Yogurt SNI 2981:2009. Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Yogurt SNI 2981:2009. Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional"

Transkripsi

1 Standar Nasional Indonesia Yogurt ICS 67.. Badan Standardisasi Nasional

2

3 Daftar isi Daftar isi... i Prakata...iii Ruang lingkup... 2 Istilah dan definisi... 3 Klasifikasi... 4 Komposisi... 5 Syarat mutu Pengambilan contoh Cara uji Syarat lulus uji Higiene... 3 Pengemasan...3 Syarat penandaan... 3 Lampiran A (normatif) Cara pengambilan contoh yogurt... 4 Lampiran B (normatif) Cara uji yogurt... 8 Bibliografi Gambar B. - Uji CAMP untuk Listeria monocytogenes: pola inokulasi sheep blood agar plate Gambar B.2 - Metoda pengenceran Tabel - Syarat mutu yogurt... 2 Tabel A. - Nilai N, n, dan c untuk berat bersih sama atau kurang dari kg... 5 Tabel A.2 - Nilai N, n, dan c untuk berat bersih lebih dari kg tapi tidak lebih dari 4,5 kg... 6 Tabel A.3 - Nilai N, n dan c untuk berat bersih lebih dari 4,5 kg... 6 Tabel A.4 - Nilai N, n dan c untuk berat bersih sama atau kurang dari kg... 6 Tabel A.5 Nilai N, n dan c untuk berat bersih lebih dari kg tapi tidak lebih dari 4,5 kg... 7 Tabel A.6 Nilai N, n dan c untuk berat bersih lebih dari 4,5 kg... 7 Tabel B. - Ekivalen natrium tiosulfat... 4 Tabel B.3 - Reaksi biokimia dan serologi Salmonella Tabel B.4 - Reaksi biokima dan serologi untuk non Salmonella Tabel B.5 Kit-kit uji pendeteksi Listeria yang diizinkan Tabel B.6 - Perbedaan beberapa spesies Listeria Tabel B.7 Kit-kit uji yang berguna untuk konfirmasi isolat Listeria sebagai Listeria monocytogenes atau bukan* i

4 Tabel B.8 Uji penguatan hemolisis CAMP dari spesies-spesies Listeria Tabel B.9 Serologi untuk spesies Listeria ii

5 Prakata Standar Nasional Indonesia (SNI) Yogurt ini merupakan revisi dari SNI , Yogurt. Tujuan penyusunan standar ini adalah : - Melindungi kesehatan konsumen; - Menjamin perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; - Diversifikasi produk atau pengembangan produk; - Mendukung perkembangan industri yogurt. Dalam merumuskan SNI ini tim telah memperhatikan hal-hal yang tertera dalam:. Undang Undang RI No. 7 Tahun 996 tentang Pangan. 2. Undang Undang RI No. 8 Tahun 999 tentang Perlindungan Konsumen 3. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 999 tentang Label dan Iklan Pangan. 4. Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No.3725/B/SK/VII/89 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Makanan dan Minuman atau revisinya. 5. Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 3726/B/SK/VII/89 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Makanan dan Minuman atau revisinya. Standar ini dirumuskan oleh Panitia Teknis 67-4 Makanan dan minuman. Standar ini telah dibahas melalui rapat teknis dan disepakati dalam rapat konsensus pada tanggal 3 November 27 di Departemen Perindustrian. Hadir dalam rapat tersebut wakil dari konsumen, produsen, lembaga pengujian, Lembaga IPTEK, dan instansi terkait lainnya. Standar ini telah melalui proses jajak pendapat pada tanggal 4 Agustus 28 sampai dengan dengan 4 Oktober 28 namun untuk mencapai kuorum diperpanjang sampai dengan tanggal 4 November 28 dengan hasil RASNI. iii

6

7 Yogurt Ruang lingkup Standar ini menetapkan syarat mutu, pengambilan contoh, dan cara uji yogurt. Standar ini hanya berlaku untuk yogurt yang siap konsumsi. 2 Istilah dan definisi 2. yogurt produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan/atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan 2.2 yogurt rendah lemak yogurt dengan bahan baku susu rendah lemak atau susu rendah lemak rekonstitusi 2.3 yogurt tanpa lemak produk yang diperoleh dari fermentasi susu skim atau susu skim rekonstitusi 3 Klasifikasi 3. Yogurt tanpa perlakuan panas setelah fermentasi a) Yogurt. b) Yogurt rendah lemak. c) Yogurt tanpa lemak. 3.2 Yogurt dengan perlakuan panas setelah fermentasi a) Yogurt. b) Yogurt rendah lemak. c) Yogurt tanpa lemak. 4 Komposisi 4. Bahan baku utama Susu dan/atau susu rekonstitusi; dengan atau tanpa lemak 4.2 Bahan pangan lain yang dapat ditambahkan Bahan pangan yang diizinkan; 4.3 Bahan tambahan pangan Bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk produk yogurt sesuai sesuai dengan ketentuan tentang Bahan Tambahan Pangan. dari 5

8 5 Syarat mutu Syarat mutu yogurt sesuai Tabel di bawah ini Tabel - Syarat mutu yogurt No. Kriteria Uji Satuan Yogurt tanpa perlakuan panas setelah fermentasi Yogurt Yogurt Yogurt rendah tanpa lemak lemak Yogurt dengan perlakuan panas setelah fermentasi Yogurt Yogurt Yogurt rendah tanpa lemak lemak Keadaan. Penampakan - cairan kental - padat cairan kental - padat.2 Bau - normal/khas normal/khas.3 Rasa - asam/khas asam/khas.4 Konsistensi - homogen homogen 2 Kadar lemak (b/b) 3 Total padatan susu bukan lemak (b/b) % min. 3,,6-2,9 maks. min.,6-2,9 maks.,5 3,,5 % min. 8,2 min. 8,2 4 Protein (Nx6,38) % min. 2,7 min. 2,7 (b/b) 5 Kadar abu (b/b) % maks., maks., 6 Keasaman (dihitung sebagai asam laktat) (b/b) %,5-2,,5-2, 7 Cemaran logam 7. Timbal (Pb) mg/kg maks.,3 maks.,3 7.2 Tembaga (Cu) mg/kg maks. 2, maks. 2, 7.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 4, maks. 4, 7.4 Raksa (Hg) mg/kg maks.,3 maks.,3 8 Arsen mg/kg maks., maks., 9 Cemaran mikroba 9. Bakteri coliform APM/g atau koloni/ g maks. maks. 9.2 Salmonella - negatif/25 g negatif/25 g 9.3 Listeria - negatif/25 g negatif/25 g monocytogenes Jumlah bakteri starter* koloni/ g min. 7 - * sesuai dengan Pasal 2 (istilah dan definisi) 6 Pengambilan contoh Cara pengambilan contoh sesuai Lampiran A. 2 dari 5

9 7 Cara uji Cara uji yogurt seperti di bawah ini: a) Persiapan contoh sesuai Lampiran B.. b) Cara uji keadaan sesuai Lampiran B.2. - Cara uji penampakan sesuai Lampiran B Cara uji bau sesuai Lampiran B Cara uji rasa sesuai Lampiran B Cara uji konsistensi sesuai Lampiran B.2.4. c) Cara uji kadar lemak sesuai Lampiran B.3. d) Cara uji total padatan susu bukan lemak sesuai Lampiran B.4. e) Cara uji protein sesuai Lampiran B.5. f) Cara uji kadar abu sesuai Lampiran B.6. g) Cara uji keasaman (dihitung sebagai asam laktat) sesuai Lampiran B.7. h) Cara uji cemaran logam sesuai Lampiran B.8. - Cara uji timbal (Pb) dan tembaga (Cu) sesuai Lampiran B.8. - Cara uji timah (Sn) sesuai Lampiran B Cara uji raksa (Hg) sesuai Lampiran B.8.3 i) Cara uji arsen (As) sesuai Lampiran B.9. j) Cara uji cemaran mikroba sesuai Lampiran B.. k) Persiapan dan homogenisasi contoh sesuai Lampiran.. l) Cara uji bakteri coliform sesuai Lampiran B Cara uji bakteri coliform metode APM (Angka Paling Mungkin) sesuai Lampiran B Cara uji bakteri coliform metode tuang sesuai Lampiran B m) Cara uji Salmonella sesuai Lampiran B..3. n) Cara uji Listeria monocytogenes sesuai Lampiran B..4. o) Cara uji jumlah bakteri starter sesuai Lampiran B. 7 Syarat lulus uji Produk dinyatakan lulus uji apabila memenuhi syarat mutu sesuai Pasal 5. 8 Higiene Cara memproduksi produk yang higienis termasuk cara penyiapan dan penanganannya mengacu pada peraturan tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik. 9 Pengemasan Yogurt dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan. Syarat penandaan Syarat penandaan sesuai dengan peraturan tentang label dan iklan pangan. Produk yogurt dengan perlakuan panas setelah fermentasi pada label harus dicantumkan tulisan Perlakuan panas. 3 dari 5

10 Lampiran A (normatif) Cara pengambilan contoh yogurt A. Prinsip Pengambilan contoh yogurt yang dikemas dengan cara melihat banyaknya unit contoh yang cacat pada AQL (Acceptance Quality Level) 6,5 dan contoh diambil secara acak. A.2 Penerapan pengambilan contoh A.2. Informasi yang diperlukan Dalam menggunakan rancangan pengambilan contoh dalam Lampiran A. diperlukan beberapa informasi sebagai berikut: a) Tingkat inspeksi; b) ukuran lot (N); c) ukuran kemasan terkecil (berat bersih dalam kg); dan d) ketentuan standar mengenai kualitas produk yang dikehendaki, misalnya penggolongan cacat dan jumlah cacat yang diperbolehkan dari sejumlah lot yang diperiksa. A.2.2 Inspeksi a) Pemilihan tingkat inspeksi berdasarkan: Tingkat inspeksi I, digunakan untuk pengambilan contoh normal (biasa). Tingkat inspeksi II, digunakan untuk pengambilan contoh bila terjadi sanggahan terhadap hasil pengujian menurut tingkat inspeksi I, atau bila diperlukan hasil pengujian yang lebih meyakinkan; b) tentukan ukuran lot (N), misalkan jumlah kemasan terkecil yogurt; c) tentukan ukuran contoh (n) yang akan diambil dari suatu lot yang diperiksa, yang didasarkan pada ukuran lot, ukuran kemasan terkecil, dan tingkat inspeksi. Penentuan ukuran contoh dapat dilihat pada Lampiran A.; d) ambil secara acak sejumlah ukuran contoh (n) yang diperlukan dari lot; e) uji produk berdasarkan standar. Identifikasikan setiap kemasan atau unit contoh yang tidak memenuhi spesifikasi yang terdapat dalam persyaratan standar dan dinyatakan cacat berdasarkan penggolongan cacat yang terdapat dalam standar; f) gunakan rancangan pengambilan contoh pada Lampiran A; dan g) nyatakan bahwa lot diterima jika cacat sama atau kurang dari jumlah cacat yang diperbolehkan (c) dan lot ditolak jika cacat melebihi jumlah cacat yang diperbolehkan (c); A.2.3 Penerapan rancangan pengambilan contoh A.2.3. Tingkat inspeksi I Misalnya lot terdiri atas 2 karton yang masing-masing berisi 2 kemasan berukuran 35 g. Keputusan diambil menggunakan Tingkat Inspeksi I karena produk tersebut belum pernah diuji dan belum pernah mendapat sanggahan mengenai kualitasnya. a) ukuran lot (N) :.2 x 2 atau 4.4 unit b) ukuran kemasan : 35 g 4 dari 5

11 c) tingkat inspeksi : I (lihat rancangan pengambilan contoh, Lampiran A.2.3.) d) ukuran contoh (n) : 3 e) jumlah maksimum cacat yang diterima (c) : 2 Lot diterima apabila jumlah cacat yang ditemukan dari 3 contoh yang diuji sama atau kurang dari 2 dan lot ditolak apabila jumlah cacat yang ditemukan dari 3 kemasan yang diuji lebih besar dari 2. A Tingkat inspeksi II Bila hasil pengujian pertama mendapat sanggahan (A.2.3.) maka harus dilakukan pemeriksaan ulangan terhadap lot tersebut dengan ukuran contoh yang lebih banyak sesuai dengan tingkat inspeksi II. a) ukuran lot (N) :.2 x 2 atau 4.4 unit b) ukuran kemasan : 35 g c) tingkat inspeksi : II (lihat rancangan pengambilan contoh 2, Lampiran A.2.3.2) d) ukuran contoh (n) : 2 e) jumlah maksimum cacat yang diterima (c) : 3 A.2.4 Catatan mengenai ukuran contoh Tidak perlu membatasi ukuran contoh sebagai minimum untuk ukuran lot dan tingkat inspeksi yang tepat. Dalam semua kasus, contoh yang lebih besar dapat dipilih. Dalam contoh Lampiran A perkiraan yang lebih dipercaya mengenai mutu lot dapat dibuat dengan mengambil contoh sebanyak 29 atau 48 dan menggunakan jumlah ketentuan, jumlah maksimum cacat yang diterima sebanyak 3 atau 4. A.3 Rancangan pengambilan contoh A. 3. Rancangan pengambilan contoh (Tingkat inspeksi I, AQL = 6,5) Tabel A. - Nilai N, n, dan c untuk berat bersih sama atau kurang dari kg Ukuran lot (N) Ukuran contoh (n) Jumlah maksimum cacat yang diterima (c) 4.8 atau kurang Lebih dari dari 5

12 Tabel A.2 - Nilai N, n, dan c untuk berat bersih lebih dari kg tapi tidak lebih dari 4,5 kg Ukuran lot (N) Ukuran contoh (n) Jumlah maksimum cacat yang diterima (c) 2.4 atau kurang Lebih dari Tabel A.3 - Nilai N, n dan c untuk berat bersih lebih dari 4,5 kg Ukuran lot (N) Ukuran contoh (n) Jumlah maksimum cacat yang diterima (c) 6 atau kurang Lebih dari A.3.2 Rancangan pengambilan contoh 2 (Tingkat inspeksi II, AQL = 6.5) Tabel A.4 - Nilai N, n dan c untuk berat bersih sama atau kurang dari kg Ukuran lot (N) Ukuran contoh (n) Jumlah maksimum cacat yang diterima (c) 4.8 atau kurang Lebih dari dari 5

13 Tabel A.5 Nilai N, n dan c untuk berat bersih lebih dari kg tapi tidak lebih dari 4,5 kg Ukuran lot (N) Ukuran contoh (n) Jumlah maksimum cacat yang diterima (c) 2.4 atau kurang Lebih dari Tabel A.6 Nilai N, n dan c untuk berat bersih lebih dari 4,5 kg Ukuran lot (N) Ukuran contoh (n) Jumlah maksimum cacat yang diterima (c) 6 atau kurang Lebih dari dari 5

14 Lampiran B (normatif) Cara uji yogurt B. Persiapan contoh Persiapan contoh terdiri atas persiapan contoh untuk uji mikrobiologi, uji organoleptik, dan analisis kimia. Pengambilan contoh untuk uji mikrobiologi dilakukan pertama, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan contoh untuk uji organoleptik dan analisis kimia. B.. Persiapan contoh untuk uji mikrobiologi Buka kemasan yogurt dan ambil contoh yogurt sesuai yang diperlukan minimum 35 g secara aseptik dengan menggunakan sendok steril kemudian tempatkan dalam botol contoh steril. B..2 Persiapan contoh untuk uji organoleptik dan analisa kimia Buka kemasan yogurt dan ambil contoh yogurt sesuai yang diperlukan minimum 35 g secara hati-hati dengan menggunakan sendok yang bersih dan kering, kemudian tempatkan dalam botol contoh yang bersih dan kering. Jika ukuran kemasan kurang dari 2 g, maka ambil beberapa kemasan sehingga yogurt menjadi 2 g B.2 Keadaan B.2. Penampakan B.2.. Prinsip Melakukan analisa terhadap contoh uji secara organoleptik dengan menggunakan indera penglihatan (mata). B.2..2 Cara kerja a) Ambil contoh uji secukupnya dan letakkan di atas gelas arloji yang bersih dan kering; b) lihat contoh uji untuk mengetahui apakah contoh berbentuk cairan kental padat; dan c) lakukan pengerjaan minimal oleh 3 orang panelis atau orang tenaga ahli. B.2..3 Cara menyatakan hasil a) Jika contoh berbentuk cairan kental-padat, maka hasil dinyatakan normal ; b) Jika contoh tidak berbentuk cairan kental-padat, maka hasil dinyatakan tidak normal. B.2.2 Bau B.2.2. Prinsip Melakukan analisa terhadap contoh uji secara organoleptik dengan menggunakan indera penciuman (hidung). 8 dari 5

15 B Cara kerja a) Ambil contoh uji sebanyak 5 g dan letakkan diatas gelas arloji yang bersih dan kering; b) cium contoh uji pada jarak kira-kira ½ cm dari hidung untuk mengetahui baunya; dan c) lakukan pengerjaan minimal oleh 3 orang panelis atau orang tenaga ahli. B Cara menyatakan hasil a) Jika tercium bau khas yogurt, maka hasil dinyatakan normal ; dan b) jika tercium bau asing selain bau khas yogurt, maka hasil dinyatakan tidak normal. B.2.3 Rasa B.2.3. Prinsip Melakukan analisa terhadap contoh uji secara organoleptik dengan menggunakan indera perasa (lidah). B Cara kerja a) Ambil kira-kira sendok contoh uji dan rasakan dengan lidah; dan b) lakukan pengerjaan minimal oleh 3 orang panelis atau orang tenaga ahli. B Cara menyatakan hasil a) Jika terasa khas yogurt, maka hasil dinyatakan normal ; b) jika terasa rasa asing selain rasa khas yogurt, maka hasil dinyatakan tidak normal. B.2.4 Konsistensi B.2.4. Prinsip Melakukan analisa terhadap contoh uji secara organoleptik dengan menggunakan indera penglihatan (mata). B Cara kerja a) Ambil contoh uji sebanyak 5 g dan letakkan diatas gelas arloji yang bersih dan kering; b) lihat contoh apakah contoh uji tersebut komponen padat dan cairan terpisah atau tidak; dan c) lakukan pengerjaan minimal oleh 3 orang panelis atau orang tenaga ahli. B Cara menyatakan hasil a) Jika komponen padat tidak terpisah dengan cairannya, maka hasil dinyatakan homogen; dan b) jika komponen padat terpisah dengan cairannya, maka hasil dinyatakan tidak homogen. B.3 Kadar lemak B.3. Prinsip Lemak dalam contoh dihidrolisa dengan amonia dan alkohol kemudian diekstraksi dengan eter. Ekstrak eter yang diperoleh kemudian diuapkan sampai kering dalam pinggan alumunium dan kadar lemak dihitung secara gravimetri. 9 dari 5

