PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENCEGAHAN TRAFIKING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG

Transkripsi

1 PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENCEGAHAN TRAFIKING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG Menimbang : a. bahwa trafiking terutama terhadap perempuan dan anak merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat yang mulia sekaligus melanggara hak asasi manusia, sehingga harus dicegah; b. bahwa trafiking terhadap perempuan dan anak telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi dan telah mengancam tatanan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta norma-norma yang telah dilandasi dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia ; c. bahwa pada kenyataannya, praktek trafiking terhadap perempuan dan anak di Provinsi Lampung telah menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan bahkan beresiko kematian bagi korbannya, untuk itu diperlukan upaya pemerintah Provinsi Lampung dalam melakukan pencegahan; d. bahwa berdasrkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b dan huruf c, perlu dibentuk Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang Pencegahan trafiking; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah tingkat I Lampung (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negera Republik Indonesia Nomor 2688); 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3021); 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143) 4. Undnng-Undnng Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai penghapusan Segala. Bentuk Diskriminasi

2 terhadap Wanita (Lembaran Ncgam Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29. lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1977 tentang Pengadilan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668); 6. Undang-Undang Nornor 3 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara republik Indonesia tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886): 7. Undang-Ungang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konversi ILO Nomor 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terpuruk untuk anak (ILO Convention No.182 Concerning The Prohibilion and Immedhate Action for The Elimination of the Worst Form of Child Labour) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 30 Tambahan Lembaran Negara republik Indonesia Nomor 3941); 8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2000 Nomor 208, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4046); 9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4235); 10. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39! Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 11. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerinta~an Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4437); 13. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557); 14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenanf on Civil and Political Right. (Lembaran Negara Republik [ndoncsia Tahun 2005 Nomor 119~ Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558);

3

4 6. Mitra Kerja (stakeholder atau mitra kelja adalah elemen institusi/lembaga (pemerintah, organisasi profegi, organisasi agama, organisasi pemuda, lembaga swadaya masyarakat, akademisi/perguruan tinggi dan praktisi) potensial dalam mendukung upaya pencegahan trati king. 7. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 8. Orang tua adalah ayah dan atau ibu kandung, atau ayah dan atau ibu tiri, atau ayah dan atau ibu angkat. 9. Wali adalah orang atau badan yang dalatl1 kenyataannya mcnjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak. 10. Perempuan adalah orang yang mempunyai alat kelamin perempuan, dapat mengalami menstruasi, hamil dan melahirkan anak, dan menyusui. 11. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang tcrdiri dari suami-isteri, atau suami isteri dan anaknya. atau ayah dan anaknya,atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga. 12. Gugus Tugas Rencana Aksi Daerah Pencegahan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAD P3A) yang selanjutnya di sebut Gugus Tugas adalah wadah kolaborasi dan koordinasi lintas sektoral yang bertujuan untuk menjamin terimplementasi nya Rencana Aksi Provinsi Penghapusan Perdagangan (trafiking). 13. Pemsahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta yang selnjutnya disebut PPTKlS adalah Badan Usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas yang mendapat izin dari Menteri untuk berusaha di bidang jasa penempatan Tenaga Kerja di luar negeri. 14. Pencegahan adalah tindakan dan upaya dalam rangka mencegah sedini mungkin terjadinya segala bentuk trafiking terhadap perempuan dan anak. 15. Trafiking adalah segala tindakan pelaku trafiking yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan atau antar negara) pemindahtanganan, pemberculgkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau ditempat tujuan, perempuan dan anak dengan cara ancaman) penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan utang dan lain-lain), memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, dimana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual (termasuk phaedophi). buruh migran lega] maupun ilegal, adopsi anak, pengantin pesanan. pekerja rumah tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang dan penjualan organ tubuh, serta bentuk -bentuk eksploitasi lainnya. 16. Eksploitasi adalah tindakan berupa penindasan) pemerasan dan pemanfaatan fisik, 5eksual, atau kemampuan seseorang oleh pihak lain yang dilakukan dengan cara sewenang-wenang atau penipuan untuk mendapatkan kelmtungan baik materil maupun non materil.

5 17. Kekerasan adalah setiap perbuatan penggunaan kekuasaan dengan atau tanpa menggunakan sarana secara melawan hukum terhadap fisik atau ancaman kekerasan yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan atau menimbulkan ierampasnya kemerdekaan seseorang schingga tidak mampu mem buat keputusan secara bebas. 18. Ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan penya1ahgunaan non fisik dengan menggunakan atau tidak menggunakan sarana secara melawan hukum dan menimbulkan bahaya bagi badan, nyawa dan kemerdekaan orang, tennasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya. 19. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Lampung. BAB II ASAS, MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Pencegahan trafiking, dilaksanakan berdasarkan asas: a. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945; b. Penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia; c. Keadilan Sosiat d. Persamaan hak dan non Diskriminasi; e. Keadilan dan Kepastian Hukum; f Perlindungan Korban g. Anti Trafiking; dan h. Keterpaduan; Pasal 3 Pencegahan trafiking dimaksudkan sebagai 1andasan dan pedoman bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan dan mengembangkan program pencegahan trafiking khususnya terhadap perempuan dan anak di Provjnsi Lampung. Pasal 4 Pencegahan trafiking bertujuan: a. Mencegah sedini mungkin terjadinya segala bentuk trafiking; b. Memberikan perlindungan terhadap kelompok yang rentan menjadi korban trafiking- dan c.rvfeningkatkan kepekaan dan penyadaran tentang ancaman trafiking bagi masyarakat luas.

6 BAB III UPAYA PENCEGAHAN Bagian Kesatu Kewajiban Pemerintah Daerah Pasal 5 Pencegahan terhadap teij adinya trafiking menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintah Daerah. Pasal 6 Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, Pemerintah Daerah berkewajiban: a. Menyelenggarakan koordinasi, komunikasi, dan informasi dalam upaya pencegahan trafiking; b. Menyusun dan melaksanakan program dan kegiatan pencegahan trafiking; c. Ivlelaksanakan pengawasan terhadap pemsahaan atau tempat bekeija seorang perempuan dan atau anak yang terindikasi kan melakukan praktek trafiking; dan d. Menyelenggarakan sosialisasi penumbuhan kesadaran masyarakat terhadap bahaya trafiking. serta mensosialisasikan kepada masyarakat tentang cara bekerja melalui prosedur resmi (legal). Bagian Kedua Bentuk-bentuk Upaya Pencegahan Pasal 7 (1) Upaya pencegahan trafiking dilakukan secara terpadu olch Perangkat Daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi koordinasi di bidang pemberdayaan perempuan, ketenagakerjaan, kesejahteraan gosiai dan kepariwisataan. (2) Upaya pencegahan oleh Perangkat Daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi koordinasi di bidang pemberdayaan perempuan, dilaksanakan dengan cara: a. Membentuk jaringan kerja (networking) dalam upaya pencegahan trafikingb. Melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi pencegahan "trafiking dengan berbagai Mitra Kerja (stakeholder) berdasarkan pola kerjasama dan kemitraan; dan c. Membentuk sistem informasi tentang pencega.han trafiking, termasuk pemetaan lokasi atau wilayah rawan terjadinya adanya trafiking. (3) Upaya pencegahan Perangkat Daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang ketenagakerjaan, dilaksanakan dengan cara: a. Melakukan pendaftaran bagi perempuan calon tenaga kerja; b. Menjadi jembatan/perantara antara tenaga ke-ja dan PPTKIS; c. Mengawasi proses perekrutan, penempatan tenaga kelja; d. Memiliki data base tentang ketenagakerjaan;

7

8

9

10

11 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR TAHUN 2006 TENTANG PENCEGAHAN TRAFIKING I. UMUM Berdasarkan perkembangan dewasa ini- trafiking yang telah bcrjangsung lama, lebih terarah kepada jenis manusia yang diposisikan pada kondisi yang rentan dan atau tersubordinasi yaitu perempuan dan anak. Perempuan dan anak pada dasarnya adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang l\1aha Esa- sehingga perlu untuk dilindungi harga diri dan martabatnya serta dijamin hak kehidupannya untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrah dan kodratnya. Trafiking merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari tindak kekerasan yang dialami orang terutama perempuan dan anak) termasuk sebagai tindak kejahatan dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Trafiking dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan ekploitasi. meliputi kegiatan perekrutan) pengiriman, pengangkutan antar daerah dan atau antar negara- penyerahan, dan penerimaan orang, terutama perempuan dan anak dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan, penipuan) pemanfaatan pos.is.i kerentanan, atau penjeratan utang untuk tujuan mengekploitasi adalah tindakan berupa penindasan, pemerasan dan pemanfaatan fisik, seksual, tenaga dan atau kemampuan seseorang oleh pihak lain dengan tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual (termasuk phaedopili) buruh imigran, adopsi, kawin paksa, pekerja rumah tangga- pengemis- industri pornografi, peredaran obat terlarang, penjualan organ tubuh yang dilakukan dengan cara sewenang-wenang atau penipuan untuk mendapatkan keuntungan baik materil maupun immateril. Kejahatan trafiking pada masa sekarang telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi, bahkan dilakukan dengan cara profesional dan sifatnya telah melampaui lintas negara sebagai salah satu bentuk tindak kejahatan yang dilakuka.n baik oleh perorangan) kelompok yang terorganisasi maupun sebuah korporasi. Permintaan pasar yang cukup besar karena maraknya bisnis hiburan di kota-kota besar, schingga membuat sebagian perempuan dan anak termasuk orang tua, menjadi korban penipuan oleh para calo atau perantara yang keluar masuk desa -atau kelurahan. Kondisi ini didorong pula oleh adanya latar belakang keluarga dibidang ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan dan terbatasnya lapangan kerja di daerah. Secara umum, di Provinsi Lampung terdapat beberapa faktor yang mendorong terjadinya trafiking, terutama terhadap perempuan dan anak, antara lain: a. Masih tingginya angka kemiskinan dan rendahnya peluang usaha di sektor formal; b. Rendahnya tingkat pendidikan dan kualitas sumber daya pencari kerja; c. Tingginya tingkat pengangguran serta jumlah peker:ia yang tidak terampil; d. Rendahnya kesadaran masyarakat akan kejahatan trafiking; e. Mininll1ya sosialisasi terhadap bahaya kegiatan trafiking; dan

12 f. Lemahnya aparat desa dan kelurahan dalam pengawasan calo pencari kerja dan tenaga kerja perempuan dan anak yang akan keluar daerah. Pada dasarnya, trafiking merupakan salah satu bentuk kejahatan kemanusiaan yang sangat merugikan dan membahayakan masyarakat, bangsa dan negara setia dianggap melecehkan martabat bangsa. Pemerintah Indonesia sebenarnya telah menandatangani Konvensi PBB tentang Pemberantasan Kejahatan Transnasional yang terorganisasi (The United Nations Convention Agenst Transnational Organized Crime and Protocol PJ'event, Suppress and Punish TrajJicking in PerSQn, Ekspecially Women and Children) di Palermo. Italia Tahun 2000 sebagai wujud komitmen bangsa lndonesia dalam melawan kejahatan trafiking. Walaupun demikian masih temap diperlukan sebuah perangkat perahiran perundang-undangan yang mengatur perlindungan khususnya terhadap upaya pencegahan trafiking. Pelaksanaan peneegahan trafiking di Provinsi Lampung selama ini disadari belum sepenuhnya tereapai sesuai dengan reneana yang ditetapkan. Berbagai upaya kebijakan yang pemah dilakukan masih bersifat parsial dan sektoral. Untuk itu perlu diupayakan sebuah langkah yang simultan dan terpadu, antara lain: a. Membentuk perangkat peraturan perundangan-undangan dan kebijakan daerah yang dapat memberikan perlindungan terhadap penegakan hak-hak perempuan dan anak dalam berbagai aspeknya; b. Penataan kelembagaan yang efektif dan responsif yang seeara khusus dapat menangani pennasalahan pemenuhan hak perempuan dan anak; e. Penguatan pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan ekonomi yang berbasis ekonomi kerakyatan~ dan d. Membangun partisipasi dan kepedulian masyarakat yang hakiki terhadap upaya peneegahan trafiking terutama terhadap perempuan dan anak. Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai sebuah upaya Pemerintah Daerah dalam menjajankan kewajibannya berdasarkan kewenangan daerah untuk mengimplementasikan amanah Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 serta memenuhi tuntutan masyarakat dengan memberikan perlindungan terhadap peneari kerja, terutama terhadap perempuan dan anak sesuai dengan prinsip-prinsip pengakuan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Pengaturan terhadap upaya peneegahan trafiking di dalam Peraturan Daerah ini bertujuan: a. Menjalankan politik hukum pemerintah Provinsi Lampung dalam upaya pencegahan trafiking, terutama terhadap.perempuan dan anak; b. Memberikan perlindungan kepada warga masyarakat dari praktik terjadinya trafiking, khususnya kelompok rentan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia; e. Memberikan dasar hukum bagi aparatur pemerintah daerah agar efektif melakukan upaya peneegahan praktik trafik ing; dan d. Meningkatkan pengawasan dan perizinan terhadap PPTKlS dan agen/perantara yang melakukan upaya perekrutan dan pengiriman tenaga kerja di Provinsi Lampung.

13 Dalam rangka membantu pelaksanaan peneegahan trafiking dibentuk Gugus Tugas Reneana Aksi Daerah Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAD P3A) ditingkat Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Dalam melaksanakan tugasnya, Gugus Tugas dimaksud tetap berkoordinasi dengan Kepolisian dan Kejaksaan serta petugas Imigrasi setempat, di samping tugas. pokoknya antara lain: a. Menyusun program dan kegiatan peneegahan trafiking terutama terhadap perempuan dan atau anak di wilayahnya; b. Melaksanakan pengawasan terhadap perusahaan dan atau tempat bekerja seorang perempuan dan atau anak yang telah terindikasikan melakukan praktek trafiking; c. Menyelenggarakan sosialisasi penumbuhan kesadaran masyarakat terhadap bahaya trafiking. selia mensosialisasikan kepada masyarakat tentang eara bekerja melalui prosedur resmi (legal); d. Menga-wasi pel1lsahaan atau tempat kerja dari kemungkinan teljadinya praktek tra11king khususnya terhadap perempuan dan atau anak; dan e. Menerima dan menindaklanjuti setiap laporan adanya indikasi terjadinya praktek trafiking pada perusahaan atau tempat keija di wilayah hukumnya. II. PASAL DEMl-PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Huruf a Huruf b Huruf c Meningkatkan kepekaan dan penyadaran tentang trafiking dimaksudkan sebagai sebuah upaya terpadu dan simultan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat sebagai upaya pencegahan melalui kegiatan sosialisasi kepada masyarakat. Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Ayat (J )

14

15