiri akan kebutuhannya sendiri. Agar Partisipasi dapat berjalan maka partisipasi harus didasari prinsip-prinsip demokratisasi dan prinsip-prinsip pemberdayaan. 3

6 Membuat Benda dari Sedotan Tujuan : Peserta memahami daur program pembangunan dengan pendekatan partisipatif. Peserta memahami dan menyadari efektivitas pendekatan partisipatif. Waktu : 60 menit Peralatan : 4 set sedotan 2kotak jarum pentul 2 gulung tali rafia Langkah langkah 1. Penjelasan singkat tentang tujuan dan materi pokok kegiatan ini 2. Bagi seluruh peserta ke dalam 2 kelompok sama besar, minta mereka duduk melingkari meja terpisah antar kelompok. 3. Minta setiap kelompok memilih pemimpin, dan kepad ketiga pemimpin terpilih minta untuk menemui anda di ruangan lain. Anggota kelompok diminta untuk menunggu ( pemandu lain bisa mengajak anggota kelompok untuk mengisi waktu dengan kegiatan lain). 4. Jelaskan kepada ketiga pemimpin : Bahwa mereka akan bertugas untuk memimpin kelompoknya masing masing untuk membuat benda dari bahan sedotan minuman, dengan bantuan jarum pentul dan benag rafia. (berikan masing amsing satu set kepada pemimpin ) Dalam melaksanakan tugas ini, ketiga calon pemimpin akan menjalankan tugas yang berbeda beda, yaitu : Seorang berperan sebagai pemimpin dengan pendekatan yang top down (semua diatur oleh pemimpin), akan memimpin kelompoknya dengan cara keras dan tegas ( segalanya ditentukan oleh pemimpin, sejak identifikasi benda yanga akan dibuat, pembagian tugsa anggota sampai penentuan selesainya pekerjaan). Seorang berperan sebagai pemimpin yang demokratis dengan pendekatan dari bawah ( bottom up), yang akan memimpin kelompoknya atas dasar musyawarah an mufakat ( dari mulai identifikasi benda apa yang akan dibuat, membuat rencana, pembagian tugas, penentuan cara, pengawasan kerja, dan penentuan hasil, semuanya ditetapkan bersama sama, pemimpin hanya memfasilitasi). 5. Sepakati dari kedua pemimpin tersebut, siapa yang akan berperan memimpin dengan pendekatan top down dan siapa yang akan memimpin dengan pendekatan bottom up. Yakinlah bahwa mereka memang mampu menjalankan peran masing masing dengan baik. Kemudian tegaskan bahwa mereka sama sekali tidak boleh mengatakan kepad anggotanya tentang apa peran ereka dan mengapa berperan seperti itu. Sesudah itu, minta mereka kembali ke kelompok masing masing dan segera mulai. 4

7 6. Selama kelompok bekerja, amati perilaku pemimpin dan anggotanya dan catat hal hal yang perlun untuk analisa nanti. 7. Setelah semua kelompok selesai, minta mereka kembali ke formasi semula. Kemudian minta para anggota setiap kelompok mengungkapkan kesan dan pengalaman mereka : Bagaimana proses yang dilakukan oleh setiap kelompok? Mengapa memutuskan membuat benda tersebut? Siapa yang memimpin? Siapa yang memutuskan? Adakah pembagian tugas? Bagaimana tahapan pembuatannya? Bagaimana perasaan pemimpin? Bagaimana perasaan anggota kelompok? Apakah setiap anggota terlibat dalam pembuatannya? Apakah puas denga hasilnya? Mengapa semua itu bisa terjadi? Apa penyebabnya dan bagaimana? Apakah bisa dihubungkan dengan kegiatan kegiatan ( program pembangunan ) di luar kelas ( keadaan yang sesungguhnya 8. Catat semua ungkapan mereka pada kertas plano, kemudian analisa dan simpulkan bersama.. 5

8 Konsep Partisipasi Disarikan dari: Partisipasi, Pemberdayaan dan Demokrasi Komunitas, Driyamedia dan KPMNT Asal-Usul Konsep Partisipasi Pengertian partisipasi di dalam literatur yang tersedia, banyak yang berasal dari literatur di kalangan penelitian partisipatif. Di dalam wacana penelitian partisipatif, agenda penelitian dikaitkan dengan 2 agenda lainnya yaitu proses pembelajaran dan pengembangan program aksi bersama masyarakat. Ketiganya (penelitian, pembelajaran masyarakat dan program aksi) ditujukan untuk mendorong terjadinya perubahan (transformasi) sosial sebagai suatu tanggungjawab moral karena kritik terhadap kalangan peneliti (konvensional) yang selama ini dianggap menjadikan masyarakat sebagai obyek penelitian dan sumber informasi. Kalangan pembelot yang menggeluti riset partisipatif/riset aksi inilah yang kemudian berkecimpung dalam pemikiran mengenai pengembangan pembangunan yang berbasis pada manusia (people-centered approach) yang akhirnya menjadi atau harus bekerja bersama para praktisi pembangunan. Di kalangan praktisi pembangunan memang muncul kalangan yang berkecimpung dalam pengembangan wacana konseptual dan metodologi pendekatan pembangunan, tetapi sebagian besar dari praktisi pembangunan adalah pengguna (aplikator) dari metodologi dan riset aksi yang digunakan dalam mengembangkan program aksi di tingkat masyarakat. Jadi, sejumlah akademisi dan praktisi telah menggeluti riset partisipatif ini dan menggunakan terminologi riset partisipatif dan disesuaikan dengan tujuan masing-masing. Pengertian dan Jenis Partisipasi Dengan mengutip pengkategorian oleh Deshler dan Sock (1985), disebutkan bahwa secara garis besar terdapat 3 tipe partisipasi, yaitu: partisipasi teknis (technical partisipation), partisipasi semu (pseudo participation), dan partisipasi politis atau partisipasi asli (genuine participation). Partisipasi teknis dan partisipasi politis kelihatannya sepadan dengan 2 tipe partisipasi yang ditemukan dalam referensi lain, yaitu partisipasi untuk partisipasi yang digunakan dalam pengembangan program, dan partisipasi yang diperluas untuk partisipasi yang merambah ke dalam isu demokratisasi ( Dalam buku: Impact Assesment for Development Agencies, Christ Roche, OXPAM-NOVIB, 1999). Partisipasi Teknis adalah keterlibatan masyarakat dalam pengidentifikasian masalah, pengumpulan data, analisis data, dan pelaksanaan kegiatan. Pengembangan partisipasi dalam hal ini adalah sebuah taktik untuk melibatkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan praktis dalam konteks pengembangan masyarakat. Partisipasi asli (Partisipasi politis), adalah keterlibatan masyarakat di dalam proses perubahan dengan melakukan refleksi kritis dan aksi yang meliputi dimensi politis, ekonomis, ilmiah, dan ideologis, secara bersamaan. Pengembangan partisipasi dalam ini adalah pengembangan kekuasaan dan kontrol lebih besar terhadap suatu situasi melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam melakukan pilihan kegiatan dan berotonomi. Partisipasi Semu, yaitu partisipasi politis yang digunakan orang luar atau kelompok dominan (elite masyarakat) untuk kepentingannya sendiri, sedangkan masyarakat hanya sekedar obyek. 6

9 Dalam pengertian partisipasi di atas, bukan berarti partisipasi teknis tidak penting dibandingkan dengan partisipasi politis), bisa sekaligus ada dalam sebuah program pengembangan masyarakat dimana pemberdayaan masyarakat dalam kehidupannya secara lebih luas (kehidupan sosial, budaya, politik, ekonomi). Berdasarkan tingkat atau derajat kontrol partisipasinya (masyarakat), partisipasi semu (pseudo participation) dan partisipasi yang sesungguhnya (genuine participation) dijelaskan dalam tabel berikut: Jenis partisipasi Pola hubungan kekuasaan (kontrol) antara pihak luar dengan masyarakat Perlakuan masyarakat terhadap Partisipasi semu Partisipasi asli (partisipasi politis) Penindasan (domestikasi) Kontrol sepenuhnya oleh orang luar dan kelompok dominan (elite masyarakat) untuk kepentingan mereka, bisa saja prosesnya partisipatif atau menggunakan partisipasi teknis Asistensi (paternalisme) Esensi sama dengan di atas Kerjasama Masyarakat terlibat dalam keseluruhan proses program yang bersifat bottom-up; kontrol dibagi antara orang luar dengan masyarakat; manfaat program untuk masyarakat. Pemberdayaan Masyarakat sebagai pengelola program sepenuhnya; muncul kesadaran kritis; demokratisasi; solidaritas dan kepemimpinan masyarakat; partisipasi komunitas berkembang Manipulasi Pemberian terapi Pemberian informasi Konsultasi Menenangkan Kemitraan Kekuasaan (kontrol) diwakilkan (partisipasi belum menjadi budaya di tingkat komunitas) Kontrol diberikan kepada masyarakat Manipulai/rekayasa sosial, yaitu pendekatan yang mendudukkan masyarakat sebagai obyek pembangunan dan dimanipulasi agar sesuai dengan harapan/program yang telah dirumuskan oleh pengambil keputusan (pemerintah) Terapi, yaitu pendekatan yang mendudukkan masyarakat sebagai pihak yang tidak tahu apa-apa (orang sakit) dan harus dipercaya terhadap apa yang diputuskan oleh pemerintah (dokter) Informasi, yaitu pendekatan pembangunan dengan pemberian informasi akan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah seperti pemasyarakatan program, dan lain-lain. Konsultasi, yaitu pendekatan pembangunan dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berkonsultasi mengenai apa yang akan dilakukan oleh pemerintah di lokasi yang bersangkutan. Penenteraman, yaitu pendekatan pembangunan dengan misalnya merekrut tokoh-tokoh masyarakat untuk duduk dalam panitia pembangunan sebagai upaya menenteramkan masyarakat, tetapi keputusan tetap di tangan pemerintah. 7

10 Kerjasama. Pendekatan pembangunan yang mendudukkan masyarakat sebagai mitra pembangunan setara, hingga keputusan dimusyawarahkan dan diputuskan bersama. Pendelegasian, yaitu pendekatan pembangunan yang memberikan kewenangan penuh kepada masyarakat untuk mengambil keputusan yang langsung menyangkut kehidupan mereka Kontrol sosial, yaitu pendekatan pembangunan dimana keputusan tertinggi dan pengendalian ada di tangan masyarakat. Artinya partisipasi baru benar-benar terjadi bila ada kadar kedaulatan rakyat yang cukup dan kadar kedaulatan rakyat tertinggi adalah terjadinya kontrol sosial. Ciri-ciri partisipasi Partisipasi masyarakat selalu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Bersifat proaktif dan bukan reaktif, artinya masyarakat ikut menalar baru bertindak Ada kesepakatan yang dilakukan oleh semua pihak yang terlibat Ada tindakan yang mengisi kesepakatan tersebut Ada pembagian wewenang dan tanggung jawab dalam kedudukan yang setara. Penyempitan Arti Partisipasi dalam Wacana Pembangunan Pemaknaan konsep partisipasi dalam wacana pembangunan, cenderung menjadi semakin teknis (instrumental) meskipun sebagai jargon seringkali dihubungkan dengan konsep pemberdayaan dan perubahan sosial. Terjadi gradasi perbedaan pengertian terhadap peristilahan ini, tergantung dari latar belakang orang yang memaknainya. Akhirnya bagaimana aplikasi partisipasi akan berbeda, apabila pengertian tentang terminologi tersebut berbeda. Berdasarkan pengalaman di Indonesia, pengertian partisipasi yang diartikan sebagai mobilisasi masih sering terjadi, dimana program pembangunan dianggap berhasil mendorong partisipasi apabila bisa mengerahkan keterlibatan masyarakat dalam jumlah besar (massal) meskipun dengan cara-cara yang tidak partisipatif. Partisipasi yang Memberdayakan Dalam wacana pembangunan, mengapa terminologi partisipasi sangat melekat dengan terminologi pemberdayaan? Apakah pengembangan partisipasi berarti dengan sendirinya adalah proses pemberdayaan? Ataukah pengembangan partisipasi harus disertai dengan proses pemberdayaan? Dalam kenyataannya, pengembangan partisipasi tidak selalu berarti demokratisasi, karena ada jenis-jenis partisipasi yang bersifat teknis/instrumental. Karena itu, partisipasi teknis tidak dapat dihubungkan dengan pemberdayaan karena proses pemberdayaan jelas tidak akan terjadi tanpa adanya agenda demokratisasi komunitas. Sebab pengembangan partisipasi, bisa saja dilakukan tanpa pemberdayaan. partisipasi juga tidak selalu mendorong proses pemberdayaan. Sama seperti konsep partisipasi, konsep pemberdayaan dalam pembangunan seringkali disalahartikan (dikebiri pemaknaannya) menjadi teknis. Pemberdayaan diartikan sebagai peningkatan kemampuan (bahkan keterampilan masyarakat yang tidak dalam konteks perubahan komunitas dan demokratisasi. Pemberdayaan, adalah proses yang sangat politis, karena berhubungan dengan upaya mengubah pola kekuasaan dan mereka bekerja dengan kerangka pemberdayaan berarti menentang kelompok pro-status quo yang pastinya tidak begitu saja bersedia melakukan perubahan (dalam arti power sharing). Proses pemberdayaan selalu memerlukan proses demokratisasi, atau sebaliknya proses demokratisasi selalu memerlukan proses pemberdayaan. Pengembangan demokrasi hanya akan 8

11 berhasil jika masyarakat berhasil mengidentifikasi hal-hal yang tidak demokratis dan secara bertahap melakukan perubahan terhadapnya agar menjadi lebih demokratis. Hal ini membutuhkan kesadaran masyarakat mengenai adanya aktor-aktor yang sangat berkuasa (powerfull), di berbagai level yang berbeda, yang memiliki kepentingan dan kemungkinan besar akan menolak usaha-usaha perubahan tersebut. Partisipasi dan Pemberdayaan Pemberdayaan (empowerment) adalah sebuah konsep yang berhubungan dengan kekuasaan (power). Dalam tulisan Robert Chambers, kekuasaan (power) diartikan sebagai kontrol terhadap berbagai sumber kekuasaan, termasuk ilmu pengetahuan dan informasi. Karena itu, pemikiran penting Chambers mengenai pemberdayaan masyarakat adalah pengambilalihan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan informasi, sebagai salah satu sumber kekuasaan yang penting, dari orang luar (peneliti dan agen pembangunan) oleh masyarakat. Caranya dengan menggali dan menghargai pengetahuan dan teknologi lokal, serta menjadikan proses pembelajaran sebagai milik masyarakat, bukan milik orang luar. Selain itu, Chambers juga melihat isu kekuasaan dalam konteks pola hubungan antara kelompok dominan/elite masyarakat dengan kelompok bawah, antara negara-negara miskin (dalam skala komunitas, nasional maupun global). Kekuasaan dalam konteks politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi dan mengatur kehidupan warga (rakyat). Kekuasaan politik harus dibatasi dengan membangun sistem demokrasi. Karena itu, salah satu prinsip dasar demokrasi adalah tersedianya ruang partisipasi warga yang mampu mengontrol penyalahgunaan kekuasaan oleh pemimpin yang diberi mandat oleh warga. Jadi, kekuasaan sebenarnya adalah milik rakyat, tetapi yang terjadi kemudian adalah pengambilalihan kekuasaan oleh elite politik karena belum/tidak berfungsinya sistem pemerintahan yang mungkin ditegakkannya kedaulatan rakyat. Hal ini terjadi karena rakyat belum mampu melindungi kekuasaannya. Sedangkan, pemimpin politik, cenderung untuk tidak bersedia membatasi kekuasaannya, bahkan lebih suka memperbesar kekuasaan tersebut. Terdapat tujuh macam jenis kekuasaan yang dapat dijadikan dasar pengembangan strategi pemberdayaan berbasis masyarakat (Jim Ife: Community Development; Creating Community Alternatives, Vision, Analysis & Paractice,1995). Ketujuh jenis kekuasaan ini satu sama lain saling berhubungan dalam cara-cara yang kompleks, dan kategori (jenis) yang lain dapat saja ditambahkan. Kekuasaan atas kesempatan dan pilihan pribadi Di negara berkembang seperti Indonesia, sebagian besar orang hanya memiliki sedikit kekuasaan untuk menentukan kehidupan mereka sendiri: misalnya untuk membuat keputusan tentang gaya hidup, dimana akan bertempat tinggal, dan jenis pekerjaannya. Struktur masyarakat seringkali membatasi pilihan pribadi seseorang, misalnya, struktur patriarki dan nilai-nilai gender seringkali membatasi kekuasaan bagi perempuan dalam membuat pilihan sendiri ( pendidikan, kesehatan, pekerjaan, bahkan jodohnya) dan kelompok etnis mayoritas bekerja untuk mengurangi kekuasaan etnis minoritas. Begitu juga norma-noma dan nilai-nilai budaya, seringkali membatasi kekuasaan seseorang atas pilihan hidupnya., berdasarkan pembedaan kelas, rasial, agama, dan gender. Salah satu konsekuensi dari kemiskinan yang utama dalah tersedianya hanya sedikit pilihan atau kekuasaan untuk membuat keputusan tentang kehidupan mereka sendiri. Jenis pekerjaan, pelayanan kesehatan,pendidikan, kehidupan pribadi, hampir tidak tersedia banyak pilihan. Pemerintah mengatur banyak hal (agama, orientasi seksual yang diijinkan, dokter menentukan pengobatan tanpa memberi penjelasan atau menanyakan pendapat pasien, dsb.). Agenda pemberdayaan seharusnya juga bekerja untuk mengembangkan kemampuan individu dalam menentukan berbagai pilihan pribadi. 9

12 Kekuasaan atas definisi dan kebutuhan Negara seringkali merasa bertanggung jawab untuk menenukan dan merumuskan kebutuhan masyarakat. Selain itu, para profesional seperti dokter, pekerja sosial, psikolog, guru dan manajer, juga merasa memiliki keahlian dalam mendefinisikan kebutuhan orang lain. Pada sudut pandang pemberdayaan, seharusnya masyarakat diberikan kekuasaan untuk mendefinisikan dan merumuskan kebutuhan mereka sendiri. Agar masyarakat mampu mendefinisikan kebutuhan yang relevan dengan suatu pengetahuan dan keahlian, maka proses pemberdayaan menuntut pengembangan akses terhadap pendidikan dan informasi secara merata. Kekuasaan atas ide Penguasaan ide merupakan sumber kekuasaan, baik berupa bahasa, ilmu pengetahuan, dan budaya yang dominan. Untuk mengurangi dominasi kekuasaan atas ide perlu dikembangkan kapasitas seseorang dalam memasuki forum dialog dengan yang lainnya. Selain itu perlu dikembangkan kemampuan orang tersebut untuk menggali ide-ide dan berkontribusi terhadap pemikiran umum. Untuk itu, pendidikan merupakan aspek penting dari pemberdayaan. Kekuasaan atas institusi Berbagai kesepakatan dan keputusan dipengaruhi oleh institusi sosial seperti lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, keluarga, gereja, lembaga pemerintahan, media massa, dan lain-lain. Karena itu, strategi pemberdayaan juga bisa bertujuan untuk meningkatkan akses dan kontrol masyarakat dan seseorang terhadap institusi-institusi ini. Selain itu, perlu dilakukan perubahan terhadap institusi-institusi ini agar lebih terbuka, responsif, dan dapat dipertanggungjawabkan terhadap semua anggota (transparan). Kekuasaan atas sumberdaya Sebagian besar manusia memiliki sedikit akses dan kontrol terhadap sumberdaya, baik sumberdaya keuangan maupun sumberdaya bukan moneter seperti pendidikan, pengembangan diri, rekreasi dan pengembangan budaya. Di dalam masyarakat modern dimana kriteria ekonomi menjadi sumber penghargaan, kekuasaan terhadap sumberdaya ekonomi juga menjadi sangat penting. Salah satu strategi pemberdayaan adalah semaksimal mungkin memberi akses pada banyak orang terhadap pembagian dan penggunaan sumbedaya yang lebih merata. Biasanya, di masyarakat (terutama masyarakat modern) terjadi ketimpangan akses terhadap berbagai sumberdaya. Kekuasaan atas aktivitas ekonomi Akses dan kontrol terhadap mekanisme produksi, distribusi dan pertukaran merupakan sumber kekuasaan yang sangat vital dalam masyarakat mana saja. Kekuasaan ini dibagi secara tidak merata terutama pada masayarakat kapitalis modern. Karena itu, proses pemberdayaan seharusnya juga memastikan bahwa kekuasaan atas aktivitas ekonomi dapat dibagikan (didistribusikan) secara cukup adil meskipun tidak merata. Kekuasaan atas reproduksi Pengambilan keputusan dan kontrol atas proses reproduksi telah menjadi kritik yang sangat penting dari kaum feminis. Reproduksi tidak hanya diartikan sebagai proses kelahiran, melainkan juga proses membesarkan anak, memberikan pendidikan dan keseluruhan mekanisme (sosial, 10

13 ekonomi, dan politik) yang mereproduksi genersi penerus. Kekuasaan atas proses reproduksi merupakan pembagian yang tidak sama dalam setiap masyarakat, berdasarkan nilai gender, kelas dan rasial. Kekuasaan atas reproduksi termasuk kategori kekuasaan atas pilihan pribadi dan kekuasaan atas ide. Pembedayaan Sebagai Upaya Power Sharing Adanya segelintir orang yang memiliki akses dan kontrol besar terhadap sumber-sumber kekuasaan, dibandingkan orang yang lain merupakan struktur ketimpangan, sedangkan orang yang dirugikan disebut sebagai kelompok terpinggirkan atau kelompok lemah. Pemberdayaan adalah upaya yang ditujukan untuk orang atau sekelompok orang yang mempunyai akses dan kontrol yang terbatas terhadap berbagai sumber kekuasaan. Pemberdayaan adalah upaya yang ditujukan untuk orang atau sekelompok orang yang terpinggirkan. Tujuan pembedayaan adalah untuk mengembangkan struktur masyarakat yang seimbang dan adil. Di tingkat negara, agenda besar pemberdayaan berarti upaya untuk mengembalikan pola hubungan kekuasaan antara rakyat dengan elite politik ke dalam kerangka demokrasi. Masyarakat yang lemah, tidak mampu melindungi kekuasaannya, bahkan tidak memiliki kesadaran kritis terhadap hak-hak dan kedaulatannya, disebut masyarakat yang tidak berdaya. Sedangkan negara, atau dalam hal ini elite politik yang memiliki kekuasaan tanpa terbatas, disebut sebagai pihak yang sangat berkuasa. Sementara, di tingkat komunitas, masyarakat miskin yang marjinal adalah kelompok yang tidak berdaya, sedangkan kelompok elite yang dominan adalah kelompok yang sangat berkuasa. Menurut Chambers, pembangunan adalah upaya untuk mengembangkan tatanan hidup yang lebih baik (komunitas,nasional, maupun global), yang berarti adalah berbagi kekuasaan (power sharing) untuk mengembangkan keseimbangan. Pemberdayaan adalah upaya untuk mewujudkan power sharing, dengan cara memperbesar daya (empowerment) kepada pihak yang tidak/kurang berdaya. Dan mengurangi daya pihak yang terlalu berkuasa. Pengertian Pemberdayaan di Tingkat Komunitas Lokal Proses pengembangan hubungan yang lebih setara, adil, dan tanpa dominasi di suatu komunitas. Pemberdayaan memerlukan proses penyadaran kritis masyarakat tentang hak-hak dan kewajibannya. Pemberdayaan juga memerlukan proses pengembangan kepemimpinan lokal yang egaliter dan memiliki legitimasi pada rakyatnya. Proses untuk memberi daya/kekuasaan (power) kepada pihak yang lemah, dan mengurangi kekuasaan (disempower) kepada pihak yang terlalu berkuasa sehingga terjadi keseimbangan. Membutuhkan pembagian kekuasaan (power sharing) antara kepemimpinan lokal dengan masyarakat secara adil. Pembagian kekuasaan yang adil berarti adalah penyelenggaraan sistem demokrasi di tataran komunitas (community democracy). Paling tidak itu yang saat ini dipercaya oleh gerakan demokrasi di seluruh dunia. Partisipasi yang Memberdayakan Dalam wacana pembangunan, mengapa terminologi partisipasi sangat melekat dengan terminologi pemberdayaan? Apakah pengembangan partisipasi berarti dengan sendirinya adalah proses pemberdayaan? Ataukah pengembangan partisipasi harus disertai dengan proses pemberdayaan? Dalam kenyataannya, pengembangan partisipasi tidak selalu demokratisasi, karena ada jenis-jenis partisipasi yang bersifat teknis/instrumental. Karena itu, partisipasi teknis tidak dapat dihubungkan dengan pemberdayaan karena proses pemberdayaan jelas tidak akan terjadi tanpa adanya agenda 11

14 demokratisasi komunitas. Sebab, pengembangan partisipasi bisa saja dijalankan tanpa pemberdayaan. Partisipasi juga tidak selalu mendorong proses pemberdayaan. Sama seperti konsep partisipasi, konsep pemberdayaan seringkali dikebiri pemaknaannya menjadi teknis. Pembedayaan seringkali diartikan sebagai peningkatan kemampuan (bahkan keterampilan) masyarakat yang tidak dalam konteks perubahan komunitas dan demokratisasi. Pemberdayaan adalah proses yang sangat politis, karena berhubungan dengan upaya mengubah pola kekuasaan dan mereka yang bekerja dengan kerangka pemberdayaan berarti menantang kelompok pro status quo yang pastinya tidak begitu saja bersedia melakukan perubahan (dalam arti power sharing). Proses pemberdayaan selalu memerlukan proses demokratisasi, atau sebaliknya, proses demokratisasi selalu memerlukan proses pemberdayaan. Pengembangan demokrasi hanya akan berhasil jika masyarakat berhasil mengidentifikasi hal-hal yang tidak bersifat demokratis dan secara bertahap melakukan perubahan terhadapnya agar menjadi lebih demokratis. Hal ini membutuhkan kesadaran masyarakat mengenai adanya aktor-aktor yang sangat berkuasa, di berbagai level yang berbeda, yang memiliki kepentingan dan kemungkinan besar akan menolak usaha-usaha perubahan tersebut. Partisipasi dan Demokrasi Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang didasarkan pada kedaulatan rakyat (demos artinya rakyat, cratos artinya kewenangan). Artinya, rakyat memberikan kewenangan/mandat kepada pemerintah untuk memerintah mereka. Dengan demikian, pemerintah memiliki kekuasaan (power) karena kekuasaan itu diberikan oleh rakyat. Tetapi, karena dalam praktek-praktek pemerintah seringkali menyalahgunakan kekuasaan tersebut, maka dalam sistem demokrasi harus ada mekanisme agar rakyat bisa mengontrol dan mengawasi sepak terjang pemerintah. Selain itu, rakyat juga harus memiliki ukuran-ukuran dalam menilai performa pemerintahannya, antara lain: perumusan hak-hak sipil dalam suatu negara, adanya perlindungan HAM, dan adanya penegakan hukum untuk semua. Partisipasi sebagai Prinsip demokrasi Dalam konsep politik, partisipasi warga merupakan keharusan (sebagai salah satu prinsip dasar sistem demokrasi). Partisipasi warga itu dimaksudkan untuk mengontrol penyalahgunaan kekuasaan oleh pemimpin, menyampaikan aspirasi kepada pemerintah, melibatkan warga dalam pelaksanaan pemerintahan, memberi masukkan pada saat pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan warga (publik). Bentuk-bentuk partisipasi warga dalam konsep politik sebenarnya sangat luas, yaitu: keterlibatan warga dalam organisasi sosial kemasyarakatan (organisasi sipil), kesediaan masyarakat untuk memberikan opini terhadap isu-isu yang menyangkut kepentingan masyarakat (opini publik), keterlibatan masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan, dan sebagainya. Partisipasi dalam kosakata politik sebenarnya jauh lebih tua daripada partisipasi dalam wacana pembangunan. Dalam politik, kata partisipasi dipadankan dengan kata warganegara (citizen participation). Sedangkan dalam pembangunan, kata partisipasi lebih banyak dipadankan dengan kata masyarakat (community participation). Pemilahan Partisipasi Sosial dan Partisipasi Politik Istilah partisipasi, dalam perkembangannya lebih populer dalam wacana pembangunan dan cenderung berubah menjadi terminologi yang steril (a-politis). Kebanyakan lembaga pemerintah, LSM dan donor menggunakan istilah partisipasi dalam program pembangunan diartikan sebagai partisipasi sosial. Sehingga terjadilah pemilahan partisipasi sosial dengan partisipasi dalam proses demokrasi. ( Hans Antlov, Paradigma Baru dalam Partisipasi Masyarakat, Buletin Lesung Edisi 02, 12

15 FPPM). Kedua istilah ini masing-masing mempunyai keterbatasan: partisipasi sosial yang diartikan sebagai upaya meningkatkan pengawasan masyarakat terhadap sumber-sumber sosial terutama program-program pembangunan, ternyata tidak mampu mengatasi persoalan-persoalan struktural yang dihadapi di dalam konteks persoalan di Indonesia. Sedangkan partisipasi politik yang diartikan sebagai peran serta masyarakat dalam pengertian politik secara sempit, tidak memadai sebagai wilayah kerja untuk menegakkan demokrasi masyarakat. Partisipasi sosial dalam pembangunan, memiliki kecenderungan untuk dimaknai dan diaplikasikan secara teknis dan instrumental. Hal ini mendorong terjadinya manipulasi partisipasi, karena sebenarnya dipergunakan untuk mendorong peran serta masyarakat dalam agenda orang luar. Jelas kedua jenis partisipasi di atas tidak akan mendorong demokratisasi dan restrukturisasi masyarakat karena tidak mengembangkan kesadaran dan kepedulian yang lebih luas dari warga masayrakat (elite dan warga masyarakat lainnya) dalam membangun komunitas yang lebih baik. Partisipasi masyarakat (community participation) di kalangan pembangunan lebih sering diartikan sebagai partisipasi sosial daripada partisipasi politik. Anggapan ini nampaknya menjadikan partisipasi sebagai pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan, bukan partisipasi untuk mengembangkan sistem dan struktur baru komunitas yang lebih setara, partisipatif, dan demokratis. Partisipasi yang tidak mengembangkan perluasan di tingkat komunitas, jelas tidak akan banyak berpengaruh terhadap demokratisasi komunitas. Di dalam konsep demokrasi, terdapat sejumlah pilar atau prinsip yang harus ada sehingga bisa dikatakan demokrasi berjalan, yaitu: PARTISIPASI WARGA; kesetaraan atau tidak adanya diskriminasi golongan, agama, etnis, dan gender, toleransi terhadap perbedaan, akuntabilitas pemerintah terhadap rakyat, transparansi pemerintahan, kebebasan berusaha untuk mengembangkan ekonomi, kontrol terhadap penyalahgunaan kekuasaan, jaminan perlindungan hak-hak sipil, perlindungan HAM, serta aturan dan penegakan hukum. Partisipasi warga (citizen participation) di dalam konsep demokrasi, diartikan sebagai keterlibatan warga dalam berbagai proses pemerintahan, antara lain dalam pengembangan kebijakan publik, dalam mengawasi jalannya pemerintahan, menyampaikan aspirasi dan kepentingan masyarakat dan dalam mendukung berbagai upaya pembangunan. Masyarakat (komunitas) partisipatif adalah sebuah keadaan yang menunjukkan bahwa partisipasi sudah menjadi nilai, sikap-perilaku, dan budaya di suatu masyarakat, sehingga mereka bisa mengambil peran yang menentukan, baik dalam proses-proses pembangunan maupun dalam pemerintahan yang sesuai dengan asas-asas demokrasi. Partisipasi Asli, Partisipasi yang Mengembangkan Demokrasi Komunitas Karena itu, Hans Antlov, dalam tulisannya, menganjurkan penggunaan kembali istilah partisipasi warga yang meliputi partisipasi sosial dan partisipasi politik dalam arti luas. Partisipasi warga ini diartikan sebaga keterlibatan warga masyarakat dalam pemerintahan lokal secara penuh, termasuk dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, dalam program-program pembangunan,dalam proses pengambilan keputusan publik tingkat lokal, dalam pemilihan kepemimpinan lokal (formal maupun informal),dsb, yang merupakan seluruh bagian dari kehidupan masyarakat (komunitas). Karena itu, peran Lembaga lembaga pengembang program pembangunan juga meliputi peran sebagai pengorganisir rakyat (community organizer) karena partisipasi warga harus dikembangkan melalui penguatan lembaga-lembaga masyarakat/rakyat (organisasi sipil) yang bilsa menjadi kelompok kepentingan dan kelompok penekan tingkat lokal dan mempengaruhi kebijakan-kebijakan (mempengaruhi lembaga politik formal melalui legislatif dan eksekutif lokal). Penguatan kelembagaan masyarakat/rakyat (organisasi sipil) ini, diperlukan dalam menopang pemerintahan lokal yang partisipatif (participatory local governance) atau komunitas yang demokratis (demokratic community). 13

16 Modul 2 Topik: Partisipasi Perempuan Peserta memahami dan menyadari: 1. Masalah-masalah yang mempengaruhi rendahnya partisipasi perempuan 2. Pentingnya partisipasi perempuan dalam pananggulangan kemiskinan Kegiatan 1: Jajak pendapat gender dan ketimpangan Kegiatan 2: Diskusi kelompok permasalahan partisipasi perempuan Kegiatan 3: Diskusi kelompok strategi peningkatan partisipasi perempuan dalam nangkis 2 Jpl (90 ) Bahan Bacaan: 1. Perempuan dan Pembangunan 2. Perempuan, Partisipasi dan Pemberdayaan Kerta Plano Kuda-kuda untuk Flip-chart LCD Metaplan Papan Tulis dengan perlengkapannya Spidol, selotip kertas dan jepitan besar 14

17 Jajak Pendapat Gender dan Ketimpangan 1) Jelaskan kepada peserta bahwa kita akan memulai dengan Modul Partisipasi Perempuan uraikan tujuan dari modul ini, yaitu peserta memahami dan menyadari: Konsep gender serta ketimpangan gender yang terjadi di Indonesia Masalah-masalah yang mempengaruhi partisipasi perempuan Pentingnya partisipasi perempuan dalam penanggulangan kemiskinan 2) Pemandu mengajak peserta sejenak merefleksikan mengenai materi-materi perempuan dan kemiskinan dan pemberdayaan perempuan dan laki-laki yang sudah dibahas dalam modulmodul sebelumnya. Tanyakan kepada mereka apa yang mereka pahami dan apa yang belum mereka pahami dari modul-modul tersebut, Tuliskan jawaban peserta dalam kertas plano. Cermati apakah mereka sudah cukup paham mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut Pengertian gender, bentuk-bentuk ketimpangan gender, paradigma yang mempengaruhi ketimpangan tersebut, implikasi dari ketimpangan-ketimpangan tersebut baik terhadap perempuan maupun laki-laki, dll. Garis bawahi hal-hal yang menurut peserta belum paham untuk dibahas lebih mendalam pada sessi selanjutnya. 3) Jelaskan kepada peserta, bahwa akan dilakukan jajak pendapat. Dalam jajak pendapat pemandu memberikan beberapa pernyataan yang sudah disiapkan sebelumnya, peserta memberikan tanggapan dengan kategori setuju, tidak setuju dan netral berdasarkan kepada argumen-argumen yang mereka miliki. (lihat metode diskusi jajak pendapat dalam LK 1 ) Pernyataan untuk Jajak Pendapat: Pernyataan 1 Menjaga anak, melayani suami, mengurus rumah tangga merupakan fitrah perempuan, sudah seharusnya perempuan hanya beraktivitas di rumah saja karena dengan demikian kehormatan perempuan lebih terjaga; sedangkan urusan mencari nafkah dan persoalan di luar rumah tangga merupakan fitrah laki-laki. Pernyataan 2 Kodrat perempuan adalah melayani kaum laki-laki sesuai dengan sejarah penciptaan perempuan dari tulang rusuk laki-laki, yang terpenting bagi perempuan mempunyai kapasitas untuk menjalankan kewajiban sesuai dengan kodratnya, menjadi tidak penting bagi perempuan untuk berpendidikan tinggi. 15

18 Pernyataan 3 Perempuan tertindas dan terpinggirkan hanyalah merupakan pandangan yang datang dari Barat dan digembar-gemborkan oleh para aktivis perempuan untuk kepentingan-kepentingan tertentu, pada kenyataannya kaum perempuan umumnya merasa bahagia dengan kehidupan sosial yang mereka jalani saat ini. Pernyataan 4 Perempuan tidak cocok menjadi pemimpin karena mereka pada dasarnya terlalu lemah lembut, emosional, susah mengambil keputusan yang tegas, dan kapasitas yang mereka miliki tidak cukup padahal pemimpin yang baik adalah pemimpin yang kuat,tegas, cerdas, berpendidikan tinggi dan mempunyai pengetahuan yang luas yang selama ini dimiliki oleh kaum laki-laki. Pernyataan 5 Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah haruslah adil, untuk menjamin keadilan maka tidak pada tempatnya ada tuntutan dari pihak-pihak tertentu untuk mengeluarkan kebijakan yang mengistimewakan kaum perempuan, karena pada dasarnya baik perempuan dan lakilaki mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara; kebijakan-kebijakan khusus yang diberikan kepada kaum perempuan justru menggambarkan adanya diskriminasi terhadap kaum perempuan. 4) Untuk memperdalam pemahaman, jelaskan kepada peserta bahwa kita akan berdiskusi dalam kelompok. Bagi peserta menjadi 5 kelompok, tugaskan setiap kelompok untuk mendiskusikan: Kelompok 1 dan 2: Apa itu gender? Apakah gender berkaitan dengan ciri-ciri biologis manusia? Apakah gender bersifat tetap dari waktu ke waktu? Apakah fungsi gender tidak boleh berbeda dari satu tempat dengan tempat lainnya? Apakah fungsi gender tidak bisa dipertukarkan? Apa itu ketimpangan gender dan apa bentuk-bentuknya? Kelompok 3, 4, dan 5 Menyiapkan pertanyaan-pertanyaan kritis yang menyangkut isu-isu yang dibahas oleh kelompok 1 dan 2. 5) Setelah selesai diskusi kelompok, mintalah kelompok 1 untuk mempresentasikan hasil diskusinya, dengan metode diskusi Memperluas Panel. Metode diskusi bisa dilihat dalam LK 2 yang sudah disediakan. 6) Refleksikan bersama peserta hasil diksusi panel yang telah dilakukan, dan berikan masukkanmasukkan apabila diperlukan 16

19 Diskusi Kelompok Permasalahan Partisipasi Perempuan 1) Jelaskan kepada peserta bahwa kita akan memuali kegiatan 2 dalam modul ini yaitu membahas permasalahan partisipasi perempuan. 2) Berdasarkan konsep partisipasi perempuan yang sudah dibahas pada modul sebelumnya, bagaimanakah menurut peserta partispasi perempuan dalam pembangunan?. Ingatkan kembali kepada permasalahan yang telah dibahas dalam modul perempuan dan kemiskinan dan pemberdayaan perempuan dan laki-laki. 3) Mintalah kepada setiap peserta untuk mengemukakan pandangan-pandangannya dan berdebat dengan menggunakan metode diskusi Rapat Kota ( Lihat petunjuk Rapat kota dalam LK 3), mengenai : Perdebatan 1 Bagaimana kulaitas dan kuantitas partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan di sektor publik serta permasalahannya.? Perebatan 2: Bagaimana peran perempuan dalam perencanaan kegiatan pembangunan serta permasalahannya?. Perdebatan 3: Bagaimana peran perempuan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan dan monitroing evaluasi serta permasalahannya Perdebatan 4: Bagaimana akses perempuan sebagai pemimpin dan permasalahannya 4) Refleksikan bersama peserta hasil diskusi yang sudah dilakukan. 17

20 Diskusi Kelompok Strategi Peningkatan Partispasi Perempuan dalam Nangkis 1) Uraikan bahwa kita akan memulai kegiatan 3 dalam Modul Partisipasi perempuan dan akan membahas strategi peningkatan peran perempuan dalam Nagkis. 2) Bagi peserta ke dalam beberapa kelompok (satu kelompok terdiri dari 8-9 orang), kemudian beri tugas setiap kelompok untuk merumuskan strategi peningkatan peran perempuan dalam nangkis. 3) Setelah selesai diskusi kelompok, mintalah setiap kelompok untuk presentasi dan bahas dalam pleno kelas. 4) Refleksikan bersama 18

21 LK 1- Petunjuk Diskusi Jajak Pendapat Suatu perdebatan dapat menjadi sebuah metode berharga untuk mengembangkan pemikiran dan refleksi, khususnya jika para peserta latihan diharapkan mengambil posisi yang bertentangan dengan pendapatnya. Ini adalah sebuah strategi untuk suatu perdebatan yang secara aktif melibatkan setiap peserta. Strategi ini juga bisa dipakai untuk menggali dan mempengaruhi kayakinan peserta terhadap suatu isu tertentu. Petunjuk: 1. Kembangkan suatu pernyataan yang berkaitan dengan isu yang kontroversial yang berkaitan dengan materi yang dibahas. Dalam kegiatan modul ini pernyataan untuk didiskusikan adalah sebagai berikut: a) Menjaga anak, melayani suami, mengurus rumah tangga merupakan fitrah perempuan, sudah seharusnya perempuan hanya beraktivitas di rumah saja karena dengan demikian kehormatan perempuan lebih terjaga; sedangkan urusan mencari nafkah dan persoalan di luar rumah tangga merupakan fitrah laki-laki. b) Kodrat perempuan adalah melayani kaum laki-laki sesuai dengan sejarah penciptaan perempuan dari tulang rusuk laki-laki, yang terpenting bagi perempuan mempunyai kapasitas untuk menjalankan kewajiban sesuai dengan kodratnya, menjadi tidak penting bagi perempuan untuk berpendidikan tinggi. c) Perempuan tertindas dan terpinggirkan hanyalah merupakan pandangan yang datang dari Barat dan digembar-gemborkan oleh para aktivis perempuan untuk kepentingankepentingan tertentu, pada kenyataannya kaum perempuan umumnya merasa bahagia dengan kehidupan sosial yang mereka jalani saat ini. d) Perempuan tidak cocok menjadi pemimpin karena mereka pada dasarnya terlalu lemah lembut, emosional, susah mengambil keputusan yang tegas, dan kapasitas yang mereka miliki tidak cukup padahal pemimpin yang baik adalah pemimpin yang kuat,tegas, cerdas, berpendidikan tinggi dan mempunyai pengetahuan yang luas yang selama ini dimiliki oleh kaum laki-laki. e) Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah haruslah adil, untuk menjamin keadilan maka tidak pada tempatnya ada tuntutan dari pihak-pihak tertentu untuk mengeluarkan kebijakan yang mengistimewakan kaum perempuan, karena pada dasarnya baik perempuan dan laki-laki mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara; kebijakan-kebijakan khusus yang diberikan kepada kaum perempuan justru menggambarkan adanya diskriminasi terhadap kaum perempuan. 2. Lakukan jajak pendapat kepada peserta dengan kategori setuju, tidak setuju dan netral terhadap pernyataan yang telah dibuat tadi. Jajak pendapat dilakukan bertahap untuk masingmasing pernyataan. Pada saat jajak pendapat dilakukan untuk pernyataan 1), pernyataan lain jangan diperlihatkan kepada peserta supaya konsentrasi mereka tidak terganggu. 3. Mintalah peserta untuk berkumpul dengan peserta lain yang satu pendapat (menjadi 3 kelompok) 19

22 4. Mintalah ketiga kelompok tadi untuk mengembangkan argumen-argumen terhadap kategori pilihannya ( setuju karena, tidak setuju karena., netral karena ) 5. Setiap kelompok kemudian saling berhadapan dan berdebat berdasarkan argumen-argumen yang dipilihnya, dan bisa saling mempengaruhi. 6. Dalam perdebatan setiap anggota kelompok diperbolehkan untuk pindah kepada kelompok lawan debatnya apabila lebih setuju dengan argumen yang dikemukakan pihak lawan. 7. Ketika dirasa sudah cukup, akhiri perdebatan tersebut. Buatlah diskusi seluruh kelas tentang apa yang telah dipelajari oleh para peserta berdasarkan pengalaman debat tadi. 8. Mintalah peserta mengidentifikasi apa yang mereka pikirkan merupakan argumen-argumen terbaik yang dibuat oleh kedua kelompok. 20

23 LK 2- Petunjuk Diskusi Memperluas Panel Kegiatan ini merupakan suatu cara terbaik untuk merangsang diskusi dan memberikan para peserta sebuah kesempatan mengenal, menjelaskan, dan mengklarifikasi berbagai isu sambil menjaga partisipasi aktif mereka. Langkah-langkah: 1. Mintalah kelompok 1 dan 2 sebagai kelompok diskusi panel. Aturlah panelis duduk di depan ruangan dengan tempat duduk setengah lingkaran. 2. Mintalah kelompok 3 duduk di sisi kiri, kelompok 4 di sisi kanan dan kelompok 5 di depan panelis. 3. Mulailah dengan meminta kelompok 1 untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok yang sudah dilakukan sebelumnya, kemudian kelompok 2 menambahkan hal-hal yang belum dikemukakan oleh kelompok Mintalah kepada kelomok 3, 4 dan 5 untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya kepada para panelis. 5. Moderasilah diskusi panel, ajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan yang provokatif sehingga dapat menimbulkan pro dan kontra di antara peserta diskusi agar terjadi dialog dan perdebatan. 21

24 LK 3- Petunjuk Diskusi Rapat Kota Format diskusi ini sangat cocok untuk kelas yang besar. Dengan membuat suasana mirip dengan sebuah rapat kota, maka seluruh peserta bisa menjadi terlibat dalam diskusi. Langkah-langkah: 1. Topik masalah yang akan dibahas adalah mengenai ketimpangan gender yang terjadi di Indonesia berdasarkan kepada pengalaman peserta dan bahan bacaan yang sudah dipelajari oleh masing-masing peserta sebelumnya. 2. Jelaskan bahwa kita akan memulai berdiskusi mengenai pandangan masing-masing terhadap persoalan-persolan tadi. Sediakan kursi-kursi kosong yang disusun berhadapan untuk berdiskusi. Mulailah diskusi dengan membahas isu pertama yaitu: Bagaimana akses kaum perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya,, pelayanan-pelayanan yang tersedia. 3. Mintalah satu orang peserta untuk mengemukakan pandangannya terhadap hal tersebut dan duduk di kursi kosong yang sudah disediakan. Tanyakan kepada peserta apakah ada yang mempunyai pandangan yang berbeda, mintalah peserta yang punya pandangan yang berbeda untuk duduk di kursi kosong di hadapan peserta yang tadi dan mengemukakan pandangannya. 4. Doronglah peserta lain untuk terlibat dalam diskusi, peserta yang sependapat dengan peserta pertama untuk duduk di kursi kosong satu kelompok dengan peserta pertama, kemudian peserta yang tidak sependapat duduk di kursi kosong satu kelompok dengan peserta kedua. 5. Moderasi diskusi agar terjadi perdebatan dan dialog 6. Lanjutkan hal yang sama, dengan membahas isu-isu di bawah ini satu per satu: Kontrol kaum perempuan dan laki-laki baik di sektor domestik maupun di sektor publik (kontrol menyangkut relasi kekuasaan perempuan dan laki-laki, apakah ada dominasi dalam pengambilan keputusan baik di sektor domestik maupun publik terhadap berbagai hal seperti sumberdaya, aktivitas sehari-hari, dan lainnya; ) Tingkat partisipasi kaum perempuan dan laki-laki dalam pembangunan Kepemimpinan Tingkat kesejahteraan kaum perempuan dan laki-laki menyangkut kualitas kesehatan, pendidikan, pemenuhan kebutuhan ekonomi dan sebagainya. 7. Refleksikan hasil pandangan-pandangan peserta tadi. 22

25 Gender Bukan Tabu Apakah Gender Melawan Kodrat? Disarikan dari Gender Bukan Tabu Catatan Perjalanan Fasilitasi Kelompok Perempuan di Jambi-Dede Wlliam-de Vries Pengertian Sex, Gender dan Kodrat Sex atau jenis kelamin adalah hal yang paling sering dikaitkan dengan gender dan kodrat. Dikarenakan adanya perbedaan jenis kelamin, perempuan dan laki-laki secara kodrat berbeda satu sama lain. Hubungan antara jenis kelamin (seks) dengan kodrat, secara sederhana dapat kita ilustrasikan seperti: Ketika dilahirkan laki-laki ataupun perempuan secara biologis memang berbeda. Laki-laki memiliki penis dan buah zakar sedangkan perempuan mempunyai vagina. Pada saat mulai tumbuh besar, perempuan mulai telihat memiliki payudara, mengalami haid dan memproduksi sel telur.sementara laki-laki mulai terlihat memiliki jakun dan memproduksi sperma. Secara alamiah, perbedaanperbedaan tersebut bersifat tetap, tidak berubah dari waktu ke waktu dan tidak dapat dipertukarkan fungsinya satu sama lain. Hal-hal seperti ini yang kemudian kita sebut dengan kodrat. Berdasarkan hal tersebut, logikanya seseorang dianggap melanggar kodrat jika mencoba melawan atau mengubah fungsi-fungsi biologis yang ada pada dirinya. Gender sama sekali berbeda dengan pengertian jenis kelamin. Gender bukan jenis kelamin. Gender bukanlah perempuan atau laki-laki. Gender hanya memuat perbedaan fungsi dan peran sosial yang terbentuk oleh lingkungan tempat kita berada. Gender tercipta melalui proses sosial budaya yang panjang dalam suatu lingkup masyarakat tertentu, sehingga dapat berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, misalnya laki-laki yang memakai tatto di badan dianggap hebat oleh masyarakat Dayak, akan tetapi di lingkungan komunitas lain seperti Yahudi misalnya, hal tersebut merupakan hal yang tidak dapat diterima. Gender juga berubah dari waktu ke waktu, sehingga bisa berlainan dari satu generasi ke generasi berikutnya.contohnya, di masa lalu perempuan yang memakai celana panjang dianggap tidak pantas, sedangkan saat ini dianggap hal yang baik untuk perempuan aktif. Pertanyaannya sekarang, apakah gender melanggar kodrat?. Jawaban dari pertanyaan tersebuit kita bisa analisis dari rangkaian pertanyaan berikut: Apakah gender berkaitan dengan ciri-ciri biologis manusia? Apakah gender bersifat tetap dari waktu ke waktu? Apakah fungsi gender tidak boleh berbeda dari satu tempat dengan lainnya? Apakah fungsi gender tidak bisa dipertukarkan? Jika jawaban dari semua pertanyaan tersebut adalah tidak, maka jelas ahwa gender tidak melawan kodrat. Peran gender tidak akan melawan kodrat manusia, tidak megubah jenis kelamin, tidak mengubah fungsi-fungsi dalam diri perempuan menjadi laki-laki dan tidak juga dimaksudkan untuk mendorong perempuan mengubah dirinya menjadi seorang laki-laki, ataupun sebaliknya. 23

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER)

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) 1 Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) Pemberdayaan (empowerment) adalah sebuah konsep yang berhubungan dengan kekuasaan (power) Dalam tulisan Robert Chambers 1, kekuasaan (power) diartikan sebagai kontrol terhadap

Lebih terperinci

Pembangunan Partisipatif

Pembangunan Partisipatif DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya MODUL DASAR Konsultan dan Pemda 05 Pembangunan Partisipatif PNPM Mandiri Perkotaan Modul 1 Partrisipasi,Pemberdayaan dan Demokrasi 1 Kegiatan 1

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya MODUL KHUSUS KOMUNITAS C05. Relawan. Pemetaan Swadaya. PNPM Mandiri Perkotaan

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya MODUL KHUSUS KOMUNITAS C05. Relawan. Pemetaan Swadaya. PNPM Mandiri Perkotaan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya MODUL KHUSUS KOMUNITAS Relawan C05 Pemetaan Swadaya PNPM Mandiri Perkotaan Modul 1 Alur dan GBPP OJT PS 1 Kegiatan 1 Curah Pendapat Harapan dan

Lebih terperinci

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA MUKADIMAH Konsil LSM Indonesia menyadari bahwa peran untuk memperjuangkan partisipasi masyarakat dalam segala proses perubahan membutuhkan pendekatan dan pentahapan yang

Lebih terperinci

Perbandingan PRA dengan RRA dan PAR

Perbandingan PRA dengan RRA dan PAR Perbandingan PRA dengan RRA dan PAR PRA SEBAGAI METAMORFOSIS DARI RRA 1 Participatory Rural Appraisal (PRA) seringkali dilekatkan dengan nama Robert Chambers, sehingga rasanya perlu dimunculkan pertanyaan

Lebih terperinci

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia KOMISI B KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia Mukadimah Konsil LSM Indonesia menyadari bahwa peran untuk memperjuangkan partisipasi

Lebih terperinci

Modul 10. POD dan Metode Pelatihan Partisipatif

Modul 10. POD dan Metode Pelatihan Partisipatif Modul 10 POD dan Metode Pelatihan Partisipatif Peserta memahami dan menyadari: 1. Semua warga belajar adalah narasumber 2. Pendiidkan orang dewasa sebagai metode pendekatan fasilitasi 3. Metode-metode

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran

Lebih terperinci

Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS) Kajian Pendidikan

Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS) Kajian Pendidikan BUKU 4e SERI SIKLUS PNPM Mandiri Perkotaan Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS) Kajian Pendidikan Perkotaan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya Seri Siklus PNPM-Mandiri Perkotaan Panduan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

GBPP PELATIHAN TINGKAT KOTA/KABUPATEN

GBPP PELATIHAN TINGKAT KOTA/KABUPATEN GBPP PELATIHAN TINGKAT KOTA/KABUPATEN Non Pro Poor Policies Pro-Poor Policies Pro-Poor Program & Budgeting Good Local Governance PEMBELAJARAN YANG DIHARAPKAN Merubah cara pandang terhadap pendekatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

Pokok-Pokok Pikiran Robert Chambers

Pokok-Pokok Pikiran Robert Chambers Pokok-Pokok Pikiran Robert Chambers KRITIK CHAMBERS TERHADAP ORANG LUAR YANG BEKERJA DI MASYARAKAT 1 Pemikiran Robert Chambers selaku promotor dan pengembang metodologi PRA, tentu perlu dipahami Robert

Lebih terperinci

Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1

Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 3 Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 Pengembangan Masyarakat (Community Development) berkembang sebagai kritik terhadap pendekatan kesejahteraan (welfare approach) atau pendekatan

Lebih terperinci

Panduan Fasilitasi Rembug Kesiapan Masyarakat (RKM)

Panduan Fasilitasi Rembug Kesiapan Masyarakat (RKM) BUKU 2 SERI SIKLUS PNPM Mandiri Perkotaan Panduan Fasilitasi Rembug Kesiapan Masyarakat (RKM) Perkotaan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya Seri Siklus PNPM Mandiri Perkotaan Panduan

Lebih terperinci

Pelaku dan Praktek Pengembangan Masyarakat (Community Development)

Pelaku dan Praktek Pengembangan Masyarakat (Community Development) 4 Pelaku dan Praktek Pengembangan Masyarakat (Community Development) Negara adalah suatu entitas yang terdiri dari komponen Pemerintah, kalangan swasta, dan masyarakat, yang masing-masing punya peran,

Lebih terperinci

Kerangka Kerja Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1

Kerangka Kerja Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 2 Kerangka Kerja Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 Program Pengembangan Masyarakat (Community Development), seharusnya disesuaikan dengan persoalan yang terjadi secara spesifik pada suatu

Lebih terperinci

Kerangka Kerja PRA dalam Program Pengembangan Masyarakat

Kerangka Kerja PRA dalam Program Pengembangan Masyarakat 4 Kerangka Kerja PRA dalam Program Pengembangan Masyarakat PENGANTAR PRA berkembang sebagai alternatif penelitian sosial yang dianggap menjadikan masyarakat hanya sebagai obyek atau sumber informasi saja

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

Partisipasi kelompok marginal dan perempuan

Partisipasi kelompok marginal dan perempuan Memastikan tersedianya kesempatan yang sama di antara berbagai kelompok masyarakat, termasuk antara laki-laki dan perempuan, adalah instrumen penting untuk mencapai tujuan pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan.

Lebih terperinci

Modul 3 Sub Topik: Kegiatan Sosial Berkelanjutan

Modul 3 Sub Topik: Kegiatan Sosial Berkelanjutan Modul 3 Sub Topik: Kegiatan Sosial Berkelanjutan Peserta memahami prasyarat dan ciri program Sosial berkelanjutan 1. Brainstorming Prasyarat dan Ciri Program Sosial Berkelanjutan 2. Diskusi Kelompok Lembar

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

Pelatihan. Fasilitator Masyarakat. untuk. Tahun Oleh: Rianingsih Djohani. Ria Djohani. 1

Pelatihan. Fasilitator Masyarakat. untuk. Tahun Oleh: Rianingsih Djohani. Ria Djohani. 1 an untuk Fasilitator Masyarakat Oleh: Rianingsih Djohani Tahun 2011 Ria Djohani. 1 PELATIHAN untuk FASILITATOR MASYARAKAT Tujuan umum: mengembangkan fasilitator proses pemberdayaan warga untuk pengelolaan

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP PRA MENURUT ROBERT CHAMBERS. . Prinsip-Prinsip PRA

PRINSIP-PRINSIP PRA MENURUT ROBERT CHAMBERS. . Prinsip-Prinsip PRA 5 Prinsip-Prinsip PRA Participatory Rural Appraisal (PRA) mengembangkan sejumlah prinsip yang apabila diperbandingan (overlay) dengan prinsip-prinsip Pengembangan Masyarakat (Community Development) tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari sebuah perencanaan baik perencanaan yang berasal dari atas maupun perencanaan yang berasal dari bawah. Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

TRANSFORMASI DESA PENGUATAN PARTISIPASI WARGA DALAM PEMBANGUNAN, PEMERINTAHAN DAN KELOLA DANA DESA. Arie Sujito

TRANSFORMASI DESA PENGUATAN PARTISIPASI WARGA DALAM PEMBANGUNAN, PEMERINTAHAN DAN KELOLA DANA DESA. Arie Sujito TRANSFORMASI DESA PENGUATAN PARTISIPASI WARGA DALAM PEMBANGUNAN, PEMERINTAHAN DAN KELOLA DANA DESA Arie Sujito Apa pelajaran berharga yang dibisa dipetik dari perubahan desa sejak UU No. 6/ 2014? Apa tantangan

Lebih terperinci

BLOK I PEMBERDAYAAN PASIEN di Rumah Sakit BUDI WAHYUNI

BLOK I PEMBERDAYAAN PASIEN di Rumah Sakit BUDI WAHYUNI BLOK I PEMBERDAYAAN PASIEN di Rumah Sakit BUDI WAHYUNI PERUBAHAN PARADIGMA Profesi Sosial Profesi Komersial Perubahan Paradigma Pasien Konsumen Sekedar Info, Kerja Sama Untuk Sehat Membayar Untuk Jasa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Manjilala

PENDAHULUAN. Manjilala PENDAHULUAN Manjilala www.gizimu.wordpress.com PENDAHULUAN Selama ini Kader Posyandu lebih sering menjadi pelaksana kegiatan saja, bukan pengelola Posyandu. Pengelola Posyandu artinya bukan hanya melaksanakan

Lebih terperinci

Modul 9 Transformasi Peran Fasilitator

Modul 9 Transformasi Peran Fasilitator Modul 9 Transformasi Peran Fasilitator Peserta menyadari perlunya perubahan peran fasilitator Peserta memahami transformasi peran dari fasilitator umum ke fasilitator wirausaha ke konsultan pembangunan

Lebih terperinci

VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TKW DI DESA CIBAREGBEG

VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TKW DI DESA CIBAREGBEG VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TKW DI DESA CIBAREGBEG Dalam bagian ini akan disampaikan faktor yang mempengaruhi kapasitas kelompok yang dilihat dari faktor intern yakni: (1) motivasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep governance dikembangkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap konsep government yang terlalu meletakkan negara (pemerintah) dalam posisi yang terlalu dominan. Sesuai

Lebih terperinci

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT Agustina Tri W, M.Pd Manusia dilahirkan o Laki-laki kodrat o Perempuan Konsekuensi dg sex sbg Laki-laki Sosial Konsekuensinya dg sex sbg Perempuan 2 Apa Pengertian

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (Lemba

2016, No Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (Lemba No.1483, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMNAS HAM. Calon Anggota Komnas Ham. Panitia Seleksi. Pembentukan. PERATURAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA

Lebih terperinci

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan BUKU 1 SERI SIKLUS PNPM- Mandiri Perkotaan Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan 3 Membangun BKM 2 Pemetaan Swadaya KSM 4 BLM PJM Pronangkis 0 Rembug Kesiapan Masyarakat 1 Refleksi Kemiskinan 7 Review: PJM,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good Governance begitu popular. Hampir di setiap peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya MODUL KHUSUS FASILITATOR F12. Pelatihan Dasar 2. Pemetaan Swadaya. PNPM Mandiri Perkotaan

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya MODUL KHUSUS FASILITATOR F12. Pelatihan Dasar 2. Pemetaan Swadaya. PNPM Mandiri Perkotaan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya MODUL KHUSUS FASILITATOR Pelatihan Dasar 2 F12 Pemetaan Swadaya PNPM Mandiri Perkotaan Modul 1 Memahami Pemetaan Swadaya 1 Kegiatan 1: Diskusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

MODUL GENDER UNTUK ANAK

MODUL GENDER UNTUK ANAK MODUL GENDER UNTUK ANAK PENGANTAR Kesadaran dan pola pikir manusia di bentuk pada usia dini melalui pola asuh, pola didik dan pola tingkah laku. Pola diskriminasi terhadap perempuan adalah merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan dua hal yang amat penting, pertama adalah

Lebih terperinci

Modul 1 Topik: Orientasi Belajar

Modul 1 Topik: Orientasi Belajar Modul 1 Topik: Orientasi Belajar 1 Peserta Saling mengenal, saling memahami dan menghargai perbedaan 2 Peserta mampu menciptakan keakraban 3 Peserta memahami tujuan, Apa yang akan diperoleh dan bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pelecehan-pelecehan yang dilakukan oleh aparat-aparat yang. beralasan dari masyarakat pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pelecehan-pelecehan yang dilakukan oleh aparat-aparat yang. beralasan dari masyarakat pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era zaman modern ini, keberadaan kaum waria seakan penuh dengan nilai-nilai negatif dalam pribadi seseorang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupannya,

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

GOOD GOVERNANCE. Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007

GOOD GOVERNANCE. Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007 GOOD GOVERNANCE Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007 Latar Belakang Pada tahun 1990an, dampak negatif dari penekanan yang tidak pada tempatnya terhadap efesiensi dan ekonomi dalam

Lebih terperinci

Membelajarkan dan Memberdayakan Masyarakat

Membelajarkan dan Memberdayakan Masyarakat Membelajarkan dan Memberdayakan Masyarakat APA ITU MEMBELAJARKAN? Apakah artinya membelajarkan? Agar Fasilitator Infomobilisasi (FI) dapat menjalankan peran dan tugasnya secara baik, mari kita mulai dengan

Lebih terperinci

ANALISA KOMUNITAS. Kelompok sasaran: Alat dan bahan: Rencana fasilitasi. Modul I1: MemMerencanakan Kegiatan Waktu: 90 menit.

ANALISA KOMUNITAS. Kelompok sasaran: Alat dan bahan: Rencana fasilitasi. Modul I1: MemMerencanakan Kegiatan Waktu: 90 menit. Modul I1: MemMerencanakan Kegiatan Waktu: 90 menit Pengantar: ANALISA KOMUNITAS Aktivitas belajar ini tepat diberikan kepada kelompok yang mau menyusun rencana kegiatan atau yang mau memfasilitasi perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

ACCESS. Profil Masyarakat Petunjuk. 5 Sesi :

ACCESS. Profil Masyarakat Petunjuk. 5 Sesi : ACCESS Profil Masyarakat Petunjuk 5 Sesi : 1. Analisa Organisasi Pengelola 2. Analisa Pengambilan Keputusan: Matrik Pengambilan Keputusan 3. Analisa Partisipasi : Matrik Partisipasi 4. Analisa Hubungan

Lebih terperinci

Modul 1 Topik : Belajar Bersama 1 Kegiatan 1 Perkenalan 2 Kegiatan 2 Penjelasan Kurikulum Pelatihan/GBPP dan Kontrak Belajar 2

Modul 1 Topik : Belajar Bersama 1 Kegiatan 1 Perkenalan 2 Kegiatan 2 Penjelasan Kurikulum Pelatihan/GBPP dan Kontrak Belajar 2 Modul 1 Topik : Belajar Bersama 1 Kegiatan 1 Perkenalan 2 Kegiatan 2 Penjelasan Kurikulum Pelatihan/GBPP dan Kontrak Belajar 2 Modul 2 Topik : Konsep Gender 7 Kegiatan 1 Curah Pendapat Perbedaan antara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara melindungi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

Lebih terperinci

60 menit tahun. Misi: Kesetaraan Gender. Subjek. Hasil Belajar. Persiapan. Total waktu:

60 menit tahun. Misi: Kesetaraan Gender. Subjek. Hasil Belajar. Persiapan. Total waktu: Misi: Kesetaraan Gender P1 Misi: Kesetaraan Gender Freida Pinto Aktris Subjek Geografi, Sains, Pemahaman Bahasa Hasil Belajar Untuk mengetahui definisi kesetaraan gender Untuk mengeksplorasi beberapa penyebab

Lebih terperinci

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages Baseline Study Report Commissioned by September 7, 2016 Written by Utama P. Sandjaja & Hadi Prayitno 1 Daftar Isi Daftar Isi... 2 Sekilas Perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

Panduan Fasilitasi Review Partisipatif BKM/LKM, Re-orientasi Pemetaan Swadaya, Re-orientasi PJM Pronangkis, Penyusunan Program Kerja BKM/LKM

Panduan Fasilitasi Review Partisipatif BKM/LKM, Re-orientasi Pemetaan Swadaya, Re-orientasi PJM Pronangkis, Penyusunan Program Kerja BKM/LKM BUKU 7 SERI SIKLUS PNPM- Mandiri Perkotaan Panduan Fasilitasi Review Partisipatif BKM/LKM, Re-orientasi Pemetaan Swadaya, Re-orientasi PJM Pronangkis, Penyusunan Program Kerja BKM/LKM Perkotaan DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER By : Basyariah L, SST, MKes Kesehatan Reproduksi Dalam Persfektif Gender A. Seksualitas dan gender 1. Seksualitas Seks : Jenis kelamin Seksualitas : Menyangkut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ditinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu Strategos

TINJAUAN PUSTAKA. Ditinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu Strategos II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Strategi Ditinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu Strategos yang mengambil dari kata strator yang berarti militer dan ag yang berati memimpin.

Lebih terperinci

Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS) Kajian Kesehatan

Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS) Kajian Kesehatan BUKU 4d SERI SIKLUS PNPM Mandiri Perkotaan Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS) Kajian Kesehatan Perkotaan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya Seri Siklus PNPM-Mandiri Perkotaan Panduan

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR I. Pendahuluan Banyaknya kebijakan yang tidak sinkron, tumpang tindih serta overlapping masih jadi permasalahan negara ini yang entah sampai kapan bisa diatasi. Dan ketika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Konsep Keuangan Daerah 2.1.1.1. Pengertian keuangan daerah Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah RI No. 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

Lebih terperinci

UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGHAPUSAN

UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGHAPUSAN International Labour Organization UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGHAPUSAN PEKERJA RUMAH TANGGA ANAK PEDOMAN UNTUK PENDIDIK Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Bekerja sama dengan Proyek

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Salah satunya adalah terjadinya perubahan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat

Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat (Bahan Diskusi) Pendidikan Luar Sekolah STKIP Siliwangi Bandung 2011 1 Pemberdayaan masyarakat Latar Belakang konsep pembangunan pada dasarnya bertujuan

Lebih terperinci

Review Pelaksanaan Siklus

Review Pelaksanaan Siklus DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya MODUL KHUSUS KOMUNITAS Relawan dan BKM C48 Review Pelaksanaan Siklus Identifikasi Masalah 2 Pemetaan Swadaya 3 Membangun BKM KSM Tahap Perencanaan

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENDAMPINGAN A. PENGERTIAN PARTICIPATORY ACTION RESEARCH. Participatory Action Research (PAR). Dalam buku Jalan Lain, Dr.

BAB II METODOLOGI PENDAMPINGAN A. PENGERTIAN PARTICIPATORY ACTION RESEARCH. Participatory Action Research (PAR). Dalam buku Jalan Lain, Dr. BAB II METODOLOGI PENDAMPINGAN A. PENGERTIAN PARTICIPATORY ACTION RESEARCH Dalam proses pendampingan kali ini, peneliti menggunakan metode Participatory Action Research (PAR). Dalam buku Jalan Lain, Dr.

Lebih terperinci

KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK

KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK Modul ke: 01 Demokrasi dan Komunikasi Pemasaran Politik Fakultas PASCASARJANA Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Dr. Heri Budianto.M.Si Pengertian Demokrasi Demokrasi secara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara melindungi dan menjamin

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Modul ke: PANCASILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Fakultas 10FEB Melisa Arisanty. S.I.Kom, M.Si Program Studi MANAJEMEN PANCASILA SEBAGAI ETIKA BERNEGARA Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Sistem

Lebih terperinci

PERILAKU SOSIALMASYARAKATPETANI (PSMP)

PERILAKU SOSIALMASYARAKATPETANI (PSMP) FLIPCHARTMODUL PERILAKU SOSIALMASYARAKATPETANI (PSMP) www.swisscontact.org/indonesia LEMBAR BALIK MODUL PERILAKU SOSIAL MASYARAKAT PETANI (PSMP) Alat Bantu Pelatihan bagi Fasilitator dan Co-Fasilitator

Lebih terperinci

Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS) Kajian Ekonomi

Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS) Kajian Ekonomi BUKU 4c SERI SIKLUS PNPM Mandiri Perkotaan Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS) Kajian Ekonomi Perkotaan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya Seri Siklus PNPM-Mandiri Perkotaan Panduan

Lebih terperinci

Telaahan Kritis Masyakat Sipil Rancangan Teknokratik RPJMN

Telaahan Kritis Masyakat Sipil Rancangan Teknokratik RPJMN Telaahan Kritis Masyakat Sipil Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019 Rahmat Sabani Bung Hatta II/4 Majeluk Mataram-Lombok NTB Telp/fax: 0370-627386 Email: konsepsi01@gmail.com Disampaikan pada acara Penjaringan

Lebih terperinci

MODUL PEMETAAN SOSIAL BERBASIS KELOMPOK ANAK

MODUL PEMETAAN SOSIAL BERBASIS KELOMPOK ANAK MODUL PEMETAAN SOSIAL BERBASIS KELOMPOK ANAK 00 LATAR BELAKANG Social Mapping, Pemetaan Sosial atau Pemetaan Masyarakat yang dilakukan oleh anak dimaksudkan sebagai upaya anak menyusun atau memproduksi

Lebih terperinci

MENGEMBANGKAN DEMOKRATISASI DESA. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MENGEMBANGKAN DEMOKRATISASI DESA. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia MENGEMBANGKAN DEMOKRATISASI DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Potret Desa URBANISASI 14.107 Desa Sangat Tertinggal (18.87%) 33.948 Desa Tertinggal

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN 2011-2015 5.1. Visi Paradigma pembangunan moderen yang dipandang paling efektif dan dikembangkan di banyak kawasan untuk merebut peluang dan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ini. pemberdayaan digunakan sebagai alternatif pembangunan yang bersifat

BAB V PENUTUP. ini. pemberdayaan digunakan sebagai alternatif pembangunan yang bersifat BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Pemberdayaan komunitas menjadi alterlatif dalam proses pembangunan saat ini. pemberdayaan digunakan sebagai alternatif pembangunan yang bersifat sentralistik, top-down dan berorientasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 050/200/II/BANGDA/2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja

TINJAUAN PUSTAKA. A. Penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 050/200/II/BANGDA/2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Menurut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 050/200/II/BANGDA/2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

International IDEA, Strömsborg, Stockholm, Sweden Phone , Fax: Web:

International IDEA, Strömsborg, Stockholm, Sweden Phone , Fax: Web: Extracted from Democratic Accountability in Service Delivery: A practical guide to identify improvements through assessment (Bahasa Indonesia) International Institute for Democracy and Electoral Assistance

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Analisis Situasi

I. PENDAHULUAN A. Analisis Situasi I. PENDAHULUAN A. Analisis Situasi Pembangunan Desa adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah desa, dalam rangka memajukan desa dan meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat desa. Dana pembangunan

Lebih terperinci

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

Konsep Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1

Konsep Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 1 Konsep Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 Pengembangan Masyarakat (Community Development) merupakan konsep yang berkembang sebagai tandingan (opponent) terhadap konsep negarakesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilainilai dan cita-cita

Lebih terperinci

STUDI TENTANG KESETARAAN GENDER

STUDI TENTANG KESETARAAN GENDER STUDI TENTANG KESETARAAN GENDER Oleh: Dr. Marzuki PKnH FIS -UNY Pendahuluan 1 Isu-isu tentang perempuan masih aktual dan menarik Jumlah perempuan sekarang lebih besar dibanding laki-laki Perempuan belum

Lebih terperinci

KUMPULAN PANDUAN PEMANDU

KUMPULAN PANDUAN PEMANDU KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI MANDIRI P E R K O TA A N KUMPULAN PANDUAN PEMANDU PELATIHAN PENGUATAN BKM/UP/RELAWAN/LURAH PP.03 LOKASI SIKLUS TAHUN KE 4 Modul

Lebih terperinci

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA Lembar Fakta No. 19 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENDAHULUAN PBB terlibat dalam berbagai kegiatan yang bertujuan mencapai salah

Lebih terperinci

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Anggaran Dasar Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah salah satu hak asasi manusia yang sangat

Lebih terperinci

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Pijakan Awal Pengalaman perjuangan rakyat untuk gagasan2, prinsip2 dan kemungkinan2 baru, perlu terus berada

Lebih terperinci

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI LSM: Perspektif Pemerintah Daerah

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI LSM: Perspektif Pemerintah Daerah AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI LSM: Perspektif Pemerintah Daerah Oleh Kamalia Purbani Sumber: BUKU KRITIK & OTOKRITIK LSM: Membongkar Kejujuran Dan Keterbukaan Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia (Hamid

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN. pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa : Non Pemerintah Dalam Penetapan dan Penyusunan RKPD

VI. SIMPULAN DAN SARAN. pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa : Non Pemerintah Dalam Penetapan dan Penyusunan RKPD VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan uraian dan keterangan yang telah dijabarkan dalam pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Kesetaraan Para Pemangku Kepentingan Dari Unsur Pemerintah

Lebih terperinci

Gender, Interseksionalitas dan Kerja

Gender, Interseksionalitas dan Kerja Gender, Interseksionalitas dan Kerja Ratna Saptari Disampaikan dalam Seminar Nasional "Jaringan dan Kolaborasi untuk Mewujudkan Keadilan Gender: Memastikan Peran Maksimal Lembaga Akademik, Masyarakat Sipil,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional saat ini sedang mengalami berbagai perubahan yang cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci