BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia saat ini terus mengalami peningkatan dan kebutuhan hidup pun semakin meningkat (Kuswartojo, 2005). Banyak penduduk yang melakukan migrasi ke kota untuk mendapatkan pelayanan kebutuhan hidup. Pergerakan penduduk ke pusat kota salah satunya diakibatkan oleh adanya daya tarik yang besar di pusat kota, seperti ketersediaan fasilitas pelayanan yang lengkap (Massikki, 2005). Hal tersebut mengakibatkan kota mengalami peningkatan yang pesat, sedangkan perdesaan (kota kota disekitarnya) mengalami penurunan jumlah penduduk (Tjahjati dalam Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia, 1997). Seperti penelitian yang telah dilakukan di Amerika, imigrasi besar besaran yang dilakukan oleh penduduk mengakibatkan adanya perubahan dinamika metropolitan (Lo, 2011). Perubahan dinamika yang terjadi dapat berupa pembangunan permukiman dan sarana prasarana pendukung pada daerah yang memiliki jumlah penduduk yang banyak. Pemenuhan kebutuhan penduduk dapat berdampak pada peningkatan kebutuhan lahan untuk permukiman dan pembangunan fasilitas penduduk. Banyaknya jumlah penduduk yang bermukim di suatu daerah akan mendorong penyediaan sarana prasarana yang lengkap dibandingkan dengan daerah lain yang memiliki jumlah penduduk yang lebih sedikit, seperti yang terjadi di kota kota besar Indonesia, yaitu Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Bandung, Palembang, dan Ujung Pandang. Migrasi penduduk yang terjadi dapat mengakibatkan jumlah penduduk di kawasan kota menjadi semakin meningkat. Kenyataannya, pertumbuhan penduduk kota tidak diimbangi dengan pembangunan fisik kota yang cepat pula, terutama pada penyediaan sarana prasarana (Sadyohutomo, 2008). Jumlah penduduk yang tinggi di perkotaan tersebut menyebabkan terjadinya permasalahan perkotaan, yaitu beban pelayanan sebuah fasilitas permukiman akan semakin tinggi karena melebihi kapasitas dari daya layan 1

2 yang dapat diberikan (Tjahjati dalam Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia, 1997). Fenomena urbanisasi pada kota kota besar seharusnya disertai dengan pembangunan sarana prasarana fisik dan memperbaiki struktur perkotaan yang ada, sehingga kemungkinan adanya permasalahan kota dan penurunan kemampuan daya layan sarana prasarana dapat dihindari (Klug dan Hayashi, 2012). Beban pelayanan tersebut mendasari pemerintah untuk membuat pusat kota baru sebagai pusat - pusat pelayanan penyangga sehingga kebutuhan penduduk dapat terlayani secara keseluruhan (Branch, 1995). Fasilitas pelayanan atau sarana prasarana yang ada di dalam kota baru dalam menjadi pemicu untuk tumbuhnya ekonomi dan kegiatan lainnya sehingga perkembangan daerah dapat merata (Kemenpera, 2008). Pembuatan pusat perkotaan yang baru dapat mendorong terciptanya kawasan permukiman baru sehingga sarana prasarana yang ada di dalamnya dapat membantu pelayanan penduduk di pusat kota yang padat (Tjahjati dalam Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia, 1997). Undang-undang Nomor 4 tahun 1992, pasal 1 (satu) angka 4 (empat) menjelaskan, bahwa satuan lingkungan permukiman merupakan kawasan perumahan dengan luas daerah dan jumlah penduduk yang tertentu, yang dilengkapi sistem prasarana dan sarana lingkungan, tempat kerja terbatas dan dengan penataan ruang terencana dan teratur sehingga memungkinkan pelayanan dan pengelolaan yang optimal. Secara umum, penduduk akan bermukim pada kawasan kawasan yang merupakan pusat pelayanan permukiman dan juga kegiatan di sebuah daerah, termasuk pada kawasan perkotaan (Massikki, 2005), sama halnya dengan yang terjadi di Kabupaten Banjarnegara. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten besar yang terletak di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan data Potensi Desa Kabupaten Banjarnegara tahun 2011, jumlah penduduk yang terdapat di Kabupaten Banjarnegara tidak tersebar secara merata, seperti yang tertera pada tabel

3 Tabel 1.1 Jumlah penduduk Kabupaten Banjarnegara tahun 2011 No. Nama Kecamatan Jumlah penduduk (jiwa) 1. Susukan Purworejo Klampok Mandiraja Purwanegara Bawang Banjarnegara Pagedongan Sigaluh Madukara Banjarmangu Wanadadi Rakit Punggelan Karangkobar Pagentan Pejawaran Batur Wanayasa Kalibening Pandanarum Sumber : BPS Kab. Banjarnegara, 2011 Perbedaan jumlah penduduk pada masing masing daerah tersebut akan mempengaruhi penyediaan sarana prasarana yang ada di dalamnya. Berdasarkan jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Banjarnegara maka dibangun sarana prasarana untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Sarana Prasarana yang dimiliki oleh Kabupaten Banjarnegara berdasarkan dokumen SIPD tahun 2014 ditunjukkan pada tabel 1.2 berikut : Tabel 1.2 Sarana prasarana di Kabupaten Banjarnegara tahun Perdagangan Terdapat 23 pasar di Kabupaten Banjarnegara yang terdiri dari Pasar Umum 20, Pasar Hewan 2 dan Pasar Buah Koperasi Terdapat 293 koperasi di Kabupaten Banjarnegara. 3. Pendidikan dan Kebudayaan Terdapat 1370 sekolah di Kabupaten Banjarnegara yang terdiri dari TK sampai dengan SLTA. 4. Kesehatan dan KB Di Kabupaten Banjarnegara tempat pelayanan kesehatan tersebar merata di seluruh Kecamatan, baik itu Puskesmas, Pos Obat Desa, Pondok Bersalin (Polindes) dan Posyandu. 5. Panjang Jalan Panjang jalan Kabupaten adalah 710,747 Km2. 6. Angkutan Darat Jumlah kendaraan bermotor dari tahun ke tahun mengalami peningkatan 3

4 7. Pos Pembangunan sarana kantor Pos terletak di masingmasing kecamatan. 8. Hotel dan Jumlah Hotel di Kabupaten Banjarnegara berjumlah 9 Pariwisata hotel, semuanya merupakan Hotel Non Bintang Sumber : Admin, 2010 Jumlah penduduk dan sarana prasarana yang tersedia di Kabupaten Banjarnegara digunakan oleh pemerintah setempat sebagai dasar dalam menyusun struktur ruang kabupaten yang diatur dalam dokumen (RTRW). Peraturan Daerah (Perda) RTRW tahun 2011 salah satunya membahas mengenai pembagian kawasan Kabupaten Banjarnegara sesuai dengan peruntukannya, salah satunya adalah berdasarkan sistem perkotaan (Pemerintah Daerah, 2011). Sistem perkotaan di Kabupaten Banjarnegara terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Pusat Kegiatan Lokal (PKL), Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKL p), dan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK). Pembagian sistem perkotaan di Kabupaten Banjarnegara secara lengkap dijelaskan pada tabel 1.3 yang bersumber dari Laporan Antara untuk Revisi RTRW Kabupaten Banjarnegara Tahun sebagai berikut : Tabel 1.3 Pusat pelayanan dan daerah pelayanan di Banjarnegara Satuan Wilayah Pembangunan Wilayah Pengembangan I Wilayah Pengembangan II Wilayah Pengembangan III Pusat Pelayanan Kawasan Perkotaan Banjarnegara Kawasan Perkotaan Purwareja Klampok Kawasan Perkotaan Karangkobar Sumber : Bappeda Kab. Banjarnegara, 2009 Daerah Pelayanan Kecamatan Madukara Kecamatan Banjarmangu Kecamatan Punggelan Kecamatan Wanadadi Kecamatan Banjarnegara Kecamatan Bawang Kecamatan Pagedongan Kecamatan Sigaluh Kecamatan Rakit Kecamatan Purwanegara Kecamatan Mandiraja Kecamatab Purwareja Klampok Kecamatan Susukan Kecamatan Batur Kecamatan Pagentan Kecamatan Pejawaran Kecamatan Wanayasa Kecamatan Kalibening Kecamatan Pandanarum Kecamatan Karangkobar 4

5 Penentuan daerah (pusat) pelayanan di kabupaten ini didasarkan pada titik simpul antar kecamatan yang ada di sekitar daerah - daerah pelayanan. Kecamatan Banjarnegara merupakan simpul untuk pelayanan daerah - daerah di kabupaten bagian timur, Kecamatan Klampok untuk pelayanan daerah bagian barat, sedangkan Kecamatan Karangkobar sedang dikembangkan untuk daerah bagian utara. Kecamatan Banjarnegara yang diperuntukkan untuk Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dikembangkan sebagai kawasan pengembangan I untuk pusat perdagangan dan jasa, industri, pendidikan, pariwisata, pertanian, sumberdaya energi, dan sumberdaya mineral. Kecamatan Karangkobar yang saat ini sedang dipromosikan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL-p) masuk kedalam kawasan pengembangan III diperuntukkan untuk kawasan pertanian, pariwisata, agropolitan, konservasi lingkungan, sumberdaya energi, dan sumberdaya mineral (Pemerintah Daerah, 2011). Hal ini dapat mendasari perbedaan jumlah dan karakteristik sarana prasarana yang tersedia di dalamnya. Perbedaan penetapan dan kondisi geografis wilayah dari pusat pelayanan tersebut dapat menimbulkan perbedaan bentuk dan jumlah sarana prasarana. Sarana dan prasarana pendukung daerah dikembangkan dalam kerangka struktur ruang yang sudah direncanakan, atau juga memanfaatkan sistem yang sudah ada dan mengembangkannya (Wirutomo dalam Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia, 1997) sehingga sarana prasarana yang terdapat di masing masing daerah memiliki kondisi yang berbeda. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini penting dilaksanakan agar dapat mengetahui kondisi sarana prasarana di Kecamatan Banjarnegara dan Karangkobar yang memiliki perbedaan sistem perkotaan. Hal tersebut dilakukan agar dapat digunakan sebagai arahan dalam pembangunan daerah, terutama dalam hal penyediaan sarana prasarana bagi pemenuhan kebutuhan penduduk sesuai dengan kebutuhan pelayanan. 5

6 1.2. Rumusan Masalah Kecamatan Banjarnegara merupakan pusat pengembangan kawasan I yang berfungsi sebagai pusat perdagangan dan jasa, industri, pendidikan, pariwisata, pertanian, sumberdaya energi, dan sumberdaya mineral, sedangkan Kecamatan Karangkobar merupakan pusat pengembangan kawasan III yang diperuntukkan untuk kawasan pertanian, pariwisata, agropolitan, konservasi lingkungan, sumberdaya energi, dan sumberdaya mineral (Pemerintah Daerah, 2011). Perbedaan status pengembangan kawasan dan hierarki wilayah di Kabupaten Banjarnegara ini mempengaruhi sistem perkotaan yang terbentuk di dalamnya. Bentuk sistem perkotaan yang berbeda tersebut dapat mempengaruhi ketersediaan sarana prasarana di masing masing daerah pusat pelayanan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Berdasarkan sistem perkotaan yang diatur dalam dokumen RTRW Kabupaten Banjarnegara, Kecamatan Banjarnegara diperuntukkan sebagai PKL dan Karangkobar digunakan sebagai PKL-p. Penetapan pusat pelayanan atau pusat kegiatan yang terdapat di Kabupaten Banjarnegara belum sepenuhnya mempertimbangkan sarana prasarana yang terdapat di dalam daerah tersebut, akan tetapi baru memperhatikan jarak dan simpul dari kecamatan kecamatan atau daerah daerah pelayanan di sekitar pusat pelayanan (Indra Andriyanto, Staf Bidang Prasarana dan Pengembangan Wilayah Bappeda Kab. Banjarnegara 2016). Oleh karena, itu perlu adanya peninjauan mengenai ketersediaan sarana prasarana yang ada di kedua kecamatan tersebut agar pelayanan yang diberikan kepada penduduk dapat optimal dan tidak menimbulkan ketimpangan sosial yang besar. Rumusan masalah yang ingin dikaji adalah sebagai berikut : a. Apa saja bentuk perbedaan sarana prasarana permukiman di Kecamatan Banjarnegara dan Kecamatan Karangkobar yang memiliki perbedaan sistem perkotaan? b. Bagaimana daya jangkau yang dimiliki oleh penduduk di daerah pelayanan dan daya layan sarana prasarana di pusat pelayanan untuk memenuhi kebutuhan penduduk tersebut? 6

7 c. Bagaimana tingkat ketercukupan sarana prasarana di kedua kecamatan tersebut sehingga dapat mendukung pembangunan daerah yang berkelanjutan? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk melihat perbedaan sarana prasarana permukiman berdasarkan sistem perkotaan. Tujuan penelitian secara rinci adalah: a. Mendeskripsikan perbedaan sarana dan prasarana permukiman yang tersedia di Kecamatan Banjarnegara dan Kecamatan Karangkobar. b. Mengevaluasi daya jangkau penduduk daerah pelayanan dan daya layan sarana prasarana di PKL Banjarnegara dan PKL p Karangkobar. c. Mengetahui tingkat ketercukupan sarana prasarana untuk memenuhi kebutuhan penduduk di Kecamatan Banjarnegara dan Karangkobar Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak sebagai berikut : a. Manfaat Praktis : Informasi mengenai ketersediaan sarana prasarana permukiman yang ada berdasarkan sistem perkotaan di Kecamatan Banjarnegara dan Karangkobar dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam menyiapkan sebuah daerah untuk menjadi pusat kegiatan lokal sehingga dapat melayani penduduk di masing-masing daerah pelayanannya. b. Manfaat Akademis : Memberikan gambaran tentang perbedaan jumlah dan jenis sarana prasarana permukiman berdasarkan sistem perkotaan sehingga 7

8 dapat menjadi referensi bagi kajian dengan fokus dan tema yang sama Tinjauan Pustaka Permukiman Menurut Dirjen Penataan Ruang (2009), permukiman adalah kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan sarana prasarana dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna. Sama halnya dengan definisi permukiman dari Undang Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 2011, yaitu bagian dari lingkungan hunian yang terdiri satu atau lebih satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta penunjang kegiatan di kawasan perkotaan atau perdesaan. Definisi lain dari permukiman adalah kelompok satuan-satuan tempat tinggal atau kediaman manusia, mencangkup fasilitasnya seperti bangunan rumah, serta jalur jalan, dan fasilitas lain yang digunakan sebagai sarana pelayanan manusia tersebut. Permukiman di Kota kecil memiliki sarana perdagangan seperti pasar, toko memiliki spesialisasi, baik fungsi maupun jenis barang yang dijual. Sarana pendidikan beserta lembaganya tersedia dari sekolah untuk anak-anak hingga perguruan tinggi. Beberapa hal yang membedakan desa dengan kota kecil antara lain adanya kereta api, ataupun terminal bus, maupun tersedianya tempat-tempat hiburan seperti gedung bioskop dan tempat pementasan kesenian lain di Kota, sehingga semakin besar kota semakin besar pula jumlah dan ukuran bentuk maupun jumlah sarana pelayanannya. Permukiman di kota besar memiliki saranasarana berupa transportasi, lembaga-lembaga finansial, beserta administratif untuk tingkat regional (Ritohardoyo, 2000). Menurut Mulyono Sadyohutomo (2008), permukiman adalah satuan kelompok hunian pada pada suatu areal atau wilayah beserta dengan kelengkapan sarana prasarana di dalamnya. 8

