BAB III PELAKSANAAN DAN DASAR HUKUM KREDIT USAHA RAKYAT DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PELAKSANAAN DAN DASAR HUKUM KREDIT USAHA RAKYAT DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN"

Transkripsi

1 BAB III PELAKSANAAN DAN DASAR HUKUM KREDIT USAHA RAKYAT DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. Sejarah, Dasar Hukum dan Perkembangan Kredit Usaha Rakyat Pada tanggal 08 Juni 2007, Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan, Pengembangan Sektor Riil, dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dikeluarkan. Ini yang menjadi awal mula adanya program Kredit Usaha Rakyat. Yang selanjutnya disebut KUR. Dalam instruksi tersebut, Presiden menyebutkan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian beserta menteri-menteri lainnya. 41 Untuk mengambil langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing unruk pelaksanaan kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pelaksanaan kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah berpedoman pada program yang meliputi perbaikan investasi, reformasi sektor keuangan, percepatan pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah. Dalam Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 memiliki langkah-langkah untuk meningkatkan akses Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, yang selanjutnya disebut sebagai UMKM adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan akses UMKM pada sumber pembiayaan. 41 Intruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 33

2 34 b. Memperkuat sistem penjamin kredit bagi UMKM. c. Pengembangan sistem resi gudang sebagai instrument pembiayaan bagi UMKM. d. Memaksimalkan pemanfaatan dana non-perbankan untuk pemberdayaan UMKM. e. Meningkatkan efektivitas pemanfaatan dana bergulir APBN untuk pemberdayaan UMKM dengan menertibkan panduan tentang Pengelolaa Dana APBN untuk pemberdaan UMKM, termasuk panduan yang dikeluarkan dalam Peraturan Menteri Keuangan. f. Restrukturisasi pengelolaan dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) pada BUMN. UMKM sendiri memilikin peran, sebagai berikut: a. Menciptakan pertumbuhan ekonomi; b. Memperbesar aset usaha; c. Meningkatkan lapangan pekerjaan bagi pekerja lokal; d. Menciptakan kesempatan bisnis bagi komunitas lokal secara keseluruhan. 42 Setelah dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahub 2007, Menteri Keuangan melaksanakan Instruksi Presiden tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan. Sebelum dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan tersebut lebih dulu dikeluarkan Nota Kesepahaman (MoU) Tentang Penjamian Kredit/Pembiayaan kepada UMKM pada tanggal 09 Oktober MoU tersebut ditandatangani oleh pemerintah sebagai penjamin pihak pelaksana 42 Ibid.

3 35 program/pihak pertama dengan PT Asuransi Kredit Indonesia dan Perum Jamkrindo sebagai perusahaan penjamin/pihak kedua dan dengan beberapa bank, yaitu PT Bank Rakyar Indonesia Tbk., PT Bank Mandiri Tbk., PT Bank Negara Indonesia 46 Tbk., PT Bank Tabungan Negara Tbk., PT Bank Bukopin Tbk., dan PT Bank Mandiri Syariah Tbk., sebagai bank pemberi kredit/pihak ketiga. Akhirnya pada tanggal 05 November 2007, Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan kredit bagi UMKM dengan pola penjaminan tersebut dengan nama Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kebijakan penjaminan kredit ini diharapkan akan dapat memberikan kemudahan akses yang lebih besar bagi para pelaku UMKM dan Koperasi yang telah feasible namun belum bankable. Adapun pengertian Kredit Usaha Rakyat menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PML.05/2015 ialah Kredit Usaha Rakyat yang selanjutnya disingkat KUR adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur usaha yang produktif dan layak, namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup. Kredit Usaha Rakyat adalah program yang dirancang oleh pemerintah namun sumber dananya sepenuhnya berasal dari bank. Pada dasarnya tujuan KUR adalah untuk meningkatkan dan mempercepat pengembangan sektor-sektor primer dan pemberdayaan usaha skala kecil, memperluas kesempatan kerja, untuk meningkatkan aksestabilitas terhadap kredit dan lembaga-lembaga keuangan, dan mengurangi tingkat kemiskinan. Adapun sasaran program KUR, yaitu kelompok masyarakat yang telah dilatih dan ditingkatkan keberdayaan kemandiriannya pada program sebelumnya.

4 36 Harapannya agar kelompok masyarakat tersebut mampu memanfaatkan skema pendanaan yang berasal dari lembaga keuangan formal. Yang menjadi dasar hukum bagi Kredit Usaha Rakyat adalah sebagai berikut: 1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas Penjamin Kredit Usaha Rakyat. Dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut diatur mengenai penyaluran KUR kepada UMKM sehingga Meningkatkan pembiayaan UMKM. KUR disalurkan oleh bank-bank pelaksana yang ditetapkan oleh MoU Tentang Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKM-K. Sebelum bank-bank pelaksana menyalurkan KUR sebagaimana dapat dilihat pada Pasal 3, Menteri Teknis Terkait, menentukan prioritas bidang usaha yang feasible tetapi belum banklable yang akan menerima fasilitas pinjaman kredit. 43 Dengan adanya panduan mengenai ketentuan prioritas bidang usaha dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara untuk menyediakan dana imbalan jasa penjamin, bank pelaksana menyusun Rencana Target Penyusunan (RTP) KUR. 44 Dalam Pasal 4, disebutkan bahwa bank pelaksana wajib menyediakan dan menyalurkan dana KUR, dan meletakan KUR secara terpisah dengan program kredit lainnya. Bank pelaksana juga wajib mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menjamin penyediaan dan penyaluran KUR yang menjadi tanggungjawabnya secara tepat jumlah dan waktunya sesuai dengan program yang ditetapkan oleh pemerintah, serta mematuhi segala ketentuan tata usaha yang berlaku. 43 Peraturan menteri keuangan Nomor: 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat Menteri Keuangan,, Pasal 3 ayat (1) 44 Ibid

5 37 Dengan demikian, Menteri Teknis yang lebih dahulu menentukan prioritas bidang usahanya yang akan menerima penjamin kredit, lalu kemudian bank pelaksana yang akan menyusun Rencana Target Penyusunan (RTP). 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.0.5/2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas Penjamin Kredit Usaha Rakyat. Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, diberi tambahan pada Pasal 5 ayat (3) yang sebagai berikut: UMKM-K yang telah mendapatkan KUR dapat menerima fasilitas penjaminan dalam rangka perpanjangan, restrukturisasi dan tambahan pinjaman dengan syarat yang masih dikategorikan belum beankable dengan ketentuan: a. Perpanjangan jangka waktu kredit dapat diberikan sepanjang tidak melebihi 3 (tiga) tahun untuk kredit investasi terhitung mulai tanggal efektifnya perjanjian kredit antara bank pelaksana dan UMKM-K; b. Restrukturisasi dapat diberikan dengan persyaratan pinjaman yang disetujui bersama antara bank pelaksana dan UMKM-K, kecuali untuk penambahan jangka waktu kredit maksimum satu tahun untuk kredit modal kerja dan 2 (dua) tahun untuk kredit investasi; c. Tambahan pinjaman dapat diberikan dengan syarat total plafond pinjaman dan tingkat bunga. 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.05/2010 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat. Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas Penjamin Kredit Usaha Rakyat yang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.05/2009 sebagai berikut: Ketentuan Pasal 4 ayat (1), terdapat penghilangan kata wajib, sehingga Pasal 4 ayat (1) berbunyi: Bank Pelaksana menyediakan dan menyalurkan dana untuk KUR.

6 38 Lalu pada ayat (5), berbunyi sebagai berikut: Bank Pelaksana dapat menyalurkan KUR secara langsung kepada UMKM-K dan/atau tidak langsung melalui lembaga linkage dengan pola executing dan/atau pola channeling. 45 Ketentuan Pasal 5 diubah, yang selanjutnya berbunyi sebagai berikut: 1) UMKM-K yang dapat menerima fasilitas penjaminan KUR adalah usaha produktif yang feasible namun belum bankable, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a) Merupakan calon debitur yang tidak sedang menerima kredit modal kerja dan/atau investasi dari perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima kredit program dari pemerintah yang dibuktikan dengan hasil sistem informasi debitur pada saat permohonan KUR diajukan; b) Debitur yang sedang menerima kredit konsumtif (krdit kepemilikan rumah, kredit kendaraan bermotor, kartu kredit, dan kredit konsumtif lainnya) dapat menerima KUR; c) Untuk linkage program dengan pola executing, lembaga linkage yang menyalurkan KUR wajib tidak sedang menerima kredit program; d) Untuk lingkage program dengan pola channeling, lembaga linkage yang menyalurkan KUR dapat sedang menerima kredit program; e) Untuk KUR sampai dengan Rp ,- (lima juta rupiah) dan KUR melalui lembaga linkage sampai dengan Rp ,- per end user, tidak diwajibkn melampirkan hasil sistem informasi debitur Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.05/2010 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat, Pasal 1 46 ibid

7 39 2) KUR yang disalurkan kepada UMKM-K dapat digunakan baik untuk kredit modal kerja maupun kredit investasi, dengan ketentuan sebagai berikut: Paling tinggi sebesar Rp ,- dengan tingkat bunga kredit/margin pembiayaan paling tinggi sebesar/setara 22% efektif per tahun atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan.Sedangkan pada Peraturan Menteri Nomor 135/PMK.05/2008 kredit paling tinggi Rp ,- tingkat bunga paling tinggi sebesar 24%. Diatas Rp. 5 juta sampai dengan tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan paling tinggi sebesar/setar 14% efektif per tahun atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi komite Kebijakan.Jika dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 kredit diatas Rp ,- tingkat bunga paling tinggi 16%. KUR yang disalurkan melalui linkage program pola executing, dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: (a) Plafon yang diberikan kepada setiap lembaga lingkage paling tinggi Rp ,- (satu miliar rupiah). (b) Tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan paling tinggi sebesar/setara 14% efektif per tahun atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan. UMKM-K dapat menerima fasilitas penjaminan dalam rangka perpanjangan, restruturisasi, dan tambahan pinjaman (suplesi) dengan syarat masih dikategorikan belum bankable, dengan ketentuan sebagai berikut: 1.1.Perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan suplesi dapat diberikan sepanjang tidak tidak melebihi 6 (enam) tahun untuk kredit

8 40 modal kerja dan 10 tahun untuk kredit investasi terhitung sejak tanggal efektifnya perjanjian kredit awal antara bank pelaksanan UMKM-K; 1.2.Tambahan pinjaman dapat diberikan dengan syarat plafon penjaman dan tingkat bunga; 1.3.Mekanisme pelaksanaan perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan tambahan pinjaman (suplesi) diatur lebih lanjut dalam perjanjian kredit antara bank pelaksana dan debitur. 47 Besarnya imbalan jasa penjaminan yang dibayarkan kepada perusahaan penjaminan ditetapkan sebesar 3,25% per tahun atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi komite kebijakan, dibayarkan setiap tahun dan dihitung dari KUR yang dijamin, dengan ketentuan: (a) Untuk kredit modal kerja dihitung dari plafon kredit; (b) Untuk kredit investasi dihitung dari realisasi kredit. Persentase jumlah Penjaminan KUR yang dijaminkan kepada perusahaan penjaminan ditetapkan sebesar 70% dari KUR yang diberikan oleh bank pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga linkage Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.05/2010 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat. Adapun beberapa ketentuan yang diubah dalam peraturan ini adalah sebagai berikut: 1) Ketentuan Pasal 3, adanya perubahan pada ayat (1) yang pada akhirnya berbunyi: 47 Ibid 48 Ibid.

9 41 Menteri Teknis barang dan jasa produktif yang feasible tetapi belum bankable yang akan menerima fasilitas penjaminan kredit. Pasal 3 ayat (1) memberikan persyaratan baru bahwa pihak yang menjadi prioritas untuk menerima fasilitas penjaminan kredit adalah bidang usaha barang dan jasa yang produktif. Pada Peraturan Menteri Keuangan yang sebelumnya, Pasal 3 ayat (1) tidak menegaskan adanya kata barang dan jasa serta kata produktif agar menjadi prioritas bagi Menteri Teknis. Jadi, bidang usaha yang menjadi prioritas adalah bidang usaha barang dan jasa yang sudah produktif yang berarti sudah berjalan lancar usahanya, bukan bidang usaha yang baru saja merintis. 49 2) Ketentuan Pasal 5, memiliki beberapa perubahan sebagai berikut: a) Pasal 5 ayat (1) Pasal ini mengalami perubahan pada butir e nya, dimana disebutkan: Untuk KUR sampai dengan Rp ,00 (dua puluh juta rupiah) dan KUR melalui lembaga linkage sampai dengan Rp ,00 (dua puluh juta rupiah) per UMKM-K, tidak diwajibkan melampirkan hasil Sistem Informasi Debitur. b) Pasal 5 ayat (2) KUR yang disalurkan kepada setiap UMKM-K dapat digunakan baik untuk kredit modal kerja maupun kredit investasi, dengan ketentuan sebagai berikut: (a) Paling tinggi sebesar Rp ,- (dua puluh juta rupiah) dengan tingkat bunga kredit/margin pembiayaan paling tinggi sebesar/setara 22% efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan dan atas rekomendasi Komite Kebijakan; (b) Diatas Rp ,- (dua puluh juta rupiah) sampai dengan Rp ,- (lima ratus juta rupiah) dengan tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan paling tinggi sebesar/setara 14% efektif per tahun, atau ditetapkanlain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan. c) Pasal 5 ayat (3) KUR yang disalurkan melalui linkage program pola executing, dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: (a) Plafon yang diberikan kepada setiap lembaga linkage paling tinggi sebear Rp ,- (dua milliard rupiah); 49 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.05/2010 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat, Pasal 1

10 42 (b) Tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan paling tinggi sebesar/setara 14% efektif per tahun atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi komite kebijakan; (c) Tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan lembaga linkage kepada UMKM-K paling tinggi sebesar/setara 22% efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan. d) Pasal 5 ayat (4) UMKM-K yang telah menerima KUR dapat menerima fasilitas penjaminan dalam rangka perpanjangan, restrukturisasi, dan tambahan pinjaman (suplesi) dengan syarat masih dikategorikan belum bankable, dengan ketentuan sebagai berikut: (a) Perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan suplesi dapat diberikan sepanjang tidak melebihi 6 (enam) tahun untuk kredit modal kerja dan 10 (sepuluh) tahun untuk kredit investasi terhitung sejak tanggal efektifnya perjanjian kredit awal antara bank pelaksana dan UMKM-K; (b) Dalam hal kredit/pembiayaan investasi untuk usaha perkebunan tanaman keras, perpanjangan jangka waktu kredit, restruktur dan suplesi tidak dapat diberikan; (c) Tambahan pinjaman dapat diberikan dengan syarat plafon pinjaman dan tingkat bunga; (d) Mekanisme pelaksanaan perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan tambahan pinjam (suplesi) diatur lebih lanjut dalam perjanjian kredit antara bank pelaksana dan debitur. e) Pasal 5 ayat (6) Persentase jumlah penjaminan KUR yang dijaminkan kepada perusahaan penjaminan mengalami perubahan, sehingga ditetapkan sebesar: (a) 80% (delapan puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh bank pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk sektor pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan dan industri; (b) 80% (delapan puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh bank pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk sektor lainnya. 50 3) Ketentuan Pasal 11, memiliki perubahan sebagai berikut: a) Pasal 11 ayat (1) Perusahaan Komite Kebijakan c.q. Deputi Penjaminan wajib menyusun dan menyampaikan laporan secara periodik bulanan pelaksanaan penjaminan KUR, kepada Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Perekonomian selaku Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Bank Pelaksana, paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya, dengan format laporan yang memuat: (a) Pengajuan penjaminan KUR; (b) Pengajuan klaim KUR; 50 Ibid

11 43 (c) Realisasi pembayaran klaim; (d) Klaim yang masih diproses; (e) Klaim yang ditolak. b) Pasal 11 ayat (2) Bank Pelaksana wajib menyusun dan menyampaikan secara periodik bulanan atas realisasi penyaluran dan pengembalian KUR, paling lambat pada tanggal 10 ( sepuluh) bulan berikutnya, kepada Komite Kebijakan c.q. Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan selaku Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Perusahaan Penjaminan, dengan format laporan yang memuat: (a) Realisasi jumlah penyaluran dan baki debet KUR; (b) Realisasi penyaluran KUR menurut sektor ekonomi; (c) Realisasi penyaluran KUR menurut provinsi; (d) Jumlah debitur penerima KUR. c) Pasal 11 ayat (3) Dalam hal diperlukan dan/atau diminta oleh Menteri Keuangan, Perusahaan Penjaminan dan Bank Pelaksana wajib menyampaikan laporan terkait dengan penyelenggaraan KUR Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.05/2011 tentang perubahan ke empat atas Peraturan Menteri keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat. Perubahan pada Peraturan Menteri Keuangan ini berkaitan dengan pembayaran imbal jasa KUR kepada perusahaan penjamin dan pembinaan dan pengendalian pelaksanaan penjaminan KUR. Beberapa ketentuan yang diubah dalam peraturan ini, yaitu perubahan pada Pasal 9 ayat (5), ayat (6) serta tambahan ayat (7), ayat (8), dan ayat (9). Terdapat juga perubahan pada Pasal 10 ayat (2), ayat (3), dan menambah satu ayat, yaitu ayat (4). Pada Pasal 9 telah diubah sehingga berbunyi, Pembayaran imbal jasa penjaminan KUR dilaksanakan dua kali dalam setahun, dengan ketentuan: (a) Tagihan periode bulan November tahun sebelumnya sampai dengan bulan April tahun berkenaan dibayarkan pada bulan Mei tahun berkenaan; (b) Tagihan periode 51 Ibid

12 44 bulan Mei sampai dengan bulan Oktober tahun berkenaan dibayarkan bulan November tahun berkenaan. Permintaan pembayaran imbal jaa penjaminan KUR diajukan oleh perusahaan penjaminan kepada Menteri Keuangan Direktorat Jendral Pembendaharaan dengan terlebih dahulu disetujui oleh pihak bank pelaksana. 52 Dalam Pasal 10 menyebutkan bahwa, Dalam rangka menilai kepatuhan terhadap ketentuan penjaminan KUR, dilakukan verifikasi secara periodic atau sewaktu-waktu oleh Menteri Keuangan dalam hal ini Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Adapun rapat evaluasi penjaminan KUR dilaksanakan secara periodic atau sewaktu-waktu atas prekarsa Komite Kebijakan dengan mengikutsertakan Perusahaan Penjaminan dan Bank Pelaksana. B. Peranan Bank Terhadap Perkembangan Kredit Usaha Rakyat Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan yang amat strategis dalam menggerakkan roda perekonomian suatu negara. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, disebutkan bahwa pada Pasal 3 fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Dijelaskan pada Pasal 4, bahwa perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Pemerintah menetapkan bank umum sebagai pelaksana penyaluran KUR. Bank tersebut adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Pesero), PT Bank Negara 52 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.05/2011 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat, Pasal 1

13 45 Indonesia (pesero), PT Bank Mandiri (pesero), dan PT Bank Tabungan Negara (pesero) serta beberapa Bank Pembangunan Daerah dan juga Bank Bukopin yang diberi tugas untuk melaksanakan dan menyalurkan KUR kepada UMKM untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Bila dilihat dalam Pasal 8 disebutkan, bahwa bank umum dalam memberikan kredit harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupam debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Kemudian dalam Pasal 12 dijelaskan, bahwa pemerintah dapat dapat menugaskan bank umum untuk melaksanakan program pemerintah guna mengembangkan sektorsektor perekonomian tertentu atau memberikan perhatian yang lebih kepada koperasi dan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, didasarkan dengan ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Dapat dilihat dari penjelasan diatas, bahwa pemerintah ingin menjadikan perbankan berasaskan demokrasi ekonomi dengan fungsi utamanya ialah sebagai penyedia dan penyalur dana bagi masyarakat, yang memiliki peran yang strategis untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Sebagai mana yang tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Salah satu yang menjadi dasar terbentuknya Inpres Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Percepatan Pengembangan Sektor riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-

14 46 Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.Hal tersebut menjadi salah satu upaya pemerintah dalam rangka memberdayaan UMKM sebagai salah satu pilar pertumbuhan perekonomian Indonesia. Jumlah UMKM di Indonesia sangatlah banyak, maka dari itu diperlukan bimbingan serta bantuan modal dari dunia perbankan. Bank dalam rangka menjalankan UMKM haruslah menyediakan dan menyalurkan kredit dengan jumlah yang memadai, dan juga memberikan kesempatan bagi UMKM untuk dapat tumbuh. Dalam melaksanakan dan menyalurkan KUR bank umum menggunakan dana milik sendiri. Oleh karena itu, diperlukan analisis yang ketat untuk menyalurkan dan memberikan kredit agar mencapai tujuan yang direncanakan. Salah satu upaya pemerintah agar perbankan tidak menghadapi risiko kredit macet ialah dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Lembaga Penjaminan. Dimaksudkan lembaga penjamina ialah untuk memberikan penjaminan atas pembiayaan yang diberikan perbankan berupa KUR kepada UMKM. 53 Dimana, jika terjadi kredit macet maka lembaga penjaminan tersebut yang akan mengganti/membayar klaim kepada pihak bank penyalur kredit. Kredit macet atau kredit bermasalah dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yakni adanya faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang menjadi penyebab timbulnya kredit bermasalah yaitu: 1. Kebijakan prekreditan yang ekspansif 2. Penyimpangan dalam pelaksanaan prosedur perkreditan 3. Itikad kurang baik dari pemilik, pengurus atau pegawai kreditur 53 Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Lembaga Penjaminan, Pasal 2 ayat (1)

15 47 4. Lemahnya sistem administrasi dan pengawasan kredit serta lemahnya sistem informasi kredit macet. 54 Faktor eksternal penyebab timbulnya kredit bermasalah adalah: 1. Kegagalan usaha debitur 2. Musibah terhadap debitur atau terhadap kegiatan usaha debitur 3. Pemanfaatan iklim persaingan perbankan yang tidak sehat oleh debitur Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga kredit. Menurut Mahmoeddin A.S, faktor-faktor tersebut antara lain 1. Kreditur memiliki kemampuan teknis yang kurang Kreditur sangat memerlukan tenaga ahli/ konsultan untuk melakukan penilaian atau analisis sebelum memberikan kredit kepada perusahaan atau proyek yang melakukan usaha high technology seperti misalnyaindustri komputer, otomotif, dan industri baja. Secara teknis sudah dapat dipastikan pengetahuan kreditur jauh ketinggalan, oleh sebab itu diperlukan tenaga ahli untuk melakukan penilaian terhadap prospek kerja usaha tersebut agar pihak kreditur tidak dibohongi secara mentah-mentah oleh nasabahnya. Semakin canggih usaha nasabah, maka semakin telitilah kreditur dalam melakukan analisisnya. Jika nasabah memiliki usaha sederhana, maka kreditur tentu lebih mudah memahami dan mempelajari lika-liku bisnis nasabah tersebut. Sebaliknya jika bisnis tersebut kompleks maka sering para kreditur tertinggal jauh pengetahuannya dibandingkan para nasabahnya. Hal demikian dapat menyulitkan pihak kreditur dalam menganalisis dan memberikan keputusannya. 2. Kreditur terlalu mengejar target Kreditur sebagai perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, mempunyai prinsip prositability. Semakin besar keuntungan yang diperoleh maka semakin besar pula kreditur tersebut di mata para pemilik saham dan para karyawannya. Banyaknya dana yang mengendap dalam bentuk kas, akan merupakan dana yang harus dibayar sewanya, apakah itu menganggur atau tidak. Dari segi keuntungan, dana yang menganggur dapat merugikan, atau mengurangi keuntungan kreditur. Krediturir yang mempunyai target mengejar keuntungan tidak akan mengambil resiko dengan membiarkan dana yang banyak mengendap. Untuk mencegah ini, sebaiknya para krediturir jangan terlalu mengutamakan target tersebut dan menomorduakan analisis yang tajam atas permohonan kredit para nasabah. 3. Kreditur terlalu melihat riwayat nasabah Memang benar bahwa riwayat pinjaman seorang nasabah kreditur merupakan faktor penting dalam penilaian karakternya. Tetapi tidak jarang bahwa suatu waktu seseorang tersebut karakternya tidak teruji pada masamasa sulit, dan tidak jarang pengusaha akan maju usahanya, jika ia berusaha dalam skala kecil, namun begitu usahanya membesar ia menjadi merasa bahwa ia tidak mampu mengelolanya (diakses tanggal 08 pebruari 2017) 55 Ibid.

16 48 4. Kreditur terlalu melihat agunan atau terlampau mementingkan jaminan Kreditur adalah lembaga keuangan yang memberikan kredit kepada nasabahnya, bukan rumah gadai yang memberikan kredit berdasarkan cukup atau tidaknya nilai transaksi dari barang agunan yang dijaminkan nasabahnya. Sebenarnya, hampir tidak ada hubungan sama sekali antara kredit dengan jaminan, kalau dimulai dari jaminan. Tetapi sebaliknya, jika analisis telah dilakukan secara cermat, paling akhir baru dibicarakan pemasalahan jaminan sekedar benteng pengaman dari kredit atau dengan motif berjaga-jaga. Tugas para analisis kredit adalah menghitung dengan cermat, berapa kebutuhan kredit dari nasabah. Bukan sebaliknya, dengan nilai sejumlah agunan tertentu, berapa nasabah diperbolehkan menikmati kredit. Jika permasalahan ini dilakukan secara terbalik, maka pemberian kredit sama sekali mengabaikan cash buget, atau tidak memperhitungkan Repayment capacity dari nasabah. 5. Kreditur terlalu besar memberikan kredit Pemberian kredit yang berlebihan dapat menyebabkan nasabah menggunakan uangnya untuk membeli barang-barang yang tidak yang kurang bermanfaat atau tidak produktif bagi perusahaannya. Selain itu alternatif lain yang akan dilakukan nasabah yang kelebihan kredit yaitu menabungnya di kreditur lain, yang tentu saja memperoleh bunga yang lebih kecil dari bunga yang harus dibayarnya kepada kreditur pemberi kredit, atau bisa saja nasabah tersebut menanamkan kelebihan kredit uang dengan membeli barang tetap yang tingkat likuiditasnya rendah, sehingga tidak mungkin mampu menutupi kewajiban jangka pendeknya kepada kreditur. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan terjadinya pemberian kredit yang berlebihan atau yang disebut juga dengan istilah over lending/ over creditering antara lain karena adanya kelalaian petugas dalam kreditur dalam menganalisis, atau adanya unsur kesengajaan atau pun dengan adanya kerja sama antara petugas (pihak) kreditur dengan nasabahnya. 6. Kreditur terlalu sedikit memberikan kredit Jika perusahaan dapat dan mampu beroperasi secara optimum maka perusahaan tersebut juga akan dapat memperoleh laba yang maksimum. Produksi pada operasi yang optimum diperoleh jika modal kerja yang digunakan sudah diperhitungkan dengan cermat dan tepat. Berdasarkan pengamatan kita sehari-hari, kita dapat melihat bahwa setiap perusahaan umumnya memiliki hutang piutang dengan sesama relasi atau mitra usahanya. Dengan demikian jika kredit yang diberikan tidak mencukupi maka bukan tidak mungkin kredit nasabah tersebut akan disedot atau diminta oleh mitra usahanya tersebut, sehingga mengakibatkan ia kehabisan dana untuk menggerakkan aktivitas usahanya, dampaknya akan terlihat saat pada ketidakmampuannya dalam memenuhi prestasinya kepada pihak kreditur yang memberikan kredit tersebut. 7. Nasabah melarikan diri Hal ini merupakan kasus yang ekstrim. Dalam kasus ini, nasabah langsung meninggalkan alamat tempat tinggal (keberadaannya) secara formal, sesudah

17 49 memperoleh kredit. Bahkan, nasabah bisa saja menghilang dari kota atau negara tempat ia memperoleh kredit. Tujuannya agar pihak kreditur tidak dapat atau pun kesulitan melacak nasabah tersebut. 8. Nasabah memalsukan catatan dan pembukuan Pemalsuan catatan dan pembukuan, baik itu pada saat pengajuan kredit maupun pada selama kredit berjalan, dapat menyebabkan terjadinya kasus kredit yang boleh dikatakan mendekati fiktif dimana kreditur terjebak dalam kasus penipuan. Catatan dan pembukuan nasabah merupakan sumber utama dalam menganalisis perjalanan bisnis nasabah. Adapun isi dari catatan tersebut adalah menerangkan mengenai prospek perusahaan dan keadaan usaha nasabah yang bersangkutan. Jika catatan tersebut palsu maka si pembaca yaitu pihak kreditur akan dibohongi oleh nasabah. Cepat atau lambat catatan ini akan bermuara pada ketidak beresan kredit nantinya. 9. Perusahaan nasabah sulit berkembang Kreditur memberikan kredit kepada perusahaan yang sulit berkembang. Ukuran suatu kreditur dikatakan sulit berkembang dapat dilihat pada laporan keuangan dimana angka-angka dari tahun ke tahun menunjukkan grafik yang datar, bahkan bisa menurun. Terutama dapat dilihat pada laba perusahaan yang hampir sama setiap tahun Usaha untuk menangkal hal ini, kreditur harus mendidik nasabah berbisnis dengan baik dan tepat. Jika perlu mendidik mereka melakukan pencacatan berdasarkan kebiasaan yang berlaku. 10. Nasabah dan krediturir melakukan kolusi Nasabah dan krediturir harus melakukan kerjasama yang baik dalam arti positif. Hal ini adalah demi kelancaran usaha nasabah, demi kelancaran pengembalian kredit, demi keberhasilan usaha perbankan dan akhirnya demi kesuksesan para krediturir dalam membina nasabah dan krediturnya sendiri. Jika kerjasama antara krediturir dan nasabah dilakukan secara negatif, maka hal ini disebut kolusi atau persekongkolan. Dimana yang paling dirugikan adalah kreditur sebagai perusahaan, dan yang memperoleh keuntungan adalah nasabah dan krediturir secara pribadi. 56 Apabila dilihat dari segi pelaku kredit, maka faktor-faktor kredit macet dari nasabah adalah: 1. Kelemahan nasabah a. Manajemen kurang (kurang menguasai manajemen kredit). b. Tidak memiliki perencanaan yang baik c. Produk ketinggalan jaman d. Kalah bersaing e. Lokasi usaha yang tidak tepat f. Adminitrasi yang kacau 2. Kenakalan nasabah a. Tidak jujur dan sukar ingkar janji b. Melakukan penyimpangan penggunaan 56 Ibid.

18 50 c. Pola hidup yang boros atau mewah d. Suka berbuat skandal e. Suka berjudi dan berspekulasi 57 Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut, bertujuan untuk meningkatkan peranan bank khususnya untuk melaksanakan dan menyalurkan KUR yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perbankan dan harus tetap berpedoman terhadap ketentuan-ketentuan yang ada. C. Berbagai Pedoman Bank dalam Kredit Usaha Rakyat Bank umum yang telah ditunjuk oleh pemerintah dalam melaksanakan dan menyalurkan KUR harus berpedoman terhadap berbagai peraturan yang ditetapkan, yaitu: 1. Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Kebijakan Percepatan, Pengembangan Sektor Rill, dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Sebelum adanya Inspres Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Kebijakan Percepatan, Pengembangan Sektor Rill, dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, pengaturan tentang kredit bank umum diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/PBI/2001 Tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil, dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/9/Bkr Tahun Program kredit yang diberikan oleh Inpres Nomor 6 Tahun 2007 ini berbeda dengan program kredit yang terdapat pada Undang-Undang Tentang UMKM. Inpres Nomor 6 Tahun 2007 memberikan instruksi kepada Menteri Keuangan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dan akses UMKM kepada sumber pembiayaan, baik dalam bentuk kredit maupun pembiayaan syariah. 57 Ibid.

19 51 Inpres Nomor 6 Tahun 2007 melahirkan istilah baru yang sebelumnya disebut Usaha Kecil dan Menengah menjadi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2007 telah diberikan jalan kepada UMKM agar mendapatkan pembiayaan dalam kredit investasi dengan Menteri Keuangan sebagai penanggungjawabnya. Adapun program lain yang disebutkan dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2007, yaitu peningkatan efektivitas fungsi dan peran Terhadap Konsultan Mitra Bank, dimana Menteri Koordinator Bidang Perekonomian berkordinasi dengan Gubernur Bank Indonesia. Dalam Inpres ini Bank Indonesia hanyalah sebagai pembimbing bagi UMKM untuk pelatihan agar UMKM dapat mengakses sumber pembiayaan. Program ini sebenarnya tidak sepenuhnya dapat membantu UMKM untuk mengakses pembiayaan bank karena bank Indonesia memiliki kewenangan untuk dapat atau tidaknya menjalankan program ini, meskipun Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menjadi penanggungjawabnya. Maka dari itu, apabila UMKM sulit atau tidaknya untuk mengakses pembiayaan bank, maka pada akhirnya UMKM hanya bisa berjuang sendiri untuk mendapat pembiayaan bagi perkembangan usahanya. 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Salah satu hasil dari Inpres Nomor 6 Tahun 2007 adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Sebagaimana yang diinstruksikan pada Inpres Nomor 6 Tahun 2007, bahwa perlu adanya

20 52 penataan kembali terhadap kebijakan di bidang UMKM termasuk meredefinisikan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Pengaturan mengenai pembiayaan untuk UMKM diatur dalam undangundang ini, dengan melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, usaha besar nasional dan asing, tetapi tidak ada penegasan bahwa pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, usaha besar nasional dan asing mempunyai kewajiban atau tanggungjawab untuk membantu pembiayaan dalam bentuk pemberian pinjaman/kredit, penjaminan, hibah dan pembiayaan lainnya. 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat. Peraturan Menteri Keuangan ini menjadi dasar hukum bagi program KUR agar dapat dilaksanakan. Salah satu yang menjadi dasar hukum terbentuknya Peraturan Menteri Keuangan ini adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil. Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini dapat dilihat pada Bab I tentang Ketentuan Umum, memakai istilah UMKM. Sedangkan Undangundang Nomor 9 Tahun 1995 tidak menggunakan dan mengatur sesuatu yang dinamakan usaha mikro. Sepatutnya dalam Peraturan Menteri Keuangan Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat mengatur pengertian baru tentang UMKM karena pada saat itu belum ada pengertian sekaligus kriteria mengenai UMKM. Dalam pasal 4 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMP.05/2010 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan

21 53 Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat disebutkan bahwa: Bank Pelaksana dapat menyalurkan KUR secara langsung kepada UMKM-K dan/atau tidak langsung melalui lembaga linkage dengan pola executing dan/atau pola channeling. Dapat dilihat bahwa bank juga dalam melakukan usahanya menggunakan prinsip kehati-hatian. 58 Bank juga harus berhati-hati dalam menjalankan usahanya, terutama dalam melakukan pemberian kredit, dikarenakan bank bisa menjadi tempat dan atau tujuan kejahatan. Di sisi lain bank juga harus mempunyai keyakinan terhadap kemampuan dan kesanggupan setiap nasabahnya, termasuk nasabah UMKM. Bank yang melaksanakan dan menyalurkan KUR juga memiliki kewajiban untuk mematuhi semua ketentuan peraturan bank Indonesia yang berhubungan dengan pemberian kredit, termasuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/27/PBI/2012 Tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/67/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 27/7/UPPB tanggal 31 Maret Dengan adanya peraturan tersebut, bank dapat menetapkan standar syarat-syarat pengajuan kredit yang bersifat kompleks dan sulit dipenuhi oleh UMKM. Program KUR yang ditetapkan oleh pemerintah untuk memberdayakan UMKM dapat berjalan tidak lancar, apabila dilihat dari pengaturannya. Pada Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas 58 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubhan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Pasal 2

22 54 Penjaminan Kredit Usaha Rakyat hanyalah mengatur mengenai pemberian sanksi bagi perusahaan penjaminan yang melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Keuangan Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat dengan hanya memberikan sanksi berupa, teguran tertulis dan penundaan atau penghentian pembayaran imbal jasa penjaminan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sangatlah diperlukan adanya kekuatan hukum yang benar-benar mengikat bank untuk melaksanakan dan menyalurkan KUR, baik dengan cara mewajibkan bank pelaksana untuk melaksanakan dan menyalurkan KUR ataupun dengan sanksi karena mempersulit penyaluran KUR. 4. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat Peraturan ini mengatur mengenai pelaksanaan dan penyaluran KUR yang menjadi pedoman tiap-tiap bank. Dalam peraturan ini juga mengatur mengenai pengawasan pelaksanaan KUR. Dalam pasal 30 ayat (1) disebutkan bahwa: dalam rangka efektivitas pengawasan pelaksanaan KUR, dibentuk Forum Koordinasi Pengawasan KUR yang beranggotakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (koordinator), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomin, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, dan Otoritas Jasa Keuangan. Selain beberapa ketentuan peraturan diatas bank pelaksana penyalur KUR juga memiliki berbagai ketentuan peraturan internal bank, yaitu dalam bentuk keputusan direksi ataupun surat edaran direksi yang harus menjadi pedoman untuk menilai permohonan KUR, analisa KUR, persetujuan pemberian KUR, pencairan KUR, monitoring KUR, serta restruktur KUR.

23 BAB IV EFEKTIVITAS PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT PADA PT BANK XXX MEDAN A. Proses dan Syarat Pemberian Kredit Usaha Rakyat Sebagaimana bank-bank lainnya, Bank XXX merupakan salah satu bank pelaksana KUR. Bank XXX KUR adalah fasilitas kredit dari Bank XXX yang dapat digunakan sebagai tambahan modal usaha produktif dalam bentuk Kredit Modal Kerja atau sebagai Kredit Investasi. Fasilitas kredit Bank XXX KUR diberikan hingga maksimal Rp ,- (lima ratus juta rupiah) dengan jangka waktu pengembalian hingga 4 (empat) tahun untuk Kredit Modal Kerja dan 5 (lima) tahun untuk Kredit Investasi. Suku bunga yang diberikan oleh Bank XXX cukup ringan, yaitu 9% 59 Pemberian kredit pada dasarnya bank akan meminta barang yang akan dijadikan sebagai jaminan. Hal ini unutk memberikan kepastian, dan memberikan kepercayaan mengenai pemberian kredit. Apabila debitur melakukan wanprestasi atau tidak melakukan kewajibannya untuk melunasi utang pokoknya beserta bunganya, maka bank akan mengambil alih jaminan tersebut. Sejalan dengan itu sebelum bank mengeksekusi barang jaminan, bank akan melakukan restrukturisasi, apabila tidak dapat memberikan jalan untuk menyelamatkan kredit tersebut. Dalam Bank XXX Medan, terdapat beberapa program KUR yang ditawarkan. Seperti yang akan dijelaskan satu per satu, dibawah ini:

24 56 1. KUR Mikro KUR Mikro adalah kredit modal kerja dan/atau investasi kepada debitur di bidang usaha sektor pertanian, perikanan, inndustri pengolahan, perdagangan serta jasa-jasa (dhi. Penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan, transportasi, pergudangan, dan komunikasi, real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan, jasa pendidikan, jasa kemasyarakatan, social budaya, hiburan, dan perorangan lainnya) yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup sesuai persyaratan agunan tambahan Penyalur KUR dengan plafond kredit sampai dengan Rp ,- (dua puluh lima juta rupiah) yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin. Sumber dana KUR Mikro 100% merupkan dana dari Bank XX. Kriteria KUR Mikro ialah: 1. Kredit maksimum sampai dengan Rp ,- (dua puluh lima juta rupiah). 2. Jangka waktu sampai dengan 3 tahun jika kredit modal kerja dan 4 tahun jika kredit investasi. 3. Suku bunga 9% efektif/efektif anuitas per tahun. 4. Jaminan tidak diwajibkan. Adapun persyaratan calon debitur KUR Mikro ialah: 1) Mempunyai usaha Produktif dan layak yang telah berjalan minimum 6 (enam) bulan. 2) Belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum mencukupi sesuai yang dipersyaratkan Bank XXX. 3) Dapat sedang menerima kredit KUR Mikro dan/atau kredit konsumtif.

25 57 4) Tidak sedang menerima kredit produktif dari perbankan dan/atau tidak sedang menerima Kredit Program dari Pemerintah (kecuali KUR). 5) Berusia minimal 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah. 6) Tidak termasuk dalam daftar hitam Bank Indonesia serta tidak tercatat sebagai debitur macet/bermasalah. 7) Menyerahkan dokumen minimal sebagai berikut: a) Surat permohonan kredit (format terlampir) b) Identitas diri, berupa fotokopi KTP, Kartu Keluarga, Surat Nikah, dan Pas Foto. c) Fotokopi legalitas/ijin usaha sesuai bidang usaha dan bentuk badan usaha: (1) Usaha perseorangan dan badan usaha perseorangan: minimal Surat Ijin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK) yang diterbitkan Pemerintah Daerah dan/atau surat keterangan usaha yang dikeluarkan dari kelurahan setempat atau surat ijin lainnya. d) Fotokopi bukti kepemiliki jaminan tambahan (bila ada). e) Fotokopi rekening bank (bila ada). 2. KUR Ritel KUR Ritel adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan atau investasi kepada debitur di bidang usaha sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan, dan perdagangan yang terkait, yang produktif dan layak namun belum memenuhi persyaratan agunan tambahan Bank Pelaksana dengan plafon kredit oleh Bank Pelaksana di atas Rp ,-(dua puluh lima juta rupiah) sampai dengan

26 58 Rp ,-(lima ratus juta rupiah) yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin. Sumber dana KUR Ritel merupakan sepenuhnya dari Bank XXX. Kriteria KUR Ritel ialah: 1. Besar kredit Rp ,- sampai dengan Rp ,- yaitu usaha kecil sampai menengah 2. Jangka waktu sampai dengan 4 tahun jika kredit modal kerja dan 5 tahun jika kredit investasi. 3. Jaminan disesuaikan dengan ketentuan Bank XXX. 4. Suku bunga 9% efektif/efektif antuitas per tahun Adapun syarat KUR Ritel ialah: 1) Mempunyai usaha Produktif dan layak yang telah berjalan minimum 6 (enam) bulan 2) Persyaratan administrasi, yaitu: a. Surat permohonan kredit (format terlampir) b. Identitas diri, berupa fotokopi KTP, Kartu Keluarga, Surat Nikah, dan Pas Foto, NPWP (untuk diatas Rp ,-) c. Fotokopi legalitas/ijin usaha sesuai bidang usaha dan bentuk badan usaha: (1) Usaha perseorangan dan badan usaha perseorangan: minimal Surat Ijin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK) yang diterbitkan Pemerintah Daerah dan/atau surat keterangan usaha yang dikeluarkan dari kelurahan setempat atau surat ijin lainnya. 3) Tidak termasuk dalam daftar hitam Bank Indonesia serta tidak tercatat sebagai debitur macet/bermasalah.

27 59 4) Tidak sedang menerima kredit produktif dari perbankan dan/atau tidak sedang menerima Kredit Program dari Pemerintah (kecuali KUR). 5) Berusia minimal 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah. 3. KUR Tenaga Kerja Indonesia (TKI) KUR Penempatan TKI adalah kredit/pembiayaan modal kerja yang disalurkan kepada TKI untuk memenuhi pembiayaan yang menjadi tanggung jawabnya dalam proses penempatan ke luar negeri, terutama negara penempatan Singapura, Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang dengan plafon kredit sampai dengan Rp ,- (dua puluh lima juta rupiah) yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin. Penyaluran KUR Penempatan TKI ditujukan untuk membantu seluruh biaya penempatan yang menjadi beban TKI. Sumber dana penyaluran KUR ini merupakan sepenuhnya bersumber dari Bank XXX. Yang menjadi kriteria KUR TKI ialah: 1. Maksimum kredit sebesar Rp ,- 2. Jangka waktu disesuaikan dengan masa kontrak kerja, maksimal 3 tahun. 3. Jaminan tidak diwajibkan. 4. Tujuan negara penempatan, yaitu Singapura, Malaysia, Jepang, Hongkong, Taiwan, Korea Selatan. 5. Suku bunga 9% efektif/efektif antuitas per tahun. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi ialah: 1) Calon debitur Berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun, dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga atau akte kelahiran/ Surat Kenal Lahir dari instansi yang berwenang.

28 60 2) Surat ijin dari suami/istri/ orang tua/ wali untuk bekerja di luar negeri. 3) Surat hasil Medical Check-Up yang menyatakan fit untuk bekerja dari rumah sakit /medical center yang ditunjuk oleh pemerintah. 4) Memiliki kemampuan baca tulis dan ketrampilan yang diperlukan untuk bidang kerja tertentu. 5) Memiliki Perjanjian Penempatan bagi TKI yang ditempatkan oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS). 6) Memiliki Perjanjian Kerja dengan Pengguna bagi TKI baik yang ditempatkan oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), Pemerintah atau TKI yang bekerja secara Perseorangan. Adapun prosedur pemberikan kredit pada Bank XXX adalah sama dengan semua program KUR tersebut, berikut adalah prosedurnya: 1) Persiapan kredit : Calon debitur mengajukan permohonan tertulis untuk memperoleh kredit usaha rakyat kepada Bank XXX dengan dilengkapi persyaratan-persyaratan yang diperlukan. Atas dasar permohonan tersebut, Bank XXX mencari informasi tentang calon debitur, baik dengan melakukan peninjauan langsung ke tempat usaha pemohon maupun melalui sarana on line, yaitu Sistem Informasi Debitur (SID) untuk memeriksa kebenaran atas data yang disampaikannya dan untuk menentukan kolektibilitas pinjamannya. 2) Analisa kredit : Analisa atas permohonan kredit usaha rakyat calon debitur, dilakukan oleh Bank XXX agar diperoleh kepastian bahwa kredit tersebut benar-benar tepat guna dan sasaran, serta aman bagi Bank XXX.

29 61 3) Penyampaian aplikasi kredit kepada pemutus kredit : Dalam tahap ini telah didapat kesimpulan pokok dari analisa kredit yang merupakan suatu pendapat dan saran yang disampaikan kepada pemutus kredit di Bank XXX (pemimpin cabang, pemimpin wilayah atau direksi, tergantung dari kredit yang diajukannya dan maksimumnya). 4) Pengambilan keputusan kredit : Disetujui atau ditolaknya permohonan atas kredit diputuskan oleh Bank XXX atas dasar hasil aplikasi yang disampaikan dengan didukung oleh analisa atas data yang ada di Bank XXX. 5) Perjanjian kredit : Setelah permohonan kredit disetujui, selanjutnya dibuatkan Surat Keputusan Kredit dan dilakukan penandatanganan perjanjian kredit dan pengikatan jaminan, baik secara resmi dihadapan notaris yang ditunjuk Bank XXX maupun dilakukan di bawah tangan (antara Bank XXX dengan debitur, diikat dengan perjanjian tersendiri) 6) Disposisi/pencairan kredit : Pada tahap ini kredit usaha rakyat yang telah disetujui dan telah dilakukan penandatanganan perjanjian kredit beserta agunannya, dikreditkan langsung ke rekening debitur yang ada di Bank XXX (debitur wajib membuka rekening giro atau tabungan di Bank XXX). Adapun prinsip-prinsip yang ada diberlakukan dalam penyaluran dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank XXX ini adalah Bank XXX ini hanya akan memberikan atau menyalurkan dana kredit apabila permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur merupakan pengajuan kredit tertulis, di dalamnya harus berisi informasi-informasi yang lengkap dan memenuhi syarat, dan informasi yang diberikan juga harus dipastikan bahwa itu sudah benar dan

30 62 semuanya itu ditinjau dengan standar prinsip 5 C antara lain character, capacity, capital, collateral dan condition of economy. Pada dasarnya kredit yang diberikan merupakan kepercayaan, maka dari itu setiap kredit usaha rakyat yang diberikan tersebut mengandung suatu risiko. Selain terpenuhinya prinsip dan prosedur pemberian kredit, suatu sistem pemberian kredit dapat dikatakan efektif apabila kredit tersebut dapat kembali sesuai waktu yang ditetapkan dengan sejumlah bunga yang telah ditentukan. Prioritas pemberian kredit yang diberikan betul-betul tepat sasaran dan tepat guna. B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pemberian Kredit Usaha Rakyat Dalam melakukan perjanjian kredit, para pihak saling mengikatkan diri. Para pihak yang dimaksud ialah kreditur dan debitur. Dalam perjanjian kredit, kreditur dan debitur memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Adapun hak dan kewajiban kreditur sebagai berikut: 1) Hak Kreditur Dalam hal ini kreditur yaitu Bank XXX memiliki hak untuk menerima pengembalian kredit yang telah disalurkan atau diberikan kepada debitur baik dalam bentuk angsuran ataupun bentuk lainnya yang telah disepakati oleh para pihak. 2) Kewajiban Kreditur Dalam hal ini kreditur mempunyai kewajiban untuk memberikan atau menyerahkan sejumlah uang kepada pihak debitur sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan atau sesuai dengan KUR apa yang diambil oleh debitur. Berikut ini merupakan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur:

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 189/PMK.05/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 189/PMK.05/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 189/PMK.05/2010 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 135/PMK.05/2008 TENTANG FASILITAS PENJAMINAN

Lebih terperinci

NOMOR 22 /PMK05/2010 TENT ANG PERUBAHAN KEDUA AT AS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 135/PMK05/2008 TENTANG FASILITAS PENJAMINAN KREDIT USAHA RAKYAT

NOMOR 22 /PMK05/2010 TENT ANG PERUBAHAN KEDUA AT AS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 135/PMK05/2008 TENTANG FASILITAS PENJAMINAN KREDIT USAHA RAKYAT PERAtURAN MENTERIKEUANGAN SALINAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 22 /PMK05/2010 TENT ANG PERUBAHAN KEDUA AT AS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 135/PMK05/2008 TENTANG FASILITAS PENJAMINAN KREDIT USAHA RAKYAT DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH NOMOR

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Koordinator Bida

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Koordinator Bida No.1794, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKO-PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH. KUR. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

PEMBIAYAAN UMKM DALAM PAKET KEBIJAKAN EKONOMI SEPTEMBER 2015

PEMBIAYAAN UMKM DALAM PAKET KEBIJAKAN EKONOMI SEPTEMBER 2015 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia PEMBIAYAAN UMKM DALAM PAKET KEBIJAKAN EKONOMI SEPTEMBER 2015 JAKARTA, 15 OKTOBER 2015 OUTLINE PEMBIAYAAN UMKM DALAM PAKET KEBIJAKAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL,

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

- 1 - MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN - 1 - MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG

VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG Latar belakang diluncurkannya fasilitas kredit BNI Tunas Usaha (BTU) adalah Inpres Presiden No. 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

2015, No Mikro, Kecil, dan Menengah tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat; Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tent

2015, No Mikro, Kecil, dan Menengah tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat; Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tent No.1604, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENKO-PEREKONOMIAN. Kredit Usaha Rakyat. Pelaksanaan.Pedoman. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIANREPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN

Lebih terperinci

KUMPULAN PERATURAN KREDIT USAHA RAKYAT 2015

KUMPULAN PERATURAN KREDIT USAHA RAKYAT 2015 KUMPULAN PERATURAN KREDIT USAHA RAKYAT 2015 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran dan kontribusi yang penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu menyediakan

Lebih terperinci

BUKU KUMPULAN PERATURAN TAHUN 2016 KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) K R E D I T U S A H A R A K Y A T KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

BUKU KUMPULAN PERATURAN TAHUN 2016 KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) K R E D I T U S A H A R A K Y A T KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN Buku ini berisi kumpulan Peraturan yang dikeluarkan oleh Komite Kebijakan dalam rangka relaksasi kebijakan terkait Program Kredit Usaha Rakyat Tahun 2016. Peraturan-peraturan dalam buku ini menjadi landasan

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah. Misi BRI : 1. Melakukan kegiatan

Lebih terperinci

PEDOMAN KOPERASI SEBAGAI PENYALUR KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)

PEDOMAN KOPERASI SEBAGAI PENYALUR KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) PEDOMAN KOPERASI SEBAGAI PENYALUR KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) Dasar : PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PER/M.KUKM/XI/2016 DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud

BAB II LANDASAN TEORI. 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bank adalah badan

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL,

Lebih terperinci

2016, No dan Menengah Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat; Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015

2016, No dan Menengah Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat; Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 No.1701, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKO-PEREKONOMIAN/KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH. KUR. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

2016, No Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat; M

2016, No Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat; M BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.48, 2016 KEMENKO-PEREKONOMIAN. Kredit Usaha Rakyat. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN

Lebih terperinci

PROSEDUR PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT

PROSEDUR PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT PROSEDUR PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT http://www.siperubahan.com I. PENDAHULUAN Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dinyatakan bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat No. 10/ 45 /DKBU Jakarta, 12 Desember 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat Sehubungan dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BISNIS PROGRAM DAN KEMITRAAN PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

BISNIS PROGRAM DAN KEMITRAAN PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. BISNIS PROGRAM DAN KEMITRAAN PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 1 Latar Belakang Dalam lima tahun mendatang Pemerintah mengupayakan peningkatan kontribusi UMKM dalam perekonomian. Tujuan KUR adalah

Lebih terperinci

TANYA-JAWAB SEPUTAR KUR

TANYA-JAWAB SEPUTAR KUR TANYA-JAWAB SEPUTAR KUR [ Senin, 25 Februari 2013 09:41:20 Oleh : Administrasi] TANYA JAWAB TENTANG KUR 1. Apakah Kredit Usaha Rakyat itu? Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit/pembiayaan Modal Kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam. Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam. Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sekarang jasa perbankan sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan yaitu, menghimpun dana

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN IMBAL JASA PENJAMINAN KREDIT USAHA RAKYAT

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN IMBAL JASA PENJAMINAN KREDIT USAHA RAKYAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN IMBAL JASA PENJAMINAN KREDIT USAHA RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 1 Peran UMKMK Jumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebanyak 51,3 juta unit usaha UMKM menyerap tenaga

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2013 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2013 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2013 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. Dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank 2.2. Unsur-unsur dan Tujuan Kredit

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank 2.2. Unsur-unsur dan Tujuan Kredit II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank Penyaluran kredit merupakan salah satu jasa perbankan yang utama dalam mendukung perputaran ekonomi. Melalui kredit, sektor usaha akan mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN. dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tatanan perekonomian global telah memperkuat posisi perbankan sebagai pilar utama dalam menunjang pertumbuhan ekonomi baik secara internasional maupun nasional.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

PENANDATANGANAN MOU. Divisi Bisnis Usaha Kecil

PENANDATANGANAN MOU. Divisi Bisnis Usaha Kecil 1 PENANDATANGANAN MOU Senin 29 Februari 2016. Penandatanganan MoU Penyaluran KUR Linkage merupakan bentuk kepercayaan BNI kepada BPR sebagai Lembaga Linkage yang mampu untuk menyalurkan KUR kepada UMKM.

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT MENTERI KEUANGAN, Menimbang: a. bahwa peningkatan akses dunia usaha pada sumber

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.363, 2014 OJK. Perusahaan Pembiyaan. Kelembagaan. Perizinan Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5637) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN PINJAMAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR KEPADA PT BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR Tbk DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inovatif dalam mengembangkan dan memperoleh sumber-sumber dana. baru. Dengan liberalisasi perbankan tersebut, sektor perbankan

BAB I PENDAHULUAN. inovatif dalam mengembangkan dan memperoleh sumber-sumber dana. baru. Dengan liberalisasi perbankan tersebut, sektor perbankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga perbankan, seperti juga lembaga perasuransian, dana pensiun, dan pegadaian merupakan suatu lembaga keuangan yang menjembatani antara pihak yang berkelebihan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG nis 2006 11-08-2006 1.2005Draft tanggal, 28 Juli 2006 PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS DANA PENJAMINAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/20172017 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemulihan perekonomian nasional,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 99/PMK.010/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT DENGAN

Lebih terperinci

2016, No Subsidi Bunga untuk Kredit Usaha Rakyat; c. bahwa sehubungan dengan implementasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.05/2015 tent

2016, No Subsidi Bunga untuk Kredit Usaha Rakyat; c. bahwa sehubungan dengan implementasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.05/2015 tent No.251, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. KUR. Subsidi Bunga. Pelaksanaan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 /PMK.05/2016 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN SUBSIDI

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/1/PBI/2001 TENTANG PROYEK KREDIT MIKRO GUBERNUR BANK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/1/PBI/2001 TENTANG PROYEK KREDIT MIKRO GUBERNUR BANK INDONESIA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/1/PBI/2001 TENTANG PROYEK KREDIT MIKRO GUBERNUR BANK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, pinjaman penerusan yang dananya berasal

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT 1 of 50 8/23/2014 7:22 PM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT MENTERI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Pasca krisis ekonomi dan moneter di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Sektor perbankan memiliki peran sangat vital antara lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Sektor perbankan memiliki peran sangat vital antara lain sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat terutama setelah krisis 1997. Adanya perkembangan tersebut diperlukan berbagai penyesuaian kebijakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kredit 2.1.1.1 Pengertian Kredit Kegiatan bank yang kedua setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 171/PMK.05/2009 TENTANG SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 171/PMK.05/2009 TENTANG SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 171/PMK.05/2009 TENTANG SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/6/PBI/2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 7/2/PBI/2005 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 131 /PMK.05/2009 TENTANG KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan hasil putusan Rapat Koordinator

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung telah

Lebih terperinci

A. Kesimpulan BAB I PENDAHULUAN

A. Kesimpulan BAB I PENDAHULUAN 5. Berakhirnya Perjanjian Kredit...... 30 C. Tinjauan Umum Tentang Kredit Usaha Rakyat...37 1. Pengertian Kredit Usaha Rakyat...37 2. Tujuan dan Lembaga Penjamin Kredit Usaha Rakyat...37 BAB III PEMBAHASAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

Lebih terperinci

- 2 - Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Nega

- 2 - Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Nega PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/3/PBI/2006 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK UMUM KONVENSIONAL MENJADI BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN PEMBUKAAN KANTOR

Lebih terperinci

TENTANG KREDIT PENGEMBANGAN ENERGI NABATI DAN REVITALISASI PERKEBUNAN MENTERI KEUANGAN

TENTANG KREDIT PENGEMBANGAN ENERGI NABATI DAN REVITALISASI PERKEBUNAN MENTERI KEUANGAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 117 / PMK 06 / 2006 TENTANG KREDIT PENGEMBANGAN ENERGI NABATI DAN REVITALISASI PERKEBUNAN MENTERI KEUANGAN Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit Usaha Mikro Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan: Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan

Lebih terperinci

No.16/3 /DPTP Jakarta, 3 Maret 2014 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)

No.16/3 /DPTP Jakarta, 3 Maret 2014 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) No.16/3 /DPTP Jakarta, 3 Maret 2014 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) Perihal : Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal (clerical),

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal (clerical), BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank dapat mengalami kesulitan likuiditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, Pemerintah menerbitkan Paket

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini menjadi negara yang masih tergolong miskin dan kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan maupun ekonomi. Permasalahan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.274, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Kredit. Pembiayaan. Bank Umum. Pengembangan Usaha. Mikro. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5378) PERATURAN

Lebih terperinci

TENTANG. memperluas. pembiayaan; Undang-Undang. 2. Tahun 2003

TENTANG. memperluas. pembiayaan; Undang-Undang. 2. Tahun 2003 KEMENTERIAN NEGARAA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH R.I. LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH ( LPDB-KUMKM ) PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NOMOR: 011/PER/LPDB/2011 TENTANG

PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NOMOR: 011/PER/LPDB/2011 TENTANG KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH R.I. LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH ( LPDB-KUMKM ) PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/20/PBI/ 2003 TENTANG PENGALIHAN PENGELOLAAN KREDIT LIKUIDITAS BANK INDONESIA DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/20/PBI/ 2003 TENTANG PENGALIHAN PENGELOLAAN KREDIT LIKUIDITAS BANK INDONESIA DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/20/PBI/ 2003 TENTANG PENGALIHAN PENGELOLAAN KREDIT LIKUIDITAS BANK INDONESIA DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Kredit Likuiditas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 2.1.1 Pengertian UMKM Ada beberapa pengertian UMKM menurut para ahli atau pihak yang langsung berhubungan dengan UMKM, antara lain: 1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kredit adalah salah satu faktor yang berperan penting di dalam pengembangan usaha. Pada umumnya ada dua jenis kredit, yaitu kredit modal kerja dan kredit investasi. Kredit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya,

I. PENDAHULUAN. Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya, I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya, hampir tidak satupun aspek kehidupan masyarakat yang tidak tersentuh atau dipengaruhi oleh negara.

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang No.1000, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. PDN. PLN. Penerusan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 /PMK.05/2016 TENTANG TATA CARA PENERUSAN PINJAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Usaha mikro, kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Usaha mikro, kecil dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang besar ditunjukkan oleh jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan nasional,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.272, 2012 PERBANKAN. BI. Syariah. Jangka Pendek. Pendanaan. Fasilitas. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5376) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Kata bank berasal dari bahasa Italia yaitu banca yang berarti tempat penukaran uang. Secara umum pengertian bank adalah sebuah lembaga intermediasi

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Perihal: Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum

S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Perihal: Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum No. 7/ 48 /DPNP Jakarta, 14 Oktober 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/15/PBI/2005

Lebih terperinci

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang No.82, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum. Konvensional. Jangka Pendek. Likuiditas. Pinjaman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6044) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB III PENGATURAN PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT DI INDONESIA. dan Menengah) di Indonesia mencapai angka 48,8 juta unit usaha. Namun

BAB III PENGATURAN PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT DI INDONESIA. dan Menengah) di Indonesia mencapai angka 48,8 juta unit usaha. Namun BAB III PENGATURAN PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT DI INDONESIA A. Latar belakang Kredit Usaha Rakyat Sampai dengan akhir tahun 2006, jumlah unit UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di Indonesia mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah antara lain, bertambah atau berkurangnya penduduk, dan penemuanpenemuan

BAB I PENDAHULUAN. adalah antara lain, bertambah atau berkurangnya penduduk, dan penemuanpenemuan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu contoh negara yang berada dalam tahap membangun dan berkembang. Seiring dengan berjalannya pembangunan nasional, maka kehidupan masyarakatpun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) UMKM merupakan salah satu sektor ekonomi rakyat yang cukup penting dan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.2092, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-KUKM. Koperasi Penyalur KUR. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PER/M.KUKM/XI/2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN OLEH BANK UMUM DAN BANTUAN TEKNIS DALAM RANGKA PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI PAKPAK BHARAT

BUPATI PAKPAK BHARAT BUPATI PAKPAK BHARAT PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERKUATAN PERMODALAN USAHA BAGI MASYARAKAT MELALUI KREDIT NDUMA PAKPAK BHARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

No. 5/30/BKr Jakarta, 18 November 2003 S U R A T E D A R A N. kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)

No. 5/30/BKr Jakarta, 18 November 2003 S U R A T E D A R A N. kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) No. 5/30/BKr Jakarta, 18 November 2003 S U R A T E D A R A N kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) Perihal : Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Pajak. Pengampunan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5899) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 27 /PBI/2000 TENTANG BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 27 /PBI/2000 TENTANG BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, - 1- PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 27 /PBI/2000 TENTANG BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang mengalami perubahan yang cepat

Lebih terperinci

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/6/PADG/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/6/PADG/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/6/PADG/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG Yth. Direksi Perusahaan Pergadaian di tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN PELAKU USAHA PERGADAIAN, PERIZINAN USAHA PERUSAHAAN PERGADAIAN, DAN

Lebih terperinci

Evaluasi Implementasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat Dalam Rangka Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan, Koperasi (UMKMK).

Evaluasi Implementasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat Dalam Rangka Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan, Koperasi (UMKMK). 1 Evaluasi Implementasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat Dalam Rangka Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan, Koperasi (UMKMK). 1 Endik Hidayat 2 /1406518004 Universitas Indonesia Abstrak Tulisan ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang

Lebih terperinci

KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)

KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) Definisi UMKM UMKM : Usaha Mikro Kecil dan Menengah berdasarkan Undang Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah Usaha Mikro Usaha produktif dengan kriteria

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Fungsi Bank Umum dalam Pemberian Kredit. bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Fungsi Bank Umum dalam Pemberian Kredit. bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Fungsi Bank Umum dalam Pemberian Kredit Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kondisi

Lebih terperinci