ANALISIS KEBIJAKAN FORMULASI KETENTUAN PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KEBIJAKAN FORMULASI KETENTUAN PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK"

Transkripsi

1 ANALISIS KEBIJAKAN FORMULASI KETENTUAN PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK (Jurnal) Oleh: Fabriant FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

2 ABSTRAK ANALISIS KEBIJAKAN FORMULASI KETENTUAN PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK Oleh Fabriant, Dr. Maroni S.H., M.H, Firganefi, S.H.,M.H ( Kebijakan Formulasi Ketentuan Pidana adalah tahap menetapkan atau merumuskan perbuatan apa yang dapat dipidana yang berorientasi pada permasalahan pokok dalam hukum pidana meliputi perbuatan yang bersifat melawan hukum, kesalahan/ pertanggungjawaban pidana dan sanksi apa yang dapat dikenakan oleh pembuat undangundang. Sangat penting untuk mengetahui bagaimana legislative dalam merumuskan suatu ketentuan pidana. Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimanakah kebijakan formulasi ketentuan pidana dalam undang-undang pengampunan pajak, dan apakah kebijakan formulasi ketentuan pidana dalam undang-undang pengampunan pajak telah memenuhi rasa keadilan substantif. Dengan menggunakan pendekatan masalah yuridis normative dan yuridis empiris disimpulkan bahwa formulasi kriminalisasi didalam undang-undang pengampunan pajak adalah perbuatan membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi wajib pajak kepada pihak lain. Pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dalam undang-undang pengampunan pajak adalah Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak. Sanksi bagi para diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Ketentuan pidana didalam undang-undang pengampunan pajak dirasa sudah adil karena sudah dapat menampung semua hal yang relevan dengan bidang atau masalah yang diatur. Adapun saran yang dapat penulis berikan yaitu perumusan ketentuan pidana dalam undang-undang pengampunan pajak seharusnya menganut double track system. Kata kunci : Kebijakan Formulasi, Ketentuan pidana, Pengampunan Pajak.

3 ABSTRACT Policy Formulation Criminal Provisions are stage sets or formulate what conduct may be liable oriented underlying problems in the criminal law covers acts that are against the law, error / criminal liability and what sanctions may be imposed by the legislator. Issues to be discussed is how the policy formulation criminal provisions in the tax amnesty law, and whether the policy formulation criminal provisions in the tax amnesty legislation has met the substantive fairness. By using the approach of juridical normative and juridical problems empirically concluded that the formulation of laws criminalizing in tax forgiveness is an act divulge, distribute, and / or notify the taxpayer of data and information to other parties. Parties can be held accountable in a criminal tax amnesty legislation is the Minister, Deputy Minister, employees of the Ministry of Finance, and other parties related to the implementation of the Tax Forgiveness. Penalties for punishable by imprisonment of 5 (five) years. Penal provisions in the tax amnesty legislation is deemed unfair because it can accommodate all the things that are relevant to the field or the subject matter. As for suggestions that can give authors namely the formulation of criminal provisions in the tax amnesty legislation should embrace double trrck system. Keywords: Policy Formulation, penal provisions, tax forgiveness.

4 I. PENDAHULUAN Memajukan kesejahteraan umum bangsa Indonesia dapat pula berati upaya nyata bagi pembebasan seluruh rakyat Indonesia dari ketidaksejahteraan rakyat Indonesia dalam bidang ekonomi dengan cara pihak legislatif membuat kebijakan-kebijakan yang berguna untuk pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut, yang berkaitan dengan manifestasi atas kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia maka lahirlah suatu undang-undang pengampunan pajak yang dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun Perbuatan yang dilarang di dalam undang-undang pengampunan pajak, tertuang di dalam Pasal 21 ayat (2) yaitu Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pengampunan pajak, dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh wajib pajak kepada pihak lain. Pengaturan mengenai ketentuan pidana pada undang-undang pengampunan pajak tertuang di dalam Pasal 23 ayat : (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. (2) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar. Ketentuan pidana di dalam undangundang pengampunan pajak melarang setiap pihak yang terlibat dalam program pengampunan pajak untuk membocorkan rahasia dari setiap wajib pajak yang mengikuti program ini, apabila salah satu pihak yang terlibat program ini mengetahui bahwa harta yang didaftarkan oleh wajib pajak tersebut merupakan harta yang didapat dari hasil tindak pidana korupsi maka dapatkah pihak tersebut memberitahukan kepada aparat penegak hukum bahwa telah terjadi tindak pidana. Mengingat hal tersebut merupakan kewajiban dari setiap orang yang tertuang didalam KUHAP Pasal 108 ayat (3) yang menyatakan bahwa Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik dan penyidik sedangkan ketentuan pidana didalam undangundang pengampunan pajak dengan tegas melarang pembocoran rahasia dari setiap wajib pajak. Sehubungan dengan itu maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh, pemformulasian ketentuan pidana dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak dengan mengambil judul. Analisis Kebijakan Formulasi Ketentuan Pidana Dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Berdasarkan latar belakang diatas, maka ada beberapa permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu : 1) Bagaimanakah Kebijakan Formulasi Ketentuan Pidana dalam Undang- Undang Pengampunan Pajak? 2) Apakah Kebijakan Formulasi Ketentuan Pidana dalam Undangundang Pengampunan Pajak telah memenuhi rasa keadilan substantif? penelitian ini dititik beratkan pada penelitian yang bersifat normatif namun didukung dengan data empiris yaitu kebijakan legislatif dalam memformulasikan ketentuan pidana yang ada di dalam Undang-undang pengampunan pajak. Lingkup penelitian dibatasi pada daerah Lampung.

5 Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif dimana data-data yang diperoleh dosajikan dan diuraikan secara sistematis dalam bentuk kalimat, kemudian diinterprestasikan berdasarkan teori yang ada dan perundang-undangan yang relevan untuk memperoleh kejelasan dan mempermudah pembahasan. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis data tersebut kemudian ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode induktif, yaitu suatu metode penarikan data yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat khusus untuk kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum guna menjawab permasalahan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kebijakan hukum pidana Istilah kebijakan berasal dari bahasa Inggris yakni Policy atau dalam bahasa Belanda Politiek yang secara umum dapat diartikan sebagai prinsip-prinsip umum yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah (dalam arti luas termasuk pula aparat penegak hukum dalam mengelola, mengatur, atau menyelesaikan urusan-urusan publik, masalah-masalah masyarakat atau bidang-bidang penyusunan peraturan perundang-undangan dan pengaplikasian hukum/peraturan, dengan tujuan (umum) yang mengarah pada upaya mewujudkan kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat (warga negara). 1 B. Tahap-tahap dalam kebijakan hukum pidana Operasionalisasi kebijakan hukum pidana dengan sarana penal (pidana) 1 Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Op.Cit. Hlm dapat dilakukan melalui proses yang terdiri atas tiga tahap, yakni : 2 1) Tahap formulasi (kebijakan legislatif); 2) Tahap aplikasi (kebijakan yudikatif/yudisial); 3) Tahap eksekusi (kebijakan eksekutif/administratif). Tahap formulasi ketentuan pidana sendiri meliputi 3 tahap yaitu : 1) tahap kriminalisasi, 2) tahap formulasi pertanggungjawaban, dan 3) tahap perumusan sanksi C. Ketentuan Pidana dalam Undang- Undang Administrasi Penggunaan hukum/sanksi pidana dalam hukum administrasi pada hakikatnya termasuk bagian dari kebijakan hukum pidana. Barda Nawawi Arif mengemukakan, hukum pidana administrasi merupakan hukum pidana di bidang pelanggaran-pelanggaran administrasi. Pada hakikatnya, hukum pidana administrasi merupakan perwujudan dari kebijakan menggunakan hukum pidana sebagai sarana untuk menegakkan/melaksanakan hukum administrasi. Jadi merupakan fungsionalisasi/operasionalisasi/instrum entalisasi hukum pidana di bidang hukum administrasi. 3 D. Undang-undang pengampunan pajak Undang-undang Pengampunan Pajak adalah undang-undang yang baru disahkan pada tanggal 1 July Undang-undang ini berpegang teguh pada prinsip atau asas kepastian hukum, keadilan, kemanfaatan, dan kepentingan 2 Barda Nawawi Arif. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan. Op.Cit. Hlm Barda Nawawi Arief. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti Hlm

6 nasional, tujuan penyusunan Undang- Undang tentang Pengampunan Pajak adalah sebagai berikut: 1) mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi; 2) mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi; dan 3) meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan. 4 III. HASIL PEMBAHASAN A. Kebijakan Formulasi Ketentuan Pidana Dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak. Ketentuan Pidana didalam Undangundang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak tertuang di dalam Pasal 23 : (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. (2) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar. Pasal 23 tersebut merujuk ke Pasal 21 ayat (2) yang menyatakan Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau 4 Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain. 1) Formulasi kriminalisasi dalam Undang-undang Pengampunan Pajak Perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan melanggar ketentuan hukum pidana, maka perbuatan tersebut harus dinyatakan terlebih dahulu oleh suatu UU sebagai suatu tindak pidana. Formulasi kriminalisasi dalam undangundang pengampunan pajak terdapat dalam Pasal 21 UU No.11 Tahun 2016 yang menyatakan : Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain. Berdasarkan Pasal tersebut perbuatan yang merupakan tindak pidana atau kriminalisasi didalam undang-undang ini adalah membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi. Formulasi kriminalisasi pada UU No. 11 Tahun 2016 mirip seperti ketentuan pada BAB XVII KUHP yang mengkriminalisasi perbuatan membuka rahasia merupakan sebuah kejahatan, Pasal 322 KUHP telah merumuskan tindak pidana pembukaan rahasia sebagai berikut : (1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Sembilan ribu rupiah. (2) Jika kejahatan ini dilakukan terhadap seseorang, maka perbuatan

7 itu dapat dituntut hanya atas pengaduan orang itu. Berdasarkan ketentuan formulasi kriminalisasi dalam Pasal 21 UU No. 11 Tahun 2016, dapat terlihat jelas bahwa unsur kejahatan dalam undang-undang ini yaitu menyebarluasan data dan informasi wajib pajak. Subjek dari kriminalisasi pengampunan pajak adalah Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pengampunan pajak. selanjutnya, yang dikatakan sebagai Menteri ditentukan Pasal 1 yang menerangkan bahwa Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan Negara. Berdasarkan Pasal 1 tersebut berarti Menteri yang menjadi Subjek didalam UU No.11 Tahun 2016 adalah Menteri Keuangan, Wakil Menteri Keuangan, Pegawai Kementrian Keuangan, pihak lain yang terakit, hal ini berarti yang menjadi subjek ketentuan pidana dalam undang-undang ini merupakan orang pribadi dan pihak lain yang terlibat didalam program pengampunan pajak. Diformulasikannya kriminalisasi seperti yang disebutkan sebelumnya berguna untuk jalannya pelaksanaan program pengampunan pajak, formulasi yang seperti ini membuat pelaksaan program pengampunan pajak berjalan dengan baik dikarenakan rahasia wajib pajak yang dijamin kerahasiaanya dan jika terjadi kebocoran informasi maka pelaku pembocoran dapat dikenakan sanksi pidana. Kriminalisasi dalam Undang-undang pengampunan pajak menurut Herman sangat tepat dikarenakan pelaksanaan program pengampunan pajak memerlukan suatu kepastian untuk memberikan kenyamanan bagi para Wajib Pajak, dengan adanya kriminalisasi yang melarang pembocoran rahasia didalam undangundang pengampunan pajak akan meningkatkan minat Wajib Pajak untuk mengikuti program ini 5 atau dengan kata lain kriminalisasi dan sanksi pidana sangat diperlukan dalam rangka penegakan hukum terhadap perbuatanperbuatan yang menyimpang dari norma hukum khususnya yang dirumuskan dalam undang-undang pengampunan pajak dalam rangka memperlancar pelaksanaan pembangunan nasional. Peraturan-peraturan hukum administrasi yang mengandung ketentuan pidana menurut penulis diadakan dimaksudkan untuk memperkokoh berlakunya aturanaturan tersebut. Namun ukuran untuk melakukan kriminalisasi tidaklah mudah, Sudarto menyatakan sebagaimana dikutip Barda Nawawi Arief bahwa ada empat hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengkriminalisasikan sesuatu hal tersebut dalam rumusan peraturan perundang-undangan yang dibuat, yaitu: 1. penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiel spiritual berdasrkan Pancasila; sehubungan dengan ini maka penggunaan hukum pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan pengugeran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri, demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat. 2. perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian (materiel dan atau spiritual ) atas warga masyarakat. 3. penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip biaya 5 Wawancara pada tanggal 17 febuari 2017, Herman Saidi Adam selaku kepala bidang penyuluhan pelayanan dan hubungan masyarakat kantor wilayah direktorat jenderal pajak Bengkulu dan Lampung.

8 dan hasil (cost and benefit principle). 4. penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas atau kemampuan daya kerja dari badanbadan penegak hukum yaitu jangan sampai ada kelampauan beban tugas (overbelasting). 6 Perlu tidaknya suatu formulasi kriminalisasi dalam Undang-undang terutama Undang-undang yang mengatur aspek administrasi suatu Negara menurut Maradona terletak pada rasa keadilan (sence of justice) dan kepentingan hukum dalam masyarakat itu sendiri yang harus diselidiki oleh badan pembentuk perundang-undangan. Dengan demikian eksistensi Undangundang dapat menjadi sarana yang efektif dalam mendukung pembangunan nasional dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. 7 Kriminalisasi dalam undang-undang pengampunan pajak melarang membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain. Bagaimana jika pihak yang memanajemen data tersebut mengetahui bahwa data harta yang diberitahukan oleh wajib pajak tersebut merupakan harta yang berasal dari tindak pidana korupsi, apakah dapat dilaporkan kepada aparat penegak hukum bahwa telah terjadi tindak pidana mengingat pelaporan tersebut merupakan kewajiban yang terdapat di dalam KUHAP Pasal 108 ayat (3) yang menyatakan bahwa Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan 6 Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Op.Cit. Hlm Wawancara pada tanggal 20 febuari 2017, Maradona S.H M.H. selaku Kepala Sub Bagian Persidangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandar Lampung. hal itu kepada penyelidik dan penyidik Sedangkan didalam undang-undang pengampunan pajak, membocorkan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh wajib pajak kepada pihak lain merupakan suatu tindak pidana. Berkaitan dengan hal tersebut perlu dilihat kedudukan dari kedua ketentuan ini, kedua ketentuan ini mempunyai kedudukan yang sama yaitu keduanya merupakan undang-undang. oleh sebab itu asas yang diberlakukan adalah asas lex specialis derogat legi generalis, secara sederhana hal ini berarti aturan yang bersifat khusus (specialis) mengesampingkan aturan yang bersifat umum (generally). Apabila dihubungkan dengan kasus diatas maka ketentuan yang berlaku adalah ketentuan pidana di dalam undang-undang pengampunan pajak yang berarti bahwa para pihak yang terlibat tidak boleh membocorkan rahasia dari wajib pajak. Kriminalisasi untuk tidak membuka rahasia dari setiap wajib pajak yang mengikuti program pengampunan pajak dengan adanya asas lex specialis derogat legi generali, maka akan mengesampingkan kewajiban untuk memberitahukan tentang adanya kejahatan yang sudah diatur didalam KUHAP, sehingga jika para pihak yang terlibat dalam proses pelaksanaan undang-undang ini mengetahui adanya tindak pidana berdasarkan rahasia dan data yang diberitahukan oleh wajib pajak dengan adanya ketentuan ini hal tersebut tidak boleh diberitahukan kepada aparat penegak hukum. Kriminalisasi dalam undang-undang pengampunan pajak dapat pula dikaitkan dengan ketentuan yang ada didalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi, yaitu pada Pasal 21 dan Pasal 22. Pasal 21 menyatakan bahwa Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara Langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan

9 dan pemeriksaan disidang terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp (enam ratus juta rupiah). Kemudian Pasal 22 menyatakan bahwa Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp (enam ratus juta rupiah). Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bila dikaitkan dengan kriminalisasi undang-undang pengampunan pajak maka terjadi pertentangan diantara kedua undang-undang ini dalam hal terjadi harta yang didaftarkan oleh wajib pajak merupakan harta yang diindikasikan merupakan harta yang berasal dari tindak pidana korupsi, disatu sisi undang-undang pengampunan pajak melarang setiap orang yang berkaitan dengan pelaksanaan undangundang pengampunan pajak untuk membocorkan data dari Wajib Pajak, disisi lain undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi mewajibkan setiap orang untuk memberikan keterangan yang benar dalam proses penegakkan hukum dalam kasus korupsi. Solusi untuk masalah tersebut ada dalam Pasal 22 undang-undang pengampunan pajak, Pasal ini menyatakan bahwa Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau dituntut, baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Jadi walaupun undangundang pengampunan pajak melarang setiap perbuatan pembocoran rahasia wajib pajak, tetapi dengan adanya ketentuan dalam Pasal 22 tersebut maka pembocoran rahasia dapat dilakukan, Pasal tersebut menentukan bahwa dalam memanagement data terkait proses pengampunan pajak jika didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan maka tidak dapat dilakukan penuntutan kepada pihak yang mengelola data tersebut. Kriminalisasi seperti ini menurut penulis untuk mendongkrak minat dari para wajib pajak untuk mengikuti program pengampunan pajak, dikarenakan rahasia wajib pajak terjamin oleh undang-undang ini hal tersebut membuat rasa aman bagi para wajib pajak untuk mendaftarkan hartanya dan tidak perlu takut jika kerahasiaannya dilanggar mengingat harta yang didaftarkan didalam program ini merupakan harta dalam jumlah yang besar. Berdasarkan penjelasan yang sudah dijelaskan sebelumnya penulis berpendapat bahwa formulasi kriminalisasi didalam undang-undang pengampunan pajak kurang tepat dikarenakan formulasinya hanya sebatas kejahatan membuka rahasia, dikarenakan krminalisasi untuk melarang seseorang untuk membuka rahasia didalam undang-undang pengampunan pajak akan menyulitkan aparat penegak hukum untuk menjalankan tugasnya, walaupun tujuan diformulasikannya kriminalisasi yang seperti ini untuk menambah keinginan dari wajib pajak untuk mengikuti program tetapi seharusnya diformulasikan juga jenis harta yang dapat didaftarkan untuk mencegah agar

10 tidak ada harta yang berasal dari uang haram didaftarkan dalam program pengampunan pajak. 2) Formulasi Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Undang-undang Pengampunan Pajak Penentuan subjek hukum dalam hukum pidana terkait dengan penentuan pertanggungjawaban pidana. Subjek tindak pidana dalam undang-undang pengampunan pajak merupakan pihak yang terlibat didalam pelaksanaan program pengampunan pajak, Pasal 21 UU Nomor 11 Tahun 2016 menentukan Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain. Berdasarkan Pasal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa orang yang dapat dimintai pertanggung jawaban atas tindak pidana didalam undang-undang ini merupakan pihak yang terlibat pelaksanaan program pengampunan pajak yang dalam hal ini yaitu Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan. Undang-undang pengampunan pajak memformulasikan subjek tindak pidana dengan kata-kata pihak lain. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya dalam Pasal 21 UU Nomor 11 Tahun 2016, Hal tersebut bisa saja merujuk pada orang atau badan hukum. Subjek tindak pidana undang-undang ini menurut penulis tidak hanya orang melainkan juga badan hukum termasuk didalamnya, dikarenakan dapat terjadi kejahatan membuka rahasia yang dilakukan oleh pengurus dari badan hukum itu sendiri. Sedangkan kata pihak lain didalam undang-undang ini tidak menjelaskan apakah itu orang atau badan hukum. Jadi menurut penulis tindak pidana dalam undang-undang ini dapat saja dilakukan oleh pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses pengampunan pajak. Pasal 59 KUHP telah menentukan Dalam hal-hal dimana karena pelanggaran ditentukan pidana terhadap pengurus, anggota-anggota badan pengurus atau komisaris-komisaris, maka pengurus, anggota badan pengurus atau komsaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran tidak dipidana. Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut, dalam hal jika terdapat tindak pidana didalam pelaksanaan Undang-undang pengampunan pajak yang dilakukan oleh badan hukum. Maka pertanggung jawaban tindak pidana tidak dijatuhkan kepada badan hukum tersebut melainkan kepada pengurus didalam badan hukum tersebut yang melakukan tindak pidana, sedangkan pengurus yang lain tidak dipidana. Pertanggungjawaban pidana pada ketentuan pidana yang dilakukan pada pelaksanaan program pengampunan pajak menurut penulis sudah sesuai, pertanggungjawaban tindak pidana mayoritas ada pada pihak dari kementrian keuangan selaku pihak yang memanajemen data dan informasi terkait pengampunan pajak. 3) Formulasi Sanksi Pidana dalam Undang-undang Pengampunan Pajak Pedoman pembuatan ketentuan pidana didalam undang-undang terdapat didalam lampiran UU No.12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, bahwa dalam batang tubuh perundang-undangan jika diperlukan untuk membuat ketentuan pidana, maka dalam perumusannya

11 harus memperhatikan dan mempertimbangkan: Dalam merumuskan ketentuan pidana perlu diperhatikan asas-asas umum ketentuan pidana yang terdapat dalam Buku Kesatu Kitab UU Hukum Pidana, karena ketentuan dalam Buku Kesatu berlaku juga bagi perbuatan yang dapat dipidana menurut peraturan peruuan lain (Pasal 103 Kitab UU Hukum Pidana). Dalam menentukan lamanya pidana atau banyaknya denda perlu dipertimbangkan mengenai dampak yang ditimbulkan oleh tindak pidana dalam masyarakat serta unsur kesalahan pelaku Berdasarkan Pasal 23 Undang-undang Pengampunan Pajak dapat diketahui Ketentuan Pidana dalam Undangundang Pengampunan Pajak yaitu : (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. (2) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar. Berdasarkan Pasal 23 tersebut dapat diketahui bahwa sanksi bagi para pelaku tindak pidana didalam undang-undang pengampunan pajak diancam dengan hukuman paling lama 5 (lima) tahun penjara. Formulasi sanksi pidana undang-undang pengampunan pajak mirip dengan perumusan sanksi kejahatan membuka rahasia yang ada di KUHP dalam hal menentukan jenis sanksi, perumusan sanksi dan bobot sanksinya. Ketentuan pidana terhadap orang yang membuka rahasia pada Pasal 322 KUHP menurut Sanusi Husain merupakan ketentuan yang berlaku umum dan untuk semua orang yang berguna meminimalisir terjadinya kejahatan pembukaan rahasia seseorang, Namun didalam undang-undang Pengampunan Pajak diformulasikan lagi suatu Ketentuan Pidana khusus bagi orang yang terlibat dalam pelaksanan program pengampuan pajak supaya tidak membuka kerahasiaan data milik Wajib Pajak yang harus disimpannya. 8 Sanksi pidana menegenai kejahatan membuka rahasia yang ada didalam KUHP menggunakan Double Track System, Double track system merupakan sistem dua jalur mengenai sanksi dalam hukum pidana yang digunakan pada perundang-undangan, jenis sanksi pidana disatu sisi dan jenis sanksi tindakan dilain sisi. Sedangkan sanksi pidana yang ada didalam Undangundang pengampunan pajak menggunakan Single Track System, hanya ada ancaman pidana penjara bagi para pelanggarnya, tidak ada alternatif hukuman lain didalam perumusannya. Batas maksimum pidana penjara didalam UU No. 11 Tahun 2016 dibandingkan dengan ketentuan membuka rahasia didalam KUHP terjadi pemberatan dalam hal bobot sanksinya, pada KUHP ketentuan mengenai kejahatan membuka rahasia ancaman penjaranya maksimal 9 bulan sedangkan didalam UU No.11 Tahun 2016 ancaman penjaranya maksimal 5 tahun penjara. Menurut Sanusi Husain, Pajak merupakan sumber pendapatan Negara dan bisa membantu perekonomian warga Negara oleh sebab itu diperlukan suatu kepastian hukum yang dapat melindungi setiap wajib pajak, maka diformulasikanlah suatu ketentuan khusus didalam perpajakan yang bobot sanksinya lebih berat jika dibandingkan dengan KUHP. 9 Selanjutnya Maradona menyatakan bahwa formulasi sanksi pidana yang dirumuskan lebih berat seperti itu merupakan hal yang tepat 8 Wawancara pada tanggal 16 maret 2017, Prof. Dr. Sanusi Husin S.H M.H selaku Guru Besar Minat Pidana Fakultas hukum Universitas Lampung. 9 Wawancara pada tanggal 16 maret 2017, Prof. Dr. Sanusi Husin S.H M.H selaku Guru Besar Minat Pidana Fakultas hukum Universitas Lampung.

12 agar para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan undang-undang pengampunan pajak tidak melakukan tindak pidana seperti yang sudah ditentukan dikarenakan bobot pidana yang lebih berat yaitu 5 tahun. 10 Kedua ketentuan ini memberlakukan delik aduan, Delik aduan (klacht delict) adalah suatu delik yang diadili apabila yang berkepentingan atau yang dirugikan melakukannya, Artinya jika terjadi pelanggaran ketentuan pidana didalam Undang-undang Pengampunan Pajak, maka orang pribadi yang kerahasiaanya dilanggar dalam proses pelasanaan Pengampunan Pajak inilah yang dapat melakukan pengaduan dan setelah adanya pengaduan dari korban tersebut barulah ketentuan pidana didalam Undang-undang Pengampunan Pajak ini diterapkan. Perumusan sanksi pidana didalam undang-undang pengampunan pajak yang diformulasikan lebih berat dari yang ada didalam KUHP menurut herman akan memacu para Wajib Pajak untuk mendaftarkan hartanya yang ada diluar negeri untuk dialihkan kedalam Negara Indonesia, dengan adanya sanksi pidana bagi para pelanggar maka akan memberikan rasa aman bagi wajib pajak dikarenakan mereka tidak akan takut rahasia dari hartanya tersebut akan dibocorkan kepada pihak lain. Dengan adanya ancaman maksimal 5 tahun akan membuat pelaku tindak pidana dalam undang-undang ini berfikir berulang kali untuk melanggarnya dikarenakan sanksi yang cukup berat Wawancara pada tanggal 20 febuari 2017, Maradona S.H M.H. selaku Kepala Sub Bagian Persidangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandar Lampung. 11 Wawancara pada tanggal 17 febuari 2017, Herman Saidi Adam selaku kepala bidang penyuluhan pelayanan dan hubungan masyarakat kantor wilayah direktorat jenderal pajak Bengkulu dan Lampung. Perumusan sanksi pidana didalam UU No. 11 Tahun 2016 tidak menyimpang dari pola sanksi minimum yang ditetapkan oleh KUHP. Pasal 12 ayat (2) KUHP menentukan Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut. Batas maksimum penjara yang ditentukan didalam UU No. 11 Tahun 2016 paling lama adalah 5 tahun. Perumusan Ketentuan Pidana dalam Undang-undang Pengampunan Pajak menurut analisis penulis sudah tepat dengan tujuan dari diformulasikannya suatu peraturan perundang-undangan dikarenakan Ketentuan Pidana dalam undang-undang Pengampunan Pajak sudah dapat menampung semua hal yang relevan dengan bidang atau masalah yang diatur, mulai dari perumusan ancaman pidana yang lebih berat dibandingkan ancaman pidana yang ada didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sampai pemberlakuan delik aduan didalam ketentuan ini. Perumusan yang seperti itu menurut penulis sudah tepat dan membantu para pihak yang terlibat dalam pengaplikasian undang-undang pengampunan pajak ini. B. Kebijakan Formulasi Ketentuan Pidana Dalam Undang-undang Pengampunan Pajak telah memenuhi keadilan substantif. Sudarto menyatakan bahwa melaksanakan politik hukum pidana berarti mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Politik hukum pidana berarti usaha mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang. Kata sesuai dalam pengertian tersebut mengandung makna baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna.

13 Keadilan pada dasarnya sifatnya adalah abstrak, dan hanya bisa dirasakan dengan akal dan pikiran serta rasionalitas dari setiap individu atau masyarakat. Keadilan tidak berbentuk dan tidak dapat dilihat namun pelaksanaannya dapat kita lihat dalam perspektif pencarian keadilan. Berikut pandangan ahli tentang keadilan. 12 Hans Kelsen, berpendapat keadilan tentu saja digunakan dalam hukum, dari segi kecocokan dengan hukum positif terutama kecocokan dengan undangundang. Ia menggangap sesuatu yang adil hanya mengungkapkan nilai kecocokan relative dengan sebuah norma 'adil' hanya kata lain dari'benar'. Aristoteles, mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Keadilan substansif dimaknai keadilan yang diberikan sesuai dengan aturanaturan hukum substansif, dengan tanpa melihat kesalahan-kesalahan procedural yang tidak berpengaruh pada hak-hak substansif penggugat. Ini berarti bahwa apa yang secara formal-prosedural benar bisa saja disalahkan secara materil dan substansinya melanggar keadilan. Demikian sebaliknya, apa yang secara formal salah, bisa saja dibenarkan jika secara materil substansinya sudah cukup adil ( hakim dapat menoleransi pelanggaran procedural asalkan tidak melanggar substansi keadilan). Dengan kata lain, keadilan substansif bukan berarti hakim harus selalu mengabaikan bunyi undang-undang. Melainkan dengan keadilan substansif berarti hukum bisa mengabaikan undangundang yang tidak memberi rasa keadilan, tetapi berpedoman pada formal-prosedural undang-undang yang sudah memberi rasa keadilan sekaligus menjamin kepastian hukum. 13 Artinya hakim dituntut memiliki keberanian mengambil keputusan yang berbeda dengan ketentuan normative undang i-keadilan-para-ahli.html 13 Ibid undang, sehingga keadilan substansif selalu saja sulit dilakukan melalui putusan hakim, karena hakim dan lembaga pengadilan hanya akan memberikan keadilan formal. Herman menjelaskan ketika berbicara tentang keadilan, kita berbicara sesuatu yang abstrak. Sesuatu yang dianggap adil menurut seseorang belum tentu dianggap adil oleh orang lain. Disitulah peran hakim dalam memutuskan hukuman bagi para pelaku pelanggar ketentuan pidana didalam undangundang pengampunan pajak. 14 Tidak semua kebijakan yang dibuat oleh pemerintah itu ditanggapi dengan baik oleh masyarakat, menurut Maradona terdapat pro dan kontra dalam setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, contohnya pada formulasi ketentuan pidana dalam undang-undang pengampunan pajak ini. Tidak semua masyarakat setuju dengan kebijakan ini, namun disisi lain kebijakan ini sangat diperlukan bagi Negara kita guna pembangunan nasional. Jadi apa yang dianggap seseorang adil maka belum tentu hal tersebut adil bagi orang lain, semua itu tergantung bagaimana cara kita melihat dan menyikapi keadilan tersebut, namun secara garis besar kebijakan yang diambil pemerintah itu berguna bagi Negara Indonesia. 15 Ketentuan pidana membuka rahasia sudah ada didalam KUHP, menurut sanusi Husain berarti substansi dari ketentuan pidana didalam undangundang pengampunan pajak tidak bertentangan dengan aturan norma yang sudah ada yang dalam hal ini yaitu 14 Wawancara pada tanggal 17 febuari 2017, Herman Saidi Adam selaku kepala bidang penyuluhan pelayanan dan hubungan masyarakat kantor wilayah direktorat jenderal pajak Bengkulu dan Lampung. 15 Wawancara pada tanggal 20 febuari 2017, Maradona S.H. M.H selaku Kepala Sub Bagian Persidangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandar Lampung.

14 KUHP 16, dan bisa dikatakan bahwa formulasi ketentuan pidana didalam undang-undang pengampunan pajak ini sudah adil karena dalam perumusannya sudah berdasarkan norma yang sudah ada sebelumnya. Menurut penulis keadilan bagi setiap orang berbeda-beda, dalam konteks pelaksanaan program pengampunan pajak dengan diberlakukan ketentuan ini penulis rasa sudah adil bagi para pihak yang terlibat, undang-undang ini sudah dapat menampung semua hal yang relevan dengan bidang atau masalah yang diatur. IV. PENUTUP A. Simpulan 1) Formulasi kriminalisasi didalam undang-undang pengampunan pajak adalah perbuatan membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi wajib pajak kepada pihak lain. 2) Pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dalam undang-undang pengampunan pajak adalah Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak. 3) Sanksi bagi para pelaku yang melanggar ketentuan pidana didalam undang-undang pengampunan pajak diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. 4) Ketentuan pidana didalam undangundang pengampunan pajak dirasa sudah adil karena sudah dapat menampung semua hal yang relevan dengan bidang atau masalah yang diatur. 16 Wawancara pada tanggal 16 maret 2017, Prof. Dr. Sanusi Husin S.H M.H selaku Guru Besar Minat Pidana Fakultas hukum Universitas Lampung. B. Saran 1) Diharapkan kepada anggota legislatif sebagai pihak pembuat suatu perundang-undangan agar merumuskan suatu sanksi pidana dengan menggunakan double track system sebab jika hanya pidana penjara saja maka hal itu dinilai belum cukup untuk memberikan efek jera bagi pelanggar dan dibutuhkan pidana tambahan agar dapat mengganti kerugian materil bagi si korban. 2) Semua pihak yang terlibat didalam program pengampunan pajak agar menjaga rahasia dari setiap wajib pajak yang mendaftarkan hartanya kedalam program pengampunan pajak agar terlaksananya undangundang dengan baik. Buku DAFTAR PUSTAKA Nawawi, Barda Arief, 2002, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Cet II, Bandung: Citra Aditya , 2010, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti , 2013, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti. Internet 012/08/pengertian-keadilansubstantif.html -keadilan-para-ahli.html Perundang-undangan Penjelasan Undang-undang No.11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI Diajukan Oleh: Nama : MUHAMMAD YUSRIL RAMADHAN NIM : 20130610273 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKATA 2017

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2 Abstrak Penelitian ini mengkaji mengenai kebijakan hukum pidana terutama kebijakan formulasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Pajak. Pengampunan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5899) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta 1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini

Lebih terperinci

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 KEBIJAKAN KRIMINAL PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) BERSUBSIDI Oleh : Aprillani Arsyad, SH,MH 1 Abstrak Penyalahgunaan Bahan Bakar

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU PIDANA YANG DIANCAM DENGAN KETENTUAN PIDANA YANG MEMILIKI KETENTUAN ANCAMAN MINIMAL KHUSUS

ANALISIS YURIDIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU PIDANA YANG DIANCAM DENGAN KETENTUAN PIDANA YANG MEMILIKI KETENTUAN ANCAMAN MINIMAL KHUSUS 85 ANALISIS YURIDIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU PIDANA YANG DIANCAM DENGAN KETENTUAN PIDANA YANG MEMILIKI KETENTUAN ANCAMAN MINIMAL KHUSUS Oleh : Samuel Saut Martua Samosir, S.H., M.H. Abstract

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perbuatan dan Sifat melawan Hukum I. Pengertian perbuatan Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap gerak otot yang dikehendaki,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk mencapai kesehatan secara optimal.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kebijakan Kriminal Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena keterbiasaanya terdapat semacam kerancuan atau kebingungan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa

BAB I. Pendahuluan. Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa beban target penerimaan pajak yang terlalu berat telah melahirkan kebijakan pemeriksaan yang menghambat

Lebih terperinci

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA Oleh : Pande I Putu Cahya Widyantara A. A. Sri Indrawati Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Assessing criminal law,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa suatu negara pada kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai kumpulan manusia, karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada sesudah meninggal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berusaha untuk benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia, negara akan menjamin

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG: a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia`yang

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo 17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo 1. Pengertian Tindak Pidana Kumpul Kebo Tindak Pidana kumpul kebo adalah perbuatan berhubungan antara laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Pajak

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Pajak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu faktor penting yang berperan bagi kelangsungan hidup negara. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini didasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262]

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262] UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262] BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 38 Barang siapa karena kealpaannya : a. tidak menyampaikan Surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia perlu melaksanakan pembangunan di segala bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu hangat untuk diperbincangkan dari masa ke masa, hal ini disebabkan karakteristik dan formulasinya terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang Pengganti Masalah penetapan sanksi pidana dan tindakan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia

I. PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan perekonomian seluruh rakyat Indonesia pada khususnya. Perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu masalah yang ada di dalam kehidupan masyarakat, baik dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang berbudaya modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut J.C.T. Simorangkir, S.H dan Woerjono Sastropranoto, S.H, Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 57/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 57/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 57/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak I. PEMOHON Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia; Kuasa Hukum Sugeng Teguh Santoso, S.H., Gregorius Djako., S.H., M. Daud Berueh, S.H.,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi yang telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara memerlukan penanganan yang luar biasa. Perkembangannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELACURAN SESUAI DENGAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN

KEBIJAKAN DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELACURAN SESUAI DENGAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN KEBIJAKAN DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELACURAN SESUAI DENGAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN 2000 Oleh : Bella Kharisma Desak Putu Dewi Kasih Hukum Pidana, Fakultas Hukum Program

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Kelalaian dalam Kegiatan yang Mengumpulkan Massa dan Menimbulkan Korban Tinjauan adalah melihat dari jauh dari tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

USU Law Journal, Vol.2.No.3 (Desember 2014)

USU Law Journal, Vol.2.No.3 (Desember 2014) KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI Megawati Madiasa Ablisar, Marlina, Suhaidi (Churumii@yahoo.co.id) ABSTRACT Policy formulation is a criminal sanction in formulating

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana dalam tindak pidana korupsi. Terbukti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA Oleh : Bagus Surya Darma Marwanto Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT : Criminal fines are one

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online PENGAMPUNAN PAJAK (TAX AMNESTY) SUATU SOLUSI MENINGKATKAN PENERIMAAN PAJAK Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 31 Agustus 2016; disetujui: 15 September 2016 Dalam rapat paripurna DPR RI 28 Juni

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENERAPAN SANKSI PIDANA DALAM PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI TENTANG PAJAK DAERAH

KEBIJAKAN PENERAPAN SANKSI PIDANA DALAM PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI TENTANG PAJAK DAERAH KEBIJAKAN PENERAPAN SANKSI PIDANA DALAM PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI TENTANG PAJAK DAERAH Oleh : Willi Caramoon M. Zen Abdullah ABSTRAK Keberadaan Peraturan Daerah sesungguhnya tidak dapat dilepaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 menegaskan bahwa perekonomian nasional disusun berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN KUMPUL KEBO

KEBIJAKAN KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN KUMPUL KEBO KEBIJAKAN KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN KUMPUL KEBO Oleh: I Gst Ngr Dwi Wiranata Ibrahim R. Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Perbuatan kumpul kebo merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merugikan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. masalah yang serius dan penegakannya tidak mudah.

BAB I PENDAHULUAN. merugikan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. masalah yang serius dan penegakannya tidak mudah. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada saat ini penegakan hukum yang paling ditunggu masyarakat adalah penegakan hukum tindak pidana korupsi. Adanya tuntutan dari masyarakat untuk dilakukanya upaya pemberantasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum

Lebih terperinci

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA Oleh : Pande I Putu Cahya Widyantara A. A. Sri Indrawati Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT To determine fault someone

Lebih terperinci

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada ketentuan peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017 LANDASAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN DI BIDANG PERPAJAKAN YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT PAJAK 1 Oleh: Grace Yurico Bawole 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi hal yang hangat dan menarik untuk diperbincangkan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIV/2016 Frasa dapat merugikan keuangan negara dan Frasa atau orang lain atau suatu korporasi Sebagai Ketentuan Menjatuhkan Hukuman Pidana Bagi Tindak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana 1. Penegakan hukum Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Oleh : Wahab Ahmad, S.HI., SH (Hakim PA Tilamuta, Dosen Fakultas Hukum UG serta Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak I. PEMOHON 1. Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia; (Pemohon I) 2. Samsul Hidayat; (Pemohon II) dan 3. Abdul Kodir Jailani (Pemohon III)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 63/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 63/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 63/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak I. PEMOHON 1. Dewan Pengurus Pusat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (DPP SBSI) diwakili oleh Prof. Muchtar Pakpahan, SH.,MA (Ketua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Oleh : Shah Rangga Wiraprastya Made Nurmawati Bagian Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK Oleh : Made Agus Indra Diandika I Ketut Sudantra Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The paper is titled

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak hanya menyangkut masalah substansinya saja, akan tetapi selalu berkaitan dengan nilai-nilai yang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto

PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana Abstract Titles in this writing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu upaya yang sudah lumrah dilakukan oleh pembentuk Peraturan

I. PENDAHULUAN. Salah satu upaya yang sudah lumrah dilakukan oleh pembentuk Peraturan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Salah satu upaya yang sudah lumrah dilakukan oleh pembentuk Peraturan Perundang-undangan agar warga masyarakat mematuhi hukum adalah dengan mencantumkan sanksi

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH SISTEMATIKA TEKNIK PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DAN KERANGKA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi dewasa ini sudah semakin berkembang baik dilihat dari jenis, pelaku maupun dari modus operandinya. Masalah korupsi bukan hanya menjadi masalah nasional

Lebih terperinci

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH 1 PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * I. PENDAHULUAN Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH Hukum itu akal, tetapi juga pengalaman. Tetapi pengalaman yang diperkembangkan oleh akal, dan akal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu ditingkatkan usahausaha. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu ditingkatkan usahausaha. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat melaksanakan reformasi pembangunan. Dalam pelaksanaan pembangunannya, bangsa Indonesia membutuhkan suatu kondisi

Lebih terperinci

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan A. Latar Belakang Korupsi merupakan permasalahan yang dapat dikatakan sebagai sumber utama dari permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk sampai

Lebih terperinci