PEMBUATAN BASELINE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PADA HUTAN AREAL KERJA IUPHHK-HA PT. MAMBERAMO ALAS MANDIRI, PROVINSI PAPUA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBUATAN BASELINE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PADA HUTAN AREAL KERJA IUPHHK-HA PT. MAMBERAMO ALAS MANDIRI, PROVINSI PAPUA"

Transkripsi

1 i PEMBUATAN BASELINE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PADA HUTAN AREAL KERJA IUPHHK-HA PT. MAMBERAMO ALAS MANDIRI, PROVINSI PAPUA CHATARINA GANIS RATNA WARDANI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

2 RINGKASAN CHATARINA GANIS RATNA WARDANI Pembuatan Baseline Sistem Informasi Geografis pada Hutan Areal Kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. Skripsi. Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh M. BUCE SALEH. Pemanfaatan penginderaan jauh dan pemetaan wilayah yang diintegrasikan dengan system informasi geografis yang tepat, akan sangat membantu dalam berbagai proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang nantinya berkaitan dengan pengelolaan hutan. Bentuk integrasi penginderaan jauh dan system informasi geografis adalah baseline, yang merupakan data dan informasi yang siap digunakan dalam pengolahan/analisis/pemodelan selanjutnya. Penelitian ini bertujuan membangun baseline system informasi geografis pada hutan areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan data peta yang telah dilengkapi dengan berbagai informasi pendukung yang akurat, yang dapat membantu dalam berbagai kegiatan selanjutnya bagi manajemen PT. Mamberamo Alasmandiri. Metode yang digunakan adalah identifikasi data, pemilihan base map hingga digunakannya citra landasat terkoreksi ortho multiwaktu dari tahun yang bersumber dari LAPAN sebagai base map, identifikasi tematik, koreksi geometrik pada peta tematik yang dimiliki PT. Mamberamo Alasmandiri dan pembuatan baseline peta. Hasil yang diperoleh berupa data tematik yang berjumlah 17 layer yang terdiri atas RKU, geologi, iklim, jenis tanah, kelas lereng, kawasan hutan dan perairan, penataan areal, penutupan lahan, zonasi areal, batas wilayah pengelolaan, blok RKT, buffer zone, batas wilayah ulayat, persebaran bahasa, daerah larangan, persebaran wilayah bersama (perburuan), dan persebaran areal konflik. Selain itu diperoleh informasi berbentuk point yang berjumlah 4 layer yang terdiri atas kondisi hutan, log pond, base camp, dan perkampungan penduduk. Kata Kunci : Baseline, Sistem Informasi Geografis, Citra Landsat Terkoreksi Ortho, Koreksi Geometrik.

3 SUMMARY CHATARINA GANIS RATNA WARDANI Development of Baseline Geographic Information System at IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, Papua Province. Undergraduate Thesis. Forest Management, Bogor Agricultural University. Under supervision of M. BUCE SALEH. The utilization of remote sensing and mapping area that is integrated with a geographic information system will greatly assist in the processes of planning and decision making that will relate to forest management. The integration of remote sensing and geographic information system is a baseline, which is data and information that is ready to use in processing/analysis/modeling. The aim of this research is to develop a baseline geographic information system at IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, Papua Province. The results of this study are expected to provide map data that has been fitted with a range of accurate supporting information, which can help further activities of the management of PT. Mamberamo Alasmandiri. The method used in this research is data identification, selection and use of timeseries ortho rectified landsat image from derived from LAPAN as a base map, thematic identification, geometric correction on thematic map owned by PT. Alasmandiri Mamberamo and the development of a baseline map. The results obtained from this research is a thematic data that add up to 17 layers consisting RKU, geology, climate, soil type, slope, forest and water areas, areal structure, land cover, land zonation, management territorial boundaries, block management RKT, buffer zone, customary territorial boundaries, language distribution, prohibited area, distribution of joint territorial (hunting), and the distibution of conflict area. In addition, this research also obtained information in the form of points that add up to 4 layers consisting of forest conditions, log pond, base camp, and residential area. Keywords: Baseline, Geographic Information System, Ortho Rectified Landsat Image, Geometric Correction.

4 PEMBUATAN BASELINE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PADA HUTAN AREAL KERJA IUPHHK-HA PT. MAMBERAMO ALAS MANDIRI, PROVINSI PAPUA CHATARINA GANIS RATNA WARDANI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembuatan Baseline Sistem Informasi Geografis pada Hutan Areal Kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alas Mandiri, Provinsi Papua adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2013 Chatarina Ganis Ratna Wardani NRP E

6 Judul Penelitian Nama Mahasiswa NRP : Pembuatan Baseline Sistem Informasi Geografis pada Hutan Areal Kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. : Chatarina Ganis Ratna Wardani : E Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS NIP Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Hutan Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP Tanggal Lulus :

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sleman pada tanggal 23 Maret 1990 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan P. Sugeng A. K, S.Sos dan Valentina Waginem, S.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Baleharjo II Pacitan lulus tahun 2002, pendidikan menegah pertama di SMPN 1 Pacitan lulus tahun 2005, pendidikan menengah atas di SMA PL Van Lith Muntilan lulus tahun Pada tahun 2008 penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun ajaran , Teknik Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun ajaran , dan mata kuliah agama katolik pada tahun ajaran , , , dan Penulis juga aktif di organisasi Koor Mahasiswa Katolik IPB sebagai wakil koordinator pada tahun dan Tim Pendamping KeMaKI IPB sebagai koordinator pada tahun Selain itu, penulis aktif dalam kepanitian berbagai kegiatan kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor. Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Papandayan dan Cagar Alam Leuweung Sancang pada tahun Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi dan KPH Cianjur, Jawa Barat pada tahun Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri Papua pada tahun Dalam rangka menyelesaikan pendidikan dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul Pembuatan Baseline Sistem Informasi Geografis pada Hutan Areal Kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, Privinsi Papua di bawah bimbingan Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Berkat dan Rahmat-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul Pembuatan Baseline Sistem Informasi Geografis pada Hutan Areal Kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berisi tentang pengintegrasian penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dalam baseline, guna menyediakan data dan informasi yang siap digunakan dalam pengolahan/ analisis/ pemodelan selanjutnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah membangun baseline sistem informasi geografis pada hutan areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Ayahanda P. Sugeng A.K, S.Sos dan Ibunda Valentina W. S.Pd serta adik penulis Alfonsus Aditya N.P atas segala doa, nasihat, dukungan, dan kasih sayangnya. 2. Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, pengarahan, ilmu, kesabaran, motivasi dan waktu selama penyusunan skripsi. 3. Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS selaku dosen penguji dan Dr. Ir. Ahmad Budiaman, M.Sc.F.Trop selaku ketua sidang komprehensif. 4. IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri atas segala fasilitas yang diberikan kepada penulis selama penelitian. 5. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) atas penyediaan citra dalam penelitian penulis. 6. Dr. Dra. Nining Puspaningsih, M.Si, Bapak Uus Saepul atas kesabaran dalam memberikan pengarahan dan ilmu. 7. Bapak Maman, Bapak Guntur, Bapak Sulatko, Bapak Alberto, Bapak Heri Binawan, Bapak Wuri, Mas Aziz, Mas Sigit, serta seluruh karyawan PT. Mamberamo Alasmandiri. 8. Ibu Yeni Vetrita, Bapak Sigit dan seluruh karyawan LAPAN

9 9. Teman-teman yang melaksanakan PKL dan penelitian di IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri yaitu : Febrina N. Silalahi, Yanuarinda Efinosa V, Pamungkas Nurafrizal, Adita Agung P, Dimas Darma S. 10. Para sahabat Vianey, Dionita, Adian, Riska, Anas, Melisa, Linda, Mayang, Fitta, Gogo, Rima, Esa, Evi, Saci, Erti, Isa, Ajeng atas bantuan, dukungan dan semangat untuk penulis. 11. Keluarga besar Laboratorium Remote Sensing dan GIS khususnya Butet, Pem, Riska, Refly, Fajar, Tia Lia, Oje, Gina, Soleh, Ega, Ka Mitha, Ka monik, Pak Bejo, Pak Sam, Pak Dahlan, Bu Tien atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis. 12. Seluruh teman-teman Manjemen Hutan angkatan 45 atas segala kebersamaan dan dukungannya. 13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas semua bantuan dan dukungannya.

10 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR SINGKATAN... xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Manfaat Penelitian... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Sistem Informasi Geografis Basis Data Sistem Informasi Geografis Citra Landsat Koreksi Geometrik Koreksi Geometrik Dua Dimensi Koreksi Geometrik Tiga Dimensi... 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Data Prosedur Penelitian Identifikasi Data Pemilihan Base map Pemilihan Citra Terbaik Pra Pengolahan Citra Identifikasi Tematik Koreksi Geometrik... 13

11 Delineasi Jaringan Jalan, Jaringan Sungai dan Batas Wilayah Pengelolaan Koreksi Titik Kontrol Lapangan Koreksi Peta Tematik Pembuatan Baseline Peta BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan Letak dan Luas Topografi dan Kelerengan Tanah Geologi Iklim dan Intensitas Hujan Keadaan Hutan Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Base map (Peta Dasar) Jaringan Jalan Jaringan Sungai Titik Kontrol Lapangan Identifikasi Tematik Peta Geologi Peta Iklim Peta Kawasan Hutan dan Perairan Peta Penutupan Lahan Peta Jenis Tanah Peta kelas Lereng Peta Zonasi Areal, Peta Penataan Areal dan Peta RKU Batas Wilayah Pengelolaan Blok RKT Buffer Zone... 45

12 Batas Wilayah Ulayat Persebaran Bahasa Daerah Larangan Persebaran Wilayah Bersama (buruan) Persebaran Areal Konflik Informasi Berbentuk Point Kondisi Hutan Wilayah Agathis (RKT ) Wilayah Merbau (RKT 2009, 2010 dan 2011) Wilayah Sumuta (RKT ) Virgin Forest Sarana dan Prasarana Pendukung dan Aspek Lainnya Log pond Base camp Perkampungan Penduduk Penggunaan Database Menduga Potensi Terjadinya Konflik Menduga Potensi Masalah Pengelolaan karena Perbedaan Bahasa BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

13 DAFTAR TABEL No Halaman 1. Kelas Lereng di IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri Penutupan Vegetasi pada IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri Perbandingan Koordinat Titik Kontrol pada GPS dan Citra Base map... 28

14 DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Pergeseran geometri citra karena pengaruh ketinggian Plot dan titik pengamatan di lapangan Bagan alir proses pembuatan baseline SIG Jaringan jalan pada citra landsat dengan warna kemerahan (a) dan warna hijau muda (b) Jaringan jalan hasil delineasi Jaringan jalan utama (a) dan jalan cabang (b) PT. Mamberamo Alasmandiri Jaringan sungai pada citra landasat Jaringan sungai hasil delineasi Jaringan sungai PT. Mamberamo Alasmandiri Peta geologi sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Layer geologi (a) dan data atributnya (b) Peta iklim sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Peta kawasan hutan dan perairan sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Layer kawasan hutan dan perairan (a) dan data atributnya (b) Peta penutupan lahan sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Layer penutupan lahan (a) dan data atributnya (b) Peta jenis tanah sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Layer jenis tanah (a) dan data atributnya (b) Peta kelas lereng sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Layer kelas lereng (a) dan atributnya (b) Peta zonasi areal sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Peta penataan areal sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Peta RKU sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Layer pemukiman dan pengembangan distrik (a) dan data atributnya (b) Layer areal efektif tidak produktif (a) dan data atributnya (b)... 43

15 26. Kenampakan batas wilayah pengelolaan pada citra (a) dan layer batas wilayah pengelolaan (b) Layer blok RKT PT. Mamberamo Alasmandiri (a) dan data atributnya (b) Layer buffer zone PT. Mamberamo Alasmandiri (a) dan data atributnya (b) Batas wilayah ulayat (a) dan data atributnya (b) Layer persebaran bahasa (a) dan atributnya (b) Layer persebaran daerah terlarang (a) dan data atributnya (b) Lokasi hutan agathis (a) dan kondisi tegakan agathis (b) Penggunaan wilayah bersama untuk berburu Persebaran areal konflik (a) dan data atributnya (b) Sebaran titik plot pengamatan setiap blok RKT Kondisi plot contoh RKT (a) dan kenampakan pada citra 2008 (b) Kondisi plot contoh RKT 2008, 2009, dan 2010 (a) dan kenampakan pada citra 2009 (b) Kondisi plot contoh RKT (a) dan kenampakan pada citra 2008 (b) Kondisi plot contoh virgin forest (a) dan kenampakan pada citra 2009 (b) Point dan foto kondisi log pond Tasine Point dan foto kondisi log pond Aja Point dan foto kondisi base camp utama Point dan foto kondisi base camp TPTI Persebaran perkampungan penduduk Kondisi Kampung Burumeso Kondisi Distrik Kasonaweja Kondisi kampung Danau Bira Pendugaan pada blok RKT A Pendugaan pada blok RKT B Pendugaan masalah pengelolaan karena perbedaan bahasa... 63

16 DAFTAR SINGKATAN ERTS DAS DEM GIS GCP GLS IUPHHK-HA KPPN LAPAN MMS PMDN RBI RBV RKT RKU RMSe RTRWK SIG SRTM TDRSS Earth Resources Technology Satellite Daerah Aliran Sungai Digital Elevation Model Geographic Information System Ground Control Point Global Land Survey Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Multispektral Scanner Penanaman Modal Dalam Negeri Rupa Bumi Indonesia Return Beam Vidiocom Rencana Kerja Tahunan Rencana Kerja Usaha Root Mean Square Error Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten Sistem Informasi Geografis Shuttle Radar Topography Mission Tracking Data Realay Satellite System

17 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan menyimpan berbagai potensi dan keanekaragaman hayati yang perlu dikelola secara bijak dan berdasar pada azas kelestarian. Pelaksanaan pengelolaan yang baik, memerlukan adanya perencanaan dan monitoring yang baik pula pada areal hutan. Perencanaan, pengelolaan dan monitoring yang baik dalam pelaksanaannya membutuhkan data terbaru yang dapat diperoleh secara cepat, akurat dan efisien. Menurut Jaya (2010), terkait dengan sarana pengumpulan data yang diperlukan, penginderaan jauh memegang peranan yang sangat penting karena mampu memberikan informasi secara lengkap, cepat dan relatif akurat. Pemanfaatan penginderaan jauh dan pemetaan wilayah yang diintegrasikan dalam sistem informasi geografis yang tepat, akan sangat membantu dalam berbagai proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang nantinya berkaitan dengan pengelolaan hutan. Sistem Informasi geografis bisa membantu menyelesaikan beberapa proses yang menuntut kemampuan analisis, mampu bekerja dari informasi yang dikumpulkan guna mempermudah pemetaan dan pemodelan terhadap bentang alam sumber daya alam atau untuk mempermudah dalam mengevaluasi kebijakan-kebijakan pengelolaan, serta mampu dalam mempermudah eksplorasi secara efisien terhadap informasi yang terkait dengan sumberdaya alam (Jaya 2010). Bentuk integrasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis adalah baseline, yang merupakan data dan informasi yang siap digunakan dalam pengolahan/ analisis/ pemodelan selanjutnya. Perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai langkah pengelolaan hutan yang tepat akan memaksimalkan produktivitas hasil hutan yang akan diperoleh, dan aspek kelestarian juga dapat tetap terpelihara dengan baik. Sistem informasi geografis yang baik mengenai suatu wilayah dapat pula membantu dalam penyelesaian berbagai masalah yang dapat menganggu kegiatan pengelolaan, seperti masalah kelola sosial, penentuan areal produktif dan areal kerja, serta masalah yang terkait dengan operasional dan administrasi pengelolaan hutan yang lainnya. PT. Mamberamo Alasmandiri merupakan salah satu

18 2 perusahaan yang bergerak dalam bidang pengelolaan hutan juga membutuhkan adanya ketersediaan data terbaru yang cepat, akurat dan efisien dalam melaksanakan kegiatannya. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah membangun baseline sistem informasi geografis pada hutan areal kerja Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah diperolehnya data peta yang telah dilengkapi dengan berbagai informasi pendukung yang akurat, yang dapat membantu dalam berbagai kegiatan selanjutnya bagi manajemen PT. Mamberamo Alasmandiri.

19 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand and Kiefer 1990). Penginderaan jauh mampu memberikan data yang unik yang tidak bisa diperoleh dengan menggunakan sarana lain, mempermudah pekerjaan lapangan dan mampu memberikan data yang lengkap dalam waktu yang relatif singkat dan dengan biaya yang relatif murah ( Jaya 2010). Proses utama yang terkait dengan penginderaan jauh adalah pengumpulan data dan analisis data. Menurut Lillesand and Kiefer (1990) proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan sensor untuk merekam berbagai variasi pancaran dan pantulan energi elektromagnetik oleh kenampakan di muka bumi. Proses analisis data meliputi pengujian data menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan untuk menganalisis data piktorial, dan/atau komputer untuk menganalisis data sensor numerik. Proses ini memerlukan adanya data rujukan yang dapat membantu, dengan bantuan data rujukan analis mengambil informasi tentang jenis, bentangan, lokasi dan kondisi berbagai sumberdaya yang dikumpulkan oleh sensor. Informasi ini kemudian disajikan dalam bentuk peta, tabel, dan suatu bahasan tertulis atau laporan (Lillesand and Kiefer 1990). 2.2 Sistem Informasi Geografis Menurut Aronoff (1989) dalam Prahasta (2009), Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG mempunyai 4 kemampuan untuk menangani data bereferensi geografi, yaitu: (a) pemasukan data (data input), (b) manajemen data (penyimpanan/store dan pemanggilan/retrieve), (c) analisis dan manipulasi, serta (d) menghasilkan data (data output).

20 4 Istilah sistem informasi geografis merupakan gabungan dari tiga unsur pokok : sistem, informasi dan geografis. SIG merupakan suatu sistem yang menekankan pada unsur informasi geografis. Istilah Geografis merupakan bagian dari spasial (keruangan), penggunaaan kata Geografis mengandung pengertian suatu persoalan atau hal mengenai (wilayah di permukaan) bumi: baik permukaan dua dimensi atau tiga dimensi. Istilah informansi geografis mengandung pengertian informasi mengenai tempat-tempat yang terletak di permukaan bumi, pengetahuan mengenai posisi dimana suatu objek terletak di permukaan bumi, atau informasi mengenai keterangan-keterangan (atribut) objek penting yang terdapat di permukaan bumi yang posisinya diberikan atau diketahui (Prahasta 2009). Menurut Chrisman (1997) dalam Prahasta (2009) SIG merupakan suatu sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, manusia (brainware), organisasi dan lembaga yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis dan menyebarkan informasi-informasi mengenai daerah-daerah di permukaan bumi. Sistem Informasi Geografis dapat memvisualisasikan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan data spasial. SIG juga dapat menghubungkan database dengan suatu peta. Cara kerja GIS adalah dengan menghubungkan beberapa informasi dari berbagai sumber (penggunaan lahan, topografi, penutupan lahan, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) dll), merekam data, integrasi data, proyeksi dan registrasi, struktur data, dan pemodelan data. Menurut Prahasta (2009) dari beberapa definisi mengenai sistem informasi geografis, SIG dapat diuraikan menjadi beberapa sub-sistem, antara lain adalah: a. Data Input: sub-sistem ini bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan data spasial dan atributnya dari berbagai sumber. b. Data Output: sub-sistem ini bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti halnya tabel, grafik, report, peta, dan lain sebagainya. c. Data Management: sub-sistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel atribut terkait ke dalam sebuah sistem basis data sedemikian rupa

21 5 hingga mudah dipanggil kembali atau di-retrieve (di-load ke memory), diupdate dan di-edit. d. Data Manipulation dan Analisis: sub-sistem ini menentukan informasiinformasi yang dapat dihasilkan oleh SIG, selain itu juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. Menurut Jaya (2002) SIG bukanlah suatu sistem yang semata-mata berfungsi untuk membuat peta, tetapi merupakan alat analitik (analitical tool) yang mampu memecahkan masalah sosial secara otomatis, cepat dan teliti. SIG pada bidang kehutanan sangat diperlukan guna mendukung pengambil keputusan untuk memecahkan permasalahan keruangan, mulai dari tahap perencanaan, pengelolaan sampai dengan pengawasan. SIG sangat membantu memecahkan permasalahan yang menyangkut luasan (poligon), batas (line atau arc) dan lokasi (point). 2.3 Basis Data Sistem Informasi Geografis Menurut Purwadhi dan Sanjoto (2010) basis data SIG merupakan data geografis permukaan bumi, yang strukturnya meliputi posisi dan hubungan tipologis, baik berupa data spasial maupun non-spasial. Keunikan SIG dibanding dengan sistem pengelolaan basis data lainnya adalah kemampuan untuk menyajikan informasi spasial dan non-spasial secara bersama-sama. Sumber data SIG berasal dari peta, citra, data statistik, dan sumber data lapangan harus berupa data digital. Semua data digital untuk masukan SIG harus sudah bereferensi dalam format geografis. Penyusunan basis data, merupakan pengorganisasian data yang telah dikumpulkan, dimasukkan dan dilakukan konversi data. Pemasukkan data disesuaikan dengan tujuan pembangunan basis data yang akan disusun berdasarkan point coverage (misalnya kota, pelabuhan), line coverage (misalnya jalan, sungai), dan poligon coverage (unit penggunaan lahan) (Purwadhi & Sanjoto 2010). Pemisahan informasi dengan konsep lapis-lapis (layer/coverage) obyek mempunyai arti besar dalam pengelolaan basis data, yaitu (Purwadhi & Sanjoto 2010) :

22 6 1. Membantu dalam mengorganisasi kenampakan obyek mengelompok. 2. Meminimalkan jumlah atribut berkaitan dengan setiap kenampakan obyek. 3. Memudahkan perbaikan dan pemeliharaan peta, karena biasanya tersedia sumber data yang berbeda untuk setiap lapis obyek (layer). 4. Menyederhanakan tampilan peta, karena kenampakan obyek (feature) yang berelasi mudah digambarkan, dan diberi label (ID) serta di-simbol-kan. 5. Mempermudah proses analisis spasial. 2.4 Citra Landsat Landsat merupakan salah satu produk dari sistem penginderaan jauh yang menggunakan data satelit sistem pasif. Landsat merupakan satelit sumberdaya bumi yang pada awalnya bernama ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite) yang diluncurkan pertama kalinya tanggal 23 Juli 1972 yang mengorbit hingga 6 Januari Satelit ini mengorbit mengelilingi bumi selaras matahari (sunsynchronous). Konfigurasi dasar satelit landsat berupa sistem berbentuk kupu-kupu yang tingginya kurang lebih 3 m dan bergaris tengah 1,5 dengan panel matahari yang melintang kurang lebih 4 m. Berat satelit ini kurang lebih 815 kg dan diluncurkan ke orbit lingkarnya pada ketinggian nominal 900 km ( ketinggian bervariasi antara 880 km dan 940 km). Orbit landsat melalui 9º kutub utara dan kutub selatan. Satelit mengelilingi bumi satu kali dalam 103 menit sehingga menghasilkan 14 kali orbit dalam sehari. Kecepatan jalur medan satelit sekitar 6,46 km/detik (Lillesand and Kiefer 1990). Sensor landsat meliputi lebar rekaman 185 km. Landsat 1 dan 2 membawa dua sensor, yaitu RBV (Return Beam Vidicon) dan MMS (Multispektral scanner). Landsat 3 terdapat dua perubahan besar pada rancang bangunnya, yaitu tambahan saluran termal (10,4-12,6) mm pada sensor MMS dan resolusi spasial sistem RBV ditingkatkan dengan menggunakan sistem dua kamera lebar (bukan multispektral). Landsat 4 dan 5 menrupakan pengembangan sensor pada sistem landsat 1, 2 dan 3 dengan peningkatan resolusi spasial, kepekaan radiometrik, laju pengiriman datanya lebih cepat, dan fokus pengindaraan informasi yang berkaitan dengan vegetasi. Landsat 4, 5 dan 6 menggunakan sistem pengiriman data lintas TDRSS

23 7 (Tracking Data Realay Satellite System) yang menggunakan dua satelit komunikasi untuk pengiriman data dari landsat ke beberapa stasiun bumi di seluruh dunia. Interval waktu pemotretan daerah yang sama 16 hari (Purwadhi 2001). Resolusi efektif citra landsat (kenampakan medan terkecil yang berdekatan yang dapat dibedakan satu terhadap yang lain) berukuran sekitar 79 m pada citra MMS dan sekitar 30 m pada citra RBV landsat 3. Kenampakan lurus memanjang dengan lebar beberapa meter yang mempunyai pantulan sangat kontras terhadap lingkungannya dapat dilihat pada citra landsat (misalnya jalan dua jalur, jembatan yang melintas tubuh air, dll), sebaliknya obyek melintang yang jauh lebih besar dari 79 m mungkin tidak tampak kalau beda pantulannya sangat kecil bila dibandingkan terhadap lingkungannya, dan suatu kenampakan yang dapat dideteksi pada suatu saluran dapat pula tidak tampak pada saluran yang lain (Lillesand and Kiefer 1990). 2.5 Koreksi Geometrik Data asli hasil rekaman sensor pada satelit maupun pesawat terbang merupakan representasi dari bentuk permukaan bumi yang tidak beraturan. Data tersebut meskipun kelihatannya merupakan daerah yang datar, tetapi area yang direkam sesungguhnya mengandung kesalahan (distorsi) yang diakibatkan oleh pengaruh kelengkungan bumi dan atau oleh sensor itu sendiri (Jaya 2010). Kualitas citra pengindaraan jauh digital ditentukan oleh dua kelompok parameter yang spesifik, yaitu derajat resolusi spasial yang berhubungan dengan kemampuan sensor dan distorsi geometrik, serta resolusi radiometrik yang berhubungan dengan kekuatan sinyal, kondisi atmosfer (hamburan, serapan, dan tutupan awan) dan saluran spektral yang digunakan. Penggunaan citra pengindaraan jauh digital sangat dipengaruhi oleh kualitas citra atau kemampuan koreksi (koreksi radiometrik dan koreksi geometrik) atau merestorasi datanya, sehingga informasi yang diperoleh cukup akurat dan dapat diandalkan (Purwadhi 2001). Koresi geometrik (rektifikasi) adalah suatu proses melakukan transformasi data dari suatu sistem grid menggunakan suatu transformasi geometrik. Koreksi

24 8 geometrik merupakan proses yang mutlak dilakukan apabila posisi citra akan disesuaikan atau ditumpangsusunkan dengan peta-peta atau citra lainnya yang mempunyai sistem proyeksi peta. Ada beberapa alasan yang perlu untuk melakukan rektifikasi, antara lain adalah untuk (Jaya 2010): 1. Membandingkan 2 citra atau lebih untuk lokasi tertentu. 2. Membangun SIG dan melakukan pemodelan spasial. 3. Meletakkan lokasi-lokasi pengambilan training area sebelum melakukan klasifikasi. 4. Membuat peta dengan skala yang teliti. 5. Melakukan overlay (tumpang susun) citra dengan data-data spasial lainnya 6. Membandingkan citra dengan data spasial lainnya yang mempunyai skala yang berbeda. 7. Membuat mozaik citra. 8. Melakukan analisis yang memerlukan lokasi geografis dengan presisi yang tepat. Pada umumnya koreksi geometrik citra dilakukan dengan menggunakan koordinat 2 dimensi (x,y) dimana koreksi geometrik semacam ini memerlukan persamaan polynomial yang sesuai dengan data titik kontrol. Guna memperoleh hasil yang lebih baik, koreksi geometrik dapat dilakukan dengan menggunakan koordinat 3 dimensi (x, y, z). Ketelitian koreksi geometrik dapat diketahui dari harga Root Mean Square Error (RMSe). Nilai RMSe harus kurang dari sama dengan 1. Nilai RMSe semakin mendekati nilai nol maka koreksi geometriknya semakin baik (Dewi et al. 2012) Koreksi Geometrik Dua Dimensi Koreksi geometrik dua dimensi atau koreksi planimetri merupakan koreksi yang dilakukan pada peta yang tidak dipengaruhi oleh ketinggian dan hanya memiliki dua sisitem koordinat, yaitu x dan y atau yang dikenal dengan absis dan ordinat. Koreksi planimetri terdiri dari beberapa model koreksi seperti affine, polynomial, camera dan sebagainya, yang masing-masing menggunakan persamaan matematis untuk mengkoreksi distorsi yang terjadi. Model polynomial digunakan untuk koreksi geometrik data citra yang mengalami pergeseran linear,

25 9 ukuran piksel sama dalam satu set citra, untuk data resolusi spasial tinggi maupun rendah (Purwadhi & Sanjoto 2010) Koreksi Geometrik Tiga Dimensi Menurut Kustiyo (2010) kondisi riil data citra satelit tidak memungkinkan adanya pencitraan secara tegak pada setiap piksel citra, sehingga diperlukan transformasi koordinat atau koreksi geometri dari perekaman non-ortho menjadi ortho. Pergeseran koordinat dari transformasi ortho selain dipengaruhi oleh sudut pengambilan obyek juga dipengaruhi oleh tinggi obyek yang ada di permukaan bumi. Pengaruh ketinggian obyek terhadap pergeseran geometri citra disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Pergeseran geometri citra karena pengaruh ketinggian Titik A yang berada di atas datum mempunyai bayangan a pada bidang citra, padahal menurut posisi titik A pada bidang datum yang seharusnya, yaitu A bayangan yang ditangkap citra adalah a. Pergeseran a ke a merupakan pergeseran bayangan yang selalu mempunyai sifat menjauhi pusat proyeksi.

26 10 Begitu pula dengan titik B yang seharusnya mempunyai bayangan b pada citra, tapi karena titik B mempunyai tinggi di bawah datum maka bayangannya berada pada titik b. Pergeseran b ke b merupakan pergeseran bayangan yang selalu mempunyai sifat mendekati pusat proyeksi. Menurut Purwadhi dan Sanjoto (2010) koreksi ortho digunakan selain untuk mengoreksi citra secara geometris, juga mengoreksi citra berdasarkan ketinggian geografisnya. Koreksi geometrik jika tidak menggunakan orthorectify, maka puncak gunung akan bergeser letaknya dari posisi semula, walaupun sudah dikoreksi geometris. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional telah memiliki data citra landsat dengan standar level 1T-ortho yang telah terkoresi ortho (LAPAN 2012). Data yang diperlukan untuk proses geometri ortho antara lain adalah raw data (data yang dikoreksi geometri) yang berupa citra landsat, data referensi yang berupa citra landsat 7 Global Land Survey (GLS)-2000 level 1T (ortho rectified), basis data GCP (Ground Control Point) dan data DEM (Digital Elevation Model), SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) 90 meter. Citra ortho dihasilkan melalui beberapa tahap yaitu, pengambilan 4 titik kontrol awal, proses pengambilan titik kontrol secara otomatis, pengecekan titik kontrol dan proses koreksi geometri ortho (Kustiyo 2010).

27 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni Juli 2012 di area Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Data Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS CS 60, alat tulis, kamera digital dan satu unit komputer pribadi yang dilengkapi dengan software Erdas Imagine Ver 9.1, ArcView GIS Ver 3.2, ArcGis Ver 9.3, Map Source, Global Mapper 7, dan Microsoft Office Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Citra landsat terkoreksi ortho antara path 102 row 62, path 103 row 61 dan path 103 row 62 multiwaktu dari tahun 2000 hingga 2012 yang bersumber dari LAPAN. 2. Citra Landsat tahun 2010 yang dimiliki oleh PT. Mamberamo Alasmandiri. 3. Data hasil pengecekan lapangan, berupa GCP yang diambil menggunakan GPS dan foto kondisi lapangan. 4. Peta tematik dari IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri berupa: Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1: dan 1: , Peta Rencana Kerja Usaha (RKU), Peta Geologi, Peta Iklim, Peta Jenis Tanah, Peta Kelas Lereng, Peta Kawasan Hutan dan Perairan, Peta Penataan Areal, Peta Penutupan Lahan, Peta Zonasi Areal, batas wilayah pengelolaan, blok Rencana Kerja Tahunan (RKT), buffer zone, batas wilayah ulayat, persebaran bahasa, daerah larangan, persebaran wilayah bersana (perburuan), dan persebaran areal konflik.

28 Prosedur Penelitian Identifikasi Data Melakukan identifikasi terhadap data yang diperoleh dari IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri berupa data primer maupun data sekunder. Data primer yang diperoleh berupa titik GCP yang diambil pada beberapa persimpangan jalan besar, muara sungai, log pond, sekitar danau dan distrik di kawasan IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri yang masih dapat dideteksi pada citra dan terjangkau di lapangan, serta data penutupan hutan pada blok RKT , virgin forest dan foto-foto kondisi lapangan. Data sekunder yang diperoleh berupa data citra landsat terkoreksi ortho multiwaktu dari tahun 2000 hingga 2012 yang berasal dari LAPAN, peta tematik yang dimiliki IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri dan informasi hasil wawancara maupun dokumen yang dimiliki perusahaan yang melengkapi gambaran mengenai peta tematik yang diperoleh Pemilihan Base map Pemilihan Citra Terbaik Peta dasar (base map) digunakan sebagai acuan dalam koreksi geometrik yang akan dilakukan pada data peta yang lainnya. Melakukan koreksi ditorsi acak dan distorsi sitematik yang rumit memerlukan ketersediaaan peta teliti yang sesuai dengan daerah liputan citra dan titik-titik ikat medan yang dapat dikenali pada citra (Lillesand and Kiefer 1990). Peta yang dipilih menjadi peta dasar adalah citra landsat terkoreksi ortho antara path 102 row 62, path 103 row 61 dan path 103 row 62 multiwaktu dari tahun 2000 hingga 2012 yang bersumber dari LAPAN Pra Pengolahan Citra Sebelum citra yang terpilih digunakan sebagai peta dasar terlebih dahulu dilakukan beberapa hal yang meliputi reproject setiap scene citra yang digunakan, layer stacking dan pemotongan citra. Reproject dari setiap scene citra dilakukan untuk menyamakan proyeksi peta. Sistem koordinat yang digunakan adalah Datum WGS 84 dan proyeksi yang digunakan adalah UTM zone 53 di Selatan Khatulistiwa (WGS_1984_UTM_Zone_53S) untuk kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri.

29 13 Layer stacking dilakukan untuk membuat citra komposit berwarna, karena dengan hanya satu band (saluran) yang umumnya ditampilkan dengan grayscale/hitam putih, identifikasi obyek pada citra umumnya lebih sulit jika dibandingkan dengan intepretasi pada citra berwarna (Jaya, 2010). Digunakan kombinasi band pada RGB yang merupakan standar Dephut untuk menampilkan citra dengan kombinasi warna yang mendekati warna alami dan mempunyai variasi informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan komposit warna palsu standar, sehingga klasifikasi akan lebih mudah dilakukan. Pemotongan citra dilakukan dengan tujuan untuk memilih bagian citra yang terbaik dari setiap scene-nya sebelum nantinya dipadukan menjadi sebuah peta dasar yang utuh. Bagian terbaik yang dipilih merupakan dengan konsisi tutupan awan yang jarang dan tidak mengalami stripping Identifikasi Tematik Mengidentifikasi data peta tematik dan informasi yang melengkapinya, data tematik yang berasal PT. Mamberamo Alasmandiri berupa peta dengan format jpg yang harus diproses lebih lanjut agar menjadi data yang siap diolah, data dalam bentuk shapefile, dan informasi berbentuk point. Identifikasi yang dilakukan berfungsi mempermudah dalam proses koreksi geometrik, pembutan baseline peta dan dalam analisis yang lebih lanjut Koreksi Geometrik Koreksi geometrik merupakan proses yang mutlak dilakukan apabila posisi citra akan disesuaikan atau ditumpangsusunkan dengan peta-peta atau citra lainnya yang mempunyai sistem proyeksi peta (Jaya 2010). Koreksi geometrik dilakukan pada GCP (Ground Control Point) yang diambil di lapangan dan peta tematik yang dimiliki IUPHHKA-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, dengan peta referensi citra landsat yang telah terkoreksi ortho antara path 102 row 62, path 103 row 61 dan path 103 row 62 multiwaktu tahun 2000 hingga tahun 2012.

30 Delineasi Jaringan Jalan, Jaringan Sungai dan Batas Wilayah Pengelolaan Jaringan jalan, jaringan sungai dan batas wilayah yang telah ditata batas diedelineasi berdasarkan interpretasi visual dari base map. Base map yang digunakan merupakan citra landsat yang telah terkoreksi ortho antara path 102 row 62, path 103 row 61 dan path 103 row 62 multiwaktu tahun 2000 hingga tahun 2012 yang berasal dari LAPAN Koreksi Titik Kontrol Lapangan Titik kontrol yang diambil langsung di lapangan menggunakan GPS dikoreksikan terhadap posisi seharusnya dari titik kontrol tersebut pada citra yang menjadi base map. Terdapat 17 titik kontrol yang diambil pada persimpangan jalan besar, 1 titik kontol wilayah distrik, 2 log pond, 7 muara sungai, 5 titik kontrol yang diambil pada sekitar danau dan salah satunya merupakan makam. Koreksi titik kontrol dilakukan untuk membandingkan keakuratan posisi titik yang diambil menggunakan GPS dengan posisi seharusnya yang terdapat pada citra Koreksi Peta Tematik Peta tematik yang dimiliki dan digunakan oleh PT. Mamberamo Alasmandiri ada yang masih berformat jpg dan ada yang telah berformat shapefile. Peta yang masih berformat jpg antara lain adalah Peta RKU, Peta Geologi, Peta Iklim, Peta Jenis Tanah, Peta Kelas Lereng, Peta Kawasan Hutan dan Perairan, Peta Penataan Areal, Peta Penutupan Lahan dan Peta Zonasi Areal. Peta yang telah berformat shapfile antara lain adalah batas wilayah pengelolaan, blok RKT, buffer zone, batas wilayah ulayat, persebaran bahasa, daerah larangan, persebaran wilayah bersana (perburuan) dan persebaran areal konflik. Dilakukan pengamatan mengenai kondisi hutan yang terdapat pada PT. Mamberamo Alasmandiri dan beberapa sarana dan prasarana pendukung dan aspek lainnya untuk mendapatkan informasi berbentuk point. Pengamatan mengenai kondisi hutan dilakukan dengan menggunakan plot contoh berukuran 2x2m untuk pengamatan pada tingkat semai, 5x5m untuk pengamatan pada tingkat pancang, 10x10m untuk pengamatan pada tingkat tiang dan 20x20m untuk

31 15 pengamatan pada tingkat pohon. Plot diambil pada blok RKT tahun dan pada virgin forest untuk mengamati kondisi penutupan hutan. Dibuat tiga plot dan enam titik pengamatan dengan jarak dari masing-masing titik dan plot sebesar 100 m pada setiap blok RKT. Posisi setiap plot dan titik pengamatan juga ditandai dengan menggunakan GPS. Pola plot dan titik pengamatan di lapangan yang dibuat disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 Plot dan titik pengamatan di lapangan Pengamatan mengenai sarana dan prasarana pendukung dan aspek lainnya dilakukan dengan pengambilan titik-titik koordinat menggunakan GPS dan informasi serta foto lapang. Koreksi dilakukan menggunakan acuan jaringan jalan dan jaringan sungai hasil delineasai dari peta dasar yang dimiliki. Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan model polynomial orde 1 dengan jumlah titik kontrol yang berbeda disetiap jenis peta. Peta yang masih berformat jpg selanjutnya didelineasi kembali untuk dipisahkan ke dalam layer-layer penyusunnya Pembuatan Baseline Peta Data peta dan atribut penyertanya yang telah tersusun ke dalam layer-layer dengan tema berbeda telah menjadi suatu baseline SIG yang selanjutnya akan disusun ke dalam sebuah basis data SIG. Informasi geografis disimpan dalam basis data SIG berbentuk lapis (layers) informasi sesuai dengan temanya (dapat berupa kenyataan, abstrak, struktur model) (Purwadhi & Sanjoto 2010), setiap layer berisi informasi yang dapat digunakan untuk tahapan analisis selanjutnya. Penyususnan baseline SIG ke dalam sebuah basis data SIG bertujuan agar pengaturan/ pemilahan/ pengelompokan/ pengorganisasian data mudah dan cepat dilaksanankan. Hal ini dikarenakan data/file yang saling berhubungan yang disimpan dalam suatu media (elektronis) secara rupa yang terorganisisir dapat diakses dengan mudah dan cepat

32 16 Penelitian ini menggunakan gaya atau cara penggambaran dan manipulsi data atau model database relasional. Model database relasional tidak menggunakan hirarki pada field pada setiap record, data disimpan sebagai sekumpulan nilai dalam suatu bentuk record yang sederhana yang disebut tuples yang dikelompokkan ke dalam tabel 2 dimensi yang mempresentasikan hubungan semua atribut. Bagan alir proses pembuatan baseline SIG disajikan pada Gambar 3. Base map Data tematik (jpg, shapefile,dan informasi berbentuk point) Delineasi jaringan sungai dan jalan Koreksi geometrik Informasi berbentuk point Data jpg Data shapefile Delineasi Layer Database SIG Gambar 3 Bagan alir proses pembuatan baseline SIG

33 17 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan PT. Mamberamo Alasmandiri adalah perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang tergabung dalam KODECO GROUP. Didirikan pada tanggal 5 Desember tahun 1991 dan memperoleh pengesahaan dari Menteri Kehakiman RI pada tanggal 20 April Tahun 1999, luas areal Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) mengalami perubahan dari hektar (SK Menhut No. 1071/Kpts-II/1992) menjadi hektar (Addendum SK Menhutbun No.910/Kpts-II/1999). PT. Mamberamo Alasmandiri membagi areal kerjanya menjadi 2 unit kelestarian (unit Aja dan unit Gesa) pada pelaksanaan kegiatan pengusahaan hutan, mulai tahun 2012 dilebur/digabung menjadi 1 unit kelestarian yang melakukan kegiatan operasional pengusahaan hutan secara bersama-sama (PT MAM 2009). Kegiatan produksi dimulai pada tahun 1994 sampai dengan tahun 1997, dilakukan pemenuhan pasokan bahan baku industri PT. Kodeco Batulicin Plywood yang berlokasi di Kalimantan Selatan. Perkembangan selanjutnya atas pertimbangan pengembangan pembangunan daerah serta efisiensi biaya industri maka pada tahun 1998 didirikan industri pengolahan kayu atas nama PT. Kodeco Mamberamo (PMDN) di desa Kerenui, Distrik Waropen Timur Kabupaten Yapen Waropen (PT MAM 2009). 4.2 Letak dan Luas Areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri termasuk ke dalam kelompok hutan sungai Mamberamo sungai Gesa. Berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan, areal kerja IUPHHK-HA terletak di dalam wilayah distrik Mamberamo Hulu, Mamberamo Tengah, dan Mamberamo Hilir, serta distrik Waropen Atas, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua. Luas areal kerja IUPHHK PT. Mamberamo Alasmandiri adalah Ha (PT MAM 2009).

34 Topografi dan Kelerengan Kelas lereng di areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri terdiri atas kelas lereng A (<8%) sampai kelas lereng E (>40%), dengan luas masing-masing dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kelas lereng di IUPHHK-HA PT Mamberamo Alasmandiri Kelerengan Kelas lereng Luas (Ha) <8% (datar) A % (landai) B % (agak curam) C % (curam) D >40% (sangat curam) E Total Tanah Berdasarkan Peta Tanah Provinsi Irian Jaya, 1 : (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 1993), area kerja IUPHHK-HA PT Mamberamo Alasmandiri terdiri atas 5 jenis tanah. Jenis tanah tersebut adalah Aluvial (tidak peka), Latosol (agak peka), Podsolik (peka), Litosol (sangat peka), dan Regosol (sangat peka) (PT MAM 2009). 4.5 Geologi Struktur geologi diareal kerja IUPHHK PT. Mamberamo Alasmandiri didominasi oleh sesar (sesar naik dan geser) dan lipatan. Sesar naik utama pada bagian tersebut membatasi Cekungan Wapoga dan Cekungan Mamberamo. Struktur lipatan terdiri dari antikilin dan sinklin. Antikilin penting dikenal sebagai Antiklin Gesa yang memotong aliran S. Gesa yang mengalir ke utara. Perkembangan struktur tersebut adalah dampak kompresi pemekaran lempeng Samudra Pasifik (PT MAM 2009). 4.6 Iklim dan Intensitas Hujan Berdasarkan klasifikasi iklim secara umum menurut Schmidt & Ferguson atau Af-Am Koppen areal IUPHHK PT. Mamberamo Alasmandiri termasuk dalam tipe iklim A, yaitu daerah sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropis dengan curah hujan tanpa bulan kering (<60.00 mm) merata sepanjang tahun.

35 19 Curah hujan rata-rata adalah sebesar 285,6 mm perbulan dan tingkat minimum yang terjadi pada bulan November (208,8 mm perbulan) maksimum pada bulan Oktober (354,1 mm perbulan) (PT MAM 2009). 4.7 Keadaan Hutan Penutupan lahan areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri berdasarkan hasil penafsiran Citra Landsat LS-7 ETM+US band 542, Mozaik Path 102 Row 62, liputan tanggal 19 November 2005 dan Path 103 Row 62 Liputan tanggal 8 Juli 2006 disajikan pada Tabel 2 (PT MAM 2009) : Tabel 2 Penutupan vegetasi pada IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri Fungsi Hutan (Ha) Penutupan lahan BZ Jumlah Persen HPT HP HPK 1. Hutan primer ,00% 2. Hutan bekas tebangan ,40% 3. Non hutan ,80% 4. Hutan rawa primer ,90% 5. Hutan rawa bekas tebangan ,30% 6. Non hutan rawa ,20% 7. Tubuh air / danau ,10% 8. Tidak ada data/ tertutup awan ,30% Jumlah ,00% Sumber : Pengesahan Citra Landsat Nomor S.35/VII/Pusin-1/2006 tanggal 22 Januari 2007 (PT MAM 2009). 4.8 Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Penduduk asli di sekitar kelompok hutan S.Mamberamo-S.Gesa adalah suku Baudi Bira, Kerema, Obagui Dai, Kapso Apawer, Birara Noso, Bodo dan suku Haya. Agama dan kepercayaan yang dianut adalah Kristen Protestan, Katolik dan Islam. Mata pencaharian penduduk yang berada di sekitar areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri meliputi mencari ikan, bercocok tanam dengan berladang berpindah, dan meramu (mencari sagu, umbi dan berburu). Sedangkan masyarakat yang tinggal di pusat-pusat pemerintah (Distrik dan Kabupaten) yang umumnya sebagai pendatang berprofesi sebagai pegawai negeri dan buruh harian (PT MAM 2009).

36 20 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Base map (Peta Dasar) Peta dasar dijadikan sebagai acuan utama dalam korekasi geometrik yang dilakukan, sehingga harus dipilih citra atau peta terbaik yang akan digunakan. Data citra dan peta yang diperoleh dari PT. Mamberamo Alasmandiri berupa data Citra Landsat tahun 2010, Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1: untuk seluruh areal pengelolaan, Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1: hanya pada kawasan yang saat ini dikelola, Peta Rencana Kerja Usaha (RKU) periode dan data tematik lainnya. Berdasarkan data peta dan citra yang dimiliki dilakukan analisis dan tumpang susun (overlay) antara satu dengan yang lainnya. Analisis terutama dilakukan pada jaringan jalan dan jaringan sungai, karena kedua komponen tersebut merupakan komponen dasar yang posisinya dapat diidentifikasi dengan mudah pada data citra maupun peta. Menurut hasil analisis yang dilakukan, masih terdapat beberapa pergeseran posisi, antara lain adalah : 1. Overlay Peta RKU dengan Peta RBI skala 1: , masih terdapat pergeseran antara jaringan jalan dan jaringan sungai yang terdapat pada kedua peta tersebut. 2. Overlay Peta RKU dengan Peta RBI skala 1:25.000, masih terdapat pergeseran posisi jaringan jalan dan jaringan sungai pada kedua peta tersebut tetapi tidak sebesar pada overlay peta RKU dengan Peta RBI skala 1: , hanya saja areal yang dapat di-overlay-kan hanya mencakup areal pengelolaan saat ini, sehingga tidak keseluruhan areal pengelolaan dapat dianalisis dan dikoreksikan. 3. Overlay Citra Landsat tahun 2010 dengan Peta RBI skala 1: , pada skala 1: hanya terjadi sedikit pergeseran, tetapi setelah diperbesar hingga skala 1:50.000, batas kawasan, jaringan jalan, dan sungai ternyata mengalami pergeseran posisi. Dilakukan analisis lebih lanjut dengan meng-overlay-kan file jaringan sungai dan jaringan jalan yang dimiliki perusahaan, terdapat pergeseran posisi jaringan sungai dan jaringan jalan pada citra landsat dengan

37 21 peta RBI, jaringan sungai dan jaringan jalan yang dimiliki perusahaan lebih sesuai dengan yang teridentifikasi pada citra landsat, namun banyak terdapat anak sungai kecil yang tidak dapat teridentifikasi pada citra landsat. 4. Overlay Citra Landsat tahun 2010 dengan Peta RBI skala 1:25.000, pada skala 1: masih terdapat pergeseran posisi jaringan sungai pada kedua data tersebut. Dilakukan analisis lebih lanjut dengan meng-overlay-kan file jaringan sungai yang dimiliki perusahaan, diperoleh hasil bahwa jaringan sungai yang dimiliki perusahaan lebih sesuai dengan peta RBI dibandingkan dengan citra landsat, tetapi masih terdapat beberapa anak sungai yang tidak teridentifikasi dalam peta RBI tersebut dan peta RBI yang tersedia tidak mencakup keseluruhan areal pengelolaan. 5. Overlay Citra Landsat tahun 2010 dengan batas wilayah yang dimiliki PT. Mamberamo Alasmandiri, masih terdapat pergeseran batas wilayah dengan batas alam yang teridentifikasi pada citra landsat. 6. Overlay Peta RKU dengan file jaringan sungai dan jaringan jalan yang dimiliki perusahaan, jaringan sungai, dan jaringan jalan yang dimiliki perusahaan masih terdapat pergeseran jika dibandingkan dengan peta RKU. Pembuatan suatu baseline sistem informasi geografis yang nantinya akan dijadikan acuan posisi yang paling mendekati dengan keadaan sesungguhnya di lapangan, memerlukan data referensi atau peta dasar dengan ketelitian yang lebih tinggi dan sumber yang jelas. Hasil analisis yang telah dilakukan pada data dan citra yang dimiliki oleh PT. Mamberamo Alasmandiri menunjukkan belum adanya data dan citra yang dapat digunakan sebagai peta dasar, sehingga dibutuhkan data lain yang lebih memadai. Wilayah PT. Mamberamo Alasmandiri yang memiliki kelas lereng dengan dominasi kelas lereng yang agak curam seluas Ha atau 31,9 % dari luas keseluruhan areal, dan wilayah yang belum dijangkau hingga saat ini didominasi oleh pegunungan, diduga adanya relief displacement yang akan menyebabkan pergeseran posisi terutama pada daerah yang cenderung bergunung karena pengaruh ketinggian. Hal tersebut menyebabkan koreksi geometri biasa yang hanya melibatkan absis (sumbu x) dan ordinat (sumbu y) saja dirasa kurang memadahi, maka untuk mengurangi adanya resiko relief displacement diperlukan

38 22 data acuan yang akan digunakan sebagai base map yang telah terkoreksi ketinggiannya (memiliki sumbu z yang terkoreksi). Data acuan yang dirasa sesuai digunakan sebagai base map adalah citra landsat yang telah terkoreksi ortho. Data citra landsat yang telah terkoreksi ini bersumber dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Citra landsat terkoreksi ortho yang diperoleh dari LAPAN merupakan citra multiwaktu dari tahun 2000 hingga 2012, dengan jumlah data di setiap scene untuk setiap tahunnya berbeda-beda, hal ini dikarenakan ketersediaan data yang dimiliki oleh pihak LAPAN. Berdasarkan kestersediaan data citra ortho yang dimiliki, dilakukan pemilihan kembali untuk mendapatkan citra dengan kombinasi scene yang terbaik, yang tidak memiliki banyak tutupan awan dan tidak mengalami stripping. Identifikasi base map dilakukan untuk menghasilkan baseline berupa jaringan jalan dan jaringan sungai dengan posisi yang dianggap paling mendekati keadaan sebenarnya di lapangan. Base map dipilih dari citra terbaik dari tahun yang terbaru, namun ternyata untuk pembuatan baseline, base map yang digunakan tidak dapat hanya berasal dari citra hasil perekaman satu atau dua tahun saja. Hal tersebut dikarenakan kondisi citra banyak yang mengalami stripping terutama untuk citra tiga tahun terakhir (tahun ), selain itu pada data citra yang lainnya masih banyak terdapat tutupan awan yang mengganggu proses identifikasi. Digunakan citra multiwaktu sebagai base map untuk mengurangi distorsi yang ada dan mempermudah dalam identifikasi, serta digunakan pula citra yang dimiliki oleh perusahaan sebagai pembanding alur jaringan jalan dan jaringan sungai yang tidak dapat teridentifikasi pada citra yang telah terkoreksi ortho. Baseline berupa jaringan jalan dan jaringan sungai dipilih menjadi dasar untuk mengkoreksikan peta lain yang dimiliki oleh PT. Mamberamo Alasmandiri. Jaringan jalan dan sungai dipilih karena merupakan komponen dasar yang terdapat pada peta dan dapat teridentifikasi dalam citra landsat yang digunakan sebagai base map. Kedua komponen yang didelineasi dari citra yang telah terkoreksi ini juga telah dianggap mempunyai koreksi geometrik terbaik, sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk koreksi geometrik bagi data tematik lainnya.

39 23 Delineasi juga dilakukan pada batas wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri, selain jaringan jalan dan jaringan sungai. Batas wilayah pengelolaan yang dimiliki terdiri dari dua batas, yaitu batas wilayah yang telah dilakukan tata batas dan batas wilayah yang belum dilakukan tata batas. Batas wilayah yang telah dilakukan tata batas merupakan batas alam yang dapat teridentifikasi pada citra yang menjadi base map sehingga dapat didelineasi, sedangkan batas wilayah yang belum ditata batas merupakan batas buatan, sehingga belum dapat dilakuakn delineasi berdasarkan peta dasar yang dimiliki Jaringan Jalan Jaringan jalan yang diperoleh dari hasil delineasi merupakan jaringan jalan yang terlihat pada citra terkoreksi ortho beberapa tahun terakhir (tahun ) dengan bantuan citra landsat dan jaringan jalan yang dimiliki perusahaan sebagai pembanding alur jalan. Hal ini dikarenakan jaringan jalan merupakan obyek yang dapat berkembang setiap tahunnya dan alur perkembangannya tidak dapat diduga sebelumnya, sehingga dibutuhkan data base map yang terbaru untuk dapat menggambarkan kondisi sebenarnya jaringan jalan yang dimiliki oleh PT. Mamberamo Alasmandiri. Jaringan jalan diidentifikasi berdasarkan kenampakan pada citra landsat yang menunjukkan ciri-ciri beralur, dengan warna kemerahan atau hijau muda yang mengindikasikan tutupan lahan yang terbuka. Jaringan jalan yang teridentifikasi pada citra landsat disajikan pada Gambar 4 dan jaringan jalan hasil delineasi disajikan pada Gambar 5. (a) Gambar 4 Jaringan jalan pada citra landsat dengan warna kemerahan (a) dan warna hijau muda (b) (b)

40 24 Gambar 5 Jaringan jalan hasil delineasi Jaringan jalan yang dimiliki oleh PT. Mamberamo Alasmandiri merupakan jaringan jalan hutan yang terdiri dari jalan utama dengan lebar 12 m, yang terdiri dari 10 m badan jalan dan 2 m bahu jalan, jalan cabang dengan lebar 8 m, dan jalan sarad dengan lebar 4 m. Badan jalan tidak ada yang diaspal, keseluruhannya hanya berupa tanah terbuka yang dipadatkan dan ditambah dengan material pembuat jalan. Jaringan jalan yang didelineasi sebagai baseline adalah jaringan jalan utama dan jaringan jalan cabang saja. Jaringan jalan yang dimiliki PT. Mamberamo Alasmandiri disajikan pada Gambar 6. (a) (b) Gambar 6 Jaringan jalan utama (a) dan jalan cabang (b) Alasmandiri PT. Mamberamo Jaringan Sungai Jaringan sungai merupakan hasil delineasi dari citra terkoreksi ortho tahun 2000 hingga Penggunaan citra ini selain dikarenakan untuk memaksimalkan informasi yang terdapat pada masing-masing citra juga karena jaringan sungai

41 25 memiliki pola yang cenderung tetap dan tidak akan berubah dalam waktu yang lama. Perubahan yang mungkin terjadi pada kenampakan jaringan sungai hanya sebagian kecil saja yang disebabkan oleh erosi maupun sedimentasi, tetapi tidak akan terjadi perubahan posisi yang signifikan, pola jaringan sungai dari tahun ke tahunnya akan cenderung sama. Jaringan sungai diidentifikasi berdasarkan kenampakan pada citra landsat yang menunjukkan ciri-ciri beralur, dengan warna kebiruan atau biru gelap. Jaringan sungai yang didelineasi merupakan jaringan sungai besar yang kenampakannya mudah dikenali pada citra landsat. Jaringan sungai yang teridentifikasi pada citra landsat disajikan pada Gambar 7 dan jaringan sungai hasil delineasi dapat disajikan pada Gambar 8. Gambar 7 Jaringan sungai pada citra landsat Gambar 8 Jaringan sungai hasil delineasi PT. Mamberamo Alasmandiri termasuk ke dalam 2 (dua) kelompok Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Mamberamo dan DAS Gesa. Sungai Mamberamo merupakan sungai utama yang bermuara di Laut Pasifik dengan lebar rata-rata m dan kedalaman pada musim kemarau sekitar m, sedangkan pada musim penghujan dapat mencapai m. Sungai Gesa

42 26 merupakan sungai kedua terbesar setelah sungai Mamberamo. Lebar sungai ini berkisar antara m, dengan kedalaman rata-rata berkisar antara 1,5-2 m pada musim kemarau dan 5 15 m pada musim hujan. Kedua DAS tersebut mengandung salitasi (kekeruhan) cukup tinggi sehingga menyebabkan warna air coklat keruh. Sungai Mamberamo juga dijadikan sebagai sarana untuk mengangkut kayu hasil produksi dan sebagai salah satu sarana transportasi bagi pihak perusahaan maupun warga sekitar. Jaringan sungai pada PT. Mamberamo Alasmandiri disajikan pada Gambar 9. Gambar 9 Jaringan sungai PT. Mamberamo Alasmandiri Titik Kontrol Lapangan Titik kontrol lapangan diambil dengan menggunakan GPS CS 60 pada beberapa titik yang mudah dikenali dan bersifat tidak mudah berubah dalam waktu yang lama. Titik kontrol diambil pada simpang jalan besar, muara sungai, log pond, wilayah sekitar danau dan wilayah distrik yang mudah untuk dikenali, pengambilan titik kontrol ini diusahakan tersebar merata, namun karena keterbatasan yang ada di lapangan maka hanya diambil pada sekitar daerah pengelolaan saat ini yang masih bisa dijangkau. Pengukuran titik kontrol lapangan hanya dilakukan sekali untuk setiap titiknya, dan untuk beberapa titik pengukuran dilakukan secara mobile (menggunakan perahu atau mobil). Mempertimbangkan kondisi pengukuran seperti yang digambarkan diatas dan GPS yang digunakan merupakan GPS navigasi, maka dilakukan overlay antara titik kontrol yang diambil dengan citra base map untuk mengetahui ketepatan posisi hasil pengukuran titik kontrol yang diambil di lapangan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, masih terjadi adanya

43 27 pergeseran posisi antara titik kontrol yang diambil di lapangan dengan titik pada posisi yang sama pada citra. Pergeseran posisi yang terlihat dalam citra base map berkisar antara 2 sampai 3 piksel masing-masing untuk posisi lintang dan bujur, dengan resolusi citra base map yang digunakan sebesar 25 m. Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui besarnya pergeseran yang terjadi pada titik kontrol, analisis ini dilakukan dengan membandingkan titik koordinat yang terbaca di GPS dengan titik koordinat yang terdapat pada citra yang menjadi base map untuk titik kontrol yang sama. Perbandingan koordinat disajikan pada Tabel 3.

44 28 Tabel 3 Perbandingan koordinat titik kontrol pada GPS dan Citra base map No Lokasi Koordinat GPS Koordinat Citra Selisih South (m) East (m) Simpang Log pond Tasine Pertigaan Tasine (TPTI) Simpang Cempaka Base camp TPTI Simpang Batiwa Simpang Kenari Simpang Km 20 Simpang Amora Simpang Matoa Lama Simpang Merbau Lama Simpang Merbau Km 34 Simpang Merbau 1 Simpang Merbau 2 Simpang Merbau 3 Simpang Merbau 4 Simpang Merbau 5 Simpang Km 15 Agathis Distrik Kasonaweja Muara sungai Sumuta Log pond Tasine Muara sungai Tasine Log pond Aja Muara sungai Aja 2 16'36,22"S '50,65"E 2 20'2,59"S '18,53"E 2 23'25,73"S 138 0' 57,69"E 2 20'2,69"S '18,86"E 2 22'50,25"S 138 0'41,74"E 2 24'5,39"S 138 2'42,32"E 2 24'1,45 S 138 3'15,54"E 2 23'59,22"S 138 4'32,96"E 2 24'48,31"S 138 5'5,53"E 2 24'59,83"S 138 5'41,88"E 2 26'33,97"S 138 8'47,91"E 2 26'42,30"S '7,79"E 2 26'44,9"S '11,46"E 2 26'46,77"S '17,10"E 2 27'4,49"S '19,15"E 2 27'59,41"S '19,33"E 2 22'56,28"S '23,52"E 2 18'4,92"S 138 1'47,95"E 2 14'50,49"S '5,44"E 2 16'37,33"S '32,26"E 2 17'17,60"S '39,12"E 2 18'18,87"S '53,82"E 2 17'34,34"S '17,15"E 2 16'34,59"S '48,35"E 2 19'59,59"S '23,25"E 2 23'24,41"S 138 0'57,03"E 2 20'1,43"S '20,43"E 2 22'48,33"S 138 0'39,70"E 2 24'3,61"S 138 2'41,34"E 2 24'0,27"S 138 3'14,99"E 2 23'57,79"S 138 4'32,02"E 2 24'46,75"S 138 5'5,05"E 2 24'57,92"S 138 5'41,59"E 2 26'32,30"S 138 8'47,85"E 2 26'40,12"S '7,34"E 2 26'44,72"S '11,59"E 2 26'45,84"S '16,69"E 2 27'4,50"S '18,69"E 2 27'59,31"S '18,73"E 2 22'54,31"S '23,64"E 2 18'4,93"S 138 1'48,23"E 2 14'48,41"S '0,73"E 2 16'36,58"S '28,39"E 2 17'16,09"S '36,88"E 2 18'18,84"S '53,56"E 2 17'33,71"S '23,51"E 0 0'0,37"S 0 0'2,29"E 0 0'3,09"S 0 0'4,72"E 0 0'1,32"S 0 0'0,66"E 0 0'1,26"S 0 0'1,57"E 0 0'1,91"S 0 0'2,03"E 0 0'1,77"S 0 0'0,02"E 0 0'1,17"S 0 0'0,54"E 0 0'1,42"S 0 0'0,94"E 0 0'1,56"S 0 0'0,47"E 0 0'1,90"S 0 0'0,29"E 0 0'1,66"S 0 0'0,06"E 0 0'2,17"S 0 0'0,45"E 0 0'0,17"S 0 0'0,13"E 0 0'0,92"S 0 0'0,40"E 0 0'0,02"S 0 0'0,46"E 0 0'0,10"S 0 0'0,59"E 0 0'1,96"S 0 0'0,12"E 0 0'0,01"S 0 0'0,28"E 0 0'2,08"S 0 0'4,70"E 0 0'0,74"S 0 0'3,88"E 0 0'1,50"S 0 0'2,23"E 0 0'0,02"S 0 0'0,24"E 0 0'0,63"S 0 0'6,36"E 11,43 95,48 40,79 38,93 59,02 54,69 36,15 43,88 48,20 58,71 51,29 67,05 5,25 28,43 0,62 3,09 60,56 0,31 64,27 22,87 46,35 0,62 19,47 70,76 145,85 20,39 48,51 62,73 0,62 16,69 29,05 14,52 8,96 1,85 13,91 4,02 12,36 14,21 18,23 3,71 8,65 145,23 119,89 68,91 7,42 196,52

45 29 Tabel 3 Lanjutan No Lokasi Koordinat GPS Koordinat Citra Selisih South (m) East (m) Muara sungai Burmeso Muara sungai Fameda Point Danau 1 Point Danau 2 Point Danau 3 Point Danau 4 Muara sungai Filey Makam Muara sungai Wea 2 19'26,01"S 138 2'52,31"E 2 27'27,25"S '15,38"E 2 28'1,63"S '24,61"E 2 28'8,6"S '41,63"E 2 27'31,08"S '20,36"E 2 27'12,96"S '12,72"E 2 29'39,48"S 138 0'33,74"E 2 27'53,54"S '38,3"E 2 27'18,28"S '47,45"E Keterangan: 1 = 111 km; 1' = 1,85 km; dan 1" = 30,9 m 2 19'25,48"S 138 2'53,12"E 2 27'25,07"S '17,83"E 2 28'13,36"S '23,76"E 2 28'7,99"S '39,67"E 2 27'30,26"S '18,94"E 2 27'11,51"S '12,17"E 2 29'37,25"S 138 0'32,24"E 2 27'56,21"S '41,75"E 2 27'21,08"S '46,87"E 0 0'0,53"S 0 0'0,81"E 0 0'2,18"S 0 0'2,46"E 0 0'11,73"S 0 0'0,85"E 0 0'0,61"S 0 0'1,96"E 0 0'0,82"S 0 0'1,41"E 0 0'1,45"S 0 0'0,55"E 0 0'2,22"S 0 0'1,49"E 0 0'2,68"S 0 0'3,45"E 0 0'2,80"S 0 0'0,57"E 16,38 67,36 362,46 18,85 25,34 44,81 68,60 82,81 86,52 25,03 76,01 26,27 60,56 43,57 17,00 46,04 106,61 17,61

46 30 Analisis dilakukan pada 32 titik kontrol lapangan yang mudah dikenali di lapangan maupun pada citra base map. Terdapat 17 titik kontrol yang diambil pada persimpangan jalan besar, 1 titik kontol wilayah distrik, 2 log pond, 7 muara sungai, 5 titik kontrol yang diambil pada sekitar danau dan salah satunya merupakan makam. Berdasarkan perbandingan yang dilakukan diperoleh hasil simpangan terbesar untuk posisi pada garis bujur sebesar 362,46 m yang terdapat pada titik point danau 1 dan simpangan terkecil terdapat pada distrik Kasonaweja sebesar 0,31 m. Simpangan terbesar pada posisi garis lintang terdapat pada titik muara sungai Aja sebesar 196,52 m dan simpangan terkecil terdapat pada titik simpang Kenari sebesar 0,62 m. Besarnya pergeseran posisi yang terjadi hampir merata pada semua titik yang diambil, namun untuk titik yang diambil dengan posisi diam yang terletak di daratan seperti log pond, beberapa simpang jalan dan kecamatan pergeseran yang terjadi cenderung lebih kecil dibandingkan dengan titik yang diambil pada daerah muara sungai dan danau yang pengambilannya dilakukan secara mobile menggunakan perahu, serta beberapa simpang jalan yang menggunakan mobil. Besarnya ketelitian penentuan posisi dengan menggunakan GPS dipengaruhi juga oleh beberapa faktor seperti kualitas dari GPS yang digunakan; geometri satelit, terkait dengan jumlah satelit yang diamati, lokasi dan distribusi satelit dan lama pengamatan; dan metode penentuan posisi yang digunakan apakah absolut atau relatif (GKAN 2007). GPS navigasi tidak dapat digunakan dalam untuk proses koreksi geometrik karena ketelitiannya sebesar 51±62 m untuk posisi bujur dan 45±49 m untuk posisi lintang, namun GPS navigasi dapat digunakan dalam proses pembuatan baseline untuk menunjukkan posisi wilayah dengan luasan 100x100m. 5.2 Identifikasi Tematik Data tematik yang berasal dari PT. Mamberamo Alasmandiri ada yang berupa layuot peta berformat jpg dan ada pula yang telah berformat shapefile dan telah tersusun atas layer dengan tema tertentu. Peta yang berformat jpg antara lain adalah Peta RKU, Peta Geologi, Peta Iklim, Peta Jenis Tanah, Peta Kelas Lereng, Peta Kawasan Hutan dan Perairan, Peta Penataan Areal, Peta Penutupan Lahan

47 31 dan Peta Zonasi Areal. Peta yang telah berformat shapfile antara lain adalah batas wilayah pengelolaan, blok RKT, buffer zone, batas wilayah ulayat, persebaran bahasa, daerah larangan, persebaran wilayah bersama (perburuan) dan persebaran areal konflik. Peta yang masih berformat jpg maupun yang telah berformat shapefile kemudian dikoreksikan terhadap baseline jaringan jalan dan jaringan sungai yang telah didelineasi dari citra terkoreksi ortho. Peta yang masih berformat jpg yang telah terkoreksi didelineasi kembali untuk memisahkan menjadi layer-layer dengan tema tertentu, sehingga layer-layer tersebut nantinya dapat menjadi sebuah baseline terkoreksi yang dapat digunakan untuk proses pengolahan dan analisis selanjutnya. Peta yang telah didelineasi bersama dengan data yang telah berformat shapefile kemudian disusun ke dalam sebuah database SIG. Proses koreksi, delineasi dan sumber peta yang dikoreksikan masing-masing akan diuraikan sebagai berikut: Peta Geologi Peta geologi PT. Mamberamo Alasmandiri bersumber dari Peta Karya Lima Tahun-II ( ) dan Peta Geologi Lembar Gunung Doom-3213 dan Lembar Sarmi & Bufareh Informasi yang dapat diperoleh dari peta geologi tersebut adalah berbagai formasi geologi yang berada di kawasan pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri seperti aluvium, batuan campur aduk dan sebagainya. Peta geologi dikoreksikan berdasarkan jaringan jalan dan jaringan sungai yang telah dibuat, dengan 25 titik kontrol. Gambar peta yang belum dan sudah terkoreksi disajikan pada Gambar 10. (a) (b)

48 32 Gambar 10 Peta geologi sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Peta yang telah terkoreksi kemudian didelineasi menjadi layer dengan tema geologi yang mengandung informasi mengenai formasi geologi yang terdapat pada kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri dan luasan dari masing-masing formasi geologi yang ada. Layer geologi dan data atributnya disajikan pada Gambar 11. (a) (b) Gambar 11 Layer geologi (a) dan data atributnya (b) Peta Iklim Peta iklim PT. Mamberamo Alasmandiri bersumber dari Peta Karya Lima Tahun-II ( ) dan Keputusan Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 Wilayah setempat. Informasi yang dapat diperoleh dari peta iklim tersebut adalah bahwa kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri masuk ke dalam tipe iklim A, yang berarti bahwa daerah tersebut sangat basah (Bulan Kering/Bulan Basah x 100% = 0% ). Informasi lain yang terdapat pada peta iklim ini adalah mengenai intensitas hujan yang dimiliki yang merupakan tipe I2, yang berarti curah hujan yang dimiliki 13,6-20,7 mm/hh rendah.

49 33 Peta iklim dikoreksikan berdasarkan jaringan jalan dan jaringan sungai yang telah dibuat, dengan 25 titik kontrol. Gambar peta yang belum dan sudah terkoreksi disajikan pada gambar 12. (a) (b) Gambar 12 Peta iklim sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Peta yang telah terkoreksi kemudian didelineasi menjadi layer dengan tema iklim yang mengandung informasi mengenai tipe iklim dan intensitas hujan yang terdapat pada kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri. Menurut PIDII (2012) berdasarkan data curah hujan yang diperoleh dari 77 Stasiun Meteorologi yang berada di dalam dan di luar DAS Mamberamo, didapatkan bahwa curah hujan rata-rata tahunan terendah di DAS Mamberamo adalah sebesar 600 mm. Curah hujan terendah rata-rata bulanan tercatat sebesar 200 mm (Oktober) dan tertinggi 300 mm (Maret), angka ini menunjukkan bahwa variasi curah hujan di DAS Mamberamo tidak terlalu besar pada setiap tahunnya. Hal tersebut membuat kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri hanya terdiri dari satu tipe iklim dengan intensitas hujan yang sama Peta Kawasan Hutan dan Perairan Peta kawasan hutan dan perairan PT. Mamberamo Alasmandiri bersumber dari Peta Karya Lima Tahun-II ( ), Peta Perubahan Fungsi Hutan di kelompok Hutan S. Mamberamo-S. Gesa dan sekitarnya Provinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya (1999) dan Peta Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Irian Jaya (1999). Informasi yang diperoleh dari peta kawasan hutan dan perairan tersebut merupakan pembagian fungsi hutan ke dalam Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi tetap dan Hutan Produksi Konversi, selain itu lokasi setiap fungsi hutan

50 34 pun diketahui. PT. Mamberamo Alasmandiri didominasi oleh Hutan Produksi Terbatas sebesar 72% dari luas areal keseluruhan. Peta kawasan hutan dan perairan dikoreksikan berdasarkan jaringan sungai yang telah dibuat, dengan 17 titik kontrol. Gambar peta yang belum dan sudah terkoreksi disajikan pada Gambar 13. (a) (b) Gambar 13 Peta kawasan hutan dan perairan sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Peta yang telah terkoreksi kemudian didelineasi menjadi layer dengan tema kawasan hutan dan perairan yang mengandung informasi mengenai kode dan penjabaran dari masing-masing tipe hutan dan luasannya. Layer kawasan hutan dan perairan, dan data atributnya disajikan pada Gambar 14. (a) Gambar 14 Layer kawasan hutan dan perairan (a) dan data atributnya (b) (b)

51 Peta Penutupan Lahan Peta penutupan lahan PT. Mamberamo Alasmandiri bersumber dari Peta Karya Lima Tahun-II ( ) dan Citra Landsat LS-7 ETM+US Departement of The Interior, US Geological Survey liputan 19 November 2005 dan 8 Juli Informasi yang diperoleh dari peta penutupan lahan tersebut merupakan lokasi dan macam-macam tutupan lahan di wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri. Peta penutupan lahan dikoreksikan berdasarkan jaringan jalan dan jaringan sungai yang telah dibuat, dengan 25 titik kontrol. Gambar peta yang belum dan sudah terkoreksi disajikan pada Gambar 15. (a) (b) Gambar 15 Peta penutupan lahan sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Peta yang telah terkoreksi kemudian didelineasi menjadi layer dengan tema tutupan lahan yang mengandung informasi mengenai tutupan lahan yang terdiri atas hutan primer, hutan rawa primer, hutan sekunder, hutan rawa sekunder, non hutan, non hutan rawa dan tertutup awan. Layer penutupan lahan dan data atributnya disajikan pada Gambar 16.

52 36 (a) Gambar 16 Layer penutupan lahan (a) dan data atributnya (b) (b) Peta Jenis Tanah Peta jenis tanah PT. Mamberamo Alasmandiri bersumber dari Peta Karya Lima Tahun-II ( ) dan Peta Tanah Provinsi Papua Pusat Penelitian Tanah Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Tahun Informasi yang diperoleh merupakan jenis-jenis tanah yang terdapat di wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri, yang terdiri atas tanah aluvial, latosol, podsolik, litosol dan regosol, beserta area penyebarannya. Peta jenis tanah dikoreksikan berdasarkan jaringan jalan dan jaringan sungai yang telah dibuat, dengan 25 titik kontrol. Gambar peta yang belum dan sudah terkoreksi disajikan pada Gambar 17.

53 37 (a) (b) Gambar 17 Peta jenis tanah sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Peta yang telah terkoreksi kemudian didelineasi menjadi layer dengan tema jenis tanah yang mengandung informasi mengenai jenis tanah yang terdiri atas kode dan jenis tanah yang terdapat di kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri. Layer jenis tanah dan data atributnya disajikan pada Gambar 18. (a) (b) Gambar 18 Layer jenis tanah (a) dan data atributnya (b)

54 Peta Kelas Lereng Peta kelas lereng PT. Mamberamo Alasmandiri bersumber dari Peta Karya Lima Tahun-II ( ) dan Garis Kontur yang diperoleh dari Citra Radar DEM SRTM. Informasi yang diperoleh merupakan pembagian kelas kelerengan di wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri yang terdiri dari kelas A hingga E (kelas datar hingga sangat curam). Kelas lereng di PT. Mamberamo Alasmandiri didominasi oleh kelas lereng C (agak curam 15-25%), selain itu tergambarkan pula lokasi dari tiap kelas lereng tersebut. Peta kelas lereng dikoreksikan berdasarkan jaringan jalan dan jaringan sungai yang telah dibuat, dengan 25 titik kontrol. Gambar peta yang belum dan sudah terkoreksi disajikan pada Gambar 19. (a) (b) Gambar 19 Peta kelas lereng sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Peta yang telah terkoreksi kemudian didelineasi menjadi layer dengan tema kelas lereng yang mengandung informasi mengenai kode, kelas kelerangan dan luasan setiap kelas lereng di kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri. Layer kelas lereng dan data atributnya disajikan pada Gambar 20.

55 39 (a) (b) Gambar 20 Layer kelas lereng (a) dan data atributnya (b) Peta Zonasi Areal, Peta Penataan Areal dan Peta RKU Peta zonasi areal IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri bersumber dari Citra landsat ETM + US Depatrement of The Interior, US Geological Survey liputan 19 November 2005 dan 8 Juli 2006; Keputusan Menhutbun No. 910/Kpts- II/1999 tanggal 14 Oktober 1999 tentang perubahan Keputusan Menteri

56 40 Kehutanan No. 1071/Kpts-II/1999 tentang Pemberian hak Pengusahaan Hutan kepada PT. Mamberamo Alasmandiri; Peta Areal Kerja Ijin HP HPT Mamberamo Alasmandiri Provinsi Papua skala 1: ; Peta Rencana Kerja Lima Tahun UPHHK-HA ( ) skala 1:50.000; Peta Kerja RKT Pengusahaan Hutan tahun 2005; Peta Perubahan Fungsi Kawasan Hutan di kelompok hutan S. Mamberamo, S. Gesa dan sekitarnya Provinsi daerah tingkat I Irian Jaya skala 1: ; Peta Kawasan Hutan Perairan Provinsi Irian Jaya skala 1: Peta zonasi ini digunakan dalam periode Informasi yang terdapat di dalamnya terdiri atas kawasan sosial, kawasan lindung, areal efektif dan tidak efektif, blok lokasi TPTI intensif, penutupan lahan, fungsi hutan, dan blok RKT tahun Peta zonasi areal dikoreksikan berdasarkan jaringan jalan dan jaringan sungai yang telah dibuat, dengan 20 titik kontrol. Gambar peta yang belum dan sudah terkoreksi disajikan pada Gambar 21. (a) (b) Gambar 21 Peta zonasi areal sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Peta penataan areal atau peta rencana kerja PT. Mamberamo Alasmandiri periode memiliki informasi yang hampir sama dengan peta zonasi pada periode yang sama, seperti yang telah disebutkan diatas, hanya saja pada peta penataan areal terdapat pembagian blok tebangan dan perencanaan pembagiannya hingga tahun Peta penataan areal dikoreksikan berdasarkan jaringan jalan dan jaringan sungai yang telah dibuat, dengan 20 titik kontrol. Gambar peta yang belum dan sudah terkoreksi disajikan pada Gambar 22.

57 41 (a) (b) Gambar 22 Peta penataan areal sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) Sama seperti Peta Zonasi dan Peta Areal kerja, Peta Rencana Kerja Usaha (RKU) yang digunakan oleh PT. Mamberamo Alasmandiri saat ini adalah Peta RKU periode RKU sendiri digunakan sebagai proyeksi rencana kegiatan pengusahaan hutan yang memberikan gambaran pengaturan kelestarian hutan dalam jangka waktu 10 tahunan. RKU harus disusun kembali setiap 10 tahun sekali, termasuk peta RKU yang menjadi salah satu kelengkapan yang wajib dimiliki perusahaan. Peta RKU bersumber dari Citra landsat ETM+US Depatrement of The Interior, US Geological Survey liputan 19 November 2005 dan 8 Juli 2006; Peta JOG Provinsi Dati I Irian Jaya skala 1: ; Peta Areal Kerja Ijin HPH PT. Mamberamo Alasmandiri Provinsi Papua skala 1: ; Peta Kawasan Hutan Perairan Provinsi Irian Jaya skala 1: ; Peta Kelerengan Areal PT. Mamberamo Alasmandiri berasal dari Peta Citra Radar DEM SRTM dengan hasil analisis interval kontur 50 m; Peta Lampiran Laporan TBT No tahun 1996 dan Peta Lampiran TBT No tahun 1999 skala 1: Peta RKU PT. Mamberamo Alasmandiri dikoreksikan berdasarkan hasil delineasi jaringan jalan dan jaringan sungai yang telah dibuat, dengan 25 titik kontrol. Gambar peta yang belum dan sudah terkoreksi disajikan pada Gambar 23.

58 42 (a) (b) Gambar 23 Peta RKU sebelum dan sesudah koreksi Terdapat beberapa informasi yang sama yang terkandung dalam peta zonasi areal, penataan areal dan peta RKU. Terdapat juga beberapa layer informasi yang telah berupa data shapefile yang diperoleh dari perusahaan, sehingga delineasi hanya dilakukan pada beberapa peta yang berisi informasi yang belum terpisah pada layer dengan tema yang berbeda. Informasi setiap layer yang telah diperoleh dalam format shapefile akan dibahas selanjutnya. Delineasi dilakukan pada kawasan pemukiman dan pengembangan distrik serta areal efektif tidak produktif. Informasi yang terkandung di dalam layer dengan tema pemukiman dan pengembangan distrik hanya lokasi yang ditunjukkan pada peta. Untuk informasi yang terkadung dalam layer dengan tema areal efektif tidak produktif terdapat informasi mengenai lokasi dan pembagian antara areal kebun bibit dan petak ukur permanen. Hasil delineasi kawasan pemukiman dan pengembangan distrik serta areal efektif tidak produktif yang dilakukan beserta data atributnya disajikan pada Gambar 24 dan Gambar 25. (a) Gambar 24 Layer pemukiman dan pengembangan distrik (a) dan data atributnya (b) (b)

59 43 (a) Gambar 25 Layer areal efektif tidak produktif (a) dan data atributnya (b) (b) Batas Wilayah Pengelolaan Batas wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri terdiri dari batas alam dan batas buatan. Areal PT. Mamberamo Alasmandiri hingga saat ini belum sepenuhnya dilakukan kegiatan penataan batas. Hal ini berkaitan dengan adat istiadat masyarakat setempat tentang hak ulayat. Masyarakat berangggapan bahwa tanah yang ada adalah milik mereka dan telah dibagi berdasarkan ulayat masingmasing, dan bila dilakukan pemasangan patok di tanah ulayat mereka maka hal itu dirasa sebagai bentuk intervensi atau gangguan atas hak mereka. Batas alam yang dimiliki PT. Mamberamo Alasmandiri dikoreksikan berdasarkan citra landsat ortho tahun 2009, sedangkan untuk batas buatan karena tidak ada referensi yang cukup memadai dan belum dilakukannya tata batas wilayah maka masih menggunakan data yang dimiliki dan digunakan oleh perusahaan hingga saat ini. Batas wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri disajikan pada Gambar 26.

60 44 (a) (b) Keterangan : batas areal belum tata batas batas areal sudah tata batas Gambar 26 Kenampakan batas wilayah pengelolaan pada citra (a) dan layer batas wilayah pengelolaan (b) Blok RKT Blok Rencana Kerja Tahunan (RKT) di PT. Mamberamo Alasmandiri dibagi dengan pertimbangan kemudahan pengelolaan bagi perusahaan. Batas RKT yang digunakan hingga tahun 2010 masih berupa batas buatan yang ditetapkan oleh perusahaan, namun mulai tahun 2011 sudah mulai digunakan batas alam yang berupa sungai dan batas lembah perbukitan. Perencanaan RKT yang telah disusun hingga saat ini adalah perencanaan sampai tahun 2014 mendatang. Shapefile blok RKT memiliki data atribut berupa keterangan tahun blok tersebut digunakan dan luas setiap bloknya. Pembagian blok RKT di PT. Mamberamo Alasmandiri beserta data atributnya disajikan pada Gambar 27.

61 45 (a) (b) Gambar 27 Layer blok RKT PT. Mamberamo Alasmandiri (a) dan data atributnya (b) Buffer zone PT. Mamberamo Alasmandiri memiliki empat buffer zone besar yang terdiri atas kawasan lindung Danau Bira, buffer zone hutan lindung Waropen, buffer zone hutan lindung suaka marga satwa Foja, dan buffer zone kawasan konservasi habitat buaya. Kawasan lindung Danau Bira dikoreksikan berdasarkan posisi danau sebenarnya pada citra landsat, dan kawasan lindung yang lainnya disesuaikan dengan batas wilayah PT. Mamberamo Alasmandiri. Data atribut

62 46 yang melengkapi buffer zone ini adalah luas dan keterangan dari masing-masing buffer zone. Buffer zone di PT. Mamberamo Alasmandiri dan data atributnya disajikan pada Gambar 28. Keterangan : (a) buffer zone (b) Gambar 28 Layer buffer zone PT. Mamberamo Alasmandiri (a) dan data atributnya (b)

63 Batas wilayah ulayat PT. Mamberamo Alasmandiri memiliki areal kerja yang masih mengenal adanya hak ulayat, yang merupakan kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun menurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan. Terkait hal hak atas tanah berstatus kawasan hutan dan di dalamnya terdapat Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang diterbitkan oleh pemerintah, seperti pada areal IUPHHK PT. Mamberamo Alasmandiri, masyarakat adat mengakui keberadaan maupun hak perusahaan yang mendapat izin tersebut untuk memanfaatkan atau memungut hasil hutan kayu, sesuai ijin yang diberikan oleh pemerintah, dengan syarat hal itu dibicarakan dengan masyarakat dan masyarakat mendapatkan semacam kompensasi atas pemanfaatan hasil hutan kayu tersebut. Batas wilayah adat umumnya berupa batas alam, seperti sungai, bukit, dan lain-lain yang hanya diketahui oleh masyakat adat bersangkutan. Masyarakat adat, khususnya para pemuka adat mengetahui batas-batas kampung masingmasing dengan wilayah kampung lain, mereka saling mengakui dan saling menghormati, meskipun terkadang ada pula kasus di mana terdapat perbedaan pendapat mengenai batas kampung pada suatu tempat. Masalah ini biasanya dapat diselesaikan melalui musyawarah. Pembagian batas wilayah ulayat yang telah diketahui dan disepakati antara pihak perusahaan dengan masyarakat diperlukan untuk mempermudah dalam pembagian hak ulayat dan mengurangi potensi terjadinya konflik mengenai batas wilayah ulayat. Shapefile batas wilayah ulayat yang dimiliki oleh PT. Mamberamo Alasmandiri terbagi menjadi dua layer, layer pertama meliputi wilayah utara dan layer kedua meliputi wilayah barat yang menjadi areal pengelolaan saat ini. Data atribut yang menyertai layer ini adalah nama marga dan luas pada masing-masing wilayah. Gambar pembagian wilayah ulayat dan data atributnya disajikan pada Gambar 29.

64 48 (a) (b) Gambar 29 Layer batas wilayah ulayat (a) dan data atributnya (b) Persebaran Bahasa Berdasarkan peta persebaran bahasa yang terdapat di Papua, wilayah PT. Mamberamo Alasmandiri terbagi ke dalam tujuh kelompok bahasa, yaitu Bauzi, Sikaritai, Eritai, Ormu, Biritai, Kirikiri, dan Iau. Kelompok bahasa yang paling mendominasi adalah Bauzi. Data atribut yang menyertai shapefile persebaran bahasa yang dimiliki oleh PT. Mamberamo Alasmandiri hanya jenis bahasa yang digunakan di masingmasing kawasan. Persebaran bahasa dan data atributnya disajikan pada Gambar 30.

65 49 (a) Gambar 30 Layer persebaran bahasa (a) dan data atributnya (b) (b) Daerah Larangan Terdapat beberapa daerah atau kawasan yang dianggap suci dan keramat oleh masyarakat setempat, sehingga merupakan daerah yang terlarang bagi perusahaan maupun pihak luar untuk melakukan kegiatan di kawasan tersebut. Kawasan tersebut terdiri dari kuburan keramat, tanah adat yang tidak boleh diganggu dan hutan tempat tumbuh agathis. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, pohon agathis dianggap sebagai nenek moyang mereka sehingga sama sekali tidak boleh dijamah maupun ditebang. Mengetahui lokasi dan luas areal yang terlarang menjadi penting bagi perusahaan untuk menghidari konflik yang mungkin akan terjadi jika daerahdaerah tersebut diganggu. Informasi tersebut juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kawasan produksi, sehingga proses produksi yang dilakukan tidak mengalami gangguan. Lokasi daerah larangan tersebar di beberapa kampung seperti Aswa, Molio, Silo, Enghwarasit dan Meop Tanjung. Data atribut yang menyertai daerah terlarang adalah luas dari kawasan yang terlarang untuk diganggu. Persebaran daerah terlarang dan data atributnya disajikan pada Gambar 31.

66 50 (a) (b) Gambar 31 Layer persebaran daerah terlarang (a) dan data atributnya (b) Hutan agathis hanya terdapat pada satu titik, yaitu pada kampung milik suku marga Molio. Kawasan tersebut sebenarnya tidak ditumbuhi pohon agathis dalam jumlah yang besar, namun karena sama sekali tidak ada gangguan maka pohon agathis di kawasan tersebut tumbuh dengan baik. Keterangan: (a) Hutan agathis (b) Gambar 32 Lokasi hutan agathis (a) dan kondisi tegakan agathis (b)

67 Persebaran Wilayah Bersama (buruan) Sebagian besar mata pencaharian penduduk di sekitar PT. Mamberamo Alasmandiri masih berburu di kawasan hutan. Hasil binatang buruan yang mereka peroleh sebagian besar dikonsumsi sendiri, namun dengan mulai masuknya perusahaan hasil buruan yang diperoleh terkadang juga dijual kepada karyawan perusahaan. Satu suku biasanya berburu di kawasannya sendiri, namun semakin lama kawasan tersebut semakin luas hingga terdapat suatu kawasan yang pada akhirnya digunakan secara bersama oleh lebih dari satu suku. Penggunaan wilayah bersama yang terdeteksi oleh bagian humas PT. Mamberamo Alasmandiri, antara masyarakat Baudi dan Burmeso disajikan pada Gambar 33. Gambar 33 Penggunaan wilayah bersama untuk berburu Persebaran Areal Konflik Konflik yang biasanya terjadi pada masyarakat sekitar wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri adalah mengenai masalah pembayaran hak ulayat. Konflik ini biasanya terjadi antar suku atau kelompok suku karena klaim dari atas suatu area yang kurang jelas batasannya. PT. Mamberamo Alasmandiri berperan sebagai mediator pada beberapa konflik mengenai hak ulayat, selain itu masalah perkawinan antar suku juga sering menjadi penyebab terjadinya konflik dalam masyarakat karena rasa kesukuan antar warga masyarakat yang masih tinggi. Persebaran konflik di sekitar wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri dipetakan berdasarkan pusat terjadinya konflik tersebut, ditambah dengan areal sekitar pusat konflik yang terkena dampak. Penentuan luas areal yang terkena dampak konflik hanya berdasarkan pengamatan, tidak terdapat

68 52 pengukuran yang pasti yang dilakukan di lapangan. Penyajian peta sebaran areal konflik dalam bentuk point pusat terjadinya konflik dan polygon areal yang terkena dampak konflik. Data atribut yang menyertai persebaran areal konflik adalah luas areal konflik dan nama lokasi terjadinya konflik. Persebaran areal konflik dan data atributnya disajikan pada Gambar 34. Keterangan : (a) areal konflik (b) Gambar 34 Persebaran areal konflik (a) dan data atributnya (b)

69 Informasi Berbentuk Point Dilakukan pengambilan data berupa titik koordinat dengan menggunakan GPS, foto lapangan dan informasi yang terkait pada beberapa areal seperti hutan pada blok RKT , virgin forest, log pond, base camp, dan perkampungan penduduk. Hal ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi berbentuk point yang menjadi salah satu bagian dari baseline yang disusun. Informasi yang telah dikumpulkan kemudian diintegrasikan dengan base map yang dimiliki sehingga menjadi layer yang memiliki atribut dengan tema tertentu. Setiap point yang diambil selanjutnya di-hyperlink-kan dengan foto kondisi lapangan, sehingga gambaran mengenai keadaan sebenarnya di lapangan dapat dengan segera diketahui. PT. Mamberamo Alasmandiri telah melakukan beberapa pengumpulan informasi berupa point seperti areal konflik, batas wilayah ulayat, beberapa perkampungan penduduk, dan lokasi tegakan agathis, namun informasi ini belum dilengkapi dengan deskripsi yang cukup jelas dan belum terdapat foto lapangan yang dapat memberi gambaran keadaan sebenarnya di lapangan. Informasi lain yang belum dikumpulkan seperti persebaran quary, persebaran satwa langka, persebaran satwa berbahaya, lokasi dominasi tegakan merbau, dan persebaran jenis endemik dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan analisis secara cepat dalam pengelolaan lebih lanjut. Informasi berbentuk point dapat dihimpun dengan cara yang mudah dan memberikan informasi yang berguna Kondisi Hutan Pemilihan plot pada setiap blok RKT didasarkan pada kemudahan akses menuju blok RKT yang diamati dan letak blok RKT yang berdekatan dengan wilayah pengelolaan saat ini, sehingga letak plot pengamatan pada beberapa blok RKT cenderung berdekatan dan tidak menyebar ke seluruh kawasan pengelolaan. Sebaran plot pengamatan yang dilakukan di lapangan disajikan pada Gambar 35.

70 54 Gambar 35 Sebaran titik plot pengamatan setiap blok RKT Pengamatan dilakukan pada 22 plot dari 24 plot yang seharusnya dibuat dan 45 titik pengamatan dari yang seharusnya 48 titik pengamatan yang dibuat. Hal ini terjadi karena terdapat beberapa kendala di lapang seperti cuaca dan lokasi yang kurang mendukung. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, diperoleh hasil berupa jumlah setiap tingkat permudaan pada setiap plot pengamatan, jenis dominan, kondisi medan dan titik koordinat setiap plot dan titik pengamatan. Hasil pengamatan kemudian dianalisis lebih lanjut dan di-overlay-kan dengan peta kawasan yang dimiliki, diketahui bahwa ada beberapa titik koordinat yang melenceng dari tempat yang seharusnya. Hal ini dapat dikarenakan adanya kesalahan pada pembacaan koordinat oleh GPS yang digunakan terkait posisi satelit, pengaruh tutupan lahan, dan pengambilan titik koordinat yang dilakukan sambil berjalan. Gambaran mengenai kondisi penutupan hutan pada kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri dapat diuraikan sebagai berikut: Wilayah Agathis (RKT ) Merupakan areal bekas tebangan yang memiliki banyak bekas jalan sarad, sehingga arealnya cenderung terbuka, masih banyak sisa tebangan dan vegetasi yang rusak dikarenakan pembuatan jalan sarad dan aktivitas penebangan. Tidak ditemukan banyak semai, pancang, tiang ataupun pohon. Rata-rata berupa tanah terbuka, hanya ditemukan sedikit tiang dan pohon sisa penebangan dan sisa pembuatan jalan sarad. Kondisi medan cukup datar (berupa dataran rendah), dengan keadaan tanah yang cenderung kering. Kondisi plot contoh yang diamati dan kenampakannya pada citra yang menunjukkan adanya jaringan jalan di blok

71 55 RKT , terutama pada sekitar plot yang diamati, yang menjadi indikasi bahwa wilayah ini telah dibuka, disajikan pada Gambar 36. (a) Gambar 36 Kondisi plot contoh RKT (a) dan kenampakan pada citra 2008 (b) (b) Wilayah Merbau (RKT 2009, 2010 dan 2011) Areal bekas tebangan yang telah banyak ditumbuhi lagi dengan berbagai jenis pohon dengan berbagai tingkat permudaan mulai dari semai, pancang, tiang, dan pohon. Dominasi permudaan yang ditemukan adalah tingkat pancang, diikuti oleh tingkat semai, pohon dan tiang. Jenis dominan yang ditemukan pada plot pengamatan adalah jambu-jambuan, yang merupakan tegakan tinggal dari kegiatan penebangan. Kondisi medan beberapa merupakan hutan yang berawa, sedikit terjal dan banyak terdapat semak-semak. Kondisi plot contoh yang diamati dan kenampakannya pada citra yang menunjukkan adanya jaringan jalan di blok RKT 2008, 2009 dan 2010, terutama pada sekitar plot yang diamati, yang menjadi indikasi bahwa wilayah ini telah dibuka, disajikan pada Gambar 37. (a) Gambar 37 Kondisi plot contoh RKT 2008, 2009 dan 2010 (a) dan kenampakan pada citra 2009 (b) (b)

72 Wilayah Sumuta (RKT ) Areal bekas tebangan yang telah didominasi oleh tegakan dengan tingkat permudaan berupa pohon, dengan dominasi jenis jabon dan duabanga. Jabon yang merupakan tumbuhan pionir banyak ditemukan pada bekas jalan sarad dan sekitar jalan utama yang menjadi jalur plot pengamatan. Areal ini juga didominasi oleh permudaan tingkat semai, diikuti pancang dan kemudian tiang yang menunjukkan adanya suksesi yang terjadi setelah penebangan. Kondisi medan berada di kawasan sekitar aliran sungai dengan vegetasi yang cukup rapat. Kondisi plot contoh yang diamati dan kenampakannya pada citra yang menunjukkan adanya jaringan jalan di blok RKT , terutama pada sekitar plot yang diamati, yang menjadi indikasi bahwa wilayah ini telah dibuka, disajikan pada Gambar 38. (a) (b) Gambar 38 Kondisi plot contoh RKT (a) dan kenampakan pada citra 2008 (b) Virgin Forest Pengamatan untuk plot virgin forest dilakukan pada Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN), karena kawasan ini merupakan salah satu kawasan lindung yang tidak terganggu. Dominasi tingkat permudaan di kawasan ini adalah pohon dengan diameter berkisar antara cm, diikuti dengan semai dan pancang dengan jumlah yang sama, dan kemudian tiang. Jenis dominan yang ditemui untuk setiap plotnya cukup beragam. Kondisi medan cukup terjal dengan kondisi tanah yang lembab, sebagian berair dan banyak terdapat lumut, dengan kondisi vegetasi yang rapat. Kondisi plot contoh yang diamati dan kenampakannya pada citra yang menunjukkan tidak adanya adanya jaringan jalan

73 57 di sekitar areal virgin forest yang menjadi indikasi wilayah ini belum dibuka, dapat dilihat pada Gambar 39. (a) Gambar 39 Kondisi plot contoh virgin forest (a) dan kenampakan pada citra 2009 (b) (b) Sarana dan Prasarana Pendukung dan Aspek Lainnya Log pond Log pond merupakan salah satu sarana prasarana PWH yang berfungsi sebagai tempat penimbunan kayu sebelum selanjutnya diangkut menggunakan kapal untuk dibawa ke tempat pengolahan kayu. Log pond yang dapat diidentifikasi berdasarkan pengamatan di lapangan dan kenampakan pada citra yang menunjukkan ciri kenampakan areal terbuka, adalah log pond Tasine dan log pond Aja. Log pond sesuai dengan RKT 2012 memiliki luas 7 Ha dan kapasitas ± m 3. Layer yang dibuat dengan tema log pond yang berbentuk point dilengkapi dengan foto lapangan yang menunjukkan kondisi dari masing-masing log pond yang bersangkutan. Point log pond dan foto kondisinya disajikan pada Gambar 40 dan Gambar 4 Gambar 40 Point dan foto kondisi log pond Tasine

74 58 Gambar 41 Point dan foto kondisi log pond Aja Base camp Base camp yang terdapat di PT. Mamberamo Alasmandiri terdiri dari base camp induk, base camp cabang, base camp tarik dan base camp pembinaan hutan. Base camp induk memiliki fasilitas kantor utama, perumahan karyawan, bengkel, poliklinik, prasarana olah raga dan prasarana peribadatan. Base camp cabang dan base camp tarik terletak di dalam blok tebangan dan base camp pembinaan hutan berada di KM 3 yang terdapat persemaian, arboretum dan kebun pangkas di dalamnya. Base camp yang dapat diidentifikasi berdasarkan pengamatan di lapangan dan kenampakan pada citra yang merupakan areal terbuka hanya base camp utama yang menyatu dengan log pond Aja dan base camp pembinaan hutan yang terletak pada persimpangan jalan besar. Point base camp dan foto kondisinya disajikan pada Gambar 42 dan Gambar 43. Gambar 42 Point dan foto kondisi base camp utama

75 59 Gambar 43 Point dan foto kondisi base camp TPTI Perkampungan Penduduk Perkampungan penduduk yang ada di sekitar areal pengelolaan saat ini yang diidentifikasi berdasarkan pengamatan di lapangan dan kenampakan pada citra berupa posisi dan ciri yang menggambarkan areal terbuka terdiri atas kampung Baudi, Batiwa, Burmeso, Kaonaweja dan Danau Bira. Perkampungan di sekitar areal pengelolaan memiliki kecenderungan berdekatan dengan base camp atau pusat pengelolaan perusahaan dan dekat dengan sungai yang menjadi salah satu sarana transportasi dan penghubung antar wilayah perkampungan. Kampung Baudi terletak di sekitar base camp utama dan log pond Aja, penduduk dari kampung ini sebagian besar bergantung langsung pada adanya perusahaan. Kampung Batiwa yang berdekatan dengan base camp cabang Batiwa yang merupakan bengkel cabang. Kampung Burmeso yang merupakan ibu kota kabupaten menjadi salah satu sentra perdagangan di sekitar sana, selain itu sudah mulai terdapat fasilitas umum seperti sekolah dan perkantoran. Wilayah ini dapat ditempuh melalui jalur darat maupun melalui sungai. Distrik Kasonaweja sudah cukup berkembang dibandingkan dengan perkampungan yang lainnya, karena sudah memiliki bank, landasan pesawat dan pasar sebagai sarana umum. Distrik Kasonaweja sebenarnya tidak masuk ke dalam wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri, hanya saja letaknya berdekatan dan karena sarana prasarananya lebih lengkap dibandingkan dengan perkampungan yang lainnya maka wilayah ini sering dikunjungi. Distrik Kasonaweja hanya dapat diakses melalui sungai. Kampung Danau Bira terletak pada sekitar danau Bira, terdiri dari empat perkampungan kecil yang dipisahkan dengan danau, hanya satu kampung

76 60 yang dapat diakses langsung melalui darat. Point perkampungan penduduk dan foto kondisinya disajikan pada Gambar 44 sampai dengan Gambar 47. Gambar 44 Persebaran perkampungan penduduk Gambar 45 kondisi Kampung Burmeso Gambar 46 kondisi Distrik Kasonaweja

77 61 Gambar 47 kondisi Kampung Danau Bira 5.4 Penggunaan Database Database yang telah tersusun dapat digunakan untuk mempermudah pengelolaan kawasan hutan dan dapat pula digunakan untuk menduga potensi terjadinya suatu periwtiwa, sehingga dapat diantisipasi dan kelancaran pengelolaan wilayah tidak akan terganggu. Beberapa contoh penggunaan database antara lain adalah: Menduga Potensi Terjadinya Konflik Konflik yang sering terjadi di sekitar kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri disebabkan oleh persoalan hak ulayat yang dipengaruhi oleh batas wilayah yang kurang jelas, sehingga untuk tahun-tahun ke depannya dapat diduga potensi lokasi terjadinya konflik yang dikarenakan oleh hal tersebut diatas. Pendugaan ini dapat dilakukan berdasarkan penggunaan bersama antara layer batas blok RKT tahun yang bersangkutan untuk mengetahui lokasi RKT yang akan dikerjakan, dengan layer batas wilayah ulayat untuk mengetahui lokasi mana saja yang berpotensi terhadap konflik ( dengan melihat wilayah yang berbatasan letaknya). Pendugaan akan dilakukan pada lokasi blok RKT tahun 2013 dan Pendugaan potensi konflik pada lokasi blok RKT A disajikan pada Gambar 48.

78 62 Gambar 48 Pendugaan pada blok RKT A Blok RKT A sampai saat ini belum teridentifikasi nama suku yang ada di wilayah tersebut, namun potensi konflik dapat tetap terjadi antara suku Aswa dengan suku yang belum teridentifikasi tersebut, kecuali pada blok RKT A semua dikuasai oleh suku Aswa. Lokasi potensi terjadinya konflik adalah pada perbatasan suku Aswa pada RKT tahun 2012 A dengan blok RKT tahun A. Pendugaan potensi konflik pada lokasi blok RKT B disajikan pada Gambar 49. Gambar 49 Pendugaan pada blok RKT B

79 63 Blok RKT 2013 B berbatasan dengan blok RKT 2012 B yang keduanya terdapat pada wilayah suku Famea, sehingga potensi terjadinya konflik kecil untuk tahun 2013, karena seharusnya telah dapat diatasi pada pengelolaan tahun Blok RKT 2014 B terdapat pada dua wilayah yang bersebelahan yaitu suku Famea dan Boleba, sehingga potensi terjadinya konflik pada lokasi perbatasan tersebut lebih besar. Hal ini membuat penanggulangan maupun penanganan konflik yang mungkin terjadi harus dilakukan dengan cepat, agar kegiatan pengelolaan yang dilakukan pada tahun tersebut tidak mengalami hambatan Menduga Potensi Masalah Pengelolaan karena Perbedaan Bahasa Telah diuraikan di atas bahwa disekitar wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri terdapat tujuh kelompok bahasa yang berbeda. Perbedaan bahasa memiliki potensi dapat menganggu proses komunikasi yang terjadi. Pendugaan potensi masalah pengelolaan yang disebabkan karena perbedaan bahasa disusun menggunakan layer blok RKT keseluruhan dan layer persebaran bahasa di wilayah PT. Mamberamo Alasmandiri. Pendugaan potensi masalah pengelolaan karena perbedaan bahasa disajikan pada Gambar 50. Gambar 50 Pendugaan masalah pengelolaan karena perbedaan bahasa Kelompok bahasa yang selama ini digunakan merupakan kelompok bahasa yang sama, mulai dari RKT pada awal pengelolaan hingga saat ini dan rencana blok RKT tahun 2014, yaitu kelompok bahasa Bauzi. Berdasarkan pihak

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni Juli 2012 di area Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo Alasmandiri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan PT. Mamberamo Alasmandiri merupakan perusahaan PMDN yang tergabung dalam KODECO GROUP. Didirikan pada tanggal 5 Desember tahun 1991 dengan

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan PT Mamberamo Alasmandiri merupakan perusahaan PMDN yang tergabung dalam KODECO GROUP. Didirikan pada tanggal 5 Desember 1991 dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Base map (Peta Dasar) Peta dasar dijadikan sebagai acuan utama dalam korekasi geometrik yang dilakukan, sehingga harus dipilih citra atau peta terbaik yang

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA? PENGUKURAN KEKOTAAN Geographic Information System (1) Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Permohonan GIS!!! Karena tidak pernah

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : 3513100016 Dosen Pembimbing: Nama : Prof.Dr.Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS NIP

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai Februari 2011 yang berlokasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Kabupaten

Lebih terperinci

PEMBUATAN MODEL DATABASE REGISTER PETAK DI IUPHHK-HA PT. MAMBERAMO ALASMANDIRI, PROVINSI PAPUA FEBRINA NOVITASARI SILALAHI

PEMBUATAN MODEL DATABASE REGISTER PETAK DI IUPHHK-HA PT. MAMBERAMO ALASMANDIRI, PROVINSI PAPUA FEBRINA NOVITASARI SILALAHI PEMBUATAN MODEL DATABASE REGISTER PETAK DI IUPHHK-HA PT. MAMBERAMO ALASMANDIRI, PROVINSI PAPUA FEBRINA NOVITASARI SILALAHI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 2

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 9 bulan (Maret - November 2009), dan obyek penelitian difokuskan pada tiga kota, yaitu Kota Padang, Denpasar, dan Makassar.

Lebih terperinci

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel. Lampiran 1. Praproses Citra 1. Perbaikan Citra Satelit Landsat Perbaikan ini dilakukan untuk menutupi citra satelit landsat yang rusak dengan data citra yang lainnya, pada penelitian ini dilakukan penggabungan

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H.

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara

Lebih terperinci

Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur) A411 Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur) Wahyu Teo Parmadi dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING APLIKASI GIS UNTUK PEMBUATAN PETA INDIKATIF BATAS KAWASAN DAN WILAYAH ADMINISTRASI DIREKTORAT PENGUKURAN DASAR DEPUTI BIDANG SURVEI, PENGUKURAN DAN PEMETAAN BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perubahan Penutupan Lahan Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami perubahan kondisi pada waktu yang berbeda disebabkan oleh manusia (Lillesand dkk,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014.

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. 33 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. Adapun penelitian dilaksanakan di pesisir Kabupaten Lampung Timur. Berikut ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2009 sampai Januari 2010 yang berlokasi di wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Analisis data dilaksanakan

Lebih terperinci

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º23 45-107º 13 30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama sebelas bulan yaitu sejak Februari 2009 hingga Januari 2010, sedangkan tempat penelitian dilakukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekeringan Kekeringan (drought) secara umum bisa didefinisikan sebagai kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan Areal konsesi hutan PT. Salaki Summa Sejahtera merupakan areal bekas tebangan dari PT. Tjirebon Agung yang berdasarkan SK IUPHHK Nomor

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat Dengan demikian, walaupun kondisi tanah, batuan, serta penggunaan lahan di daerah tersebut bersifat rentan terhadap proses longsor, namun jika terdapat pada lereng yang tidak miring, maka proses longsor

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1343, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Daerah. Aliran Sungai. Penetapan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.59/MENHUT-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi

Lebih terperinci

ACARA IV KOREKSI GEOMETRIK

ACARA IV KOREKSI GEOMETRIK 65 ACARA IV KOREKSI GEOMETRIK A. TUJUAN: 1) Mahasiswa mampu melakukan koreksi geometric pada foto udara maupun citra satelit dengan software ENVI 2) Mahasiswa dapat menemukan berbagai permasalahan saat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Georeferencing dan Resizing Enggar Budhi Suryo Hutomo 10301628/TK/37078 JURUSAN S1 TEKNIK GEODESI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA 2015 BAB

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi hutan tertua yang menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah hujan sekitar 2000-4000

Lebih terperinci

Analisis Ketelitian Geometric Citra Pleiades 1A untuk Pembuatan Peta Dasar Lahan Pertanian (Studi Kasus: Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan)

Analisis Ketelitian Geometric Citra Pleiades 1A untuk Pembuatan Peta Dasar Lahan Pertanian (Studi Kasus: Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A375 Analisis Ketelitian Geometric Citra untuk Pembuatan Peta Dasar Lahan Pertanian (Studi Kasus: Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di DAS Citarum Hulu Jawa Barat dengan luasan sebesar + 230.802 ha. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Citra Landsat Untuk Klasifikasi Tutupan Lahan Lanskap Perkotaan Kota Palu

Pemanfaatan Citra Landsat Untuk Klasifikasi Tutupan Lahan Lanskap Perkotaan Kota Palu Pemanfaatan Citra Landsat Untuk Klasifikasi Tutupan Lahan Lanskap Perkotaan Kota Palu ANDI CHAIRUL ACHSAN 1 1. Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai analisis data Landsat 7 untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit mengambil daerah studi kasus di areal perkebunan PTPN VIII

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember 2009. Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis Jurnal Rekayasa LPPM Itenas No.1 Vol. XV Institut Teknologi Nasional Januari Maret 2011 Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis M. ABDUL BASYID, DIAN SURADIANTO Jurusan Teknik Geodesi FTSP

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI Oleh : Ardiansyah Putra 101201018 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

REGISTRASI PETA TUTORIAL I. Subjek Matter: 1.1 GEOFERENSING 1.2 COORDINAT GEOMETRIK (COGO)

REGISTRASI PETA TUTORIAL I. Subjek Matter: 1.1 GEOFERENSING 1.2 COORDINAT GEOMETRIK (COGO) TUTORIAL I REGISTRASI PETA Subjek Matter: 1.1 GEOFERENSING 1.2 COORDINAT GEOMETRIK (COGO) A. Dasar Teori Peta dasar yang digunakan sebagai sumber dalam pemetaan yang berupa gambar citra/peta hasil proses

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan Juni 2013 dengan lokasi penelitian meliputi wilayah Pesisir Utara dan Selatan Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) Remote Sensing didefinisikan sebagai ilmu untuk mendapatkan informasi mengenai obyek-obyek pada permukaan bumi dengan analisis data yang

Lebih terperinci

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit Latar Belakang Meningkatnya pembangunan di Cisarua, Bogor seringkali menimbulkan dampak tidak baik terhadap lingkungan. Salah satu contohnya adalah pembangunan yang terjadi di Daerah Aliran Sungai Ciliwung.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 3.1 Data BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 1. Citra Landsat-5 TM, path 122 row 065, wilayah Jawa Barat yang direkam pada 2 Juli 2005 (sumber: LAPAN). Band yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Letak dan Batas Letak suatu wilayah adalah lokasi atau posisi suatu tempat yang terdapat di permukaan bumi. Letak suatu wilayah merupakan faktor yang sangat

Lebih terperinci

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Staf Pengajar Jurusan Teknik Geodesi FT-UNPAK.

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Staf Pengajar Jurusan Teknik Geodesi FT-UNPAK. Pembuatan Peta Penutup Lahan Menggunakan Klasifikasi Terbimbing Metode Maximum Likelilhood Pada Citra Landsat 8 (Studi Kasus: Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat) Making Land Cover Map Using Supervised

Lebih terperinci

Pemetaan Pola Hidrologi Pantai Surabaya-Sidoarjo Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu dan Peristiwa Lapindo Menggunakan Citra SPOT 4

Pemetaan Pola Hidrologi Pantai Surabaya-Sidoarjo Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu dan Peristiwa Lapindo Menggunakan Citra SPOT 4 Pemetaan Pola Hidrologi Pantai Surabaya-Sidoarjo Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu dan Peristiwa Lapindo Menggunakan Citra SPOT 4 Oleh : Linda Ardi Oktareni Pembimbing : Prof. DR. Ir Bangun M.S. DEA,

Lebih terperinci

BAB IV. 4.1 Letak PT. Luas areal. areal kerja PT. PT Suka Jaya. areal Ijin Usaha. Kabupaten

BAB IV. 4.1 Letak PT. Luas areal. areal kerja PT. PT Suka Jaya. areal Ijin Usaha. Kabupaten BAB IV KODISI UMUM LOKASI PEELITIA 4.1 Letak dan Luas Areal PT Suka Jaya Makmur merupakan salah satu anak perusahaan yang tergabungg dalam kelompok Alas Kusuma Group dengan ijin usaha berdasarkan Surat

Lebih terperinci

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, KAJIAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS BAGIAN HILIR MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTI TEMPORAL (STUDI KASUS: KALI PORONG, KABUPATEN SIDOARJO) Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Penutupan Lahan Indonesia Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak dalam lintasan distribusi keanekaragaman hayati benua Asia (Pulau Jawa, Sumatera dan

Lebih terperinci

BAB IV. Ringkasan Modul:

BAB IV. Ringkasan Modul: BAB IV REKTIFIKASI Ringkasan Modul: Pengertian Rektifikasi Menampilkan Data Raster Proses Rektifikasi Menyiapkan Semua Layer Data Spasial Menyiapkan Layer Image Menambahkan Titik Kontrol Rektifikasi Menggunakan

Lebih terperinci

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016 Model Data pada SIG Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 1 Materi Sumber data spasial Klasifikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang sering terjadi di berbagai wilayah. Richard (1995 dalam Suherlan 2001) mengartikan banjir dalam dua pengertian, yaitu : 1)

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) A703 Analisa Ketelitian Geometrik Citra Pleiades 1A dan Worldview-2 untuk Pembuatan Peta Dasar Rencana Detail Tata Ruang Perkotaan (Studi Kasus: Surabaya Pusat) Ricko Buana Surya, Bangun Muljo Sukojo,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DATA SPACIAL UNTUK REFRENSI KERUANGAN

PEMANFAATAN DATA SPACIAL UNTUK REFRENSI KERUANGAN PEMANFAATAN DATA SPACIAL UNTUK REFRENSI KERUANGAN 1. Informasi Geografis Wayan Sedana Fenomena geografi merupakan identifikasi dari obyek studi bidang SIG, dan fenomena tersebut direpresentasikan secara

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA ALOS PRISM

BAB III PENGOLAHAN DATA ALOS PRISM BAB III PENGOLAHAN DATA ALOS PRISM 3.1 Tahap Persiapan Pada tahap persiapan, dilakukan langkah-langkah awal berupa : pengumpulan bahan-bahan dan data, di antaranya citra satelit sebagai data primer, peta

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL KOREKSI GEOMETRI ORTHO LANDSAT UNTUK PEMETAAN PENUTUP LAHAN WILAYAH INDONESIA

PENGEMBANGAN MODEL KOREKSI GEOMETRI ORTHO LANDSAT UNTUK PEMETAAN PENUTUP LAHAN WILAYAH INDONESIA 168 Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 5 No. 4 Desember 2010 : 168-173 PENGEMBANGAN MODEL KOREKSI GEOMETRI ORTHO LANDSAT UNTUK PEMETAAN PENUTUP LAHAN WILAYAH INDONESIA Kustiyo Peneliti Bidang

Lebih terperinci

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis Pendahuluan Data yang mengendalikan SIG adalah data spasial. Setiap fungsionalitasyang g membuat SIG dibedakan dari lingkungan analisis lainnya adalah karena berakar pada keaslian

Lebih terperinci

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP Oleh A. Suradji, GH Anto, Gunawan Jaya, Enda Latersia Br Pinem, dan Wulansih 1 INTISARI Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI GEOMETRIK CITRA

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI GEOMETRIK CITRA LAPORAN PRAKTIKUM I GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI GEOMETRIK CITRA Tanggal Penyerahan : 20 Oktober 2016 Disusun Oleh : Kelompok : 7 (Tujuh) Achmad Faisal Marasabessy / 23-2013-052 Kelas : B Nama

Lebih terperinci

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Oleh YOHAN M G JARISETOUW FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2005 ii Abstrak Yohan M G Jarisetouw. ANALISA

Lebih terperinci

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM EVALUASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan Sekitarnya Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 9 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pengambilan data atribut berupa data sosial masyarakat dilakukan di Kampung Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Banten (Gambar

Lebih terperinci

Analisis DEM SRTM untuk Penilaian Kesesuaian Lahan Kopi dan Kakao: Studi Kasus di Kabupaten Manggarai Timur. Ari Wahono 1)

Analisis DEM SRTM untuk Penilaian Kesesuaian Lahan Kopi dan Kakao: Studi Kasus di Kabupaten Manggarai Timur. Ari Wahono 1) Analisis DEM SRTM untuk Penilaian Kesesuaian Lahan Kopi dan Kakao: Studi Kasus di Kabupaten Manggarai Timur Ari Wahono 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PENATAGUNAAN LAHAN DI DAS ULAR SUMATERA UTARA

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PENATAGUNAAN LAHAN DI DAS ULAR SUMATERA UTARA 1 PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PENATAGUNAAN LAHAN DI DAS ULAR SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh: Yan Alfred Sigalingging 061201030 Manajemen Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci