PENGAMATAN IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DI PULAU MARATUA DAN PULAU-PULAU SEKITARNYA. oleh: Onny Nurrahman Marwayana 1) Abstract

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGAMATAN IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DI PULAU MARATUA DAN PULAU-PULAU SEKITARNYA. oleh: Onny Nurrahman Marwayana 1) Abstract"

Transkripsi

1 PENGAMATAN IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DI PULAU MARATUA DAN PULAU-PULAU SEKITARNYA oleh: Onny Nurrahman Marwayana 1) Abstract Napoleon fish (Cheilinus undulatus) is one of wrasses that has a high value in the world s market. This paper presents the existance of Napoleon fish of Maratua Island, East Borneo as one of its habitat in Indonesia and the current records influencing the sosial-economic conditions there. The existence of Napoleon fish were detected by GPS (Global Positioning System) using Density Survey Method at six station of three different islands i.e. Maratua, Kakaban, and Atol of Karang Muaras. During the observations, four Napoleon fishes were found successfully in the northern coastal area of Kakaban Island. Unsustainable fisheries activities such as using the potassium cyanide, fish bomb, and illegal fishing suggested as the reason of dramatic declining on fishery products. Keyword: Napoleon Fish, Maratua Island, Potassium Cyanide, fish bomb, illegal fishing. PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Data Badan Pusat Statistik (2013) mencatat bahwa Indonesia memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang km, luas laut hampir dua kali luas daratan 1) Kelompok Penelitian Keanekaragaman Hayati Laut dan KonservasiPusat Penelitian Oseanografi - LIPI

2 ( km 2 : km 2 ), dan secara administrasi memiliki 33 wilayah provinsi dan 399 wilayah kabupaten. Selain itu, wilayah laut Indonesia menyimpan beragam keanekaragaman hayati sehingga, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara mega-biodiversitas dunia (Médail & Quézel, 1999). Terdapat satu pulau di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur yaitu Pulau Maratua yang sangat menarik untuk ditelaah karena potensi sumberdaya lautnya yaitu ikan Napoleon. Menurut Sadovy et al. (2003), ikan Napoleon ( Cheilinus undulatus), merupakan ikan karang terbesar dari Famili LABRIDAE, dengan ukuran panjang dapat mencapai 2 m dan berat 190 kg. Sebaran utama ikan ini terdapat di wilayah terumbu karang Samudra Hindia dan Pasifik. International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah menetapkan bahwa ikan Napoleon merupakan salah satu ikan yang masuk dalam The IUCN Red List of Threatened Species kategori Endangerd (EN). Sejalan dengan hal tersebut, The Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) juga telah menetapkan status Appendix 2 terhadap ikan Napoleon. Pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No: 37/KEPMEN-KP/2013 tanggal 2 Juli 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan ikan Napoleon ( Cheilinus undulatus) juga telah melindungi ikan Napoleon dan perdagangannya dibatasi oleh kuota tertentu (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013). Namun demikian, ikan inilah yang hingga sekarang masih dicari oleh sebagian masyarakat di sekitar perairan Pulau Maratua untuk dijual secara illegal di pasar internasional melalui kapal-kapal Hongkong yang masih sering berlabuh di perairan tersebut.

3 Tulisan ini memberikan tambahan informasi mengenai keberadaan ikan Napoleon di sekitar perairan Pulau Maratua dan kondisi terkini kehidupan sosialekonomi masyarakat terkait dampak penangkapan yang berlebihan dan tidak ramah lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat setempat sejak beberapa tahun yang lalu. AKTIVITAS PENGAMATAN IKAN NAPOLEON Pengamatan ikan Napoleon dilakukan di Pulau Maratua selama 5 hari di beberapa lokasi yaitu Pulau Maratua, Pulau Kakaban dan Atol Karang Muaras. Metode GPS Density Survey (GDS) dan Underwater Visual Census (UVC) dilakukan untuk memperoleh data kelimpahan ikan Napoleon (Colin et al., 2003; CITES report, 2006). Metode GDS dilakukan dengan snorkeling di area dangkal dengan kedalaman rata-rata 3-5 meter sedangkan metode UVC dilakukan di area tubir dengan kedalaman meter. Jalur dan jarak snorkeling didasarkan pada kontur dan panjang reef flat masing-masing pulau kemudian dipetakan dengan menggunakan GPS. Data GPS yang telah ada sebelumnya dijadikan sebagai acuan penentuan area dan jalur snorkeling (Sadovy et al., 2011). Menurut Sadovy et al. (2011), kedua metode tersebut merupakan metode yang paling tepat untuk mengamati keberadaan dan menghitung kelimpahan ikan Napoleon di suatu area. Selain alasan keamanan, hal ini disebabkan karena pada umumnya survey ikan Napoleon lebih difokuskan pada keberadaan ikan dewasa yang relatif lebih mampu bertahan hidup hingga siap berkembang biak. Selain itu, karena ikan Napoleon tidak umum ditemukan dan memiliki wilayah jelajah yang luas maka memerlukan tehnik sampling khusus yang mampu menjangkau seluruh

4 wilayah jelajah ikan tersebut; dapat diulang pada waktu kapanpun; serta mudah dan sederhana untuk dilakukan. (a) (b) Gambar 1. (a) Aktifitas snorkeling di Atol Karang Muaras, (b) Aktifitas Diving di Pulau Kakaban (Dok: Sasanti. R. Suhartati) Pengamatan ikan Napoleon di sekitar perairan Pulau Maratua merupakan salah satu bagian dari rangkaian Ekspedisi ikan Napoleon di Indonesia tahun yang diinisiasi dan dipimpin langsung oleh Prof. Yvone Sadovy. Data lokasi dan kegiatan selama pengamatan tercatat dalam Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Lokasi dan kegiatan pengamatan ikan Napoleon di sekitar perairan Pulau Maratua Hari Lokasi Keterangan I Pulau Maratua Snorkeling dan diving di sisi timur laut II Pulau Maratua Snorkeling dan diving di ujung selatan berdekatan dengan Nunukan Resort III Pulau Kakaban Snorkeling dan diving di sepanjang sisi utara dan selatan IV Atol Karang Muaras Snorkeling dan diving di sisi timur dan utara V Nabucco Resort Maratua Kolaborasi Data

5 Gambar 2. Peta Wilayah Perairan Maratua, Kalimantan Timur (Zubi, 2008) TEMUAN IKAN NAPOLEON DI PERAIRAN MARATUA Secara ringkas, selama pengamatan ditemukan empat ekor ikan Napoleon di perairan Pulau Kakaban. Selain itu, diperoleh beberapa temuan lain diantaranya adalah banyak lokasi bekas aktifitas pengeboman, ditemukannya Penyu Hijau (Chelonia mydas) dan Penyu Lekang ( Lepidochelys olivacea) di hampir semua lokasi pengamatan, dan temuan sisa tulang belakang Paus yang pernah terdampar di sekitar perairan tersebut. Data temuan ikan Napoleon dari keseluruhan lokasi pengamatan disajikan dalam Tabel 2.

6 Tabel 2. Data temuan ikan Napoleon di Perairan Maratua No. Spesifikasi Data Hasil Temuan 1. Jumlah Individu 4 individu 2. Lokasi Pengamatan Di tubir sisi utara Pulau Kakaban 3. Kedalaman m 4. Panjang Total cm 5. Fase Pertumbuhan Juvenile 6. Jenis Kelamin Betina 6. Kondisi saat ditemukan Ditemukan dalam posisi berpasangan (2 ekor) dan sisanya sendiri (1 ekor) sedang berenang di sekitar terumbu karang Gambar 3. Ikan Napoleon di Pulau Kakaban (Dok: Sasanti. R. Suhartati) Berdasarkan jumlah ikan Napoleon yang dijumpai selama ekspedisi, secara umum disimpulkan bahwa jumlah temuan ikan Napoleon di sekitar perairan Maratua tidak jauh berbeda dari jumlah temuan sebelumnya. Sebagai perbandingan, pada survey sebelumnya tahun 2003 yang dilakukan oleh Wiryawan et al. (2005) di Kepulauan Maratua dan sekitar Pulau Derawan, hanya ditemukan enam individu ikan Napoleon. Nampaknya, hal ini berkaitan dengan kondisi ekosistem pesisir ( terutama ekosistem terumbu karang) terhadap temuan ikan Napoleon. Dengan ditemukannya ikan Napoleon ( Cheilinus undulatus) mengindikasikan bahwa kondisi karang perairan tersebut relatif baik (Sumadhiharga et al., 2006). Disamping itu, menurut Sadovy et al. (2003), kondisi

7 ekosistem pesisir sangat berpengaruh terhadap siklus hidup ikan Napoleon sehingga dapat berpengaruh terhadap jumlah temuan Ikan Napoleon di suatu perairan. NELAYAN TANJUNG BAHABA DI MARATUA Disamping mengamati keberadaan ikan Napoleon, tim juga melakukan pengamatan ke Kampung Tanjung Bahaba. Kampung Tanjung Bahaba merupakan salah satu perkampungan nelayan yang berada di Pulau Maratua dimana masyarakatnya sangat tergantung pada aktifitas perikanan. Mata pencaharian utama masyarakat di kampung Tanjung Bahaba adalah nelayan. Wawancara pribadi kepada warga dilakukan untuk mendapatkan informasi, melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat, dan mengamati aktifitas masyarakat terkait keberadaan ikan Napoleon di wilayah tersebut. Keterangan yang didapat menyebutkan bahwa mereka membenarkan bahwa beberapa tahun yang lalu terdapat nelayan (bukan nelayan Kampung Tanjung Bahaba) yang mencari ikan, salah satunya ikan Napoleon, dengan menggunakan Potasium Sianida (Potas) dan bom ikan. Menurut nelayan, hal tersebut sangat mempengaruhi hasil tangkapan ikan mereka sekarang sehingga sangat berdampak pada tingkat kesejahteraan hidup masyarakat di kampung tersebut. Oleh karena itu, masyarakat Kampung Tanjung Bahaba sudah pernah melayangkan surat kepada Dinas Perikanan setempat untuk meminta bantuan sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasilnya, sudah pernah dilakukan pertemuan Focus Group Discussion (FGD) antara masyarakat dan Dinas Perikanan setempat. Hasil pertemuan tersebut

8 direalisasikan dengan mulai dikembangkannya program budidaya ikan Kerapu dengan sistem karamba yang dibangun oleh Dinas Perikanan setempat di wilayah pesisir Kampung Tanjung Bahaba. Namun demikian, pelaksanaan program tersebut belum 100% selesai karena bantuan yang telah diluncurkan baru berupa satu keramba ikan yang belum diisi oleh benih ikan yang akan dibudidayakan (rencananya benih ikan Kerapu). (a) (b) Gambar 4. (a) Kampung dan dermaga Tanjung Bahaba, (b) Aktivitas wawancara (Dokumentasi: Pribadi) PERDAGANGAN ILEGAL DI PERAIRAN MARATUA Tim mendapat informasi bahwa ada kapal asing berlabuh di tengah perairan Pulau Maratua. Setelah dipastikan, ternyata kapal tersebut merupakan kapal Hongkong (berbendera Hongkong) bernomer haluan kapal CM A, dan bernomer lambung kapal Berdasar pengamatan, beberapa perahu nelayan merapat ke kapal tersebut untuk melakukan beberapa aktifitas yang diduga salah satunya adalah perdagangan ikan secara ilegal (illegal fish trading) yang melibatkan nelayan lokal dan nelayan asing di perairan Pulau Maratua.

9 Walaupun belum terbukti bahwa ada ikan Napoleon yang diperdagangkan dalam aktifitas perdagangan tersebut, hal ini jelas merugikan negara dan nelayan itu sendiri. Negara dirugikan karena cadangan sumber daya ikan tereksploitasi dan secara khusus nelayan dirugikan karena harga ikan hasil tangkapan nelayan ternyata ditentukan dan dihargai rendah oleh nelayan asing. Nelayan mengambil pilihan tersebut karena adanya kemudahan yang ditawarkan oleh nelayan asing daripada harus menjualnya ke pasar tradisional di Kota Tanjung Redep (Ibukota Kabupaten Berau) yang jarak tempuhnya lebih jauh dengan biaya yang lebih mahal. Inilah salah satu fakta di lapangan yang seharusnya menjadi fokus dalam penentuan kebijakan perikanan di Indonesia. (a) (b) (c) Gambar 5. Kapal Hongkong di perairan Maratua: (a) Nomer Haluan Kapal, (b) Nomer Lambung Kapal, (c) Salah satu aktifitas nelayan lokal bersama nelayan asing (Dok: Pribadi) PENYU DI PERAIRAN MARATUA Selain ikan Napoleon, Penyu Hijau ( Chelonia mydas) dan Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) (Gambar 4 dan Gambar 5) juga banyak dan sering ditemukan di hampir semua lokasi. Penyu-penyu tersebut jumlahnya puluhan

10 dengan intensitas perjumpaan tinggi dimana di setiap lokasi survey dapat ditemukan kedua jenis penyu tersebut terutama di Pulau Maratua dan Pulau Kakaban. Belum ada informasi yang menjelaskan fenomena ini, namun hal ini diduga karena kondisi ekosistem terumbu karang di kedua lokasi tersebut relatif bagus dengan tidak banyak ditemukan bekas lokasi pengeboman meskipun ada di beberapa titik sepanjang tubir. Hal ini juga dapat menjadi bahan penelitian yang lain terkait pola pendaratan, sebaran, dan manajemen konservasi Penyu Hijau dan Penyu Lekang di wilayah Kepulauan Derawan sehingga diharapkan keberadaan penyu di wilayah tersebut tidak berkurang dan dapat menjadi aset biodiversitas alam di wilayah Kepulauan Derawan. (a) (b) Gambar 4. (a). Penyu Hijau, (b) Penyu Lekang di perairan Maratua (Dok: Sasanti. R. Suhartati) PENUTUP Jumlah ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) dan perdagangan ikan secara ilegal yang ditemukan di Pulau Maratua, mengidikasikan adanya penurunan populasi ikan khususnya ikan Napoleon di perairan Maratua. Hal ini terkait dengan aktifitas penangkapan ikan secara berlebih (over fishing) dan tidak ramah lingkungan yang dilakukan dengan Potasium Sianida dan bom ikan beberapa

11 tahun yang lalu sehingga memicu berkurangnya jumlah ikan Napoleon di habitat alaminya dan buruknya kondisi ekosistem terumbu karang. Penulis menyarankan agar wilayah konservasi di sekitar perairan Pulau Maratua lebih mendapat perhatian, pengawasan, dan penegakan hukum yang diikuti oleh penerapan sangsi yang tegas dari instansi terkait mengingat potensi sumberdaya alam yang ada, kondisi sosial ekonomi nelayan tradisional di wilayah tersebut, dan aktifitas penangkapan ikan secara berlebih yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan pesisir demi kelestarian sumberdaya alam di wilayah tersebut. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistis Indonesia dalam angka. diakses pada 11/09/ :45:17 CITES Development of fisheries management tools for trade in humphead wrasse, Cheilinus undulatus, in compliance with Article IV of CITES. Final Report of CITES Project No. A-254 undertaken by the International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources - World Conservation Union/Species Survival Commission (IUCN/SSC) Groupers & Wrasses Specialist Group submitted by CITES Secretariat Colin, P. L., Sadovy, Y. J. & Domeier, M. L Manual for the Study and Conservation of Reef Fish Spawning Aggregations. Society for the Conservation of Reef Fish Aggregations. Special Publication No. 1 (Version 1.0), pp ( Kementerian Kelautan dan Perikanan Penetapan status Perlindungan Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus). diakses pada 11/09/ :01:03 Médail, F., & Quézel, P. (1999). Biodiversity hotspots in the Mediterranean Basin: setting global conservation priorities. Conservation biology, 13(6), Sadovy, Y., Kulbicki, M., Labrosse, P., Letourneur, Y., Lokani, P., Donaldson, T.J The humphead wrasse, Cheilinus undulatus: synopsis of a threatened and poorly known giant coral reef fish. Reviews in Fish Biology and Fisheries 13: Sadovy, Y., Lubis, S.B., Suharti, S. R Napoleon Wrasse Status and Protection Workshop. SPC Live Reef Fish Information Bulletin, No. 20. pp

12 Sumadhiharga, O. K., Djamali, A., & Badrudin, M. (2006). Keanekaragaman Jenis Ikan Karang di Perairan Belitung Barat, Kepulauan Bangka Belitung. ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences, 11(4), The IUCN Red List of Threatened Species. Cheilinus undulatus Version diakses pada 11/12/ :20:25 Wiryawan, B., Khazali, M., dan Knight, M. (eds.) Menuju Kawasan Konservasi Laut Berau, Kalimantan Timur: Status sumberdaya pesisir dan proses pengembangannya. Program Bersama Kelautan Berau TNC-WWF- Mitra Pesisir/CRMP II USAID. Jakarta. Zubi, T. (2008). Map of dive sites in Kalimantan (around Sangalaki). terakhir dimodifikasi pada 27/03/ :30:59 dan diakses pada 11/09/ :11:13

STUDI POPULASI IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DENGAN METODE SENSUS VISUAL DI KEPULAUAN SELAYAR, SULAWESI SELATAN

STUDI POPULASI IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DENGAN METODE SENSUS VISUAL DI KEPULAUAN SELAYAR, SULAWESI SELATAN Studi Populasi Ikan Napoleon..di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan (Rudi, A & Y. Nugraha) STUDI POPULASI IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DENGAN METODE SENSUS VISUAL DI KEPULAUAN SELAYAR, SULAWESI

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI PEMANFAATAN IKAN NAPOLEON (Cheilinus Undulatus) DI KABUPATEN NATUNA, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

NILAI EKONOMI PEMANFAATAN IKAN NAPOLEON (Cheilinus Undulatus) DI KABUPATEN NATUNA, PROVINSI KEPULAUAN RIAU Buletin Riset Sosek Kelautan dan Perikanan Vol. 7 No. 1, 2012 NILAI EKONOMI PEMANFAATAN IKAN NAPOLEON (Cheilinus Undulatus) DI KABUPATEN NATUNA, PROVINSI KEPULAUAN RIAU Maulana Firdaus dan Rani Hafsaridewi

Lebih terperinci

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Pulau Maratua berada pada gugusan pulau Derawan, terletak di perairan laut Sulawesi atau berada dibagian ujung timur Kabupaten

Lebih terperinci

Amran Ronny Syam & Mujiyanto Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan.

Amran Ronny Syam & Mujiyanto Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan. Jurnal Biologi Indonesia 10(1): 39-45 (2014) Kepadatan Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) di Perairan Sinjai dan Bone-Sulawesi Selatan Napoleon Fish Density (Cheilinus undulatus) at Sinjai and Bone South

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebagian besar perairan laut Indonesia (> 51.000 km2) berada pada segitiga terumbu

Lebih terperinci

STATUS POPULASI IKAN NAPOLEON DI WILAYAH TAMAN NASIONAL BUNAKEN DAN KABUPATEN KARAS FAK-FAK

STATUS POPULASI IKAN NAPOLEON DI WILAYAH TAMAN NASIONAL BUNAKEN DAN KABUPATEN KARAS FAK-FAK STATUS POPULASI IKAN NAPOLEON DI WILAYAH TAMAN NASIONAL BUNAKEN DAN KABUPATEN KARAS FAK-FAK POPULATION STATUS OF HUMPHEAD WRASSE (Cheilinus undulatus) IN THE BUNAKEN NATIONAL PARK AND KARAS DISTRICT OF

Lebih terperinci

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya

Lebih terperinci

Pemetaan Sebaran Dan Kelimpahan Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) Di Teluk Maumere, Kepulauan Sembilan Dan Takabonerate

Pemetaan Sebaran Dan Kelimpahan Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) Di Teluk Maumere, Kepulauan Sembilan Dan Takabonerate Jurnal Akuatika Vol.VI No.1/Maret 2015 (49-58) ISSN 0853-2532 Pemetaan Sebaran Dan Kelimpahan Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) Di Teluk Maumere, Kepulauan Sembilan Dan Takabonerate Abstrak Mapping Of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

Sebuah Temuan Awal dari XPDC Alor Flotim Penulis: Amkieltiela Marine Science and Knowledge Management Officer, WWF-Indonesia

Sebuah Temuan Awal dari XPDC Alor Flotim Penulis: Amkieltiela Marine Science and Knowledge Management Officer, WWF-Indonesia Status Ekosistem Terumbu Karang Perairan Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar dan Laut Sekitarnya, Suaka Alam Perairan (SAP) Flores Timur, dan Perairan Sekitarnya Tahun 2017 Sebuah Temuan Awal dari XPDC

Lebih terperinci

Bio-Ekologi Ikan Napoleon, Cheilinus undulatus (Rüppell, 1835) dan Terumbu Karang. Abstrak. Karakteristik morfologi

Bio-Ekologi Ikan Napoleon, Cheilinus undulatus (Rüppell, 1835) dan Terumbu Karang. Abstrak. Karakteristik morfologi Bio-Ekologi Ikan Napoleon, Cheilinus undulatus (Rüppell, 1835) dan Terumbu Karang Makalah disajikan pada workshop Penetapan Status Perlindungan Jenis Ikan di Propinsi JawaTimur, dilaksanakan di Hotel Utami

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu konservasi sumberdaya hayati menjadi salah satu bagian yang dibahas dalam Agenda 21 pada KTT Bumi yang diselenggarakan di Brazil tahun 1992. Indonesia menindaklanjutinya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat yang tinggal di pulau pulau kecil atau pesisir di Indonesia hidupnya sangat tergantung oleh hasil laut, karena masyarakat tersebut tidak mempunyai penghasilan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT POTENSI SUMBER DAYA HAYATI KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA 17.480

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia. Menurut para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman purba (145-208 juta tahun yang lalu) atau

Lebih terperinci

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Tri Nurani Mahasiswa S1 Program Studi Biologi Universitas Jenderal Soedirman e-mail: tri3nurani@gmail.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Daerah Kecamatan Pulau Tiga merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Natuna yang secara geografis berada pada posisi 3 o 34 30 3 o 39

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

Kelompok Ekowisata DA KKAYU AKKAL MARATUA

Kelompok Ekowisata DA KKAYU AKKAL MARATUA Kelompok Ekowisata DA KKAYU AKKAL MARATUA Tempat peneluran penyu hijau utama Wisata Menyelam Dunia Wilayah kelautan Berau sudah dikenal sebagai destinasi aktivitas pariwisata bahari bertaraf internasional

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DESKRIPSI PEMBANGUNAN JAVAN RHINO STUDY AND CONSERVATION AREA (Areal Studi dan Konservasi Badak Jawa) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI

Lebih terperinci

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Oleh: Rony Megawanto Kebijakan nasional kelautan dan perikanan Indonesia diawali dengan perjuangan kewilayahan pasca proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945,

Lebih terperinci

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

PENILAIAN KEPADATAN POPULASI IKAN NAPOLEON

PENILAIAN KEPADATAN POPULASI IKAN NAPOLEON Penilaian Kepadatan Populasi Ikan... Kepentingan Pengelolaan di Indonesia(Edrus, I.N) PENILAIAN KEPADATAN POPULASI IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus Ruppell 1835) DALAM KAITANNYA DENGAN KEPENTINGAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 55 VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 6.1 Analisis DPSIR Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

RENCANA AKSI PENGELOLAAN TNP LAUT SAWU DAN TWP GILI MATRA

RENCANA AKSI PENGELOLAAN TNP LAUT SAWU DAN TWP GILI MATRA RENCANA AKSI PENGELOLAAN TNP LAUT SAWU DAN TWP GILI MATRA Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) KUPANG Jl. Yos Sudarso, Jurusan Bolok, Kelurahan Alak, Kecamatan Alak, Kota Kupang, Provinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Samudera Hindia. Kepulauan Mentawai merupakan bagian dari serangkaian

BAB I PENDAHULUAN. Samudera Hindia. Kepulauan Mentawai merupakan bagian dari serangkaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan kabupaten kepulauan yang terletak memanjang dibagian paling barat pulau Sumatra dan dikelilingi oleh Samudera Hindia. Kepulauan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Dengan luasnya wilayah perairan yang dimiliki oleh negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini banyak kerusakan lingkungan yang terjadi akibat perbuatan manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk kesejahteraan umat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan atau negara maritim terbesar di dunia. Berdasarkan publikasi yang ada mempunyai 17.504 pulau dengan garis pantai sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPULAUAN DERAWAN DAN PERAIRAN SEKITARNYA DI KABUPATEN BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

8/6/2010 AYAU-ASIAASIA. Photo x Position x: 4.36, y:.18. Photo x Position x: 8.53, y:.18 TEMA KAMPANYE

8/6/2010 AYAU-ASIAASIA. Photo x Position x: 4.36, y:.18. Photo x Position x: 8.53, y:.18 TEMA KAMPANYE K M P N Y E K E B N G G N KKLD YU-SISI Photo 1 4.2 x 10.31 Position x: 4.36, y:.18 KKLD SELT DMPIER Photo 2 5.51 x 10.31 Position x: 8.53, y:.18 TEM KMPNYE Overfishing / Tangkap lebih Kawasan larang ambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan

Lebih terperinci

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53 SIARAN PERS Populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon Jakarta, 29 Desember 2011 Badak jawa merupakan satu dari dua jenis spesies badak yang ada di Indonesia dan terkonsentrasi hanya di wilayah

Lebih terperinci

Disusun untuk Memenuhi Nilai Ujian Akhir Semester pada Mata Kuliah Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir Dosen Pengampu : Dr. Ir.

Disusun untuk Memenuhi Nilai Ujian Akhir Semester pada Mata Kuliah Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir Dosen Pengampu : Dr. Ir. STUDI KASUS IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus): SI BURUK RUPA BERNILAI EKONOMI TINGGI YANG TERANCAM PUNAH Disusun untuk Memenuhi Nilai Ujian Akhir Semester pada Mata Kuliah Ekosistem dan Sumberdaya Alam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep Madura Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember 2016. Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan ekosistem laut dangkal tropis yang paling kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang merupakan habitat bagi banyak

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKOSISTEM SUMBERDAYA ALAM HAYATI KABUPATEN RAJA AMPAT PROPINSI PAPUA BARAT OLEH VALEND BURDAM COHORT 4 BOGOR

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKOSISTEM SUMBERDAYA ALAM HAYATI KABUPATEN RAJA AMPAT PROPINSI PAPUA BARAT OLEH VALEND BURDAM COHORT 4 BOGOR RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKOSISTEM SUMBERDAYA ALAM HAYATI KABUPATEN RAJA AMPAT PROPINSI PAPUA BARAT OLEH VALEND BURDAM COHORT 4 BOGOR Raja Ampat surga bawah lautnya Papua, jangan mengaku menikmati bawah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan pulau-pulau kecil yang walaupun cukup potensial namun notabene memiliki banyak keterbatasan, sudah mulai dilirik untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin. Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa karena keanekaragaman hayati dan agroekosistem Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa karena keanekaragaman hayati dan agroekosistem Indonesia 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Objek Indonesia adalah negara maritim yang dikatakan sebagai zamrud khatulistiwa karena keanekaragaman hayati dan agroekosistem Indonesia memiliki

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDRAPURWA LHOK PEUKAN BADA BERBASIS HUKUM ADAT LAOT. Rika Astuti, S.Kel., M. Si

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDRAPURWA LHOK PEUKAN BADA BERBASIS HUKUM ADAT LAOT. Rika Astuti, S.Kel., M. Si STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDRAPURWA LHOK PEUKAN BADA BERBASIS HUKUM ADAT LAOT Rika Astuti, S.Kel., M. Si rika.astuti87@yahoo.com Simposium Nasional Konservasi Perairan Pesisir dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia ( 1,9 juta km 2 ) tersebar pada sekitar 17.500 pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di bumi ini terdapat berbagai macam kehidupan satwa, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di bumi ini terdapat berbagai macam kehidupan satwa, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di bumi ini terdapat berbagai macam kehidupan satwa, seperti kehidupan satwa terdapat di lautan. Terdapat berbagai macam mekanisme kehidupan untuk bertahan hidup di

Lebih terperinci

STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata l) DI PULAU PETElORAN TIMUR DAN BARAT TAMAN NASIONAl KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata l) DI PULAU PETElORAN TIMUR DAN BARAT TAMAN NASIONAl KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA ----------------~------------------------------------------.--------.----- Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia (1993),1(1): 33-37 STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata

Lebih terperinci

PENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT

PENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT PENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT Oleh: Rony Megawanto Tekanan terhadap sumber daya perikanan semakin tinggi seiring dengan meningkatkan permintaan pasar (demand) terhadap produk-produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya banyak yang dihuni oleh manusia, salah satunya adalah Pulau Maratua

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya banyak yang dihuni oleh manusia, salah satunya adalah Pulau Maratua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim yang terdiri dari beberapa gugusan pulau mulai dari yang besar hingga pulau yang kecil. Diantara pulau kecil tersebut beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT (Population Of Bekantan (Nasalis Larvatus, Wurmb) In The Area Of Sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimasukan kedalam kelompok Negara mega-biodiversity yang merupakan dasar dari

BAB I PENDAHULUAN. dimasukan kedalam kelompok Negara mega-biodiversity yang merupakan dasar dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar di dunia. luas wilayah lautnya mencapai 5,8 juta, sedangkan panjang garis pantainya 81.000 km merupakan ke

Lebih terperinci

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM Indonesia diposisi silang samudera dan benua 92 pulau terluar overfishing PENCEMARAN KEMISKINAN Ancaman kerusakan sumberdaya 12 bioekoregion 11 WPP PETA TINGKAT EKSPLORASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat berlimpah. Banyak diantara keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

1 DIKOMUNIKASIKAN KAMPANYE PRIDE? UBAH?

1 DIKOMUNIKASIKAN KAMPANYE PRIDE? UBAH? TEMPLATE RANCANGAN TEORI PERUBAHAN: No Take Zone Area di Wilayah Utara Pesisir IC+A+K BR BC TR CR 5 APA YANG PERLU 4 3 PERILAKU APA 2 APA ANCAMAN 1 DIKOMUNIKASIKAN YANG INGIN KITA UTAMA TARGET KAMPANYE

Lebih terperinci

Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab

Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) adalah salah satu kesepakatan dalam konferensi Committee

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Timur. Wilayah Kepulauan Derawan secara geografis terletak di 00 51`00-0l

BAB I PENDAHULUAN. Timur. Wilayah Kepulauan Derawan secara geografis terletak di 00 51`00-0l 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Derawan terletak di perairan Kabupaten Berau yang merupakan salah satu dari 13 kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Timur. Wilayah Kepulauan Derawan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 /KEPMEN-KP/2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Diketahui bahwa Papua diberi anugerah Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Sumberdaya tersebut dapat berupa sumberdaya hayati dan sumberdaya non-hayati. Untuk sumberdaya

Lebih terperinci

TAMAN PESISIR KEPULAUAN DERAWAN KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR

TAMAN PESISIR KEPULAUAN DERAWAN KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR TAMAN PESISIR KEPULAUAN DERAWAN KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN BERAU DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Kabupaten Berau termasuk dalam 10 (sepuluh)

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

KAJIAN KONSTRUKSI DAN LOKASI JARING WARING TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN TERPERANGKAP IKAN HIU PAUS (Rhincodon typus) DI SELAT MADURA

KAJIAN KONSTRUKSI DAN LOKASI JARING WARING TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN TERPERANGKAP IKAN HIU PAUS (Rhincodon typus) DI SELAT MADURA KAJIAN KONSTRUKSI DAN LOKASI JARING WARING TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN TERPERANGKAP IKAN HIU PAUS (Rhincodon typus) DI SELAT MADURA Mochamad Arief Sofijanto 1, Dwi Ariyoga Gautama 2, Bagus Ramadhan 3, Fernandes

Lebih terperinci

Korelasi Tutupan Terumbu Karang dengan Kelimpahan Relatif Ikan Famili Chaetodontidae di Perairan Pantai Pasir Putih, Situbondo

Korelasi Tutupan Terumbu Karang dengan Kelimpahan Relatif Ikan Famili Chaetodontidae di Perairan Pantai Pasir Putih, Situbondo Korelasi Tutupan Terumbu Karang dengan Kelimpahan Relatif Ikan Famili Chaetodontidae di Perairan Pantai Pasir Putih, Situbondo Indrawan Mifta Prasetyanda 1505 100 029 Tugas Akhir (SB 091358) Pembimbing:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah laut yang lebih luas daripada luas daratannya. Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah lima

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia terletak pada wilayah segitiga terumbu karang (coral reef triangle) dunia. Posisi tersebut menempatkan Indonesia sebagai salah satu

Lebih terperinci

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan Wilayah perbatasan: a. Internal waters/perairan pedalaman.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan ekosistem perairan dangkal yang banyak dijumpai di sepanjang garis pantai daerah tropis yang terbentuk dari endapan massif kalsium karbonat (CaCO

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN IKAN HIAS BANGGAI CARDINALFISH (PTERAPOGON KAUDERNI) PADA MEDIA PEMELIHARAAN SALINITAS YANG BERBEDA ABSTRAK

PERTUMBUHAN IKAN HIAS BANGGAI CARDINALFISH (PTERAPOGON KAUDERNI) PADA MEDIA PEMELIHARAAN SALINITAS YANG BERBEDA ABSTRAK Media Litbang Sulteng IV (1) : 52 56, Juni 2011 ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN IKAN HIAS BANGGAI CARDINALFISH (PTERAPOGON KAUDERNI) PADA MEDIA PEMELIHARAAN SALINITAS YANG BERBEDA Oleh : Samliok Ndobe*) ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 65/KEP-BKIPM/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS INDIKATOR KINERJA KEGIATAN PEMETAAN SEBARAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG 77 PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG Comparison of Eggs Hatching Success Eretmochelys

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK HABITAT DENGAN KELIMPAHAN IKAN HIAS INJEL NAPOLEON POMACANTHUS XANTHOMETAPON DI PERAIRAN KABUPATEN PANGKEP, SULAWESI SELATAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK HABITAT DENGAN KELIMPAHAN IKAN HIAS INJEL NAPOLEON POMACANTHUS XANTHOMETAPON DI PERAIRAN KABUPATEN PANGKEP, SULAWESI SELATAN Jurnal Galung Tropika, 2 (3) September 2013, hlmn. 123-128 ISSN 2302-4178 HUBUNGAN KARAKTERISTIK HABITAT DENGAN KELIMPAHAN IKAN HIAS INJEL NAPOLEON POMACANTHUS XANTHOMETAPON DI PERAIRAN KABUPATEN PANGKEP,

Lebih terperinci

WARTA. Peng wasan. Edisi IX/ Berita Utama. KKP Pulangkan 228 ABK Asal Vietnam. humas psdkp.

WARTA. Peng wasan. Edisi IX/ Berita Utama. KKP Pulangkan 228 ABK Asal Vietnam. humas psdkp. WARTA Peng wasan Edisi IX/ 2016 Berita Utama KKP Pulangkan 228 ABK Asal Vietnam @humaspsdkp humas psdkp humasdjpsdkp@kkp.go.id 7 LENSA KEGIATAN 1 2 3 4 5 Keterangan: 1 - Penandatanganan berita acara serah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN MANGROVE DI DAERAH PERLINDUNGAN LAUT GILI PETAGAN KABUPATEN LOMBOK TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN MANGROVE DI DAERAH PERLINDUNGAN LAUT GILI PETAGAN KABUPATEN LOMBOK TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN MANGROVE DI DAERAH PERLINDUNGAN LAUT GILI PETAGAN KABUPATEN LOMBOK TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT SUBHAN, MOHAMMAD Dosen Fakultas Perikanan Universitas Gunung Rinjani Selong-Lombok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH Oleh : Ida Mulyani Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat beraneka ragam dan jumlahnya sangat melimpah

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN JARING INSANG TETAP DAN BUBU DI KECAMATAN MEMBALONG KABUPATEN BELITUNG

ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN JARING INSANG TETAP DAN BUBU DI KECAMATAN MEMBALONG KABUPATEN BELITUNG ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN JARING INSANG TETAP DAN BUBU DI KECAMATAN MEMBALONG KABUPATEN BELITUNG Dwi Siskawati, Achmad Rizal, dan Donny Juliandri Prihadi Universitas Padjadjaran Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika merupakan hari bersejarah bagi perkembangan Hukum Laut Internasional. Saat itu diadakan Konferensi

Lebih terperinci

PROGRAM COREMAP DINILAI TAK EFEKTIF MASYARAKAT NELAYAN TIDAK DILIBATKAN DALAM MENENTUKAN BENTUK PENGELOLAAN KONSERVASI PESISIR.

PROGRAM COREMAP DINILAI TAK EFEKTIF MASYARAKAT NELAYAN TIDAK DILIBATKAN DALAM MENENTUKAN BENTUK PENGELOLAAN KONSERVASI PESISIR. PROGRAM COREMAP DINILAI TAK EFEKTIF MASYARAKAT NELAYAN TIDAK DILIBATKAN DALAM MENENTUKAN BENTUK PENGELOLAAN KONSERVASI PESISIR. (dok/antara) Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menganggap program

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN TERUMBU KARANG PASIR PUTIH SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : /KEPMEN-KP/2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : /KEPMEN-KP/2017 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : /KEPMEN-KP/2017 TENTANG TAMAN NASIONAL PERAIRAN NATUNA KABUPATEN NATUNA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan banyak negara berkembang sering harus dibayar dengan biaya mahal dalam bentuk berbagai kerusakan alam maupun lingkungan sosial. Karena itu,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KAWASAN KONSERVASI PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PANTAI PENYU PANGUMBAHAN DAN PERAIRAN SEKITARNYA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perairan Indonesia merupakan perairan yang sangat unik karena memiliki keanekaragaman Cetacea (paus, lumba-lumba dan dugong) yang tinggi. Lebih dari sepertiga jenis paus

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci