BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 APBD Pengertian APBD Menurut Halim dan Nasir ( 2006 : 44 ) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Menurut Saragih ( 2003 : 127 ) APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan daerah ( PAD ) khususnya penerimaan pajak pajak daerah. Berkembangnya perekonomian daerah di berbagai sektor juga akan memberikan pengaruh positip pada penciptaan lapangan kerja baru bagi masyarakat daerah. Unsur unsur APBD adalah sebagai berikut : a. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci. b. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan

2 adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran pengeluaran yang akan dilaksanakan. c. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. d. Periode anggaran yang biasanya 1 ( satu ) tahun Struktur APBD Keputusan dan susunan APBD yang didasarkan pada Keputusan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006, dimana APBD terdiri atas 3 bagian, yaitu : 1) Pendapatan 2) Belanja, dan 3) Pembiayaan. Pendapatan dibagi menjadi 3 kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan lain-lain Pendapatan Daerah yang sah. Belanja digolongkan menjadi 4 yakni : Belanja Aparatur Daerah, Belanja Pelayanan Publik, Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan, dan Belanja tak Tersangka. Belanja Aparatur Daerah diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan, dan Belanja Modal/Pembangunan.. Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah adalah : sisa lebih anggaran tahun buku, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan dan transfer dari dana cadangan. Sumber pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas : Pembiayaan utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan

3 modal transfer ke dana cadangan dan sisa lebih anggaran tahun sekarang ( Halim,2004:18 ). 2.2 Pendapatan Daerah Pengaturan kewenangan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dilaksanakan dengan prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas. Sumber-sumber pendapatan untuk membiayai pelaksanaan desentralisasi berdasarkan ketentuan perundangan namun sejauh ini baru PAD dan Dana Perimbangan yang memberikan kontribusi anggaran sedangkan lainnya masih belum dapat dilaksanakan. Namun demikian, perkembangan pendapatan suatu daerah dipengaruhi oleh beberapa aspek dan indikator antara lain pertumbuhan ekonomi, kemampuan dan kapasitas daya beli dari masyarakat, tingkat pendapatan dan tingkat konsumsi masyarakat, bukan faktor rentan terhadap pengaruh moneter dan ekonomi makro. Dalam mengurus dan menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah propinsi/kota/kabupaten yang meliputi tugas pemerintahan umum, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan menggunakan sumber-sumber pembiayaan yang didapat dari pemerintah daerah. Berdasarkan Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 157 menyebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas : Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.

4 2.3 Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo ( 2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Yang dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah terdiri dari : Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah /BUMD, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/ BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan

5 daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi,potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan /atau pengadaan barang dan /atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/ cicilan penjualan. Di dalam undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari : 1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah 3. Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Lain-lain PAD yang sah. 2.4 Pajak Daerah Pengertian Pajak Daerah Menurut P.Siahaan ( 2005 : 7 ) menyatakan bahwa pajak daerah merupakan Pungutan dari masyarakat oleh negara berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali ( kontra prestasi/balas jasa ) secara langsung, yang

6 hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Pajak Daerah merupakan Pajak yang diterima dan dikelola oleh Pemerintah Daerah, baik Propinsi maupun Kabupaten / Kota yang berguna untuk menunjang penerimaan Pendapatan Asli Daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk kedalam APBD. Pajak Daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan perundang undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan Pembangunan Daerah. Dasar hukum Pajak Daerah yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah. Dalam pemungutan Pajak Daerah memerlukan suatu sistem agar pengelolaaan Pajak Daerah tersebut dapat berjalan dengan baik. Maka diperlukan suatu sistem pemungutan yang baik pula. Sistem Pemungutan Pajak daerah sama dengan Pajak pusat daerah yaitu : 1. Official Assesment System. 2. Self Assesment System 3. Witholding System. Sedangkan menurut UU No.34 tahun 2000 tentang perubahan atas UU No.18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

7 Daerah yang dimaksud pajak daerah adalah : Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan kepada daerah tanpa imbalan imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam undang-undang tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri. Jenis pajak daerah terbagi 2 yaitu : a. Pajak Propinsi b. Pajak Kabupaten / Kota Jenis - Jenis Pajak Kota Pajak hotel Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel, yaitu bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan, dan/ atau yang fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.

8 Pengenaan pajak hotel tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang Pajak Hotel. Peraturan ini akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. Dalam pemungutan pajak hotel terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut dapat dilihat berikut ini : 1. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali oleh pertokoan dan perkantoran. 2. Rumah penginapan adalah penginapan dalam bentuk dan klasifikasi apa pun beserta fasilitasnya yang digunakan untuk menginap dan disewakan untuk umum.

9 3. Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang jasa penginapan. 4. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang atau pelayanan sebagai pembayaran kepada pemilik hotel. 5. Bon penjualan ( bill ) adalah bukti pembayaran yang sekaligus sebagai bukti pungutan pajak, yang dibuat oleh wajib pajak pada saat mengajukan pembayaran atas jasa pemakaian kamar atau tempat penginapan beserta fasilitas penunjang lainnya kepada subyek pajak. Tarif pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya asalkan tidak lebih dari sepuluh persen Pajak Restoran Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di restoran yaitu adalah tempat yang disediakan

10 untuk menyantap makanan dan minuman dengan dipungut bayaran termasuk kedai nasi, kedai mie, kedai kopi, warung tempat jual makanan/ minuman, tempat karaoke, usaha jasa katering dan usaha jasa boga. Pengenaan pajak Restoran tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang pajak Hotel. Peraturan ini akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Restoran di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. Dalam pemungutan Pajak Restoran terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut dapat dilihat berikut ini : 1. Restoran adalah tempat menyantap makanan adan atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga dan katering.

11 2. Pengusaha restoran adalah Orang Pribadi atau Badan dalam bentuk apapun, yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang rumah makan. 3. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang atau pelayanan, sebagai pembayaran kepada pemilik rumah makan. 4. Bon penjualan adalah ( bill ) adalah bukti pembayaran yang sekaligus sebagai bukti pungutan pajak yang dibuat oleh wajib pajak pada saat mengajukan pembayaran atas pembelian makanan dan atas minuman kepada subyek pajak. Tarif pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya asalkan tidak lebih dari sepuluh persen Pajak Hiburan Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan, yaitu semua jenis pertunjukkan, permainan, permainan ketangkasan, dan/ atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau

12 dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga. Mengingat kondisi kabupaten dan kota di Indonesia tidak sama, termasuk dalam hal jenis hiburan yang diselenggarakan, maka untuk dapat diterapkan pada suatu daerah kabupaten atau kota pemerintah daerah setempat harus mengeluarkan peraturan daerah tentang Pajak Hiburan yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pungutan pajak hiburan di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. Dalam pemungutan Pajak Hiburan terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut dapat dilihat berikut ini : 1. Hiburan adalah sebuah jenis pertunjukkan, permainan, permainan ketangkasan, dan atau keramaian dengan nama dan bentuk apa pun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga. 2. Penyelenggara hiburan adalah Orang Pribadi atau Badan yang bertindak baik untuk atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggugannya dalam menyelenggarakan suatu hiburan. 3. Penonton atau pengunjung adalah setiap orang menghadiri suatu hiburan untuk melihat dan atau mendengar atau menikmatinya

13 atau menggunakan fasilitas yang disediakan oleh penyelenggara hiburan kecuali penyelenggara, karyawan, artis, dan petugas yang menghadiri untuk melakukan tugas pengawasan. 4. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima dalam bentuk apa pun untuk harga pengganti yang diminta atau seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukar atas pemakaian dan atau pembelian jasa hiburan serta fasilitas penunjangnya termasuk pula semua tambahan dengan nama apa pun juga yang dilakukan oleh wajib pajak yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan hiburan. Termasuk dalam pengertian pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima, termasuk yang akan diterima antara lain pembayaran yang dilakukan tidak secara tunai. 5. Tanda masuk adalah semua tanda atau alat atau cara yang sah dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dapat digunakan untuk menonton, menggunakan fasilitas, atau menikmati hiburan. Tanda atau cara yang sah adalah berupa tanda masuk yang dilegalisasi oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/ Kota. Termasuk tanda masuk disini adalah tanda masuk dalam bentuk dan dengan nama apa pun misalnya karcis, tiket undangan, kartu langganan, kartu anggota ( membership ), dan sejenisnya.

14 6. Harga tanda masuk yang selanjutnya disingkat HTM adalah nilai uang yang tercamtum pada tanda masuk yang harus dibayar oleh penonton atau pengunjung. Tarif pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar tiga puluh lima persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya asalkan tidak lebih dari tiga puluh lima persen. Untuk mendukung pengembangan kesenian tradisional, hiburan berupa kesenian tradisional umumnya dikenakan tarif pajak yang lebih rendah dari hiburan lainnya. Oleh karena obyek Pajak Hiburan meliputi berbagai jenis hiburan, pemerintah kabupaten/ kota juga harus menetapkan tarif pajak untuk masing-masing jenis hiburan yang biasanya berbeda antar jenis hiburan. Misalnya suatu pemerintah daerah kota menetapkan besarnya tarif Pajak Hiburan untuk setiap jenis hiburan sebagaimana berikut ini :

15 a. Tarif pajak untuk pertunjukkan film di bioskop ditetapkan : 1) Golongan A.II Utama sebesar 15% 2) Golongan A.II sebesar 12,5% 3) Golongan A.I sebesar 12,5% 4) Golongan B.II sebesar 10% 5) Golongan B.I sebesar 10% 6) Golongan C sebesar 7,5% 7) Golongan D sebesar 7,5% dan 8) Jenis keliling sebesar 5% b. Tarif pajak untuk pertunjukkan kesenian antara lain kesenian tradisional, pameran busana, kontes kecantikan ditetapkan sebesar 10%. c. Tarif pajak untuk pertunjukkan/pagelaran musik dan tari ditetapkan sebesar 25%. d. Tarif pajak untuk diskotik, bar dan pub ditetapkan sebesar 30%. e. Tarif pajak untuk karaoke, music hidup, ruang musik, balai gita dan sejenisnya ditetapkan sebesar 30%. f. Tarif pajak untuk klub malam ditetapkan sebesar 30%. g. Tarif pajak untuk permainan biliar ditetapkan sebesar 10% h. Tarif pajak untuk permainan ketangkasan dan sejenisnya untuk dewasa ditetapkan sebesar 25% dan untuk anak-anak ditetapkan sebesar 10%. i. Tarif pajak untuk panti pijat ditetapkan sebesar 25%.

16 j. Tarif pajak untuk mandi uap dan sejenisnya ditetapkan 25%. k. Tarif pajak untuk pertandingan olahraga ditetapkan 12,5%. l. Tarif pajak untuk untuk permainan bowling ditetapkan 15%. m. Tarif pajak untuk tempat wisata,rekreasi termasuk di dalamnya kolam renang, kolam pemancingan, pasar malam, pertunjukkan sirkus, komedi putar, kereta pesiar, dan sejenisnya ditetapkan sebesar 10%. n. Tarif pajak untuk penyelenggaraan hiburan incidental ditetapkan sebesar 15%. o. Tarif pajak untuk penyelenggaraan hiburan yang seharusnya menggunakan tanda masuk, tetapi tidak menggunakan tanda masuk atau tidak mencantumkan harga tanda masuk ditetapkan sebesar 15% Pajak Reklame Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame yaitu benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susunan dan jenis ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat umum kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah. Untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah

17 tentang Pajak Reklame yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Reklame di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. Dalam pemungutan Pajak Reklame terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut adalah sebagaimana di bawah ini : 1. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, digunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan, atau memujikan suatu barang, jasa atau orang ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh pemerintah. 2. Penyelenggara Reklame adalah orang atau badan yang menyelenggarakan reklame baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya. 3. Perusahaan jasa periklanan/biro reklame adalah badan yang bergerak di bidang periklanan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4. Panggung reklame adalah suatu sarana atau tempat pemasangan reklame yang ditetapkan untuk satu atau beberapa buah reklame.

18 5. Jalan umum adalah suatu sarana perhubungan darat dalam bentuk apa pun meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. 6. Izin adalah izin penyelenggaraan reklame yang terdiri dari izin tetap dan izin terbatas. 7. Surat Permohonan Penyelenggaraan Reklame yang selanjutnya disingkat SPPR adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk mengajukan permohonan penyelenggaraan reklame dan mendaftarkan identitas pemilik data reklame sebagai dasar perhitungan pajak yang terutang. 8. Surat Kuasa Untuk Menyetor yang selanjutnya disingkat SKUM adalah perhitungan besarnya Pajak Reklame yang harus dibayar oleh wajib pajak yang berfungsi sebagai ketetapan pajak Pajak Penerangan Jalan Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan umum yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Pajak penerangan jalan tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak

19 kabupaten/kota. Untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau kota maka pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pajak Penerangan Jalan yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Penerangan Jalan di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya asalkan tidak lebih dari sepuluh persen Pajak pengambilan bahan galian golongan C Pajak Pengambilan bahan galian golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahan galian golongan adalah bahan galian golongan C sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahan-bahan galian dibagi atas dua golongan, yaitu : a. Golongan bahan galian strategis b. Golongan bahan galian vital.

20 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1980 bahan galian terbagi atas tiga golongan, yaitu : 1. Golongan bahan galian yang strategis disebut pula sebagai bahan galian A yang terdiri dari : a. Minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam. b. Bitumen padat, aspal. c. Antrasit, batu bara, batu bara muda. d. Uranium, radium, thorium, dan bahan-bahan galian radioaktif lainnya. e. Nikel, kobalt, dan f. Timah. 2. Golongan bahan galian yang vital disebut pula sebagai bahan galian golongan B terdiri dari : a. Besi, mangan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan. b. Bauksit, tembaga, timbal, seng. c. Emas, platina, perak, air raksa, intan. d. Arsin, antimon, bismut. e. Rhutenium, cerium dan logam-logam langka lainnya. f. Berillium, korundum, zirkon, kristal kwarsa. g. Kriolit, fluorpar, barit dan h. Yodium, brom, khlor, belerang. 3. Golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan a atau b disebut pula sebagai bahan galian golongan C terdiri dari :

21 a. Nitrat-nitrat, fosfat, garam batu ( halite ). b. Asbes, talk, mika, grafit, magnesit. c. Yarosit, leusit, tawas ( alum ), oker. d. Batu permata, batu setengah permata. e. Pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonit. f. Batu apung, tras, obsidian, perlit, tanah diatome, tanah serap. g. Marmer, batu tulis. h. Batu kapur, dolomit, kalsit. i. Granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, dan pasir sepanjang tidak mengandung unsur-unsur mineral golongan a maupun golongan b dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan. Tarif Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C ditetapkan paling tinggi sebesar dua puluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya asalkan tidak lebih dari dua puluh persen.

22 Pajak Parkir Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha. Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam undang undang tentang pokok-pokok pemerintahan daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri. Pengenaan pajak parkir tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pajak Parkir yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak parkir di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. Dalam pemungutan Pajak Parkir terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut dapat dilihat berikut ini :

23 1. Tempat parkir adalah tempat parkir di luar badan jalan yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. 2. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang atau jasa pembayaran kepada penyelenggara tempat parkir. 3. Pengusaha parkir adalah orang pribadi atau badan hukum yang menyelenggarakan usaha parkir atau jenis lainnya pada gedung, pelataran milik pemerintah/swasta orang pribadi atau badan yang dijadikan tempat parkir untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya. 4. Gedung parkir adalah tempat parkir kendaraan, tempat menyimpan kendaraan dan atau tempat memamerkan kendaraan yang berupa gedung milik pemerintah/swasta, orang pribadi, atau badan yang dikelola sebagai tempat parkir kendaraan. 5. Pelataran parkir adalah pelataran milik pemerintah/swasta, orang pribadi, badan di luar badan jalan atau yang dikelola sebagai tempat parkir secara terbuka. 6. Garasi adalah bangunan atau ruang rumah yang dipakai untuk menyimpan kendaraan bermotor yang dipungut bayaran.

24 7. Tempat penitipan kendaraan adalah suatu ruang, bidang yang dipakai untuk menyimpan, menaruh, mengumpulkan, memamerkan, memajang kendaraan untuk jangka waktu tertentu dan atau untuk diperjuabelikan. 8. Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan yang ada pada kendaraan itu dan dipergunakan untuk pengangkutan orang dan atau barang di jalan Subyek Pajak dan Wajib Pajak Kabupaten / Kota a. Subyek Pajak Hotel adalah orang atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan. Wajib pajaknya adalah pengusaha hotel b. Subyek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan restoran. Wajib pajaknya adalah pengusaha restoran. c. Subyek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati hiburan. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. d. Subyek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau memesan reklame. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. e. Subyek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik dari PLN atau tenaga listrik

25 bukan PLN. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan lisrik dan atau pengguna tenaga listrik. f. Subyek Pajak pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah orang pribadi atau badan yang mengambil bahan galian golongan C. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan pengambilan galian golongan C. g. Subyek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan melakukan pembayaran atas tempat parkir. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir Obyek Pajak Kabupaten / Kota a. Obyek Pajak Hotel adalah pembayaran yang disediakan hotel dengan pembayaran termasuk : a) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal Jangka Panjang b) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan. c) Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum dan b. Obyek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran. c. Obyek Pajak Hiburan yakni penyelenggaraan hiburan yang dipungut bayaran. d. Obyek Pajak Reklame yakni semua penyelenggara reklame.

26 e. Obyek Pajak Penerangan Jalan yakni penggunaan tenaga listrik di wilayah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. f. Obyek Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yakni kegiatan pengambilan bahan golongan C g. Obyek Pajak Parkir yakni penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor Tarif Pajak Kabupaten / Kota Menurut pasal 3 UU 34 tahun 2000, tarif untuk tiap jenis pajak daerah ditetapkan paling tinggi sebesar : a. Pajak Hotel 10% b. Pajak Restoran 10% c. Pajak Hiburan 35% d. Pajak Reklame 25% e. Pajak Penerangan Jalan 10% f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C sebesar 20% g. Pajak Parkir 20% Tarif tersebut merupakan tarif tertinggi atau tarif maksimal yang dapat ditetapkan oleh pemerintah maupun kabupaten atau kota dalam melakukan pemungutan pajak daerah untuk kabupaten / kota di wilayah masing-masing.

27 Dilihat dari wewenang Pemungutan Pajak Daerah atas Objek Pajak Daerah dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu : Pajak daerah yang dipungut oleh Propinsi, dan Pajak Daerah yang dipungut oleh Kota. Tabel 2.1 Tarif Pajak Daerah DESKRIPSI 1. Pajak Propinsi : a. PKB & Kendaraan di Atas Air b. BBNKB & Kendaraan Di Atas Air c. PBBKB d. Pajak PPABT-AP 2. Pajak Kabupaten/ Kota : a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C g. Pajak Parkir Sumber : Berdasarkan Undang-Undang PBB tahun 1984 TARIF 5% 10% 5% 20% 10% 10% 35% 25% 10% 20% 20%

28 Tabel 2.2 Presentase Bagi Hasil Penerimaan Pajak Daerah NO JENIS PAJAK PROVINSI KOTA DAERAH 1 PKB 70 % 30 % 2 BBN-KB 70 % 30 % 3 Pajak Pengambilan 30 % 70% Dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah (PPABT- AP ) NO JENIS PAJAK KOTA DESA DAERAH 1 Pajak Hotel 90 % 10 % 2 Pajak Restoran 90 % 10 % 3 Pajak Hiburan 90 % 10 % 4 Pajak Reklame 90 % 10 % 5 Pajak Penerangan 90 % 10 % Jalan 6 Pajak Pengambilan 90 % 10 % Bahan Galian Golongan C 7 Pajak Parkir 90 % 10 % Sumber : Suku Dinas Rencana dan Pengembangan Dinas pendapatan Daerah. 2.5 Retribusi Daerah Pengertian Retribusi Daerah Definisi retribusi daerah menurut Panca Kurniawan ( 2005:5 ) yang juga diambil berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun

29 2000 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/ atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1997 mengatur beberapa istilah yang umum digunakan, yaitu : a. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom lainnya sebagai badan eksekutif daerah. c. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota. d. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. e. Peraturan daerah adalah peraturan yang ditetapkan oleh kepaa daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

30 f. Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. g. Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. h. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu. i. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari pemerintah daerah yang bersangkutan. j. Jasa usaha adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

31 2.5.2 Jenis - jenis Retribusi Daerah Sesuai dengan Undang - undang Nomor 34 tahun 2000 pasal 18 ayat 2 retribusi daerah dibagi atas 3 golongan, yakni : a. Retribusi Jasa Umum. b. Retribusi Jasa Usaha. c. Retribusi Perizinan Tertentu. Jadi, dipungut apabila orang atau badan tersebut tidak menggunakan atau tidak memanfaatkan fasilitas atau jasa yang disediakan maka orang tersebut tidak dipungut retribusi Subyek Retribusi Daerah dan Wajib Retribusi Daerah a. Subyek retribusi umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/ menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Subyek retribusi jasa umum ini dapat merupakan wajib retribusi jasa umum. b. Subyek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/ menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Subyek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa usaha. c. Subyek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah. Subyek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa perizinan tertentu.

32 2.5.4 Obyek Retribusi daerah Obyek retribusi daerah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Tidak semua yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis jasajasa tertentu yang menurut pertimbangan social ekonomi layak dijadikan sebagai obyek retribusi. Jasa tertentu tersebut dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu Jasa Umum, Jasa Usaha, dan Perizinan tertentu Retribusi Jasa Umum Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Obyek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis-jenis retribusi jasa umum diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Pasal 2 ayat 2, sebagaimana di bawah ini :

33 a) Retribusi Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan adalah Pelayanan kesehatan di Puskesmas, Balai Pengobatan dan Rumah Sakit Umum Daerah. Dalam retribusi pelayanan kesehatan ini tidak termasuk pelayanan pendaftaran. b) Retribusi Pelayanan Persampahan / Kebersihan Pelayanan persampahan/ kebersihan meliputi pengambilan, pengangkutan, dan pembuangan serta penyediaan lokasi pembuangan/pemusnaan sampah rumah tangga dan perdagangan, tidak termasuk pelayanan kebersihan jalan umum dan taman. c) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil Akte catatan sipil meliputi akte kelahiran, akte perkawinan, akte perceraian, akte pengesahan dan pengakuan anak, akte ganti nama bagi warga negara asing, dan akte kematian. d) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat Pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat meliputi pelayanan penguburan/ pemakaman termasuk penggalian dan pengurungan, pembakaran/pengabuan mayat dan sewa tempat pemakaman atau

34 pembakaran/pengabuan mayat yang dimiliki atau dikelola pemerintah daerah. e) Retribusi Pelayanan Parkir Di Tepi Jalan Umum Pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah. f) Retribusi Pelayanan Pasar Pelayanan pasar adalah fasilitas pasar tradisional atau sederhana berupa pelataran yang dikelola pemerintah daerah dan khuhus disediakan pedagang, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta. g) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor Pelayanan pengujian kendaraan bermotor adalah pelayanan pengujian kendaraan bermotor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. h) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran Pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah pelayanan pemeriksaan dan/atau perizinan oleh pemerintah daerah terhadap alat-alat pemadam kebakaran yang dimiliki dan/ atau dipergunakan oleh masyarakat

35 i) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta Peta adalah peta yang dibuat oleh pemerintah daerah seperti peta dasar ( garis), peta foto, peta digital, peta tematik dan peta teknis (struktur ). j) Retribusi Pengujian Kapal Perikanan Pelayanan pengujian kapal perikanan adalah pengujian terhadap kapal penangkap ikan yang menjadi kewenangan daerah Retribusi Jasa Usaha Retribusi jasa usaha adalah atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah yang menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Obyek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial. Pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah menganut prinsip komersial meliputi : a. Pelayanan dengan menggunakan / memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal. b. Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum memadai disediakan oleh pihak swasta.

36 Jenis- jenis retribusi jasa usaha : a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Pelayanan pemakaian kekayaan daerah antara lain pemakaian tanah dan bangunan, pemakaian ruangan untuk pesta, pemakaian kendaraan/alat-alat berat/alat-alat besar milik daerah. Tidak termasuk dalam pengertian pelayanan pemakaian kekayaan daerah adalah penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut seperti pemancangan tiang listrik/ telepon maupun penanaman/ pembentangan kabel listrik/ telepon di tepi jalan umum. b. Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan Pasar grosir dan atau pertokoan adalah pasar grosir berbagai jenis barang dan fasilitas pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan/diselenggarakan oleh Pemerintah daerah, tidak termasuk yang disediakan oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta. c. Retribusi Tempat Pelelangan Tempat pelelangan adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh pemerintah daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang disediakan di tempat pelelangan. Termasuk dalam pengertian tempat pelelangan adalah tempat yang

37 dikontrakkan oleh pemerintah daerah dari pihak lain untuk dijadikan sebagai tempat pelelangan. d. Retribusi Terminal Pelayanan terminal adalah tempat pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum, tempat kegiatan usaha dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang dimiliki dan/ atau dikelola oleh pemerintah daerah. e. Retribusi Tempat Khusus Parkir Pelayanan tempat khusus parkir adalah pelayanan penyediaan tempat parkir yang khusus disediakan, dimiliki dan/ atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang disediakan dan dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta. f. Retribusi Tempat Penginapan / Pesanggrahan/ Villa Pelayanan tempat penginapan/ pesanggrahan/ villa yang dimiliki dan/ atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta. g. Retribusi Penyedotan Kakus Pelayanan penyedotan kakus adalah pelayanan penyedotan kakus/jamban yang dilakukan oleh pemerintah daerah, tidak

38 termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta. h. Retribusi Rumah Potong Hewan Pelayanan rumah potong hewan adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah potong hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. i. Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal Pelayanan pelabuhan kapal adalah pelayanan pada pelabuhan kapal perikanan dan/atau bukan kapal perikanan, termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan kapal yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta. j. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga Pelayanan tempat rekreasi dan olahraga adalah tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah. k. Retribusi Penyeberangan di atas air Pelayanan penyeberangan di atas air adalah pelayanan penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kendaraan di atas air yang dimiliki dan/atau dikelola oleh

39 pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta. l. Retribusi Pengolahan Limbah Cair Pelayanan pengolahan limbah cair adalah pelayanan pengolahan limbah cair rumah tangga, perkantoran, industri yang dikelola dan/atau dimiliki oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta. m. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah Penjualan produksi usaha daerah adalah penjualan hasil produksi usaha pemerintah daerah antara lain bibit/benih tanaman, bibit ternak dan bibit/benih ikan, tidak termasuk penjualan produksi usaha Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta Retribusi Perizinan Tertentu Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

40 Jenis-jenis retribusi perizinan a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Izin Mendirikan Bangunan ( IMB ) adalah pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan, termasuk dalam pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku, dengan tetap memperhatikan Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB), dan pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut. b) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol Izin tempat penjualan minuman beralkohol adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu. c) Retribusi Izin Gangguan Izin gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/ kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian atau gangguan, tidak termasuk tempat usaha/ kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

41 d) Retribusi Izin Trayek Izin trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan usaha untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu. Pemberian izin oleh pemerintah daerah dilaksanakan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah, tidak termasuk tempat usaha/ kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Besarnya Retribusi Yang Terutang dan Tarif Retribusi Daerah Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum didasarkan pada kebijaksaan derah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Dengan demikian, daerah mempunyai kewenangan untuk menetapkan prinsip dan sasaran yang akan dicapai dalam menetapkan tarif retribusi jasa umum, seperti untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dan membantu golongan masyarakat kurang mampu sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan.

42 Jadi, prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi jasa umum dapat berbeda menurut jenis pelayanan dalam jasa yang bersangkutan dan golongan pengguna jasa. Sebagai contoh : 1. Tarif retribusi persampahan untuk golongan masyarakat yang mampu dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat menutup biaya pengumpulan, transportasi dan pembuangan sampah sedangkan untuk golongan masyarakat kurang mampu ditetapkan tarif lebih rendah. 2. Tarif rawat inap kelas tinggi bagi retribusi pelayanan rumah sakit umum daerah dapat ditetapkan lebih besar daripada biaya pelayanannya, sehingga memungkinkan adanya subsidi silang bagi tarif rawat inap kelas yang lebih rendah. 3. Tarif retribusi parkir di tepi jalan umum yang rawan kemacetan dapat ditetapkan lebih tinggi daripada di tepi jalan umum yang kurang rawan kemacetan dengan sasaran mengendalikan tingkat penggunaan jasa parkir sehingga tidak menghalangi kelancaran lalu lintas. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.

43 Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruhnya biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan izin ini meliputi penertiban dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut. Tarif retribusi di atas ditinjau paling lama 5 tahun sekali. Secara umum, upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah antara lain dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : 1. Memperluas basis penerimaan tindakan yang dilakukan untuk memperluas basis penerimaan yang dapat dipungut oleh daerah, yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial, antara lain yaitu mengidentifikasi pembayar pajak baru/potensial dan jumlah pembayar pajak, memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian, menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan. 2. Memperkuat proses pemungutan upaya yang dilakukan dalam memperkuat proses pemungutan, yaitu antara lain mempercepat penyusunan perda, mengubah tarif, khususnya tarif retribusi dan peningkatan SDM.

44 3. Meningkatkan pengawasan, hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain dengan meelakukan pemeriksaan secara dadakan dan berskala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap penunggak pajak dan sanksi terhadap pihak fiskus serta meningkatkan pembayaran pajak dan pelayanan yang diberikan oleh daerah. 4. Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan, tindakan yang dilakukan oleh daerah yaitu antara lain memperbaiki prosedur administrasi pajak melalui penyederhanaan administrasi pajak, meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan. 5. Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik, hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di daerah. Selanjutnya,ektensifikasi perpajakan juga dapat dilakukan yaitu melalui kebijaksanaan pemerintah untuk memberikan kewenangan perpajakan yang lebih besar kepada daerah pada masa mendatang. Untuk itu, perlu adanya perubahan dalam sistem perpajakan Indonesia sendiri melalui sistem pembagian langsung atau beberapa basis pajak pemerintah pusat yang lebih tepat dipungut oleh daerah.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, dan Pasal 33

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH UMUM Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, Pasal 25 ayat (6) dan

Lebih terperinci

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, dan Pasal 33

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, Pasal 25 ayat (6) dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD dipisahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1980 TENTANG PENGGOLONGAN BAHAN-BAHAN GALIAN. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1980 TENTANG PENGGOLONGAN BAHAN-BAHAN GALIAN. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1980 TENTANG PENGGOLONGAN BAHAN-BAHAN GALIAN Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa penggolongan bahan-bahan galian yang diatur dalam Peraturan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980 Tentang : Penggolongan Bahan-bahan Galian

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980 Tentang : Penggolongan Bahan-bahan Galian Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980 Tentang : Penggolongan Bahan-bahan Galian Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 27 TAHUN 1980 (27/1980) Tanggal : 15 AGUSTUS 1980 (JAKARTA) Sumber : LN 1980/47;

Lebih terperinci

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34 29 BAB III RETRIBUSI DAERAH A. Konsep Pemungutan Retribusi Daerah Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Di masa orde baru pengaturan pemerintahan daerah ditetapkan dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, tapi belum memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dan meningkatnya kebutuhan akan sumber daya alam. 1

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dan meningkatnya kebutuhan akan sumber daya alam. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan seperti pencemaran, kerusakan dan bencana dari tahun ke tahun masih terus berlangsung dan semakin luas. Kondisi tersebut tidak hanya menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pendapatan Asli Daerah 2.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Abdul Halim (2004:94), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh

Lebih terperinci

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat 1 Desentralisasi Politik dan Administrasi Publik harus diikuti dengan desentralisasi Keuangan. Hal ini sering disebut dengan follow money function. Hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Mempercepat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 2 ayat (4), Pasal 3 ayat (2), Pasal 5 ayat (6)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan upaya sadar yang dilakukan manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dari hari ini. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa

Lebih terperinci

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan PENGATURAN MENGENAI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH SEBAGAIMANA DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH www.kaltimpost.co.id I. PENDAHULUAN Dalam rangka

Lebih terperinci

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK 65 RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA Oleh Zainab Ompu Zainah ABSTRAK Keywoods : Terminal, retribusi. PENDAHULUAN Membicarakan Retribusi Terminal sebagai

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pendapatan Asli Daerah II.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, dan Pasal 33

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G Kembali P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah sebagai wujud nyata dari pelaksanaan otonomi daerah memberikan konsekuensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak 1. Pengertian Pajak Tentang pengertian pajak, ada beberapa pendapat dari beberapa ahli antara lain: a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : 1. 2. 3. 4. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) a. Pengertian dan Unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu rencana keuangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perubahan kedua dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perubahan kedua dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 yang telah mengalami perubahan kedua dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan, negara berkewajiban untuk menjaga kepentingan rakyatnya baik dalam bidang pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sumber Penerimaan Daerah Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya. Menurut Adam Smith peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. pajak yang digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna untuk kepentingan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. pajak yang digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna untuk kepentingan BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 1.1 Kajian Teoritis 1.1.1 Pengertian Pajak Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan adalah menggali sumber

Lebih terperinci

Lokasi Aktifitas Pertambanagan di Kabupaten Magelang.

Lokasi Aktifitas Pertambanagan di Kabupaten Magelang. Lokasi Aktifitas Pertambanagan di Kabupaten Magelang. Warga Desa Keningar berdemo untuk penutupan pertambangan dan menuntut reklamasi tambang. Warga dan Kepolisian sedang memasang spanduk larangan melakuakan

Lebih terperinci

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH www.clipartbest.com I. PENDAHULUAN Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

Lebih terperinci

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com DASAR HUKUM Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Dirubah dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK DAERAH PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK DAERAH UMUM Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 18

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO LEMBARAN DAERAH TAHUN 2002 NOMOR 30 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : I TAHUN 2002 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO LEMBARAN DAERAH TAHUN 2002 NOMOR 30 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : I TAHUN 2002 TENTANG - 1 - PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO LEMBARAN DAERAH TAHUN 2002 NOMOR 30 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : I TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO

Lebih terperinci

BAB III STATEGI OPTIMALISASI PAD MELALUI EKSTENSIFIKASI OBYEK PAJAK HIBURAN

BAB III STATEGI OPTIMALISASI PAD MELALUI EKSTENSIFIKASI OBYEK PAJAK HIBURAN 30 BAB III STATEGI OPTIMALISASI PAD MELALUI EKSTENSIFIKASI OBYEK PAJAK HIBURAN 1. Sejarah Propinsi DKI Jakarta Jakarta bermula dari sebuah Bandar kecil di muara Sungai Ciliwung sekitar 500 tahun silam.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari Pembangunan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI A. Tinjauan Umum Tentang Retribusi Retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemerintah Daerah Sistem administrasi keuangan daerah di Indonesia ditandai dengan dua pendekatan, yaitu dekonsentarsi dan desentralisasi. Dekonsentrasi adalah administrasi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belanja Daerah Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 2001

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 2001 PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 21 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 21 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 13 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 13 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 13 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan semakin banyaknya kegiatan Usaha

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAWAHLUNTO, Menimbang : a. bahwa dalam memberikan dasar bagi usaha-usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diberlakukan oleh hampir seluruh negara di dunia. Masalah pajak merupakan masalah negara dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN TEORITIS 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2.1.1.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim (2007:96), Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 03 Tahun 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : 1. 2. 3. 4. 5. Menetapkan : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH A. Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, telah diatur

Lebih terperinci

Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh. restoran.restoran adalah fasilitas penyedia makanan atau minuman dengan

Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh. restoran.restoran adalah fasilitas penyedia makanan atau minuman dengan b. Pajak restoran Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.restoran adalah fasilitas penyedia makanan atau minuman dengan di pungut bayaran,yang mencakup rumah makan dan

Lebih terperinci

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH RETRIBUSI DAERAH HAPOSAN SIMANJUNTAK,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 686 TAHUN : 2004 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (3), Pasal 3 ayat (2) dan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan pajak dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut secara logis dinilai wajar karena jumlah peningkatan pajak berbanding lurus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Pembangunan daerah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang dijalankan selama ini. Keberhasilan akan ditentukan dari bagaimana kemampuan

Lebih terperinci

KODE REKENING PENDAPATAN KABUPATEN/KOTA

KODE REKENING PENDAPATAN KABUPATEN/KOTA LAMPIRAN A.IV.a : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 21 TAHUN 2011 TANGGAL : 23 MEI 2011 KODE REKENING PENDAPATAN KABUPATEN/KOTA Kode 4 PENDAPATAN DAERAH 4 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 4 1 1 Hasil Pajak

Lebih terperinci

manajemen sebagai suatu seni (suatu art) dan sebagi suatu ilmu. 3

manajemen sebagai suatu seni (suatu art) dan sebagi suatu ilmu. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Retribusi 1. Pengertian Pengelolaan Nugroho mendefinisikan bahwa pengelolaan merupakan istilah yang dipakai dalam ilmu manajemen. Secara etomologi istilah pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Terminologi Retribusi Daerah. Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Terminologi Retribusi Daerah. Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep dan Definisi Retribusi Daerah 1. Terminologi Retribusi Daerah Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang penduduknya sangat padat, dimana setiap warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk membayar pajak secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pendapatan Asli Daerah Otonomi daerah yang telah digulirkan dengan landasan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, diikuti dengan hadirnya Undang-Undang

Lebih terperinci

Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya R E T R I B U S I DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 7. Pengembalian Kelebihan

Lebih terperinci

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 JENIS DATA 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Satuan Data XIX. RINGKASAN APBD I. Pendapatan Daerah - 584244829879

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, SH Waluyo

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, SH Waluyo BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diberlakukan oleh hampir seluruh negara di dunia ini. Permasalahan dalam pajak erat kaitannya dengan negara yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1) Pengertian Retribusi Daerah Retribusi Daerah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah, adalah pungutan daerah sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang Mengingat : : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 Ayat (2) Huruf

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa potensi hiburan yang sangat besar di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2006:1) definisi pajak dalam buku perpajakan edisi revisi, pajak adalah : Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 19-1997::PP 21-1997 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 118, 2001 Keuangan.Pajak.Pemerintahan Daerah.Keuangan Daerah.Pajak Daerah.

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PERHITUNGAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DI WILAYAH KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG MEKANISAME PERFORASI

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG MEKANISAME PERFORASI BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG MEKANISAME PERFORASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Penerimaan Daerah Salah satu kemampuan yang dituntut terhadap daerah adalah kemampuan daerah tersebut untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (self supporting)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut P.J.A Andiani dalam Diana Sari (2013: 33), adalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran masyarakat

Lebih terperinci

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA BAB I I TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dikemukakan oleh beberapa ahli telah memberikan batasan-batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG 4. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686); Menimbang

Lebih terperinci

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih, APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era otonomi daerah yang secara resmi mulai diberlakukan di Indonesia, sejak tanggal 1 Januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber penerimaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Dengan dianutnya paham desentralisasi dalam sistem pemerintahan di Indonesia maka timbul dua bentuk pemerintahan, yaitu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 43 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 7 TAHUN : 2003 SERI :B PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 7 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HIBURAN DAN TONTONAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 7 TAHUN : 2003 SERI :B PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 7 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HIBURAN DAN TONTONAN LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 7 TAHUN : 2003 SERI :B PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 7 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HIBURAN DAN TONTONAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 15 Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor

6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor Menimbang : a. Mengingat : BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK

Lebih terperinci

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam Kebijakan otonomi daerah lahir dengan tujuan untuk menyelamatkan pemerintahan dan keutuhan negara, membebaskan pemerintah pusat dari beban yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 16 Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pajak secara umum 2.1.1. Pengertian pajak Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Tujuan pembangunan nasional adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci