BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
|
|
- Susanti Indradjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat khususnya di negara berkembang. Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah tersebut adalah antimikroba antara lain antibakteri/antibiotika, antijamur, antivirus, antiprotozoa. Antibiotika merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotika digunakan secara tidak tepat antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotika. Intensitas penggunaan antibiotika yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotika. Selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi (Kementerian Kesehatan RI, 2011d). Regulasi yang mengatur tentang penyerahan antibiotika sudah diatur dengan Undang-undang obat keras St Nomor. 419 tanggal 22 Desember 1949, pada pasal 3 ayat (1). Penyerahan persediaan untuk penyerahan dan penawaran untuk penjualan dari bahan-bahan G, demikian pula memiliki bahan-bahan ini dalam jumlah sedemikian rupa sehingga secara normal tidak dapat diterima bahwa bahanbahan ini hanya diperuntukkan pemakaian pribadi, adalah dilarang. Larangan ini tidak berlaku untuk pedagang-pedagang besar yang diakui. Apoteker-apoteker, yang memimpin Apotek dan Dokter Hewan. Ayat (2). Penyerahan dari bahanbahan G, yang menyimpang dari resep Dokter, Dokter Gigi, Dokter Hewan dilarang, larangan ini tidak berlaku bagi penyerahan-penyerahan kepada pedagang pedagang besar yang diakui, Apoteker-apoteker, Dokter-dokter Gigi dan Dokterdokter Hewan demikian juga tidak terhadap penyerahan-penyerahan menurut ketentuan pada Pasal 7 ayat 5. (Pemerintah RI, 1949). Berdasarkan Undang undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, Tentang Kesehatan dalam Pasal 107 ada ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan sediaan farmasi seperti obat antibiotika dan alat kesehatan dilaksanakan sesuai
2 2 dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Pasal 108 (1) mengatur praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian pada pasal 24 huruf c disebutkan pula bahwa dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker dapat menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain seorang apoteker hanya bisa menyerahkan obat keras dengan resep dokter (Kemeterian Kesehatan RI, 2009). Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/Menkes/Per/XII/2011, tentang pedoman umum penggunaan antibiotika, Pengaturan Pedoman Umum Penggunaan Antibiotika bertujuan untuk memberikan acuan bagi tenaga kesehatan menggunakan antibiotika dalam pemberian pelayanan kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan dalam penggunaan antibiotika, serta pemerintah dalam kebijakan penggunaan antibiotika. Pelayanan apotek pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat kepada pasien yang mengacu kepada pharmaceutical care. Kegiatan apotek yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan praktik kefarmasian dengan baik, Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan menyusun Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (SPKA) yang bertujuan untuk: Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan
3 3 obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) terbukti dari 2494 individu di masyarakat, 43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotika antara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan kloramfenikol (25%). Hasil penelitian 781 pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan 81% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotika, yaitu ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%), kloramfenikol (43%), siprofloksasin (22%), dan gentamisin (18%) (Kementerian Kesehatan RI, 2011c). Permasalahan penggunaan antibiotika yang tidak rasional ini tidak lepas dari kontribusi tenaga kesehatan terkait. Sebuah penelitian dikota Yogyakarta mengungkapkan bahwa informasi mengenai antibiotika dan penggunaanya termasuk saran untuk menggunakan antibiotika tanpa resep untuk pengobatan mandiri diperoleh terutama dari tenaga kesehatan dan orang-orang yang mempunyai latar belakang pendidikan kesehatan (Widayati, et al, 2012). Antibiotika merupakan golongan obat keras yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter dan diperoleh di apotek. Jika dalam menggunakan antibiotika tidak memperhatikan dosis, pemakaian dan peringatan maka dapat menimbulkan efek yang berbahaya bagi tubuh, Center for Disease Control and Prevention in USA menyebutkan bahwa sekitar 50 juta peresapan antibiotika yang tidak diperlukan dari 150 juta peresepan setiap tahun. Menurut penelitian, 92% masyarakat Indonesia tidak menggunakan antibiotika secara tepat. Penggunaan antibiotika dapat mengguntungkan dan memberikan efek bila diresepkan dan dikonsumsi sesuai dengan aturan. Namun, sekarang ini antibiotika telah digunakan secara bebas dan luas oleh masyarakat tanpa mengetahui dampak dari pemakaian tanpa aturan. Penggunaan tanpa aturan mengakibatkan keefektifan dari antibiotika berkurang (Yarza & Irawati, 2015). Sejalan dengan program World Health Organization (WHO), Indonesia sebagai bagian dari komunitas dunia berkomitmen untuk mengamankan antibiotika untuk generasi selanjutnya. Pertumbuhan resistensi dan multipel resistensi mikroba terhadap antibiotika berdampak pada meningkatnya morbiditas, mortalitas dan
4 4 biaya kesehatan. Sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, pelayanan kefarmasian turut berkontribusi dalam usaha menghambat resistensi. Disamping itu pemilihan antibiotika yang tidak tepat, kesalahan penggunaan merupakan komponen utama yang memicu penggunaan antibiotika yang tidak rasional. Pelayanan Kefarmasian yang dilakukan oleh Apoteker terkait terapi Antibiotik, dalam mewujudkan terapi antibiotik yang bijak dan pencegahan resistensi, hendaknya dilakukan secara bertanggung jawab sehingga kualitas hidup pasien meningkat. Untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian, Apoteker perlu meningkatkan ketrampilan, sikap dan pengetahuan secara berkesinambungan sejalan dengan perkembangan terkini (Kementerian Kesehatan RI, 2011c). Pada awalnya resistensi hanya terjadi di tingkat rumah sakit, tetapi lambat laun juga berkembang di lingkungan masyarakat. Tim Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) merupakan kepanitiaan di rumah sakit yang berperan dalam menetapkan kebijakan penggunaan antibiotika, pencegahan dan penyebaran bakteri yang resisten serta pengendalian resistensi bakteri terhadap antibiotika. Pada setiap kepanitiaan tersebut, apoteker berperan penting dalam meningkatkan penggunaan antibiotika yang bijak (Kementrian Kesehatan RI, 2011). Data Riskesdas 2013 menyebutkan secara nasional proporsi Rumah Tangga yang menyimpan obat keras 35.7% dan antibiotika 27.8%. Dari 35.7% rumah tangga yang menyimpan obat, 81.9% rumah tangga menyimpan obat keras yang diperoleh tanpa resep dokter. Demikian halnya dengan antibiotika, 86% rumah tangga menyimpan antibiotika tanpa resep. Proporsi rumah tangga yang menyimpan antibiotika dan obat keras tanpa resep ini cukup tinggi. Provinsi Jambi proporsi rumah tangga yang menyimpan antibiotika tanpa resep dokter 87.9 % lebih tinggi dari proporsi angka nasional. Secara nasional menunjukkan apotek 41.1% dan toko obat/warung 37.2% merupakan sumber utama mendapatkan obat rumah tangga. Berdasarkan tempat tinggal, proporsi rumah tangga yang memperoleh obat di apotek lebih tinggi di perkotaan, sebaliknya proporsi rumah tangga yang memperoleh obat di toko obat/warung lebih tinggi di perdesaan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).
5 5 Kota Jambi dengan jumlah penduduk jiwa adalah salah satu dari 11 Kab/Kota yang ada di Provinsi Jambi. Jumlah apotek di Kota Jambi meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini keberadaan apotek sejumlah 153 (seratus lima puluh tiga) buah. Tahun 2013 berjumlah 123 apotek, tahun 2014 berjumlah 138 apotek, tahun 2015 berjumlah 146 apotek, dan tahun 2016 berjumlah 153 apotek yang terdistribusi pada 8 Kecamatan. Dari 153 apotek, 9 apotek merupakan milik apoteker sendiri, 3 apotek franchise, 6 apotek BUMN, 135 apotek swasta. Setiap apotek hanya memiliki satu apoteker pengelola apotek dan belum memiliki apoteker pendamping. Distribusi ketenagaan apoteker terdiri dari 48 % Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kesehatan, BPOM, Rumah Sakit, Puskesmas dan Akademi Farmasi dan 52% Non Pegawai Negeri Sipil. Keberadaan apoteker menjadi hal yang sulit ditemukan pada saat jam pelayanan apotek, hanya sebagian kecil apoteker yang berpraktik pada saat jam buka apotek. Hal ini karena hampir separuh apoteker pengelola apotek adalah PNS yang tidak bisa berpraktik pada pagi hari, dan apoteker non PNS pun banyak yang berperilaku sama dengan berpraktik hanya pada hari dan jam tertentu saja. Sehingga fungsi dan peran apoteker banyak dilaksanakan oleh tenaga teknis kefarmasian/tenaga lainnya, tentunya pendapat mereka berbeda terhadap pelaksanaaan pelayanan kefarmasian. Apotek yang ada di Kota Jambi, sebagian besar awalnya toko obat yang menjual obat daftar G (antibiotika) secara bebas. Sesuai peraturan yang berlaku dimana toko obat hanya boleh menjual obat bebas dan bebas terbatas. Badan Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Jambi menindak tegas toko obat tersebut dan menyarankan toko obat menjadi apotek agar penyaluran obat bebas, bebas terbatas dan obat keras jelas sesuai aturan. Dalam wawancara dan survei awal penulis pada bulan Juni 2016 ke apotek-apotek dalam Kota Jambi, penulis melihat aktifitas apotek juga lebih banyak berorientasi tidak lebih sebagai tempat jual beli/toko yang berisi obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan pelayanan kefarmasian yang dilakukan juga tidak sesuai dengan kaidah-kaidah peraturan penyaluran obat yang benar di apotek. Pada pengamatan awal ini penulis lebih memfokuskan pelayanan kefarmasian di apotek terkait pelayanan pembelian obat antibiotika tanpa resep dokter.
6 6 Meskipun peraturan yang mengatur mengenai penjualan obat keras termasuk antibiotika tanpa resep dokter sangat tegas, namun kenyataan praktik yang terjadi tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penulis melihat bahwa apotek menjual obat antibiotika kepada konsumen tanpa resep dokter. Pelayanan kefarmasian dilakukan bukan oleh apoteker melainkan oleh tenaga yang bukan dibidang kefarmasian. Selain itu, penggunaan antibiotika yang tidak tepat oleh pasien meliputi ketidak patuhan pada regimen terapi dan swamedikasi antibiotika dapat memicu terjadinya resistensi. Apoteker diharapkan dapat berperan aktif dalam memberikan informasi, konseling dan edukasi kepada pasien secara individual ataupun kepada masyarakat secara umum. Sebagian besar apotek cenderung menjual obat antibiotika tanpa resep dokter. Menurut peraturan yang berlaku, apoteker hanya boleh menjual obat antibiotika dengan resep dokter. Namun, untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional. Atas dasar ini maka, penulis ingin mengetahui bagaimana peran apoteker dalam Pencegahan Penyerahan Antibiotika Tanpa Resep Dokter Di Apotek Kota Jambi. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peran apoteker dalam pencegahan penyerahan antibiotika tanpa resep dokter di apotek Kota Jambi? 2. Alasan apa yang mendasari apoteker dalam penyerahan antibiotika tanpa resep dokter di apotek Kota Jambi? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk Mengetahui peran apoteker dalam pencegahan penyerahan antibiotika tanpa resep dokter di apotek Kota Jambi
7 7 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk : a. Untuk Mengetahui alasan apoteker dalam penyerahan antibiotika tanpa resep dokter di apotek Kota Jambi. b. Untuk Mengetahui faktor yang mempengaruhi apoteker dalam penyerahan antibiotika tanpa resep di apotek Kota Jambi D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam upaya pencegahan penyerahan antibiotika tanpa resep dokter di apotek sehingga dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian di apotek Kota Jambi 2. Secara praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi: a. Dinas Kesehatan Kota Jambi dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan Provinsi Jambi sebagai bahan masukan untuk membuat strategi dan pengembangan bentuk pengawasan, pembinaan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan kefarmasian dalam mencegah penjualan obat daftar G (antibioika) tanpa resep dokter yang tidak sesuai dengan Undang-undang dan pedomam umum penggunaan antibiotika dan memberikan sangsi yang tegas terhadap pelanggarannya. b. Organisasi profesi sebagai masukan dalam melakukan pembinaan terhadap anggotanya untuk terus berpraktik di komunitas sesuai dengan peraturan yang berlaku sesuai dengan standar pelayananan kefarmasian. c. Kontribusi keilmuan penelitian ini dapat memberikan masukan pada apoteker dalam me-orientasi praktik kefarmasian di apotek serta peran apoteker dalam pencegahan pelayanan obat non resep daftar G (antibiotika) sehingga dapat menjalankan praktik kefarmasian sesuai dengan peraturan dan standar pelayanan kefarmasian di apotek.
8 8 E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang Peran Apoteker Dalam Pencegahan Penyerahan Antibiotika Tanpa Resep Dokter Di Apotek Kota Jambi. Sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan, tetapi sepanjang penelusuran penelitian, ada beberapa penelitian yang hampir serupa sudah pernah dilakukan oleh beberapa penelitian antara lain : 1. Ferolan dedy Koswara debateraja, 2005, meneliti Intervensi Edukasi Untuk Menurunkan Penggunaan Antibiotika Pada Penanganan Penderita Inpeksi Saluran Pernapasn Atas (ISPA) Akut Oleh Paramedis Di Puskesmas. Bertempat di Kab.Rejang Lebong Bengkulu. Rancangan penelitian berupa quasi ekperimental dengan rancangan pre-post dengan kelompok kontrol. Materi intervensi edukasi tentang Pemakaian Obat Rasional (POR) serta pedoman pengobatan Impeksi Saluran Pernapasn Atas ISPA. Hasilnya menyatakan bahwa intervensi edukasi dan pemberian umpan balik ada hubungan yang bermakna dalam menurunkan penggunaan antibiotika. Perbedaanya : intervensi yang dilakukan dan umpan balik dalam penurunan penggunaan antibiotika. Persamaan : sama-sama meneliti dalam pencegahan penggunaan antibiotika 2. Anki Aulia Rachmandani, 2010, meneliti Peran Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Dalam Upaya Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Diapotek Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian deskriptif kualitatif, data dikumpulkan melalui observasi model passive participation, dengan wawancara mendalam terhadap pengelola IAI DIY, kemudian dilakukan triangulasi terhadap Apoteker Pengelola Apotek di DIY, sampel penelitian adalah pengurus IAI DIY dan Apoteker Pengelola Apotek di DIY. Hasil penelitian mengenai peran pelayanan dalam tataran kebijakan, IAI berupaya memainkan peranannya dengan mengeluarkan gerakan No Pharmacist No Service namun dalam tatanan operasional gerakan ini belum seperti yang diharapkan. Perbedaan : Dalam penelitian ini peran Ikatan Apoteker Indonesia dalam menetapkan standar pelayanan kefarmasian di apotek dimana No Pharmacist No Service penelitian secara kualitatif.
9 9 Persamaan : sama- sama mengukur peran apoteker dalam pelayanan di apotek 3. Laurensia Natalia Wuwur, 2012, meneliti Studi Penggunaan Antibiotik Tanpa Resep Dokter di Beberapa Apotek Kecamatan Rungkut Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian observasional (non eksperimental), yang bersifat prospektif dan dianalisa dengan metode deskriptif. Teknik pemilihan sampel bersifat non probability sampling secara quota sampling. Data yang dianalisis meliputi tingkat kesadaran terhadap penggunaan antibiotik, perilaku dan faktorfaktor yang mempengaruhi konsumsi antibiotik tanpa resep dokter. Dari hasil penelitian didapatkan semua (133) responden pernah menggunakan antibiotik tanpa resep sebelumnya, dan tingkat kesadaran responden masih rendah. Dari hasil wawancara singkat dengan responden ditemukan antibiotik yang paling sering diminta dalam pelayanan tanpa resep dokter adalah amoxicillin, jenis penyakit yang paling banyak diobati responden dengan antibiotik adalah radang tenggorokan. Alasan utama pasien menggunakan antibiotik tanpa resep adalah karena sudah pernah menggunakan antibiotik tersebut sebelumnya (81,9%), sedangkan ditinjau dari pertimbangan biaya 50,4% responden menjawab uang bukan masalah dan 30,1% menjawab karena masalah keuangan. Perbedaan : Dalam penelitian ini melihat alasan pasien menggunakan antibiotika tanpa resep dokter. Persamaan : Alasan pasien menggunakan antibiotika tanpa resep dokter. 4. Pratiwi Indah Rizky, Rustamadji, 2013, Penggunaan Antibiotika tanpa resep dokter dikalangan mahasiswa pendidikan dokter, ilmu keperawatan, gizi kesehatan, farmasi dan kedokteran gigi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, metoda penelitian : deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional survey. Subjek penelitian mahasiswa pendidikaan dokter, gizi kesehatan, ilmu keperawatan, kedokteran gigi, dan farmasi UGM Yogyakarta. Hasil penelitian : dari 150 responden ditemukan 79 % yang mengenal antibiotika dan selebihnya tidak mengenal. Dari 119 responden yang mengenal antibiotika terdapat 11% yang melakukan swamedikasi antibiotika dalam kurun waktu 2 minggu terakhir. Perbedaan : sampel penelitian, waktu, dan tempat penelitian Persamaan : sama-sama meneliti penggunaan antibiotika tanpa resep dokter.
10 10 5. Khan et al., 2016, meneliti tentang Persepsi dan Praktik apoteker apotek dalam pelayanan Antimicrobial di Selangor, Malaysia, Rancangan penelitian crosssectional dengan menggunakan kiuesioner pada apoteker apotek. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa program pelayanan antimikroba membantu profesional kesehatan (apoteker) untuk meningkatkan kualitas perawatan pasien. Perbedaanya : Tempat penelitian di Malaysia, hanya melihat persepsi dan praktek apoteker menuju pelayan antimikroba jika diterapkan diapotek. Persamaan : Sama-sama melihat peran apoteker dalam pelayanan antibiotika tanpa resep diapotek.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin berkembang ini semakin banyak pula penyakit yang menurunkan tingkat kesehatan masyarakat. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang mempunyai efek mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman sedangkan toksisitasnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi kesembuhan penyakit dan komplikasi yang mungkin timbul.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Obat merupakan komponen pelayanan kesehatan yang sangat mempengaruhi kesembuhan penyakit dan komplikasi yang mungkin timbul. Disisi lain, kesalahan pemberian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare, infeksi saluran nafas, malaria, tuberkulosis masih menjadi penyebab utama kematian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam penatalaksanaan penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berkontribusi terhadap terjadinya resistensi akibat pemakaian yang irasional
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antibiotika merupakan obat yang penting digunakan dalam pengobatan infeksi akibat bakteri (NHS, 2012). Setelah digunakan pertama kali tahun 1940an, antibiotika membawa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang penting khususnya di negara berkembang (Kemenkes, 2011). Di Indonesia,
BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting khususnya di negara berkembang (Kemenkes, 2011). Di Indonesia, diketahui bahwa 10
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. sering terjadi pada penggunaan antibiotik, baik dengan menggunakan resep
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penggunaan obat yang tidak rasional adalah salah satu masalah utama di bidang kesehatan. Salah satu obat yang tidak rasional biasanya yang sering terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anak-anak dan dewasa muda. Penyakit ini mencapai lebih dari 13 juta kematian per
11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian antibiotik pada saat ini sangat tinggi, hal ini disebabkan penyakit infeksi masih mendominasi. Penyakit infeksi sekarang pembunuh terbesar di dunia anak-anak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode (Anonim. 2008 b ). 1. Periode zaman penjajahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam merespon pemberian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit (Werner et al., 2010). Saat ini, penyakit infeksi masih menjadi masalah di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung dan mempengaruhi pekerjaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang dilakukan oleh apoteker terhadap pasien dalam melakukan terapi pengobatan sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Sekitar 10-40% anggaran kesehatan di dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kunci pokok suksesnya sistem kesehatan. Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak asasi yang diatur dalam perundang-undangan, salah satunya yaitu hak mengenai kesehatan, sesuai dengan UU No. 36 tahun 2009 bahwa kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data Profil Kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa penyakit infeksi dan parasit tertentu menempati urutan kedua dari data 10 penyakit utama penyebab kematian di rumah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kefarmasian oleh Apoteker PP 51 Tahun 2009 menyatakan bahwa tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian. Tenaga kefarmasian terdiri atas apoteker
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Antibiotik telah digunakan selama 60 tahun untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian karena penyakit infeksi (WHO, 2014). Menurut Kemenkes RI (2011) penyakit infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah suatu keadaan yang dikatakan sempurna baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Seseorang yang berada dalam keadaan sehat memungkinkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kefarmasian serta makin tingginya kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehatan, maka dituntut
Lebih terperinciHUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA
HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA Novia Ariani * dan Aditya Maulana Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin Jl. Flamboyan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana untuk memperoleh generasi yang baik perlu adanya peningkatan
Lebih terperinciLandasan Pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Indonesia Dra. R. Dettie Yuliati, M.Si., Apt Direktur Pelayanan Kefarmasian
Landasan Pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Indonesia Dra. R. Dettie Yuliati, M.Si., Apt Direktur Pelayanan Kefarmasian Disampaikan pada pertemuan : Simposium Nasional Upaya Peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan kebutuhan hidup yang diwujudkan dan dilaksanakan dalam mencapai kesejahteraan kehidupan dalam masyarakat. Menurut
Lebih terperinci2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144
No.206, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan penting dari setiap manusia. Hidup sehat bukan hanya tujuan dari setiap individu melainkan juga tanggung jawab dan tujuan dari setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sarana pelayanan kefarmasian oleh apoteker (Menkes, RI., 2014). tenaga teknis kefarmasian (Presiden, RI., 2009).
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Obat-obat andalan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Obat-obat andalan untuk mengatasi masalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk didalamnya hak untuk mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan setiap manusia dan menjadi suatu hal yang penting untuk dapat menjalankan segala bentuk aktifitas sehari-hari dengan baik. Menurut Undang-Undang
Lebih terperinciLandasan Pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Indonesia Dra. R. Dettie Yuliati, M.Si., Apt Direktur Pelayanan Kefarmasian
Landasan Pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Indonesia Dra. R. Dettie Yuliati, M.Si., Apt Direktur Pelayanan Kefarmasian Disampaikan pada pertemuan : Simposium Nasional Upaya Peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia penyakit infeksi menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan, sebab penyakit ini mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi menyerang masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan melalui pembangunan yang berkesinambungan. Pembangunan kesehatan bertujuan agar tercapainya
Lebih terperinciINTISARI STUDI DESKRIPTIF PEMBERIAN INFORMASI OBAT ANTIBIOTIK KEPADA PASIEN DI PUSKESMAS SUNGAI MESA BANJARMASIN
INTISARI STUDI DESKRIPTIF PEMBERIAN INFORMASI OBAT ANTIBIOTIK KEPADA PASIEN DI PUSKESMAS SUNGAI MESA BANJARMASIN Siti Julaiha 1 ;Yugo Susanto 2 ; Diyah Juniartuti, 3 Pelayanan kefarmasian saat ini telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia dalam melakukan segala aktivitas dengan baik dan maksimal yang harus diperhatikan salah satu hal yaitu kesehatan. Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Demam tifoid dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang (Riyatno dan Sutrisna, 2011). Perkiraan angka kejadian demam tifoid bervariasi dari 10 sampai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan adalah ilmu dan seni penyembuhan dalam bidang keilmuan ini mencakup berbagai praktek perawatan kesehatan yang secara kontinu terus berubah untuk mempertahankan
Lebih terperinciMAKALAH FARMASI SOSIAL
MAKALAH FARMASI SOSIAL KONDISI SOSIAL MASYARAKAT DENGAN ASUHAN KEFARMASIAN DAN KESEHATAN DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 DIANSARI CITRA LINTONG ADE FAZLIANA MANTIKA JURUSAN FARMASI FAKULTASMATEMATIKA DAN ILMU
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal
4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 30 Mei-29 Juni tahun 2013. Dengan menggunakan tehnik accidental sampling,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran napas atas merupakan penyakit yang paling banyak terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapatkan
Lebih terperinciPENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI
PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI Oleh : DIDIK SANTOSO K 100 050 243 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2010
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kualitas (quality improvement) pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan mutlak diperlukan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kualitas (quality improvement) pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan mutlak diperlukan untuk menjamin keselamatan pasien (patient safety) dan meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan salah satu unsur penting dalam pelayanan kesehatan. Diawali dari pencegahan, diagnosa, pengobatan dan pemulihan, obat menjadi salah satu komponen
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta adanya perubahan paradigma kefarmasian, yaitu Pharmaceutical Care, konsekuensi dari perubahan orientasi tersebut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kefarmasian serta makin tingginya kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehatan, maka dituntut
Lebih terperinciTINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT DESA BASAWANG KECAMATAN TELUK SAMPIT TENTANG PENGGUNAAN ANTIBIOTIK SEBAGAI PENGOBATAN INFEKSI
TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT DESA BASAWANG KECAMATAN TELUK SAMPIT TENTANG PENGGUNAAN ANTIBIOTIK SEBAGAI PENGOBATAN INFEKSI Syahrida Dian Ardhany *, Ridha Oktavia Anugrah, dan Yurnida Harum Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu permasalahan kesehatan utama di Indonesia yang mempengaruhi tingginya angka mortalitas dan morbiditas.
Lebih terperinciMenurut PP 51 pasal 1 ayat 4 tahun 2009 tentang Pelayanan Kefarmasian yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Upaya dari seseorang untuk mengobati dirinya sendiri dapat diartikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Upaya dari seseorang untuk mengobati dirinya sendiri dapat diartikan sebagai swamedikasi. Tindakan swamedikasi telah menjadi pilihan alternatif masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya ilmu pengetahuan tentang kesehatan di kehidupan masyarakat terutama perkembangan teknologi farmasi yang inovatif yang telah dikenal masyarakat luas dan banyaknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan yang esensial dari setiap individu, keluarga, dan masyarakat. Kesehatan juga merupakan perwujudan dari tingkat kesejahteraan suatu masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat penting yang dapat menunjang aktivitas kehidupan manusia. Apabila kesehatannya baik maka aktivitas yang dijalankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan status kesehatan yang masih tergolong rendah. Hal ini dapat disebabkan kurangnya kepedulian dan pemahaman masyrakat Indonesia akan
Lebih terperincisatu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia adalah kesehatan. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak akan menjadi penerus bangsa, dengan punya anak yang sehat dan cerdas maka akan kuatlah bangsa tersebut. Selain itu kesehatan anak merupakan masalah besar yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi masih merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di Indonesia. Infeksi merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Profesi adalah kelompok disiplin individu yang mematuhi standar etika dan mampu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profesi Profesi adalah kelompok disiplin individu yang mematuhi standar etika dan mampu menegakkan diri dan diterima oleh masyarakat sebagai seorang yang memiliki ketrampilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu tujuan dari pembangunan suatu bangsa. Kesehatan sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan suatu obat dapat berpengaruh terhadap kualitas pengobatan, pelayanan dan biaya pengobatan. Penggunaan obat merupakan tahap akhir manajemen obat. Penggunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah apoteker (PP 51, 2009 ; Permenkes RI, 2014). Apoteker sangat erat kaitannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, manfaat, perlindungan dan diarahkan untuk dapat meningkatkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan menentukan mutu kehidupan dalam pembangunan nasional. Menurut World Health Organization (WHO),