16 B.3.2 Peralatan a) Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian, mg; b) pipet volumetrik 25 ml; c) penangas air; d) labu ekstraksi/ labu lemak Majonnier; e) sentrifuse; f) oven/ovem vakum terkalibrasi dengan ketelitian C; g) desikator yang berisi desikan; h) pinggan aluminium; i) gelas ukur; j) tang/penjepit; dan k) tutup labu. B.3.3 Pereaksi a) Air suling; b) amonium hidroksida pekat; c) indikator fenolftalein,5 %; d) etil alkohol 95 %; e) etil eter, bebas peroksida; dan f) petrolium eter. B.3.4 Cara kerja a) Timbang 5 g - g contoh yogurt (W) ke dalam labu ekstraksi, tambahkan ml air suling, aduk sehingga membentuk pasta, dan panaskan jika diperlukan; b) tambahkan ml sampai dengan,25 ml ammonium hidroksida pekat, panaskan dalam penangas air pada suhu 6 C 7 C selama 5 menit, diaduk beberapa kali dan dinginkan; c) tambahkan 3 tetes indikator fenolftalein, ml alkohol 95 %, tutup labu ekstraksi, dan aduk selama 5 detik; d) untuk ekstraksi pertama; tambahkan 25 ml etil eter, tutup labu ekstraksi, dan kocok dengan kencang selama menit; e) longgarkan sesekali tutup labu ekstraksi apabila diperlukan; f) tambahkan 25 ml petrolium eter, tutup labu ekstraksi, dan kocok dengan kencang selama menit; g) longgarkan sesekali tutup labu ekstraksi apabila diperlukan; h) sentrifuse labu tersebut pada 6 rpm selama 3 detik sehingga terjadi pemisahan fasa air (bright pink) dan eter dengan jelas; i) tuangkan lapisan eter dengan hati-hati ke dalam labu lemak atau pinggan alumunium kosong yang telah diketahui bobotnya (W ); j) lapisan air digunakan untuk ekstraksi berikutnya; k) untuk ekstraksi kedua, ulangi cara kerja c sampai dengan j dengan penambahan 5 ml alkohol 95 %, 5 ml etil eter dan 5 ml petrolium eter; l) untuk ekstraksi ketiga, ulangi cara kerja c sampai dengan j dengan tanpa penambahan alkohol 95 %, 5 ml etil eter dan 5 ml petrolium eter; (ekstraksi ke-3 tidak perlu dilakukan untuk yogurt tanpa lemak) m) uapkan pelarut di atas penangas air dan keringkan labu lemak/pinggan alumunium yang berisi ekstrak lemak tersebut dalam oven pada suhu ( ± ) C selama 3 menit atau oven vakum pada suhu 7 C 75 C dengan tekanan < 5 mm Hg (6,7 kpa); dan n) dinginkan dalam desikator dan timbang hingga bobot tetap (W ). dari 5

17 B.3.5 Perhitungan (W - W ) Lemak (%) = % W dengan; W adalah bobot contoh, (g); W adalah bobot labu lemak/pinggan aluminium kosong, (g); adalah bobot labu lemak/pinggan aluminium kosong dan lemak, (g). W B.3.6 Ketelitian Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal % dari nilai rata-rata hasil lemak atau deviasi (RSD) maksimal 4 %. Jika kisaran lebih besar dari % atau RSD lebih besar dari 4 %, maka analisa harus diulang kembali. B.4 Total padatan susu bukan lemak B.4. Prinsip Total padatan susu bukan lemak adalah total padatan dikurangi total gula dan total lemak. B.4.2 B.4.2. Penetapan total padatan Prinsip Total padatan dihitung sebagai berat contoh yang tersisa setelah pemanasan dalam oven pada suhu ( ± ) C selama 4 jam. B Peralatan a) Pinggan untuk menimbang berdiameter 5 cm; b) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian, mg; c) penangas air; d) desikator berisi desikan silika; e) tang/penjepit; dan f) oven terkalibrasi. B Cara kerja a) Timbang pinggan/kotak timbang kosong yang sebelumnya telah dipanaskan didalam oven ( ± ) C selama 2 jam (W). Timbang juga pinggan kosong sebagai blangko (B ), kemudian pinggan kosong dipanaskan pada oven suhu ( ± ) C selama 2 jam sebagai blangko (B 2 ); b) timbang 3 g contoh (yang sudah dipanaskan pada (38 ± ) C ke dalam pinggan tadi (W ); c) masukkan pinggan berisi contoh dan pinggan kosong ke dalam oven dan keringkan selama 4 jam pada suhu ( ± ) C (selama pengeringan pintu oven jangan dibuka); dan d) pindahkan pinggan dalam desikator dan biarkan dingin pada suhu kamar (3 menit) kemudian timbang (W 2 ). dari 5

18 SNI 298:29 B Perhitungan Total padatan (%) = dengan : W adalah berat pinggan, (g); W adalah berat pinggan + contoh yogurt, (g); W 2 adalah berat pinggan + yogurt kering, (g); B adalah berat blangko sebelum dipanaskan, (g); adalah berat blangko sesudah dipanaskan, (g). B 2 B Ketelitian Kisaran hasil dua kali ulangan disarankan maksimal 5 % dari nilai rata-rata hasil total padatan B.4.3 Total gula dihitung sebagai sakarosa B.4.3. Prinsip Sakarosa dihidrolisa menjadi gula pereduksi. Jumlah gula pereduksi dapat mereduksi Cu 2+ menjadi Cu +. Kelebihan Cu 2+ dititar dengan cara iodometri. Jumlah Cu 2+ ditetapkan pada titrasi blangko. Perbedaan antara penitaran blangko dan contoh dapat dihitung sebagai jumlah gula pereduksi (menggunakan Tabel B.) B Peralatan a) Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian, mg; b) erlenmeyer 5 ml terkalibrasi; c) pipet volumetrik ml, 25 ml, dan 5 ml terkalibrasi; d) labu ukur ml, 25 ml, dan ml terkalibrasi; e) buret 5 ml terkalibrasi; f) penangas listrik; g) penangas air; h) pendingin tegak; i) termometer; j) batu didih; dan k) stopwatch. B Pereaksi a) larutan Luff Schoorl; - larutkan 43,8 g Na 2 CO 3 an hidrat dalam 3 ml air suling. Sambil diaduk, tambahkan 5 g asam sitrat yang telah dilarutkan dengan 5 ml air suling. - tambahkan 25 g CuSO 4.5H 2 O yang telah dilarutkan dengan ml air suling. - pindahkan larutan tersebut ke dalam labu ukur liter, tepatkan larutan sampai tanda garis dengan air suling dan kocok. - biarkan semalam dan saring bila perlu. Larutan ini mempunyai kepekatan Cu 2+,2 N dan Na 2 CO 3 2 M. b) larutan kalium iodida, KI 2 %; larutkan 2 g kalium iodida p.a. dengan air suling hingga ml. c) larutan asam sulfat, H 2 SO 4 25 % dan 3 M; - H 2 SO 4 25 %; 2 dari 5

19 larutkan 38 ml H 2 SO 4 p.a. (98 %, b.j.,84) dengan 745 ml air suling. - H 2 SO 4 3 M; larutkan 84 ml H 2 SO 4 p.a. (98 %, b.j.,84) dengan air suling hingga L. d) larutan natrium tio sulfat, Na 2 S 2 O 3, N; - larutkan ml larutan natrium tiosulfat N dengan air suling bebas CO 2 menjadi L; - pembuatan natrium tiosulfat N; larutkan 248 g natrium tiosulfat 5 H 2 O dengan air suling bebas CO 2 (yang sudah dididihkan terlebih dahulu) sehingga L. - standardisasi natrium tiosulfat, N. e) larutan asam klorida, HCl 25 % dan 4 N; - HCl 25 %; 64 ml HCl p.a. (± 37 %, b.j.,9) diencerkan dengan air suling hingga L. - HCl 4 N; 356 ml HCl p.a. (± 37 %, b.j.,9) diencerkan dengan air suling hingga L. f) indikator kanji,5 %; larutkan,5 g amilium dengan air panas menjadi ml. g) larutan natrium hidroksida, NaOH, M; h) larutan indikator fenolftalen %; larutkan g fenolftalein p.a. dengan alkohol 6 % hingga ml. i) larutan seng asetat, (CH 3 COO) 2.2 H 2 O 3 N; dan timbang 55 g Zn asetat 2 H 2 O, kemudian larutkan dengan air suling menjadi ml. j) larutan kalium ferosianida, K 4 Fe(CN) 6,5 N. larutkan 5,3 g kalium ferosianida dengan air suling hingga ml. B Cara kerja a) Timbang 2 g - g contoh (W) dan masukkan ke dalam labu ukur 25 ml, tambahkan air dan kocok; b) tambahkan 2,5 ml Zn asetat dan kocok; c) tambahkan 2,5 ml larutan kalium ferosianida. Apabila tidak timbul endapan berarti penambahan K 4 Fe(CN) 6,5 N sudah cukup; d) goyangkan dan tepatkan isi labu ukur sampai tanda garis dengan air suling dan kocok, biarkan kira-kira 3 menit dan saring; e) pipet 5 ml hasil penyaringan ke dalam labu ukur ml; f) tambahkan 5 ml HCl 25 %, hidrolisis dalam penangas air suhu 68 C 7 C selama menit (menggunakan stopwatch); g) angkat labu ukur dan termometer dibilas dengan air dan dinginkan; h) pipet 25 ml larutan Luff Schoorl ke dalam Erlenmeyer 5 ml tertutup asah, tambahkan ml larutan hasil saringan (dengan menggunakan pipet) dan 5 ml air suling agar volume menjadi 5 ml serta beberapa butir batu didih; i) pemipetan contoh dapat diperkecil dan atau diperbesar tergantung dari kandungan gula pereduksi dalam contoh. Apabila terbentuk endapan merah dan warna biru dari larutan hilang, perkecil pemipetan. Sebaliknya apabila endapan merah tidak terbentuk sama sekali, perbesar pemipetan. Penambahan air diatur sehingga volume akhir 5 ml; j) hubungkan Erlenmeyer dengan pendingin tegak, panaskan di atas pemanas listrik, usahakan dalam waktu 3 menit sudah mulai mendidih; k) panaskan terus selama menit (pakai stopwatch) kemudian angkat dan segera dinginkan dalam bak berisi es (jangan digoyang, apabila warna biru dari larutan Luff Schoorl habis, maka pemipetan larutan contoh diperkecil/diulang); l) setelah dingin tambahkan ml larutan KI 2 % dan 25 ml larutan H 2 SO 4 25 % (hati-hati terbentuk gas CO 2 ); m) titar dengan larutan natrium tio sulfat, N dan tambahkan 2 ml sampai dengan 3 ml indikator larutan kanji,5 % (V ); 3 dari 5

20 SNI 298:29 n) lakukan penetapan blangko, pipet 25 ml larutan Luff Schoorl dan tambahkan 25 ml air suling, kerjakan seperti di atas (V 2 ); o) kerjakan penetapan duplo; dan p) hitung sakarosa dengan menggunakan Tabel B.. B Perhitungan Total gula dihitung sebagai sakarosa (%) =.95 x % gula sesudah inversi dengan: Gula sesudah inversi (%) = dengan: W adalah bobot glukosa, berdasarkan Tabel B., (mg); Jumlah natrium tiosulfat, N yang diperlukan untuk mencari bobot glukosa dalam tabel adalah pengurangan volume titar blangko dengan volume titar contoh (V 2 sampaii dengan V ); fp adalah faktor pengenceran; W adalah bobot contoh, (mg). B Ketelitian Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 5 % dari nilai rata-rata hasil kadar skarosa atau deviasi (RSD) maksimal 3 %. Jika kisaran lebih besar dari 5 % atau RSD lebih besar dari 3 %, maka analisis harus diulang kembali. Tabel B. - Ekivalen natrium tiosulfat Na 2 S 2 O 3, M (ml) Gula pereduksi Glukosa (mg) 2,4 2 4,8 3 7,2 4 9,7 5 2,2 6 2,7 7 7,2 8 9,8 9 22,4 25, 27,6 2 3,3 3 33, 4 35,7 5 38,5 6 4,3 7 44,2 8 47, 4 dari 5

21 Tabel B. - (Lanjutan) Na 2 S 2 O 3, M (ml) Gula pereduksi Glukosa (mg) 9 5, 2 53, 2 56, 22 59, 23 62,2 B.4.4 Penetapan total padatan susu bukan lemak Perhitungan : Total padatan susu tanpa lemak (%) = total padatan (%) total gula (%) - total lemak (%) (B.3). B.5 Protein (N 6,38) B.5. Prinsip Contoh uji didestruksi dengan H 2 SO 4 menggunakan CuSO 4.5H 2 O sebagai katalis dan K 2 SO 4 untuk meningkatkan titik didihnya bertujuan melepaskan nitrogen dari protein sebagai garam amonium. Garam amonium tersebut diuraikan menjadi NH 3 pada saat destilasi menggunakan NaOH. NH 3 yang dibebaskan dan diikat dengan asam borat, menghasilkan amonium borat yang secara kuantitatif dititrasi dengan larutan baku asam sehingga diperoleh total nitrogen. Kadar protein susu diperoleh dari hasil kali total nitrogen dengan 6,38. B.5.2 Peralatan a) Labu Kjeldahl ml; b) distilator dan kelengkapannya; c) pemanas listrik/alat destruksi dilengkapi dengan penghisap asap; d) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian, mg; e) buret ml terkalibrasi; dan f) batu didih. B.5.3 Pereaksi a) Asam sulfat, H 2 SO 4 pekat bebas nitrogen; b) larutan katalis tembaga, CuSO 4.5H 2 O bebas nitrogen,5 g/ml H 2 O; larutkan 5 g CuSO 4.5H 2 O dengan air suling menjadi ml, lalu pindahkan ke dalam botol bertutup gelas; c) katalis selen; campurkan 4 g serbuk SeO 2, 5 g K 2 SO 4 atau Na 2 SO 4 dan 3 g CuSO 4.5 H 2 O. d) kalium sulfat, K 2 SO 4 bebas nitrogen; e) batu didih; f) larutan indikator methylred (MR)/bromocresol green (BCG); larutkan,2 g methyl red dengan etanol 95 % menjadi ml. Larutkan, g bromocresol green dengan etanol 95 % menjadi 5 ml. Campurkan bagian larutan 5 dari 5

22 SNI 298:29 methyl red dan 5 bagian larutan bromocresol green dalam gelas piala lalu pindahkan ke dalam botol bertutup gelas. g) larutan asam borat, H 3 BO 3 4 %; larutkan 4 g H 3 BO 3 dengan air suling menjadi ml dan tambahkan 3 ml larutan indikator methyl red / bromocresol green, aduk, (larutan akan berwarna kuning terang) dan pindahkan ke dalam botol bertutup gelas. h) larutan natrium hidroksida, NaOH 3 %; larutkan 6 g hablur NaOH dengan air suling menjadi 2 ml, simpan ke dalam botol bertutup karet. i) larutan indikator fenolftalein (PP) %; dan larutkan g serbuk indikator PP dengan alkohol 95 % dan encerkan menjadi ml. j) larutan asam klorida, HCl,M. pipet dengan hati-hati 8,6 ml HCl pekat (36,5 % - 38 %) kedalam labu ukur L dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis dan ditetapkan normalitasnya. B.5.4 Cara kerja a) Timbang g contoh (W) ke dalam labu Kjeldahl, tambahkan 5, g K 2 SO 4, ml larutan katalis CuSO 4.5H 2 O atau g campuran katalis selen, 8 batu didih sampai dengan batu didih dan 25 ml H 2 SO 4 pekat; b) panaskan campuran dalam pemanas listrik sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan. Lakukan dalam lemari asam atau lengkapi alat destruksi dengan unit pengisapan asap; c) biarkan dingin, kemudian encerkan dengan air suling secukupnya; d) tambahkan 75 ml larutan NaOH 3 % (periksa dengan indikator PP sehingga campuran menjadi basa); e) sulingkan selama 5 menit sampai dengan menit atau saat larutan destilat telah mencapai kira-kira 5 ml, dengan penampung destilat adalah 5 ml larutan H 3 BO 3 4 %; f) bilas ujung pendingin dengan air suling; g) titar larutan campuran destilat dengan larutan HCl, M; dan h) kerjakan penetapan blangko. B.5.5 Perhitungan Kadar protein (%) = dengan: V adalah Volume HCl, N untuk titrasi contoh, (ml); V 2 adalah Volume HCl, N untuk titrasi blangko, (ml); N adalah Normalitas larutan HCl; W adalah bobot contoh, (mg); 4,7 adalah bobot atom Nitrogen; 6,38 adalah faktor protein untuk susu. B.5.6 Ketelitian Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal % dari nilai rata-rata hasil kadar protein atau deviasi (RSD) maksimal 4 %. Jika kisaran lebih besar dari % atau RSD lebih besar dari 4 %, maka analisa harus diulang kembali. 6 dari 5

23 B.6 Kadar abu B.6. Prinsip Bobot abu yang terbentuk selama pembakaran dalam tanur pada suhu 525 C sampai terbentuk abu berwarna putih. Kadar abu dihitung secara gravimetri. B.6.2 Peralatan a) Desikator yang berisi desikan; b) cawan porselin/kwarsa yang berukuran 5 - ml; c) oven terkalibrasi dengan ketelitian C; d) tanur terkalibrasi dengan ketelitian C; e) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian, mg; f) penangas uap; dan g) pemanas listrik. B.6.3 Cara kerja a) Panaskan cawan dalam tanur pada suhu (525 ± 5) C selama lebih kurang satu jam dan dinginkan dalam desikator selama 45 menit kemudian timbang dengan neraca analitik (W ); b) masukkan 5 sampai dengan g contoh ke dalam cawan dan timbang (W ); c) panaskan cawan yang berisi contoh dalam oven pada suhu ( ± 2) C sampai H 2 O hilang; d) tambahkan beberapa tetes minyak zaitun murni dan panaskan perlahan di atas api atau lampu IR sampai pengembangan berhenti; e) tempatkan cawan yang berisi contoh tersebut dalam tungku pembakaran pada suhu (525 ± 5) C sampai terbentuk abu berwarna putih; f) tambahkan air ke dalam abu, keringkan dalam penangas uap kemudian dilanjutkan pada pemanas listrik kemudian diabukan kembali pada suhu (525 ± 5) C sampai mencapai berat yang tetap; g) pindahkan segera ke dalam desikator dan dinginkan selama 45 menit kemudian timbang (W 2 ); h) lakukan pekerjaan duplo; dan i) hitung kadar abu dalam contoh. B.6.4 Perhitungan W2 W Kadar Abu = % W W dengan; W adalah bobot cawan kosong, (g); W adalah bobot cawan dan contoh sebelum dikeringkan, (g); W 2 adalah bobot cawan dan contoh setelah dikeringkan, (g). B.6.5 Ketelitian Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal % dari nilai rata-rata hasil kadar air atau deviasi (RSD) maksimal 4 %. Jika kisaran lebih besar dari % atau deviasi lebih besar dari 4 %, maka analisa harus diulang kembali. 7 dari 5

24 B.7 Keasaman B.7. Prinsip Jumlah asam dihitung sebagai asam laktat. B.7.2 Peralatan a) Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian, mg; b) buret mikro; dan c) erlenmeyer 25 ml. B.7.3 Pereaksi a) Larutan NaOH, N; 5,3 ml lindi minyak (larutan NaOH 5 %) diencerkan dengan air suling hingga L, lalu tetapkan normalitasnya dengan asam oksalat. b) Larutan indikator fenolftalein (PP) %. Larutkan g serbuk PP dengan alkohol 95 % dan encerkan hingga ml. B.7.4 Cara kerja a) Timbang sebanyak 2 g contoh (pipet 2 ml contoh) (W) masukkan ke dalam erlenmeyer; b) larutkan dalam air bebas CO 2 sebanyak 2 kali volume; dan c) tambahkan 2 ml indikator p.p dan titrasi dengan larutan NaOH, N sampai terbentuk warna merah muda. B.7.5 Perhitungan V x N x 9 Jumlah asam (%) = % W dengan : W adalah bobot contoh, (mg); V adalah volume larutan NaOH, (ml); N adalah normalitas larutan NaOH; 9 adalah bobot setara asam laktat. B.8 Cemaran logam B.8. Penetapan cemaran logam timbal (Pb) dan tembaga (Cu) B.8.. Prinsip Peleburan contoh dengan cara pengabuan kering pada 5 C yang dilanjutkan dengan pelarutan dalam larutan asam. Logam yang terlarut dihitung menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). B.8..2 Peralatan a) Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian, mg; b) cawan porselin/platina/kwarsa dengan kapasitas 5 ml sampai dengan ml; c) penangas listrik; 8 dari 5

25 d) kertas Whatman no. 4; e) tanur terkalibrasi dengan ketelitian C; f) spektrometer serapan asam (SSA) beserta kelengkapannya (lampu katoda Cu dan Pb) terkalibrasi; g) pipet ukur berskala, kapasitas 5 ml dan ml; h) labu ukur 5 ml, ml, dan ml, terkalibrasi; i) gelas ukur kapasitas ml; j) gelas piala 25 ml; dan k) penangas air. B.8..3 Pereaksi a) Larutan asam nitrat, HNO 3 pekat (65 %, Bj,4); b) larutan asam klorida, HCl pekat (37 %, Bj,9); c) larutan asam nitrat, HNO 3, N; encerkan 7 ml HNO 3 65 % dengan air suling dalam labu ukur ml dan encerkan sampai tanda garis. d) larutan asam klorida, HCl 6 N; encerkan 5 ml HCl 37 % dengan air suling dalam labu ukur ml dan encerkan sampai tanda garis. e) larutan Mg(NO 3 ) 2. 6H 2 O % dalam alkohol; Larutkan g Mg(NO 3 ) 2. 6H 2 O dengan alkohol 95 % menjadi ml. f) larutan baku µg/ml Cu; Larutkan, g Cu dengan 7 ml HNO 3 pekat dalam gelas piala 25 ml dan masukkan ke dalam labu ukur ml kemudian encerkan dengan air suling sampai tanda garis. Alternatif lain, bisa digunakan larutan baku Cu µg/ml siap pakai. g) larutan baku 2 µg/ml Cu; pipet ml larutan baku µg/ml ke dalam labu ukur 5 ml kemudian encerkan dengan HNO 3, N sampai tanda garis dan kocok. Larutan baku ketiga ini memiliki konsentrasi 2 µg/ml Cu. h) Larutan baku 2 µg/ml Cu; pipet ml larutan baku 2 µg/ml Cu ke dalam labu ukur ml kemudian encerkan dengan air suling sampai tanda garis kemudian kocok. Larutan baku ketiga ini memiliki konsentrasi 2 µg/ml Cu. i) larutan baku kerja Cu; pipet ke dalam labu ukur ml masing-masing ml;,5 ml; ml; 2 ml; 5 ml; 7 ml dan 9 ml larutan baku 2 µg/ml kemudian tambahkan 5 ml larutan HNO 3 N atau HCl 6 N, dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis. Alternatif lain, bisa digunakan larutan baku Pb µg/ml siap pakai. j) larutan baku µg/ml Pb; pipet, g Pb dengan 7 ml HNO 3 pekat dalam gelas piala 25 ml dan masukan ke dalam labu ukur ml kemudian encerkan dengan air suling sampai tanda garis. Alternatif lain, bisa digunakan larutan baku Pb µg/ml siap pakai. k) larutan baku 5 µg/ml Pb; dan pipet 5, ml larutan baku mbg/ml Pb ke dalam labu ukur ml dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis kemudian kocok. Larutan baku kedua ini memiliki konsentrasi Pb 5 µg/ml. l) larutan baku kerja Pb; pipet ke dalam labu ukur ml masing-masing sebanyak ml;,2 ml;,5 ml; ml; 2 ml; 3 ml dan 4 ml larutan baku 5 µg/ml kemudian tambahkan 5 ml larutan HNO3 N atau HCl 6 N, dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis kemudian kocok. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi µg/ml;, µg/ml;,25 µg/ml;,5 µg/ml;, µg/ml;,5 µg/ml dan 2, µg/ml Pb. 9 dari 5

26 B.8..4 Cara kerja a) Timbang dengan teliti 5 g - g contoh dalam cawan porselin/platina/kuarsa (m); b) tempatkan cawan berisi contoh uji di atas penangas listrik dan panaskan secara bertahap sampai contoh uji menjadi arang dan tidak berasap lagi; (bisa ditambahkan ml MgNO 3. 6H 2 O % dalam alkohol untuk mempercepat pengabuan) c) lanjutkan pengabuan dalam tanur (5 ± 5) C sampai abu berwarna putih, bebas dari karbon; d) apabila abu belum bebas dari karbon yang ditandai dengan warna keabu-abuan, basahkan dengan beberapa tetes air dan tambahkan tetes demi tetes HNO 3 pekat kirakira,5 ml sampai dengan 3 ml; e) keringkan cawan di atas penangas listrik dan masukkan kembali ke dalam tanur pada suhu 5 C kemudian lanjutkan pemanasan sampai abu menjadi putih. Penambahan HNO 3 pekat bisa diulangi apabila abu masih berwarna keabu-abuan; f) larutkan abu berwarna putih dalam 5 ml HCl 6 N atau 5 ml HNO 3 N sambil dipanaskan di atas penangas listrik atau penangas air selama 2 menit sampai dengan 3 menit dan masukkan ke dalam labu ukur 5 ml kemudian tepatkan hingga tanda garis dengan air suling (V); (jika perlu, saring larutan menggunakan kertas saring Whatman no. 4) g) siapkan larutan blangko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti contoh; h) baca absorbans larutan baku kerja dan larutan contoh terhadap blangko menggunakan SSA pada panjang gelombang maksimum sekitar 324 nm untuk Cu dan 283 nm untuk Pb; i) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (µg/ml) sebagai sumbu X dan absorbans sebagai sumbu Y; j) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi; dan k) hitung kandungan logam dalam contoh. B.8..5 Perhitungan C Kandungan logam (mg/kg) = V m dengan: C adalah konsentrasi logam dari kurva kalibrasi (µg/ml); V adalah volume larutan akhir (ml); m adalah bobot contoh, (g). B.8..6 Ketelitian Kisaran hasil dua kali ulangan deviasi (RSD) maksimal 6 %. Jika RSD lebih besar dari 6 %, maka analisa harus diulang. B.8.2 B.8.2. Penetapan timah (Sn) Prinsip Contoh didekstruksi dengan HNO 3 dan HCl kemudian ditambahkan KCl untuk mengurangi gangguan. Sn dibaca menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang maksimum 235,5 nm dengan nyala oksidasi N 2 O-C 2 H 2. B Peralatan 2 dari 5

27 a) Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian, mg; b) erlenmeyer 25 ml; c) penangas listrik; d) tanur terkalibrasi dengan ketelitian C; e) SSA beserta kelengkapannya (lampu katoda Sn) terkalibrasi; f) pipet ukur berskala, kapasitas 5 ml dan ml terkalibrasi; g) labu ukur 5 ml, ml, dan ml, terkalibrasi; h) gelas ukur kapasitas 5 ml; i) gelas piala 25 ml; dan j) penangas air. B Pereaksi a) Larutan kalium, mg/ml K; larutkan,9 g KCl dengan air menjadi ml. b) asam nitrat pekat, HNO 3 pekat; c) asam klorida pekat, HCl pekat; d) larutan baku mg/l Sn; dan larutkan, g Sn dengan 2 ml asam HCl pekat dalam labu ukur ml, tambahkan 2 ml air suling, dinginkan pada suhu ruang dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis. e) larutan baku kerja Sn. pipet ml HCl pekat dan, ml larutan KCl ke dalam masing-masing labu ukur ml. Tambahkan masing-masing ;,5 ml;, ml;,5 ml; 2, ml dan 2,5 ml larutan baku mg/l Sn dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi µg/ml; 5 µg/ml; µg/ml; 5 µg/ml; 2 µg/ml dan 25 µg/ml Sn. B Cara kerja a) Timbang g - 2 g contoh (m) ke dalam erlemeyer 25 ml, tambahkan 3 ml HNO 3 pekat, dan biarkan 5 menit; b) panaskan perlahan, hindari terjadinya percikan yang berlebihan; c) lanjutkan pemanasan sampai sisa volume 3 ml sampai dengan 6 ml atau sampai contoh mulai kering pada bagian bawahnya, hindari terbentuknya arang; d) angkat erlenmeyer dari penangas listrik, tambahkan 25 ml HCl pekat, dan panaskan sampai selama 5 menit sampai letupan dari uap Cl 2 berhenti; e) tingkatkan pemanasan dan didihkan sehingga sisa volume ml sampai 5 ml; f) tambahkan 4 ml air suling, aduk, dan tuangkan ke dalam labu ukur ml, bilas erlenmeyer tersebut dengan ml air suling; g) tambahkan, ml KCl, dinginkan pada temperatur ruang, tera dengan air suling, dan saring; h) siapkan larutan blangko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti contoh; i) baca absorbans larutan baku kerja dan larutan contoh terhadap blangko menggunakan SSA pada panjang gelombang maksimum 235,5 nm dengan nyala oksidasi N 2 O-C 2 H 2 ; j) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi Sn (µg/ml) sebagai sumbu X dan absorbans sebagai sumbu Y; k) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi; l) lakukan pengerjaan duplo; dan m) hitung kandungan Sn dalam contoh. B Perhitungan 2 dari 5

28 C Kandungan Sn (mg/kg) = x V m dengan: C adalah konsentrasi logam dari kurva kalibrasi, (µg/ml) V adalah volume larutan akhir, (ml); m adalah bobot contoh, (g). B Ketelitian Kisaran hasil dua kali ulangan deviasi (RSD) maksimal 6 %. Jika RSD lebih besar darii 6 %, maka analisa harus diulang kembali. B.8.3 B.8.3. Penetapan raksa (Hg) Prinsip Reaksi antara senyawa raksa dengan NaBH 4 atau SnCl 2 dalam keadaan asam akan membentuk gas atomik Hg. Jumlah Hg yang terbentuk sebanding dengan absorbans Hg yang dibaca menggunakan spektrofotometer serapan atom tanpa nyala pada panjang gelombang maksimum 253,7 nm. B Peralatan a) Spektrofotometer serapan atom yang dilengkapi lampu katoda Hg dan generator uap hidrida ( HVG ); b) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian, mg; c) labu destruksi 25 ml berdasar bulat; d) pendingin terbuat dari borosilikat, diameter 2 mm sampai dengan 8 mm, tinggi 4 mm diisi dengan cincin Raschig setinggi mm, dan dilapisi dengan batu didih berdiameter 4 mm di atas cincin setinggi 2 mm; e) labu ukur ml, 5 ml, dan ml terkalibrasi; f) penangas listrik; g) gelas ukur 25 ml; dan h) pipet ukur berskala,5 atau mikroburet terkalibrasi. B Pereaksi a) Asam sulfat, H 2 SO 4 8 N; b) asam nitrat, HNO 3 7 N; c) batu didih; d) campuran HNO 3 : HClO 4 (:); e) hidrogen peroksida, H 2 O 2 ; f) larutan molibdat 2 %. g) larutan pereduksi; campurkan 5 ml H 2 SO 4 dengan 3 ml air suling dalam gelas piala 5 ml dan dinginkan sampai suhu ruang kemudian tambahkan 5 g NaCl, 5 g hidroksilamin sulfat, dan 25 g SnCl 2. Pindahkan kedalam labu ukur 5 ml dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis. h) larutan NaBH 4 ; larutkan 3 g serbuk NaBH 4 dan 3 g NaOH dengan air suling dalam labu ukur 5 ml. i) larutan pengencer; 22 dari 5

29 masukkan 3 ml sampai dengan 5 ml air suling kedalam labu ukur ml dan tambahkan 58 ml HNO 3 kemudian 67 ml H 2 SO 4. Encerkan dengan air suling sampai tanda garis dan kocok. j) larutan baku µg /ml Hg; larutkan,354 g HgCl 2 dengan kira-kira 25 ml air suling dalam gelas piala 25 ml dan masukkan ke dalam labu ukur ml kemudian encerkan dengan air suling sampai tanda garis. k) larutan baku µg /ml Hg; dan pipet ml larutan baku µg/ml Hg ke dalam labu ukur ml dan encerkan dengan larutan pengencer sampai tanda garis kemudian kocok. Larutan baku kedua ini memiliki konsentrasi µg /ml. l) larutan baku kerja Hg; pipet masing-masing,25 ml;,5 ml; ml; dan 2 ml larutan baku mg/l ke dalam labu ukur ml terpisah dan encerkan dengan larutan pengencer sampai tanda garis. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi,25 µg/ml;,5 µg/ml;, µg/ml; dan,2 µg/ml Hg. B B Cara kerja Pengabuan basah a) Timbang 5 g contoh (m) ke dalam labu destruksi dan tambahkan 25 ml H 2 SO 4 8 N, 2 ml HNO 3 7 N, ml larutan Natrium molibdat 2 %, dan 5 batu didih sampai dengan 6 batu didih; b) hubungkan labu destruksi dengan pendingin dan panaskan di atas penangas listrik selama jam. Hentikan pemanasan dan biarkan selama 5 menit; c) tambahkan 2 ml HNO 3 :HClO 4 (:) melalui pendingin; d) hentikan aliran air pada pendingin dan panaskan dengan panas tinggi hingga timbul uap putih. Lanjutkan pemanasan selama menit dan dinginkan; e) tambahkan ml air melalui pendingin dengan hati-hati sambil labu digoyanggoyangkan; f) didihkan lagi selama menit; g) matikan pemanas dan cuci pendingin dengan 5 ml air suling sebanyak 3 kali kemudian dinginkan sampai suhu kamar; h) pindahkan larutan destruksi contoh ke dalam labu ukur ml secara kuantitatif dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis; i) pipet 25 ml larutan di atas ke dalam labu ukur ml dan encerkan dengan larutan pengencer sampai tanda garis; j) siapkan larutan blangko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti contoh; k) tambahkan larutan pereduksi ke dalam larutan baku kerja Hg, larutan contoh, dan larutan blangko pada alat HVG ; l) baca absorbans larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan blangko menggunakan SSA tanpa nyala pada panjang gelombang 253,7 nm; m) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi Hg (µg/ml) sebagai sumbu X dan absorbans sebagai sumbu Y; n) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi; o) lakukan pengerjaan duplo; dan p) hitung kandungan Hg dalam contoh. 23 dari 5

30 B Destruksi menggunakan microwave atau destruksi sistem tertutup a) Timbang g contoh (m) ke dalam tabung destruksi dan tambahkan 2 ml HNO 3, ml H 2 O 2 kemudian tutup rapat; b) masukkan ke dalam oven microwave dan kerjakan sesuai dengan petunjuk pemakaian alat; c) pindahkan larutan destruksi contoh ke dalam labu ukur 5 ml secara kuantitatif dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis; d) siapkan larutan blangko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti contoh; e) tambahkan larutan pereduksi ke dalam larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan blangko pada alat HVG ; f) baca absorbans larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan blangko menggunakan SSA tanpa nyala pada panjang gelombang 253,7 nm; g) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi Hg (µg/ml) sebagai sumbu X dan absorbans sebagai sumbu Y; h) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi; i) lakukan pengerjaan duplo; dan j) hitung kandungan Hg dalam contoh. B Perhitungan C Kandungan Hg (mg/kg) = x V x Fp m dengan: C adalah konsentrasi Hg dari kurva kalibrasi, (µg /ml) V adalah volume larutan akhir, (ml); m adalah bobot contoh, (g); Fp adalah faktor pengenceran. B Ketelitian Kisaran hasil dua kali ulangan deviasi (RSD) maksimal 6 %. Jika RSD lebih besar dari 6 %, maka analisa harus diulang kembali. B.9 Cemaran arsen (As) B.9. Prinsip Contoh didestruksi dengan asam menjadi larutan arsen. Larutan As 5+ direduksi dengan KI menjadi As 3+ dan direaksikan dengan NaBH 4 atau SnCl 2 sehingga terbentuk AsH 3 yang kemudian dibaca dengan SSA pada panjang gelombang 93,7 nm. B.9.2 Peralatan a) Spektrofotometer serapan atom yang dilengkapi dengan lampu katoda As dan generator uap hidrida ( HVG ); b) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian, mg; c) labu Kjeldahl 25 ml; d) labu ukur 5 ml, ml, 5 ml, dan ml terkalibrasi; e) pemanas listrik; f) pipet volumetrik 25 ml; g) cawan porselen kapasitas 5 ml; h) gelas ukur 25 ml; 24 dari 5

31 i) tanur terkalibrasi dengan ketelitian C; j) pipet ukur berskala,5 ml atau mikroburet terkalibrasi; dan k) labu borosilikat berdasar bulat 5 ml. B.9.3 Pereaksi a) Asam nitrat, HNO 3 pekat; b) asam perklorat, HClO 4 pekat; c) natrium boronhidrida, NaBH 4 ; larutkan 3 g NaBH 4 dan 3 g NaOH dengan air suling sampai tanda garis dalam labu ukur 5 ml. d) asam klorida, HCl 8 M; larutkan 66 ml HCl 37 % ke dalam labu ukur ml dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis. e) timah (II) klorida, SnCl 2.2H 2 O %; timbang 5 g SnCl 2.2H 2 O ke dalam piala gelas 2 ml dan tambahkan ml HCl 37 %. Panaskan hingga larutan jernih dan dinginkan kemudian tuangkan ke dalam labu ukur 5 ml dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis. f) kalium iodida, KI 2 %; timbang 2 g KI ke dalam labu ukur ml dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis (larutan harus dibuat langsung sebelum digunakan). g) larutan Mg(NO 3 ) 2 75 mg/ml; larutkan 3,75 g MgO dengan 3 ml H 2 O secara hati-hati, tambahkan ml HNO 3, dinginkan dan encerkan hingga 5 ml dengan air suling; h) larutan baku µg/ml As; larutkan,323 g As 2 O 3 kering dengan sedikit NaOH 2 % dan netralkan dengan HCl atau HNO 3 : ( bagian asam : bagian air). Masukkan ke dalam labu ukur liter dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis. i) larutan baku µg /ml As; pipet ml larutan baku arsen µg/ml ke dalam labu ukur ml dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis. Larutan baku kedua ini memiliki konsentrasi µg/ml As. j) larutan baku µg/ml As; dan pipet ml larutan standar arsen mg/l ke dalam labu ukur ml dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis. Larutan baku ketiga ini memiliki konsentrasi µg/ml As. k) larutan baku kerja As; pipet masing-masing, ml; 2, ml; 3, ml; 4, ml dan 5, ml larutan baku µg/ml As ke dalam labu ukur ml terpisah dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis kemudian kocok. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi, µg/ml;,2 µg/ml;,3 µg/ml;,4 µ/ml dan,5 µg/ml As. B.9.4 Cara kerja B.9.4. Pengabuan basah a) Timbang 5 - g contoh (m) dalam labu Kjeldahl 25 ml, tambahkan 5 ml sampai ml HNO 3 pekat dan 4 ml sampai 8 ml H 2 SO 4 pekat dengan hati-hati; b) setelah reaksi selesai, panaskan dan tambahkan HNO 3 pekat sedikit demi sedikit sehingga contoh berwarna coklat atau kehitaman; c) tambahkan 2 ml HClO 4 2 % sedikit demi sedikit dan panaskan lagi sehingga larutan menjadi jernih atau berwarna kuning (jika terjadi pengarangan setelah penambahan asam perklorat, tambahkan lagi sedikit HNO 3 pekat); d) dinginkan, tambahkan 5 ml H 2 O dan 5 ml amonium oksalat jenuh; 25 dari 5

32 e) panaskan sehingga timbul uap SO 3 di leher labu; f) dinginkan, pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 5 ml dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis; g) pipet 25 ml larutan di atas dan tambahkan 2 ml HCl,, ml KI 2 % kemudian kocok dan biarkan minimal 2 menit; h) siapkan larutan blangko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti contoh; i) tambahkan larutan pereduksi (NaBH 4 ) ke dalam larutan baku kerja As, larutan contoh, dan larutan blangko pada alat HVG ; j) baca absorbans larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan blangko menggunakan SSA tanpa nyala pada panjang gelombang 93,7 nm; k) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi As (µg/ml) sebagai sumbu X dan absorbans sebagai sumbu Y; l) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi; m) lakukan pengerjaan duplo; dan n) hitung kandungan As dalam contoh. B Destruksi dengan microwave atau destruksi sistem tertutup a) Timbang g contoh (m) ke dalam tabung destruksi dan tambahkan 5 ml HNO 3, ml H 2 O 2 kemudian tutup rapat; b) masukkan ke dalam oven microwave dan kerjakan sesuai dengan petunjuk pemakaian alat; c) setelah dingin, pindahkan larutan destruksi ke dalam labu ukur 25 ml secara kuantitatif dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis; d) pipet 5 ml sampai dengan ml larutan destruksi (c) kedalam labu borosilikat berdasar bulat 5 ml, tambah ml larutan Mg(NO 3 ) 2. Uapkan diatas penangas listrik hingga kering dan arangkan. Abukan dalam tanur pada suhu 45 C (± jam); e) dinginkan dan larutkan dengan 2, ml HCl 8 M,, ml KI 2 % kemudian kocok dan biarkan minimal 2 menit. Tuangkan larutan tersebut ke dalam tabung contoh pada alat; f) siapkan NaBH 4 dan HCl dalam tempat yang sesuai dengan yang ditentukan oleh alat; g) tuangkan larutan baku kerja As, µg/ml;,2 µg/ml;,3 µg/ml;,4 µg/ml;,5 µg/ml serta blangko ke dalam 6 tabung contoh lainnya. Nyalakan burner serta tombol pengatur aliran pereaksi dan aliran contoh; h) baca nilai absorbans tertinggi larutan baku kerja As dan contoh dengan blangko sebagai koreksi; i) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi As (µg/ml) sebagai sumbu X dan absorbans sebagai sumbu Y; j) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi; k) lakukan pengerjaan duplo; dan l) hitung kandungan As dalam contoh. B.9.5 Perhitungan Kandungan arsen (mg/kg) = C m x V x Fp dengan: C adalah konsentrasi As dari kurva kalibrasi, (µg/ml); V adalah volume larutan akhir, (ml); m adalah bobot contoh, (g); Fp adalah faktor pengenceran. 26 dari 5

Kembang gula Bagian 1: Keras

Kembang gula Bagian 1: Keras Standar Nasional Indonesia Kembang gula Bagian 1: Keras ICS 67.180.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Komposisi...

Lebih terperinci

Susu kental manis SNI 2971:2011

Susu kental manis SNI 2971:2011 Standar Nasional Indonesia Susu kental manis ICS 67.. Badan Standardisasi Nasional BSN Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi dokumen ini dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Saus tomat ICS Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Saus tomat ICS Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Saus tomat ICS 67.080.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan definisi...1 4 Persyaratan...1

Lebih terperinci

Pupuk super fosfat tunggal

Pupuk super fosfat tunggal Standar Nasional Indonesia Pupuk super fosfat tunggal ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

SNI 3144:2009 Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy Standar Nasional Indonesia standar ini dibuat untuk penayangan di Tempe kedelai

SNI 3144:2009 Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy Standar Nasional Indonesia standar ini dibuat untuk penayangan di Tempe kedelai Standar Nasional Indonesia Tempe kedelai ICS 67.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...1 3 Syarat mutu...1 4 Pengambilan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

Bakso daging SNI 3818:2014

Bakso daging SNI 3818:2014 Standar Nasional Indonesia Bakso daging ICS 67.120.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

Kornet daging sapi (Corned beef)

Kornet daging sapi (Corned beef) Standar Nasional Indonesia Kornet daging sapi (Corned beef) ICS 67.120.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Komposisi...

Lebih terperinci

Susu bubuk SNI 2970:2015

Susu bubuk SNI 2970:2015 Standar Nasional Indonesia Susu bubuk ICS 67.100.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

SNI Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy Standar Nasional Indonesia standar ini dibuat untuk penayangan di Susu bubuk

SNI Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy Standar Nasional Indonesia standar ini dibuat untuk penayangan di Susu bubuk SNI -97-6 Standar Nasional Indonesia Susu bubuk ICS 67.. Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Prakata Daftar isi...i...ii Ruang lingkup... Istilah dan definisi... Komposisi... 4 Syarat mutu... 5 Pengambilan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

Pupuk dolomit SNI

Pupuk dolomit SNI Standar Nasional Indonesia Pupuk dolomit ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Syarat mutu... 1 4 Pengambilan contoh...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit singkong dengan penggunaan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau atau tauge. Nata yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari limbah cair tapioka dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak. Nata yang dihasilkan kemudian

Lebih terperinci

Makanan ringan ekstrudat

Makanan ringan ekstrudat Standar Nasional Indonesia Makanan ringan ekstrudat ICS 67.180.20 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup SNI 01-5009.12-2001 G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup Standar ini menetapkan istilah dan definisi, syarat mutu, cara uji, pengemasan dan penandaan gondorukem, sebagai pedoman pengujian gondorukem yang

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

Teh kering dalam kemasan

Teh kering dalam kemasan Standar Nasional Indonesia Teh kering dalam kemasan ICS 67.140.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Saus cabe

SNI Standar Nasional Indonesia. Saus cabe Standar Nasional Indonesia Saus cabe ICS 67.080.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Syarat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

Kembang gula Bagian 2: Lunak

Kembang gula Bagian 2: Lunak Standar Nasional Indonesia Kembang gula Bagian 2: Lunak ICS 67.180.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Komposisi...

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Pupuk tripel super fosfat

Pupuk tripel super fosfat Standar Nasional Indonesia Pupuk tripel super fosfat ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

Pupuk SP-36 SNI

Pupuk SP-36 SNI Standar Nasional Indonesia Pupuk SP-36 ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Syarat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan antara lain : oven, autoklap, ph meter, spatula, saringan, shaker waterbath,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

Pupuk kalium sulfat SNI

Pupuk kalium sulfat SNI Standar Nasional Indonesia Pupuk kalium sulfat ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI SNI UDC =========================================== SAUERKRAUT DALAM KEMASAN

STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI SNI UDC =========================================== SAUERKRAUT DALAM KEMASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI 01-2600 - 1992 SNI UDC =========================================== SAUERKRAUT DALAM KEMASAN =========================================== DEWAN STANDARDISASI NASIONAL PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Untuk mengetahui kinerja adsorpsi arang aktif-bentonit pada aroma susu kedelai, dilakukan penelitian di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material

Lebih terperinci

Minyak goreng SNI 3741:2013

Minyak goreng SNI 3741:2013 Standar Nasional Indonesia Minyak goreng ICS 67.200.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, analisa dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr)

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1

Lebih terperinci

Minuman sari buah SNI 3719:2014

Minuman sari buah SNI 3719:2014 Standar Nasional Indonesia Minuman sari buah ICS 67.160.20 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 21: Cara uji kadar fenol secara Spektrofotometri

Air dan air limbah Bagian 21: Cara uji kadar fenol secara Spektrofotometri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 21: Cara uji kadar fenol secara Spektrofotometri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

Pupuk fosfat alam untuk pertanian

Pupuk fosfat alam untuk pertanian Standar Nasional Indonesia Pupuk fosfat alam untuk pertanian ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 18 hingga

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Susu UHT (Ultra High Temperature)

Susu UHT (Ultra High Temperature) Standar Nasional Indonesia Susu UHT (Ultra High Temperature) ICS 67.100.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung

Lebih terperinci

Lemak kakao SNI 3748:2009. Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan

Lemak kakao SNI 3748:2009. Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan Standar Nasional Indonesia Lemak kakao ICS 67.140.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Syarat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

Pupuk tripel super fosfat plus-zn

Pupuk tripel super fosfat plus-zn Standar Nasional Indonesia Pupuk tripel super fosfat plus-zn ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

Uji emisi formaldehida panel kayu metoda analisis gas

Uji emisi formaldehida panel kayu metoda analisis gas Standar Nasional Indonesia Uji emisi formaldehida panel kayu metoda analisis gas ICS 79.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1.

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1. BAB III METODOLOGI A. ALAT DAN BAHAN A.1. Alat yang digunakan : A.1.1 Alat yang diperlukan untuk pembuatan Nata de Citrullus, sebagai berikut: 1. Timbangan 7. Kertas koran 2. Saringan 8. Pengaduk 3. Panci

Lebih terperinci

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A PETUNJUK PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A Cemaran Logam Berat dalam Makanan Cemaran Kimia non logam dalam Makanan Dosen CHOIRUL AMRI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA 2016

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Cara uji kimia - Bagian 4: Penentuan kadar protein dengan metode total nitrogen pada produk perikanan

Cara uji kimia - Bagian 4: Penentuan kadar protein dengan metode total nitrogen pada produk perikanan Standar Nasional Indonesia Cara uji kimia - Bagian 4: Penentuan kadar protein dengan metode total nitrogen pada produk perikanan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 8: Cara uji kadar oksidan dengan metoda neutral buffer kalium iodida (NBKI) menggunakan spektrofotometer

Udara ambien Bagian 8: Cara uji kadar oksidan dengan metoda neutral buffer kalium iodida (NBKI) menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 8: Cara uji kadar oksidan dengan metoda neutral buffer kalium iodida (NBKI) menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 13: Cara uji kalsium (Ca) dengan metode titrimetri

Air dan air limbah Bagian 13: Cara uji kalsium (Ca) dengan metode titrimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 13: Cara uji kalsium (Ca) dengan metode titrimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar isi...i Prakata....ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 sampai dengan Januari 2017. Bertempat di Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Rion Viscotester Model VT-04F). Sebelum

Lebih terperinci

Minyak terpentin SNI 7633:2011

Minyak terpentin SNI 7633:2011 Standar Nasional Indonesia Minyak terpentin ICS 65.020.99 Badan Standardisasi Nasional Copyright notice Hak cipta dilindungi undang undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer

Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Kopi bubuk. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI Standar Nasional Indonesia. Kopi bubuk. Badan Standardisasi Nasional ICS Standar Nasional Indonesia Kopi bubuk ICS 67.140.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Syarat

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason Standar Nasional Indonesia ICS 85.040 Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Keadaan Lokasi Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan adalah sampel bermerek dan tidak bermerek yang diambil dibeberapa tempat pasar

Lebih terperinci

DAFTAR PEREAKSI DAN LARUTAN

DAFTAR PEREAKSI DAN LARUTAN DAFTAR PEREAKSI DAN LARUTAN Terkadang ketika di laboratorium, ada rasa ingin tahu bagaimana cara membuat pereaksi molisch, barfoed, seliwanoff dan sebagainya. Nah, disini saya mencoba menyajikan bagaimana

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Kecap kedelai. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI Standar Nasional Indonesia. Kecap kedelai. Badan Standardisasi Nasional ICS Standar Nasional Indonesia Kecap kedelai ICS 67.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Pendahuluan...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan... 1 3 Definisi... 1 4 Klasifikasi... 1 5 Syarat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Lada hitam. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI Standar Nasional Indonesia. Lada hitam. Badan Standardisasi Nasional ICS SNI 01-0005-1995 Standar Nasional Indonesia Lada hitam ICS Badan Standardisasi Nasional i SNI 01 0005-1995 Daftar Isi 1. Ruang lingkup... 2 2. Acuan Normatif... 2 3. Istilah dan definisi... 2 4. Klasifikasi/penggolongan...

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) LAMPIRAN 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) METODE PENGUJIAN Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Untuk pengujianan total oksalat ke dalam Erlenmeyer ditambahkan larutan

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 7: Cara uji kadar hidrogen sulfida (H 2 S) dengan metoda biru metilen menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 7: Cara uji kadar hidrogen sulfida (H 2 S) dengan metoda biru metilen menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 7: Cara uji kadar hidrogen sulfida (H 2 S) dengan metoda biru metilen menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai pengambilan sampel di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dan dianalisis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah Cabe Jawa (Piper Retrofractum V.) yang berasal dari kebun percobaan manoko. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Untuk lebih memudahkan prosedur kerja pembuatan crude papain dan

BAB III METODOLOGI. Untuk lebih memudahkan prosedur kerja pembuatan crude papain dan BAB III METODOLOGI 31 Bagan Alir Penelitian Untuk lebih memudahkan prosedur kerja pembuatan crude papain dan pembuatan keju cottage, maka di bawah ini dibuat bagan alir prosedur kerja yaitu prosedur preparsi

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia

SNI Standar Nasional Indonesia Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 5: Cara uji oksida-oksida nitrogen dengan metoda Phenol Disulphonic Acid (PDS) menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

Pupuk amonium klorida

Pupuk amonium klorida Standar Nasional Indonesia Pupuk amonium klorida ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XVIII PENGUJIAN BAHAN SECARA KIMIAWI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

Pupuk diamonium fosfat

Pupuk diamonium fosfat Standar Nasional Indonesia Pupuk diamonium fosfat ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan April 2013 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

Air dan air limbah - Bagian 22: Cara uji nilai permanganat secara titrimetri

Air dan air limbah - Bagian 22: Cara uji nilai permanganat secara titrimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah - Bagian 22: Cara uji nilai permanganat secara titrimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013 di III. MATERI DAN METODE 1.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Laboratorium Nutrisi dan Kimia serta Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat dan penurunan mutu produk kopi instan formula a. Kadar air (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsip dari metode

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar Lampung yaitu Pasar Pasir Gintung, Pasar Tamin, Pasar Kangkung, Pasar

Lebih terperinci

PRODUKSI ABON IKAN PARI ( (RAYFISH): PENENTUAN KUALITAS GIZI ABON

PRODUKSI ABON IKAN PARI ( (RAYFISH): PENENTUAN KUALITAS GIZI ABON SEMINAR HASIL PRODUKSI ABON IKAN PARI ( (RAYFISH): PENENTUAN KUALITAS GIZI ABON OLEH : FITHROTUL MILLAH NRP : 1406 100 034 Dosen pembimbing : Dra. SUKESI, M. Si. Surabaya, 18 Januari 2010 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci