E. Sanksi yang Berkenaan dengan Pembayaran Pajak F. Pemindahbukuan BAB V Pelaporan Pajak A. Surat Pemberitahuan (SPT) B.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "E. Sanksi yang Berkenaan dengan Pembayaran Pajak F. Pemindahbukuan BAB V Pelaporan Pajak A. Surat Pemberitahuan (SPT) B."

Transkripsi

1 DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan... 4 A. Apa Itu UU KUP?... 4 B. Definisi-definisi dan Jenis Pajak... 5 C. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak... 8 BAB II Pendaftaran Wajib Pajak... 9 A. Nomor Pokok Wajib Pajak... 9 B. Kewajiban Mendaftarkan Diri dan Melaporkan Usaha... 9 C. Tempat Pendaftaran dan Pelaporan NPWP/Pengukuhan PKP D. Tempat Pendaftaran dan Pelaporan WP/PKP Tertentu E. Pendaftaran NPWP F. Penerbitan NPWP Secara Jabatan G. Jangka Waktu Pendaftaran NPWP dan Pelaporan Pengukuhan PKP H. Perubahan Data Wajib Pajak I. Yang Dilampiran dalam Formulir Pendaftaran J. Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP (PER-20/PJ/2013) K. Wakil dan Kuasa Wajib Pajak L. Sanksi yang Berhubungan dengan NPWP dan Pengukuhan PKP M. Bagan Pendaftaran NPWP N. Contoh Soal BAB III Pembukuan dan Pencatatan A. Pengertian Pembukuan dan Pencatatan B. Kewajiban Pembukuan dan Pencatatan C. Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan dan Pencatatan D. Ketentuan Pembukuan dan Pencatatan E. Norma Penghitungan Penghasilan Neto F. Pembukuan dalam Bahasa Asing dan Mata Uang Selain Rupiah BAB IV Pembayaran Pajak A. Surat Setoran Pajak B. Jenis Surat Setoran Pajak C. Tempat dan Sistem Pembayaran D. Batas Waktu Pembayaran

2 E. Sanksi yang Berkenaan dengan Pembayaran Pajak F. Pemindahbukuan BAB V Pelaporan Pajak A. Surat Pemberitahuan (SPT) B. Fungsi SPT C. Fungsi SPT D. Tempat Pengambilan SPT Masa/Tahunan E. Isi SPT F. Penyampaian SPT G. Tempat Pelaporan di KPP H. Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan I. Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan J. WP Tertentu yang dikecualikan Melaporkan SPT K. Pembetulan SPT L. Sanksi yang Berhubungan dengan Penyampaian SPT BAB VI Pemeriksaan dan Penelitian A. Tujuan Pemeriksaan B. Jenis Pemeriksaan C. Ruang Lingkup Pemeriksaan D. Kewajiban Wajib Pajak dalam Pemeriksaan E. Kewajiban Merahasiakan Ditiadakan F. Hak Wajib Pajak dalam Pemeriksaan BAB VII Penetapan Pajak A. Pendahuluan B. Fungsi Surat Ketetapan Pajak C. Saat Terutang Pajak D. Daluwarsa Penetapan Pajak E. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) F. Surat Tagihan Pajak (STP) G. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) H. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) I. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) J. Contoh Soal BAB VIII Penagihan Pajak A. Utang Pajak

3 B. Penanggung Pajak C. Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak D. Dasar penagihan pajak E. Proses penagihan F. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak atau Penanggung Pajak selama Penagihan G. Hak Mendahulu H. Daluwarsa Penagihan I. Bunga Penagihan BAB IX Sengketa Pajak A. Pendahuluan B. Proses Penyelesaian di DJP C. Proses Penyelesaian di Pengadilan Pajak D. Proses Penyelesaian di MA BAB X Restitusi dan Imbalan Bunga A. Restitusi B. Imbalan Bunga BAB XI Ketentuan Pidana A. Alpa (Pasal 38 UU KUP) B. Sengaja C. Pengulangan D. Percobaan BAB XII Penyidikan A. Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan B. Penyidik C. Wewenang Penyidik BAB XIII Lampiran A. Surat Setoran Pajak B. Kode Jenis Setoran

4 BAB I Pendahuluan A. Apa Itu UU KUP? Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, selanjutnya disebut dengan UU KUP adalah hukum pajak formal bagi Undang-Undang Pajak yang lainnya. Hukum Pajak Formal mengatur tentang hukum pajak material bagaimana bisa diwujudkan. Dengan kata lain hukum pajak formal mengatur bagaimana tata cara dalam melaksanakan hukum pajak material (PPh dan PPN khususnya). Dengan demikian UU KUP akan lebih banyak bagaimana hukum pajak material seperti PPh atau PPN dilakukan. Secara garis besar dalam UU KUP akan banyak membicarakan tentang hak dan kewajiban wajib pajak. Kewajiban wajib pajak seperti mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP, pembukuan, penyetoran pajak, melaporkan SPT dan kewajiban-kewajiban lainnya. Sedangkan hak wajib pajak seperti pengajuan keberatan, pengajuan banding, pengajuan Restitusi dan hak-hak lainnya. UU KUP juga sedikit mengatur tentang fiskus seperti kewajiban untuk menjaga rahasia wajib pajak. Apabila dicermati isi UU KUP, maka KUP berisikan tentang hak dan kewajiban pajak dari Wajib Pajak. Untuk itu UU KUP sangat penting bagi pelaksanaan hukum pajak di Indonesia. karena akan banyak membicarakan tentang ketentuan formal bagi wajib pajak dalam melakukan kewajibannya. Selain itu karena banyak memuat tentang hak dan kewajiban wajib pajak maka penting bagi wajib pajak untuk mengetahui tentang isi UU KUP. Bila wajib pajak tidak mengerti tentang hak dan kewajibannya tentunya ada kesulitan bagi wajib pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya sesuai dengan undang-undang. Selain itu bila wajib pajak tidak mengetahui hak-hak yang dimilikinya akan merugikan wajib pajak sendiri. Seperti bila wajib pajak tidak mengetahui tentang pengajuan restitusi dan syarat-syaratnya maka atas SKPLB yang diterimanya wajib pajak tidak akan mendapatkan haknya untuk meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Apabila Wajib Pajak mengetahui aturan yang berkenaan dengan kepatuhan dalam pembayaran dan pelaporan misalnya dalam hal tanggal pembayaran atau pelaporan maka dapat terhindar dari pengenaan sanksi atau Wajib Pajak mengetahui tentang haknya yang dapat melakukan pembetulan SPT melalui Sunset Policy yang diatur di pasal 37A UU KUP, yang dapat dimanfaatkan wajib pajak untuk menghindari sanksi, hal sebaliknya apabila tidak mengetahui kewajibannya yang terdapat di UU KUP maka wajib pajak dapat dikenakan sanksi yang sebenarnya dapat dihindari. Hal-hal yang dapat berkenaan dengan penghindaran sanksi perpajakan serta hak yang berkenaan dengan meminta kelebihan pembayaran pajak, maka bagi Wajib Pajak secara kelangsungan usahanya dapat melakukan penghematan pembayaran pajak sehinggan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak dapat berjalan secara efesien dan efektif. Selain itu apabila tingkat kepatuhan Wajib Pajak semakin tinggi tentu saja sangat erat berhubungan dengan bertambahnya jumlah penerimaan pajak, yang tentunya akan sangat membantu dalam penentuan besarnya APBN dan APBD dimana dari tahun ke 4

5 tahun penerimaan tersebut semakin dituntut untuk semakin meningkat seiring dengan berjalannya pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera B. Definisi-definisi dan Jenis Pajak DEFINISI 1. Pajak Sejak diluncurkannya reformasi peraturan perpajakan pada tahun 1983, definisi pajak tidak pernah secara eksplisit dicantumkan dalam undang-undang. Tidak ada satu pasal pun atau penjelasan dalam 5 (lima) undang-undang perpajakan yang diberlakukan mulai saat itu, yakni UU KUP, UU PPh, UU PPN, UU PBB dan UU Bea Meterai, yang mencantumkan definisi dari istilah pajak. Hal ini terus berlangsung sampai dengan diterbitkannya UU KUP tahun 2007, yakni UU nomor 28 tahun 2007 sebagai UU perubahan ketiga dari UU KUP tahun Dalam Pasal 1 angka 1 UU KUP 2007, pajak didefinisikan sebagai berikut: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari definisi pajak tersebut dapat ditarik 4 (empat) kriteria yang membedakan pajak dengan pungutan ataupun kontribusi lainnya, sebagai berikut: a. Merupakan kontribusi wajib kepada negara; Bagi setiap orang atau badan yang telah memenuhi persyaratan dan kondisi tertentu, pembayaran pajak menjadi wajib untuk dilaksanakan. Karena merupakan kewajiban, maka pembayaran pajak pun diatur sedemikian rupa tata cara dan prosedurnya sehingga orang atau badan yang berkewajiban membayar pajak dapat mengikutinya dengan benar. Penggunaan kata kontribusi dimaksudkan untuk menunjukkan besarnya peran serta para pembayar pajak bagi negara. b. Dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang; Terkait dengan kriteria pertama, maka pajak dapat dipaksakan kepada siapa saja yang memang secara ketentuan perundangan perpajakan telah memenuhi kriteria untuk membayar pajak. Meskipun demikian, perlu ditekankan bahwa pemaksaan dalam hal ini senantiasa didasarkan kepada ketentuan perundangan perpajakan yang berlaku. 5

6 c. Pembayar tidak mendapatkan imbalan yang langsung; Wajib Pajak yang telah membayar pajak, berapa pun besarnya, tidak akan mendapatkan imbalan atau kompensasi dari negara yang secara spesifik dapat ditunjuk langsung. Berbeda dengan retribusi parkir misalnya, pembayar uang parkir akan mendapatkan space parkir untuk uang parkir yang telah dibayarnya. Akan tetapi, pembayar pajak tidak akan mendapatkan kompensasi langsung seperti hal itu; d. Digunakan untuk keperluan negara bagi kemakmuran rakyat. Penerimaan negara yang berasal dari pembayaran pajak akan masuk ke dalam APBN dan digunakan bagi keperluan operasional pemerintahan dalam rangka mewujudkan visi dan misi negara, yang secara umum adalah untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat. 2. Wajib Pajak Orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. 3. Badan sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 4. Pengusaha orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. 5. Pengusaha Kena Pajak Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 6

7 6. NPWP Nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. 7. Tempat Pendaftaran Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. JENIS PAJAK Secara umum jenis pajak dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak Pusat Pajak pusat adalah Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat (dalam hal ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak) guna membiayai rumah tangga pemerintahan pusat dan tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Besaran pajak pusat ditetapkan melalui undang-undang dan PP/Perpu, meliputi : a. Pajak Penghasilan (PPh) b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) c. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) d. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) e. Bea Materai Khusus jenis pajak Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan (PBB P2) mulai tahun 2012 pengelolaannya disebagian dialihkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Pajak Daerah Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (dalam hal ini dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah / Dispenda) yang digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah daerah dan tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Besaran dan bentuk pajak daerah ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda). Pajak daerah dan retribusi daerah dibedakan untuk propinsi, kabupaten kota sebagai berikut: (1) Jenis Pajak Provinsi terdiri atas : a. Pajak Kendaraan Bermotor; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok. (2) Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas: a. Pajak Hotel; 7

8 b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir; h. Pajak Air Tanah; i. Pajak Sarang Burung Walet; j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. C. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Hak Wajib Pajak a. Mengajukan Surat Keberatan dan Banding b. Menerima tanda bukti pemasukan, pembetulan dan mengajukan permohonan penundaan pemasukan SPT c. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak d. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi serta pembetulan skp yang salah e. Memberi kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya f. Mengangsur atau menunda pembayaran pajak Kewajiban Wajib Pajak a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP b. Menghitung dan membayar sendiri pajaknya dengan benar c. Mengisi dengan benar SPT (diambil sendiri) dan memasukkan ke KPP dalam batas waktu yang ditentukan d. Menyelenggarakan pembukuan/ pencatatan e. Jika diperiksa harus : 1) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lainnya 2) Memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan guna kelancaran pemeriksaan 3) Memberikan keterangan yang diperlukan 8

9 BAB II Pendaftaran Wajib Pajak A. Nomor Pokok Wajib Pajak Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode wajib pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan. Contoh NPWP: Khusus untuk Wajib Pajak berstatus cabang, orang pribadi pengusaha tertentu atau wanita kawin tidak pisah harta diberikan NPWP dengan aturan sebagai berikut : a. Kode WP sama dengan kode WP pusat, kode WP domisili atau kode WP suami. b. Kode Administrasi perpajakan: 3 (tiga) digit pertama merupakan kode KPP dimana WP mendaftar dan 3 (tiga) digit terakhir menunjukkan kode urutan cabang. Nomor Pokok Wajib Pajak mempunyai fungsi a. Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak; b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Sedangkan fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak adalah : a. untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya; b. untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan PPn BM; c. untuk pengawasan administrasi perpajakan. B. Kewajiban Mendaftarkan Diri dan Melaporkan Usaha Sesuai dengan pasal 2 ayat 1 UU KUP, Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. Dari isi pasal tersebut, dapat diuraikan mengenai pengertian dari Wajib Pajak yaitu Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Secara subjektif, masing-masing orang atau badan yang ada di Indonesia adalah sebagai subjek pajak dan apabila telah memenuhi persyaratan objektif yaitu mempunyai penghasilan, maka orang atau badan tersebut harus menjadi Wajib Pajak. Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau 9

10 dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Wanita yang dimaksud adalah wanita yang sudah bercerai atau hidup berpisah dengan suaminya tetapi secara subjektif dan objektif telah memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak atau Wanita menikah tetapi melakukan perjanjian pisah harta dengan suaminya, maka wanita tersebut tetap harus mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak tersendiri terpisah dari suaminya apabila memang telah memenuhi syarat. Wanita kawin yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan tidak hidup terpisah atau tidak melakukan pemisahan penghasilan dan harta, hak dan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan suaminya. Wanita kawin yang ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak. Jadi apabila wanita kawin tanpa perjanjian pisah harta dapat memilih apakah ingin memiliki NPWP sendiri atau tidak memiliki NPWP sendiri apabila ingin memiliki NPWP sendiri sebaiknya mendaftar sebagai cabang dari suami agar kewajiban pajaknya dapat digabung dengan suami. Setiap Wajib Pajak baik orang pribadi ataupun badan yang memenuhi kriteria sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN. Wajib Pajak dapat memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak bersamaan pada saat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atau Tidak memilih sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu bulan dalam suatu tahun buku jumlah nilai peredaran bruto atas penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai Pengusaha Kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lama akhir bulan berikutnya. Batasan yang dimaksud adalah mempunyai omzet atau peredaran usaha penghasilan bruto sebesar sampai dengan Rp dalam satu tahun pajak. Misalnya Tn. Subur sebagai wajib pajak mempunyai usaha menjual barang-barang kebutuhan rumah tangga pada tanggal 20 September 2008, peredaran usahanya telah mencapai Rp

11 Tn. Subur harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 31 Oktober C. Tempat Pendaftaran dan Pelaporan NPWP/Pengukuhan PKP Berdasarkan sistem self assessment setiap WP wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan melaporkan diri untuk dikukuhkan sebagai PKP ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang : a. Wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal (Orang Pribadi) atau tempat kedudukan Wajib pajak (badan) b. Wilayah kerjanya meliputi tempat tempat kegiatan usaha wajib pajak c. Yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila dalam hal tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak berada dalam dua atau lebih wilayah kerja KPP Pengertian tempat tinggal adalah domisili dari Wajib Pajak Orang Pribadi dan atau tempat usahanya sedangkan tempat kedudukan adalah tempat usaha dari Wajib Pajak Badan yang meliputi kantor pusat dan cabang-cabang usahanya. Contoh : 1. Tn. Azizan mempunyai tempat tinggal di Serpong Tangerang, sedangkan tempat kerjanya sebagai pegawai di Kosambi Jakarta barat. Maka Tn. Azizan harus mendaftar di Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan tempat tinggalnya yaitu di Serpong 2. Tn. Ibadurrahman mempunyai tempat tinggal di Bekasi Jawa Barat, selain itu mempunyai usaha Mangga Dua Mall di Penjaringan Jakarta Utara. Maka Tn. Ibadurrahman harus mendaftar di Kantor Pelayanan Pajak di Bekasi sebagai pusat juga mendaftar di Kantor Pelayanan Pajak di Penjaringan sebagai cabang. 3. PT. Jujur Makmur berkantor di Jl Setia Budi Jakarta, selain itu mempunyai pabrik di Cikarang, Bekasi. Maka selain Di Kantor Pelayanan Pajak di Setia Budi sebagai pusat juga mendaftar sebagai D. Tempat Pendaftaran dan Pelaporan WP/PKP Tertentu (KEP-225/PJ./2001 jo Per-32/PJ/2010 jo Per-28/PJ/2012) Wajib Pajak Orang Pribadi tertentu adalah wajib pajak orang pribadi yang memiliki tempat usaha di beberapa tempat. Direktorat Jenderal Pajak dapat menetapkan dan menentukan tempat pendaftaran dan pelaporan usaha di kantor direktorat jenderak pajak selain yang ditetapkan pada kriteria tempat tinggal (orang pribadi) dan tempat kedudukan (badan). Wajib Pajak Badan dan Pengusaha Kena Pajak tertentu adalah : 1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 2. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 3. Penanam Modal Asing 4. Bentuk Usaha Tetap dan Orang Asing 11

12 5. Perusahaan masuk bursa, termasuk badan khusus (Self regulatory organization) yang didirikan dan beroprasi di bursa berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar modal 6. serta perusahaan tertentu lainnya yang melakukan kegiatan usaha di pasar modal 7. Perusahaan besar yang memiliki kriteria tertentu. WP tertentu dan PKP tertentu itu harus mendaftarkan diri di : a. Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Negara dan Daerah, untuk BUMD di wilayah DKI Jakarta dan seluruh BUMN termasuk anak perusahaan BUMN yang penyertaan modal induk lebih dari 50%, kecuali yang selama ini telah terdaftar pada KPP tempat wajib pajak berkedudukan. b. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing I untuk Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak masuk bursa dan melakukan usaha di sektor Industri kimia dan bahan galian non logam, kecuali yang selama ini telah terdaftar pada KPP tempat wajib pajak berkedudukan. c. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing II untuk Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak masuk bursa dan melakukan usaha di sektor industri logam dan mesin, kecuali yang selama ini telah terdaftar pada KPP tempat wajib pajak berkedudukan. d. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing III untuk untuk Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak masuk bursa dan melakukan usaha di sektor pertambangan dan perdagangan, kecuali yang selama ini telah terdaftar pada KPP tempat wajib pajak berkedudukan. e. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing IV untuk Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak masuk bursa dan melakukan usaha di sektor industri tekstil, makanan, dan kayu, kecuali yang selama ini telah terdaftar pada KPP tempat wajib pajak berkedudukan. f. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing V untuk Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak masuk bursa dan melakukan usaha di sektor agribisnis dan jasa, kecuali yang selama ini telah terdaftar pada KPP tempat wajib pajak berkedudukan. g. Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing untuk wajib pajak bentuk usaha tetap (BUT) dan orang asing yang berkedudukan/bertempat tinggal di wilayah DKI Jakarta. h. Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa untuk Wajib Pajak yang pernyataan pendaftaran emisi saham telah dinyatakan efektif oleh BAPEPAM, termasuk badanbadan khusus yang didirikan dan beroperasi berdasarkan UU Pasar Modal, kecuali WP emiten yang selama ini telah terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak berkedudukan dan Wajib Pajak emiten BUMN/D. i. Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Wajib Pajak BUMD dan BUT, untuk Wajib Pajak BUMD dan BUT, atau tempat tinggal Wajib Pajak Orang Asing untuk Wajib Pajak Orang Asing, yang berkedudukan atau bertempat tinggal di luar DKI Jakarta; 12

13 j. Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat cabang, perwakilan, atau kegiatan usaha dilakukan, untuk Wajib Pajak BUMN, BUMD, penanaman modal asing, badan dan orang asing, dan perusahaan masuk bursa, terbatas pada PPh Pasal 21/22/23/26, PPN dan PPN BM, kecuali tempat cabang, perwakilan atau kegiatan usaha tersebut lokasinya di DKI Jakarta maka kewajiban perpajakannya tetap di KPP Khusus. k. Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar (LargeTax Office) untuk seluruh wajib Pajak Besar menurut KEP. Dirjen No. 263/PJ./2002 Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) Pengusaha Tertentu adalah Wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar di beberapa lokasi, tidak termasuk perdagangan kendaran bermotor dan restoran. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu selain terdaftar di kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya juga harus terdaftar di kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usahanya. WPOP Pengusaha Tertentu wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP bagi setiap tempat usaha/gerai ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha/gerai tersebut (KPP Lokasi) dan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal WP (KPP Domisili), begitu pula jika tempat usaha/gerai dan tempat tinggal WP yang bersangkutan berada dalam wilayah kerja KPP yang sama. E. Pendaftaran NPWP a. Wajib Pajak atau orang yang diberi kuasa khusus yang mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan atau Pengusaha yang melaporkan kegiatan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengisi, menandatangani dan menyampaikan formulir pendaftaran ke KPP; b. Berdasarkan formulir pendaftaran, KPP menerbitkan kartu NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar dan atau Surat Pengukuhan PKP; c. KPP menerbitkan kartu NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar paling lama pada hari kerja berikutnya setelah permohonan pendaftaran beserta persyaratannya diterima secara lengkap; d. KPP menerbitkan Surat Pengukuhan PKP paling lambat 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah pelaporan beserta persyaratannya diterima secara lengkap; e. Dalam hal wajib pajak melakukan pendaftaran sekaligus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, maka kartu NPWP, Surat Keterangan Terdaftar dan Surat Pengukuhan PKP diterbitkan secara bersamaan paling lama 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah permohonan pendaftaran dan pelaporan beserta persyaratannya diterima secara lengkap. Tata Cara ini diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor 44/PJ/2008 jo PER-38/PJ/2013 tanggal 8 November 2013 tentang TATA CARA 13

14 PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PELAPORAN USAHA DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, SERTA PERUBAHAN DATA DAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK. F. Penerbitan NPWP Secara Jabatan Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan NPWP dan atau Pengukuhan PKP secara jabatan. Hal ini dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP dan atau Pengukuhan PKP. G. Jangka Waktu Pendaftaran NPWP dan Pelaporan Pengukuhan PKP Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dan Wajib Pajak badan. wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan. Misalnya Tn. Sabar membuka usaha jasa pemotongan rambut pada tanggal 10 Maret 2009, maka pendaftaran paling lambat harus dilakukan pada tanggal 10 April Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya. Misalnya Tn. Adil sebagai pegawai yang baru masuk bekerja pada PT. Makmur pada bulan Januari 2009 mempunyai penghasilan neto sebesar Rp /bulan, maka Tn. Adil harus mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak paling lambat pada akhir Februari 2009 Wajib Pajak orang pribadi selain Wajib Pajak selain yang disebut diatas, dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Misalnya seorang mahasiswa yang mempunyai pekerjaan tidak tetap sebagai pengajar dan mempunyai penghasilan tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak dapat saja mendaftarkan diri untuk menjadi Wajib Pajak Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebelum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. H. Perubahan Data Wajib Pajak Perubahan Identitas Wajib Pajak a. Perbaikan data karena kesalahan dalam keluaran (data dalam dokumen masukan tidak sama dengan data keluaran) b. Perubahan NPWP karena adanya kesalahan (misal NPWP cabang tidak sama dengan pusat) 14

15 c. Perubahan nama WP karena penggantian nama d. Perubahan bentuk badan hukum e. Perubahan alamat WP karena perpindahan tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat usaha dalam wilayah kerja KPP yang sama f. Perubahan status usaha WP g. Perubahan jenis usaha karena ada perubahan kegiatan usaha wajib pajak h. Perubahan jenis pajak, karena sesuatu hal yang mengakibatkan kewajiban-kewajiban jenis pajaknya berubah. Pemindahan Wajib Pajak Dan Atau PKP a. Perubahan alamat Wajib Pajak karena perpindahan tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP lain b. Perubahan status modal Wajib Pajak yang mengakibatkan KPP yang mengelola berubah Dalam hal WP pindah domisili atau pindah tempat kegiatan usaha, agar melaporkan diri ke KPP lama maupun KPP yang baru dengan melampirkan : 1. Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan Pindah tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas; adalah surat keterangan tempat tinggal baru atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang baru dari instansi yang berwenang (lurah atau kepala desa) 2. Wajib Pajak Orang Pribadi Non Usahawan Pindah tempat tinggal, adalah Surat Keterangan tempat tinggal baru dari instansi yang berwenang (lurah atau kepala desa), atau surat keterangan dari pimpinan instansi perusahaannya. 3. Wajib Pajak badan Pindah tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha; adalah surat keterangan tempat kedudukan atau tempat kegiatan yang baru dari instansi yang berwenang (lurah atau kepala desa) I. Yang Dilampiran dalam Formulir Pendaftaran Wajib Pajak (atau oleh orang lain yang diberi kuasa khusus) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan melampirkan : a. Untuk WP Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas: Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotocopy Paspor, fotovopy Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) bagi Wajib Pajak orang asing. b. Untuk WP Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas: 1. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotocopy Paspor, fotocopy Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) bagi Wajib Pajak 15

16 orang asing dan fotokopi dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa atau lembar tagihan listrik dari Perusahaan Listrik/bukti pembayaran listrik; atau fotokopi e-ktp bagi Warga Negara Indonesia dan surat pernyataan di atas meterai dari Wajib Pajak orang pribadi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan benar-benar menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. c. Untuk WP badan : 1. untuk Wajib Pajak badan yang berorientasi pada profit (profit oriented) berupa: a) fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri, atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap; b) fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak salah satu pengurus, atau fotokopi paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung jawab adalah Warga Negara Asing;dan c) fotokopi dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa atau lembar tagihan listrik dari Perusahaan Listrik/bukti pembayaran listrik. 2. Untuk Wajib Pajak badan yang tidak berorientasi pada Profit (Non Profit) berupa: a) fotokopi e-ktp salah satu pengurus badan atau organisasi; dan b) surat keterangan domisili dari pengurus Rukun Tetangga (RT)/Rukun Warga (RW). d. Untuk Bendaharawan sebagai Wajib Pajak Pemungut/Pemotong : 1. Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan; 2. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bendaharawan. e. Untuk Joint Operation sebagai Wajib Pajak Pemungut/Pemotong : 1. Fotokopi Perjanjian Kerjasama sebagai Joint Operation; 2. Fotokopi Kartu NPWP masing-masing anggota joint Operation; 3. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurangkurangnya lurah atau kepala desa bagi orang asing, dari salah seorang pengurus Joint Operation. 16

17 f. untuk Wajib Pajak dengan status cabang dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu berupa: a) fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak pusat atau induk; b) surat keterangan sebagai cabang untuk Wajib Pajak Badan; dan c) fotokopi dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa. g. Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi adalah wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, dan wanita kawin yang memilih melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya secara terpisah, permohonan juga harus dilampiri dengan: a) fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak suami; b) fotokopi Kartu Keluarga; dan c) fotokopi surat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, atau surat pernyataan menghendaki melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami. J. Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP (PER-20/PJ/2013) Penghapusan NPWP dilakukan dalam hal : a) Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan; b) Wajib Pajak bendahara pemerintah yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak karena yang bersangkutan sudah tidak lagi melakukan pembayaran; c) Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; d) Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) Nomor Pokok Wajib Pajak untuk menentukan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dapat digunakan sebagai sarana administratif dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan; e) Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang saham/pemilik dan pegawai yang telah diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah dan penghasilan netonya tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak; f) Wajib Pajak badan kantor perwakilan perusahaan asing yang tidak mempunyai kewajiban Pajak Penghasilan badan dan telah menghentikan kegiatan usahanya; g) Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sudah selesai dibagi; h) Wanita yang sebelumnya telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya; 17

18 i) Wanita kawin yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak berbeda dengan Nomor Pokok Wajib Pajak suami dan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suami; j) Anak belum dewasa yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; k) Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia;atau l) Wajib Pajak badan tertentu selain perseroan terbatas dengan status tidak aktif (non efektif) yang tidak mempunyai kewajiban Pajak Penghasilan dan secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha. Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap: a. Pengusaha Kena Pajak dengan status Wajib Pajak Non Efektif; b. Pengusaha Kena Pajak yang tidak diketahui keberadaan dan/atau kegiatan usahanya; c. Pengusaha Kena Pajak menyalahgunakan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; d. Pengusaha Kena Pajak pindah alamat ke wilayah kerja KPP lain; e. Pengusaha Kena Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai Pengusaha Kena Pajak; f. Pengusaha Kena Pajak telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat lain; atau g. Pengusaha Kena Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Selain persyaratan administratif diatas, dalam penghapusan NPWP dan atau pencabutan pengukuhan PKP harus memenuhi syarat : a. Utang pajak yang ada telah dilunasi. b. Telah dilaksanakan pemeriksaan sederhana lapangan yang hasilnya ditemukan adanya utang pajak yang tidak dapat ditagih lagi. Penghapusan NPWP dan atau pencabutan pengukuhan PKP harus diselesaikan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap oleh KPP berdasarkan hasil verifikasi atau hasil pemeriksaan. Pasal 25 ayat (3) PER-20/PJ/2013 Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila: a. diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib Pajak dan/atau ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; b. Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha; c. Wajib Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau 18

19 d. dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. K. Wakil dan Kuasa Wajib Pajak Ketentuan mengenai wakil dan kuasa wajib pajak diatur dalam Pasal 32 UU tentang KUP, yang dapat dijabarkan sebagai berikut: Dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili, dalam hal: 1. Badan oleh pengurus; Termasuk dalam pengertian pengurus adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan, misalnya berwenang menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani cheque, dan sebagainya, walaupun orang tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan. Termasuk juga Komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali. 2. Badan dalam pembubaran atau pailit oleh orang atau badan yang dibebani dengan pemberesan; 3. Suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya; 4. Anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampunan oleh wali atau pengampunya. Wakil Wajib Pajak tersebut bertanggungjawab secara pribadi dan atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak, bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang tersebut. Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan persyaratan sebagai berikut: 19

20 a. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; b. telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir; c. menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; dan d. memiliki Surat Kuasa Khusus dari Wajib Pajak yang memberi kuasa. Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan kuasa tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. menyerahkan surat kuasa khusus yang asli; dan 2. menguasai ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan, yaitu apabila telah memperoleh pendidikan di bidang perpajakan yang dibuktikan dengan memiliki : 3. brevet yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak; atau 4. ijazah formal pendidikan di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan negeri atau swasta dengan status disamakan dengan negeri; atau dan 5. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan atau tindak pidana di bidang keuangan negara. Kuasa yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dapat diterima sebagai kuasa Wajib Pajak dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak Seorang kuasa dilarang melimpahkan kuasa yang diterima dari Wajib Pajak kepada orang lain Aturan mengenai persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban seorang kuasa diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No 22/PMK.03/2008. L. Sanksi yang Berhubungan dengan NPWP dan Pengukuhan PKP Apabila WP tidak melaksanakan kewajiban mendaftarkan diri dan/atau PKP tidak melaporkan usahanya, DJP menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP secara jabatan. Terhadap kekurangan pembayaran pjak sebagai akibat NPWP dan pengukuhan PKP secara jabatan dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak KurangBayar. (Pasal 13 ayat (2) UU tentang KUP) Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 20

21 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. (Pasal 39 ayat (1) UU tentang KUP). Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan. (Pasal 39 ayat 3 UU tentang KUP). 21

22 M. Bagan Pendaftaran NPWP Pendaftaran Secara Manual E-Registration 22

23 N. Contoh Soal 1) Dessy bersama kelompok belajar sewaktu kuliah di STAN bermaksud mendirikan sebuah Yayasan di bidang Pendidikan. Akte pendirian dibuat dihadapan Notaris pada tanggal 17 Maret 2012 dengan nama Yayasan Anonymous. Kegiatan usaha baru benar-benar dilaksankan secara aktif pada 28 Desember Kapan Yayasan Anonymous harus mendaftarkan diri? Yayasan Anonymous wajib mendaftarkan diri paling lama 1 bulan setelah saat usaha mulai dijalankan. Saat usaha mulai dijalankan adalah saat yang terjadi lebih dulu antara saat pendirian dan saat usaha nyata-nyata mulai dilakukan. Saat mulai dijalankan Yayasan Anonymous adalah tanggal 17 Maret Jadi Yayasan Anonymous wajib mendaftarkan diri paling lama tanggal 17 April ) Arfin seorang bujangan (TK/-) mulai bekerja pada tanggal 1 April 2012 sebagai karyawan pada sebuah perusahaan swasta dengan penghasilan neto sebulan Rp ,-. Kapan Arfin harus mendaftarkan diri? Karena Arfin belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan maka PTKP setahun adalah Rp ,- Maka pada bulan ke 8 jumlah penghasilan neto Arfin adalah Rp ,- (telah melebihi PTKP) Arfin wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi PTKP setahun, yaitu paling lambat akhir bulan Desember ) PT Sangkuriang perusahaan yang mengelola rumah makan berdasarkan perjanjian franchise dengan pemilik merk Mc Donald di Amerika. Akte pendirian dibuat di hadapan Notaris pada tanggal 1 Januari Usaha mulai aktif dijalankan pada tanggal 29 Februari 2012 dan rumah makan dibuka tanggal 1 Maret Kapan PT Sangkuriang harus dikukuhkan sebagai PKP? PT Sangkuriang adalah WP Badan dan wajib mendaftarkan diri untuk memeroleh NPWP paling lambat 1 bulan setelah tanggal 1 Januari PT Sangkuriang adalah Pengusaha, karena dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan uasaha perdagangan dan memanfaatkan BKP tidak berwujud (franchise) dari luar daerah pabean. Namun PT sangkuriang bukan PKP karena yang diserakhan adalah makanan dan minuman di rumah makan. Jadi PT sangkuriang tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. 23

24 BAB III Pembukuan dan Pencatatan A. Pengertian Pembukuan dan Pencatatan Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur, untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir. Pencatatan yaitu pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final. B. Kewajiban Pembukuan dan Pencatatan Yang wajib menyelenggarakan pembukuan: a. Wajib Pajak Badan; b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp ,00. Yang Wajib Menyelenggarakan Pencatatan : a. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. C. Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan dan Pencatatan Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan dan Pencatatan adalah untuk mempermudah : a. Pengisian SPT b. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak c. Penghitungan PPN dan PPn BM d. Penyelenggaran pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha / pekerjaan D. Ketentuan Pembukuan dan Pencatatan Ketentuan Pembukuan a. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. b. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. 24

25 c. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. d. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. e. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Tujuan pembukuan adalah agar dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Selain dapat dihitung besarnya PPh, pajakpajak lainnya juga harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Agar PPN dan PPn BM dapat dihitung dengan benar maka pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan PPnBM, jumlah pembayaran atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan. Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain. f. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan. g. Pencatatan sebagaimana dimaksud diatas terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. h. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan. Ketentuan Pencatatan a. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadan atau kegiatan usaha yang sebenarnya b. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. c. Pencatatan terdiri data yang dikumpulkan secara teratur tentang ; peredaran atau penerimaan bruto, dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan obyek pajak dan penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. 25

26 d. Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen lain wajib disimpan selama 10 tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak Orang Pribadi e. Wajib Pajak yang tidak wajib melakukan pembukuan dan pencatatan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh f. Pencatatan dalam suatu tahun pajak meliputi jangka waktu 12 bulan, mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. g. Bagi wajib pajak yang memiliki lebih dari satu jenis usaha dan atau tempat usaha, pencatatan harus dapat menggambarkan jumlah peredaran atau penerimaan bruto dari masing-masing jenis usaha dan atau tempat usaha yang bersangkutan. h. Bentuk (Format) Pencatatan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas adalah sbb : Peredaran atau Penerimaan Bruto Jenis Usaha : Tempat Usaha : Bulan : Tanggal Uraian Jumlah Bruto Keterangan Penghasilan Lainnya Tahun : Tanggal Uraian Jumlah Bruto Keterangan Bentuk (Format) Pencatatan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas adalah sbb : Penghasilan Bruto Tahun : Tanggal Uraian Jumlah Bruto Keterangan

27 E. Norma Penghitungan Penghasilan Neto a. Norma Penghitungan Penghasilan Neto yaitu pedoman untuk menentukan penghasilan neto Wajib Pajak, karena Wajib Pajak tersebut tidak wajib melakukan pembukuan. b. Wajib Pajak yang boleh menggunakan norma penghitungan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Peredaran bruto dalam 1 tahun tidak mencapai Rp , Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku. 3. Menyelenggarakan pencatatan. 4. Dalam hal Wajib Pajak tersebut tidak menyampaikan pemberitahuan kepada Dirjen Pajak seperti tersebut di atas, dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan. c. Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan atau tidak memperlihatkan pencatatan atau pembukuan atau buktibukti pendukungnya, maka penghasilan netonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. F. Pembukuan dalam Bahasa Asing dan Mata Uang Selain Rupiah Pembukuan dalam Bahasa Asing dan Mata Uang Selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib pajak dengan persetujuan Menteri Keuangan dalam rangka : a. Penanaman modal asing b. Kontrak karya pertambangan c. Kontrak bagi hasil pertambangan/pengeboran d. Bentuk Usaha Tetap. (BUT) e. Wajib Pajak yang berafiliasi dengan perusahaan induk di luar negeri. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah : a. Bahasa asing dan mata uang selain Rupiah yang boleh di pergunakan adalah bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat. b. Mendapat izin dari Menteri Keuangan c. Permohonan izin kepada Menteri Keuangan harus dilampiri dengan : Fotokopi SPT Tahunan PPh Badan tahun terakhir (WP yang telah berdiri lebih dari 1 tahun) Fotokopi NPWP dan fotokopi Akta Pendirian, atau dokumen lain yang serupa (bagi WP BUT) (WP yang baru berdiri dalam tahun berjalan) Jika telah memenuhi syarat, Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan akan menerbitkan surat Keputusan Menteri Keuangan dalam jangka waktu 30 hari sejak permohonan diterima. 27

28 Kurs Konversi Untuk Beberapa Hal Terkait No Uraian Kurs Konversi ke US $ 1 Sisa Kerugian fiskal dalam rupiah 2 Penghitungan PPh Terutang sesuai Tarif Pasal 17 UU Nomor 17 Tahun PPh 25, Pokok Pajak STP PPh 25, Fiskal LN, Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rupiah Kurs KMK *) akhir tahun buku/pajak terjadinya kerugian fiskal Masing-masing lapisan penghasilan kena pajak dikonversikan ke US$ dengan kurs KMK akhir tahun buku/tahun pajak yang bersangkutan Kurs KMK pada tanggal Pembayaran 4 PPh 22,23 dan 24 Kurs KMK pada tgl pemotongan/pemungutan atau pembayaran 5 - Pada awal tahun buku/tahun pajak - Dalam tahun berjalan Penyelenggaraan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat untuk pertama kali dilakukan dengan bertitik tolak dari Neraca akhir tahun buku/tahun pajak sebelumnya (dalam mata uang Rupiah) yang dikonver-sikan ke mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang berlaku pada akhir tahun buku/tahun pajak sebelumnya. a) Untuk transaksi yang dilakukan dengan mata uang Dollar Amerika Serikat, pembukuannya dicatat sesuai dengan dokumen transaksi yang bersangkutan; b) Untuk transaksi, baik dalam negeri maupun luar negeri, yang menggunakan mata uang selain Dolar Amerika Serikat, dikonversikan ke mata uang Dolar Amerika Serikat menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat terjadinya transaksi yang bersangkutan. Angka-angka mata uang rupiah disajikan dalam ribuan rupiah sedangkan angka-angka mata uang US$ dalam satuan penuh. Angsuran PPh Pasal 25 dalam Mata Uang US Dollar : 28

29 Angsuran PPh yang masih dihitung berdasarkan SPT atau ketetapan pajak tahun sebelumnya yang masih dalam rupiah dikonversikan ke US Dollar sesuai kurs KMK yang berlaku pada awal masa pajak ditetapkannya jumlah angsuran PPh Pasal 25 tersebut. 29

30 BAB IV Pembayaran Pajak A. Surat Setoran Pajak Setelah Wajib Pajak menghitung jumlah pajak yang terutangnya, maka Wajib Pajak harus melakukan pembayaran/penyetoran pajak yang terutang dengan menggunakan surat setoran pajak (SSP). Adapun yang dimaksud dengan surat setoran pajak (SSP) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau bank BUMN atau BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. B. Jenis Surat Setoran Pajak a. Surat Setoran Pajak Standar SSP Standar adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan atau berfungsi melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kantor penerima pembayaran dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran dan isi yang ditetapkan. Wajib pajak dapat mengadakan sendiri SSP standar sepanjang bentuk, ukuran dan isinya sesuai dengan aturan. SSP standar dibuat dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukkan sebagai berikut : Lembar ke-1 : Untuk arsip Wajib Pajak Lembar ke-2 : Untuk KPP melalui KPPN Lembar ke-3 : Untuk dilaporkan oleh wajib pajak ke KPP Lembar ke-4 : Untuk arsip kantor penerimaan pembayaran Jika diperlukan, SSP standar dibuat rangkap 5 (lima) dengan peruntukan lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku SSP standar digunakan untuk pembayaran semua jenis pajak, baik yang bersifat final maupun yang bukan final, kecuali setoran Pajak Bumi dan Bangunan dan BPHTB. b. Surat Setoran Pajak Khusus SSP khusus adalah bukti pembayaran atau pembayaran pajak terutang ke kantor penerima pembayaran yang dicetak oleh kantor penerima pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang ditetapkan DJP dan mempunyai fungsi yang sama dengan SSP standar dalam administrasi perpajakan. SSP khusus dicetak oleh kantor penerima pembayaran yang telah mengadakan kerjasama Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dengan Direktorat Jenderal Pajak. SSP khusus dicetak : 30

31 1. Pada saat transaksi pembayaran atau penyetoran pajak sebanyak 2 (dua) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-1 dan lembar ke-3 SSP standar; 2. Terpisah sebanyak 1 (satu) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-2 SSP standar untuk diteruskan ke KPPN sebagai lampiran Daftar Nominatif Penerimaan (DNP). SSP khusus hanya dapat digunakan untuk pembayaran pajak oleh wajib pajak yang telah memiliki NPWP. Pembayaran setoran pajak yang SSP-nya dapat berfungsi sebagai pengganti bukti potong/ bukti pungut antara lain pembayaran PPN impor, PPN bendaharawan, PPh pasal 22 impor, PPh pasal 22 bendaharawan, PPh Final atas transaksi Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan, dan PPh final atas Persewaan Tanah dan Bangunan tidak dapat menggunakan SSP khusus. Satu SSP standar maupun SSP khusus hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis pajak dan untuk satu masa pajak atau satu tahun pajak/ ketetapan pajak, dengan menggunakan satu kode MAP dan satu Kode Jenis Setoran. C. Tempat dan Sistem Pembayaran Tempat Pembayaran Wajib pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang di kas negara melalui : 1. Kantor Pos; 2. Bank Badan Usaha Milik Negara/Daerah (misal Bank Mandiri, Bank BNI 46, Bank BRI, Bank DKI); 3. Bank-bank yang ditunjuk Direktorat Jenderal Anggaran (misal Bank Lippo, Bank BCA, Bank BII, Bank Danamon, dsb); 4. Untuk pembayaran fiskal Luar Negeri selain di tempat-tempat tersebut di atas dapat dilakukan pada loket-loket pembayaran yang telah disediakan di Pelabuhan keberangkatan. Direktorat Jenderal Pajak tidak dibenarkan menerima setoran pajak dari Wajib Pajak. Dengan usaha memperluas tempat pembayaran pajak yang mudah dijangkau oleh wajib pajak dimaksudkan untuk mempermudah wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya sekaligus menghindarkan adanya rasa keengganan dalam melaksanakan pembayaran pajak. Pembayaran Pajak Melalui Sistem Pembayaran On-Line Wajib pajak dapat melakukan pembayaran sistem On-Line terhitung mulai 1 Januari Pembayaran sistem On-Line dapat dilaksanakan melalui: 1. Teller PT Pos Indonesia (Persero) 2. Teller Bank Persepsi/Devisa Persepsi On-Line 3. Fasilitas alat transaksi yang disediakan oleh Bank Persepsi/Devisa Persepsi On-Line (ATM, Internet Banking, dsb) 4. Fasilitas Cash Management Service (CMS) antara Bank dan Nasabah (Wajib Pajak). 31

32 D. Batas Waktu Pembayaran No Jenis Pajak Tanggal Jatuh Tempo 1 PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir PPh Pasal 4 ayat (2 yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir 2 PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. yang harus dibayar sendiri harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir 3 PPh Pasal 21 dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir 4 PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir 5 PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir 6 PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor 7 PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 8 PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara 9 PPh 22 atas Penyerahan Bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada penyalur / agen atau industri yang dipungut oleh Wajib Pajak badan yang harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak. harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan atas penyerahan barang yang di biayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir 32

33 bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas 10 PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak 11 PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak 12 PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk 13 PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN selain Bendahara Pemeritah yang ditunjuk 14 PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu (Pasal 3 ayat (3b) Undang-undang KUP) yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa 15 Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu (sesuai Ps 3 ayat (3b) UU KUP yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT Masa harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir harus disetor paling lama tanggal 7 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir harus dibayar paling lama pada akhir Masa Pajak berakhir harus dibayar paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak Hal-hal yang perlu diperhatikan : 1. Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah. 2. Pembayaran dan Penyetoran pajak dilakukan di Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan 33

34 3. Pembayaran dan Penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak. 4. Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi. 5. Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain dianggap sah apabila telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Pembayaran dan Penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak. 6. Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi. 7. Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain dianggap sah apabila telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). 8. Pemotongan atau Pemungut PPh memberikan tanda bukti pemotongan atau tanda bukti pemungutan kepada orang pribadi atau badan yang dipotong atau dipungut PPh setiap melakuakan pemotongan atau pemungutan. 9. pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan atau pegawai tetap, memberikan tanda bukti pemotongan paling lama 1 (satu) bulan setelah tahun kalender berakhir. E. Sanksi yang Berkenaan dengan Pembayaran Pajak Sesuai dengan batas waktu atau jatuh tempo pembayaran yang telah ditetapkan, maka Wajib Pajak harus melunasi atau membayar sesuai dengan ketentuan tersebut. Apabila Wajib Pajak terlambat atau tidak membayar pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan, maka Wajib Pajak akan dikenakan sanksi. Pembayaran atau penyetoran pajak, yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Atas pembayaran atau penyetoran pajak atas Surat Pemberitahuan Tahunan yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. 34

35 Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud diatas dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Apabila wajib pajak tidak mampu membayar atau melunasi pajak yang terutang, maka Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran paling lama 12 (dua belas) bulan. Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. F. Pemindahbukuan Dasar Hukum 1. Kep Menkeu Nomor 88/KMK.04/1991 tanggal 24 Januari Kep Dirjen Pajak Nomor KEP-965/PJ.9/1991 tanggal 17 Oktober Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-26/PJ.9/1991 tanggal 25 Oktober 1991 Dasar dilakukan Pemindahbukuan - Adanya Kelebihan Pembayaran pajak yang besarnya dinyatakan dalam SKPLB; - Telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang yang besarnya dinyatakan dalam SKPLB atas pajak yang seharusnya tidak terhutang. - Adanya surat keputusan lainnya yang menyebabkan timbulnya kelebihan pembayaran pajak yaitu antara lain ; Surat Keputusan atas permohonan keberatan/banding yang mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak. - Adanya pembayaran yang lebih besar dari pajak terhutang dalam surat ketetapan pajak yang mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak. - Adanya pemberian bunga terhadap Wajib Pajak akibat keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. - Adanya kesalahan dalam mengisi SSP baik yang menyangkut Wajib Pajak Sendiri maupun Wajib Pajak lain. - Adanya pemecahan setoran pajak yang berasal dari SSP menjadi beberapa jenis pajak atau setoran dari beberapa Wajib Pajak. Syarat Formal : 1. Diajukan kepada Kepala KPP yang berwenang melaksanakan pemindahbukuan 2. Diajukan secara tertulis dengan melampirkan : a. Asli SSP yang akan dipindahbukukan b. Asli PIUD dalam hal Pbk dilakukan untuk pembayaran PPh Pasal 22 atau PPN Impor. c. Daftar Nominatif Wajib Pajak yang menerima Pbk untuk pemecahan SSP oleh Bendaharawan/Pemotong/ Pemungut 35

36 d. Fotokopi SPT Masa/Tahunan yang setorannya diajukan pemindahbukuan beserta pembetulannya e. Bukti potong asli PPh Pasal 23 dan surat pernyataan tidak pernah membuat bukti potong PPh Pasal 23 dalam hal bukti potong tersebut belum pernah dibuat f. Alasan pengajuan Pbk secara jelas disertai bukti-bukti pendukung lain yang diperlukan. 3. Dalam hal Nama dan pemegang asli SSP (yang mengajukan Pbk) tidak sama dengan nama dan NPWP yang tercantum dalam SSP, maka pada permohonan disamping harus dilampiri tersebut pada huruf a sampai dengan f juga harus dilampiri surat pernyataan dari wajib pajak yang nama dan NPWP-Nya tercantum dalam SSP bahwa SSP tersebut sebenarnya bukan pembayaran pajak untuk kepentingan sendiri dan tidak keberatan dipindahbukukan kepada wajib pajak yang mengajukan Pbk. 36

37 BAB V Pelaporan Pajak A. Surat Pemberitahuan (SPT) Sistem pemungutan pajak di Indonesia menggunakan sistem self assesment dimana Wajib Pajak diberi kesempatan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melapor sendiri pajaknya di Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak terdaftar. Penyampaian Surat Pemberitahuan merupakan bentuk pertanggungjawaban atas kewajiban perpajakan yang telah dipenuhinya dalam suatu Masa Pajak atau Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. Pengertian Surat Pemberitahuan Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/ atau pembayaran pajak, obyek pajak dan/ atau bukan obyek pajak, dan / atau harta kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan Perundangundangan perpajakan. SPT berfungsi untuk melaporkan seluruh kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Dari SPT yang diisi sendiri oleh wajib pajak itu dapat diketahui kewajiban wajib pajak dan sebagai alat bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk mengetahui kewajiban perpajakan wajib pajak. Sehingga apabila ada wajib pajak yang tidak melaporkan SPT tidak peduli Wajib Pajak tersebut sudah membayarkan pajaknya ke kas negara Direktorat Jenderal Pajak akan menganggap Wajib Pajak belum membayar Pajak. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan meggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangi serta menyampaikannya ke Kantor Direkorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak. B. Fungsi SPT Bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan Sebagai sarana WP untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun Pajak Laporan tentang pemenuhan penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek Harta dan kewajiban Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan / pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak Bagi Pengusaha Kena Pajak Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : Pengkreditan Pajak Masukan (input tax) terhadap Pajak Keluaran (output tax) 37

38 Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Bagi Pemotong / Pemungut Pajak Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. C. Fungsi SPT Terdapat dua macam surat pemberitahuan (SPT), yaitu : a. Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) yaitu Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak, terdiri dari: 1. PPh Pasal 21 dan Pasal PPh Pasal PPh Pasal 23 dan Pasal PPh Pasal PPh Pasal 4 ayat 2 6. PPh Pasal PPN dan PPnBM bagi Pengusaha Kena Pajak 8. PPN bagi Pemungut b. Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) yaitu Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak meliputi: 1. SPT Tahunan PPh WP Badan (SPT 1771 dan SPT 1771$); 2. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi (SPT 1770, 1770S dan 1770SS); Bentuk SPT ada 2 macam yaitu : a. formulir kertas (hardcopy) yaitu SPT dalam bentuk kertas untuk induk dan lampiran b. e-spt yaitu SPT dalam bentuk kertas untuk induk SPT dan soft copy untuk lampiran Induk dan lampiran SPT merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Hot News : Selama ini terdapat perdebatan mengenai ada tidaknya SPT Tahunan PPh Pasal 21, karena pada UU KUP yang baru tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai SPT Tahunan PPh Pasal 21. Menurut Pasal 3 ayat (3) UU KUP Nomor 28 tahun 2007 bahwa: Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah: untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak; untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau 38

39 untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. D. Tempat Pengambilan SPT Masa/Tahunan Setiap Wajib Pajak harus mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di : Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak; Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak; atau Melalui sistem komputer dengan alamat situs internet atau Homepage Direktorat Jenderal Pajak, yaitu: mencetak / menggandakan / fotokopi sendiri dengan bentuk dan isi yang sama dengan aslinya. SPT yang didapat melalui sistem komputer dan menggandakan sendiri mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan SPT yang diambit dari KPP,KP4, KPPBB, Kanwil DJP, dan Kantor Pusat DJP E. Isi SPT SPT paling sedikit memuat: 1. nama Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan alamat Wajib Pajak; 2. Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan; dan 3. tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak. SPT Tahunan Pajak Penghasilan, selain berisi data sesuai pada huruf a diatas, juga memuat data mengenai: 1. jumlah peredaran usaha; 2. jumlah penghasilan, termasuk penghasilan yang bukan merupakan objek pajak; 3. jumlah Penghasilan Kena Pajak; 4. jumlah pajak yang terutang; 5. jumlah kredit pajak; 6. jumlah kekurangan atau kelebihan pajak; 7. jumlah harta dan kewajiban; 8. tanggal pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29; dan 9. data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak. SPT Masa Pajak Penghasilan, selain berisi data sesuai huruf a di atas, juga memuat data mengenai: 1. jumlah objek pajak, jumlah pajak yang terutang, dan/atau jumlah pajak dibayar; 2. tanggal pembayaran atau penyetoran; dan 3. data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak. 39

40 SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai selain berisi data sesuai huruf a diatas, juga memuat data mengenai: 1. jumlah penyerahan; 2. jumlah Dasar Pengenaan Pajak; 3. jumlah Pajak Keluaran; 4. jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan; 5. jumlah kekurangan atau kelebihan pajak; 6. tanggal penyetoran; dan 7. data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain berisi data sesuai dengan huruf a di atas, juga memuat data mengenai: 1. jumlah Dasar Pengenaan Pajak; 2. jumlah pajak yang dipungut; 3. jumlah pajak yang disetor; 4. tanggal pemungutan; 5. tanggal penyetoran; dan 6. data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak F. Penyampaian SPT Diatur dalam Per-48/PJ./2011 yang mulai berlaku 30 Desember 2011 Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan dengan cara: a. langsung; b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Tempat Wajib Pajak terdaftar; c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Tempat Wajib Pajak terdaftar; d. e-filing melalui website Direktorat Jenderal Pajak ( atau Penyedia Jasa Aplikasi/Application Service Provider (ASP). Penyampaian SPT Tahunan secara langsung dapat dilakukan di TPT atau Pojok Pajak/Mobil Pajak/ Drop Box di mana saja Penyampaian SPT Tahunan secara langsung Penyampaian SPT Tahunan secara langsung harus disampaikan di TPT Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, dalam hal: a. SPT Tahunan lebih bayar; b. SPT Tahunan pembetulan; dan/atau c. SPT Tahunan yang disampaikan setelah batas waktu penyampaian SPT; Penyampaian SPT Tahunan/e-SPT Tahunan secara langsung disampaikan dalam amplop tertutup yang telah dilekati lembar informasi amplop SPT Tahunan yang berisi data sebagai berikut: 40

41 a. Nama Wajib Pajak; b. Nomor Pokok Wajib Pajak; c. Tahun Pajak; d. Status SPT (Nihil/Kurang Bayar/Lebih Bayar); e. Jenis SPT (SPT Tahunan/SPT Tahunan Pembetulan Ke-...); f. Perubahan Data (Ada/Tidak Ada); g. Nomor Telepon; h. Pernyataan; dan i. Tanda Tangan Wajib Pajak. Dalam hal Wajib Pajak mengalami perubahan data, Wajib Pajak harus menempelkan lembar perubahan data Wajib Pajak pada amplop SPT Tahunan. G. Tempat Pelaporan di KPP Penyampaian SPT Masa : a. PPh Pasal 21, yang menyampaikan Pemotong PPh Pasal 21, disampaikan paling lambat tanggal 20 setelah akhir masa pajak. b. PPh Pasal 22, yang menyampaikan Bea Cukai, disampaikan paling lambat 7 hari setelah penyetoran. c. PPh Pasal 22 Bendaharawan, yang menyampaikan bendaharawan, disampaikan paling lambat tanggal 14 setelah akhir masa pajak. d. PPh Pasal 23/26, yang menyampaikan Pemotong PPh Pasal 23/26, disampaikan paling lambat tanggal 20 setelah akhir masa pajak. e. PPN dan PPnBM, yang menyampaikan Pengusaha Kena Pajak, disampaikan paling lambat tanggal 20 setelah akhir masa pajak. f. PPN dan PPnBM Bea Cukai, yang menyampaikan Bea Cukai, disampaikan paling lambat 7 hari setelah penyetoran. Dalam hal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, pelaporan dapat dilakuakan pada hari kerja berikutnya. Hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa (diatur di Pasal 3 ayat 3a UU KUP). Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, antara lain Wajib Pajak usaha kecil, dapat: a. menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak sekaligus dengan syarat pembayaranseluruh pajak yang wajib dilunasi menurut Surat Pemberitahuan Masa tersebut dilakukan sekaligus paling lama dalam Masa Pajak yang terakhir; dan/atau 41

42 b. menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selain yang disebut pada huruf a untuk beberapa Masa Pajak sekaligus dengan syarat pembayaran untuk masing-masing Masa Pajak dilakukan sesuai batas waktu untuk masa Pajak yang bersangkutan H. Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan a. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau c. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. I. Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan disampaikan: a. secara langsung; b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau c. dengan cara lain. 1. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau 2. e-filling. Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahuna secara langsung diberikan tanda penerimaan surat dan penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan Bukti Penerimaan Elektronik. Bukti pengiriman surat atau tanda penerimaan surat serta Bukti Penerimaan Elektronik menjadi bukti penerimaan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan. Batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah: a. untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau b. untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan untuk paling lama 2 (dua) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan. Syarat perpanjangan penyampaian SPT Tahunan Syarat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dibuat secara tertulis dan disampaikan Dikantor Pelayanan Pajak, sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan terakhir, dengan dilampiri: a. Penghitungan sementara pajak terutang dalam 1(satu) Tahun Pajak yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang; 42

43 b. laporan keuangan sementara; dan c. Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang. d. Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasa wajib Pajak. Dalam hal Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan ditandatangani oleh Kuasa Wajib Pajak, Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus. Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang tidak memenuhi ketentuan dianggap bukan merupakan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan. Apabila Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dianggap bukan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan Direktur Jenderal Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak. Penandatanganan SPT dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama, yang tata cara pelaksanaanya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor (PMK 181/PMK.03/2007) yang disampaikan wajib ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasa wajib pajak Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Pemberitahuan perpanjangan SPT dapat dilakukan dengan mengisi formulir (hard copy) atau dalam bentuk data elektronik yang berasal dari aplikasi DJP Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan memperpanjang penyampaian SPT dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang, maka atas kekurangan pembayaran tersebut, dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari saat berakhirnya kewajiban menyampaikan SPT sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. J. WP Tertentu yang dikecualikan Melaporkan SPT (Pasal 3 ayat (8) UU KUP Jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183 /PMK. 03/2007) Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 UU PPh dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 dan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi 43

44 b. Wajib Pajak orang pribadi tidak menjalankan kegiatan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25. K. Pembetulan SPT Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Dalam hal pembetulan Surat Pemberitahuan menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan Surat Pemberitahuan harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan. Akibat Administratif Pembetulan SPT Tahunan Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi beruba bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan Berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan. (Pasal 8 ayat (2) UU KUP) Dalam hal Wajib Pajak membetulkan Surat Pemberitahuna Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran, dan bagian bulan dihitung penuh 1 bulan. (Pasal 8 ayat (2a) UU KUP) Sanksi yang Berkaitan dengan Mengungkapkan Ketidakbenaran Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar. (Pasal 8 ayat (3) UU KUP) Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan: a. pajak-pajak yang masin harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil; b. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar; c. Jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau 44

45 d. jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan. Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan di atas beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan. Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. L. Sanksi yang Berhubungan dengan Penyampaian SPT Sanksi Terlambat Atau Tidak Menyampaikan Surat Pemberitahuan: SPT yang tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan (terlambat), dikenakan sanksi administrasi berupa denda (Denda pasal 7 KUP): 1. Rp ,00 untuk SPT Masa PPh 2. Rp ,00 untuk SPT Masa PPN 3. Rp ,00 untuk SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 4. Rp ,00 untuk SPT Tahunan PPh Badan Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tidak dilakukan terhadap: a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia; b. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas; c. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia; d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia; e. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi; g. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; atau h. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 45

46 Sanksi karena tidak menyampaikan SPT Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya dan seteleh ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagimana ditentukan dalam Surat Teguran; maka jumlah pajak yang kurang dibayar/disetor ditagih dengan SKPKB ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% untuk PPh, 100% untuk PPh Potput, 100% untuk PPN dan PPnBM. (Pasal 13 ayat (3) UU KUP) Akibat Administratif Penundaan Penyampaian SPT Dalam hal wajib pajak diperbolehkan menunda penyampaian SPT dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (5) kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang, atas kekurangan pembayaran pajak tersebut dikenai bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak dan ntuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan bagian bulan dihitung penuh 1 bulan. Sanksi karena tindak pidana di bidang perpajakan: 1. Setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT; atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun. (Pasal 38 UU tentang KUP) 2. Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT; atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. (Pasal 39 ayat (1) UU KUP) 46

47 BAB VI Pemeriksaan dan Penelitian Dasar hukum pemeriksaan adalah Pasal 29 UU KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara pemeriksaan di bidang perpajakan. Dalam Pasal 29 dinyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan Pajak adalah suatu konsekuensi logis dalam sistem sel assesment, dimana Wajib Pajak diberi kesempatan untuk menghitung sendiri pajaknya. Pada saat Wajib Pajak menghitung pajaknya sendiri ada kemungkinan Wajib Pajak melakukan kesalahan atau kesalahan tersebut memang disengaja, agar pembayaran pajaknya dapat lebih kecil atau tidak sebagaimana mestinya. Untuk itu perlu di uji oleh Direktorat Jenderal Pajak apakah atas penghitungan dan pelaporan pajak yang dilakukan sediri oleh Wajib Pajak telah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. A. Tujuan Pemeriksaan Melakukan pemeriksaan merupakan hak bagi Direktur Jenderal Pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Hak ini bersifat terbatas dengan nama kewenangan. a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak. Pemeriksaan ini dilakukan dalam hal: a) Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1); b) Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak; c) Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi; d) Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; e) Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap; f) Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan analisis risiko; atau 47

48 g) Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan analisis risiko. Untuk tujuan ini biasanya atas hasil pengujian tersebut diterbitkan produk hukum dari hasil penelitian atau pemeriksaan pajak atas SPT Wajib Pajak yaitu berupa surat ketetapan pajak, misalnya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan ini dilakukan dalam hal: 1. pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; 2. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak 3. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak 4. Wajib Pajak mengajukan keberatan; 5. pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto 6. pencocokkan data dan atau alat keterangan 7. penentuan WP berlokasi di daerah terpencil 8. penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN 9. pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk tujuan lain selain tujuan di atas Untuk pemeriksaan pajak tujuan lain, tidak diterbitkan surat ketetapan pajak misalnya diterbitkannya Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, apabila Wajib Pajak minta dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Walaupun tidak menutup kemungkinan atas pemeriksaan pajak diatas dapat diterbitkan surat ketetapan pajak. B. Jenis Pemeriksaan a. Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. b. Pemeriksaan Kriteria Seleksi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang terpilih berdasarkan skor risiko kepatuhan secara komputerisasi. c. Pemeriksaan Khusus, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan adanya informasi, data, laporan atau pengaduan yang berkaitan dengannya serta untuk memperoleh informasi atau data untuk tujuan tertentu. d. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan atas cabang, perwakilan, pabrik dan atau tempat usaha dari Wajib Pajak Domisili. e. Pemeriksaan Tahun Berjalan, yaitu pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis-jenis pajak tertentu atau seluruh jenis pajak dan atau untuk mengumpulkan data dan atau keterangan untuk tujuan tertentu. f. Pemeriksaan Bukti Permulaan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. g. Pemeriksaan Terintegrasi, yaitu pemeriksaan terkoordinasi dari dua atau lebih unit pemeriksaan terhadap beberapa Wajib Pajak yang memiliki hubungan kepemilikan, penguasaan, pengelolaan, usaha dan atau financial. 48

49 h. Pemeriksaan untuk Tujuan Penagihan Pajak (Delinquency Audit), yaitu pemeriksaan yang dilaksanakan untuk mendapatkan data mengenai harta wajib pajak/penanggung pajak yang merupakan objek sita sehubungan dengan adanya tunggakan pajak sesuai dengan UU Penagihan dengan Surat Paksa. i. Pemeriksaan Lapangan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat WP seperti kantor, pabrik, tempat usaha, tempat tinggal atau tempat lain yang diduga ada kaitannya dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas WP atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak; j. Pemeriksaan Kantor, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak; C. Ruang Lingkup Pemeriksaan Ruang lingkup pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajkan dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan. D. Kewajiban Wajib Pajak dalam Pemeriksaan Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib:a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; b. memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik; c. memberikan kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak serta meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak; d. memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, yang dapat berupa: 1) menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus; 2) memberikan bantuan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak; dan/atau 3) menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak; e. menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP; dan f. memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan. 49

50 Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib: a. memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan; b. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; c. memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan; d. menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP; e. meminjamkan KKP yang dibuat oleh akuntan publik; dan f. memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan. E. Kewajiban Merahasiakan Ditiadakan Apabila dalam pengungkapan pembukuan, pencatatan,atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak yang terkait oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan. (Pasal 29 ayat (4) UU KUP) F. Hak Wajib Pajak dalam Pemeriksaan Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak berhak: a. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan; b. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan surat pemberitahuan pemeriksaan sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan; c. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan; d. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat tugas apabila susunan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan; e. menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; f. menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan; g. mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, sehubungan dengan masih terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan h. memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan. Ketentuan Lainnya : 50

51 Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan beserta lampirannya yang disampaikan oleh Pemeriksa Pajak secara langsung atau melalui kurir, faksimili, pos, atau jasa pengiriman lainnya dan kepada Wajib Pajak diberikan hak untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. Wajib Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak yang dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak berakhirnya jangka waktu 7 hari tersebut. Untuk melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis sebelum berakhirnya jangka waktu 7 hari penyampaian surat tanggapan. Dalam rangka melaksanakan pembahasan akhir, kepada Wajib Pajak harus diberikan undangan secara tertulis yang mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya pembahasan akhir. Undangan secara tertulis harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak: a. diterimanya tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dari Wajib Pajak sesuai jangka waktu semestinya dan/atau perpanjangan. b. berakhirnya jangka waktu semestinya dan/atau perpanjangan, dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan. 51

52 BAB VII Penetapan Pajak A. Pendahuluan Sesuai dengan jiwa self assessment, Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Produk akhir dari sistem ini adalah penyampian Surat Pemberitahuan (SPT) oleh Wajib Pajak. Dengan demikian SPT merupakan sarana pertanggungjawaban sekaligus pelaporan kewajiban self assessment tersebut. Ketika misalnya seseorang (subjek pajak) memperoleh penghasilan yang berdasarkan hukum pajak materiil (UU PPh) terutang pajak (sehingga ia disebut Wajib Pajak) berdasarkan sistem tersebut selanjutnya ia menghitung sendiri berapa pajak yang menjadi kewajibannya, membayarnya ke Kas Negara, memperhitungkannya sekaligus melaporkannya pada akhir masa pajak melalui SPt. Aktivitas tersebut dilaksanakan dengan tidak menggantungkan kepada adanya surat ketetapan pajak. Dengan demikian Direktur Jenderal Pajak tidak berkewajiban untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas semua SPt yang disampaikan Wajib Pajak. Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada wajib pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak. Konsekuensi dari sistem ini adalah bahwa ketika SPt disampaikan oleh Wajib Pajak maka SPt tersebut dianggap benar (artinya jumlah pajak yang terutang telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan), kecuali DJP mempunyai bukti lain, maka DJP berwenang menetapkan jumlah pajak terutang yang semestinya. Bukti tersebut bisa diperoleh DJP berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan keterangan lain. (Pasal 12 UU KUP) Apabila dalam jangka waktu 5 tahun DJP tidak mempunyai bukti dimaksud yaitu tidak dilakukan pemeriksaan atau tidak ada keterangan lain, maka SPT yang telah disampaikan oleh WP tersebut dinyatakan benar dan mempunyai ketetapan hukum yang pasti. B. Fungsi Surat Ketetapan Pajak a. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban material dalam memenuhi ketentuan perpajakan. b. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan. c. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak. d. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar. e. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang. C. Fungsi Surat Tagihan Pajak a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak. b. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda. c. Sarana untuk menagih pajak. 52

53 C. Saat Terutang Pajak Pada prinsipnya pajak terutang pada saat timbulnya objek pajakyang dapat dikenakan pajak, namun untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut adalah: a. Pada suatu saat, untuk PPh yang dipotong oleh pihak ketiga; b. Pada akhir masa, untuk PPh karywan yang dipotong oleh pemberi kerja, atau yang dipungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh Pengusaha Kena Pajak atas pemungutan PPN Barang dan Jasa dan PPn atas Barang Mewah; c. Pada akhir tahun pajak, untuk Pajak Penghasilan. D. Daluwarsa Penetapan Pajak Daluwarsa penetapan pajak ditentukan dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak. Penentuan masa 5 tahun ini tidak sesuai dengan ketentuan daluwarsa penyimpanan bukubuku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan pencatatan Wajib Pajak, sehingga dapat terjadi apabila Wajib Pajak masih diharuskan untuk menyimpan buku, padahal tidak lagi dipakai apabila sedang dilakukan pemeriksaan. E. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. SKPKB diterbitkan hanya terhadap kondisi-kondisi tertentu, yaitu hanya terhadap WP tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban material. Ketentuan mengenai SKPKB diatur dalam Pasal 13 UU KUP. Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKB dalam hal-hal sebagai berikut : a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan/keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. b. Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya sesuai dengan Pasal 3 ayat 3 UU KUP dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada jangka waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran. Kepala KPP dapat menerbitkan SKPKB secara ex officio atau secara jabatan. Maksud dikeluarkan surat teguran untuk memberikan kesempatan kepada wajib pajak yang beritikad baik untuk menyampaikan alasan atau sebab-sebab tidak dapatnya SPT disampaikan karena sesuatu di luar kemampuannya (force mayeur). Pembuktian atas uraian penghitungan yang dijadikan dasar perhitungan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak, diletakkan pada Wajib Pajak. 53

54 c. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai PPN/PPn BM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%. d. Apabila kewajiban Pasal 28 (perihal pembukuan) dan Pasal 29 (berkenaan dengan pemeriksaan) tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; Apabila Direktur Jenderal Pajak tidak dapat mengetahui keadaan usaha Wajib Pajak yang sebenarnya dan berakibat tidak dapat dihitung jumlah pajak yang seharusnya terutang, maka Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan surat ketetapan pajak dengan penghitungan secara jabatan (SKPKB ex officio), yaitu penghitungan pajak yang didasarkan pada data yang tidak hanya diperoleh Wajib Pajak saja. Sebagai konsekuensinya, beban pembuktian atas uraian penghitungan yang dijadikan dasar perhitungan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak, diletakkan pada WP. Sebagai contoh diberikan antara lain : 1. Pembukuan, sebagaimana dimaksud pasal 28 tidak lengkap, sehingga penghitungan rugi laba atau peredaran tidak jelas; 2. Dokumen-dokumen pembukuan tidak lengkap sehingga angka-angka dalam pembukuan tidak dapat diuji; 3. Dari rangkaian dan fakta-fakta yang diketahui besar dugaan disembunyikannnya dokumen atau barang bukti lain di suatu tempat tertentu sehingga dari sikap demikian jelas Wajib Pajak telah tidak menunjukkan itikad baiknya untuk membantu kelancaran jalannya pemeriksaan. e. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a) Atas pajak yang tidak/kurang dibayar pada huruf a diatas dan huruf e, Wajib Pajak juga dikenakan tambahan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk selamalamanya 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB. Atas jumlah pajak yang terutang (huruf b, c dan d) dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sbb: - PPh Sendiri (Badan/Orang Pribadi/BUT), dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50%. - PPh Pemotongan/Pemungutan yaitu PPh pasal 21, 22, 23, 26 dan 4(2), dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%. - Pajak Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%. 54

55 SKPKB dapat diterbitkan meskipun jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, tidak diterbitkan surat ketetapan pajak, dalam hal wajib pajak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Atas jumlah pajak yang terutang dikenakan sanksi bunga 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar. SKPKB dapat juga diterbitkan apabila Wajib Pajak yang karena kealpaanya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar. F. Surat Tagihan Pajak (STP) STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat Paksa. Berdasarkan Pasal 14 UU KUP, Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan STP apabila: a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; b. dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung; c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga; d. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu; e. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain: 1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya; atau 2. identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran; f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak; atau 55

56 g. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya Untuk huruf a dan b selain membayar Pajak terutang yang kurang dibayar juga dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak Untuk huruf d, e dan f atas Pajak yang terutang, Pengusaha Kena Pajak (PKP) dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak Untuk huruf g, terhadap Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan Contoh Penerbitan Surat Tagihan Pajak : 1. Tn. Billy menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 Masa Februari 2009 dengan kondisi kurang bayar sebesar Rp pada tanggal 20 Maret Dari hasil penelitian ternyata seharusnya kurang bayar adalah sebesar Rp STP diterbitkan pada tanggal 10 Mei Penghitungan atas STP : Pokok Pajak yang kurang dibayar : Rp Sanksi administrasi berupa bunga : x 2% x 3 Rp Pajak yang masih harus dibayar Rp Penghitungan 3 bulan adalah sejak berakhirnya masa pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak 2. PT. Minahasa Makmur adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penjualan BKP dengan harga jual Rp pada masa Maret Atas penjualan tersebut tidak diterbitkan faktur pajak. Atas hal tersebut dapat diterbitkan STP dengan sanksi sebesar Rp x 2% = Rp Selain itu apabila dilakukan penelitian atau pemeriksaan, Wajib Pajak dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga karena kekurangan bayar atas PPNnya. G. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan (dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan sebelumnya). Ketentuan mengenai SKPKBT diatur dalam Pasal 15 UU KUP, yaitu: 56

57 (1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, apabila ditemukan data baru (novum) dan atau data yang semula belum terungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang. Data baru dan data yang semula belum terungkap; SKPKBT merupakan koreksi atas Ketetapan Pajak sebelumnya. SKPKBT baru diterbitkan apabila telah pernah diterbitkan Ketetapan Pajak. Penerbitan SKPKBT dilakukan dengan syarat adanya data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya. Sejalan dengan itu maka setelah SKPLB diterbitkan sebagai akibat telah lewat waktu 12 bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B UU KUP, SKPKBT diterbitkan hanya dalam hal ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap. Dalam hal masih ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat diterbitkannya SKPKBT, dan atau data baru yang diketahui kemudian oleh fiskus, SKPKBT masih dapat diterbitkan lagi. Data baru adalah data atau keterangan tentang segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang yang oleh WP belum diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik dalam SPT dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan dalam pemeriksaan. Sedangkan data yang semula belum terungkap adalah data atau keterangan lain mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang, yang; a. tidak diungkapkan oleh WP dalam SPT beserta lampiran-lampirannya (termasuk laporan keuangan); dan atau b. pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula WP tidak mengungkapkan data dan atau memberikan keterangan lain secara benar, lengkap dan terinci sehingga tidak memungkinkan fiskus dapat menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan benar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang. Walaupun Wajib Pajak telah memberitahukan dalam Surat Pemberitahuan atau mengungkapkan pada waktu pemeriksaan, akan tetapi apabila memberitahukannya atau mengungkapkannya dengan cara sedemikian rupa sehingga membuat fiskus tidak mungkin menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang secara benar sehingga jumlah pajak yang terutang ditetapkan kurang dari yang seharusnya, maka hal tersebut termasuk dalam pengertian data yang semula belum terungkap, misalnya: 1. Dalam SPT dan atau laporan keuangan tertulis adanya biaya iklan Rp ,00 sedangkan sesungguhnya biaya tersebut terdiri dari Rp ,00 biaya iklan di media masa dan Rp ,00 sisanya adalah sumbangan atau hadiah. Apabila pada saat penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan perincian tersebut sehingga fiskus tidak melakukan koreksi atas pengeluaran berupa sumbangan atau hadiah, sehingga pajak yang terutang tidak dapat dihitung secara benar, maka data mengenai 57

58 pengeluaran berupa sumbangan atau hadiah tersebut adalah tergolong data yang semula belum terungkap. 2. Dalam SPT dan atau laporan keuangan disebutkan pengelompokan harta tetap yang disusutkan tanpa disertai dengan perincian harta pada setiap kelompok yang dimaksud, demikian pula pada saat pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan perincian tersebut, sehingga fiskus tidak dapat meneliti kebenaran pengelompokan dimaksud. Dalam pengelompokan tersebut sesungguhnya terdapat kesalahan, misalnya harta yang seharusnya termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan kelompok 3 dikelompokkan ke dalam kelompok 2. Oleh karena pada saat penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan perincian yang dimaksud maka tidak dilakukan koreksi atas kesalahan pengelompokan harta tersebut, dan sebagai akibatnya pajak yang terutang tidak dapat dihitung secara benar. Apabila kemudian diketahui adanya kesalahan, maka data pengelompokan harta tersebut adalah data yang semula belum terungkap. 3. Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan pembelian sejumlah barang dari PKP lain dan atas pembelian tersebut oleh PKP penjual diterbitkan Faktur Pajak. Barang-barang tersebut sebagian digunakan untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usahanya dan sebagian lain tidak mempunyai hubungan langsung. Seluruh Faktur Pajak tersebut dikreditkan sebagai Pajak Masukan oleh PKP pembeli. Apabila pada saat penetapan semula PKP tidak mengungkapkan perincian penggunaan barang tersebut dengan benar sehingga tidak dilakukan koreksi atas pengkreditan Pajak Masukan tersebut, dan sebagai akibatnya PPN yang terutang tidak dapat dihitung secara benar, maka apabila kemudian diketahui adanya data atau keterangan tentang kesalahan mengkreditkan Pajak Masukan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dimaksud, data atau keterangan tersebut merupakan data yang semula belum terungkap. (2) Jumlah pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut. (3) Kenaikan sebesar 100% tersebut tidak dikenakan apabila SKPKBT tersebut diterbitkan berdasarkan keterangan tertulis dari wajib pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat Dirjen Pajak belum mulai malakukan tindakan pemeriksaan. (4) Apabila jangka waktu 5 tahun tersebut telah lewat, SKPKBT tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi bunga sebesar 48% dari jumlah yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah lewat 10 tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 58

59 H. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. Pasal 17 UU KUP: Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. SKPLB diterbitkan sehubungan dengan hasil pemeriksaan baik atas SPT LB yang diajukan restitusi, SPT LB yang tidak diajukan restitusi, SPT Nihil, maupun SPT KB. Dalam hal SPT LB diajukan restitusi, Ditjen Pajak harus menerbitkan surat ketetapan pajak (SKPLB atau SKPN atau SKPKB) dalam jangka waktu 12 bulan. Dan apabila dalam jangka waktu 12 bulan tersebut belum diterbitkan SKPLB, maka permohonan restitusi wajib pajak dianggap dikabulkan, dan SKPLB harus diterbitkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 bulan setelah 12 bulan tersebut terlewati. Atas pajak yang lebih dibayar ini (sama dengan lebih bayar pada SPT) ditambah imbalan bunga 2% per bulan (Pasal 17B Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 ). Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) Dalam hal permohonan restitusi atas SPT LB tersebut diajukan oleh Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, Dirjen Pajak setelah melakukan penelitian harus menerbitkan Surat Keputusan Pengmbalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lambat 3 bulan sejak permohonan diterima (untuk PPh) dan paling lambat 1 bulan sejak permohonan diterima (untuk PPN). Setelah menerbitkan SKPPKP tersebut di atas, Dirjen Pajak masih dapat melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak dimaksud dan menerbitkan surat ketetapan pajak. Dan apabila hasil pemeriksaan tersebut berupa SKPKB, jumlah kekurangan pajaknya dikenakan sanksi kenaikan 100%. Yang dimaksud dengan kriteria tertentu adalah : a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan untuk semua jenis pajak dalam 2 (dua) tahun terakhir; b. dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut; c. SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud pada huruf b telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya; d. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak: 59

60 1> kecuali telah mendapat izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; 2> tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir; e. tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir; dan f. dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Wajib Pajak dengan kriteria tersebut selanjutnya akan ditetapkan oleh DJP sebagai Wajib Pajak Patuh. Untuk syarat huruf f dalam hal Laporan Keuangan tidak diaudit oleh akuntan publik, maka Wajib Pajak dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu sepanjang memenuhi syarat huruf a, b, c, d dan e, serta syarat lainnya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, yaitu sebagai berikut : a. dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 UU KUP; b. apabila dalam dua tahun terakhir Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10% (lima persen). I. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) SKPN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak. (Pasal 17A UU KUP) J. Contoh Soal 1. PT Meong adalah Wajib Pajak Badan yang melakukan kegiatan perdagangan hewan peliharaan, menyampaikan SPT PPh Badan tahun 2010 pada tanggal 30 April 2011, dengan rincian sebagai berikut : Penghasilan Neto : Rp ,- PPh Terutang : Rp ,- Kredit Pajak : Rp ,- PPh yang kurang dibayar : Rp ,- Kekurangan (PPh Pasal 29) tersebut dibayar tanggal 28 April 2011 Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata penghasilan neto seharusnya Rp ,- sehingga PPh terutang seharusnya adalah Rp ,- 60

61 DJP menerbitkan SKPKB tanggal 28 Desember 2011 dengan rincian : Jumlah Pokok Pajak : Rp ,- Jumlah Kredit Pajak : Rp ,- Jumlah Kekurangan Pokok Pajak : Rp ,- Sanksi Administrasi (bunga 12 bulan) : Rp ,- Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar : Rp ,- 2. Terhadap SPT PPh Pasal 23 Masa Desember 2010 a.n. PT Anggara telah dilakukan pemeriksaan dan diterbitkan SKPKB tanggal 1 Oktober 2011 dengan perincian sebagai berikut : Jumlah Pokok Pajak : Rp ,- Jumlah Kredit Pajak : Rp ,- Jumlah Kekurangan Pokok Pajak : Rp ,- Sanksi Administrasi bunga pasal 13 ayat (2) : Rp ,- Jumlah yang masih harus dibayar : Rp ,- Pada Bulan Maret 2012 ditemukan data baru berupa objek PPh Pasal 23 yang belum dipotong oleh PT Anggara dan seharusnya dilaporkan dalam SPT Masa Desember 2010 dengan jumlah pokok pajak Rp ,-. Sehingga seharusnya jumlah pokok pajak pada masa Desember adalah Rp ,-. DJP menerbitkan SKPKBT tanggal 17 Maret 2012 dengan rincian sebagai berikut : Jumlah Pajak : Rp ,- Jumlah Pajak yang telah ditetapkan : Rp ,- Tambahan Jumlah Pajak : Rp ,- Sanksi Administrasi (kenaikan 100%) : Rp ,- Tambahan jumlah pajak yang masih harus dibayar : Rp ,- 3. PT Calvin adalah Wajib Pajak badan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan video game, menyampaikan SPT PPh Badan tahun 2011 pada tanggal 30 April 2012, dengan rincian : Penghasilan Neto : Rp ,- PPh Terutang : Rp ,- Kredit Pajak : Rp ,- Pajak yang kurang dibayar : Rp ,- Kekurangan PPh Pasal 29 tersebut telah dibayar tanggal 27 April 2012 Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Penghasilan Neto seharusnya adalah Rp ,- sehingga PPh terutang seharusnya Rp ,- 61

62 DJP menerbitkan SKPLB dengan rincian : Pajak yan terutang : Rp ,- Jumlah Kredit Pajak : Rp ,- Jumlah kelebihan pembayaran pajak : Rp ,- 62

63 BAB VIII Penagihan Pajak Tindakan penagihan pajak dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak karena yang bersangkutan mempunyai utang pajak yang tidak dibayar atas suatu atau beberapa surat ketetapan pajak yang telah jatuh tempo (1 bulan sejak tanggal penerbitan). Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. A. Utang Pajak Dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dijelaskan bahwa utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi sebagaimana ditetapkan dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STPPBB), Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB), Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SKBKB), Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Tambahan (SKBKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. B. Penanggung Pajak Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak atau orang yang nyata-nyata ikut dalam menjalankan jalannya perusahaan walaupun tidak ada dalam susunan pengurus perusahaan, menurut peraturan perundang-undangan perpajakan. Tindakan penagihan pajak berupa sita dapat dilakukan terhadap harta pribadi milik penanggung pajak apabila petugas pajak (jurusita pajak) tidak dapat menemukan harta yang dapat disita ditempat kedudukan dan atau tempat usaha Wajib Pajak C. Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak Apabila Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban pajaknya (melunasi utang pajaknya) pada waktunya, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar untuk mengangsur atau menunda pembayaran: 63

64 1. Pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah; 2. Kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-undang Pajak Penghasilan D. Dasar penagihan pajak Dasar yang dipakai dalam melakukan penagihan pajak oleh Direktur Jenderal Pajak : a. Surat Tagihan Pajak b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan d. Surat Ketetapan Pembetulan e. Surat Ketetapan Keberatan f. Putusan Banding g. Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar ditambah, tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan E. Proses penagihan 64

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-20/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-20/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-20/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PELAPORAN USAHA

Lebih terperinci

TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK. Oleh: Suwardi, SE, M.Si, Akt.

TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK. Oleh: Suwardi, SE, M.Si, Akt. TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK Oleh: Suwardi, SE, M.Si, Akt. Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 yang dinamakan wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi

Lebih terperinci

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Materi: 2 & 3 KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi-Akuntansi Unisma) Jl. MT. Haryono 193 Telp. 0341-571996, Fax. 0341-552229 E-mail: afifudin26@gmail.com atau

Lebih terperinci

BAGIAN 1 NOMOR POKOK WAJIB PAJAK. e-registration melalui laman Direktorat Jenderal Pajak

BAGIAN 1 NOMOR POKOK WAJIB PAJAK. e-registration melalui laman Direktorat Jenderal Pajak BAGIAN 1 Sebagaimana yang dipaparkan pada pertemuan sebelumnya bahwa salah satu inti pengertian pajak adalah dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Materi: 2 KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Bagian: 1 Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi-Akuntansi Unisma) Jl. MT. Haryono 193 Telp. 0341-571996, Fax. 0341-552229 E-mail: afifudin26@gmail.com

Lebih terperinci

DIREKTORAT PENYULUHAN, PELAYANAN, DAN HUBUNGAN MASYARAKAT

DIREKTORAT PENYULUHAN, PELAYANAN, DAN HUBUNGAN MASYARAKAT DIREKTORAT PENYULUHAN, PELAYANAN, DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Undang-undang perpajakan dibuat sebagai pedoman bagi berbagai pihak, terutama bagi Wajib

Lebih terperinci

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PPA K RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Oleh : 1. Ahmad Satria Very S 2. Bagus Arifianto PPAK KELAS MALAM RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara

Lebih terperinci

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

NPWP (NOMOR POKOK WAJIB PAJAK), WAJIB PAJAK NON EFEKTIF, KODE AKUN PAJAK, SSP, JATUH TEMPO PEMBAYARAN

NPWP (NOMOR POKOK WAJIB PAJAK), WAJIB PAJAK NON EFEKTIF, KODE AKUN PAJAK, SSP, JATUH TEMPO PEMBAYARAN Modul ke: NPWP (NOMOR POKOK WAJIB PAJAK), WAJIB PAJAK NON EFEKTIF, KODE AKUN PAJAK, SSP, JATUH TEMPO PEMBAYARAN Fakultas Ekonomi & Bisnis Disusun Oleh : Yenny Dwi Handayani Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar negara perlu terus

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar negara perlu terus BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan kontribusi wajib rakyat kepada negara yang diatur berdasarkan undangundang yang bersifat memaksa, tanpa imbalan atau balas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pengusaha menurut Mardiasmo (2008:36), Pengusaha merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pengusaha menurut Mardiasmo (2008:36), Pengusaha merupakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pengusaha Pengertian Pengusaha menurut Mardiasmo (2008:36), Pengusaha merupakan Orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 20 /PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 20 /PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 20 /PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PELAPORAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH YANG DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 182/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 182/PMK.03/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 182/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, DAN PENCABUTAN

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Oleh Ruly Wiliandri Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 1983 yang diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994, dan UU No. 16 Tahun 2000 dan yang terakhir diatur dalam UU No. 28 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 38/PJ/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 38/PJ/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 38/PJ/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-20/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK,

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM. SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : Pasal 1 1. Wajib Pajak adalah

Lebih terperinci

PERPAJAKAN I PENDAFTARAN NPWP, PENGAJUAN SPPKP & PEMBAYARAN PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

PERPAJAKAN I PENDAFTARAN NPWP, PENGAJUAN SPPKP & PEMBAYARAN PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Modul ke: PERPAJAKAN I PENDAFTARAN NPWP, PENGAJUAN SPPKP & PEMBAYARAN PAJAK Fakultas Ekonomi dan Bisnis Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN Nomor Pokok

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam pembiayaan pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya yaitu dengan menggali sumber dana yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN NPWP DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KPP PRATAMA BINJAI

BAB III GAMBARAN DATA TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN NPWP DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KPP PRATAMA BINJAI BAB III GAMBARAN DATA TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN NPWP DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KPP PRATAMA BINJAI 3.1 Nomor Pokok Wajib Pajak Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi

Lebih terperinci

NPWP dan Pengukuhan PKP

NPWP dan Pengukuhan PKP NPWP dan Pengukuhan PKP NPWP dan NPPKP Pengusaha Wajib Pajak Bukan Pengusaha NPWP dan NPPKP NPWP Siapakan yang Wajib Mendaftarkan diri untuk Memperoleh NPWP? Orang Pribadi Menjalankan Usaha dan Pekerjaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA LUBUKLINGGAU, Menimbang :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka untuk

Lebih terperinci

KUP NPWP DAN SPT. Amanita Novi Yushita, M.Si

KUP NPWP DAN SPT. Amanita Novi Yushita, M.Si KUP NPWP DAN SPT 1 PENGERTIAN-PENGERTIAN: Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi/badan yang menurt ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. bahwa Pajak Penerangan Jalan merupakan

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. bahwa Pajak Penerangan Jalan merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PARKIR BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2013 DAFTAR ISI NO. URAIAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

SIAPA PEMBAYAR PAJAK: WAJIB PAJAK

SIAPA PEMBAYAR PAJAK: WAJIB PAJAK KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SIAPA PEMBAYAR PAJAK: WAJIB PAJAK 1. orang pribadi atau badan sebagai: pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 38/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 38/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 38/PJ/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-20/PJ/

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU, Menimbang Mengingat : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf b Undang-Undang

Lebih terperinci

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE - 79/PJ/2010 TENTANG : STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) LAYANAN UNGGULAN BIDANG PERPAJAKAN DAFTAR 16 (ENAM BELAS) JENIS LAYANAN UNGGULAN BIDANG

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL Oleh: Amanita Novi Yushita, SE amanitanovi@uny.ac.id *Makalah ini disampaikan pada Program Pengabdian pada Masyarakat

Lebih terperinci

PENGANTAR PERPAJAKAN BENDAHARA

PENGANTAR PERPAJAKAN BENDAHARA PENGANTAR PERPAJAKAN BENDAHARA 1 Menjelaskan Pengertian Pajak Menjelaskan Istilah Perpajakan Menjelaskan Peran dan Kewajiban Bendahara dalam Pemungutan/Pemotongan Pajak Menjelaskan Pendaftaran NPWP Bendahara

Lebih terperinci

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000 A.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 20 /PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 20 /PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 20 /PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PELAPORAN

Lebih terperinci

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2011 LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DI INDONESIA

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DI INDONESIA PERTEMUAN KE-3 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DI INDONESIA Pengertian-Pengertian : 1. Subjek Pajak : Orang ataupun badan yang dapat dikenakan pajak. 2. Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa Pajak Daerah merupakan salah satu

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLlK INDONESIA SALIN AN

MENTERIKEUANGAN REPUBLlK INDONESIA SALIN AN MENTERIKEUANGAN REPUBLlK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147 /PMK.03/2017 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK SERTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 11 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 11 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU Nomor 11 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA LUBUKLINGGAU, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN

Lebih terperinci

BAB VI KETENTUAN UMUM TATA CARA PERPAJAKAN

BAB VI KETENTUAN UMUM TATA CARA PERPAJAKAN BAB VI KETENTUAN UMUM TATA CARA PERPAJAKAN Sistem perpajakan yang lama ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, baik dari segi kegotong royongan nasional

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang : a. bahwa Pajak Restoran merupakan sumber pendapatan

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

BUPATI GOWA PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf g Undang Undang

Lebih terperinci

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, 2 Menimbang : a. bahwa Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR dan BUPATI LUWU TIMUR MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR dan BUPATI LUWU TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. b. c bahwa Pajak Air Tanah merupakan salah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, Menimbang : a. bahwa Pajak Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa pajak penerangan jalan merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf b Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Lebih terperinci

IRWAN ARIBOWO SUSI ZULVINA

IRWAN ARIBOWO SUSI ZULVINA BAHAN AJAR KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) IRWAN ARIBOWO SUSI ZULVINA JURUSAN PAJAK POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2000 (16/2000) TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

Lebih terperinci

UU 9/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UU 9/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Copyright 2002 BPHN UU 9/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PAJAK Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) *8618 Lihat Juga : PANGKALAN DATA PERATURAN

Lebih terperinci

I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018

I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018 I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018 Pada tanggal 23 Januari 2018 telah dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018 tentang Perubahan Atas

Lebih terperinci

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA NEGARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK-PAJAK NEGARA 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang 1) Undang-undang

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN - 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2010 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2010 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2010 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 19 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 19 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 19 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

- 1 - BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN - 1 - SALINAN BUPATI TULUNGAGUNG Menimbang : a. PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 39 TAHUN : 2012 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN PAJAK HOTEL, PAJAK RESTORAN, PAJAK HIBURAN, PAJAK PENERANGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2010 DAFTAR ISI NO.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 28 Tahun

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang :

Lebih terperinci

24 Maret STIE Widya Praja Tanah Grogot

24 Maret STIE Widya Praja Tanah Grogot Ketentuan Umum dan Tata Perpajakan sebagai landasan hukum materil dan formal perpajakan, terdiri dari: 1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) & Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. 2. Surat Pemberitahuan & Tata

Lebih terperinci

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang : a. 2 bahwa Pajak Daerah merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 28

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf e Undang-Undang

Lebih terperinci

AKUNTANSI PERPAJAKAN KELOMPOK : IV APRIDA DEWI DEVI JUNIANTY ( ) TASLIM GOTAMI

AKUNTANSI PERPAJAKAN KELOMPOK : IV APRIDA DEWI DEVI JUNIANTY ( ) TASLIM GOTAMI AKUNTANSI PERPAJAKAN KELOMPOK : IV APRIDA DEWI DEVI JUNIANTY (1205151006) TASLIM GOTAMI Bpk. Petrus Gani MENGAPA PERUSAHAAN DIWAJIBKAN MELAKUKAN PEMBUKUAN??? Didasarkan pada Kitab Undang Undang Hukum Dagang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci