PERBANDINGAN KARAKTERISTIK SKD 11 MOD TERHADAP SKD 11. Rianti Dewi Sulamet Ariobimo

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN KARAKTERISTIK SKD 11 MOD TERHADAP SKD 11. Rianti Dewi Sulamet Ariobimo"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN KARAKTERISTIK SKD 11 MOD TERHADAP SKD 11 Rianti Dewi Sulamet Ariobimo Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, FTI - Trisakti riantiariobimo@yahoo.com ABSTRACT : As mentioned in the previous paper, SKD-11 Mod. is made to upgrade SKD-11 properties especially in heat treatment process by modify its chemical composition. This research is conducted to see the improvement that SKD-11 Mod. gain compare to its origin metal, which is SKD-11. Keywords : chemical composition, properties improvement, SKD-11 Mod, SKD-11 PENDAHULUAN Komposisi kimia suatu logam akan membentuk struktur mikro dan sifat-sifat dari logam tersebut. Komposisi kimia dapat juga dikatakan sebagai DNA suatu logam karena dengan ada perubahan komposisi kimia logam tersebut maka secara otomatis akan berubah pula struktur mikronya dan ini akan berarti sifat-sifatnya juga berubah1 Baja SKD-11 Mod atau SKD-11 modifikasi ini adalah baja yang dihasilkan dengan melakukan modifikasi pada komposisi kimia dari baja SKD-112). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah melihat perbaikan-perbaikan yang dicapai oleh SKD-11 Mod. bila dibandingkan dengan baja asalnya, yaitu SKD-11. Penelitian ini juga akan melihat kecenderungan kurva hasil nilai keras yang berbanding dengan suhu tempering dari baja SKD-11 Mod. dan SKD-11, baik secara teoritis maupun berdasarkan hasil penelitian pada daerah suhu temper tertentu. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan baja SKD-11 Mod dan SKD-11 dengan kondisi suhu austenisasi 1030 C, media pendingin yang digunakan adalah udara. Proses pengerasan dilakukan dengan sistem konvensional dan variasi suhu temper 300 C, 400 C, dan 500 C. TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Paduan Terhadap Sifat Baja Karbon Karbon di dalam baja adalah unsur utama dan pembentuk sementit, selain juga sebagai pembentuk karbida-karbida lain. Selain itu Karbon juga sangat berperan di dalam proses pembentukan struktur mikro yang lainnya35'. Karbon memberikan pengaruh utama di dalam pembentukan sifat-sifat. Sejalan dengan meningkatnya kadar karbon di dalam baja, sampai dengan ~0,85%C6) ((0,80 to 0,9)%C)4), maka kekerasan dan kekuatan tarik juga akan meningkat tetapi ketangguhan, kekenyalan dan mampu las akan turun.3) Selain itu mampu keras akan naik dengan sejalan naiknya kadar karbon sampai 0,65% dan ketahanan aus juga akan meningkat sejalan dengan naiknya kadar karbon sampai 1,5%, tetapi kenaikan mampu keras dan ketahanan aus ini diikuti juga dengan bertambahnya kegetasan dan menurunnya ketangguhan5). Karbon juga merupakan unsur primer yang bertanggungjawab langsung terhadap respon baja terhadap proses perlakuan panas6', terutama pada proses pengerasan. Perbandingan karakteristik SKD 11 Mod terhadap SKD 11 (R.D. Sulamet-Ariobimo) 53

2 Silikon Silikon selain meningkatkan kekuatan ferit, juga adalah deoksidator4"6) kuat. Dengan bergabung dengan unsur-unsur lain, silikon akan ikut memberikan efek peningkatan ketangguhan dan homogenisasi nilai keras di dalam baja sehingga menyebabkan terjadinya peningkatkan mampu keras4,5). Silikon juga meningkatkan mampu cor dan ketahanan terhadap oksidasi pada suhu tinggi3), tetapi memberikan efek negatif pada kualitas permukaan6). Silikon ditambahkan secara khusus untuk memperoleh sifat-sifat tertentu/khusus, terutama sekali yang berhubungan dengan sifat elektrik4). Mangan Mangan adalah unsur terpenting kedua setelah karbon4). Walaupun tidak sekuat carbon, tetapi bertambahnya kadar mangan di dalam bajajuga akan meningkatkan kekerasan, kekuatan tarik, dan menurunkan kekenyalan. Unsur ini secara significan akan menaikan mampu keras. Mangan memberikan efek positif terhadap kualitas permukaan dari baja dan juga meningkatkan respon baja terhadap perlakuan panas4,6). Unsur ini juga membuat baja stabil pada saat proses pendinginan, dan karena bajabaja yang mengandung mangan biasanya di dinginkan dengan media udara maka kemungkinannya untuk retak menjadi minimal5). Mangan adalah deoksidator yang biasanya ada di dalam baja dengan kadar (0,5-2,0)%, juga menyetabilkan fasa austenit dan pembentuk karbida stabil3) serta sedikit menaikan kekuatan ferit. Phospor Phospor ada di dalam baja dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan luluh dan mengurangi kekenyalan pada suhu rendah, selain juga untuk meningkatkan ketahanan korosi atmosfir dan mampu permesinan4). Kadar phospor pada baja umum kecil6). Sulfur Sulfur di dalam baja akan memperbaiki mampu permesinan dengan kadar (0,06-0,30)%4). Tetapi karena memberi efek yang negatif terhadap kemampuan pengerjaan panas, menurunkan kekenyalan dan mampu las, dan cenderung untuk membentuk inklusi6), maka biasanya kadarnya dibatasi pada kondisi minimal6). Cuprum - Copper - tembaga Tembaga dengan kadar (0,15-0,25)%4) akan meningkatkan kekuatan tarik dan kekuatan luluh serta akan sedikit menurunkan kekenyalan. Sedangkan dengan kadar (0,20-0,50)%5) akan meningkatkan ketahanan terhadap korosi atmosfir. Tetapi tembaga menimbulkan efek negatif pada kemampuan pengerjaan panas, mampu las, dan kualitas permukaan5 6). Nikel Nikel secara umum ada di dalam baja dengan kadar (1,0-4,0)%4), walaupun untuk tujuan tertentu dapat ditambahkan sampai maksimal 36%4). Nikel akan meningkatkan kekuatan tarik, ketangguhan, dan ketahanan pukul/impact., Nikel juga dapat meningkatkan mampu keras dari baja walaupun tidak seefektif unsur-unsur lainnya. Selama proses pengerasan6*, nikel akan mengurangi terjadinya distorsi dan terbentuknya retakan. Di dalam struktur mikro, nikel akan menyetabilkan fasa austenit, menguatkan ferit }, dan pendorong kuat terbentuknya struktur grafit. Selain itu adanya nikel akan memperhalus ukuran butir yang terjadi.3) Nikel tidak akan membentuk struktur karbida** tetapi akan selalu ada di dalam ferit sebagai larutan padat3). Chrom Chrom mempunyai kecenderungan meningkatkan mampu keras4), ketangguhan, ketahanan aus, ketahanan terhadap timbulnya noda/stained, dan juga ketahanan terhadap korosi. Bersama-sama dengan nikel5), chrom akan meningkatkan kemampuan oksidasi dan ketahanan terhadap korosi6). Di dalam proses perlakuan panas, kehadiran chrom akan meningkatkan temperatur kritis, dan bila dalam kadar 5,0% bersama-sama dengan mangaan akan mengurangi kecepatan 54 MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2007, 53-67

3 pendinginan di dalam proses pengerasan hingga kecepatan pendinginannya sama dengan kecepatan pendinginan udara. Chrom selain membentuk karbida stabil6* di dalam struktur mikro sehingga selama proses perlakuan panas memerlukan waktu pemanasan yang lebih lama, juga memberikan efek membesarkan butiran kristal yang terbentuk3). Molibdenum Molibdenum adalah salah satu unsur yang berpengaruh pada proses secondary hardening selain itu molibdenum juga akan membantu mengurangi pelunakan yang biasa terjadi pada suhu tinggi, dan mengurangi kecepatan pendinginan kritis5*.selain itu molibdenum juga punya kecenderungan untuk memperlambat respon baja terhadap efek pemudaan3). Penyetabil karbida3) dan akan meningkatkan mampu keras dan ketangguhan4*. Biasanya molybdenum digunakan ( )%. Vanadium Vanadium adalah unsur yang berfungsi menjaga pertumbuhan butir selama proses perlakuan panas, selain juga sebagai unsur yang berfungsi untuk memperbaiki ukuran butir5*. Cenderung memperkuat pembentukan karbida, stabilisator martensit, dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan ketahanan melunak setelah proses hardening, iasanya ditambahkan dalam kadar ( ) %4* dan juga akan meningkatkan kekuatan tarik dan yield dengan proses presipitasi6*, ketangguhan, mampu keras, terhadap sentakan4*. dan ketahanan Komposisi Kimia SKD-11 Komposisi kimia baja SKD-11 ini sebagaimana tercantum di dalam JIS lembar G 4404 ditunjukan pada Tabel 1. Sedangkan komposisi kimia baja SKD-11 pada Tabel 2. Struktur Mikro SKD-11 dan SKD-11 Mod Gambar 1 : StrukturMikro Awal SKD-118) Pembesaran 400X putih = ferit; pulau-pulau hitam= karbida Struktur mikro baja SKD-11 atau DC-11, sebagaimana terlihat pada Gambar 1, terdiri atas ferit dan karbida. Karbida yang ada adalah karbida krom. Sedangkan struktur mikro baja SKD-11 Mod dapat dilihat pada Gambar 2. Pada Gambar 2, terlihat juga terdiri atas ferit dan karbida chrom. Jika kita bandingkan struktur mikro SKD-11 dengan SKD-11 Mod, terlihat bahwa jenis struktur mikronya sama, yaitu : ferit dan Tabel 1 : Komposisi Kimia SKD-11 menurut JIS7* %c %Si %Mn %P %S %Cr %Mo %W %V 1.40 to to 0.80 to 1.60 maks. maks. maks. maks Tabel 2 : Komposisi Kimia SKD-11 menurut Pembuat8* %C %Si %Mn %P %S %Cu <0.4 <0.6 <0.03 <0.03 <0.25 to 0.50 %Ni %Cr %Mo %W % V < Perbandingan karakteristik SKD 11 Mod terhadap SKD 11 (R.D. Sulamet-Ariobimo) 55

4 karbida, yang terlihat berbeda adalah bentuk karbidanya. Karbida pada SKD-11 Mod terlihat lebih halus dan tersebar lebih merata. Gambar 2 : Struktur Mikro Awal SKD-11 Mod.2'9)Pembesaran400X putih = ferit; pulau-pulau hitam= karbida 3. Karbida yang terbentuk pada SKD-11 Mod., Gambar 2, lebih halus dibandingkan dengan karbida yang terbentuk pada SKD-11, Gambar I. Selain kelebihan atas sifat dasarnya jika dibandingkan dengan SKD-11 maka SKD-11 Mod. masih mempunyai 5 (lima) kelebihan di dalam penggunaannya jika dibandingkan dengan baja asalnya2', yaitu : 1. Sifat mampu permesinan dan sifat mampu untuk digerinda SKD-11 Mod. lebih baik. 2. Sifat mampu las-nya lebih baik 3. Sifat mampu keras SKD-11 Mod. lebih tinggi 4. Tegangan sisa yang terjadi setelah proses EDM, pada SKD-11 Mod. lebih kecil. 5. Nilai keras permukaan yang dapat dicapai SKD-11 Mod lebih tinggi. far*? 'a.?v-'; r c SO Terlihat bahwa untuk kondisi awal, baja SKD-11 Mod. ini tidak berbeda jauh dengan baja SKD-11, yaitu pada kondisi struktur karbida yang lebih halus dan merata dengan kekerasan awalnya HB 255 maks.. Tetapi setelah mengalami proses perlakuan panas, perubahan-perubahan sifat yang terjadi cukup besar. Gambar 3 : Struktur Mikro SKD-11 Setelah Pelunakan11* bulat-bulat = karbida dan putih = ferit Karateristik SKD-11 dan SKD-11 Mod Karena memang pada dasarnya SKD-11 Mod. dibuat sebagai penyempurnaan dari SKD-11, maka ada 3 (tiga) kelebihan dari sifat dasarnya2'. yaitu : 1. Nilai keras yang dicapai oleh SKD-11 Mod. setelah perlakuan panas ternyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai keras yang dapat dicapai oleh SKD Ketangguhan SKD-11 Mod. 2 (dua) kali ketangguhan SKD-11. Bahkan di dalam kelompoknya, yaitu kelompok baja perkakas untuk proses pengerjaan dingin, diklaim sebagai yang paling tangguh. Perlakuan Panas Baja Perkakas untuk Pengerjaan Dingin1 " * Kelompok baja perkakas untuk pengerjaan dingin, cold worked tool steel, kecuali untuk tipe A-10, tidak direkomendasikan untuk mengalami proses penormalan, normalizing. Baja-baja tipe ini biasanya disiapkan dalam kondisi sudah dilunakkan, annealed. Proses pelunakan juga disarankan untuk baja-baja tipe ini yang telah mengalami proses penempaan, proses pengerasan, proses pengelasan. dan yang akan mengalami proses pengerasan ulang. Di dalam proses pengerasannya, kelompok baja ini harus mengalami proses pemanasan awal untuk mengurangi distorsi sebelum mengalami proses austenisasi. Proses austenisasi baja-baja dari kelompok ini dapat dilakukan baik dengan menggunakan berbagai jenis dapur maupun dengan menggunakan telaga garam, bahkan untuk jenis-jenis tertentu 56 MESIN. Vol. 9, No. 1, Januari 2007, 53-67

5 dapat juga menggunakan telaga timah. Proses pendinginan untuk memperoleh nilai keras maksimum biasanya dengan menggunakan udara tenang, kecuali untuk jenis D-3. Tetapi dengan melihat pada ukuran, mampu keras, dan kerumitan bentuk yang dimiliki oleh setiap benda kerja, maka proses pendinginan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. udara tenang 2. udara berputar 3. udara bertekanan 4. oli sampai menjadi hitam 5. oli dengan cara konvensional. Setelah mengalami proses pengerasan, biasanya dilanjutkan dengan proses pemudaan. Untuk kelompok baja ini biasanya pemudaan dilakukan sampai 2 (dua) atau 3 (tiga) kali karena adanya kecenderungan bertahannya austenit sisa di dalam karbidanya. Selain pemudaan berulang, perlakuan sub-zero juga direkomendasikan untuk mengatasi masalah tersebut, walaupun efek/kerusakan yang timbul dari perlakuan tersebut masih menjadi pembahasan. melihat pada kecenderungan kurva diagram ini, maka suhu austenisasi yang direkomendasikan untuk baja SKD-11 adalah ( ) C, dengan nilai keras setelah proses yang diperoleh adalah minumum HRc. 61. Sedangkan untuk SKD-11 Mod., kurva nilai keras bergerak naik dari suhu austenisasi 980 C dengan HRc ± 63 sampai suhu austenisasi 1030 C dengan HRc ± 65, lalu bergerak turun sampai akhirnya nilai kerasnya lebih rendah dari nilai keras semula, yaitu HRc ± 57 pada suhu austenisasi 1100 C. Untuk SKD-11 Mod., suhu austenisasi yang direkomendasikan adalah ( dengan nilai kerasnya minimal HRc ) C Folding time: 1 hr SKD u "V>. / / y SKD 11 Moi Austenitizing Temp ( C) Gambar 5. Grafik suhu austenisasi vs nilai keras2'910' bulat hitam = SKD-11 Mod. bulat putih = SKD-11 Gambar 4 : Struktur mikro SKD-11 setelah pengerasan14*, Pembesaran 400X bulat-bulat = karbida dan putih = ferit Perlakuan Panas SKD-11 dan SKD-11 Mod Pada Gambar 5 terlihat bahwa nilai keras SKD-11 bergerak naik mulai suhu austenisasi 980 C sampai suhu austenisasi 1040 C, yaitu dari HRc ± 62 menjadi HRc ± 65. Setelah itu kurva terlihat bergerak turun hingga nilai keras yang dimiliki menjadi lebih kecil dari pada nilai keras sebelum dikeraskan, yaitu HRc ± 58 pada suhu austenisasi 1100 C. Dengan Dengan merujuk pada Gambar 5, terlihat baja SKD-11 mempunyai kurva suhu austenisasi vs nilai keras yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan baja modifikasinya. Nilai keras yang sama dicapai pada suhu austenisasi ± 1030 C, yaitu HRc. ± 65. Adanya penambahan unsur-unsur di dalam komposisi kimia baja SKD-11 Mod., menyebabkan diagram CCT yang dimilikinya bergeser dan melebar jika dibandingkan dengan diagram CCT baja asalnya, yaitu SKD- 11, sebagaimana terlihat pada Gambar 6. Ms yang dimiliki SKD-11 Mod., yaitu Ms = ± 150 C, Lebih rendah jika dibandingkan dengan Ms dari SKD-11, Ms = ± 190 C. Awal pembentukan martensitnya terjadi lebih dulu, yaitu untuk SKD-11 Mod. akan mulai Perbandingan karakteristik SKD 11 Mod terhadap SKD 11 (R.D. Sulamet-Ariobimo) 57

6 Gambar 6: Diagram CCT9-l0) garis sambung= SKD-11 Mod., garis putus-putus = SKD-l I Annealing Quenching (A - D) correspond to the curves B D SKD Mod 11 dota'x m&w SKD 11 r v TVJl'1 H^i^ terbentuk pada menit ke 1.3 sedangkan untuk SKD-11 baru akan mulai terbentuk pada menit ke 5. Interval waktu pembentukkan martensit untuk SKD-11 Mod. lebih lama, yaitu martensit masih terbentuk di menit ke 300. sedangkan untuk SKD-11 pembentukan martensit hanya sampai menit ke 50. Dengan melihat pada Gambar 6, pada kondisi apapun, baik itu awal maupun setelah mengalami proses pengerasan, struktur mikro baja SKD-11 Mod. tetap terlihat lebih halus dan homogen. Kurva suhu pemudaan vs nilai keras yang dimiliki baik oleh SKD-11 Mod. maupun SKD-11 berbentuk gelombang, Gambar 7. Dengan turunnya kurva sampai titik minimum lalu berbalik bergerak naik, dan setelah titik maksimumnya tercapai maka kurva kembali 58 MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2007, 53-67

7 - bergerak turun. Yang membedakan kedua kurva tersebut adalah derajat kecuraman masing-masing kurva, Gambar 7, kurva SKD- 11 lebih curam jika dibandingkan dengan kurva SKD-11 Mod.. Selain derajat kecuraman kurva, titik balik minimum dan maksimum nilai keras masing-masing kurva juga berbeda, yaitu: untuk titik balik minimum kurva SKD- 11 Mod. adalah pada suhu pemudaan 300 C, sedangkan kurva SKD-11 baru mulai naik setelah suhu pemudaannya 400 C, untuk titik balik maksimum, titik balik maksimum kurva SKD-11 Mod, adalah pada suhu pemudaan ± 510 C sedangkan untuk SKD-11 adalah pada suhu pemudaan ± 500 C * % quenched f** ^ nfci ^ > > "»^- _>'''.-!! V! Tempering temp ( C x 1 hr x 2 times) Gambar 7 : Diagram suhu pemudaan vs nilai keras2-9-"* SKD-11 Mod.: garis tebal SKD-11 : garis putus-putus Banyaknya proses pemudaan yang dialami oleh SKD-11 Mod. ternyata mempunyai efek yang berbeda jika dibandingkan dengan SKD-11, Gambar 8, proses pemudaan yang kedua bagi SKD-11 Mod. menyebabkan terjadinya kenaikan nilai keras bukan penurunan. Pada Gambar 9 terlihat bahwa untuk nilai keras yang sama, ketangguhan SKD-11 Mod. lebih tinggi jika dibandingkan dengan SKD-11. Selain itu rentang ketangguhan SKD-11 Mod. lebih panjang jika dibandingkan SKD-11, yaitu untuk SKD-11 Mod. HRc ±(56-62) sedangkan SKD-11 HRc ± (56-59). Tetapi kurva SKD-11 Mod. lebih curam jika dibandingkan dengan SKD-11. i * 56 g Si quenched :L^t*. < ^N Austenitizing "1,030 C x 1 I I. nr ;i ) V 1 >V * N < ) Tempering temp ( C x 1 hr) Gambar 8 : Diagram suhu pemudaan vs nilai keras9j0) SKD-11 Mod.O = pemudaan lx,0 = pemudaan 2x SKD-11 : A =pemudaan Ix, A= pemudaan 2x S 1 a s! OS.1 I 8 Austeilitizing C < N k ^ Hardness (HRc) Gambar 9 : Diagram nilai neras vs ketangguhan2,9* SKD-11 Mod.: garis hitam SKD-11 : garis putus-putus i Perbandingan karakteristik SKD 11 Mod terhadap SKD 11 (R.D. Sulamet-Ariobimo) 59

8 METODOLOGI Alur Penelitian Penelitian dilakukan mengikuti alur seperti ditunjukan pada Gambar 10. Benda Uji Semua benda uji yang digunakan, baik untuk SKD-11 Mod. maupun SKD-11, masing-masing diambil dari sebuah batang yang kemudian dipotong-potong menjadi benda uji sebanyak masing-masing 25 (dua puluh lima) buah. Tahapan Proses Pada penelitian ini diambil proses pengerasan dengan metode konvesional dan proses pemudaan 1 (satu) tahap baik untuk SKD-11 Mod. maupun SKD-11. SKD 11 SKD 11 Pengujian Awal DATA AWAL 1 Komposisi Kimia 1 Struktur Mikro Preheating 1 T = 650 C, t = 30 menit Nilai Keras DATA AWAL 2 Preheating 2 T = 850 C, t = 30 menit Austenisasi T= 1030 C,t = 60 menit Quenching Udara Tersirkulasi Pengujian Struktur Mikro Nilai Keras DATA Tempering, T = 30 menit 2x DATA Tt, = 300 C Tt2 = 400 C Tt3 = 500 C Pengujian Struktur Mikro HRC DATA Pembahasan Kesimpulan Saran Gambar 10. Alur penelitian 60 MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2007, 53-67

9 60 Pada diagram alir terlihat bahwa tahapan prosesnya terbagi atas 3 tahap, yaitu: tahap persiapan benda kerja, tahap proses, dan tahap pengujian. Pada tahap persiapan benda kerja dilakukan proses pemotongan dan proses pembersihan dengan amplas. Setelah itu lalu dilakukan pengujian untuk memperoleh kondisi awalnya. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian komposisi kimia, pengamatan struktur mikro, dan pengujian kekerasan. Setelah itu semua benda kerja baru akan memasuki tahap prosesnya masing-masing, yang kalau dikelompokan secara garis besar meliputi: pemanasan awal, dilanjutkan dengan pemanasan sampai suhu austenisasi, penahanan pada suhu austenisasi, dan pendinginan di dalam media udara. Setelah proses pendinginan selesai, sebagian benda kerja dikeluarkan untuk dilakukan pengujian, sedangkan sisanya kembali dipanaskan untuk proses tempering dengan tahapan pemanasan sampai suhu pemudaannya masing-masing, ditahan pada suhu tersebut, dan kemudian didinginkan pada atmosfir ruangan. Pada tahap pengujian, semua benda kerja baik yang sudah mengalami proses tersebut akan mengalami pengamatan struktur mikro dan pengujian kekerasan. Data Proses yang Dilakukan Data-data selama proses pemanasan awal 1 sampai dengan proses pemudaan ditunjukkan pada Tabel 3, sedang untuk penamaan sampel pada Tabel 4. HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Hasil pengujian komposisi kimia dapat dilihat pada Tabel 5. dan hasil pengamatan struktur mikro pada Gambar 11 sampai Gambar 20. Tabel 3. Data proses PROSES PEMANASAN PEMANASAN AUSTENI PENDINGIN AWAL1 AWAL 2 SASI AN TEMPERATUR 650 C 850 C 1030 C Suhu Ruang PEMUDAAN 300 C 400 C 500 C WAKTU 30 menit 30 menit 60 menit - KETERANGAN media yang digunakan adalah udara menit proses pemudaan dilakukan sebanyak 2 kali Tabel 4. Penamaan sampel KONDISI VARIAN NAMA SAMPEL Awal - Pengerasan - A H 300 C T-l Pemudaan 400 C T C T-3 Perbandingan karakteristik SKD 11 Mod terhadap SKD 11 (R.D. Sulamet-Ariobimo) 61

10 0,09 UNSUR Tabel 5. Hasil uji komposisi kimia. JIS STANDAR KOMPOSISI KIMIA (%) SKD-11 PEMBUAT PENGUJIAN SKD-11 Mod. PENGUJIAN carbon 1, ,40-1,60 1,417 0,945 silikon 0,40 maks. <0,40 0,31 0,914 mangan 0,60 maks. < 0,60 0,46 0,324 phosphor 0,030 maks. < 0,030 0,025 0,022 sulfur 0,030 maks. < 0,030 0,001 0,004 cuprum ns <0,25 0,032 nickel ns <0,50 0, chrom ,00 11,00-13,00 1 1, molybdenum 0,80-1,20 0,80-1,20 0, vanadium 0,20-0,50 0,20-0,50 0,22 0,169 wolfram ns (-) 0,084 (-) Keterangan : ns (not spesified) = tidak diberikan batasan Gambar 11. Struktur mikro awal SKD-11 Pembesaran 500X Keterangan: putih- ferit, hitam- karbida 9) Gambar 13. Struktur mikro SKD-11 setelah proses pengerasan. Pembesaran 500X Keterangan : garis-garis hitam = martensit putih = austenit sisa,6l7) Gambar 12. Struktur mikro awal SKD-1 Mod. Pembesaran 500X Keterangan: putih - ferit, hitam - karbida 9) Gambar 14. Struktur mikro SKD-11 setelah proses pengerasan. Pembesaran 500X Keterangan : garis-garis hitam = martensit putih = austenit sisal6j7) 62 MESIN, Vol. 9, No. I, Januari 2007, 53-67

11 Gambar 15. Struktur mikro SKD-11 setelah proses pemudaan 300 C - Pembesaran 500X Ket. : hitam - martensit temper, putih - karbida 9) Gambar 18. Struktur mikro SKD-11 Mod. setelah proses pemudaan 400 C - Pembesaran 500X Ket. : hitam - martensit temper, putih - karbida 9> Gambar 16. Struktur mikro SKD-11 Mod. setelah proses pemudaan 300 C - Pembesaran 500X Ket. : hitam - martensit temper, putih - karbida 9) Gambar 19. Struktur mikro SKD-11 setelah proses pemudaan 500 C -Pembesaran 500X Ket. : hitam - martensit temper, putih - karbida 9) Gambar 17. Struktur mikro SKD-11 setelah proses pemudaan 400 C - Pembesaran 500X Ket. : hitam - martensit temper, putih - karbida9> Gambar 20. Struktur mikro SKD-11 Mod. setelah proses pemudaan 500 C - Pembesaran 500X Ket. : hitam - martensit temper, putih - karbida ' Perbandingan karakteristik SKD 11 Mod terhadap SKD 11 (R.D. Sulamet-Ariobimo) 63

12 Pembahasan Hasil pengujian komposisi kimia terlihat perbedaan antara standar JIS dengan standar pabrik pada unsur cuprum (Cu) dan nikel (Ni). Pada JIS, untuk kedua unsur tersebut tidak diberikan batasan secara spesifik, tetapi berdasarkan standar pembuat/pabrik, diberikan di dalam batas maksimum (lihat Tabel 2). Kalau hasil pengujian dibandingkan dengan kedua standar yang ada, hasil dari pengujian masuk ke dalam kedua standar tersebut, sehingga secara komposisi kimia dapat dikatakan bahwa baja yang digunakan adalah benar SKD-11. Di luar unsur-unsur yang distandarkan, hasil pengujian juga menunjukkan adanya unsur-unsur lain tetapi dalam jumlah yang sangat kecil. Data SKD-11 bila dibandingkan dengan data pengujian yang diambil dari baja yang dikatakan sebagai SKD-11 Mod., terlihat adanya beberapa perbedaan unsur, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 7. Dari Tabel 7, dapat dilihat bahwa kadar carbon SKD-11 Mod. lebih rendah jika dibandingkan dengan SKD-11, pengurangan kadar carbon ini berkaitan dengan pengaruh unsur carbon yang mengurangi ketangguhan dari baja. Kadar silikon di dalam SKD-11 Mod. lebih tinggi dari SKD-11, hal ini berkaitan dengan kemampuan silikon di dalam meningkatkan ketangguhan dan pemerataan distribusi nilai keras yang akan kemudian KODE BENDA UJI A Tabel 6. Hasil uji keras Rockwell(HRc) SKD-11 SKD-11 Mod. STANDAR PENGUJIAN STANfcM fl^ujlan^ (255) maks. 25,4-maks.,5) 12,70 (255) maks. 25,4-maks.,5) 24,62 H min ,80 min 62 62,80 T-l 58,5 57,40 59,50 58,76 T-2 58,0 59,10 60,00 59,70 T-3 59,9 59,30 61,50 60,72 Keterangan () nilai keras dalam HB, nilai keras Brinell UNS10R Tabel 7. Perbandingan komposisi kimia SKD-11 dengan SKD-11 Mod. JIS STAINT>AR KOMPOSISI KIMIA (%) SKD-11 PEMBUAT PENGUJI AN SKD-11 Mod. PENGUJIAN KETERANGAN carbon 1,40-1,60 1,40-1,60 1,417 0,945 < 32,50% silikon 0,40 maks. <0,40 0,31 0,914 > 128,50% chrom 11,00-13,00 11,00-13,00 11,62 8,237 < 25,12% molybdenum 0,80-1,20 0,80-1,20 0,83 1,907 > 138,38% vanadium 0,20-0,50 0,20-0,50 0,22 0,169 ok nickel ns <0,50 0,16 0,422 tetap masuk di dalam batas, tetapi jika dibandingkan > 163,88% 64 MESIN, Vol. 9, No. 1,Januari 2007, 53-67

13 mempengaruhi mampu keras dari baja. Sedangkan kadar chrom di dalam SKD-11 Mod. lebih rendah dari SKD-11 karena selain chrom meningkatkan temperatur kritis, memperlambat kecepatan pendinginan, dan juga stabilisator karbida, tetapi di sisi lain, chrom juga memperbesar butir. Sedangkan butiran yang diinginkan di dalam SKD-11 Mod., terutama untuk karbidanya, adalah yang halus. Molibdenum di dalam SKD-11 Mod. ditemukan cukup tinggi, karena selain unsur yang sangat berpengaruh di dalam proses secondary hardening, molybdenum juga mengurangi kecenderungan pelunakan pada suhu tinggi dan juga mengurangi kecepatan pendinginan kritis proses, selain itu juga sekaligus adalah stabilisator karbida. Selain pengaruh yang disebutkan tadi, molybdenum juga memperbaiki mampu keras dan katangguhan dari baja. Untuk vanadium, kandungannya di dalam SKD-11 Mod. memang berada di bawah standar yang diberikan oleh JIS maupun pembuatnya untuk SKD-11, tetapi kalau dilihat secara umum, maka kadar vanadium yang dimiliki oleh baja SKD-11 Mod. ini masih di dalam batas wajarnya, yaitu (0,15-0,20)%. Nikel, memang masih ada di dalam standar yang diberikan untuk SKD-11 baik oleh JIS maupun pembuat, tetapi jika dibandingkan antara yang terkandung di dalam SKD-11 hasil pengujian, bedanya cukup jauh, yaitu sekitar 26%. Hal ini mungkin dilakukan mengingat bahwa nikel memberikan efek penghalusan butir. Berdasarkan atas data pengujian yang diperoleh di dalam pembuatan SKD-11 Mod. maka dari komposisi kimia standar SKD-11: unsur-unsur carbon dan chrom dikurangi dan unsur-unsur silikon dan vanadium ditambahkan, unsur nikel kadarnya dibuat mendekati maksimum. Struktur mikro SKD-11 hasil pengujian, jika dibandingkan dengan standar yang ada, untuk kondisi awalnya sesuai dan terdiri atas ferit dan karbida. Karbida yang ada adalah karbida chrom. Struktur mikro awal SKD-11 Mod. terlihat sama jenisnya baik dengan struktur mikro SKD-11 maupun dengan standar pembandingnya untuk semua proses. Yang membedakannya adalah kondisi dari karbida yang cenderung lebih halus dan proses distribusinya yang tersebar lebih merata. Jika melihat struktur mikro SKD-11 untuk proses pemudaan, ternyata untuk pemudaan dengan suhu 400 C strukturnya lebih halus dan distribusinya pun terlihat lebih merata dibandingkan dengan proses pemudaan dengan suhu 300 C. Dan kondisi ini dapat menyebabkan naiknya nilai keras. Jika dilakukan perbandingan dengan mengambil standar lain, untuk kondisi awal, Gambar 3, struktur yang terbentuk menyerupai, tetapi hal ini tidak berlaku untuk struktur yang telah mengalami proses pengerasan, Gambar 4. Dengan mengacu pada diagram fasa 12% Chrom, maka terlihat bahwa karbida yang terbentuk pada SKD-11 Mod berbeda dengan karbida pada SKD-11. Pada SKD-11 Mod. terbentuk 2 jenis karbida chrom, yaitu (FeCr)7C3 dan (FeCr)23C6 sedangkan pada SKD-11 hanya 1, yaitu (FeCr)7C3,6). Timbulnya dua jenis karbida inilah yang juga turut menyebabkan terjadinya peningkatan nilai keras. Hasil dari uji keras untuk kondisi awal baja SKD-11 terlihat jauh lebih kecil jika dibandingkan nilai keras awal SKD-11 Mod., tetapi semuanya masih masuk dalam batas yang diberikan oleh standar. Perbedaan nilai keras awal ini disebabkan dengan adanya peningkatan dan pengurangan kandungan unsur-unsur yang berhubungan dengan peningkatan nilai keras, dan juga karena adanya penghalusan dan perataan distribusi karbida. Setelah proses pengerasan, nilai keras SKD-11 naik menjadi 63,8, sedangkan SKD- 11 Mod. menjadi 62,8, semuanya itu masih masuk di dalam toleransi standar. Sedangkan untuk proses pemudaan nilai keras masingmasing juga masuk dalam toleransi standar. Jika dibandingkan antara nilai keras hasil pemudaan SKD-11 dengan SKD-11 Mod., maka nilai keras hasil pemudaan SKD-11 Mod. lebih tinggi. Juga terlihat pada Gambar 17, adanya penyimpangan bentuk grafik untuk SKD-11 hasil pengujian, yaitu nilai keras yang terus naik, dan hal ini tidak sesuai dengan grafik standar yang ada, kejadian ini jika dilihat dari struktur mikronya, memang seperti dijelaskan di atas, struktur mikro proses Perbandingan karakteristik SKD 11 Mod terhadap SKD 11 {R.D. Sulamet-Ariobimo) 65

14 65 - StandarSKDII Mod -A- Standar SKD II SKD SKD II Mod II S a 5,60- X Suhu pemudaan ( C) Gambar 17 : Diagram nilai keras terhadap suhu pemudaan 600 pemudaan lebih halus dan distribusinya lebih merata. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Jika dibandingkan antara komposisi kimia baja SKD-11 dengan SKD-11 Mod., terlihat bahwa modifikasi komposisi dilakukan terhadap unsur carbon, silikon, chrom, molybdenum, dan nikel dengan mengurangi atau manambahkan jumlah kandungannya sesuai dengan pengaruh yang diberikannya. 2. SKD-11 dan SKD-11 Mod. mempunyai struktur mikro dengan jenis yang sama, yang berbeda adalah kehalusan dan distribusi dari struktur-struktur tersebut, dengan kondisi struktur mikro SKD-11 Mod. mempunyai struktur karbida yang lebih halus dan lebih terdistribusi secara merata. 3. Perbaikan sifat yang dilakukan kepada SKD-11 dengan diciptakannya SKD-11 Mod. diutamakan kepada perbaikan sifat mampu keras, hardenability, dan ketangguhan, toughness, sehingga perubahan sifat baru terlihat setelah dilakukannya proses pengerasan dan pemudaan. 4. Jika melihat pada kecenderungan/fre/id yang dimiliki oleh kurva nilai keras vs suhu pemudaan, terlihat bahwa untuk SKD-11 ada penyimpangan trend. Saran 1. Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan batasan komposisi kimia dari SKD-11 Mod.. 2. Dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat hubungan antara struktur mikro yang terbentuk dengan kenaikan nilai keras yang terjadi sekaligus untuk mengoreksi standard. 3. Dilakukan penelitian sifat mampu keras dari baja SKD-11 dan SKD-11 Mod.. 4. Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penyimpangan trend kurva baja SKD-11. DAFTAR PUSTAKA 1. Sulamet-Ariobimo, R.D., Pengaruh suhu tempering terhadap SKD 11 Mod., Mesin - Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, 2006, Vol. 8, No Daido Steel Co. Ltd., DC 53 - New General Purpose Cold Die Steel, Nagoya, Jepang MESIN, Vol. 9, No. 1,Januari2007, 53-67

15 /11/2006, Paxton & Vierling Steel /11/2006, Terry Primos /11/ JIS, JIS G , Alloy Tool Steels, 2000, Tokyo, Jepang: Japanese Standard 8 Association Daido Steel Co. Ltd., DC 11 Technical Data, Nagoya, Jepang. 9. Daido Steel Co. Ltd., Heat Treatment Manualfor DC 53, Nagoya, Jepang 10. Daido Steel Co. Ltd., DC 53 Technical Data, Nagoya, Jepang. 11. Thelning, K., Steel and its heat treatment, 2nd ed.: p , 1984, London, Great Britain: Butherworth 12. Avner, Introduction to Physical Metallurgy, 2nd ed.: p , 1986, Singapore: McGraw Hill Book Co. 13. ASM Handbook Committee, Metals Handbook, 8th ed., vol. 2, Heat Treatment, 1978, Metals Park, Ohio, United State of America: American Society for Metals. 14. ASM Handbook Committee, Metals Handbook, 8th ed., vol. 7, Atlas of Microstructure of Industrial Alloy, 1978, Metals Park, Ohio, United State of America: American Society for Metals. 15. Hardness Conversion Chart For Hardened Steel and Hard Alloys - ASTM E ASM Handbook Committee, Metals Handbook, 8th ed., vol. 8, Metallography, Structures and Phases Diagrams, 1978, Metals Park, Ohio, United State of America: American Society for Metals. 17. Krauss, G., Steel Heat Trearment and Process Priciples, 1990, Metals Park, Ohio, United State of America: American Society for Metals. Perbandingan karakteristik SKD 11 Mod terhadap SKD 11 (R.D. Sulamet-Ariobimo) 67

PENGARUH SUHU TEMPERING TERHADAPSKD 11 MOD. Rianti Dewi Sulamet Ariobimo

PENGARUH SUHU TEMPERING TERHADAPSKD 11 MOD. Rianti Dewi Sulamet Ariobimo PENGARUH SUHU TEMPERING TERHADAPSKD 11 MOD Rianti Dewi Sulamet Ariobimo ABSTRACT Tofulfill the demand ofhigher toughness and hardness, a chemical composition modification is made to SKD-ll. and the modification

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *) PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI Purnomo *) Abstrak Baja karbon rendah JIS G 4051 S 15 C banyak digunakan untuk bagian-bagian

Lebih terperinci

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA Ahmad Supriyadi & Sri Mulyati Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof. H. Sudarto, SH.,

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK BAJA MANGAN AUSTENITIK HASIL PROSES PERLAKUAN PANAS

ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK BAJA MANGAN AUSTENITIK HASIL PROSES PERLAKUAN PANAS ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK BAJA MANGAN AUSTENITIK HASIL PROSES PERLAKUAN PANAS Oleh: Abrianto Akuan Abstrak Nilai kekerasan tertinggi dari baja mangan austenitik hasil proses perlakuan panas

Lebih terperinci

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 7.1. Diagram Besi Karbon Kegunaan baja sangat bergantung dari pada sifat sifat baja yang sangat bervariasi yang diperoleh dari pemaduan dan penerapan proses perlakuan panas.

Lebih terperinci

Pengaruh Heat Treatment denganvariasi Media Quenching Oli dan Solar terhadap StrukturMikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

Pengaruh Heat Treatment denganvariasi Media Quenching Oli dan Solar terhadap StrukturMikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135 JURNAL Teori dan Aplikasi Fisika Vol. 4, No.0 2, Juli Tahun 2016 Pengaruh Heat Treatment denganvariasi Media Quenching Oli dan Solar terhadap StrukturMikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan. BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Data Pengujian. 4.1.1. Pengujian Kekerasan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metoda Rockwell C, pengujian kekerasan pada material liner dilakukan dengan cara penekanan

Lebih terperinci

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja Heat Treatment Pada Logam Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma Proses Perlakuan Panas Pada Baja Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro

Lebih terperinci

PENGARUH ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAHAT HSS DENGAN UNSUR PADUAN UTAMA CROM

PENGARUH ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAHAT HSS DENGAN UNSUR PADUAN UTAMA CROM PENGARUH ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAHAT HSS DENGAN UNSUR PADUAN UTAMA CROM Bibit Sugito Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A.Yani Tromol Pos I Pabelan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Baja Baja merupakan bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen kehidupan, mulai dari peralatan dapur, transportasi, generator, sampai kerangka gedung dan jembatan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO BAJA SETELAH HARDENING DAN TEMPERING Struktur mikro yang dihasilkan setelah proses hardening akan menentukan sifat-sifat mekanis baja perkakas, terutama kekerasan

Lebih terperinci

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

BAB 1. PERLAKUAN PANAS BAB PERLAKUAN PANAS Kompetensi Sub Kompetensi : Menguasai prosedur dan trampil dalam proses perlakuan panas pada material logam. : Menguasai cara proses pengerasan, dan pelunakan material baja karbon.

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL Pramuko I. Purboputro Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan

Lebih terperinci

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111 PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111 Agung Setyo Darmawan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura agungsetyod@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah merambah pada berbagai aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali di dunia industri manufacture (rancang

Lebih terperinci

Pengaruh Unsur-unsur Paduan Pada Proses Temper:

Pengaruh Unsur-unsur Paduan Pada Proses Temper: PROSES TEMPER Proses temper adalah proses memanaskan kembali baja yang sudah dikeraskan dengan tujuan untuk memperoleh kombinasi antara kekuatan, duktilitas dan ketangguhan yang tinggi. Proses temper terdiri

Lebih terperinci

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom) BAJA Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom) Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi,karbon dan unsur lainnya. Baja

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIS KOMPONEN STUD PIN WINDER BAJA SKD-11 YANG MENGALAMI PERLAKUAN PANAS DISERTAI PENDINGINAN NITROGEN Naskah Publikasi ini disusun guna memenuhi Tugas

Lebih terperinci

PEMBUATAN STRUKTUR DUAL PHASE BAJA AISI 3120H DARI BESI LATERIT

PEMBUATAN STRUKTUR DUAL PHASE BAJA AISI 3120H DARI BESI LATERIT PEMBUATAN STRUKTUR DUAL PHASE BAJA AISI 3120H DARI BESI LATERIT Saefudin 1*, Toni B. Romijarso 2, Daniel P. Malau 3 Pusat Penelitian Metalurgi dan Material Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Kawasan PUSPIPTEK

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI Teknika : Engineering and Sains Journal Volume, Nomor, Juni 207, 67-72 ISSN 2579-5422 online ISSN 2580-446 print PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH Sumidi, Helmy Purwanto 1, S.M. Bondan Respati 2 Program StudiTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) Sasi Kirono,Eri Diniardi, Isgihardi Prasetyo Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Baja perkakas (tool steel) merupakan baja yang biasa digunakan untuk aplikasi pemotongan (cutting tools) dan pembentukan (forming). Selain itu baja perkakas juga banyak

Lebih terperinci

PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111 PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111 Agung Setyo Darmawan, Masyrukan, Riski Ariyandi Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I

Lebih terperinci

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

PROSES PENGERASAN (HARDENNING) PROSES PENGERASAN (HARDENNING) Proses pengerasan atau hardening adalah suatu proses perlakuan panas yang dilakukan untuk menghasilkan suatu benda kerja yang keras, proses ini dilakukan pada temperatur

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT STRUKTUR LOGAM DAPAT BERUBAH KARENA : KOMPOSISI KIMIA (PADUAN) REKRISTALISASI DAN PEMBESARAN BUTIRAN (GRAIN GROWTH) TRANSFORMASI FASA PERUBAHAN STRUKTUR MENIMBULKAN PERUBAHAN

Lebih terperinci

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic) HEAT TREATMENT Perlakuan panas (heat treatment) ialah suatu perlakuan pada material yang melibatkan pemanasan dan pendinginan dalam suatu siklus tertentu. Tujuan umum perlakuan panas ini ialah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO Cahya Sutowo 1.,ST.MT., Bayu Agung Susilo 2 Lecture 1,College student 2,Departement

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN ENERGIZER PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP KEKERASAN CANGKUL PRODUKSI PENGRAJIN PANDE BESI

PENGARUH BAHAN ENERGIZER PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP KEKERASAN CANGKUL PRODUKSI PENGRAJIN PANDE BESI PENGARUH BAHAN ENERGIZER PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP KEKERASAN CANGKUL PRODUKSI PENGRAJIN PANDE BESI Eko Surojo 1, Joko Triyono 1, Antonius Eko J 2 Abstract : Pack carburizing is one of the processes

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BESI COR NODULAR (FCD 60)

ANALISA PENGARUH HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BESI COR NODULAR (FCD 60) ANALISA PENGARUH HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BESI COR NODULAR (FCD 60) Eri Diniardi,ST, 1,.Iswahyudi 2 Lecture 1,College student 2,Departement of machine, Faculty of Engineering,

Lebih terperinci

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan IRWNS 213 Analisa Deformasi Material 1MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda Muhammad Subhan Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Manufaktur Negeri Bangka Belitung, Sungailiat, 33211

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016 BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data dan Analisa Metalografi Pengambilan gambar atau foto baik makro dan mikro pada Bucket Teeth Excavator dilakukan pada tiga dua titik pengujian, yaitu bagian depan spesimen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metalurgi merupakan ilmu yang mempelajari pengenai pemanfaatan dan pembuatan logam dari mulai bijih sampai dengan pemasaran. Begitu banyaknya proses dan alur yang harus

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) F 191

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) F 191 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F 191 Studi Eksperimental Pengaruh Variasi Temperatur dan Waktu Penahanan Partitioning pada Proses Quenching-Partitioning Baja

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Analisa Kegagalan Pengumpulan data awal kegagalan Uji komposisi Pengamatan Strukturmikro Analisa Kegagalan (ASM Metal Handbook vol 11, 1991) Uji Kekerasan Brinel dan Uji Tensile 13

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan prosedur

Lebih terperinci

PEMILIHAN PARAMETER PERLAKUAN PANAS UNTUK MENINGKATKAN KEKERASAN BAJA PEGAS 55 Si 7 YANG DIGUNAKAN SEBAGAI PENAMBAT REL KERETA API

PEMILIHAN PARAMETER PERLAKUAN PANAS UNTUK MENINGKATKAN KEKERASAN BAJA PEGAS 55 Si 7 YANG DIGUNAKAN SEBAGAI PENAMBAT REL KERETA API Lampiran 2 : Contoh Publikasi Penelitian Pada Jumal PEMILIHAN PARAMETER PERLAKUAN PANAS UNTUK MENINGKATKAN KEKERASAN BAJA PEGAS 55 Si 7 YANG DIGUNAKAN SEBAGAI PENAMBAT REL KERETA API oleh : Anrinal Dosen

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E Mochammad Ghulam Isaq Khan 2711100089 Dosen Pembimbing Ir. Rochman Rochiem, M.Sc. Wikan Jatimurti

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES LAKU PANAS QUENCHING AND PARTITIONING TERHADAP UMUR LELAH BAJA PEGAS DAUN JIS SUP 9A DENGAN METODE REVERSED BENDING

PENGARUH PROSES LAKU PANAS QUENCHING AND PARTITIONING TERHADAP UMUR LELAH BAJA PEGAS DAUN JIS SUP 9A DENGAN METODE REVERSED BENDING TUGAS AKHIR PENGARUH PROSES LAKU PANAS QUENCHING AND PARTITIONING TERHADAP UMUR LELAH BAJA PEGAS DAUN JIS SUP 9A DENGAN METODE REVERSED BENDING Oleh : Viego Kisnejaya Suizta 2104 100 043 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH MANIPULASI PROSES TEMPERING TERHADAP PENINGKATAN SIFAT MEKANIS POROS POMPA AIR AISI 1045

ANALISA PENGARUH MANIPULASI PROSES TEMPERING TERHADAP PENINGKATAN SIFAT MEKANIS POROS POMPA AIR AISI 1045 ANALISA PENGARUH MANIPULASI PROSES TEMPERING TERHADAP PENINGKATAN SIFAT MEKANIS POROS POMPA AIR AISI 1045 Willyanto Anggono Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel atau baja yang memiliki kandungan 0,38-0,43% C, 0,75-1,00% Mn, 0,15-0,30% Si, 0,80-1,10%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan bahan logam dalam pembuatan alat alat dan sarana kehidupan semakin meningkat. Mulai dari peralatan yang paling sederhana sampai pada peralatan yang paling

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C Syaifudin Yuri, Sofyan Djamil dan M. Sobrom Yamin Lubis Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara, Jakarta e-mail:

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING TUGAS AKHIR PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING, MEDIUM TEMPERING DAN HIGH TEMPERING PADA MEDIUM CARBON STEEL PRODUKSI PENGECORAN BATUR-KLATEN TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan

I. TINJAUAN PUSTAKA. unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan I. TINJAUAN PUSTAKA Teori yang akan dibahas pada tinjauan pustaka ini adalah tentang klasifikasi baja, pengaruh unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan martensit,

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik Tool Steel (Baja Perkakas) 2 W Pengerasan dengan air (Water hardening) Pengerjaan Dingin (Cold Work) O Pengerasan dengan oli (Oil hardening) A Pengerasan dengan

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #11

Pembahasan Materi #11 1 TIN107 Material Teknik Pembahasan 2 Tool Steel Sidat dan Jenis Stainless Steel Cast Iron Jenis, Sifat, dan Keterbatasan Non-Ferrous Alloys Logam Tahan Panas 1 Tool Steel (Baja Perkakas) 3 W Pengerasan

Lebih terperinci

ANALISA KEKERASA DAN STRUKTUR MIKRO TERHADAP VARIASI TEMPERATUR TEMPERING PADA BAJA AISI 4140

ANALISA KEKERASA DAN STRUKTUR MIKRO TERHADAP VARIASI TEMPERATUR TEMPERING PADA BAJA AISI 4140 ANALISA KEKERASA DAN STRUKTUR MIKRO TERHADAP VARIASI TEMPERATUR TEMPERING PADA BAJA AISI 4140 Susri Mizhar 1) dan Gerhana Burhanuddin Tampubolon 2) 1,2 Jurusan Teknik Mesin,Institut Teknologi Medan (ITM)

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik Definisi 2 Metal Alloys (logam paduan) adalah bahan campuran yang mempunyai sifat-sifat logam, terdiri dari dua atau lebih unsur-unsur, dan sebagai unsur utama

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU TAHAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA BAJA TAHAN KARAT MARTENSITIK 13Cr3Mo3Ni

PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU TAHAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA BAJA TAHAN KARAT MARTENSITIK 13Cr3Mo3Ni PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU TAHAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA BAJA TAHAN KARAT MARTENSITIK 13Cr3Mo3Ni 1) Hadi Perdana, 2) Andinnie Juniarsih, ST., MT. dan 3) Dr.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda logam yang keras dan kuat (Departemen Pendidikan Nasional, 2005). Sedangkan menurut Setiadji

Lebih terperinci

Proses perlakuan panas diklasifikasikan menjadi 3: 1. Thermal Yaitu proses perlakuan panas yang hanya memanfaatkan kombinasi panas dalam mencapai

Proses perlakuan panas diklasifikasikan menjadi 3: 1. Thermal Yaitu proses perlakuan panas yang hanya memanfaatkan kombinasi panas dalam mencapai Heat Treatment atau proses perlakuan panas adalah proses pemanasan yang diikuti proses pendinginan selama waktu tertentu dan bila perlu dilanjutkan dengan pemanasan serta pendinginan ulang. Perlakuan panas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat terjadi dengan berbagai cara, antara lain dengan mekanisme pengerasan regangan (strain hardening),

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA PENELITIAN 1. Material Penelitian a. Tipe Baja : A 516 Grade 70 Bentuk : Plat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja A 516 Grade 70 Komposisi Kimia Persentase (%) C 0,1895 Si

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS DOUBLE TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL AISI 4340

PENGARUH PERLAKUAN PANAS DOUBLE TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL AISI 4340 PENGARUH PERLAKUAN PANAS DOUBLE TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL AISI 4340 Cahyana Suherlan NIM : 213431006 Program Studi : Teknik Mesin dan Manufaktur Konsentrasi : Teknologi Pengecoran Logam

Lebih terperinci

PERLAKUAN PANAS MATERIAL AISI 4340 UNTUK MENGHASILKAN DUAL PHASE STEEL FERRIT- BAINIT

PERLAKUAN PANAS MATERIAL AISI 4340 UNTUK MENGHASILKAN DUAL PHASE STEEL FERRIT- BAINIT PERLAKUAN PANAS MATERIAL AISI 4340 UNTUK MENGHASILKAN DUAL PHASE STEEL FERRIT- BAINIT (1) Beny Bandanadjaja (1), Cecep Ruskandi (1) Indra Pramudia (2) Staf pengajar Program Studi Teknik Pengecoran Logam

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN WAKTU PENAHANAN SUHU STABIL TERHADAP KEKERASAN LOGAM

PENGARUH PERBEDAAN WAKTU PENAHANAN SUHU STABIL TERHADAP KEKERASAN LOGAM PENGARUH PERBEDAAN WAKTU PENAHANAN SUHU STABIL TERHADAP KEKERASAN LOGAM Sairul Effendi Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Sriwijaya Jl.Srijaya Negara Bukit Besar Palembang 30139 Telp: 0711-353414,

Lebih terperinci

Available online at Website

Available online at Website Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi Pengaruh PWHT dan Preheat pada Kualitas Pengelasan Dissimilar Metal antara Baja Karbon (A-106) dan Baja Sri Nugroho, Wiko Sudiarso*

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya KLASIFIKASI BAJA KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA L U K H I M U L I A S 1 Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya 1) BAJA PEGAS Baja pegas adalah baja karbon yang mengandung 0,5-1,0% karbon

Lebih terperinci

PENGARUH DEOKSIDASI ALUMINIUM TERHADAP SIFAT MEKANIK PADA MATERIAL SCH 22 Yusup zaelani (1) (1) Mahasiswa Teknik Pengecoran Logam

PENGARUH DEOKSIDASI ALUMINIUM TERHADAP SIFAT MEKANIK PADA MATERIAL SCH 22 Yusup zaelani (1) (1) Mahasiswa Teknik Pengecoran Logam PENGARUH DEOKSIDASI ALUMINIUM TERHADAP SIFAT MEKANIK PADA MATERIAL SCH 22 Yusup zaelani (1) (1) Mahasiswa Teknik Pengecoran Logam ABSTRAK Porositas merupakan salah satu jenis cacat coran yang sering terjadi

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN ANIL TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA SAMBUNGAN LAS PIPA BAJA Z 2201

PENGARUH PERLAKUAN ANIL TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA SAMBUNGAN LAS PIPA BAJA Z 2201 PENGARUH PERLAKUAN ANIL TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA SAMBUNGAN LAS PIPA BAJA Z 2201 Heru Danarbroto 1*, A.P.Bayu Seno 2, Gunawan Dwi Haryadi 2, Seon Jin Kim 3 1 Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

PROSES THERMAL LOGAM

PROSES THERMAL LOGAM 1 PROSES THERMAL LOGAM TIN107 Material Teknik Fungsi Proses Thermal 2 Annealing Mempersiapkan material logam sebagai produk setengah jadi agar layak diproses berikutnya. Hardening Mempersiapkan material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dibidang konstruksi, pengelasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan dan peningkatan industri, karena mempunyai

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340 ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 30 Sasi Kirono, Eri Diniardi, Seno Ardian Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak.

Lebih terperinci

yang tinggi, dengan pencelupan sedang dan di bagian tengah baja dapat dicapai kekerasan yang tinggi meskipun laju pendinginan lebih lambat.

yang tinggi, dengan pencelupan sedang dan di bagian tengah baja dapat dicapai kekerasan yang tinggi meskipun laju pendinginan lebih lambat. 10: HARDENABILITY 10.1 Hardenability Mampu keras merujuk kepada sifat baja yang menentukan dalamnya pengerasan sebagai akibat proses quench dari temperatur austenisasinya. Mampu keras tidak dikaitkan dengan

Lebih terperinci

PERUBAHAN SIFAT MEKANIK BAJA KONSTRUKSI JIS G4051 S17C SETELAH DILAKUKAN HARDENING DAN TEMPERING

PERUBAHAN SIFAT MEKANIK BAJA KONSTRUKSI JIS G4051 S17C SETELAH DILAKUKAN HARDENING DAN TEMPERING PERUBAHAN SIFAT MEKANIK BAJA KONSTRUKSI JIS G4051 S17C SETELAH DILAKUKAN HARDENING DAN TEMPERING MEDIA NOFRI media_nofri@yahoo.co.id Abstract Material JIS G 4051 S 17 C including low carbon steel with

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia teknik dikenal empat jenis material, yaitu : logam,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia teknik dikenal empat jenis material, yaitu : logam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik dikenal empat jenis material, yaitu : logam, plastik, komposit dan keramik. Logam itu sendiri masih dibagi menjadi dua bagian, yaitu : logam ferro

Lebih terperinci

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST Sub Modul Praktikum PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST Tim Penyusun Herdi Susanto, ST, MT NIDN :0122098102 Joli Supardi, ST, MT NIDN :0112077801 Mata Kuliah FTM 011 Metalurgi Fisik + Praktikum JURUSAN

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS BAHAN DAN PROSES PENGERASAN TERHADAP KEKERASAN DAN KEAUSAN PISAU TEMPA MANUAL

PENGARUH JENIS BAHAN DAN PROSES PENGERASAN TERHADAP KEKERASAN DAN KEAUSAN PISAU TEMPA MANUAL PENGARUH JENIS BAHAN DAN PROSES PENGERASAN TERHADAP KEKERASAN DAN KEAUSAN PISAU TEMPA MANUAL Balkhaya 2114201007 Dosen Pembimbing Suwarno, ST., M.Sc., Ph.D. LATAR BELAKANG Alat potong bidang pertanian

Lebih terperinci

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA 28 Prihanto Trihutomo, Analisa Kekerasan pada Pisau Berbahan Baja Karbon Menengah.. ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

Lebih terperinci

PENGARUH SILIKON (Si) TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN DARI BAJA TUANG PERKAKAS YANG MENGALAMI FLAME HARDENING SKRIPSI

PENGARUH SILIKON (Si) TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN DARI BAJA TUANG PERKAKAS YANG MENGALAMI FLAME HARDENING SKRIPSI PENGARUH SILIKON (Si) TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN DARI BAJA TUANG PERKAKAS YANG MENGALAMI FLAME HARDENING SKRIPSI Oleh HERRY SETIAWAN 04 04 04 033 X DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus oleh spesimen selama uji tarik dan dipisahkan oleh daerah penampang lintang yang asli. Kekuatan

Lebih terperinci

Perilaku Mekanik Tembaga Fosfor C1220T-OL Pada Proses Annealing dan Normalizing

Perilaku Mekanik Tembaga Fosfor C1220T-OL Pada Proses Annealing dan Normalizing Perilaku Mekanik Tembaga Fosfor C1220T-OL Pada Proses Annealing dan Normalizing R. Henny Mulyani 1,a), Ade Angga Bastian 2) 1,2 Universitas Jenderal Achmad Yani Teknik Metalurgi Fakultas Teknik Jl. Jenderal

Lebih terperinci

STUDI KEKUATAN IMPAK DAN STRUKTUR MIKRO BALL MILL DENGAN PERLAKUAN PANAS QUENCHING

STUDI KEKUATAN IMPAK DAN STRUKTUR MIKRO BALL MILL DENGAN PERLAKUAN PANAS QUENCHING STUDI KEKUATAN IMPAK DAN STRUKTUR MIKRO BALL MILL DENGAN PERLAKUAN PANAS QUENCHING Sumpena Program Studi Teknik Mesin Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta Email: sumpenast@yahoo.co.id Abstrak Proses akhir

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1.DIAGRAM ALIR PENLITIAN Persiapan Benda Uji Material Sand Casting Sampel As Cast Perlakuan Quench/ Temper Preheat 550 O C 10 menit Austenisasi 920 O C 40 menit Quenching

Lebih terperinci

27 Andreas Reky Kurnia Widhi; Pengaruh Perubahan Temperatur Pada Proses Quenching Partitioning Terhadap Mikrostruktur Dan Kekerasan Baja JIS SKD 11

27 Andreas Reky Kurnia Widhi; Pengaruh Perubahan Temperatur Pada Proses Quenching Partitioning Terhadap Mikrostruktur Dan Kekerasan Baja JIS SKD 11 PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR PADA PROSES QUENCHING PARTITIONING TERHADAP MIKROSTRUKTUR DAN KEKERASAN BAJA JIS SKD 11 Andreas Reky Kurnia Widhi Teknik Mesin Industri, Akademi Tehnik Mesin Industri (ATMI)

Lebih terperinci

PENGARUH KEKUATAN PENGELASAN PADA BAJA KARBON AKIBAT QUENCHING

PENGARUH KEKUATAN PENGELASAN PADA BAJA KARBON AKIBAT QUENCHING PENGARUH KEKUATAN PENGELASAN PADA BAJA KARBON AKIBAT QUENCHING Nur Subkhan 1, Kun Suharno 2, NaniMulyaningsih 3 Abstrak Studi kekuatan tarik pada sambuangan las telah dilakukan pada baja karbon rendah

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES QUENCHING DAN TEMPERING

PENGARUH PROSES QUENCHING DAN TEMPERING TUGAS AKHIR PENGARUH PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA MATERIAL SCMnCr 2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111 Diajukan Sebagai Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata Satu Pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang paling banyak digunakan. Sifat-sifatnya yang penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR CARBURIZING PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP SIFAT SIFAT MEKANIS BAJA S 21 C

PENGARUH TEMPERATUR CARBURIZING PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP SIFAT SIFAT MEKANIS BAJA S 21 C PENGARUH TEMPERATUR CARBURIZING PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP SIFAT SIFAT MEKANIS BAJA S 21 C Adi Dermawan 1, Mustaqim 2, Fajar Shidiq 3 1. Mahasiswa, Universitas Pancasakti, Tegal 2. Staf Pengajar,

Lebih terperinci

11-12 : PERLAKUAN PANAS

11-12 : PERLAKUAN PANAS 11-12 : PERLAKUAN PANAS Perlakuan panas adalah proses pemanasan dan pendinginan material yang terkontrol dengan maksud merubah sifat fisik untuk tujuan tertentu. Secara umum proses perlakuan panas adalah

Lebih terperinci

PRAKTIKUM METALURGI FISIK LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM METALURGI FISIK LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM METALURGI FISIK LAPORAN AKHIR MODEL PRAKTIKUM : HARDENABILITY TANGGAL PRAKTIKUM : 11 DESEMBER 2016 NAMA ASISTEN : ENGKOS NAMA PRAKTIKAN : TIO ERWINSYAH NIM/KELOMPOK : 2112162033/5 KELAS : EKSTENSI

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember PENGARUH VARIASI VISKOSITAS OLI SEBAGAI MEDIA PENDINGIN TERHADAP SIFAT KEKERASAN PADA PROSES QUENCHING BAJA AISI 4340 Bayu Sinung Pambudi 1, Muhammad Rifki Luthfansa 1, Wahyu Hidayat Nurdiansyah 1 1 Jurusan

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si

Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si Fuad Abdillah*) Dosen PTM Otomotif IKIP Veteran Semarang Abstrak Waktu penahanan pada temperatur

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN KONDISI TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN DARI BAJA AISI 4140

PENGARUH PERBEDAAN KONDISI TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN DARI BAJA AISI 4140 PENGARUH PERBEDAAN KONDISI TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN DARI BAJA AISI 4140 Susri Mizhar 1),2) dan Suherman 3) 1) Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri,Institut Teknologi

Lebih terperinci

Tujuan dari penelitian ini meliputi : 1. Mengetahui nilai kuat tarik baja tabung JIS G 3116 SG Mengetahui Struktur mikro baja tabung JIS G 311

Tujuan dari penelitian ini meliputi : 1. Mengetahui nilai kuat tarik baja tabung JIS G 3116 SG Mengetahui Struktur mikro baja tabung JIS G 311 PENGARUH PERUBAHAN WAKTU ANNEALING HINGGA 20 MENIT TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KUAT TARIK BAJA TABUNG JIS G3116 SG 295 ARIF GANDAVI Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Gunadarma.

Lebih terperinci

LAJU DAN BENTUK KOROSI PADA BAJA KARBON MENENGAH YANG MENDAPAT PERLAKUAN PADA SUHU AUSTENIT DIUJI DI DALAM LARUTAN NaCl 3 N

LAJU DAN BENTUK KOROSI PADA BAJA KARBON MENENGAH YANG MENDAPAT PERLAKUAN PADA SUHU AUSTENIT DIUJI DI DALAM LARUTAN NaCl 3 N Jurnal Desiminasi Teknologi, Volume 1, Nomor 1, Januari 2013, Hal 44-49 LAJU DAN BENTUK KOROSI PADA BAJA KARBON MENENGAH YANG MENDAPAT PERLAKUAN PADA SUHU AUSTENIT DIUJI DI DALAM LARUTAN NaCl 3 N R. KOHAR

Lebih terperinci

MODUL 9 PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

MODUL 9 PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) MODUL 9 PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) Materi ini membahas tentang proses perlakuan panas pada baja. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan defenisi dari proses

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 58 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Data awal: Spesifikasi awal Studi pustaka Persiapan benda uji: Pengelompokkan benda uji Proses Pengujian: Pengujian keausan pada proses

Lebih terperinci

Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135 JURNAL Teori dan Aplikasi Fisika Vol. 4, No. 02, Juli Tahun 2016 Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan-bahan logam Baja adalah paduan antara besi dengan karbon (Fe-C) yang mengandung karbon maksimal 2,0 % dengan sedikit unsur silikon (Si), Mangan (Mn), Phospor (P), dan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pengertian Las Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer

Lebih terperinci

ANNEALLING. 2. Langkah Kerja Proses Annealing. 2.1 Proses Annealing. Proses annealing adalah sebagai berikut:

ANNEALLING. 2. Langkah Kerja Proses Annealing. 2.1 Proses Annealing. Proses annealing adalah sebagai berikut: 1 ANNEALLING 1. Maksud dan Tujuan Yang dimaksud dengan annealing ialah menurunkan kekerasan suatu baja dengan jalan memanaskan baja tersebut pada temperatur di atas temperatur krisis maksimum 980 0 C,

Lebih terperinci

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L Disusun oleh : Suparjo dan Purnomo Dosen Tetap Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya.

Lebih terperinci

RANGKUMAN NORMALISING

RANGKUMAN NORMALISING RANGKUMAN NORMALISING Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perlakuan Panas yang diberikan oleh : Drs. Yusep Sukrawan, MT. Disusun Oleh : Rikky Syarif A. (020836) Deden Suherman (021762)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERLAKUAN PANAS 2.1.1 Pengertian Perlakuan panas dilakukan untuk merubah karakteristik tertentu dari logam dan paduan sehingga lebih sesuai dengan penggunaannya di lapangan.

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah TEKNIKA ISSN: ANALISA KETAHANAN KEKERASAN ANTARA TABUNG GAS ELPIJI BESAR DAN TABUNG GAS ELPIJI KECIL

Jurnal Ilmiah TEKNIKA ISSN: ANALISA KETAHANAN KEKERASAN ANTARA TABUNG GAS ELPIJI BESAR DAN TABUNG GAS ELPIJI KECIL ANALISA KETAHANAN KEKERASAN ANTARA TABUNG GAS ELPIJI BESAR DAN TABUNG GAS ELPIJI KECIL Rita Djunaidi* *Dosen Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas IBA. Email : ritadjunaidi@iba.ac.id

Lebih terperinci