FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK SUPIR ANGKOT DI TERMINAL KAMPUNG RAMBUTAN DKI JAKARTA TAHUN 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK SUPIR ANGKOT DI TERMINAL KAMPUNG RAMBUTAN DKI JAKARTA TAHUN 2014"

Transkripsi

1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK SUPIR ANGKOT DI TERMINAL KAMPUNG RAMBUTAN DKI JAKARTA TAHUN 2014 Dianthi Nidaul Hasanah Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok Abstrak Hasil Survei YLKI pada tahun 2013 juga menunjukkan bahwa, pelanggaran merokok di wilayah KTR paling banyak adalah supir dan kernet angkutan umum di Jakarta. Terdapat 57% supir dan kernet yang tetap merokok di dalam angkutan umum meskipun sudah ada Pergub No. 88 Tahun 2010 mengenai Kawasan Dilarang Merokok. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku merokok di angkutan umum pada supir angkot di kawasan Terminal Kampung Rambutan tahun Penelitian kuantitatif ini menggunakan desain cross-sectional dan pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling yang dilakukan pada 90 orang responden, yaitu supir angkot perokok aktif di kawasan Terminal Kampung Rambutan. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 61,1% supir angkot yang merokok di dalam angkutan umumnya dalam kondisi sedang ngetem maupun menyetir. Faktor sikap dan kriteria tipe perokok adalah faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok di angkutan umum pada supir angkot. Oleh sebab itu, untuk kedepannya perlu dilakukan promosi kesehatan terkait rokok dan KDM yang lebih gencar dari pengelola terminal dan penegasan peraturan KDM yang perlu ditingkatkan lagi. Factors Associated With Smoking Behavior on Public Transportation Drivers in Kampung Rambutan Terminal of DKI Jakarta in 2014 Abstract YLKI survey results in 2013 showed that smoking violations in the KTR most is precisely by th drivers and conductors of public transport in Jakarta. There are 57% of drivers and conductors who continue to smoke in public transport although there was Pergub No. 88 Tahun 2010 regarding Smoking Area Prohibitation. The purpose of this study was to determine what factors are associated with smoking behavior in public transport on public transportation drivers in Kampung Rambutan Terminal in This quantitative study with cross-sectional design using purposive sampling conducted on 90 respondents, which is active smoking minivan drivers in Kampung Rambutan Terminal. The instrument used in this study was a questionnaire. The results of this study indicate that there are 61.1% minivan drivers who smoke in public transport in the condition of waiting their passengers and driving. Attitude and type of smoking are the associated factors with smoking behavior in public transport on public transportation drivers. Therefore, for the future needs to be done related to health promotion and smoking area prohibitation more intensively by terminal s superintendents. And Smoking Area Prohibitation regulation needs to be improved again. Keyword: smoking; smoking behavior; public transportation 1

2 Pendahuluan Untuk mengurangi paparan rokok bagi perokok pasif yang ditimbulkan oleh perokok aktif dan juga mempersempit ruang lingkup merokok bagi perokok aktif, maka dicanangkanlah peraturan kawasan tanpa rokok. Di negara-negara maju seperti di Australia, Eropa, Amerika, dan Norwegia, peraturan kawasan tanpa rokok ini sudah diberlakukan dan dijalankan dengan baik (Friis, 2011). Di Indonesia, peraturan terbaru juga telah dikeluarkan pemerintah lewat PP No. 109/2012 mengenai Pengendalian Tembakau. Pada Bagian Kelima Pasal 49 pada peraturan tersebut menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok (PP No. 109/2012). Di Jakarta, Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 75 tahun 2005 mengenai Kawasan Dilarang Merokok (KDM) di tempat umum. Peraturan ini dibuat sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari Pasal 13 dan Pasal 24 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa Kawasan Dilarang Merokok adalah area yang dinyatakan dilarang untuk merokok, dan tempat umum termasuk bagian didalamnya. Tempat umum sendiri adalah area yang digunakan oleh semua elemen masyarakat, dalam hal ini terminal dan angkutan umum termasuk di dalamnya (Pergub No.75 Tahun 2005). Pemerintah Kota DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun Peraturan ini dibuat untuk memperbaiki beberapa pasal-pasal yang ada di Peraturan Gubernur Nomor 75 Tahun Lalu juga ada Pergub Nomor 50 Tahun 2012 yang membahas tentang Pedoman Pelaksanaan Pembinaan, Pengawasan Dan Penegakan Hukum Kawasan Dilarang Merokok. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa pentingnya peran serta dari pengelola tempat/gedung/angkutan umum dalam penegakkan peraturan Kawasan Dilarang Merokok (KDM) di tempat yang menjadi tanggung jawabnya. Semua Pergub terkait rokok ini statusnya masih Kawasan Dilarang Merokok (KDM), yang berarti ini hanya himbauan untuk tidak merokok pada suatu kawasan yang termasuk dalam peraturan KDM. Untuk meningkatkan status peraturan KDM ini menjadi Kawasan Tanpa Rokok (KTR), diperlukan payung hukum yang lebih kuat pada tingkat pemerintah provinsi. Jika peraturan KDM ini sudah ditingkatkan menjadi KTR, maka pada tempat-tempat yang 2

3 termasuk dalam kawasan KTR ini, tidak hanya larangan untuk merokok, tapi juga larangan untuk memperjual-belikan rokok dan pemasangan iklan rokok di tempat yang termasuk kawasan KTR (Modul Implementasi dan Pengawasan Kawasan Dilarang Merokok di Terminal Provinsi DKI Jakarta, 2014). Pada Perda terbaru dari Pemprov DKI Jakarta, Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi, angkutan umum sebenarnya sudah termasuk menjadi Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Pasal 54 dalam peraturan tersebut yang berbunyi; (1) Kendaraan Bermotor Umum merupakan Kawasan Tanpa Rokok, (2) Setiap pengemudi, awak, dan penumpang Kendaraan Bermotor Umum dilarang merokok di dalam Kendaraan Bermotor Umum (Perda No.5 Tahun 2014). Namun, kata KTR pada perda ini masih belum ada payung hukumnya, jadi statusnya masih KDM. Begitu juga untuk terminal masih dalam peraturan KDM. Berdasarkan survei terbaru YLKI tahun 2013 (Survei YLKI, 2013), pelanggaran merokok di wilayah KTR dan paling banyak adalah justru supir dan kernet angkutan umum di Jakarta. Terdapat 57% supir dan kernet yang merokok di dalam angkutan umum. Sedangkan sisanya, terdapat 43% penumpang yang merokok di angkutan umum. Pada hasil survei tersebut, ditemukan bahwa penandaan Kawasan Tanpa Rokok di dalam angkutan umum hampir tidak ada. Terdapat 88% angkutan umum yang tidak ditempeli stiker tanda Kawasan Tanpa Rokok. Berdasarkan masalah tersebut, peneliti membuat penelitian dengan tujuan penelitannya adalah mendapatkan gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok di angkutan umum pada kalangan supir angkot di kawasan Terminal Kampung Rambutan. Tinjauan Pustaka Pada penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok supir angkot di Terminal Kampung Rambutan ini menggunakan Teori PRECEDE oleh Lawrence Green (Green, 1980). Dengan 7 variabel yang terdiri dari faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk dalam kelompok faktor predisposisi pada penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, dan tipe perokok. 3

4 Faktor pemungkin adalah faktor yang mencakup ketersediaan sarana dan prasarana yang memungkinan terjadinya suatu perilaku. Dalam penelitian ini, faktor pemungkinnya adalah kemudahan akses membeli rokok. Faktor penguat adalah faktor yang mendorong terjadinya suatu perilaku kesehatan. Yang termasuk dalam kelompok faktor predisposisi pada penelitian ini adalah keberadaaan sticker tanda KDM, penyuluhan, dan pengawasan peraturan KDM. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuanitatif, yang menggunakan metode pendekatan crosssectional. Pendekatan cross-sectional bertujuan untuk melihat suatu hubungan antara variabel-variable independen dan variabel dependen, yaitu perilaku merokok di angkutan umum pada supir angkot di kawasan Terminal Kampung Rambutan 2014 pada waktu yang sama dan pada satu titik poin waktu tertentu. Penelitian ini dilaksanakan di Terminal Kampung Rambutan pada Desember Dengan opulasi studi yang dipilih adalah supir angkot dengan trayek kawasan di Terminal Kampung Rambutan tahun Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel sebesar 90 orang responden, yaitu supir angkot yang termasuk perokok aktif. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini menggunakan data primer dengan cara menyebarkan kuesioner pada 90 orang responden supir angkot perokok aktif. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat. Semua variabel dependen (perilaku merokok di angkutan umum) dan variabel independen (pengetahuan, sikap, tipe perokok, kemudahaan akses membeli rokok, keberadaaan sticker KDM, penyuluhan dan pengawasan peraturan KDM) di analisis menggunakan analisis univariat. Setelah itu, lalu dilakukan analisis bivariat antara variabel dependen dengan variabel independen dengan melakukan uji statistik chi-square yang dilakukan dengan menggunakan program komputer. Analisi dinyatakan berhubungan jika nilai P 0,05. Hasil Penelitian Dalam hasil penelitian ini, didapatkan perilaku merokok di angkutan umum pada responden sebagai berikut: 4

5 Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Perilaku Merokok di Angkutan Umum Pada Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan (n=90) Perilaku Merokok di Angkutan Umum n % Tidak 35 38,9 Ya 55 61,1 Tabel 1. memperlihatkan, ada 61,1% supir angkot perokok yang merokok di dalam angkutan umumnya. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Seberapa Sering Perilaku Merokok di Angkutan Umum Pada Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014 Perilaku Merokok di Angkutan Umum n % Setiap Hari 41 45,6 Hanya beberapa kali 14 15,6 Total Tabel 2. memperlihatkan, dari semua supir angkot yang merokok di dalam angkot, ada sekitar 45,6% supir angkot yang merokok di dalam angkutan umumnya setiap hari. Tabel 3. Deskripsi Umur Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014 Parameter Umur (tahun) Mean 42,87 Minimal 23 Maksimal 70 SD 10,021 Dari Tabel 3. diatas menunjukan, rata-rata usia responden adalah 43 tahun, dengan usia termuda 23 tahun dan paling tua usia 70 tahun. Tabel 4. Deskripsi Tingkat Pendidikan Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014 (n= 89) Tingkat Pendidikan n % Perguruan Tinggi 6 6,7 SMA 37 41,6 SMP 25 28,1 SD 21 23,6 Tidak Sekolah 0 0 Total Ada 1 data missing Dari Tabel 4., menunjukan, bahwa mayoritas tingkat pendidikan responden adalah SMA. Untuk analisis univariat dari variabel independennya sebagai berikut: 5

6 Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Faktor Predisposisi, Faktor Pemungkin, dan Faktor Penguat Pada Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Pengetahuan n % Buruk 46 51,1 Baik 44 48,9 Sikap n % Negatif 55 61,1 Positif 35 38,9 Tipe Perokok n % Ringan (1-10 batang/hari) 31 34,4 Berat ( 11 batang/hari) 59 65,6 Kemudahan Akses n % Sulit 1 1,1 Mudah 89 98,9 Sticker tanda KDM n % Ada 37 41,1 Tidak ada 53 58,9 Penyuluhan n % Ada 52 57,8 Tidak Ada 38 42,2 Keseluruhan Pengawasan Dari n % Pengelola Terminal dan Pemilik Angkot Ada 19 21,1 Tidak Ada 71 78,9 Dari Tabel 2. Menunjukkan, ada 51,15 responden yang memiliki pengetahuan buruk, 61,1% responden yang memilik sikap negatif, 65,6% responden dengan tipe perokok berat, 98,9% responden yang menjawab mudah membeli rokok di sekitar terminal (maka variabel ini tidak dibuat analisis bivariat), 58,9% responden yang menjawab tidak ada sticker t tanda KDM yang tertempel di angkotnya, 42,2% reponden yang menjawab tidak ada penyuluhan yang didapatkannya, dan ada 78,9% responden yang menjawab tidak ada pengawasan peraturan KDM dari pengelola terminal dan pemilik angkot. Tabel 6. Deskripsi Nilai Pengetahuan Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014 (n=90) Parameter Nilai( skala 10) Mean 6,211 Minimal 0 Maksimal 10 SD 2,497 6

7 Tabel 6 menunjukkan, rata-rata nilai pengetahuan responden adalah sebesar 6,211 (dari skala 10). Tabel 7. Deskripsi Nilai Sikap Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014 (n=90) Parameter Nilai(skala 10) Mean 6,7 Minimal 4,5 Maksimal 10 SD 4,47 Dari Tabel 7. menunjukan, terdapat rata-rata nilai sikap yang berhasil diperoleh keseluruhan responden adalah sebesar 6,7 (dari skala 10). Tabel 8. Deskripsi Kemudahan Akses Membeli Rokok Pada Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014 (n=89) Kemudahan Akses n % Warung 51 56,7 Warkop 4 4,4 Pedagang Asongan 34 37,8 Total Tabel 8 menunjukan, 56,7% responden biasa membeli rokok di warung sekitar terminal. Tabel 9. Deskripsi Pemberi Penyuluhan KDM atau Bahaya Merokok Pada Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014 (n=52) Pemberi Penyuluhan n % Pengelola terminal 14 15,6 LSM kesehatan 7 7,8 Dishub DKI 21 23,3 Mahasiswa 7 7,8 Lainnya (YLKI) 3 3,3 Tabel 9. memperlihatkan, ada 23,3% responden yang pernah mendapatkan penyuluhan dari Dishub DKI Jakarta Tabel 10. Deskripsi Jenis Pengawasan Peraturan KDM Dari Pihak Pengelola Terminal Pada Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014 (n=51) Jenis Pengawasan n % Razia 9 10 Sanksi dan denda 3 3,3 Petugas terminal memasang spanduk, 34 37,8 poster, media lainnya Lainnya 5 5,6 Total

8 Tabel 10. menunjukkan ada 37,8% responden yang mendapatkan pengawasan KDM dari pihak pengelola terminal dengan berupa pemasangan spanduk, poster, dan media lainnya. Tabel 11. Deskripsi Jenis Pengawasan Peraturan KDM Dari Pihak Pemilik Angkot Pada Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014 (n=23) Jenis Pengawasan n % Razia 6 6,7 Sanksi dan denda 1 1,1 Menempelkan sticker KTR 12 13,3 Lainnya 3 3,3 Total Dari Tabel 11. diketahui bahwa ada 13,3% responden yang mendapatkan pengawasan KDM dari pemilik angkot berupa penempelan sticker KDM pada angkot. Selanjutnya, dari analisis univariat tersebut, lalu dibuatlah analisis bivariatnya dengan menghubungankan antara variabel-variabel independen tersebut dengan variabel dependennya, sebagai berikut: Tabel 12. Distribusi Responden Menurut Faktor Predisposisi dan Faktor Penguat Dengan Perilaku Merokok Pada Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014 Variabel Perilaku Merokok Total Pvalue Ya Tidak n % n % n % Pengetahuan -Buruk 28 60, , ,000 -Baik 27 61, , Sikap -Buruk 43 78, , <0,05 -Baik 12 34, , Tipe perokok -Berat 48 81, , <0,05 -Ringan 7 22, , Keberadaan sticker -Tidak ada 21 56, , ,516 -Ada 34 64, , Pengawasan peraturan -Tidak ada 9 47, , ,192 -Ada 46 64, , Penyuluhan -Tidak ada 30 57, , ,514 -Ada 25 65, , Tabel 12. memperlihatkan, ada dua variabel yang mempengaruhi perilaku merokok di angkutan umum pada supir angkot di Terminal Kampung Rambutan, variabel sikap dan tipe perokok. Hal ini karena nilai p yang kurang dari 0,05. 8

9 Pembahasan Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa responden yang merokok di dalam angkutan umum adalah sebesar 61,1%. Sisanya, responden yang tidak merokok di dalam angkutan umum adalah sebesar 38,9%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden yang notabene adalah seorang perokok biasa merokok di dalam angkutan umumnya sendiri. Dari 61,1% responden yang merokok di dalam angkutan umum, terdapat 45,6% responden yang biasa merokok di dalam angkutan umumnya setiap hari. Sedangkan terdapat 15,6% responden yang menjawab hanya merokok di dalam angkutan umum beberapa kali dalam seminggu. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di lapangan. Memang ada banyak sekali supir angkot yang sedang merokok di dalam angkot ketika sedang mengetem dan ketika sedang menyetir. Padahal di dalam angkot tersebut sudah ada penumpang. Berdasarkan hasil observasi di lapangan juga, peneliti menemukan supir-supir angkot yang tidak merokok di angkutan umum, namun mereka biasa merokok di sekitar terminal saat mereka sedang istirahat. Dari mereka yang tidak merokok di dalam angkot, banyak dari mereka yang mengatakan bahwa mereka tidak ingin ada penumpang yang juga ikut-ikutan merokok saat sedang naik angkotnya. Berdasarkan teori perilaku PRECEDE dari Lawrence Green (Green, 1980), perilaku diidentifikasi sebagai penyebab dari masalah kesehatan atau masalah besar lainnya yang ada dalam suatu populasi dan dihubungkan berdasarkan penyebabnya. Untuk lebih jelasnya, ada 3 faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan, yaitu faktor presdisposing (pendukung), enabling (pemungkin), dan reinforcing (penguat). Masing-masing memiliki pengaruh yang berbeda terhadap suatu perilaku. Untuk hubungan antara pengetahuan dengan perilaku merokok di angkutan umum, Dari hasil penelitian ini diketahui, terdapat 48,9% responden yang memiliki pengetahuan baik. Sedangkan sisanya, terdapat 51,1% responden yang memiliki pengetahuan buruk. Hal ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan yang cukup baik namun masih tetap saja menjadi perokok. Pengetahuan mereka seputar KDM maupun bahaya merokok hanya sekedar tahu saja, namun mereka juga tetap masih memutuskan untuk menjadi perokok. 9

10 Hasil analisis bivariat menunjukan, tidak ada hubungan antara pengetahuan responden dengan perilaku merokok di angkutan umum. Dari 48,9% responden dengan pengetahuan buruk, terdapat 39,1% responden yang berperilaku merokok di dalam angkutan umumnya, dan ada 60,9% responden yang tidak merokok di dalam angkutan umumnya. Dari 51,1% responden dengan pengetahuan baik, terdapat 38,6% responden yang merokok di dalam angkutan umum, dan ada 61,4% responden yang tidak merokok di dalam angkutan umumnya. Hal ini dibuktikan dengan besar pvalue yang didapatkan, yaitu 1,000 (lebih dari 0,05). Dapat disimpulkan bahwa, meskipun mempunyai pengetahuan yang baik, supir angkot akan tetap merokok di dalam angkutan umumnya. Berdasarkan teori, pengetahuan merupakan hasil tahu (know), dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Pengetahuan yang bersifat kognitif merupakan domin yang sangat penting bagi terbentuknya suatu tindakan (over behaviour). Apabila tindakan didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo, 2003). Pembahasan berdasarkan hubungan antara sikap dengan perilaku merokok di angkutan umum menunjukkan, terdapat 38,9% responden yang memiliki sikap positif. Sedangkan sisanya, terdapat 61,1% responden yang memiliki sifat negatif. Hasil analisis bivariat menunjukan, ada hubungan antara sikap responden dengan perilaku merokok di angkutan umum. Dari 38,9% responden yang memiliki sikap positif, terdapat 65,7% responden yang merokok di dalam angkutan umum, dan ada 34,3% responden yang tidak merokok di dalam angkutan umumnya. Dari 61,1% responden yang memiliki sikap negatif, terdapat 21,8% responden yang merokok di dalam angkutan umum, dan ada 78,2% responden yang tidak merokok di dalam angkutan umumnya. Hal ini dibuktikan dengan besar pvalue yang didapatkan, yaitu 0,000 (kurang dari 0,05). Dapat disimpulkan bahwa, semakin positif sikap para supir angkot maka kecenderungan untuk merokok di dalam angkutan umumnya juga semakin rendah. Begitu pula sebaliknya. Pada penelitian ini, tipe perokok dibagi menjadi dua, yaitu perokok ringan dengan jumlah batang rokok yang dihisap sebanyak 1-10 batang perhari dan perokok berat dengan jumlah batang rokok yang dihisap sebanyak 11 batang perhari. Dan hasil penelitian ini menunjukan, terdapat 34,4% responden yang termasuk dalam kategori tipe perokok ringan. Sedangkan sisanya terdapat 65,6% responden yang termasuk dalam kategori tipe perokok berat. 10

11 Hasil analisis bivariat menunjukan, ada hubungan antara tipe perokok responden dengan perilaku merokok di angkutan umum. Dari 34,4% responden yang termasuk kategori tipe perokok ringan, terdapat 77,4% responden yang merokok di dalam angkutan umum, dan ada 22,6% responden yang tidak merokok di dalam angkutan umumnya. Dari 65,6% responden yang termasuk kategori perokok berat, terdapat 18,6% responden yang merokok di dalam angkutan umum, dan ada 81,4% responden yang tidak merokok di dalam angkutan umumnya.hal ini dibuktikan dengan besar pvalue yang didapatkan, yaitu 0,000 (kurang dari 0,05). Dapat disimpulkan bahwa, semakin sedikit jumlah rokok yang dihisap perharinya oleh para supir angkot maka kecenderungan untuk merokok di dalam angkutan umumnya juga semakin rendah. Begitu pula sebaliknya. Berdasarkan hubungan antara keberadaaan sticker tanda KDM dengan perilaku merokok dalam penelitian ini menunjukkan, terdapat 41,1% responden yang menjawab tidak ada sticker tanda KDM yang tertempel di angkotnya. Sedangkan terdapat 58,9% responden yang menjawab ada sticker tanda KDM yang tertempel di angkotnya. Dari hasil observasi di lapangan, memang terlihat ada beberapa angkot yang benar-benar tertempel sticker tanda KDM. Ketika peneliti menanyakan perihal sticker tanda KDM ini pada petugas terminal, mereka mengatakan bahwa pihak terminal sebenarnya sudah menempelkan banyak sticker tanda KDM ke hampir semua mobil angkot. Namun banyak dari sticker tanda KDM tersebut yang dicopot oleh sang supir angkot maupun terlepas dengan sendirinya. Hasil analisis bivariat menunjukan, tidak ada hubungan antara keberadaan sticker tanda KDM dengan perilaku merokok di angkutan umum. Hal ini dibuktikan dengan besar pvalue yang didapatkan, yaitu 0,516 (lebih dari 0,05). Dapat disimpulkan bahwa, meskipun ada sticker tanda KDM yang tertempel di angkot, supir angkot akan tetap merokok di dalam angkutan umumnya. Berdasarkan hubungan antara penyuluhan dengan perilaku merokok dalam penelitian ini menunjukkan, terdapat 57,8% responden yang menjawab ada penyuluhan tentang KDM maupun bahaya merokok yang pernah mereka dapat. Sedangkan, ada 42,2% responden yang menjawab tidak pernah mendapatkan penyuluhan serupa. Hasil analisis bivariat menunjukan, tidak ada hubungan antara penyuluhan tentang peraturan KDM dan bahaya rokok dengan perilaku merokok di angkutan umum. Hal ini dibuktikan dengan besar pvalue yang didapatkan, yaitu 0,514 (lebih dari 0,05). Dapat disimpulkan 11

12 bahwa, meskipun pernah mendapatkan penyuluhan tentang KDM dan bahaya rokok, supir angkot akan tetap merokok di dalam angkutan umumnya. Untuk pembahasan mengenai hubungan antara pengawasan terkait peraturan KDM dengan perilaku merokok dia angkutan umum pada penelitian, menunjukkan bahwa ada sebanyak 21,1% responden menjawab ada pengawasan terkait peraturan KDM yang dilakukan oleh pihak pengelola terminal dan pemilik angkot. Dan sisanya, terdapat 78,9% responden yang menjawab tidak ada pengawasan terkait peraturan KDM dari pihak pengelola terminal maupun pihak pemilik angkot. Hasil analisis bivariat menunjukan, tidak ada hubungan antara pengawasan peraturan KDM dari pihak pengelola terminal dan pemilik angkot dengan perilaku merokok di angkutan umum. Hal ini dibuktikan dengan besar pvalue yang didapatkan, yaitu 0,192 (lebih dari 0,05). Dapat disimpulkan bahwa, meskipun pengawasan terkait peraturan KDM yang pernah didapatkan supir angkot dari pihak pengelola terminal maupun pemilik angkot, supir angkot akan tetap merokok di dalam angkutan umumnya. Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan, 61,1% responden memiliki perilaku merokok di dalam angkot. Sedangkan ada sebanyak 38,9% responden yang tidak memiliki perilaku merokok di dalam angkot. Dari responden yang memiliki perilaku merokok di dalam angkot, terdapat 45,6% responden merokok setiap hari di dalam angkotnya. Sisanya, ada 15,6% responden yang mengaku hanya beberapa kali dalam seminggu merokok di dalam angkot. Parameter tingkat pengetahuan responden menunjukan, rata-rata nilai pengetahuan yang berhasil diperoleh (skala 10) adalah 6,2, dengan nilai minimal sebesar 0 dan nilai maksimal sebesar 10. Dengan rincian, mayoritas responden memiliki nilai yang cukup baik pada pertanyaan mengenai pengertian KDM, manfaat KDM, tempat yang harus disediakan pengelola tempat yang termasuk dalam KDM, penyakit yang menyerang perokok pria, dan zat-zat kimia dalam sebatang rokok. Responden juga menunjukan nilai pengetahuan rendah pada pertanyaan mengenai yang tidak termasuk penyakit akibat merokok dan bahaya asap rokok bagi perokok pasif. Parameter tingkat sikap responden menunjukan, rata-rata nilai sikap yang berhasil diperoleh (skala 10) adalah 6,7, dengan nilai minimal sebesar 18 dan dan nilai maksimal sebesar 40. Mayoritas responden memiliki sikap positif pada pernyataan mengenai. mempersilahkan 12

13 penumpang untuk merokok di angkot, tidak akan menegur penumpang yang merokok di dekat ibu hamil dan anak-anak. Mayoritas responden juga memiliki sikap negatif pada pernyataan mengenai merokok saat menyetir angkot dapat menghilangkan stress dan kantuk, dan tidak peduli mendapat teguran jika kedapatan merokok di angkot. Dari hasil penelitian didapatkan, ada 34,4% responden dengan kategori tipe perokok ringan (1-10 batang perhari). Sisanya, ada 65,6% responden dengan kategori tipe perokok berat (lebih dari 11 batang perhari). Sebanyak 98,9% responden menjawab mudah membeli rokok di sekitar terminal. Oleh sebab itu, variabel kemudahan akses ini tidak bisa dianalisis hubungannya. Sedangkan ada 1,1% responden yang menjawab sulit membeli rokok di sekitar terminal. Dari 98,9% responden yang menjawab mudah, mayoritas responden biasa membeli rokok di warung sekitar terminal. Sisanya biasa membeli di pedagang asongan dan warkop, Sebanyak 41,1% responden menjawab tidak ada sticker tanda KDM yang tertempel di angkotnya. Sedangkan terdapat 58,9% responden yang menjawab ada sticker tanda KDM yang tertempel di angkotnya. Dari hasil observasi di lapangan, memang terlihat ada beberapa angkot yang benar-benar tertempel sticker tanda KDM. Sebanyak 41,1% responden menjawab tidak ada sticker tanda KDM yang tertempel di angkotnya. Sedangkan terdapat 58,9% responden yang menjawab ada sticker tanda KDM yang tertempel di angkotnya. Dari hasil observasi di lapangan, memang terlihat ada beberapa angkot yang benar-benar tertempel sticker tanda KDM. Sebanyak 21,1% responden menjawab ada pengawasan terkait peraturan KDM yang dilakukan oleh pihak pengelola terminal dan pemilik angkot. Dan sisanya, terdapat 78,9% responden yang menjawab tidak ada pengawasan terkait peraturan KDM dari pihak pengelola terminal maupun pihak pemilik angkot. Hasil penelitian menunjukan, ada hubungan antara variabel sikap dan tipe perokok pada perilaku merokok di angkutan umum dari responden. Hal ini dibuktikan dengan nilai p yang kurang dari 0,05. Yang berarti bahwa ada hubungan yang berarti antara variabel sikap dan variabel tipe perokok dengan perilaku merokok di angkutan umum pada supir angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun Untuk variabel pengetahuan, keberadaan sticker KDM, penyuluhan, dan pengawasan peraturan KDM tidak berhubungan dengan perilaku merokok. Hal ini dibuktikan dengan nilai 13

14 p yang lebih dri 0,05. Yang berarti berdasarkan hipotesis bahwa ada hubungan antara pengetahuan, keberadaan sticker KDM, penyuluhan dan pengawasan peraturan KDM terbukti tidak berhubungan dengan perilaku merokok di angkutan umum pada supir angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun Saran Saran bagi Pemprov DKI Jakarta adalah untuk menciptakan angkutan umum dan terminal yang benar-benar bebas dari asap rokok, Pemprov DKI sebaiknya dapat meningkatkan status Pergub No. 88 Tahun 2010 yang sebelumnya masih berstatus Kawasan Dilarang Merokok (KDM) menjadi Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Lalu, saran bagi Dinas Perhubungan DKI Jakarta adalah sebaiknya dapat meningkatkan sosialisasi terkait peraturan Kawasan Tanpa Rokok dengan menyebarkan informasi yang lebih gencar lagi melalu media cetak, seperti dengan menempelkan stiker, banner, dan poster di area-area strategis di terminal. Dinas Perhubungan DKI Jakarta juga dapat membina kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat anti rokok maupun Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk membuat program penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan sikap para supir angkot mengenai Pergub KDM dan memberikan penyuluhan berhenti merokok untuk menekan angka perokok berat pada supir angkot tersebut. Dan terakhir, saran bagi pengelola terminal adalah untuk menciptakan angkutan umum dan terminal yang bebas dari asap rokok, pihak pengelola Terminal Kampung Rambutan sebaiknya lebih meningkatkan pengawasan mengenai KDM. Tidak hanya pengawasan berupa peringatan saja yang terus dilanjutkan, tetapi pengawasan dalam bentuk razia, sanksi dan denda, penempelan sticker tanda KDM, dan sosialisasi peraturan KDM juga harus semakin gencar dilaksanakan. Pengawasan ini juga harus dilakukan secara berkelanjutan dan berkesinambungan agar dapat mengubah perilaku para supir angkot. Sebaiknya juga, pihak pengelola terminal dapat menyediakan area atau ruangan khusus merokok bagi para supir maupun penumpang jika ingin merokok. Pengelola terminal juga sebaiknya lebih menyediakan ruang hijau terbuka di area terminal untuk mengendalikan pencemaran udara di area terminal. Daftar Referensi Books: Green, Lawrence Health Education Planning A Diagnostic Approach. California: Mayfield Publishing 14

15 Modul Implementasi dan Pengawasan Kawasan Dilarang Merokok di Terminal Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: 2014 Notoadmodjo, S., Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. (Cetakan ke-2). Rineka Cipta. Jakarta. Document: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 88 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 5 Tahun 2014 tentang Transportasi Journal: Friis, H, Robert Regulation of Smoking in Public Avenues. Perspective in Public Health Online Document: Survei YLKI,

TINGKAT PARTISIPASI MAHASISWA DALAM IMPLEMENTASI KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DI UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG

TINGKAT PARTISIPASI MAHASISWA DALAM IMPLEMENTASI KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DI UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG JURNAL VISIKES - Vol. 12 / No. 2 / September 2013 TINGKAT PARTISIPASI MAHASISWA DALAM IMPLEMENTASI KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DI UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG Kriswiharsi Kun Saptorini *), Tiara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan rokok di Indonesia sampai saat ini masih menjadi masalah nasional yang perlu diupayakan penanggulangannya, karena menyangkut berbagai aspek permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rokok merupakan benda yang terbuat dari tembakau yang berbahaya untuk kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal (bakteri

Lebih terperinci

GAMBARAN PROMOSI KESEHATAN DI TEMPAT UMUM TERMINAL BRATANG, SURABAYA

GAMBARAN PROMOSI KESEHATAN DI TEMPAT UMUM TERMINAL BRATANG, SURABAYA GAMBARAN PROMOSI KESEHATAN DI TEMPAT UMUM TERMINAL BRATANG, SURABAYA Riana Bintang Rozaaqi Universitas Airlangga: Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat, Surabaya

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK

- 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK - 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa rokok

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak menular salah satunya adalah kebiasaan mengkonsumsi tembakau yaitu. dan adanya kecenderungan meningkat penggunaanya.

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak menular salah satunya adalah kebiasaan mengkonsumsi tembakau yaitu. dan adanya kecenderungan meningkat penggunaanya. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular dan penyakit tidak menular masih memiliki angka prevalensi yang harus diperhitungkan. Beban ganda kesehatan menjadi permasalahan kesehatan bagi seluruh

Lebih terperinci

hari berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok (Palutturi, 2010).

hari berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok (Palutturi, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

Ilmu Kesehatan Masyarakat 2. Quit Tobacco Indonesia (QTI), CBMH Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Ilmu Kesehatan Masyarakat 2. Quit Tobacco Indonesia (QTI), CBMH Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada FORUM NASIONAL II : Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Retna Siwi Padmawati, 1,2 Yayi Suryo Prabandari, 1,2 Didik Joko Nugroho, 2 dan Endang Pujiastuti, 2 Tutik Itiyani, 2 Jarir Attobari 2 1 Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN MENGENAI KAWASAN TANPA ROKOK

BAB II PENGATURAN MENGENAI KAWASAN TANPA ROKOK BAB II PENGATURAN MENGENAI KAWASAN TANPA ROKOK D. Pengertian Kawasan Tanpa Rokok Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan,

Lebih terperinci

Nizwardi Azkha, SKM,MPPM,MPd,MSi

Nizwardi Azkha, SKM,MPPM,MPd,MSi Nizwardi Azkha, SKM,MPPM,MPd,MSi Kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia menimbulkan perdebatan yang panjang Tahun 2001, Penyakit berkaitan merokok di Indonesia 22,6% atau 427,948 kematian Peningkatan

Lebih terperinci

Sehat merupakan aspek penting bagi setiap manusia dan modal untuk keberhasilan

Sehat merupakan aspek penting bagi setiap manusia dan modal untuk keberhasilan Latar Belakang Sehat merupakan aspek penting bagi setiap manusia dan modal untuk keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Karena tanpa kesehatan yang baik manusia tidak akan produktif untuk hidup layak dan

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN MASYARAKAT DIY TERHADAP PERATURAN GUBERNUR NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK

TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN MASYARAKAT DIY TERHADAP PERATURAN GUBERNUR NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN MASYARAKAT DIY TERHADAP PERATURAN GUBERNUR NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK Oleh : Didik J Nugroho & Tutik Istiyani Center for Bioethics and Medical

Lebih terperinci

UNIVERSITAS UDAYANA PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU ANGGOTA SEKAA TERUNA TERUNI TENTANG PERATURAN DAERAH KAWASAN TANPA ROKOK DI DESA KESIMAN

UNIVERSITAS UDAYANA PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU ANGGOTA SEKAA TERUNA TERUNI TENTANG PERATURAN DAERAH KAWASAN TANPA ROKOK DI DESA KESIMAN UNIVERSITAS UDAYANA PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU ANGGOTA SEKAA TERUNA TERUNI TENTANG PERATURAN DAERAH KAWASAN TANPA ROKOK DI DESA KESIMAN KOMANG YOGA BAWANTA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1) BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Lebih dari 70.000 artikel ilmiah telah

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGUNJUNG DI LINGKUNGAN RSUP Dr. KARIADI TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGUNJUNG DI LINGKUNGAN RSUP Dr. KARIADI TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGUNJUNG DI LINGKUNGAN RSUP Dr. KARIADI TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK Studi Kasus di RSUP Dr. Kariadi Semarang JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi

Lebih terperinci

Survei Opini Publik dengan Perspektif Ketersediaan Sarana yang Bebas Asap Rokok di Surabaya

Survei Opini Publik dengan Perspektif Ketersediaan Sarana yang Bebas Asap Rokok di Surabaya Simposium I Jaringan Perguruan Tinggi untuk Pembangunan Infrastruktur Indonesia, 2016 Survei Opini Publik dengan Perspektif Ketersediaan yang Bebas Asap Rokok di Surabaya Kurnia D. Artanti a *, Santi Martini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran pengetahuan..., Rowella Octaviani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran pengetahuan..., Rowella Octaviani, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok telah lama dikenal oleh masyakarat Indonesia dan dunia dan jumlah perokok semakin terus bertambah dari waktu ke waktu. The Tobacco Atlas 2009 mencatat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi tembakau tertinggi di dunia setelah RRC, Amerika Serikat, Rusia

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi tembakau tertinggi di dunia setelah RRC, Amerika Serikat, Rusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia kini menempati ranking ke-5 sebagai negara dengan jumlah konsumsi tembakau tertinggi di dunia setelah RRC, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang (Depkes RI,

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA LAKI-LAKI DI SMA X KABUPATEN KUDUS

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA LAKI-LAKI DI SMA X KABUPATEN KUDUS HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA LAKI-LAKI DI SMA X KABUPATEN KUDUS Rahmadhiana Febrianika *), Bagoes Widjanarko **), Aditya Kusumawati ***) *)Mahasiswa Peminatan PKIP FKM

Lebih terperinci

Made Kerta Duana, Partha Muliawan, Ayu Swandewi. PS. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Udayana

Made Kerta Duana, Partha Muliawan, Ayu Swandewi. PS. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Udayana Made Kerta Duana, Partha Muliawan, Ayu Swandewi PS. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Udayana Pemaparan asap rokok makin bertambah (Depkes 2006) Konsumsi rokok negara maju menurun, tapi negara berkembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merokok namun kurangnya kesadaran masyarakat untuk berhenti merokok masih

BAB 1 PENDAHULUAN. merokok namun kurangnya kesadaran masyarakat untuk berhenti merokok masih BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Jumlah perokok dari tahun ketahun mengalami peningkatan, baik laki-laki, perempuan. Usia perokok juga bervariasi dari yang dewasa sampai remaja bahkan anak dibawah umur.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kandung kemih, pankreas atau ginjal. Unsur-unsur yang terdapat didalam rokok

BAB 1 : PENDAHULUAN. kandung kemih, pankreas atau ginjal. Unsur-unsur yang terdapat didalam rokok BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok sangat berbahaya bagi kesehatan karena rokok memiliki dampak fisiologis seperti terjadinya batuk menahun, penyakit paru seperti penyakit paru obstruktif menahun,

Lebih terperinci

berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi. Program anti tembakau termasuk dalam 10 program unggulan kesehatan.

berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi. Program anti tembakau termasuk dalam 10 program unggulan kesehatan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebiasaan merokok sudah meluas di hampir semua kelompok masyarakat di Indonesia dan cenderung meningkat. Hal ini memberi makna bahwa masalah merokok telah menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan anak sekolah mulai dari SMA, SMP dan bahkan sebagian anak SD sudah

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan anak sekolah mulai dari SMA, SMP dan bahkan sebagian anak SD sudah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan suatu fenomena yang umum di masyarakat Indonesia. Merokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia merupakan pola perilaku yang terjadi

Lebih terperinci

EVALUASI IMPLEMENTASI PERGUB NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK DI PROV. DIY

EVALUASI IMPLEMENTASI PERGUB NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK DI PROV. DIY EVALUASI IMPLEMENTASI PERGUB NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK DI PROV. DIY Tim Peneliti: Didik Joko Nugroho, S.Ant & Tutik Istiyani, S.Sos Centre for Bioethics and Medical Humanities

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN BAHAYA MEROKOK TERHADAP KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA MASYARAKAT DI DUSUN NGEBEL, KASIHAN BANTUL

GAMBARAN PENGETAHUAN BAHAYA MEROKOK TERHADAP KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA MASYARAKAT DI DUSUN NGEBEL, KASIHAN BANTUL GAMBARAN PENGETAHUAN BAHAYA MEROKOK TERHADAP KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA MASYARAKAT DI DUSUN NGEBEL, KASIHAN BANTUL THE DESCRIPTION OF KNOWLEDGE ABOUT THE DANGERS OF SMOKING FOR ORAL HEALTH AMONG THE

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN. 34 tahun), lainnya masuk pada kategori dewasa muda (35-65 tahun) (39%) dan hanya

BAB 7 KESIMPULAN. 34 tahun), lainnya masuk pada kategori dewasa muda (35-65 tahun) (39%) dan hanya - 41 - BAB 7 KESIMPULAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil pengumpulan, analisis, dan intepretasi data dalam pelaksanaan penelitian mengenai Sikap dan Perilaku Merokok Dosen UI di Depok Tahun 2008, dimana data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung ( perokok aktif ), sedangkan 600 ribu orang lebih meninggal

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung ( perokok aktif ), sedangkan 600 ribu orang lebih meninggal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan salah satu kekhawatiran terbesar yang dihadapi dunia kesehatan karena dapat menyebabkan hampir 6 juta orang meninggal dalam setahun. Lebih dari 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan. kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya.

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan. kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya. Merokok itu sendiri adalah

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PELAJAR DI SALAH SATU SMA DI BANJARMASIN MENGENAI MASALAH MEROKOK

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PELAJAR DI SALAH SATU SMA DI BANJARMASIN MENGENAI MASALAH MEROKOK ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PELAJAR DI SALAH SATU SMA DI BANJARMASIN MENGENAI MASALAH MEROKOK Anna Erliana Oetarman, 2010; Pembimbing I : dr. J. Teguh Widjaja, SpP. Pembimbing II :

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA SMA SWASTA DAN SMA NEGERI DI PONTIANAK TAHUN 2014

ABSTRAK PERBANDINGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA SMA SWASTA DAN SMA NEGERI DI PONTIANAK TAHUN 2014 ABSTRAK PERBANDINGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA SMA SWASTA DAN SMA NEGERI DI PONTIANAK TAHUN 2014 Maria Justitia Parantika, 2014 Pembimbing I : Dr. J. Teguh Widjaja, dr., SpP.,

Lebih terperinci

Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Siswa Kelas XI Tentang Penyalahgunaan Zat Adiktif di SMA Swadaya Bandung

Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Siswa Kelas XI Tentang Penyalahgunaan Zat Adiktif di SMA Swadaya Bandung Abstrak Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Siswa Kelas XI Tentang Penyalahgunaan Zat Adiktif di SMA Swadaya Bandung 1 Ega Kusmawati 2 Antonius Ngadiran 3 Tri Sulastri 1,2,3 Program Studi Sarjana Keperawatan

Lebih terperinci

ANALISIS FUNGSI FAKTOR KELUARGA DAN PERSEPSI FATWA HARAM MEROKOK PEGAWAI TERHADAP PERILAKU PELAKSANAAN SURAT KEPUTUSAN REKTOR UMY TENTANG MEROKOK

ANALISIS FUNGSI FAKTOR KELUARGA DAN PERSEPSI FATWA HARAM MEROKOK PEGAWAI TERHADAP PERILAKU PELAKSANAAN SURAT KEPUTUSAN REKTOR UMY TENTANG MEROKOK ANALISIS FUNGSI FAKTOR KELUARGA DAN PERSEPSI FATWA HARAM MEROKOK PEGAWAI TERHADAP PERILAKU PELAKSANAAN SURAT KEPUTUSAN REKTOR UMY TENTANG MEROKOK Arko Jatmiko Wicaksono 1, Titiek Hidayati 2, Sadar Santoso

Lebih terperinci

Universitas Kristen Maranatha

Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU DIHUBUNGKAN DENGAN KEBIASAAN MEROKOK MAHASISWA UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA, BANDUNG, 2006 Natalia Desiani, 2006. Pembimbing : Felix Kasim, dr., M.Kes.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gangguan kesehatan. Beberapa masyarakat sudah mengetahui mengenai bahaya

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gangguan kesehatan. Beberapa masyarakat sudah mengetahui mengenai bahaya BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan suatu perilaku yang dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Beberapa masyarakat sudah mengetahui mengenai bahaya yang ditimbulkan dari merokok.

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SAFETY DRIVING PADA SUPIR BUS TRAYEK MANADO AMURANG DI TERMINAL MALALAYANG

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SAFETY DRIVING PADA SUPIR BUS TRAYEK MANADO AMURANG DI TERMINAL MALALAYANG FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SAFETY DRIVING PADA SUPIR BUS TRAYEK MANADO AMURANG DI TERMINAL MALALAYANG Yuliastuti Dahlan, Ricky C. Sondakh, Paul A.T Kawatu Bidang Minat Kesehatan Kerja Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya

Lebih terperinci

Hubungan Penyuluhan Bahaya Merokok dengan Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Bahaya Merokok di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta

Hubungan Penyuluhan Bahaya Merokok dengan Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Bahaya Merokok di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta The Relationship Between the Counseling of Smoking Dangers and the Adolescent Knowledge and Attitude Towards the Smoking Dangers in SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta Hubungan Penyuluhan Bahaya Merokok dengan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN IBU BALITA DALAM KEGIATAN POSYANDU DI POSYANDU NUSA INDAH DESA JENAR KECAMATAN JENAR KABUPATEN SRAGEN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN IBU BALITA DALAM KEGIATAN POSYANDU DI POSYANDU NUSA INDAH DESA JENAR KECAMATAN JENAR KABUPATEN SRAGEN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN IBU BALITA DALAM KEGIATAN POSYANDU DI POSYANDU NUSA INDAH DESA JENAR KECAMATAN JENAR KABUPATEN SRAGEN Oleh MAHARDIKA CAHYANINGRUM NIM: 030113a050 PROGRAM

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MENGENAI KEBIASAAN MEROKOK PADA SISWA-SISWI KELAS 4-6 SDN X DI KOTA BANDUNG,

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MENGENAI KEBIASAAN MEROKOK PADA SISWA-SISWI KELAS 4-6 SDN X DI KOTA BANDUNG, ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MENGENAI KEBIASAAN MEROKOK PADA SISWA-SISWI KELAS 4-6 SDN X DI KOTA BANDUNG, 2010 Taufiq Nashrulloh, 2010. Pembimbing I : July Ivone, dr., MKK., MPd.Ked

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan dengan upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan nasional merupakan usaha meningkatkan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK SOPIR BUS AKAP DI TERMINAL TERBOYO KOTA SEMARANG

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK SOPIR BUS AKAP DI TERMINAL TERBOYO KOTA SEMARANG FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK SOPIR BUS AKAP DI TERMINAL TERBOYO KOTA SEMARANG HAIFA NURDIENNAH, KUSYOGO CAHYO, RATIH INDRASWARI Bagian Peminatan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENGARUH PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DAN DUKUNGAN PENERAPANNYA DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGARUH PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DAN DUKUNGAN PENERAPANNYA DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENGARUH PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DAN DUKUNGAN PENERAPANNYA DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA OLEH : TRIA FEBRIANI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB I BAB 1 : PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Oleh karena itu,

BAB I BAB 1 : PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Oleh karena itu, BAB I BAB 1 : PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsure kesejahteraan yang harus diwujudkan bagi segenap bangsa Indonesia sesuai dengan

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA MENTERI KESEHATAN DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 188/MENKES/PB/I/2011 NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BERSAMA MENTERI KESEHATAN DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 188/MENKES/PB/I/2011 NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN PERATURAN BERSAMA MENTERI KESEHATAN DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 188/MENKES/PB/I/2011 NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Rokok sudah dikenal manusia sejak tahun sebelum Masehi. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Rokok sudah dikenal manusia sejak tahun sebelum Masehi. Sejak BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Rokok sudah dikenal manusia sejak 1.000 tahun sebelum Masehi. Sejak setengah abad yang lalu telah diketahui bahwa merokok dapat mengganggu kesehatan pada perokok itu

Lebih terperinci

dr.h.suir SYAM, M.Kes, MMR

dr.h.suir SYAM, M.Kes, MMR PENGALAMAN KOTA PADANG PANJANG DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN TANPA ASAP ROKOK DAN KAWASAN TERTIB ROKOK OLEH : dr.h.suir SYAM, M.Kes, MMR JAKARTA 10 APRIL 2015 1 PENGEMBANGAN KAWASAN TANPA ASAP ROKOK DAN KAWASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah angka perokok di dunia terbilang sangat besar. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di dunia hampir 1 miliar

Lebih terperinci

PRAKTIK CERDAS PEMANFAATAN PAJAK ROKOK DIPROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PRAKTIK CERDAS PEMANFAATAN PAJAK ROKOK DIPROVINSI KALIMANTAN SELATAN PRAKTIK CERDAS PEMANFAATAN PAJAK ROKOK DIPROVINSI KALIMANTAN SELATAN Disampaikan dalam rangka menjadi pembicara pada Diskusi Panel kenaikan cukai dan harga rokok sebagai Instumen pengendalian tembakau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok.

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan faktor resiko utama berbagai penyakit tidak menular, bahkan sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok. Merokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1 miliar yang terdiri dari 47% pria, 12% wanita dan 41% anak-anak (Wahyono, 2010). Pada tahun 2030, jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Merokok sampai saat ini masih menjadi masalah nasional yang perlu diupayakan penanggulangannya, karena menyangkut berbagai aspek permasalahan dalam kehidupan, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu (Kemenkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu (Kemenkes RI, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir menghadapi masalah triple burden diseases. Di satu sisi, penyakit menular masih menjadi masalah ditandai dengan masih sering

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN STIMULASI BICARA DAN BAHASA PADA BALITA DI PAUD NURUL A LA KOTA LANGSA

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN STIMULASI BICARA DAN BAHASA PADA BALITA DI PAUD NURUL A LA KOTA LANGSA HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN STIMULASI BICARA DAN BAHASA PADA BALITA DI PAUD NURUL A LA KOTA LANGSA THE RELATIONSHIP OF MOTHER S KNOWLEDGE TOWARDS STIMULATION OF TALKING AND LANGUAGE TO TODDLER

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN PADA MASYARAKAT DI DESA SENURO TIMUR

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN PADA MASYARAKAT DI DESA SENURO TIMUR HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN PADA MASYARAKAT DI DESA SENURO TIMUR Nur Alam Fajar * dan Misnaniarti ** ABSTRAK Penyakit menular seperti diare dan ISPA (Infeksi

Lebih terperinci

Identifikasi Masalah. Pembahasan

Identifikasi Masalah. Pembahasan Latar Belakang Rokok adalah salah satu zat adiktif yang berbahaya. Berdasarkan penelitian dalam sebatang rokok mengandung 2.500 komponen bahan kimia, apabila digunakan sekitar 1.100 komponennya diturunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Perda No.3 2005 pasal 23 tentang pelarangan merokok di tempat umum, saran kesehatan, tempat kerja, tempat ibadah dan angkutan umum, sampai

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh asap rokok orang lain (Harbi, 2013). Gerakan anti rokok

BAB 1 PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh asap rokok orang lain (Harbi, 2013). Gerakan anti rokok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak sehat, selain berbahaya bagi diri sendiri terlebih lagi pada orang lain yang memiliki hak untuk menghirup udara yang bersih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada sekitar 1,26 miliar perokok di seluruh dunia pada saat ini, dan 800 juta orang perokok tersebut tinggal di negara berkembang. Apabila tidak ada penanganan yang

Lebih terperinci

RELATIONSHIP BETWEEN EDUCATION AND KNOWLEDGE WITH KADARZI BEHAVIOR IN RURAL AREAS REPRESENTED BY KEMBARAN I DISTRICT

RELATIONSHIP BETWEEN EDUCATION AND KNOWLEDGE WITH KADARZI BEHAVIOR IN RURAL AREAS REPRESENTED BY KEMBARAN I DISTRICT HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) PADA MASYARAKAT PERKOTAAN DAN PERDESAAN DI KABUPATEN BANYUMAS RELATIONSHIP BETWEEN EDUCATION AND KNOWLEDGE WITH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah rokok pada hakekatnya sekarang sudah menjadi masalah nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah rokok pada hakekatnya sekarang sudah menjadi masalah nasional, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah rokok pada hakekatnya sekarang sudah menjadi masalah nasional, bahkan internasional (Amelia, 2009). Merokok sudah menjadi kebiasaan yang umum dan meluas di masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rokok sudah menjadi suatu barang konsumsi yang sudah familiar kita

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rokok sudah menjadi suatu barang konsumsi yang sudah familiar kita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok sudah menjadi suatu barang konsumsi yang sudah familiar kita temui di kehidupan sekitar kita. Merokok sudah menjadi salah satu budaya dan trend di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok tidak hanya berdampak pada orang yang merokok (perokok aktif)

BAB I PENDAHULUAN. Merokok tidak hanya berdampak pada orang yang merokok (perokok aktif) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok tidak hanya berdampak pada orang yang merokok (perokok aktif) tetapi juga pada orang yang tidak merokok yang berada di sekitar para perokok (perokok pasif).

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KADER POSYANDU DALAM PELAYANAN MINIMAL PENIMBANGAN BALITA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KADER POSYANDU DALAM PELAYANAN MINIMAL PENIMBANGAN BALITA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KADER POSYANDU DALAM PELAYANAN MINIMAL PENIMBANGAN BALITA Enny Fitriahadi STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta E-mail: ennyfitriahadi@rocketmail.com Abstract:

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU IBU BALITA MENIMBANG ANAKNYA KE POSYANDU

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU IBU BALITA MENIMBANG ANAKNYA KE POSYANDU FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU IBU BALITA MENIMBANG ANAKNYA KE POSYANDU Achmad Djamil Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Mitra Lampung Email: babedjamil@gmail.com Abstract: Related

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat konsumsi yang relatif tinggi di masyarakat. Masalah rokok juga masih menjadi masalah nasional yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERPAAN KAMPANYE ANTI ROKOK DAN INTENSITAS KOMUNIKASI SIGNIFICANT OTHERS DENGAN SIKAP UNTUK BERHENTI MEROKOK

HUBUNGAN TERPAAN KAMPANYE ANTI ROKOK DAN INTENSITAS KOMUNIKASI SIGNIFICANT OTHERS DENGAN SIKAP UNTUK BERHENTI MEROKOK HUBUNGAN TERPAAN KAMPANYE ANTI ROKOK DAN INTENSITAS KOMUNIKASI SIGNIFICANT OTHERS DENGAN SIKAP UNTUK BERHENTI MEROKOK Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK (KTM) KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. b.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi saat ini banyak masalah yang harus diselesaikan oleh pemerintah serta masyarakat umum. Salah satu masalah yang sangat umum sekarang adalah meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meskipun terdapat larangan untuk merokok di tempat umum, namun perokok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meskipun terdapat larangan untuk merokok di tempat umum, namun perokok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rokok merupakan zat adiktif yang dapat membahayakan kesehatan individu atau masyarakat yang mengkonsumsinya. Merokok dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, SALINAN PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA UNIVERSITAS UDAYANA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG BAHAYA ROKOK SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU SISWA SMA UNTUK MEWUJUDKAN RUMAH BEBAS ASAP ROKOK DI KOTA DENPASAR TAHUN 2015 I KADEK AGUS DARMA PUTRA

Lebih terperinci

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 5, Oktober 2016 (ISSN: )

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 5, Oktober 2016 (ISSN: ) EVALUASI PENERAPAN KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) PADA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT DI PERGURUAN TINGGI KOTA SEMARANG Priliantining

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari setiap negara. Salah satu indikatornya adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari setiap negara. Salah satu indikatornya adalah meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan yang layak dan kesejahteraan penduduk merupakan tujuan pembangunan dari setiap negara. Salah satu indikatornya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pada FISIP UPN Veteran Jawa Timur OLEH :

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pada FISIP UPN Veteran Jawa Timur OLEH : IMPLEMENTASI PERDA KOTA SURABAYA NO 5 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK ( Studi tentang KawasanTanpa Rokok di Kampus UPN veteran Jawa Timur ) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

PERILAKU SUPIR ANGKUTAN PASCA PENETAPAN PERDA KAWASAN TANPA ROKOK DI KOTA MAKASSAR

PERILAKU SUPIR ANGKUTAN PASCA PENETAPAN PERDA KAWASAN TANPA ROKOK DI KOTA MAKASSAR PERILAKU SUPIR ANGKUTAN PASCA PENETAPAN PERDA KAWASAN TANPA ROKOK DI KOTA MAKASSAR Transport Driver Behaviour Post Determination of the No Smoking Area Regulation in Makassar Intan Fatmasari, Indar, Darmansyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica

BAB I PENDAHULUAN. dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

Kawasan Tanpa Rokok sebagai Alternatif Pengendalian Dampak Rokok bagi Masyarakat

Kawasan Tanpa Rokok sebagai Alternatif Pengendalian Dampak Rokok bagi Masyarakat Kawasan Tanpa Rokok sebagai Alternatif Pengendalian Dampak Rokok bagi Masyarakat Dina Isnanda Hasibuan Mahasiswa Pascarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Indonesian Conference on

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latarbelakang. merokok merupakan faktor risiko dari berbagai macam penyakit, antara lain

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latarbelakang. merokok merupakan faktor risiko dari berbagai macam penyakit, antara lain 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latarbelakang Merokok merupakan masalah kesehatan utama bagi masyarakat karena merokok merupakan faktor risiko dari berbagai macam penyakit, antara lain penyakit kardiovaskular,

Lebih terperinci

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa rokok

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan waktu penelitian 3.1.1 Lokasi Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman Kecamatan Kota Tengah. 3.1.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. membuktikan secara tuntas bahwa konsumsi rokok dan paparan terhadap asap rokok berbahaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. membuktikan secara tuntas bahwa konsumsi rokok dan paparan terhadap asap rokok berbahaya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Lebih dari 70.000 artikel ilmiah telah

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA PERATURAN DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA NOMOR : TAHUN... TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA PERATURAN DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA NOMOR : TAHUN... TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA PERATURAN DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA NOMOR : TAHUN... TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA... Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA SMP/MTs DI KECAMATAN MOJOAGUNG, KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2014

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA SMP/MTs DI KECAMATAN MOJOAGUNG, KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2014 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA SMP/MTs DI KECAMATAN MOJOAGUNG, KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2014 Ichsanu Rofiq 1, Sudijanto Kamso 2 Departemen Biostatistika dan Ilmu Kependudukan,

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA PELAJAR SEKOLAH DASAR NEGERI SAPA KECAMATAN TENGA KABUPATEN MINAHASA SELATAN CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND ATTITUDE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menganggap merokok sebuah perilaku yang bisa membuat. ditentukan tidak boleh merokok/ kawasan tanpa rokok.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menganggap merokok sebuah perilaku yang bisa membuat. ditentukan tidak boleh merokok/ kawasan tanpa rokok. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan salah satu gaya hidup yang tidak sehat akan tetapi merokok dikalangan masyarakat adalah sebuah hal yang biasa, masyarakat menganggap merokok sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merokok baik laki-laki, perempuan, anak kecil, anak muda, orang tua, status

BAB I PENDAHULUAN. merokok baik laki-laki, perempuan, anak kecil, anak muda, orang tua, status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dimanapun tempat selalu ditemukan orang merokok baik laki-laki, perempuan,

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 Menimbang : a. BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, bahwa rokok merupakan hasil olahan tembakau

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: )

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: ) JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: 2356-3346) http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN TENAGA KESEHATAN

Lebih terperinci

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA KOTA DEPOK NOMOR 126 TAHUN 2016 TENTANG

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA KOTA DEPOK NOMOR 126 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN Menimbang WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA KOTA DEPOK NOMOR 126 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menganggap gagasan mereka mutlak benar atau sudah self evident.

BAB I PENDAHULUAN. menganggap gagasan mereka mutlak benar atau sudah self evident. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kampanye adalah serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara

Lebih terperinci

Tubagus Haryo Karbyanto SMOKE FREE PARKS TAMAN MARGASATWA RAGUNAN 2010

Tubagus Haryo Karbyanto SMOKE FREE PARKS TAMAN MARGASATWA RAGUNAN 2010 Tubagus Haryo Karbyanto SMOKE FREE PARKS TAMAN MARGASATWA RAGUNAN 2010 Pengantar Kenapa Smoke Free Parks Proses Taman Margasatwa Ragunan Bebas dari Asap Rokok Pendampingan Kenapa Smoke Free Parks Smoke

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PENELITIAN

BAB 6 HASIL PENELITIAN BAB 6 HASIL PENELITIAN Setelah melakukan pengambilan data dengan wawancara kepada responden, selanjutnya dilakukan tahapan pengolahan data. Dari data 180 responden yang diwawancara, terdapat 6 responden

Lebih terperinci

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN PROVINSI MALUKU UTARA PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang : a. bahwa asap rokok

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2010 NOMOR 5.A

BERITA DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2010 NOMOR 5.A BERITA DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2010 NOMOR 5.A PERATURAN WALIKOTA PEKALONGAN NOMOR : 5.A TAHUN 2010 T E N T A N G KAWASAN TANPA ROKOK ( KTR ) KOTA PEKALONGAN WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci