Yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah Irji i ilaa rabbiki raadliyatam mardliyyah Fadkhulii fii ibaadii Fadkhulii jannatii

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah Irji i ilaa rabbiki raadliyatam mardliyyah Fadkhulii fii ibaadii Fadkhulii jannatii"

Transkripsi

1 In Memorian Ahmad Ghufron 15 Februari Oktober ramadhan Syawwal 1429 Yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah Irji i ilaa rabbiki raadliyatam mardliyyah Fadkhulii fii ibaadii Fadkhulii jannatii Wahai jiwa yang tenang Kembalilah kepada Tuhanmu dengan keridlaan-nya Maka masuklah kamu ke dalam golongan hamba-hamba-ku.. Dan masuklah ke dalam surga-ku...

2 Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang... Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu..! Tuhan yang telah mengajarkan dengan Kalam Tuhan yang telah mengajarkan manusia apa yang tidak diketahui (al - AlaQ 1, 4, dan 5) Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah, dan Dia-lah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; kemudian Dia bersemayam di atas Arasy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Hadid 1 dan 4) Nikmat Tuhan yang mana yang akan kamu ingkari..?? (Ar-Rahman) Dipersembahkan Sebagai tanda baktiku pada Kedua orang tuaku yang senantiasa mendidikku...

3 KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb Segala puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-nya kepada penulis. Shalawat dan salam senantiasa penulis panjatkan kepada Nabi akhir jaman, Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, serta kepada para wali Allah, Syeikh Abdulqadir Al-jailani, wali songo dan para Ulama yang telah menyebarkan Islam ke seluruh dunia. Skripsi ini dibuat oleh penulis untuk memenuhi Tugas Akhir, sebagai syarat pencapaian gelar Sarjana Sains. Penulis yakin dan sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini penulis mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada: 1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi. 2. Ibu Sri Yadial Chalid, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kimia. 3. Bapak Ir. Herlan Martono, M.Sc, selaku pembimbing I dan Bapak DR. Thamzil Las, selaku pembimbing II, yang telah mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga. 4. Kedua orang tuaku, saudara-saudara penulis, yang senantiasa memberikan dorongan moril dan materiil. (semoga ini bisa menjadi awal dari semua harapan). 5. Keluarga besar mbah Bibit dan mbah Tasmun.

4 6. Ibu Wati, ST, Ajeng, dan Bapak Ir. Husein Zamroni yang telah membantu penulis selama penelitian. 7. Anggota diskusi Saykoji Jenar (Haitami, Amsiri, Fitriyadi), yang telah membantu dalam penyediaan literatur. (semoga kita masih dapat berdiskusi terus). Syarifah, Aisyah, Zulfa dan kawan-kawan kimia 02 lain yang tak dapat disebutkan namanya satu persatu. 8. Pihak-pihak lain yang belum terungkapkan namanya di sini. Penulis yakin dan sadar bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis akan menerima saran yang membangun demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini. Di akhir kalimat ini, penulis memohon kepada Allah SWT, semoga orangorang yang telah bermurah hati membantu penulis mendapatkan limpahan rizqi dan semoga amalnya menjadi amal yang sholeh dan mendapatkan balasan yang lebih baik. Wassalamualaikum Wr. Wb Jakarta, April 2009 Penulis viii

5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... BAB II TINJAUAN PUSTAKA Limbah Radioaktif Sumber Limbah Radioaktif Klasifikasi Limbah Radioaktif Pengelolaan Limbah Aktifitas Rendah Penanganan Limbah Aktifitas Tinggi Limbah Transuranium Resin Penukar Ion Polimer Resin Epoksi Proses Curing Imobilisasi Pemilihan Bahan Untuk Imobilisasi Limbah Radioaktif Imobilisasi menggunakan polimer Pengujian Densitas... vii ix xi xii xiii xiv xv ix

6 Kuat Tekan Laju Pelindihan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Prinsip Dasar Komponen-Komponen SSA BAB III METODE PENELITIAN Pelaksanaan Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Kerja Pembuatan Limbah Cair Simulasi Pembuatan Larutan Standar Pembuatan Blok Polimer-Limbah Pengujian Blok Polimer-Limbah Uji Densitas Uji Kuat Tekan Uji Laju Pelindihan Uji Laju Pelindihan dengan Variasi ph BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Limbah Cair Simulasi Pembuatan Blok Polimer-Limbah Pengujian Blok Polimer-Limbah Uji Densitas Uji Kuat Tekan Uji Laju Pelindihan Uji Laju Pelindihan dengan Variasi ph BAB V KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

7 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Skema proses pengolahan limbah cair aktivitas tinggi dari Instalasi Produksi Radioisotop Gambar 2. Skema proses pengolahan LCAT dari IRM Gambar 3. Grafik aktivitas limbah cair sebagai fungsi waktu Gambar 4. Reaksi antara epiklorohidrin dengan bisfenol A Gambar 5. Lampu Katoda Gambar 6. Sistem pembakar-pengabut SSA Gambar 7. Grafik pengaruh waste loading terhadap densitas untuk limbah Simulasi I Gambar 8. Grafik pengaruh waste loading terhadap densitas untuk limbah Simulasi II Gambar 9. Grafik pengaruh waste loading terhadap kuat tekan untuk limbah Simulasi I Gambar 10. Grafik pengaruh waste loading terhadap kuat tekan untuk limbah Simulasi II Gambar 11. Grafik pengaruh waste loading terhadap laju pelindihan untuk limbah Simulasi I Gambar 12. Grafik pengaruh waste loading terhadap laju pelindihan untuk limbah Simulasi II Gambar 13. Grafik pengaruh ph terhadap laju pelindihan dari blok polimerlimbah simulasi II dengan waste loading 20% xi

8 DAFTAR TABEL Tabel 1. Komposisi LCAT dari PWR, fraksi bakar MWD/MTU, pengayaan uranium 4,5 %, tenaga spesifik 38 MW/MTU dan pendinginan selama 4 tahun... 9 Tabel 2. Data limbah cair trans-uranium dari pengujian bahan bakar pasca iradiasi Tabel 3. Perbedaan zeolit dan resin Tabel 4. Perbandingan penambahan resin untuk masing-masing waste loading dengan berat total 50 g xii

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Pengolahan Limbah Radioktif Lampiran 2. Pengelolaan Limbah Aktivitas Tinggi dan Transuranium (TRU) Lampiran 3. Bagan Cara Kerja Lampiran 4. Perbandingan penambahan resin untuk masing-masing waste loading dengan berat total 50 g dan Pengambilan larutan untuk menjenuhkan resin (dalam g) Lampiran 5. Pengaruh waste loading terhadap densitas Lampiran 6. Pengaruh waste loading terhadap kuat tekan A : 4,9087 cm Lampiran 7. Pengaruh waste loading terhadap laju pelindihan A: 25,5255 cm 2 t : 6 jam Lampiran 8. Kurva kalibrasi Cs Lampiran 9. Pengaruh ph terhadap laju pelindihan xiii

10 ABSTRAK AHMAD ANAS, Imobilisasi Resin Bekas Pengolah Limbah Radioaktif Simulasi dengan Resin Epoksi. Di bawah bimbingan Ir. Herlan Martono, M.Sc dan Dr. Thamxil Las. Pada pengujian bahan bakar pasca iradiasi di Instalasi Radiometalurgi ditimbulkan limbah yang dapat dikategorikan sebagai limbah cair transuranium. Telah dilakukan penelitian imobilisasi menggunakan resin epoksi dengan resin penukar ion Amberlit IR 120 Na untuk mengetahui kualitas blok polimer-limbah sebagai fungsi kandungan limbah. Imobilisasi dilakukan dengan mencampur resin epoksi dan hardener dengan rasio 1 : 1, kemudian ditambah dengan resin bekas penukar ion. Kandungan limbah yang dipakai adalah 10, 20, 30, 40, dan 50 % berat. Blok polimer-limbah yang terbentuk diuji densitas, kuat tekan dengan alat Paul Weber, dan laju pelindihan dengan alat Soxhlet pada 100 C dan 1 atm selama 6 jam. Semakin besar kandungan limbah maka semakin besar densitas, semakin kecil kuat tekan dan semakin besar laju pelindihannya. Berdasarkan densitas, kuat tekan, dan laju pelindihan, maka hasil terbaik diperoleh untuk blok polimer-limbah dengan kandungan limbah 20 %. Kata kunci: imobilisasi, blok polimer-limbah, densitas, kuat tekan, laju pelindihan xiv

11 ABSTRACT Ahmad Anas. Immobilization of tray resin was treated simulation radioactive waste with epoxy resin. Survised by Ir. Herlan Martono, M.Sc and Dr. Thamzil Las On examination of irradiated spent fuel in Radiometallurgy Installation arising transuranic liquid waste. The research immobilization using epoxy resin with ion excanger resin Amberlite IR 120 Na has been conducted to determine the quality of waste-polimer blocks as function of waste loading. Immobilization was done by mix epoxy resin and hardener of ratio 1 : 1, then added tray ion exchanger resin. Waste loading was used is 10, 20, 30, 40, and 50 weight %. These immobilization products were measured it s density, compressive strength by Paul Weber compactor, and leaching rate by Soxhlet apparatus at 100 ºC and 1 atm for 6 hours. The higher of waste loading in the polymer as immobilization product cause the higher of density, the lower of compressive strength and the higher of leaching rate. Based on density, compressive strength and leaching rate test, the best immobilization was obtained to waste-polymer block with 20 % of waste loading. Key word: immobilizaton, waste-polymer blocks, density, compressive strength, leaching rate xv

12 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan limbah aktivitas tinggi (LAT) meliputi kegiatan yang berhubungan dengan bahan bakar nuklir yang teriradiasi atau bahan bakar nuklir bekas setelah dikeluarkan dari reaktor, baik tanpa maupun dengan proses olah ulang. Kegiatan tersebut termasuk juga penyimpanan sementara (interim storage) dan penyimpanan lestari (ultimate disposal) (Martono, 1997). Proses olah ulang bahan bakar nuklir bekas adalah proses untuk mengambil kembali sisa uranium (U) yang tidak terbakar dan plutonium (Pu) yang terjadi dalam bahan bakar reaktor nuklir bekas. Uranium dan plutonium yang diambil dari bahan bakar bekas dapat diproses sebagai bahan bakar campuran (UO 2, PuO 2 ) untuk reaktor pembiak (Fast Breeder Reactor). Di negara yang mempunyai pabrik olah ulang bahan bakar reaktor nuklir bekas, yang dimaksud limbah cair aktivitas tinggi (LCAT) adalah limbah cair yang merupakan hasil samping ekstraksi siklus I proses tersebut. Hasil samping ekstraksi siklus II adalah limbah cair transuranium (LCTRU). Komposisi LCAT sebagian besar adalah radionuklida hasil belah dan sedikit aktinida, sedangkan LCTRU sebagian besar merupakan aktinida dan mengandung sedikit hasil belah (Martono, 1997). Di negara-negara yang menganut daur terbuka, seperti Swedia, limbah aktivitas tinggi (LAT) dalam bentuk bahan bakar nuklir bekas. Di negara yang menganut daur tertutup, atau negara yang melakukan proses olah ulang bahan bakar nuklir bekas, maka LCAT sebagai hasil ekstraksi siklus I proses olah ulang 1

13 dan limbah padat aktivitas tinggi (LPAT) berupa kelongsong bahan bakar nuklir bekas yang telah dikeluarkan bahan bakar bekasnya (Martono dkk, 2006; Martono 2007). Limbah Aktivitas Tinggi dan transuranium (TRU) di Indonesia ditimbulkan dari hasil samping produksi radioisotop di Instalasi Produksi Radioisotop (IPR) dan pengujian bahan bakar nuklir pasca iradiasi di Instalasi Radiometalurgi (IRM) (Martono, 1997). Di IPR, isotop Mo dibuat dari U diperkaya 93 % yang diiradiasi dengan neutron dalam reaktor dengan fluks neutron tinggi yang dikenal dengan reaktor produksi radioisotop. Produk iradiasi adalah hasil belah termasuk Mo dan sedikit atau hampir tidak terjadi aktinida. Setelah bahan bakar pasca iradiasi dipisahkan dari kelongsongnya, kemudian dilarutkan dalam HNO M. Tahap selanjutnya U sisa atau U yang tidak teriradiasi dipisahkan. Limbah Cair Aktivitas Tinggi jenis ini disimpan dalam fasilitas Penyimpanan Sementara Limbah Aktivitas Tinggi (PSLAT) di Pusat Teknologi Limbah Radioaktif. Setelah 4 5 tahun limbah jenis ini menjadi limbah aktivitas rendah yang diimobilisasi dengan semen di Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif (IPLR) (Martono, 1997). Di IRM, dilakukan pengujian terhadap bahan bakar nuklir yang telah diiradiasi dalam reaktor dengan U diperkaya 20 % yang mengandung radionuklida hasil belah dan aktinida. Bahan bakar teriradiasi ini dilarutkan dalam HNO N. Supaya sesuai dengan definisi LCAT dan LCTRU dari proses olah ulang bahan bakar nuklir bekas, maka hasil belah dan aktinida dalam limbah cair IRM harus dipisahkan sehingga diperoleh LCAT dan LCTRU. Dari data IRM, aktivitas total 2

14 limbah cair adalah 122,608 Bq/ml dengan Cs sebagai radionuklida dominan (P2TBDU, 2001). Data limbah cair hasil pengujian bahan bakar pasca iradiasi dari IRM menunjukkan bahwa unsur yang dominan adalah cesium (Cs) dan sedikit cerium (Ce), sedangkan unsur-unsur aktinidanya tidak ada atau tidak terdeteksi. Berdasarkan percobaan aktivitas tahap selanjutnya sebagai fungsi waktu, maka limbah cair diklasifikasikan sebagai LCTRU (P2TBDU, 2001; Martono, 2007). Hal ini karena grafik aktivitas sebagai fungsi waktu dari percobaan lebih tinggi daripada grafik aktivitas sebagai fungsi waktu Cs 137 secara teoritis. Ini berarti ada radionuklida berumur panjang yang tidak terdeteksi sehingga limbah cair dari IRM ini dianggap sebagai LCTRU. Limbah dari IRM aktivitasnya tidak setinggi limbah dari proses olah ulang, sehingga radionuklida dalam LCTRU dapat diikat dengan resin. Selanjutnya resin yang telah jenuh diimobilisasi dengan resin epoksi yang suhu pembentukannya pada suhu kamar Perumusan Masalah Limbah cair dari IRM diklasifikasikan sebagai LCTRU karena adanya unsur-unsur aktinida yang tidak terdeteksi. Limbah cair transuranium tidak dapat diolah di Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif, karena IPLR hanya dirancang untuk mengolah limbah aktivitas rendah Batasan Masalah 1. Limbah cair transuranium kandungan airnya tinggi sehingga sukar atau tidak dapat diimobilisasi dengan polimer. Oleh karena itu radionuklida 3

15 dalam LCTRU diikat resin dan selanjutnya resin bekas diimobilisasi dengan polimer. 2. Pada data LCTRU, banyak radionuklida berumur panjang yang tidak terdeteksi. Oleh karena itu untuk limbah simulasi digunakan limbah simulasi I yang mengandung Cs sebagai kandungan utama (berdasarkan data) dan Ce diabaikan dan limbah simulasi II yang mengandung Cs dan Ce yang mewakili radionuklida berumur panjang. 3. Pada penentuan laju pelindihan, Ce tidak dianalisis karena keterbatasan alat analisis. Untuk mempercepat laju pelindihan nuklida dari polimer digunakan alat soxhlet pada 100 ºC dan 1 atm Tujuan Penelitian 1. Imobilisasi resin bekas yang digunakan untuk menyerap radionuklida dalam limbah transuranium dari Instalasi Radiometalurgi (IRM) dengan polimer epoksi. 2. Menentukan pengaruh kandungan limbah dalam polimer (waste loading) terhadap densitas, kuat tekan dan laju pelindihan dari hasil imoblisasi Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan untuk dapat diterapkan dalam pengolahan rutin limbah cair transuranium dari bahan bakar pasca iradiasi di IRM. 4

16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Radioaktif Menurut peraturan pemerintah No. 27 tahun 2002 tentang pengelolaan limbah radioaktif, yang dimaksud dengan limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan atau bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion yang tidak dapat digunakan lagi Sumber Limbah Radioaktif Limbah radioaktif yang berasal dari berbagai kegiatan pada pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir sangat beragam menurut volume, bentuk fisik, susunan kimia, susunan radiokimia dan aktivitasnya. Secara umum limbah radioaktif berasal dari dua sumber utama, yaitu (Marshall, 1981; Day, 1985 dan Lewis, 1978 dalam Las, 1989): 1. Reaktor daya nuklir, dan berbagai kegiatan yang menunjang untuk beroperasinya reaktor tersebut, yaitu produksi bahan bakar nuklir, penggunaan dalam reaktor nuklir, dan pengeluaran serta pengelolaan bahan bakar nuklir bekas. 2. Pada pemanfaatan bahan radioaktif lainnya, seperti pemanfaatan radioisotop pada bidang kesehatan, industri, penelitian/riset, dan bidang pertanian. Reaktor nuklir merupakan sumber yang utama karena jumlah dan aktivitas 5

17 limbah yang ditimbulkan beragam. Limbah radioaktif dari reaktor nuklir berasal dari air pendingin primer reaktor nuklir, bahan bakar nuklir bekas, dan reaktornya sendiri setelah didismantling. Limbah air pendingin primer reaktor merupakan limbah aktivitas rendah yang umumnya mengandung Cs 137. Untuk negara yang tidak melakukan proses olah ulang (daur bahan bakar nuklir terbuka), bahan bakar nuklir bekas yang dikeluarkan dari reaktor disimpan dalam kolam dekat reaktor selama 5 tahun, selanjutnya disimpan sementara jauh dari reaktor dalam kolam (penyimpanan secara basah) atau penyimpanan secara kering (dengan udara pendingin) selama tahun. Selanjutnya bahan bakar nuklir bekas disimpan lestari (ultimate disposal) pada formasi geologi dengan kedalaman m (Martono, 1997). Untuk negara yang menganut daur bahan bakar nuklir tertutup, proses olah ulang bahan bakar nuklir bekas dilakukan untuk mengambil U sisa dan Pu yang terjadi. Setelah bahan bakar nuklir bekas dikeluarkan dari reaktor, maka disimpan dalam kolam reaktor selama 6 bulan. Selanjutnya kelongsong bahan bakar nuklir bekas dipotong untuk mengeluarkan bahan bakar nuklirnya. Bahan bakar dilarutkan dalam HNO M selanjutnya diekstraksi mengunakan pelarut TBP-dodekan (Tri Butyl Phospate-dodekan). Pada ekstraksi siklus I, proses olah ulang ditimbulkan limbah cair aktivitas tinggi, dan pada siklus II ditimbulkan limbah cair transuranium. Limbah padat yang timbul dari dismantling reaktor jenis aktivitasnya beragam, dari aktivitas rendah ke tinggi. Limbah radioaktif dari pemanfaatan radionuklida dalam industri dan kesehatan, aktivitasnya rendah dan umumnya adalah radionuklida yang berumur 6

18 paro pendek Klasifikasi Limbah Radioaktif Berdasarkan atas karakteristiknya dan untuk pengelolaan dalam jangka panjang, maka limbah radioaktif dibagi menjadi 3 golongan, yaitu (Miyasaki et al, 1996 dalam Martono, 2007): a. Limbah radioaktif dengan aktivitas tingkat rendah dan menengah yang mengandung radioisotop pemancar beta dan gamma berumur pendek (umur paro kurang dari 30 tahun) dan konsentrasi radionuklida pemancar alfanya sangat rendah atau tidak mengandung radionuklida pemancar alfa sama sekali. Setelah 300 tahun potensi bahaya radiasinya dapat diabaikan. b. Limbah radioaktif dengan aktivitas tingkat rendah dan menengah yang banyak mengandung radioisotop berumur paro panjang yaitu golongan aktinida sebagai pemancar alfa dan terkontaminasi sedikit radionuklida hasil belah, disebut limbah transuranium. c. Limbah radioaktif dengan aktivitas tinggi yang banyak mengandung radiosotop hasil belah dan sedikit aktinida Pengelolaan Limbah Aktivitas Rendah Pengolahan limbah aktivitas rendah (10-6 Ci/m 3 < A < 10-3 Ci/m 3 ) di PTLR dilakukan dengan evaporator. Hasil evaporasi adalah beningan dan konsentrat. Beningan setelah dimonitor, maka jika aktivitasnya sudah di bawah yang diperkenankan ( 10-7 Ci/m 3 ) maka didispersi atau dibuang ke lingkungan. Aktivitas air umumnya 10-7 Ci/m 3. Aktivitas konsentrat yang diperoleh 10-2 Ci/m 3. Konsentrat tersebut diimobilisasi dengan semen dalam shell beton 950 liter. 7

19 Aktivitas maksimum dalam 1 shell beton adalah 1 Ci/m 3. Tahap selanjutnya, hasil imobilisasi disimpan di tempat penyimpanan sementara (interim storage). Hasil imobilisasi limbah aktivitas rendah disimpan lestari (penyimpanan akhir) pada penyimpanan tanah dangkal (10 m di bawah permukaan tanah). Umumnya umur penyimpanan limbah aktivitas rendah dalam tanah dangkal adalah 300 tahun. Setelah 300 tahun radionuklida dalam limbah tidak punya potensi dampak radiologis lagi dan dapat dilakukan reklamasi lahan untuk kepentingan lain Penanganan Limbah Aktivitas Tinggi Limbah aktivitas tinggi yang ditimbulkan dari siklus I proses olah ulang sebagian besar merupakan hasil belah dan sedikit aktinida. Komposisi limbah aktivitas tinggi dari PWR (Pressurized Water Reactor) dengan fraksi bakar MWD/MTU, pengayaan uranium 4,5 %, tenaga spesifik 38 MW/MTU dan pendinginan selama 4 tahun dapat dilihat pada Tabel 1 (Martono, 1988). Aktivitas limbah aktivitas tinggi untuk 1 Canister volume 118 liter (93 % volume atau 110 liter berisi gelas limbah) adalah Ci. Berat gelas-limbah 300 kg dengan komposisi gelas 225 kg dan limbah 75 kg. Panas yang ditimbulkan karena radiasi adalah 1,4 kw. Panas tersebut dapat melebihi 500 C, sehingga polimer tidak mampu untuk imobilisasi limbah jenis ini. Demikian pula semen yang kapasitasnya 1 Ci/m 3 tidak dapat digunakan untuk imobilisasi limbah aktivitas tinggi. Limbah aktivitas tinggi dari proses olah ulang bahan bakar nuklir bekas diimobilisasi dengan gelas borosilikat yang dikenal proses vitrifikasi. 8

20 Tabel 1. Komposisi LCAT dari PWR, fraksi bakar MWD/MTU, pengayaan uranium 4,5 %, tenaga spesifik 38 MW/MTU dan pendinginan selama 4 tahun (Martono, 1988). Unsur Na Fe Ni Cr P Oksida Na 2 O Fe 2 O 3 NiO Cr 2 O 3 P 2 O 5 Unsur (gram/mtu) 1,1622. E+4 6,0. E+3 1,1. E+3 1,1. E+3 0,4. E+3 Oksida (gram/mtu) 1,5666. E+4 8,6. E+3 1,4. E+3 1,6. E+3 0,9. E+3 Perbandingan dalam limbah 0, , , , Se Rb Sr Y Zr Mo Tc Ru Rh Pd Ag Cd Sn Sb Te Cs Ba La Co Pr Nd Pm Sm Eu Gd SeO 2 Rb 2 O SrO Y 2 O 3 ZrO 2 MoO 3 Tc 2 O 7 RuO 2 Rh 2 O 3 PdO Ag 2 O CdO SnO 2 Sb 2 O 3 TeO 2 Cs 2 O BaO La 2 O 3 CoO 2 Pr 6 O 11 Nd 2 O 3 Pm 2 O 3 Sm 2 O 3 Eu 2 O 3 Gd 2 O 3 7,731. E+1 4,838. E+2 1,163. E+3 6,380. E+2 4,920. E+3 4,557. E+3 1,015. E+3 2,975. E+3 5,673. E+2 1,821. E+3 9,243. E+1 1,465. E+2 1,149. E+2 2,914. E+1 6,404. E+2 3,501. E+3 2,193. E+3 1,663. E+3 3,244. E+3 1,523. E+3 5,514. E+3 5,570. E+1 9,983. E+2 2,037. E+2 1,582. E+2 1,086. E+2 5,291. E+2 1,375. E+3 8,102. E+2 6,646. E+3 6,837. E+3 1,589. E+3 3,917. E+3 6,996. E+2 2,095. E+3 9,929. E+1 1,673. E+2 1,459. E+2 3,488. E+1 8,010. E+2 3,712. E+3 2,448. E+3 1,950. E+3 3,985. E+3 1,840. E+3 6,432. E+3 6,480. E+1 1,158. E+3 2,359. E+2 1,823. E+2 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00192 Zr Gd ZrO 2 Gd 2 O 3 tidak terdeteksi 2,431. E+3 1,153. E+4 0, ,12129 U Np Pu Am Cm UO 3 NpO 2 PuO 2 Am 2 O 3 Cm 2 O 3 3,011. E+3 6,775. E+2 1,225. E+2 4,539. E+2 4,039. E+1 3,618. E+3 7,690. E+2 1,389. E+2 4,990. E+2 4,436. E+1 0, , , , ,

21 Limbah Transuranium Limbah transuranium disebut juga alpha bearing waste adalah limbah yang mengandung satu atau lebih radionuklida pemancar alfa, dalam jumlah di atas yang diperkenankan. Limbah cair transuranium (LCTRU) ditimbulkan dari ekstraksi siklus II proses olah ulang bahan bakar nuklir bekas. Kandungan limbah ini sebagian besar radioisotop aktinida dan sedikit hasil belah. Limbah TRU juga ditimbulkan dari fabrikasi bahan bakar nuklir campuran (PuO 2, UO 2 ), dan dekomisioning peralatan yang terkontaminasi radioisotop pemancar alfa. Limbah aktivitas tinggi dan transuranium di Indonesia ditimbulkan dari hasil samping produksi radioisotop dan pengujian bahan bakar pasca iradiasi di Instalasi Radiometalurgi. Pada produksi radioisotop digunakan bahan uranium diperkaya 93 % yang diiradiasi dengan neutron dalam reaktor. Secara teoritis, hasil iradiasi adalah hasil belah, sisa uranium yang tidak terbakar, dan sedikit sekali atau tanpa unsur TRU. Setelah bahan bakar pasca iradiasi dipisahkan dari kelongsongnya, kemudian dilarutkan dalam HNO M. Limbah cair aktivitas tinggi dari produksi radioisotop disimpan dalam tempat penyimpanan sementara limbah aktivitas tinggi (PSLAT) di PTLR. Setelah 5 tahun limbah tersebut menjadi limbah aktivitas rendah yang dapat diimobilisasi dengan semen di Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif (IPLR). Skema pengelolaan limbah cair aktivitas tinggi dari Instalasi Produksi Radioisotop ditunjukkan dalam Gambar 1. 10

22 LCAT I Sisa U 235, hasil belah Ekstraksi Pelarut diethyl hexyl phosphoric acid Larutan U 235 Penyimpanan Sementara LCAT II di PSLAT Peluruhan hasil belah Limbah Cair Aktivitas Rendah Sementasi Penyimpanan sementara hasil sementasi Gambar 1. Skema proses pengolahan LCAT dari IPR Dari Gambar 1, setelah pendinginan maka limbah yang aktivitasnya tinggi menurut definisi, termasuk limbah aktivitas rendah (Miyasaki et al 1996 dalam Martono 1997). Limbah aktivitas rendah diimobilisasi dengan semen. Pengolahan LCAT yang ditimbulkan dari IRM dapat dilihat pada Gambar 2. Limbah tersebut yaitu LCAT I, karena dari iradiasi bahan bakar yang diperkaya 20 % maka kandungan hasil belah dan aktinidanya banyak. Agar sesuai dengan definisi LCAT dari proses olah ulang bahan bakar bekas, maka dilakukan pengolahan awal yaitu ekstraksi dengan pelarut TBP-dodekan. Hasil ekstraksi adalah LCAT II dan LCTRU sesuai definisi LCAT dan LCTRU dari proses olah ulang bahan bakar bekas. Selanjutnya LCAT II diolah dengan proses vitrifikasi 11

23 dan LCTRU dengan polimer. LCAT I Ekstraksi Pelarut TBP + dodekan LCAT II Hasil belah terkontaminasi TRU, U Limbah Cair TRU TRU, U terkontaminasi hasil belah Vitrifikasi Penambahan bahan pembentuk gelas dan peleburan pada 1150 C Imobilisasi dengan polimer Gelas limbah Polimer mengandung limbah TRU Karakterisasi Karakterisasi Gambar 2. Skema proses pengolahan LCAT dari IRM Limbah cair hasil pengujian bahan bakar pasca iradiasi di Instalasi Radiometalurgi (IRM), ditunjukkan pada Tabel 2 (P2TBDU, 2001). Dari Tabel 2, kandungan yang dominan dalam limbah cair adalah Cs 137 dan aktinidanya sedikit. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang disajikan dalam Gambar 2. Untuk itu dilakukan pengujian pengukuran aktivitas limbah cair sebagai fungsi waktu, yang ditunjukkan dalam Gambar 3 (Martono, 2007). 12

24 Tabel 2. Data limbah cair dari pengujian bahan bakar pasca iradiasi (P2TBDU, 2001). No. Radionuklida Aktivitas jenis (Bq/ml) Cd109 Ce 144 Ru 106 1,800 1,200 0, Cs 134 Cs 137 Co 60 Co 57 Np 237 Ba 131 Ra 226 Eu 154 Br 82 2, , ,066 0,042 Aktivitas Total 122, Dari Gambar 3, jika grafik tersebut dibandingkan dengan aktivitas Cs 137 sebagai fungsi waktu secara teoritis, menunjukkan bahwa grafik aktivitas limbah cair diatas grafik Cs 137. Ini berarti bahwa limbah cair mengandung aktinida yang berumur panjang yang tidak terdeteksi secara analisis. Oleh karena itu, untuk keamanannya, limbah cair ini dianggap limbah cair TRU yang diimobilisasi dengan polimer. 13

25 Gambar 3. Grafik aktivitas limbah cair sebagai fungsi waktu (Martono, 2007) 2.2. Resin Penukar Ion Resin penukar ion dapat didefinisikan sebagai senyawa hidrokarbon terpolimerisasi, yang mengandung ikatan hubung silang (crosslinking) serta gugusan-gugusan fungsional yang mempunyai ion-ion yang dapat dipertukarkan. Sebagai zat penukar ion, resin mempunyai karakteristik yang berguna dalam analisis kimia, antara lain kemampuan menggembung (swelling), kapasitas penukaran dan selektivitas penukaran ion. Penggunaannya dalam analisis kimia misalnya untuk menghilangkan ion-ion pengganggu, memperbesar konsentrasi jumlah ion-ion renik, proses deionisasi air atau demineralisasi air, memisahkan ion-ion logam dalam campuran dengan kromatografi penukar ion. Pertukaran ion merupakan metode yang sangat sederhana. Pada tahun 1852, Way menemukan bahwa penyingkiran amonia dari larutan air yang meresap melalui tanah sesungguhnya berupa pertukaran ion dengan kalsium yang terkandung di dalam sejenis silikat tertentu dalam tanah. Rangsangan utama terhadap penggunaan resin organik untuk penukar ion muncul ketika Adam dan 14

26 Holmes mempublikasikan makalahnya tentang resin organik sintetik murni dan menjelaskan tentang resin penukar anion. Produk yang pertama kali digunakan untuk pertukaran ion di dalam industri adalah zeolit anorganik yang terdapat di alam, seperti aluminosilikat, yang mempunyai kapasitas pertukaran ion per meter kubik sangat rendah. Selanjutnya dilakukan perbaikan dengan menggunakan penukar ion organik yang mempunyai kapasitas pertukaran yang sangat tinggi per meter kubik bahan. Perbaikan selanjutnya adalah dengan menggunakan penukar ion organik yang dibuat dari bahan alam yang tersulfonasi seperti batu bara, lignit dan gambut. Namun resin penukar ion yang paling tinggi kapasitasnya adalah polistirena divinilbenzena (SDVB) (Austin, 1996). Gaya dorong (driving force) terjadinya reaksi pertukaran ion adalah karena difusi yaitu adanya perbedaan konsentrasi ion di dalam larutan dan di dalam resin. Jika konsentrasi ion A di dalam larutan lebih tinggi dari pada konsentrasi ion A dalam resin, maka akan terjadi difusi ion A dari larutan ke resin, dan dari resin akan dilepaskan ion yang dipertukarkan ke larutan. Reaksi berlangsung terus sampai resin penukar ion jenuh. Reaksi pertukaran ion ditunjukkan pada reaksi berikut : R H + Cs + R Cs + H +...(1) R OH + Cl R Cl + OH...(2) dimana : R : gugus fungsional dari resin penukar ion (1) : reaksi penukar kation (2) : reaksi penukar anion 15

27 Dalam industri, biasanya resin penukar ion yang telah jenuh dielusi sehingga dapat digunakan lagi dan diperoleh larutan yang lebih pekat. Dalam pengolahan limbah radioaktif resin yang telah jenuh tidak dielusi dan diperlakukan sebagai limbah semi cair. Imobilisasi resin bekas yang mengandung Cs 137 dari limbah aktivitas rencah dilakukan dengan semen, yang kandungan limbahnya 15 %. Dalam makalah ini resin bekas digunakan untuk partisi atau pengolahan awal limbah transuranium dari IRM. Oleh karena limbah transuranium berumur panjang dan panas radiasi yang ditimbulkan tidak tinggi, maka diimobilisasi dengan polimer yang tahan dalam jangka lama. Polimer yang digunakan untuk imobilisasi resin bekas adalah jenis resin epoksi. Imobilisasi resin bekas menggunakan polimer yang merupakan senyawa organik sama dengan resin. Keuntungan lain penggunaan polimer untuk imobilisasi resin dibanding semen karena adanya reduksi berat dan volume, sehingga lebih efisien dan ekonomis berdasarkan pertimbangan kandungan limbah dan transportasi serta disposalnya. Dalam praktek, zeolit dan resin dapat dipakai sebagai penukar ion. Akan tetapi penggunaan resin lebih terkenal daripada zeolit. Zeolit mempunyai keunggulan dibanding resin penukar ion karena zeolit dapat sebagai sorber, penyaring molekul, dan penukar ion, serta zeolit tidak tahan pada suhu tinggi. Tabel 3 di bawah ini menunjukkan beberapa perbedaan sifat antara zeolit dan resin untuk pertimbangan dalam pemilihan sebagai penukar ion (Sutarti & Rachmawati, 1994). 16

28 Tabel 3. Perbedaan Zeolit dan Resin (Sutarti & Rachmawati, 1994) Sifat Resin Zeolit Dasar kimiawi Struktur Porositas Ukuran butir Letak ion Kestabilan terhadap panas Kestabilan terhadap larutan Kestabilan terhadap radiasi Ketahanan mekanis Ketahanan terhadap atrisi Biaya pembuatan kopolimer organik amorf menyebar, 10 nm bervariasi, sampai beberapa mm tidak khusus jelas rendah tinggi biasanya rendah bervariasi tinggi tinggi kristal aluminosilikat kristalin khusus, < 1 nm 0,1 50 um tertentu pada satu sisi biasanya tinggi biasanya rendah tinggi biasanya tinggi bervariasi rendah 2.3. Polimer Polimer merupakan molekul besar yang tersusun dari pengulangan sejumlah besar satuan-satuan molekul yang lebih kecil (monomer). Monomer menjadi polimer paling sedikit mempunyai 2 gugus fungsional, yaitu paling sedikit harus dapat bereaksi dengan 2 monomer tetangganya, sehingga molekul yang terbentuk secara berantai dan menghasilkan molekul yang besar. Istilah polimer berasal dari bahasa Yunani Poly, yang berarti banyak, dan mer, yang berarti bagian. Makromolekul merupakan istilah sinonim polimer. Istilah makromolekul pertama kali dikenalkan oleh Hermann Staudinger, seorang kimiawan dari Jerman (Steven, 2001). Kata polimer pertama kali digunakan oleh kimiawan Swedia, Barzelius, pada tahun Sepanjang abad 19 para kimiawan bekerja dengan makromolekul tanpa memiliki suatu pengertian yang jelas mengenai strukturnya. 17

29 Menurut asalnya polimer dibedakan menjadi 2, yaitu: 1. Polimer Alam Berdasarkan aktivitas fisiologis, terdapat 3 klasifikasi utama dari polimerpolimer alam ini, yaitu : polisakarida, protein, dan polinukleotida. Selain tiga klasifikasi utama, terdapat pula sekelompok polimer organik alam, yaitu : karet, lignin, humus, batubara, asfaltena (bitumen), lak, dan amber, yang banyak diantaranya dipakai secara komersial dalam waktu yang lama. 2. Polimer Sintetis Pada polimer ini, molekul raksasa dibentuk dari banyak molekul renik yang disebut monomer, mempunyai gugus fungsional yang mudah bereaksi. Beberapa gugus polimer yang biasanya termasuk dalam reaksi polimerisasi adalah hidroksil, karboksil, amino dan radikal vinil. Polimer sintetis yang pertama kali digunakan dalam skala komersial adalah damar fenol formaldehida. Jenis polimer tersebut dikembangkan pada permulaan tahun 1900-an oleh kimiawan kelahiran Belgia, Leo Baekeland, dan dikenal secara komersial sebagai bakelit. Ditinjau dari jenis monomer, polimer dibedakan menjadi: 1. Homopolimer, yaitu produk polimer yang dipreparasi dari monomer tunggal 2. Kopolimer, yaitu produk polimer yang terbentuk dari lebih dari satu monomer. 18

30 Dilihat dari sifat kekenyalan, polimer terdiri dari: 1. Polimer Termoplastik, yaitu polimer-polimer yang tidak berikat silang (linier atau bercabang), biasanya larut dalam beberapa pelarut. Polimer jenis ini biasanya melebur (meleleh) dengan adanya pemanasan. 2. Polimer Temoset, yaitu polimer-polimer yang mempunyai ikatan silang. Polimer jenis ini tidak dapat larut karena ikatan silang mengakibatkan kenaikan berat molekul yang cukup tinggi. Polimer ini biasanya hanya dapat melunak karena adanya pelarut. Adanya ikatan silang mengakibatkan rantai-rantai polimer jenis ini kehilangan kemampuan untuk mengalirkan atau melewatkan satu rantai ke rantai yang lainnya sehingga sukar untuk dibentuk. Dilihat dari proses pembentukan, polimer dapat dibedakan menjadi 2,yaitu polimer adisi dan polimer kondensasi. Penggolongan ini pertama kali digunakan oleh Carothers (Carothers,1927 dalam Steven 2001), yang didasarkan pada adanya unit ulang dari suatu polimer mengandung atom-atom yang sama seperti monomer. Polimer adisi memiliki atom-atom yang sama seperti monomer dalam unit ulangnya, sedangkan polimer kondensasi memiliki atom-atom yang lebih sedikit karena terbentuknya produk sampingan selama berlangsungnya polimerisasi. Reaksi polimerisasi a. polimerisasi adisi Polimerisasi adisi melibatkan reaksi rantai. Penyebab reaksi rantai dapat berupa radikal bebas atau ion. Polietilen merupakan salah satu bentuk 19

31 polimerisasi adisi. Beberapa monomer etilena (C 2 H 4 ) bergabung menjadi satu rantai polietilen (C 2 H 4 )n, n CH 2 = CH 2 CH 2 CH 2 n etilen polietilen b. polimerisasi kondensasi Polimerisasi kondensasi dipandang mempunyai kesamaan dengan reaksi kondensasi yang terjadi pada zat yang bermassa molekul rendah. Polimerisasi kondensasi ini biasanya menghasilkan molekul kecil sebagai hasil samping. Poliester dengan monomer ω-hidroksi karboksilat merupakan salah satu bentuk polimerisasi ini. O n HO (CH 2 ) 5 CO 2 H C (CH 2 ) 5 O + H 2 O n ω-hidroksi karboksilat Poliester Resin Epoksi Dari segi komersial, resin epoksi merupakan polimer non-vinil terpenting. Resin ini memperlihatkan tipe khusus polieter yang dipreparasi melalui reaksi polimerisasi tahap antara epoksida dan senyawa dihidroksi, biasanya bisfenol. Pada prakteknya epiklorohidrin adalah yang paling umum dipakai. Resin epoksi terbentuk dari reaksi antara epiklorohidrin dengan bisfenol propana (bisfenol A), seperti ditunjukkan dalam Gambar 4 (Steven, 2001). 20

32 Gambar 4. Reaksi antara epiklorohidrin dengan bisfenol A. Resin epoksi banyak digunakan sebagai penutup permukaan, yang memberikan lapisan yang sangat tahan terhadap serangan bahan kimia. Resin epoksi digunakan dalam berbagai perekat bentukan dingin dan bentukan panas yang dapat digunakan untuk menyatukan dua bahan yang berbeda. Perekat epoksi yang dijual terdiri dari dua tabung, yang satu berisi damar dan yang lain berisi pengeras (yang mengandung bahan crosslinking). Bila keduanya dicampurkan, molekul damar bermassa molekul nisbi rendah berikatan satu sama lain membentuk bahan yang bercrosslinking kaku dan bermassa molekul nisbi besar. Daya lekat perekat epoksi kuat sehingga digunakan untuk saling menempelkan logam Proses Curing Curing atau pengeringan pada proses polimerisasi merupakan perubahan fase cair dan pasta menjadi padat. Proses ini dapat terjadi secara fisika karena adanya penguapan pelarut atau medium pendispersi. Curing dapat juga terjadi 21

33 karena perubahan kimia, yaitu terjadinya reaksi antara molekul-molekul yang relatif kecil dengan fase cair atau pasta membentuk jaringan molekul yang lebih besar, padat dan tidak mudah larut. Proses curing dapat dilakukan dengan cara: 1. Curing dengan iradiasi sinar gamma. Interaksi sinar gamma dengan molekul polimer menyebabkan terjadinya degradasi dengan membentuk radikal bebas. Radikal bebas kemudian bereaksi dengan ikatan silang membentuk spesi yang melakukan propagasi dengan molekul dalam sistem yang membentuk jaringan ikatan silang, sehingga terjadi proses curing. 2. Curing dengan reaksi polimerisasi yang bersifat eksotermis. Proses lebih sederhana, walaupun kadang-kadang curing dalam proses polimerisasi ini perlu waktu yang lama. Reaksi polimerisasi dimulai dengan adanya radikal bebas yang terbentuk karena dekomposisi bahan yang tidak stabil oleh suhu maupun katalis. Radikal bebas dengan monomer akan mengadakan reaksi polimerisasi dan akhirnya jika radikal bebas bereaksi maka terjadi terminasi yang menghasilkan polimer Imobilisasi Imobilisasi yang disebut juga solidifikasi merupakan proses mencampur limbah radioaktif (penukar ion organik maupun anorganik bekas, konsentrat evaporator, abu insenerator, dan lain-lain) ke dalam material matriks, sehingga menjadi bentuk padat yang sukar larut jika hasil imobilisasi tersebut kontak dengan air pada tempat penyimpanan akhir/disposal dalam tanah. Sebelum imobilisasi dilakukan, penukar resin organik bekas memerlukan satu atau lebih proses pengolahan awal dan/atau pengolahan. Walaupun, dalam beberapa kasus, 22

34 hal ini dapat dilakukan tanpa proses pengolahan awal lain, kemudian menghilangkan kandungan air. Matriks yang biasa digunakan untuk imobilisasi penukar ion bekas adalah semen, bitumen dan beberapa jenis polimer. Oleh karena yang terikat dalam polimer adalah radionuklida berumur panjang dan resin penukar ion merupakan senyawa organik, maka digunakan matriks polimer untuk imobilisasinya. Di beberapa Negara, high integrity container digunakan untuk penyimpanan dan/atau disposal dari media penukar ion bekas, tanpa menggunakan bahan matriks solidifikasi/imobilisasi (IAEA, 2002) Pemilihan Bahan Untuk Imobilisasi Limbah Radioaktif Bahan matriks untuk imobilisasi merupakan penahan (barier) primer untuk membatasi terlepasnya radionuklida, sehingga harus homogen, permeabilitasnya rendah, dan kekuatan mekaniknya baik. Beberapa aspek yang penting dalam memilih bahan matriks untuk imobilisasi limbah radioaktif adalah (Martono, 1997): 1. Proses pembuatan yang mudah dan praktis. Proses sederhana, tidak perlu suhu tinggi. Proses sementasi lebih sederhana dibanding polimerisasi dan vitrifikasi. 2. Kandungan limbah (waste loading). Kandungan limbah yang tinggi lebih ekonomis. 3. Ketahanan kimia (laju pelindihan), yaitu ketahanan hasil imobilisasi terhadap air pelindih dan korosi. 23

35 4. Kestabilan terhadap radiasi, yaitu tidak terjadi reaksi inti dengan radiasi alfa. Terjadinya reaksi inti akan merubah komposisi, sehingga terjadi perubahan densitas dan kuat tekan hasil imobilisasi. 5. Kestabilan terhadap panas, yaitu terjadinya panas karena radiasi gamma yang dipancarkan radionuklida dalam hasil imobilisasi. Ketidakstabilan pada gelas-limbah hasil vitrifikasi yaitu terjadinya kristalisasi gelas yang merubah struktur amorf menjadi kristalin. Kristalisasi gelas disebut devitrifikasi. 6. Keutuhan fisik (physical integrity), yaitu keutuhan fisik secara menyeluruh seperti dimensi Imobilisasi menggunakan polimer Imobilisasi resin penukar ion bekas dengan polimer umumnya digunakan pada kebanyakan instalasi pengolahan limbah. Perbedaan tipe polimer yang digunakan dan masih diperlukan riset lanjutan untuk menekan harga yang saat ini kurang efektif, proses yang lebih sederhana, dan kualitas produk yang lebih baik. Beberapa polimer yang digunakan untuk imobilisasi diantaranya adalah resin epoksi, poliester, polietilena, polistirena dan kopolimer, urea formaldehida, poliurethan, fenol formalehida dan polistirena (IAEA, 2002). Polimer dibagi dalam dua kategori: polimer termoplastik dan polimer termoset. Polimer termoplastik menjadi lembut (meleleh) dengan penambahan pemanasan. Hal ini biasa ditambahkan dalam bentuk padat dan dipanaskan kemudian dikombinasikan dengan limbah. Polimer termoset ditangani dalam bentuk cair yang kemudian dipolimerisasi menjadi bentuk padat menggunakan 24

36 katalis dan/atau pemanasan setelah limbah ditambahkan. Penggunaan jenis termoset lebih populer dikarenakan prosesnya dapat dilakukan pada temperatur kamar. Pada beberapa kasus sering digunakan imobilisasi metode batch dalam kontainer disposal (biasanya bentuk drum standar). Material penukar ion anorganik dan residu proses kedua seperti abu dan cairan umumnya tidak diimobilisasi dengan polimer karena lebih dapat menerima imobilisasi yang lain seperti semen. Setiap partikel resin dilapisi dengan material matriks. Pada beberapa kasus tidak ditemukan ikatan antara polimer dan resin (IAEA, 2002) Pengujian Pengujian yang dilakukan untuk karakteristik hasil imobilisasi adalah: pengujian densitas, kuat tekan, dan laju pelindihan Densitas Densitas merupakan salah satu parameter blok polimer limbah yang dibutuhkan untuk memprediksi keselamatan transportasi, penyimpanan sementara (interm storage), dan penyimpanan lestari. Densitas blok polimer limbah ditentukan dengan menggunakan persamaan : ρ = m V 3 dimana: ρ = densitas (g/cm ) m = massa sampel (g) 3 V = volume sampel (cm ) 25

37 Kuat Tekan Kuat tekan adalah gaya maksimum yang dibutuhkan untuk menghancurkan benda uji dibagi dengan luas permukaan yang mendapat tekanan. Parameter ini sangat penting untuk mengetahui evaluasi karena jatuh atau karena mengalami benturan. Jika hasil imobilisasi mendapat benturan, kemudian pecah menjadi butir-butir kecil, maka luas permukaan butir naik sehingga laju pelindihannya naik. Kuat tekan bahan dihitung dengan menggunakan persamaan : σ c = A P maks A 2 dimana: σ c = kuat tekan (kn/cm ) P maks = beban tekanan maksimum (kn) 2 A = luas penampang (cm ) Faktor yang mempengaruhi kuat tekan adalah komposisi dan homogenitas Laju Pelindihan Laju pelindihan merupakan salah satu karakteristik blok polimer limbah yang penting untuk mengevaluasi hasil imobilisasi, karena tujuan akhir imobilisasi adalah memperkecil potensi terlepasnya radionuklida yang ada dalam limbah ke lingkungan. Laju pelindihan dalam hal ini dapat diasumsikan sebagai korosi, yaitu lepasnya unsur kerangka polimer ditambah laju pelindihannya sendiri, yaitu lepasnya sejumlah unsur limbah dari blok polimer limbah. Laju pelindihan dipercepat digunakan dalam penelitian jangka pendek untuk 26

38 mengetahui pengaruh beberapa parameter dan untuk mengevaluasi kualitas hasil imobilisasi. Pengujian ini menggunakan alat Soxhlet dengan air bebas mineral pada suhu 100 C dan tekanan 1 atm. Laju pelindihan dinyatakan dalam persamaan : L = W A t dimana: L = laju pelindihan (g. cm hari ) W = berat Cs dalam air pelindih (g) 2 A = luas permukaan sampel (silinder) (cm ) t = waktu pelindihan (hari) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap laju pelindihan adalah (IAEA, 1985): a. Kecepatan aliran air pelindih b. Waktu pelindihan c. Temperatur pelindihan d. Komposisi air pelindih, yaitu keasaman (ph), potensial oksida (Eh) dan konsentrasi ion-ion terlarut e. Daya larut f. Permukaan alterasi g. Radiolisis Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) SSA adalah suatu alat yang penting untuk menganalisis dan menentukan 27

39 komposisi suatu elemen dalam suatu sampel. SSA pertama kali ditemukan oleh Alan Waslh pada tahun Metode pengukuran dengan SSA berdasarkan pada penyerapan sinar radiasi oleh uap atom netral dari cuplikan uap atom yang akan terbentuk bila larutan yang mengandung unsur logam diaspirasikan ke dalam nyala. Metode SSA berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya (Khopkar, 1980). Cara analisis spektrofotometer serapan atom, baik dengan nyala maupun yang tanpa nyala mampu menentukan hampir semua unsur logam secara kuantitatif dengan kemampuan mulai dari konsentrasi besar maupun konsentrasi kecil (KLH-JICA, 2005). Atomisasi tanpa nyala (flamless atomizer) dilakukan dengan menggunakan energi listrik dengan batang karbon (CRA = Carbon Rod Atomizer) atau bahkan dengan uapnya saja seperti pada analisis merkuri (Ewing, 1985) Prinsip Dasar SSA Prinsip dasar teknik spektrofotometer serapan atom (SSA) adalah elektron dalam suatu atom pada keadaan dasar menyerap energi cahaya pada panjang gelombang tertentu dan berubah ke tingkat energi yang lebih tinggi (tereksitasi). Jumlah atom yang dilewati cahaya dan tereksitasi berbanding lurus dengan jumlah energi yang diserap. Dengan mengukur jumlah energi cahaya yang diserap dapat ditentukan jumlah atau konsentrasi atom elemen yang diuji dalam contoh ( Suryana, 2001). Hukum yang berlaku pada pengukuran dengan SSA adalah hukum 28

40 Lambert Beer yang berbunyi: Bila suatu cahaya dipancarkan melalui suatu media yang transparan maka bertambahnya intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan bertambah pekatnya media. Bila ingin menganalisis suatu unsur dengan menggunakan SSA perlu mengetahui panjang gelombang dan batas konsentrasinya yang dapat dibaca oleh alat SSA. Dengan rumus sebagai berikut : A = log AI c I o = K.d.C v dimana : A = Absorbansi I o = Intensitas cahaya awal (erg/detik) I c =Intensitas cahaya setelah sebagian diabsorbsi oleh contoh (erg/detik) K v = Absortivitas molar-konstan (liter/mol.cm) d = Tebal media (cm) C = Konsentrasi atom analit dalam contoh (mol/liter) Ada beberapa gangguan yang akan dihadapi dalam analisis logam dalam larutan menggunakan SSA, yaitu: 1. Gangguan yang disebabkan ionisasi dan disosiasi. 2. Gangguan matriks contoh uji yang disebabkan oleh viskositas larutan, dan rapat jenis larutan. 3. Gangguan spektral yang disebabkan adanya unsur logam lain dengan panjang gelombang berdekatan dengan panjang gelombang unsur yang dianalisis. Dalam Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dengan nyala, biasanya 29

41 terdapat empat jenis nyala yang digunakan sebagai bahan bakar, yaitu: 1. Asetilen udara, campuran ini paling banyak digunakan dalam SSA (± 35 unsur). Suhu yang dihasilkan oleh campuran ini adalah sekitar o C dengan burning velocity ± 160 cm/detik. 2. Nitrous oksida asetilen, campuran ini dapat menghasilkan nyala dengan panas ± 3200 o C, tetapi burning velocytynya cukup besar yaitu ± 220 cm. detik. 3. Udara hidrogen 4. Argon udara hidrogen (Suryana, 2001) Komponen-komponen SSA 1) Sumber Radiasi (lampu katode) Sumber radiasi yang banyak digunakan adalah lampu katode berongga, tabung yang bermuatan gas sumber radiasi yang baik adalah sumber radiasi yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a) Memancarkan intensitas sinar dengan pita radiasi yang sempit b) Tidak mengabsorbsi sendiri c) Tidak ada background yang kontinyu Gambar 5. Lampu katode 30

42 2) Atomizer Alat ini berfungsi untuk mengubah unsur dalam larutan contoh menjadi bentuk kabut dimana akan dilakukan pengukuran absorbsi. Proses yang terjadi dalam atomisasi secara umum adalah : a. Nebulasi yaitu pengubahan cairan ke dalam bentuk kabut aerosol b. Pemisahan titik-titik kabut dengan sebaran ukuran yang benar c. Pencampuran kabut dengan gas memasukannya ke dalam burner Gas (biasanya oksigen untuk pembakar) dialirkan ke dalam spray chamber melalui venturi, akibatnya cairan sampel terisap ke atas dan dialirkan ke dalam spray chamber. Titik air yang besar akan mengalir ke bawah sedangkan yang halus terus masuk ke dalam pembakar, diameter dari partikel-partikel biasanya lebih kecil dari 2 µm. Di dalam spray chamber kabut sampel dicampur dengan bahan kemudian dimasukkan ke dalam pembakar. Campuran bahan bakar dan oksigen harus diperhatikan dan disesuaikan dengan unsur yang dipakai. 3) Monokromator Monokromator mempunyai fungsi mengisolasi sinar yang diperlukan (λ tertentu) dari sinar yang dihasilkan oleh lampu katode, jadi bila ada beberapa panjang gelombang cahaya maka akan dilewatkan ke detektor yang hanya cahaya tertentu saja sedangkan yang lain diserap atau ditiadakan. Dalam spektrofotometer serapan atom, sistem optik dimaksudkan untuk mengumpulkan cahaya dari sumbernya dilewatkan ke sampel kemudian ke monokromator. 31

43 Gambar 6. Sistem Pembakar Pengabut SSA 4) Detektor Detektor adalah alat yang dipakai untuk mengamati dan melaksanakan semua pengukuran cahaya. Alat tersebut mengubah energi cahaya menjadi energi listrik sehingga pengukuran menjadi lebih mudah. Detektor yang dipakai dalam SSA pada umumnya adalah Photomultipier tube. Photomultipier tube menghasilkan sinyal listrik sebanding dengan intensitas cahaya pada panjang gelombang yang telah dipisahkan oleh monokromator. 5) Sistem Modulasi Sistem ini digunakan untuk mencegah terukurnya pancaran cahaya yang berasal dari atom yang melepaskan energinya waktu kembali ke keadaan semula setelah tereksitasi. 32

PENGOLAHAN LIMBAH PENDUKUNG INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF

PENGOLAHAN LIMBAH PENDUKUNG INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF PENGOLAHAN LIMBAH PENDUKUNG INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF ABSTRAK Herlan Martono, Aisyah, Wati Pusat Teknologi Limbah Radioaktif PENGOLAHAN LIMBAH PENDUKUNG INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF.

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR HASIL SAMPING PENGUJIAN BAHAN BAKAR PASCA IRADIASI DARI INSTALASI RADIOMETALURGI

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR HASIL SAMPING PENGUJIAN BAHAN BAKAR PASCA IRADIASI DARI INSTALASI RADIOMETALURGI Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565 Volume 10 Nomor 2 Desember 2007 (Volume 10, Number 2, December, 2007) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive

Lebih terperinci

PEMADATAN RESIN PENUKAR ION BEKAS YANG MENGANDUNG LIMBAH CAIR TRANSURANIUM SIMULASI DENGAN EPOKSI

PEMADATAN RESIN PENUKAR ION BEKAS YANG MENGANDUNG LIMBAH CAIR TRANSURANIUM SIMULASI DENGAN EPOKSI PEMADATAN RESIN PENUKAR ION BEKAS YANG MENGANDUNG LIMBAH CAIR TRANSURANIUM SIMULASI DENGAN EPOKSI Wati, Gustri Nurliati, Mirawati Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ABSTRAK PEMADATAN RESIN PENUKAR

Lebih terperinci

NS., Wahjuni 1 Aisyah 2 Agus Widodo 3

NS., Wahjuni 1 Aisyah 2 Agus Widodo 3 PENGOLAHAN LIMBAH CsCl dan CeO 2 SEBAGAI PENGGANTI LIMBAH PADAT TRANSURANIUM HASIL SAMPING PENGUJIAN BAHAN BAKAR PASCA IRADIASI DARI INSTALASI RADIOMETALURGI NS., Wahjuni 1 Aisyah 2 Agus Widodo 3 Abstract:

Lebih terperinci

PENENTUAN WAKTU TUNDA PADA KONDISIONING LIMBAH HASIL PENGUJIAN BAHAN BAKAR PASCA IRADIASI DARI INSTALASI RADIOMETALURGI

PENENTUAN WAKTU TUNDA PADA KONDISIONING LIMBAH HASIL PENGUJIAN BAHAN BAKAR PASCA IRADIASI DARI INSTALASI RADIOMETALURGI PENENTUAN WAKTU TUNDA PADA KONDISIONING LIMBAH HASIL PENGUJIAN BAHAN BAKAR PASCA IRADIASI DARI INSTALASI RADIOMETALURGI Herlan Martono, Wati, Nurokhim Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ABSTRAK PENENTUAN

Lebih terperinci

RESIN POLIESTER TAK JENUH UNTUK IMOBILISASI RESIN BEKAS PENGOLAH SIMULASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR

RESIN POLIESTER TAK JENUH UNTUK IMOBILISASI RESIN BEKAS PENGOLAH SIMULASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR RESIN POLIESTER TAK JENUH UNTUK IMOBILISASI RESIN BEKAS PENGOLAH SIMULASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR Skripsi Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu AJENG SARTIKA KUSNADI 103096029792

Lebih terperinci

Resin Poliester Tak Jenuh Untuk Imobilisasi Resin Bekas Pengolahan Simulasi Limbah Radioaktif Cair

Resin Poliester Tak Jenuh Untuk Imobilisasi Resin Bekas Pengolahan Simulasi Limbah Radioaktif Cair Resin Poliester Tak Jenuh Untuk Imobilisasi Resin Bekas Pengolahan Simulasi Limbah Radioaktif Cair 1 Herlan Martono, 2,3 Thamzil Las, 2 Ajeng Sartika K 1) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif BATAN PUSPIPTEK

Lebih terperinci

GLASS FRIT DAN POLIMER UNTUK SOLIDIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS RENDAH SKALA INDUSTRI.

GLASS FRIT DAN POLIMER UNTUK SOLIDIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS RENDAH SKALA INDUSTRI. GLASS FRIT DAN POLIMER UNTUK SOLIDIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS RENDAH SKALA INDUSTRI. ABSTRAK Herlan Martono Pusat Teknologi Limbah Radioaktif - BATAN GLASS FRIT DAN POLIMER UNTUK SOLIDIFIKASI LIMBAH

Lebih terperinci

IMOBILISASI LIMBAH CAIR TRANSURANIUM SIMULASI DARI INSTALASI RADIOMETALURGI DENGAN POLIMER POLIESTER TAK JENUH

IMOBILISASI LIMBAH CAIR TRANSURANIUM SIMULASI DARI INSTALASI RADIOMETALURGI DENGAN POLIMER POLIESTER TAK JENUH IMOBILISASI LIMBAH CAIR TRANSURANIUM SIMULASI DARI INSTALASI RADIOMETALURGI DENGAN POLIMER POLIESTER TAK JENUH WATI PTLR-BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15310 Abstrak IMOBILISASI LIMBAH CAIR

Lebih terperinci

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR RINGKASAN Daur bahan bakar nuklir merupakan rangkaian proses yang terdiri dari penambangan bijih uranium, pemurnian, konversi, pengayaan uranium dan konversi ulang menjadi

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH AKTIVITAS TINGGI DENGAN GELAS FOSFAT

PENGOLAHAN LIMBAH AKTIVITAS TINGGI DENGAN GELAS FOSFAT ARTIKEL PENGOLAHAN LIMBAH AKTIVITAS TINGGI DENGAN GELAS FOSFAT Herlan Martono, Aisyah Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ABSTRAK. PENGOLAHAN LIMBAH AKTIVITAS TINGGI DENGAN GELAS FOSFAT. Limbah cair

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH URANIUM CAIR DENGAN ZEOLIT MURNI DAN H-ZEOLIT SERTA SOLIDIFIKASI DENGAN POLIMER EPOKSI

PENGOLAHAN LIMBAH URANIUM CAIR DENGAN ZEOLIT MURNI DAN H-ZEOLIT SERTA SOLIDIFIKASI DENGAN POLIMER EPOKSI PENGOLAHAN LIMBAH URANIUM CAIR DENGAN ZEOLIT MURNI DAN H-ZEOLIT SERTA SOLIDIFIKASI DENGAN POLIMER EPOKSI ABSTRAK Yusuf Damar Jati*), Herlan Martono**), Junaidi**) Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

PENYERAPAN URANIUM DENGAN PENGKOMPLEKS Na 2 CO 3 MENGGUNAKAN RESIN AMBERLITE IRA-400 Cl DAN IMOBILISASI DENGAN RESIN EPOKSI

PENYERAPAN URANIUM DENGAN PENGKOMPLEKS Na 2 CO 3 MENGGUNAKAN RESIN AMBERLITE IRA-400 Cl DAN IMOBILISASI DENGAN RESIN EPOKSI PENYERAPAN URANIUM DENGAN PENGKOMPLEKS Na 2 CO 3 MENGGUNAKAN RESIN AMBERLITE IRA-400 Cl DAN IMOBILISASI DENGAN RESIN EPOKSI UMU ATHIYAH PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM

Lebih terperinci

TAHANAN JENIS GELAS-LIMBAH DAN KAPASITAS PANAS UNTUK OPERASI MELTER PADA VITRIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI

TAHANAN JENIS GELAS-LIMBAH DAN KAPASITAS PANAS UNTUK OPERASI MELTER PADA VITRIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI TAHANAN JENIS GELAS-LIMBAH DAN KAPASITAS PANAS UNTUK OPERASI MELTER PADA VITRIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI ABSTRAK Wati *) TAHANAN JENIS GELAS-LIMBAH DAN KAPASITAS PANAS UNTUK OPERASI MELTER PADA

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH TRANSURANIUM DARI INSTALASI RADIOMETALURGI DENGAN MEDIA POLIMER SUPER ADSORBEN

PENGOLAHAN LIMBAH TRANSURANIUM DARI INSTALASI RADIOMETALURGI DENGAN MEDIA POLIMER SUPER ADSORBEN PENGLAAN LIMBA TRANSURANIUM DARI INSTALASI RADIMETALURGI DENGAN MEDIA PLIMER SUPER ADSRBEN Aisyah, Gustri Nurliati, Mirawaty Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ABSTRAK PENGLAAN LIMBA TRANSURANIUM DARI INSTALASI

Lebih terperinci

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA PENDAHULUAN Disamping sebagai senjata nuklir, manusia juga memanfaatkan energi nuklir untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu pemanfaatan energi nuklir secara

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 19 Sesi NGAN Polimer Polimer adalah suatu senyawa raksasa yang tersusun dari molekul kecil yang dirangkai berulang yang disebut monomer. Polimer merupakan kelompok

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LIMBAH HASIL IMOBILISASI DALAM KESELAMATAN PENYIMPANAN.

KARAKTERISTIK LIMBAH HASIL IMOBILISASI DALAM KESELAMATAN PENYIMPANAN. KARAKTERISTIK LIMBAH HASIL IMOBILISASI DALAM KESELAMATAN PENYIMPANAN Aisyah, Herlan Martono Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ABSTRAK KARAKTERISTIK LIMBAH HASIL IMOBILISASI DALAM KESELAMATAN PENYIMPANAN.

Lebih terperinci

Laporan Kimia Analitik KI-3121

Laporan Kimia Analitik KI-3121 Laporan Kimia Analitik KI-3121 PERCOBAAN 5 SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Nama : Kartika Trianita NIM : 10510007 Kelompok : 1 Tanggal Percobaan : 19 Oktober 2012 Tanggal Laporan : 2 November 2012 Asisten

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR Pb, Ni DAN Cu DALAM LARUTAN URANIUM HASIL STRIPPING EFLUEN URANIUM BIDANG BAHAN BAKAR NUKLIR

ANALISIS UNSUR Pb, Ni DAN Cu DALAM LARUTAN URANIUM HASIL STRIPPING EFLUEN URANIUM BIDANG BAHAN BAKAR NUKLIR ISSN 1979-2409 Analisis Unsur Pb, Ni Dan Cu Dalam Larutan Uranium Hasil Stripping Efluen Uranium Bidang Bahan Bakar Nuklir (Torowati, Asminar, Rahmiati) ANALISIS UNSUR Pb, Ni DAN Cu DALAM LARUTAN URANIUM

Lebih terperinci

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia Pendahuluan ALAT ANALISA Instrumentasi adalah alat-alat dan piranti (device) yang dipakai untuk pengukuran dan pengendalian dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks Secara umum instrumentasi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK HASIL IMOBILISASI LIMBAH RADIOAKTIF P ADA T DARI INSTALASI RADIOMETALURGI

KARAKTERISTIK HASIL IMOBILISASI LIMBAH RADIOAKTIF P ADA T DARI INSTALASI RADIOMETALURGI Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2006 ISSN 0852-2979 KARAKTERISTIK HASIL IMOBILISASI LIMBAH RADIOAKTIF P ADA T DARI INSTALASI RADIOMETALURGI Aisyah, Herlan Martono, Mirawaty Pusat Teknologi Limbah

Lebih terperinci

k = A. e -E/RT Secara sistematis hubungan suhu dan laju reaksi dapat ditulis sebagai berikut: v 2 = 2n x v 1 dan t 2 = t 1/ 2 n

k = A. e -E/RT Secara sistematis hubungan suhu dan laju reaksi dapat ditulis sebagai berikut: v 2 = 2n x v 1 dan t 2 = t 1/ 2 n POKOK BAHASAN I. LAJU REAKSI 1.1 Pengertian Laju Reaksi Laju reaksi didefinisikan sebagai laju berkurangnya konsentrasi zat pereaksi (reaktan) atau laju bertambahnya hasil reaksi (produk) tiap satu satuan

Lebih terperinci

Waste Acceptance Criteria (Per 26 Feb 2016)

Waste Acceptance Criteria (Per 26 Feb 2016) Waste Acceptance Criteria (Per 26 Feb 2016) No Jenis Karakteristik Pewadahan Keterangan 1. cair aktivitas total radionuklida pemancar gamma: 10-6 Ci/m 3 2.10-2 Ci/m 3 (3,7.10 4 Bq/m 3 7,14.10 8 Bq/m 3

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG TINGKAT KLIERENS

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG TINGKAT KLIERENS KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG TINGKAT KLIERENS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

Analisa AAS Pada Bayam. Oleh : IGNATIUS IVAN HARTONO MADHYRA TRI H ANGGA MUHAMMAD K RAHMAT

Analisa AAS Pada Bayam. Oleh : IGNATIUS IVAN HARTONO MADHYRA TRI H ANGGA MUHAMMAD K RAHMAT Analisa AAS Pada Bayam Oleh : IGNATIUS IVAN HARTONO MADHYRA TRI H ANGGA MUHAMMAD K RAHMAT AAS itu apa cih??? AAS / Spektrofotometer Serapan Atom adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan di Indonesia dalam berbagai bidang, diantaranya untuk pembangkit

BAB I PENDAHULUAN. digunakan di Indonesia dalam berbagai bidang, diantaranya untuk pembangkit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi nuklir yang semakin berkembang dewasa ini telah banyak digunakan di Indonesia dalam berbagai bidang, diantaranya untuk pembangkit energi, industri, pertanian,

Lebih terperinci

ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR. Mardini, Ayi Muziyawati, Darmawan Aji Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR. Mardini, Ayi Muziyawati, Darmawan Aji Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR Mardini, Ayi Muziyawati, Darmawan Aji Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ABSTRAK ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR. Telah dilakukan analisis limbah

Lebih terperinci

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif Oleh : Arif Novan Fitria Dewi N. Wijo Kongko K. Y. S. Ruwanti Dewi C. N. 12030234001/KA12 12030234226/KA12 12030234018/KB12 12030234216/KB12

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH PRODUKSI RADIOISOTOP MENGGUNAKAN RESIN PENUKAR ANION

PENGOLAHAN LIMBAH PRODUKSI RADIOISOTOP MENGGUNAKAN RESIN PENUKAR ANION PENGOLAHAN LIMBAH PRODUKSI RADIOISOTOP MENGGUNAKAN RESIN PENUKAR ANION AISYAH, HERLAN MARTONO, WATI Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15310 Abstrak PENGOLAHAN LIMBAH

Lebih terperinci

PROSES PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF

PROSES PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF PROSES PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF RINGKASAN Jenis dan tingkat radioaktivitas limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian fasilitas nuklir bervariasi, oleh karena itu diperlukan proses penyimpanan

Lebih terperinci

ANALISIS KANDVNGAN PENGOTOR DALAM PELET VOz SINTER

ANALISIS KANDVNGAN PENGOTOR DALAM PELET VOz SINTER Hasil-hasil Penelitian EBN Tahun 2009 ISSN 0854-5561 ANALISIS KANDVNGAN PENGOTOR DALAM PELET VOz SINTER Asminar ABSTRAK ANALISIS KANDUNGAN PENGOTOR DALAM PELET U02 SINTER. Telah dilakukan analisis pengotor

Lebih terperinci

ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM

ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Tujuan Praktikum a. Percobaan dasar spektrofotometri serapan atom. b. Penentuan konsentrasi sampel dengan alat spektrofotometri

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN PENCAMPUR SEMEN CHORMEN TERHADAP KEKUATAN FISIKA DAN KIMIA BETON LIMBAH

PENGARUH BAHAN PENCAMPUR SEMEN CHORMEN TERHADAP KEKUATAN FISIKA DAN KIMIA BETON LIMBAH PENGARUH BAHAN PENCAMPUR SEMEN CHORMEN TERHADAP KEKUATAN FISIKA DAN KIMIA BETON LIMBAH Winduwati S., Suparno, Kuat, Sugeng Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ABSTRAK PENGARUH BAHAN PENCAMPUR SEMEN CHORMEN

Lebih terperinci

PENGARUH RADIASI TERHADAP GELAS LIMBAH HASIL VITRIFIKASI LIMBAH AKTIVITAS TINGGI RADIATION EFFECT ON WASTE GLASS FROM HIGH LEVEL WASTE VITRIFICATION

PENGARUH RADIASI TERHADAP GELAS LIMBAH HASIL VITRIFIKASI LIMBAH AKTIVITAS TINGGI RADIATION EFFECT ON WASTE GLASS FROM HIGH LEVEL WASTE VITRIFICATION POSTER PENGARUH RADIASI TERHADAP GELAS LIMBAH HASIL VITRIFIKASI LIMBAH AKTIVITAS TINGGI RADIATION EFFECT ON WASTE GLASS FROM HIGH LEVEL WASTE VITRIFICATION Herlan Martono, Aisyah Pusat Teknologi Limbah

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH PRODUKSI RADIOISOTOP MENGGUNAKAN RESIN PENUKAR ANION

PENGOLAHAN LIMBAH PRODUKSI RADIOISOTOP MENGGUNAKAN RESIN PENUKAR ANION PENGOLAHAN LIMBAH PRODUKSI RADIOISOTOP MENGGUNAKAN RESIN PENUKAR ANION AISYAH, HERLAN MARTONO, WATI Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15310 Abstrak PENGOLAHAN LIMBAH

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI KIMIA SERBUK HASIL PROSES HYDRIDING-DEHYDRIDING PADUAN U-Zr

ANALISIS KOMPOSISI KIMIA SERBUK HASIL PROSES HYDRIDING-DEHYDRIDING PADUAN U-Zr ISSN 0854-5561 Hasil-hasil Penelitian EBN Tahun 2009 ANALISIS KOMPOSISI KIMIA SERBUK HASIL PROSES HYDRIDING-DEHYDRIDING PADUAN U-Zr Asminar, Rahmiati, Siamet Pribadi ABSTRAK ANALISIS KOMPOSISI KIMIA SERBUK

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 02/Ka-BAPETEN/V-99 TENTANG BAKU TINGKAT RADIOAKTIVITAS DI LINGKUNGAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Lebih terperinci

Aneks TAHAPAN-TAHAPAN DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif yang efektif harus memperhatikan tahapantahapan dasar

Aneks TAHAPAN-TAHAPAN DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif yang efektif harus memperhatikan tahapantahapan dasar Aneks TAHAPAN-TAHAPAN DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif yang efektif harus memperhatikan tahapantahapan dasar (ditunjukkan dalam skema di Gambar A.1) proses pengelolaan

Lebih terperinci

PENYERAPAN URANIUM DENGAN RESIN PENUKAR ANION DAN IMOBILISASI MENGGUNAKAN POLIMER.

PENYERAPAN URANIUM DENGAN RESIN PENUKAR ANION DAN IMOBILISASI MENGGUNAKAN POLIMER. PENYERAPAN URANIUM DENGAN RESIN PENUKAR ANION DAN IMOBILISASI MENGGUNAKAN POLIMER. Herlan Martono*), Thamzil Las**) ABSTRAK PENYERAPAN URANIUM DENGAN RESIN PENUKAR ANION DAN IMOBILISASI MENGGUNAKAN POLIMER.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

ION. Exchange. Softening. Farida Norma Yulia M. Fareid Alwajdy Feby Listyo Ramadhani Fya Widya Irawan

ION. Exchange. Softening. Farida Norma Yulia M. Fareid Alwajdy Feby Listyo Ramadhani Fya Widya Irawan ION Exchange Softening Farida Norma Yulia 2314100011 M. Fareid Alwajdy 2314100016 Feby Listyo Ramadhani 2314100089 Fya Widya Irawan 2314100118 ION EXCHANGE Proses dimana satu bentuk ion dalam senyawa dipertukarkan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat Istilah "logam berat" didefinisikan secara umum bagi logam yang memiliki berat spesifik lebih dari 5g/cm 3. Logam berat dimasukkan dalam kategori pencemar lingkungan

Lebih terperinci

PENGARUH KANDUNGAN LIMBAH RESIN DAN BAHAN ADITIF (BETONMIX) TERHADAP KARAKTERISTIK HASIL SEMENTASI

PENGARUH KANDUNGAN LIMBAH RESIN DAN BAHAN ADITIF (BETONMIX) TERHADAP KARAKTERISTIK HASIL SEMENTASI Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565 Volume 13 Nomor 1 Juni 2010 (Volume 13, Number 1, June, 2010) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Landasan Teori BAB I PENDAHULUAN 1.1 Landasan Teori Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhover, ketika menelaah garis garis hitam pada spectrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DARI INSTALASI RADIOMETALURGI SECARA PENYERAPAN DAN KONDISIONING

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DARI INSTALASI RADIOMETALURGI SECARA PENYERAPAN DAN KONDISIONING PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DARI INSTALASI RADIOMETALURGI SECARA PENYERAPAN DAN KONDISIONING Aisyah *, Herlan Martono *, Thamsil Laz ** * Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ** Universitas Islam Negeri Syarif

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK HASIL KONDISIONING LIMBAH RADIOAKTIF UNTUK KESELAMATAN PENYIMPANAN CHARACTERISTICS OF CONDISIONED RADIOACTIVE WASTE FOR DISPOSAL SAFETY

KARAKTERISTIK HASIL KONDISIONING LIMBAH RADIOAKTIF UNTUK KESELAMATAN PENYIMPANAN CHARACTERISTICS OF CONDISIONED RADIOACTIVE WASTE FOR DISPOSAL SAFETY KARAKTERISTIK HASIL KONDISIONING LIMBAH RADIOAKTIF UNTUK KESELAMATAN PENYIMPANAN CHARACTERISTICS OF CONDISIONED RADIOACTIVE WASTE FOR DISPOSAL SAFETY Aisyah Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, Badan Tenaga

Lebih terperinci

TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI-112)

TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI-112) TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI112) NAMA : Tanda Tangan N I M : JURUSAN :... BERBAGAI DATA. Tetapan gas R = 0,082 L atm mol 1 K 1 = 1,987 kal mol 1 K 1 = 8,314 J mol 1 K 1 Tetapan Avogadro = 6,023 x 10

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR BEKAS BERBAGAI TIPE REAKTOR. Kuat Heriyanto, Nurokhim, Suryantoro Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR BEKAS BERBAGAI TIPE REAKTOR. Kuat Heriyanto, Nurokhim, Suryantoro Pusat Teknologi Limbah Radioaktif KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR BEKAS BERBAGAI TIPE REAKTOR Kuat Heriyanto, Nurokhim, Suryantoro Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ABSTRAK KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR BEKAS BERBAGAI TIPE REAKTOR. Telah dilakukan

Lebih terperinci

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. B. Pelaksanaan Kegiatan Praktikum Hari : Senin, 13 April 2009 Waktu : 10.20 12.00 Tempat : Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR PADA BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM

BAB III DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR PADA BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM BAB III DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR PADA BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM 3.1. Siklus Bahan Bakar Nuklir Siklus bahan bakar nuklir (nuclear fuel cycle) adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pemanfaatan

Lebih terperinci

PE GARUH KO DISI PE YIMPA A DA AIR TA AH TERHADAP LAJU PELI DIHA RADIO UKLIDA DARI HASIL SOLIDIFIKASI

PE GARUH KO DISI PE YIMPA A DA AIR TA AH TERHADAP LAJU PELI DIHA RADIO UKLIDA DARI HASIL SOLIDIFIKASI PE GARUH K DISI PE YIMPA A DA AIR TA AH TERHADAP LAJU PELI DIHA RADI UKLIDA DARI HASIL SLIDIFIKASI Herlan Martono, Wati Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ABSTRAK PE GARUH K DISI PE YIMPA A DA AIR

Lebih terperinci

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam bentuk bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia II tahun 1945. Sedemikian

Lebih terperinci

KESELAMATAN STRATEGI PENYIMPANAN LIMBAH TINGKAT TINGGI

KESELAMATAN STRATEGI PENYIMPANAN LIMBAH TINGKAT TINGGI KESELAMATAN STRATEGI PENYIMPANAN LIMBAH TINGKAT TINGGI RINGKASAN Limbah radioaktif aktivitas tinggi yang dihasilkan dari proses olah ulang bahan bakar bekas dipadatkan (solidifikasi) dalam bentuk blok

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PE EMPATA KEMASA LIMBAH RADIOAKTIF AKTIVITAS RE DAH DA SEDA G DALAM REPOSITORI

OPTIMALISASI PE EMPATA KEMASA LIMBAH RADIOAKTIF AKTIVITAS RE DAH DA SEDA G DALAM REPOSITORI ABSTRAK OPTIMALISASI PE EMPATA KEMASA LIMBAH RADIOAKTIF AKTIVITAS RE DAH DA SEDA G DALAM REPOSITORI Kuat Heriyanto, Sucipta, Untara. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN OPTIMALISASI PE EMPATA KEMASA

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM SPEKTROSKOPI INFRA RED Daerah radiasi IR: 1. IR dekat: 0,78 2,5 µm 2. IR tengah: 2,5 50 µm 3. IR jauh: 50 1000 µm Daerah radiasi spektroskopi IR: 0,78 1000 µm Penggunaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa.

TINJAUAN PUSTAKA. Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa. TINJAUAN PUSTAKA Plastik Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa. Polimer adalah suatu bahan yang terdiri atas unit molekul yang disebut monomer. Jika monomernya sejenis

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

adukan beton, semen dan airmembentuk pasta yang akan mengikat agregat, yang

adukan beton, semen dan airmembentuk pasta yang akan mengikat agregat, yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Beton adalah campuran antara semen portland, air, agregat halus, dan agregat kasar dengan atau tanpa bahan-tambah sehingga membentuk massa padat. Dalam adukan beton, semen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ion Exchanger Ion exchange atau resin penukar ion dapat didefinisi sebagai senyawa hidrokarbon terpolimerisasi, yang mengandung ikatan hubung silang (crosslinking)

Lebih terperinci

PENGARUH LIMBAH KARBON AKTIF Cs-137 TERHADAP KERAPATAN DAN KUAT TEKAN BETON LIMBAH

PENGARUH LIMBAH KARBON AKTIF Cs-137 TERHADAP KERAPATAN DAN KUAT TEKAN BETON LIMBAH PENGARUH LIMBAH KARBON AKTIF Cs-137 TERHADAP KERAPATAN DAN KUAT TEKAN BETON LIMBAH Heru Sriwahyuni *), Suryantoro *), Giyatmi **) * Pusat Tenologi Limbah Radioaktif-BATAN ** Sekolah Tinggi Teknik Nuklir-BATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang ini, penelitian tentang bahan polimer sedang berkembang. Hal ini dikarenakan bahan polimer memiliki beberapa sifat yang lebih unggul jika dibandingkan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 11 Sesi NGAN POLIMER A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali Logam alkali adalah kelompok unsur yang sangat reaktif dengan bilangan oksidasi +1,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

Ion Exchange. Shinta Rosalia Dewi

Ion Exchange. Shinta Rosalia Dewi Ion Exchange Shinta Rosalia Dewi RESIN PARTICLE AND BEADS Pertukaran ion Adsorpsi, dan pertukaran ion adalah proses sorpsi, dimana komponen tertentu dari fase cairan, yang disebut zat terlarut, ditransfer

Lebih terperinci

Laporan Praktikum KI-3121 Percobaan 06 Spektrofotometri Emisi Atom (Spektrofotometri Nyala)

Laporan Praktikum KI-3121 Percobaan 06 Spektrofotometri Emisi Atom (Spektrofotometri Nyala) Laporan Praktikum KI-3121 Percobaan 06 Spektrofotometri Emisi Atom (Spektrofotometri Nyala) Nama : Ivan Parulian NIM : 10514018 Kelompok : 10 Tanggal Praktikum : 06 Oktober 2016 Tanggal Pengumpulan : 13

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR YANG MENGANDUNG LOGAM BERAT SENG DAN KROMIUM DENGAN KALSIUM ZEOLIT DAN IMOBILISASINYA DENGAN POLIMER POLIESTER

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR YANG MENGANDUNG LOGAM BERAT SENG DAN KROMIUM DENGAN KALSIUM ZEOLIT DAN IMOBILISASINYA DENGAN POLIMER POLIESTER SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) BIDANG KIMIA SUB KIMIA FISIK 16 Mei 2017 Waktu : 120menit Petunjuk Pengerjaan H 1. Tes ini terdiri atas

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN KETAHANAN KIMIA HASIL VITRIFIKASI LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN GLASSFRITS ABU BATUBARA. Disusun oleh : Ratna Budiarti

LEMBAR PENGESAHAN KETAHANAN KIMIA HASIL VITRIFIKASI LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN GLASSFRITS ABU BATUBARA. Disusun oleh : Ratna Budiarti LEMBAR PENGESAHAN KETAHANAN KIMIA HASIL VITRIFIKASI LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN GLASSFRITS ABU BATUBARA Disusun oleh : Ratna Budiarti 2108 0110 4000 40 Mengetahui Komisi Pembimbing Pembimbing Utama Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia dan dipersiapkan secara optimal adalah masalah pengelolaan

Lebih terperinci

FISIKA ATOM & RADIASI

FISIKA ATOM & RADIASI FISIKA ATOM & RADIASI Atom bagian terkecil dari suatu elemen yang berperan dalam reaksi kimia, bersifat netral (muatan positif dan negatif sama). Model atom: J.J. Thomson (1910), Ernest Rutherford (1911),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di dunia, yang menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang besar. PLTN

Lebih terperinci

AAS ( Atomic Absorption Spektrophotometry) Gambar 1. Alat AAS

AAS ( Atomic Absorption Spektrophotometry) Gambar 1. Alat AAS AAS ( Atomic Absorption Spektrophotometry) Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang berdasarkan pada

Lebih terperinci

pekerja dan masyarakat serta proteksi lingkungan. Tujuan akhir dekomisioning adalah pelepasan dari kendali badan pengawas atau penggunaan lokasi

pekerja dan masyarakat serta proteksi lingkungan. Tujuan akhir dekomisioning adalah pelepasan dari kendali badan pengawas atau penggunaan lokasi DEFINISI Penghalang (barrier). Suatu penghalang fisik yang mencegah atau menunda pergerakan (misalnya migrasi) radionuklida atau bahan lain diantara komponenkomponen dalam sistem. Penghalang, ganda (barrier,

Lebih terperinci

PENYERAPAN URANIUM DENGAN ZEOLIT DAN IMOBILISASI ZEOLIT JENUH URANIUM MENGGUNAKAN POLIMER

PENYERAPAN URANIUM DENGAN ZEOLIT DAN IMOBILISASI ZEOLIT JENUH URANIUM MENGGUNAKAN POLIMER PENYERAPAN URANIUM DENGAN ZEOLIT DAN IMOBILISASI ZEOLIT JENUH URANIUM MENGGUNAKAN POLIMER ANISSA 105096003155 PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

Lebih terperinci

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran K-13 kimia K e l a s XI MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi dan pembentukan minyak bumi. 2. Memahami fraksi-fraksi

Lebih terperinci

Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS

Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS 1 - Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang - " Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan

Lebih terperinci

NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY

NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Lecture Presentation NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY By : NANIK DWI NURHAYATI, S,Si, M.Si Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Polimer adalah makromolekul (molekul raksasa) yang tersusun dari satuan-satuan kimia sederhana yang disebut monomer, Misalnya etilena, propilena, isobutilena dan

Lebih terperinci

Kesetimbangan Kimia. Kimia Dasar 2 Sukisman Purtadi

Kesetimbangan Kimia. Kimia Dasar 2 Sukisman Purtadi Kesetimbangan Kimia Kimia Dasar 2 Sukisman Purtadi Keadaan Setimbang dan tetapan Kesetimbangan Kesetimbangan dinamis dan statis Syarat kesetimbangan Tetapan kesetimbangan dan peranannya Q dan K Nilai Q

Lebih terperinci

UJIAN I - KIMIA DASAR I A (KI1111)

UJIAN I - KIMIA DASAR I A (KI1111) KIMIA TAHAP PERSIAPAN BERSAMA Departemen Kimia, Fakultas MIPA Institut Teknologi Bandung E-mail: first-year@chem.itb.ac.id UJIAN I - KIMIA DASAR I A (KI1111) http://courses.chem.itb.ac.id/ki1111/ 22 Oktober

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT. Gunandjar. Gunandjar ISSN Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,

ABSTRAK ABSTRACT. Gunandjar. Gunandjar ISSN Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN, Gunandjar ISSN 0216-3128 69 PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RADIOAKTIF ALFA YANG MENGANDUNG PLUTONIUM DAN URANIUM DENGAN ADSORPSI MENGGUNAKAN ADSORBEN SERAT KARBON AKTIF DAN PROSES PEMBAKARAN Gunandjar Pusat Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran air Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada

Lebih terperinci

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 17 III.METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 2012. Adapun tempat pelaksanaan penelitian ini

Lebih terperinci

PENENTUAN KANDUNGAN PENGOTOR DALAM SERBUK UO2 HASIL KONVERSI YELLOW CAKE PETRO KIMIA GRESIK DENGAN AAS

PENENTUAN KANDUNGAN PENGOTOR DALAM SERBUK UO2 HASIL KONVERSI YELLOW CAKE PETRO KIMIA GRESIK DENGAN AAS PENENTUAN KANDUNGAN PENGOTOR DALAM SERBUK UO2 HASIL KONVERSI YELLOW CAKE PETRO KIMIA GRESIK DENGAN AAS Rahmiati, Asminar, Purwadi KP Bidang Bahan Bakar Nuklir Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir E-mail

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Poliuretan Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis poliuretan dengan menggunakan monomer diisosianat yang berasal dari toluena diisosianat (TDI) dan monomer

Lebih terperinci

OXEA - Alat Analisis Unsur Online

OXEA - Alat Analisis Unsur Online OXEA - Alat Analisis Unsur Online OXEA ( Online X-ray Elemental Analyzer) didasarkan pada teknologi fluoresens sinar X (XRF) yang terkenal di bidang laboratorium. Dengan bantuan dari sebuah prosedur yang

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

PP 16/2001, TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

PP 16/2001, TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL Copyright (C) 2000 BPHN PP 16/2001, TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL *38741 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 16 TAHUN 2001

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

ION EXCHANGE DASAR TEORI

ION EXCHANGE DASAR TEORI ION EXCHANGE I. TUJUAN PERCOBAAN Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat : 1. Menentukan konsentrasi ion-ion H+, Na+, Mg2+, Zn2+ dengan menggunakan resin penukar kation. 2. Pengurangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian telur dari luka atau kerusakan (Anonim, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian telur dari luka atau kerusakan (Anonim, 2003). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Kulit Telur Kulit telur merupakan lapisan luar dari telur yang berfungsi melindungi semua bagian telur dari luka atau kerusakan (Anonim, 2003). Pembentukan kulit telur

Lebih terperinci