BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di suatu negara, baik negara maju maupun negara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di suatu negara, baik negara maju maupun negara"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara, baik negara maju maupun negara berkembang membutuhkan modal yang tidak sedikit. Modal telah menjadi elemen penting yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas pembangunan ekonomi di suatu negara. Modal berperan penting dalam menggerakkan kegiatan ekonomi di berbagai sektor. Setiap pelaku usaha baik perorangan maupun badan usaha, membutuhkan modal dalam menjalankan kegiatan usahanya. Dengan modal yang cukup, pelaku usaha akan lebih mudah dalam menjalankan kegiatan usahanya. Dengan kata lain, tanpa modalyang cukup setiap aktivitas pembangunan ekonomi di suatu negara tidak dapat terlaksana dengan baik. Kecukupan modal atau dana di negara berkembang cenderung menjadi masalah. Setiap pelaku usaha khususnya perusahaan-perusahaan dalam melakukan pengembangan bisnisnya memerlukan tambahan danayang tidak sedikit. Umumnya tambahan dana tersebut diperoleh melalui pinjaman kredit pada sektor perbankan. Akan tetapi pinjaman kredit tersebut tidak dapat diandalkan secara terus menerus, hal ini dikarenakan adanya batasan dan bunga kredit yang tinggi dalam pinjaman tersebut. Oleh karena itu, terdapat alternatif lain yang dapat digunakan oleh pelaku usaha khususnya perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan dana, yaitu melalui pasar modal 2 (capital market). 2 Pasal 1 angka 13 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik

2 2 Pasar modal mempunyai peranan yang strategis dalam pembagunan perekonomian Indonesia, yaitu sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat. 3 Melalui pasar modal, perusahaanperusahaan dapat menerbitkan dan menjual efek 4 di bursa efek 5 untuk mendapatkan dana yang berada di masyarakat. Selain itu, masyarakat yang memilikidana lebih dapat menginvestasikan dananya tersebut pada instrument pasar modal dengan cara membeli efek yang diinginkan di bursa efek. Setiap pelaku usaha khususnya perusahaan-perusahaan yang melakukan pengembangan bisnisnya, mencari peluang dan kesempatan dengan berbagai cara, diantaranya ada yang berhasil melakukan pengembangan bisnis di dalam negerinya sendiri dan banyak pula yang mencari peluang dan kesempatan dengan melakukan investasi di luar negeri. Apapun jenis upaya pengembangan yang dilakukan tentunya membutuhkan dana yang besar, dan perusahaan dengan sendirinya harus mencari dan menemukan sumber dana yang dapat menyediakan modal yang dibutuhkan untuk ekspansi usahanya itu. Dalam rangka pengembangan usaha itu pula manajemen dan pemilik perusahaan berupaya untuk memasuki pasar modal di dalam negerinya dan bila mungkin juga pasar modal di yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. 3 C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pasar Modal, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004), hal Pasal 1 angka 5 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivative dari efek. 5 Pasal 1 angka 4 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bursa Efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.

3 3 luar negeri. Di pasar modal ini perusahaan akan menjual berbagai jenis sekuritas dan memperoleh dana yang dibutuhkan untuk mencapai tujuannya. 6 Secara formal, menurut Suad Hasnan, pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrument keuangan atau sekuritas jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang ataupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta. Dengan demikian, pasar modal merupakan satu bentuk kegiatan dari lembaga keuangan nonbank sebagai sarana untuk memperluas sumber-sumber pembiayaan perusahaan. Aktivitas ini terutama ditujukan bagi perusahaan yang membutuhkan dana dalam jumlah besar dan penggunaannya diperlukan untuk jangka panjang. Dana dalam jumlah besar dan penggunaan dalam jangka panjang sering kali tidak dapat dipenuhi oleh lembaga perbankan sehingga sumber dana alternatif dapat dicari melalui pasar modal. 7 Dengan adanya pasar modal, perusahaan-perusahaan akan lebih mudah memperoleh dana, sehingga kegiatan ekonomi di berbagai sektor perekonomian dapat ditingkatkan. Dengan dijualnya saham di pasar modal, berarti masyarakat diberikan kesempatan untuk memiliki dan menikmati keuntungan yang diperoleh perusahaan. Dengan kata lain, pasar modal dapat membantu pemerintah meningkatkan pendapatan dalam masyarakat. 8 6 Asril Sitompul, Due Diligence dan Tanggung Jawab Lembaga-Lembaga Penunjang pada Proses Penawaran Umum, Cetakan Kesatu, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal.xiii. 7 Adrian Sutedi, Segi-Segi Hukum Pasar Modal, Cetakan Kesatu, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), hal.2. 8 Ana Rokhmatussa dyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal, (Malang: Sinar Grafika, 2009), hal. 166.

4 4 Dalam melakukan transaksi perdagangan efek di pasar modal, masyarakat atau investor dapat melakukannya sendiri secara langsung ke bursa atau dengan bantuan perusahaan efek 9, dalam hal ini perusahaan efek sebagai perantara pedagang efek 10 atau disebut juga sebagai perusahaan pialang. Dalam melakukan transaksi saham di pasar modal, dibutuhkan pengetahuan dan keahlian khusus di bidang pasar modal. Investor pada umumnya tidak memiliki pengetahuan dan keahlian tersebut, sehingga para investor dalam melakukan transaksi saham di pasar modal melalui perantara perusahaan pialang.perusahaan pialang tersebut yang akan membantu investor dalam melakukan transaksi di bursa, baik pembelian maupun penjualan saham. Perusahaan pialang atau juga disebut broker anggota bursa (AB) adalah pihak yang membantu nasabah untuk melakukan pembelian atau penjualan efek di bursa. 11 Artinya, investor yang berminat membeli efek dapat mengamanatkan kepada perusahaan pialang atau broker yang dipercaya. Demikian juga halnya dengan investor yang ingin menjual efek, maka investor cukup memberi amanat kepada perusahaan pialang atau broker yang dipercaya. Dengan demikian, pihak yang boleh melakukan transaksi di pasar modal adalah perantara pedagang efek atau yang dikenal dengan perusahaan pialang atau broker Pasal 1 angka 21 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Perusahaan Efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan atau manajer investasi. 10 Pasal 1 angka 18 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Perantara Pedagang Efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli efek untuk kepentingan sendiri atau pihak lain. 11 Sawidji Widoatmodjo, Cara Cepat Memulai Investasi Saham, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2004), hal Abdul R. Saliman, dkk.,hukum Bisnis untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal. 229.

5 5 Selain menerima pesanan dari investor, perusahaan pialang dapat pula memberi pelayanan lain kepada investor. Pelayanan ini berupa pemberian informasi yang dibutuhkan investor untuk mengambil keputusan dalam pengelolaan keuangan. 13 Akan tetapi, pelayanan yang diberikan masing-masing perusahaan pialang tidak sama, artinya ada perusahaan pialang yang memberikan pelayanan lengkap da nada yang tidak lengkap. Perusahaan pialang yang memiliki pelayanan yang lengkap, selain menjalankan fungsi utamanya sebagai penghubung investor dengan bursa efek, juga memiliki sejumlah fasilitas terkait perdagangan saham, misalnya memiliki bagian riset yang memantau dan menganalisis pergerakan harga saham di bursa efek, kinerja emiten hingga aktivitas pasar pada umumnya bahkan ada perusahaan pialang yang memberikan fasilitas online trading melalui internet. 14 Sama halnya dengan perusahaan-perusahaan lain, perusahaan efek, dalam hal ini sebagai perantara pedagang efek atau disebut juga perusahaan pialang atau broker dalam menjalankan fungsinya dimungkinkan perusahaan pialang tidak memenuhi kewajibannya kepada investor, sehingga perusahaan pialang dimungkinkan pula untuk digugat secara perdata di pengadilan negeri bahkan perusahaan pialang dapat dimohonkan pailit kepada pengadilan niaga yang berwenang.seperti halnya dengan perusahaan-perusahaan lain, perusahaan pialang juga dapat dipailitkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, selanjutnya disebut UUK dan PKPU. 13 Ibid., hal Billy Budiman, Ijin-Ijin Berinvestasi Saham untuk Pemula, (Jakarta: Trans Media, 2010), hal. 8.

6 6 Kepailitan bukan hal yang baru dalam suatu kegiatan ekonomi khususnya dalam bidang usaha. Dalam mengadakan suatu transaksi bisnis antara kreditor dan debitor, kedua belah pihak diikat oleh suatu perjanjian yang telah disepakati, baik perjanjian pinjam meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitor adalah mengembalikan atau melunasi utangnya sebagai suatu prestasi yang harus dilakukan. Permasalahan akan timbul apabila debitor mengalami kesulitan untuk mengembalikan utangnya tersebut. Dengan kata lain, debitor berhenti membayar utangnya. 15 Pasal 1 angka 1 UUK dan PKPU menyatakan bahwa: Kepailitan adalahsita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Dari sudut pandang bisnis, kepailitan atau kebangkrutan adalah suatu keadaan keuangan yang memburuk untuk suatu perusahaan yang dapat membawa akibat pada rendahnya kinerja untuk jangka waktu tertentu yang berkelanjutan, yang pada akhirnya menjadikan perusahaan tersebut kehilangan sumber daya dan dana yang dimiliki. 16 Dalam teori keuangan, kesulitan keuangan (financial distress) ini dibedakan dalam beberapa kategori: Abdul Reza Prima Tarihoran, Perlindungan Hukum bagi Kurator terhadap Tuntutan Hukum Kreditor dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, (Medan: Fakultas Hukum, 2015), hal Andriani Nurdin, Kepailitan BUMN Persero Berdasarkan Asas Kepastian Hukum, Cetakan Kesatu, (Bandung: PT. Alumni, 2012), hal Ibid., hal

7 7 a. Kegagalan ekonomi atau economic failure, pendanaan perusahaan tidak dapat menutupi biaya, termasuk biaya modal. Badan usaha yang mengalami kegagalan ekonomi hanya dapat meneruskan kegiatannya sepanjang kreditor berkeinginan untuk menyediakan tambahan modal dan pemilik dapat menerima tingkat pengembalian di bawah tingkat bunga pasar. b. Kegagalan bisnis atau business failure, perusahaan menghentikan kegiatannya dengan akibat kerugian bagi kreditor. Suatu usaha dapat diklasifikasikan gagal, meskipun tidak melalui kepailitan secara normal dan formal, juga suatu usaha dapat dihentikan atau ditutup tetapi tidak dianggap gagal. c. Technical Insolvency atau secara teknis sudah tidak solven, perusahaan dinyatakan pailit apabila tidak dapat memenuhi kewajibannya membayar utang yang jatuh waktu. Technical Insolvency dapat merupakan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara, yang pada suatu waktu perusahaan dapat mengumpulkan uang untuk memenuhi kewajibannya dan tetap hidup. Dilain pihak, apabila technical insolvency ini merupakan gejala awal dari kegagalan ekonomi, bararti hal ini merupakan tanda kearah bencana keuangan. d. Insolvency in Bankruptcy, nilai buku dari total kewajiban melebihi nilai aset perusahaan dan keadaan ini lebih parah dibandingkan dengan technical insolvency, yang dapat mengarah ke likuidasi. e. Kepailitan menurut hukum atau legal bankruptcy, yakni kepailitan yang dijatuhkan oleh pengadilan sesuai dengan undang-undang.

8 8 Menurut Mark Ingebretsen, terdapat sepuluh alasan besar yang mendorong bangkrutnya suatu perusahaan. Alasan-alasan ini adalah membiarkan harga saham menentukan strategi, pertumbuhan yang terlalu cepat, mengabaikan konsumen, mengabaikan pergeseran paradigm, melibatkan diri dalam perang harga yang berkepanjangan, mengabaikan kewajiban-ancaman-krisis, terlalu sering berinovasi, buruknya perencanaan, sinergi yang gagal, dan sikap arogan. Sebabsebab kebangkrutan dapat berasal dari internal perusahaan, antara lain salah urus, dan sebab eksternal berkaitan dengan berubahnya lingkungan bisnis. Perusahaan yang mengalami kebangkrutan ini hanya punya dua opsi, yakni menyatakan pailit menurut hukum atau melakukan upaya-upaya pemulihan dengan berupaya meningkatkan efisiensi dan produktivitas. 18 Dalam hal kepailitan, perusahaan pialang berbeda dengan perusahaanperusahaan lain. Kepailitan terhadap perusahaan pialang hanya dapat dimohonkan oleh lembaga yang mengawasi perusahaan pialang yakni Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Hal ini sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU yang menyatakan bahwa: Dalam hal debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Penjelasan ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU menyatakan bahwa: Permohonan pailit sebagaimana dimaksud dalam ayat ini hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal, karena lembaga tersebut 18 Ibid., hal

9 9 melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal juga mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengajuan permohonan pernyataan pailit untuk instansi-instansi yang berada di bawah pengawasannya, seperti halnya kewenangan BI terhadap bank. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka UUK dan PKPU telah membatasi bahwa dalam hal debitor yang memiliki kegiatan usaha di bidang pasar modal, permohonan pernyataan pailit terhadapnya semata-mata hanya dapat dilakukan oleh BAPEPAM. Hal tersebut dikarenakan hanya BAPEPAM yang memiliki kewenangan untuk mengawasi seluruh kegiatan yang bergerak dalam kegiatan pengumpulan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, BAPEPAM merupakan lembaga yang berwenang melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal serta berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan. Setelah dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, selanjutnya disebut UUOJK, maka sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) ke OJK sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 55 ayat (1) UUOJK. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka secara otomatis BAPEPAM dihapus secara kelembagaan dan digantikan oleh

10 10 OJK. Dengan demikian, beralih pula kewenangan yang dimiliki BAPEPAMke OJKdalam mengajukan permohonan pernyataan pailit sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU. Berdasarkan pada ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU, maka satusatunya pihak yang berwenang mengajukan permohonan pailit terhadap perusahaan pialang adalah OJK. Akan tetapi, dalam kasus kepailitan PT. Andalan Artha Advisindo (PT. AAA Sekuritas), ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU tersebut tidak diterapkan.permohonan pernyataan pailit tersebut tidak dimohonkan oleh pihak yang berwenang yakni OJK, melainkan dimohonkan oleh dua nasabah PT. AAA Sekuritas yakni Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi Harharah kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Kasus kepailitan PT. AAA Sekuritas tersebut berawal ketika PT. AAA Sekuritas yang merupakan perusahaan sekuritas nasional yang bergerak di bidang perantara pedagang efek (pialang atau broker) dan penjamin emisi efek (underwriter) (selaku debitor atau termohon pailit) tidak memenuhi kewajibannya membayar tagihan kepada dua nasabahnya (selaku kreditor atau pemohon pailit). Tagihan tersebut berdasarkan perjanjian yang telah disepakati oleh PT. AAA Sekuritas dan dua nasabahnya untuk melakukan transaksi repo 19 (Repurchasment Agreemen). Dalam transaksi tersebut pemohon pailit berkewajiban memberi dan atau menyetorkan kepada termohon dana sebesar Rp ,00 (dua 19 Transaksi Repo(Repurchasement Agreement) adalah transaksi jual surat berharga (efek) dengan janji dibeli kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan atau disepakati para pihak., dalam diakses pada tanggal 09 Oktober 2016.

11 11 puluh empat miliar rupiah) untu membeli saham-saham pada BRI INDO dan FRN Garuda. Kewajiban tersebut telah dipenuhi oleh pemohon. Kemudian, hingga tanggal jatuh tempo pengembalian atau pembelian kembali, termohon tidak melaksanakan kewajibannya untuk menyelesaikan dan atau mengembalikan dana pemohon untuk membeli kembali saham-saham tersebut. Atas dasar hal tersebut, pemohon mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap PT. AAA Sekuritas kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Sebelum mengajukan permohonan pailit tersebut, pemohon telah menyampaikan teguran atau peringatan serta memberitahukan baik melalui pesan media elektronik ( ) maupun surat somasi kepada termohon. Akan tetapi, termohon tidak mempunyai itikad baik untuk mengembalikan dana tersebut kepada pemohon. 20 Majelis Hakim dalam putusan pailit tersebut memutuskan menerima permohonan pernyataan pailit pemohon (dua nasabah) terhadap termohon (PT. AAA Sekuritas) karena dalam pertimbangannya menilai permohonan pernyataan pailit tersebut telah memenuhi syarat permohonan pailit sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (4) UUK dan PKPU. 21 Dalam kasus kepailitan tersebut terlihat suatu kesalahan, baik yang dilakukan oleh pemohon pailit maupun Majelis Hakim. Pemohon pailit mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap PT. AAA Sekuritas kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tanpa melalui Otoritas Jasa Keuangan sebagai pihak yang berwenang. Dan Majelis Hakim tidak mempertimbangkan ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU. Berdasarkan ketentuan tersebut, seharusnya 20 Putusan Pailit Tanggal 29 Juni 2015 No. 08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. 21 Ibid.

12 12 pemohon pailit tidak berwenang mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap termohon pailit, melainkan pihak yang berwenang untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap termohon pailit hanya Otoritas Jasa Keuangan. Menurut Nurahman, selaku Deputi Eksekutif Pasar Modal II OJK, bahwa gugatan pailit yang diajukan dua nasabah PT. AAA Sekuritas tidak sesuai peraturan perundang-undangan yakni ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU. Atas dasar ketentuan tersebut, OJK telah mengirimkan surat yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait dengan permohonan gugatan pailit tersebut. Dalam suratnya, OJK menjelaskan mengenai siapa yang berhak mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan di sektor pasar modal. Akan tetapi surattersebut tidak direspon. 22 Menurut Ketua Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) James Purba, putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan permohonan pailit terhadap PT. AAA Sekuritas, selain dinilai melanggar ketentuan UUK dan PKPU, juga dari awal proses persidangan permohonan pailit tersebut sudah menjadi permasalahan. Hal itu terlihat dari tidak adanya jawaban yang diajukan oleh advokat debitor dalam persidangan. 23 Apabila ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU tidak diterapkan dan dipatuhi, dengan kata lain permohonan pernyataan pailit dilakukan secara langsung oleh nasabah tanpa melalui atau melibatkan Otoritas Jasa 22 diakses pada tanggal 09 Oktober Ibid.

13 13 Keuangan,maka hal ini akan sangat merugikan tidak hanya perusahaan efek melainkan juga nasabah perusahaan efek lainnya. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka judul skripsi yang akan diteliti adalah Perlindungan Hukum terhadap Perusahaan Pialang dalam Kepailitan (Studi Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst) B. Perumusan Masalah Berdasarkan pada hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka dalam penulisan skripsi ini yang berjudul Perlindungan Hukum terhadap Perusahaan Pialang dalam Kepailitan (Studi Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst) akan memfokuskan pada permasalahan-permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaturan tentang pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit dalam undang-undang kepailitan? 2. Bagaimanakah akibat hukum terhadap kepailitan perusahaan pialang? 3. Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam putusan pailit nomor 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst.? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah: a. Untuk mengetahui pengaturan tentang pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit dalam undang-undang kepailitan.

14 14 b. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap kepailitan perusahaan pialang. c. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam putusan pailit nomor 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. 2. Manfaat Penulisan Selain tujuan penulisan skripsi di atas, terdapat pula manfaat dari penulisan skripsi ini, diantaranya yaitu: a. Secara Teoritis Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan dan menambah pemahaman penulis mengenai perlindungan hukum terhadap perusahaan pialang dalam kepailitan yang secara tegas diatur dalam peraturan perundang-undangan khususnya UUK dan PKPU, serta implementasi terhadap UUK dan PKPU dalam hal mempailitkan perusahaan pialang. b. Secara Praktis Secara praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta pemahaman bagi pembaca khususnya bagi para akademisi, praktisi, dan mahasiswa fakultas hukum tentang kepailitan perusahaan pialang dalam hal bentuk perlindungan hukum terhadap perusahaan pialang dalam kepailitan. Dalam UUK dan PKPU, secara tegas perusahaan pialang diberikan perlindungan hukum yakni perusahaan pialang hanya dapat dimohonkan pailit oleh Otoritas Jasa Keuangan. Oleh karena itu, diharapkan kepada para praktisi untuk berperan aktif dalam penerapan dan penegakan ketentuan undang-undang tersebut, sehingga para pelaku usaha di bidang pasar modal, baik perusahaan

15 15 pialang maupun nasabah atau investor tidak dirugikan akibat kepailitan perusahaan pialang. D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini berjudul Perlindungan Hukum terhadap Perusahaan Pialang dalam Kepailitan (Studi Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst). Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum, tidak ditemukan penulisan skripsi yang membahas tentang Perlindungan Hukum terhadap Perusahaan Pialang dalam Kepailitan, kalaupun ada pembahasan skripsi tentang kepailitan perusahaan pialang, substansi pembahasannya berbeda dengan pembahasan yang dipaparkan dalam skripsi ini. Dengan demikian, keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Skripsi ini disusun berdasarkan referensi peraturan perundang-undangan, yakni undangundang kepailitan dan pasar modal, putusan pengadilan, buku-buku, artikelartikel, informasi dari media cetak maupun elektronik, serta melalui bantuan dari berbagai pihak. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum ke dalam bentuk perangkat, baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang lisan maupun tertulis. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum sebagai suatu gambaran tersendiri dari

16 16 fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian. 24 Pengertian di atas mengundang beberapa ahli untuk mengungkapkan pendapatnya mengenai pengertian dari perlindungan hukum diantaranya: 25 a. Menurut Satjipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. b. Menurut Philipus M. Hadjon, perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan. c. Menurut CST. Kansil, perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancama dari pihak manapun. d. Menurut Muktie A. Fadjar, perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai 24 diakses pada tanggal 10 Oktober Ibid.

17 17 subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum. Perlindungan hukum yang dimaksud dalam penulisan skripsi ini adalah perlindungan hukum terhadap badan hukum dalam hal ini perusahaan pialang sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayara Utang. 2. Pengertian Perusahaan Pialang Perusahaan pialang atau juga disebut broker anggota bursa (AB) adalah pihak yang membantu nasabah untuk melakukan pembelian atau penjualan efek di bursa. 26 Artinya, perusahaan pialang adalah pihak yang berperan sebagai perantara pedagang efek di pasar modal. Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyatakan bahwa: Perantara pedagang efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli efek untuk kepentingan sendiri atau pihak lain. Pihak yang dimaksud dalam ketentuan tersebutsebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal adalah orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi. Perusahaan pialang atau perantara pedagang efek merupakan perusahaan efek sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang menyatakan bahwa: 26 Sawidji widoatmodjo.,op.cit., hal 6.

18 18 Perusahaan efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan atau manajer investasi. 3. PengertianKepailitan Secara etimologi, kepailitan berasal dari kata pailit, yang diambil dari bahasa Belanda faillet. Istilah faillet sendiri berasal dari bahasa Prancis faillite yang berarti pemogokan atau kemacetan pembayaran. Dalam bahasa Inggris istilah yang digunakan adalah bankrupt (pailit) dan bankruptcy (kepailitan). Kata bankruptcy ini dibentuk dari kata Latin bancus yang berarti meja dari pedagang dan ruptus yang berarti rusak (broken), yang menunjukkan tempat melakukan bisnis rusak atau hilang. 27 Kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan debitor (orang yang berutang) untuk kepentingan semua kreditornya (orang yang berpiutang) bersama-sama, yang pada waktu debitor dinyatakan pailit mempunyai piutang dan untuk jumlah piutang yang masing-masing kreditor miliki pada saat itu. Maksudnya adalah untuk mencegah sitaan dan eksekusi oleh seorang kreditor atau lebih secara perseorangan, atau untuk menghentikan sitaan atau eksekusi termaksud. Tujuannya ialah supaya dengan jalan demikian, yaitu dengan sitaan atau eksekusi bersama-sama, hasil penjualan semua kekayaan tersebut yang lazim disebut boedel, dapat dibagi-bagikan secara adil antara semua kreditor dengan mengingat akan hak-hak para pemegang hak istimewa, gadai dan hipotik Andriani Nurdin., Op.Cit., hal Kartono, Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran (Failissement en surseance van betaling), (Jakarta: Pradnya Paramita, 1974), hal. 5.

19 19 Dari sudut pandang bisnis, kepailitan atau kebangkrutan adalah suatu keadaan keuangan yang memburuk untuk suatu perusahaan yang dapat membawa akibat pada rendahnya kinerja untuk jangka waktu tertentu yang berkelanjutan, yang pada akhirnya menjadikan perusahaan tersebut kehilangan sumber daya dan dana yang dimiliki. 29 Berbagai definisi tentang kepailitan menurut hukum telah diberikan oleh beberapa pakar, yang melihatnya dari berbagai sudut pandang. Diantaranya, Purwosutjipto menyatakan bahwa pailit adalah keadaan berhenti membayar (utang-utangnya), sedangkan menurut Subekti kepailitan adalah suatu usaha bersama untuk mendapatkan pembayaran bagi semua orang yang berpiutang secara adil. Retnowulan menyebutkan kepailitan adalah eksekusi masal yang ditetapkan dengan keputusan hakim, yang berlaku serta merta, dengan melakukan penyitaan umum atas semua harta orang yang dinyatakan pailit, baik yang ada pada waktu pernyataan pailit, maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung, untuk kepentingan semua kreditor, yang dilakukan dengan pengawasan pihak berwajib. Sementara itu, Munir Fuady menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pailit atau bangkrut adalah suatu sitaan umum atas seluruh harta debitor agar dicapainya perdamaian antara debitor dan para kreditor atau agar harta tersebut dapat dibagi-bagi secara adil di antara para kreditor. 30 Dalam Black s Law Dictionary, pailit atau bankrupt adalah: The state or condition of a person (individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due. 29 Ibid., hal Ibid., hal. 129.

20 20 The term includes a person againt whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt. 31 Dari pengertian yang diberikan dalam Black s Law Dictionary, maka pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga, suatu permohonan pernyataan pailit ke pengadilan. Maksud dari pengajuan permohonan tersebut sebagai bentuk pemenuhan asas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar dari seorang debitor. Tanpa adanya permohonan tersebut ke pengadilan, maka pihak ketiga yang berkepentingan tidak akan pernah tahu keadaan tidak mampu membayar dari debitor. Keadaan ini kemudian akan diperkuat dengan suatu putusan pernyataan pailit oleh hakim pengadilan, baik itu yang merupakan putusan yang mengabulkan ataupun menolak permohonan kepailitan yang diajukan 32 Pasal 1 angka 1 UUK dan PKPU menyatakan bahwa: Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. 31 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Kepailitan, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1999), hal Ibid., hal

21 21 Berdasarkan pengertian kepailitan sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, maka secara sederhana dapat disimpulkan bahwa kepailitan merupakan suatu penyitaan umum semua asset debitor yang dimasukkan ke dalam permohonan pailit. Debitor pailit tidak serta-merta kehilangan kemampuannya untuk melakukan tindakan hukum, akan tetapi kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan kedalam kepailitan, terhitung sejak pernyataan kepailitan itu diucapkan. 33 Dengan demikian, ada dua catatan penting yang harus ditekankan dalam definisi kepailitan tersebut, yaitu: 34 a. Kepailitan dimaksudkan untuk mencegah penyitaan dan eksekusi yang dituntut oleh kreditor secara perorangan. b. Kepailitan hanya mengenai harta benda debitor, bukan pribadinya. F. Metode Penulisan Metode penelitian merupakan suatu system atau proses yang mutlak harus dilakukan dalam suatu kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka diadakan juga pemeriksaan mendalam terhadap suatu pemecahan atas 33 Aco Nur, Hukum Kepailitan: Perbuatan Melawan Hukum oleh Debitor, (Jakarta: PT. Pilar Yuris Ultima, 2015), hal Ibid.

22 22 segala permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan Tipe Penelitian Tipe penelitian hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif. Dalam penelitian hukum normatif ini, penulis melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan khususnya UUK dan PKPU dan putusan pengadilan yakni Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. Metode penelitian hukum normatif ini dipilih untuk mengetahui bagaimana penerapan peraturan perundangundangan terkait dengan kepailitan perusahaan pialang yang dilaksanakan di Indonesia. 2. Pendekatan Masalah Penelitian yang dilakukan menggunakan metode pendekatan hukum normatif, yaitu penelitian dilakukan dengan cara terlebih dahulu meneliti bahanbahan kepustakaan hukum yang berhubungan dengan permasalahan dan selanjutnya melihat kenyataan melalui Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga. 3. Bahan Hukum Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang terdiri dari aturanaturan hukum mulai dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang Nomor Eva Krisnawati, Skripsi: Tanggung Jawab dan Wewenang Penjamin dalam Kepailitan Perseroan Terbatas (PT), (Medan: Fakultas Hukum, 2010), hal. 15.

23 23 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Peraturan Nomor VI.A.3 Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP-48/PM/1997 tentang Rekening Efek pada Kustodian, Peraturan Nomor V.E.1 Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP- 29/PM/1996 tentang Perilaku Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan sebagai Perantara Pedagang Efek, Peraturan Nomor V.D.3 Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP-28/PM/1996 tentang Pengendalian Intern dan Penyelenggaraan Pembukuan Perusahaan Efek, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 28/POJK.05/2015 tentang Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah, serta Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/POJK.04/2016 tentang Perizinan Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, pendapat para sarjana, dan kasus hukum yang terkait dengan pembahasan tentang kepailitan perusahaan pialang. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus bahasa dan kamus hukum.

24 24 4. Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah melalui penelitian kepustakaan untuk mendapatkan konsepsi teori dan doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundangundangan dan karya ilmiah lainnya. 5. Analisis Data Setelah pengumpulan data dilakukan dengan data sekunder, selanjutnya data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif, yakni dengan mengadakan pengamatan terhadap data maupun informasi yang diperoleh. Bahan hukum yang diperoleh dari penelitian akan dipilah-pilah sehingga diperoleh bahan hukum yang mempunyai kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang perlindungan hukum terhadap perusahaan pialang dalam kepailitan. Kemudian bahan hukum tersebut disistematisasikan sehingga dapat dihasilkan klasifikasi yang sejalan dengan permasalahan tentang perlindungan hukum terhadap perusahaan pialang dalam kepailitan. Selanjutnya data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan metode induktif untuk sampai pada suatu kesimpulan. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai bagaimana perlindungan hukum terhadap perusahaan pialang dalam kepailitan, sehingga pada akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan tentang kaidah-kaidah hukum guna penyempurnaan ataupun penyesuaian pengaturan mengenai perlindungan hukum terhadap perusahaan pialang dalam kepailitan.

25 25 G. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi yang berjudul Perlindungan Hukum terhadap Perusahaan Pialang dalam Kepailitan (Studi Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst.) dibuat secara terperinci dan sistematis agar memberikan kemudahan bagi pembaca dalam memahami makna dari penulisan skripsi ini. Keseluruhan sistematika itu merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain yang dapat dilihat sebagai berikut: BAB I : Bab pertama merupakan bab pendahuluan, yang memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II : Bab kedua akan membahas mengenai pengaturan tentang pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit dalam undang-undang kepailitan. Pembahasan bab kedua ini akan dimulai dengan pembahasan tentang persyaratan permohonan pernyataan pailit, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit, dan pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit. BAB III : Bab ketiga akan membahas mengenai akibat hukum terhadap kepailitan perusahaan pialang. Pembahasan bab ketiga ini akan

26 26 dimulai dengan pembahasan mengenai akibat-akibat kepailitan, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai akibat hukum terhadap kepailitan perusahaan pialang, serta mengenai perlindungan hukum terhadap perusahaan pialang dalam kepailitan. BAB IV : Bab keempat akan membahas mengenai pertimbangan hakim dalam putusan pailit Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. Pembahasan bab keempat ini terdiri dari pembahasan mengenai duduk perkara, pertimbangan hakim, dan analisis putusan. BAB V : Bab kelima atau bab terakhir dalam skripsi ini merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan penulisan skripsi dan saran penulis yang berfungsi untuk memberikan masukan bagi perkembangan hukum kepailitan di masa yang akan datang.

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penerapan Pengajuan Kepailitan Perusahaan Sekuritas dalam Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

Lebih terperinci

Penundaan Pembayaran Utang bagi Debitor yang dinyatakan Pailit dalam Kasus Kepailitan Oleh : Umar Haris Sanjaya 1 ABSTRAKSI

Penundaan Pembayaran Utang bagi Debitor yang dinyatakan Pailit dalam Kasus Kepailitan Oleh : Umar Haris Sanjaya 1 ABSTRAKSI Penundaan Pembayaran Utang bagi Debitor yang dinyatakan Pailit dalam Kasus Kepailitan Oleh : Umar Haris Sanjaya 1 ABSTRAKSI Pada kasus hukum kepailitan, setiap debitor yang dinyatakan pailit akan dapat

Lebih terperinci

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek, yang diterbitkannya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berakibat pula pada tidak dapat dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur

BAB I PENDAHULUAN. akan berakibat pula pada tidak dapat dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mengantisipasi adanya kecenderungan dunia usaha yang bangkrut yang akan berakibat pula pada tidak dapat dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur yang sudah jatuh tempo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh para pengusaha pada

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN DAN KEPAILITAN. Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN DAN KEPAILITAN. Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN DAN KEPAILITAN 1.1 Hak Tanggungan 1.1.1 Pengertian Hak Tanggungan Undang-Undang Pokok Agraria menamakan lembaga hak jaminan atas tanah dengan sebutan Hak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU; 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan 1. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: 10) adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia membuat utang menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. Pada awal kemerdekaan Indonesia, koperasi diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup memberikan dampak yang negatif terhadap keadaan ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi tersebut,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. BAB IV ANALISIS C. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. Salah satu upaya penyelamatan kebangkrutan perusahaan dapat dilakukan dengan cara yuridis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan dapat terjadi dengan makin pesatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan dapat terjadi dengan makin pesatnya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepailitan dapat terjadi dengan makin pesatnya perkembangan perekonomian dan perdagangan sehingga muncul berbagai macam permasalahan utang piutang yang timbul dalam

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37

BAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37 51 BAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 3.1 Kepailitan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peranan penting dalam pembangunan adalah pajak. Menurut Rochmat

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peranan penting dalam pembangunan adalah pajak. Menurut Rochmat BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu sumber utama Angaran Pendapatan dan Belanja Negara yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan adalah pajak. Menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya yang

Lebih terperinci

PASAR MODAL. Tujuan Pembelajaran. Perbedaan Pasar Modal dan Pasar Uang. Perihal Pasar Modal Pasar Uang Tingkat bunga Relatif rendah Relatif tinggi

PASAR MODAL. Tujuan Pembelajaran. Perbedaan Pasar Modal dan Pasar Uang. Perihal Pasar Modal Pasar Uang Tingkat bunga Relatif rendah Relatif tinggi KTSP & K-13 ekonomi K e l a s XI PASAR MODAL Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami karakteristik pasar modal. 2. Memahami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan No.133, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Reksa Dana. Perseroan. Pengelolaan. Pedoman. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6080) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Pengertian Utang Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat (1) menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sektor hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sebagainya. Sektor yang

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sektor hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sebagainya. Sektor yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern ini banyak ditemukan permasalahan yang menyangkut berbagai sektor kehidupan terutama pada negara berkembang salah satunya adalah Indonesia, antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung kepada nilai saham yang hendak diperjualbelikan di pasar modal. Undang-

BAB I PENDAHULUAN. tergantung kepada nilai saham yang hendak diperjualbelikan di pasar modal. Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal merupakan sarana investasi atau sarana pembiayaan bagi perusahaanperusahaan yang akan menjual sahamnya kepada masyarakat melalui proses penawaran umum (go

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepailitan merupakan kondisi dimana debitor yang telah dinyatakan pailit tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN KREDITUR PREFEREN DALAM KEPAILITAN

BAB II KEDUDUKAN KREDITUR PREFEREN DALAM KEPAILITAN BAB II KEDUDUKAN KREDITUR PREFEREN DALAM KEPAILITAN A. Kepailitan 1. Pengertian dan Syarat Kepailitan Secara tata bahasa, kepailitan berarti segala yang berhubungan dengan pailit. Istilah pailit dijumpai

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 61 /POJK.04/2016 TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI PASAR MODAL PADA MANAJER INVESTASI

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 61 /POJK.04/2016 TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI PASAR MODAL PADA MANAJER INVESTASI OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 61 /POJK.04/2016 TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI PASAR MODAL PADA MANAJER INVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kepailitan 1. Pengertian Pailit dan Kepailitan Kepailitan secara etimologi berasal dari kata pailit. Istilah pailit berasal dari kata Belanda yaitu failliet yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 61 /POJK.04/2016 TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI PASAR MODAL PADA MANAJER INVESTASI

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 61 /POJK.04/2016 TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI PASAR MODAL PADA MANAJER INVESTASI OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 61 /POJK.04/2016 TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI PASAR MODAL PADA MANAJER INVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5896 KEUANGAN OJK. Efek. Perantara. Agen. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 127). PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN I. UMUM Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan otoritas tunggal (unified supervisory model)

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Pedoman Kontrak Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomo

2017, No Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Pedoman Kontrak Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomo No.132, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Reksa Dana. Perseroan. Pengelolaan. Kontrak. Pedoman. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6079)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada

Lebih terperinci

Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.

Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI, DAN PERUSAHAAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengerahan dana, sehingga dapat dipergunakan secara produktif untuk. kepemilikan saham-saham perusahaan go public.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengerahan dana, sehingga dapat dipergunakan secara produktif untuk. kepemilikan saham-saham perusahaan go public. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Indonesia adalah Negara yang sedang berkembang dimana pemerintah sedang mengusahakan pertumbuhan ekonomi yang semakin baik. Dalam mengusahakan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir ini memberi pengaruh yang tidak menguntungkan terbadap kehidupan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU A. Prosedur Permohonan PKPU Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur dapat terhindar dari ancaman harta kekayaannya dilikuidasi ketika

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PROSES KEPAILITAN PERUSAHAAN EFEK

KEPASTIAN HUKUM OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PROSES KEPAILITAN PERUSAHAAN EFEK KEPASTIAN HUKUM OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PROSES KEPAILITAN PERUSAHAAN EFEK Raden Besse Kartoningrat Fakultas Hukum, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya e-mail: radenbessekartoningrat@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perusahaan adalah semua peraturan hukum yang mengatur mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian perusahaan terdapat dalam Pasal

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26 /POJK.04/2017 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI BAGI EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK YANG DIMOHONKAN PERNYATAAN PAILIT

Lebih terperinci

BAB II PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA. menjadikan perusahaannya sebagai salah satu perusahaan go public akan

BAB II PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA. menjadikan perusahaannya sebagai salah satu perusahaan go public akan BAB II PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA 2.1. Latar Belakang Go Public Pesatnya perkembangan dunia usaha menimbulkan persaingan yang ketat di antara para pelaku usaha. Setiap perusahaan berlomba-lomba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau jiwa seseorang dengan cara mengalihkan kerugian tersebut kepada perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. atau jiwa seseorang dengan cara mengalihkan kerugian tersebut kepada perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuransi menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat untuk meminimalisir risiko yang berkemungkinan dapat menimbulkan kerugian atas harta kekayaannya atau jiwa seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak masalah. Modal

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.126, 2017 KEUANGAN OJK. Pernyataan Pailit. Emiten. Perusahaan Publik. Keterbukaan Informasi Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; Kamus Pasar Modal Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2 hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris

Lebih terperinci

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

UU No. 8/1995 : Pasar Modal UU No. 8/1995 : Pasar Modal BAB1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1 Afiliasi adalah: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat a. kedua, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Adapun PKPU ini berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Adapun PKPU ini berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) diatur pada pasal 222 sampai dengan pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Adapun PKPU ini berkaitan dengan ketidakmampuan membayar

Lebih terperinci

PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN NIAGA PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT OLEH MAHKAMAH AGUNG TERKAIT DENGAN PUTUSAN PAILIT PT. DIRGANTARA INDONESIA

PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN NIAGA PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT OLEH MAHKAMAH AGUNG TERKAIT DENGAN PUTUSAN PAILIT PT. DIRGANTARA INDONESIA PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN NIAGA PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT OLEH MAHKAMAH AGUNG TERKAIT DENGAN PUTUSAN PAILIT PT. DIRGANTARA INDONESIA Abstrak Oleh : I Wayan Sudana I Wayan Suardana Hukum

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN Riska Wijayanti 1, Siti Malikhatun Bariyah 2 Abstrak Penelitian ini bertujuan mengkaji

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di Mekanisme Perdamaian dalam Kepailitan Sebagai Salah Satu Cara Penyelesaian Utang Menurut Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus PT. Pelita

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan

Lebih terperinci

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal A Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Kepailitan Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari bahasa Belanda yaitu Faiyit yang mempunyai arti ganda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te No.293, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Perusahaan Efek. Subordinasi Perjanjian Pinjaman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6161) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Asuransi 1. Pengertian Asuransi Di Indonesia, selain istilah asuransi digunakan juga istilah pertanggungan. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan akan terpenuhi apabila berbagai elemen yang berbeda kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara harmonis, termasuk kepentingan pemilik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN KONTRAK PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN KONTRAK PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN KONTRAK PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KRITERIA DAN PENERBITAN DAFTAR EFEK SYARIAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pa

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KRITERIA DAN PENERBITAN DAFTAR EFEK SYARIAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pa No.137, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Efek. Syariah. Kriteria. Penerbitan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6083) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.36, 2017 KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Multi Aset. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6024) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa manusia lain. Hanya dalam kehidupan bersamalah manusia dapat

Lebih terperinci

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS DASAR HUKUM tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PIHAK-PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT DALAM UNDANG-UNDANG KEPAILITAN

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PIHAK-PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT DALAM UNDANG-UNDANG KEPAILITAN 27 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PIHAK-PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT DALAM UNDANG-UNDANG KEPAILITAN A. Persyaratan Permohonan Pernyataan Pailit Dalam mengajukan permohonan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 72 /POJK.04/2017 TENTANG POKOK KETENTUAN PERJANJIAN PINJAMAN SUBORDINASI PERUSAHAAN EFEK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 72 /POJK.04/2017 TENTANG POKOK KETENTUAN PERJANJIAN PINJAMAN SUBORDINASI PERUSAHAAN EFEK OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 72 /POJK.04/2017 TENTANG POKOK KETENTUAN PERJANJIAN PINJAMAN SUBORDINASI PERUSAHAAN EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2017, No tentang Kegiatan Perusahaan Efek di Berbagai Lokasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Neg

2017, No tentang Kegiatan Perusahaan Efek di Berbagai Lokasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Neg LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.294, 2017 KEUANGAN OJK. Perusahaan Efek. Berbagai Lokasi. Kegiatan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6162) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap perusahaan membutuhkan dana investasi sebagai modal untuk membangun dan mengembangkan bisnis perusahaan itu sendiri. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi menyebabkan meningkatnya usaha dalam sektor Perbankan. Fungsi perbankan yang paling utama adalah sebagai lembaga intermediary, yakni menghimpun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterpurukan perekonomian Indonesia pada tahun 1997 menyebabkan tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan menyisakan sedikit yang mampu bertahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perjanjian utang piutang, para pihak yang terkait adalah debitor dan kreditor. Gatot Supramono menjelaskan bahwa pihak yang berpiutang atau memberi pinjaman

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI DAL

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI DAL LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.358, 2014 KEUANGAN. OJK. Efek Beragun Aset. Partisipasi Pembiayaan. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5632) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

II. PIHAK YANG WAJIB MELALUI PROSES PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN

II. PIHAK YANG WAJIB MELALUI PROSES PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN Yth. Direksi Perusahaan Efek Yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 57 /SEOJK.04/2017 TENTANG

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN BATANG TUBUH PENJELASAN RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAH REASURANSI,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN PERUSAHAAN ASURANSI. Kepailitan berasal dari kata pailit dari bahasa Belanda Failliet.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN PERUSAHAAN ASURANSI. Kepailitan berasal dari kata pailit dari bahasa Belanda Failliet. BAB II 21 TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN PERUSAHAAN ASURANSI 1.1 Kepailitan 1.1.1 Pengertian Kepailitan Kepailitan berasal dari kata pailit dari bahasa Belanda Failliet.Kata Failliet itu sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan.

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997, banyak badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan. Meskipun kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi putusan kepailitan. Debitur ini dapat berupa perorangan (badan pribadi) maupun badan hukum.

Lebih terperinci