Pembantaian Massal Pernah Terjadi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pembantaian Massal Pernah Terjadi"

Transkripsi

1 Pembantaian Massal Pernah Terjadi Penulis : Donny Andhika _Pernah_Terjadi_Bagian_1 Senin, 01 Oktober :34 WIB DOK PRIBADI TERKAIT Pembantaian Massal Pernah Terjadi (Bagian 2) Pembantaian Massal Pernah Terjadi (Bagian 1) Film Pembantaian Anggota PKI untuk Bahan Renungan Bangsa JAKARTA--MICOM: Film The Act of Killing, meski mendapat rating 8,6 di situs IMDB dan menarik perhatian dalam Festival Film Toronto 2012, tetap menuai kontroversi, khususnya di wilayah Sumatra Utara. Film dokumenter garapan warga negara Amerika Serikat Joshua Oppenheimer tersebut mengisahkan tentang pembantaian massal anggota PKI (Partai Komunis Indonesia) oleh para pemuda di Medan termasuk dari unsur Pemuda Pancasila pada tahun Pemeran utama film tersebut adalah Anwar Congo, mantan anggota Pemuda Pancasila yang memang mengaku ikut terlibat pembantaian dan terpaksa melakukan pembunuhan karena tidak ingin dibunuh. Berikut Wawancara Media Indonesia dengan sutradara muda tersebut yang dikirim via surat elektronik, Minggu (30/1). 1

2 1. Apa tujuan dari pembuatan film The Act of Killing? Seperti sastrawan atau seniman pada umumnya, saya ingin menyampaikan sebuah ide melalui karya yang saya rasa perlu direnungkan oleh banyak orang untuk mengasah budi pekerti kita, agar kita bisa hidup bersama dengan lebih baik. Melalui film The Act of Killing saya ingin mengajukan pertanyaan kemanusiaan yang universal, apakah artinya menjadi orang baik itu? Apa bedanya kita dengan para pelaku pembunuhan massal, jika kita semua adalah manusia yang sanggung berimajinasi? Apa peran imajinasi dalam kekerasan ekstrem? Mengapa manusia masih saja melakukan kekerasan ekstrem? Dengan film ini pula saya ingin mengungkap salah satu babak tergelap dalam sejarah kemanusiaan yang selama ini ditutup-tutupi, padahal penting untuk diketahui dan dipelajari bukan hanya oleh orang Indonesia, tetapi juga bagi seluruh warga dunia. Saya berharap film ini membuka ruang-ruang diskusi yang lebih luas dan bisa memulai sebuah proses penyembuhan luka sejarah ini. 2. Banyak orang mempertanyakan kebenaran dari sejarah yang diceritakan dalam film, apakah anda melakukan studi sejarah dan lapangan sebelum membuatnya? Sebetulnya, saya malah ingin balik bertanya, siapa sajakah yang Anda maksud sebagai "banyak orang" dan bagian mana dari kebenaran sejarah yang diceritakan dalam film itu yang dipertanyakan. Dua sejarawan, Asvi Warman Adam dari LIPI dan Budi Agustono dari USU, juga Ariel Heryanto menyambut positif film ini dari aspek sejarah. Sekalipun banyak orang Indonesia-- terutama generasi muda--tidak mengetahui bahwa pembantaian massal pernah terjadi, tidak berarti bahwa pembantaian itu tidak pernah terjadi. Saya mempelajari banyak sekali sumber literatur sejarah Indonesia pada periode sekitar 1965 baik dari dokumen-dokumen (termasuk dokumen rahasia pemerintah Amerika Serikat yang telah dibuka) maupun hasil penelitian yang ditulis oleh orang Indonesia serta peneliti dari luar Indonesia. Selain itu, saya juga berkonsultasi dengan sejarawan dan peneliti lain yang telah lebih dulu mendalami babak sejarah tersebut, misalnya John Roosa dan Ben Anderson, dan juga beberapa sejarawan atau peneliti dari Indonesia. Selain studi literatur dan konsultasi dengan para pakar, saya juga mewawancarai banyak sekali orang di Sumatra Utara sejak 2001, meliputi para penyintas (survivor) dan keluarga korban pembantaian massal, juga para pelaku pembantaiannya sendiri, komandannya, algojonya, serta teman-teman, keluarga, dan orang di sekitarnya. Selain itu sebelum setiap kali saya mempertemukan dua orang nara sumber, saya mewawancarainya secara terpisah, sehingga saya bisa mendapatkan gambaran mengenai apa yang sebetulnya terjadi, apa yang dilebih-lebihkan atau apa yang ditutup-tutupi. 3. Dari mana awalnya anda mendapatkan cerita tentang film itu? Pada tahun 2001 saya diundang untuk memfasilitasi sekelompok buruh perkebunan membuat film yang mengangkat masalah yang mereka hadapi. Di sini saya menemukan bahwa salah satu persoalan mereka adalah kesulitan untuk membangun sebuah serikat buruh yang berdaya. Kesulitan ini disebabkan oleh sejarah penindasan yang panjang dan penghancuran serikat-serikat yang kuat membela kepentingan buruh dan tani pada tahun 2

3 1965. Para buruh, hari ini, masih takut berorganisasi dan menyuarakan pendapatnya, karena para pembunuh massal dari tahun 1965, yang membunuh para pemimpin buruh di masa itu, masih hidup di sekitar mereka. Saya lalu mendekati dan mewawancarai salah satu algojo itu. Saya merekamnya bercerita dengan rinci dan memberikan peragaan sederhana mengenai pembunuhan yang dilakukannya dengan gaya sesumbar. Saya melihatnya ia lebih dari sekadar bercerita, ia melakukannya sebagai sebuah pergelaran (performance). Saya jadi mulai bertanya-tanya, kepada siapa (dalam bayangannya) ia melakukan pergelaran ini? Untuk apa ia mempergelarkan ceritanya itu? Dipikirnya saya ini siapa? Apa yang dia bayangkan mengenai penilaian saya terhadap dirinya? Bagaimana dia memandang dirinya sendiri? Bagaimana dia memandang korban-korbannya? Keluarga korban-korbannya, yang adalah tetangganya? Saya mulai mencari jawabannya satu persatu dengan lebih banyak melakukan interview dari satu pembunuh ke pembunuh yang lain, mencari atasannya, terus dari satu desa ke desa yang lain, sampai akhirnya saya menemui pimpinan tingkat kabupaten, dan juga ke Medan untuk mencari anggota pasukan pembunuh yang paling terkenal kejam di kota itu. Dari situ saya bertemu dengan Anwar Congo. Ia orang yang terbuka, dan akrab sekali dengan media film karena ia mantan preman bioskop yang hdiup dari mencatut karcis di masa mudanya. Saya mewawancarainya dan juga memintanya melakukan peragaan ulang (re-enactment) pembunuhan yang dia lakukan persis di tempat dulu ia melakukan aksi pembunuhannya di sebuah ruko di seberang bekas bioskop tempat ia biasa mencatut karcis. Saya lalu memutarkan hasil rekaman kepada Anwar, dan komentarnya mengagetkan saya. Anwar menilai, seperti seorang sutradara atau kritikus film, bahwa pakaiannya salah, gerakan dan aktingnya kurang bagus, dan ia seharusnya terlihat lebih muda, ia merasa perlu mengecat hitam rambutnya yang telah memutih seluruhnya. Anwar telah membayangkan dirinya dalam sebuah film, lengkap dengan kostum dan make up-nya. Dan saya segera saja menyambut kesempatan ini dengan menawarinya membuat sebuah film fiksi agar ia bisa mendramatisasi pengalaman dan ingatannya. Ini adalah cara yang saya rasa lebih baik untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan saya. Daripada mewawancarainya, dan berusaha masuk ke dalam pikiran dan bayangannya, lebih baik saya minta ia mengeluarkan dan mewujudkan bayangannya di atas sebuah set film, dan saya merekamnya. Inilah awal berkembangnya metode pembuatan film yang kemudian menjadi alat bertutur cerita film The Act of Killing. 4. Apa sebenarnya tujuan dan target dari pembuatan film tersebut? Tujuan bisa lihat jawaban atas pertanyaan nomor 1. Dalam waktu dekat, sesudah kami menyelesaikan proses 7 tahun ini, target kami sebetulnya sesederhana membuat film ini ditonton sebanyak-banyaknya orang di Indonesia dan di seluruh dunia. Selanjutnya kami berharap gagasan dan persoalan yang kami sampaikan melalui film diapresiasi dan dibicarakan secara meluas, melalui media atau dalam kelompok masyarakat. Kami sadar bahwa film ini sendirian tidak bisa berbuat banyak untuk Indonesia, tapi harapan bahwa akan terjadi perubahan perimbangan kekuasaan, proses peradilan HAM 3

4 dan rekonsiliasi, permintaan maaf resmi, restitusi kepada keluarga korban dan penyintas, pelajaran sejarah yang lebih jujur, serta terbentuknya masyarakat yang menolak impunitas serta kekerasan selalu menjadi inspirasi kami sepanjang proses pembuatan film ini. 5. Bagaimana anda melihat peluang film ini di Festival Toronto? Di Festival Film Internasional Toronto, film ini mendapatkan sambutan yang luar biasa hangat, apresiatif, dan penuh pujian. Kami tahu bahwa film kami ini bukan film yang bisa diremehkan, tapi sambutan sehebat itu tidak kami duga. Berbagai media menyebut film The Act of Killing sebagai satu dari 10 film terbaik di Festival Toronto, bahkan ada yang menyebutnya sebagai film terbaik--sekaligus yang paling menyeramkan--dari ratusan film yang terpilih ikut dalam festival tersebut. Karena The Act of Killing diluncurkan secara resmi di Toronto, dan sambutannya begitu meriah, gaungnya sampai ke Eropa, dan di Inggris sebuah koran besar menulis tentang film ini, "Setiap frame-nya menakjubkan!" (OX/X-13) 6. Apa keunggulan dan kelemahan film ini? Keunggulannya, bila pantas disebutkan, salah satunya, adalah film ini boleh dibilang dibuat dengan metode pembuatan yang orisinal, dan metode tersebut berkembang bersama cerita film yang ditangkap oleh metode ini. Jadi, metode dan cerita yang ditangkapnya saling mengembangkan dan melengkapi, sehingga semakin lama kami berproses dengan film ini, bukan hanya metodenya semakin baik, tetapi ceritanya pun semakin kuat. Keunggulan lain, dari segi tema, boleh jadi ini film pertama yang mengangkat babak sejarah kelam Indonesia ini dari sudut pandang pelaku, dan berhasil membongkar serta menunjukkan kebudayaan seperti apa yang sekarang hidup di Indonesia ketika para pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan, bukan hanya menikmati impunitas, tetapi juga diperlakukan layaknya pahlawan, dan mereka bisa tetap mengumbar sesumbar mengenai kejahatannya--bahkan sesudah film ini rama dibicarakan di Indonesia. Kelemahan film ini, nah itu sebetulnya harus ditanyakan kepada kritikus film atau penonton. Sebagai film, bagi saya, ini sudah yang terbaik. Dengan segala sumber daya yang kami miliki, baik metodenya, rekaman sepanjang seribuan jam, maupun sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pembuatan film, ini sudah paling baik yang bisa kami usahakan. Juga dalam editing, kami sudah mencoba banyak sekali kombinasi gabungan berbagai adegan, dan The Act of Killing yang kita saksikan sekarang adalah yang terbaik. Penambahan atau pengurangan bagian dari film ini tidak akan membuatnya jadi lebih baik. Itu yang saya rasakan, tentu saja, pendapat saya sangat subyektif. Tapi dari segi teknis, metode yang dipakai untuk membuat film ini, termasuk riset dan pendekatan kepada tokoh yang difilmkan, memerlukan waktu yang sangat panjang dibandingkan rata-rata waktu pembuatan film pada umumnya. Pembuatan film ini memerlukan kesabaran ekstra, dan juga pada akhirnya menghasilkan seribuan jam rekaman yang membuat proses editing menjadi sangat rumit (dan lama). 7. Apakah film anda layak menjadi film dokumenter? Sebetulnya ini tergantung bagaimana mendefinisikan dokumenter--dan membedakannya dengan fiksi. Kalau yang dimaksud dengan dokumenter adalah film yang berupaya 4

5 mendokumentasikan realitas sebagaimana seolah tidak ada kamera, maka The Act of Killing bukanlah film jenis dokumenter seperti itu. Sebaliknya, film ini menangkap realitas dengan kesadaran bahwa ada kamera di depan para narasumbernya. Yang ingin kita tangkap justru adalah apa yang sengaja ingin ditampilkan kepada dunia melalui kamera. Film ini bukan ingin mendokumentasikan realitas yang lazimnya terjadi tanpa kehadiran kamera, film ini ingin mendokumentasikan imajinasi para narasumbernya. Kesulitan lain dalam penggolongan genre film, adalah pertanyaan saya di dalam film ini, apakah kita tahu bedanya fiksi dan realitas? Realitas sebagaimana sesuatu peristiwa atau perbuatan dipergelarkan (performed) itu masih realitas atau sudah terkontaminasi fiksi? Sejarah resmi Indonesia, misalnya, taruhlah tentang G30S dan pembantaian jutaan orang yang menyusul kemudian, sebagaimana ditulis dalam buku teks pelajaran sejarah, apakah itu realitas--senyatanya begitu--atau fiksi? Atau sebagiannya fiksi dan sebagiannya realitas? Berapa persen realitasnya berapa persen fiksinya? Contoh lain, film "Pengkhianatan G30S PKI", misalnya, betulkah itu masuk golongan dokudrama (dokumenter yang didramatisasi)? Bagian penyiksaan perwira tinggi AD di film itu dokudrama atau fiksi? Bukankah justru dokumen visum pemeriksaan dokter forensik menyatakan tidak ada tanda-tanda penyiksaan? Lantas, doku(menter) apa yang mendasari drama(tisasi) adegan penyiksaan dalam film tersebut? Dalam film ini para narasumber memang berakting, memainkan perannya, sebagai diri sendiri sebagaimana ia ingin dilihat oleh penonton. Film ini melibatkan sebuah fiksi yang dibangun sebagai alat bagi narasumber untuk mengekspresikan imajinasi, ingatan, dan pengalamannya. Tapi hanya karena ada 'akting' di situ, dan ada film fiksi sebagai 'bahasa', tidak berarti bahwa film ini keseluruhannya adalah film fiksi. Walaupun begitu, betul, The Act of Killing, bukan sebuah dokumenter biasa sebagaimana lazimnya dipahami orang. Kerumitan menggolongkan The Act of Killing dalam kategori dokumenter, dokudrama, atau fiksi, semakin bertambah ketika, misalnya, Anwar memeragakan ulang pembunuhan yang dilakukannya dahulu. Kami menemukan bahwa dulu sekalipun (ketika Anwar sedang melakukan pembunuhan terhadap orang yang dianggap komunis) Anwar sudah melakukannya sebagai sebuah pergelaran (performance). Ia meniru tokoh dalam film yang baru saja ditontonnya. Ia menjelma menjadi seseorang yang lain untuk sekejap dirinya lari dari pembunuhan yang dilakukan oleh tubuhnya itu. Dahulupun ia berakting ketika melakukan pembunuhan. Dan ketika kami memintanya melakukan peragaan ulang (re-enactment), dan dia kembali berakting, peragaan tersebut menjadi sebuah dramatisasi dari peristiwa yang terjadi, tetapi juga sebuah dokumenter, karena pembunuhan yang sebenarnya sekalipun juga sudah merupakan sebuah dramatisasi. 8. Ada yang bilang anda menipu aktor dalam film The Act of Killing. Aktor dan aktris tidak tahu seperti apa angle dari film dan untuk apa film tersebut. Bagaimana pendapat anda? Kalau ada narasumber yang tidak tahu seperti apa angle dari film The Act of Killing, itu bisa macam-macam penyebabnya, tapi yang pasti itu bukan karena saya menipunya. Saya selalu menjelaskan kepada semua partisipan apa yang akan kita lakukan, dan untuk apa. Tokoh utama dalam film ini, Anwar Congo, misalnya, terlibat dalam proses pembuatan film ini sejak awal, jadi tujuh tahun lamanya saya sudah bekerja sama, sangat tidak masuk akal jika ia mau terus membuat film yang tidak mereka pahami angle atau tujuannya. Tanpa 5

6 kesediaan dan pemahaman semua partisipan, film ini tidak akan jadi, film ini akan berhenti di tengah jalan. Kontroversi remeh dan tak produktif soal apakah film ini untuk umum atau untuk tesis sungguh aneh, memangnya tesis dibuat untuk disembunyikan dan dirahasiakan? Anwar sendiri di acara televisi yang disiarkan luas menyatakan bagaimana teknik membunuhnya terilhami oleh film, dan bagaimana ia kemudian di malam hari membuang mayat. Rahasia apakah yang ada di dalam film ini dan harus ditutupi? Atau komplain bahwa film yang disyuting selama ini sebetulnya film fiksi berjudul Arsan dan Aminah juga aneh. Anwar tahu bahwa Arsan dan Aminah hanyalah sebuah 'ruang' baginya untuk mengangkat ingatan dan bayangannya, juga mimpi buruknya, ke dalam bentuk fiksi yang didramatisasi. Setiap kali ada partisipan baru, kami menjelaskannya lagi, dan Anwar ada di situ, sehingga Anwar entah sudah berapa kali mendengar penjelasan saya ini. Film Arsan dan Aminah, dengan sepengetahuan Anwar, tidak pernah dimaksudkan untuk jadi film utuh, terpisah, dan tersendiri. Ini adalah bagian integral dari dokumenter The Act of Killing yang juga meliput bagaimana Arsan dan Aminah dibuat dan bagaimana partisipannya bereaksi terhadap Arsan dan Aminah. Sebagai bagian penting dalam metode pembuatan film ini adalah kami memutarkan rekaman hasil shooting kepada para partisipan untuk mendapatkan reaksinya dan reaksi mereka terhadap hasil syuting juga kami rekam. Semua partisipan tahu rekaman apa saja yang kami punya, dan mereka juga sudah menontonnya. Kami tidak pernah mengambil gambar dan merekam secara sembunyisembunyi, kami merekam secara terbuka, meminta izin, dan baru mulai kalau sudah mendapatkan izin tertulis. 9. Apakah anda sudah menghitung dampak dan reaksi pemerintah Indonesia terhadap film tersebut? Dan bagaimana dengan reaksi dunia? Kalau film ini keluar di era Orde Baru di bawah Suharto, kami tahu lebih banyak mengenai apa yang akan terjadi dan bagaimana reaksi pemerintah terhadap film ini. Sesudah reformasi politik tahun 1998, Indonesia menjadi negeri yang serba 'nanggung.' Make-upnya tebal, hampir seperti topeng, pemerintah Indonesia maunya kelihatan berubah dengan jargon "Era Reformasi"nya, wajahnya dimanis-maniskan sehingga kelihatan lebih demokratis dan bebas, tapi sebetulnya 'jeroan'nya masih sama-sama saja. Perimbangan kekuasaan tidak berubah di Indonesia, kelompok yang dulu kaya raya dengan mengeksploitasi sekarang masih kaya raya dan mengeksploitasi. Partai besar dari zaman Orde Baru, masih jadi partai besar Film kami menunjukkan kenapa. Rezim yang dibangun di atas pembantaian massal ini masih belum berakhir. Para pembantai (dan mereka yang menangguk keuntungan dari pembantaian massal itu) masih menang. Di negara Indonesia yang nanggung ini, sukar memprediksi dampak dan reaksi pemerintah Indonesia terhadap film ini, oleh karenanya kami selalu memperhitungkan dan bersiap untuk yang terburuk. Sementara reaksi di dunia, saya belum bisa bicara banyak. Tetapi jika Festival Toronto bisa jadi ukuran, mungkin akan sama di mana-mana, di Eropa atau di Amerika. Saya berharap bahwa film ini membuka diskusi dan pembahasan yang lebih luas di segala aspek pengetahuan dan kebudayaan, bukan hanya sejarah, HAM, dan film, tetapi juga 6

7 meluas ke masalah kesenian, kebudayaan, politik, ekonomi, etika, pendidikan, sampai pembahasan psikologis di tingkat yang paling personal. (OX/X-13) 7

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal. Komunikasi bukan hanya sebuah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Film Senyap mengungkapkan bahwa komunis merupakan korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi saat peristiwa pemberantasan komunis 1965 yang dampaknya masih terasa

Lebih terperinci

Negara Jangan Cuci Tangan

Negara Jangan Cuci Tangan Negara Jangan Cuci Tangan Ariel Heryanto, CNN Indonesia http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160426085258-21-126499/negara-jangan-cuci-tangan/ Selasa, 26/04/2016 08:53 WIB Ilustrasi. (CNN Indonesia)

Lebih terperinci

Buku «Memecah pembisuan» Tentang Peristiwa G30S tahun 1965

Buku «Memecah pembisuan» Tentang Peristiwa G30S tahun 1965 Buku «Memecah pembisuan» Tentang Peristiwa G30S tahun 1965 Tulisan ini bukanlah resensi buku. Melainkan seruan atau anjuran kepada orang-orang yang mempunyai hati nurani dan berperkemanusiaan, atau yang

Lebih terperinci

pengalaman putra 'tokoh integrasi' Tionghoa Indonesia pada 1965

pengalaman putra 'tokoh integrasi' Tionghoa Indonesia pada 1965 'Dicina-cinakan' di jalan: pengalaman putra 'tokoh integrasi' Tionghoa Indonesia pada 1965 Endang NurdinBBC Indonesia 27 Oktober 2017 http://www.bbc.com/indonesia/dunia-41738253?ocid=wsindonesia.chat-apps.in-app-msg.whatsapp.trial.link1_.auin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendakian gunung atau yang disebut mountaineering adalah olahraga, profesi, dan rekreasi. Ada banyak alasan mengapa orang ingin mendaki gunung, terutama di Indonesia.

Lebih terperinci

*PEMUTARAN PERDANA THE ACT OF KILLING Di LONDON *

*PEMUTARAN PERDANA THE ACT OF KILLING Di LONDON * *Kolom IBRAHIM ISA Sabtu, 16 Maret 2013 -----------------------------* *PEMUTARAN PERDANA THE ACT OF KILLING Di LONDON * Maret 2013, adalah peiode yang sarat dengan acara sekitar *Peristiwa 1965*. Reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Drama adalah salah satu bentuk sastra yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berasal dari Tuhan, dan tidak dapat diganggu gugat oleh. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan salah satu nilai dasar

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berasal dari Tuhan, dan tidak dapat diganggu gugat oleh. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan salah satu nilai dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia, dan mempunyai derajat yang luhur sebagai manusia, mempunyai budi dan karsa yang merdeka sendiri. Semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat kaitannya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering bermula dari persoalan

Lebih terperinci

Meninjau Kembali Pembantaian 50 Tahun Lalu

Meninjau Kembali Pembantaian 50 Tahun Lalu Wawancara dengan Soe Tjen: Meninjau Kembali Pembantaian 50 Tahun Lalu Tak ada yang memberitahu Soe Tjen tentang nasib ayahnya dan genosida anti-komunis. Sampai ia mendengar kisah itu dari ibunya, setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film Dokumenter tidak seperti halnya film fiksi (cerita) merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Film Dokumenter tidak seperti halnya film fiksi (cerita) merupakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film Dokumenter tidak seperti halnya film fiksi (cerita) merupakan sebuah rekaman peristiwa yang diambil dari penyajian fakta atau sungguh-sungguh terjadi. Definisi

Lebih terperinci

Akui Dulu Pembantaian, Baru Minta Maaf

Akui Dulu Pembantaian, Baru Minta Maaf Akui Dulu Pembantaian, Baru Minta Maaf BY WEBMASTER OCTOBER 27, 2015 HTTP://1965TRIBUNAL.ORG/ID/AKUI-DULU-PEMBANTAIAN-BARU-MINTA-MAAF/ Menolak lupa, menjadi saksi (selama hayat di kandung badan). Galeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita hidup ditengah derasnya perkembangan sistem komunikasi. Media massa adalah media atau sarana penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat

Lebih terperinci

Program Dokumenter Drama. Modul ke: 12FIKOM. Fakultas. Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting

Program Dokumenter Drama. Modul ke: 12FIKOM. Fakultas. Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting Modul ke: Program Dokumenter Drama Fakultas 12FIKOM Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting Program Dokumenter Drama Dokumentasi drama (drama dokumenter), yakni suatu film atau drama televisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Film merupakan salah satu produk media massa yang selalu berkembang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Film merupakan salah satu produk media massa yang selalu berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Film merupakan salah satu produk media massa yang selalu berkembang setiap jamannya. Film adalah sebuah produk seni yang memiliki kebebasan dalam berekspresi, juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya masyarakat mengkhawatirkan masa kehamilan dan persalinan. Masa kehamilan dan persalinan dideskripsikan oleh Bronislaw Malinowski menjadi fokus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi. Dalam proses komunikasi, komunikator mengirimkan. pesan/informasi kepada komunikan sebagai sasaran komunikasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi. Dalam proses komunikasi, komunikator mengirimkan. pesan/informasi kepada komunikan sebagai sasaran komunikasi. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Untuk memahami pengertian manajemen komunikasi, terlebih dahulu dijelaskan pengertian komunikasi secara umum. Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin

Lebih terperinci

Laporan akhir IPT, 8 Juni, 2016

Laporan akhir IPT, 8 Juni, 2016 Laporan akhir IPT, 8 Juni, 2016 DAFTAR ISI Catatan editorial Ucapan terima kasih Daftar istilah dan singkatan A SIDANG IPT A1 PENGANTAR IPT A2 KATA PEMBUKAAN PANEL HAKIM, 10 NOVEMBER 2015 A3 KATA PENUTUP

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Film 2.1.1 Pengertian Film Kehadiran film sebagai media komunikasi untuk menyampaikan informasi, pendidikan dan hiburan adalah salah satu media visual auditif yang mempunyai jangkauan

Lebih terperinci

"THE ACT O F KILLING JAGAL

THE ACT O F KILLING JAGAL Kolom IBRAHIM ISA Sabtu, 18 Januari 2014 ------------------- Sekitar NOMINASI OSCAR Film "THE ACT O F KILLING JAGAL Tadi malam aku share artikel yang ditulis sahabat karibku Max Lane di Facebook, sekitar

Lebih terperinci

Mengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965

Mengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965 Cerita Pagi Dokumen Supardjo, Mengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965 Hasan Kurniawan Minggu, 23 Oktober 2016 05:05 WIB http://daerah.sindonews.com/read/1149282/29/dokumen-supardjo-mengungkap-kegagalan-gerakan-30-september-1965-1477110699

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. editing, dan skenario yang ada sehingga membuat penonton terpesona. 1

BAB I PENDAHULUAN. editing, dan skenario yang ada sehingga membuat penonton terpesona. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perfilman Indonesia pada saat ini adalah kelanjutan dari tradisi tontonan rakyat sejak masa trandisional, dan masa penjajahan sampai masa kemerdekaan.film adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. film memiliki realitas tersendiri yang memiliki dampak yang dapat membuat

BAB I PENDAHULUAN. film memiliki realitas tersendiri yang memiliki dampak yang dapat membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Film merupakan suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Sebagian besar kota besar yang ada di Indonesia saat ini semakin berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk. Salah satu kota yang berkembang saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. film video laser setiap minggunya. Film lebih dahulu menjadi media hiburan

BAB I PENDAHULUAN. film video laser setiap minggunya. Film lebih dahulu menjadi media hiburan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi dan film video laser

Lebih terperinci

AKAR DAN DALANG PEMBANTAIAN MANUSIA TAK BERDOSA. dan PENGGULINGAN BUNG KARNO

AKAR DAN DALANG PEMBANTAIAN MANUSIA TAK BERDOSA. dan PENGGULINGAN BUNG KARNO Kolom IBRAHIM ISA Minggu, 15 Desember 2013 ----------------------- Menyambut Hangat Karya Penting SUAR SUROSO: AKAR DAN DALANG PEMBANTAIAN MANUSIA TAK BERDOSA dan PENGGULINGAN BUNG KARNO Senin, 16 Desember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, seperti koran, televisi, radio, dan internet. produksi Amerika Serikat yang lebih dikenal dengan nama Hollywood.

BAB I PENDAHULUAN. lain, seperti koran, televisi, radio, dan internet. produksi Amerika Serikat yang lebih dikenal dengan nama Hollywood. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman sekarang, komunikasi sudah banyak cara penyaluran pesannya kepada masyarakat, salah satunya adalah film, disamping menggunakan media lain, seperti koran, televisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komunikasi visual memiliki peran penting dalam berbagai bidang, salah satunya adalah film. Film memiliki makna dan pesan di dalamnya khususnya dari sudut pandang visual.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cirebon adalah salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini berada di pesisir utara Jawa Barat atau dikenal dengan Pantura yang menghubungkan

Lebih terperinci

Kesaksian Siauw Giok Tjhan dalam Gestapu 1965

Kesaksian Siauw Giok Tjhan dalam Gestapu 1965 Kesaksian Siauw Giok Tjhan dalam Gestapu 1965 Hasan Kurniawan http://daerah.sindonews.com/read/1057848/29/kesaksian-siauw-giok-tjhan-dalam-gestapu-1965-1446312109/ Senin, 2 November 2015 05:05 WIB Siauw

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda-beda. Hal tersebut merupakan representasi psikologis masing-masing orang yang dibangun dari latar belakang

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI. memuat serangkaian peristiwa yang dijalin dan disajikan secara kompleks. Novel

BAB 5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI. memuat serangkaian peristiwa yang dijalin dan disajikan secara kompleks. Novel BAB 5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Novel Tapol merupakan salah satu prosa fiksi atau cerita rekaan yang memuat serangkaian peristiwa yang dijalin dan disajikan secara kompleks. Novel ini sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. sebuah karya film. Tanpa manajemen yang diterapkan pada sebuah produksi

BAB IV PENUTUP. sebuah karya film. Tanpa manajemen yang diterapkan pada sebuah produksi BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dalam pembuatan produksi sebuah film, pada dasarnya memiliki suatu rangkaian tahapan yang harus dilalui. Rangkaian tersebut akan membantu menentukan hasil proses produksi program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film dokumenter Jagal (The Act of Killing) ini mengungkapkan realita

BAB I PENDAHULUAN. Film dokumenter Jagal (The Act of Killing) ini mengungkapkan realita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Film dokumenter Jagal (The Act of Killing) ini mengungkapkan realita kekejaman pada tahun 1965 terhadap anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) yang ada di Medan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menyampaikan sebuah informasi, banyak media yang dapat dipakai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menyampaikan sebuah informasi, banyak media yang dapat dipakai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menyampaikan sebuah informasi, banyak media yang dapat dipakai agar data yang dikirim oleh pengirim bisa sampai ke penerima. Media yang dipakai bisa melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. verbal. Komunikasi yang lazim digunakan dalam kehidupan sehari hari ialah. yang melibatkan banyak orang adalah komunikasi massa.

BAB I PENDAHULUAN. verbal. Komunikasi yang lazim digunakan dalam kehidupan sehari hari ialah. yang melibatkan banyak orang adalah komunikasi massa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari hari aktivitas yang paling sering kita lakukan adalah berkomunikasi. Komunikasi dapat dilakukan secara verbal maupun non verbal. Komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemimpin atau seorang Leader tentu sudah tidak asing di telinga masyarakat pada umumnya, hal ini disebabkan karena setiap manusia yang diciptakan didunia ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu sastra merupakan ilmu yang menyelidiki karya sastra, beserta gejala yang menyertainya, secara ilmiah. Di samping teks karya sastra, juga semua peristiwa

Lebih terperinci

Tragedi 1965 dalam Pandangan Sastra dan Politik

Tragedi 1965 dalam Pandangan Sastra dan Politik Tragedi 1965 dalam Pandangan Sastra dan Politik Sastra dan Politik: Tragedi 1965 dalam Negara Orde Baru Buku Yoseph Yapi Taum Eva Yenita Syam 1 evanys99@gmail.com Pengantar Persoalan kesastraan tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gerakan Aceh Merdeka atau sering kita dengar dalam penyebutan GAM ataupun AGAM adalah organisasi yang dianggap separatis yang memiliki tujuan supaya Aceh lepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gerakan Aceh Merdeka atau sering kita dengar dalam penyebutan GAM ataupun AGAM adalah organisasi yang dianggap separatis yang memiliki tujuan supaya Aceh lepas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia saat ini, keberadaan televisi dengan fungsi dan karakteristiknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia saat ini, keberadaan televisi dengan fungsi dan karakteristiknya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Televisi sudah menjadi alat komunikasi yang efektif didalam masyarakat Indonesia saat ini, keberadaan televisi dengan fungsi dan karakteristiknya membuat televisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan hal paling mendasar dalam setiap tindakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan hal paling mendasar dalam setiap tindakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan hal paling mendasar dalam setiap tindakan dan memiliki peran untuk menyampaikan apa yang disebut dengan pesan. Pesan bisa menjadi sebuah informasi

Lebih terperinci

John Grierson pertama-tama menemukan istilah dokumenter dalam suatu pembahasan mengenai film karya Robert Flaherty, Moana (1925).

John Grierson pertama-tama menemukan istilah dokumenter dalam suatu pembahasan mengenai film karya Robert Flaherty, Moana (1925). John Grierson pertama-tama menemukan istilah dokumenter dalam suatu pembahasan mengenai film karya Robert Flaherty, Moana (1925). Dia mengacu pada kemampuan suatu media untuk menghasilkan dokumen visual

Lebih terperinci

Kecerdasan Emosional. Adaptasi dari James D.A Parker et al,2011. Kelas :. Umur :...

Kecerdasan Emosional. Adaptasi dari James D.A Parker et al,2011. Kelas :. Umur :... Kecerdasan Emosional Adaptasi dari James D.A Parker et al,2011 Nama : Kelas :. Umur :... Petunjuk mengerjakan Didalam skala ini terdapat 24 buah pertanyaan. Pada etiap pertanyaan disediakan 5 buah pilihan

Lebih terperinci

KRITERIA PENILAIAN Faslitasi Pembuatan Film Pendek dan Dokumenter 2012

KRITERIA PENILAIAN Faslitasi Pembuatan Film Pendek dan Dokumenter 2012 KRITERIA PENILAIAN Faslitasi Pembuatan Film Pendek dan Dokumenter 2012 A. Dasar Pemikiran Pada dasarnya film dapat dimaknai atau dilihat memiliki fungsi sebagai berikut: Sebagai media ekspresi seni Sebagai

Lebih terperinci

Rembang. Oleh: Muhammad Luthfil Hakim

Rembang. Oleh: Muhammad Luthfil Hakim Dari Malang Rembang Untuk Warga Oleh: Muhammad Luthfil Hakim Konflik ini boleh terjadi di Rembang, tapi sebagai masyarakat Indonesia apa yang diderita oleh warga Rembang adalah penderitaan kita bersama,

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Melalui analisis, dapat terlihat berbagai kritik sosial yang diungkapkan oleh SGA dalam Kalatidha. Kritik dalam Kalatidha dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton atau pemirsanya. Namun fungsi film tidak hanya itu. Film juga merupakan salah satu media untuk berkomunikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal. Komunikasi bukan hanya sebuah

Lebih terperinci

about:reader?url=https://majalah.tempo.co/konten/ of 5 Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>

about:reader?url=https://majalah.tempo.co/konten/ of 5 Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com> about:reader?url=https://majalah.tempo.co/konten/20... 1 of 5 majalah.tempo.co Buku Senin, 28 Desember 2015 Meneguhkan Identitas, Memburu Kenikmatan Identitas dan Kenikmatan: Politik Budaya Layar Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bike Trial merupakan olahraga keterampilan sepeda, termasuk salah satu olahraga sepeda ekstrim. Fokus gerakan dari sepeda trial adalah manajemen balance dan power.

Lebih terperinci

Ben Anderson dan Kudeta Militer 1 Oktober 1965

Ben Anderson dan Kudeta Militer 1 Oktober 1965 Ben Anderson dan Kudeta Militer 1 Oktober 1965 Hasan Kurniawan http://daerah.sindonews.com/read/1070825/29/ben-anderson-dan-kudeta-militer-1-oktober-1965-1450531588 Minggu, 20 Desember 2015 05:05 WIB Ben

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

Ini Pantauan CIA Saat Kejadian G30S/PKI

Ini Pantauan CIA Saat Kejadian G30S/PKI Selasa 26 September 2017, 15:58 WIB CIA Pantau PKI Momen Krusial! Ini Pantauan CIA Saat Kejadian G30S/PKI Fitraya Ramadhanny detiknews https://news.detik.com/berita/d-3658975/momen-krusial-ini-pantauan-cia-saat-kejadian-g30spki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk face to face maupun menggunakan alat (media). Media

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk face to face maupun menggunakan alat (media). Media BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semua orang tentu melakukan yang namanya komunikasi, baik dalam bentuk face to face maupun menggunakan alat (media). Media komunikasi massa sangatlah bermacam-macam

Lebih terperinci

Surat dari Praha, Kisah Cinta Sejati yang Terhalang Tirani

Surat dari Praha, Kisah Cinta Sejati yang Terhalang Tirani Surat dari Praha, Kisah Cinta Sejati yang Terhalang Tirani 01 Februari 2016 12:43:56 Diperbarui: 01 Februari 2016 22:44:39 Dibaca : 1,006 Komentar : 6 Nilai : 13 Ilustrasi: Twitter Ofisial @SuratDariPraha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam memaknai wacana atau suatu gagasan kita tidak hanya terpaku pada tuturan yang disampaikan, namun juga konteks yang mengikuti dan bagaimana pengaruhnya. Terkadang

Lebih terperinci

G30S dan Kejahatan Negara

G30S dan Kejahatan Negara Telah terbit Buku: G30S dan Kejahatan Negara Catatan Penyunting Pada tanggal 1 Oktober 1965, sekitar pukul 7 pagi, saya bermain catur dengan ayah saya, Siauw Giok Tjhan di beranda depan rumah. Sebuah kebiasaan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra di sekolah kini tampak semakin melesu dan kurang diminati oleh siswa. Hal ini terlihat dari respon siswa yang cenderung tidak antusias saat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metodologi guna mendapatkan data-data dari berbagai sumber sebagai bahan analisa. Menurut Kristi E. Kristi Poerwandari dalam bukunya yang berjudul Pendekatan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain karena mengangkat konsep multikulturalisme di dalam film anak. Sebuah konsep yang jarang dikaji dalam penelitian di media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Ibu menjadi tokoh sentral dalam keluarga. Seorang manajer dalam mengatur keuangan, menyediakan makanan, memperhatikan kesehatan anggota keluarga dan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan sebagai konsumsi sehari hari seperti makanan.

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan sebagai konsumsi sehari hari seperti makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi elektronik semakin pesat pada era globalisasi. Teknologi yang semakin canggih dapat mempermudah khalayak atau audiens untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Prakata. iii. Bandung, September Penulis

Prakata. iii. Bandung, September Penulis Prakata Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual, sosial, dan emosional. Selain itu,

Lebih terperinci

Dokumenter Episode ke 3. Menemukan Ide dan Merumuskan Konsep

Dokumenter Episode ke 3. Menemukan Ide dan Merumuskan Konsep Dokumenter Episode ke 3 Menemukan Ide dan Merumuskan Konsep Menemukan Ide Untuk mendapatkan Ide, dibutuhkan kepekaan dokumentaris terhadap lingkungan sosial, budaya, politik, dan alam semesta Rasa INGIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Masyarakat informasi saat ini, telah menjadikan berita sebagai kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Masyarakat informasi saat ini, telah menjadikan berita sebagai kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Masyarakat informasi saat ini, telah menjadikan berita sebagai kebutuhan yang penting, bahkan menjadi primer terutama untuk mengisi kebutuhan pikiran tentang

Lebih terperinci

Partai PDIP dan Pembasmian PKI Melalui Supersemar.

Partai PDIP dan Pembasmian PKI Melalui Supersemar. Partai PDIP dan Pembasmian PKI Melalui Supersemar. BY HANDOKO WIZAYA ON OCTOBER 4, 2017POLITIK https://seword.com/politik/partai-pdip-dan-pembasmian-pki-melalui-supersemar/ Menurut Sekretaris Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA

BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA 8 BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA Resensi atas karya sastra berkaitan erat dengan resepsi sastra. Resensi-resensi karya sastra di surat kabar dapat dijadikan sasaran penelitian resepsi sastra. Dalam bab

Lebih terperinci

FEATURE-DOKUMENTER. RISET OBSERVASI Pertemuan 5

FEATURE-DOKUMENTER. RISET OBSERVASI Pertemuan 5 FEATURE-DOKUMENTER RISET OBSERVASI Pertemuan 5 1 Vincent Monnikendam Sineas Belanda, pembuat film dokumenter Mother Dao. Membutuhkan waktu dua tahun lebih untuk mengumpulkan dan menyeleksi materi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diproduksi semenarik mungkin agar penonton tidak merasa bosan. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. diproduksi semenarik mungkin agar penonton tidak merasa bosan. Berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Film merupakan gambar bergerak yang di dalamnya memiliki alur dan cerita yang menarik untuk menghibur para penonton. Alur dan cerita pada film diproduksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi sejak dilahirkan didunia, komunikasi tidak hanya berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Televisi merupakan salah satu media komunikasi massa yang sangat penting dan menjadi salah satu kebutuhan hidup masyarakat. Televisi memiliki kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu.komunikasi massa

BAB I PENDAHULUAN. atau di antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu.komunikasi massa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah kebutuhan dasar bagi manusia. Komunikasi dapat dikatakan sebagai suatu perilaku interaksi yang terjadi di dalam diri seseorang atau di antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Teater hadir karena adanya cerita yang dapat diangkat dari. fenomena kehidupan yang terjadi lalu dituangkan kedalam cerita yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Teater hadir karena adanya cerita yang dapat diangkat dari. fenomena kehidupan yang terjadi lalu dituangkan kedalam cerita yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teater hadir karena adanya cerita yang dapat diangkat dari fenomena kehidupan yang terjadi lalu dituangkan kedalam cerita yang berbentuk naskah. Aktor adalah media penyampaian

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN. dokumenter Senyap atau The Look Of Silence dengan menggunakan analisis

BAB III PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN. dokumenter Senyap atau The Look Of Silence dengan menggunakan analisis BAB III PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN Dalam bab III Skripsi ini, akan dijelaskan analisis dan pembahasan dari film dokumenter Senyap atau The Look Of Silence dengan menggunakan analisis naratif. A. Peristiwa-Peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film telah melalui berbagai bentuk kemajuan dan inovasi. Revolusi dari bentuk film sesederhana potongan pendek gambar yang bergerak sampai menjelma menjadi sebuah bentuk

Lebih terperinci

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang- Undang No 33 tahun 2009 dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang ditandai. hingga mampu menembus ruang dan waktu.

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang ditandai. hingga mampu menembus ruang dan waktu. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya bentuk komunikasi massa di era globalisasi ini, tidak lepas dari perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang ditandai dengan ditemukannya media

Lebih terperinci

Sebuah Upaya Meluruskan Sejarah

Sebuah Upaya Meluruskan Sejarah Resensi buku Talangsari 1989, Kesaksian Korban Pelanggaran HAM Peristiwa Lampung (Dimuat di harian Lampung Post, Sabtu 28 April 2007) Sebuah Upaya Meluruskan Sejarah Judul buku : Talangsari 1989, Kesaksian

Lebih terperinci

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK Oleh : Lukman Aryo Wibowo, S.Pd.I. 1 Siapa yang tidak kenal dengan televisi atau TV? Hampir semua orang kenal dengan televisi, bahkan mungkin bisa dibilang akrab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di bidang seni, film merupakan suatu fenomena yang muncul secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di bidang seni, film merupakan suatu fenomena yang muncul secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di bidang seni, film merupakan suatu fenomena yang muncul secara spektakuler. Film merupakan cabang seni yang paling muda, tetapi juga yang paling dinamis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumardja dan Saini (1988: 3) menjabarkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kedalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di Indonesia. membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film.

BAB 1 PENDAHULUAN. kedalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di Indonesia. membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya media penyampaian suatu cerita sejak Tahun 70-an, film mulai banyak mengambil inspirasi atau karya- karya sastra yang telah ada sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film adalah sarana komunikasi massa yang digunakan untuk menghibur, memberikan informasi, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, komedi, dan sajian teknisnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan refleksi atau cerminan kondisi sosial masyarakat yang terjadi di dunia sehingga karya itu menggugah perasaan orang untuk berpikir tentang

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Peneliti menyusun simpulan berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk

BAB 5 PENUTUP. Peneliti menyusun simpulan berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Peneliti menyusun simpulan berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui Proses Produksi dan Analisis SWOT program Sexophone di TRANS TV. Berdasarkan penelitian yang

Lebih terperinci

Bahan Renungan Sekitar G30S, Bung Karno, Suharto dan PKI

Bahan Renungan Sekitar G30S, Bung Karno, Suharto dan PKI Bahan Renungan Sekitar G30S, Bung Karno, Suharto dan PKI Menjelang tanggal 30 September 2011 dalam website http://umarsaid.free.fr/ akan diusahakan penyajian secara berturut-turut tulisan atau artikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ujungberung yang terletak di Kota Bandung ini memiliki beragam kesenian, salah satunya adalah kesenian yang berkembang saat perjuangan kemerdekaan Indonesia. menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di antaranya adalah Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari, dan Seni Teater. Beberapa jenis

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan teknologi tanpa disadari telah mempengaruhi hidup kita.

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan teknologi tanpa disadari telah mempengaruhi hidup kita. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan teknologi tanpa disadari telah mempengaruhi hidup kita. Perkembangan jaman dan teknologi ini juga berimbas kepada proses berkembangnya

Lebih terperinci

Gus Dur minta ma'af atas pembunuhan tahun 1965/66

Gus Dur minta ma'af atas pembunuhan tahun 1965/66 Gus Dur minta ma'af atas pembunuhan tahun 1965/66 (Oleh : A. Umar Said ) Renungan tentang HAM dan demokrasi di Indonesia (pamflet, gaya bebas berfikir) Agaknya, bagi banyak orang, pernyataan Gus Dur dalam

Lebih terperinci

UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan

UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan Ifdhal Kasim Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) A. Pengantar 1. Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc untuk Timor Timur tingkat pertama telah berakhir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto dalam

Lebih terperinci

Peran koran Tionghoa buat Sumpah Pemuda

Peran koran Tionghoa buat Sumpah Pemuda Peran koran Tionghoa buat Sumpah Pemuda Senin, 30 Oktober 2017 06:00Reporter : Rendi Perdana Koran Sin Po. 2017 Merdeka.com/rendi Merdeka.com - Alunan biola di tengah Kongres Pemuda II pada 28 Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil perpaduan estetis antara keadaan lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya kreativitas yang tinggi.

Lebih terperinci

MENULIS ITU BERCERITA!

MENULIS ITU BERCERITA! SERI JURNALISME DESA MENULIS ITU BERCERITA! Menulis itu (terasa) sulit. Demikian komentar banyak orang ketika mereka harus menulis. Benar kah demikian? Atau barangkali itu hanya pikiran kita saja? Sebelum

Lebih terperinci