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan terapi, paradigma pelayanan kefarmasian di Indonesia telah bergeser dari pelayanan yang berorientasi pada obat (drug
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan semakin meningkat dengan berkembangnya ilmu tekhnologi yang ada. Kesehatan saat ini dipandang sebagai suatu hal yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pemerintah telah menetapkan pola dasar pembangunan yaitu. pembangunan mutu sumberdayamanusia(sdm) di berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan tujuan pembangunan yang berwawasan kesehatan dan kesejahteraan, pemerintah telah menetapkan pola dasar pembangunan yaitu pembangunan mutu sumberdayamanusia(sdm)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berjalannya waktu, beragam permasalahan kesehatan mulai timbul. Masyarakat mulai khawatir terhadap berbagai penyakit di lingkungan sekitarnya. Akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Resistensi bakteri terhadap antimikroba telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak yang merugikan sehingga dapat menurunkan mutu pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan obat yang rasional didefinisikan sebagai suatu kondisi jika pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, baik dilihat dari regimen
Lebih terperinciTINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014
TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014 Dewi Rashati 1, Avia Indriaweni 1 1. Akademi Farmasi Jember Korespondensi :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan
Lebih terperinci2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot
No.906, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Kefarmasian. Puskesmas. Standar Pelayanan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sehat itu mahal, kata-kata tersebut sekarang sering terdengar di telinga kita mengingat banyak sekali orang-orang yang terkena berbagai macam penyakit akibat banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di. seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian balita tiap tahunnya. Jumlah ini melebihi angka kematian gabungan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker (Presiden RI, 2009). Praktik kefarmasian meliputi pembuatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Antibiotik merupakan obat yang sering diberikan dalam menangani
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antibiotik merupakan obat yang sering diberikan dalam menangani penyakit infeksi.resistensi bakteri terhadap antibiotik merupakan tantangan besar terhadap penyembuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Millennium Development Goals (MDGs) 4 menargetkan penurunan angka kematian balita (AKBa) hingga dua per tiganya di tahun 2015. Berdasarkan laporan terdapat penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan dan perbaikan upaya kelangsungan, perkembangan dan peningkatan kualitas hidup anak merupakan upaya penting untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Upaya
Lebih terperinciJ. Ind. Soc. Integ. Chem., 2013, Volume 5, Nomor 2 UJI KESERAGAMAN VOLUME SUSPENSI AMOKSISILIN YANG DIREKONSTITUSI APOTEK DI KOTA JAMBI.
UJI KESERAGAMAN VOLUME SUSPENSI AMOKSISILIN YANG DIREKONSTITUSI APOTEK DI KOTA JAMBI Helni Bagian Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Jambi, Jl. Letjen Soeprapto Telanaipura Jambi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No.36 tahun 2009 yaitu keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbekalan kesehatan adalah pelayanan obat dan perbekalan kesehatan
digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Sistem Kesehatan Nasional diketahui bahwa subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pola pikir masyarakat semakin berkembang sesuai dengan perkembangan dunia saat ini. Demikian juga dalam hal kesehatan, masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme atau parasit dalam jaringan tubuh (1). Infeksi tidak hanya menjadi masalah kesehatan bagi Indonesia bahkan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha untuk mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan merupakan visi dari Kementerian Kesehatan RI dan telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Swamedikasi adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan pengobatan tanpa resep atau intervensi dokter (Shankar, et al., 2002). Di Indonesia obat yang dapat digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari 3 kali sehari dan berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug oriented menjadi patient oriented (Hepler dan Strand, 1990). Perubahan paradigma tersebut mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan serta didukung dengan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi memunculkan tantangan dan harapan dalam
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi sehat menurut WHO adalah keadaan sejahtera, sempurna dari fisik, mental, dan sosial yang tidak terbatas hanya pada bebas dari penyakit dan kelemahan saja.
Lebih terperinci