BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Narkoba merupakan istilah untuk narkotika, psikotropika, dan bahan
|
|
- Handoko Kusumo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan istilah untuk narkotika, psikotropika, dan bahan berbahaya lain. Istilah lain yang sering digunakan yaitu NAPZA yang merupakan singkatan kata dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. Menurut Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, pengertian dari narkotika dijelaskan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Jika digunakan dengan benar, narkoba dapat memberikan manfaat misalnya untuk kegiatan operasi atau pembedahan di rumah sakit. Akan tetapi narkoba lebih banyak disalahgunakan untuk kesenangan dan bahkan sudah menjadi tren atau gaya hidup seseorang. Kalimat kalo loe gak pake narkoba, loe gak gaul merupakan kalimat yang sering digunakan oleh para pengedar narkoba untuk menjebak seseorang agar mau mencoba memakai narkoba. Penyalah-guna narkoba di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dengan jumlah penduduk yang sangat besar maka Indonesia menjadi salah satu negara yang dijadikan sebagai pasar potensial untuk perdagangan ilegal narkoba. Permasalahan ini merupakan efek dari perdagangan ilegal narkoba di dunia yang memang sangat menggiurkan.
2 Berdasarkan laporan BNN pada tahun 2014 perdagangan ilegal narkoba di dunia diperkirakan mencapai 400 milyar US dollar per-tahun, atau 8% dari jumlah nilai keseluruhan perdagangan (UNODC, 1995). Maraknya perdagangan ilegal narkoba tersebut menimbulkan berbagai dampak baik dampak sosial, kesehatan dan ekonomi. Dampak tersebut diantaranya yaitu jika dilihat dari sisi penyalah-guna narkoba, kebutuhan ekonomi untuk membeli narkoba yang berharga mahal akan mendorong para penyalah-guna narkoba melakukan tindak kejahatan atau kriminal seperti pencurian dan perampokan. Data mengenai jumlah penyalah-guna narkoba di Indonesia yang secara akurat atau benar-benar tepat belum ada. Data yang ada merupakan perkiraan dan prevalensi, dan diperkirakan prevalensi jumlah penyalah-guna narkoba dari tahun ke tahun cenderung semakin meningkat. Bahkan dapat dikatakan bahwa perkiraan data penyalah-guna narkoba ini seperti fenomena gunung es dimana jumlah kasus yang ada jauh lebih besar daripada jumlah kasus yang dilaporkan atau dikumpulkan. Berikut adalah proyeksi prevalensi penyalahgunaan narkoba tahun yang dikeluarkan oleh BNN : Tabel 1.1 Proyeksi Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba Tahun Sumber : Badan Narkotika Nasional (BNN)
3 Dari tabel 1.1 tersebut di atas dapat dilihat bahwa prevalensi jumlah penyalahguna narkoba memiliki kecenderungan meningkat tiap tahun. Prevalensi kenaikan penyalahguna narkoba tertinggi diperkirakan terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar 2,80% dan prevalensi kenaikan terendah terjadi pada tahun 2008 yaitu 1,99%. Jika dilihat lebih mendalam lagi dan lebih rinci berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan BNN tahun 2011 tentang prevalensi penyalahguna narkoba terhadap jumlah penduduk yang ada pada tiap propinsi di Indonesia berikut : Tabel 1.2 Prevalensi Penyalahguna Narkoba Pada Tiap Propinsi Sumber : Badan Narkotika Nasional (BNN)
4 Berdasarkan tabel 1.2 tersebut di atas, terdapat satu propinsi yang cukup menarik yaitu Propinsi DIY karena jika dilihat dari jumlah penyalahguna narkoba saja tidak termasuk dalam 5 besar tertinggi akan tetapi jika dilihat dari angka prevalensi antara jumlah pengguna dengan jumlah penduduk maka Propinsi DIY termasuk dalam 5 propinsi dengan angka prevalensi penyalahguna narkoba tertinggi. Rincian urutan 5 propinsi dengan prevalensi penyalahguna narkoba tertinggi di Indonesia berdasarkan tabel 1.2 tersebut di atas yaitu DKI Jakarta (7%), Kepulauan Riau (4,3%), Kalimantan Timur (3,1%), Sumatera Utara (3%), dan Daerah Istimewa Yogyakarta (2,8%). Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu dari propinsi yang memiliki status keistimewaan di Indonesia. Akan tetapi apabila dilihat dari angka prevalensi penyalah-gunaan narkoba dari tabel 1.2 tersebut di atas dimana Propinsi DIY termasuk salah satu dari lima propinsi dengan angka prevalensi penyalahguna narkoba tertinggi di Indonesia maka status keistimewaan tersebut terasa menjadi kurang istimewa. Jumlah penyalahguna narkoba di Propinsi DIY pun dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Berdasarkan data BNN, pada tahun 2015 diprediksikan prevalensi jumlah penyalahguna narkoba naik menjadi 3,37% dari jumlah total penduduk Propinsi DIY yaitu sekitar orang. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena secara nasional berdasarkan data BNN bahwa 22% dari total jumlah penyalahguna narkoba di Indonesia adalah pada kalangan generasi muda dan pelajar. Kondisi tersebut juga sama dengan yang terjadi di
5 Propinsi DIY dimana jumlah mayoritas penyalahguna narkoba adalah generasi muda, pelajar, dan mahasiswa. Kondisi yang mengkhawatirkan tersebut selain memberikan dampak atau kerugian bagi para penyalahguna narkoba sendiri seperti yang telah disebutkan di atas, permasalahan ini juga menimbulkan dampak bagi pembiayaan pemerintah. Berdasarkan laporan survey nasional penyalahguna narkoba BNN tahun 2014, pembiayaan pemerintah ini dinamakan dengan istilah biaya penyalahguna narkoba. Definisi biaya penyalahguna narkoba menurut Collins dan Lapsley (1991, 1996) adalah nilai net sumber daya dalam tahun tertentu yang tidak tersedia bagi masyarakat untuk perilaku pemakaian narkoba atau tujuan investasi sebagai dampak penyalahgunaan narkoba di masa lalu, sekarang dan biaya tidak terlihat akibat penyalahgunaan narkoba. Perhitungan biaya kerugian sosial ekonomi akibat penyalahgunaan narkoba dibutuhkan untuk dasar perhitungan perkiraan pengeluaran pemerintah dalam rangka menangani penyalahgunaan narkoba. Selain digunakan untuk membuat perkiraan pengeluaran pemerintah, perhitungan biaya kerugian sosial ekonomi akibat penyalahgunaan narkoba juga digunakan untuk membuat usulan kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang telah dilakukan saat ini dinamakan kebijakan pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba. Kebijakan pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba yang telah dilakukan oleh pemerintah antara lain yaitu membuat regulasi mengenai penanganan penyalahgunaan narkoba, mendirikan BNN sebagai badan khusus untuk
6 menangani permasalahan penyalahgunaan narkoba, membuat Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) sebagai tempat rehabilitasi, dan kebijakan terkini adalah kebijakan terkait pelaksanaan wajib lapor pecandu narkoba. Kebijakan wajib lapor ini mengarahkan pengguna narkotika dan zat adiktif lainnya agar melakukan lapor diri untuk menjalani rehabilitasi di fasilitas atau Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang telah ditetapkan. Terkait dengan permasalahan penanganan penyalahgunaan narkoba yang memunculkan dilema antara dimasukan ke dalam penjara atau fasilitas rehabilitasi, maka kebijakan rehabilitasi dengan IPWL ini mendapatkan sambutan yang positif karena selain dianggap bahwa penjara tidak akan menyelesaikan masalah, daya tampung dari lapas baik lapas umum atau khusus memiliki daya tampung yang terbatas. Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) adalah salah satu program pemerintah dalam rangka menangani permasalahan penyalahgunaan narkoba yang melibatkan banyak lintas sektor terkait. Regulasi guna mendukung program IPWL ini juga telah dibuat. Misalnya pada tahun 2011 dibuat Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 tahun 2011 tentang wajib lapor bagi pecandu dan pada tahun 2014 dibuat peraturan bersama untuk memudahkan pelaksanaan penanganan penyalahgunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi antara Ketua Mahkamah Agung RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Menteri Kesehatan RI, Menteri Sosial RI, Jaksa Agung RI, Kepolisian RI, dan BNN RI yaitu peraturan bersama No. 01/PB/MA/III/2014, No. 03/2014, No. 11/2014, No. PER-005/A/JA/03/2014 dan PERBER/01/III/2014/BNN.
7 Instansi-instansi yang ditunjuk sebagai IPWL adalah instansi yang berada di bawah Kementerian khususnya Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial maupun Pemerintah Daerah (Pemda). Pemda DIY sebagai salah satu dari 5 besar prevalensi tertinggi penyalahguna narkoba di Indonesia telah melaksanakan kebijakan IPWL tersebut. Pada awalnya Pemda DIY melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY menunjuk lima (5) instansi sebagai IPWL. Kemudian berdasarkan data pada BNN Propinsi DIY pada awal tahun 2015 jumlah IPWL bertambah lagi menjadi 12 instansi. Salah satu instansi yang ditunjuk sebagai IPWL di Pemda DIY yang menarik karena karakteristik khusus yang dimilikinya yaitu Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Grhasia DIY. RSJ. Grhasia DIY merupakan rumah sakit khusus jiwa tipe A milik Pemda DIY. Selain pelayanan kesehatan dan keperawatan jiwa, terdapat pelayanan lain yang dimiliki diantaranya yaitu pelayanan dokter spesialis (mata, anak, saraf, penyakit dalam), geriatri, radiologi, LAB, fisioterapi, diklat dan rehabilitasi NAPZA. Permasalahan yang cukup kompleks terjadi khususnya pada pelayanan rehabilitasi NAPZA karena unit pelayanan inilah yang menjadi unit penerima wajib lapor bagi para penyalahguna narkoba di RSJ. Grhasia DIY. Dengan adanya kebijakan pemerintah melalui peraturan bersama untuk memudahkan pelaksanaan penanganan penyalahgunaan narkoba dengan tidak dimasukan ke dalam penjara tetapi dimasukan ke dalam lembaga rehabilitasi dan dengan jumlah penyalahguna narkoba di Propinsi DIY yang menurut data
8 BNN cukup banyak dan dari tahun ke tahun semakin meningkat serta termasuk dalam lima besar Propinsi dengan prevalensi penyalahguna narkoba terbesar di Indonesia maka seharusnya jumlah penyalahguna narkoba yang datang untuk melakukan rehabilitasi ke RSJ. Grhasia DIY adalah juga banyak dan selalu meningkat. Akan tetapi malah sebaliknya, jumlah penyalahguna narkoba yang melakukan rehabilitasi ke RSJ. Grhasia DIY sangat sedikit. Berikut adalah datanya : Tabel 1.3 Perbandingan Jumlah Pasien Rehabilitasi NAPZA RSJ. Grhasia DIY dan Jumlah Penyalahguna Narkoba DIY Tahun Jumlah Jumlah Pasien Penyalahguna No Tahun Rehabilitasi NAPZA Persentase Narkoba di RSJ. Grhasia DIY Propinsi DIY ,14 % ,1 % ,48 % ,14 % ,13 % ,11 % Sumber : BNN dan Subbag Program Data & TI (PDTI) RSJ. Grhasia DIY (diolah) Berdasarkan data pada tabel 1.3 tersebut di atas terlihat adanya ketimpangan yang cukup besar antara jumlah penyalahguna narkoba di Propinsi DIY dengan jumlah penyalahguna narkoba yang berobat atau melakukan rehabilitasi di RSJ. Grhasia DIY. Selain itu jika dilihat dari persentase jumlah penyalahguna narkoba yang melakukan rehabilitasi ke RSJ. Grhasia DIY dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2014 berdasarkan tabel 1.3 tersebut di atas tidak stabil dan cenderung menurun. Kenaikan persentase tertinggi hanya terjadi pada tahun 2011 dan setelah itu cenderung
9 selalu menurun. Penurunan jumlah pasien rehab NAPZA di RS. Jiwa Grhasia tersebut jika dilihat dari sisi positifnya mungkin menunjukan kesembuhan yang tinggi, akan tetapi jika dilihat dari jumlah penyalahguna narkoba di DIY tidak berbanding lurus dan justru selalu mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah tersebut bisa saja terjadi karena pengobatan yang tidak memberikan kesembuhan dan juga munculnya pengguna NAPZA yang baru. Permasalahan tersebut jika dilihat dari sumbernya kemungkinan dapat terjadi karena beberapa penyebab diantaranya yaitu karena faktor peredaran gelap narkoba yang semakin merajalela, sosialisasi program wajib lapor yang sangat minim, keengganan pecandu ataupun keluarganya untuk melakukan pengobatan karena hal tersebut merupakan aib keluarga, dan mutu atau kualitas pelayanan rehabilitasi NAPZA tidak baik. Salah satu indikator dari maksimal atau tidaknya kinerja suatu pelayanan kesehatan adalah kualitas atau mutu pelayanan kesehatan itu sendiri. Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap jasa pemakai pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi (Azhrul Azwar, 1996). Bagi konsumen yang paling penting ketika mereka berobat ke rumah sakit adalah mereka memiliki keyakinan bahwa dengan berobat ke rumah sakit tersebut mereka akan bisa sembuh. Untuk mewujudkan pelayanan yang dapat memberikan keyakinan kepada pasien tersebut memang sangat sulit. Hal paling mendasar yang harus dipenuhi dalam mewujudkan hal tersebut adalah dengan memaksimalkan mutu atau
10 kualitas pelayanan yang ada dan untuk dapat memaksimalkan mutu atau kualitas pelayanan yang ada terlebih dahulu harus dilakukan pengukuran atas mutu atau kualitas pelayanan yang telah diselenggarakan. Setelah mutu atau kualitas pelayanan dapat diukur maka peningkatan kualitas pelayanan dapat ditingkatkan sehingga mutu atau kualitas pelayanan akan selalu berjalan dengan baik. Setelah mutu atau kualitas dapat berjalan dengan baik maka kegiatan lain seperti promosi atau sosialisasi akan dengan mudah dapat dilaksanakan. Bahkan tanpa melakukan promosi pun ketika mutu atau kualitas pelayanan sudah baik maka pasien yang sembuh dengan sendirinya akan menginformasikan ke saudara atau orang-orang disekitarnya bahwa mereka mendapatkan kualitas pelayanan yang baik dan dapat sembuh sehingga orang lain akan tertarik dan tergerak dengan sendirinya untuk ikut berobat pada pelayanan tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk menganalisis bagaimana mutu pelayanan kesehatan khususnya pada pelayanan rehabilitasi NAPZA yang telah berjalan di RSJ. Grhasia DIY. Dengan adanya analisis terhadap mutu pelayanan rehabilitasi NAPZA ini diharapkan pihak rumah sakit dapat mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan jumlah kunjungan pasien penyelahguna narkoba pada pelayanan rehabilitasi NAPZA di RSJ. Grhasia DIY sangat sedikit atau dapat dikatakan kinerjanya kurang maksimal sehingga pada akhirnya dapat dirumuskan kebijakan yang tepat sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.
11 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana mutu pelayanan rehabilitasi NAPZA di RSJ. Grhasia DIY? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pelayanan rehabilitasi NAPZA RSJ. Grhasia DIY berjalan kurang maksimal. Mutu pelayanan kesehatan terdiri dari beberapa macam faktor, maka untuk mengetahui mutu pelayanan kesehatan harus dilakukan analisis terhadap faktor-faktor dalam mutu pelayanan kesehatan tersebut. Setelah diketahui faktor-faktor tersebut maka dapat dibuat skala prioritas guna mengatasi permasalahan yang ditemukan secara bertahap. Skala prioritas dibuat berdasarkan analisis terhadap faktor-faktor yang paling dominan atau berpengaruh terhadap mutu atau kualitas pelayanan. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini secara umum yaitu untuk menambah referensi dalam suatu analisis mutu pelayanan kesehatan khususnya pada mutu pelayanan rehabilitasi penyalahguna narkoba. Sedangkan manfaat secara khusus adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi RSJ. Grhasia DIY dan instansi-instansi terkait serta para pengambil kebijakan di Propinsi DIY untuk mengambil langkah dan kebijakan yang
12 tepat yang dapat diigunakan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada pelayanan rehabilitasi NAPZA. 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian tentang analisis pelayanan terhadap institusi penerima wajib lapor belum pernah dilakukan sebelumnya. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini : 1. Penelitian tentang pengukuran efektifitas proses internal pada bidang rehabilitasi narkoba yang dilakukan oleh Indrarini Listyowati pada tahun 2008 dengan judul Analisis Efektifitas Proses Internal Pelayanan Rehabilitasi Medis pada Unit Pelaksana Teknis Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data primer didapatkan dari informan yang merupakan tenaga medis yang bekerja pada UPT Terapi dan Rehabilitasi BNN. Data sekunder diperoleh dari data yang telah ada. Analisis data dilakukan berdasarkan penilaian penulis dengan didasari kerangka teori yang digunakan dalam penelitian. Hasil dari penelitian yaitu bahwa proses internal yang terjadi dalam rehabilitasi medis UPT Terapi dan Rehabilitasi BNN, bila dilihat efektifitasnya berdasarkan pendekatan proses internal, sudah cukup efektif bila dilihat dari faktor-faktor berikut : (1). Input, sangat bagus terutama dalam hal sarana dan prasarana serta dukungan anggaran; (2). Proses, sudah bagus terutama dalam pelaksanaan pelayanan berdasarkan Standard Operating Procedure (SOP) meskipun belum ada
13 standar baku tentang pelayanan rehabilitasi medis dari instansi yang berwenang; (3). Output, masih kurang terutama dalam hal pencapaian target pelayanan; (4). Outcome, sudah bagus bila dilihat dari kepuasan residen terhadap pelayanan rehabilitasi medis. Selain itu ditemukan juga bahwa capaian target pelayanan pada bagian rehabilitasi medis UPT Terapi dan Rehabilitasi BNN masih kurang begitu juga dengan jumlah residen yang melanjutkan rehabilitasi sosial masih kurang. (Listyowati, 2008). 2. Penelitian tentang analisis terhadap pembiayaan jaminan rumah sakit yaitu penelitian yang dilakukan oleh Pansunu Perwitasari pada tahun 2013 dengan judul Kendali Biaya Kebijakan JAMPERSAL di RSUD. Kota Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam baik dengan pejabat maupun tenaga lapangan. Data sekunder diperoleh dari data-data yang ada di RS terkait pelayanan tersebut dan dari kajian pustaka lainnya yang relevan. Analisis data dilakukan dengan membandingkan antara teori-teori yang dimiliki penulis dan ketentuan pelaksanaan administrasi Jampersal sesuai dengan aturan yang ada. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan signifikan antara pembiayaan jampersal dibandingkan dengan biaya pelayanan rumah sakit yang telah diberikan kepada pasien Jampersal terkait dengan upaya efisiensi dan efektifitas dalam kendali biaya yang telah dilakukan. Hasil dari penelitian ini yaitu bahwa tidak semua pejabat struktural di RSUD
14 Kota Yogyakarta memahami kendali biaya dan masih lemahnya kontrol terhadap sumber dana. Monitoring langsung dari direksi ternyata juga tidak dilaksanakan secara kontinyu. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya masalah klasik yang berulang yaitu lambatnya proses administrasi serta verifikasi klaim hingga mengakibatkan terjadi penumpukan piutang klaim. (Perwitasari, 2014) 3. Penelitian tentang analisis kualitas pelayanan publik yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ni Luh Putu Puspitasari pada tahun 2015 dengan judul Analisis Kualitas Pelayanan Publik di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Badung. Pendekatan penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Data primer dalam penelitian ini meliputi variabel bukti fisik, daya tanggap, keandalan, jaminan, dan empati. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari Badung Dalam Angka serta dari kualitas pelayanan publik di BPPT Kabupaten Badung. Teknik yang digunakan untuk melakukan pengumpulan data yaitu observasi, kuesioner atau angket dan wawancara mendalam. Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis multivariate yang kemudian datanya akan diolah dengan bantuan program SPSS dan anlisis faktor. Hasil dari penelitian ini yaitu bahwa dari beberapa variabel yang ada dalam penelitian ditemukan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik yaitu variabel kesediaan petugas. Artinya adalah kesediaan aparat pemberi layanan dalam membantu masyarakat pencari ijin khususnya untuk Usaha Mikro Kecil
15 dan Menengah sangat diperlukan dalam membentuk kualitas pelayanan publik di BPPT Kabupaten Badung Bali. (Puspitasari, 2015). 4. Penelitian analisis kualitas pelayanan publik bidang kesehatan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Tamaseri Ginting pada tahun 2012 dengan judul Analisis Kualitas Pelayanan Rawat Jalan Puskesmas Berastagi Kabupaten Karo. Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis kualitas pelayanan rawat jalan berdasarkan penilaian penerima jasa pelayanan atau pasien. Jenis penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian survey dengan pendekatan cross sectional. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada responden dimana variabel yang digunakan dalam kuesioner antara lain meliputi harapan dan persepsi kinerja yang dirasakan oleh responden setelah memperoleh pelayanan kesehatan serta karakteristik dari responden. Data sekunder diperoleh dari laporan tahunan dan catatan lain yang ada di Puskesmas Berastagi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif (univariat) dan analisis bivariat. Hasil penelitian ini yaitu ditemukan bahwa kinerja pelayanan rawat jalan Puskesmas Berastagi belum sepenuhnya dapat memberikan kepuasan pada pasien, karena masih terdapat gap antara harapan dengan persepsi pasien pada kelima dimensi pelayanan. Nilai kesenjangan yang paling besar antara persepsi dengan harapan pasien terdapat pada dimensi assurance, diikuti oleh dimensi reliability, dimensi responsiveness, dimensi emphaty, dan dimensi tangible. (Ginting, 2014).
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.465, 2014 PERATURAN BERSAMA. Penanganan. Pencandu. Penyalahgunaan. Narkotika. Lembaga Rehabilitasi. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea Ke Empat yang menyebutkan bahwa tujuan pembentukan Negara Indonesia adalah melindungi segenap
Lebih terperincipersepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika adalah zat adiktif yang menyebabkan kehilangan kesadaran dan ketergantungan bagi penggunanya. Narkotika meningkatkan daya imajinasi manusia dengan merangsang
Lebih terperinciSOSIALISASI INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL) OLEH : AKBP AGUS MULYANA
SOSIALISASI INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL) OLEH : AKBP AGUS MULYANA PECANDU ATAU PENYALAHGUNA NARKOBA SILAHKAN MELAPOR/DATANG KE BNNP BANTEN TIDAK AKAN DIPIDANAKAN/DIPENJARAKAN TERMINOLOGI KELUARNYA
Lebih terperinciKementerian Sosial RI
disampaikan pada: Evaluasi Program Rehabilitasi Sosial 2017 dan Sinkronisasi Program Rehabilitasi Sosial 2018 Oleh W. Budi Kusumo Direktur RSKP NAPZA Kementerian Sosial RI Jakarta, 21 Februari 2018 Dasar
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Perancangan Interior Panti Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, kasus peredaran dan penyalahgunaan narkoba saat ini semakin marak terjadi di Indonesia. Indonesia merupakan negara yang berpenduduk sekitar
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. sekedar untuk, misalnya bersenang-senang, rileks atau relaksasi dan hidup mereka tidak
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang apabila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga bilamana disalahgunakan
Lebih terperinciPERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang NAPZA adalah singkatan untuk Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika, Psikotropika dan Bahan-bahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak pada kehidupan sosial ekonomi individu, masyarakat, bahkan negara. Gagal dalam studi,gagal dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA Arsitektur Perilaku. Catherine ( ) 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepanjang tercatat dalam sejarah manusia, NAPZA dipuja karena manfaatnya bagi manusia tetapi sekaligus dikutuk karena efek buruk yang diakibatkannya. NAPZA alami sudah
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Narkoba(Narkotika dan obat/bahan berbahaya) sebagai kelompok obat, bahan, atau zat
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memperkenalkan istilah NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) atau yang sering dikenal dengan Narkoba(Narkotika
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA
PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI SOSIAL YANG DISELENGGARAKAN OLEH PEMERINTAH/ PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. remaja. Perubahan yang dialami remaja terkait pertumbuhan dan perkembangannya harus
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia salah satunya ditentukan oleh kualitas upaya kesehatan pada setiap periode kehidupan sepanjang siklus hidup, termasuk
Lebih terperinci2014, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega
No.303, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Pelayanan. Lembaga Rehabilitasi Narkoba. Komponen Masyarakat. Pelaksanaan. Penelitian. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN Pada bagian awal dari bab in akan dibahas tentang permasalahan narkoba dan mengenai ditetapkannya Strategi Nasional Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan peredaran Gelap Narkotika,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pergaulan masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pergaulan masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat pesat. Hal ini disebabkan oleh tingginya arus globalisasi yang masuk ke Indonesia baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman seperti sekarang ini, semakin banyak saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam masyarakat. Diantara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah penyalahgunaan narkoba terus menjadi permasalahan global. Permasalahan ini semakin lama semakin mewabah, bahkan menyentuh hampir semua bangsa di dunia ini.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus penyakit HIV/AIDS masih merupakan masalah di DKI Jakarta, dimana strategi penanggulangan laju peningkatan penyakit ini belum mampu mengatasi problem secara komprehensive.
Lebih terperinciRUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini baik narkoba atau napza
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain narkoba, istilah yang di perkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Lebih terperinciBNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT
BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT Kamis, 11 September 2014 10:28:28 Medan (SIB)- Badan Narkotika Nasional Provinsi melakukan tes urine terhadap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan Sumatera Utara di kantor perwakilan
Lebih terperinciADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya (Waluyo, 2011).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan NAPZA merupakan salah satu ancaman yang cepat atau lambat dapat menghancurkan generasi muda. Negara Indonesia merupakan negara yang tidak lepas dari
Lebih terperinciPROGRAM HARM REDUCTION DI INDONESIA "DARI PERUBAHAN PERILAKU KE PERUBAHAN SOSIAL"
PROGRAM HARM REDUCTION DI INDONESIA 1999-2011 "DARI PERUBAHAN PERILAKU KE PERUBAHAN SOSIAL" Inang Winarso Asisten Deputi Program / Pembina Wilayah Sekretariat KPA Nasional Pengertian HR Adalah cara praktis
Lebih terperinci2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2
No.1438, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Lembaga Rehabilitasi Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika sebagai bentuk tindakan yang melanggar hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN LEMBAGA REHABILITASI SOSIAL BAGI PECANDU DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
Lebih terperinci2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2
No.219, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Lembaga Rehabilitasi Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN
Lebih terperinciA. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI III DPR-RI KE LAPAS NARKOTIKA II A PROVINSI DI YOGYAKARTA PADA MASA PERSIDANGAN I TAHUN SIDANG 2014 A. PENDAHULUAN I.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan yang terus meningkat. Hal ini merupakan ancaman yang serius bukan saja terhadap kelangsungan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan membahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jenis penelitian, populasi penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil dan makmur, sejahtera, tertib dan
Lebih terperinciS A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,
02 Maret 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR 29 S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 29 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya non tembakau dan alkohol) baik di tingkat global, regional
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG
PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENILAIAN PELAKSANAAN PELAYANAN LEMBAGA REHABILITASI NARKOTIKA KOMPONEN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Prosedur Pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon. pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Korban penyalah guna dan
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Prosedur Pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon Standar Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Gangguan Penyalahgunaan Narkoba meliputi pelayanan rehabilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergaulan dalam hidup masyarakat merupakan hubungan yang terjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergaulan dalam hidup masyarakat merupakan hubungan yang terjadi setiap hari antara anggota-anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Pergaulan tersebut
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak Pidana Narkotika merupakan salah satu tindak pidana yang cukup banyak terjadi di Indonesia. Tersebarnya peredaran gelap Narkotika sudah sangat banyak memakan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.844, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Rehabilitasi. Penyalahgunaan. Pencandu. Narkotika. Penanganan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. bahan aktif lainya, dimana dalam arti luas adalah obat, bahan atau zat. Bila zat ini masuk
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba sudah menjadi istilah popular di masyarakat, namun masih sedikit yang memahami arti narkoba. Narkoba merupakan singkatan dari narkotika psikotropika dan bahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini peredaran dan penggunaan narkoba di kalangan masyarakat Indonesia nampaknya sudah sangat mengkhawatirkan dan meningkat tiap tahunnya. Kepala Badan Narkotika
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG
PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN TERSANGKA DAN/ATAU TERDAKWA PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia yang dimiliki oleh manusia di dunia. Negara Republik Indonesia menjamin kesehatan sebagai salah satu hak bagi setiap
Lebih terperinciRatna Indah Sari Dewi 1. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Syedza Saintika Padang 1 ABSTRAK
E A T Volume7, Nomor 1, Juni 2016 Jurnal Kesehatan Medika Saintika Vol 7 (1) Jurnal Kesehatan Medika Saintika http://jurnal.syedzasaintika.ac.id KARAKTERISTIK INDIVIDU PENGGUNA DAN POLA PENYALAHGUNAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup masyarakat dewasa ini menimbulkan banyak masalah yang mengancam berbagai aspek kehidupan masyarakat terutama generasi muda. Salah satunya adalah penyalahgunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga
BAB I PENDAHULUAN Permasalahan penyalahgunaan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, dari sudut medik psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psiko sosial (ekonomi politik, sosial budaya, kriminalitas
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. dan swasta semakin menuntut pelayanan yang bermutu. Tidak dapat dipungkiri pada
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemenkes RI menyatakan mutu pelayanan kesehatan merupakan segala hal yang meliputi kinerja yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang
Lebih terperinciPELAKSANAAN TUGAS INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR DI PUSKESMAS PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI
1 PELAKSANAAN TUGAS INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR DI PUSKESMAS PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI (Studi Di Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi) Disusun Oleh : Agus Darmawan Pane, 10.10.002.74201.020,
Lebih terperinci2015 PUSAT REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PRIA
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perancangan Korban dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) atau yang biasa dikenal sebagai NARKOBA (Narkotika dan Obat berbahaya)
Lebih terperinciDUKUNGAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DALAM PENYEMBUHAN PASIEN NAPZA DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA
DUKUNGAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DALAM PENYEMBUHAN PASIEN NAPZA DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA Elisa Putri D. Siahaan*, Wardiyah Daulay** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan USU **Dosen
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat jika masuk kedalam tubuh manusia akan memengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan bahwa salah tujuan dari pengaturan narkotika adalah untuk menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S -1 Keperawatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kunci sukses agar dapat bersaing di era globalisasi adalah kemampuan untuk memenuhi atau melampaui standar-standar yang berlaku. Dalam pandangan tradisional,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA (Narkotika dan bahan/obat berbahaya)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. narkoba pada tahun 2012 berkisar 3,5%-7% dari populasi dunia yang berusia 15-64
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang United Nation Office on Drugs and Crime memperkirakan penyalahguna narkoba pada tahun 2012 berkisar 3,5%-7% dari populasi dunia yang berusia 15-64 tahun (UNODC, 2014).
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang
1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) yang bermarkas besar di United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang melaporkan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang pengobatan dan studi ilmiah sehingga diperlukan suatu produksi narkotika yang terus menerus
Lebih terperinciDwi Gita Arianti Panti Rehabilitasi Narkoba di Samarinda BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Narkoba atau yang kini dikenal juga dengan sebutan NAPZA, adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Bahan/ zat adiktif. Narkoba merupakan bahan/ zat
Lebih terperinciPertemun Koordinasi Dinas Kesehatan Jawa Tengah
Pertemun Koordinasi Dinas Kesehatan Jawa Tengah TARGET DAN CAPAIAN INDIKATOR SEMESTER 1 TAHUN 2012 No SUMBER INDIKATOR TARGET CAPAIAN 1 RKP Persentase RSJ yang memberikan layanan subspesialis utama dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia dikenal dengan Negara Hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bertujuan mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis. Zat tersebut menyebabkan penurunan atau perubahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah narkoba tergolong belum lama, istilah narkoba ini muncul sekitar tahun 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang yang termasuk
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. Dokterlah yang memutuskan apakah pecandu perlu diberikan obat tertentu untuk
BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagaiberikut: 1. Proses rehabilitasi bagi pecandu narkotika yang dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Hal Itu berarti bahwa penegakan hukum menjadi yang utama
Lebih terperinciNo II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5419 KESEHATAN. Narkotika. Penggunaan. Larangan. Aturan Pelaksanaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 96) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di hadapan hukum serta setiap individu dalam kehidupan bermasyarakat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. No.269/MENKES/PER/III/2008 pasal 1 ayat 3 adalah tempat. untuk praktik kedokteraan atau kedokteran gigi.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sarana pelayanan kesehatan menurut Permenkes No.269/MENKES/PER/III/2008 pasal 1 ayat 3 adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. 4.1 Visi dan Misi Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan a.
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan a. Visi Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. juga dianggap sebagai pelanggaran hukum.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) di Indonesia merupakan sesuatu yang bersifat komplek dan urgent, permasalahan ini menjadi marak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang fungsi utamanya memberikan pelayanan, perawatan, dan pengobatan kepada seluruh pasien, baik rawat inap, rawat jalan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman nasional yang perlu mendapatkan perhatian yang serius oleh segenap element bangsa. Ancaman
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. Universitas Indonesia
14 Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi ini semakin banyak masalah yang dihadapi oleh negara, baik negara maju maupun negara berkembang, tak terkecuali dengan negara kita. Salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis
1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) sudah menjadi masalah di tingkat nasional, regional maupun global. Hasil dari laporan perkembangan situasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia, negara Indonesia merupakan negara demokrasi yang oleh karena itu segala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menuliskan bahwa negara Indonesia adalah Negara Hukum. Salah satu prinsip penting negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari semakin memprihatinkan terlebih di Indonesia. Narkotika seakan sudah menjadi barang yang sangat mudah
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. 4.1 Visi dan Misi Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan a.
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan a. Visi Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puskesmas adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena peredarannya melingkupi disemua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam menerima pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan suatu aktivitas yang dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu kebutuhan yang sangat didambakan setiap orang. Setiap orang mempunyai hak kemana dan dimana mendapatkan pelayanan kesehatan terhadap dirinya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam era globalisasi, persaingan bisnis menjadi sangat ketat baik di pasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi, persaingan bisnis menjadi sangat ketat baik di pasar domestik (nasional) maupun pasar internasional (global). Rumah sakit sebagai salah satu bisnis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kualitas pelayanan yang ditawarkan kepada konsumen dalam. merasakan kepuasan terhadap kualitas yang ditawarkan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia antara lain adalah kesehatan. Setiap orang melakukan berbagai cara untuk memperoleh kesehatan yang prima. Seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puskesmas adalah suatu unit organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan yang berada di garda terdepan dan mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba telah menjadi permasalahan dunia yang tidak mengenal batas Negara, juga menjadi bahaya global yang mengancam
Lebih terperinciBUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Indonesia memiliki banyak keanekaragaman budaya dan kemajemukan masyarakatnya. Melihat dari keberagaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan
1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 pasal 46 dan 47 menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN MEDIS TAHANAN DAN NARAPIDANA KORBAN PENYALAHGUNAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dewasa ini sedang berlangsung proses pembaharuan hukum pidana. Pembaharuan hukum pidana meliputi pembaharuan terhadap hukum pidana formal, hukum pidana
Lebih terperinciGAMBARAN PENGETAHUAN DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA DI SMK NEGERI 2 SRAGEN KABUPATEN SRAGEN
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA DI SMK NEGERI 2 SRAGEN KABUPATEN SRAGEN Putri Eka Hidayati, Indarwati Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sesuai dengan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermutu, dan terjangkau. Hak warga negara dijamin oleh pemerintah dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Warga negara Indonesia berhak atas pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Hak warga negara dijamin oleh pemerintah dalam Undang-undang Kesehatan No.
Lebih terperinci