Keywords: Crime ofincest, parents, criminallaw reform.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Keywords: Crime ofincest, parents, criminallaw reform."

Transkripsi

1 90 Pengaturan Tindak Pidana Inses Dalam Perspektif Kebijakan Hukum Pidana Oleh: Lilik Purwastuti Yudaningsih S.H., M.H. (Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Jambi) Abstract Settingthe crime ofincestis inarticle 46of Act No.23/2004 onthe Elimination ofdomestic ViolenceandArticle81paragraph(1) of ActNo. 23/2002on Child Protection. However, the settingdoes notincludethe crime ofincestcommitted bythe parentsof thechild. In order toreformthe criminallaw, should be added(created) the formulationof articlethat ensnarethe parentswhocommitted the crime ofincestagainsthis son,of course,by weightingthe criminalsanctions(criminal treats that exist plus its one-third) Keywords: Crime ofincest, parents, criminallaw reform. I. Pendahuluan Berbicara masalah kejahatan saat ini tentu saja merupakan suatu hal yang sudah merajalela di dunia, khususnya di Indonesia.Kejahatan merupakan gejala sosial yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat sejak zaman dahulu sampai sekarang.semakin kompleksnya masyarakat dewasa ini, dapat mempengaruhi seseorang maupun kelompok tertentu dalam mempertinggi persaingan hidup terutama kebutuhan ekonomi yang ditandai dengan munculnya kesenjangan antara golongan kaya dan golongan miskin yang memunculkan berbagai jenis kejahatan. Melalui informasi dari media massa, baik media cetak maupun media elektronik setiap harinya selalu saja ada pemberitaan yang marak mengenai tindak kejahatan. Dalam perkembangan sehari-hari banyak terjadi kejahatan, misalnya kejahatan terhadap harta kekayaan (pencurian, penggelapan, pemerasan, penipuan dan lain-lain), kejahatan terhadap tubuh dan nyawa, misalnya pembunuhan, penganiayaan, dan lain-lain serta berbagai jenis kejahatan dibidang kesusilaan, dan salah satunya yang saat ini menjadi tindak pidana yang memprihatinkan dan membutuhkan perhatian yang sangat serius dari semua pihak adalah tindak pidana perkosaan, lebih tragis lagi apabila perkosaan itu dilakukan di kalangan keluarga sendiri atau yang disebut inses yang merupakan salah satu kejahatan seksual yang masih sangat tabu di dalam masyarakat dan merupakan salah satu dari sekian banyak pelanggaran hak asasi manusia. Beberapa contoh kasus inses yang pernah terjadi di antaranya di jalan coklat RT 14/RW 10,Bangko pada tanggal 31 Mei 2011 dimana seorang ayah kandung yang

2 91 berusia 51 tahun memperkosa anak kandungnya sendiri yang berusia 18 tahun. 1 Selain itu pada tanggal 31 Agustus 2013 kasus inses juga terjadi di daerah Muaro Bungo di mana seorang ayah kandung tega memperkosa anak kandungnya sendiri yang berusia 10 tahun. 2 Adanya kasus inses yang dilakukan oleh seorang ayah terhadap anaknya yang terjadi di Indonesia dapat dianggap sebagai salah satu indikator buruknya kualitas perlindungan anak. Keberadaan anak yang belum mampu untuk hidup mandiri tentunya sangat membutuhkan orang-orang sebagai tempat berlindung.pertanyaan yang sering dilontarkan adalah sejauh mana pemerintah telah berupaya memberikan perlindungan hukum pada anak sehingga anak dapat memperoleh jaminan atas kelangsungan hidup dan penghidupannya sebagai bagian dari hak asasi manusia, dan bagaimana pula para orang tua menyadari peran mereka untuk mendidik dan melindungi anak yang menjadi tanggung jawab mereka sebagai orang tua. Padahal, berdasarkan Pasal 20 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua. Tindak pidana terhadap seksualitas itu tidak hanya terjadi pada lingkungan umum saja namun juga terjadi dalam lingkungan keluarga atau rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anggota keluarga untuk berlindung. Hampir tidak dapat dipercayai bahwa pelaku kekerasan adalah orang yang justru dicintai dan dipercayai untuk menjaganya: ayah, suami, paman, kerabat dan orang-orang di dalam rumah sendiri. 3 Hal yang cukup memprihatinkan adalah kecenderungan makin maraknya kejahatan seksual yang tidak hanya menimpa perempuan dewasa, tapi juga menimpa anak-anak di bawah umur. 4 Anak adalah amanah dari Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan pelengkap kebahagiaan bagi sebuah keluarga.seorang anak yang terlahir ke dunia bagaikan 1 html, diakses pada tanggal 23 Agustus diakses pada tanggal 23 Agustus Sulistyowati Irianto (ed), Perempuan dan Hukum : Menuju Hukum yang Berspektif Kesetaraan dan Keadilan, Yayasan Obor Indonesia, Anggota IKAPI DKI Jaya, Jakarta, 2006, hal Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual (Advokasi atas Hak Asasi Perempuan), Cet.Kesatu, PT Refika Aditama, Bandung, 2001, hal. 3

3 92 selembar kertas putih yang belum tergores oleh coretan tinta sedikitpun. Seorang anak kelak akan menjadi generasi penerus bangsa yang nantinya akan melanjutkan cita-cita bangsa dan menjadi calon pemimpin yang akan menentukan perkembangan bangsa selanjutnya. Pada hakikatnya anak tidak dapat melindungi dirinya sendiri dari berbagai macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik, sosial dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan. 5 Menurut ketentuan pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menentukan bahwa orangtua berkewajiban dan bertanggungjawab untuk: a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melimdungi anak ; b. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya ; dan c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Dari ketentuan di atas dapat diketahui peran dan kewajiban orangtua yang sesungguhnya adalah untuk menjaga dan selalu memberikan perlindungan dalam hal apapun terhadap anaknya, namun pada kenyataannya masih ada saja orangtua yang bersikap tidak sesuai pada aturan yang ada. Hal ini tentunya akan menjadi ancaman terhadap anak dalam sebuah relasi keluarga. Di dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, larangan mengenai kekerasan seksual ditentukan dalam ketentuan pasal 5 huruf (c), kemudian mengenai kekerasan seksual dalam ketentuan ini adalah setiap perbuatan yang berupa hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. 6 Kemudian mengenai siapa-siapa saja yang termasuk dalam lingkup rumah tangga diatur pada pasal 2 yaitu lingkup rumah tangga dalam Undang-undang ini meliputi : a. Suami, isteri, dan anak; 5 Abd.Kadir, Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Incest dengan Korban Anak, Skripsi, Universitas Hasanuddin, Makassar, halaman 3. 6 Lihat penjelasan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga

4 93 b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau c. Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud huruf c dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan. Perbuatan kejahatan itu tidak terlepas pula dengan melibatkan akibat-akibat yang ditimbulkannya,yaitu korban kejahatan tersebut. Manusia yang menjadi korban kejahatan itu sama artinya dengan dirampas hak-hak asasinya. Eksistensi hak-hak asasi manusia (HAM) dikalahkan oleh perilaku yang mengedepankan kebiadaban (kekejian). 7 Inses antara orang dewasa dan anak di bawah umur dianggap sebagai bentuk pelecehan seksual anak. Kasus ini terbukti menjadi salah satu bentuk pelecehan masa kanak-kanak paling ekstrim, seringkali menjadi trauma psikologis yang serius dan berkepanjangan, terutama dalam kasus inses yang dilakukan orangtua. 8 Tindak pidana inses merupakan perbuatan yang tidak bermoral dan merupakan ancaman terhadap anak yang merupakan sebuah korelasi keluarga menjadi korban dari pelampiasan seks keluarganya sendiri, dalam hal ini ayah kandungnya sendiri. Umumnya kejahatan inses ini justru jarang sekali dilaporkan kepada pihak berwajib karena mengingat bahwa tindak pidana ini dilakukan oleh anggota keluarga sendiri yang tentu saja apabila diketahui oleh pihak lain akan menimbulkan rasa malu bagi anggota keluarga yang lain.dengan demikian tindak pidana inses belum ada pengaturannya sehingga perlu pengaturan lebih lanjut pada masa yang akan datang. II. PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum Tentang Inses Belakangan ini, banyak sekali ditemukan baik di media maupun kehidupan nyata, seorang anak menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan anggota keluarga sendiri yang lazim disebut inses (incest).inses atau incest dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah hubungan seksual antara orang-orang yang bersaudara dekat yang dianggap melanggar adat, hukum dan agama. 7 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan,op. cit., halaman 6 8

5 94 Menurut Sawitri Supardi Sadarjoen, inses (incest) adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan yamg memiliki ikatan keluarga yang kuat, seperti misalnya ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama keluarga kandung. 9 Sedangkan menurut Kartini Kartono, inses adalah hubungan seks diantara pria dan wanita di dalam atau diluar ikatan perkawinan, dimana mereka terkait dalam hubungan kekerabatan atau keturunan yang yang dekat sekali. 10 Sofyan S. Willis mengemukakan pengertian inses sebagai berikut: Hubungan kelamin yang terjadi antara dua orang diluar nikah,sedangkan mereka adalah kerabat dekat sekali. 11 Selanjutnya pendapat incest yang dikemukakan oleh Supratik mengatakan bahwa: Taraf koitus antara anggota keluarga, misalnya antara kakak lelaki dengan adik perempuannya yang dimaksud adalah hubungan seksual.atau antara ayah dengan anak perempuannya, yang dilarang oleh adat dan kebudayaan. 12 Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa inses adalah hubungan seksual yang terjadi di antara anggota kerabat dekat, biasanya adalah kerabat inti seperti ayah, atau paman.inses dapat terjadi suka sama suka yang kemudian bisa terjalin dalam perkawinan dan ada yang terjadi secara paksa yang lebih tepat disebut dengan perkosaan. Insesdigambarkan sebagai kejadian relasi seksual; diantara individu yang berkaitan darah, akan tetapi istilah tersebut akhirnya dipergunakan secara lebih luas, yaitu untuk menerangkan hubungan seksual ayah dengan anak, antar saudara. Inses merupakan perbuatan terlarang bagi hampir setiap lingkungan budaya. Sawitri Supardi Sadarjoen berkesimpulan bahwa dasar tabu inses adalah apabila inses dibenarkan maka akan terjadi persaingan, perebutan pasangan dalam lingkungan, antara ayah-ibu-saudara-saudara. Jelas bahwa persaingan atau perbuatan semacam itu akan membawa kehancuran keluarga dan suku bangsa sendiri Sawitri Supardi Sadarjoen. Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual, Refika Aditama Bandung Kartono Kartini. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, Mandar Maju.Jakarta Hal Sofyan Willis, Problema Remaja dan Pemecahannya. IKAPI, Jakarta, Hal Supratik, Mengenai Perilaku Abnormal, KANISUS.Jakarta, Hal Sawitri Supardi Sadarjoen, Op.Cit., hal.74

6 95 Sawitri Supardi Sadarjoen menyatakan terdapat lima kondisi gangguan keluarga yang memungkinkan terjadinya inses, yaitu: 1. Keadaan terjepit, dimana anak perempuan menjadi figure perempuan utama yang mengurus keluarga dan rumah tangga sebagai pengganti ibu. 2. Kesulitan seksual pada orang tua, ayah tidak mampu mengatasi dorongan seksualnya. 3. Ketidakmampuan ayah untuk mencari pasangan seksual di luar rumah karena kebutuhan untuk mempertahankan façadekestabilan sifat patriachat-nya. 4. Ketakutan akan perpecahan keluarga yang memungkinkan beberapa anggota keluarga untuk lebih memilih desintegrasi struktur daripada pecah sama sekali. 5. Sanksi yang terselubung terhadap ibu yang tidak berpartisipasi dalam tuntutan peranan seksual sebagai istri. 14 Kartini kartono menambahkan bahwa inses banyak terjadi dikalangan rakyat dari tingkat kalangan sosial-ekonomi yang rendah. Jenis-jenis incest berdasarkan penyebabnya adalah: 1. Incest yang terjadi secara tidak sengaja, misalnya kakak-adik lelaki perempuan remaja yang tidur sekamar, bias tergoda melakukan eksperimentasi seksual sampai terjadi inses. 2. Incest akibat psikopatologi berat. Jenis ini biasa terjadi antaraayah yang alkoholik atau psikopatik dengan anak perempuannya. Penyebabnya adalah kendornya kontrol diri akibat alkohol atau psikopati sang ayah. 3. Incest akibat pedofilia, misalnya seorang lelaki yang haus menggauli anakanak perempuan dibawah umur, termasuk anaknya sendiri. 4. Incest akibat contoh buruk dari ayah. Seorang lelaki menjadi senang melakukan incest karena meniru ayahnya melakukan perbuatan yang sama dengan kakak atau adik perempuannya. 5. Incest akibat patologi keluarga dan hubungan perkawinan yang tidak harmonis. Seorang suami-ayah yang tertekan akibat sikap memusuhi serba mendominasi dari istrinya bias terpojok melakukan incest dengan anak perempuannya. 15 B. Pengaturan Tindak Pidana Inses 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga Mengenai segala bentuk kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga, maka di Indonesia memiliki Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang merupakan suatu 14 Sawitri Supardi Sadarjoen Op.cit hal Ibid.

7 96 upaya jaminan yang diberikan oleh Negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Dalam ketentuan pasal 1 angka (1) ditentukan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam linngkup rumah tangga. Kemudian mengenai siapa-siapa saja yang termasuk ke dalam lingkup rumah tangga telah diatur secara tegas dalam ketentuan pasal 2 ayat (1) yang menentukan bahwa Lingkup rumah tangga dalam Undang-undang ini meliputi : a. Suami, isteri, dan anak; b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Selanjutnya, dalam hal ketentuan pidana bagi pelaku tindak kekerasan seksual dalam Undang-undang ini ditentukan dalam pasal 46 yang menentukan Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Ketentuan pasal 46 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dapat dirumuskan : a. Setiap orang b. Melakukan perbuatan kekerasan seksual c. Yang dimaksud dalam pasal 8 huruf (a) d. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun e. Atau denda paling banyak Rp ,00.

8 97 Yang dimaksud dengan pasal 8 huruf (a) yang terdapat pada rumusan poin (c) tersebut diatas yaitu bahwa kekerasan seksual tersebut terjadi terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga. Kemudian dari rumusan ancaman pidana yang diberikan oleh pasal 46 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, dapat diuraikan sebagai berikut : a. Setiap orang. Dalam ketentuan pasal ini yang menjadi subyek hukum yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya adalah manusia secara individu atau orang perseorangan.hal ini ditegaskan dengan penggunaan setiap orang. Dalam hal tindak pidana inses yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak kandungnya, penggunaan kata setiap orang belum tepat mengenai sasaran terhadap ayah sebagai pelaku, karena setiap orang pada ketentuan ini bersifat umum. b. Perbuatan pidana. Dalam ketentuan pasal ini, yang merupakan perbuatan pidana atau perbuatan yang dilarang oleh hukum adalah melakukan perbuatan seksual di dalam lingkup rumah tangga.yang berarti bahwa apabila terjadi kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang ayah terhadap anaknya (tindak pidana inses) maka sudah dapat dijerat dengan ketentuan pidana pada pasal ini. c. Sanksi Pidana 1) Lama pidana Lama pidana yang diberikan oleh pasal 46 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 adalah pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp ,00. Tidak ada rumusan pidana minimal khusus dalam ketentuan ini, yang berarti bahwa pidana penjara bisa saja dijatuhkan dalam rentang waktu 1 hari sampai 12 tahun.kemudian di dalam ketentuan ancaman pidana ini juga tidak terdapat pemberatan pidana, mengingat bahwa pelaku adalah orang tua. 2) Sistem perumusan pidana

9 98 Sistem perumusan pidana pada ketentuan pasal 46 adalah Alternatif (penjara atau denda).sistem perumusan alternatif menyebabkan pidana yang bisa dijatuhkan hanya salah satu diantara penjara maupun denda. 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Dalam hal korban tindak pidana adalah seorang anak, maka Indonesia telah memiliki Undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai segala bentuk perlindungan terhadap anak. Pada ketentuan pasal 1 angka (1) ditentukan tentang batasan usia dari seorang anak, yaitu Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas mengenai perlindungan terhadap anak dari segala bentuk kekerasan, secara khusus mengenai ketentuan pidana terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak diatur dalam ketentuan pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yaitu setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp ,00 (tiga ratus juta rupiaha) dan paling sedikit Rp (enam puluh juta rupiah). Pasal 81 ayat (1) memberikan ancaman terhadap orang yang melakukan kekerasan seksual, yang dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Setiap orang b. Dengan sengaja c. Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan d. Memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya e. Atau dengan orang lain f. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun g. Denda paling banyak Rp ,00 dan paling sedikit Rp ,00

10 99 Kemudian dari rumusan ancaman pidana yang diberikan oleh pasal 81 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dapat diuraikan sebagai berikut : a. Setiap orang. Dalam ketentuan pasal ini yang menjadi subyek hukum yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya adalah manusia secara individu atau orang perseorangan.hal ini ditegaskan dengan penggunaan setiap orang. Dalam hal tindak pidana inses yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak kandungnya, penggunaan kata setiap orang belum tepat mengenai sasaran terhadap ayah sebagai pelaku, karena setiap orang pada ketentuan ini bersifat umum. b. Perbuatan pidana. Dalam rumusan pada poin (b), poin (c), poin (d), dan poin (e) dapat dijelaskan bahwa apabila pelaku dengan sengaja atau dengan maksud dan berkehendak melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan hubungan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, maka pelaku tersebut bisa dijerat dengan ketentuan pidana pada pasal ini. c. Sanksi Pidana 1) Lama pidana Lama pidana yang diberikan oleh pasal 81 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 adalah pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp ,00 dan paling sedikit Rp ,00. Di dalam ketentuan ancaman pidana ini juga tidak terdapat pemberatan pidana, mengingat bahwa pelaku adalah orang tua. 2) Sistem perumusan pidana Sistem perumusan pidana pada ketentuan pasal 81 ayat (1) adalah kumulatif (penjara dan denda).sistem perumusan kumulatif menyebabkan pidana berupa pidana penjara serta pidana denda dapat dijatuhkan secara bersamaan. Dilihat dari ketentuan pidana yang telah diatur pada pasal 46 Undangundang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah

11 100 Tangga dan pasal 81 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tersebut diatas, maka tidak tepat dikenakan terhadap pelaku tindak pidana inses (orang tua). Hal ini dikarenakan dari ketentuan pidana ini pada rumusan pelaku masih bersifat umum, tidak dibedakan kepada pelaku apakah antara pelaku dan korban memiliki hubungan darah ataupun tidak. Selain itu, tidak adanya pemberatan atau ancaman pidana tambahan kepada orang tua sebagai pelaku tindak pidana inses. Apalagi mengingat bahwa dampak yang akan ditimbulkan dari tindak pidana inses ini sangat besar dan lebih kompleks apabila dibandingkan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku yang tidak memiliki hubungan darah, dalam hal ini seorang ayah. C. Pembaharuan Hukum Pidana Pembaharuan hukum pidana pada dasarnya dilandasi oleh kehidupan masyarakat yang selalu berubah-ubah. Yang di dalamnya ada terletak pada perubahan nilai, Barda Nawawi mengatakan bahwa pembaharuan hukum pidana pada hakekatnya mengandung makna suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral, sosiopolitik, sosiofhilosofi dan sosiokultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum pidana di Indonesia. 16 Barda Nawawi Arif berependapat bahwa bertolak dari pemikiran, pidana pada hakekatnya hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan, maka pertamatama merumuskan tentang tujuan pemidanaan. Dalam mengidentifikasikan tujuan pemidanaan, bertolak dari keseimbangan dua sasaran pokok, yaitu perlindungan masyarakat dan perlindungan/pembinaan individu pelaku tindak pidana. 17 Bertolak dari keseimbangan dua sasaran pokok itu, maka syarat pemidanaan menurut konsep juga bertolak dari pokok pemikiran keseimbangan monodualistik antara kepentingan individu; antara faktor objektif dan faktor subjektif. Oleh karena itu, syarat pemidanaan juga bertolak dari 2 pilar yang sangat fundamental di dalam hokum pidana yaitu asas legalitas (yang 16 Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana Prenada Media Group, Semarang, 2008, hal Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hal. 88.

12 101 merupakan asas kemasyarakatan ) dan asas kesalahan/asas cupabilitas (yang merupakan asas kemanusiaan ). Dengan perkataan lain, pokok pemikiran mengenai pemidanaan berhubungan erat dengan pokok pemikiran mengenai tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana seperti telah dikemukakan diatas. Aspek lain dari perlindungan masyarakat adalah perlindungan terhadap korban dan pemulihan keseimbangan nilai yang terganggu di dalam masyarakat. Untuk memenuhi aspek ini konsep menyediakan jenis sanksi berupa pembayaran ganti kerugian dan pemenuhan kewajiban adat. Kedua jenis sanksi ini dimasukkan sebagai jenis pidana tambahan, karena dalam kenyataan sering terungkap, bahwa penyelesaian masalah secaara yuridis formal dengan menjatuhkan sanksi pidana pokok saja kepada terdakwa belum dirasakan oleh warga masyarakat sebagai suatu penyelesaian masalah secara tuntas. D. Pengaturan Tindak Pidana Inses Dalam Perspektif Pembaharuan Hukum Pidana (pada masa yang akan datang) Rumah dan keluarga khususnya orangtua bagi seorang anak adalah tempat untuk mendapatkan kasih sayang, perlindungan yang paling aman dan nyaman,serta merupakan tempat awal untuk mendapatkan pendidikan dasar bagi seorang anak. Namun apa jadinya ketika rumah yang seharusnya menjadi tempat yang paling aman untuk berlindung serta orangtua yang seharusnya menjadi orang yang melindungi seorang anak justru memberikan perlakuan yang tidak sesuai dengan yang seharusnya, dalam hal ini melakukan tindak kekerasan seksual sedarah atau inses. Seperti contoh kasus yang terjadi di antaranya di jalan coklat RT 14/RW 10,Bangko pada tanggal 31 Mei 2011 dimana seorang ayah kandung yang berusia 51 tahun memperkosa anak kandungnya sendiri yang berusia 18 tahun. 18 Selain itu pada tanggal 31 Agustus 2013 kasus inses juga terjadi di daerah Muaro Bungo di mana seorang ayah kandung tega memperkosa anak kandungnya sendiri yang berusia 10 tahun. 19 Dapat dikatakan bahwa tindak pidana inses adalah suatu tindak pidana kekerasan dalam area domestik di mana pelaku merupakan ayah kandung dan korban merupakan anak kandungnya. Melihat kasus-kasus kekerasan seksual dalam rumah tangga yang 18 html, diakses pada tanggal 22 Agustus diakses pada tanggal 22 Agustus 2013.

13 102 terjadi di tengah-tengah kita semua tentu merupakan sebuah permasalahan yang sangat luar biasa mengingat bahwa seharusnya lingkup rumah tangga adalah tempat yang seharusnya paling aman bagi anggota keluarga khusunya seorang anak dan merupakan tempat awal bagi seorang anak untuk memperoleh pendidikan agar dapat berkembang dan bersosialisasi dengan lingkungan luar, namun pada kenyataannya saat ini bahkan orangtua dalam hal ini seorang ayah kandungpun bisa menjadi ancaman serius bagi seorang anak. Kejahatan inses ini tentunya akan menjadi ancaman terhadap seorang anak yang mengakibatkan anak menjadi korban pelampiasan seks keluarganya sendiri. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, tindak pidana inses merupakan tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh anggota keluarga yang memiliki hubungan darah dengan korbannya, dalam hal ini pelaku adalah seorang ayah dan korban adalah anak kandungnya. Jika tindak kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga merupakan tindak kekerasan seksual dalam hal ini tindak pidana inses yang dilakukan oleh ayah terhadap anak kandungnya, hal ini akan lebih sulit untuk dilaporkan atau disentuh oleh hukum karena mengingat bahwa pelaku tindak pidana merupakan salah satu dari orang tua si anak. Menurut Rita Serena Kolibonso : jika pelaku memiliki hubungan keluarga dengan korban, apalagi ia adalah ayah korban sendiri, maka sulit untuk menjangkau korban apalagi memprosesnya secara hukum. Orang tua cenderung menjaga korban untuk tidak menjalani proses hukum. Ibu korban juga sulit diharapkan untuk membantu karena takut kepada suami dan keluarga. Padahal dalam proses hukum seorang anak yang berusia kurang dari 12 tahun harus didampingi orang tua atau wali. 20 Kemudian dalam ketentuan pasal ini laporan juga dapat dilakukan oleh wali ataupun pengasuh, tetapi pada kenyataannya mengingat bahwa korban tinggal dan diasuh oleh orang tua kandungnya maka anak tersebut tentunya tidak memiliki wali ataupun pengasuh. Selain itu, dalam ketentuan ini laporan juga dapat dilakukan oleh anak yang menjadi korban dari tindak pidana tersebut. Hal ini dirasa sangat tidak mungkin dilakukan oleh anak mengingat bahwa anak sebagai korban akan lebih mencenderung mengalami trauma psikologis sehingga tidak akan mungkin anak tersebut melaporkan tindak pidana yang ia alami. Terlebih lagi apabila hubungan seksual tersebut 20 Rita Serena Kolibonso dalam tulisannya Mien Rukmini, Wanita dan Anak Korban Kekerasan Seksual (penanggulangan dan Perlindungannya,) Jurnal Penegakan Hukum, volume 2, No. 1 Januari 2006, Unpad, Bandung, halaman 15.

14 103 dilakukan dengan disertai kekerasan, ancaman kekerasan yang tidak hanya ditujukan kepada anak tersebut, akan tetapi kepada ibu atau saudaranya yang lain maka ketakutan korban akan semakin bertambah. Pengaturan perlindungan terhadap tindak pidana inses yang ada saat ini, baik berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga maupun Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak belum mengatur ancaman pidana bagi orang tua yang melakukan tindak kekerasan seksual terhadap anaknya (tindak pidana inses. Oleh karena itu, perlu kiranya untuk merumuskan norma yang baru dalam rangka pembaharuan hukum pidana, dapat ditambahkan perumusan sebagai berikut: Setiap orang yang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan pencabulan maupun memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas tahun) dan paling singkat 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp ( rupiah) dan paling sedikit Rp.( rupiah). Dalam hal pelaku adalah orang tua yang melakukan perbuatan tersebut terhadap anak kandungnya, maka pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak yang melekat pada diri orang tua sebagai pelaku terhadap korban dapat dijatuhkan oleh hakim. Untuk itu perlu adanya pasal yang memberikan jaminan lebih lanjut terhadap korban setelah selesai persidangan. Menurut penulis adapun pasal yang dapat ditambahkan guna untuk memberikan jaminan lebih lanjut terhadap anak sebagai korban dari tindak pidana inses yaitu: Terhadap anak yang menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang tua harus dijauhkan dari pelaku dan lingkungan yang berpengaruh buruk bagi keberlangsungan masa depan anak. Mengenai pemeliharaan dan jaminan kelangsungan hidup bagi anak sebagai korban tindak pidana inses ditanggung sepenuhnya oleh Negara.

15 104 III. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Dilihat dari pengaturan perlindungan hukum yang ada saat ini, baik dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga khususnya pasal 46 maupun Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 khususnya pasal 81 ayat (1), ternyata belum mengatur secara tegas terhadap orang tua sebagai pelaku serta tidak ada ketentuan mengenai pemberatan ancaman pidana dan juga pidana tambahan bagi orang tua sebagai pelaku kekerasan seksual terhadap anak kandungnya (tindak pidana inses). 2. Pengaturan tindak pidana inses pada masa yang akandatang (pembaharuan hukum pidana) dilakukan dengan cara membuat atau menambahkan pasal yang dikenakan terhadap orangtua yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak kandungnya (tindak pidana inses). B. Saran Mengingat betapa bahayanya tindak pidana inses yang dilakukan oleh orangtua dalam hubungannya dengan perlindungan hukum terhadap anak maka sebaiknya dalam menyusun peraturan perundang-undangan harus lebih diperhatikan lagi, terutama mengenai hak-hak terhadap anak setelah menjadi korban serta ancaman pidana yang dituangkan harus lebih berat. Karena kejahatan terhadap anak tidak hanya berasal dari luar namun dapat juga berasal dari dalam keluarga si anak tersebut. Perlindungan terhadap anak sangat dibutuhkan untuk menjamin akan hak-hak anak sebagai generasi muda penerus bangsa. A. Buku DAFTAR PUSTAKA Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual (Advokasi atas Hak Asasi Perempuan), Cet.Kesatu, PT Refika Aditama, Bandung, Barda Nawawi Arief. Masalah penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan kejahatan, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2001.

16 105, Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana Prenada Media Group, Semarang, Irianti Sulistyowati. Perempuan dan Hukum : Menuju Hukum yang Berspektif Kesetaraan dan Keadilan, Yayasan Obor Indonesia, Anggota IKAPI DKI Jaya, Jakarta, Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, Mandar Maju, Jakarta, Sawitri Supardi Sadarjoen, Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual, Rafika Aditama, Bandung, B. Karya Ilmiah Rita Serena Kolibongso dalam tulisannya Mien Rukmini, Wanita dan Anak Korban Kekerasan Seksual (Penanggulangan dan Perlindungannya), Jurnal Penegakan Hukum, Volume 2, No. 1 Januari 2005, Unpad, Bandung. Abd. Kadir,TinjauanKriminologis Terhadap Tindak Pidana Incest Dengan Korban Anak (Studi Kasus Wilayah Kabupaten Takalar Tahun ) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar C. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

bahwa kaum lelaki yang memegang 1. Latar Belakang

bahwa kaum lelaki yang memegang 1. Latar Belakang ANALISIS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Oleh : Enny Mirfa. SH.,MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Samudera Langsa ABSTRAK Kekerasan terhadap perempuan adalah ancaman

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN INCEST DALAM BERBAGAI PERATURAN HUKUM. A. Hubungan Seksual Sedarah (Incest) ditinjau dari Kitab Undang- UndangHukum Pidana(KUHP)

BAB II PENGATURAN INCEST DALAM BERBAGAI PERATURAN HUKUM. A. Hubungan Seksual Sedarah (Incest) ditinjau dari Kitab Undang- UndangHukum Pidana(KUHP) BAB II PENGATURAN INCEST DALAM BERBAGAI PERATURAN HUKUM A. Hubungan Seksual Sedarah (Incest) ditinjau dari Kitab Undang- UndangHukum Pidana(KUHP) Anak mempunyai kedudukan strategis dalam bangsa, negara,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak 7 Perbedaan dengan Undang Undang Perlindungan Anak Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Perlindungan Anak? Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan cara terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan terhadap korban, yang berakibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran hak asasi manusia yang berat, korban diperlakukan seolah. barang dagangan yang dapat dibeli dan dijual kembali.

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran hak asasi manusia yang berat, korban diperlakukan seolah. barang dagangan yang dapat dibeli dan dijual kembali. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah yang Maha Kuasa karena itu anak harus mendapatkan apa yang menjadi hak- hak mereka terutama yang namanya perlindungan baik orang tua

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

Majalah Hukum Forum Akademika

Majalah Hukum Forum Akademika Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam Rumah Tangga Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga Oleh : Nys. Arfa 1 ABSTRAK Keluarga yang bahagia

Lebih terperinci

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana 1. Jenis-jenis Tindak Pidana Kekerasan di dalam KUHP Kekerasan adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan menimbulkan korban. Korban/saksi dapat berupa pelaku tindak pidana yaitu: seorang Korban/saksi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI TINDAK PIDANA PERKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG TERHADAP ANAKNYA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat guna Memperoleh

Lebih terperinci

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018 KAJIAN KRITIS DAN REKOMENDASI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA TERHADAP RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (R-KUHP) YANG MASIH DISKRIMINATIF TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK SERTA MENGABAIKAN KERENTANAN

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Perlindungan Anak Daerah Istimewa Yogyakarta adalah: b. Pencabulan, meskipun kadang-kadang pencabulan masuk dalam

BAB III PENUTUP. Perlindungan Anak Daerah Istimewa Yogyakarta adalah: b. Pencabulan, meskipun kadang-kadang pencabulan masuk dalam BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Bentuk-bentuk kekerasan seksual terhadap anak yang diberitakan melalui media televisi, berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap orang yang melihat atau memandangnya. 20. penyiksaan dan perlakuan tidak senonoh lainnya terhadap perempuan dapat

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap orang yang melihat atau memandangnya. 20. penyiksaan dan perlakuan tidak senonoh lainnya terhadap perempuan dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Negara Indonesia yang mengedepankan hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sekaligus hukum itu sebagai panglima di Negara ini, maka hal ini mengandung konsekuensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara tentumengenal yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara tentumengenal yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara tentumengenal yang namanya seorang anak. Status seorang anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, dalam

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 32 BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 yang menjujung tingi hak dan kewajiban bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN A. Pengertian Anak 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 10 2.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia, hal ini dikarenakan hukum dan Hak Asasi Manusia saling berkaitan satu sama

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus 1 RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus Mengapa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Merupakan Aturan Khusus (Lex Specialist) dari KUHP? RUU Penghapusan Kekerasan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang melangsungkan perkawinan pasti berharap bahwa perkawinan yang mereka lakukan hanyalah satu kali untuk selamanya dengan ridho Tuhan, langgeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara hukum, dimana menurut Logemann Negara merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya yang mengatur serta menyelenggarakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pemerkosaan adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang merupakan contoh kerentanan posisi perempuan, utamanya terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) telah menjadi agenda bersama dalam beberapa dekade terakhir. Fakta menunjukkan bahwa KDRT memberikan efek negatif yang cukup

Lebih terperinci

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN Penegakan hukum tindak pidana pencabulan terhadap anak berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak (studi di Pengadilan Negeri Sukoharjo) Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S310907004

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kejahatan kekerasan seksual yang akhir-akhir ini sering diberitakan baik

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kejahatan kekerasan seksual yang akhir-akhir ini sering diberitakan baik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan merupakan fenomena kehidupan masyarakat, karena itu dapat terjadi dimanapun dan kapanpun. Perkosaan merupakan salah satu bentuk kejahatan kekerasan

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA I. UMUM Keutuhan dan kerukunan rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan mutiara keluarga yang perlu dilindungi dan dijaga. Perlu dijaga karena dalam dirinya

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA 1 BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA A. Sejarah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi 6 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi? Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu komitmen dan

I. PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu komitmen dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu komitmen dan perlakuan yang memperhatikan perkembangan dan peranan anak sebagai generasi penerus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Oleh : Lilik Purwastuti Yudaningsih 1

KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Oleh : Lilik Purwastuti Yudaningsih 1 KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Oleh : Lilik Purwastuti Yudaningsih 1 ABSTRACT Violence against women is a continuous threat to women everywhere in the world. Experienced

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang didalamnya terdapat berbagai hubungan dari sebuah masyarakat tertentu yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan yang besar. Perubahan tersebut membawa dampak, yaitu munculnya problema-problema terutama dalam lingkungan pada

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan yang besar. Perubahan tersebut membawa dampak, yaitu munculnya problema-problema terutama dalam lingkungan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman di negara ini membawa pengaruh dalam kehidupan masyarakat. Dalam dasawarsa terakhir ini segi sosial kita mengalami perubahan yang besar. Perubahan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK C. Tindak Pidana Persetubuhan dalam KUHPidana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap orang tua yang harus dijaga, dilindungi dan diberi kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan teknologi, membawa perubahan yang signifikan dalam pergaulan dan moral manusia, sehingga banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga. Maka rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga. Maka rumah tangga BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Rumah adalah tempat untuk membangun keluarga yang bahagia, harmonis dan sejahtera. Tempat pengayom bagi seluruh penghuninya dan juga sebagai tempat berlindung

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik Polri dalam menjalankan tugasnya untuk membuat terang setiap tindak pidana yang terjadi di masyarakat adalah peran yang sangat penting terutama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar dari susunan masyarakat, untuk itulah lahir Undang-undang Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. dasar dari susunan masyarakat, untuk itulah lahir Undang-undang Nomor 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai Negara hukum, pemerintah Indonesia mempunyai kewajiban untuk mengatur semua peri kehidupan warga negaranya termasuk dalam hal perkawinan. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat

I. PENDAHULUAN. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian dikalangan masyarakat. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya jenis tindak pidana dan modus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

Lebih terperinci

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 36 Tahun : 2015

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 36 Tahun : 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 36 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN PERKAWINAN PADA USIA ANAK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

Lebih terperinci

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017 ASPEK HUKUM KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA BERDASARKAN UU NO.23 TAHUN 2004 1 Oleh : Ollij A. Kereh 2 ; Friend H. Anis 3 Abstrak Perkembangan kehidupan sosial dewasa ini menunjukkan menurunnya nilai-nilai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta 1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan pada saat ini banyak terjadi di lingkungan sekitar kita yang tentunya harus ada perhatian dari segala komponen masyarakat untuk peduli mencegah kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya suatu perkawinan, dapat diartikan sebagai suatu lembaga, dan

BAB I PENDAHULUAN. Adanya suatu perkawinan, dapat diartikan sebagai suatu lembaga, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya suatu perkawinan, dapat diartikan sebagai suatu lembaga, dan wadah yang sah untuk menyalurkan hasrat seksual antara laki-laki dan perempuan yaitu antara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan melihat kepada hakikat perkawinan itu merupakan akad yang membolehkan laki-laki dan perempuan melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. nasional bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah aset bangsa dan sebagai generasi penerus bangsa yang harus dilindungi dan kesejahteraannya harus dijamin. Bahwa di dalam masyarakat seorang anak harus mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2008 PORNOGRAFI. Kesusilaan Anak. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008

Lebih terperinci

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Wahyu Ernaningsih Abstrak: Kasus kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak menimpa perempuan, meskipun tidak menutup kemungkinan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPTEN LUMAJANG NOMOR 48 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan suatu bangsa. Selain itu, anak merupakan harapan orang tua, harapan bangsa dan negara yang akan melanjutkan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 11 TAHUN : 2016 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN PERKAWINAN PADA USIA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci