KERENTANAN SOSIALTERHADAP BANJIR DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN SOLO PASCA RELOKASI MANDIRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERENTANAN SOSIALTERHADAP BANJIR DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN SOLO PASCA RELOKASI MANDIRI"

Transkripsi

1 Kean Sosial Terhadap Banjir di Bantaran Sungai Bengawan Solo Paska Relokasi Mandiri... (Setyaningrum et al.) KERENTANAN SOSIALTERHADAP BANJIR DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN SOLO PASCA RELOKASI MANDIRI (Social Vulnerability to Flood on Bengawan Solo River Bank After Independent Relocation) Agustina Setyaningrum 1, Dyah Rahmawati H. 2, Muh. Aris Marfai 2 Institut Teknologi Yogyakarta (ITY-STTL YLH) 1 Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada 2 Jalan Janti Gedongkuning, Yogyakarta agustinasetya@gmail.com Diterima (received): 17 Agustus 2016; Direvisi (revised): 5 Maret 2017; Disetujui untuk dipublikasikan (accepted): 5 Juli 2017 ABSTRAK Banjir besar pada akhir tahun 2007 mengharuskan Pemerintah Kota Surakarta untuk melaksanakan program relokasi paska terjadinya banjir. Masyarakat pindah dan menempati lokasi relokasi namun tidak jauh dari bantaran Sungai Bengawan Solo. Penelitian ini bertujuan untuk menilai tingkat sosial masyarakat terhadap banjir pasca relokasi yang bertempat tinggal di sempadan Sungai Bengawan Solo. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengambilan sampel yaitu simple random sampling. Analisis data keruangan dilakukan dengan metode Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCE). Penilaian dengan menggunakan dua skenario yaitu skenario lingkungan dan skenario ekonomi. Hasil proses SMCE menunjukkan bahwa di lokasi relokasi, terdapat wilayah-wilayah yang masuk dalam sosial tinggi dan sedang. Berdasarkan skenario lingkungan, menunjukkan bahwa seluruh kelurahan/desa lokasi relokasi memiliki tinggi kecuali Kelurahan Mojosongo yang memiliki sedang. Berdasarkan skenario ekonomi, menunjukan lokasi relokasi yang termasuk dalam tinggi adalah Kelurahan Semanggi, Jebres, dan Desa Gadingan. Sedangkan lokasi relokasi yang termasuk dalam sedang dalam skenario ekonomi adalah Kelurahan Mojosongo, Desa Laban, dan Desa Plumbon. Kata kunci:, banjir, relokasi ABSTRACT Great flood at the end of 2007 requires Government of Surakarta to implement the relocation program after the flood. The community moved and occupied the relocation site but not far from the banks of Bengawan Solo River. The aim of the study is to assess the level of social vulnerability after relocation. The data used in this study consist of primary data and secondary data. The sampling technique used in this study was simple random sampling. Spatial data analysis was conducted using Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCE). The vulnerability assessment using two scenarios, the environmental scenario and economic scenario. Results of the SMCE showed that in relocation sites there are areas that fall into high and medium social vulnerability. Based on the environmental scenarios, the relocation areas have high vulnerability except for Mojosongo which have moderate vulnerability. Based on the economic scenarios, the relocation area that included in high vulnerability are Semanggi, Jebres, and Gadingan. While the relocation area that included in moderate vulnerability using economic scenario are Mojosongo, Laban, and Plumbon. Keywords: vulnerability, flood, relocation PENDAHULUAN Kota Surakarta merupakan salah satu kota di Pulau Jawa yang terhadap terjadinya banjir. Curah hujan yang tinggi pada tahun 2007 telah menyebabkan banjir karena meluapnya Sungai Bengawan Solo di kawasan perkotaan Kota Surakarta dan telah menggenangi dua belas kelurahan di sepanjang aliran sungai serta menyebabkan ribuan rumah mengalami kerusakan (Pemerintah Kota Surakarta, 2012). Masyarakat yang bertempat tinggal di sepanjang aliran sungai sangat rawan terhadap terjadinya bencana banjir. Banjir telah membunuh lebih dari orang di seluruh dunia dan sekitar 1,4 milyar orang terkena dampak banjir hingga akhir abad 20 (Jonkman, 2005 dalam Shen, 2010). Kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Semarang dan juga wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo dan DAS Benannain di Nusa Teggara Timur secara historis sering mengalami banjir (Rencana Nasional Penanggulangan Bencana ). Menurut sejarahnya, pada tahun 1966 Kota Surakarta pernah mengalami banjir besar dan menggenang hingga alun-alun Kota Surakarta. Sejarah terjadinya banjir di Kota Surakarta antara lain pada Bulan Maret 1966, Maret 1968, Maret 1973, Februari 1974, Maret 1975, Januari 1985, 105

2 Majalah Ilmiah Globë Volume 19 No. 2 Oktober 2017: Februari 1993, Desember 2007, Maret 2008, Februari 2009, tahun 2012, dan Januari 2013 (Zein, 2010). Pasca terjadinya banjir akhir tahun 2007, Pemerintah Kota Surakarta memiliki program penanganan banjir yaitu program perbaikan rumah bagi masyarakat yang berada diluar kawasan sempadan sungai dan relokasi bagi warga yang berada di kawasan sempadan Sungai Bengawan Solo (Pemerintah Kota Surakarta, 2012). Relokasi masyarakat yang bertempat tinggal di bantaran Sungai Bengawan Solo Kota Surakarta memang harus dilakukan untuk menghindari munculnya korban jika terjadi banjir. Kawasan ini memiliki dan ancaman banjir yang sewaktu-waktu dapat terjadi jika musim penghujan. Department for International Developmnet (DFID) (1999) menjelaskan terkait dengan konteks yang meliputi trends, shocks dan seasonality. Masyarakat terkadang kurang menyadari ketika kehidupan mereka sangat terhadap suatu hal. United Nations Office for Disaster Risk Reduction (UNISDR) (2009) juga menyebutkan bahwa menunjukkan keadaaan suatu individu atau kelompok yang terhadap dampak dari kemungkinan bahaya yang akan terjadi. Kean ditunjukkan pada bagaimana sekelompok masyarakat/individu dalam mempengaruhi kehidupan mereka, bagaimana kapasitas mereka dalam mengantisipasi, mengatasi, dan kembali pulih sebagai dampak dari terjadinya suatu bencana. Mereka juga bisa dikatakan ketika mereka termasuk dalam kategori miskin dan sangat terbatas untuk mengakses sumber daya (Wisner et al., 2003). Sedangkan Cutter et al. (2003) menyebutkan bahwa Kean dibagi menjadi dua kategori yaitu biofisik yang merupakan karakteristik fisik yang menyebabkan kerugian dan sosial yang dipengaruhi oleh karakter individu. Hizbaron (2013) melakukan penelitian terkait dengan masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan merapi dengan menggunakan 3 kriteria yaitu kriteria sosial, fisik, dan ekonomi. Ketiga kriteria tersebut dijadikan sebagai dasar dalam penentuan kelas dan masingmasing kriteria memiliki faktor yang mempengaruhi. Program relokasi mulai dilakukan sejak tahun 2008 hingga tahun 2015 (Pemerintah Kota Surakarta, 2012). Umumnya masyarakat memilih sendiri lokasi relokasi baik itu secara individu maupun kolektif yang tersebar di Kota Surakarta, Kabupaten Sukoharjo, dan sekitarnya. Relokasi ini dapat disebut sebagai relokasi mandiri karena masyarakat sendiri yang mencari lokasi relokasi. Mereka dapat melakukan relokasi secara individu maupun berkelompok. Mayoritas masyarakat melakukan relokasi secara berkelompok. Program ini juga mendukung program pemerintah lainnya yaitu mengembalikan fungsi utama dari kawasan sempadan sungai yang merupakan kawasan lindung harus dikembalikan. Bagi masyarakat yang sudah direlokasi, mereka bertempat tinggal di lokasi yang baru. Berpindah lokasi dan bertempat tinggal di lokasi yang baru menyebabkan masyarakat mengalami perubahan kondisi penghidupan (livelihood) mereka. Penelitian ini bertujuan untuk menilai tingkat sosial masyarakat terhadap banjir pasca relokasi yang umumnya berlokasi di sempadan Sungai Bengawan Solo. Peneliti mengacu kepada penelitian yang dilakukan oleh Hizbaron (2013) yang menggunakan beberapa kriteria untuk penentuan kelas. METODE Penelitian sosial dilakukan di lokasi relokasi di tiga kelurahan di Kota Surakarta dan tiga desa di Kabupaten Sukoharjo. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepala keluarga pada wilayah desa/kelurahan yang direlokasi. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Peralatan yang digunakan dalam pengambilan data di lapangan meliputi Global Positioning System (GPS), kamera, alat perekam, dan alat bantu kuesioner. Gambar 1. Lokasi Penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Jumlah populasi pada lokasi relokasi sebesar 727 Kepala Keluarga (KK) dan tersebar pada enam (6) desa/kelurahan yang ada di lokasi relokasi. Tingkat kepercayaan 90%, sehingga berdasarkan pada Nomogram Harry King maka jumlah sampel yang diambil sebanyak 73 sampel dan tersebar di berbagai desa/kelurahan penelitian. Sampel diambil pada masyarakat yang direlokasi. Jumlah sampel untuk masing-masing wilayah desa/kelurahan disajikan dalam Tabel 1. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini tergantung dari masing-masing tujuan penelitian. Tabel 2 menunjukkan variabel penelitian yang digunakan. Teknik yang digunakan adalah simpel random sampling karena sampel yang diambil dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut. 106

3 Kean Sosial Terhadap Banjir di Bantaran Sungai Bengawan Solo Paska Relokasi Mandiri... (Setyaningrum et al.) Tabel 1. Jumlah Sampel. Desa/kelurahan Jumlah sampel Kelurahan Jebres 4 Kelurahan Mojosongo 50 Kelurahan Semanggi 2 Desa Laban 10 Desa Gadingan 5 Desa Plumbon 2 Analisis data keruangan dilakukan dengan metode Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCE) yang terdapat dalam software Ilwis. SMCE adalah metode yang digunakan untuk membantu proses pengambilan keputusan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dengan menggunakan kriteria ruang (Westen et al., 2011). Metode ini dipilih karena mampu menyajikan penilaian suatu wilayah secara spasial. Metode SMCE ini didasarkan pada Analytical Hierarchy Process (AHP) yaitu suatu model untuk membantu pengambilan keputusan dengan menggunakan hierarki dan untuk memecahkan masalah yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam kelompokkelompoknya (Saaty, 1980 dalam Westen et al., 2011). Metode SMCE terdiri dari empat tahapan yaitu analisis pohon masalah, standardisasi, pembobotan dan penyusunan skenario. Klasifikasi Pohon Masalah (Problem Tree Analysis) Proses awal dalam membuat pohon masalah adalah menentukan tujuan utama. Tujuan utama dalam penilaian ini adalah untuk mengetahui total pada masing-masing wilayah relokasi. Penentuan kriteria/parameter yang digunakan dalam hal ini menggunakan empat (4) kriteria/parameter yaitu fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Masing-masing kriteria/parameter tersebut diisi dengan variabel/faktor yang mempengaruhi. Berikut pohon masalah dalam proses SMCE seperti yang disajikan pada Gambar 2. Tabel 2. Variabel Penelitian yang Digunakan. Kriteria Variabel Deskripsi Fisik Kepadatan bangunan Semakin padat bangunan rumah maka semakin Tipe bangunan Dibedakan menjadi bangunan permanen, non permanen, dan semi permanen. Bangunan non permanen sangat mudah mengalami kerusakan sehingga lebih Sosial Pendidikan Semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin Gender Usia Jumlah penduduk Jumlah penyandang cacat Jika lebih banyak wanita maka akan semakin karena wanita cenderung lebih sukar proses pemulihannya dibanding laki-laki Jika banyak penduduk berusia muda dan tua maka lebih tinggi Semakin tinggi jumlah penduduk maka semakin Semakin banyak jumlah penyandang cacat maka semakin Pendapatan Semakin tinggi pendapatan maka semakin tidak Jenis pekerjaan Jumlah keluarga miskin Jika umumnya berkerja sebagai manager atau pekerjaan professional lainnya maka tingkat rendah Semakin banyak keluarga miskin maka semakin Sejarah bencana Semakin sering mengalami banjir maka semakin Jarak permukiman dengan sungai Penggunaan lahan Ketinggian permukiman Semakin dekat dengan sungai maka semakin Semakin banyak lahan terbangun maka semakin Jika badan sungai lebih tinggi dari ketinggian permukiman maka semakin Standardisasi Gambar 2. Proses Pembuatan Pohon Masalah. Standardisasi dilakukan untuk menyamakan ukuran data yang bervariasi menjadi memiliki nilai antara 0-1. Semua nilai dalam variabel harus disamakan sehingga akan memberikan hasil yang sama. Metode yang digunakan dalam standardisasi menggunakan metode cost dan benefit. Benefit berarti variabel/faktor tersebut memberikan pengaruh yang besar terhadap dan sebaliknya jika memilih cost maka variabel/faktor tersebut tidak memberikan pengaruh yang besar bagi. Dalam penelitian ini, salah satu variabel adalah tingkat pendidikan. Semakin rendah tingkat pendidikannya maka akan semakin tinggi. Berikut standardisasi untuk variabel tingkat pendidikan disajikan pada Gambar

4 Majalah Ilmiah Globë Volume 19 No. 2 Oktober 2017: Gambar 3. Standardisasi untuk Tingkat Pendidikan. Pembobotan Proses selanjutnya adalah melakukan pembobotan antar varibel dan pembobotan antar parameter. Gambar 4. Pairwise Comparisson dalam Proses Pembobotan Parameter Sosial. Metode yang digunakan dalam pembobotan adalah metode pairwise comparisson yaitu membandingkan faktor-faktor yang dipasangkan berdasarkan pada konsistensi peneliti dan selanjutnya memberikan nilai terhadap faktorfaktor tersebut (Westen et al., 2011). Proses pembobotan disajikan Gambar 4. Proses pembobotan ini sangat berdasarkan pada inkonsistensi peneliti. Tingkat inkonsistensi peneliti dapat dilihat pada nilai inconsistency ratio, yakni sebesar 0,001 sehingga proses pembobotan konsisten. yang digunakan dalam penilaian total ini menggunakan dua skenario. pertama yang digunakan adalah skenario lingkungan. Penggunaan skenario lingkungan ini didasarkan pada sejarah banjir yang selalu terjadi di bantaran Sungai Bengawan Solo dan jarak sungai yang dekat dengan permukiman. Aturan jarak sungai ini mengacu pada aturan bahwa sempadan sungai pada sungai besar adalah 100 m dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai (Permen PUPR No 28 tahun 2015). pembobotan disajikan pada Tabel 3. Penilaian menggunakan g nilai 0-1, di mana 0 adalah nilai terendah dan 1 adalah nilai tertinggi. Setelah diperoleh nilai selanjutnya diklasifikasikan menjadi 3 kelas yaitu kelas rendah (0-0,33), kelas sedang (0,34-0,66) dan kelas tinggi (0,67-1). Tabel 3. Pembobotan Kean. No. Kriteria dan Variabel Deskripsi Pembobotan Pembobotan 1 Kriteria fisik 0,11 0,13 Kepadatan bangunan Semakin padat bangunan rumah maka semakin 0,50 0,50 Tipe bangunan Dibedakan menjadi bangunan permanen, non permanen dan semi permanen. Bangunan non permanen sangat mudah mengalami kerusakan sehingga lebih 0,50 0,50 2 Kriteria sosial 0,12 0,13 Tingkat pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tidak 0,05 0,04 Gender (rasio laki-laki dan perempuan) Usia non produktif Jika lebih banyak wanita maka akan semakin karena wanita cenderung lebih susah untuk proses recovery daripada laki-laki Jika banyak penduduk berusia muda dan tua maka 0,05 0,04 0,28 0,15 lebih tinggi Jumlah penduduk Semakin tinggi jumlah penduduk maka semakin 0,33 0,61 Penyandang cacat Semakin banyak jumlah penyandang cacat maka semakin 0,28 0,15 3 Kriteria ekonomi 0,12 0,63 Tingkat pendapatan Semakin tinggi pendapatan maka semakin tidak 0,45 0,71 Jenis pekerjaan Jika umumnya berkerja sebagai manager atau pekerjaan 0,09 0,14 professional lainnya maka tingkat rendah Jumlah keluarga miskin Semakin banyak keluarga miskin maka semakin 0,45 0,14 4 Kriteria 0,65 0,13 Sejarah bencana Semakin sering mengalami banjir maka semakin 0,58 0,25 Jarak permukiman Semakin dekat dengan sungai maka semakin 0,13 0,25 Penggunaan lahan Semakin banyak lahan terbangun maka semakin 0,15 0,25 Ketinggian permukiman Jika badan sungai lebih tinggi dari ketinggian permukiman maka 0,13 0,25 semakin 108

5 Kean Sosial Terhadap Banjir di Bantaran Sungai Bengawan Solo Paska Relokasi Mandiri... (Setyaningrum et al.) kedua yang digunakan adalah skenario ekonomi. ekonomi melihat bahwa variabel yang paling berkembang ke depan adalah variabel ekonomi. Pemilihan skenario ekonomi ini karena banyaknya jumlah KK miskin di lokasi penelitian. Demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Hizbaron (2013) yang menyebutkan bahwa skenario ekonomi diberikan bobot yang lebih tinggi karena kondisi ekonomi menunjukkan ketidakmampuan wilayah dalam hal ekonomi. Apabila nya tinggi maka wilayah tersebut akan memiliki kemampuan yang lama dalam membangun kembali wilayahnya. Hizbaron (2013) dalam penelitiannya memberikan bobot yang tinggi pada skenario ekonomi, hal ini disebabkan karena kriteria ekonomi memiliki faktor pengaruh yang cukup signifikan terhadap ketiga jenis yang ada, maka kriteria ekonomi diberikan pembobotan yang lebih tinggi dibandingkan kriteria lainnya di semua skenario. Berikut disajikan skenario pembobotan pada penelitian yang dilakukan oleh Hizbaron (2013) pada Tabel 4. Tabel 4. Pembobotan Kean. No. Kriteria dan Variabel Pembobotan Pembobotan Equali 1 Kriteria 0,26 0,33 sosial 2 Kriteria fisik 0,1 0,33 3 Kriteria ekonomi 0,64 0,33 Sumber: Hizbaron (2013) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil proses SMCE sosial total pada skenario lingkungan menunjukkan bahwa seluruh desa/kelurahan yang menjadi lokasi relokasi memiliki tinggi kecuali Kelurahan Mojosongo yang memiliki sedang dengan nilai 0,59. Lokasi relokasi di Kelurahan Semanggi memiliki nilai paling tinggi dengan nilai total 0,92. Selanjutnya adalah lokasi relokasi di Kelurahan Jebres yaitu 0,88, lokasi relokasi di Desa Gadingan memiliki nilai lingkungan 0,71, lokasi relokasi di Desa Laban memiliki nilai 0,72 dan lokasi relokasi di Desa Plumbon dengan nilai lingkungan 0,76. Lokasi relokasi di Kelurahan Semanggi adalah kelurahan yang masuk dalam klasifikasi tinggi pada seluruh kriteria pada skenario lingkungan. Kriteria tersebut antara lain fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Sejarah terjadinya banjir dan lokasi permukiman baru yang dekat dengan sungai menjadi salah satu faktor penyebabnya. Lokasi relokasi di Kelurahan Jebres memiliki klasifikasi tinggi pada kriteria fisik, ekonomi, lingkungan, dan total. Hal ini tidak telepas dari lokasi relokasi di Kelurahan Jebres yang berlokasi sangat dekat dengan Sungai Bengawan Solo yaitu 30 m dari sungai sehingga masih sangat rawan ketika musim hujan. Penelitian persepsi risiko banjir yang dilakukan oleh Febrianti (2010) juga menyebutkan bahwa pada banjir yang terjadi pada tahun 2007, beberapa wilayah di Kecamatan Jebres tergenang hingga 3 sampai 5 hari. Kondisi ini juga tidak terlepas dari sejarah wilayah tersebut yang selalu mengalami banjir saat musim hujan. Untuk lokasi relokasi di Desa Gadingan, desa ini memiliki yang tinggi pada seluruh kriteria kecuali kriteria sosial. Masyarakat yang pindah ke lokasi relokasi di Desa Gadingan, tingkat pendidikannya relatif rendah. Meskipun demikian, lokasi relokasi ini yang memiliki jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari jumlah perempuan. Asumsi yang digunakan dalam penilaian ini adalah jika jumlah perempuan lebih banyak dari pada jumlah laki-laki maka kondisi ini mendukung yang ada pada wilayah tersebut. Sedangkan lokasi relokasi di Kelurahan Mojosongo, kelurahan ini memiliki sedang. Lokasi relokasi di Kelurahan Mojosongo memiliki kondisi yang lebih baik dari desa/kelurahan lainnya karena nya yang sedang. Meskipun demikian, lokasi relokasi di Kelurahan Mojosongo memiliki kelemahan pada sisi transportasinya. Tidak banyak moda transportasi umum yang melewati wilayah ini sehingga cukup menyulitkan warga yang pindah ke lokasi relokasi di Kelurahan Mojosongo. Berikut pada Tabel 5 disajikan perbandingan seluruh nilai, peta kriteria fisik pada Gambar 5, dan Gambar 6 peta pada kriteria sosial dengan skenario lingkungan, serta Gambar 7 peta total dengan skenario lingkungan. Tabel 5. Perbandingan Kean pada Dua. Kriteria fisik Semanggi 1,00 1,00 Jebres 0,67 0,67 Mojosongo 1,00 1,00 Laban 0,67 0,67 Plumbon 1,00 1,00 Gadingan 0,67 0,67 Kriteria sosial Semanggi 0, Jebres 0,48 0,43 Mojosongo 0,66 0,81 Laban 0,65 0,65 Plumbon 0,39 0,38 Gadingan 0,48 0,57 109

6 Majalah Ilmiah Globë Volume 19 No. 2 Oktober 2017: Kriteria ekonomi Semanggi 0,70 0,71 Jebres 0,79 0,67 Mojosongo 0,52 0,43 Laban 0,55 0,67 Plumbon 0,55 0,48 Gadingan 0,70 0,90 Kriteria lingkungan Semanggi 0,96 0,92 Jebres 1,00 1,00 Mojosongo 0,52 0,67 Laban 0,77 0,58 Plumbon 0,82 0,67 Gadingan 0,77 0,58 Kean Total Semanggi 0,92 0,78 Jebres 0,88 0,68 Mojosongo 0,59 0,58 Laban 0,72 0,65 Plumbon 0,76 0,55 Gadingan 0,71 0, ,- per bulan dan mereka berkerja pada sektor informal serta beberapa tidak memiliki tabungan. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan sebelum relokasi. Kondisi ekonomi yang rendah menyebabkan tingginya keretanan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hizbaron terkait dengan kondisi ekonomi yang menyebutkan bahwa minimnya kepemilikan modal ekonomi menjadi salah satu atribut penyebab dengan asumsi saat terjadi bencana aset mereka habis dan tidak memiliki simpanan dan lahan yang dapat dimanfaatkan kembali (Hizbaron et al, 2015). Gambar 6. Peta Kerantanan Sosial dengan. Gambar 5. Peta Kerantanan Fisik dengan. Penilaian dengan skenario ekonomi memberikan hasil yang berbeda. ekonomi memberikan bobot yang lebih besar pada aspek ekonomi dengan asumsi setelah pindah kondisi ekonomi masyarakat menjadi semakin baik dan untuk aspek lainnya tidak mengalami perubahan yang signifikan. Proses SMCE sosial total skenario ekonomi diketahui bahwa lokasi relokasi di Desa Gadingan adalah desa yang memiliki tingkat yang tinggi dengan nilai 0,79. Di lokasi ini, pendapatan masyarakat rata-rata sekitar Rp. Gambar 7. Peta Kerantanan Total dengan. Lokasi relokasi di Kelurahan Mojosongo memiliki nilai 0,58, sedangkan lokasi relokasi di Desa Laban memiliki nilai 0,65, dan yang memiliki tingkat paling rendah adalah lokasi relokasi di Desa Plumbon 110

7 Kean Sosial Terhadap Banjir di Bantaran Sungai Bengawan Solo Paska Relokasi Mandiri... (Setyaningrum et al.) dengan nilai 0,55. Tingkat pendapatan perbulan masyarakat yang pindah di lokasi relokasi Kelurahan Mojosongo dan lokasi relokasi di Desa Plumbon memiliki rata-rata pendapatan lebih dari Rp ,-. ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata pendapatan di desa/kelurahan lainnya. Semakin rendah tingkat nya maka semakin tinggi kondisi ekonominya. ekonomi menunjukkan masyarakat yang pindah ke lokasi relokasi di Desa Plumbon memiliki kondisi yang lebih baik dari wilayah lainnya.berikut Gambar 8 peta sosial dan Gambar 9 peta ekonomi dengan skenario ekonomi. Gambar 10 peta skenario total dengan skenario ekonomi. Gambar 8. Peta Kerantanan Sosial dengan. Gambar 9. Peta Kerantanan dengan. Gambar 10. Peta Kean Total dengan Berdasarkan pada penilaian baik dengan menggunakan skenario lingkungan maupun skenario ekonomi maka wilayah yang termasuk dalam sosial tinggi adalah lokasi relokasi di Kelurahan Semanggi, Kelurahan Jebres, dan Desa Gadingan. Variabel yang menyebabkan tingginya sosial ini adalah kepadatan bangunan yang tinggi, jumlah penduduk usia non produktif yang banyak, banyaknya jumlah KK miskin, tingkat pendapatan yang rendah, jarak permukiman dari sungai yang dekat, serta sejarah terjadinya bencana. Tingkat kepadatan bangunan tinggi pada lokasi relokasi di Kelurahan Semanggi dan Jebres. Lebih dari 50% masyarakat di lokasi relokasi Kelurahan Semanggi merupakan penduduk usia non produktif, dan rata-rata pendapatan mereka di tiga kelurahan/desa tersebut rendah. Faktor penyebab tingginya di lokasi relokasi Kelurahan Jebres adalah sering mengalami banjir dan jarak permukiman dengan sungai juga sangat dekat sekitar m. Meskipun demikian, masyarakat tetap bertempat tinggal disana. Beberapa contoh kejadian banjir di Indonesia terkadang dianggap sebagai kejadian yang normal. Masyarakat di Kampung Melayu Jakarta yang bertempat tinggal di bantaran Sungai Ciliwung, menganggap kejadian banjir sebagai hal yang normal, mereka cukup bersiap saja ketika terjadi banjir, saat banjir tiba mereka akan menuju ketempat yang lebih tinggi dan bertempat tinggal di lantai 2 (Marschiavelli M, 2008). Kean sosial dengan skenario ekonomi diberikan bobot yang besar karena kriteria ekonomi yaitu jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, dan jumlah KK miskin memiliki faktor yang berpengaruh terhadap di sana. Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hizbaron (2013) yang juga memberikan bobot yang lebih tinggi dari pada kriteria ekonomi daripada kriteria yang lainnya. Meskipun demikian terdapat perbedaan penggunan kriteria ekonomi. Dalam penelitian 111

8 Majalah Ilmiah Globë Volume 19 No. 2 Oktober 2017: Hizbaron (2013) kriteria ekonomi yang digunakan adalah jumlah KK miskin, jumlah penduduk yang berkerja sebagai buruh, dan kepemilikan lahan pertanian. Perbedaan ini tidak terlepas dari wilayah kajian yang berbeda yang dilakukan di wilayah DAS Gendol-Opak dengan ancaman bencana Letusan Gunung Api Merapi. Penelitian Hizbaron (2013) dilakukan di wilayah perdesaan dengan mayoritas petani sedangkan penelitian ini dilakukan pada wilayah perkotaan dengan penduduk yang beragam jenis pekerjaan. Relokasi telah menjadi pilihan yang terbaik, meskipun beberapa diantara mereka masih bertempat tinggal di wilayah yang memiliki tinggi. World Bank (2010) menyebutkan alasan mengapa relokasi menjadi pilihan yaitu: 1) komunitas/individu telah kehilangan materi dan mengalami kerugian karena bencana, 2) tempat tinggal mereka yang terkena dampak bencana menjadi rawan dan tidak menentu, dan 3) relokasi menjadi pilihan yang terbaik untuk mengurangi risiko bencana di masa mendatang. Di lokasi relokasi yang masih memiliki kerawanan maka perlu ada upaya mitigasi baik itu struktural maupun non struktural untuk menghindari kemungkinan terjadinya bencana di masa mendatang. Upaya mitigasi struktural yang dapat dilakukan pada wilayah yang memiliki tinggi adalah meninggikan tanggul sungai untuk menghindari luapan air sungai, bantuan alat pompa juga diperlukan ketika banjir terjadi. Upaya mitigasi non struktural yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pengetahuan dan mengajak masyarakat masyarakat agar mereka bisa mulai untuk menabung. Tabungan sangat penting sebagai aset apabila terjadi bencana. KESIMPULAN Hasil proses SMCE menunjukkan bahwa di lokasi relokasi, terdapat wilayah-wilayah yang masuk dalam sosial tinggi dan sedang. Kean dengan skenario ekonomi menunjukkan kelurahan/ desa yang termasuk dalam sosial tinggi adalah Kelurahan Semanggi, Kelurahan Jebres, dan Desa Gadingan. Masyarakat pada lokasi tersebut memiliki kondisi ekonomi yang lebih rendah dari pada di wilayah lainnya. Kean dengan menggunakan skenario lingkungan menunjukkan bahwa hanya masyarakat yang pindah ke Kelurahan Mojosongo yang memiliki sedang, sedangkan desa/kelurahan lainnya memiliki yang tinggi. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis persembahkan kepada Ibu Dyah Rahmawati dan Bapak Aris Marfai selaku pembimbing dalam penelitian, serta kepada Institut Teknologi Yogyakarta (ITY) sebagai lembaga tempat peneliti pertama bernaung. DAFTAR PUSTAKA Cutter, L., Boruff, J dan Shirley, W. (2003). Social Vulnerability to Environmental Hazard. Social Science Quarterly, 84( 2), Department for International Developmnet (DFID). (1999). Sustainable Livelihod Guidance Sheets. Cited in /Sustainable+livelihoods+guidance+sheets/ 8f35b59f fc-8b99-df75d3000e April Febrianti, F. (2010). Flood Risk Perception and Coping Mechanism of a Local Community (Kelurahan Sangkrah, Serengan dan Joyontakan). Thesis Geo Information for Spatial Planning and Risk Management Graduate School Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Hizbaron, D. (2013). Penelitian Kajian Faktor Pengaruh dan Pola Spasial Kean di Kawasan Merapi Yogyakarta. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta. Hizbaron, D., Rahmat, P., Setyaningrum, A., Malawani, M. (2015). Kajian Pola Spasial Kean Sosial, dan Fisik di Wilayah Rawan Erupsi Gunung Api Merapi Yogyakarta. Jurnal Riset Kebencanaan Indonesia, 1(1), Marschiavelli, M. (2008). Vurnerability Assessment and Coping Mechanism Related to Floods in Urban Areas: A Community-Based Case Study in Kampung Melayu, Indonesia. Thesis. Geo Information for Spatial Planning and Risk Management Graduate School Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Pemerintah Kota Surakarta. (2012). Program Relokasi Paska Banjir tahun 2007 bagi Warga Bantaran Sungai Bengawan Solo dan anak-anaknya di Kota Surakarta. Pemerintah Kota Surakarta. Surakarta RI (Republik Indonesia). (2015). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia. Jakarta Shen, X. (2010). Flood Risk Perception and Communication within Risk Management Different Cultural Contexts. UNU-EHS. Germany. UNISDR. (2009). UNISDR Therminology on Disaster Risk Reduction. UNISDR. Switzerland. Westen., Alkema., Damen., Kerle, N., Kingma. (2011). Multi-Hazard Risk Assessment, Distance Education Course Risk City Education Book Cited in /Book%20Multi%20Hazard%20Risk%20Assessme nt_0.pdf. [2 Januari 2014]. Wisner, B., Blaikie, P., Cannon, T., dan Davis I. (2003). At Risk Second Edition Natural Hazard, People s Vulnerability and Disasters. Routledge. London. World Bank. (2010). Assessing Damage and Defining Reconstruction Policy. Cited in To_Relocate_or_Not_to_Relocate.pdf. [8 April 2013] Zein, M. (2010). A Community Based Approach to Flood Hazard and Vulnerability Assessment in Flood Phrone Area, A Case Study in Keluraha Sewu Surakarta City Indonesia. Tesis. Geo Information for Spatial Planning and Risk Management Graduate School Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 112

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menyebabkan terjadinya perubahan cuaca ekstrim. IPCC (2007) dalam Dewan Nasional Perubahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menyebabkan terjadinya perubahan cuaca ekstrim. IPCC (2007) dalam Dewan Nasional Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menyebabkan terjadinya perubahan cuaca ekstrim. IPCC (2007) dalam Dewan Nasional Perubahan Iklim (2011) menyebutkan bahwa dampak perubahan iklim

Lebih terperinci

Devie Anika Banu Armaya Dyah Rahmawati Hizbaron

Devie Anika Banu Armaya Dyah Rahmawati Hizbaron PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI (Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIY) Devie Anika Banu

Lebih terperinci

KAJIAN KERENTANAN FISIK, SOSIAL, DAN EKONOMI PESISIR SAMAS KABUPATEN BANTUL TERHADAP EROSI PANTAI

KAJIAN KERENTANAN FISIK, SOSIAL, DAN EKONOMI PESISIR SAMAS KABUPATEN BANTUL TERHADAP EROSI PANTAI KAJIAN KERENTANAN FISIK, SOSIAL, DAN EKONOMI PESISIR SAMAS KABUPATEN BANTUL TERHADAP EROSI PANTAI STUDY ON PHYSICAL, SOCIAL, AND ECONOMIC VULNERABILITY TOWARD SHORE EROSION FOR THE SAMAS COASTLAND COMMUNITY,

Lebih terperinci

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016 KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016 NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan permukiman kota memiliki risiko bencana. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada lingkungan permukiman tertentu, misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya rawan terjadinya bencana alam banjir. Banjir adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. satunya rawan terjadinya bencana alam banjir. Banjir adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana alam merupakan fenomena atau kejadian yang tidak dapat dihindari, dari tahun ke tahun kejadiannya dapat meningkat dengan pesat. Bencana alam sendiri

Lebih terperinci

Dyah Rahmawati Hizbaron Key Words : Vulnerability, Wave Height, Coastal Region, Srandakan

Dyah Rahmawati Hizbaron Key Words : Vulnerability, Wave Height, Coastal Region, Srandakan KERENTANAN SOSIAL EKONOMI DI WILAYAH KEPESISIRAN TERHADAP DAMPAK GELOMBANG TINGGI DI KECAMATAN SRANDAKAN, KABUPATEN BANTUL Monika Murtiasningrum Widodo monika.mw12@gmail.com Dyah Rahmawati Hizbaron dyah.hizbaron@ugm.ac.id

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TINGKAT KERENTANAN SOSIAL EKONOMI PENDUDUK BANTARAN SUNGAI CODE KOTA YOGYAKARTA TERHADAP BENCANA LAHAR MERAPI

IDENTIFIKASI TINGKAT KERENTANAN SOSIAL EKONOMI PENDUDUK BANTARAN SUNGAI CODE KOTA YOGYAKARTA TERHADAP BENCANA LAHAR MERAPI IDENTIFIKASI TINGKAT KERENTANAN SOSIAL EKONOMI PENDUDUK BANTARAN SUNGAI CODE KOTA YOGYAKARTA TERHADAP BENCANA LAHAR MERAPI Puspasari Setyaningrum tutupupup@yahoo.com.au Sri Rum Giyarsih rum_ugm@yahoo.co.uk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang rawan akan bencana dapat dilihat dari aspek geografis, klimatologis, dan demografis. Letak geografis Indonesia di antara dua Benua

Lebih terperinci

Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana

Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana Teuku Faisal Fathani, Ph.D. Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada 1. Pendahuluan Wilayah Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir bukanlah fenomena baru di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Sudah menjadi pemandangan rutin tahunan di Ibu Kota dan beberapa kota di Indonesia ketika musim

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewilayahan dalam konteks keruangan. yang dipelajari oleh ilmu tersebut. Obyek formal geografi mencakup

BAB I PENDAHULUAN. kewilayahan dalam konteks keruangan. yang dipelajari oleh ilmu tersebut. Obyek formal geografi mencakup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Seminar Lokakarya Nasional Geografi di IKIP Semarang tahun 1988, geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang persamaan dan perbedaan fenomena geosfer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surakarta yang merupakan kota disalah satu Provinsi Jawa Tengah. Kota

BAB I PENDAHULUAN. Surakarta yang merupakan kota disalah satu Provinsi Jawa Tengah. Kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Surakarta terletak di tengah kota atau kabupaten di karesidenan Surakarta yang merupakan kota disalah satu Provinsi Jawa Tengah. Kota Surakarta terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang Pernah Dilakukan Penelitian tentang analisis tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir banyak dilakukan sebelumnya, tetapi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

Penentuan Tingkat Kerentanan dan Ketahanan Ekonomi Kawasan Pesisir Banda Aceh Berdasarkan Berbagai Aspek Resiliensi Ekonomi

Penentuan Tingkat Kerentanan dan Ketahanan Ekonomi Kawasan Pesisir Banda Aceh Berdasarkan Berbagai Aspek Resiliensi Ekonomi 1 Penentuan Tingkat Kerentanan dan Ketahanan Kawasan Pesisir Banda Aceh Berdasarkan Berbagai Aspek Resiliensi Reza Satria dan Dian Rahmawati Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan mengenai tingkat ancaman dan kerentanan suatu daerah terhadap bencana banjir sudah banyak dilakukan. Dengan judul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga sistim pengairan air yang terdiri dari sungai dan anak sungai

BAB I PENDAHULUAN. sehingga sistim pengairan air yang terdiri dari sungai dan anak sungai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Bakornas PB (Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana, 2007) banjir adalah aliran sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpas dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) Geo Image 7 (2) (2018) Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage Pemetaan Risiko Bencana Longsor Sebagai Upaya Penanggulangan Bencana di Kecamatan Tembalang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Banjir sebagai fenomena alam terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dikenal dengan sebutan bencana. Upaya meminimalisasi resiko. atau kerugian bagi manusia diperlukan pengetahuan, pemahaman,

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dikenal dengan sebutan bencana. Upaya meminimalisasi resiko. atau kerugian bagi manusia diperlukan pengetahuan, pemahaman, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dinamika alam sangat memberikan dampak bagi kehidupan manusia, baik bersifat menguntungkan maupun merugikan. Sifat merugikan inilah yang kemudian dikenal dengan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERBANDINGAN TINGKAT RISIKO BANJIR ANTARA KAWASAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN PADA ASPEK TATA GUNA LAHAN. (Kasus: Sub DAS Bengawan Solo Hulu)

TUGAS AKHIR PERBANDINGAN TINGKAT RISIKO BANJIR ANTARA KAWASAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN PADA ASPEK TATA GUNA LAHAN. (Kasus: Sub DAS Bengawan Solo Hulu) TUGAS AKHIR PERBANDINGAN TINGKAT RISIKO BANJIR ANTARA KAWASAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN PADA ASPEK TATA GUNA LAHAN (Kasus: Sub DAS Bengawan Solo Hulu) Oleh: MAIDA SINTA MAWADDATI I0611013 Diajukan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penyusunan penelitian ini dilakukan dengan menentukan tingkat bahaya banjir yang kemudian dilanjutkan dengan menentukan tingkat kerentanan wilayah terhadap

Lebih terperinci

RESPON MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR DI KAWASAN RAWAN BANJIR DESA GADINGAN KECAMATAN MOJOLABAN KABUPATEN SUKOHARJO

RESPON MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR DI KAWASAN RAWAN BANJIR DESA GADINGAN KECAMATAN MOJOLABAN KABUPATEN SUKOHARJO RESPON MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR DI KAWASAN RAWAN BANJIR DESA GADINGAN KECAMATAN MOJOLABAN KABUPATEN SUKOHARJO ARTIKEL PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

KONSEP KRITERIA PENILAIAN FUNGSI DAN KONDISI SUNGAI BERDASARKAN KEADAAN ALUR SUNGAI (STUDI KASUS SUNGAI PEPE SURAKARTA)

KONSEP KRITERIA PENILAIAN FUNGSI DAN KONDISI SUNGAI BERDASARKAN KEADAAN ALUR SUNGAI (STUDI KASUS SUNGAI PEPE SURAKARTA) KONSEP KRITERIA PENILAIAN FUNGSI DAN KONDISI SUNGAI BERDASARKAN KEADAAN ALUR SUNGAI (STUDI KASUS SUNGAI PEPE SURAKARTA) Ir. Agus Hari Wahyudi, M.Sc. 1), Dr. Ir. Mamok Suprapro, M.Eng. 2), Amri Irsyad Addina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan berbagai bencana alam, seperti kekeringan, banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi, bencana gempa bumi, dan tsunami. Bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia di. tsunami, banjir, tanah longsor, dan lain sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia di. tsunami, banjir, tanah longsor, dan lain sebagainya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai potensi bencana cukup besar. Hal ini dikarenakan kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan 3 (tiga)

Lebih terperinci

ANALISIS KERENTANAN FISIK BAHAYA BANJIR LAHAR DI DESA SEKITAR KALI PUTIH KABUPATEN MAGELANG

ANALISIS KERENTANAN FISIK BAHAYA BANJIR LAHAR DI DESA SEKITAR KALI PUTIH KABUPATEN MAGELANG ANALISIS KERENTANAN FISIK BAHAYA BANJIR LAHAR DI DESA SEKITAR KALI PUTIH KABUPATEN MAGELANG Muhammad Awaluddin Rizal moza.awal@gmail.com Dyah Rahmawati Hizbaron emmahisbaron@gmail.com Abstract Vulnerability

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi yang terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan berhadapan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan Penelitian tentang analisis tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir banyak dilakukan sebelumnya, tetapi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG merupakan wilayah dengan karateristik geologi dan geografis yang cukup beragam mulai dari kawasan pantai hingga pegunungan/dataran tinggi. Adanya perbedaan karateristik ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, sehingga memiliki potensi sumber daya air yang besar. Sebagai salah satu sumber daya air, sungai memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana telah mengakibatkan suatu penderitaan yang mendalam bagi korban serta orang yang berada di sekitarnya. Kerugian tidak hanya dialami masyarakat yang terkena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Letak tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara beriklim tropis yang kaya

BAB I PENDAHULUAN. Letak tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara beriklim tropis yang kaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah Negara yang berada di bawah garis khatulistiwa. Letak tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara beriklim tropis yang kaya akan berbagai

Lebih terperinci

Mengurangi Tingkat Kerentanan Bencana Melalui Kebijakan Mitigasi Berbasis Kebutuhan Gender : Studi di Provinsi Jawa Tengah

Mengurangi Tingkat Kerentanan Bencana Melalui Kebijakan Mitigasi Berbasis Kebutuhan Gender : Studi di Provinsi Jawa Tengah POLICY BRIEF Mengurangi Tingkat Kerentanan Bencana Melalui Kebijakan Mitigasi Berbasis Kebutuhan Gender : Studi di Provinsi Jawa Tengah Sri Yuliani, Rahesli Humsona, Jefta Leibo Mengapa Perlu Kebijakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Bencana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana

Lebih terperinci

Empowerment in disaster risk reduction

Empowerment in disaster risk reduction Empowerment in disaster risk reduction 28 Oktober 2017 Oleh : Istianna Nurhidayati, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.kom Bencana...??? PENGENALAN Pengertian Bencana Bukan Bencana? Bencana? Bencana adalah peristiwa atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap manusia membutuhkan tanah sebagai tempat tinggal maupun tempat

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap manusia membutuhkan tanah sebagai tempat tinggal maupun tempat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia karena setiap manusia membutuhkan tanah sebagai tempat tinggal maupun tempat usaha. Oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan perkotaan dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Seminar Lokakarya Nasional Geografi di IKIP Semarang Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Seminar Lokakarya Nasional Geografi di IKIP Semarang Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Seminar Lokakarya Nasional Geografi di IKIP Semarang Tahun 1989, Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena Geosfer dengan sudut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hujan terkadang turun dalam intensitas yang tidak normal. Jika

BAB 1 PENDAHULUAN. Hujan terkadang turun dalam intensitas yang tidak normal. Jika BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atmosfer bumi selalu mengalami perubahan dari waktu - kewaktu. Hujan terkadang turun dalam intensitas yang tidak normal. Jika intensitasnya terlalu besar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Gunungapi Merapi dikenal sebagai gunungapi teraktif dan unik di dunia, karena periode ulang letusannya relatif pendek dan sering menimbulkan bencana yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan kesatuan hidrologi yang kompleks dan terdiri dari berbagai komponen. Komponen-komponen tersebut terdiri atas manusia, iklim, tanah,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2012, Data Kebencanaan (diakses melalui diakses pada tanggal 9 Mei 2012).

DAFTAR PUSTAKA. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2012, Data Kebencanaan (diakses melalui  diakses pada tanggal 9 Mei 2012). DAFTAR PUSTAKA Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2008, Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Badan

Lebih terperinci

ARTIKEL PUBLIKASI KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT KELURAHAN JEBRES KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA TERHADAP ANCAMAN BENCANA BANJIR

ARTIKEL PUBLIKASI KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT KELURAHAN JEBRES KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA TERHADAP ANCAMAN BENCANA BANJIR ARTIKEL PUBLIKASI KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT KELURAHAN JEBRES KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA TERHADAP ANCAMAN BENCANA BANJIR Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir menjadi penyedia makanan dan habitat seperti finfish, kerang, mamalia

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir menjadi penyedia makanan dan habitat seperti finfish, kerang, mamalia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir memiliki beragam sumberdaya meliputi tanah, hutan, perairan pesisir dan lahan basah, mineral pasir, hidrokarbon, dan organisme laut Pesisir menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam, maupun faktor

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI SUB DAS KALI PUTIH JURNAL PUBLIKASI ILMIAH

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI SUB DAS KALI PUTIH JURNAL PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI SUB DAS KALI PUTIH JURNAL PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi komputer dari waktu ke waktu membawa dampak semakin banyaknya sarana-sarana yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Dampak perkembangannya

Lebih terperinci

KETERKAITAN KEMAMPUAN MASYARAKAT DAN BENTUK MITIGASI BANJIR DI KAWASAN PEMUKIMAN KUMUH

KETERKAITAN KEMAMPUAN MASYARAKAT DAN BENTUK MITIGASI BANJIR DI KAWASAN PEMUKIMAN KUMUH KETERKAITAN KEMAMPUAN MASYARAKAT DAN BENTUK MITIGASI BANJIR DI KAWASAN PEMUKIMAN KUMUH (Studi Kasus: Kelurahan Tanjungmas, Kec. Semarang Utara Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh: INDRI NOVITANINGTYAS L2D

Lebih terperinci

Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten Sinjai)

Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten Sinjai) Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten ) Risma, Paharuddin, Sakka Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Unhas risma.fahrizal@gmail.com Sari Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS BAHAYA BANJIR SUNGAI CIDURIAN TERHADAP LAHAN SAWAH PADI DENGAN PENDEKATAN PERSEPSI MASYARAKAT DAN BENTUKLAHAN

ANALISIS BAHAYA BANJIR SUNGAI CIDURIAN TERHADAP LAHAN SAWAH PADI DENGAN PENDEKATAN PERSEPSI MASYARAKAT DAN BENTUKLAHAN ANALISIS BAHAYA BANJIR SUNGAI CIDURIAN TERHADAP LAHAN SAWAH PADI DENGAN PENDEKATAN PERSEPSI MASYARAKAT DAN BENTUKLAHAN (Kasus di Desa Renged Kecamatan Binuang Kabupatan Serang Banten) Siti Dahlia 1, Wira

Lebih terperinci

KERENTANAN TERHADAP EROSI MARIN DI SEKTOR PARIWISATA PANTAI KABUPATEN BANTUL. Muhammad Thariq Pratama

KERENTANAN TERHADAP EROSI MARIN DI SEKTOR PARIWISATA PANTAI KABUPATEN BANTUL. Muhammad Thariq Pratama KERENTANAN TERHADAP EROSI MARIN DI SEKTOR PARIWISATA PANTAI KABUPATEN BANTUL Muhammad Thariq Pratama mhdthariq22@gmail.com Djati Mardiatno djati.mardiatno@ugm.ac.id Abstract Coastal area has a disaster

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016 73 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia rawan akan bencana yang diakibatkan oleh aktivitas gunungapi. Salah satu gunungapi aktif yang ada di Indonesia yaitu Gunungapi Merapi dengan ketinggian 2968

Lebih terperinci

SINERGI PERGURUAN TINGGI-PEMERINTAHMASYARAKAT DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA ALAM

SINERGI PERGURUAN TINGGI-PEMERINTAHMASYARAKAT DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA ALAM SINERGI PERGURUAN TINGGI-PEMERINTAHMASYARAKAT DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA ALAM Sri Maryati Jurusan Ilmu dan Teknologi Kebumian, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Gorontalo; Gorontalo

Lebih terperinci

SPATIAL MULTI-CRITERIA EVALUATION (SMCE) MENGGUNAKAN ILWIS. Riki Rahmad

SPATIAL MULTI-CRITERIA EVALUATION (SMCE) MENGGUNAKAN ILWIS. Riki Rahmad SPATIAL MULTI-CRITERIA EVALUATION (SMCE) MENGGUNAKAN ILWIS Riki Rahmad awangrikirahmad@gmail.com Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah teknik untuk mendukung proses pengambilan keputusan yang bertujuan

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL UNTUK MENENTUKAN ZONA RISIKO BANJIR BANDANG (STUDI KASUS KABUPATEN SINJAI)

ANALISIS SPASIAL UNTUK MENENTUKAN ZONA RISIKO BANJIR BANDANG (STUDI KASUS KABUPATEN SINJAI) ANALISIS SPASIAL UNTUK MENENTUKAN ZONA RISIKO BANJIR BANDANG (STUDI KASUS KABUPATEN SINJAI) Risma 1, Paharuddin 2,Sakka 3 Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 129 gunungapi yang tersebar luas mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pola curah hujan. Kedua samudera ini merupakan sumber udara lembab

BAB I PENDAHULUAN. dalam pola curah hujan. Kedua samudera ini merupakan sumber udara lembab 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia merupakan wilayah yang dilalui garis katulistiwa dan mempunyai iklim tropis dengan dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Indonesia yang

Lebih terperinci

Gender dan Mitigasi Bencana Kasus Kota Surakarta, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali

Gender dan Mitigasi Bencana Kasus Kota Surakarta, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali P O L I C Y B R I E F Gender dan Mitigasi Bencana Kasus Kota Surakarta, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali Sri Yuliani dan Rahesli Humsona 1. Mengapa Perlu Mitigasi Bencana Berbasis Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembobotan Data yang digunakan untuk menentukan nilai pembobotan berdasarkan kuisioner yang di isi oleh para pakar dan instansi-instansi terkait. Adapun pakar dalam penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA Kuswaji Dwi Priyono 1, Puspasari Dwi Nugraheni 2 1 Dosen Fakultas Geografi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Surakarta terletak antara BT BT dan. lainnya seperti Semarang maupun Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. Kota Surakarta terletak antara BT BT dan. lainnya seperti Semarang maupun Yogyakarta. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Surakarta terletak antara 110 0 45 14 BT - 110 0 45 35 BT dan 7 0 36 LS -7 0 56 LS. Kota Surakarta yang terkenal dengan sebutan Solo ini merupakan salah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini dirumuskan dengan menentukan tingkat bahaya banjir kemudian menentukan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir. Penentuan kelas kerentanan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan 230 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Wilayah Kecamatan Nglipar mempunyai morfologi yang beragam mulai dataran, perbukitan berelief sedang sampai dengan pegunungan sangat curam yang berpotensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai merupakan tempat atau habitat suatu ekosistem keairan terbuka yang berupa alur jaringan pengaliran dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai merupakan tempat atau habitat suatu ekosistem keairan terbuka yang berupa alur jaringan pengaliran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai merupakan tempat atau habitat suatu ekosistem keairan terbuka yang berupa alur jaringan pengaliran dan sempadannya mulai dari awal mata air sampai di muara dengan

Lebih terperinci

Geo Image 5 (2) (2016) Geo Image.

Geo Image 5 (2) (2016) Geo Image. Geo Image 5 (2) (2016) Geo Image http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage PENILAIAN RISIKO BENCANA TANAH LONGSOR DESA WANADRI KECAMATAN BAWANG KABUPATEN BANJARNEGARA Muhamad Khasyir, Ananto Aji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara periodik setiap tiga tahun, empat tahun atau lima tahun. Krisis Merapi yang berlangsung lebih dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 2010 tercatat sebagai bencana terbesar selama periode 100 tahun terakhir siklus gunung berapi teraktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai, sehingga melimpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang ada di dalamnya. Indonesia

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LEVEL RISIKO PANTAI DI PROVINSI BALI BERDASARKAN ANALISIS SPASIAL BAHAYA DAN IDENTIFIKASI LEVEL KERENTANAN

IDENTIFIKASI LEVEL RISIKO PANTAI DI PROVINSI BALI BERDASARKAN ANALISIS SPASIAL BAHAYA DAN IDENTIFIKASI LEVEL KERENTANAN Identifikasi Level Risiko Pantai di Provinsi Bali. (Huda Bachtiar, Fitri Riandini, dkk) IDENTIFIKASI LEVEL RISIKO PANTAI DI PROVINSI BALI BERDASARKAN ANALISIS SPASIAL BAHAYA DAN IDENTIFIKASI LEVEL KERENTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas dan dampak yang ditimbulkan bencana terhadap manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas dan dampak yang ditimbulkan bencana terhadap manusia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intensitas dan dampak yang ditimbulkan bencana terhadap manusia dan sektor ekonomi secara keseluruhan mengalami peningkatan (Berz, 1999; World Bank, 2005 dalam Lowe,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu 1 abad (1900-2012), tercatat lebih dari 212,000 orang meninggal, lebih

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR TINGKAT KESESUAIAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN PASCA RELOKASI DENGAN STANDAR PERMUKIMAN LAYAK HUNI

TUGAS AKHIR TINGKAT KESESUAIAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN PASCA RELOKASI DENGAN STANDAR PERMUKIMAN LAYAK HUNI TUGAS AKHIR TINGKAT KESESUAIAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN PASCA RELOKASI DENGAN STANDAR PERMUKIMAN LAYAK HUNI (Studi Kasus Permukiman Pasca Relokasi di Kelurahan Mojosongo, Surakarta) Oleh : AULIA RASMA INDAH

Lebih terperinci

KERENTANAN BANGUNAN PEMUKIMAN TERHADAP BANJIR DI KECAMATAN BARABAI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH INTISARI

KERENTANAN BANGUNAN PEMUKIMAN TERHADAP BANJIR DI KECAMATAN BARABAI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH INTISARI JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 4 No 1 Januari 2017 Halaman 1-7 e-issn : 2356-5225 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg KERENTANAN BANGUNAN PEMUKIMAN TERHADAP BANJIR DI KECAMATAN BARABAI

Lebih terperinci

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Rahmawati Husein Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah Workshop Fiqih Kebencanaan Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah, UMY,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) C-134

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) C-134 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-134 Identifikasi Daerah Kawasan Rentan Tanah Longsor dalam KSN Gunung Merapi di Kabupaten Sleman Novia Destriani, Adjie Pamungkas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, sudah tidak asing lagi mendengar berita terkait kejadian banjir di DKI Jakarta dalam beberapa tahun belakangan ini. Adapun

Lebih terperinci

PERUMUSAN ZONASI RISIKO BENCANA BANJIR ROB DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR ARIFIN

PERUMUSAN ZONASI RISIKO BENCANA BANJIR ROB DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR ARIFIN PERUMUSAN ZONASI RISIKO BENCANA BANJIR ROB DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR ARIFIN 3607100 020 LATAR BELAKANG Banjir rob melanda 27 desa pesisir Kabupaten Demak Kejadian banjir rob terus

Lebih terperinci

PENILAIAN KERENTANAN LAHAN SAWAH PADI TERHADAP BANJIR DAS CIDURIAN DI DESA RENGED, KECAMATAN BINUANG, SERANG, BANTEN

PENILAIAN KERENTANAN LAHAN SAWAH PADI TERHADAP BANJIR DAS CIDURIAN DI DESA RENGED, KECAMATAN BINUANG, SERANG, BANTEN PENILAIAN KERENTANAN LAHAN SAWAH PADI TERHADAP BANJIR DAS CIDURIAN DI DESA RENGED, KECAMATAN BINUANG, SERANG, BANTEN VULNERABILITY ASSESSMENT OF PADDY FIELD TO THE FLOOD HAZARD CIDURIAN WATERSHED IN RENGED

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di negara kita Indonesia ini bencana merupakan sebuah peristiwa yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Di negara kita Indonesia ini bencana merupakan sebuah peristiwa yang sangat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara kita Indonesia ini bencana merupakan sebuah peristiwa yang sangat akrab dengan masyarakat kita. Banyak yang mengatakan Negara Indonesia adalah surga

Lebih terperinci

BENCANA BANJIR ROB Studi Pendahuluan Banjir Pesisir Jakarta

BENCANA BANJIR ROB Studi Pendahuluan Banjir Pesisir Jakarta BENCANA BANJIR ROB Studi Pendahuluan Banjir Pesisir Jakarta Penulis: Dr. rer.nat. Muh Aris Marfai, M.Sc. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Disusun Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Di Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Disusun Oleh: FAUZAN AZHIM

TUGAS AKHIR. Disusun Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Di Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Disusun Oleh: FAUZAN AZHIM TUGAS AKHIR KAJIAN TINGKAT BAHAYA DAN KERENTANAN BENCANA BANJIR DI YOGYAKARTA DENGAN BANTUAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus : DAS Gajah Wong) Disusun Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Di Jurusan

Lebih terperinci

PENILAIAN TINGKAT KERENTANAN MENGGUNAKAN SPATIAL MULTI CRITERIA EVALUATION DI SEBAGIAN DAERAH RAWAN LONGSOR, KABUPATEN BOGOR

PENILAIAN TINGKAT KERENTANAN MENGGUNAKAN SPATIAL MULTI CRITERIA EVALUATION DI SEBAGIAN DAERAH RAWAN LONGSOR, KABUPATEN BOGOR PENILAIAN TINGKAT KERENTANAN MENGGUNAKAN SPATIAL MULTI CRITERIA EVALUATION DI SEBAGIAN DAERAH RAWAN LONGSOR, KABUPATEN BOGOR Sofyan Sauri sofyan.sauri@mail.ugm.ac.id Dyah Rahmawati Hizbaron emmahisbaron@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah menenggelamkan 19 kampung, memutus 11 jembatan, menghancurkan lima dam atau bendungan penahan banjir, serta lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam banjir bandang yang terjadi di daerah Batu Busuk Kelurahan Lambuang Bukit Kecamatan Pauh Kota Padang pada Bulan Ramadhan tanggal Selasa, 24 Juli 2012

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN BAHAYA DAN KERENTANAN BANJIR DI YOGYAKARTA

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN BAHAYA DAN KERENTANAN BANJIR DI YOGYAKARTA NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN BAHAYA DAN KERENTANAN BANJIR DI YOGYAKARTA (Studi Kasus: DAS Code) 1 Andhika Prayudhatama 2, Nursetiawan 3, Restu Faizah 4 ABSTRAK Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan

Lebih terperinci

PUBLIKASI KARYA ILMIAH

PUBLIKASI KARYA ILMIAH ANALISIS ZONASI DAERAH RAWAN BENCANA KEBAKARAN DI KECAMATAN DANUREJAN KOTA YOGYAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI PUBLIKASI KARYA ILMIAH Disusun Oleh RENDI

Lebih terperinci

KERENTANAN DAN KESIAPSIAGAAN DI DESA BAWAK KECAMATAN CAWAS KABUPATEN KLATEN TERHADAP BENCANA BANJIR NASKAH PUBLIKASI

KERENTANAN DAN KESIAPSIAGAAN DI DESA BAWAK KECAMATAN CAWAS KABUPATEN KLATEN TERHADAP BENCANA BANJIR NASKAH PUBLIKASI KERENTANAN DAN KESIAPSIAGAAN DI DESA BAWAK KECAMATAN CAWAS KABUPATEN KLATEN TERHADAP BENCANA BANJIR NASKAH PUBLIKASI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Program

Lebih terperinci

Dosen Pendidikan Geografi FKIP UHAMKA, Jakarta, Indonesia 3 Mahasiswa Pendidikan Geografi FKIP UHAMKA, Jakarta, Indonesia

Dosen Pendidikan Geografi FKIP UHAMKA, Jakarta, Indonesia 3 Mahasiswa Pendidikan Geografi FKIP UHAMKA, Jakarta, Indonesia PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMETAAN BAHAYA BANJIR MENGGUNAKAN PENDEKATAN MULTI DISIPLIN DI DESA RENGED, KECAMATAN BINUANG, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN Siti Dahlia 1, Wira Fazri Rosyidin 2, dan

Lebih terperinci