PENGEMBANGAN GULA CAIR BERBAHAN BAKU UBI KAYU SEBAGAI ALTERNATIF GULA KRISTAL DENGAN PENDEKATAN SISTEM INOVASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN GULA CAIR BERBAHAN BAKU UBI KAYU SEBAGAI ALTERNATIF GULA KRISTAL DENGAN PENDEKATAN SISTEM INOVASI"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN GULA CAIR BERBAHAN BAKU UBI KAYU SEBAGAI ALTERNATIF GULA KRISTAL DENGAN PENDEKATAN SISTEM INOVASI Suripto 1), Syamsul Ma arif 2), Yandra Arkeman 3) 1) Mahasiswa Pascasarjanan, Teknik Industri Pertanian IPB - Bogor s.ripto@gmail.com 2) Program Studi Teknik Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB - Bogor msmaarif@ipb.ac.id 2) Program Studi Teknik Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB - Bogor yandra_ipb@yahoo.com ABSTRACT Alternative sweetener (glucose and fructose syrup) made from cassava is still imported. Potential of domestic raw materials is very large. In terms of technology and business feasibility, commercialization of small-scale manufacturing of liquid sugar can be done. This product is also excellent for food, beverages and medicines. The problem is the innovation process is not so well known in the wider community. As an alternative strategic food product, the development of this product is the responsibility of the government. The purpose of this paper is to study the development of liquid sugar made from raw cassava with the innovation systems approach. Innovation system which is used in this assessment is the system of agricultural innovation by Termel, et al in Zuhal (2010). Key to the success of this development is the process of diffusion of innovations to investors in the centers of production and diffusion of cassava products to the public. The method used is coaching and training, campaigns and socialization benefits products. Keywords: Liquid sugar, agricultural innovation systems, and the diffusion of innovation. 1. PENDAHULUAN Tahun 2012 kebutuhan gula kristal putih sebesar 5,13 juta ton, dimana 2,60 juta Ton adalah kebutuhan rumah tangga dan sisanya 2,53 juta ton adalah kebutuhan industri. Sementara jumlah produksi hanya sebesar 2,5 juta ton. Kekurangan kebutuhan dipenuhi melalui impor. Ketergantungan pada impor diperkirakan akan terus berlangsung sejalan dengan pertambahan penduduk, dan peningkatan pendapatan masyarakat serta pertumbuhan sektor industri. Kekurangan gula dalam arti luas semakin besar, karena setiap tahun kita masih mengimpor gula cair (sirup glukosa) dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 30% dan pada tahun 2011 sebesar ton dan ekspornya sebesar ton (Pusdatin Kemenprin, 2012). Memperhatikan besarnya kebutuhan tersebut di atas, maka diperlukan bahan alternatif pemanis yang dapat menggantikan gula kristal putih. Alternatif sumber pemanis non tebu adalah pati-patian dan yang paling memungkinan adalah ubi kayu mengingat ubi kayu tanaman berpati yang masih surplus (Ekspor-Impor). Data tahun 2011 ubi kayu segar surplus 2,37 juta ton. Tanaman ini juga tersebar di semua provinsi, dan hanya 4 provinsi yang produksinya dibawah 10 ribu ton/tahun yaitu Kepulauan Riau, DKI, Gorontalo dan Papua Barat (Pusdatin-Kementan, 2012). Tanaman ubi kayu juga mudah tumbuh dan mudah perawatannya. Ubi kayu sebagai sumber pati-patian selama ini diketahui masyarakat luas hanya sebagai sumber karbohidrat, sampai munculnya inovasi proses yang dapat memproses ubi kayu menjadi berbagai produk turunan yang sangat beragam. Produk gula yang dapat diturunkan dari tepung tapioka (casava) terdiri dari tepung gula kasava, sirup glukosa kualitas nomor dua (warna coklat), sirup glukosa kualitas nomor satu (warna bening), dan sirup fluktosa yang 1,5 kali lebih manis dari gula Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk) Jurnal Teknik Industri ISSN:

2 tebu (Sinar Tani, Edisi 31 Mei 6 Juni 2006). Memperhatikan defisit necara perdagangan sirup glukosa di atas, menunjukkan bahwa konsumsi sirup glukosa dalam negeri cukup tinggi, yaitu untuk bahan baku dalam industri makanan dan minuman, serta industri farmasi. Hal ini menunjukkan peluang untuk pengembangan industri sirup glukosa. Peluang ini semakin besar jika sirup glukosa dapat diterima pasar sebagai pengganti gula rafinasi yang selama ini masih 100% impor. Secara teknologi, proses pembuatan sirup glukosa relatif sederhana dan dapat dilakukan di perdesaan (B2P4). Namun pada kenyataanya produsen sirup glukosa hampir semuanya industri besar. Oleh karena itu tulisan ini bertujuan melakukan analisis sejauh mana pengembangan industri sirup glukosa dapat dilakukan dengan pendekatan sistem inovasi. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup Glukosa Sirup glukosa (Glucose syrup) merupakan cairan jernih dan kental yang mengandung D-glukosa, maltose, dan polimer D-glukosa yang diperoleh dari hidrolisis pati, seperti tapioka, sagu, pati jagung, dan pati umbi-umbian. Hidrolisis dapat dilakukan dengan cara kimia atau enzimatis pada waktu dan suhu, dan ph tertentu. Sirup glukosa mempunyai kelebihan dibandingkan dengan gula sukrosa yaitu tidak mengkristal dan mempunyai rasa yang alami. Pada produk es krim, glukosa dapat menekan titik beku dan meningkatkan kehalusan tekstur, pada kue olahan dapat menjaga kue tetap segar dan tidak mudah retak. Sedangkan dalam permen, glukosa lebih dapat mencegah kerusakan mikrobiologis dan memperbaiki tekstur. Proses pembuatan sirup glukosa dengan cara proses hidrolisis asam lebih mudah dilakukan daripada melalui hidrolisis enzimmatis karena peralatan yang digunakan lebih sederhana, namun peralatan harus anti korosi dan sirup yang dihasilkan mempunyai kemanisan yang lebih rendah karena nilai ekuivalen dekstrosannya rendah dan terjadi degradasi karbohidrat yang dapat mempengaruhi warna dan rasa (Berghmans, dalam Faoji Yahman, 2009). Sedangkan hidrolisis enzimatis memiliki beberapa kelebihan, seperti prosesnya lebih spesifik dan bisa diperoleh produk seperti yang diharapkan, proses pembuatan bisa dikontrol, biaya permurnian lebih murah, kerusakan warna bisa diminimalisasi serta produk sampingan yang lebih sedikit (Norman, dalam Faoji Yahman, 2009). Secara singkat proses pembuatan sirup glukosa dengan cara enzimatis adalah sebagai berikut: 1. Tahap Likuifikasi : Larutkan tapioka dipanaskan dan ditambahkan enzim α- amilase, pada proses ini akan diperoleh dextrin 2. Tahap Sakarifikasi: Dextrin, tambahkan enzim Amiloglukosidase, diperoleh gula cair. 3. Tahap pemucatan dan penyaringan: ditujukan untuk menghilangkan kotoran serta menghentikan aktifitas enzim, sehingga diperoleh gula cair yang jernih. 4. Tahap evaporasi: proses ini untuk menaikkan kemurnian gula. Dengan pemurnian tersebut kadar kemanisan gula cair meningkat dari briks menjadi briks. 2.2 Inovasi Kata inovasi seringkali tertukar dengan invensi, padahal keduanya berbeda, akan tetapi keduanya saling berhubungan. Tidak ada inovasi tanpa adanya invensi, karena invensi adalah awal dari inovasi. Akan tetapi invensi belum tentu menjadi suatu inovasi jika tidak diterima pasar, dia hanya sebatas hasil temuan semata dan atau hanya menjadi khasanah ilmu pengetahuan yang mungkin akan menjadi inovasi dimasa mendatang setelah mendapat perbaikan atau strategi pemasaran tertentu dan dapat dikomersialisasi. Secara sederhana inovasi adalah invensi + komersialisasi. Invensi menurut Schumpeter, dalam Tidd Joe, (2005) An invention is an idea, a sketch or model for a new or improved device, product, process or system. It has not yet entered to economic system, and most inventions never do so. UU Sipteknas (2005) mendefinisikan invensi sebagai suatu ciptaan atau perancangan baru yang belum ada sebelumnya yang memperkaya khazanah serta dapat Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk) Jurnal Teknik Industri ISSN:

3 dipergunakan untuk menyempurnakan atau memperbarui ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada. Sementara definis inovasi yang dikutip dari buku Tatang (2005) adalah sebagai berikut : 1). The implementation of products or production and delivery processes with new or significantly improved characteristics, dan pada edisi ke-3 definisi inovasi diperluas meliputi: new organizational methods in business practices, workplace organization, or external relations (OECD 2005); 2). Innovation as the design, development, and implementation of new or altered products, services, processes, organizational structures, and business models to create value for the customer and financial returns for the firm practicing innovation (DOC 2008), dan 3). An innovation is accomplished only with the first commercial transaction involving the new product, process, system or device. It is part of the economic system (Schumpeter, dalam Tidd Joe, 2005). Sedangkan menurut UU Sipteknas (2002) inovasi adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi. Inovasi lahir tidak selalu karena adanya persaingan tetapi karena ditemukannya teknologi baru yang memungkinkan diproduksi produk-produk baru, atau inovasi lahir karena dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar atau tuntutan kehidupan. Kedua inovasi ini terjadi pada awal-awal periode industrialisai yaitu antara tahun an, dimana persaingan usaha belum begitu ketat. Menyadari akan keinginan konsumen yang terus berubah, maka industri melakukan R&D berdasarkan harapan-harapan konsumen sehingga inovasi merupakan produk R & D yang telah sesuai dengan preferensi konsumen. Kondisi ini terjadi pada tahun an. Selanjutnya pada model ke-4 inovasi terjadi sudah merupakan integrasi antara tarikan pasar dan dorongan teknologi yang ide-ide muncul tidak hanya dari dalam rasi I Technology push Market pull Coupling model Interactive model Network model Open Innovation perusahaan tetapi juga dari luar perusahaan. Sejalan makin kompleksitas teknologi, maka inovasi tidak bisa lahir hanya mengandalkan kemampuan perusahaan semata, tapi akumulasi pengetahuan bersama-sama dengan mitra di luar perusahaan yang dalam satu jaringan sistem yang terintegrasi, hal ini dimungkinkan karena terseedianya teknologi informasi dan teknologi. Terakhir model ke- 6 adalah model inovasi dimana ide-ide inovasi lahir dari internal dan ekternal serta jaringannya yang disesuaikan dengan kebutuhan pasardan bertujuan mengembangkan teknologi baru. Secara ringkas model-model inovasi terlihat pada tabel berikut: Tabel 1. Pengembangan Model Inovasi (Diadopsi dari Rothwell, 1992) Gene- Model Sifat Sederhana proses berurutan linear, penekanan pada R & D dan ilmu pengetahuan Sederhana proses berurutan linear, penekanan pada pemasaran, pasar adalah sumber ide-ide baru untuk R & Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk) Jurnal Teknik Industri ISSN: II D III Menyadari interaksi antara unsur-unsur yang berbeda dan loop umpan balik antara mereka, penekanan pada mengintegrasikan R & D dan pemasaran IV Kombinasi Technology Push dan Market pull, integrasi dalam perusahaan, penekanan pada hubungan eksternal V Penekanan pada akumulasi pengetahuan dan hubungan eksternal, integrasi sistem dan jaringan yang luas VI Ide internal dan eksternal serta jalur internal dan eksternal ke pasar dapat dikombinasikan untuk memajukan pengembangan teknologi baru Beberapa pakar seperti Francis, D. and J. Bessant dalam Tidd J. (2005) dan Ramalingam B, (2009) membagi inovasi atas 4 katagori besar yang biasa disingkat dengan 4Ps yaitu: 1) inovasi yang memperkenalkan dan memperbaiki produk dan jasa; 2) inovasi yang memperkenalkan dan memperbaiki proses; 3) inovasi yang mendefinisikan dan meredefinisi posisi

4 produk, organisasi atau sektor atau sebuah perubahan kontek dan cara di mana suatu produk atau proses diterapkan. Misalnya reposisi telpon bergerak dari yang awalnya untuk tujuan bisnis menjadi media sosial dan sarana hiburan. 4). Inovasi untuk menentukan atau mendefinisikan kembali paradigma yang dominan dari suatu organisasi atau sektor, seperti merubah paradigma bahwa penerbangan tidak harus mahal dengan penerbangan murah (low-cost airlines). Dewasa ini keempat bentuk inovasi bisa terjadi secara kait mengkait dan saling mendukung, karena untuk mendapatkan produk baru diperlukan proses baru, dan cara pemasaran yang berbeda dengan caracara sebelumnya, bahkan jika dirasa perlu dilakukan perubahan dalam organisasi atau paradigma. Sirup glukosa adalah bentuk inovasi proses yang menghasilkan produk baru, inovasi ini lahir sebagai dorongan teknologi proses dan telah lama ditemukan. Berdasarkan literatur yang dapat penulis telusuri tahun 1970 Park and Papini menulis dalam jurnal Coletânea do Instituto de Tecnologia de Alimentos, v. 3, p , dengan judul Glucose syrup production from cassava starch by enzyme-enzyme method, tulisan ini menjadi referensi Silva et.al (2009). 2.4 Sistem inovasi Sistem inovasi adalah lingkungan yang mendukung aktivitas inovasi di tingkat lokal/sektoral, regional atau yang meliputi lembaga riset, pendanaan, jasa pendukung bisnis, kebijakan publik yang saling berinteraksi dan bergantung (Zuhal, 2010). Oleh karena begitu pentingnya sistem inovasi maka sistem inovasi nasional (Sinas) adalah pilihan serius bagi sebuah negara, karena melalui kebijakan Sinas yang tepat sebuah negara dapat memetik perrtumbuhan ekonomi yang cepat (Zuhal, 2010) Dalam berbagai survei lembaga dunia seperti Indeks Daya Saing Global dari World Economic Forum (WEF), Indeks Inovasi Global (GII) menunjukkan Indonesia termasuk negara yang mempunyai daya saing rendah. Indeks inovasi global tahun 2012 Indonesia menempati urutan terbawah dari 7 negara Asean yang di survei (Lihat tabel 2). Hal tersebut karena belum adanya Sistem Inovasi Nasional yang menjadi kerangka umum bersama dalam pengembangan inovasi di Indonesia. Tatang (2005) menyatakan bahwa dalam konteks governance, kelemahan utama dalam Sinas Indonesia adalah koordinasi dan koherensi kebijakan. Pada tataran nasional belum ada mekanisme yang efektif untuk koordinasi dan koherensi kebijakan inovasi nasional. Dewan Riset Nasional (DRN) yang bertugas salah satunya adalah membantu Menteri (Menristek) dalam merumuskan arah dan prioritas utama pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah mengeluarkan buku Arahan Riset Nasional yang diharapkan menjadi acuan seluruh lembaga riset nasional dalam melakukan penelitian dan pengembangan. Akan tetapi arahan tersebut tidak dijadikan acuan. Masing-masing lembaga berjalan sendirisendiri menurut koordinator menterinya masing-masing. Tabel 2. Rangking dan Score Indeks Inovasi Global Negara-negara Asean 2012 RangkingNegara Score 3 Singapore Malaysia Brunei Darussalam Thailand Viet Nam Philippines Indonesia Sumber: Oleh karena itu gagasan sistem inovasi nasional terus diwacanakan, Tatang (2005) mengusulkan kerangka umum sinas dengan mengadopsi konsep Sinas Arnold (2001) dan Meyer-Stamer (1998), yang menekankan pada interaksi antar lembaga atau institusi yang akan akan mempengaruhi jalan tidaknya inovasi dalam suatu negara. Sementara Zuhal (2010) mengusulkan konsep sinas lebih pada koordinasi dalam pelaksanaan program atau rencana aksi yang harus dijalankan oleh masing-masing pelaku (institusi) dalam sinas. 2.5 Sistem Inovasi Pertanian Suatu sistem terdiri dari berberapa sub-sistem atau elemen, dalam batasan tertentu sub-sistem atau elemen bisa menjadi Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk) Jurnal Teknik Industri ISSN:

5 sistem. Dalam sinas terdapat sub-elemen sektor industri yang didalamnya terdapat elemen industri pertanian, yang jika kita dilihat hanya dari sisi pertanian, maka pertanian merupakan sistem. Sehingga dalam konteks membangun pertanian yang berinovasi sebaiknya suatu negara berbasis pertanian juga mempunyai konsep sistem inovasi pertanian. Pada beberapa negara yang telah mempunyai konsep inovasi pertanian adalah Australia, Nicaragua, Thailand, Italy dll. Menurut Termel, et Al dalam Zuhal (2010) sistem inovasi pertanian adalah: set of agents that jointly and/or individually contribute to the development, diffusion, and use of agriculture-related new technologies, and that directly and/or indirectly influence the process of technological change in agriculture Menganalogikan definisi sistem inovasi pertanian tersebut di atas, maka jika sekumpulan agen/instsitusi/lembaga yang secara bersama-sama dan/atau individual memberikan kontribusi pada pengembangan, difusi, dan penggunaan teknologi baru yang berhubungan dengan pengembangan gula cair baik secara langsung dan/atau tidak langsung mempengaruhi proses perubahan teknologi gula cair tersebut, maka bisa kita bisa menyebut sebagai sistem inovasi gula cair. Seperti halnya Yasushi Ueki (2007) yang menganalisis inovasi dan sistem inovasi sektor etanol dan dinamikanya di Negara Bagian São Paulo, Brazil. 2.6 Difusi Inovasi Dalam sistem inovasi, difusi inovasi merupakan suatu hal yang tak dapat dipisahkan dari inovasi itu sendiri. Karena inovasi tanpa didifusikan menjadi hanya sekedar invensi. Dan dengan difusi perkembangan inovasi akan lebih cepat. Roger (1983) mendefiniskan difusi sebagai the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social system Hal yang dikomunikasikan adalah ide baru atau gagasan dari sumber invensi atau penciptaan kepada pengguna atau pihak yang mengadopsi. Dalam sistem inovasi, maka sistem sosial yang dimaksud dalam definisi tersebut adalah anggota sistem inovasi yang akan memanfaatkan hasil inovasi. Dalam difusi inovasi, maka elemen utama yang harus ada adalah inovasi itu sendiri baik berupa gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Elemen kedua adalah saluran komunikasi, yaitu alat untuk menyampaikan pesanpesan inovasi dari sumber kepada penerima. Pemilihan sarana komunikasi sangat tergantung pada tujuan komunikasi dan sifat penerima difusi. Elemen ke-tiga adalah jangka waktu, hal ini karena proses mengambil keputusan untuk menerima hasil inovasi yang dikomunikasikan memerlukan waktu. Terakhir adalah elemen sistem sosial yang merupakan sehimpunan yang secara fungsional berbeda akan tetapi terikat pada kerjasama untuk memecahkan masalah secara bersama-sama. Pihak penerima inovasi disebut sebagai adoptor. Berdasarkan sikapnya atau kemampuan menyerap inovasi, adaptor dapat dikelompokkan menjad: 1). innovators: adalah individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. 2) Early Adopters sebagai para perintis dalam penerimaan inovasi. 3).Early Majority/ Pengikut Awal, banyak melakukan pertimbangan dan interaksi internalnya tinggi; 4). Late Majority (Pengikut Akhir): acuh tak acuh, tak peduli, menerima karena terpaksa dan hati-hati; dan 5) Laggards (Tradisional); berwawasan dan bersumber daya terbatas. 2.7 Manajemen Pengetahuan Definisi manajemen pengetahuan (MP) sangat beragam namun secara sederhana dapat dikatakan sebagai suatu proses penciptaan nilai yang didasarkan pada aset pengetahuan yang dimiliki. Dalam suatu organisasi MP meliputi berbagai kegiatan seperti mendidentifikasi dan memetakan aset intelektual perusahaan, menciptakan pengetahuan baru, sharing dan penyebarluasan pengetahuan dan praktek terbaik dengan bantuan teknologi infomasi. Model konseptual tentang MP sangat banyak yang paling terkenal adalah model koseptual sederhana dari Nonaka yang disebut sebagai model SECI. Dalam model SECI MP sebagai suatu siklus proses penciptaan pengetahuan yang terdiri dari Socialization, Externalization, Combination, Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk) Jurnal Teknik Industri ISSN:

6 dan Internalization. Sebagai suatu siklus proses interaksi pengetahuan berbentuk spiral antara pengentahuan eksplisit/jelas dan pengetahuan tacit/ tersembunyi. Pengetahuan implisit dikonversi menjadi pengetahuan eksplisit dan penhgetahuan eksplisit diinternasisasi menjadi pengetahuan implisit. MP tumbuh dan berkembang di era informasi dimana ekonomi didasarkan pada pengetahuan. Perusahaan yang mempunyai keunggulan kempetitif adalah perusahaan yang mampu mengelola pengetahuannya dengan baik untuk mendorong lahirnya inovasi dan teknologi sebagai faktor penentu daya saing. Menurut Plessis (2000), MP mendorong inovasi karena: 1). memungkinkan berbagi dan kodifikasi pengetahuan tacit 2). berperan penting dalam membuat pengetahuan eksplisit tersedia untuk rekombinasi menjadi ide-ide baru dan inovatif 3). Memungkinkan terjadinya kolaborasi antar semua stakeholder 4). mengelola berbagai kegiatan dalam manajemen siklus hidup pengetahuan, yang terdiri dari fase penciptaan, pengumpulan, berbagi, meningkatkan pengetahuan. Terkait dengan teknologi MP juga sangat berperan penting, karena teknologi lahir dari akumulasi pengetahuan. inovasi dan manjemen pengetahuan kini tak bisa lagi dipisahkan, ketiganya saling mempengaruhi. Teknologi lahir dari pengetahuan, inovasi melahirkan teknologi, teknologi juga mendorong inovasi, teknologi dan inovasi melahirkan pengetahuan baru. Sehingga ketiganya dapat digambarkan sebagai berikut: Technology Management Innovation Management Knowledge Management Gambar 1. Batasan antara innovation, technology dan knowledge management. (Cetindamar, 2009) 2.8 Analisis Kebijakan Kebijakan adalah suatu pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran (KBBI, 2011). Kebijakan juga diartikan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu (Anderson dalam Kamalfuadi, 2012). Kebijakan yang terkait dengan masalahmasalah publik, maka kebijakan sering disebut sebagai kebijakan publik, dengan demikian kebijakan dapat diartikan sebagai sebuah tindakan yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan untuk memastikan tujuan-tujuan yang sudah dirumuskan dan disepakati oleh publik bisa tercapai (Santoso, 2010). Kebijakan dilakukan melalui suatu tahapan diantaranya: 1). penyusunan agenda (memilih permasalahan apa yang paling mendesak untuk diselesaikan) 2). Formulasi kebijakan (melalui suatu analisis kebijakankebijakan apa saja yang akan dilakukan) 3). Adopsi kebijakan (memilih dari berbagai alternatif kebijakan yang ditawarkan yang paling sesuai dengan kondisi dan situasi dan memberikan dampak negatif yang paling minimal) 4). Implementasi kebijakan (melaksanakan kebijakan melalui program dan kegiatan) dan 5). Evaluasi kebijakan (melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang telah dilaksanakan dan memberikan saran perbaikan atau perubahan). Dalam implementasi kebijakan terdapat beberapa variabel kritis, menurut Edward III (1980) antara lain: 1). Komunikasi, kebijakan harus dikomunikasikan kepada kelompok sasaran yang diindikasikan dengan bagaimana penyaluran komunikasi, konsistensi komunikasi dan kejelasan komunikasi. 2). ketersediaan sumberdaya pendukung untuk implementasi kebijakan dinataranya: Sumber daya manusia, informasi, kewenangan, sarana dan prasarana dan pendanaan. 3) Sikap dan komitment dari pelaksana program (disposition), dan 4). Struktur birokrasi (bureaucratic strucuture), yaitu kesesuaian organisasi pelaksana implementasi kebijakan dengan tugas yang diembannya. Analisis kebijakan menurut Dunn (2004) suatu terapan ilmu sosial dengan memakai beberapa metode penelitian dan Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk) Jurnal Teknik Industri ISSN:

7 argumentasi agar mendapatkan dan mentransformasikan informasi yang terkait dengan kebijakan, sehingga dapat dipergunakan pada tingkat politik untuk memecahkan masalah-masalah kebijakan. Analisis kebijakan dilakukan sebelum dan sesudah kebijakan dilaksanakan atau kombinasi diantara keduanya. Analisis prosektif adalah analisis yang dapat digunakan sebelum kebijakan dibuat; analisis retrospektif (dilakukan sesudah kebijakan dilaksanakan) dan c) analisis terintegrasi, merupakan analisis yang dilakukan dengan memantau jalannya kebijakan dan evaluasi secara bersamaan (Dunn 2004). 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Sirup glukosa merupakan produk hasil inovasi proses, dan merupakan produk alternatif pengganti gula, maka apakah sirup glukosa secara fungsi dapat menggantikan gula dan apakah secara ekonomi (menurut studi leteratur) layak untuk dikembangkan. Selanjutnya dengan pendekatan sistem inovasi, yang dikemukakan oleh Zuhal (2010) dilakukan analisis komponen sistem dan perannya dan terakhir bagaimana hubungan pengembangan gula cair dengan kebijakan swasembada gula nasional. 3.1 Analisis Fungsional Sirup glukosa adalah gula cair yang diperoleh dari hidrolisis tepung ubi kayu. Komponen sirup glukosa dan gula kristal putih atau tebu adalah sebagai berikut: Tabel 3. Standar Nasional Indonesia (SNI) Sirup Glukosa No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan 1.1 Bau Tidak berbau 1.2 Rasa Manis 1.3 Warna Tidak berwarna 2 Air % b/b Maks Abu % b/b Maks. 1 4 Gula pereduksi dihitung sebagai D- Glukosa % b/b Min Pati Tidak ada 6 Cemaran Logam 6.1 Timbal ppm Maks Tembaga ppm Maks Seng ppm Maks 25 No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 7 Arsen ppm Maks. 0,5 8 Cemaran mikroba : 8.1 Angka lempeng total Koloni/g Maks. 5 x Bakteri coliform APM/g Maks E. coli APM/g < Kapang Koloni/g Maks Khamir Koloni/g Maks. 50 Sumber: SNI Tabel 4. Standar Nasional Indonesia (SNI) Gula Kristal Putih No Kriteria Uji Satu -an Persyaratan GKP 1 GKP 2 1 Warna 1.1 Warna Kristal CT 4,0-7,5 7,6 10,0 1.2 Warna Larutan (ICUMSA) IU Besar jenis butir mm 0,8 1,2 0,8 1,2 3 Susut pengeringan % Maks. 0,1 Maks. 0,1 4 Polarisasi Z Min. Min 99,5 99,6 5 Abu kondusktiviti (b/b) Mak 0,10 Mak 0,15 6 Bahan Tambahan Logam 6.1 Belerang dioksida Mg/ kg Mak 30 Mak 30 7 Cemaran Logam 7.1 Timbal ppm Maks 2 Maks Tembaga ppm Maks 2 Maks Arsen ppm Maks 1 Maks 1 Sumber: SNI :2010 Berdasarkan kedua SNI di atas terlihat terdapat perbedaan standar, hal ini karena keduanya dalam bentuk yang berbeda walaupun bisa saling melengkapi substitusi yaitu gula kristal putih berbentuk padat sedangkan sirup glukosa berbentuk cair. Kedua produk dapat saling melengkapi karena sama-sama manis, bahkan untuk kebutuhan pemanis kue olahan sirup glukosa lebih baik karena rasa manisnya lebih alami, sifatnya yang melembutkan tekstur, menambah volume, mencegah kristalisasi gula, dan meningkatkan rasa. 3.2 Analisis Kelayakan Usaha (Sebuah tinjauan pustaka) Analisis kelayakan usaha pendirian industri sirup glukosa dari tapioka telah dilakukan oleh Faoji Yahman (2009) dengan lokasi usaha di Kab. Pati Jawa Tengah. Hasil analisis untuk kapasitas 2 ton bahan baku Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk) Jurnal Teknik Industri ISSN:

8 tapioka/hari dengan nilai investasi sebesar Rp. 3,934 M dengan harga jual produk Rp /kg layak secara ekonomi dengan payback period 3,98 tahun. Hasil analisis sensitifitas menunjukkan bahwa usaha ini beresiko tinggi terhadap kenaikan bahan baku dan penurunan harga jual. Sementara hasil kajian lembaga Litbang Pasca Panen Kementrian Pertanian tahun 2006 menyebutkan bahwa industri gula kasava dapat dilakukan oleh usaha kecil menengah karena cukup dengan modal Rp. 100 juta untuk produksi sebesar 300 kg/hari. Klaim ini masih perlu dilakukan konfirmasi dengan melakukan analisis kuantitatif yang lebih detail. 3.3 Analisis Komponen Sistem Inovasi Pelaku atau institusi yang terlibat dalam pengembangan gula cair adalah sebagai berikut: Tabel 5. Analisis Komponen Sistem Inovasi dan Perannya No. Institusi/Lembaga Peran 1. Petani/Kelompok Menanam dan tani Penyedia bahan baku 2. Produsen tepung Memproduksi bahan tapioka baku sirup glukosa 3. Pedagang Penyedia bahan baku 4. Koperasi Penyedia kebutuhan pertanian 5. Produsen sirup Pembuat sirup glukosa glukosa 6. Balai pasca panen Melakukan Kementran penelitian dan Pertanian, BPPT, pengembangan LIPI, Perguruan teknologi proses Tinggi (metode dan peralatan) untuk meningkatkan kuantitas (produktivitas) dan kualitas produk, Mendifusikan inovasi tersebut kepada masyarakat pengguna selaku anggota sistem inovasi Melakukan penelitian terhadap produk buangan atau limbah produksi agar tidak mencemari 7. Produsen makan dan minuman lingkungan Konsumen sirup glukosa (memberikan No. Institusi/Lembaga Peran masukan tentang kualitas yang dibutuhkan untuk mendapatkan kualitas produk olahan yang lebih baik 8. Lembaga Memberikan kredit keuangan pendanaan bagi usaha baru atau lama yang membutuhkan dana Mengontrol perkembangan usaha 9. Pemerintah Mengeluarkan kebijakan (misalnya larangan impor sirup glukosa, mendorong penelitian dan pengembangan gula alternatif, mendorong difusi teknologi dan inovasi pembuatan gula alternatif, 10. Jasa pendukung Menyediakan jasa (Transportasi) transportasi 3.4 Analisis Kebijakan Terkait dengan kebijakan pemerintah tentang swasembada gula yang ditargerkan tercapai pada tahun 2014 diperkirakan tidak akan tercapai, sebab beberapa program ektensifikasi (perluasan lahan tanam) dan pendirian pabrik gula sampai saat ini belum terealisasi. Proses analisis kebijakan dalam kebijakan ini bisa jadi kurang komprehensif, sehingga beberapa faktor penghambat tidak mendapat perhatian, skenario yang dipilih adalah skenario optimis. Dilihat dari sisi substansi kebijakan ini juga masih berfokus pada swasembada gula berbahan baku tebu, dimana kondisi industri dalam negeri tidak mudah untuk dapat mencapai pertumbuhan yang cepat. Sehingga target percapaian swasembada dalam waktu 4 tahun tidak realistis. Esensi gula adalah pemanis dengan demikian pemanis tidak harus berasal dari tebu, tapi bisa dari non-tebu yang dapat menggantikan fungsi gula kristal putih. Berdasarkan studi literatur dan praktek pada industri makanan dan minuman pemanis yang dapat menggantikan tersebut adalah gula cair yang dapat dihasilkan dari patipatian. Sumber pati yang paling potensial di Indonesia adalah singkong atau ubi kayu. Hal ini karena sampai saat ini kita masih Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk) Jurnal Teknik Industri ISSN:

9 surplus, jumlah produksi dan produktivitas persatuan luas masih bisa ditingkatkan. Permasalahan gula cair adalah belum begitu dikenal oleh masyarakat luas, baik pemanfaatannya maupun proses produksinya. Oleh karena itu jika pemanfaatan gula cair ditetapkan sebagai salah satu program dalam kebijakan swasemdada gula, maka banyak hal yang dapat dilakukan yaitu kampanye pemanfaatan gula cair dan difusi inovasi teknologi proses pembuatan gula cair pada sentra-sentra produksi singkong. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Mencermati ketergantungan impor gula kristal yang semakin tahun semakin besar dan memperhatikan potensi potensi gula cair dari ubi kayu baik dari sisi fungsional maupun potensi pengembangannya, maka pemerintah sebaiknya melakukan kebijakan stubstitusi gula kristal dengan gula yang berasal dari pati-patian khususnya ubi kayu. Kebijakan pemerintah harus bersistem sehingga arahan dan capaian akan sustainable, sistem inovasi bisa menjadi pilihan, karena pengembangan produk tidak lepas dari upaya inovasi yang melibatkan berbagai pihak untuk saling berkoordinasi untuk suatu tujuan inovasi. Inovasi tidak harus dalam bentuk teknologi tinggi, walaupun itu juga diperlukan agar kita bisa menguasai teknologi untuk proses-proses lebih hilir dari produk pertanian kita, sehingga kita bisa mengolah sendiri tanpa harus mengekspor dalam bentuk bahan setengah jadi. Namun yang lebih penting adalah yang dapat dirasakan oleh orang banyak, dengan tetap memperhatikan nilai tambah bagi banyak pihak. Dalam kerangka sistem inovasi, maka sangat penting dilakukan adalah mendifusikan hasil-hasil inovasi lembaga litbang dan perguruan tinggi yang dapat meningkatkan nilai tambah tersebut kepada masyarakat. Dengan demikian masyarakat (petani/ agro industri) mampu mengolah hasil pertanian pada tingkatan yang lebih tinggi untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih besar. 5.2 Saran Khusus produk gula cair dari ubi kayu, walaupun inovasi ini sudah dikenal sejak tahun 70-an akan tetapi gaungnya pada masyarakat umum belum begitu nampak, sehingga tujuan sebagai substitusi gula tebu baru sebatas di kalangan industri makanan, minuman dan obat-obatan dan inipun belum optimal. Oleh karena itu diusulkan agar dilakukan inovasi dalam hal: Bagi produsen: Membuat variasi kemasan, kemasan sebaiknya dibuat dalam ukuran kebutuhan rumah tangga, dalam botol kecil tidak dalam bentuk botol besar seperti selama ini. Melakukan edukasi pada masyarakat dan industri makanan dan minuman skala kecil untuk menggunakan gula cair. Bagi pemerintah: Pemerintah sebaiknya melakukan kampanye atau sosialisasi menyadarkan masyarakat bahwa terdapat alternatif gula yang bisa diperoleh di pasaran yang bisa digunakan untuk kebutuhan rumah tangga dan sehat untuk dikonsumsi. Melakukan difusi inovasi teknologi proses gula cair pada sentra-sentra produksi singkong dengan kelayakan usahanya dengan melibatkan komponenkomponen inovasi. 6. DAFTAR PUSTAKA [1] Akhmad Musyafak dan Tatang M. Ibrahim, Strategi Percepatan Adopsi Dan Difusi Inovasi Pertanian Mendukung Prima Tani, Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 3 No. 1, Maret 2005 : [2] Badan Litbang Pertanian. Rancangan Dasar: Program Rintisan Dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (PRIMA TANI). Badan Litbang Pertanian. Jakarta, [3] Cetindamara et.al, 2009, Understanding technology management as a dynamic capability: A framework for technology management activities, Technovation, Volume 29, Issue 4, April 2009, Pages [4] Department of Commerce (DOC). Advisory Committee on Measuring Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk) Jurnal Teknik Industri ISSN:

10 Innovation in the 21st Century Economy. Innovation Measurement: Tracking the State of Innovation in the American Economy. Report to the Secretary of Commerce, [5] Dunn William N. (2000), Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Gadjah Mada University Press. [6] Faoji Yahman, 2009, Studi Kelayakan Pendirian Industri Sirup Glukosa Dari Tapioka Di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati, TA, IPB, Bogor. [7] Linden, Greg, Jason Dedrick, and Kenneth L. Kraemer. Innovation and Job Creation in a Global Economy: The Case of Apple s ipod. Journal of International Commerce and Economics 3, no. 1 (May 2011): [8] OECD. Oslo Manual: Guidelines for Collecting and Interpreting Innovation Data (3rd edition). Organization for Economic Cooperation and Development, Paris, France, 2005 [9] Plessis Marina du, 2007, The role of knowledge management in innovation, Journal of Knowledge Management, Vol. 11 Iss: 4, pp [10] Ramalingam Ben dkk, Innovations In International Humanitarian Action dalam ALNAP Review of Humanitarian Action, London, [11] Rogers Everett M., 1983, Diffusion Of Innovations Third Edition, The Free Press, New York. [12] Schwab Klaus, World Economic Forum The Global Competitiveness Report Full Data Edition, [13] Tidd Joe.dkk.,2005 Managing Innovation: Integrating Technological, Market and Organizational Change, Third Edition, John Wiley & Sons. [14] Yasushi Ueki, 2007, Industrial Development and the Innovation System of the Ethanol Sector in Brazil, Discussion Paper No. 109, Development Studies Center, Institute of Developing Economies (IDE/JETRO), Chiba, Japan. [15] Zuhal, 2010, Knowledge Platform Kekuatan Daya Saing dan Innovation, Gramedia, Jakarta. [16] Perpres No. 32 Tahun 2010 tentang Komite Inovasi Nasional. [17] Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. [18] , 2010, Industri Fruktosa dan Glukosa dengan Proses Hidrolisis, stri-fruktosa-dan-glukosa-dengan.html diakses: 10 Juni [19] Silva et.al, 2009, Production of glucose and fructose syrups from cassava (Manihot esculenta Crantz) starch using enzymes produced by microorganisms isolated from Brazilian Cerrado soil, aop_3383.pdf, diakses 10 Juni [20], beberapa-teori-tentangimplementasi 1/beberapa-teori-tentang-implementasi.html [21] Kamalfuadi, 2012, Kebijakan dan Analisis Kebijakan, com/2012/03/24/kebijakan-dan-analisiskebijakan/ diakses 7 Juni Pengembangan Gula Cair (Suripto, dkk) Jurnal Teknik Industri ISSN:

I. PENDAHULUAN. berbagai usaha untuk meningkatkan produksi gula selain gula tebu karena gula tebu

I. PENDAHULUAN. berbagai usaha untuk meningkatkan produksi gula selain gula tebu karena gula tebu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gula merupakan senyawa organik yang penting sebagai sumber kalori karena mudah dicerna di dalam tubuh dan mempunyai rasa manis. Gula juga digunakan sebagai bahan baku pembuat

Lebih terperinci

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA Agus Budiyanto, Abdullah bin Arif dan Nur Richana Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian n Disampaikan Pada Seminar Ilmiah dan Lokakarya Nasional 2016

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat.

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PEMBUATAN SARI TAPIOKA PADA PEMROSES GULA CAIR (SIRUP GLUKOSA) DARI SINGKONG (MANIHOT UTILLISSIMA) UNTUK INDUSTRI KECIL MENENGAH

RANCANG BANGUN MESIN PEMBUATAN SARI TAPIOKA PADA PEMROSES GULA CAIR (SIRUP GLUKOSA) DARI SINGKONG (MANIHOT UTILLISSIMA) UNTUK INDUSTRI KECIL MENENGAH Rancang Bangun Mesin Pembuatan Sari Tapioka Pada Pemroses Gula Cair (Ig. Jaka Mulyana, dkk) RANCANG BANGUN MESIN PEMBUATAN SARI TAPIOKA PADA PEMROSES GULA CAIR (SIRUP GLUKOSA) DARI SINGKONG (MANIHOT UTILLISSIMA)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber genetik tanaman jagung berasal dari benua Amerika. Konon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber genetik tanaman jagung berasal dari benua Amerika. Konon BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung (Zea mays) Sumber genetik tanaman jagung berasal dari benua Amerika. Konon bentuk liar tanaman jagung disebut pod maize, telah tumbuh 4.500 tahun yang lalu di Pegunungan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ENZIM ALFA AMILASE PADA SUHU YANG BERBEDA TERHADAP KARAKTERISTIK SIRUP GLUKOSA ABSTRACT ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN ENZIM ALFA AMILASE PADA SUHU YANG BERBEDA TERHADAP KARAKTERISTIK SIRUP GLUKOSA ABSTRACT ABSTRAK PENGARUH PENAMBAHAN ENZIM ALFA AMILASE PADA SUHU YANG BERBEDA TERHADAP KARAKTERISTIK SIRUP GLUKOSA (Effect of Addition of Alpha-Amylase Enzyme at Different Temperatureson Characteristics of Glucose Syrup)

Lebih terperinci

membantu pemerintah dalam menanggulangi masalah pengangguran dengan

membantu pemerintah dalam menanggulangi masalah pengangguran dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis gula yang terjadi belakangan ini mengakibatkan konsumsi pemanis selalu melampaui produksi dalam negeri, sehingga Indonesia terpaksa mengimpor pemanis dari luar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi produk yaitu pabrik perakitan dan pabrik kimia. Perubahan bahan baku menjadi produk pada pabrik perakitan bukan merupakan

I. PENDAHULUAN. menjadi produk yaitu pabrik perakitan dan pabrik kimia. Perubahan bahan baku menjadi produk pada pabrik perakitan bukan merupakan I. PENDAHULUAN Pabrik adalah sarana untuk memproduksi barang kebutuhan manusia. Tujuan pendirian pabrik adalah untuk bisa mendapatkan nilai tambah, biasanya nilai tambah tersebut secara ekonomi, yaitu

Lebih terperinci

Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Daya Saing Produk Pertanian

Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Daya Saing Produk Pertanian Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Daya Saing Produk Pertanian Prof. Erizal Jamal Beranjak dari batasan yang diungkap Zuhal (2010), bahwa daya saing suatu bangsa adalah kemampuan dalam mengendalikan

Lebih terperinci

dengan Proses Hidrolisa Enzim Disusun oleh :

dengan Proses Hidrolisa Enzim Disusun oleh : Pabrik Sirup Fruktosa dari Tepung Tapioka dengan Proses Hidrolisa Enzim Disusun oleh : Dian Agustin Putri Utami 2309 030 034 Dosen Pembimbing : Niendya Zulvira Tiara Sari 2309 030 072 Prof. Dr. Ir. Danawati

Lebih terperinci

Pabrik Sirup Glukosa dari Ubi Jalar (Ipomoea batatas ) dengan Proses Hidrolisa Enzim

Pabrik Sirup Glukosa dari Ubi Jalar (Ipomoea batatas ) dengan Proses Hidrolisa Enzim Pabrik Sirup Glukosa dari Ubi Jalar (Ipomoea batatas ) dengan Proses Hidrolisa Enzim Disusun Oleh : 1. Tantri Kusuma Wardani ( 2309 030 016 ) 2. Ryan Rizhaldi Baril ( 2309 030 057 ) Dosen pembimbing :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah beras. Gula menjadi begitu penting bagi masyarakat yakni sebagai sumber kalori. Pada umumnya gula digunakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan. keterbatasan sumberdaya dalam melihat prospek usaha/proyek yang

PENDAHULUAN. Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan. keterbatasan sumberdaya dalam melihat prospek usaha/proyek yang PENDAHULUAN Latar Belakang Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan cukup besar dalam mengadakan penilaian terhadap kegiatan usaha/proyek yang akan dilaksanakan. Demikian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alpukat Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan buah yang berasal dari Amerika Tengah, termasuk famili Lauraceae, yaitu suatu famili tanaman

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus pemasok energi nasional. Bioetanol

Lebih terperinci

Pendekatan In process Innovation Strategy

Pendekatan In process Innovation Strategy Pendekatan In process Innovation Strategy Melalui Analisis Faktor Pembelian dan Potensi Pasar Pangan Alternatif Pada Target Pasar Remaja (Studi Kasus Pengembangan Invensi Beras Analog (Artificial Rice))

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minuman Beralkohol Yang dimaksud dengan minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol. Minuman ini diproses dari hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

Pabrik Sirup Glukosa dari Talas dengan Proses Hidrolisis Enzim

Pabrik Sirup Glukosa dari Talas dengan Proses Hidrolisis Enzim Pabrik Sirup Glukosa dari Talas dengan Proses Hidrolisis Enzim disusun oleh : M. Harisul Ulum 2307 030 010 Andry Yunastriana UP 2307 030 023 Pembimbing : Ir.Agung Subyakto, M.S. D3 TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat serta ditunjang inovasi di berbagai bidang kehidupan. Setelah era efisiensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi produk yaitu pabrik perakitan dan pabrik kimia. Perubahan bahan baku menjadi produk pada pabrik perakitan bukan merupakan

I. PENDAHULUAN. menjadi produk yaitu pabrik perakitan dan pabrik kimia. Perubahan bahan baku menjadi produk pada pabrik perakitan bukan merupakan I. PENDAHULUAN Pabrik adalah sarana untuk memproduksi barang kebutuhan manusia. Tujuan pendirian pabrik adalah untuk bisa mendapatkan nilai tambah, biasanya nilai tambah tersebut secara ekonomi, yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu komoditas pangan yang patut dipertimbangkan untuk dikembangkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu komoditas pangan yang patut dipertimbangkan untuk dikembangkan 13 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu komoditas pangan yang patut dipertimbangkan untuk dikembangkan di Indonesia adalah umbi-umbian seperti singkong atau ubi kayu. Sumatera Utara merupakan salah satu

Lebih terperinci

PABRIK SIRUP GLUKOSA DARI BIJI JAGUNG DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM PRA RENCANA PABRIK. Oleh : LUANA ERVIANA NPM

PABRIK SIRUP GLUKOSA DARI BIJI JAGUNG DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM PRA RENCANA PABRIK. Oleh : LUANA ERVIANA NPM PABRIK SIRUP GLUKOSA DARI BIJI JAGUNG DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM PRA RENCANA PABRIK Oleh : LUANA ERVIANA NPM. 0931010053 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman sari buah atau nektar, produk roti, susu, permen, selai dan jeli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tepung terigu digunakan untuk pembuatan mie, roti, kue sebagai bahan

BAB I PENDAHULUAN. Tepung terigu digunakan untuk pembuatan mie, roti, kue sebagai bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Industri makanan di Indonesia tidak lepas dari bahan baku tepung terigu. Tepung terigu digunakan untuk pembuatan mie, roti, kue sebagai bahan utamanya. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

Pabrik Sirup Glukosa dari Tepung Tapioka dengan Proses Hidrolisis Enzim

Pabrik Sirup Glukosa dari Tepung Tapioka dengan Proses Hidrolisis Enzim Pabrik Sirup Glukosa dari Tepung Tapioka dengan Proses Hidrolisis Enzim disusun oleh : Rizky Destya R 2309 030 008 Vivi Dwie Suaidah 2309 030 082 Pembimbing : Ir.Agung Subyakto, M.S. D3 TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair Karina Novita Dewi. 1211205027. 2017. Pengaruh Konsentrasi H 2 SO 4 dan Waktu Hidrolisis terhadap Karakteristik Gula Cair dari Ampas Padat Produk Brem di Perusahaan Fa. Udiyana di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

ELEMEN DIFUSI. Yogi Suwarno.

ELEMEN DIFUSI. Yogi Suwarno. ELEMEN DIFUSI Yogi Suwarno www.difusiinovasi.co.cc Difusi Diffusion is the process by which (1) an innovation (2) is communicated through certain channels (3) over time (4) among the members of a social

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi kayu merupakan tanaman pangan yang banyak diproduksi di Indonesia. Produksi ubi kayu di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 23.436.384 ton (Badan Pusat Statistik,

Lebih terperinci

V. KONDISI PERKEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI INDONESIA

V. KONDISI PERKEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI INDONESIA V. KONDISI PERKEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI INDONESIA 4.4. Sejarah Perkembangan Industri Gula Rafinasi Industri gula rafinasi mulai berdiri di Indonesia pada tahun 1996. Pabrik gula dalam negeri sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manihot utilissima (Singkong). Selama ini manihot utilissima biasanya digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Manihot utilissima (Singkong). Selama ini manihot utilissima biasanya digunakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat melimpah. Namun hasil pertanian tersebut sebagian besar belum dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penciptaan pengetahuan (knowledge creation) memiliki arti yang penting dan strategis bagi suatu organisasi (Soo et al. 2002a). Penciptaan pengetahuan merupakan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Produksi singkong dunia diperkirakan mencapai 184 juta ton pada tahun 2002. Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton di

Lebih terperinci

PABRIK SIRUP GLUKOSA DARI BIJI JAGUNG DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM PRA RENCANA PABRIK

PABRIK SIRUP GLUKOSA DARI BIJI JAGUNG DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM PRA RENCANA PABRIK PABRIK SIRUP GLUKOSA DARI BIJI JAGUNG DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM PRA RENCANA PABRIK Oleh : MUKAMMAD ARIF 0931010033 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

Kebijakan Pengawasan Produk SNI Wajib

Kebijakan Pengawasan Produk SNI Wajib Kebijakan Pengawasan Produk SNI Wajib Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Yogyakarta, 9 September 2017 OUTLINE

Lebih terperinci

Strategi Peningkatan Peran dan Kontribusi Iptek dalam Kerangka SINas untuk Mendukung Keberhasilan MP3EI

Strategi Peningkatan Peran dan Kontribusi Iptek dalam Kerangka SINas untuk Mendukung Keberhasilan MP3EI Strategi Peningkatan Peran dan Kontribusi Iptek dalam Kerangka SINas untuk Mendukung Keberhasilan MP3EI Benyamin Lakitan Dewan Riset Nasional, 10 Mei 2012 Amanah Konstitusi Pemerintah memajukan iptek dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepariwisataan di indonesia kini telah tumbuh dan berkembang menjadi salah satu sumber pendapatan negara karena kekayaan indonesia dalam dunia wisata sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Analisis Lingkungan Eksternal. Terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Analisis Lingkungan Eksternal. Terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Lingkungan Eksternal Terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh konsumen rumah tangga dan industri makanan di Indonesia. Tepung terigu banyak digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri selain memiliki dampak positif juga memiliki dampak negatif yaitu keluaran bukan produk yang berupa bahan, energi dan air yang digunakan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serealia, umbi-umbian, dan buah-buahan (Kementan RI, 2012). keunggulan yang sangat penting sebagai salah satu pilar pembangunan dalam

I. PENDAHULUAN. serealia, umbi-umbian, dan buah-buahan (Kementan RI, 2012). keunggulan yang sangat penting sebagai salah satu pilar pembangunan dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati kedua terbesar setelah Brasil dengan 77 spesies tanaman sumber karbohidrat seperti serealia,

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL. ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL Peneliti: Fuat Albayumi, SIP., M.A NIDN 0024047405 UNIVERSITAS JEMBER DESEMBER 2015

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

: Yan Ardiansyah NIM : STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

: Yan Ardiansyah NIM : STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH E-BUSSINESS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : Nama : Yan Ardiansyah NIM : 08.11.2024 Kelas : S1TI-6C JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA JENJANG STRATA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Sorbitol dari Tepung Tapioka dan Gas Hidrogen dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Sorbitol dari Tepung Tapioka dan Gas Hidrogen dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi, penting bagi Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang untuk meningkatkan pembangunan di segala bidang termasuk dari sektor industri. Salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki konsumsi yang besar terhadap produk tepung terigu baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu nasional masih belum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengolahan limbah tapioka berupa onggok menjadi bioetanol merupakan alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran lingkungan serta meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. 1 Kepadatan UMKM Lintas Dunia Sumber: World Bank IFC (2010)

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. 1 Kepadatan UMKM Lintas Dunia Sumber: World Bank IFC (2010) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha Mikro, Kecil Menengah atau UMKM merupakan sektor penting sebagai mesin penggerak utama ekonomi global. Hal ini dapat terlihat dari mendominasinya jumlah

Lebih terperinci

GULANAS PT. GULA ENERGY NUSANTARA

GULANAS PT. GULA ENERGY NUSANTARA GULANAS PT. GULA ENERGY NUSANTARA PELOPOR PRODUSEN GULA TEBU CAIR copyright 2015 www.gulanas.com PT. GULA ENERGY NUSANTARA PRESENTS GULANAS -Export Quality- LPPOM 1522088930713 PT. GULA ENERGY NUSANTARA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perekonomian nasional tidak terlepas dari berkembangnya sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terus melemah dan akhirnya tidak laku di pasaran. Menurut perkiraan United State Department of Agriculture (USDA)yang

PENDAHULUAN. terus melemah dan akhirnya tidak laku di pasaran. Menurut perkiraan United State Department of Agriculture (USDA)yang PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat Indonesia pada umumnya mengkonsumsi bahan pangan yang mudah didapat dipasaran dan cenderung memilih bahan pangan yang murah. Kecenderungan ini membuat banyak produsen

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Oksalat dari Tetes dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Oksalat dari Tetes dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Produksi gula indonesia dari tahun 2010 2012 terus mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan kebutuhan nasional akan gula, seperti tergambar dalam tabel di bawah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Gizi Beras Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, beras dapat digantikan/disubsitusi oleh bahan makanan lainnya, namun

Lebih terperinci

EKSTERNALISASI KNOWLEDGE DI LABORATORIUM FAKULTAS REKAYASA INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI TELKOM

EKSTERNALISASI KNOWLEDGE DI LABORATORIUM FAKULTAS REKAYASA INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI TELKOM Hal IIB - 355 EKSTERNALISASI KNOWLEDGE DI LABORATORIUM FAKULTAS REKAYASA INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI TELKOM Amelia Kurniawati 1, Luciana Andrawina 2, Firmansyah Wahyudiarto 3, Andy Surya Setiawan 4 Fakultas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Singkong atau ubi kayu merupakan tanaman umbi umbian yang dikenal luas di masyarakat Indonesia. Pada tahun 2013 produksi singkong di Indonesia mencapai 23 juta ton

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Perkembangan Nata De Coco

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Perkembangan Nata De Coco II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Perkembangan Nata De Coco Istilah nata berasal dari bahasa Spanyol yang diterjemahkan ke dalam bahasa latin sebagai natare, yang berarti terapung-apung. Nata dapat

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ubi kayu, ubi jalar, sorgum, dan talas. Kemanisan gula yang terbuat dari pati juga hampir

BAB I PENDAHULUAN. ubi kayu, ubi jalar, sorgum, dan talas. Kemanisan gula yang terbuat dari pati juga hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya kita mengenal gula yang dihasilkan dari tebu sehingga disebut dengan gula tebu. Padahal gula juga dapat dibuat dari bahan yang mengandung pati, seperti

Lebih terperinci

TINJAUAN JURNAL HUBUNGAN KNOWLEDGE SHARING BEHAVIOR DAN INDIVIDUAL INNOVATION CAPABILITY

TINJAUAN JURNAL HUBUNGAN KNOWLEDGE SHARING BEHAVIOR DAN INDIVIDUAL INNOVATION CAPABILITY TINJAUAN JURNAL HUBUNGAN KNOWLEDGE SHARING BEHAVIOR DAN INDIVIDUAL INNOVATION CAPABILITY (Sumber : Hilmi Aulawi, Rajesri Govindaraju, Kadarsah Suryadi, Iman Sudirman) Fakultas Teknologi Industri, Program

Lebih terperinci

Minuman sari buah SNI

Minuman sari buah SNI Standar Nasional Indonesia Minuman sari buah ICS 67.160.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Pendahuluan...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Definisi... 1 3 Syarat mutu... 1 4 Cara pengambilan contoh...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pada penelitian pendahuluan dilakukan kajian pembuatan manisan pala untuk kemudian dikalengkan. Manisan pala dibuat dengan bahan baku yang diperoleh dari

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merupakan salah satu instansi pemerintah yang mempunyai peranan penting dalam memberikan pelayanan publik terkait dengan penanaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi menjadi produsen gula dunia karena didukung agrokosistem, luas lahan serta tenaga kerja yang memadai. Di samping itu juga prospek pasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biji Jali Tanaman jali termasuk dalam tanaman serealia lokal. Beberapa daerah menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai. Klasifikasi

Lebih terperinci

ADSORPSI BERULANG DENGAN K ZEOLIT UNTUK KOMPONEN GULA REDUKSI DAN SUKROSA PADA TETES TEBU

ADSORPSI BERULANG DENGAN K ZEOLIT UNTUK KOMPONEN GULA REDUKSI DAN SUKROSA PADA TETES TEBU ADSORPSI BERULANG DENGAN K ZEOLIT UNTUK KOMPONEN GULA REDUKSI DAN SUKROSA PADA TETES TEBU Jimmy Prasetya*, Dr.A.Koesdarminta Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan

Lebih terperinci

TOPIK SEMBILAN. Drs. Rudi Susilana, M.Si Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan - FIP - UPI

TOPIK SEMBILAN. Drs. Rudi Susilana, M.Si Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan - FIP - UPI TOPIK SEMBILAN TUJUAN PEMBELAJARAN Menjelaskan konsep divusi dan inovasi Mengidentifikasi ciri-ciri inovasi Mendeskripsikan masing-masing komponen inovasi Menganalisis sifat-sifat inovasi Menjelaskan inovasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari manusia memerlukan beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Daftar Impor Bahan Pangan Indonesia Tahun

Tabel 1.1 Daftar Impor Bahan Pangan Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu produk pertanian yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia adalah tepung terigu. Tepung terigu merupakan salah satu bahan dasar kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Berdasarkan dari kerangka permasalahan yang ada dan dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini, maka landasan teori yang akan dipakai adalah teori

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pemerintah menghimbau masyarakat dan pengusaha untuk meningkatkan ekspor non migas sebagai sumber devisa negara. Sangat diharapkan dari sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pembangunan pertanian tidak lagi berorientasi semata - mata

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pembangunan pertanian tidak lagi berorientasi semata - mata BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini pembangunan pertanian tidak lagi berorientasi semata - mata pada peningkatan produksi tetapi kepada peningkatan produktivitas dan nilai tambah. Untuk itu

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan

I. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan permintaan tersebut karena terjadi peningkatan jumlah industri makanan dan nonmakanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi kayu (Manihot Esculenta) merupakan tanaman umbi berupa perdu dengan nama lain singkong atau kasape. Ubi kayu berasal dari benua Amerika Selatan, tepatnya dari negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan sub-sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KRIPIK SINGKONG PRESTO DI CASSAVA GEDONGAN, KELURAHAN LEDOK, SALATIGA

PERENCANAAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KRIPIK SINGKONG PRESTO DI CASSAVA GEDONGAN, KELURAHAN LEDOK, SALATIGA PERENCANAAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KRIPIK SINGKONG PRESTO DI CASSAVA GEDONGAN, KELURAHAN LEDOK, SALATIGA Irma Wardani,Mohamad Hanif Khoirudin Staf Pengajar Program Studi Agroteknologi UNIBA

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ENZIM α-amilase TERHADAP KARAKTERISTIK SIRUP GLUKOSA DARI PATI DAN AMPAS SAGU (Metroxilon Sp) DARI PENGOLAHAN SAGU MORAMO UTARA

PENGARUH PENAMBAHAN ENZIM α-amilase TERHADAP KARAKTERISTIK SIRUP GLUKOSA DARI PATI DAN AMPAS SAGU (Metroxilon Sp) DARI PENGOLAHAN SAGU MORAMO UTARA PENGARUH PENAMBAHAN ENZIM α-amilase TERHADAP KARAKTERISTIK SIRUP GLUKOSA DARI PATI DAN AMPAS SAGU (Metroxilon Sp) DARI PENGOLAHAN SAGU MORAMO UTARA (Effect of Addition of α-amilase Enzyme on Characteristic

Lebih terperinci

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga C. Program PERKREDITAN PERMODALAN FISKAL DAN PERDAGANGAN KEBIJAKAN KETERSEDIAAN TEKNOLOGI PERBAIKAN JALAN DESA KEGIATAN PENDUKUNG PERBAIKAN TATA AIR INFRA STRUKTUR (13.917 ha) Intensifikasi (9900 ha) Non

Lebih terperinci

Integrasi Produk Pariwisata Indonesia Berbasis Environmental Supply Chain Management

Integrasi Produk Pariwisata Indonesia Berbasis Environmental Supply Chain Management Integrasi Produk Pariwisata Indonesia Berbasis Environmental Supply Chain Management Pendahuluan Peran sektor jasa dalam Perekonomian Indonesia semakin penting dan terus berkembang sejak krisis tahun 1997

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral dari sektor pertanian memberikan kontribusi penting pada proses industrialisasi di wilayah

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

PERENCANAAN OPTIMASI PENGADAAN BAHAN BAKU TAPIOKA KAPASTIAS 10 TON/HARI UNTUK PABRIK GLUKOSA CAIR DENGAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY

PERENCANAAN OPTIMASI PENGADAAN BAHAN BAKU TAPIOKA KAPASTIAS 10 TON/HARI UNTUK PABRIK GLUKOSA CAIR DENGAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY PERENCANAAN OPTIMASI PENGADAAN BAHAN BAKU TAPIOKA KAPASTIAS 10 TON/HARI UNTUK PABRIK GLUKOSA CAIR DENGAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY TUGAS PERENCANAAN UNIT PENGOLAHAN PANGAN OLEH : VESTA SISWANTO 6103011056

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang

BAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah nasional menghadapi tantangan dari negara-negara maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang saat ini masih

Lebih terperinci