9 Pengertian permukiman dalam penelitian ini menggunakan Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, yaitu bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang pendukung perikehidupan dan penghidupan Sarana prasarana Menurut Falk dan Kummerer (2013), pembangunan sarana prasarana daerah perkotaan biasanya berhubungan dengan ketersediaan permukiman di sebuah wilayah. Sarana prasarana umum berfungsi untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang pembangunannya dilakukan secara massal. Sarana adalah benda yang memiliki unsur penguasaan pribadi (kepemilikan seseorang atau milik badan hukum), contoh : jalan raya adalah prasarana, sedangkan mobil adalah sarana transportasi. Prasarana adalah yang dimaksud bersifat untuk umum atau bagi yang memperoleh manfaat atau pemakaiannya belum ada unsur kepemilikan pribadi (Sadyohutomo, 2008). Beberapa pengertian fasilitas untuk menggambarkan sarana prasarana menurut Dirjen Penataan Ruang (2009) : a. Fasilitas : prasarana atau wahana untuk mempermudah melakukan sesuatu, fasilitas ini biasanya berhubungan dengan pemenuhan prasarana umum. b. Fasilitas komunitas : merupakan sarana penunjang yang berfungsi untuk menyelenggarakan dan mengembangkan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya, antara lain berupa bangunan perniagaan atau perbelanjaan, lapangan terbuka, pendidikan, kesehatan, peribadatan, pemerintahan,pelayanan umum, pemakaman, dan pertamanan. c. Fasilitas pelayanan sosial permukiman : sarana penunjang yang dibutuhkan masyarakat dalam lingkungan permukiman sebagai penunjang kegiatan sosial. 9

10 d. Fasilitas pelayanan umum : sarana penunjang untuk pelayanan di lingkungan permukiman yang meliputi jaringan listrik, jaringan air bersih, listrik, pembuangan sampah, telepon, saluran pembuangan air kotor, dan drainase. e. Fasilitas umum : fasilitas yang dibutuhkan masyarakat, antara lain berupa terminal angkutan umum, stasiun kereta api, pelabuhan laut, bandara, tempat pemberhentian kendaraan umum, taman, jalan, dan trotoar. f. Prasarana : bangunan bangunan yang diperlukan untuk memberikan pelayanan atau jasa bagi kebutuhan dasar penduduk. g. Prasarana dan sarana : kelengkapan dasar fisik dan fasilitas penunjang untuk mencapai maksud atau tujuan suatu proses, sehingga sarana prasarana permukiman merupakan kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Sarana dapat diartikan sebagai hak dasar penduduk yang sangat diperlukan untuk mendukung peri kehidupan penduduk atau komunitas. Sarana perkotaan mencangkup : a. Sarana, sistem dan manajeman air, distribusi air besih, fasilitas drainase, dan pengendali banjir. b. Sarana, sistem dan manajemen air limbah termasuk saluran- saluran pembuangannya yang berada di luar rumah. c. Sarana, sistem dan manajemen pengolahan limbah padat baik berupa sampah domestik (rumah) maupun sampah berbahaya. d. Sarana, sistem dan manajemen transportasi terutama transportasi perkotaan dengan berbagai kelengkapannya. e. Sarana, sistem, penerangan/listrik dan distribusinya. f. Fasilitas dan sistem komunikasi berupa telpon, internet dan lain lain. g. Fasilitas serta distribusi gas alam untuk penggunaan. h. Fasilitas kegiatan umum dan sosial seperti sarana ibadah, sarana pendidikan, tempat bermain baik berupa ruang terbuka maupu tertutup, 10

11 sarana olahraga, fasilitas rekreasi, fasilitas perbelanjaan, fasilitas berkesenian, dll. i. Pemenuhan fasilitas tempat dengan harga terjangkau bagi seluruh lapisan penduduk (Kemenpera, 2008). Standar Nasional Indonesia (SNI) menjelaskan sarana dan prasarana sebagai pendukung aktifitas, diantaranya yaitu: 1. Sarana perumahan, menganalisis model sarana perumahan dengan menggunakan koefisien besaran dan luas untuk hunian tidak bertingkat. 2. Sarana lingkungan permukiman, yang terdiri dari sarana pendidikan dan pembelajaran, sarana kesehatan, sarana peribadatan, sarana perniagaan dan niaga, sarana kebudayaan dan rekreasi, dan sarana ruang terbuka, taman dan lapangan olahraga. 3. Prasarana permukiman yang terdiri dari jaringan jalan, drainase, air bersih, air limbah, persampahan, listrik, dan telepon. Kebutuhan akan papan bagi penduduk di kawasan pusat kota sebagai suatu kebutuhan dasar, sementara pemenuhan sarana dan prasarana pada suatu lingkungan permukiman seharusnya dapat memenuhi kriteria perencanaan yang meliputi : sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, pelayanan umum dan open space (ruang terbuka), prasarana jalan ( baik lokal atau lingkungan ), saluran air bersih, drainase, tempat pembuangan sampah, serta jaringan listrik dan jaringan telepon (Massikki, 2005). Infrastruktur fisik adalah kebutuhan dasar fisik yang diperlukan untuk pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan agar ekonomi sektor publik maupun sektor privat bisa berjalan. Infrastruktur sosial merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan agar setiap orang bisa meningkatkan derajat hidupnya, termasuk dalam memperoleh kesejahteraan yang memadai (Susantono, 2012). Pengertian sarana prasarana yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penjelasan dalam Permendagri Nomor 9 tahun Sarana adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya. Prasarana adalah 11

12 kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan perumahan dan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya Teori Central Place (Christaller) dan Sistem perkotaan Central place (lokasi pusat) merupakan suatu tempat bagi para produsen untuk memberikan barang dan jasanya, termasuk sarana dan prasarana, secara mengelompok. Christaller berpendapat bahwa sistem lokasi pusat membentuk suatu hierarki yang teratur (Rustiadi, 2011). Keteraturan hierarki tersebut dilihat dari daerah yang memiliki orde (hierarki) tinggi ditetapkan sebagai lokasi pusat untuk daerah dengan orde rendah sebagai daerah yang dilayani. Jenis barang dan jasa yang disediakan dengan orde yang sama cenderung mengelompok pada pusat sehingga pusat tersebut menjadi lokasi konsentrasi (kota). Daerah yang menjadi pusat barang dan jasa dengan orde tinggi cenderung memiliki hierarki daerah yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Jaringan hierarki lokasi pusat ditetapkan berdasarkan variabel jarak. Selain itu, penentuan hierarki lokasi pusat juga dapat menggunakan rank size, yaitu mengurutkan ukuran penduduk dari tertinggi hingga rendah untuk menata pusat pusat kota dengan teratur (Rustiadi, 2011). Christaller mengembangkan model lokasi pusatnya tersebut untuk sebuah wilayah dengan ciri ciri sebagai berikut : a. Wilayahnya adalah dataran tanpa roman, semua adalah datar dan sama. b. Gerakan dapat dilaksanakan ke segala arah (isotropic surface). c. Penduduk memiliki daya beli yang sama dan tersebar secara merata pada seluruh wilayah. d. Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimisasi jarak / biaya (Tarigan, 2012). Teori central place (teori lokasi Christaller) dapat digunakan sebagai dasar dalam menetapkan sistem perkotaan yang cenderung mengatur sarana prasarana agar berada di lokasi pusat untuk melayani kebutuhan penduduk daerah pelayanan. Orde (hierarki) daerah berdasarkan jarak daerah tersebut 12

13 dengan daerah sekitarnya dapat digunakan sebagai salah faktor penentu dalam penetapan sistem perkotaan. Sistem perkotaan nasional adalah suatu sistem yang menggambarkan sebaran kota, fungsi kota kota dan hirarki fungsional kota kota yang terkait dengan pola transportasi dan prasarana permukiman lainnya dalam ruang nasional. Pengembangan sistem permukiman nasional diupayakan agar salah satu strategi pengembangan lokasi permukiman baru seperti permukiman transmigrasi dan kota baru memperhatikan sistem permukiman yang ada agar perkembangannya saling menguatkan dengan pusat pusat permukiman yang ada. Dokumen RTRW menetapkan kota kota yang menjadi prioritas untuk berperan menjadi pusat pusat kegiatan dalam kesatuan struktur wilayah, diantaranya adalah pusat kegiatan nasional, wilayah, dan lokal (Tjahjati dalam Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia, 1997). RTRW menjelaskan mengenai pengembangan sistem kota - kota (pusat - pusat permukiman) yang mempertimbangkan aspek keterkaitan dan integrasi spasial, meliputi hierarki kota-kota dan fungsi kota - kota. Dokuman RTRW membahas tentang pengembangan sistem prasarana permukiman dan mempertimbangkan prinsip untuk mendukung integrasi, perkembangan, dan pemerataan wilayah, meliputi prasarana utama, yaitu transportasi, pengairan, energi, dan prasarana sosial ekonomi pendukung, yaitu pendidikan, kesehatan, pasar, bank, komunikasi, dan lain lain (Muta ali, 2000). Pengembangan sistem perkotaan didasarkan terhadap kajian mengenai struktur ruaang dan juga hierarki wilayah. Struktur ruang yaitu susunan pusat pusat permukiman dan sistem jaringan sarana prasarana, berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten adalah rencana yang mencangkup sistem perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten, selain itu juga untuk melayani kegiatan skala kabupaten (Dirjen 13

14 Penataan Ruang, 2009). Penentuan hierarki (tingkatan) kota-kota biasanya didasarkan pada jumlah penduduk dan fasilitas pelayanan. Sistem hirarki wilayah mencerminkan adanya hirarki kota, spesialisasi fungsi, dan sistem keterkaitan (pelayanan, produksi,distribusi, dan orientasi pergerakan). Struktur ruang wilayah yang ada di Indonesia ditetapkan menjadi lima sistem hirarki wilayah yaitu : a. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Nasional b. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) c. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Provinsi d. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Kabupaten e. Pusat kegiatan lain di dalam wilayah kabupaten (Muta ali, 2015). Penelitian ini menggunakan pengertian sistem perkotaan menurut RTRW Kabupaten Banjarnegara tahun , yaitu susunan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah Kabupaten yang menunjukkan keterkaitan saat ini maupun rencana yang membentuk hierarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam wilayah Kabupaten. Pusat kegiatan adalah lokasi kota atau kawasan perkotaan sesuai dengan lingkup pelayanan sarana dan prasarananya serta lingkup pengaruh aktivitas pada kawasan tersebut terutama aktivitas ekonomi, rencana tata ruang wilayah nasional mengklasifikasikan pusat kegiatan menjadi pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, dan pusat kegiatan lokal (Dirjen Penataan Ruang, 2009). Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Kabupaten atau beberapa kecamatan. Pusat Kegiatan Lokal promosi yang selanjutnya disingkat PKL-p adalah kawasan perkotaan yang direncanakan akan berfungsi melayani kegiatan skala Kabupaten atau beberapa kecamatan. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disingkat PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa. Pusat pusat pelayanan tersebut kemudian dimanfaatkan untuk menjadi kota pelayanan, kota pelayanan adalah kota dengan fungsi utama menyediakan berbagai jenis jasa atau kota yang 14

15 kehidupan ekonominya terutama ditunjang oleh kegiatan sektor jasa seperti perhotelan, perdagangan, umum (pendidikan dan kesehatan), transportasi, hiburan, dan pemerintahan (Dirjen Penataan Ruang, 2009) Daya layan Meningkatnya pertumbuhan suatu kota dapat menjadi daya tarik penduduk yang ditinggal di pedesaan untuk melakukan urbanisasi atau perpindahan ke kota. Akibatnya kebutuhan akan sarana prasarana pendukung kegiatan penduduk di kota semakin meningkat. Hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas daya layan yang diberikan oleh sarana prasarana dalam memberikan pelayanan bagi penduduk. Daya layan adalah perbandingan anatara jumlah fasilitas dengan variabel pembanding seperti pengguna aktual, pengguna potensial, penduduk keseluruhan, dan dengan pembanding standar (Saputra, 2004). Definisi lain menjelaskan bahwa daya layan adalah perbandingan antara ketersediaan fasilitas yang ada dengan perbandingan standar minimum yang telah ditentukan sebagai pertimbangan nilai ambang untuk setiap pelayanannya (Susanto dkk, 1993). Sesuai dengan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001, terdapat pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal di bidang penataan ruang, perumahan, dan permukiman, dan pekerjaan umum sebagai acuan bagi pemerintah pemerintah provinsi dalam menetapkan standar pelayanan minimal (SPM) bagi daerah kabupaten /kota yang bersangkutan. Analisis daya layan layan sarana prasarana yang terdapat di sebuah daerah juga dapat menggunakan ketentuan normatif pelayanan berdasarkan SNI tentang tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan seperti yang terdapat di lampiran Daya Jangkau Salah satu unsur ruang adalah jarak. Teori lokasi digunakan untuk mengetahui pengaruh dari jarak tersebut terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi yang lain, termasuk kemampuan menjangkau 15

16 penduduk dari daerah untuk mendapatkan pelayanan sarana prasarana di pusat pelayanan. Terkait dengan lokasi, maka salah satu faktor yang menentukan suatu lokasi menarik untuk dikunjungi atau dijangkau adalah tingkat aksesibilitasnya. Tingkat aksesibilitas adalah tingkat kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di sekitarnya. Tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak, kondisi prasarana penghubung, ketersediaan sarana penghubung lokasi, dan tingkat kenyamanan penghubung untuk dilalui. (Tarigan, 2012). Salah satu teori terkait lokasi adalah teori central place (lokasi pusat). Menurut teori central place, pusat pusat kota memiliki jarak pemisah dengan kota kota berhierarki tertentu atau kota dengan hierarki dibawahnya (Rustiadi, 2011). Hal tersebut berpengaruh terhadap penduduk di masing masing daerah pelayanan (daerah dengan hierarki lebih rendah) memiliki kemampuan menjangkau sarana prasarana di pusat lokasi (pusat pelayanan) yang berbeda beda karena jarak yang harus ditempuh dan kondisi akses yang juga berbeda. Menurut Muta ali (2015), daya jangkau pelayanan merupakan aksesibilitas suatu wilayah terhadap fungsi fungsi pelayanan yang terdapat di sekitar pusat pusat pelayanan. Keterjangkauan tersebut dihitung untuk mengukur sejauh mana fungsi fungsi pelayanan dapat menjangkau wilayah di sekitarnya terkait dengan sarana prasarana yang ada. Jarak dan waktu tempuh yang harus dijangkau oleh penduduk menjadi faktor dalam perhitungan daya jangkau, seperti penelitian yang dilakukan oleh Wu dan Zhao (2015) tentang keputusan penduduk terhadap pemilihan lokasi tempat tinggal yang salah satu faktornya dipengaruhi oleh keterjangkauan sarana di pusat kota. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa penduduk di Dalian, China lebih memilih tempat tinggal atau apartemen yang berada dekat dengan kota karena faktor keterjangkauan terhadap fasilitas. Fasilitas yang berada di pusat kota lebih mudah dijangkau apabila tempat tingal mereka dekat dengan kota. Banyaknya penduduk yang memilih tempat tinggal di dekat stasiun kereta karena sarana transportasi tersebut dianggap memudahkan mereka dalam menjangkau kebutuhan di kota. 16

17 1.5. Penelitian Sebelumnya Berdasarkan daftar tabel 1.4 di bawah, penelitian yang difokuskan pada sarana prasarana permukiman Kabupaten Banjarnegara berdasarkan sistem perkotaan menggunakan pendekatan keruangan, analisis campuran (kualitatif dan kuantitatif), dan data yang digunakan sekunder serta primer untuk melihat perbedaannya dan untuk mengevaluasi kemampuan sarana prasarana tersebut dalam melayani kebutuhan penduduk ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Tujuan penelitian yang dilakukan oleh Hazairin (2009) adalah untuk mengetahui pola distribusi pemanfaatan sarana prasarana kesehatan. Pengambilan data pada penelitian Susanto (2006) dilakukan dengan menggunakan kuesioner (data primer) dan dianalisis dengan menggunakan univariat dan bivariat. Penelitian yang dilakukan oleh Ambarani (2015) dan Yusnitasari (2013) hanya melakukan perhitungan daya layan terhadap fasilitas kesehatan dan ekonominya yang saja. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Susanto (2006) adalah bagian konsep penelitian yang sama sama melihat pemanfaatan sarana prasarana yang ada disebuah daerah oleh penduduk setempat. Data dasar yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Data Potensi Desa Kabupaten Banjarnegara sebagai data sekunder, sama halnya yang dilakukan oleh Hazairin (2009) yang menggunakan Data Potensi Desa Kabupaten Lombok untuk mengkaji sarana kesehatan yang tersedia. Dasar perhitungan daya layan yang dilakukan pada pengolahan data sekunder untuk melihat kemampuan pelayanan masing masing sarana prasarana yang ada di Banjarnegara sama dengan dasar perhitungan daya layan yang dilakukan oleh Ambarani (2015) dan juga Yusnitasari (2013). Kebaharuan dalam penelitian ini berada pada penggunaan penetapan sistem perkotaan sebagai dasar untuk melihat sarana prasarana yang ada di dua daerah, yaitu Kecamatan Banjarnegara sebagai PKL dan Kecamatan Karangkobar sebagai PKL-p. 17

18 Ahmad Hazairin (Tesis, 2009) Tabel 1.4 Beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini Penulis Judul penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Distribusi dan Pemanfaatan Sarana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Lombok Timur Kajian Data Potensi Desa Tahun 2005 Eko Susanto (Tesis, 2006) Utilisasi Sarana Pelayanan di Kalimantan : Studi Analisis Data Susenas Tahun 2004 Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran pola distribusi dan pemanfaatan sarana kesehatan di Kabupaten Lombok Timur. Untuk mengetahui utilisasi sarana pelayanan kesehatan dilihat dari status sosial ekonomi di Kalimantan, untuk mengetahui utilisasi sarana pelayanan kesehatan dilihat dari lokasi tempat tinggal, untuk mengetahui utilisasi sarana pelayanan Pengumpulan data yang digunakan menggunakan kuesioner potensi desa untuk mengetahui ketersediaan sarana prasarana. Data jumlah pengunjung puskesmas digunakan untuk melihat pemanfataan sarana prasana tersebut oleh penduduk. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan deskripti analitik. Jenis penelitian ini adalah observasi dengan menggunakan rancangan cross sectional survey. Unit analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah data modul indivisu susenas tahun Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner untuk responden, sedangkan analisis yang digunakan berupa univariat dan bivariat. Pola distribusi sarana kesehatan di Kabupaten Lombok Timur hampir merata sampai wilayah desa. Akses dan jarak sarana kesehatan dapat dibilang mudah dan dekat walaupun kharakteristik wilayah memiliki wilayah pesisir serta kawasan hutan. Pemanfaatan sarana kesehatan secara umum cukup baik akan tetapi pemanfaatan sarana kesehatan pada ibu hamil dan ibu bersalin masih kurang, kemungkinan faktor penyebabnya adalah ratio sarana dan tenaga kesehatan dengan penduduk yang kurang. Distribusi sarana kesehatan yang merata dengan akses mudah dan jarak yang dekat belum tentu dapat memenuhi kebutuhan penduduk akan layanan kesehatan yang seutuhnya. Pemanfaatan sarana kesehatan juga sangat erat kaitannya dengan ratio sarana dan tenaga yang akan melayani penduduk, karena itu pemerintah perlu meregulasi sarana kesehatan swasta agar system pelayanan dapat menyentuh penduduk. Utilisasi sarana pelayanan kesehatan di Kalimantan masih rendah, masih di bawah angka nasional 15%. Penduduk dengan tingkat ekonomi tinggi lebih banyak memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun non pemerintah dibandingkan dengan orang miskin. Penduduk yang tinggal di perkotaan lebih banyak memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan baik milik pemerintah maupun non pemerintah. Orang miskin banyak tinggal di pedesaan daripada di perkotaan. Sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah masih menjadi pilihan oleh orang kaya maupun miskin. Orang miskin yang 18

19 Hepi Ambarani (Skripsi, 2015) Selvianti Yusnitasari (Skripsi, 2013) Daya Layan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Efektivitas Jaminan Kesehatan Masyarakat untuk Peningkatan Derajat Kesehatan di Kabupaten Sukoharjo Analisis Fasilitas Ekonomi akibat Pemekaran Wilayah di Kabupaten Tulang Bawang Barat kesehatan dilihat dari jarak terdekat ke sarana dan untuk mengetahui utilisasi sarana pelayanan kesehatan antar propinsi di Kalimantan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat daya layan fasilitas pelayanan kesehatan, identifikasi strategi pelayanan kesehatan,evaluasi efektivitas program Jamkesmas,dan untuk mengetahui tingkat kepuasan responden Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi perkembangan fasilitas ekonomi, mengidentifikasi Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode campuran (kualitatif dan kuantitatif) dengan pengambilan sampel dengan cluster sampling kemudian dilakukan random sampling untuk menentukan responden. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis tingkat daya layan dilakukan menggunakan perhitungan scalogram setelah dilakukan pembobotan. Analisis jamkesmas menggunakan beberapa indikator yang berhubungan. Metode penelitian ini menggunakan mixed method. Metode yang digunakan untuk kuantitatif adalah uji paired samplet test. Sedangkan untuk kualitatif digunakan teknik memanfaatkan Puskesmas/Pustu tinggal lebih jauh dibandingkan dengan orang kaya dan sarana transportasi terbatas. Kesimpulan: Penelitian ini menggambarkan bahwa pemerintah belum optimal dalam memberikan pelayanan kesehatan pada orang miskin di Kalimantan. Orang kaya masih lebih banyak menerima subsidi pelayanan kesehatan dibandingkan dengan orang miskin. Masih ada kesenjangan pemerataan pelayanan kesehatan di pedesaan dan perkotaan, masih ada kesenjangan pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan antara tingkat sosial ekonomi. Dasar peneliitian ini adalah menggunakan tujuan MDGs, yaitu tentang pembangunan sosial yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia terkait kemiskinan dan peningkatan kesehatan. Hasilnya menunjukkan bahwa beberapa fasilitas pelayanan kesehatan memiliki rasio daya layan yang tidak seimbang dikarenakan jumlah tidak sesuai dengan jumlah penduduk yang dilayani. Kondisi fisik wilayah dan kesenjangan pembanguunan menyebabkan distribusi fasilitas tidak merata. Dalam upaya pembangunan kesehatan, Kabupaten Sukoharjo telah melaksanakan 8 startegi untuk mencapai masyarakat yang sejahtera dalam bidang kesehatan. Akan tetapi pelaksanaan jamkesmas di sini belum dapat dikatakan efektif terutama dari segi produktivitas. Kabupaten Tulang bawang merupakan salah satu daerah yang mengalami pemekaran wilayah, tujuannya adalah untuk meningkatkan pelayanan publik di daerah otonom baru, termasuk fasilitas ekonomi. Hasil penelitian ini adalah, pemerintah dalam mengembangkan fasilitas ekonomi masih 19

20 daya layan fasilitas ekonomi, menentukan titik lokasi fasilitas ekonomi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan penduduk. wawancara. terfokus pada kemudahan prosedur perizinan, revitalisasi fasilitasyang kurang memadai. Koperasi merupakan fasilitas yang paling berpengaruh akibat adanya pemekaran tersebut. Perkembangan terjadi ke arah perkotaan. Dari persebaran jumlah fasilitas yang ada serta nilai daya layan, penentuan lokasi lebih diarahkan pada wilayah perdesaan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketimpangan yang terjadi antara wilayah perkotaan dan perdesaan. 20

21 1.6. Kerangka Pemikiran Data mengenai jumlah penduduk dan jumlah sarana prasarana yang tersedia digunakan oleh pemerintah dalam menetapkan struktur ruang yang terdapat di dalam dokumen RTRW. Berdasarkan RTRW Kabupaten Banjarnegara tahun , Kecamatan Banjarnegara dan Kecamatan Karangkobar memiliki sistem perkotaan yang berbeda. Penetapan sistem perkotaan di dalam RTRW tersebut belum mempertimbangkan struktur ruang Kabupaten Banjarnegara, akan tetapi hanya mempertimbangkan jarak dan simpul antar kecamatan yang ada di sekitarnya. Berdasarkan sistem perkotaannya, Kecamatan Banjarnegara merupakan PKL sehingga memiliki sarana prasarana yang lebih lengkap dibandingkan dengan daerah Kecamatan Karangkobar yang merupakan PKL-p. Perbedaan peruntukan sistem perkotaan tersebut dipandang memiliki pengaruh pada daya layan sarana prasarana yang ada di dalamnya. Perbedaan status kawasan pengembangan yang dimiliki oleh Kecamatan Banjarnegara dan Kecamatan Karangkobar juga berpengaruh terhadap ketersediaan sarana prasarana yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Berdasarkan tujuan pengembangannya, Kecamatan Banjarnegara berada di kawasan I yang dimanfaatkan untuk pusat perdagangan, jasa, industri, dan pendidikan. Kecamatan Karangkobar berada di kawasan pengembangan III yang diperuntukkan untuk agropolitan, dan konservasi lingkungan. Perbedaan fungsi daerah di kedua daerah ini mempengaruhi penyediaan sarana prasarana yang dibangun. Penetapan kedua daerah ini sebagai pusat kegiatan berfungsi untuk melayani kebutuhan penduduk setempat dan kecamatan kecamatan yang ada di sekitarnya. Perlu dipelajari lebih lanjut mengenai perbedaan ketersediaan sarana prasarana di kedua daerah ini (tujuan penelitian ke 1) agar masing masing daerah dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan rencana pengembangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya. Fungsi Kecamatan Banjarnegara sebagai pusat kegiatan lokal berdampak pada tingginya aktivitas serta meningkatnya jumlah penduduk yang terdapat di dalamnya (Massikki, 2005). Hal tersebut yang mendorong penduduk untuk bermukim di daerah ini sehingga menyebabkan masing masing sarana prasarana yang terdapat di Kecamatan Banjarnegara memiliki beban pelayanan yang cukup tinggi (Faizin, 2010). Salah satu usaha untuk mengurangi beban pelayanan yang terpusat maka Kabupaten Banjarnegara memiliki pusat pusat kegiatan yang tersebar sehingga pelayanan kebutuhan penduduk dapat terpenuhi secara merata. Kecamatan Banjarnegara merupakan ibukota dari Kabupaten Banjarnegara sehingga daerah ini ditetapkan sebagai pusat dari kegiatan 21

22 (PKL) dan berfungsi untuk melayani penduduk di Kabupaten Banjarnegara bagian timur. Usaha lain yang dilakukan adalah menetapkan Kecamatan Karangkobar PKL-p untuk Kabupaten Banjarnegara bagian utara sehingga pelayanan terhadap penduduk dapat terlayani dengan baik. Perbedaan letak daerah pelayanan pada masing masing PKL berdampak pada perbedaan jarak dan waktu tempuh yang dimiliki oleh penduduk di masing masing daerah pelayanan untuk menjangkau sarana prasarana yang ada di pusat pelayanan. Analisis lain juga dilakukan terhadap sarana prasarana di masing masing daerah pusat pelayanan dengan menggunakan standar jumlah penduduk yang dapat terlayani dan jumlah fasilitas yang tersedia di kedua daerah tersebut (tujuan penelitian ke 2). Analisis tersebut bertujuan untuk mengetahui kemampuan daya jangkau dan daya layan sarana prasarana pada masing masing kecamatan tersebut agar mampu melayani kebutuhan penduduk. Salah satu usaha untuk mengurangi beban pelayanan dan memenuhi kebutuhan penduduk adalah pemerintah mempromosikan Kecamatan Karangkobar sebagai PKL-p. Pengembangan Kecamatan Karangkobar diikuti dengan pembangunan dan penambahan sarana prasarana permukiman di daerah tersebut agar dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh penduduk. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka dapat diketahui kebutuhan tambahan sarana prasarana dari Kecamatan Banjarnegara dan kesiapan Karangkobar dalam menyangga pelayanan kebutuhan penduduk dilihat dari jumlah dan jenis sarana prasarana yang dimilikinya. Evaluasi mengenai ketersediaan dari sarana prasarana yang ada dapat digunakan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembangunan sarana prasarana permukiman yang selanjutnya. Perlu pengkajian lebih lanjut terkait penetapan pusat pelayanan yang baru oleh pemerintah di Kecamatan Karangkobar untuk mengurangi beban pelayanan di Kecamatan Banjarnegara dan penilaian terhadap kemampuan masing masing daerah ini dalam melayani kebutuhan penduduk yang terdapat di Kabupaten Banjarnegara bagian utara. Apabila berdasarkan hasil analisis Kecamatan Banjarnegara belum memiliki sarana prasarana yang cukup di dalam daerah untuk melayani penduduk dan Kecamatan Karangkobar belum siap untuk melayani kebutuhan penduduk, maka kedua daerah ini perlu menambahkan sarana prasarana yang terdapat di dalamnya (tujuan penelitian ke 3). Hal tersebut perlu dilakukan agar dapat memberikan arahan pembangunan daerah yang sesuai dengan kebutuhan yang ada sehingga pembangunan yang berkelanjutan dapat tercapai. Kerangka pemikiran pada penelitian ini seperti yang digambarkan pada gambar

23 Dokumen RTRW Kabupaten Banjarnegara tahun Sistem perkotaan Penetapan Kec. Banjarnegara sebagai PKL Penetapan Kec. Karangkobar sebagai PKL-p Kawasan pengembangan I Kawasan pengembangan III Sarana prasarana Pusat Ibukota Kabupaten Banjarnegara Data Podes Kab. Banjarnegara Terdapat perbedaan Tujuan 1 Sarana prasarana Dikembangkan untuk menjadi kawasan perkotaan Melayani penduduk di Kabupaten Banjarnegara bagian timur Melayani penduduk di Kabupaten Banjarnegara bagian utara Tujuan 2 Sarana prasarana yang tersedia Sarana prasarana yang tersedia Keterangan gambar : Berpengaruh Berkaitan Tujuan 3 Memberikan arahan jumlah dan jenis sarana prasarana tambahan untuk mendukung pembangunan wilayah yang berkelanjutan Gambar 1.1 Diagram kerangka pemikiran 23

24 1.7. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian berikut merupakan uraian dari permasalahan yang diangkat untuk menjawab tujuan penelitian. Berikut adalah pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini : 1. Mendeskripsikan perbedaan sarana dan prasarana permukiman di Kecamatan Banjarnegara dan Kecamatan Karangkobar. a. Sarana prasarana apa yang tersedia? b. Berapa jumlah masing-masing sarana prasarana? c. Bagaimana kondisi dari masing-masing sarana prasarana tersebut? d. Bagaimana hierarki dan sistem perkotaan dari masing-masing daerah kajian? e. Apakah penduduk memanfaatkan sarana prasarana tersebut? 2. Mengevaluasi daya jangkau penduduk daerah pelayanan dan daya layan sarana prasarana di PKL Banjarnegara dan PKL p Karangkobar. a. Jenis sarana prasarana apa saja yang digunakan secara bersama sama untuk menyangga kebutuhan penduduk di daerah pelayanan? b. Apakah penduduk dapat menjangkau sarana prasarana yang tersedia di pusat pelayanan? c. Bagaimana daya layan sarana prasarana di PKL dan PKL-p dalam melayani kebutuhan dari penduduk yang berada di daerah pelayanan? d. Apakah sarana prasarana yang dimanfaatkan tersebut sudah mampu melayani kebutuhan penduduk? 3. Mengetahui tingkat ketercukupan sarana prasarana untuk memenuhi kebutuhan penduduk di Kecamatan Banjarnegara dan Karangkobar a. Bagaimana tingkat ketercukupan sarana prasarana yang ada untuk melayani kebutuhan penduduk? b. Apa saja sarana prasarana yang akan ditambahkan pada kedua kecamatan tersebut? 24

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Banjarnegara mempunyai luas wilayah 106.970,997 Ha terletak antara 7 o 12 sampai 7 o 31 Lintang Selatan dan 109 o 20 sampai 109 o 45

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Angkutan Bank & Lembaga Keuangan Lainnya Jasa-Jasa BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Analisis

Lebih terperinci

SARANA PRASARANA PERMUKIMAN BERDASARKAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA

SARANA PRASARANA PERMUKIMAN BERDASARKAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA SARANA PRASARANA PERMUKIMAN BERDASARKAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA Roswita Dharmasanti rdharmasanti@gmail.com Su Ritohardoyo r_hardoyo@yahoo.com Abstract The regional spatial planning (RTRW)

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 10

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 10 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Ditulis oleh Senin, 10 Desember :51 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 27 Februari :47

Ditulis oleh Senin, 10 Desember :51 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 27 Februari :47 Berikut ini adalah hasil pemutakhiran data PNS yang dilakukan oleh Badan Kepegawaian Daerah. Data ditampilkan secara bertahap sampai semua Unit Kerja/SKPD terselesaikan proses update datanya. Mohon setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota sebagai salah satu kenampakan di permukaan bumi, menurut sejarahnya kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga timbullah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2008 NOMOR 6 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2008 NOMOR 6 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2008 NOMOR 6 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR : 112 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN BATAS JUMLAH SURAT PERMINTAAN PEMBAYARAN UANG PERSEDIAAN (SPP-UP) DAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 19 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 19 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 19 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011-2031 DENGAN

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang :

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

LAMPIRAN VI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

LAMPIRAN VI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN LAMPIRAN VI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN - INDIKASI PROGRAM RTRW KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN - NO PROGRAM UTAMA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara Transportasi adalah kegiatan untuk memindahkan, menggerakkan, atau mengalihkan objek, baik itu barang maupun manusia, dari tempat asal ke tempat tujuan (Miro,

Lebih terperinci

PELAYANAN SARANA PENDIDIKAN DI KAWASAN PERBATASAN SEMARANG-DEMAK TUGAS AKHIR

PELAYANAN SARANA PENDIDIKAN DI KAWASAN PERBATASAN SEMARANG-DEMAK TUGAS AKHIR PELAYANAN SARANA PENDIDIKAN DI KAWASAN PERBATASAN SEMARANG-DEMAK TUGAS AKHIR Oleh : ANJAR UTOMO BRAHMANTIYO L2D 002 386 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 30

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 30 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 30 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KECAMATAN PENYELENGGARA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011-2031 I. UMUM Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjarnegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 32 SERI C

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 32 SERI C BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 32 SERI C PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 32 TAHUN 2012 T E N T A N G DISPENSASI WAKTU PENYETORAN RETRIBUSI DAERAH KE KAS DAERAH BAGI SATUAN KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Pusat Kota merupakan denyut nadi perkembangan suatu wilayah karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat Kota mengalami kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah usaha sadar dan berencana untuk meningkatkan mutu hidup. Pelaksanaannya akan selalu menggunakan dan mengelola sumberdaya baik sumberdaya alam dan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM DAN POTENSI WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA

BAB II KONDISI UMUM DAN POTENSI WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA BAB II KONDISI UMUM DAN POTENSI WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA Dalam bab II ini penulis akan memaparkan tentang kondisi umum Kabupaten Banjarnegara yang didalamnya akan membahas keadaan geografis, potensi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TINGKAT KEKUMUHAN DAN POLA PENANGANAN YANG TEPAT DI KAWASAN KUMUH KELURAHAN TANJUNG KETAPANG TAHUN 2016

IDENTIFIKASI TINGKAT KEKUMUHAN DAN POLA PENANGANAN YANG TEPAT DI KAWASAN KUMUH KELURAHAN TANJUNG KETAPANG TAHUN 2016 Syauriansyah Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Esa Unggul LAMPIRAN I LEMBAR KUESIONER MASYARAKAT IDENTIFIKASI TINGKAT KEKUMUHAN DAN POLA PENANGANAN YANG TEPAT DI KAWASAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota adalah sebuah tempat dimana manusia hidup, menikmati waktu luang, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan manusia lain. Kota juga merupakan wadah dimana keseluruhan

Lebih terperinci

POLA SPASIAL DISTRIBUSI MINIMARKET DI KOTA KOTA KECIL

POLA SPASIAL DISTRIBUSI MINIMARKET DI KOTA KOTA KECIL POLA SPASIAL DISTRIBUSI MINIMARKET DI KOTA KOTA KECIL TUGAS INDIVIDU Oleh: MUHAMMAD HANIF IMAADUDDIN (3613100050) JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang merupakan bagian dari pelayanan sosial yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat kota, karena sarana merupakan pendukung kegiatan/aktivitas masyarakat kota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling

I. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, pemukiman semakin lama membutuhkan lahan yang semakin luas. Terjadi persaingan yang kuat di pusat kota,

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI ABSTRAK

ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI ABSTRAK ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI Yunan Maulana 1, Janthy T. Hidajat. 2, Noordin Fadholie. 3 ABSTRAK Wilayah pengembangan merupakan bagian-bagian wilayah yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu wilayah/kota berdampak pada perubahan sosial, ekonomi, geografi, lingkungan dan budaya sehingga diperlukan fasilitas penunjang untuk melayani kebutuhan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 4

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 4 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 4 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KETENTUAN BATAS JUMLAH SURAT PERMINTAAN PEMBAYARAN UANG PERSEDIAAN DAN SURAT PERMINTAAN

Lebih terperinci

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif MINGGU 7 Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan : Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan : a. Permasalahan tata guna lahan b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Permasalahan Tata Guna Lahan Tingkat urbanisasi

Lebih terperinci

Teori lokasi mempelajari pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis pengaruh jarak terhadap

Teori lokasi mempelajari pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis pengaruh jarak terhadap TEORI LOKASI (Tarigan, 2006:77) : Ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial serta hubungan-nya dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 99 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Temuan Studi Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini, terdapat beberapa hal sebagai temuan studi yaitu sebagai berikut : 1. Karakteristik

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3 LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN TABEL-2 KLASIFIKASI ZONA DAN SUB ZONA HIRARKI I fungsi lindung adm fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT Versi 23 Mei 2017 PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK I. UMUM Berbeda dengan jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan

Lebih terperinci

UU NO 4/ 1992 TTG ; PERUMAHAN & PERMUKIMAN. : Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian & sarana pembinaan. keluarga.

UU NO 4/ 1992 TTG ; PERUMAHAN & PERMUKIMAN. : Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian & sarana pembinaan. keluarga. Pokok Bahasan Konsep Sanitasi Lingkungan Proses pengelolaan air minum; Proses pengelolaan air limbah; Proses pengelolaan persampahan perkotaan; Konsep dasar analisis system informasi geografis (GIS) untuk

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF LOKASI PASAR LOKAL DI KECAMATAN CIKAMPEK

BAB IV ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF LOKASI PASAR LOKAL DI KECAMATAN CIKAMPEK 83 BAB IV ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF LOKASI PASAR LOKAL DI KECAMATAN CIKAMPEK 4.1 Metode Pemilihan Alternatif Lokasi Pasar Lokal 4.1.1 Penentuan Titik Titik Permintaan (Demand Point) Titik permintaan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Untuk mewujudkan misi pembangunan daerah Kabupaten Sintang yang selaras dengan strategi kebijakan, maka dibutuhkan adanya kebijakan umum dan program

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada prinsipnya semua bentuk dan keadaan kehidupan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada prinsipnya semua bentuk dan keadaan kehidupan dalam kegiatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada prinsipnya semua bentuk dan keadaan kehidupan dalam kegiatan masyarakat baik sosial budaya, sosial ekonomi maupun jumlah penduduk akan mengalami perubahan dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peraturan Perumahan dan Kawasan Permukiman Peraturan terkait dengan perumahan dan kawasan permukiman dalam studi ini yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 11 tentang Perumahan dan Kawasan

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

Economics Development Analysis Journal

Economics Development Analysis Journal EDAJ 1 (2) (2012) Economics Development Analysis Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj ANALISIS PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BANJARNEGARA Refika Ardila Jurusan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN UMUM

BAB II KETENTUAN UMUM BAB II KETENTUAN UMUM 2.1. Pengertian Umum Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KETENTUAN BATAS JUMLAH SURAT PERMINTAAN PEMBAYARAN UANG PERSEDIAAN DAN SURAT PERMINTAAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 9 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 9 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 9 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KETENTUAN BATAS JUMLAH SURAT PERMINTAAN PEMBAYARAN UANG PERSEDIAAN DAN SURAT PERMINTAAN

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab.

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab. LAMPIRAN IV PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR : 3 TAHUN 2012 TANGGAL : 11 SEPTEMBER 2012 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOALEMO TAHUN 2011-2031 I. RENCANA STRUKTUR RUANG No Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Keberadaan infrastruktur yang memadai sangat diperlukan

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan

Lebih terperinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci Rangkuman tentang Muatan Rencana Rinci Di Susun Oleh : Nama : Nadia Nur N. Nim : 60800114049 Kelas : C1 TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian awal dari penelitian. Pendahuluan adalah awal suatu cara untuk mengetahui suatu masalah dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota-kota yang pesat merupakan salah satu ciri dari suatu negara yang sedang berkembang. Begitu pula dengan Indonesia, berbagai kota berkembang secara

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Banjarnegara termasuk dalam wilayah Propinsi Jawa Tengah dengan luas wilayah seluas 106.971,01 Ha dengan pusat pemerintahan Kab.

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Daerah. Hal ini tertuang dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) yang. berbunyi:.daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Daerah. Hal ini tertuang dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) yang. berbunyi:.daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain, dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak kebijakan otonomi daerah di Indonesia dicanangkan banyak daerahdaerah yang cenderung untuk melaksanakan pemekaran wilayah. Peluang secara normatif untuk melakukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PENYEDIAAN, PENYERAHAN, DAN PENGELOLAAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN

Lebih terperinci

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbitnya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang seiring dengan makin menguatnya keprihatinan global terhadap isu pemanasan global dan pembangunan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 53 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 53 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 53 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA DENGAN KEDALAMAN RENCANA DETAIL TATA RUANG

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola pemanfaatan ruang pada kawasan perkotaan dicirikan dengan campuran yang rumit antara aktivitas jasa komersial dan permukiman (Rustiadi et al., 2009). Hal ini sejalan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 48 SERI D

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 48 SERI D BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 48 SERI D PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 193 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PADA DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN,

Lebih terperinci

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar)

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Kota Kekerabatan Maja dan Masa Depan Oleh : Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Persoalan perumahan masih menjadi salah satu issue penting dalam pembangunan ekonomi mengingat

Lebih terperinci

BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA

BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA Pada bab ini akan lebih dibahas mengenai sarana prasarana penunjang kegiatan pariwisata. Permasalahan sarana prasarana

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 40 III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Perencanaan dan pembangunan suatu daerah haruslah disesuaikan dengan potensi yang dimiliki daerah bersangkutan dan inilah kunci keberhasilan program pengembangan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN BAB IV GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN Perumnas Bumi Tlogosari terletak di Kelurahan Tlogosari Kulon dan Kelurahan Muktiharjo Kidul, Kecamatan Pedurungan yang merupakan bagian dari Bagian Wilayah Kota V Semarang.

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA TARIK DUA PUSAT PELAYANAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN PURWOREJO (Studi Kasus: Kota Kutoarjo dan Kota Purworejo)

ANALISIS DAYA TARIK DUA PUSAT PELAYANAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN PURWOREJO (Studi Kasus: Kota Kutoarjo dan Kota Purworejo) ANALISIS DAYA TARIK DUA PUSAT PELAYANAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN PURWOREJO (Studi Kasus: Kota Kutoarjo dan Kota Purworejo) TUGAS AKHIR Oleh : SRI BUDI ARTININGSIH L2D 304 163 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN SURAKARTA. Gambar 1.1. Jaringan Transportasi Kota Surakarta dengan Kota Kota di Pulau Jawa Sumber : Widiyanto_2005,Analisis Penulis

BAB I PENDAHULUAN SURAKARTA. Gambar 1.1. Jaringan Transportasi Kota Surakarta dengan Kota Kota di Pulau Jawa Sumber : Widiyanto_2005,Analisis Penulis BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota Surakarta sebagai pusat Wilayah Pengembangan VIII Propinsi Jawa Tengah, mempunyai peran yang strategis bagi pengembangan wilayah di Propinsi Jawa Tengah. Secara

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK OLEH PALUPI SRI NARISYWARI SIDANG TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pedagang kaki lima adalah bagian dari aktivitas ekonomi yang merupakan kegiatan pada sektor informal. Kegiatan ini timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan pelayanan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung sebagai salah satu kota yang perkembangannya sangat pesat dihadapkan pada berbagai kebutuhan dalam memenuhi kehidupan perkotaan. Semakin pesatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Peningkatan jumlah penduduk dan perubahan kualitas lingkungan permukiman di kota depok (studi kasus kelurahan bhaktijaya, kecamatan sukmajaya

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKASI RUMAH SAKIT KELAS D DI KABUPATEN PASURUAN

PENENTUAN LOKASI RUMAH SAKIT KELAS D DI KABUPATEN PASURUAN TUGAS AKHIR S i d a n g T u g a s A k h i r PENENTUAN LOKASI RUMAH SAKIT KELAS D DI KABUPATEN PASURUAN Oleh: Ayu Yulinar K 3607.100.030 OUTLINE Pendahuluan Tinjauan Pustaka Metode Penelitian Hasil dan

Lebih terperinci