KEMISKINAN & NELAYAN TRADISIONAL DI KECAMATAN MEDAN BELAWAN KOTA MEDAN

Transkripsi

1 KEMISKINAN & NELAYAN TRADISIONAL DI KECAMATAN MEDAN BELAWAN KOTA MEDAN Sarah Dina Graduate Student, Economic Department, State University of Medan Abstrak Indonesia sebagai wilayah yang hampir mencapai 70% merupakan wilayah laut ini terkandung potensi ekonomi kelautan yang sangat besar dan beragam, antara lain sumber daya ikan. Dengan melimpahnya sumber daya ikan tersebut maka seharusnya pendapatan nelayan sangatlah memadai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun dalam realita tidaklah demikian, kemiskinan masih banyak melanda kehidupan nelayan. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa faktor penyebab kemiskinan Nelayan Tradisional di Kecamatan Medan Belawan Kota Medan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dengan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun hasil dari observasi ini ditemukan bahwa faktor penyebab kemiskinan di dalam masyarakat nelayan tradisional tersebut disebabkan oleh pendidikan yang rendah, kepemilikan modal, pola hidup yang boros, serta masih minimnya teknologi yang digunakan. Kata Kunci: Kemiskinan, Nelayan Tradisional I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 70-75% wilayahnya berupa perairan laut dengan panjang pantai mencapai km. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka luas perairan Indonesia merupakan terbesar kedua setelah Amerika Serikat (Sipuk, 2004). Potensi perikanan nasional Indonesia hingga tahun 2007 berkisar 6,4 juta ton, 70% di antaranya berasal dari perikanan tangkap (Kompas28/03/2008). Menurut Kusnadi,2008:27 secara geografis masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh, dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut. Sebagai suatu sistem, masyarakat nelayan terdiri atas kategori-ketegori sosial yang membentuk kesatuan sosial. Mereka juga memiliki sistem nilai dan simbol-simbol kebudayaan sebagai referensi perilaku mereka sehari-hari. Mengacu pada wilayah laut Indonesia yang begitu luas dengan kandungan kekayaan hayati yang terkandung didalamnya maka seharusnya para nelayan dapat melihat berbagai potensi yang dapat dimaksimalkan dari pemberian alam Indonesia tersebut namun faktanya adalah justru kelompok keluarga nelayan yang merupakan kelompok masyrakat yang masih tergolong miskin. Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara

2 melakukan penangkapan ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa nelayan merupakan suatu kelompok masyarakat yang tergolong miskin (Mubyarto, 1984; Imron, 2001; Masyhuri, 1999; Kusnadi, 2002). Bahkan menurut Retno dan Santiasih (1993: 137), jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain di sektor pertanian, nelayan (terutama buruh nelayan dan nelayan tradisional) dapat digolongkan sebagai lapisan sosial yang paling miskin, walaupun tidak dapat dikatakan semua nelayan itu miskin.pada rumah tangga nelayan miskin untuk bisa mempertahankan hidup, mereka tetap mengekploitasi sumberdaya perikanan yang telah mengalami overfishing (penangkapan berlebih)bahkan dengan cara yang destruktif sekalipun. Hal ini seperti yang dikatakan Fauzi (2005), kemiskinan di wilayah pesisir memicu destructive fishing yang kemudian mengacaukan mata rantai makanan. Penduduk miskin adalah agen dan korban kerusakan lingkungan (Rusastra dan Napitupulu, 2007). Untuk itu diperlukan peningkatan pendapatan rumahtangga nelayan untuk menjamin pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Kecamatan Medan Belawan adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan yang memiliki luas wilayah sebesar 26,25 km² dengan kepadatan penduduk sebanyak 3.500,23 jiwa/km². Penelitian ini melibatkan 3 kelurahan sekitar yaitu kelurahan Bahari, Kelurahan Belawan II & Kelurahan Bagan Deli. Banyak permasalahan yang dihadapi oleh kecamatan ini yang menghambat pendapatan masyarakatnya khususnya masyarakat nelayan sehingga kualitas hidupnya pun masih rendah, Terkait fenomena permasalahan yang tercermin diatas, maka penelitian ini akan membahas tentang faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab kemiskinan di Kecamatan Medan Belawan Kota Medan? Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, Wilayah Pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan provinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota. Menurut Kay dan Alder pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan. Lebih jauh lagi, wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Departemen Kelauatan dan Perikanan dalam rancangan Undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu mendefenisikan wilayah pesisir sebagai kawasan peralihan yang menghubungkan ekosistem darat dan ekosistem laut yang terletak antara batas sempadan kea rah darat sejauh pasang tertinggi dan ke arah laut sejauh pengaruh aktivitas dari daratan. Wilayah pesisir memiliki nilai ekonomi tinggi, namun terancam keberlanjutannya sehingga wilayah ini harus dikelola secara berkelanjutan.

3 Walaupun kelurahan bahari tidak terlalu dekat dengan wilayah perairan pesisirnya,tetapi bisa dikatakan bahwa perekonomian kelurahan bahari ini sudah sangat berpengaruh terhadap laut,dimana sebagian besar masyarakat daerah pesisir ini banyak yang menggantungkan dirinya terhadap Sumber Daya Alam yang ada dilaut. Begitu juga kelurahan belawan 2 walaupun termasuk permukiman yang sangat padat,kondisi lingkungan yang terjadi saat ini sangat memprihatinkan, dimana kelurahan ini sangat sering terjadi banjir, yang diakibatkan drainase yang kurang bagus. Belawan 2 memilki jumlah penduduk yang sangat banyak diantara kelurahan-kelurahan lainnya,oleh karena itu ketersediaan lahan yang ada sangat berpengarh terhadap jumlah penduduk dan berpengaruh terhadap rusaknya lingkungan yang ada disekitarnya. Sementara untuk keluarah Bagan Deli banyak terdapat pelabuhan-pelabuhan kapal, sehingga tidak jarang kita jumpai daerah permukiman kumuh disekitar pesisir dan hal,itu jugalah yang saat ini terjadi di seluruh Indonesia. Beberapa tulisan mengenai nelayan yang menggambarkan tentang kemiskinan/ kondisi ekonomi nelayan seperti berikut ini. Tulisan Mubyarto (1984) misalnya, menganalisis perekonomian masyarakat nelayan miskin di Jepara. Menurut Mubyarto dkk, kemiskinan nelayan lebih banyak disebabkan oleh adanya tekanan struktur yaitu nelayan terbagi atas kelompok kaya dan kaya sekali di satu pihak miskin dan miskin sekali di satu pihak. Penelitian ini menunjukkan adanya dominasi/eksploitasi dari nelayan kaya terhadap nelayan miskin. Hampir sama dengan penelitian di atas selanjutnya Mubyarto dan Sutrisno (1988) juga melihat kemiskinan nelayan di Kepulauan Riau. Menurut Mubyarto dkk, kemiskinan nelayan lebih banyak disebabkan oleh adanya tekanan struktur, yaitu nelayan kaya/penguasa yang menekan nelayan miskin. Hampir sama dengan asumsi yang dibangun oleh Mubyarto tentang pengaruh struktur, Resusun (1985) juga menemukan data bahwa nelayan di Pulau Sembilan, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, ada satu kelompok nelayan yang hidupnya tidak berkecukupan, yaitu nelayan yang tidak punya modal (nelayan kecil), dan mereka selalu diekspoitasi oleh nelayan yang punya modal (punggawa) dan pedagang (pa bilolo) yaitu sawi bagang atau Pa bagang atau pembantu utama punggawa dalam menangani kegiatan operasi penangkapan ikan. Hasil penelitian yang pernah dilakukan di Sumatera Utara mengenai nelayan cenderung juga menunjukkan kondisi yang sama yaitu nelayan hidup dalam kemiskinan. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Zulkifli (1989) di Desa Bagan Deli, Kecamatan Medan Labuhan, yang menyebutkan akibat struktur patron dan klien antara pemborong dan nelayan, maka nelayan Desa Bagan Deli menjadi miskin. Harahap (1992,1993,1994,) telah melakukan serangkaian penelitian yang berkaitan dengan kemiskinan nelayan di tiga desa di Pantai Timur Sumatera Utara. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penyebab kemiskinan nelayan adalah faktor budaya dan rusaknya sumberdaya alam khususnya daerah laut dan perikanan (pesisir) mangrove yang telah diubah menjadi tambak udang. Selain faktor-

4 faktor di atas yang mnyebabkan nelayan miskin juga adanya konflik nelayan tradisional terhadap pemilik alat-alat tangkap modren seperti pukat harimau. II. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan data primer dan sekunder.untuk mengungkap secara mendalam tentang faktor penyebab kemiskinan nelayan tradisional di Kecamatan Medan Belawan Kota Medan. Menurut Nawawi (1993 : 87) menyatakan bahwa: Deskriptif Kualitatif yaitu masalah yang diselididki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Pendeskripsian fakta-fakta tersebut tertuju untuk mengemukakan gejala-gejala secara lengkap didalam aspek yang diselidiki agar jelas keadaanya atau kondisinya.informan yang digunakan adalah informan pokok dan informan tambahan. Dimana informan pokok adalah nelayan tradisional (kepala keluarga) yang masih berada dalam keadaan miskin dan masih kesulitan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-harinya sedangkan informan tambahannya adalah istri nelayan, aparat desa serta penjual ikan (pengamba ) di Kecamatan Medan Labuhan. Metode pengumpulan data nya menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. III. HASIL & PEMBAHASAN Kandungan sumber daya hayati yang besar yang dikandung oleh sekitar wilayah Kecamatan Medan Belawan dan banyaknya jumah penduduk sebagai modal manusia seharusnya membuat para keluarga nelayan akan memiliki hidup yang sejahtera. Namun, kenyataannya sampai saat ini kehidupan masyarakat nelayan tradisional tetap saja berada dalam ketidakmampuan. Selanjutnya Sharp, et,al (1996) dalam Kuncoro (2006: 120) mengatakan penyebab kemiskinan di kalangan nelayan adalah:pertama, Secara mikro, kemiskinan muncul karena ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya, yang menimbulkan kontribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktifitasnya rendah, yang pada giliranya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung dan adanya diskriminasi. Ketiga, Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Dari keterangan-keterangan informan di atas dan didukung oleh teori-teori dari para ahli dapat ditarik kesimpulan mengenai Faktor Penyebab Kemiskinan Masyarakat Nelayan Tradisional di Kecamatan Medan Belawan adalah sebagai berikut: a. Kualitas Sumber Daya Manusia

5 Pada umunya kualitas dari masyarakat pesisir masih rendah, dapat terlihat dari tingkat pendidikan nelayan (selaku kepala keluarga) yang rendah dengan rata-rata lama sekolah sampai dengan sekolah dasar bahkan tidak sedikit dari para nelayan tersebut yang tidak menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya. Rendahnya pendidikan para nelayan tersebut tidak lepas dari faktor budaya masyarakat setempat yang lebih memilih menghabiskan waktumereka untuk berlayar (bekerja) daripada duduk dibanku sekolah. Dan hal ini terus berlangsung sejak dulu sampai dengan saat ini.banyak ditemukan anak-anak usia sekolah yang atas perintah orang tua mereka harus meninggalkan bangku sekolahnya agar bisa ikut menjala ikan atau bahkan hanya kerja lain di darat. Dengan menghabiskan waktu di bangku sekolah dianggap sebagai hal yang hanya membuang waktu dan tidak menghasilkan uang sehingga akan dianggap sebagai beban keluarga. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Medan Belawan ini akan mengakibatkan keterampilan atau skill serta pola pikir dan mental yang dimiliki juga rendah. Salah satu indicator kualitas pembangunan manusia dapat diukur dari tingkat pendidikan dari suatu golongan masyarakat, dimana semakin tinggi tingakt pendidikan maka semakin tinggi pula produktivitas dan pendapatan yang diperoleh dan sebaliknya. Sementara jika pendapatan yan diterima rendah (dibawah upah minimum atau ketentuan peraturan yang berlalu) maka dapat digolongan pada kelompok miskin. Sesuaikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudarso (2008:7) yang menyatakan: ada ciri yang sama yang dimiliki oleh nelayan, khususnya nelayan tradisional yaitu sama-sama memiliki tingkat pendidikan yang rendah. kelompok nelayan beranggapan bahwa pekerjaan sebagai nelayan tidak ada kaitannya dengan tingginya tingkat pendidikan yang diperoleh seseorang namun semakin kuat seseorang tersebut untuk bekerja (dalam hal ini berlayar) maka akan semakin banyak hasil yang diperoleh (pendapatan yang diterima). Hal ini akan menjadi masalah besar jika para nelayan berhenti untuk bekerja di laut dan beralih profesi untuk bekerja di darat sementara lahan pekerjaan didarat semakin terbatas. b. Kebiasaan Nelayan Sumber daya hayati yang dimiliki Indonesia sangat banyak dan melimpah sehingga nelayan sudah sepatutnya selalu bersyukur atas pemberian alam tersebut. Tanpa harus berusaha keras atau bersusah payah nelayan tinggal menjaring ikan di laut kemudian menemukan ikan yang kemudian dapat dijual dan dijadikan pendapatan bagi keluarganya. Selain tanpa harus bersusah payah, masyarakat Kecamatan Medan belawan yang mayoritas etnis Melayu pesisir ini tidak mengeksploitasi lingkungan jika hasil tangkapan tidak sesuai harapan atau bahkan tidak berhasil berlayar karena angin yang kencang. Sering sekali ditemui nelayan yang gagal mendapatkan pendapatan hari ini harus menjual barang-barang yang dimilikinya demi hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya, bahkan tidak jarang juga dijumpai nelayan atau keluarga nelayan yang harus berhutang ke sana sini demi memenuhi di hari itu atau untuk beberapa hari ke depan. Sementara dengan pendapatan yang biasa dihasilkan setiap harinya relative

6 kecil para nelayan akan menghabiskan yang didapatnya dihari tersebut untuk di konsumsi sehingga ada tersirat pola hidup yang boros dari keluarga nelayan. c. Kepemilikan Modal Salah faktor produksi yang penting adalah modal (capital). Dalam perkembangannya nelayan Tradisional Kecamatan Medan Belawan ini masih ditemukan sangat memerlukan modal. Jika seorang nelayan yang tidak memiliki sampan/kapal untuk berlayar maka nelayan tersebut akan berusaha untuk menumpang dengan nelayan lain yang memiliki perahu yang dapat berlayar dan sebagai sewanya nelayan yang tidak memiliki perahu akan membagi hasil tangkapannya kepada pemilik perahu atau akan membayar sewa perahu dengan sejumlah nominal tertentu yang sudah disepakati di awal. Sering juga dijumpain perlengkapan nelayan untuk menangkap ikan yang sudah tidak layak atau bahkan sedikit rusak namun karena kurangnya modal maka perlengkapan itu masih digunakan sampai dengan benar-benar rusak Sentuhan perbankan masih sangat jauh dari nelayan selain nelayan tersebut tidak memiliki sisa pendapatan yang akan ditabung untuk masa depan, pihak perbankan juga kesulitan membantu para nelayan dalam hal memberikan sejumlah pinjaman karena tidak adanya jaminan yang akan diserahkan ke pihak bank dan selain itu nominal pendapatan yang tidak menentu dari nelayan membuat pihak bank kesulitan untuk memprediksi tingkat pengembalian pinjaman ke bank. Sejalan dengan itu sebagaimana dijelaskan pada lingkaran kemiskinan Nurkse bahwa rendahnya pendapatan yang diterima berakibat pada rendahnya tabungan. Selanjutnya rendahnya tabungan berimbas kepada rendahnya investasi. Sedangkan rendahnya investasi mengakibatkan kembali terjadi kekurangan modal. Sehubungan dengan itu kepemilikan tabungan merupakan salah satu kunci bagi nelayan dalam memperoleh kepemilikan modal. d. Teknologi Yang Digunakan Nelayan Tradisional Desa Kedungringin pada umumnya masih memakai teknologi penangkapan ikan yang sangat sederhana, adapun peralatan yang di pakai meliputi : Perahu, perahuyang terbuat dari kayu dan dengan sebuah mesin dibelakangnya sebagai penggerak perahu ini biasa digunakan oleh nelayan Kecamatan Medan Belawan ini untuk mencari ikan. Jaring, jaring yang biasa digunakan untuk menangkap ikan dilaut adalah jarring yang biasa disebut dengan istilah jaring slodo. Kedua jenis peralatan sederhana yang biasa digunakan nelayan Kecamatan Medan Belawan ini jelas akan mempengaruhi jumlah tangkapan yang akan dihasilkan dan pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan yang akan diterima. Menurut Sudarso (2008: 3), salah satu ciri dari usaha nelayan tradisional adalah teknologi penangkapan yang bersifat sederhana dengan ukuran perahu yang kecil, daya jelajah

7 terbatas, daya muat perahu sedikit, daya jangkau alat tangkap terbatas dan perahu dilanjutkan dengan layar, dayung atau mesin ber-pk kecil. IV. Kesimpulan Dari uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor kemiskinan nelayan tradisional di Kecamatan Medan Belawan, sebagai berikut: 1. Status kelompok masyarakat dikategorikan sebagai masyarakat miskin atau tidak dapat dilihat dari nilai indeks pembangunan manusia yang dilihat dari tingkat pendidikan dari kelompok masyarakat tersebut. Semakin rendah tingkat pendidikan kelompok masyarakat tersebut maka kualitas dari sumber daya manusia kelompok tersebut juga akan buruk dan sebaliknya. Hal ini yang terjadi pada masyarakat kelompok nelayan tradisional Kecamatan Medan Belawan. 2. Pola kebiasaan hidup masyarakat nelayan tradisional Kecamatan Medan Belawan yang kurang memperhatikan kebutuhan di masa yang akan datang. Jika hasil tangkapan banyak diperoleh maka keluarga nelayan akan lebih memilih untuk menghabiskan pendapatan lebih tersebut dibanding untuk menyimpannya. Namun jika pendapatan sedang tidak ada atau sedikit, maka keluarga nelayan akan memilih untuk menjual segala barang yang dimiliki untuk membeli kebutuhan poko atau bahkan meminjam (mengutang) kepada pihak-pihak yang dianggap memiliki kualitas hidup yang lebih baik dari mereka. 3. Kepemilikan modal, merupakan salah satu faktor utama dalam pengembangan usaha, jika nelayan tradisional tidak memilki modal usaha maka mereka tidak dapat melakukan peningkatan hasil produksi baik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Tidak dapat melakukan peningkatan hasil produksi mengakibatkan rendahnya produktivitas nelayan tradisional dan hal ini berakibat pada rendahnya pendapatan yang diterima. 4. Peralatan dan perlengkapan yang digunakan nelayan tradisional Kecamatan Medan Belawan yang tergolong masih sangat sederhana mencerminkan bahwa masih rendahnya teknologi yang digunakan. V. Saran Dalam rangka mengatasi permasalahan kemiskinan yang terjadi pada nelayan tradisional di Kecamatan Medan Belawan tersebut, maka disarankan melakukan hal-hal, berikut: 1. Peran pemerintah daerah yang secara langsung dapat membantu para keluarga nelayan tradisional dengan mengeluarkan atau mempertegas tentang pemberian bantuan pinjaman modal dari lembaga keuangan untuk para nelayan tradisional. 2. Peran pemerintah juga diharapkan dalam pembagian wilayah batas tangkap untuk nelayan tradisional dan pihak swasta sehingga nelayan tradisional yang relative masih memiliki perlatan

8 yang tradisional dapat memaksimalkan pendapatan mereka dan tidak berpikir untuk beralih profesi untuk mencari pekerjaan di darat. 3. Pemerintah daerah juga diharap dapat memfasilitasi untuk diadakan penyuluhan tentang pentingnya mempersiapkan masa yang akan datang sehingga para keluaraga nelayan akan lebih bijaksana dalam mengelola keuangan yang diperoleh. 4. Pemerintah diharap dapat menggandeng LSM atau organisasi lain yang dianggap kompeten untuk memberikan pelatihan-pelatihan kepada para istri nelayan untuk dapat mengolah sisa hasil tangkapan untuk dapat diolah dan memiliki nilai tambah sehingga dapat dipasarkan dan diharapkan dapat menambah pendapatan keluarga. 5. Para nelayan juga diharap sadar akan pentingnya menjaga ekosistem lingkungan, menjaga agar tidak terjadi pencemaran dan tidak menggunakan alat tangkap seperti bom yang dapat membahayakan dan merusak laut dan isinya. VI. DAFTAR PUSTAKA Munandar, utami, 1997, Emansipasi dan Peran Ganda, Universitas Indonesia, Jakarta. Todaro, Michael, P, 1983, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Ghalia Indonesia, Jakarta. Singarimbun, Masri, D.H. Penny, 1992, Penduduk dan Kemiskinan, BKA, Jakarta. Dhekade, Daniel, 1995, Tantangan Dunia Pekerjaan, Gramedia, Jakarta. Majalah Prisma, th. VII, No Mubyarto, 1986, Nelayan dan Kemiskinan Studi Ekonomi di Dua Pantai, CV Rajawali Press, Jakarta. Kusnadi, Akar Kemiskinan Nelayan. LKIS. Yogyakarta Kusnadi, Polemik Kemiskinan Nelayan. Pondok Edukasi dan Pokja Pembaruan. Yogyakarta. Kusnadi, Keberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi Pesisir. Jember Moleong, Lexi J Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sudarso. (2008). Tekanan Kemiskinan Struktural Komunitas Nelayan Tradisional di Perkoaan Jurnal Ekonomi.FISIP. Universitas Airlangga. Surabaya. Suharto, Edi Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Bandung: Refika Aditama.

9