penerusan utang atau hibah luar negeri kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD, diatur dengan peraturan pemerintah.
|
|
- Suryadi Tedja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 3. Undang- Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pasal 38 ayat 1,2 dan 4. Pasal 38 (1) Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama Menteri Keuangan untuk mengadakan utang negara atau menerima hibah yang berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang APBN. (2) Utang/hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD. (4) Tata cara pengadaan utang dan/atau penerimaan hibah baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri serta penerusan utang atau hibah luar negeri kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD, diatur dengan peraturan pemerintah. 2. Undang- Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 12 ayat 3 beserta penjelasannya. Penjelasan. Pasal 12 (3) Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto. Pasal 12 (3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang APBN. 1. Undang- Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Pasal 3 Pasal 3 Tidak termasuk Subyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah : a. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat- pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia, dan di Indonesia tidak melakukan pekerjaan lain atau kegiatan usaha, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; b. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan; c. Perusahaan Jawatan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. No. Isi Lampiran 1 95
2 No. Isi Pasal 1 Tidakakandipungutbeamasukterhadap: I. Barang-barang yang dipergunakan untuk pemakaian sendiri dari: A.Pejabat-pejabat yang bekerja pada dan ahli-ahli bukan pejabat yang melakukan tugas penting untuk: 1. Perserikatan Bangsa-Bangsa (U.N.O) beserta organisasi-organisasinya. 2. Negara-negara Asing. 3. Organisasi-organisasi asing lainnya; 2 dan 3 yang dengan suatu perjanjian atau tidak, memberikan bantuan teknik pada perkembangan dalam lapangan ekonomi dan/atau kebudayaan di indonesia. Yang dimaksud dengan pejabat-pejabat ialah orang-orang bangsa asing yang disamping melakukan jabatannya, tidak menjalankan pekerjaan atau perusahaan lain di negeri ini dan tidak merupakan tenaga yang diangkat setempat. Yang dimaksud dengan ahli-ahli ialah orang-orang bangsa asing, yang untuk sementara melakukan tugas (zending) yang diberikan oleh negara-negara dan organisasi-organisasi yang disebut diatas pada 1 sampai dengan 3 dan tidak menjalankan pekerjaan atau perusahaan lain di negeri ini. B. Ahli-ahli bangsa asing yang mengadakan perjanjian ikatan dinas yang khusus dengan Pemerintah baik berdasarkan The Agreement for the Provisions of Technical Assistance yangdiadakanantararepublikindonesiadanperserikatanbangsa- Bangsa pada tanggal 5 Maret 1952 sebagaimana kemudian telah diubah, maupun berdasarkan syarat-syarat khusus yang tidak termasuk dalam rangka perjanjian-perjanjian pengiriman yang telah lazim. Dalam kata-kata pemakaian sendiri termasuk pemakaian untuk keperluan anggota keluarga. 4. Pemerintah No. 19 Tahun 1955 tentang Pembebasan dari Bea Masuk dan Bea Keluar Umum untuk Keperluan Golongan- Golongan Pejabat dan Ahli Bangsa Asing yang Tertentu. Pasal 1(I) dan pasal 5 Pasal 5 Menteri Keuangan akan memberitahukan nama-nama dari organisasi-organisasi luar negeri yang memberikan bantuan sebagai yang dimaksud pada IA dan ahli-ahli sebagai yang dimaksud pada IB. Beliau akan menetapkan pula peraturan-peraturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pemerintah ini. 96
3 97 5. Luar Negeri. Dana hibah dan atau dibiayai dengan Pemerintah yang tentang perubahan ketiga atas Pemerintah No. 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah dan Pajak Penghasilan dalam rangka pelaksanaan proyek 25 Tahun 2001 Pemerintah No. dana hibah dan atau dana pinjaman luar negeri, ditanggung oleh Pemerintah." (supplier) utama dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan "Pasal 3, Pajak Penghasilan yang terhutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh kontraktor, konsultan dan pemasok Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 95), sehingga keseluruhan Pasal 3 berbunyi sebagai berikut : Pasal 1 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2000 (Lembaran Negara Dibiayai dengan Hibah atau Dana Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 70) Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Mengubah Pasal 3 Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Pasal 1 No. Isi
4 No. Isi Pasal 4 (1) Jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD dibatasi tidak melebihi 3% (tiga persen) dari PDB tahun bersangkutan. (2) Jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dibatasi tidak melebihi 60% (enam pu-luh persen) dari PDB tahun bersangkutan. (3) Jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah total pinjaman Pemerintah Pusat setelah dikurangi pinjaman yang diberikan kepada Pemerintah Daerah ditambah total pinjaman seluruh Pemerintah Daerah setelah dikurangi pinjaman yang diberikan kepada Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah lain. 6. Pemerintah No. 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta Jumlah Kumulatif Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pasal 4 beserta penjelasannya Penjelasan. Pasal 4 Dalam keadaan tertentu, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dapat menjalankan anggaran defisit sesuai dengan keadaan keuangan dan perekonomian yang dihadapinya. Agar defisit anggaran dan/atau jumlah pinjaman tidak membawa dampak negatif terhadap kestabilan ekonomi makro dalam jangka pendek dan jangka menengah, baik defisit maupun total pinjaman tersebut perlu dikendalikan. Sesuai kaidah-kaidah yang baik dalam bidang pengelolaan fiskal, jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD dibatasi paling tinggi 3% (tiga persen) dari PDB, sedangkan jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dibatasi paling tinggi 60% (enam puluh persen) dari PDB. Jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dihitung dengan rumus sebagai berikut:? Net Pemerintah Pusat = Total Pemerintah Pusat dikurangi Piutang kepada Pemerintah Daerah? Net Pemerintah Daerah = Total Pemerintah Daerah dikurangi Piutang kepada Pemerintah Pusat dan/atau Piutang kepada Pemerintah Daerah lainnya.? Jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah = Net Pemerintah Pusat ditambah Net Pemerintah Daerah 98
5 99 7. Pemerintah No. 54 Tahun 2005 tentang Daerah. Pasal12hurufbbesertapenjelasannya,pasal13ayat5dan6,danpasal14 DSCR = Debt Service Coverage Ratio; PAD = Pendapatan Asli Daerah; DAU = Dana Alokasi Umum; DBH = Dana Bagi Hasil; dan DBHDR = Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi. DSCR Angsuran PokokWajib Bunga Biaya Lain 2,5 PAD DBH DBHDR DAU Belanja Wajib Penjelasan Pasal 12 Huruf b Rasio kemampuan Keuangan Daerah dihitung berdasarkan perbandingan antara proyeksi tahunan jumlah Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil tidak termasuk Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi, dan Dana Alokasi Umum setelah dikurangi belanja wajib dibagi dengan proyeksi penjumlahan angsuran pokok, bunga, dan biaya lain yang jatuh tempo setiap tahunnya selama jangka waktu pinjaman yang akan ditarik. Yang dimaksud dengan belanja wajib adalah belanja pegawai dan belanja anggota DPRD. Yang dimaksud dengan biaya lain yaitu antara lain biaya administrasi, biaya provisi, biaya komitmen, asuransi dan denda. Pasal 14 (1) Menteri Keuangan menetapkan persyaratan penerusan pinjaman. (2) Mata uang yang digunakan dalam perjanjian penerusan pinjaman dapat dalam mata uang Rupiah atau mata uang asing. Pasal 13 (5) Daerah dari Pemerintah yang dananya berasal dari luar negeri dilakukan melalui perjanjian penerusan pinjaman. (6) Perjanjian penerusan pinjaman dilakukan antara Menteri Keuangan dan Kepala Daerah. Pasal 12 Dalam hal Pemerintah Daerah akan melakukan pinjaman jangka menengah atau jangka panjang, Pemerintah Daerah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: b. rasio proyeksi kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan pinjaman paling sedikit 2,5 (dua koma lima). No. Isi
6 No. Isi Pasal 2 (1) Hibah bersumber dari: 8. Pemerintah No. 57 Tahun 2005 tentang Hibah kepada Daerah. Pasal 2 ayat 1 dan ayat 3, Pasal 4, pasal 5 ayat 2, dan pasal 6 a. Dalam Negeri; dan/atau b. Luar Negeri. (3) Hibah dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bersumber dari: a. Bilateral; b. Multilateral; dan/atau c. Donor lainnya. Pasal 4 (1) Hibah yang bersumber dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dituangkan dalam naskah perjanjian hibah yang ditandatangani oleh Pemerintah dan pemberi hibah luar negeri. (2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diteruskan oleh Pemerintah sebagai hibah kepada Daerah. (3) Penerusan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam NPPH. Pasal 5 (2) Dalam hal hibah yang bersumber dari Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b mensyaratkan adanya kewajiban yang harus dipenuhi Pemerintah, dan/atau Pemerintah Daerah wajib menyediakannya. Pasal 6 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran hibah diatur dalam Menteri Keuangan 100
7 Pemerintah No. 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan dan/atau Penerimaan hibah serta Penerusan Luar Negeri. Pasal 1 nomor 4, 7, 14 sampai dengan 21 Pasal 1 Dalam Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 4. Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. 7. Hibah Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali. 14. Bilateral adalah pinjaman luar negeri yang berasal dari pemerintah suatu negara melalui suatu lembaga keuangan dan/atau lembaga non keuangan yang ditunjuk oleh pemerintah negara yang bersangkutan untuk melaksanakan pemberian pinjaman. 15. Multilateral adalah pinjaman luar negeri yang berasal dari lembaga multilateral. 16. Lunak adalah pinjaman yang masuk dalam kategori Official Development Assistance (ODA) Loan atau Concessional Loan, yang berasal dari suatu negara atau lembaga multilateral, yang ditujukan untuk pembangunan ekonomi atau untuk peningkatan kesejahteraan sosial bagi negara penerima dan memiliki komponen hibah (grant element) sekurang-kurangnya 35% (tigapuluh lima per seratus). 17. Fasilitas Kredit Ekspor, yang selanjutnya disingkat FKE, adalah pinjaman komersial yang diberikan oleh lembaga keuangan atau lembaga non keuangan di negara pengekspor yang dijamin oleh lembaga penjamin kredit ekspor. 18. Komersial adalah pinjaman luar negeri Pemerintah yang diperoleh dengan persyaratan yang berlaku di pasar dan tanpa adanya penjaminan dari lembaga penjamin kredit ekspor. 19. Campuran adalah kombinasi antara dua unsur atau lebih yang terdiri dari hibah, pinjaman lunak, fasilitas kredit ekspor dan pinjaman komersial. 20. program (program loan) adalah pinjaman luar negeri dalam valuta asing yang dapat dirupiahkan dan digunakan untuk pembiayaan APBN. 21. proyek (project loan) adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan tertentu. No. Isi
8 No. Isi 10. Pemerintah No. 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan dan/atau Penerimaan hibah serta Penerusan Luar Negeri. Pasal 4 dan pasal 5 Pasal 4 Pemerintah dapat menerima pinjaman Luar Negeri yang bersumber dari: 1. Negara asing; 2. Lembaga Multilateral; 3. Lembaga keuangan dan lembaga non keuangan asing; dan 4. Lembaga keuangan non asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah negara Republik Indonesia. Pasal 5 luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 terdiri atas: 1. Lunak; 2. Fasilitas Kredit Ekspor; 3. Komersial; dan 4. Campuran. 102
9 Pasal 7 dan pasal 10 Pasal 7 (1) Kementerian Negara/Lembaga mengajukan usulan kegiatan prioritas yang dibiayai dengan pinjaman dan/atau hibah luar negeri kepada Menteri. (2) Usulan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk kegiatan yang pembiayaannya akan diterushibahkan kepada Pemerintah Daerah atau sebagai penyertaan modal negara kepada BUMN. (3) Pernerintah Daerah mengajukan usulan kegiatan investasi untuk mendapatkan penerusan pinjaman luar negeri dari Pemerintah kepada Menteri. (4) BUMN mengajukan usulan kegiatan investasi, untuk mendapatkan penerusan pinjaman luar negeri dari Pemerintah, kepada Menteri dengan persetujuan menteri yang bertanggung jawab dibidang pembinaan BUMN. Pasal 10 Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara perencanaan dan pengajuan usulan kegiatan dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 diatur dengan Menteri. Pemerintah No. 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan dan/atau Penerimaan hibah serta Penerusan Luar Negeri. 11. Pasal 6 beserta penjelasannya Pasal 6 (1) Dalam rangka perencanaan Luar Negeri Presiden menetapkan Rencana Kebutuhan Luar Negeri selama 5 (lima) tahun, berdasarkan usulan Menteri dan Menteri yang disusun sesuai dengan prioritas bidang pembangunan yang dapat dibiayai dengan pinjarnan luar negeri. (2) Penyusunan Rencana Kebutuhan Luar Negeri dan prioritas bidang pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan RPJM. (3) Dalam menyusun Rencana Kebutuhan Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden dapat meminta pertimbangan Gubernur Bank Indonesia. Penjelasan. Pasal 6 (1) Dalam menyusun Rencana Kebutuhan Luar Negeri selama lima tahun, Menteri memperhatikan pokok-pokok manajemen pinjaman yang baik, seperti penargetan pinjaman (debt targeting), kemampuan membayar kembali (repayment capacity), pengurangan resiko (risk mitigation), dan kesinambungan fiskal (fiscal sustainability), serta memperhatikan ketentuan mengenai pembatasan jumlah kumulatif pinjaman dan jumlah kumulatif defisit APBN; Mengingat hanya sebagian dari prioritas pembangunan yang tercantum dalam RPJM yang akan dibiayai dari pinjaman luar negeri, maka diperlukan suatu ukuran untuk dapat menentukan skala prioritas program dan bidang terkait dengan prioritas pembangunan yang akan dibiayai dari pinjaman luar negeri. (2) Cukup jelas. (3) Gubernur Bank Indonesia dapat memberikan pertimbangan mengenai konsekuensi moneter dan neraca pembayaran dari pinjaman luar negeri. No. Isi
10 No. Isi Pemerintah No. 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan dan/atau Penerimaan hibah serta Penerusan Luar Negeri. Pasal 9 ayat 1 dan 2 Pasal 8 ayat 3 Pasal 8 ayat 2 Pasal 8ayat 1 Pasal 8 (1) Usulan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) sekurang-kurangnya dilampiri: a. kerangka acuan kerja; dan b. dokumen studi kelayakan kegiatan. Pasal 8 (2) Usulan kegiatan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) sekurang-kurangnya dilampiri: a. kerangka acuan kerja; b. dokumen studi kelayakan kegiatan; dan c. surat persetujuan dari DPRD. Pasal 8 (3) Usulan kegiatan BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) sekurang-kurangnya dilampiri: a. kerangka acuan kerja; dan b. dokumen studi kelayakan kegiatan. Pasal 9 (1) Menteri melakukan penilaian atas usulan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4). (2) Dalam melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri memperhatikan Rencana Kebutuhan Luar Negeri dan prioritas bidang pembangunan yang dapat dibiayai dengan pinjaman luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 Pasal 13 dalam DRPPHLN. Untuk pinjaman program, Menteri dapat mengajukan usulan pinjaman luar negeri kepada calon PPLN selain yang tercantum Pasal 13 Pemerintah No. 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan dan/atau Penerimaan hibah serta Penerusan Luar Negeri 17. Pasal 9 ayat 3 (3) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam DRPPHLN. Pasal 9 No. Isi
12 No. Isi 19. Pemerintah No. 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan dan/atau Penerimaan hibah serta Penerusan Luar Negeri Pasal 14 beserta penjelasannya Pasal 14 (1) Perundingan dengan calon PPLN/PHLN baru dapat dilakukan setelah kriteria kesiapan kegiatan dipenuhi. (2) Perundingan NPPLN/NPHLN dengan calon PPLN/PHLN dilaksanakan oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa dengan melibatkan unsur-unsur Departemen Keuangan, Kementerian, Departemen Luar Negeri dan instansi terkait lainnya dengan didampingi oleh ahli hukum. (3) Perundingan scbagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya mencakup aspek keuangan dan hukum. (4) Hasil perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaporkan kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan dan dituangkan dalam NPPHLN. Penjelasan Pasal 14 (1) Yang termasuk kriteria kesiapan kegiatan yang harus dipenuhi sebelum dilaksanakannya perundingan dengan calon PPLN mencakup: a. Indikator kinerja monitoring dan evaluasi, seperti data dasar, harus telah siap; b. Dana pendamping untuk tahun pertama pelaksanaan kegiatan telah dialokasikan; c. Rencana pengadaan tanah dan/atau resettlement telah ada, termasuk ketersediaan dana yang diperlukan; d. Unit Manajemen Proyek (Project Management Unit/PMU) dan Unit Pelaksana Proyek (Project Implementation Unit/PlU) telah dibentuk dan telah ada personalianya; e. Draft final pengelolaan proyek/petunjuk pengelolaan/administrasi proyek/memorandum (yang berisi cakupan organisasi dan kerangka acuan kerjanya, dan pengaturan tentang pengadaan, anggaran, disbursement, laporan, dan auditing) telah siap; dan f. Pernyataan dari Pemerintah Daerah (bila diperlukan) yang menyatakan komitmen mereka untuk berpartisipasi dalam penyediaan dana pendamping. (2) Yang dimaksud dengan instansi terkait lainnya antara lain Kementerian Negara/Lembaga/BUMD/Pemerintah Daerah pelaksana kegiatan. Yang dimaksud ahli hukum adalah ahli hukum dibidang perjanjian (contract) yang memahami sistem hukum Indonesia. (3) Aspek substansial mencakup aspek-aspek yang terkait dengan kegiatan yang akan dibiayai dengan pinjaman luar negeri dimaksud. Aspek keuangan mencakup persyaratan pinjaman, antara lain: pengefektifan pinjaman, tingkat suku bunga, periode pembayaran bunga, cara penghitungan bunga, denda bunga, biaya-biaya lain, pembayaran sebelum jatuh tempo, metode penarikan pinjaman, lama pinjaman, tenggang waktu, dan periode pembayaran pokok pinjaman. Aspek hukum mencakup antara lain: kesepakatan, janji dan jaminan, kepatuhan terhadap hukum, penyampaian dokumen peradilan, pelepasan hak kekebalan, hukum yang mengatur. (4) Cukup jelas. 106
13 107 Pasal 16 Cukup jelas. 20. Luar Negeri dan/atau Penerimaan hibah serta Penerusan Cara Pengadaan tentang Tata 2 Tahun 2006 Pemerintah No. Pasal 15 dan pasal 16 beserta penjelasannya Penjelasan Pasal 15 (1) Cukup jelas. (2) Cukup jelas. (3) Yang dimaksud dengan instansi terkait adalah Kementerian Perekonomian, Badan Nasional, Lembaga yang bersangkutan, Bank Indonesia, dan Badan Pengawasan Keuangan dan (BPKP). Pasal 16 NPPLN/NPHLN/perjanjian internasional di bidang keuangan lainnya yang dibuat oleh Menteri berlaku sejak ditandatangani, kecuali ditentukan lain dalam naskah/dokumen yang bersangkutan. Pasal 15 (1) NPPLN/NPHLN ditandatangani oleh Menteri atau pejabat yang diberi kuasa oleh Menteri. (2) NPPLN/NPHLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat : a. jumlah; b. peruntukan; dan c. persyaratan pinjaman dan/atau hibah. (3) Salinan NPPLN/NPHLN disampaikan oleh Departemen Keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan instansi terkait lainnya. No. Isi
14 No. Isi 21. Pemerintah No. 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan dan/atau Penerimaan hibah serta Penerusan Luar Negeri. Pasal17besertapenjelasannyadanpasal18ayat1 Pasal 17 (1) Menteri melaksanakan penatausahaan atas pinjaman dan/atau hibah luar negeri; (2) Penatausahaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri mencakup kegiatan: a. Administrasi pengelolaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri; dan b. Akuntansi pengelolaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri. (3) Jumlah atau bagian dari jumlah pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang dimuat dalam NPPLN dituangkan dalam dokumen satuan anggaran, untuk selanjutnya dituangkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran. (4) Dalam hal APBN telah ditetapkan, jumlah atau bagian dari jumlah pinjaman dan/atau hibah luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditampung dalam APBN-Perubahan. (5) Penarikan pinjaman dan/atau hibah luar negeri harus Lercatat dalam realisasi APBN. Pasal 18 (1) Kementerian Negara/Lembaga wajib memprioritaskan penyediaan dana pendamping/porsi rupiah lainnya yang dipersyaratkan dalam NPPLN/NPHLN dalam dokumen satuan anggaran dan dokumen pelaksanaan anggaraan dalam tahun anggaran berkenaan. Penjelasan Pasal 17 (1) Cukup jelas, (2) Cukup jelas. (3) Rencana penarikan pinjaman/hibah luar negeri dalam tahun anggaran yang bersangkutan dituangkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran, dokumen satuan anggaran, dan dokumen pelaksanaan anggaran Kementerian Negara / Lembaga. (4) Cukup jelas. (5) Pencatatan penarikan pinjaman/hibah luar negeri dalam realisasi APBN mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan. 108
15 Luar Negeri. dan/atau Penerimaan hibah serta Penerusan Cara Pengadaan tentang Tata 2 Tahun 2006 Pemerintah No. Pasal 20 ayat 1 dan 2, pasal 21 ayat 1,2 dan ayat 4 sampai dengan ayat 6, dan pasal 22 Pasal 22 (1) dan/atau hibah luar negeri Pemerintah yang dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Jumlah atau bagian dari jumlah pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang dimuat dalam NPPPdari NPH dituangkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran Pemerintah Daerah atau BUMN. (3) Pemerintah Daerah atau BUMN wajib melakukan pembayaran kembali atas penerusan pinjaman sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam NPPP. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerusan pinjaman dan/atau hibah luar negeri diatur dengan Menteri. Pasal 21 (1) dan/atau hibah luar negeri Pemerintah yang diteruspinjamkan dituangkan dalam NPPP. (2) dan/atau hibah luar negeri Pemerintah yang diterushibahkan kepada Pemerintah Daerah dituangkan dalam NPH. (4) NPPP dan NPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditandatangani oleh Menteri atau pejabat yang diberi kuasa oleh Menteri dengan Kepala Daerah/Pimpinan BUMN. (5) NPPP dan NPH ditandatangani selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah NPPLN/NPHLN ditandatangani. (6) Salinan NPPP dan NPH sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disarnpaikan oleh Departemen Keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan instansi terkait lainnya. Pasal 20 (1) Menteri menetapkan pinjaman dan/atau hibah luar negeri Pemerintah yang akan diteruspinjamkan atau diterushibahkan kepada Pemerintah Daerah dan diteruspinjamkan atau dijadikan penyertaan modal kepada BUMN. (2) Penetapan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebelum dilakukan negosiasi dengan PPLN/PHLN. No. Isi
16 No. Isi Pemerintah No. 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan dan/atau Penerimaan hibah serta Penerusan Luar Negeri. Pasal 20 ayat 3 dan 4 beserta penjelasannya Pasal 22 ayat 1 Pasal 20 (3) Dalam menentukan penerusan pinjaman kepada Daerah dalam bentuk pinjaman atau hibah, Menteri memperhatikan kemampuan membayar kembali daerah dan kapasitas fiskal daerah serta pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri. (4) Menteri menetapkan peta kapasitas fiskal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Penjelasan Pasal 20 (3) Ukuran kemampuan membayar Daerah, antara lain Debt Service Coverage Ration (DSCR), posisi outstanding pinjaman, dan tunggakan pembayaran kewajiban pinjaman. (4) Cukup jelas. Pasal 22 (1) dan/atau hibah luar negeri Pemerintah yang dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 110
17 Pasal 26 Pasal 26 (1) Menteri melaksanakan pembayaran pokok, bunga, dan biaya lainnya pada saat jatuh tempo sesuai dengan ketentuan dalam NPPLN. (2) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Bank Indonesia berdasarkan permintaan Menteri. (3) Dana yang dipergunakan untuk membayar pokok, bunga, dan biaya lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan dalam APBN setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban pembayaran kepada 23PPLN. (4) Dalam hal pembayaran pokok, bunga, dan biaya lainnya melebihi perkiraan dana yang disediakan dalam APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Departemen Keuangan melakukan pembayaran dan menyampaikan realisasi pembayaran dimaksud kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam pembahasan perubahan APBN tahun yang bersangkutan. 25. Pemerintah No. 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan dan/atau Penerimaan hibah serta Penerusan Luar Negeri. Pasal 25 (1) Menteri dan Menteri mengambil langkah penyelesaian pelaksanaan kegiatan yang lambat atau penyerapan pinjaman yang rendah, termasuk melakukan pembatalan pinjaman. (2) Instansi pengawas internal dan eksternal melakukan Pengawasan terhadap pelaksanaan/penggunaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 23 sampai dengan pasal 25 Pasal 24 (1) Menteri, Menteri dan Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga pelaksana kegiatan melakukan monitoring dan evaluasi triwulanan. (2) Menteri mengeluarkan Laporan Kinerja Pelaksanaan Kegiatan yang dibiayai pinjaman dan/atau hibah luar negeri secara triwulanan yang memuat perkembangan pelaksanaan kegiatan dan langkah tindak lanjut yang diperlukan untuk penyelesaian masalah yang dihadapi. (3) Menteri setelah berkoordinasi dengan Gubernur Bank Indonesia mengeluarkan Laporan Realisasi Penyerapan pinjaman dan/atau hibah luar negeri secara triwulanan atas pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari pinjaman/hibah luar negeri. Pasal 23 Kementerian Negara/Lembaga pelaksana kegiatan menyampaikan laporan kepada Menteri dan Menteri secara triwulanan mengenai proses pengadaan barang/jasa, realisasi penyerapan pinjaman, dan kemajuan fisik kegiatan. No. Isi
18 No. Isi Pemerintah No. 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan dan/atau Penerimaan hibah serta Penerusan Luar Negeri. Lampiran Instruksi Presiden No. 8 Tahun 1984 tentang Penggunaan Kredit Ekspor Luar Negeri. Pasal 27 Angka 4 Pasal 27 (1) Menteri menyelenggarakan publikasi informasi mengenai pinjaman dan/atau hibah luar negeri. (2) Publikasi informasi mengenai pinjaman dan/atau hibah luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi : a. kebijakan pinjaman dan/atau hibah luar negeri; b. jumlah hibah luar negeri, posisi pinjaman luar negeri, termasuk jenis valuta, struktur jatuh tempo, dan komposisi suku bunga; c. sumber pinjaman dan/atau hibah luar negeri; dan d. jenis pinjaman dan/atau hibah luar negeri. Angka 4 4. Pengecualian terhadap tender internasional tersebut pada angka 3 hanya diadakan dalam hal: (a) Proyek yang bersangkutan hanya dapat diperoleh dari supplier tertentu dan tidak ada alternatif lainnya. (b) Pengadaan ulang (repeat order), dengan ketentuan bahwa syarat-syarat teknis, harga dan syarat-syarat pinjaman sama atau lebih baik daripada pengadaan semula. 112
19 113 tertulis Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri dan Pengawasan. 30. Angka 6 Departmene, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Badan Usaha Milik Negara setelah memperoleh persetujuan 5. Langkah-langkah untuk membiayai proyek pembangunan dengan kredit ekspor luar negeri hanya dapat dimulai oleh Angka 6 c. Bunga : 3,5 % atau kurang b. Tenggang waktu : 7 tahun atau lebih Luar Negeri. Kredit Ekspor Penggunaan tentang Tahun 1984 Presiden No. Instruksi Lampiran a. Jangka waktu pengembalian termasuk tenggang waktu : 25 tahun atau lebih; memenuhi tiga ketentuan sebagai berikut: pembangunan tersebut dapat dibiayai dengan dana lunak sepenuhnya dari negara yang bersangkutan sepanjang untuk proyek pembangunan tersebut Pemerintah Indonesia memang mengusahakan dana lunak, maka proyek (2) Bilamana negara yang bersangkutan menyediakan dana lunak sepenuhnya bagi proyek pembangunan tersebut dan Angka 5 antara kredit ekspor luar negeri dan dana lunak, dan oleh karena itu tawaran tersebut ditolak; bersangkutan sehingga tidak memerlukan pembiayaan dalam bentuk kredit ekspor luar negeri atau campuran (1) Proyek pembangunan tersebut tidak termasuk dalam Daftar Proyek-proyek Kredit Ekspor tahun anggaran yang 1 (b), maka kepada yang bersangkutan diberitahukan bahwa: (b) Apabila proyek pembangunan tersebut tidak termasuk dalam Daftar Proyek-proyek Kredit Ekspor tersebut pada angka yang bersangkutan dipersilahkan mengikuti tender internasional (a) Apabila proyek pembangunan itu termasuk dalam Daftar Proyek-proyek Kredit Ekspor tersebut pada angka 1 (b), maka campuran antara dana lunak dan kredit ekspor luar negeri, maka: 4. Dalam hal ada penawaran dana untuk proyek pembangunan tertentu dalam bentuk kredit ekspor luar negeri atau Angka 5 No. Isi
20 No. Isi Keputusan Presiden No. 42 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 16 Pasal 45 sampai dengan pasal 47 Pasal 16 (1) Perjanjian/kontrak pelaksanaan pekerjaan untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran atas beban anggaran dilakukan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. (2) Perjanjian/kontrak yang dibiayai sebagian atau seluruhnya dengan pinjaman/hibah luar negeri untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran tidak memerlukan persetujuan Menteri Keuangan. (3) Perjanjian/kontrak yang dibiayai sebagian maupun seluruhnya dengan pinjaman/hibah luar negeri untuk masa pelaksanaan pekerjaan melebihi 1 (satu) tahun anggaran, maka di dalam perjanjian/kontrak tersebut harus mencantumkan tahun anggaran pembebanan dana. (4) Perjanjian/kontrak dalam bentuk valuta asing tidak dapat diubah dalam bentuk rupiah dan sebaliknya kontrak dalam bentuk rupiah tidak dapat diubah dalam bentuk valuta asing. (5) Perjanjian/kontrak dalam bentuk valuta asing tidak dapat membebani dana rupiah murni. (6) Perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang dan jasa di dalam negeri tidak dapat dilakukan dalam bentuk valuta asing. (7) Perjanjian/kontrak dengan dana kredit ekspor yang sudah ditandatangani tidak dapat dilaksanakan apabila naskah perjanjian pinjaman luar negeri (NPPLN) belum ditandatangani. (8) Pengecualian terhadap ketentuan ayat (4), (5) dan (6) harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran. Pasal 45 (1) Dalam pengalokasian dana pembangunan agar diutamakan penyediaan dana pendamping bagi proyek yang sebagian dananya bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri. (2) Dana pinjaman/hibah luar negeri dan dana pendamping termasuk uang muka harus dicantumkan dalam DIP atau dokumen anggaran lainnya yang diberlakukan sebagai SKO. (3) Proyek yang dibiayai dengan dana kredit ekspor dapat dilaksanakan setelah tersedia uang muka bagi proyek dimaksud. (4) Naskah perjanjian luar negeri untuk kredit ekspor baru dapat ditandatangani apabila uang muka yang dibutuhkan telah tersedia. Pasal 46 (1) Sisa pekerjaan berdasarkan surat perjanjian/kontrak yang belum dibayar sampai dengan akhir tahun anggaran, ditampung dalam DIP tahun anggaran berikutnya atas beban bagian anggaran departemen/ lembaga bersangkutan. (2) Dalam hal sumber pembiayaan berasal dari bantuan luar negeri, sisa pekerjaan berdasarkan SPK dan atau surat perjanjian/kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai dari sisa dana bantuan luar negeri yang bersangkutan. Pasal 47 Dalam hal target/sasaran proyek telah tercapai, sisa alokasi dana proyek yang bersumber dari pinjaman/ hibah luar negeri tidak dapat dipergunakan lagi. 114
21 115 termasuk bea masuk. barang produksi dalam negeri setinggi-tingginya 15% (lima belas persen) di atas harga penawaran barang impor, tidak (2) Untuk pengadaan barang/jasa internasional yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri, besarnya preferensi harga untuk Pasal 43 penggunaan barang/jasa hasil produksi dalam negeri dan mengikutsertakan penyedia barang/jasa nasional. 33. Pemerintah. Barang/Jasa Pengadaan Pelaksanaan Pedoman tentang Tahun 2003 Presiden No. 80 Keputusan Pasal 7 ayat 1b,pasal 41, pasal 43 ayat 2 hanya dapat dilakukan di negara pemberi pinjaman kredit ekspor/hibah, agar tetap diupayakan semaksimal mungkin (4) Apabila pinjaman kredit ekspor atau hibah luar negeri disertai dengan syarat bahwa pelaksanaan pengadaan barang/jasa dalam negeri. (3) Pemilihan penyedia barang/jasa yang dibiayai dengan pinjaman kredit ekspor atau kredit lainnya harus dilakukan di memaksimalkan penggunaan komponen dalam negeri dan penyedia barang/jasa nasional. persaingan sehat dengan persyaratan yang paling menguntungkan negara, dari segi harga dan teknis, dengan (2) Pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan pinjaman kredit ekspor atau kredit lainnya harus dilakukan dengan (1) Pengadaan barang/jasa melalui pelelangan internasional agar mengikutsertakan penyedia barang/jasa nasional seluasluasnya. Pasal 41 bersangkutan; atau tidak bertentangan dengan pedoman dan ketentuan pengadaan barang/jasa dari pemberi pinjaman/hibah b. pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman/hibah luar negeri (PHLN) yang sesuai (1) Ruang lingkup berlakunya Keputusan Presiden ini adalah untuk : Pasal 7 No. Isi
22 No. Isi Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Nasional/Ketua Bappenas Nomor: 185/KMK.03/ 1995 dan Nomor: KEP.031/KET/5/ 1995 tentang Tata Cara, Pelaksanaan/ Penatausahaan, dan Pemantauan /Hibah Luar Negeri dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 11 Pasal 14 Pasal 11 Penarikan pinjaman/hibah luar negeri, dapat dilaksanakan melalui tatacara sebagai berikut : (a) Pembukaan Letter of Credit (L/C) oleh Bank Indonesia. (b) Pembayaran langsung (Direct Payment) oleh PPHLN kepada rekanan. (c) Penggantian Pembiayaan Pendahuluan (Reimbursement) (d) Rekening Khusus (Special Account) di Bank Indonesia atau bank pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Pasal 14 Penarikan pinjaman dengan cara Pembiayaan Pendahuluan dari dana Rekening BUN: (1) Pemimpin Proyek/Pejabat yang berwenang mengajukan Surat Permintaan Pembiayaan Pendahuluan (SP3), disertai KPBJ dan DIP/dokumen yang disamakan dan dokumen pendukung lainnya sebagai dasar dilakukannya pembayaran, kepada Direktur Jenderal Anggaran. (2) Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat Perintah Membayar-Pembiayaan Pendahuluan (SPM-PP) dan dikirmkan kepada Bank Indonesia sebagai dasar pemindah bukuan dari Rekening BUN ke rekening rekanan atau rekening bendaharawan proyek. (3) Direktur Jenderal Anggaran mengajukan Aplikasi Penarikan Dana (APD) kepada PPHLN dilampiri dengan SPM-PP dan dokumen pendukung sebagaimana yang disyaratkan oleh masing-masing PPHLN, dengan tembusan kepada Bank Indonesia. (4) Berdasarkan APD dimaksudkan dalam ayat (3), PPHLN melakukan penggantian melakukan penggantian (reimbursement) untuk untung Rekening BUN pada Bank Indonesia, serta mengirimkan asli debet advice kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran, dengan tembusan kepada Bank Indonesia. (5) Berdasarkandebet advice, Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan SPM dan disampaikan kepada Bank Indonesia. (6) Bank Indonesia berdasarkan SPM yang dimaksud pada ayat (5) membuat Nota Perhitungan dan membukukan: Debet : Rekening Bank Koresponden Kredit : Rekening BUN Dalam Nota Perhitungan dicantumkan Nomor dan Tanggal SPM. (7) Nota Perhitungan sebagaimana dimaksud pada pada ayat (6) disampaikan segera kepada Direktur Jenderal Anggaran, Pemimpin Proyek, dan dalam hal proyek dibiayai melalui NPPP disampaikan pula kepada Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. 116
23 Belanja Negara. Pendapatan dan Bappenas Nomor: 185/KMK.03/1995 dan Nomor: KEP.031/KET/5/1 995 tentang Tata Cara, Pelaksanaan/ Penatausahaan, dan Pemantauan /Hibah Luar Negeri dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Nasional/Ketua Menteri Negara Keuangan dan Bersama Menteri Keputusan Pasal 16 Pasal 16 (1) Direktur Jenderal Anggaran membuka Rekening Khusus (RK) pada Bank Indonesia atau bank pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk selanjutnya mengajukan permintaan penarikan pertama pinjaman (initial deposit), kepada PPHLN untuk kebutuhan pembiayaan proyek selama periode tertentu atau sejumlah yang sudah ditentukan dalam NPPHLN untuk dibukukan ke dalam RK. (2) Pemimpin Proyek/pejabat yang berwenang mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dengan dilampiri dokumen pendukungnya kepada Direktur Jenderal Anggaran. (3) Berdasarkan SPP dimaksud ayat (2), Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan SPM rekening Khusus (SPM-RK) dan disampaikan kepada Bank Indonesia atau bank pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. (4) Atas dasar SPM-RK dimaksud ayat (3), Bank Indonesia atau bank pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan membebani RK untuk dipindahbukukan ke Rekening Rekanan/Rekening Bendaharawan Proyek. Dalam hal proyek dibiayai melalui NPPP, Bank Indonesia atau bank pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan menyampaikan tembusan nota debet RK kepada Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. (5) Direktur Jenderal... Pasal 15 Pasal 15 Penarikan pinjaman/hibah luar negeri dengan cara penggantian pembiayaan pendahuluan untuk dana Penerima Penerusan : (1) Berdasarkan NPPPP dan dokumen anggaran yang berlaku, PPP mengajukan bukti-bukti pengeluaran pembayaran pendahuluan, Rincian Rencana Penggunaan Uang, kepada Direktur Jenderal Anggaran. (2) Atas dasar bukti pengeluaran tersebut pada ayat (1) dan dokumen pendukung sebagaimana disyaratkan oleh masing-masing PPHLN, Direktur Jenderal Anggaran mengajukan APD kepada PPHLN. (3) Berdasarkan APD dimaksudkan dalam ayat (2), PPHLN melakukan penggantian (reimbursement) untuk untung Rekening PPP, serta mengirimkan asli debet advice kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dengan tembusan kepada Bank Indonesia. (4) Atas dasar debet advice sebagaimana yang dimaksud ayat (3), Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan SPM dan disampaikan kepada Bank Indonesia. (5) Bank Indonesia berdasarkan SPM pada ayat (4) membuat Nota Perhitungan dan membukukan: Debet : Rekening BUN Kredit : Rekening BUN Dalam Nota Perhitungan dicantumkan Nomor dan Tanggal SPM. (6) Nota Perhitungan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (5) disampaikan segera kepada Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Lembaga Keuangan, dan Pemimpin Proyek No. Isi
24 No. Isi 37. Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Nasional/Ketua Bappenas Nomor: 185/KMK.03/1995 dan Nomor: KEP.031/KET/5/1 995 tentang Tata Cara, Pelaksanaan/ Penatausahaan, dan Pemantauan /Hibah Luar Negeri dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 16 (4) Atas Dasar... (1) Direktur Jenderal Anggaran mengajukan permintaan pengisian kembali RK (replenishment), kepada PPHLN dilampiri dengan dokumen pendukung sebagaimana yang disyaratkan masing-masing PPHLN. (2) Berdasarkan debet advice atas transfer Initial Deposit dan Replenishment yang diterima dari PPHLN : (a) Bank Indonesia membuat : i. Nota pemindahbukuan uang: Debet : Rekening Bank Koresponden Kredit : Rekening Khusus ii. Berdasarkan Surat Kuasa Pembebanan Menteri Keuangan, Bank Indonesia membukukan Nota Perhitungan PHLN: Debet : Rekening BUN Kredit : Rekening BUN Dalam nota perhitungan dicantumkan nomor dan tanggal APD. Atau (b) BankpemerintahyangditunjukolehmenteriKeuanganmembuat: i. Nota pemindahbukuan uang: Debet : Rekening Bank Koresponden Kredit : Rekening Khusus ii. Nota Perhitungan PHLN yang disampaikan segera kepada Direktur Jenderal Anggaran. (3) Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan Laporan Nota Perhitungan sebagaimana yang imaksud ayat (6), (b), ii kepada Bank Indonesia untuk dibukukan: Debet : Rekening BUN Kredit : Rekening BUN (4) Bank Indonesia menyampaikan Nota Perhitungan dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) kepada Direktur Jenderal Anggaran, Pemimpin Proyek, dan Direkktur Jenderal Lembaga Keuangan dalam hal proyek dibiayai melalui NPPP. (5) Berdasarkan SPM-RK dan Nota Debet sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Anggaran membukukan seluruh realisasi SPM-RK sebagai pengeluaran dan sekaligus penerimaan pinjaman/hibah luar negeri. 118
25 119 Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Nasional/Ketua Bappenas Nomor 459/KMK.03/1999 dan Nomor: KEP.264/KET/09/ 1999 Tentang Perubahan atas Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara 38. Nasional/Ketua Bappenas Nomor: 185/KMK.03/1995 dan Nomor: KEP.031/KET/5/1 995 tentang Tata Cara, Pelaksanaan/ Penatausahaan, dan Pemantauan /Hibah Luar Negeri dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 1 Pasal 1 Mengubah pasal 12 dan pasal 13 Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Nasional/Ketua Bappenas No. 185/KMK.03/1995 dan No. KEP.031/KET/5/1995 tanggal 5 Mei 1995 tentang Tata Cara, Pelaksanaan, Penatausahaan, dan Pemantauan /Hibah Luar Negeri Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara, menjadi sebagai berikut : (1) Ketentuan Pasal 12 : Penarikan pinjaman/hibah luar negeri untuk bagian nilai kontrak yang memerlukan pembukaan L/C : a. Pemimpin Proyek atau Pejabat yang berwenang mengajukan Surat Permintaan Penerbitan Surat Kuasa Pembebanan (SPP- SKP) sebesar bagian nilai Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa (KPBJ) yang memerlukan pembukaan L/C, kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran, dengan melampirkan KPBJ. b. Berdasarkan SPP-SKP, Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat Kuasa Pembebanan (SKP) dan mengirimkan kepada Bank Indonesia dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Pejabat Eselon I yang bersangkutan dan Pemimpin Proyek atau Pejabat yang berwenang. c. Berdasarkan SKP, Pemimpin Proyek atau Pejabat yang berwenang memberitahukan kepada rekanan atau importir sebagai kuasa dari rekanan untuk membuka L/C. Selanjutnya rekanan atau importir sebagai kuasa dari rekanan yang ditunjuk, mengajukan permintaan pembukaan L/C kepada Bank Indonesia dengan melampirkan daftar barang yang akan diimpor (master list) yang dibuat dan atau disetujui Pimpro serta KPBJ. d. Atas dasar SKP dan pemintaan pembukaan L/C dari rekanan atau importir tersebut, Bank Indonesia mengajukan permintaan kepada Pemberi /Hibah Luar Negeri (PPHLN) untuk menerbitkan pernyataan kesediaan melakukan pembayaran (Letter of Commitment). e. Bank Indonesia membuka L/C kepada Bank Koresponden dan tembusan dokumen pembukaan L/C disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran. f. Berdasarkan pembukaan L/C dari Bank Indonesia, Letter of Commitment atau dokumen yang disamakan dari PPHLN, dan dokumen realisasi L/C, Bank Koresponden melakukan penagihan kepada PPHLN untuk dibayarkan kepada rekanan atau pemasok. g. PPHLN melaksanakan pembayaran kepada Bank Koresponden dan mengirimkan debet advice kepada Bank Indonesia. Selanjutnya, Bank Indonesia mengirimkan rekaman debet advice kepada Direktur Jenderal Anggaran, dan dalam hal PHLN diteruskan sebagai pinjaman melalui Naskah Perjanjian Penerusan (NPPP), rekaman debet advice dikirimkan pula kepada Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. h. berdasarkan... No. Isi
26 No. Isi 38. Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Nasional/Ketua Bappenas Nomor 459/KMK.03/1999 dan Nomor: KEP.264/KET/09/ 1999 Tentang Perubahan atas Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Nasional/Ketua Bappenas Nomor: 185/KMK.03/1995 dan Nomor: KEP.031/KET/5/1 995 tentang Tata Cara, Pelaksanaan/ Penatausahaan, dan Pemantauan /Hibah Luar Negeri dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 1 g. PPHLN... a. Berdasarkan dokumen realisasi L/C yang diterima dari Bank Koresponden serta SKP dari Menteri Keuangan, Bank Indonesia membuat Nota Disposisi L/C dan Nota Perhitungan serta membukukan: Debet : Rekening Bendahara Umum Negara (BUN) Kredit : Rekening BUN Dalam Nota Perhitungan dicantumkan nomor dan tanggal L/C serta nomor dan tanggal SKP. b. Nota Perhitungan dan Nota Disposisi L/C, disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Pemimpin Proyek atau Pejabat yang berwenang, dalam hal PHLN diteruskan sebagai pinjaman melalui NPPP disampaikan pula kepada Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. c. Atas dasar Nota Perhitungan, Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat Perintah Membayar Pengesahan (SPMP). (2) Ketentuan Pasal 13 : Penarikan pinjaman/hibah luar negeri untuk bagian nilai kontrak yang ditarik melalui pembayaran langsung : a. Berdasarkan KPBJ, Pemimpin Proyek atau Pejabat yang berwenang menyampaikan Aplikasi Penarikan Dana (APD) kepada PPHLN melalui Direktur Jenderal Anggaran dengan tembusan kepada Bank Indonesia dan melampirkan KPBJ. b. Berdasarkan APD, PPHLN melakukan pembayaran langsung kepada rekening rekanan, serta mengirimkan asli debet advice kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan tembusannya kepada Bank Indonesia, dan dalam hal PHLN diteruskan sebagai pinjaman melalui NPPP, Direktur Jenderal Anggaran mengirimkan rekaman debet advice kepada Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. c. Atas dasar debet advice, Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) sebagai dasar pengeluaran dan penerimaan APBN sebesar nilai ekivalen rupiah kepada Bank Indonesia. d. Bank Indonesia berdasarkan SPM, membuat Nota Perhitungan dan membukukan: Debet : Rekening BUN Kredit : Rekening BUN Dalam Nota Perhitungan dicantumkan nomor dan tanggal SPM. e. Nota Perhitungan, disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran, Pemimpin Proyek atau Pejabat yang berwenang, dan dalam hal PHLN diteruskan sebagai pinjaman melalui NPPP disampaikan pula kepada Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. 120
27 121 kembali. 39. Luar Negeri. Dibiayai dari Kegiatan yang penilaian Usulan serta dan Pengajuan Tata Cara /06/2006 tentang PER.005/M.PPN Nasional No. Kepala Badan Nasional/ Menteri Negara maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar 18. Hibah Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, ekspor, dan pinjaman komersial. 17. Campuran adalah kombinasi antara dua unsur atau lebih yang terdiri dari hibah, pinjaman lunak, fasilitas kredit Pasal 1, nomor 11 sampai dengan 18 dan tanpa adanya penjaminan dari lembaga penjamin kredit ekspor. 16. Komersial adalah pinjaman luar negeri Pemerintah yang diperoleh dengan persyaratan yang berlaku di pasar keuangan atau lembaga non-keuangan di negara pengekspor yang dijamin oleh lembaga penjamin kredit ekspor. 15. Fasilitas Kredit Ekspor, yang selanjutnya disingkat FKE, adalah pinjaman komersial yang diberikan oleh lembaga element) sekurang-kurangnya 35% (tigapuluh lima per seratus). ekonomi atau untuk peningkatan kesejahteraan sosial bagi negara penerima dan memiliki komponen hibah (grant Concessional Loan, yang berasal dari suatu negara atau lembaga multilateral, yang ditujukan untuk pembangunan 14. Lunak adalah pinjaman yang masuk dalam kategori Official Development Assistance (ODA) Loan atau 13. Proyek adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan tertentu. pembiayaan APBN. 12. Program adalah pinjaman luar negeri dalam valuta asing yang dapat dirupiahkan dan digunakan untuk dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari Pemberi Luar Negeri yang harus 11. Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, Pasal 1 No. Isi
28 No. Isi 40. Menteri Negara Nasional/ Kepala Badan Nasional No. PER.005/M.PPN /06/2006 tentang Tata Cara dan Pengajuan Usulan serta penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Luar Negeri. Pasal 2 sampai dengan pasal 4 Pasal 2 Pemerintah dapat menerima Luar Negeri yang bersumber dari : a. Negara asing; b. Lembaga Multilateral; c. Lembaga keuangan dan lembaga non-keuangan asing; dan d. Lembaga keuangan non-asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah negara Republik Indonesia. Pasal 3 (1) Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat berbentuk Program dan/atau Proyek. (2) Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas : a. Lunak; b. Fasilitas Kredit Ekspor; c. Komersial; dan d. Campuran. Pasal 4 (1) Hibah Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat berupa : a. Uang; dan/atau b. Barang; dan/atau c. Jasa. (2) Hibah Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas : a. Bantuan Teknik; b. Bantuan Proyek; c. Kerjasama Teknik; dan d. Kerjasama Keuangan. (3) Hibah Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk: a. menunjang peningkatan fungsi pemerintahan; b. menunjang penyediaan layanan dasar umum; c. menunjang peningkatan kemampuan sumber daya manusia; d. membantu penyiapan rancangan kegiatan pembangunan; e. mendukung pelestarian sumber daya alam, lingkungan hidup, dan budaya; f. mendukung pengembangan riset dan teknologi; g. bantuan kemanusiaan. 122
29 123 (3) Rancangan RKPLN disampaikan kepada Presiden untuk mendapat penetapan. kapasitas penyerapan pinjaman luar negeri. 41. Menteri Negara Nasional/ Kepala Badan Nasional No. PER.005/M.PPN /06/2006 tentang Tata Cara dan Pengajuan Usulan serta penilaian 42. Kegiatan yang Dibiayai dari Luar Negeri. (2) Rancangan RKPLN disusun dengan mengacu pada kerangka ekonomi makro sebagaimana tercantum dalam RPJM dan Pasal 6 dan pasal 7 (1) Rancangan RKPLN disusun oleh Menteri dan Menteri Keuangan. Pasal 7 perekonomian nasional. (3) RKPLN berlaku sesuai dengan periode RPJM dan dapat disempurnakan setiap tahun sesuai dengan perkembangan (2) RKPLN disusun paling lambat 3 (tiga) bulan setelah RPJM ditetapkan. dan prioritas bidang pembangunan yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri. (1) RKPLN memuat kebutuhan dan rencana pemanfaatan pinjaman luar negeri tahunan meliputi rencana pinjaman tahunan Pasal 6 d. RPK-PHLN. c. DRPPHLN; dan b. DRPHLN-JM; Pasal 5 a. RKPLN; (2) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan dokumen: perencanaan kegiatan pembangunan. (1) Dalam rangka perencanaan kegiatan yang dibiayai dari Luar Negeri, Menteri menyusun Pasal 5 No. Isi
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN DAN/ATAU PENERIMAAN HIBAH SERTA PENERUSAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN DAN/ATAU PENERIMAAN HIBAH SERTA PENERUSAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN DAN/ATAU PENERIMAAN HIBAH SERTA PENERUSAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciB A B I - UMUM. 5. Keputusan Presiden RI Nomor 96/M Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI. Menimbang :
SKB MENKEU DENGAN KETUA BAPPENAS NO.185/KMK.03/1995 DNA NO. KEP.031/KET/5/1995 TENTANG TATA CARA Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan, dan Pemantauan Pinjaman/ Hibah Luar Negeri dalam rangka Pelaksanaan
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53 /PMK.010/2006 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53 /PMK.010/2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PINJAMAN DAERAH DARI PEMERINTAH YANG DANANYA BERSUMBER DARI PINJAMAN LUAR NEGERI MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53/PMK.010/2006 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53/PMK.010/2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PINJAMAN DAERAH DARI PEMERINTAH YANG DANANYA BERSUMBER DARI PINJAMAN LUAR NEGERI MENTERI
Lebih terperinciPERENCANAAN, PELAKSANAAN/PENATAUSAHAAN, DAN PEMANTAUAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH KEPADA DAERAH
PERENCANAAN, PELAKSANAAN/PENATAUSAHAAN, DAN PEMANTAUAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH KEPADA DAERAH A. PENGANTAR Pinjaman luar negeri merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan
Lebih terperinciKeputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas No. : 459 / KMK. 03/1999 No. : KEP 264/KET/09/1999 Tentang Perubahan Atas Surat Keputusan Bersama
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 35 /KMK.07/2003 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN/PENATAUSAHAAN, DAN PEMANTAUAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL,
PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR: PER. 005/M.PPN/06/2006 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN DAN PENGAJUAN USULAN SERTA PENILAIAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 52 /PMK. 010 /2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH MENTERI KEUANGAN,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 52 /PMK. 010 /2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 6 Peraturan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 143/PMK.05/2006 TENTANG TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 143/PMK.05/2006 TENTANG TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53 /PMK
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53 /PMK.010/2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PINJAMAN DAERAH DARI PEMERINTAH YANG DANANYA BERSUMBER DARI PINJAMAN LUAR NEGERI MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/KMK.07/2003 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/KMK.07/2003 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN/PENATAUSAHAAN, DAN PEMANTAUAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH KEPADA DAERAH Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 52 /PMK. 010 /2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH MENTERI KEUANGAN,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 52 /PMK. 010 /2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 6 Peraturan
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 207/PMK.05/2008 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 207/PMK.05/2008 TENTANG TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI YANG DITERUSPINJAMKAN KEPADA BADAN USAHA MILIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciUTANG LUAR NEGERI. B. PERMASALAHAN 1. Apakah definisi utang luar negeri? 2. Bagaimanakah pengelolaan atas utang luar negeri?
UTANG LUAR NEGERI A. LATAR BELAKANG Pemberian utang luar negeri diawali pasca Perang Dunia II dimana negara-negara di wilayah utara, bank-bank swasta serta lembaga keuangan internasional memberikan pinjaman
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciDAFTAR ISI 1. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH...
a b DAFTAR ISI 1. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH... 2. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PINJAMAN DARI PEMERINTAH KEPADA LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciMEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH. BAB I KETENTUAN UMUM
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1183, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Hibah. Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188 /PMK.07/2012 TENTANG HIBAH DARI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PINJAMAN DARI PEMERINTAH KEPADA LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinci2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang
No.1000, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. PDN. PLN. Penerusan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 /PMK.05/2016 TENTANG TATA CARA PENERUSAN PINJAMAN
Lebih terperinci1 of 15 21/12/ :53
1 of 15 21/12/2015 13:53 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188/PMK.07/2012 TENTANG HIBAH DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH DAERAH DENGAN
Lebih terperinciPENGAJUAN USULAN KEGIATAN YANG DIBIAYAI DARI PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI
PETUNJUK TEKNIS PENGAJUAN USULAN KEGIATAN YANG DIBIAYAI DARI PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI PETUNJUK UMUM (BUKU I) KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PINJAMAN DARI PEMERINTAH KEPADA LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PINJAMAN DAERAH
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciQANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH ACEH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH ACEH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 171
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH
I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan
Lebih terperincidilaksanakan dalam kerangka hubungan keuangan antara pemerintah daerah.
dilaksanakan dalam kerangka hubungan keuangan antara pemerintah daerah. pemerintah pusat dan Kedua peraturan perundang-undangan di atas secara tegas menjelaskan pelaksanaan kebijakan pinjaman daerah dan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.5,2012 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN 168/PMK.07/2008 TENTANG HIBAH DAERAH MENTERI KEUANGAN,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 168/PMK.07/2008 TENTANG HIBAH DAERAH MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Lebih terperinciPOKOK -POKOK PERATURAN PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI :
POKOK -POKOK PERATURAN PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI : SEBAGAI PANDUAN DALAM PERENCANAAN, PELAKSANAAN DAN PEMANTAUAN PROYEK-PROYEK PHLN Disusun Oleh : DIREKTORAT PENDANAAN LUAR NEGERI BILATERAL BAPPENAS
Lebih terperinciPENERUSAN PINJAMAN DAERAH. Drs. Sidik Budiman M.Soc.Sc Direktorat Pengelolaan Penerusan Pinjaman Ditjen Perbendaharaan
PENERUSAN PINJAMAN DAERAH Drs. Sidik Budiman M.Soc.Sc Direktorat Pengelolaan Penerusan Pinjaman Ditjen Perbendaharaan DASAR HUKUM PENERUSAN PINJAMAN/HIBAH KEPADA DAERAH UU NO. 25 Thn 1999 Tentang Perimbangan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR : 31 TAHUN 2008 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI BURU,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR : 31 TAHUN 2008 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI BURU, Menimbang : a. bahwa Pinjaman Daerah merupakan Alternatif sumber Pembiayaan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO
PETIKAN q. PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 8 TAHUN 2012
LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 8 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 8 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU, Menimbang : a. bahwa Pinjaman
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN JUMLAH KUMULATIF DEFISIT ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA, DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH, SERTA JUMLAH
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151/PMK.05/2011 TENTANG TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151/PMK.05/2011 TENTANG TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 01 /PU/2007 NOMOR PER- 74 /PB/2007 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 91 /PMK.05/2010 TENTANG TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 91 /PMK.05/2010 TENTANG TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN, PENGAJUAN USULAN, PENILAIAN,
Lebih terperinci1 of 10 18/12/ :50
1 of 10 18/12/2015 15:50 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 151/PMK.05/2011 TENTANG TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinci*37998 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 107 TAHUN 2000 (107/2000) TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN PP 107/2000, PINJAMAN DAERAH *37998 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 107 TAHUN 2000 (107/2000) TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 153/PMK.05/2008 TENTANG PENYELESAIAN PIUTANG NEGARA YANG BERSUMBER DARI PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI, REKENING DANA INVESTASI,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.07/2006 TENTANG TATACARA PENERBITAN, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN PUBLIKASI INFORMASI OBLIGASI DAERAH
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.07/2006 TENTANG TATACARA PENERBITAN, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN PUBLIKASI INFORMASI OBLIGASI DAERAH MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999
Lebih terperinciMENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 18/PRT/M/2006 TENTANG
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 18/PRT/M/2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI BIDANG PEKERJAAN UMUM DEPARTEMEN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
Lebih terperinci1 of 6 21/12/ :39
1 of 6 21/12/2015 14:39 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.07/2012 TENTANG TATA CARA PENERBITAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN OBLIGASI DAERAH
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 36 /PB/2006 TENTANG PETUNJUK PENCAIRAN DANA LOAN/CREDIT IBRD/IDA NO. 4790-IND/4078-IND
Lebih terperinciTata Kerja Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan; 7. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 259/KMK.017/1993 tanggal 27 Pebruari 1993
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 346 /KMK.017/2000 TENTANG PENGELOLAAN REKENING DANA INVESTASI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan penerapan sistem pencatatan
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.07/2012 TENTANG TATA CARA PENERBITAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN OBLIGASI DAERAH
1 of 11 1/22/2013 2:37 PM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.07/2012 TENTANG TATA CARA PENERBITAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN OBLIGASI DAERAH
Lebih terperinciBADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR 4
Lebih terperinciHibah Daerah. Hibah Daerah meliputi:
Hibah Daerah Hibah daerah adalah pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari Pemerintah atau pihak lain kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
Lebih terperinci2011, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nom
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.761, 2011 BAPPENAS. Prosedur Kegiatan. Biaya Luar Negeri. Hibah. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penyediaan Air Minum. Prosedur.
No.515, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penyediaan Air Minum. Prosedur. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 229/PMK. 01/2009 TENTANG TATACARA PELAKSANAAN PEMBERIAN
Lebih terperinci2 Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957); 4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 ten
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1054. 2015 KEMENKEU. Lembaga Ekspor Indonesia. Penungasan Khusus. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 134 /PMK. 08/2015 TENTANG PENUGASAN KHUSUS KEPADA
Lebih terperinciPENGUJIAN DOKUMEN PERSYARATAN PEMBAYARAN PINJAMAN LUAR NEGERI
PENGUJIAN DOKUMEN PERSYARATAN PEMBAYARAN PINJAMAN LUAR NEGERI 8 Menyebutkan Pengertian Ketentuan Mengenai Uang Muka PHLN Menjelaskan Batas Pencairan UP PHLN Menjelaskan Ketentuan Mengenai Sisa Dana PHLN
Lebih terperinci2016, No Negara/Pemerintah Daerah beserta perubahannya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dalam perkembangannya perlu dilakukan penyesuaian d
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1088, 2016 KEMENKEU. PPLN. Penarikan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121/PMK.05/2016 TENTANG TATA CARA PENARIKAN PENERUSAN
Lebih terperinciPINJAMAN OLEH PEMERINTAH DAERAH. Ilustrasi: https://www.cermati.com
PINJAMAN OLEH PEMERINTAH DAERAH Ilustrasi: https://www.cermati.com I. Pendahuluan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mempunyai peran penting bagi Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan tugas
Lebih terperinciPENGELOLAAN UANG PERSEDIAAN SUMBER DANA PINJAMAN LUAR NEGERI
PENGELOLAAN UANG PERSEDIAAN SUMBER DANA PINJAMAN LUAR NEGERI P engelolaan Uang Persediaan yang bersumber dari dana Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN), dapat diartikan sebagai jumlah UP yang dapat ditarik
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 129/PMK.07/2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN SANKSI PEMOTONGAN DANA ALOKASI UMUM DAN/ ATAU DANA BAGI HASIL DALAM KAITANNYA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL,
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN, PENGAJUAN USULAN, PENILAIAN, PEMANTAUAN,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1376, 2016 KEMENKEU. pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri. Dana. Penyediaan dan Pengembalian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135/PMK.05/2016 TENTANG
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.852, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. APBD. Batas Maksimal. Defisit. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137/PMK.07/ 2012 TENTANG BATAS MAKSIMAL DEFISIT ANGGARAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SAW AHLUNTO
LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO PERATURAN DAERAH KOTA SAW AHLUNTO NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PINJAM AN PEMERINT AH KOT A SAW AHLUNTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAWAHLUNTO, Menimbang
Lebih terperinciLampiran 1 Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.46/Menhut-II/2011 Tanggal : 24 Mei 2011 B A B I
Lampiran 1 Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.46/Menhut-II/2011 Tanggal : 24 Mei 2011 B A B I P E N D A H U L U A N 1. 1. L a t a r B e l a k a n g a. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciBAB VII BAB VII PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PELAKSANAAN PROYEK PEMERINTAH YANG DIBIAYAI DENGAN HIBAH ATAU DANA PINJAMAN LUAR NEGERI
BAB VII BAB VII PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PELAKSANAAN PROYEK PEMERINTAH YANG DIBIAYAI DENGAN HIBAH ATAU DANA PINJAMAN LUAR NEGERI BAB VII PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PELAKSANAAN PROYEK PEMERINTAH YANG DIBIAYAI
Lebih terperinci2016, No Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan Dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri (Lembaran Negara
No.753, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pinjaman. Dalam Negeri. Penarikan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/PMK.05/2016 TENTANG TATA CARA PENARIKAN
Lebih terperinciSALINAN NOMOR 151/PMK.05/2011 TENTANG TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 151/PMK.05/2011 TENTANG TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 32 /PB/2006 TENTANG PETUNJUK PENCAIRAN DANA HIBAH NO. TF-056263 IDF GRANT
Lebih terperinciPengantar Obligasi Daerah
Pengantar Obligasi Daerah Dr. Ir. Perdana Wahyu Santosa, MM Email:perdana.ws@gmail.com PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI-TAHAP 3/LANJUTAN BAGI KARYAWAN BPKD PEMPROV DKI JAKARTA KERJASAMA LP3A FE UNPAD DAN PEMPROV
Lebih terperinciBERITA NEGARA. LIPI. Hibah Luar Negeri. Pinjaman. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA REPUBLIK INDONESIA
No. 1196, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LIPI. Hibah Luar Negeri. Pinjaman. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 14/PB/2006 TENTANG PETUNJUK PENCAIRAN DANA HIBAH NOMOR TF-053814 JAPAN SOCIAL
Lebih terperinci2017, No Pinjaman atas Beban Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga; d. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.05/2011 tentang Pem
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1619, 2017 KEMENKEU. Pembayaran Jasa Bank Penatausaha. Penerusan Pinjaman PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.05/2017 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN
Lebih terperinci1 of 5 18/12/ :41
1 of 5 18/12/2015 14:41 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.07/2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN TUNGGAKAN PINJAMAN PEMERINTAH DAERAH KEPADA PEMERINTAH
Lebih terperinciMENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN
MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176 /PMK. 05/20 16 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN PIUTANG NEGARA YANG BERSUMBER DARI PENERUSAN PINJAMAN LUAR
Lebih terperinciQANUN PROPINSI NAGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG BANTUAN LUAR NEGERI DAN PINJAMAN PROVINSI
QANUN PROPINSI NAGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG BANTUAN LUAR NEGERI DAN PINJAMAN PROVINSI BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 126 /PMK.07/2010 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 126 /PMK.07/2010 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinci2015, No Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diatur dalam suatu Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimak
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1485, 2015 KEMENKEU. Jaminan Pemerintah. Infrastruktur. Pinjaman Langsung. Lembaga Keuangan Internasional. BUMN. Pelaksanaan. Pemberian. Tata Cara. PERATURAN MENTERI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPEDOMAN RETENSI ARSIP KEUANGAN LEMBAGA NEGARA
LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP KEUANGAN PEDOMAN RETENSI ARSIP KEUANGAN LEMBAGA NEGARA A RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDOENSIA,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.05/2010 TENTANG TATA CARA PENCAIRAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA ATAS BEBAN BAGIAN ANGGARAN BENDAHARA UMUM NEGARA PADA KANTOR PELAYANAN
Lebih terperinci