Halaman ini sengaja dikosongkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Halaman ini sengaja dikosongkan"

Transkripsi

1

2 ii Halaman ini sengaja dikosongkan

3 Kata Pengantar Triwulan II 2012 Perkembangan indikator ekonomi di berbagai daerah pada triwulan kedua 2012 menunjukkan bahwa kinerja perekonomian menghadapi tantangan eksternal yang cukup berat akibat perkembangan perekonomian global. Namun demikian, aktivitas ekonomi domestik masih kuat, tumbuh di atas 6% ditopang kinerja ekonomi Jawa dan Jakarta. Demikian halnya dengan Sumatera dan Kawasan Tmur Indonesia (KTI) yang diperkirakan dapat tumbuh lebih tinggi didukung kinerja produksi beberapa komoditas berbasis sumber daya alam (SDA) utama yang cenderung lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, inflasi di berbagai daerah masih terkendali walaupun dipenghujung triwulan laporan tekanan dari volatile food mulai meningkat. Terkendalinya inflasi terutama dipengaruhi oleh perkembangan inflasi inti (core inflation) yang relatif stabil dan minimalnya kebijakan administered price. Inflasi pada akhir triwulan II 2012 (Juni 2012) lebih dipicu oleh kenaikan harga beberapa komoditas bahan makanan terutama aneka bumbu dan ikan-ikanan akibat terkendalanya produksi di sejumlah daerah sentra. Kawasan Sumatera mencatat kenaikan inflasi yang cukup signifikan dibandingkan kawasan lainnya pada akhir triwulan laporan. Prospek pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah hingga akhir 2012 masih akan dibayangi tingginya ketidakpastian global sehingga dapat berimplikasi pada kinerja ekspor dan sektor tradables di daerah. Selain itu, tren produktivitas di sektor pertanian, khususnya pada sub sektor perkebunan, yang cenderung belum menunjukkan perbaikan yang berarti pada gilirannya akan memengaruhi kapasitas ekspor, khususnya bagi daerah-daerah yang selama ini mengandalkan pendapatan ekspor perkebunan. Dalam kaitan ini, langkah terpadu untuk lebih mengoptimalkan implementasi program revitalisasi perkebunan perlu menjadi perhatian. Sejumlah faktor risiko diperkirakan juga akan membayangi perkembangan harga di berbagai daerah. Mulai masuknya masa musiman tahun ajaran baru, bulan puasa dan hari raya lebaran pada triwulan ketiga 2012 akan diikuti kenaikan tekanan harga. Rencana penerapan pengaturan tata niaga hortikultura impor pada September 2012 berpotensi direspons oleh pedagang ritel dengan melakukan penyesuaian harga yang dapat menyebabkan tekanan inflasi lebih lanjut. Dalam kaitan ini, perlu dukungan Pemerintah daerah dalam menjaga kelancaran arus distribusi dan pasokan barang antar daerah agar potensi dampak kenaikan inflasi yang terjadi menjadi minimal. Buku publikasi Tinjauan Ekonomi Regional (TER) ini mengurai secara lengkap dinamika spasial perekonomian nasional. Selain digunakan untuk mendukung perumusan kebijakan moneter, TER diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi pemangku kepentingan dan pemerhati perekonomian daerah. Akhir kata, semoga buku publikasi TER ini dapat memberi kontribusi nyata bagi pembangunan ekonomi nasional. Jakarta, 20 Juli 2012 DEPARTEMEN RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER Sugeng Direktur Eksekutif Kepala Grup Kebijakan Moneter iii

4 iv Halaman ini sengaja dikosongkan

5 Triwulan II 2012 Daftar Isi I. Ringkasan Perkembangan Ekonomi Daerah II. Perekonomian Kawasan Sumatera... 5 III. Perekonomian Kawasan Jakarta IV. Perekonomian Kawasan Jawa V. Perekonomian Kawasan Timur Indonesia Informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Bank Indonesia Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Grup Kebijakan Moneter Divisi Kajian Ekonomi Regional dan Inflasi Menara Sjafruddin Prawiranegara Lt. 18 Jl MH Thamrin No. 2 Jakarta Ph , 8868 Fax , BKM_TI@bi.go.id v

6 vi Halaman ini sengaja dikosongkan

7 Bab I Ringkasan Perkembangan Ekonomi Daerah 1 Triwulan II 2012 Memasuki triwulan kedua tahun 2012, berbagai indikator ekonomi di daerah menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat. Kinerja ekspor yang menurun menjadi sumber utama yang membawa arah pertumbuhan ekonomi yang sedikit melambat di berbagai daerah, lebih rendah dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan sebelumnya. Namun, masih kuatnya pemintaan domestik mampu menopang pertumbuhan ekonomi di sebagian besar wilayah pada triwulan laporan berada di kisaran 6%. Grafik I.1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah Tw II % 4% gpdrb < 6% 1% gpdrb < 4% < 1% Pertumbuhan ekonomi Jawa dan Jakarta pada triwulan II 2012 diperkirakan masingmasing berada di kisaran 6,5% dan 6,4% (yoy). Perkembangan kinerja ekspor yang melemah menyebabkan perekonomian di dua kawasan tersebut sedikit lebih lambat dibanding realisasi triwulan sebelumnya. Hal ini juga diikuti oleh peningkatan impor yang lebih besar sehingga secara kumulatif (Januari-Mei 2012) kedua kawasan ini mencatat defisit perdagangan internasional yang lebih besar dibanding periode yang sama tahun 2011 (Grafik I.2). Melemahnya ekspor untuk komoditas tekstil, terutama ke negara mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Jepang, dan China, berkontribusi besar pada melemahnya keseluruhan ekspor Jawa-Jakarta (Grafik I.3). Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) memperkirakan penurunan nilai ekspor tekstil untuk tahun 2012 dapat mencapai 8% dari realisasi ekspor tekstil tahun sebelumnya. Meskipun demikian, beberapa indikator aktivitas domestik seperti konsumsi rumah tangga dan investasi relatif masih cukup kuat, panen raya 1 Bank Indonesia membagi asesmen perekonomian daerah dalam 4 (empat) kawasan, yaitu : Sumatera (provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Lampung, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau); Jakarta (provinsi DKI Jakarta); Jawa (provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta); Kawasan Timur Indonesia (provinsi Bali, NTB, dan NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Irian Jaya Barat). 1

8 tanaman bahan makanan (tabama) yang berlangsung pada triwulan laporan disertai indikasi capaian produksi pangan yang lebih baik dari prakiraan sebelumnya, secara keseluruhan dapat menopang perekonomian Jawa dan Jakarta tetap tumbuh di atas 6%. Prospek pertumbuhan ekonomi Jawa dan Jakarta pada triwulan mendatang diperkirakan dapat tumbuh sedikit meningkat. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi di dua kawasan tersebut didorong terutama oleh kuatnya konsumsi rumah tangga yang didukung oleh membaiknya pendapatan masyarakat. Di samping itu, kinerja investasi diperkirakan tetap kuat seiring dengan optimisme terhadap prospek permintaan domestik. Sementara itu, kinerja ekspor di kedua kawasan ini masih akan dibayangi melemahnya permintaan global. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi Jawa dan Jakarta pada triwulan mendatang diperkirakan bersumber dari kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor industri pengolahan. Grafik I.2 Akumulasi Nilai Ekspor dan Impor Jawa- Jakarta Periode Januari Mei Grafik I.3 Kontribusi Penurunan Ekspor Tekstil terhadap Total Ekspor (10) (20) (30) (40) (50) (60) miliar USD 27,3 28,4 22,1 17,1 (21,8) (33,3) (43,1) (50,9) Impor Ekspor Net ,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 (1,0) (2,0) %, kontribusi 0,25 1,39 1,98 2,46 1,87 1,56 (0,77) (0,57) Jan-Mei'10 Jan-Mei'10 Jan-Mei'12 Africa America Asia Australia Eropa Perekonomian KTI diprakirakan juga tumbuh cukup tinggi, yakni di kisaran 6,9%, sementara ekonomi Sumatera berpotensi untuk tumbuh pada kisaran 5,7%. Kinerja produksi beberapa komoditas berbasis sumber daya alam, yang relatif membaik seperti tembaga dan nikel di Sulampua dan kelapa sawit di Sumatera, menopang kinerja perekonomian kedua kawasan tersebut sehingga dapat tumbuh sedikit lebih tinggi dibanding prakiraan awal. Meskipun demikian, terdapat indikasi cenderung tertahannya produksi beberapa komoditas utama SDA lainnya seperti batubara, karet, dan kakao di dua kawasan tersebut karena faktor cuaca yang kurang kondusif dan harga global yang rendah. Penurunan harga komoditas di pasar global dan tendensi kecenderungan produksi komoditas utama yang berbeda berdampak pada kenaikan pendapatan ekspor yang lebih terbatas (Grafik I.4). Perkembangan produksi beberapa komoditas perkebunan utama di Sumatera dan KTI belum menunjukkan peningkatan produktivitas yang berarti. Hal ini pada gilirannya berpotensi pada kurang memadainya kapasitas dalam merespons permintaan di masa mendatang sehingga mengurangi kemampuan untuk meningkatkan pendapatan ekspor, khususnya bagi dua kawasan tersebut. Dalam kasus kelapa sawit, capaian rata-rata produktivitas dalam lima tahun terakhir belum mampu mencapai tingkat produktivitas 2

9 Triwulan II 2012 tertingginya yang pernah terjadi pada periode awal tahun 1990-an (Grafik I.5). Kondisi yang sama juga terjadi pada karet dan kakao. Dalam kaitan ini, berbagai persoalan yang menghambat percepatan implementasi program revitalisasi perkebunan seperti sertifikasi lahan, tata ruang, tumpang tindih pengaturan, dan keterbatasan lahan perlu ditangani secara terpadu. Prospek pertumbuhan ekonomi Sumatera pada triwulan III 2012 diperkirakan mulai kembali meningkat, sedangkan KTI diperkirakan melambat. Kinerja sektor non-tradables yang meningkat diperkirakan dapat memacu perekonomian Sumatera tumbuh lebih tinggi dibanding triwulan laporan seiring dengan aktivitas domestik yang kuat. Sementara itu, dampak kondisi eksternal pada melemahnya permintaan ekspor hasil tambang, terutama batu bara di Kalimantan, menyebabkan pertumbuhan ekonomi di KTI pada triwulan mendatang cenderung melambat. Grafik I.4 Akumulasi Nilai Ekspor dan Impor Sumatera- KTI Periode Januari Mei Grafik I.5 Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit miliar USD 37,0 39,6 18,5 25,9 (6,5) (7,5) (8,9) (10,2) Impor Ekspor Net juta ton ton/ha 3,4 9,7 19, Produksi Produktivitas (rhs) 4,0 3,8 3,6 3,4 3,2 3,0 2,8 2,6 2,4 2,2 2,0 Inflasi di berbagai daerah sepanjang triwulan II 2012 relatif masih terkendali walaupun di bulan Juni 2012 tekanan dari volatile food mulai menguat (Grafik 5). Perkembangan inflasi secara fundamental yang relatif stabil dan minimalnya kebijakan pemerintah terkait administered price berpengaruh positif bagi terkendalinya inflasi secara keseluruhan. Tekanan inflasi di penghujung triwulan laporan lebih dipicu oleh mulai menguatnya tekanan harga beberapa komoditas volatile food, terutama aneka bumbu dan ikan-ikanan (Grafik I.6). Grafik I.6. Perkembangan Inflasi Kawasan Grafik I.7. Perkembangan Inflasi Bulanan 11 9 %,yoy NASIONAL Sumatera Jakarta Jawa KTI 1,4 1,2 1,0 %, mtm Apr'12 Mei'12 Jun'12 7 0,8 0,6 5 0,4 0,2 3 0,0 (0,2) (0,4) (0,6) Sumber: BPS (diolah) Bag. Utara Bag. Tengah Bag. Selatan Bag. Barat Bag. Tengah Bag. Timur Balnustra Kalimantan Sulampua Sumatera Jakarta Jawa KTI 3

10 Sumber: BPS (diolah) Sumber: BPS (diolah) Kenaikan harga terjadi karena adanya kendala cuaca yang menghambat kegiatan produksi di sejumlah daerah sentra. Kawasan Sumatera mengalami kenaikan inflasi yang cukup signifikan dibanding daerah lainnya. Komoditas cabai merah yang berkontribusi cukup besar pada kenaikan inflasi volatile food terpantau mengalami kenaikan harga yang signfikan di sejumlah kota di Sumatera. Di samping itu, mulai diterapkannya kebijakan pengaturan pintu masuk impor komoditas hortikultura pada pertengahan Juni 2012 diduga turut memicu kenaikan volatile food di daerah. Di sisi lain, ditundanya kebijakan pengaturan tata niaga hortikultura impor dan adanya pengecualian impor hortikultura bagi beberapa negara tertentu dalam kesepakatan Country Recognizition Agreement (CRA) dapat mengurangi kenaikan harga komoditas hortikultura lebih lanjut. Ke depan, perkembangan harga di berbagai daerah secara keseluruhan masih terkendali pada kisaran sasaran inflasi 2012 yakni sebesar 4,5%±1%. Beberapa hal yang berpengaruh pada terkendalinya inflasi, antara lain berlanjutnya penurunan harga komoditas global, ekspektasi inflasi yang cenderung membaik serta masih memadainya respons sisi produksi terhadap permintaan. Di sisi lain, sejumlah risiko juga membayangi perkembangan harga-harga, yakni masa musiman terkait bulan puasa dan hari raya lebaran, rencana penerapan kebijakan pengaturan tata niaga hortikultura impor pada September 2012, dan rencana kenaikan administered price seperti tarif LPG dan tol. Selain itu, perlu dicermati lebih lanjut pola pergerakan inflasi di KTI yang sepanjang paruh pertama 2012 cenderung berada di atas pola tiga tahun terakhir. Berdasarkan hasil survei dan liaison yang dilakukan oleh Bank Indonesia, terindikasi adanya potensi kenaikan inflasi dengan diterapkannya kebijakan hortikultura. Pedagang ritel cenderung akan merespons diterapkannya pengaturan pintu masuk dan tata niaga impor hortikultura dengan menaikkan harga. Hal ini terutama karena biaya yang dikeluarkan terutama untuk transportasi meningkat cukup signifikan. Potensi kenaikan inflasi yang lebih besar diperkirakan terjadi di Jakarta dan sebagian besar wilayah Jawa Bagian Barat, mengingat penyerapan impor hortikultura yang cukup banyak di dua wilayah tersebut. Dalam kaitan ini, peran daerah dalam menjaga kelancaran arus distribusi dan pasokan barang antar daerah menjadi penentu besaran dampak kenaikan inflasi yang dapat terjadi. Dalam jangka panjang, perlu lebih mempertajam langkah upaya untuk mendorong peningkatan produksi hortikultura nasional guna menjamin kesinambungan pasokannya sepanjang tahun dan tanpa mengenal musim, serta dapat memenuhi preferensi kebutuhan masyarakat yang semakin berkembang. 4

11 Bab II Perekonomian Kawasan Sumatera Triwulan II 2012 A. PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi Sumatera pada triwulan kedua 2012 diperkirakan berada di kisaran 5,7%. Namun, indikasi yang bersumber dari tekanan penurunan harga komoditas global dapat berimplikasi pada pendapatan ekspor Sumatera sehingga pada akhirnya membawa prakiraan pertumbuhan ekonomi cenderung bias ke bawah. Wilayah Sumatera Bagian Selatan berpotensi mengalami risiko yang lebih besar terkait dengan besarnya cukup besarnya peran ekspor karet alam dalam memengaruhi perekonomian wilayah. Secara keseluruhan, kinerja perekonomian Sumatera ditopang oleh kuatnya aktivitas domestik dan kinerja produksi hasil produksi beberapa sektor primer yang relatif lebih baik. Kawasan 2010 Grafik II.1. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera I II III IV I II f Sumatera 5,6 5,9 6,2 5,9 6,0 6,0 5,9 5,7 Sumatera Bag. Utara 5,5 6,2 6,5 6,5 6,0 6,3 6,1 5,9 Sumatera Bag. Tengah 5,4 5,6 5,5 5,4 5,3 5,4 5,5 5,4 Sumatera Bag. Selatan 5,8 6,3 6,8 6,2 6,9 6,5 6,3 6,0 Sumber: BPS, diolah f angka perkiraan Bank Indonesia Dari sisi penggunaan, kinerja pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik. Konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah masing-masing diperkirakan dapat tumbuh sebesar 6,1% dan 6,3% pada triwulan laporan. Masih tingginya konsumsi rumah tangga didukung oleh terjaganya optimisme konsumen dan perbaikan pendapatan. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah relatif masih mengikuti pola realisasi triwulan kedua setiap tahunnya. Selain itu, investasi tumbuh tinggi sebesar 9,2%, terutama didorong ekspansi di bidang perkebunan khususnya sawit. Di sisi lain, net ekspor diperkirakan tumbuh negatif 7,7% akibat dari rendahnya pertumbuhan ekspor (3,4%) karena melemahnya permintaan global, serta tingginya pertumbuhan impor seiring dengan tingginya investasi. Di sisi produksi, sektor pertanian diperkirakan mengalami pertumbuhan yang meningkat dibanding dari triwulan sebelumnya. Hal ini dipengaruhi terutama oleh kinerja produksi beberapa komoditas utama di sektor pertanian yang cenderung meningkat, didukung oleh kondisi iklim yang relatif lebih baik. Di sisi lain, sektor industri terutama industri berbasis sumber daya alam - diperkirakan mengalami pertumbuhan yang cenderung melambat terkait dengan penurunan harga di pasar global. Di samping itu, 5

12 beberapa permasalahan terkait dengan keterbatasnya pasokan gas untuk industri yang terjadi di Sumut dan menurunnya kinerja industri perkapalan di Kepulauan Riau turut berpengaruh pada melemahnya kinerja industri Sumatera secara keseluruhan. Tabel II.1. Ekspor Non MIgas Menurut Negara Tujuan (USD Juta) Tabel II.2. Ekspor Non Migas Menurut Komoditas (USD Juta) Sementara itu, sektor perdagangan diperkirakan tumbuh tinggi dikisaran 8,9%. Perkembangan di sektor ini terutama sejalan dengan kuatnya aktivitas domestik, terutama konsumsi rumah tangga yang tercermin dari hasil Survei Konsumen. Indeks Keyakinan Konsumsi pada Survei Konsumen menunjukkan adanya peningkatan secara rata-rata dibandingkan triwulan sebelumnya. Selain itu, beberapa indikator lainnya seperti arus barang di pelabuhan dan konsumsi energi menunjukkan arah yang cenderung di beberapa provinsi di Sumatera. Tabel II.3. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Sisi Sektoral Pertumbuhan (% yoy) f 1. Pertanian 4,0 5,6 5,0 5,1 4,3 5,0 4,5 5,0 2. Pertambangan & Penggalian 1,9 2,2 1,6 1,6 2,6 2,0 2,8 2,2 3. Industri Pengolahan 4,7 4,1 6,2 4,9 3,8 4,7 3,8 3,3 4. Listrik,Gas & Air Bersih 7,4 9,8 8,7 7,4 5,6 7,8 4,7 4,1 5. Bangunan 8,3 8,5 9,8 9,6 9,5 9,4 8,0 7,5 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 6,9 8,1 7,7 7,4 8,8 8,0 8,7 8,9 7. Angkutan & Komunikasi 9,6 10,3 10,0 9,3 9,4 9,7 10,6 9,9 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perush 11,8 9,2 9,2 10,8 9,2 9,6 8,3 8,9 9. Jasa - jasa 7,3 6,5 7,1 7,4 7,4 7,1 7,0 6,7 PDRB 5,6 5,9 6,2 5,9 6,0 6,0 5,9 5,7 6

13 Triwulan II 2012 B. INFLASI Inflasi Sumatera pada triwulan II 2012 meningkat dibanding triwulan sebelumnya, yakni dari 3,75% menjadi 4,99%. Inflasi tertinggi di Kawasan Sumatera tercatat terjadi di Sumatera Bagian Utara yakni sebesar 5,43% (yoy) dan terendah di Sumatera Bagian Selatan sebesar 4,37% (yoy). Dilihat berdasarkan provinsi, inflasi yang tinggi terjadi di Jambi sebesar 6,80% (yoy) dan terendah di Kepulauan Riau sebesar 3,40% (yoy). Inflasi yang terjadi pada akhir triwulan laporan lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional dan merupakan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Kenaikan inflasi terutama dipicu oleh kenaikan harga beberapa bahan makanan, walaupun perkembangan inflasi inti dan administered prices justru cenderung melambat. Kenaikan inflasi yang terjadi antara lain akibat terjadinya kendala produksi di beberapa daerah sentra produksi dan gangguan distribusi yang terjadi akibat rusaknya jalur lintas timur Sumatera. Grafik II.2. Perkembangan Inflasi antar Wilayah di Sumatera C. ASESMEN PERBANKAN Kinerja perbankan di Sumatera tetap terus membaik. Aset tumbuh sebesar 17,8% menjadi Rp475,4 triliun, atau sekitar 9,6% dari nasional. DPK tumbuh sebesar 15,8% menjadi Rp357,4 triliun, atau mencapai 12,3% dari nasional. DPK didominasi oleh tabungan. Kredit tumbuh tinggi sebesar 29,1% (yoy) menjadi Rp380,4 triliun atau sebesar 15,8% terhadap nasional. Kredit didominasi oleh kredit modal kerja, sedangkan menurut sektor didominasi oleh penyaluran kredit di sektor perdagangan. Tingginya penyaluran kredit dibarengi dengan terjaganya NPL di tingkat yang rendah, yaitu 2,36% pada bulan Mei Sementara itu, KUR di Sumatera sebesar 7,2 triliun, atau 23,3% terhadap nasional. 7

14 Tabel II.4. Perkembangan Indikator Perbankan di Sumatera II-2012* I II III IV I II* % yoy % share Aset DPK Giro Tabungan Deposito Kredit - Jenis Penggunaan Modal Kerja Investasi Konsumsi Kredit - Sektor Ekonomi Pertanian Perikanan Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas Dan Air Konstruksi Perdagangan Akomodasi Transpor, Komunikasi Perantara Keuangan Real Estate Administrasi Pemerintahan Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan Jasa Kemasyarakatan Jasa Rumah Tangga Badan Internasional , Belum Jelas Batasannya (28.4) 2.6 Bukan Lapangan Usaha LDR NPL Beberapa perkembangan menarik adalah bahwa kredit investasi tumbuh sangat cepat, yaitu 35,8% (yoy), sejalan dengan tingginya investasi. Kemudian, kredit kendaraan bermotor mengalami perlambatan pertumbuhan dari 93,1% pada Desember 2011 menjadi 41,5% pada Mei Perlambatan tersebut dipengaruhi oleh turunnya harga karet di pasar internasional, yang berkorelasi tinggi dengan pertambahan kendaraan bermotor di Sumatera. Penyaluran kredit perkebunan di Sumatera cukup besar, khususnya untuk perkebunan kelapa sawit. Penyaluran kredit pertanian sebesar 12,6% dari total kredit, dimana 70,4% dari angka tersebut merupakan penyaluran kredit untuk perkebunan kelapa sawit, sedangkan untuk perkebunan karet hanya 7,4%. Penyaluran kredit untuk kelapa sawit terbesar adalah di Sumut, diikuti oleh Riau dan Sumsel. Untuk perkebunan karet, penyaluran kredit terbesar adalah di Sumut, diikuti oleh Sumsel dan Lampung. D. PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2012 diperkirakan lebih tinggi dari triwulan II 2012, dan dapat mencapai kisaran 6,0% (yoy). Percepatan pertumbuhan ekonomi terjadi di seluruh wilayah. Menurut penggunaan, konsumsi diperkirakan meningkat karena terjaganya optimisme konsumen dan adanya peningkatan permintaan domestik, khususnya 8

15 Triwulan II 2012 untuk kelapa sawit. Selain itu, investasi juga diperkirakan meningkat seiring peningkatan kapasitas produksi dan proyek infrastruktur. Sementara itu, dari sisi ekspor, kondisi permintaan global yang belum membaik membuat ekspor tidak meningkat. Permintaan domestik akan membuat sektor perdagangan tetap berkinerja baik. Dari sisi penawaran, kinerja sektor pertanian dan sektor industri pengolahan diperkirakan stabil karena belum naiknya harga karet, sementara sektor perdagangan diperkirakan meningkat karena peningkatan permintaan domestik. Sejalan dengan hal-hal tersebut, sektor tradeables diperkirakan tumbuh stabil, sementara sektor non tradeables meningkat. Inflasi tahunan (yoy) Sumatera pada triwulan III 2012 diperkirakan turun dari 4,99% di triwulan II menjadi 4,50% (yoy). Dari sisi eksternal, tekanan inflasi diperkirakan relatif rendah sejalan dengan kecenderungan harga komoditas global yang masih akan menurun akibat berlanjutnya ketidakpastian pemulihan ekonomi Eropa di tengah kecenderungan pelemahan nilai tukar Rupiah. Dari sisi domestik, tekanan inflasi diperkirakan tetap terkendali didukung oleh kondisi suplai yang dapat mencukupi permintaan, ekspektasi inflasi yang menurun, dan minimalnya kebijakan administered prices. Selain itu, secara teknikal, Idul Fitri tahun ini jatuh pada pertengahan bulan Agustus, sehingga pada tahun ini penyesuaian harga diperkirakan sudah terjadi pada akhir triwulan III 2012, yang berimplikasi pada turunnya laju inflasi tahunan. Namun, terdapat beberapa faktor risiko yang berpotensi meningkatkan tekanan inflasi lebih tinggi dari yang diperkirakan antara lain bersumber dari: (i) meningkatnya permintaan akibat lebaran yang berpotensi meningkatkan harga lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya (ii) kenaikan harga gas industri sebesar 35% yang direncanakan mulai berlaku 1 September 2012 dan sebesar 15% pada April tahun depan sehingga diperkirakan berdampak pada kenaikan harga sejumlah komoditas industri pengolahan, (iii) risiko gangguan pasokan dan distribusi komoditas hortikultura karena pemberlakukan pengaturan tata niaga impor pada September 2012, (iv) kelancaran distribusi akibat minimnya dana infrastruktur, dan (v) potensi terlampauinya kuota konsumsi BBM bersubsidi pada APBN-P

16 BOKS I Peran Kelapa Sawit dan Karet dalam Perekonomian Sumatera Sumatera berperan sangat besar bagi suplai karet dan kelapa sawit di Indonesia, dan dunia. Luas areal sawit di Sumatera mencapai 67,38% dari Indonesia, dengan tenaga kerja yang mencapai 69,42% dari Indonesia. Produksi sawit mencapai 74,83% dari Indonesia atau sebesar 34,3% produksi sawit dunia. Untuk komoditas karet, luas lahan karet di Sumatera mencapai 70,6% nasional, dengan tenaga kerja sebesar 68,4% nasional. Produksi karet Sumatera sebesar 75,4% dari Indonesia, atau mencapai 21,2% produksi karet dunia. Karena besarnya peran Sumatera dalam kedua komoditas ini, maka perkembangan kinerja sawit dan karet Sumatera secara jangka panjang patut didukung. Tabel 14. Signifikansi Perkebunan Sawit dan Karet Sumatera Dalam lima tahun terakhir, secara rata-rata produktivtas sawit mengalami perbaikan walaupun belum mampu kembali mencapai tingkat produktivitas tertingginya di awal periode 90 an. Peningkatan produksi sawit lebih dipengaruhi oleh penambahan luas areal panen. Namun, isu lingkungan yang mengemuka dan permasalahan tata ruang wilayah, serta berbagai tantangan terkait produksi menjadi tantangan tersendiri bagi peningkatan produktivitas sawit. Peran perusahaan besar dalam pengembangan sawit relatif dapat mengawal dalam pencapaian produksi sawit secara keseluruhan. Ke depan, produktivitas perkebunan sawit rakyat masih dapat ditingkatkan untuk meningkatkan produktivitas perkebunan secara keseluruhan. Program revitalisasi perkebunan yang diinisiasi Pemerintah sejak 2006, sejauh ini menghadapi berbagai tantangan dalam implementasinya. Dalam kaitannya dengan replanting, kebutuhan replanting sawit diperkirakan akan tinggi pada tahun Biaya replanting per Ha mencapai 37,5 juta per hektar, sehingga kebutuhan replanting pada 2012 diperkirakan mencapai Rp3,4 triliun. Kendala replanting sawit antara lain adalah kurangnya kepastian hukum untuk mendukung replanting pada perusahaan besar, serta penyisihan biaya penyusutan lahan yang belum dilakukan, khususnya oleh perkebunan rakyat swadaya dan beberapa koperasi plasma. Namun secara keseluruhan, permasalahan produktivitas dan replanting pada sawit tidak terbilang serius, karena dikawal oleh perusahaan besar. 10

17 Triwulan II 2012 Grafik 13. Produktivitas Sawit Sumatera Grafik 14. Jenis Tanaman Sawit Sumatera Grafik 15. Target Peremajaan Sawit Revbun Vs. Estimasi Kebutuhan Nasional Berbeda dengan sawit, permasalahan pada karet lebih serius. Rendahnya produktivitas perkebunan rakyat, yang juga mempunyai pangsa tinggi terhadap total perkebunan karet, menyebabkan rendahnya produktivitas karet di Sumatera. Produktivitas lahan karet di sumatera per tahun 2011 hanya 1,15 ton/ha/tahun, kendati lebih tinggi dari nasional, namun jauh lebih rendah dari Thailand dan Malaysia yaitu masing-masing sebesar 1,72 dan 1,78 ton/ha/tahun. Produktivitas yang rendah di perkebunan karet rakyat disebabkan oleh penanaman yang tidak terencana dan kurangnya pemeliharaan lahan. Kebutuhan replanting karet diperkirakan akan terus bertambah setiap tahunnya hingga tahun Biaya replanting perkebunan karet berkisar antara juta, sehingga kebutuhan replanting pada tahun 2012 diperkirakan sebesar Rp3,5 4,6 triliun. Mencermati kondisi tersebut (produktivitas dan kebutuhan replanting), maka untuk perkebunan karet, terdapat urgensi untuk memberikan perhatian pada perkebunan rakyat. 11

18 Grafik 16. Produktivitas Karet Sumatera Grafik 17. Jenis Tanaman Karet Sumatera Grafik 18. Target Peremajaan Karet Revbun Vs. Estimasi Kebutuhan Nasional Beberapa upaya yang sudah dilakukan beserta kendalanya antara lain: 1. Dari sisi petani, kesadaran untuk menyisihkan biaya penyusutan lahan untuk replanting masih rendah. Selain itu, petani hanya mempunyai teknologi terbatas (pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dll). 2. Perusahaan karet telah memberikan dukungan berupa pelatihan dan bantuan bibit, namun tentunya jumlahnya masih terbatas dan sangat bergantung pada kepentingan perusahaan. 3. Pemerintah telah mempunyai bantuan melalui dana APBN/APBD. Namun jumlahnya masih sangat terbatas dan hanya bisa memenuhi 25% dari kebutuhan replanting (untuk perkebunan karet). 4. Kredit revitalisasi perkebunan masih terkendala banyak hal dalam hal implementasi, antara lain terkait legalitas lahan, keterbatasan SDM, dan rumitnya prosedur. Di samping itu, target Revbun juga tidak mencukupi kebutuhan replanting. 5. Di samping pendanaan, pemerintah juga telah memberikan pendampingan dan fasilitasi untuk peningkatan produktivitas dan terkait peremajaan. Namun, upaya tersebut masih terkendala keterbatasan dana dan SDM. 12

19 Triwulan II 2012 Bab III Perekonomian Kawasan Jakarta A. PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan II 2012 diprakirakan stabil sebesar 6,4% (yoy) seperti pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi yang stabil didukung oleh masih kuatnya permintaan domestik di tengah ketidakpastian ekonomi global yang masih berlangsung di triwulan berjalan. Krisis ekonomi global terutama di Uni Eropa memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kinerja ekspor terutama dari sektor manufaktur. Namun di sisi lain, nilai impor mengalami peningkatan untuk bahan baku dan barang konsumsi. Pertumbuhan sektor utama Jakarta yaitu sektor Konstruksi; sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; serta sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan diyakini akan turut menopang stabilnya perekonomian Jakarta. Kuatnya konsumsi rumah tangga didukung oleh keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi. Hasil survei konsumen Bank Indonesia memperlihatkan bahwa ekspektasi dan keyakinan terhadap kondisi ekonomi ke depan masih dalam level meningkat walaupun persepsi terhadap kondisi ekonomi saat ini mengalami sedikit penurunan yang ditengarai sebagai imbas dari krisis ekonomi global dan lemahnya ekspor. Namun demikian, tidak terlihat indikasi kelesuan aktivitas perekonomian Jakarta sejalan dengan masih meningkatnya ekspektasi kegiatan usaha. Disamping itu, ekspektasi terhadap ketersediaan lapangan kerja dan penghasilan juga masih terjaga. Kuatnya konsumsi rumah tangga terbukti dari meningkatnya ketepatan waktu pembelian barang tahan lama (durable goods) seperti kendaraan bermotor dan barang elektronik. Indeks Grafik III.1 Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi saat Ini Indeks Ekspektasi Konsumen Indeks Grafik III.2 Indeks Penghasilan & Lapangan Kerja Ekspektasi penghasilan 6 bulan yad Indeks Ketersediaan Lap. Kerja Indeks Penghasilan saat ini Ekspektasi Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yad 13

20 Grafik III.3 Indeks Kegiatan Usaha & Konsumsi Barang Tahan Lama Indeks Grafik III.4 Pertumbuhan Konsumsi Semen & Produksi Kendaraan Bermotor %, yoy Ekspektasi Kegiatan Usaha Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama g.kendaraan g.kons Semen Jkt - rhs Realisasi anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta di triwulan II 2012 lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun Penyerapan APBD DKI Jakarta mencapai 30,66% dari yang dianggarkan hingga Juni 2012 atau setara dengan Rp10,37 triliun. Di periode yang sama di tahun 2011, hanya 28,05% dari anggaran belanja yang direalisasikan. Peningkatan penyerapan anggaran ini terkait dengan dimulainya sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dimana proses pelaksanaan tender dilaksanakan secara elektronic (e-tender). Diyakini total penyerapan anggaran Pemprov DKI Jakarta di tahun 2012 akan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Disamping itu penggunaan e-tender diyakini akan mendorong efisiensi anggaran dengan adanya kontrak yang kompetitif, transparan dan memiliki akuntabilititas yang lebih baik. Realisasi Pendapatan Asli Daerah diprakirakan juga cukup tinggi. Hingga 21 Juni 2012, penerimaan pajak parkir telah mencapai 38% dan untuk pajak reklame telah mencapai sekitar 45% dari target penerimaan pajak yang diperkirakan. Sedangkan penerimaan pajak restoran telah melampaui target yang ditetapkan. Di APBD-P 2012, Pemprov DKI Jakarta menaikkan target penerimaan beberapa pajak yang diyakini memiliki kontribusi besar, seperti pajak reklame dan restoran Grafik III.5 Perkembangan Nilai Ekspor gtotal Pakaian Jadi Kendaraan Bermotor Barang Elektronik Mesin & Peralatan Grafik III.6 Perkembangan Nilai Impor g.total Impor g.barang Konsumsi g.bahan Baku g.barang Modal 14

21 Triwulan II 2012 Grafik III.7 Volume Ekspor & Indeks Produksi Industri Grafik III.8 Arus Bongkar Muat Barang Tg. Priok %, yoy g.bongkar g.muat Indeks Produksi Industri g.barang Konsumsi g.bahan Baku g.barang Modal g.total Ekspor Nilai investasi asing (Foreign Direct Investment) diprakirakan tumbuh lebih cepat dibandingkan investasi domestik di triwulan II 2012 walaupun terlihat kecenderungan penurunan investasi di Jakarta secara umum. Tumbuhnya FDI didukung oleh pemberlakuan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Dengan adanya sistim One Stop Service tersebut, proses perizinan menjadi lebih mudah dan transparan terutama dari segi biaya yang telah diatur melalui Perda. Investasi asing masih dominan pada sektor properti yang turut mendorong pertumbuhan sektor konstruksi secara keseluruhan. Pertumbuhan sektor konstruksi terindikasi dari peningkatan konsumsi semen. Pertumbuhan investasi di Jakarta diyakini akan terus berlanjut sepanjang tahun 2012 dan merupakan salah satu faktor kritikal untuk mengimbangi dampak perlambatan ekspor akibat ketidakpastian ekonomi global. Grafik III.9 Pertumbuhan Investasi Grafik III.10 Perkembangan Kunjungan Wisatawan 6 5 Milyar USD hari II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Realisasi FDI Pertumbuhan Ekonomi Realisasi Investasi Domestik Pertumbuhan Investasi Tingkat Okupansi Hotel Berbintang Rata-rata lama menghinap tamu (hari) 10 0 Volume ekspor Jakarta mengalami perlambatan namun nilai ekspor cukup stabil hingga Mei Sejalan dengan prediksi penurunan permintaan akibat berlanjutnya krisis ekonomi di negara maju dan dampak rambatan ke negara Asia terutama China, volume ekspor manufaktur Jakarta mengalami penurunan. Ekspor manufaktur yang melambat cukup drastis baik dari volume maupun nilai adalah ekspor mesin dan peralatan yang tergolong barang modal. Demikian halnya dengan ekspor barang konsumsi dari Jakarta, 15

22 walaupun secara nilai, ekspor kendaraan bermotor, barang elektronik dan pakaian jadi meningkat di triwulan II Ekspor bahan baku dari Jakarta dalam tren meningkat setelah mengalami perlambatan di triwulan I Turunnya ekspor bahan baku dan barang modal terkait dengan turunnya produksi di sektor industri seperti terlihat di indeks produksi industri secara umum. Pasar utama ekspor Jakarta masih di ASEAN yang hampir mencapai sepertiga dari total ekspor. Melambatnya ekonomi China juga ditengarai ikut memberikan dampak pada perlemahan ekspor Jakarta. Di tengah penurunan ekspor, impor Jakarta masih mengalami kenaikan di triwulan II 2012 akibat dari besarnya ketergantungan Jakarta pada impor bahan bahan baku dan barang modal. Impor bahan baku terutama dari produk kendaraan dan bagiannya (spare parts), bahan kimia, besi dan baja serta barang plastik. Belum adanya upaya strategis untuk mendukung pengembangan industri penghasil bahan baku dalam negeri dan di wilayah Jakarta secara khusus perlu menjadi perhatian ke depan mengingat tingginya impor bahan baku akan membuat nilai tambah bagi produsen rendah. Kenaikan impor barang modal di Jakarta terkait dengan pembelian pesawat terbang, mesin (alat berat) dan alat listrik. Hingga Mei 2012, impor pesawat terbang secara telah naik lebih dari 100% secara tahunan. Peningkatan impor barang konsumsi terutama dari komoditas pangan terutama produk sayur dan buah. Hal ini tidak terlepas dari preferensi masyarakat konsumen Jakarta kelas menegah ke atas yang semakin memilih produk pangan impor. Sektor konstruksi diprakirakan tumbuh stabil seiring dengah masih tingginya aktivitas perekonomian and permintaan properti. Pembangunan properti komersial terutama pada ruang perkantoran dan residensial. Sedangkan untuk pusat perbelanjaan (mall) diatas 5000m2 yang terkena moratorium Pemprov DKI Jakarta, pembangunan fisik baru akan dilakukan di awal Hal tersebut terkait dengan tidak mendukungnya fasilitas infrastruktur jalan yang menyebabkan tingkat kemacetan cukup tinggi di area pusat perbelanjaan. Di pihak lain, meningkatnya penambahan lahan properti perumahan berdasarkan informasi anekdotal, memberikan indikasi masih kuatnya permintaan terhadap properti residensial di Jakarta di tengah sejalan dengan terjaganya keyakinan dan ekspektasi masyarakat terhadap kondisi Perekonomian secara umum. Permasalahan utama yang menghambat pertumbuhan properti residensial saat ini adalah terbatasnya penambahan infrastruktur yang juga menjadi penyebab kenaikan harga properti khsusunya di pasar sekunder. Sebagian proyek infrastruktur yang didanai Pemerintah Daerah akan dimulai pada Juni 2012 seperti proyek pengendalian banjir, perbaikan jalan dan revitalisasi pasar. Selain itu di triwulan II 2012 juga akan dimulai pembangunan MRT tahap I dan perluasan pelabuhan Tanjung Priok di Kalibaru. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran diprediksi akan tumbuh meningkat dengan kenaikan jumlah wisatawan yang cukup signifikan di triwulan II Pertumbuhan sektor PHR selain didukung oleh kuatnya konsumsi domestik juga didorong oleh kenaikan jumlah wisatawan di Jakarta. Pertumbuhan di subsektor perdagangan secara spesifik diyakini akan terus meningkat seiring tetap bergairahnya kegiatan dunia usaha walaupun terjadi penurunan arus bongkar muat di pelabuhan Tanjung Priok sebagai dampak dari penurunan ekspor. Penurunan terutama pada arus peti kemas internasional, sedangkan 16

23 Triwulan II 2012 untuk kargo antar pula masih mengalami peningkatan. Di subsektor pariwisata yang mencakup hotel dan restoran, telah terjadi kenaikan cukup signifikan pada jumalh wisatawan dan tingkat okupansi hotel berbintang di triwulan II Hal ini terkait dengan penyelenggaraan beberapa event dan aktivitas bisnis di Jakarta. Indikasi peningkatan subsektor hotel dan restoran ini juga terpantau dari kenaikan realisasi pendapatan pajak Pemprov DKI Jakarta untuk subsektor tersebut I II III IV I II P III P Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik gas dan air bersih Konstruksi Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan Jasa - jasa JAKARTA Sumber: BPS (diolah) Wilayah/Kawasan P Angka perkiraan Bank Indonesia 2012 P Sektor Jasa Keuangan akan tumbuh stabil sejalan dengan terjaganya kondisi perekonomian. Walaupun terjadi tekanan di pasar keuangan pada triwulan II 2012 terkait dengan capital outflow, namun secara umum kondisi pasar keuangan cukup terjaga dan diprakirakan IHSG akan berada di atas level Jumlah penawaran saham perdana (IPO) juga mengalami penurunan seperti halnya dengan volume dan nilai perdagangan. Pertumbuhan di perbankan dan jasa keuangan lain juga cukup baik didukung oleh masih rendahnya suku bunga dan peningkatan penyaluran kredit terutama kredit properti dan kendaraan bermotor. B. INFLASI Inflasi Jakarta pada triwulan II 2012 relatif stabil sebesar 4,12% (yoy). Stabilnya inflasi Jakarta pada triwulan laporan didukung oleh rendahnya inflasi inti dan inflasi administered prices sejalan dengan minimnya kebijakan Pemerintah terkait harga. Tekanan inflasi sepanjang triwulan laporan lebih banyak didorong oleh kenaikan harga komoditas volatile food, khususnya aneka bumbu dan daging-dagingan, yang antara lain disebabkan oleh berkurangnya pasokan karena terganggunya produksi di daerah sentra produsen utama. Produksi bahan pangan beberapa komoditas aneka bumbu (antara lain bawang merah, bawang putih, dan cabe merah) yang terkendala cuaca menyebabkan terjadinya penurunan pasokan yang masuk ke pasar induk Jakarta. Beberapa daerah pemasok bawang merah dan 17

24 cabe merah di Jawa Tengah dan Jawa Timur dilaporkan mengalami gangguan produksi karena curah hujan yang tinggi, sehingga menyebabkan pasokannya ke Jakarta terganggu. Selain itu, implementasi kebijakan Pemerintah mengalihkan pintu impor komoditas hortikultura dari Tanjung Priok ke Tanjung Perak di Jawa Timur yang sedianya diberlakukan pada April 2012 (namun baru diimplementasikan pada Juni 2012) diperkirakan mempengaruhi kenaikan harga bawang putih dan beberapa komoditas buahbuahan (antara lain pisang, semangka, dan jeruk) pada akhir triwulan laporan. Kebijakan pengaturan pintu impor hortikultura berpotensi meningkatkan biaya transportasi dan distribusi komoditas hortikultura yang masuk ke Jakarta. Hasil quick survey yang dilakukan oleh Bank Indonesia menunjukkan bahwa pelaku impor komoditas hortikultura memperkirakan kenaikan harga komoditas hortikultura sebagai akibat dari kenaikan biaya transportasi dan distribusi akan berada di kisaran 5% - 20%. Hasil kajian lebih lanjut menunjukkan bahwa dampak implementasi kebijakan tersebut akan berdampak pada tambahan inflasi Jakarta sebesar 0,22% untuk tahun Tekanan inflasi inti Jakarta yang cenderung rendah antara lain dipengaruhi oleh menurunnya harga emas perhiasan. Secara rata-rata, kenaikan harga emas nasional pada triwulan II 2012 lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu sebesar 18,15% (yoy) (rata-rata kenaikan harga emas pada triwulan I 2012 adalah sebesar 25,97% (yoy)). Perlambatan kenaikan harga emas nasional ini sejalan dengan penurunan inflasi emas perhiasan Jakarta yang mencapai 7,31% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya mencapai 21,30% (yoy). Namun demikian, terdapat potensi kenaikan inflasi inti Jakarta yang bersumber dari bahan baku konstruksi terutama pasir, semen dan baja serta kenaikan harga sewa dan kontrak rumah. Kenaikan bahan baku konstruksi ini tak lepas dari tingginya permintaan terhadap properti residensial. Grafik III.11 Inflasi Kawasan Jakarta Grafik III.12 Ekspektasi Perubahan Harga 20 %,yoy Disagregasi Inflasi Wilayah Jakarta 220 Indeks Inflasi IHK Core Adm Price Volatile Foods Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok) Konsumen Perubahan harga umum 3 bulan yad Konsumen Perubahan harga umum 6 bulan yad

25 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Triwulan II 2012 Grafik III.13 Inflasi per SubSektor Kawasan Jakarta Grafik III.14 Tren Inflasi Kawasan Jakarta Transpor Pendidikan Kesehatan Sandang Perumahan Mknan Jadi Jun-12 May-12 Apr-12 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 %,ytd %,ytd Bhn Mknan % mtm (1,0) -1 C. ASESMEN PERBANKAN Berdasarkan data terkini (hingga April 2012), kondisi perbankan Jakarta pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Fungsi intermediasi perbankan yang tercermin pada penyaluran kredit perbankan kembali mengalami peningkatan. Pertumbuhan kredit pada triwulan II 2012 (hingga April 2012) mencapai 28,3% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 27,4% (yoy). Berdasarkan penggunaannya, kredit Modal Kerja mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi, sebesar 33,5% (yoy), diikuti oleh kredit investasi dan kredit konsumsi yang masingmasing sebesar 25,9% (yoy) dan 19,4% (yoy). Sementara berdasarkan sektoralnya, kredit Sektor Konstruksi mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan sebesar 30,6% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 19,9% (yoy). Hal ini sejalan dengan tetap kuatnya permintaan akan properti komersial terutama ruang perkantoran, apartemen, dan rumah tinggal yang antara lain tercermin pada pertumbuhan konsumsi semen Jakarta (hingga Mei 2012) yang cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh lebih baik dibandingkan periode sebelumnya. Pada triwulan II 2012 (hingga April 2012), DPK perbankan Jakarta mengalami peningkatan pertumbuhan mencapai 20,8% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 19,5% (yoy). Di sisi lain, kualitas kredit yang disalurkan cukup baik, dengan rasio kredit bermasalah kembali mengalami penurunan menjadi sebesar 2,10% 19

26 (10.0) (20.0) Grafik III.7 Perkembangan Penggunaan Kredit Kawasan Jakarta 0.0 % (20.0) Grafik III.8 Perkembangan Kredit Sektor Unggulan Kawasan Jakarta (40.0) (40.0) g.perindustrian (60.0) g.konstruksi (60.0) g.jasa Dunia Usaha gkredit Modal Kerja gkredit Investasi gkredit Konsumsi (80.0) g.perdagangan, Restoran dan Hotel - rhs (80.0) 0.0 %, yoy %, yoy (20.0) D. PROSPEK PEREKONOMIAN Prospek perekonomian Jakarta di triwulan III 2012 diperkirakan sedikit melambat di kisaran 6,3%. Kinerja ekspor diperkirakan masih belum mengalami peningkatan yang signifikan mengingat ketidakpastian ekonomi global masih akan berlanjut. Pemulihan ekonomi negara maju khususnya di Uni Eropa yang mengalami krisis hutang membutuhkan waktu yang cukup lama dan berimbas pada ekonomi negara Asia. Hal ini terlihat dari perlemahan ekonomi China dari 8,1% di di triwulan I 2012 menjadi 7,6% di triwulan II Ekonomi Singapura yang merupakan salah satu partner dagang utama juga mengalami kontraksi sebesar 1,1% di triwulan II Perlambatan pertumbuhan dipicu oleh menurunnya permintaan yang memberikan dampak pada kinerja sektor manufaktur, aktivitas perdagangan saham dan juga sektor jasa. Merujuk pada hal tersebut, diprakirakan ekonomi Jakarta yang memiliki keterkaitan cukup kuat dengan faktor eksternal juga akan melambat. Dengan demikian sumber pertumbuhan ekonomi Jakarta akan sangat bergantung pada konsumsi domestik dan investasi. Konsumsi domestik terutama didukung oleh konsumsi rumah tangga diyakini akan tetap terjaga didukung oleh ketersediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Disamping itu, keyakinan masyarakat Jakarta terhadap perekonomian secara umum masih cukup kuat di tengah ketidakpastian ekonomi global. Konsumsi pemerintah juga diprakirakan akan tumbuh meningkat di triwulan III 2012 dengan semakin baiknya penyerapan anggaran di DKI Jakarta. Pemprov DKI Jakarta menargetkan penyerapan anggaran di tahun 2012 sebesar 90% dengan kebijakan percepatan penyerapan anggaran. Di sisi investasi, upaya menarik FDI telah didukung oleh sistem perijinan yang lebih baik dan transparan, sehingga diharapkan dapat mengakselerasi realisasi investasi di Jakarta. Namun perlu adanya upaya untuk memperluas investasi asing diluar sektor properti terutama untuk pembangunan proyek infrastruktur dan industri berbasis teknologi. Sesuai dengan 20

27 Triwulan II 2012 strategi pembangunan industri Jakarta yang diarahkan ke industri berwawasan lingkungan, maka potensi pengembangan industri berbasis teknologi dan industri kreatif menjadi pilihan ke depan. Pengembangan industri diharapkan terpadu dengan pendekatan kluster sehingga keterkaitan (linkage) yang kuat antara industri hulu dan hilir dapat terealisasi. Hal ini juga dapat mendukung produksi bahan baku domestik untuk mengurangi ketergantungan impor. Salah satu contoh adalah pengembangan industri yang dapat menjadi pemasok perakitan kendaraan bermotor. Dalam jangka yang lebih pendek, investasi baik asing maupun domestik di Jakarta cenderung masih terfokus pada sektor jasa dan komunikasi selain sektor properti yang memiliki orientasi pada kapasitas ekonomi domestik. Permasalahan utama terkait peningkatan investasi dan kapasitas ekonomi Jakarta adalah terbatasnya infrastuktur terutama transportasi, energi dan sanitasi. Kurang adanya sinergi antara Kementerian/Lembaga (K/L) terkait dan Pemprov DKI Jakarta ditengarai sebagai penyebab belum optimalnya realisasi proyek infrastruktur di wilayah DKI Jakarta yang termasuk dalam Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Dari sisi sektoral, pertumbuhan Jakarta terutama akan didukung oleh sektor non tradable melalui jalur Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR), Pengangkutan dan Komunikasi serta Konstruksi. Pertumbuhan sektor PHR terutama ditopang oleh subsektor perdagangan dan terjaganya konsumsi domestik. Peningkatan aktivitas perdagangan domestik (antar daerah) akan berimbas pada pertumbuhan di sektor pengangkutan terutama angkutan barang dan properti. Berdasarkan hasil proyeksi, sektor perdagangan diprakirakan akan mengalami sedikit penurunan di triwulan III 2012 sebagai dampak rambatan dari perlemahan ekspor. Di subsektor hotel dan restoran, diperkirakan juga akan tumbuh sedikit melambat terkait dengan menurunnya kunjungan wisatawan pada masa puasa. Sesuai pola musimannya, subsektor pengangkutan akan mengalami peningkatan dengan adanya kebutuhan angkutan lebaran. Di sektor konstruksi, pembangunan ruang kantor sewa dan properti residensial diyakini akan terus berlanjut seiring dengan masih kuatnya permintaan. Selain itu dimulainya berbagai proyek infrastruktur dalam skala besar seperti pembangunan MRT dan pelabuhan Kalibaru akan turut memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan sektor konstruksi di Jakarta pada triwulan III Risiko inflasi Jakarta di triwulan III 2012 diprakirakan cukup tinggi dengan kuatnya permintaan pada masa libur sekolah, puasa dan Hari Raya Lebaran. Merujuk pada disagregasi inflasi Jakarta hingga Juni 2012, terlihat kecenderungan peningkatan inflasi dari kelompok volatile food dan administered prices. Dari kelompok 21

28 volatile food, inflasi bahan pangan dipicu oleh kuatnya permintaan pada saat masa puasa dan Hari Raya Lebaran. Seiring dengan berakhirnya masa panen untuk beberapa komoditas, maka terdapat potensi kenaikan harga akibat terbatasnya pasokan. Terkait dengan pembatasan pintu impor hortikultura, diperkirakan kenaikan harga produk hortikultura impor dari negara Asia akan turut berkontribusi pada inflasi Jakarta di triwulan III 2012 walaupun Pemerintah tengah mempertimbangkan permohonan beberapa negara pengimpor Asia untuk diberikan fasilitas Country Mutual Agreement (CRA) seperti halnya negara Amerika, Australia dan Kanada. Selain itu di akhir September 2012 juga akan diberlakukan peraturan tata niaga produk hortikultura yang berpotensi pada kenaikan biaya terkait dengan makin panjangnya rantai distribusi dan pengaturan jumlah alokasi impor. Risiko inflasi di kelompok administered prices terutama bersumber dari rencana kenaikan harga gas (LPG). Sedangkan di kelompok inti, potensi inflasi terdapat pada kenaikan harga emas dan sektor perumahan yang meliputi biaya sewa/kontrak dan harga bahan baku konstruksi. Berdasarkan hasil simulasi, inflasi Jakarta diprakirakan berada di kisaran 4%-4,5% (yoy) di akhir triwulan III Hal tersebut sejalan dengan ekspektasi inflasi ke depan yang meningkat berdasarkan hasil Survei Konsumen. Mencermati resiko inflasi Jakarta di triwulan III 2012, TPID DKI Jakarta akan meningkatkan monitoring serta melakukan koordinasi terkait penyelenggaraan operasi pasar dan pasar murah selama masa puasa dan menjelang Hari Raya Lebaran. 22

29 Triwulan II 2012 Bab IV Perekonomian Kawasan Jawa A. PERTUMBUHAN EKONOMI Daya beli yang masih terjaga menyebabkan Konsumsi Rumah Tangga diperkirakan tumbuh sebesar 6,0%(yoy), atau relatif stabil dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I 2012 sebesar 6,0% (yoy). Rencana kenaikan harga BBM yang akan diberlakukan pada bulan April 2012 membuat masyarakat cenderung menunda atau mengurangi konsumsinya. Namun pasca penundaan kenaikan harga BBM, konsumsi masyarakat cenderung normal kembali. Hal tersebut diperkirakan menjadi salah satu penyebab stabilnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Selain itu, terdapat beberapa kegiatan yang mendorong peningkatan konsumsi di triwulan II 2012 yaitu liburan sekolah dan persiapan menghadapi bulan puasa yang berupa pelaksanaan berbagai kegiatan hajatan oleh masyarakat. Kondisi tersebut juga diperkuat dengan hasil Survei Konsumen di kawasan Jawa juga menunjukkan bahwa keyakinan konsumen masih berada di atas level optimis (level optimis=100) yang artinya tingkat konsumsi masih cukup tinggi. Konsumsi pemerintah diperkirakan mencapai 12,3% (yoy), melambat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 13,4% (yoy). Salah satu hal yang diperkirakan cukup berpengaruh terhadap perlambatan tersebut adalah terbitnya Permendagri No. 32/2011 tentang pedoman pemberian hibah dan bansos yang mensyaratkan kejelasan penerima hibah/bansos menyebabkan keterlambatan pengesahan anggaran di hampir seluruh daerah. Beberapa kendala yang dihadapi antara lain: (1) dari aspek administratif, proses pengajuan rencana kerja dan anggaran SKPD cukup lama yang salah satunya disebabkan oleh terbatasnya SDM sebagai anggota tim pengadaan/lelang, (2) dari aspek legal, masih terdapat ketidakjelasan peraturan yang dianggap saling tumpang tindih sehingga menimbulkan multi tafsir. Meskipun demikian realisasi belanja pemerintah pada triwulan ini sudah lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Realisasi tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan realisasi proyek-proyek pemerintah. Hingga bulan Mei 2012, realisasi belanja daerah di wilayah Jawa berkisar 9%-14%. Grafik IV.1 Survei Konsumen Tabel IV.1 Realisasi Belanja Tw II 2012 Sumber: DJKP, diolah 23

30 Kegiatan investasi masih menunjukkan peningkatan dan diperkirakan tumbuh sebesar 9,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I 2012 sebesar 7,8% (yoy). Pertumbuhan investasi yang cukup tinggi tersebut terkait dengan realisasi proyekproyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Nilai investasi MP3EI pada industri yang telah dilakukan ground breaking pada 2012 mencapai Rp 19,08 triliun, sedangkan proyek infrastruktur yang telah dilakukan ground breaking mencapai Rp 121,55 triliun. Khusus dari sektor swasta, dari hasil liaison diketahui bahwa pelaku usaha telah merealisasikan atau melakukan penambahan investasi baru sebagai antisipasi peningkatan permintaan domestik menjelang puasa dan lebaran. Hasil liaison KBI Wilayah Jateng-DIY menyatakan bahwa adanya peningkatan permintaan khususnya domestik telah mendorong contact liaison untuk melakukan investasi, diantaranya berupa penambahan mesin-mesin untuk menunjang operasional dan inovasi produk, pembangunan gedung dan fasilitas baru, serta pembukaan outlet. Faktor lain yang mendorong pertumbuhan investasi pada triwulan ini adalah kestabilan nilai Rupiah terkait dengan kepastian transaksi dalam pengadaan bahan baku maupun dalam penjualan yang sebagian dilakukan dalam mata uang asing. Tabel IV.2 Tabel Realisasi Ground Breaking MP3EI Jawa 2012 Sumber: Kementerian PU, diolah Krisis Eropa telah memberikan dampak terhadap ekspor Kawasan Jawa meski diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi. Pada triwulan II 2012, ekspor diperkirakan tumbuh sebesar 7,9% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 11,5% (yoy). Perlambatan kinerja ekspor ini merupakan dampak dari krisis Eropa. Sampai dengan periode Mei 2012, kinerja ekspor luar negeri Kawasan Jawa menunjukkan tren pertumbuhan meskipun cukup rendah. Kinerja ekspor yang terpengaruh terutama yang negara tujuan ekspor ke Eropa dan pada komoditas tekstil (lihat isu strategis). Hasil survei yang dilakukan terhadap 104 responden industri berorientasi ekspor di jawa, menunjukkan bahwa responden masih optimis terhadap kondisi dan prospek ekspor tahun Dampak krisis Eropa dirasakan oleh sebagian ekportir, namun demikian, direspon dengan pengalihan negara tujuan ekspor. Sementara perdagangan antar pulau kawasan Jawa diperkirakan masih tinggi seiring tingginya permintaan domestik. 24

31 Triwulan II 2012 Grafik IV.2 Perkembangan Ekspor per Negara Mitra Dagang Utama Dampak perlambatan ekspor sedikit menghambat pertumbuhan sektor industri pengolahan pada triwulan II sektor industri pengolahan di Kawasan Jawa pada triwulan ini diperkirakan tumbuh sebesar 5,1% (yoy). Menurunnya permintaan luar negeri menyebabkan produksi sektor industri untuk barang ekspor mengalami penurunan. Namun, kinerja sektor industri pengolahan khususnya yang terkait dengan kebutuhan domestik diperkirakan masih tinggi. Dalam rangka mengantisipasi kenaikan permintaan menjelang puasa dan Lebaran, produksi sektor industri pengolahan cenderung meningkat untuk menambah stok. Secara tahunan, pertumbuhan nilai ekspor menunjukkan tren penurunan sehingga pada Mei 2012 sebesar 1,72% (yoy), sementara volume ekspor mencapai -5,7% (yoy). Namun secara kumulatif (Januari-Mei) nilai dan volume ekspor Jawa masih tumbuh masing-masing sebesar 1,8% (yoy) dan 4,3% (yoy). Berdasarkan hasil survei, perlambatan pada sektor ini antara lain terjadi pada industri Mebel dan Tekstil & Produk Tekstil (TPT) sejalan dengan menurunnya permintaan luar negeri. Lebih lanjut terkait dengan kinerja pada industri TPT, perlambatan yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh penurunan permintaan luar negeri tetapi juga dikarenakan harga minyak dunia yang berada pada level yang tinggi sehingga mempengaruhi harga bahan baku tekstil sintetis. Penurunan kinerja industri TPT tersebut tidak diimbangi oleh peningkatan penjualan domestik yang tercermin dari indeks penjualan pakaian di Jawa Barat yang mengalami penurunan sebesar -11,2% (yoy) pada bulan Mei Sektor PHR Kawasan Jawa pada triwulan ini diperkirakan tumbuh sebesar 10% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 11,1%(yoy). Perlambatan yang terjadi pada sektor ini sejalan dengan masyarakat yang cenderung menunda/mengurangi pengeluaran terkait dengan rencana kenaikan harga BBM. Kondisi tersebut juga diperkuat dengan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) di beberapa kota di kawasan Jawa yang menunjukkan adanya penurunan. Meskipun demikian, terdapat beberapa hal yang menjaga kinerja sektor PHR, antara lain masuknya musim liburan sekolah, banyaknya pembangunan tempat rekreasi baru dan penyelenggaraan kegiatan MICE dari sejumlah instansi dan korporat sebelum memasuki bulan puasa. 25

32 Masih adanya musim panen pada awal triwulan II 2012 menyebabkan sektor pertanian meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Sektor pertanian di Jawa diperkirakan tumbuh sebesar 2,7%(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2012 yang tercatat sebesar 1,6% (yoy). Pertumbuhan ini terutama didorong oleh pertumbuhan di wilayah Jawa Bagian Tengah yang diperkirakan mencapai 1,7% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar -1,3% (yoy). Demikian juga dengan kinerja sektor pertanian di Jawa Bagian Timur yang diperkirakan mengalami kenaikan. Peningkatan pertumbuhan diperkirakan disebabkan oleh pergeseran musim tanam sehingga menyebabkan masih terdapatnya panen pada triwulan II Sementara itu, wilayah Jawa Bagian Barat pertumbuhan yang melambat. Tabel IV.3 Pertumbuhan Ekonomi Secara Sektoral Kawasan Jawa Tw II 2012 Lapangan Usaha I II III IV I II p Pertanian 2.0% 2.8% -1.8% 2.6% 1.6% 2.7% Pertambangan & Penggalian 3.0% 1.2% 0.5% 0.4% 0.8% 1.8% Industri Pengolahan 7.1% 5.5% 6.1% 5.7% 5.1% 5.1% Listrik, Gas, dan Air Bersih 4.3% 3.3% 2.1% 4.9% 5.9% 5.8% Bangunan/Konstruksi 9.1% 10.7% 9.6% 9.6% 10.0% 8.3% PHR 7.5% 8.3% 9.3% 10.1% 11.1% 10.0% Pengangkutan dan Komunikasi 15.0% 13.1% 10.6% 9.1% 10.4% 9.8% Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 10.2% 9.7% 8.2% 8.7% 8.0% 7.5% Jasa-jasa 9.2% 6.4% 7.6% 3.6% 4.4% 5.3% Sumber: BPS, diolah PDRB 7.1% 6.6% 6.2% 6.7% 6.6% 6.5% B. INFLASI Secara umum, tekanan inflasi kawasan Jawa pada triwulan II 2012 mengalami kenaikan dari 3,6% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 4,3% (yoy). Naiknya laju inflasi pada triwulan ini terutama disebabkan oleh kenaikan inflasi pada kelompok Bahan Makanan, terutama pada komoditas non-beras. Seiring dengan berlalunya panen, harga komoditas bumbu-bumbuan pada triwulan ini juga kembali menunjukkan adanya kenaikan yang cukup tinggi. Selain itu, harga beras juga mengalami kenaikan sehingga memberikan sumbangan terhadap inflasi. Meskipun demikian, laju inflasi di Jawa tersebut masih lebih rendah dibandingkan laju inflasi nasional yang mencapai 4,5% (yoy). Berdasarkan disagregasi inflasi, kenaikan inflasi terutama terjadi pada inflasi Volatile food. Hal tersebut salah satunya dipengaruhi oleh kondisi pasokan bahan pangan, terutama beras seiring berlalunya masa panen. Selain itu, kenaikan harga bumbu-bumbuan yang kembali terjadi juga turut memicu kenaikan inflasi pada kelompok ini, seiring peningkatan permintaan masyarakat terkait dengan maraknya hajatan menjelang puasa. Selain padi dan bumbu, komoditas lain yang mengalami kenaikan harga pada triwulan ini adalah komoditas daging-dagingan, terutama telur ayam ras dan daging ayam ras. Kenaikan harga 26

33 Triwulan II 2012 komoditas tersebut juga dikarenakan kenaikan harga jagung dan bekatul sebagai pakan ternak ayam juga melonjak, selain kenaikan harga bibit ayam (day old chick/doc). Dengan kondisi tersebut, maka inflasi volatile food pada triwulan II 2012 mencapai 7,2% (yoy) naik dari triwulan I 2012 yang mencapai 5,8% (yoy). Grafik IV.3 Grafik Disagregasi Inflasi Jawa Grafik IV.4 Perkembangan Inflasi Jawa VF Core Adm I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Sementara itu, inflasi inti di Jawa pada triwulan laporan stabil dan berada pada level yang relatif rendah. Tercatat inflasi inti kawasan Jawa pada triwulan ini mencapai 3,8% (yoy). Salah satu faktor yang memicu inflasi pada kelompok ini adalah pelemahan nilai tukar Rupiah. Tercatat, nilai tukar Rupiah pada bulan ini secara rata-rata melemah 1,73% (mtm) menjadi Rp9.451/USD dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp9.290/USD. Sedangkan beberapa faktor positif yang menahan tekanan inflasi di kelompok ini antara lain: (i) ekspektasi inflasi yg membaik pasca penundaan kenaikan BBM, (ii) Permintaan yang masih dapat di respon sisi penawaran seperti masuknya musim giling gula dan (iii) tren penurunan harga komoditas internasional. Kondisi serupa juga terjadi pada inflasi administered prices yang pada triwulan II 2012 cenderung stabil. Tercatat inflasi administered prices di kawasan Jawa pada triwulan ini mencapai 3,1% (yoy) stabil dibanding triwulan I 2012 yang mencapai 3,1% (yoy). Penyesuaian tarif cukai rokok yang dilakukan secara bertahap hingga awal triwulan II 2012 menjadi salah satu penyumbang inflasi pada kelompok ini. C. ASESMEN PERBANKAN Pada triwulan II 2012 (posisi bulan Mei), perbankan wilayah Jawa tumbuh cukup baik dengan risiko kredit yang terjaga. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan beberapa indikator utama kinerja perbankan di Jawa seperti aset, penyaluran kredit, dan penghimpunan dana pihak ketiga. Performa kredit yang disalurkan yang ditunjukkan dengan rasio Non-Performing Loans (NPLs) di wilayah Jawa juga masih dapat dijaga pada level dibawah 5%. 27

34 Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami pertumbuhan yang cukup baik yaitu mencapai 19,7% (yoy). Demikian juga dengan penyaluran kredit perbankan di wilayah Jawa mencatatkan peningkatan pertumbuhan dan performa yang masih cukup baik mencapai 30,6% (yoy). Hal tersebut mendorong fungsi intermediasi perbankan di Jawa berjalan dengan baik yang tercermin dari tingkat Loans to Deposit Ratio (LDR) yang berada pada posisi yang tinggi mencapai 80,6%. Dilihat dari jenis penggunaan, kredit investasi tumbuh tinggi yang mendukung pertumbuhan investasi di Kawasan Jawa. Dengan pangsa sebesar 16%, kredit investasi masih tumbuh tinggi, yakni sebesar 43,8% lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 41,8% (yoy). Demikian juga dengan kredit modal kerja yang memiliki pangsa sebesar 49% yang mengalami pertumbuhan sebesar 30,3% (yoy) meningkat dari triwulan I 2012 yang mencapai 27,1% (yoy). Sementara itu dari sisi sektoral, kredit ke sektor pertanian mengalami peningkatan yang cukup tinggi menjadi 90,7% (yoy) dari 68,2% (yoy) pada triwulan sebelumnya walaupun pangsanya masih relatif kecil (2%). Berdasarkan skala usaha, terlihat peningkatan penyaluran kredit kepada pelaku usaha dengan skala besar mencapai 35,2% (yoy) dari 32,3% (yoy) pada triwulan I 2012, sedangkan penyaluran kredit kepada pelaku usaha UMKM mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, dari 19% (yoy) menjadi 18,5% (yoy) pada triwulan ini. Suku bunga kredit di Jawa terlihat terus mengalami penurunan seiring dengan tren penurunan BI rate. Perkembangan yang menggembirakan terlihat pada penurunan suku bunga perbankan, meski saat ini BI rate stabil. Penurunan tersebut diperkirakan terkait dengan penurunan BI rate yang telah dilakukan sebelumnya. Kecenderungan penurunan suku bunga kredit terutama terlihat pada kredit investasi dan konsumsi terus menunjukkan tren yang menurun. Sementara suku bunga kredit modal kerja cenderung kurang responsif terhadap penurunan BI rate yang salah satunya disebabkan bank menilai risiko kredit modal kerja masih cukup tinggi. Grafik IV.4 Grafik Perkembangan Suku Bunga 28

35 Triwulan II 2012 Tabel IV.4 Indikator Perbankan Jawa Sumber: BPS, diolah *posisi Mei 2012 D. PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi Jawa pada triwulan mendatang membaik dan dapat tumbuh tinggi yang diperkirakan mencapai 6,8%. Maraknya kegiatan musiman yang terjadi pada triwulan III 2012, seperti puasa, lebaran dan tahun ajaran baru, diperkirakan mendorong kegiatan ekonomi di Jawa, terutama konsumsi rumah tangga. Pergeseran negara tujuan ekspor diperkirakan juga akan berpengaruh positif terhadap kinerja ekspor ke depan. Kondisi tersebut berpotensi mendorong kinerja Sektor PHR dan industry pengolahan, seiring dengan optimisme permintaan ekspor maupun domestik. Sementara semakin meningkatnya realisasi berbagai proyek pemerintah dan swasta terutama yang terkait dengan MP3EI juga akan mendorong kinerja komponen. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa pada tahun 2012 diperkirakan sebesar 6,6% (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan tahun 2011 sebesar 6,6% (yoy). Tingginya pertumbuhan sektor PHR dan sektor industri pengolahan dibanding tahun sebelumnya diperkirakan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di tahun Sementara itu, dari sisi permintaan konsumsi rumah tangga masih akan menjadi pendorong utama pertumbuhan, selain investasi. 29

36 Laju inflasi Kawasan Jawa pada triwulan III 2012 diperkirakan berada pada kisaran 4,4%±1%, lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan II Tekanan inflasi diperkirakan berasal dari faktor musiman seperti puasa, lebaran dan tahun ajaran baru yang mendorong kenaikan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi menjadi lebih tinggi. Meskipun demikian potensi tekanan inflasi yang berasal dari bahan makanan pada triwulan III 2012 diperkirakan relatif kecil seiring terjadinya panen II dan masa giling tebu hingga Oktober. Namun demikian, salah satu hal yang perlu mendapat perhatian lebih adalah komoditas bumbu khususnya cabai dan bawang mengingat selain permintaan yang berpotensi naik, kebijakan pengaturan impor hortikultura diperkirakan akan berpengaruh terhadap pasokan. Sementara itu, kondisi perekonomian global yang penuh dinamika membuat potensi tekanan imported inflation menjadi cukup besar. Hingga akhir 2012, beberapa faktor risiko masih membayangi stabilitas perekonomian regional. Perkembangan harga minyak dunia di pasar internasional dapat mendorong kenaikan harga BBM pada paruh akhir tahun. Selain itu, realisasi kebijakan yang sempat tertunda seperti kenaikan harga BBM subsidi, penyesuaian TDL dan pengaturan impor hortikultura diperkirakan berpotensi menjadi faktor pemicu inflasi. Dengan pertimbangan tersebut, maka inflasi diperkirakan dapat menjadi sebesar 4,4%±1%. 30

37 Triwulan II 2012 BOKS II Survei Potensi Dampak Penerapan Kebijakan Pengendalian Impor Hortikultura Pada pertengahan Juni 2012, Pemerintah telah secara efektif memberlakukan pintu masuk impor komoditas hortikultura. Pintu masuk tersebut adalah Bandar Udara Cengkareng, Tanjung Perak Surabaya, Makassar, dan Belawan Medan. Pemberlakuan kebijakan tersebut diikuti adanya beberapa penyesuaian antara lain adanya pengecualian khusus untuk impor hortikultura dari negara-negara tertentu dalam kerangka Country Recogniziton Agreement (CRA). Selain itu, Pemerintah menunda pemberlakuan penerapan kebijakan tata niaga impor hortikultura hingga September Pemberlakuan kebijakan ini diperkirakan berpotensi adanya penyesuaian harga komoditas hortikultura di tingkat konsumen, terutama di daerah yang memiliki tingkat penyerapan cukup besar terhadap produk hortikultura impor. Di samping itu, adanya ketergantungan yang tinggi terhadap komoditas hortikultura impor mengingat belum memadainya produksi lokal seperti kasus bawang putih. Untuk mengetahui dampak penerapan kebijakan pengaturan impor hortikultura tersebut, dilakukan survei kepada pelaku usaha hortikultura (importir, distributor, dan pedagang besar) di kawasan Jawa terutama di Provinsi Jawa Tengah & DIY, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Dari hasil survei, mayoritas responden di Jawa Tengah dan DIY (60,87%) sudah mengetahui kebijakan pemerintah tentang pengendalian pintu masuk hortikultura impor, sementara di Jawa Barat dan Jawa Timur seluruh responden (100%) sudah mengetahui kebijakan dimaksud. Adapun orientasi pemasaran para importir/pedagang besar di Kawasan Jawa masih didominasi di wilayah ibukota provinsi dan kota-kota besar di masing-masing provinsi. Secara terpisah, orientasi pemasaran para importir/pedagang besar di wilayah Jawa Tengah dan DIY meliputi Semarang dengan pangsa sebesar 58,10%; diikuti Yogyakarta (13,23%), Solo dan sekitarnya (8,34%), Wilayah Purwokerto, Kabupaten Banyumas dan Cilacap (6,33%), Jabodetabek (5,10%), dan Luar Jawa diantaranya Kalimantan dan Sumbawa (4,71%). Sedangkan orientasi pemasaran para importir/pedagang besar di Provinsi Jawa Barat meliputi Bandung dan sekitarnya (57%), Jabodetabek (15%), Luar Jawa (8,50%), dan Surabaya (5,43%). Adapun orientasi pemasaran para importir/pedagang besar di Provinsi Jawa Timur meliputi Surabaya dan sekitarnya (68,18%), Jabodetabek (18,18%), dan Luar Jawa (14,77%), dan Bandung (4,55%). 31

38 Grafik IV.5 Nilai Impor Hortikultura Jawa (USD Juta) Tabel IV.5 Orientasi Pemasaran Importir/Distributor/Pedagang Besar Hortikultura Impor (% responden) Diberlakukannya kebijakan pengendalian impor hortikultura, pintu masuk komoditas hortikultura impor di Kawasan Jawa sebagian besar melalui pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya, dengan komposisi yang relatif seimbang. Secara terpisah, pelabuhan yang digunakan oleh responden di Jawa Tengah dan DIY sebagai pintu masuk impor komoditas hortikultura terutama melalui pelabuhan Tanjung Priok, disampaikan oleh 30,61% responden, diikuti Pelabuhan Tanjung Perak (28,57%). Sementara sebanyak 20,41% responden menggunakan kedua pelabuhan yaitu Tanjung Priok dan Tanjung Perak sebagai pintu masuk utama, dan terdapat 2,04% responden yang menggunakan tiga pelabuhan yaitu Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Belawan sebagai pintu masuk utama. Namun demikian terdapat sebanyak 18,37% responden yang tidak mengisi pelabuhan bongkar, dikarenakan responden merupakan pedagang besar (bukan distributor) hortikultura impor. Sementara di Provinsi Jawa Barat, mayoritas responden (90%) menyampaikan bahwa pintu masuk utama impor komoditas hortikultura melalui pelabuhan Tanjung Priok, dan 10% sisanya melalui Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Belawan. Sedangkan di Provinsi Jawa Timur, pintu masuk utama komoditas hortikultura impor melalui Tanjung Perak, disampaikan oleh 60% responden dan Tanjung Priok oleh 20% responden. Tabel IV.6 Pintu Masuk Utama Hortikultura Impor di Kawasan Jawa (% responden) 32

39 Triwulan II 2012 Dengan diterapkannya kebijakan pintu masuk impor hortikultura sebagian besar responden memilih mengalihkan pintu masuk produk hortikultura impor melalui Pelabuhan Tanjung Perak. Beberapa responden masih memilih menggunakan Bandara Soekarno Hatta sebagai pintu masuk hortikultura impor (untuk komoditas tertentu), dan sebagian kecil memilih Pelabuhan Medan sebagai pintu masuk produk hortikultura impor (untuk memenuhi pasar Sumatera). Tabel IV.7 Pengalihan Pintu Masuk Hortikultura Impor di Kawasan Jawa Terkait dengan dampak terhadap harga, mayoritas responden memperkirakan harga produk hortikultura hingga akhir 2012 akan mengalami kenaikan, baik di Jawa Tengah dan DIY (disampaikan oleh 83,67% responden), Jawa Barat (90% responden), dan Jawa Timur (100% responden). Faktor yang menjadi pendorong diantaranya adalah kesulitan responden memperoleh produk sementara permintaan relatif stabil, faktor musiman/panen asal buah impor sehingga membuat pasokan impor berkurang, kenaikan biaya-biaya (antara lain biaya pembelian dari distributor/produsen, biaya impor di pelabuhan, barang rusak, dan biaya pergudangan), meningkatnya ekspektasi inflasi. Kenaikan biaya tertinggi terutama pada biaya transportasi. Di Provinsi Jawa Tengah dan DIY, Jawa Barat, maupun Jawa Timur kenaikan biaya transportasi (darat) masing-masing disampaikan oleh 42,68% responden; 69,23% responden; dan 37,50% responden. Khusus di Jawa Tengah dan DIY, sebanyak 23,81% responden memperkirakan akan terjadi peningkatan biaya Tenaga Kerja. Sementara biaya penumpukan, biaya pengapalan (Ocean Freight Cost); dan biaya lain-lain (meliputi biaya pajak, biaya administrasi, dan biaya penyusutan) juga diperkirakan akan mengalami peningkatan. Tabel IV.8 Ekspektasi Kenaikan Harga (% responden) Ekspektasi peningkatan biaya-biaya tesebut akan direspon oleh mayoritas responden (70,61%) dengan menaikkan harga jual, dengan prosentase kenaikan bervariasi, rata-rata berada pada kisaran 10-30%. Secara keseluruhan, dengan bobot inflasi dari komoditas hortikultura yang diatur impornya yang sekitar 3 persen, maka dampak kenaikan harga produk hortikultura terhadap inflasi Kawasan Jawa diperkirakan sekitar 0,2-0,3%. 33

40 Sebanyak 29,39% responden belum memutuskan kapan dan seberapa besar kenaikan harga jual, menyesuaikan kondisi barang dan harga dari importir/produsen. Hal ini akan berdampak terhadap tekanan harga yang memicu inflasi di kelompok bahan makanan. Dengan ekspektasi kenaikan biaya yang diikuti dengan ekspektasi peningkatan harga jual, mayoritas responden (60%) memperkirakan margin usaha masih relatif stabil. Sementara sebanyak 40% responden memperkirakan margin usaha akan mengalami penurunan, dengan rata-rata penurunan margin sebesar 19,5%. Para importir, distributor, dan pedagang besar menyampaikan bahwa kondisi pasokan buah impor sudah mulai turun, bahkan sebagian komoditi sudah mengalami kenaikan harga jual sebesar 30%. Untuk produk buah, permintaan pedagang ritel terhadap buah impor sangat dipengaruhi oleh ketersediaan atau stock buah lokal di pasaran, dengan demikian buah impor bukan merupakan substitusi melainkan sebagai komplementer dengan jenis dan variasi yang berbeda dengan buah lokal. Pada saat buah lokal mengalami panen, para pedagang sudah merasa tercukupi dengan supply buah lokal sehingga permintaan buah impor menurun. Selain itu, secara umum, harga buah lokal cenderung lebih mahal daripada buah impor. Kondisi tersebut mengakibatkan buah lokal kehilangan daya saing dibandingkan dengan buah impor, dan semakin mengurangi minat petani untuk menanam buah lokal. Untuk produk sayur, pasokan sayur di Jawa Tengah dan DIY saat ini 100% berasal dari panen lokal. Berdasarkan liaison, tidak adanya produk sayuran impor di pasar Jawa Tengah dan DIY karena pasokan panen lokal yang dianggap masih mencukupi kebutuhan sayur di Provinsi Jawa Tengah dan DIY. Namun khusus untuk wortel dan kentang, selama tahun 2012 memang pernah masuk produk impor dari China yang terjadi pada sekitar awal tahun, dimana kondisi pada saat itu produk lokal wortel dan kentang tidak ada di pasaran. Sementara untuk produk bumbu, khususnya bawang merah dan jahe, saat ini permintaan terhadap produk lokal semakin meningkat sehingga mendorong peningkatan harga produk lokal. Pertimbangan konsumen tidak hanya faktor harga, karena walaupun terdapat produk impor yang lebih murah, konsumen tetap memilih produk lokal karena kualitas rasa yang lebih baik. 34

41 Bab V Perekonomian Kawasan Timur Indonesia Triwulan II 2012 A. PERTUMBUHAN EKONOMI Perekonomian Kawasan Timur Indonesia (KTI) pada triwulan II 2012 diperkirakan tumbuh 6,9% (yoy), meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 6,5% (yoy). Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh meningkatnya konsumsi dan investasi. Sedangkan dari sisi penawaran, faktor pendorong pertumbuhan terutama didukung oleh membaiknya kinerja sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Tabel V.1. Pertumbuhan Ekonomi KTI Wilayah I II III IV I II III IV I II P KTI 6,4 5,9 6,2 6,0 6,1 5,7 5,8 5,6 4,7 5,4 6,5 6,9 Kalimantan 6,3 6,2 4,7 4,2 5,3 4,2 4,4 5,1 5,8 4,9 6,3 6,2 Sulampua 5,1 5,2 8,2 10,5 7,3 8,8 8,8 7,2 4,2 7,1 8,2 8,8 Balnustra 10,0 6,9 6,0 1,3 5,9 3,2 2,9 3,6 2,9 3,2 3,2 4,4 Sumber : BPS, diolah P: angka perkiraan Bank Indonesia Sektor pertanian diperkirakan tumbuh sebesar 4,1% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 1,9% (yoy). Peningkatan kinerja sektor pertanian erat kaitannya dengan musim panen raya padi pada triwulan laporan. Di Kalimantan, kinerja produksi bahan pangan terutama ditopang Provinsi Kalimantan Tengah yang mengalami puncak panen padi selama triwulan laporan, meskipun potensi peningkatan panen di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat sedikit terhambat akibat gelombang pasang yang merendam lahan sawah di daerah pesisir pada awal triwulan. Di wilayah Sulawesi-Maluku- Papua (Sulampua), panen raya juga terjadi di daerah-daerah sentra produksi seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Papua. Khusus di wilayah Sulawesi Tengah, produksi padi tidak sebesar tahun sebelumnya akibat adanya serangan hama padi di Kabupaten Parigi Moutong. Sementara subsektor perkebunan KTI pada triwulan laporan cenderung mengalami perlambatan, antara lain disebabkan oleh belum membaiknya kinerja kakao di Sulampua. Namun demikian, curah hujan yang kondusif mendorong perbaikan produksi kelapa sawit di Kalimantan. Di sisi lain, subsektor perikanan pada triwulan laporan juga diperkirakan meningkat seiring dengan membaiknya pasokan akibat cuaca yang kondusif terutama di perairan Maluku dan Papua. 35

42 Grafik V.1 Perkembangan Produksi Ikan Tangkap di Wilayah Sulampua Grafik V.2 Perkembangan Produksi Kelapa Sawit di Wilayah Kalimantan Ribu Ton Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan Sektor pertambangan diperkirakan melanjutkan tren positif dengan tingkat pertumbuhan sebesar 7,9% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 5,3% (yoy). Membaiknya kinerja pertambangan Sulampua tidak terlepas dari tren peningkatan output produksi tembaga dan emas PT. Freeport Indonesia. Kondusifnya keamanan dan membaiknya kegiatan operasional PT. Freeport Indonesia paska penutupan sementara pada 22 Februari hingga 5 Maret 2012 yang lalu, berpengaruh besar pada peningkatan kinerja perusahaan. Di sisi lain, walaupun sedikit melambat, kinerja tambang Kalimantan masih tumbuh tinggi pada level 8,9% (yoy). Perlambatan ini disebabkan oleh penurunan produksi batu bara akibat masih berlimpahnya pasokan batu bara dunia. Grafik V.3 Perkembangan Produksi Tembaga dan Emas PT. Freeport Indonesia Grafik V.4 Perkembangan Produksi Produksi Batubara PT. Adaro %,yoy 300% 250% 200% 150% 100% 50% 0% -50% Produksi Konsentrat Tembaga (Juta Pounds) Konsentrat Emas (Ribu Ons) Growth Produksi Tembaga-sb.kanan 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II* -100% Growth Produksi Emas-sb kanan Sumber : PT. Freeport Sektor Industri Pengolahan pada triwulan laporan diperkirakan tumbuh sebesar 4,5% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya 5,8% (yoy). Perlambatan ini utamanya didorong oleh menurunnya tingkat pertumbuhan industri pengolahan Sulampua dari 30,3% pada triwulan I 2012 menjadi 16,9% pada triwulan II 2012, yang antara lain disebabkan oleh menurunnya produksi industri pengolahan gas. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh sebesar 8,9% (yoy) atau sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 8,8% (yoy). Peningkatan kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran di KTI erat kaitannya dengan berlangsungnya panen raya tabama di berbagai daerah yang memicu terjadinya peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat, sehingga berdampak pada tingginya konsumsi dan transaksi perdagangan. Di sisi lain, frekuensi penyelenggaraan aktivitas MICE (meeting, incentives, conference, and 36

43 Triwulan II 2012 exhibition) yang mengalami peningkatan turut mendorong peningkatan pertumbuhan di sektor ini. Jumlah kunjungan wisatawan, khususnya wisatawan domestik, juga mengalami peningkatan seiring dengan masuknya hari libur nasional dan keagamaan pada triwulan laporan. Grafik V.5 Perkembangan Bongkar Muat di KTI Grafik V.6 Perkembangan Wisatawan Mancanegara 2,000 60% Ribu Ton %,yoy 1,600 40% 1,200 20% 0% % % 0-60% I II III IV I II III IV I II III IV I II* Sumber : PELINDO Vol. Bongkar Muat Growth - skala kanan ribu orang Jumlah Wisman Growth - skala kanan %, yoy Sumber : BPS 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% Dari sisi penggunaan, konsumsi mencatat pertumbuhan yang cenderung meningkat, dari 6,0% (yoy) di triwulan I 2012 menjadi 6,9% (yoy) pada triwulan II Pertumbuhan konsumsi terutama didorong oleh meningkatnya daya beli dan optimisme masyakat akan kondisi perekonomian, sebagaimana tercermin pada peningkatan indeks tendensi dan indeks keyakinan konsumen. Selain itu, kredit konsumsi juga berada pada level yang tinggi, yaitu tercatat menunjukkan penyaluran sebesar Rp139,7 triliun atau sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar Rp137,1 triliun, dengan kecenderungan tumbuh meningkat. Grafik V.7 Indeks Tendensi Konsumen KTI Grafik V.8 Indeks Keyakinan Konsumen I II III IV I II* Index IKK Growth - skala kanan %, yoy % 15% 10% 5% 0% -5% -10% Sumber : BPS, diolah Sumber : Survei Konsumen, BI Investasi tumbuh meningkat sebesar 14,5% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 11,82% (yoy). Pertumbuhan investasi yang tinggi tersebut tercermin pada tingginya kredit investasi (berdasarkan lokasi proyek), yang tercatat sebesar Rp89,3 triliun dibandingkan triwulan sebelumnya Rp88,4 triliun. Meskipun pergerakan pertumbuhannya relatif stabil, yaitu dari 37,9% (yoy) menjadi 37,0% (yoy) namun secara nominal penyaluran kredit investasi tersebut masih berada pada level yang tinggi. Tingginya pertumbuhan investasi juga didorong dengan maraknya berbagai proyek pembangunan infrastruktur untuk mendukung konektivitas antar wilayah KTI, seperti jalan raya dan jembatan, bandara dan pelabuhan, pembangkit listrik, serta pembangunan properti baik oleh pemerintah maupun pihak swasta. Beberapa proyek berskala besar (mega proyek) yang berjalan pada 37

44 triwulan II 2012 merupakan kelanjutan proyek-proyek pemerintah maupun swasta pada periode sebelumnya. Proyek-proyek tersebut antara lain di wilayah Kalimantan terdapat pengembangan pembangunan bandara Samarinda Baru, mega proyek jalan tol menghubungkan Kota Samarinda dan Kota Balikpapan yang mencapai Rp6,2 triliun dan Trans Kalimantan Economic Zone yang mencapai Rp10 triliun. Kemudian di wilayah Sulampua yaitu pelebaran poros Maros-Pare-pare, dan 12 ruang jalan di Sulawesi Selatan dan pembangunan PLTA Karama di Sulawesi Barat yang diperkirakan mencapai Rp12 triliun. Selain itu, di wilayah Bali-Nusa Tenggara) Balnustra proyek pengembangan bandara/terminal internasional Ngurah Rai yang diperkirakan Rp2,7 triliun, pembangunan Jalan Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa yang menghabiskan anggaran sekitar Rp2,5 triliun. Impor tumbuh lebih tinggi dibandingkan ekspor, sehingga perekonomian KTI pada triwulan laporan mengalami net impor. Ekspor tercatat mengalami pertumbuhan 6,1% (yoy), sementara impor tumbuh jauh lebih tinggi yaitu mencapai 9,5% (yoy). Peningkatan impor terutama lebih banyak digerakan oleh aktivitas perdagangan antara pulau. Hal ini tercermin pada volume bongkar barang yang cenderung lebih tinggi dari pada volume muat di beberapa pelabuhan utama di KTI. Hingga bulan April 2012, tercatat nilai ekspor luar negeri KTI sebesar 38,65 juta ton dengan nilai USD 3,0 miliar, mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 3,9% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dengan volume sebesar USD 3,1 miliar. Ekspor di KTI didominasi oleh komoditas pertambangan, dengan tiga produk ekspor utama yaitu batubara (Kalimantan), biji tembaga (Papua), dan biji nikel (Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara dan Sulawesi Tengah). Berdasarkan hasil liaison diperoleh informasi bahwa produksi batu-bara pada perusahaan tambang utama di Kalimantan selama triwulan II 2012 tercatat tumbuh sebesar 2,7% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,4% (yoy). Hambatan yang dialami selama triwulan laporan berupa pasokan batu bara dunia yang masih relatif berlimpah seiring pasokan batu bara dari US dan Rusia di pasar Asia. Meski demikian, pertumbuhan komoditas tambang tembaga PT. Freeport Indonesia dan biji nikel PT. Antam pada akhir triwulan laporan diperkirakan meningkat, sehingga akan berdampak positif terhadap kinerja ekspor. Selain itu ekspor Crude Coconut Oil (CCO) Sulawesi Utara juga mengalami peningkatan, dimana sepanjang periode Januari- Juni 2012 nilai ekspor CCO mencapai Rp2 triliun, dan pada bulan Juni saja volume ekspor CCO sebesar ton dengan nilai USD 6,4 juta. Sementara itu, volume impor luar negeri Wilayah Sulampua pada periode Januari-April 2012 tercatat sebesar 458,4 juta ton dengan nilai USD 706,8 juta, mengalami peningkatan nilai ekspor 78,9% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Beberapa komoditas yang mengalami peningkatan pertumbuhan impor cukup besar dan juga mendominasi impor pada triwulan laporan adalah barang-barang mesin untuk kegiatan konstruksi dan barang-barang manufaktur, yang memiliki share cukup besar pada total impor KTI, masing-masing adalah 68% dan 17%. Pertumbuhan impor yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor selama triwulan laporan menyebabkan terjadinya kondisi net impor di wilayah KTI. Meskipun demikian, mengingat barang impor tersebut lebih 38

45 Triwulan II 2012 didominasi oleh barang modal yang bersifat produktif, maka diperkirakan hal tersebut nantinya justru akan memberikan dampak positif berupa multiplier effect pada perekonomian KTI di masa mendatang. Ribu Ton 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 Grafik V.9 Perkembangan Volume Ekspor KTI Volume Ekspor g volume ekspor - (RHS) Sumber: Bank Indonesia %, yoy Ribu Ton 1,200 1, Grafik V.10 Perkembangan Volume Impor KTI Nilai Impor KTI g nilai impor - (RHS) Sumber : Bank Indonesia %,yoy B. INFLASI Laju inflasi KTI pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 5,0% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,9% (yoy). Secara umum, meningkatnya tekanan inflasi terutama diakibatkan oleh peningkatan inflasi volatile food, yakni dari 1,4% (yoy) pada triwulan I 2012 menjadi sebesar 4,6% pada triwulan II Peningkatan inflasi volatile food terutama didorong oleh kenaikan harga beras yang disinyalir akibat adanya ekspektasi pedagang akan kenaikan permintaan menjelang bulan puasa. Sementara itu, beberapa komoditas aneka bumbu, seperti bawang merah, bawang putih, dan cabe merah, mencatat kenaikan harga. Berkurangnya pasokan bawang merah dan cabe merah, sejalan dengan belum masuknya masa panen (Juli-September 2012), menyebabkan terjadinya peningkatan harga bawang merah dan cabe merah di KTI pada awal triwulan laporan. Inflasi inti mengalami penurunan, yakni sebesar 6,1% (yoy), namun masih menjadi penyumbang utama inflasi pada triwulan laporan. Menurunnya tekanan inflasi inti dipengaruhi oleh menurunnya harga emas di pasar internasional yang diikuti oleh harga emas di pasar lokal. Tekanan inflasi inti pada triwulan laporan bersumber dari meningkatnya permintaan masyarakat sebagai dampak dari libur nasional, pembayaran rapel kenaikan gaji PNS di bulan April 2012, serta penyelenggaraan beberapa even besar (antara lain Pemilukada di beberapa daerah di Sulampua, MTQ Nasional XXIV di Maluku, Jambore Nasional, dan Festival Danau Sentani di Papua). Selain itu, komoditas semen dan gula pasir juga mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi. Produksi semen KTI saat ini diperkirakan belum mampu memenuhi kebutuhan semen yang meningkat seiring dengan maraknya pembangunan properti dan infrastruktur di KTI. Pemenuhan kebutuhan semen diperkirakan baru akan dapat tercapai pada triwulan IV 2012, yaitu ketika Pabrik Semen Tonasa V (Sulawesi Selatan) mulai beroperasi. Sementara itu, berkurangnya pasokan gula rafinasi karena pemotongan kuota impor raw sugar serta minimnya pasokan gula dari Pulau Jawa dan Lampung mendorong terjadinya peningkatan harga gula pasir. 39

46 Inflasi administered price melambat, meskipun pada level yang cukup tinggi, yaitu dari 5,3% (yoy) menjadi 4,7% (yoy). Perlambatan inflasi administered price disebabkan oleh implementasi kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM non subsidi (Pertamax dan Pertamax Plus) seiring dengan turunnya harga minyak internasional. Tekanan inflasi administered price pada triwulan laporan terutama bersumber dari bahan bakar rumah tangga (minyak tanah dan LPG) dan harga tiket pesawat. Program konversi minyak tanah ke LPG yang belum tuntas di beberapa provinsi telah membawa masalah tersendiri mengingat pasokan minyak tanah bersubsidi sudah berkurang secara signifikan sehingga harganya melambung tinggi. Di sisi lain, pasokan LPG belum dapat mengakomodasi peningkatan kebutuhan pasca konversi seperti yang terjadi di Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi utara. Di Kalimantan Selatan, program konversi baru dilakukan di beberapa kabupaten sehingga rawan terjadi penjualan minyak tanah bersubsidi dengan harga lebih tinggi. Di Nusa Tenggara Barat, pasokan minyak tanah bersubsidi telah dikurangi dan dihentikan pada 1 Juni 2012 sementara penyaluran tabung gas LPG 3 kg baru dapat memenuhi 70% dari kebutuhan masayarakat provinsi tersebut (5) yoy (%) Grafik V.11 Disagregasi Inflasi KTI 6.86 Inflasi Tw II-2012 KTI Administered Core Volatile % 4.7% 6.1% 4.6% I II III IV I II III IV I II Sumber : BPS, diolah Grafik V.12 Perkembangan Inflasi KTI (yoy) yoy, % Trw I-2012 Trw II Nasional KTI Kalimantan Sulampua Balnustra Sumber : BPS, diolah C. ASESMEN PERBANKAN Kinerja perbankan di KTI menunjukkan perkembangan yang positif. Indikator Aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), Penyaluran Kredit dan Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami pertumbuhan yang meningkat disertai dengan kualitas kredit yang masih terjaga di level yang rendah. Aktifitas penyaluran kredit oleh perbankan di wilayah KTI tumbuh meningkat dari 29,2% menjadi 29,9%, ditopang oleh kredit modal kerja yang tumbuh meningkat dari 30,1% menjadi 32,3%. Adapun kredit investasi dan kredit konsumsi, meski mengalami sedikit perlambatan namun masih tumbuh di level cukup tinggi mencapai masing-masing 37,0% dan 23,8%. Kondisi tersebut seiring dengan pertumbuhan outstanding kredit di sektor perdagangan, hotel, dan restoran, pertambangan, industri pengolahan dan konstruksi yang mengalami peningkatan cukup tinggi. Sementara itu, penyaluran kredit produktif untuk UMKM di KTI tumbuh sebesar 24,2% lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercacat 25,2%, bersumber dari perlambatan kredit pada skala mikro terutama di Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran dan pertanian. Hal ini tercermin pula pada outstanding 40

47 Triwulan II 2012 KUR yang juga melambat dari 98,1% menjadi 47,1%. Pembiayaan untuk perbankan syariah tumbuh 41,9% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 40,7% (yoy). Walaupun tumbuh di level yang cukup tinggi, pangsa pembiayaan syariah di KTI terhadap pembiayaan syariah nasional masih sebesar 15,0%. Di sisi lain, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) cenderung meningkat pertumbuhannya dari 26,3% menjadi 30,0%, didorong oleh peningkatan pada jenis rekening tabungan dan deposito. Tabungan tumbuh 25,0% lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 23,1%. Demikian pula deposito tumbuh meningkat dari 25,7% menjadi 29,2%. Sementara simpanan giro mengalami perlambatan meski berada pada level pertumbuhan yang cukup tinggi yakni dari 33,1% menjadi 32,5%. Dengan perkembangan tersebut, LDR (lokasi proyek) di KTI menjadi sebesar 101,8%, meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat 101,4% dan melebihi LDR nasional yang hanya menyentuh level 80,7%. LDR tertinggi berada di provinsi Gorontalo yang mencapai 199,7% dan LDR terendah berada di Papua sebesar 48,2%. Sementara itu, jika dibandingkan dengan LDR berdasarkan lokasi bank yang sebesar 79,5%, menunjukkan bahwa selain memanfaatkan dana lokal, wilayah KTI juga mampu menarik dana dari kantor pusat bank yang berada di luar wilayah KTI untuk pembiayaan kebutuhan aktifitas perekonomian di wilayah KTI. Tabel V.2 Perkembangan Perbankan KTI Sumber: LBU Bank Umum, Bank Indonesia (data hingga April 2012) % % Dari sisi kualitas kredit yang disalurkan, rasio kredit bermasalah di KTI masih tetap terjaga rendah sebesar 2,0%, sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya yang berada di level 1,9%, namun masih berada di bawah rasio NPL nasional yang sebesar 2,3%. NPL perbankan di KTI terutama bersumber pada NPL kredit investasi khususnya untuk sektor konstruksi dan sektor industri pengolahan yang memiliki NPL masing-masing sebesar 6,3% dan 3,5%. Kinerja efesiensi operasional bank di KTI yang tercermin pada Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 65,9%, sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat 65,9% dan lebih tinggi dibandingkan BOPO perbankan nasional yang berada di level 79,8%. Seiring dengan 41

48 peningkatan rasio BOPO disertai resiko kredit (NPL) yang juga sedikit meningkat, mendorong perbankan di KTI mengkonversi kenaikan tersebut dengan peningkatan Net Interest Margin (NIM) dari 8,5% menjadi 8,7% guna menutupi peningkatan biaya operasional dan sekaligus mempertahankan margin keuntungan. Rasio BOPO tertinggi bersumber dari kelompok Bank Asing dan Campuran mencapai 82,7%, diikuti kelompok Bank Pemerintah Daerah sebesar 76,2% dan kelompok Bank Swasta Nasional sebesar 65,1%, sedangkan rasio BOPO pada kelompok Bank Persero tercatat cukup efesien di level 58,6%. Meski demikian, kelompok Bank Persero mengambil interest margin cukup tinggi dengan NIM yang mencapai 8,8%, diikuti kelompok Bank Swasta Nasional sebesar 9,9%, Bank Pemerintah Daerah sebesar 6,3% dan Bank Asing & Campuran sebesar 5,2%. D. PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan Ekonomi KTI pada triwulan III 2012 diperkirakan meningkat dari triwulan II 2012, yaitu mencapai kisaran 6,3% ± 1% (yoy). Dari sisi penawaran, kinerja Sektor Industri Pengolahan (tepung terigu, semen dan LNG) diperkirakan meningkat sehubungan dengan tingginya permintaan pada triwulan III Selain itu, sektor perdagangan, hotel, dan restoran juga diperkirakan menjadi sektor yang menopang pertumbuhan pada triwulan mendatang sejalan dengan semakin tingginya frekuensi kegiatan MICE di KTI, khususnya wilayah Sulampua dan Balnustra. Selain itu, pengaruh eskalasi kinerja seasonal dari tahun ke tahun pada saat bulan Ramadhan dan perayaan Idul Fitri juga meningkat pada triwulan dimaksud. Sementara dari sisi permintaan, konsumsi dan kinerja net ekspor KTI diperkirakan semakin meningkat, sejalan dengan meningkatkan permintaan akan barang dan jasa dari rumah tangga. Selain itu, konsumsi pemerintah juga diperkirakan meningkat searah dengan realisasi pengeluaran pemerintah yang cenderung diakselerasi pada triwulan III Kemudian, kinerja ekspor cukup baik terutama untuk nikel, tembaga dan LNG dan aktivitas impor diperkirakan cenderung melemah sejalan pelemahan nilai tukar Rupiah. Tabel V.3 Perkembangan dan Prospek Pertumbuhan KTI Wilayah I II III IV I II III IV I II P III P KTI 6,4 5,9 6,2 6,0 6,1 5,7 5,8 5,6 4,7 5,4 6,5 6,9 5,3-7,3 Kalimantan 6,3 6,2 4,7 4,2 5,3 4,2 4,4 5,1 5,8 4,9 6,3 6,2 2,9-4,9 Sulampua 5,1 5,2 8,2 10,5 7,3 8,8 8,8 7,2 4,2 7,1 8,2 8,8 9,1-11,1 Balnustra 10,0 6,9 6,0 1,3 5,9 3,2 2,9 3,6 2,9 3,2 3,2 4,4 3,7-5,7 Sumber : BPS, diolah P: angka perkiraan Bank Indonesia Laju inflasi KTI pada triwulan III 2012 diperkirakan meningkat, yaitu pada kisaran 5,4% ± 1% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi diperkirakan terutama bersumber dari inflasi inti dan inflasi volatile food. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan inflasi inti yaitu: 42

49 Triwulan II 2012 a. Harga gula diperkirakan melanjutkan tren peningkatannya, seiring dengan menurunnya produksi gula rafinasi karena pengurangan kuota impor raw sugar. Selain itu, kenaikan permintaan saat bulan puasa dan hari raya Idul Fitri diperkirakan akan berpengaruh terhadap kenaikan harga gula lebih tinggi lagi pada triwulan III b. Peningkatan ekspektasi konsumen akibat permasalahan harga dan pasokan BBM bersubsidi dan perayaan hari besar keagamaan. Kuota BBM bersubsidi diperkirakan hanya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat hingga November 2012, sehingga mempengaruhi ekspektasi masyarakat akan harga. c. Periode peak season kunjungan wisatawan pada Juli s.d. Agustus yang merupakan musim liburan sekolah sekaligus juga libur dalam rangka perayaan hari raya Idul Fitri. Diperkirakan kunjungan wisatawan ke berbagai daerah wisata akan meningkat sehingga meningkatkan permintaan. Sementara itu, beberapa faktor yang dapat meningkatkan inflasi volatile food, yaitu : a. Kenaikan permintaan bahan makanan saat bulan Ramadhan dan perayaan Idul Fitri. b. Potensi gangguan distribusi barang yang disebabkan oleh kelangkaan BBM di berbagai daerah. Inflasi administered price diperkirakan meningkat karena kenaikan biaya transportasi, didorong oleh arus mudik dan arus balik, serta adanya penjualan BBM bersubsidi yang meningkatkan harga BBM di tingkat eceran. Tabel V.4 Perkembangan dan Prospek Inflasi KTI WILAYAH KTI Kalimantan Sulampua Balnustra I II III IV I II III IV I II III P 4,3 5,8 7,5 7,6 7,1 6,9 5,3 4,2 4,9 5,0 4,4-6,4 5,4 6,2 7,7 8,1 7,7 7,5 6,3 5,3 5,9 5,6 4,7-6,7 3,3 4,8 6,9 6,4 6,2 6,4 4,4 2,9 3,6 4,1 3,6-5,6 4,6 7,2 8,2 9,0 8,0 6,7 5,2 4,8 5,7 5,8 5,5-7,5 Sumber : BPS, diolah P: angka perkiraan Bank Indonesia 43

50 BOKS III Pemetaan Produksi Kakao dan Tantangan Dalam Peningkatan Produktivitas di Sulawesi Peta Produksi Tanaman Kakao Luas Lahan Data Direktorat Jendral Perkebunan Departemen Pertanian Republik Indonesia tahun 2012 menunjukkan bahwa luas lahan produksi kakao Indonesia tercatat sebesar Ha dengan sebaran mayoritas di wilayah Sulampua Ha (65,3%). Sebagian besar luas lahan produksi kakao di Sulampua berada di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat dengan share terhadap keseluruhan wilayah Sulampua sebesar 88,0% dan porsi terhadap nasional yang mencapai 58,4% pada tahun Grafik V.13 Luas Lahan Kakao Sulampua Tahun 2011 (Ha) 17,465 22,993 36,737 32, ,429 15,842 12, ,490 Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara 256, ,845 Papua Maluku Sulawesi Utara Irian Jaya Barat Gorontalo Sumber: Ditjen Perkebunan Hasil liaison dengan Dinas Perkebunan menunjukkan bahwa luas area tanam yang didekomposisi berdasarkan Tanaman Menghasilkan (TM), Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan TT/TR (Tanaman Tua/Tanaman Rusak) menunjukkan kondisi yang meningkat pada tahun 2011 dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh implementasi program Gernas Kakao (Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional) berupa kegiatan peremajaan (replanting) bagi tanaman tua atau tanaman rusak yang sudah tidak produktif lagi (TT/TR), rehabilitasi bagi tanaman yang terserang hama/penyakit dan kurang berproduksi serta intensifikasi bagi tanaman produktif (TM) yang kurang perawatan. 2 44

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017 Inflasi Bulan Januari 2017 Meningkat, Namun Masih

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016 Inflasi Ramadhan 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017 RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017 INFLASI IHK Inflasi Juli 2017 Terkendali Inflasi Juli 2017 terkendali sehingga masih mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar 4,0±1%. Inflasi Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Koreksi Harga Paska Idul Fitri Dorong Deflasi Agustus

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Dinamika perkembangan sektoral pada triwulan III-2011 menunjukkan arah yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Keseluruhan sektor mengalami perlambatan yang cukup signifikan

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Inflasi Lebaran 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016 Inflasi 2016 Cukup Rendah dan Berada dalam Batas

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 Koreksi Harga Pangan dan Faktor Musiman Dorong Deflasi Agustus INFLASI IHK Inflasi Agustus 2017 terkendali sehingga masih mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016 Tekanan Inflasi di Bulan Oktober 2016 Cukup Terkendali

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi pada awal tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan dengan bulan lalu. Pada Januari 2016, inflasi IHK tercatat sebesar 0,51% (mtm), lebih rendah

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Inflasi Bulan November 2016 Didorong Harga Pangan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Penurunan Harga BBM dan Panen Raya Dorong Deflasi Bulan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017 RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 217 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi Bulan Februari 217 Terkendali Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat,23% (mtm) di bulan Februari. Inflasi di bulan ini

Lebih terperinci

Triwulan IV Halaman ini sengaja dikosongkan

Triwulan IV Halaman ini sengaja dikosongkan Halaman ini sengaja dikosongkan ii Kata Pengantar Triwulan IV 2012 Hingga triwulan terakhir tahun 2012, perkembangan indikator ekonomi di berbagai daerah mengindikasikan pertumbuhan ekonomi yang masih

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

Triwulan IV iii

Triwulan IV iii ii Triwulan IV 2012 iii iv Triwulan IV 2012 v vi Triwulan IV 2012 vii viii Triwulan IV 2012 Indikator 2010 2011 2012 Total I II III IV Total I II III IV Total Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017 RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017 INFLASI IHK Inflasi Juni 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,69% (mtm) di bulan Juni (Tabel 1). Inflasi IHK pada periode puasa dan lebaran

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan 01 02 03 Perkembangan Perekonomian Terkini Peluang Pengembangan Perekonomian Proyeksi Perekonomian Ke depan 2 Produk Domestik Regional Bruto Nasional Balikpapan Kaltim Industri Konstruksi Transportasi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER INFLASI IHK Inflasi September 2017 Terkendali Inflasi IHK sampai dengan September 2017 terkendali dan mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017. Pada bulan September inflasi

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1 Penurunan Harga Pangan dan Komoditas Energi Dorong Deflasi IHK Bulan Februari Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Februari 2016 mengalami deflasi. Deflasi IHK pada bulan ini mencapai -0,09% (mtm). Realisasi

Lebih terperinci

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm 0,01% yoy 0,78% ytd -0,93% avg yoy 1 6,83% Beras.

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm 0,01% yoy 0,78% ytd -0,93% avg yoy 1 6,83% Beras. Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara mtm 0,01% yoy 0,78% ytd -0,93% avg yoy 1 6,83% Inflasi Komoditas Utama Beras Minyak Goreng Daging Ayam Ras Cabai Rawit Bawang Merah Tomat Sayur Cakalang Inflasi Sulawesi

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan

Halaman ini sengaja dikosongkan ii Halaman ini sengaja dikosongkan Kata Pengantar Triwulan I 212 Memasuki kuartal pertama 212, berbagai indikator ekonomi di daerah menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Secara keseluruhan, perkembangan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi 2017 Terkendali Dan Berada Pada Sasaran Inflasi Inflasi IHK sampai dengan Desember 2017 terkendali dan masuk dalam kisaran sasaran

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 53/08/35/Th. X, 6 Agustus 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Semester I Tahun 2012 mencapai 7,20 persen Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH PERKEMBANGAN INFLASI ACEH Inflasi Aceh pada triwulan I tahun 2013 tercatat sebesar 2,68% (qtq), jauh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang minus 0,86% (qtq). Secara tahunan, realisasi inflasi

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Tren melambatnya perekonomian regional masih terus berlangsung hingga triwulan III-2010. Ekonomi triwulan III-2010 tumbuh 5,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

ANALISIS INFLASI MARET 2016

ANALISIS INFLASI MARET 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) ANALISIS INFLASI MARET 2016 Komoditas Pangan Dorong Inflasi IHK Maret INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-III 2013 halaman ini sengaja dikosongkan Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Triwulan III-2013 iii Kata Pengantar Bank Indonesia memiliki tujuan

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2013 tumbuh 7,74% (y.o.y) relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% (y.o.y). Angka tersebut

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG TON PERSEN BAB 1 Sementara itu tumbuhnya kegiatan impor luar negeri sedikit diredam oleh melambatnya kinerja impor antar pulau. Indikator dimaksud ditunjukkan oleh volume bongkar di beberapa pelabuhan

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan V2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 211 Halaman Ini Sengaja Dikosongkan ii Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Halaman v Tabel Indikator Ekonomi Banten Halaman ix Bab I Perkembangan Makro Ekonomi Regional Halaman 1 Sisi Permintaan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2016 Tekanan Inflasi di Bulan September 2016 Cukup Terkendali

Lebih terperinci

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm 2,86% yoy 3,67% ytd 1,90% avg yoy 1 6,51% Beras.

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm 2,86% yoy 3,67% ytd 1,90% avg yoy 1 6,51% Beras. Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara mtm 2,86% yoy 3,67% ytd 1,90% avg yoy 1 6,51% Inflasi Komoditas Utama Beras Minyak Goreng Daging Ayam Ras Cabai Rawit Bawang Merah Tomat Sayur Cakalang Inflasi Sulawesi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017 RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017 INFLASI IHK Inflasi Mei 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,39% (mtm) di bulan Mei (Tabel 1). Inflasi IHK bulan ini meningkat dibanding

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG TON PERSEN BAB 1 160,000 140,000 120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 - PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 2009 2010 2011 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00-10.00-20.00-30.00 VOLUME

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Mementum pemulihan ekonomi makro regional Kepulauan Riau diperkirakan terjadi pada triwulan ini. Laju penurunan nilai tambah ekonomi (PDRB) semakin

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan

Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan Ringkasan Laporan Nusantara Februari 2014 *) Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan PERKEMBANGAN TERKINI EKONOMI DAERAH Setelah mengalami perlambatan pada beberapa triwulan sebelumnya, realisasi

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo triwulan I-2013 tumbuh 7,63% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,57% (y.o.y.) Pencapaian tersebut masih

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm -1,52% yoy 0,35% ytd 0,35% avg yoy 1 7,11% Beras.

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm -1,52% yoy 0,35% ytd 0,35% avg yoy 1 7,11% Beras. Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara mtm -1,52% yoy 0,35% ytd 0,35% avg yoy 1 7,11% Inflasi Komoditas Utama Beras Minyak Goreng Daging Ayam Ras Cabai Rawit Bawang Merah Tomat Sayur Cakalang Inflasi Sulawesi

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan

Halaman ini sengaja dikosongkan ii Halaman ini sengaja dikosongkan Kata Pengantar Triwulan IV 211 Hingga akhir tahun 211, perkembangan berbagai indikator ekonomi daerah memperkuat keyakinan capaian pertumbuhan ekonomi nasional yang diprakirakan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017 RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi April 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,09% (mtm) di bulan April (Tabel 1). Inflasi IHK

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi di bulan Desember menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan bulan lalu dan lebih tinggi dari historisnya. Inflasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.11/02/34/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,05 PERSEN LEBIH TINGGI DIBANDING TAHUN

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

i

i i 2 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Indeks 250 200 150 100 50 0 Indeks SPE Growth mtm (%) Growth yoy (%)

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH Produksi Minyak Mentah Produksi Kondensat Produksi Kendaraan Non Niaga Produksi Kendaraan Niaga Produksi Sepeda Motor Ekspor Besi Baja Ekspor Kayu Lapis Ekspor Kayu Gergajian Penjualan Minyak Diesel Penjualan

Lebih terperinci

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Perkembangan Terkini, Tantangan, dan Prospek Ekonomi Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Disampaikan pada MUSRENBANG RKPD 2017 KOTA BALIKPAPAN OUTLINE 2 Perekonomian Nasional Perekonomian

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2008 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID Harga Pangan Dorong Inflasi Oktober 2017 Tetap Rendah INFLASI IHK Inflasi IHK sampai dengan Oktober 2017 terkendali dan mendukung pencapaian sasaran

Lebih terperinci

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm -0,68% yoy 2,28% ytd -0,94% avg yoy 1 6,41% Beras.

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm -0,68% yoy 2,28% ytd -0,94% avg yoy 1 6,41% Beras. Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara mtm -0,68% yoy 2,28% ytd -0,94% avg yoy 1 6,41% Inflasi Komoditas Utama Beras Minyak Goreng Daging Ayam Ras Cabai Rawit Bawang Merah Tomat Sayur Cakalang Inflasi Sulawesi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MARET 2017

RELEASE NOTE INFLASI MARET 2017 RELEASE NOTE INFLASI MARET 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Panen Dorong Deflasi Maret 2017 Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami deflasi 0,02% (mtm) di bulan Maret (Tabel 1). Deflasi bulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan IV tahun sebesar 5,18% (yoy), sedikit mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,21% (yoy), namun masih

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VII Kata Pengantar Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat

Lebih terperinci