BAB I PENDAHULUAN. menggerakkan orang dalam aktivitas-aktivitasnya, dan juga menjadi alasan bagi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. menggerakkan orang dalam aktivitas-aktivitasnya, dan juga menjadi alasan bagi"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan merupakan salah satu aspek kehidupan yang secara manusiawi menggerakkan orang dalam aktivitas-aktivitasnya, dan juga menjadi alasan bagi setiap individu untuk berusaha. Oleh karena itu upaya untuk memenuhi kebutuhan juga tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari manusia. Selama hidup manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan, seperti: makanan, pakaian perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Kebutuhan juga dipengaruhi oleh kebudayaan, lingkungan, waktu, dan agama. Semakin tinggi tingkat kebudayaan suatu masyarakat, semakin tinggi atau banyak pula macam kebutuhan yang harus dipenuhi, termasuk kebutuhan akan sandang (pakaian). Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok, yang berfungsi untuk melindungi tubuh manusia. Melalui pakaian dapat dilihat bagaimana manusia mengekspresikan tentang cara hidupnya, karena pakaian adalah hal yang penting untuk menunjang penampilan. Pakaian adalah kulit sosial dan kebudayaan, karena dengan pakaian manusia dapat memiliki kepercayaan diri di hadapan manusia lainnya. Lebih dari itu, pakaian adalah cermin dari identitas, status hierarki, gender, memiliki nilai simbolik, dan merupakan ekspresi cara hidup tertentu. Pakaian juga mencerminkan sejarah, hubungan kekuasaan, serta perbedaan dalam pandangan sosial, politik dan religius (Nordholt, 2005). Dilihat dari tingkatan sosialnya, gaya berpakaian pada masyarakat golongan menengah ke bawah dan golongan menengah ke atas, memiliki gaya

2 2 berbeda-beda pula. Masyarakat golongan menengah ke atas misalnya, gaya (fashion) merupakan sesuatu yang amat penting untuk mereka tonjolkan, dan untuk menunjukkan eksistensi mereka. Salah satunya adalah cara mereka dalam memilih pakaian yang akan mereka kenakan. Pakaian bermerek, berkualitas dan memiliki daya jual atau harga yang tinggi, merupakan kriteria mereka dalam memilih pakaian. Berbeda dengan masyarakat golongan menengah ke bawah, bukan berarti mereka tidak terlalu mementingkan gaya (fashion), namun penampilan atau tren berpakaian dengan barang-barang bermerek dengan harga tinggi bukanlah prioritas utama yang ingin ditujunya. Mereka masih membanding-bandingkan harga sesuai dengan daya beli kemampuan mereka. Terkait dengan sikap demikian, Gerke (dalam Damsar,2005: ) dikarenakan tidak semua anggota kelas menengah mampu mengkonsumsi barang-barang simbolis kelas menengah secara nyata, terutama dari kalangan menengah pada lapisan kelas menengah ke bawah. Oleh karena itu pada lapisan kelas menengah yang disebut barusan mengkonsumsi barang-barang simbolis menengah secara simbolis pula. Lebih jauh Damsar (2005: ) menganalisa bahwa kelompok ini mengkonsumsi barang-barang simbolis kelas menengah secara tidak langsung pada barangbarang yang dimaksud tetapi melalui makna dari barang yang disimbolkan. Kalaupun secara langsung dikonsumsi tetapi dengan cara yang simbolis pula misalnya membeli barang-barang bermerek di pasar loak. Berangkat dari hal tersebut, maka bagi masyarakat golongan menengah ke bawah juga mencari barang-barang yang dapat memberikan simbol bagi

3 3 kelompok sosial mereka. Untuk itu, pakaian bekas impor dapat dikatakan merupakan barang simbolis yang dijadikan solusi bagi mereka yang ingin tetap tampil gaya (fashion) dengan merek terkenal namun harganya murah. Di sisi lain pakaian bekas impor adalah limbah global yang berasal dari negara-negara maju yang kemudian diekspor ke negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, untuk dijual kembali dengan harga murah. Limbah global untuk keperluan sandang yang diperdagangkan di pasar loak beragam, seperti blazer, gaun, baju tidur, kemeja, jas, celana, baju kaos, celana pendek, celana dalam, rok, jins, dasi, scraft, topi, karpet, bed cover, sprei, gorden, sepatu, tas, ikat pinggang. Dari beberapa pengamatan yang sudah dilakukan beragam barang sandang tersebut, pakaianlah yang paling banyak dijual di pasar-pasar loak 1. Penjualan pakaian bekas ini sudah sejak lama berlangsung dan sampai sekarang masih banyak kita temukan di berbagai pasar, tidak hanya di pasar tradisional bahkan juga di mall, salah satunya di Taman Mini Square. Belum ditemukan angka tahun yang pasti, kapan awal masuknya pakaian bekas tersebut ke negeri kita ini. Menurut Juliastuti, di Indonesia sendiri kemunculan pasar baju bekas atau yang biasa dikenal dengan pasar loak ini tidak berjalan merata. Pasar loak di Sumatera, Batam, Kalimantan, dan Sulawesi misalnya, lebih dulu muncul dari pada di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan sebagainya. Damsar (2005) lebih jauh memaparkan tentang keterkaitan berkembangnya fenomena penjualan pakaian bekas ini dengan masa krisis yang 1 Berdasarkan hasil observasi yang sudah peneliti lakukan beberapa pasar di Jakarta, Medan, Padang Panjang dan Bukittinggi.

4 4 terjadi di negeri kita, menurutnya penjualan pakaian bekas ini mulai berkembang pesat ketika Indonesia memasuki krisis ekonomi, tahun 1997, dimana masyarakat harus berpandai-pandai mengatur keuangan untuk memenuhi kebutuhan sandang, sehingga banyak masyarakat mencari alternatif bagaimana bisa survive dalam menghadapi krisis. Salah satu alternatif tersebut adalah mengkonsumsi barangbarang layak pakai yang dijual di pasar loak. Konsekuensi logis dari keadaan ini adalah permintaan terhadap barang-barang murah meriah tetapi bagus terus meningkat. Seiring dengan itu, karena permintaan terus meningkat maka oleh banyak orang melihat, bahwa menjual barang bekas merupakan aktifitas ekonomi yang prospektif. Hal itu membuktikan bahwa pakaian bekas impor ini menjadi banyak diminati oleh berbagai kalangan masyarakat, dari yang tua sampai yang muda, baik laki-laki maupun perempuan. Terutama bagi kalangan muda, seperti mahasiswa yang merupakan trend centernya. Ini yang mengakibatkan pakaian bekas selalu berkembang seiring perkembangan zaman. Ditambah lagi pakaianpakaian bekas tersebut ditawarkan dengan harga murah, merek-merek terkenal dan dengan kualitas yang bagus. Persoalan pakaian bekas impor merupakan hal cukup banyak diperhatikan oleh berbagai pihak. Dari sisi konsumen, hukum pasar berlaku karena ada konsumennya, selain harganya terjangkau kualitasnya juga bagus, sehingga sangat diminati oleh masyarakat dan menjadi alternatif pilihan berbelanja kebutuhan akan pakaian. Berbeda halnya dengan masyarakat, pemerintah justru menempatkan persoalan pakaian bekas ini sebagai sebuah pelanggaran, baik dari

5 5 segi ekonomi maupun hukum. Pertama dari segi ekonomi, pemerintah melarang masyarakat mengkonsumsi pakaian bekas, karena dapat mematikan industri pakaian jadi dalam negeri. Kedua dari segi hukum, pakaian bekas ini masuk ke Indonesia secara illegal. Larangan impor pakaian bekas ini bukanlah persoalan yang baru diperhatikan oleh pemerintah, namun sudah ada sejak 33 tahun yang lalu tepatnya pada tahun 1982 Pemerintah telah melarang kegiatan impor pakaian bekas ini. Aturan tersebut tertuang dalam SK Mendagkop No. 28 tahun 1982 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor. Dua puluh tahun kemudian, tepatnya pada tahun 2002, Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag), yakni Rini Soemarno mengeluarkan Menperindag Nomor 642/MPP/Kep/9/2002 tanggal 23 September 2002 tentang barang yang diatur tata niaga impornya. Dalam aturan tata niaga itu mengatur larangan impor atas produk gombal atau kain perca. Masih terkait dengan aturan pelarangan tersebut pemerintah juga mengeluarkan Undang Undang No. 7 Tahun Menurut Undang Undang ini pemerintah melarang impor pakaian bekas, karena dikatakan mengandung virus (kuman) yang membahayakan yang dapat menularkan penyakit. Di samping itu impor pakaian bekas dapat mematikan industri garmen dan tekstil dalam negeri. Sampai saat ini larangan-larangan tersebut masih belum dipatuhi oleh masyarakat. Tampaknya sulit bagi masyarakat untuk tidak menjual dan mengkonsumsi pakaian bekas. Alasan lain juga berkaitan dengan produksi dalam negeri tidak kompetitif dan dibenahi dari segi mutu, kualitas dan kuantitasnya. Selain itu yang perlu diperhatikan oleh pemerintah terlebih dahulu adalah

6 6 mentalitas masyarakat itu sendiri, yang selalu menganggap produk luar negeri lebih baik dibandingkan dengan produk dalam negeri. Koentjaraningrat (1974), menyebutkan ada beberapa sifat kelemahan dalam mentalitas banyak orang Indonesia, dua diantaranya yaitu sifat mentalitas yang meremehkan mutu dan sifat tak percaya kepada diri sendiri. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya masyarakat Indonesia yang lebih menyenangi dan mengkonsumsi barang-barang bermerek dari luar negeri ketimbang produk dalam negerinya sendiri. Contohnya saja dapat kita lihat bahwasanya pakaian dan sepatu, sudah banyak brand-brand terkenal di kancah Internasional telah memenuhi lingkup pasar Indonesia, tidak hanya itu makanan-makanan yang berasal dari luar negri pun sudah tidak asing lagi ditemui di Indonesia. Tidak hanya persoalan mentalitas, kualitas produksi dalam negeri yang tidak dibenahi akan membuat masyarakat masih berfikir bahwa produk luar negeri lebih bagus dibanding produk dalam negeri. Hal itu akan mengakibatkan pemerintah sulit untuk menerapkan peraturan tersebut. Ini dikarenakan hukum pasar akan terus berlaku, dimana kebutuhan masyarakat akan pakaian bekas dengan harga murah dan berkualitas tetap saja tinggi, maka pasarnya tetap pula tumbuh. Terlebih lagi pada kalangan muda khususnya mahasiswa, mereka berada pada masa perubahan (transition) dimana mereka mulai sadar akan fashion, untuk menunjukkan siapa aku atau inilah aku, sehingga merekapun dituntut untuk mengikuti tren. Hanya sedikit dari kalangan muda yang tidak begitu peduli dengan perubahan tren berpakaian ini, hal ini didukung oleh pernyataan Anugrahati (2014:4) yang mengatakan bahwa mahasiswa merupakan mangsa

7 7 pasar tersendiri yang cukup menjanjikan, bagi pelaku bisnis. Sehingga tidak mengherangkan bila para mahasiswa menjadi salah satu kelompok konsumen yang dijadikan target utama oleh para pelaku bisnis. Oleh sebab itulah, dapat dipahami alasan mengapa kalangan muda khususnya mahasiswa merupakan konsumen terbesar dari pasar pakaian bekas ini. Hal ini juga sejalan dengan yang diungkapkan oleh Tambulana (2013) bahwa, pakaian menjadi salah satu kebutuhan yang di rasa semakin meningkat sejak masuk ke bangku kuliah. Terutama bagi mahasiswi, pakaian menjadi salah satu penanda eksistensi diri di kampus dan dalam pergaulan dengan teman sebaya. Lebih jauh Tambulana (2013) mengemukakan bahwa setiap bulan bahkan minggu mahasiswi didorong untuk terus mengkonsumsi, sedangkan sebagai mahasiswi yang masih bergantung pada uang kiriman orang tua tentu harus jeli dalam mengatur pengeluaran agar tidak berlebih. Kebutuhan atas pakaian sering kali tidak diimbangi dengan ketersediaan uang yang cukup sehingga pakaian bekas menjadi salah satu alternatif bagi mahasiswi untuk memenuhi kebutuhan atas pakaian. Sebenarnya bukan hanya mahasiswa di Indonesia saja yang mengkonsumsi pakaian bekas ini untuk menunjang fashion mereka, di negaranegara lain pun banyak mahasiswa yang meminati pakaian bekas ini, seperti mahasiswa di Freiburg, Jerman 2. Menurut mereka, pada umumnya mahasiswa di 2 Lihat pada (Aniesatun, Vera Wanita dan Fashion: Identitas, Budaya dan Gaya Hidup Pada Mahasiswi dalam Judith Schlehe dan Pande Made Kutanegara. Budaya Barat Dalam Kacamata Timur.Yogyakarta: Pustaka Pelajar).

8 8 Freiburg mempunyai beberapa tempat tujuan khusus untuk memenuhi kebutuhan mereka akan fashion, 2 tempat dari 3 tempat yang disebutkan mahasiswa tersebut adalah pasar baju bekas yaitu flee market (pasar bekas), second hand shop. Seperti halnya mahasiswa di Freiburg yang memiliki flee market dan second hand shop, mahasiswa di Sumatera Barat khususnya di Padang dan Bukittinggi juga memiliki Pasar baju bekas (pasar loak). Salah satunya yang terkenal adalah pasar loak di Bukittinggi yang dikenal dengan nama Pasar Butik atau Boutique Second. Pasar Butik merupakan salah satu tempat tujuan khusus untuk memenuhi kebutuhan mereka akan fashion. Pasar Butik ini ramai dikunjungi setiap "hari pasar" atau biasa disebut oleh masyarakat dengan Bukak Bal, sebab pada hari itu harga pakaian yang dijual lebih murah. Bukak Bal ini jatuhnya pada Hari Kamis dan Sabtu, akan tetapi pasar ini lebih ramai dikunjungi pada akhir pekan. Ramainya Pasar Butik ini, sangat dimungkinkan karena Bukittinggi yang dikenal sebagai Kota Wisata, dan ditambah lagi letak Pasar Butik pun sangat strategis, karena berada dekat dengan Jam Gadang sebagai ikonnya Bukittinggi. Pengunjung yang datang dari berbagai daerah di Sumatera Barat, sambil melancong juga banyak yang membeli pakaian di Pasar Butik. Selain itu, pada hari-hari tersebut harga baju-baju bekas lebih murah dari hari-hari biasa dan barangnya pun masih banyak dan bagus-bagus, sehingga konsumen lebih leluasa dalam memilih. Dilihat dari jumlah lapak baju bekas pun lebih ramai di hari Bukak Bal dan akhir pekan, ini dibanding pada hari biasanya. Perkiraan jumlah pedagang

9 9 pada hari biasa sekitar 180 orang, sedangkan pada akhir pekan meningkat sampai lebih dari 200 orang 3. Di Pasar Butik ini bukan hanya menjual baju dan celana, tapi juga menjual berbagai macam tas, dompet, sepatu, ikat pinggang dan topi. Dari pengamatan awal peneliti, konsumen terbesar pakaian bekas di Pasar Butik ini adalah anak-anak muda seperti pelajar dan mahasiswa. Hal ini terlihat dari pengunjung yang mayoritasnya adalah anak-anak muda, serta barang yang diperjual belikanpun kebanyakan untuk kalangan muda. Baik itu dari pakaian, tas dan sepatu. Sependapat dengan yang dikatakan Aniesatun (dalam Schele dan Kutanegara, 2006:188), mahasiswi merupakan salah satu pasar konsumen yang bagus bagi perkembangan dunia fashion. Oleh sebab itu Mahasiswa didorong untuk terus mengkonsumsi agar dipandang up to date. Di satu sisi hal ini dapat dikatakan sebagai tindakan pemborosan dan berlebih-lebihan, seperti halnya yang dilakukan mahasiswa sebagai konsumen dari pakaian bekas di Pasar Butik Bukittinggi tersebut. Di sisi lain Pasar Butik menjadi pilihan berbelanja mahasiswa yang diminati. Itu terlihat dari jumlah pengunjung muda (mahasiswa) yang lebih ramai ke Pasar Butik dibanding dengan toko-toko yang juga menjual baju baru di Pasar Atas Bukittinggi. Mungkin pada awalnya bagi mahasiswa pakaian bekas merupakan pilihan alternatif bagi mereka yang ingin tampil gaya dengan biaya yang cukup terjangkau, dibandingkan jika mereka membeli baju baru. Namun tidak menutup kemungkinan juga bahwa ini merupakan suatu sikap pemborosan dan berlebihlebihan. Ini dikarenakan membeli pakaian yang berkualitas dengan harga murah 3 Data dari hasil observasi peneliti di lapangan.

10 10 bisa saja menjadi sebuah hobi dan suatu kecanduan bagi konsumen khususnya mahasiswa. Berdasarkan kenyataan itulah peneliti tertarik untuk meneliti tentang Mahasiswa Dan Pakaian Bekas. Khususnya untuk mengetahui mengapa mahasiswa lebih menyenangi pakaian bekas di Pasar Butik dibandingkan dengan pakaian baru di Pasar Atas Bukittinggi. Selain itu, secara lebih dalam lagi peneliti ingin mengetahui bagaimana pola konsumsi (terutama pakaian) dari mahasiswa di Pasar Butik Bukittinggi. B. Perumusan Masalah Pada dasarnya orang senang berpakaian bagus, terlebih lagi jika memperolehnya dengan harga yang murah. Tidak dipungkiri pula bahwa setiap orang mempunyai hasrat untuk tampil sempurna di depan umum, bukan hanya ingin terlihat fashionable tetapi juga ingin menonjol untuk dapat diperhatikan. Manusia sebagai makhluk sosial yang kerap bergaul dan berintekrasi membutuhkan pakaian layak pakai untuk memenuhi kebutuhan sandangnya. Namun agaknya kebutuhan itu sudah tidak dapat dibedakan lagi dengan keinginan, seringkali pembelian baju oleh seseorang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan fungsional melainkan pemenuhan keinginan. Disadari atau tidak budaya konsumerisme ikut berperan di dalamnya. Salah satu cara memperoleh pakaian yang bagus dan dengan harga murah yaitu dengan membeli pakaian bekas impor, pakaian bekas impor tercatat ikut membentuk gaya subkultur anak muda yang khusus dan unik, sehingga konsumen terbesar dari pakaian bekas tersebut adalah anak muda, khususnya mahasiswa. Selain merefleksikan keuangannya yang terbatas dan soal pengetahuan, anak

11 11 muda khususnya mahasiswa tentu lebih terinspirasi dengan kultur luar negri. Mungkin bagi mahasiswa, pakaian bekas pada awalnya adalah salah satu cara hemat mereka untuk mendapatkan pakaian dengan merek terkenal dan berkualitas serta murah. Disisi lain, juga tidak sedikit dari masyarakat yang memandang pakaian bekas sebagai hal yang kotor, murahan, bekas orang lain, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi Hal ini juga tidak berbeda jauh dengan pihak pemerintah, menurutnya pakaian bekas merupakan satu masalah atau pelanggaran, dimana pakaian bekas merupakan barang illegal yang dilarang di perdagangkan dengan berbagai alasan. Meskipun pemerintah sudah sering mengeluarkan larangan mengenai perdagangan pakaian bekas ini, namun dari pihak konsumen tidak pernah menghiraukannya. Bahkan keberadaan pakaian bekas dari tahun ke tahun semakin meningkat, hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya lapak-lapak yang menjual pakaian bekas, dan semakin ramainya konsumen yang mengunjungi lapak tersebut, seperti yang terlihat di pasar butik Bukittinggi, dimana remaja (orang-orang yang terlihat masih muda) yang banyak datang belanja ke pasar tersebut untuk membeli pakaian bekas. terlebih lagi sewaktu hari libur, pasar butik ini lebih ramai di kunjungi dibanding dengan toko-toko yang menjual baju baru di Pasar Atas Bukittinggi 4. Hal inilah yang menjadi pertanyaan bagi penulis, meskipun sudah dilarang mengapa masih banyak yang beli, dan mengapa pula anak-anak muda seperti mahasiswa yang banyak datang berbelanja ke Pasar ini. Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan penelitian ini adalah : 4 Sumber : Data dari hasil observasi beberapa kali ke lapangan.

12 12 1. Seperti apa pola konsumsi mahasiswa terhadap pakaian bekas? 2. Bagaiamana mereka melakukan pilih memilih dalam mengkonsumsi pakaian bekas? 3. Mengapa mahasiswa menyenangi penggunaan pakaian bekas? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mendeskripsikan pola konsumsi seperti apa yang dilakukan oleh mahasiswa terhadap pakaian bekas. 2. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan budaya konsumsi mahasiswa dalam pilih memilih pakaian bekas. 3. Memahami alasan mahasiswa menyenangi pakaian bekas. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini juga mempunyai beberapa manfaat yang terbagi dalam 2 jenis, yaitu manfaat akademis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Akademis Penelitian berguna sebagai bahan masukan dan referensi bagi para peneliti dan dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita sebagai mahasiswa antropologi dalam pengembangan konsep-konsep mengenai pakaian bekas dan budaya konsumsi. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran bagi peneliti lain dalam mengembangkan penelitian selanjutnya mengenai masalah yang sama.

13 13 E. Kerangka Pemikiran Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi manusia untuk melidungi tubuhnya, namun seiring berkembangnya waktu, pakaian tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok saja tetapi juga sebagai kebutuhan sosial dan budaya. Maslow berpendapat bahwa kebutuhan yang diinginkan seseorang tersebut berjenjang, artinya jika kebutuhan yang pertama telah terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua akan muncul menjadi yang utama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan yang kelima (Setiadi,2003:38). Dalam penelitian ini, kebutuhan mahasiswa untuk memenuhi kebutuhannya akan fashion, lebih ditekankan pada jenis kebutuhan sosio-budaya. Karena setiap orang hidup di lingkungan sosial dan budaya, dimana mereka saling berinteraksi satu sama lain. Salah satunya adalah dengan pakaian, dengan pakaian mereka dapat memenuhi kebutuhan sosial dan budaya mereka. Pakaian merupakan ekspresi dari identitas seseorang karena saat kita memilih pakaian, baik di toko atau di rumah, berarti kita mendefenisikan dan mendeskripsikan diri sendiri (Laurie dalam Nordholt, 2005:1). Karena pakaian membantu tubuh-tubuh individual kita menyatakan keberadaan sosialnya dan siapa diri kita. Lebih jauh Kuper berpendapat; Dengan memperhatikan arti penting berpakaian sebagai suatu ekspresi dari identitas sosial, asal usul, komitmen, dan kesetiaan individu, tidaklah mengherankan bahwa orang-orang seharusnya memandang pakaian hampir seperti perpanjangan diri mereka sendiri. Singkatnya, sekarang dapat kita mengerti mengapa hubungan seseorang dengan pakaiannya bersifat langsung dan lebih akrab daripada hubungannya dengan semua objek materi yang lain (Nordholt, 2005:4)

14 14 Pakaian tidak hanya untuk mengenali identitas individu seseorang saja tetapi pakaian juga menjadi identifikasi untuk mengenali sebuah group atau komunitas dari mana orang itu berasal. Misalnya orang minang identik dengan baju kurungnya, orang jawa identik dengan kembennya, dan komunitas anak punk identik dengan celana jins ketatnya. Begitupula yang terjadi pada mahasiswa, pada dasarnya mahasiswa dalam memilih berpakaian secara sadar maupun tidak sadar mereka akan terpengaruh oleh lingkungan, kelompok atau komunitas dimana mereka berada, yang menyebabkan identitas tersebut tidak tetap dan mengalami proses tergantung pada sistuasi atau konteks dimana individu berada. Perubahan (transition) budaya yang dialami seseorang juga dapat mempengaruhinya dalam perubahan fashion. Seperti yang dialami oleh para remaja ketika masuk ke perguruan tinggi sebagai mahasiswa, dimana dalam memilih gaya berpakaian mereka akan terpengaruh oleh teman-teman dan lingkungan mereka. Pakaian erat kaitannya dengan kebudayaan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Morris (dalam Rizky, 2012:5) bahwa pakaian juga mampu menampilkan peran sebagai pajangan budaya (cultural display), karna mampu mengkomunikasikan afiliasi budaya. Pakaian menunjukkan identitas budaya si pemakainya. Menurut J.J Honigmann dalam Koentjaraningrat (2009:150) menyebutkan bahwa kebudayaan mempunyai tiga wujud yaitu, pertama: wujud ideal dari kebudayaan yang bersifat abstrak yang berupa ide-ide, gagasan, nilai, peraturan, norma, dan sebagainya yang memberi jiwa kepada masyarakatnya yang disebut dengan sistem budaya atau adat istiadatnya. kedua: adalah serangkaian

15 15 aktifitas manusia dalam suatu masyarakat menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan disebut dengan sistem sosial, dan ketiga: berupa hasil karya manusia yang disebut dengan kebudayaan fisik. Salah satu dari hasil kebudayaan ini adalah pakaian. Pakaian sebagai hasil dari budaya yang mencerminkan kepribadian masyarakat. Adanya slogan yang mengatakan bahwa You are what you wear menyebabkan terciptanya stereotip dalam pakaian yang menjadikannya sebuah simbol tertentu (Aniesatun dalam Schlehe dan Kutanegara, 2006:181). Dalam kaitannya, cakupan kebudayaan menjadi sangat luas, seluas hidup manusia. Hidup manusia akan memelihara, mengolah, dan mengerjakan berbagai hal hal yang menghasilkan tindak budaya. Karena itu konsep kebudayaan menjadi sangat beragam. Hal ini seperti pernyataan Kroeber dan Kluckhohn (dalam Endraswara,2003:4), defenisi kebudayaan dapat digolongkan menjadi 7 hal, yaitu: Pertama, kebudayaan sebagai keseluruhan hidup manusia yang kompleks, meliputi hukum, seni, moral, adat-istiadat, dan segala kecakapan lain, yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kedua, menekankan sejarah kebudayaan, yang memandang kebudayaan sebagai warisan tradisi. Ketiga, menekankan kebudayaan yang bersifat normative, yaitu kebudayaan dianggap sebagai cara dan aturan hidup manusia, seperti cita-cita, nilai dan tingkah laku, Keempat, pendekatan kebudayaan dari aspek psikologis, kebudayaan sebagai langkah penyesuaian diri manusia kepada lingkungan sekitarnya. Kelima,

16 16 kebudayaan dipandang sebagai struktur, yang membicarakan pola-pola dan organisasi kebudayaan serta fungsinya. Keenam, kebudayaan sebagai hasil perbuatan atau kecerdasan. Kebudayaan adalah sesuatu yang membedakan manusia dengan hewan, misalkan manusia pintar menggunakan simbol dalam komunikasi sedangkan hewan tidak. Ketujuh, defenisi kebudayaan yang kurang lengkap dan tidak bersistem. Dari defenisi kebudayaan di atas, penelitian ini memakai konsep kebudayaan tersebut, untuk menjelaskan bagaimana mahasiswa melakukan pilih memilih pakaian bekas di Pasar Butik, yang dilihat dari nilai-nilai budaya yang mereka miliki. Sehingga nantinya peneliti dapat mengetahui bagaimana mahasiswa tersebut melakukan pilih memilih dalam mengkonsumsi pakaian bekas. Selain itu, Penelitian ini juga menggunakan konsep budaya konsumen. Dimana budaya konsumen merupakan bentuk khusus dari budaya materi. Lebih jauh Lury (1998) mengatakan bahwa budaya materi adalah nama yang diberikan pada kajian hubungan manusia-benda, yaitu kajian mengenai manfaat bendabenda atau objek-objek. Konsumsi yang dirujuk melalui budaya konsumen dari lensa budaya materi dapat dilihat sebagai konversi, atau lebih tepatnya, perilaku manusia yang mengubah benda-benda untuk tujuan-tujuan mereka sendiri (Strathern dalam Lury, 1998:3). Seperti halnya prilaku mahasiswa dalam mengkonsumsi pakaian bekas, dimana pakaian bekas tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan akan pakaian semata, lebih dari itu pakaian bekas bagi mahasiswa juga untuk memenuhi kebutuhannya akan fashion.

17 17 Bicara mengenai fashion sangat erat kaitannya dengan budaya konsumen. Institusi sosial fashion sangat menarik perhatian orang karena kemampuannya menarik konsumen dengan menawarkan sejuta mimpi indah yang pada akhirnya menjerumuskan orang tersebut pada suatu lingkaran siklus mode yang perubahannya sangat cepat dan tidak pernah diduga (Aniesatun dalam Schlehe dan Kutanegara, 2006:174). Fashion (mode) adalah suatu topik yang layak menjadi perhatian kita karena jelas ia merupakan suatu cara aksi yang dirangsang oleh perkembangan industri konsumen (Chaney, 2011:99). Fashion atau mode seperti yang dikatakan oleh Chaney merupakan sebuah industri yang diciptakan oleh kapitalisme di dalam budaya konsumsi pada masyarakat (Aniesatun dalam Schlehe dan Kutanegara, 2006:188). Di dalam masyarakat, mahasiswa merupakan salah satu pasar konsumen yang bagus bagi perkembangan dunia fashion. Sebab kalangan-kalangan muda sepeti mahasiswalah yang lebih banyak mengikuti perkembangan tren dalam fashion. Hal ini dapat dilihat di berbagai pusat-pusat perbelanjaan lebih banyak dikunjungi oleh kalangan muda, khususnya mahasiswa. Selain itu kita juga banyak melihat diberbagai tempat pakaian yang banyak dijual adalah pakaian yang dikonsumsi oleh kalangan muda. Marshall Sahlins (dalam Lury,1998:22) sudah melakukan pendekatan antropologis terhadap budaya materi, khususnya mengenai totemisme untuk mengembangkan sebuah analisis tentang konsumsi, khususnya makanan dan pakaian, dalam masyarakat Barat modern. Ia berargumen sebagai berikut: Masyarakat modern telah mengganti objek-objek alamiah dan spesies dengan objek-objek buatan pabrik. Dengan kata lain,

18 18 objek buatan pabrik berperan sebagai totem baru dunia modern; dan kelompok konsumen bagaikan suku-suku dalam masyarakat tradisional. Sahlins menunjuk contoh, bagaimana bagian-bagian pakaian dapat bertindak sebagai totem, mengkomunikasikan identitas sosial yang mencolok dan mengidentifikasikan berbagai suku. Dia memandang sistem pakaian kita bukan sekedar seperangkat objek materi untuk membuat pemakainya merasa hangat, tetapi sebagai kode simbolik yang digunakan pemakainya untuk mengkomunikasikan keanggotaan mereka dalam kelompok sosial. Jadi, pakaian yang menunjukkan perbedaan antara pria dan wanita atau antara kelas atas dan bawah juga menunjukkan suatu sifat berbeda yang dianggap ada di antara mereka. Pakaian mengkomunikasikan apa yang dianggap kehalusan wanita dan keperkasaan pria; apa yang dianggap kesopanan kelas atas dan apa yang dianggap kekasaran kelas bawah. Dengan demikian pakaian dapat dipandang mengkomunikasikan hak milik yang dianggap melekat dalam setiap kelompok dan menjadi dasar untuk membedakan mereka. Masyarakat modern adalah masyarakat konsumtif. Masyarakat yang terus menerus berkonsumsi. Namun konsumsi yang dilakukan bukan lagi hanya sekedar kegiatan yang berasal dari produksi. Konsumsi tidak lagi sekedar kegiatan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dan fungsional manusia. Konsumsi diartikulasikan dalam rangkaian yang merupakan urutan mitologi dari sebuah cerita: Manusia yang memiliki kebutuhan-kebutuhan yang membawanya menuju pada objek yang memberinya kepuasan (Baudrillard,2006:73). Ini berarti apa yang melandasi konsumsi tidak lagi logika kebutuhan (need) tetapi lebih pada logika hasrat (desire) atau kepuasan. Lebih jauh antropolog dan ekonom Douglas dan Isherwood mengatakan: Konsumsi yang terjadi dalam semua masyarakat adalah diluar perdagangan, artinya tidak terbatas pada perdagangan, tetapi selalu merupakan fenomena budaya sebagai halnya sebuah fenomena ekonomi. Hal ini berkaitan dengan makna, nilai dan komunikasi seerat kaitan antara pertukaran, harga dan ekonomi. Mereka menyatakan bahwa kegunaan benda-benda selalu dibingkai oleh konteks budaya, bahkan benda-benda sederhana dalam kehidupan sehari-hari

19 19 mempunyai makna budaya. Dari perspektif ini, benda-benda materi bukan hanya digunakan untuk melakukan sesuatu, tetapi juga mempunyai makna, dan bertindak sebagai tanda-tanda makna dalam hubungan sosial (Lury,1998:16) Konsumsi telah menjadi suatu budaya, yaitu budaya konsumsi. Dimana hal ini menyebabkan pemborosan dan berlebih-lebihan dalam memenuhi kebutuhan untuk kepuasannya, seperti yang dikatakan Herry Priyono (dalam Sutrisno dan Putranto,2009: ).) secara ringkas dan jelas, konsumerisme adalah konsumsi yang mengada-ada, lebih lanjut dikemukakannya, konsumerisme tak hanya menyangkut proses sosio psikologis, tetapi juga berupa gejala ekonomi politik. Dalam banyak hal bisa dikatakan bahwa konsumerisme menjadi syarat mutlak bagi kelangsungan bisnis status dan gaya hidup. Budaya konsumen erat kaitannya dengan gaya hidup, karena konsumsi terhadap suatu barang, menurut Weber (dalam Damsar,2005:88), merupakan suatu gambaran gaya hidup dari kelompok status tertentu. Selanjutnya Satria (dalam Schlehe dan Kutanegara, 2006: ) memaparkan: Budaya konsumen dicirikan dengan peningkatan gaya hidup (lifestyle). Justru menurut Lury, proses pembentukan gaya hidup-lah yang merupakan hal terbaik yang mendefenisikan budaya konsumen.(...). Orang berusaha sebisa mungkin menunjukkan identitas dirinya pada khalayak melalui lifestylenya, yang tentu saja berbeda satu sama lain, sebisa mungkin gayanya khas dan orang lain tidak mampu menirunya. Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Lury, Alfitri (2007:6) juga mengatakan bahwa setiap orang memiliki gaya hidupnya masing-masing, sehingga mempengaruhi perilaku dalam menentukan pilihan yang akan di

20 20 konsumsi. Dengan begitu gaya hidup merupakan pilihan seseorang yang pada nantinya akan menjadi sebuah identitas yang membedakannya dengan orang lain. Hal ini juga terjadi pada mahasiswa, dimana mereka ingin menunjukkan jati dirinya dan ingin terlihat menonjol dengan pakaian yang mereka pakai, serta berbeda satu sama lain. Salah satunya adalah dengan cara mengkonsumsi pakaian bekas. Seperti yang dikatakan Herry Priyono (dalam Sutrisno dan Putranto,2009) hal yang sama juga terjadi pada mahasiswa yang mengkonsumsi pakaian bekas. Mahasiswa adalah masyarakat yang konsumtif terhadap pakaian bekas, apa yang melandasi konsumsi tidak lagi logika kebutuhan (need) tetapi lebih pada logika hasrat atau kepuasan. Baudrillard (dalam Martono, 2012:135) menjelaskan bahwa rasionalitas konsumsi dalam sistem masyarakat yang berprilaku konsumtif telah jauh berubah, karena saat ini membeli bukan lagi sebagai upaya memenuhi kebutuhan, namun lebih sebagai pemenuhan hasrat, menjadikan konsumsi tidak lagi hanya melihat kepada nilai guna barang yang dibeli, akan tetapi kepada makna atau simbol yang melekat pada objek atau barang. Sehingga mengkonsumsi pakaian bekas bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan dasar, tetapi untuk memenuhi kebutuhan akan fashion. Bicara mengenai fashion tidak terlepas dari budaya konsumsi, dan ini berarti budaya konsumsi telah memasuki kehidupan anak-anak muda seperti mahasiswa. Oleh sebab itu, peneliti memakai konsep budaya konsumsi agar dapat membantu peneliti nantinya untuk menjelaskan dan mendeskripsikan bagaimana budaya konsumsi ini mempengaruhi pola konsumsi mahasiswa terhadap pakaian bekas, dan seperti apa pola konsumsi tersebut.

21 21 F. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Sebagai sebuah penelitian antropologi, penelitian ini bertipe penelitian desktiptif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yaitu : untuk mengumpulkan data di lapangan, karena metode ini memfokuskan kegiatan orang dalam berinteraksi dengan lingkungan kehidupan mereka, dan dalam meneliti penulis berusaha memakai bahasa dan tafsiran yang sesuai dengan kondisi masyarakat yang diteliti dengan dunia sekitarnya. Metode kualitatif ini akan menghasilkan data deskriptif, keutuhan data yang didapat dilapangan dilakukan penelitian secara holistik (Moleong, 2000:32). Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah alat pengumpul data utama. Hal ini dilakukan karena peneliti sebagai alat yang sangat memungkinkan untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataankenyataan yang ada dilapangan, dapat berhubungan dengan informan atau objek lainnya, dan peneliti mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan. Peneliti menempatkan dirinya selama peranan sebagai pelaku yang ditelitinya dan mencoba untuk dapat mencapai tingkat pemahaman yang sempurna mengenai makna-makna yang terwujud dalam gejala sosial yang diamatinya (Moleong, 2000:5). Peneliti mendeskripsikan suatu keadaan melalui data yang diperoleh di lapangan. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka. Semua data yang dikumpulkan berkemungkinan

22 22 menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, dan dokumen pribadi. Menurut Koentjaraningrat (1997:29) penelitian bersifat deskriptif memberikan gambaran secermat mungkin mengenai individu, keadaan, gejala atau pun kelompok tertentu Metode kualitatif dengan penelitian deskriptif ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai budaya konsumsi yang terjadi pada mahasiswa melalui pakaian bekas. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara detail mengenai budaya konsumsi serta pola konsumsi mahasiswa terhadap pakaian bekas sebagaimana yang tergambar pada masalah penelitian ini. Sesuai dengan realita yang ada yang diperoleh peneliti di lapangan. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan Pasar Atas Bukittinggi, atau lebih dikenal dengan pasar butik (pasar loak). Peneliti memilih pasar loak yang ada di Bukittinggi ini dikarenakan pasar ini lebih pesat perkembangannya dibanding dengan pasar loak yang ada di kota- kota lain. Selain itu pasar loak yang lebih dikenal dengan sebutan pasar butik ini sangat dikenal oleh kalangan mahasiswa-mahasiswa di Kota Bukittinggi, Padang dan sekitarnya. 3. Informan Penelitian Informan adalah sumber informasi, mereka sebagai seorang pembicara asli yang menggunakan bahasa mereka sendiri untuk

23 23 memberikan informasi, agar lebih dekat dengan kebudayaan mereka sehingga semua hal yang akan menghambat penemuan informasi akan dikesampingkan (Spradley,1997:35). Informan menjadi objek penting dal am penelitian, yang menjadi sumber data dalam penelitian. Informan Penelitian adalah orang yang dipilih sesuai dengan kepentingan permasalahan dan tujuan penelitian. Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik tertentu yang tujuannya adalah menyaring sebanyak mungkin informasi yang menjadi dasar dari rancangan teori yang akan dibangun (Moleong, 2000 : 3). Dalam pengambilan informan, peneliti melakukan dengan tekhnik non probabilitas sampling karena tidak semua individu (anggota populasi) dapat dijadikan sumber informasi. Teknik ini dilakukan dalam dua bentuk yaitu teknik purposive sampling dan teknik snowball sampling. Purposive sampling yaitu teknik penarikan informan dengan tujuan tertentu. Purposive dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki (Mantra, 2004:121). Adapun informan yang dipilih secara purposive sampling ini adalah pedagang pakaian bekas dan mahasiswa yang menjadi konsumen dari pakaian bekas. Untuk mendapatkan informan selanjutnya peneliti memakai tekhnik snowball sampling. Bentuk snow ball sampling diartikan sebagai peneliti meminta rekomendasi dari informan pertama untuk menunjukan beberapa informan yang dianggap sesuai dengan objek penelitian

24 24 kemudian peneliti meminta rekomendasi lagi dari informan yang ditunjukan oleh informan pertama tadi dan begitu seterusya. Orang yang bisa dijadikan informan pertama oleh peneliti untuk memulai teknik snow ball adalah mahasiswa yang merupakan konsumen pakaian bekas di Boutique Second. Dari informan ini selanjutnya diminta rekomendasi untuk ditunjukkan langsung beberapa orang, yang dirasa juga mengetahui dan dapat melengkapi data mengenai permasalahan penelitian ini. Untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak terkait dengan topik penelitian ini, maka informan penelitian dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu terdiri dari: (1) informan kunci, (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian, (2) informan biasa, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, (3) informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang sedang diteliti (Hendarso dalam Suyanto, 2005: ). Namun, untuk memilih siapa yang tepat menjadi informan dalam penelitian ini, peneliti memilih informan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Dengan demikian, ditetapkanlah kriteria pemilihan informan. Kriteria informan yang dipilih sebagai informan kunci dan informan biasa dalam melakukan penelitian ini adalah : a. Informan kunci dalam penelitian in adalah pedagang pakaian bekas serta konsumen pakaian bekas yang bukan berstatus sebagai

25 25 mahasiswa. Jumlah informan kunci dalam penelitian ini adalah 5 orang, yaitu 3 orang pedagang pakaian bekas serta 2 orang konsumen pakaian bekas yang bukan merupakan mahasiswa. b. Informan biasa adalah orang-orang yang memiliki hubungan langsung dengan topik penelitian. Jumlah informan biasa dalam penelitian ini adalah 5 orang mahasiswa yang merupakan konsumen pakaian bekas, dengan kriteria sebagai berikut: 1. Bersedia diwawancarai 2. Konsumen Pasar Butik Bukittinggi (sering berbelanja, minimal 1-2 kali dalam sebelum) 3. Berstatus mahasiswa c. Informan tambahan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang, yaitu 1 orang tukang jahit, 1 orang mahasiswa yang bukan konsumen dari pakaian bekas, dan 3 orang mahasiswa yang juga merupakan konsumen namun tidak termasuk kedalam kriteria penelitian ini. Jumlah dari keseluruhan informan dalam penelitian ini adalah 15 orang. Berikut nama-nama informan yang telah peneliti wawancarai: Tabel 1. Informan Penelitian No. Nama Inisial Jenis Kelamin Umur Status 1 F Laki-laki 24 tahun Pedagang 2 P Laki-laki 26 tahun Pedagang 3 R Perempuan 21 tahun Pedagang

26 26 4 J Laki-laki 26 tahun Konsumen bukan mahasiswa (pegawai bank) 5 Y Perempuan 25 tahun Konsumen bukan mahasiswa 6. A Laki-laki 23 tahun Mahasiswa 7 I Laki-laki 24 tahun Mahasiswa 8 U Perempuan 22 tahun Mahasiswa 9 D Perempuan 23 tahun Mahasiswa 10 S Perempuan 22 tahun Mahasiswa 11 M Laki-laki 21 tahun Mahasiswa 12 H Perempuan 23 tahun Mahasiswa 13 AC Perempuan 21 tahun Mahasiswa 14 DF Perempuan 22 tahun Mahasiswa 15 IM Laki-laki 61 tahun Tukang jahit 4. Tekhnik Pengumpulan Data 4.1 Observasi Partisipasi Metode pengamatan atau observasi adalah salah satu alat penting untuk pengumpulan data dalam penelitian kualitatif. Mengamati berarti memperhatikan fenomena di lapangan melalui kelima indra peneliti, seringkali dengan instrument atau perangkat dan merekamnya untuk tujuan ilmiah (Angrosino dalam Creswell, 2015:231). Observasi merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda, waktu,

27 27 peristiwa, tujuan, dan perasaan. Observasi partisipasi merupakan salah satu jenis proses pengamatan yang lebih mendalam. Pengamatan terlibat dan pengamatan tidak terlibat dibedakan dari ada tidaknya interaksi antara peneliti dengan informan. Dalam pelaksanaannya, pengamatan terlibat, peneliti harus memupuk terlebih dahulu hubungan baik dan mendalam dengan informan. Sikap saling percaya tersebut dikenal dengan istilah rapport. Observasi dalam penelitian ini, dimulai dari akhir tahun 2015 sampai dengan Januari Esensi dari pengamatan terlibat adalah untuk memperoleh data tentang: a. Bagaimana keadaan Pasar Butik tersebut? (di dalamnya meliputi hubungan antara pedagang dan pembeli, transaksi seperti apa yang terjadi antara pedagang dan pembeli, hari apa saja mahasiswa banyak berbelanja di Pasar Butik, jam-jam berapa saja Pasar Butik ramai di kunjungi? ) b. Melihat pola dan budaya konsumsi pada mahasiswa dalam berbelanja pakaian bekas di Pasar Butik (di dalamnya meliputi bagaimana mahasiswa tersebut melakukan pilih-memilih dalam membeli pakaian bekas). 4.2 Wawancara Mendalam Seorang peneliti tidak melakukan wawancara berdasarkan sejumlah pertanyaan yang telah disusun dengan mendetail dengan alternatif jawaban yang telah dibuat sebelum melakukan wawancara, melainkan berdasarkan pertanyaan yang umum yang kemudian didetailkan dan dikembangkan ketika

28 28 melakukan wawancara atau setelah melakukan wawancara berikutnya. Mungkin ada sejumlah pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelum melakukan wawancara (sering disebut pedoman wawancara), tetapi pertanyaan tersebut tidak terperinci dan berbentuk pertanyaan terbuka / tidak ada alternatif jawaban. Hal ini berarti wawancara dalam penelitian kualitatif dilakukan seperti dua orang yang bercakap-cakap tentang sesuatu (Afrizal, 2014:20). Data yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara mendalam ini adalah data utama yang dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video serta foto foto pakaian dari narasumber, dari apa yang mereka ketahui tentang pakaian bekas, mengapa mereka bisa menyenangi penggunaan pakaian bekas, jenis pakaian yang dia suka, sampai bagaimana dia mengkreasikan pakaian tersebut untuk dipakai dalam kesehariannya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa: a. Daftar pedoman wawancara digunakan sebagai pedoman dalam mengajukan peranyaan-pertanyaan kepada informan. b. Buku catatan dan pena digunakan untuk mencatat seluruh keterangan yang diberikan oleh informan. c. Handphone digunakan untuk merekam sesi wawancara yang sedang berlangsung. d. Kamera digunakan untuk mendokumentasikan seluruh peristiwa yang terjadi selama proses penelitian.

29 29 5. Analisa Data Analisis data dilakukan sejak penulis berada dilapangan. Data yang diperoleh di lapangan baik itu hasil dari wawancara, observasi atau pengamatan, dikumpulkan dan diklasifikasikan berdasarkan temanya, kemudian data tersebut diinterpretasikan kedalam bentuk tulisan guna memperoleh gambaran sesungguhnya tentang masalah yang diteliti. Data analisis secara interpretatif dan dilihat secara keseluruhan (holistik) untuk menghasilkan suatu laporan penelitian yang deskriptif tentang masalah yang diteliti. Pekerjaan menganalisis data ini memerlukan ketekunan, ketelitian, dan perhatian khusus. Pekerjaan mencari dan menemukan data yang menunjang atau tidak menunjang hipotesis pada dasarnya memerlukan seperangkat kriteria tertentu, kriteria ini perlu didasarkan atas pengalaman, pengetahuan, atau teori sehingga membantu pekerjaan ini. Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan sepenuhnya dianalisis secara kualitatif. Analisis data dilakukan setiap saat pengumpulan data dilapangan secara berkesinambungan, sehingga kualitas penelitian diharapkan dapat mendekati realitas (Bungin, 2007 : 106). Analisis data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan kedalam hipotesis kerja (Moleong, 1990 : 103). Analisa data dilakukan sebelum, selama, dan sesudah penelitian dengan cara menggabungkan data-data yang diperoleh dari penelitian satu sama lainnya.

30 30 Analisa data dapat bersifat interpretative dan disajikan dalam bentuk deskriptif yang dipercayai sebagai kekuatan untuk penulisan dalam pendekatan kualitatif. Untuk menjaga kesahihan data, selama dan sesudah penelitian dilakukan pengecekan, seperti teknik, reinterview pada setiap jawaban yang diberikan oleh informan pada saat wawancara. 6. Proses Jalannya Penelitian Penelitian ini diawali pada bulan April 2016 dan berakhir pada bulan Januari Penelitian ini dilakukan di Boutique Second Bukittinggi, selain itu penelitian juga dilakukan di area kampus, dimana informan penelitian berkuliah dan juga tempat-tempat lain seperti coffee shop. Penelitian dilakukan secara bertahap, mulai dari pembuatan proposal penelitian, terjun ke lapangan, dan mengolah data untuk pembuatan skripsi. Tahap awal pada saat pembuatan proposal penelitian terlebih dahulu dengan membaca tulisan atau literatur yang berhubungan dengan judul penelitan ini. Selain itu untuk melengkapi data pembuatan proposal penelitian, maka dilakukan survey awal di lokasi penelitian pada akhir tahun Survey awal atau observasi awal dilakukan di lokasi penelitian yaitu di Boutique Second Bukittinggi, selain itu penulis juga menemani seorang teman ke Dinas Pasar dan ke Dinas KOPERINDAG, dimana waktu itu Ia juga membutuhkan data-data terkait mengenai Boutique Second, dan penulis juga memanfaatkan hal ini untuk mengetahui tentang Boutique Second dan Pakaian Bekas, serta bagaimana status keberadaannya. Observasi ini dilakukan dengan

31 31 tujuan untuk mendapatkan data awal guna melengkapi dan menunjang proposal penelitian ini. Penulisan proposal berlangsung selama 4 bulan dan setelah mendapatkan persetujuan dari kedua pembimbing skripsi pada bulan Januari, penulis melaksanakan ujian proposal pada tanggal 18 Februari Setelah melaksanakan ujian proposal, selanjtnya penulis mulai melakukan penelitian di lapangan pada akhir April Proses penelitian dilakukan setelah keluarnya surat izin penelitian oleh Departemen Pendidikan Nasional Fakulas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Adalas No: 412/UN16.08.WD I/PP/2016. Hal Permohon Izin Penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk berjaga-jaga saat melakukan penelitian di lapangan. Dalam melakukan penelitian, penulispun melakukannya secara bertahap, pada tahap awal penelitian, penulis memfokuskan untuk memperoleh data mengenai bab II, yaitu mengenai keadaan pasar, dimana data-data tersebut diperoleh dari hasil observasi penulis dan beberapa orang pedagang di Boutique Second. Untuk melengkapi data ini penulis lebih sering melakukan kunjungan ke lokasi penelitian untuk melihat keadaan pasar. Selain itu penulis juga memperoleh data dari 2 orang teman yang tahu banyak mengenai pakaian bekas, namun kedua orang ini tidak berstatus sebagai mahasiswa. Selanjutnya, penulis memfokuskan untuk memperoleh data-data mengenai bab III dan bab IV, dimana data tersebut banyak diperoleh dari mahasiswa-mahasiswa yang merupakan konsumen dari pakaian bekas.

32 32 Penelitian ini memang lebih sering dilakukan di lokasi penelitian yaitu di Boutique Second Bukittinggi, baik itu dengan pedagang pakaian bekas ataupun dengan mahasiswa. Akan tetapi untuk melengkapi data dengan mahasiswa yang merupakan konsumen pakaian bekas, penelitian ini juga dilakukan di tempat-tempat lain seperti di kampus, dan coffee shop sesuai kesepakatan dengan informan. Selama penelitian di lapangan, biasanya penulis selalu ditemani oleh teman dan terkadang hanya berdua saja dengan informan, hal ini sangat membantu penulis di lapangan. Adanya saran-saran dari teman saat dilapangan juga mempermudah penulis dalam melakukan wawancara dengan pedagang, serta informan lainnya. Kemudahan lain yang penulis rasakan yaitu keterbukaan pedagang dan informan saat memberikan informasi yang penulis butuhkan membuat penulis merasa nyaman dan tidak canggung untuk bertanya lebih dalam lagi. Selama melakukan penelitian dilapangan, tidak hanya kemudahankemudahan yang penulis rasakan, penulis juga merasakan beberapa kesulitan, yaitu ketika menanyai beberapa informasi yang membuat informan merasa kurang nyaman dan takut dirugikan, biasanya mereka agak sedikit tertutup. Kesulitan lain yang dialami penulis adalah masalah waktu. Untuk waktu penelitian, tidak dilakukan setiap hari, waktu penelitian biasanya tergantung kesepakatan dengan informan dan mengikuti waktu yang diinginkan informan, jika itu data terkait informan tersebut. Sehingga hal ini merupakan kendala bagi penulis, sebab informan-informan tersebut memiliki kesibukan yang

33 33 berbeda-beda, sehingga penulis harus menyesuaikan waktu yang telah ditentukan oleh informan-informan tersebut.

BAB VI PENUTUP. namun memiliki keuangan yang terbatas. Saat berbelanja di Boutique

BAB VI PENUTUP. namun memiliki keuangan yang terbatas. Saat berbelanja di Boutique 1 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dapat disimpulkan bahwa pakaian bekas merupakan suatu fenomena yang sudah tidak asing lagi dikalangan mahasiswa, khususnya mahasiswa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak terlepas dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak terlepas dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Manusia membutuhkan pakaian karena pakaian memiliki manfaat kepada para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaya hidup merupakan gambaran bagi setiap orang yang mengenakannya dan menggambarkan seberapa besar nilai moral dalam masyarakat disekitarnya, menurut Suratno dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Di negara indonesia dirugikan mencapai hingga triliunan karena banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Di negara indonesia dirugikan mencapai hingga triliunan karena banyaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Barang bekas telah menjadi permasalahan perekonomian setiap negara di dunia. Di negara indonesia dirugikan mencapai hingga triliunan karena banyaknya barang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran resiliensi pada istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dengan menggunakan kajian fenomenologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan kepribadian seseorang maka remaja mempunyai arti yang khusus. Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat merupakan pelaku kegiatan ekonomi dimana masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa. Masyarakat dalam kegiatan ekonomi melibatkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. jeli dalam mengatur pengeluaran agar tidak berlebih. Kebutuhan atas pakaian sering

BAB V PENUTUP. jeli dalam mengatur pengeluaran agar tidak berlebih. Kebutuhan atas pakaian sering BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pakaian menjadi salah satu kebutuhan yang di rasa semakin meningkat sejak masuk ke bangku kuliah. Terutama bagi mahasiswi, pakaian menjadi salah satu penanda eksistensi diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, memaksa

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, memaksa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, memaksa banyak pengusaha membuka bisnis ritel di berbagai pusat perbelanjaan. Tak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemikiran Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari-hari. Dari tahun ke tahun pakaian telah berkembang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari-hari. Dari tahun ke tahun pakaian telah berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sandang atau pakaian merupakan salah satu kebutuhan primer yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dari tahun ke tahun pakaian telah berkembang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan dapat dibedakan menjadi Tiga bagian, yakni kebutuhan pimer, sekunder, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan dapat dibedakan menjadi Tiga bagian, yakni kebutuhan pimer, sekunder, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan dapat dibedakan menjadi Tiga bagian, yakni kebutuhan pimer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang mendasar dan harus dipenuhi. Hakikatnya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Semakin berkembangnya zaman di era modern kebutuhan akan dunia fashion

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Semakin berkembangnya zaman di era modern kebutuhan akan dunia fashion BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman di era modern kebutuhan akan dunia fashion kini merambah begitu besar. Para pelaku bisnis dan perancang busana berlombalomba untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategi yang efektif dan efisien.hal tersebut tentunya bisa dicapai dengan

BAB I PENDAHULUAN. strategi yang efektif dan efisien.hal tersebut tentunya bisa dicapai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padadasarnyaperananbisnis harus mempunyai tujuan untuk memperoleh keuntungan dan mengembangkan usahanya.para pelaku bisnis harus menerapkan strategi yang efektif dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi merupakan perubahan global yang melanda seluruh dunia. Dampak yang terjadi sangatlah besar terhadap berbagai aspek kehidupan manusia di semua lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin cepat ini, mempercepat pula perkembangan informasi di era global ini. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dapat begitu mudahnya

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG ONLINE SHOP PADA MAHASISWA DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG ONLINE SHOP PADA MAHASISWA DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG ONLINE SHOP PADA MAHASISWA DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cepat serta menghasilkan sumber pendapatan yang cukup besar bagi negara. Hal

BAB I PENDAHULUAN. cepat serta menghasilkan sumber pendapatan yang cukup besar bagi negara. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri fashion merupakan salah satu industri yang berkembang dengan cepat serta menghasilkan sumber pendapatan yang cukup besar bagi negara. Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan pembelian atas produk ataupun jasa tertentu. Minat konsumen

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan pembelian atas produk ataupun jasa tertentu. Minat konsumen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minat untuk mengunjungi suatu tempat didasari dari rencana konsumen untuk melakukan pembelian atas produk ataupun jasa tertentu. Minat konsumen untuk berkunjung ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, yang bisa disebut dengan kegiatan konsumtif. Konsumtif

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, yang bisa disebut dengan kegiatan konsumtif. Konsumtif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Setiap manusia melakukan interaksi dengan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi dua macam. Pertama, kebutuhan primer, yaitu kebutuhan

I. PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi dua macam. Pertama, kebutuhan primer, yaitu kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang terus memiliki kebutuhan untuk segera dipenuhi, selalu dalam batas kurang dan kurang, dan tidak pernah merasa cukup dengan apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keadaan modern (modernitas) adalah berkaitan dengan suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keadaan modern (modernitas) adalah berkaitan dengan suatu keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan modern (modernitas) adalah berkaitan dengan suatu keadaan di mana segala sistem kemasyarakatan yang bersifat tradisional dilepaskan menjadi tatanan yang mengimplikasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adil atau tidak adil, mengungkap perasaan dan sentimen-sentimen kolektif

I. PENDAHULUAN. adil atau tidak adil, mengungkap perasaan dan sentimen-sentimen kolektif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia baik sebagai individu maupun makhluk sosial, selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan tersebut berupa: 1) Kebutuhan utama, menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebudayaan sebagai warisan leluhur yang dimiliki oleh masyarakat setempat, hal ini memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zenitha Vega Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zenitha Vega Fauziah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengindentifikasi diri (KBBI, 2008:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dituntut untuk dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dituntut untuk dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan pasar yang semakin ketat secara tidak langsung akan mempengaruhi usaha suatu perusahaan dalam mempertahankan pangsa pasar. Setiap perusahaan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman dari waktu ke waktu, yang diiringi dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi, telah membawa manusia kearah modernisasi dan globalisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi merupakan era yang tengah berkembang dengan pesat pada zaman ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis di era globalisasi ini telah membuat berbagai perusahaan berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini perkembangan bisnis pakaian fashion telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini perkembangan bisnis pakaian fashion telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini perkembangan bisnis pakaian fashion telah mengalami peningkatan yang pesat yang terjadi di berbagai Negara, dengan adanya perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya semua orang yang hidup di dunia ini memiliki kebutuhan untuk membuatnya bertahan hidup. Kebutuhan tersebut dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Usaha Baju Sisa Import Awul-awul Berkembangnya gaya fashion di negara kita, memang tidak dapat dihindari lagi. Dari model terkenal, artis ibukota hingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dilakukan, baik itu belanja barang maupun jasa. Recreational Shopper

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dilakukan, baik itu belanja barang maupun jasa. Recreational Shopper BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Recreational Shopper Identity dapat didefinisikan sebagai kegiatan berbelanja yang dicirikan dengan perasaan senang dalam diri pelakunya (Guiry, Magi, Lutz,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ide baru untuk menemukan cara-cara baru untuk melihat masalah dan

BAB 1 PENDAHULUAN. ide baru untuk menemukan cara-cara baru untuk melihat masalah dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Zimmerer, Scarborough, & Wilson dalam Wijatno (2009: 42) kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan suatu gagasan atau ide baru untuk menemukan cara-cara

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas individu

BAB II KERANGKA TEORI. Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas individu 12 BAB II KERANGKA TEORI A. Kajian Pustaka Perilaku Konsumtif Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas individu bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang khas. Kenikmatannya saat ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup

BAB I PENDAHULUAN. yang khas. Kenikmatannya saat ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kopi merupakan minuman yang di kenal memiliki rasa dan aroma yang khas. Kenikmatannya saat ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup sekaligus penghubung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin banyak remaja yang mengalami perubahan khususnya dalam segi penampilan dan hal ini mendorong remaja untuk terus memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang inovatif baik bergerak dalam bidang barang ataupun jasa. Dimana kinerja. saing, baik di pasar lokal maupun pasar global.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang inovatif baik bergerak dalam bidang barang ataupun jasa. Dimana kinerja. saing, baik di pasar lokal maupun pasar global. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, seiring dengan adanya era perdagangan bebas yang menyebabkan kegiatan dunia bisnis yang semakin terbuka dan kompetitif. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ini adalah tingkat pertumbuhan ritel tertinggi yang pernah dicapai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Ini adalah tingkat pertumbuhan ritel tertinggi yang pernah dicapai Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan era globalisasi saat ini membawa kemajuan diberbagai bidang, salah satunya bidang perdagangan. Perdagangan di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi yang dilakukan oleh manusia merupakan suatu proses yang melibatkan individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia terkenal dengan keragaman budayanya. Ragam budaya yang terdapat di Indonesia memiliki nilai-nilai budaya yang tinggi di tiap-tiap penganutnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukan sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari dengan cara menukarkan sejumlah uang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami peningkatan yang sangat pesat, bahkan menjadi sorotan publik karena dianggap sebagai ladang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan investasi dan ekspor. Pertumbuhan ekonomi tahun 2015, berasal

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan investasi dan ekspor. Pertumbuhan ekonomi tahun 2015, berasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 5,2 persen, sedikit di bawah proyeksi Bank Dunia yang dirilis Juli 2014 lalu, yaitu sebesar 5,6 persen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti akal atau budi dan dapat diartikan sebagai hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Teknologi komunikasi yang semakin maju dan berkembang akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Teknologi komunikasi yang semakin maju dan berkembang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi komunikasi yang semakin maju dan berkembang akan menumbuhkan berbagai pengaruh bagi penggunanya. Masyarakat dituntut untuk lebih mampu memanfaatkan teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam era-modernisasi negara Indonesia pada saat ini sudah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam era-modernisasi negara Indonesia pada saat ini sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era-modernisasi negara Indonesia pada saat ini sudah mencapai tahap pemikiran yang sangat modern. Pada konteks sejarah manusia, tercatat beberapa kali telah terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kemajuan suatu bangsa. Masa anak-anak disebut-sebut sebagai masa. yang panjang dalam rentang kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. bagi kemajuan suatu bangsa. Masa anak-anak disebut-sebut sebagai masa. yang panjang dalam rentang kehidupan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan karunia terbesar bagi keluarga, agama, bangsa, dan negara. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah penerus citacita bagi kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ini bisa dilihat dengan begitu maraknya shopping mall atau pusat

BAB I PENDAHULUAN. Ini bisa dilihat dengan begitu maraknya shopping mall atau pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan fashion, model busana, rancangan pakaian, gaya kostum dan lain-lain di Indonesia sudah sampai dititik yang mengesankan. Ini bisa dilihat dengan begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gaya berbusana, atau fashion secara etimologis fashion berasal dari bahasa Latin

BAB I PENDAHULUAN. gaya berbusana, atau fashion secara etimologis fashion berasal dari bahasa Latin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari yang namanya gaya berbusana, atau fashion secara etimologis fashion berasal dari bahasa Latin factio,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produknya. Produk tekstil pada umumnya ditujukan untuk mendukung industri mode. Artinya

BAB I PENDAHULUAN. produknya. Produk tekstil pada umumnya ditujukan untuk mendukung industri mode. Artinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pasar bebas tekstil dan produk tekstil (TPT) telah dimulai seiring dihapuskannya aturan kuota tekstil. Hal ini menuntut industri TPT untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling disukai adalah kegiatan berbelanja produk fashion. Produk

BAB I PENDAHULUAN. yang paling disukai adalah kegiatan berbelanja produk fashion. Produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbelanja adalah kegiatan yang dilakukan manusia untuk membeli atau memenuhi kebutuhan hidupnya. Bagi kaum wanita, kegiatan belanja yang paling disukai adalah kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penampilan bagi manusia. Pakaian juga mencerminkan pribadi orang yang

BAB I PENDAHULUAN. penampilan bagi manusia. Pakaian juga mencerminkan pribadi orang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok dan juga penunjang penampilan bagi manusia. Pakaian juga mencerminkan pribadi orang yang memakainya. Begitu banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pakaian tidak hanya berguna sebagai alat yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. pakaian tidak hanya berguna sebagai alat yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tingkat pertumbuhan penduduk yang terus naik berdampak terhadap tingkat

Lebih terperinci

BAB III KAUM MUDA PARUH WAKTU DAN GAYA HIDUP MODERN. banyak kaum muda yang masih berstatus sebagai mahasiswa bekerja paruh waktu dengan

BAB III KAUM MUDA PARUH WAKTU DAN GAYA HIDUP MODERN. banyak kaum muda yang masih berstatus sebagai mahasiswa bekerja paruh waktu dengan BAB III KAUM MUDA PARUH WAKTU DAN GAYA HIDUP MODERN Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tujuan kaum muda melakukan pekerjaan paruh waktu dan mengetahui dampak pekerjaan paruh waktu tersebut

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Logo UNKL347

Gambar 1.1 Logo UNKL347 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 UNKL347 UNKL347 adalah sebuah bisnis ritel pakaian yang berdiri sekitar tahun 1996. UNKL347 didirikan oleh empat orang pemuda yang memiliki latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan strategi masing-masing dalam mendapatkan konsumen yang diharapkan akan

BAB I PENDAHULUAN. dengan strategi masing-masing dalam mendapatkan konsumen yang diharapkan akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini telah mengakibatkan banyak dunia usaha baru bermunculan yang menyebabkan tingginya tingkat persaingan. Perusahaan bersaing dengan strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dibidang fashion semakin meningkat. Gaya hidup berbelanja. hanya bagi perempuan saja, laki-laki bahkan tidak

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dibidang fashion semakin meningkat. Gaya hidup berbelanja. hanya bagi perempuan saja, laki-laki bahkan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan bertambahnya pusat perbelanjaan dengan menawarkan berbagai macam produk yang ditawarkan akan menambah persaingan yang semakin ketat didunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi, manusia dimanjakan dengan kemajuan teknologi yang semakin maju, sehingga manusia cenderung berfikir konsumtif yang mencerminkan perilaku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perilaku konsumen merupakan sebuah fenomena yang unik untuk dipelajari dan diamati. Perilaku Konsumen disini lebih mengacu pada proses yang dilalui oleh seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia merupakan individu yang berdiri sendiri, mempunyai unsur fisik dan psikis yang dikuasai penuh oleh dirinya sendiri. Masing-masing individu tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Universitas Negeri Medan sebagai lembaga pendidikan tinggi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Universitas Negeri Medan sebagai lembaga pendidikan tinggi memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Negeri Medan sebagai lembaga pendidikan tinggi memiliki beberapa fakultas, yaitu Fakultas Bahasa dan Seni, Fakultas Teknik, Fakultas Ilmu Keolahragaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pengindonesiaan dari kata tattoo yang berarti goresan, gambar, atau

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pengindonesiaan dari kata tattoo yang berarti goresan, gambar, atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan kebutuhan hidup manusia yang dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terus mengalami perkembangan dari zaman ke zaman. Semakin banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ancaman bagi para pelaku usaha agar dapat memenangkan persaingan dan

BAB I PENDAHULUAN. ancaman bagi para pelaku usaha agar dapat memenangkan persaingan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dunia bisnis yang tumbuh dengan pesat menjadi tantangan maupun ancaman bagi para pelaku usaha agar dapat memenangkan persaingan dan mempertahankan kelangsungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekarang ini dimana perubahan teknologi dan arus informasi yang sangat cepat mendorong

I. PENDAHULUAN. sekarang ini dimana perubahan teknologi dan arus informasi yang sangat cepat mendorong I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Situasi perekonomian dewasa ini berkembang sangat pesat, terlebih pada masa globalisasi seperti sekarang ini dimana perubahan teknologi dan arus informasi yang

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. suatu hal baru dan orang orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut, terutama

Bab 5. Ringkasan. suatu hal baru dan orang orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut, terutama Bab 5 Ringkasan Pada dasarnya, Jepang adalah negara yang mudah bagi seseorang untuk menciptakan suatu hal baru dan orang orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut, terutama remaja putri Jepang yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan dari budaya terhadap perilaku konsumen adalah, budaya digunakan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan dari budaya terhadap perilaku konsumen adalah, budaya digunakan sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan dari budaya terhadap perilaku konsumen adalah, budaya digunakan sebagai indikator awal untuk menentukan perilaku konsumen masyarakat. perusahaan bisa melihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakaian merupakan kebutuhan dasar yang memiliki beragam. makna bagi manusia. Pakaian tidak hanya berfungsi sebagai pelindung

I. PENDAHULUAN. Pakaian merupakan kebutuhan dasar yang memiliki beragam. makna bagi manusia. Pakaian tidak hanya berfungsi sebagai pelindung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakaian merupakan kebutuhan dasar yang memiliki beragam makna bagi manusia. Pakaian tidak hanya berfungsi sebagai pelindung tubuh, tetapi juga berfungsi sebagai identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun 2005 merupakan tahun saat penulis memasuki masa remaja awal, yakni 15 tahun dan duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada saat itu, masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang tersebar di semua wilayah Kota Bandung. Sejak dahulu Kota

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang tersebar di semua wilayah Kota Bandung. Sejak dahulu Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota Bandung merupakan kota kreatif dengan potensi sumber daya manusia yang tersebar di semua wilayah Kota Bandung. Sejak dahulu Kota Bandung telah dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Aktivitas berbelanja merupakan suatu aktivitas yang awam atau umum dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecantikan pada kulit wajah dan tubuh sudah menjadi prioritas utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. kecantikan pada kulit wajah dan tubuh sudah menjadi prioritas utama dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini penampilan menjadi suatu perhatian utama bagi seluruh kalangan terlebih pada kaum wanita. Setiap wanita selalu berkeinginan untuk memiliki penampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergerak dalam industri yang sama, dengan meningkatnya tingkat persaingan maka

BAB I PENDAHULUAN. bergerak dalam industri yang sama, dengan meningkatnya tingkat persaingan maka 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan pasar yang semakin ketat secara tidak langsung akan mempengaruhi usaha suatu perusahaan dalam mempertahankan pangsa pasar. Setiap perusahaan

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas Butik Dorayaky Shop. menuangkan hobi nya di bidang fashion tersebut dia berkeinginan

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas Butik Dorayaky Shop. menuangkan hobi nya di bidang fashion tersebut dia berkeinginan BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Ringkas Butik Dorayaky Shop Salah satu Butik yang di gemari di kawasan Jl. Bukit Siguntang No: 16 Medan adalah Butik Dorayaky Shop. Awal mulanya butik ini didirikan

Lebih terperinci

ini menjadi tantangan bagi perusahaan karena persaingan semakin ketat dan Persaingan antar produsen ini juga terjadi di Indonesia.

ini menjadi tantangan bagi perusahaan karena persaingan semakin ketat dan Persaingan antar produsen ini juga terjadi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi yang terjadi saat ini, konsumen cenderung semakin aktif dalam memberi produk yang mereka gunakan. Perilaku konsumen yang konsumtif menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan terkait dengan tren yang sedang berlaku. Masyarakat sudah menyadari

BAB I PENDAHULUAN. dan terkait dengan tren yang sedang berlaku. Masyarakat sudah menyadari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan globalisasi telah membawa pengaruh besar terhadap perkembangan ekonomi dunia. Pesatnya pangsa pasar yang disebabkan oleh semakin dinamisnya perokonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya berbagai kebebasan dan kemudahan yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya berbagai kebebasan dan kemudahan yang diberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan adanya berbagai kebebasan dan kemudahan yang diberikan kepada para pelaku bisnis untuk memulai usahanya, menimbulkan banyak sekali bermunculan industri-industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selektif dalam melakukan proses pembelian atas suatu produk. Pada sisi yang lain

BAB I PENDAHULUAN. selektif dalam melakukan proses pembelian atas suatu produk. Pada sisi yang lain BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kondisi yang terjadi sekarang ini yaitu konsumen semakin lama semakin selektif dalam melakukan proses pembelian atas suatu produk. Pada sisi yang lain perusahaan selalu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 20 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif (qualitative research). Tylor (Molenong, 2007:4),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah jenis penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif merupakan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya pembangunan mall atau shopping centre semakin pesat. Hal ini terjadi dikarenakan, pada saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan suatu sektor yang sangat penting bagi suatu Negara. Karena sektor pariwisata merupakan sektor yang menguntungkan banyak pihak. Dengan berkembangnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini digunakan karena adanya realitas sosial mengenai perempuan yang menderita

BAB III METODE PENELITIAN. ini digunakan karena adanya realitas sosial mengenai perempuan yang menderita BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini mengenai konsep diri pada perempuan penderita tumor jinak payudara, metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah 11 24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan usia 11 tahun adalah usia ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa dipisahkan dari komunitas lingkungan di sekitarnya. Manusia dikatakan makhluk sosial karena manusia hidup secara berkelompok

Lebih terperinci

BAB I PEND AHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Jika berbicara tentang Aceh tentunya salah satu khas dan terkenal yaitu

BAB I PEND AHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Jika berbicara tentang Aceh tentunya salah satu khas dan terkenal yaitu BAB I PEND AHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jika berbicara tentang Aceh tentunya salah satu khas dan terkenal yaitu cita rasa kopinya. Kopi tradisional Aceh memiliki cita rasa yang khas dengan aroma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain papan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain papan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain papan dan pangan, hal tersebut sangat penting bagi manusia untuk menutup bagian bagian tubuh manusia. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia yang semakin besar menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia yang semakin besar menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia yang semakin besar menjadi target pasar potensial bagi perusahaan-perusahaan memproduksi lebih banyak barang dan jasa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun elektronik, maka telah menciptakan suatu gaya hidup bagi masyarakat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. maupun elektronik, maka telah menciptakan suatu gaya hidup bagi masyarakat. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak dapat dipungkiri bahwa sebuah realita kehidupan pada era globalisasi seperti sekarang ini masih terbilang cukup unik. Karena dengan menawarkan begitu banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selera konsumen dan perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. selera konsumen dan perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi, dunia perdagangan dewasa ini terjadi persaingan didalam memasarkan produk atau jasa. Kegiatan pemasaran memiliki peran yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika akan memutuskan untuk memiliki suatu produk. Keputusan itu akan

BAB I PENDAHULUAN. ketika akan memutuskan untuk memiliki suatu produk. Keputusan itu akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi seorang konsumen niat beli terhadap suatu produk muncul dari sebuah keinginan yang disebabkan oleh dampak dari suatu proses pengamatan dan pembelajaran, apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam era globalisasi sekarang, dunia pemasaran sudah semakin ketat,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam era globalisasi sekarang, dunia pemasaran sudah semakin ketat, BAB I 1. 1 Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Dalam era globalisasi sekarang, dunia pemasaran sudah semakin ketat, disini Marketing Public Relations sangat di butuhkan tidak hanya menjual suatu produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaman sekarang yang dimana telah mengalami perkembangan dalam dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. jaman sekarang yang dimana telah mengalami perkembangan dalam dunia usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dunia bisnis yang tumbuh dengan pesat menjadi tantangan maupun ancaman bagi para pelaku usaha agar dapat memenangkan persaingan dan mempertahankan kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam bidang ritel yang saat ini tumbuh dan berkembang pesat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam bidang ritel yang saat ini tumbuh dan berkembang pesat seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan dunia usaha di Indonesia semakin ketat, setiap perusahaan bersaing untuk menarik pelanggan dan mempertahankan eksistensinya di pasar. Termasuk

Lebih terperinci

BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF. Kebutuhan manusia dapat dibagi sesuai tingkat kepentingan atau prioritas

BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF. Kebutuhan manusia dapat dibagi sesuai tingkat kepentingan atau prioritas BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF 1.1 Deskripsi Konsep Bisnis Kebutuhan manusia dapat dibagi sesuai tingkat kepentingan atau prioritas yaitu kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan primer adalah kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berimpitan, lokasi penduduk padat, dan sarana-prasarana memadai serta

BAB I PENDAHULUAN. yang berimpitan, lokasi penduduk padat, dan sarana-prasarana memadai serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika kota memberikan dampak tersendiri, dimana perkembangan kota secara alamiah melahirkan kegembiraan untuk menjadi daya tarik dan pusat pendidikan, ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM. JASA MACAN (Makeover Atribut Accessories Akan Menawan) BIDANG KEGIATAN: PKM KEWIRAUSAHAAN

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM. JASA MACAN (Makeover Atribut Accessories Akan Menawan) BIDANG KEGIATAN: PKM KEWIRAUSAHAAN PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM JASA MACAN (Makeover Atribut Accessories Akan Menawan) BIDANG KEGIATAN: PKM KEWIRAUSAHAAN Diusulkan oleh: 1. Yulia Sari (C0213071) 2. Villa Firdaus

Lebih terperinci