BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN REFERAT CEREBRAL PALSY. Disusun Oleh: Yessi Pratiwi Okviani

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN REFERAT CEREBRAL PALSY. Disusun Oleh: Yessi Pratiwi Okviani"

Transkripsi

1 BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN REFERAT CEREBRAL PALSY Disusun Oleh: Yessi Pratiwi Okviani C Pembimbing: dr. Steven Sakasasmita Supervisor: dr. Abdul Muis, Sp. S(K) DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

2 LEMBAR PENGESAHAN Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa : Nama : Yessi Pratiwi Okviani (C ) Judul Referat : Cerebral Palsy Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar, 12 Mei 2015 Mengetahui, Supervisor Pembimbing gsgnsdj dr. Abdul Muis, Sp.S(K) dr. Steven Sakasasmita

3 CEREBRAL PALSY I. PENDAHULUAN Cerebral palsy merupakan suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang menetap dan tidak progresif, terjadi pada usia dini sehingga mengganggu perkembangan otak dan menunjukan kelainan posisi, tonus otot dan koordinasi motorik, serta kelainan neurologis lainnya. Angka kejadian cerebral palsy di berbagai negara bervariasi antara 2-2,5 per 1000 kelahiran hidup. Secara umum, cerebral palsy dibagi atas 4 tipe yaitu spastik, atetoid, ataksia, dan campuran. Sekitar 70%-80% kasus cerebral palsy adalah tipe spastik. 1 Banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko cerebral palsy mulai dari periode prenatal, perinatal, dan postnatal. Faktor risiko pada periode prenatal adalah infeksi dalam kandungan, seperti infeksi toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, dan herpes (TORCH). Faktor risiko pada periode perinatal dapat disebabkan oleh berat badan lahir rendah, kelahiran multipara, hipoksia, asfiksia, dan kelahiran prematur. Faktor risiko pada periode pascanatal berupa benturan fisik pada kepala, tingginya kandungan logam dalam tubuh, insiden yang menyebabkan kondisi hipoksia-iskemia, kegagalan fungsi hati, ensefalitis, dan meningitis. Gambaran klinis cerebral palsy tergantung pada bagian dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan. 2 Anak-anak dengan cerebral palsy menderita beberapa masalah dan kecacatan seperti retardasi mental, epilepsi, gangguan makan, dan gangguan penglihatan dan pendengaran. Penanganan tiap individu membutuhkan intervensi kombinasi. Penanganan spastisitas memiliki banyak macam intervensi terapi. Penanganannya harus berorientasi pada tujuan seperti membantu mobilitas, mengurangi atau mencegah kontraktur, meningkatkan higiene, dan memberikan kenyamanan. Setiap anggota dari tim multidisiplin, termasuk anak dan orang tua, harus berpastipasi dalam evaluasi dan perencanaan terapi. 3

4 II. DEFINISI Cerebral palsy merupakan kumpulan gejala kelainan perkembangan motorik dan postur tubuh yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak sejak dalam kandungan atau di masa kanak-kanak. Kelainan tersebut biasanya disertai dengan gangguan sensasi, persepsi, kognisi, komunikasi, tingkah laku, epilepsi, dan masalah muskuloskeletal. Cerebral berarti bahwa penyebab kesulitannya berada di otak, bukan di otot. Palsy dapat berarti memiliki kesulitan dengan pergerakan dan postur tubuh. Gejala cerebral palsy mulai dapat diamati pada anak-anak di bawah umur 3 tahun, yaitu manifestasi berupa hipotonia awal pada 6 bulan pertama hingga 1 tahun dan umumnya diikuti spastisitas. Cerebral palsy merupakan penyakit yang tidak progresif. Pengaruh gangguan otak terhadap pergerakan dan postur tidak hilang. Namun, efeknya pada tubuh bisa menjadi lebih atau kurang jelas seiring berjalannya waktu. Misalnya pada penderita cerebral palsy yang dapat menjadi semakin lebih baik dalam mengelola kesulitan mereka sebagai hasil dari intervensi terapi. 2, 4 III. EPIDEMIOLOGI Prevalensi cerebral palsy secara global berkisar antara 1-1,5 per kelahiran hidup dengan insiden meningkat pada kelahiran prematur. Di negara maju, prevalensi cerebral palsy dilaporkan sebesar 2-2,5 kasus per kelahiran hidup sedangkan di negara berkembang berkisar antara 1,5-5,6 kasus per kelahiran hidup. 2 Beberapa instansi kesehatan di Indonesia sudah mulai bisa mendata kasus cerebral palsy, antara lain yaitu YPAC (Yayasan Pendidikan Anak Cacat) cabang Surakarta jumlah anak dengan kondisi cerebral palsy pada tahun 2001 berjumlah 313 anak, tahun 2002 berjumlah 242 anak, tahun 2003 berjumlah 265 anak, tahun 2004 berjumlah 239 anak, sedangkan tahun 2005 berjumlah 118 anak, tahun 2006 sampai dengan bulan Desember berjumlah 112 anak, sedangkan tahun 2007 sampai dengan bulan Desember yaitu berjumlah 198 anak. Pada klinik tumbuh

5 kembang Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang sepanjang tahun 2005 mencatat kunjungan pasien anak dengan diagnosis cerebral palsy sebanyak 2,16%. Secara umum, cerebral palsy dibagi atas 4 tipe yaitu spastik, atetoid, ataksia, dan campuran. Sekitar 70%-80% kasus cerebral palsy adalah tipe 1, 5, 6 spastik. IV. ETIOLOGI Penyebabnya dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu prenatal, perinatal, dan pascanatal. 1. Prenatal Infeksi terjadi dalam masa kandungan menyebabkan kelainan pada janin, misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubella, dan penyakit inklusi sitomegalik. Kelainan yang mencolok biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental. Anoksia dalam kandungan, terkena radiasi sinar x, dan intoksikasi kehamilan dapat menimbulkan cerebral palsy. 2. Perinatal a. Anoksia/hipoksia Penyebab yang terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah trauma kepala. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal ini terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan instrumen tertentu, dan lahir dengan seksio kaesar. b. Perdarahan otak Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama sehingga sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan, dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subarakhnoid akan menyebabkan penyumbatan cairan serebrospinal sehingga mengakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spatis. c. Prematuritas Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah, dan lain-lain masih belum sempurna. d. Ikterus

6 Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah. e. Meningitis purulenta Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa cerebral palsy. 3. Pascanatal Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat menyebabkan cerebral palsy. Misalnya pada trauma kapitis, meningitis, ensefalitis, dan luka parut pada otak pasca-operasi. 7 V. KLASIFIKASI a. Berdasarkan keterlibatan alat gerak atau ekstremitas, yaitu: 1. Monoplegia, hanya satu anggota tubuh yang terserang (jarang terjadi). 2. Hemiplegia, yang terserang adalah tangan dan kaki tetapi hanya satu sisi. 3. Triplegia, menyerang lengan pada kedua sisi tubuh dan salah satu kaki. 4. Diplegia, keempat anggota gerak tubuh terserang tetapi lebih berat pada bagian di bawah pinggang. 5. Quadriplegia, keempat anggota gerak tubuh terserang semuanya. b. Berdasarkan karakteristik disfungsi neurologis, yaitu 1. Spastik Spastik merupakan bentuk terbanyak (70-80%). Otot mengalami kekakuan dan secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika tungkai mengalami spastisitas, maka pada saat berjalan akan akan tampak bergerak kaku dan lurus. 2. Atetosis Kondisi ini melibatkan sistem ekstrapiramidal. Karakteristik yang ditampakkan adalah gerakan-gerakan yang involunteer dengan ayunan yang melebar. Atetosis dibagi menjadi: a. Distonik, umumnya menyerang kaki dan lengan bagian proksimal. Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang-ulang. b. Diskinetik, didominasi oleh abnormalitas bentuk atau gerakangerakan involunteer, tidak terkontrol, berulang-ulang, dan biasanya melakukan gerakan stereotype. 3. Ataksia Kondisi ini melibatkan cerebellum dan yang berhuungan dengannya. Cerebral palsy tipe ini mengalami abnormalitas bentuk postur tubuh dan/atau disertai dengan abnormalitas gerakan.

7 4. Campuran Cerebral palsy campuran menunjukkan manifestasi spastik dan atetosis. 8 c. Gross Motor Function Classification System (GMFCS) GMFCS terdiri dari 5 level yang menggambarkan gerak motorik kasar pada anak-anak dengan cerebral palsy. Level 1: mampu berjalan di dalam dan luar rumah serta menaiki tangga tanpa hambatan. Anak-anak juga bisa berlari dan melompat namun kecepatan, keseimbangan, dan koordinasinya terganggu. Level 2: anak-anak mampu berjalan di dalam dan luar rumah serta menaiki tangga dengan berpegangan pada alat bantu tetapi memiliki keterbatasan berjalan di permukaan yang tidak rata maupun pada tempat yang ramai atau sempit. Anak-anak tersebut memiliki kemampuan yang minimum untuk berlari dan melompat. Level 3: mampu berjalan di dalam dan luar rumah menggunakan alat bantu, menaiki tangga dengan berpegangan, dan bisa menggunakan kursi roda sendiri atau ditransportasikan pada jarak yang jauh dan di luar rumah pada permukaan yang tidak rata. Level 4: anak-anak bisa berjalan pada jarak yang dekat dengan menggunalan walker atau dengan kursi roda di rumah, sekolah, dan komunitas. Level 5: memiliki pergerakan yang sangat terbatas dan kemampuan untuk mempertahankan postur kepala dan badan terganggu. Semua fungsi motorik terganggu. Anak-anak ini tidak bisa bergerak sendiri dan harus ditransportasikan. 9

8 Gambar 1. Gross Motor Function System (GMFCS) pada anak-anak usia 6-12 tahun. 9 VI. PATOFISIOLOGI Presentasi klinik yang tampak dapat disebabkan oleh abnormalitas struktural yang mendasar pada otak; cedera yang terjadi pada prenatal awal, perinatal atau postnatal karena vascular insufficiency; toksin atau infeksi risiko risiko patofisiologi dari kelahiran prematur. Bukti bukti yang ada menunjukkan bahwa faktor faktor prenatal berperan dalam % kasus cerebral palsy. Dalam banyak kasus, penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi hampir sebagian besar kasus disebabkan oleh multifaktor. Selama periode prenatal, pertumbuhan yang abnormal dapat terjadi kapan saja (dapat karena abnormalitas yang bersifat genetik, toksik atau infeksi, atau vascular insufficiency). Menurut Volpe, dalam perkembangan otak manusia terdapat beberapa waktu penting, dan waktu waktu puncak terjadinya, sebagai berikut: 1. Primary neurulation terjadi pada 3 4 minggu kehamilan. 2. Prosencephalic development terjadi pada 2 3 minggu kehamilan.

9 3. Neuronal proliferation penambahan maksimal jumlah neuron terjadi pada bulan ke 3 4 kehamilan. 4. Organization pembentukan cabang, mengadakan sinaps, kematian sel, eliminasi selektif, proliferasi, dan diferensiasi sel glia terjadi bulan ke 5 kehamilan sampai beberapa tahun setelah kelahiran. 5. Myelination penyempurnaan sel sel neuron yang terjadi sejak kelahiran sampai beberapa tahun setelah kelahiran. Karena kompleksitas dan kerentanan otak selama masa perkembangannya, menyebabkan otak sebagai subjek cedera dalam beberapa waktu. Cerebral ischemia yang terjadi sebelum minggu ke 20 kehamilan dapat menyebabkan defisit migrasi neuronal, antara minggu ke 24 sampai ke 34 menyebabkan periventricular leucomalacia (PVL) dan antara minggu ke 34 sampai ke 40 menyebabkan focal atau multifocal cerebral injury. Cedera otak akibat vascular insufficiency tergantung pada berbagai faktor saat terjadinya cedera, antara lain distribusi vaskular ke otak, efisiensi aliran darah ke otak dan sistem peredaran darah, serta respon biokimia jaringan otak terhadap penurunan oksigenasi. Kelainan tergantung pada berat ringannya asfiksia yang terjadi pada otak. Pada keadaan yang berat tampak ensefalomalasia kistik multipel atau iskemik yang menyeluruh. Pada keadaan yang lebih ringan terjadi patchy necrosis di daerah paraventrikular substansia alba dan dapat terjadi atrofi yang difus pada substansia grisea korteks serebri. Kelainan dapat lokal atau menyeluruh tergantung tempat yang terkena. Stres fisik yang dialami oleh bayi yang mengalami kelahiran prematur seperti imaturitas pada otak dan vaskularisasi serebral merupakan suatu bukti yang menjelaskan mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian cerebral palsy. Sebelum dilahirkan, distribusi sirkulasi darah janin ke otak dapat menyebabkan tendensi terjadinya hipoperfusi sampai dengan periventrikular white matter. Hipoperfusi dapat menyebabkan haemorrhage pada matrik germinal yang berhubungan dengan kejadian diplegia spastik.

10 Pada saat di mana sirkulasi darah ke otak telah menyerupai sirkulasi otak dewasa, hipoperfusi kebanyakan merusak area batas air korteks (zona akhir dari arteri cerebral mayor), yang selanjutnya menyebabkan fenotip spastik quadriplegia. Ganglia basal juga dapat terpengaruh dengan keadaan ini, yang selanjutnya menyebabkan terjadinya ekstrapiramidal (seperti koreoatetoid atau distonik). Kerusakan vaskular yang terjadi pada saat perawatan seringkali terjadi dalam distribusi arteri serebral bagian tengah yang menyebabkan terjadinya fenotip spastik hemiplegia. Tidak ada hal hal yang mengatur di mana kerusakan vaskular akan terjadi, dan kerusakan ini dapat terjadi lebih dari satu tahap dalam perkembangan otak janin. Autoregulasi peredaran darah serebral pada neonatal sangat sensitif terhadap asfiksia perinatal yang dapat menyebabkan vasoparalysis dan cerebral hyperemia. Terjadinya kerusakan yang meluas diduga berhubungan dengan vaskular regional dan faktor metabolik, serta distribusi regional dari rangsangan pembentukkan sinaps. Pada waktu antara minggu ke-26 sampai dengan minggu ke-34 masa kehamilan, area periventricular white matter yang dekat dengan lateral ventricles sangat rentan terhadap cedera. Apabila area ini membawa fiber yang bertanggung jawab terhadap kontrol motorik dan tonus otot pada kaki, cedera dapat menyebabkan spastik diplegia (yaitu spastisitas utama dan kelemahan pada kaki, dengan atau tanpa keterlibatan lengan dengan derajat agak ringan). Saat lesi yang lebih besar menyebar sebelum area fiber berkurang dari korteks motorik, hal ini dapat melibatkan centrum semiovale dan corona radiata, yang dapat menyebabkan spastisitas pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Suatu pengetahuan tentang urutan fase embrionik dan perkembangan otak janin, dapat ditentukan kapan waktu terjadinya kerusakan otak. Suatu penemuan tentang kelainan migrasi (disordered migration), seperti lissencephaly atau heterotopia grey matter, mengindikasikan bahwa kerusakan yang terjadi sebelum 22 minggu masa gestasi akan mengganggu migrasi neuronal normal. Periventricular leucomalacia (PVL) menunjukkan kerusakan pada white matter. PVL pada umumnya simetris dan diduga disebabkan oleh iskemik white matter

11 pada anak anak prematur. Cedera asimetrik pada periventrikular white matter dapat menyebabkan salah satu sisi tubuh lebih kuat daripada yang lainnya. Keadaan ini menyebabkan gejala yang menyerupai spastik hemiplegia tetapi karakteristiknya lebih menyerupai spastik diplegia. Matriks kapiler germinal dalam daerah periventrikular, sebagian rentan terhadap cedera akibat hipoksikiskemik. Hal ini disebabkan karena lokasinya yang terletak pada zona batas vaskular di antara zona akhir striate dan arteri thalamik. Kerentanan otak janin terhadap PVL bervariasi tergantung pada usia gestasi, mencapai puncak pada usia gestasi 22 minggu dengan satu langkah penurunan pada awal kematian postnatal dan setelah PVL. PVL akan tampak sebagai diplegia dan sekitar 70% bayi yang mengalami cerebral palsy dilahirkan sebelum usia gestasi mencapai 32 minggu dan 30% bayi yang mengalami cerebral palsy lahir tepat waktu (cukup bulan). Volpe mengklasifikasikan sistem tingkatan untuk periventricularintraventricular hemorrhages, sebagai berikut : a. Grade I adalah hemorrhage yang berdampak hanya perdarahan pada subependymal (<10% dari area periventrikular terisi dengan darah). b. Grade II adalah hemorrhage yang melibatkan 10 50% area periventrikular. c. Grade III adalah hemorrhage yang melibatkan >50% area periventrikular d. Beberapa ahli lain mengemukakan grade IV, yaitu ada tidaknya darah parenchymal. Hal ini diduga tidak berhubungan dengan ekstensi pendarahan ventrikular. Tetapi sebaliknya, hemorrhagic infarction dapat berhubungan dengan periventricular-intraventricular hemorrhage. Hiperbilirubin encephalopathy akut dapat menyebabkan bentuk cerebral palsy diskinetik (atau ekstrapiramidal) yang dapat terjadi baik pada bayi lahir cukup bulan yang ditandai dengan hiperbilirubinemia atau pada bayi prematur tanpa ditandai hiperbilirubinemia. Kern ikterus mengacu pada encephalopathy dari hiperbilirubinemia yang termasuk di dalamnya noda kelompok nuclear yang spesifik dan nekrosis neuronal. Efek efek ini utamanya melibatkan ganglia basalia, sebagian globus pallidus dan subthalamic nucleus; hippocampus; substantia nigra; beberapa nervus cranial nuclei sebagian oculomotor,

12 vestibular, cochlear dan facial nerve nuclei; saraf batang otak seperti formasi retikular pada pons; saraf olivary inferior, saraf cerebellar seperti pada dentate dan horn cells anterior dari tulang belakang. Hal hal yang memberikan distribusi kerusakan dalam kernikterus, kehilangan pendengaran dan kelainan gerakan (terutama koreoathetosis atau distonia) adalah ciri ciri utama hiperbilirubin encephalopathy. Dengan perbaikan dalam manajemen awal hiperbilirubinemia, banyak kasus cerebral palsy diskinetik (atau ekstrapiramidal) tidak berhubungan dengan riwayat hiperbilirubinemia tetapi sebaliknya diduga berhubungan dengan hypoxic injury pada ganglia basal. Dalam ketidakhadiran hiperbilirubinemia, prematuritas, atau hipoksia, kemungkinan suatu kelainan metabolik atau neurodegeneratif sebagai dasar fenotip perlu dipertimbangkan. Cerebral palsy diskinetik berjumlah kurang lebih 10% dari semua bentuk cerebral palsy, umumnya terjadi pada bayi cukup bulan. Kernikterus akibat haemolitik pada bayi baru lahir terjadi akibat Rhesus isoimmunisation yang menjelaskan peningkatan insiden pada dekade terakhir. Sosialisasi kebijakan antenatal untuk memberikan antibodi anti-d pada ibu dengan Rhesus negatif setelah kelahiran bayi dengan Rhesus positif telah menunjukkan eradikasi pada seluruh bentuk cerebral palsy. Status marmoratus adalah suatu akibat neuropatologi yang ditimbulkan oleh neonatal hypoxic-ischemic encephalopathy dan diduga lebih banyak terjadi pada bayi cukup bulan daripada bayi prematur. Lesi ini adalah keadaan khusus munculnya gumpalan karena suatu abnormalitas pembentukan myelin. Lesi ini merusak ganglia basal dan thalamus yang menyebabkan fenotip cerebral palsy diskinetik. Neuroimaging dalam penggunaan MRI, telah membantu mengklarifikasi dugaan dugaan tentang penyebab dan waktu terjadinya, yang mengalihkan perdebatan dari intrapartum event (asfiksia neonatal) yang kemungkinan sebanyak 10% kasus, menuju evaluasi faktor faktor antenatal atau antecedents. Anomali otak yang mendasar yang terjadi dalam cerebral palsy bersifat statis, sedangkan akibat dari pelemahan motorik dan fungsional dapat bervariasi

13 berdasarkan waktu. Kasus yang disebabkan terutama oleh kelainan yang bersifat progresif atau degeneratif alami, oleh definisi dikeluarkan saat mendiagnosa cerebral palsy. 10 VII. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinisnya tampak gangguan motorik berupa kelainan fungsi dan lokalisasi serta kelainan bukan motorik yang menyulitkan gambaran klinis cerebral palsy. Kelainan fungsi morik terdiri dari: 1. Spastisitas Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan refleks Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sikap yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam adduksi, fleksi pada sendi siku, dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap adduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam plantar fleksi, dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Golongan spastisitas ini meliputi ⅔ ¾ penderita cerebral palsy. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung pada letak dan besarnya kerusakan, yaitu: Monoplegia/monoparesis : kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya. Hemiplegia/hemiparesis : kelumpuhan lengan dan tungkai di sisi yang sama. Diplegia/diparesis : kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi Tetraplegia/tetraparesis 2. Tonus otot yang berubah tungkai lebih hebat daripada lengan. : kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.

14 Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak flaksid dan berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor neuron. Menjelang usia 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak flaksid dan sikapnya seperti kodok terlentang tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa tonus ototnya berubah menjadi spastik. Refleks otot yang normal dan refleks Babinski negatif tetapi yang khas ialah refleks neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh asfiksia perinatal atau ikterus. Golongan ini meliputi 10-20% dari kasus cerebral palsy. 3. Koreo-atetosis Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak bayi flaksid tetapi sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia. Kerusakan terletak pada ganglia basal dan disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus. Golongan ini meliputi 5-15% dari kasus cerebral palsy. 4. Ataksia Ataksia ialah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Kehilangan keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak di cerebellum. Terdapat kira-kira 5% dari kasus cerebral palsy. 5. Gangguan pendengaran Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis dan pada 5-10% anak dengan cerebral palsy. 6. Gangguan bicara Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur. 7. Gangguan mata

15 VIII. Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi. Pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25% penderita cerebral palsy menderita kelainan mata. 7 DIAGNOSIS Cerebral palsy merupakan diagnosis klinis yang dibuat berdasarkan kewaspadaan terhadap faktor risiko, screening perkembangan regular pada bayibayi yang berisiko tinggi, dan pemeriksaan neurologis. Seperti dalam semua kondisi medis, pendekatan yang sistemastis berfokus pada riwayat maternal, obstetrik, dan perinatal, tinjau perkembangan mental dan fisik anak (developmental milestones), dan pemeriksaan neurologi seara menyeluruh serta observasi anak dalam berbagai posisi seperti tengkurap, telentang, duduk, berdiri, berjalan, dan berlari. Tidak memungkinkan untuk mendiagnosis cerebral palsy pada bayi berusia kurang dari 6 bulan kecuali pada kasus yang sangat parah. Pola dari berbagai bentuk cerebral palsy muncul perlahan-lahan dengan petunjuk awal adanya keterlambatan dalam perkembangan mental dan fisik anak dan tonus otot yang abnormal. Pada cerebral palsy, riwayatnya tidak progresif. Milestones sekali mendapatkan tidak ditemukan adanya regresi pada cerebral palsy. Tonus bisa hipertonik atau hipotonia. Banyak hipotonia dini berubah menjadi spastisitas atau distonia pada usia 2-3 tahun. Tanda-tanda awal meliputi adanya preferensi tangan pada tahun pertama, kelainan tonus berupa spastisitas atau hipotonia dengan berbagai distribusi, adanya refleks neonatus yang abnormal, keterlambatan dalam refleks melindungi dan postural, dan pergerakan yang tidak simetris. Refleks primitif seharusnya menghilang secara bertahap pada usia 6 bulan. Di antara refleks primitif yang paling berguna secara klinis adalah Moro, Tonic labyrinthine, dan Asymmetric Tonic Neck Reflex (ATNR). Pada banyak kasus, diagnosis cerebral palsy tidak memungkinkan hingga usia 12 bulan. Pemeriksaan yang berulang dan observasi secara berkala mungkin diperlukan pada kasus yang ringan sebelum diagnosis pasti ditegakkan. Pada pemeriksaan lebih lanjut pada anak-anak dengan cerebral palsy, EEG dilakukan apabila terdapat riwayat epilepsi. Neuroimaging dilakukan jika belum dilakukan pada masa nenonatus yang mendukung etiologi cerebral palsy. MRI

16 lebih dianjurkan disbanding CT-scan Pemeriksaan genetik dan metabolik jika terdapat bukti kemunduran atau kompensasi metabolik, riwayat keluarga dengan gangguan neurologis di masa kanak-kanak berhubungan dengan cerebral palsy. Pemeriksaan untuk menentukan koagulopati pada anak-anak dengan strok juga penting. Evaluasi lengkap pada anak dengan cerebral palsy meliputi pemeriksaan penglihatan, berbicara, pendengaran, sensoris, epilepsi, dan fungsi kognitif. Evaluasi ortopedi suatu keharusan karena ketidakseimbangan otot dan spastisitas menyebabkan subluksasi/dislokasi panggul, deformitas equina, kontraktur, dan skoliosis. 11 IX. PENATALAKSANAAN Prinsip terapi: - Meningkatkan kualitas hidup pada anak-anak yang terkena cerebral palsy - Memberikan fasilitas rehabilitasi dini - Meningkatkan kapasitas fungsional anak untuk menjadi mandiri - Menurunkan komplikasi cerebral palsy Intervensi: - Mengurangi spastisitas otot - Mengontrol kejang karena kebanyakan resisten terhadap pengobatan antiepilepsi yang konvensional - Mencegah masalah ortopedi seperti subluksasi panggul, skoliosis, deformitas equina, dan lain-lain. - Meningkatkan kognitif, pembelajaran, dan memori untuk penerimaan yang lebih baik 12 Pengobatan kausal tidak ada, hanya simptomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu tim antara dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupational therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa, dan orang tua penderita. Fisioterapi

17 Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program latihan di rumah untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita pada waktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang penderita hidup. Pembedahan Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot, tendon, atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotaktik dianjurkan pada penderita dengan pergerakan koreoatetosis yang berlebihan. Pendidikan Penderita cerebral palsy dididik sesuai dengan tingkat kecerdasannya di sekolah luar biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Mereka sebaiknya diperlakukan sama seperti anak yang normal, yaitu pulang ke rumah dengan kendaraan bersama-sama sehingga mereka tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk ini pekerja social dapat membantu di rumah dengan nasehat seperlunya. Farmakoterapi Pada penderita dengan kejang diberikan obat antikonvulsan rumat yang sesuai dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin, dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, obat dari golongan benzodiazepine dapat menolong, misalnya diazepam, klordiazepoksid (Librium), nitrazepam (mogadon). Pada keadaan koreoatetosis diberikan artan. Imipramine (tofranil) diberikan kepada penderita dengan depresi. 7 X. PROGNOSIS Di negeri yang telah maju misalnya Inggris dan Skandinavia, terdapat 20-25% penderita cerebral palsy sebagai buruh penuh dan 30-50% tinggal di Institute Cerebral Palsy. Prognosis penderita dengan gejala motorik yang ringan

18 adalah baik. Semakin banyak gejala penyertanya dan semakin berat gejala motoriknya maka semakin buruk pula prognosisnya. 7 XI. KESIMPULAN Cerebral palsy merupakan gangguan motorik kronik yang berbagai upaya gagal untuk mencegah kejadian tersebut. Pada kebanyakan kasus, penyebabnya tidak diketahui dan prematuritas menjadi faktor risiko yang paling sering. Anakanak dengan cerebral palsy menderita beberapa masalah dan cacat potensial seperti retardasi mental, epilepsi, kesulitan makan, dan gangguan penglihatan dan pendengaran. Screening terhadap kondisi ini sebaiknya menjadi bagian dari penilaian awal. Anak dengan cerebral palsy paling baik dirawat dengan rencana perawatan individual yang menyediakan kombinasi intervensi. Hal ini memerlukan penyediaan pelayanan berpusat keluarga. Penatalaksanaannya bukan kuratif. Namun, jika disediakan secara optimal dapat meningkatkan kualitas hidup penderita dan keluarganya. Dokter, bekerja sama dengan anak, keluarga, dan anggota dari tim multidisiplin, dapat mengkoordinasikan sistem perawatan yang kompleks untuk kepentingan maksimal setiap anak. 3

19 DAFTAR PUSTAKA 1. Wibowo, Alinda R., & Saputra, Deddy R., Prevalens dan Profil Klinis pada Anak Palsi Serebral Spastik dengan Epilepsi. Sari Pediatri.Volume Merlina, M., Kusnadi, Y., & Artati Prospek Terapi Sel Punca untuk Cerebral Palsy. Cermin Dunia Kedokteran 198. Volume Jan, M. M. S Cerebral Palsy: Comprehensive Review and Update. Ann Saudi Med. Volume Oxford University Student Union(OUSU). Cerebral Palsy Fact Sheet. United Kingdom: University of Oxford. 5. Maimunah, S Studi Eksploratif tentang Konsep Diri dan Faktorfaktor yang Mempengaruhi pada Remaja Cerebral Palsy. Pendidikan yang Memberdayakan. Jakarta. 6. Selina, H., Priambodo, W. S., & Sakundarno, M Gangguan Tidur pada Anak Palsi Serebral. Medica Hospitalia.Volume Dahlan, A. & Aminullah, A Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Volume Poetry, R. V., Ramli, A. H. & Pratiwi, A. Resiliensi pada Mahasiswa Baru Penyandang Cerebral Palsy(CP). Universitas Brawijaya. Malang. 9. Graham, H. K Classifying Cerebral Palsy. Asia-Pacific Childhood Disability Update. 10. Mardiani, E Faktor-faktor Risiko Prenatal dan Perinatal Kejadian Cerebral Palsy. Semarang: Universitas Diponegoro. 11. Sankar, C. & Mundkur, N Cerebral Palsy Definition, Classification, Etiology and Early Diagnosis. Indian J. Pediatric. Volume 72.

20 12. Kuldeep, C. R Recent Advances in Ayuverdic Management of Cerebral Palsy Affected Children. Int. J. Res. Ayurveda Pharm. Volume 5.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi palsi serebral Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas fisik, gangguan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendeteksi secara dini disfungsi tumbuh kembang anak. satunya adalah cerebral palsy. Cerebral palsy menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendeteksi secara dini disfungsi tumbuh kembang anak. satunya adalah cerebral palsy. Cerebral palsy menggambarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan masyarakat merupakan persoalan bersama yang harus menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat. Salah satu bagian dari program kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

Topografi: Letak gangguan di otak Etiologi: Penyebab dan saat terjadinya gangguan

Topografi: Letak gangguan di otak Etiologi: Penyebab dan saat terjadinya gangguan Cerebral Palsy Assessment Assessment Cerebral Palsy Gangguan motorik UMN atau LMN? Keterlambatan perkembangan motorik atau CP? Fungsional: Kemampuan dan keterbatasan fungsi motorik Topografi: Letak gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis yang. tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan dan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis yang. tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan dan secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palsi serebral 2.1.1 Definisi Palsi serebral adalah terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan kelompok penyakit kronik yang mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Palsi serebral 2.1.1 Definisi palsi serebral Palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas fisik, gangguan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara hakikat sebenarnya tidak ada anak cacat melainkan anak berkebutuhan khusus karena anak-anak tersebut sama dengan anak-anak pada umumnya yang memiliki kelebihan

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK ATETOID HEMIPLEGI DI YPAC SURAKARTA

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK ATETOID HEMIPLEGI DI YPAC SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK ATETOID HEMIPLEGI DI YPAC SURAKARTA Oleh : Nugroho Budhi Apriliono J100070018 Diajukan guna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cerebral palsy (CP). CP merupakan gangguan kontrol terhadap fungsi motorik

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cerebral palsy (CP). CP merupakan gangguan kontrol terhadap fungsi motorik BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa tumbuh kembang anak adalah masa yang sangat beresiko bagi setiap kehidupan anak,maka sangat penting untuk memperhatikan semua aspek yang mendukung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus dari total populasi anak. Data akurat tentang jumlah

Lebih terperinci

CEREBRAL PALSY DEFINISI KLASIFIKASI KLINIS

CEREBRAL PALSY DEFINISI KLASIFIKASI KLINIS CEREBRAL PALSY DEFINISI Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi perkembangan otak normal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah cerebral palsy (CP). CP merupakan kelainan atau

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah cerebral palsy (CP). CP merupakan kelainan atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa tumbuh kembang anak adalah masa yang sangat riskan bagi setiap kehidupan anak, maka sangat penting untuk memperhatikan semua aspek yang mendukung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah terindah dalam keluarga. Setiap orang tua mengharapkan memiliki anak yang normal, namun sering hidup tidak berjalan seperti yang kita inginkan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik

Lebih terperinci

Karina Eka Ratnasari, Nur Susanti Program Studi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan

Karina Eka Ratnasari, Nur Susanti Program Studi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CEREBRAL PALSY HIPERTONUS SPASTIK ATHETOID DIPLEGI MENGGUNAKAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT DAN BRAIN GYM DI YPAC SURAKARTA Karina Eka Ratnasari, Nur Susanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serebelum sehingga menyebabkan keterbatasan aktivitas. 1, 2

BAB I PENDAHULUAN. serebelum sehingga menyebabkan keterbatasan aktivitas. 1, 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palsi serebral didefinisikan sebagai keadaan kerusakan jaringan otak yang menetap dan tidak progresif, gambaran klinisnya dapat berubah selama hidup. Terjadi pada usia

Lebih terperinci

Dr. Soeroyo Machfudz, Sp.A(K), MPH Sub.bag Tumbuh Kembang/Ped. Sosial INSKA RS. Hermina / Bag. IKA FK-UII Yogyakarta

Dr. Soeroyo Machfudz, Sp.A(K), MPH Sub.bag Tumbuh Kembang/Ped. Sosial INSKA RS. Hermina / Bag. IKA FK-UII Yogyakarta Dr. Soeroyo Machfudz, Sp.A(K), MPH Sub.bag Tumbuh Kembang/Ped. Sosial INSKA RS. Hermina / Bag. IKA FK-UII Yogyakarta CEREBRAL PALSY CP Sindrom kerusakan otak yang statis Tidak progresif Keterlambatan motorik

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT (NDT) PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGIA DI YPAC SURAKARTA

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT (NDT) PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGIA DI YPAC SURAKARTA 1 KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT (NDT) PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGIA DI YPAC SURAKARTA Diajukan Guna Melengkapi Tugas- Tugas Dan Memenuhi Syarat-

Lebih terperinci

BAHASAN SEKITARNYA YANG MERUPAKAN DASAR ADANYA GERAK DARI GERAK SISTEM OTOT TULANG TUBUH FUNGSIONAL LOKAL / KESELURUHAN

BAHASAN SEKITARNYA YANG MERUPAKAN DASAR ADANYA GERAK DARI GERAK SISTEM OTOT TULANG TUBUH FUNGSIONAL LOKAL / KESELURUHAN HAMBATAN MOTORIK BAHASAN 1. SISTEM OTOT TULANG, SENDI DAN OTOT SEKITARNYA YANG MERUPAKAN DASAR ADANYA GERAK 2. SISTEM OTOT SARAF : MENGENDALIKAN FUNGSI DARI GERAK SISTEM OTOT TULANG 3. SISTEM OTOT, TULANG,

Lebih terperinci

Modul ke: Pedologi. Cedera Otak dan Penyakit Kronis. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

Modul ke: Pedologi. Cedera Otak dan Penyakit Kronis. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi. Modul ke: Pedologi Cedera Otak dan Penyakit Kronis Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Apakah yang Dimaksudkan dengan Kelumpuhan Otak itu? Kelumpuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada ketidakmampuan untuk mengendalikan fungsi motorik, postur/ sikap dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada ketidakmampuan untuk mengendalikan fungsi motorik, postur/ sikap dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Palsi serebral adalah suatu kelainan statis nonprogresif yang disebabkan oleh cedera otak pada periode prenatal, perinatal dan postnatal, yang berpengaruh pada ketidakmampuan

Lebih terperinci

PENGARUH MOBILISASI TRUNK TERHADAP PENURUNAN SPASTISITAS PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGI

PENGARUH MOBILISASI TRUNK TERHADAP PENURUNAN SPASTISITAS PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGI PENGARUH MOBILISASI TRUNK TERHADAP PENURUNAN SPASTISITAS PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGI SKRIPSI DISUSUN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN DALAM MENDAPATKAN GELAR SARJANA SAINS TERAPAN FISIOTERAPI

Lebih terperinci

SETYO WAHYU WIBOWO, dr. Mkes Seminar Tuna Daksa, tinjauan fisiologis dan pendekatan therapiaccupressure, KlinikUPI,Nov 2009

SETYO WAHYU WIBOWO, dr. Mkes Seminar Tuna Daksa, tinjauan fisiologis dan pendekatan therapiaccupressure, KlinikUPI,Nov 2009 SETYO WAHYU WIBOWO, dr. Mkes Seminar Tuna Daksa, tinjauan fisiologis dan pendekatan therapiaccupressure, KlinikUPI,Nov 2009 TUNA DAKSA Tuna Daksa(cacat tubuh) adalah kelainan pada tulang, otot atau sendi

Lebih terperinci

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatnya tingkat sosial dalam kehidupan masyarakat dan ditunjang pula oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berdampak pada peningkatan usia harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju maupun negara berkembang. 1 Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis

Lebih terperinci

Gangguan Neuromuskular

Gangguan Neuromuskular Bab 9 Gangguan Neuromuskular Oleh: Dr. dr. Zairin Noor Helmi, Sp.OT(K)., M.M., FISC. Tujuan Pembelajaran Setelah menyelesaikan bab ini, pembaca/peserta didik diharapkan mampu: mendeskripsikan konsep palsi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Pakar Sistem pakar merupakan salah satu cabang dari kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) yang secara luas dapat diartikan sebagai penggunaan dan Knowledge dalam

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN RETARDASI MENTAL. Disusun Oleh : Hadi Ari Yanto

LAPORAN PENDAHULUAN RETARDASI MENTAL. Disusun Oleh : Hadi Ari Yanto LAPORAN PENDAHULUAN RETARDASI MENTAL Disusun Oleh : Hadi Ari Yanto 101018 D III KEPERAWATAN STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN 2012 / 2013 RETARDASI MENTAL 1. PENGERTIAN Retardasi mental adalah kemampuan mental

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teori 1. Stroke Non Hemoragik Menurut kriteria WHO, stroke secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis

Lebih terperinci

DETEKSI DINI KETERLAMBATAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK

DETEKSI DINI KETERLAMBATAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK 177 DETEKSI DINI KETERLAMBATAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK Oleh: B. Suhartini Dosen Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi FIK UNY Abstrak Perkembangan motorik berarti perkembangan pengendalian

Lebih terperinci

Brain Development in Infant Born with Small for Gestational Age

Brain Development in Infant Born with Small for Gestational Age Brain Development in Infant Born with Small for Gestational Age DR. Dr. Hardiono D. Pusponegoro, SpA (K) Bayi yang lahir dengan small for gestational age (SGA) mempunyai beberapa implikasi pada pertumbuhan

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR RISIKO PRENATAL DAN PERINATAL KEJADIAN CEREBRAL PALSY (Studi Kasus di YPAC Semarang)

FAKTOR FAKTOR RISIKO PRENATAL DAN PERINATAL KEJADIAN CEREBRAL PALSY (Studi Kasus di YPAC Semarang) T E S I S FAKTOR FAKTOR RISIKO PRENATAL DAN PERINATAL KEJADIAN CEREBRAL PALSY (Studi Kasus di YPAC Semarang) Untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai sarjana S-2 Magister Epidemiologi Elita Mardiani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun pada anak dengan hambatan tumbuh kembang. Pembangunan. tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi

BAB I PENDAHULUAN. maupun pada anak dengan hambatan tumbuh kembang. Pembangunan. tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang abnormal, gerakan tak terkendali, dan kegoyangan saat. dengan sifat dari gangguan gerakan yaitu spastic, athetoid,

BAB I PENDAHULUAN. yang abnormal, gerakan tak terkendali, dan kegoyangan saat. dengan sifat dari gangguan gerakan yaitu spastic, athetoid, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Cerebral Palsy (CP) merupakan salah satu kelainan yang dialami anak karena adanya hambatan pada bagian otak yang berhubungan dengan pengendalian aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan suatu anugerah yang Tuhan berikan untuk orangtua.

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan suatu anugerah yang Tuhan berikan untuk orangtua. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan suatu anugerah yang Tuhan berikan untuk orangtua. Memiliki anak yang normal, sehat jasmani dan rohani merupakan dambaan setiap keluarga dan orang tua.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang anak yang optimal merupakan dambaan setiap orang tua dan orang tua harus lebih memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang anak yang optimal merupakan dambaan setiap orang tua dan orang tua harus lebih memperhatikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang anak yang optimal merupakan dambaan setiap orang tua dan orang tua harus lebih memperhatikan setiap perkembangan dan pertumbuhan bayi atau anak mereka,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1860, seorang dokter bedah kebangsaan Inggris bernama William Little pertama kali mendeskripsikan satu penyakit yang pada saat itu membingungkan yang menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetap selama hidup, tetapi perubahan gejala bisa terjadi sebagai akibat. dalam kelompok CP (Hinchcliffe, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. menetap selama hidup, tetapi perubahan gejala bisa terjadi sebagai akibat. dalam kelompok CP (Hinchcliffe, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak jenis kecacatan yang terjadi pada anak, diantaranya adalah Cerebral Palsy (CP). CP merupakan sekelompok gangguan gerak atau postur yang disebabkan oleh lesi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. otak yang menghambat tumbuh kembang anak. Brunner dan Suddarth mengartikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. otak yang menghambat tumbuh kembang anak. Brunner dan Suddarth mengartikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cerebral palsy (CP) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kelumpuhan otak yang menghambat tumbuh kembang anak. Brunner dan Suddarth mengartikan kata cerebral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang,

BAB I PENDAHULUAN. Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang berarti sendi dan itis yang berarti inflamasi. Osteoarthritis tergolong penyakit

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIC DIPLEGY PADA ANAK USIA DUA TAHUN Utomo AHP 1) 1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Abstrak Latar Belakang. Cerebral palsy adalah keadaan kerusakan jaringan otak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak (Junaidi, 2011). Menurut Organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak faktor

BAB I PENDAHULUAN. Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak faktor baik internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi keberhasilan tumbuh kembang anak. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat. maturasi serebral (Mahdalena, Shella. 2012).

BAB I PENDAHULUAN. progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat. maturasi serebral (Mahdalena, Shella. 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cerebral Palsy adalah gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak,di dalam susunan syaraf pusat, bersifat kronik dan tidak

Lebih terperinci

Aksep Cerebral palsy BAB I KONSEP DASAR

Aksep Cerebral palsy BAB I KONSEP DASAR Aksep Cerebral palsy BAB I KONSEP DASAR 1. Pendahuluan Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam

Lebih terperinci

Latihan Aktif Dan Pasif / Range Of Motion (ROM) Pada Pasien. Stroke Non Hemoragik

Latihan Aktif Dan Pasif / Range Of Motion (ROM) Pada Pasien. Stroke Non Hemoragik LAMPIRAN 1 Latihan Aktif Dan Pasif / Range Of Motion (ROM) Pada Pasien Stroke Non Hemoragik A. Pengertian Latihan aktif dan pasif / ROM adalah merupakan suatu kebutuhan manusia untuk melakukan pergerakan

Lebih terperinci

BAB 2. PEMBAHASAN 2.1. Definisi Cerebral Palsy

BAB 2. PEMBAHASAN 2.1. Definisi Cerebral Palsy BAB 2. PEMBAHASAN 2.1. Definisi Cerebral Palsy Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak secara fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih dan dapat mengakibatkan kematian atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat non progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang. CP

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat non progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang. CP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cerebral palsy merupakan suatu kelainan atau kerusakan pada otak yang bersifat non progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang. CP terjadi akibat kerusakan pada

Lebih terperinci

Kejang Pada Neonatus

Kejang Pada Neonatus Kejang Pada Neonatus Guslihan Dasa Tjipta Emil Azlin Pertin Sianturi Bugis Mardina Lubis 1 DIVISI PERINATOLOGI Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan 2 Definisi : Kejang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada konsep paradigma menuju Indonesia sehat 2010, tujuan. pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada konsep paradigma menuju Indonesia sehat 2010, tujuan. pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan BAB I PENDAHULUAN Pada konsep paradigma menuju Indonesia sehat 2010, tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap individu agar terwujud derajat

Lebih terperinci

trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus

trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus Asuhan neonatus, bayi, dan balita trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus Oleh: Witri Nofika Rosa (13211388) Dosen Pembimbing Dian Febrida Sari, S.Si.T STIKes MERCUBAKTIJAYA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN METODE NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT (NDT) DI YPAC SURAKARTA

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN METODE NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT (NDT) DI YPAC SURAKARTA PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN METODE NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT (NDT) DI YPAC SURAKARTA DisusunOleh: Agus Maryanto J 100 070 047 PROGRAM STUDI DIII FISIOTERAPI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat

BAB I PENDAHULUAN. kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses pembentukan manusia yang berkualitas dimulai sejak masih di dalam kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak penyandang disabilitas, sering dibahasakan dengan anak berkebutuhan khusus (ABK). Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 %

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE NON HEMORAGIK DEKSTRA STADIUM AKUT

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE NON HEMORAGIK DEKSTRA STADIUM AKUT PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE NON HEMORAGIK DEKSTRA STADIUM AKUT Disusun oleh : DWI RAHMAWATI NIM : J100 060 001 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak adalah kondisi Cerebral Palsy (Rosenbaum, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak adalah kondisi Cerebral Palsy (Rosenbaum, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum tujuan pembangunan bangsa Indonesia yaitu memajukan kesejahteraan umum. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan dan efisiensi. Dengan kata lain, harus memiliki kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan dan efisiensi. Dengan kata lain, harus memiliki kontrol yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan pada dasarnya dimiliki oleh setiap orang, namun banyak orang dalam hidupnya tidak ingin menghabiskan kegiatan yang bersangkutan dengan nilai kesehatan. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial, dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara menggunakannya sebelum abad ke-18. Hal ini masih tradisi di

BAB I PENDAHULUAN. Negara menggunakannya sebelum abad ke-18. Hal ini masih tradisi di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bedong bayi merupakan perawatan bayi yang hampir seluruh Negara menggunakannya sebelum abad ke-18. Hal ini masih tradisi di beberapa bagian Timur Tengah, Inggris,

Lebih terperinci

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan HEAD INJURY Pendahuluan Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan peralatan keselamatan sabuk pengaman, airbag, penggunaan helm batas kadar alkohol dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi menurut WHO ( World Health Organization)

Lebih terperinci

Ramot Arif Banamtuan Pembimbing Dr. Catharina Dian, SpA

Ramot Arif Banamtuan Pembimbing Dr. Catharina Dian, SpA Ramot Arif Banamtuan 1061050141 Pembimbing Dr. Catharina Dian, SpA Cerebral palsy (CP) merupakan keadaan kerusakan jaringan otak, yang terjadi pada awal masa kehidupan oleh karna gangguan pada sel motorik

Lebih terperinci

Definisi Bell s palsy

Definisi Bell s palsy Definisi Bell s palsy Bell s palsy adalah penyakit yang menyerang syaraf otak yg ketujuh (nervus fasialis) sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yg terkena. Penderita yang terkena

Lebih terperinci

I. KONSEP DASAR GERAK 1. PENGERTIAN GERAK MANUSIA

I. KONSEP DASAR GERAK 1. PENGERTIAN GERAK MANUSIA OLEH: SRI WIDATI I. KONSEP DASAR GERAK 1. PENGERTIAN GERAK MANUSIA GERAK MANUSIA ADALAH SUATU PROSES YANG MELIBATKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH BAGIAN TUBUH DALAM SATU KESATUAN YANG MENGHASILKAN SUATU GERAK

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional)

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional) BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional) terhadap 46 orang responden pasca stroke iskemik dengan diabetes mellitus terhadap retinopati diabetika dan gangguan

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (defisit neurologik) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN STROKE HEMORAGE DEXTRA DI RSUD PANDANARANG BOYOLALI

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN STROKE HEMORAGE DEXTRA DI RSUD PANDANARANG BOYOLALI PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN STROKE HEMORAGE DEXTRA DI RSUD PANDANARANG BOYOLALI Disusun oleh : BAYU ARDIANSYAH NIM : J100 070 006 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai fungsi yang berbeda dan saling mempengaruhi. Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

Oleh : RIGI RAMDANI J

Oleh : RIGI RAMDANI J PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI POST OPERASI RELEASE KNEE BILATERAL A/C POLIOMIELITIS DENGAN PEMASANGAN WIRE PADA 1/3 DISTAL FEMUR BILATERAL DI BBRSBD DR. SOEHARSO SURAKARTA Oleh : RIGI RAMDANI J 100 070 021

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan saraf tepi. Perkembangan dari susunan sistem saraf anak dimulai dari. berkebutuhan khusus termasuk autis.

BAB I PENDAHULUAN. dengan saraf tepi. Perkembangan dari susunan sistem saraf anak dimulai dari. berkebutuhan khusus termasuk autis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting, banyak faktor internal maupun external yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, salah satunya adalah kematangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia penyakit stroke meningkat seiring dengan modernisasi. Di Amerika Serikat, stroke menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan harapan masa depan bangsa yang perlu dipersiapkan agar menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun sehat mental dan sosial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi diperlukan manusia Indonesia yang berkualitas,

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi diperlukan manusia Indonesia yang berkualitas, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi diperlukan manusia Indonesia yang berkualitas, untuk dapat bersaing dengan negara lain. Proses pembentukan manusia yang berkualitas harus dimulai

Lebih terperinci

CEREBRAL PALSY DEFINISI

CEREBRAL PALSY DEFINISI CEREBRAL PALSY DEFINISI Cerebral palsy adalah suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif oleh karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU No. 23/19912 bahwa pembangunan nasional akan terwujud bila terjadi derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja

BAB 1 PENDAHULUAN. karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Stroke atau gangguan peredaran darah otak ( GPDO) merupakan penyakit neurologik yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94 BAB VI PEMBAHASAN Pembahasan Hasil Karakteristik neonatus pada penelitian ini: berat lahir, usia saat pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94 gram) lebih berat daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke sebagaimana pernyataan Iskandar (2004) Stroke sering menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan, ekonomi, dan sosial, serta membutuhkan

Lebih terperinci

CEREBRAL PALSY PENDAHULUAN

CEREBRAL PALSY PENDAHULUAN CEREBRAL PALSY I. PENDAHULUAN Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal sesuai dengan Undang-Undang No. 23

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal sesuai dengan Undang-Undang No. 23 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur penentu status kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stroke merupakan penyebab kecacatan yang utama. Laporan WSO (World Stroke Organization, 2009) memperlihatkan bahwa stroke adalah penyebab utama hilangnya hari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR.. i. DAFTAR ISI... iii. DAFTAR GAMBAR.. vii. DAFTAR TABEL.. viii. DAFTAR ISTILAH.. ix

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR.. i. DAFTAR ISI... iii. DAFTAR GAMBAR.. vii. DAFTAR TABEL.. viii. DAFTAR ISTILAH.. ix DAFTAR ISI COVER LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR ORISINALITAS LAPORAN LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR.. i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR.. vii DAFTAR TABEL.. viii DAFTAR ISTILAH.. ix

Lebih terperinci

SINDROMA GUILLAINBARRE

SINDROMA GUILLAINBARRE SINDROMA GUILLAINBARRE Dosen pembimbing: dr. Fuad Hanif, Sp. S, M.Kes Vina Nurhasanah 2010730110 Definisi Sindroma Guillian Barre adalah suatu polineuropati yang bersifat akut yang sering terjadi 1-3 minggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada. kelompok umur tahun, yakni mencapai 15,9% dan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada. kelompok umur tahun, yakni mencapai 15,9% dan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada kelompok umur 45-54 tahun, yakni mencapai 15,9% dan meningkat menjadi 26,8% pada kelompok umur 55-64 tahun. Prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke kini telah menjadi perhatian dunia, menurut World Stroke

BAB I PENDAHULUAN. Stroke kini telah menjadi perhatian dunia, menurut World Stroke 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke kini telah menjadi perhatian dunia, menurut World Stroke Organization (WSO) telah menetapkan stroke sebagai wabah dunia. Angka kejadian stroke dunia saat ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Cerebral Palsy (CP) adalah suatu kelainan gerak dan. kerusakan atau gangguan disel-sel motorik pada susunan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Cerebral Palsy (CP) adalah suatu kelainan gerak dan. kerusakan atau gangguan disel-sel motorik pada susunan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Definisi Cerebral Palsy (CP) Cerebral Palsy (CP) adalah suatu kelainan gerak dan postur tubuh yang tidak progresif, dan disebabkan oleh karena kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko mengalami permasalahan pada sistem tubuh, karena kondisi tubuh yang tidak stabil. Kematian perinatal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan tumpuan masa depan dan generasi selanjutnya bagi kehidupan dunia dimasa yang akan datang. Dalam hal ini kesehatan bagi anak merupakan hal yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan masalah utama dalam pelayanan kesehatan dan sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit yang ditakuti karena menjadi

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih 1 BAB I PENDAHULUAN Pada tahun 1948 Prof. Dr. Soeharso mendidik tenaga kesehatan dalam rangka kerja besarnya memulihkan korban perang, dibangun Sekolah Perawat Fisioterapi. Semakin berkembangnya pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas intelektual dapat belajar keterampilan baru tetapi lebih lambat

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas intelektual dapat belajar keterampilan baru tetapi lebih lambat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Disabilitas intelektual ditandai dengan gangguan fungsi kognitif secara signifikan dan termasuk komponen yang berkaitan dengan fungsi mental dan keterampilan fungsional

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE HEMORAGE DEXTRA STADIUM RECOVERY

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE HEMORAGE DEXTRA STADIUM RECOVERY PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE HEMORAGE DEXTRA STADIUM RECOVERY Disusun oleh : IKA YUSSI HERNAWATI NIM : J100 060 059 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan

Lebih terperinci