BAB V ANALISIS KESTABILAN LERENG BATUAN
|
|
- Susanti Johan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB V ANALISIS KESTABILAN LERENG BATUAN Seperti telah disebutkan pada bab sebelumnya yang menyatakan bahwa terdapat dua proses utama dalam melakukan evaluasi kestabilan lereng batuan, pada bab ini dibahas langkah kedua yang merupakan tahap analisis kestabilan lereng batuan. Metode yang banyak digunakan untuk menganalisis kestabilan lereng adalah metode kesetimbangan batas (limit equilibrium). Metode analitis ini menggunakan konsep faktor keamanan, yaitu perbandingan antara gaya penahan dan gaya penggerak yang diperhitungkan pada bidang gelincirnya. Namun seringkali metode ini tidak efektif untuk memprediksi longsoran pada batuan dan cara penanggulangannya (Maerz, 2000). Oleh karena itu, penggunaan desain empriris dan klasifikasi massa batuan untuk melakukan analisis kestabilan lereng batuan menjadi penting (Franklin dan Maerz, 1996). Berdasarkan hal di atas, penulis menggunakan klasifikasi massa batuan berupa rock mass rating (Bieniawski, 1984) yang kemudian diaplikasikan untuk analisis kestabilan lereng batuan dengan menggunakan klasifikasi slope mass rating (Romana, 1985). 5.1 Klasifikasi Massa Batuan dengan Sistem Rock Mass Rating (RMR) Dalam sistem RMR, terdapat lima parameter dasar yang digunakan untuk mengklasifikasikan massa batuan dalam suatu kelas tertentu. Kelima parameter dasar tersebut dibahas secara terperinci seperti berikut ini Kuat Tekan Uniaksial Andesit Dalam kaitannya untuk mencari parameter kekuatan batuan, penulis menggunakan metode point load. Tujuan metode ini adalah untuk mendapatkan indeks kekuatan batuan dengan beban titik terhadap andesit. 61
2 Pengujian dilakukan terhadap 20 sampel andesit yang diambil dari lereng penelitian. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil pengujian dengan keakuratan yang tinggi. Dari hasil uji point load indeks kekuatan batuan sebesar 10,07 MPa (lihat Lampiran H) Rock Quality Designation (RQD) Rock quality designation pertama kali dipublikasikan oleh Deere dkk. (1967 op cit. GSEG, 1970). RQD adalah persentase yang menunjukkan perbandingan antara inti batuan utuh yang memiliki panjang lebih dari 10 cm terhadap panjang total keseluruhan inti batuan (core). Kemudian Priest (1993 op cit. Adu dan Acheampong, 2003) memberikan persamaan yang menghubungkan frekuensi diskontinuitas ( ) dengan RQD sebagai berikut : RQD = 100e 0,1λ (1 + 0,1λ ) dan dengan : N λ = L N adalah jumlah diskontinuitas yang memotong garis pengamatan (scan line) L adalah panjang dari garis pengamatan (scanline). Perhitungan RQD secara rinci diberikan pada Lampiran I. Dari hasil perhitungan, dapat dikatakan bahwa massa batuan pada keseluruhan segmen memiliki persentase RQD berkisar 93 % sampai 97 %. Untuk lebih jelas, diberikan rekapitulasi hasil perhitungan RQD dari keseluruhan segmen (Tabel 5.1). 62
3 Tabel 5.1. Rekapitulasi hasil perhitungan RQD keseluruhan segmen Segmen Nilai RQD (%) 1 96, , , , , , , , Spasi Diskontinuitas Spasi rekahan adalah jarak antara dua rekahan terdekat yang saling sejajar pada arah normal atau tegak lurus bidang rekahan (Priest dan Hudson, 1976). Oleh karena itu pengukuran spasi rekahan dilakukan pada rekahan-rekahan dalam set yang sama. Jarak yang diukur selama pengamatan di lapangan masih merupakan jarak semu karena pengukuran jarak mengikuti scanline, sehingga yang diperoleh belum tentu jarak tegak lurus antar dua rekahan. Berdasarkan uraian di atas, maka spasi rekahan sebenarnya (Si) dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Si = So cos β cosα cosθ dengan adalah sudut vertikal antara scanline dengan bidang horizontal adalah sudut horizontal antara scanline dengan arah kemiringan adalah sudut vertikal antara garis normal rekahan dengan bidang horizontal So adalah spasi semu yaitu jarak yang diukur di lapangan 63
4 Perhitungan spasi rekahan sebenarnya (Si) dari tiap set rekahan dicantumkan pada Lampiran J. Bieniawski (1989) tidak menjelaskan bagaimana cara menghitung spasi diskontinuitas apabila terdapat lebih dari satu set diskontinuitas pada suatu massa batuan. Namun, mengacu kepada Edelbro (2003 op cit. Palmstrom, 2005) yang intinya menyatakan bahwa apabila terdapat lebih dari satu set diskontinuitas dalam massa batuan, maka spasi diskontinuitas yang digunakan adalah spasi diskontinuitas yang memiliki nilai rata-rata terkecil. Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat diberikan spasi diskontinuitas yang digunakan untuk perhitungan RMR terhadap keseluruhan segmen lereng pada Tabel 5.2 sebagai berikut. Tabel 5.2. Hasil perhitungan spasi diskontinuitas pada tiap segmen lereng Segmen Spasi diskontinuitas (meter) 1 0, , , , , , , , Kondisi Diskontinuitas Kondisi diskontinuitas merupakan salah satu parameter komplek dalam klasifikasi RMR, terdiri atas beberapa sub-parameter : (i) roughness (kekasaran); (ii) separation (bukaan); (iii) filling (material pengisi); (iv) persistence (kemenerusan); dan (v) weathering (pelapukan). 64
5 Bieniawski (1984) memberikan skala roughness (Tabel 5.3) yang dapat diaplikasikan langsung di lapangan, untuk mempermudah penilaian terhadap permukaan bidang diskontinuitas secara visual. Tabel 5.3 Skala roughness yang digunakan dalam sistem RMR (Bieniawski, 1984) Tingkat Roughness Permukaan Very rough suface Rough surface Slightly rough surface Smooth suface Slickensided surface Keterangan Membentuk sisi curam yang hampir vertikal dan permukaan diskontinuitas sangat bergelombang. Permukaan bergelombang pada beberapa bagian, terdapat asperities, dan terasa sangat abrasif. Terdapat asperities, permukaan diskontinuitas terasa bergelombang jika disentuh. Tidak terdapat asperities, permukaan diskontinuitas terasa halus. Permukaan rata dan mengkilat (polashing surface). Hasil pengamatan secara visual terhadap kedelapan lereng penelitian menunjukkan bahwa permukaan diskontinuitas keseluruhan segmen lereng tersebut secara umum termasuk kedalam kategori slightly rough surface (lihat Foto 4.9). Separation (bukaan) adalah jarak tegak lurus antara dua permukaan rekahan yang terbuka. Jika ruang antara rekahan tersebut tidak terisi maka disebut aperture, namun jika terisi oleh suatu material maka lebih cocok jika digunakan penamaan lebar rekahan (ISRM, 1978 op cit. Bieniawski, 1984). Selanjutnya, Bieniawski (1984) mengklasifikasikan separation (bukaan) yang digunakan dalam sistem RMR adalah seperti yang diperlihatkan dalam Tabel
6 Tabel 5.4 Klasifikasi aperture (bukaan) dalam sistem RMR (Bieniawski, 1984) Kategori Bukaan Lebar Bukaan (mm) Close < 0,1 Moderately open < 1 Open 1 5 Very open > 5 Keterangan Tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Kedua permukaan rekahan akan bersentuhan dengan sedikit pergerakan geseran (shearing movement). Kedua permukaan rekahan bersentuhan setelah pergerakan geseran. Kedua permukaan rekahan tetap tidak bersentuhan setelah terjadi pergerakan geseran yang besar. Berdasarkan hasil investigasi diskontinuitas pada tiap segmen lereng penelitian (lihat Lampiran A), dapat disimpulkan bahwa pada umumnya bukaan yang ada memiliki lebar dengan kisaran 1 3 mm. Oleh karena itu, berdasarkan tabel klasifikasi di atas, bukaan rekahan (aperture) tersebut masuk dalam kategori open (lihat Foto 4.9). Lebih lanjut lagi, hasil investigasi pada Lampiran A juga menunjukkan bahwa sebagian besar rekahan yang ada telah tergantikan (replacement) oleh material oksidasi. Material oksidasi tersebut kemungkinan berasal dari hasil pelapukan batuan andesit, memiliki warna coklat terang kemerahan, material bersifat lepas (noncohesive material), dan bersifat lunak (soft filling). ISRM (1978 op cit. Bieniawski, 1984) membagi kelas diskontinuitas berdasarkan sifat kontinuitas dari rekahan, yaitu (i) persistent (continuous); dan (ii) not persistent (not continuous). Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa secara umum keseluruhan lereng segmen penelitian memiliki diskontinuitas yang tidak menerus dengan kisaran panjang 1 3 meter. 66
7 Klasifikasi derajat pelapukan untuk massa batuan diberikan pada Tabel 5.5 (ISRM, 1978). Akan tetapi, dalam klasifikasi RMR hanya menggunakan derajat I, II, III, dan IV. Derajat pelapukan V (completely weathered) dapat disetarakan dengan derajat IV (highly weathered) karena pada kedua derajat tersebut gaya gesek (frictional strength) dari permukaan diskontinuitas menjadi sangat kecil (Romana, 1985). Tabel 5.5. Klasifikasi tahapan pelapukan pada massa batuan (ISRM, 1978) Grade Term Decomposed rock (%) Description Ia Fresh - No visible weathering Ib Fresh - Slight discoloration of walls II III IV V VI Slighlty weathered Moderately weathered Highly weathered Completely weathered Residual soil < 10 General discoloration > Part of rock is decomposed. Fresh rock is a continuum General decomposition of rock. Some fresh rock appears All rock is decomposed. Original structure remains All rock is converted to soil. Original structure is destroyed Dari hasil pengamatan di lapangan, terlihat sebagian massa batuan pada lereng segmen 1 dan 2 telah mengalami pelapukan derajat III (moderately weathered), karena sebagian kecil dari massa batuan telah terdekomposisi. Sedangkan pada lereng segmen 3 sampai 8 dianggap mengalami pelapukan derajat II (slightly weathered), karena hanya mengalami perubahan warna (discoloration) pada permukaan massa batuannya saja Kondisi Airtanah Dalam klasifikasi RMR, kondisi airtanah dapat diperkirakan dengan tiga cara : (i) menghitung kecepatan aliran air dalam terowongan; (ii) menghitung rasio tekanan pori; dan (iii) memberikan gambaran umum kondisi airtanah. 67
8 Namun apabila klasifikasi RMR diaplikasikan pada lereng batuan, informasi mengenai kondisi airtanah secara umum (general condition) dirasakan sudah mencukupi (Romana, 1985). ISRM (1978) memberikan klasifikasi kondisi airtanah yang dapat digunakan untuk aplikasi klasifikasi RMR pada lereng batuan (Tabel 5.6). Tabel 5.6. Kondisi airtanah untuk aplikasi RMR pada lereng batuan (ISRM, 1978) Unfilled joints Filled joints Description Joint Flow Filling Flow Completely dry Dry No Dry No Damp Stained No Damp No Wet Damp No Wet Some drips Dripping Wet Occasional Outwash Dripping Flowing Wet Continuous Washed Continuous Pengamatan kondisi airtanah (general groundwater condition) dilakukan secara visual terhadap keseluruhan segmen lereng penelitian. Dari hasil pengamatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kondisi umum airtanah pada lereng segmen 1 dan 2 adalah lembab (damp), karena material pengisi rekahan dalam keadaan lembab, namun tidak terdapat rembesan pada segmen lereng tersebut. Sementara itu, lereng segmen 3 sampai 8 dianggap kering (completely dry), karena material pengisi berada dalam kondisi kering dan tidak dijumpainya rembesan pada segmen lereng tersebut. Setelah kelima parameter dasar dari RMR dibahas, massa batuan pada setiap segmen lereng penelitian dapat dikategorikan berdasarkan klasifikasi RMR tersebut. Perhitungan klasifikasi RMR diberikan pada Lampiran K dan Tabel 5.7 merangkum hasil perhitungan RMR yang telah dilakukan. Dari hasil perhitungan, didapatkan kisaran nilai RMR pada keseluruhan segmen lereng adalah Dari hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa keseluruhan massa batuan penyusun lereng masuk dalam kelas II (good rock). 68
9 Tabel 5.7. Rekapitulasi hasil perhitungan RMR untuk setiap segmen lereng penelitian Segmen Nilai RMR Analisis Kestabilan Lereng berdasarkan Slope Mass Rating (SMR) Hasil analisis kinematik (lihat Tabel 4.3) dan klasifikasi RMR (lihat Tabel 5.7) yang telah dilakukan tersebut, dijadikan suatu parameter masukan dalam klasifikasi SMR yang dibahas dalam subbab berikut ini. Jika dilihat pada Tabel 2.5 yang menjelaskan tentang perhitungan SMR dan nilai pembobotannya, tidak disebutkan secara lengkap mengenai bagaimana cara menghitung nilai SMR untuk tipe longsoran membaji (Sulistianto, 2001). Namun, Romana (1985 op cit. Sulistianto, 2001) menyatakan bahwa nilai SMR longsoran baji didapatkan dengan cara menghitung nilai SMR untuk masing-masing sistem rekahan yang terlibat. Lokasi penelitian terletak pada area penambangan yang menggunakan metode peledakan (blasting) untuk memproduksi blok-blok batuan secara cepat dan efisien. Romana (1984) menyatakan bahwa apabila penelitian dilakukan pada daerah penambangan yang menggunakan teknik peledakan dengan tujuan efektivitas dari kuantitas produksi, maka faktor penyesuai untuk metode peledakan (F 4 ) dapat dikategorikan dalam deficient blasting. 69
10 Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, perhitungan SMR untuk setiap segmen lereng penelitian diberikan pada Lampiran L dan Tabel 5.8 berikut ini merangkum hasil perhitungan SMR yang telah dilakukan. Tabel 5.8. Rekapitulasi hasil perhitungan SMR untuk tiap segmen lereng Segmen Nilai SMR 1 38, , , , , , , ,50 Berdasarkan hasil perhitungan SMR di atas, dapat disimpulkan bahwa lereng segmen 1 merupakan lereng kelas IV (bad) dengan kondisi lereng tidak stabil. Kemudian lereng segmen 2, 5, 6, dan 7 merupakan lereng kelas III (normal) dengan kondisi lereng stabil sebagian (partially stable), sedangkan lereng segmen 3, 4, dan 8 dapat dikategorikan sebagai lereng kelas II (good) dengan kondisi lereng yang stabil. 5.3 Kajian Awal Desain Perkuatan Lereng Batuan Banyak cara yang dapat digunakan untuk menanggulangi terjadinya longsoran pada suatu lereng batuan. Penulis menggunakan klasifikasi SMR dalam memilih jenis perkuatan yang dibutuhkan secara optimum dan efektif. Pada umumnya, jenis-jenis perkuatan yang dapat digunakan untuk usaha stabilisasi lereng batuan dibagi menjadi enam kelas yang berbeda (Tabel 5.9). 70
11 Tabel 5.9. Kelas dan metode perkuatan yang digunakan (Romana, 1985) Support class Support measure None No support Scaling Toe dithes Protection Fences (at toe or in the slope) Nets (over the slope face) Bolts Reinforcement Anchors Shotcrete Dental concrete Concreting Ribs and/or beams Toe walls Surface drainage Drainage Deep drainage Reexcavation Pada umumnya tidak ada perkuatan yang dibutuhkan apabila suatu lereng batuan memiliki nilai SMR melebihi 75. Di lain pihak, eskavasi total dapat dilakukan pada lereng yang memiliki tipe longsoran planar yang besar, namun eskavasi total tersebut tidak dibutuhkan pada lereng batuan yang memiliki nilai SMR di atas 30 (Romana, 1985). Pemilihan jenis perkuatan yang sesuai harus didasarkan atas dua hal utama, yaitu tipe keruntuhan utama yang terjadi dan frekuensi dari diskontinuitas yang ada. Berdasarkan hal tersebut, Romana (1985) memberikan panduan untuk memilih jenis perkuatan yang dibutuhkan berdasarkan nilai SMR yang didapatkan (Tabel 5.10). 71
12 Tabel Rekomendasi jenis perkuatan untuk setiap kelas SMR (Romana, 1985) Class SMR Support Ia None Ib None or scaling IIa (None. Toe ditch or fence), spot bolting IIb IIIa IIIb IVa IVb Toe ditch or fence, nets, spot or systematic bolting Toe ditch and/or nets, spot or systematic bolting, spot shotcrete (Toe ditch and/or nets), systematic bolting. Anchors, systematic shotcrete Toe wall and/or dental concrete Anchors, systematic shotcrete, toe wall and/or concrete, (reexcavation) drainage Systematic reinforced shotcrete, toe wall and/or concrete, reexcavation, deep drainage Va Gravity or anchored wall or reexcavation Berdasarkan Tabel 5.10 di atas, lereng segmen 1 yang memiliki nilai SMR 38,00 termasuk dalam kategori kelas IVa. Pada segmen 1 ini dapat digunakan perkuatan jenis jangkar kabel baja (anchors), beton semprot (shotcrete) secara sistematis, dan tumpuan beton (toe wall). Kemudian pada lereng segmen 2, 5, 6, dan 7 dengan kisaran nilai SMR 58,00 sampai dengan 59,25 termasuk dalam kategori Kelas IIIa. Pada segmen ini jenis perkuatan yang digunakan dapat berupa paritan pada kaki lereng (toe ditch) dikombinasikan dengan jala kawat (nets), baut batuan (bolting) secara sistematis, dan beton semprot (shotcrete) pada beberapa bagian lereng. Sedangkan pada lereng segmen 3, 4, dan 8 dengan kisaran nilai SMR 61,25 sampai 62,50 masuk dalam kategori Kelas IIb. Pada segmen ini, jenis perkuatan yang dibutuhkan berupa paritan pada kaki lereng (toe ditch), dikombinasikan oleh penggunaan batu batuan (bolting) pada beberapa titik lereng dengan penggunaan jala kawat (nets). 72
BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG
BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG Selain analisis kinematik, untuk menganalisis kestabilan suatu lereng digunakan sistem pengklasifikasian massa batuan. Analisis kinematik seperti yang telah dibahas
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Analisis Kestabilan Lereng Batuan
BAB II DASAR TEORI Eskavasi terbuka adalah memindahkan suatu massa dari material tanah (soil) ataupun batuan (rocks) dengan tujuan untuk memudahkan pembuatan konstruksi yang telah direncanakan sebelumnya.
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Kestabilan Lereng Batuan
BAB II DASAR TEORI 2.1 Kestabilan Lereng Batuan Kestabilan lereng batuan banyak dikaitkan dengan tingkat pelapukan dan struktur geologi yang hadir pada massa batuan tersebut, seperti sesar, kekar, lipatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini pendirian suatu konstruksi terus berkembang seiring dengan kebutuhan manusia terhadap kegiatan tersebut yang terus meningkat. Lebih lanjut lagi,
Lebih terperinciOleh : ARIS ENDARTYANTO SKRIPSI
ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN MENGGUNAKAN METODE KINEMATIK DAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN; STUDI KASUS DI AREA PENAMBANGAN ANDESIT, DESA JELEKONG, KECAMATAN BALE ENDAH, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS KINEMATIK
BAB IV ANALISIS KINEMATIK Pada prinsipnya terdapat dua proses untuk melakukan evaluasi kestabilan suatu lereng batuan. Langkah pertama adalah menganalisis pola-pola atau orientasi diskontinuitas yang dapat
Lebih terperinciGambar 4.1 Kompas Geologi Brunton 5008
4.1. Geoteknik Tambang Bawah Tanah Geoteknik adalah salah satu dari banyak alat dalam perencanaan atau design tambang. Data geoteknik harus digunakan secara benar dengan kewaspadaan dan dengan asumsiasumsi
Lebih terperinciStudi Kestabilan Lereng Menggunakan Metode Rock Mass Rating (RMR) pada Lereng Bekas Penambangan di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar
Studi Kestabilan Lereng Menggunakan Metode Rock Mass Rating (RMR) pada Lereng Bekas Penambangan di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar Rijal Askari*, Ibnu Rusydy, Febi Mutia Program Studi Teknik Pertambangan,
Lebih terperinciBAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA
BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi kemantapan lereng G-6/PB-8 South berdasarkan penilaian kualitas massa batuan pembentuk lereng tersebut. Kualitas
Lebih terperinciBAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA
BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 DATA Data yang digunakan dalam penelitian Tugas Akhir ini adalah data-data yang dikumpulkan dari kegiatan Core Orienting di lokasi proyek Grasberg Contact Zone. Data
Lebih terperinciBulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28
Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28!! Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28 Lereng Kupasan (cut slope) dan Manajemen Lingkungan di
Lebih terperinciANALISIS KESTABILAN LERENG DI PIT PAJAJARAN PT. TAMBANG TONDANO NUSAJAYA SULAWESI UTARA
ABSTRAK ANALISIS KESTABILAN LERENG DI PIT PAJAJARAN PT. TAMBANG TONDANO NUSAJAYA SULAWESI UTARA Arin Chandra Kusuma, Bagus Wiyono, Sudaryanto Prodi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN
Lebih terperinciScan Line dan RQD. 1. Pengertian Scan Line
Scan Line dan RQD 1. Pengertian Scan Line Salah satu cara untuk menampilkan objek 3 dimensi agar terlihat nyata adalah dengan menggunakan shading. Shading adalah cara menampilkan objek 3 dimensi dengan
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Bieniawski, Z. T., Rock Mechanics Design in Mining and Tunneling. A.A. Balkema, Amsterdam. 272 hal.
DAFTAR PUSTAKA Adu, A. dan Acheampong, 2003. Importance of geotechnical field mapping in acessing the stability of underground excavation. SME Annual Meeting. Cincinati, Ohio. 6 hal. Alzwar, M., Akbar,
Lebih terperinciJurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016
Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept. 2015 Feb. 2016 KARAKTERISASI MASSA BATUAN DAN ANALISIS KESTABILAN LERENG UNTUK EVALUASI RANCANGAN PADA PENAMBANGAN BIJIH EMAS DI DINDING
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS KINEMATIK
BAB IV ANALISIS KINEMATIK 4.1 Data Lereng yang dijadikan objek penelitian terletak di pinggir jalan raya Ponjong Bedoyo. Pada lereng tersebut terdapat banyak diskontinuitas yang dikhawatirkan akan menyebabkan
Lebih terperinciBAB III TEORI DASAR. Longsoran Bidang (Hoek & Bray, 1981) Gambar 3.1
BAB III TEORI DASAR 3.1 Jenis-Jenis Longsoran Ada beberapa jenis longsoran yang umum dijumpai pada massa batuan di tambang terbuka, yaitu : Longsoran Bidang (Plane Failure) Longsoran Baji (Wedge Failure)
Lebih terperinci5.1 ANALISIS PENGAMBILAN DATA CORE ORIENTING
BAB V ANALISIS 5.1 ANALISIS PENGAMBILAN DATA CORE ORIENTING Adanya data yang baik tentulah sangat menentukan besar kecilnya kesalahan yang mungkin terjadi pada saat proses pengolahan data. Pengolahan data
Lebih terperinciBAB IV ANALISA BLASTING DESIGN & GROUND SUPPORT
BAB IV ANALISA BLASTING DESIGN & GROUND SUPPORT 4.1 ANALISA GROUND SUPPORT Ground support merupakan perkuatan dinding terowongan meliputi salah satu atau atau lebih yaitu Rib, wiremesh, bolting dan shotcrete
Lebih terperinciKATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... ii ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...
Lebih terperinciOleh: Yasmina Amalia Program Studi Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta
PENERAPAN METODE KRITERIA RUNTUH HOEK & BROWN DALAM MENENTUKAN FAKTOR KEAMANAN PADA ANALISIS KESTABILAN LERENG DI LOOP 2 PT. KALTIM BATU MANUNGGAL KALIMANTAN TIMUR Oleh: Yasmina Amalia Program Studi Teknik
Lebih terperinciBAB 3 LATAR BELAKANG TEORI. Masalah kestabilan lereng di dalam suatu pekerjaan yang melibatkan kegiatan
BAB 3 LATAR BELAKANG TEORI 3.. Kestabilan Lereng Masalah kestabilan lereng di dalam suatu pekerjaan yang melibatkan kegiatan penggalian maupun penimbunan merupakan masalah penting, karena ini menyangkut
Lebih terperinciBAB III DASAR TEORI 3.1 UMUM
BAB III DASAR TEORI 3.1 UMUM Pada kegiatan penambangan, proses penggalian merupakan kegiatan yang utama. Penggalian dilakukan terhadap massa batuan yang memiliki struktur geologi yang kompleks didalamnya.
Lebih terperinci1) Geometri : Lebar, kekasaran dinding, sketsa lapangan
24 Gambar 2.10 Tipe urat pengisi (Pluijm dan Marshak, 2004) : (a) blocky vein, (b) fibrous vein, (c) dan (d) arah bukaan diskontinuitas sama dengan sumbu fiber Sehingga berdasarkan parameter deskripsi
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
29 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Metoda Rancangan Terowongan Konsep rancangan terowongan bawah tanah merupakan suatu hal yang relatif baru. Salah satu alasan tersebut adalah persoalan rancangan tambang bawah
Lebih terperinciJl. Raya Palembang-Prabumulih Km.32 Inderalaya Sumatera Selatan, 30662, Indonesia Telp/fax. (0711) ;
ANALISIS KESTABILAN LERENG MENGGUNAKAN METODE SLOPE MASS RATING DAN METODE STEREOGRAFIS PADA PIT BERENAI PT. DWINAD NUSA SEJAHTERA (SUMATERA COPPER AND GOLD) KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA
Lebih terperinciBAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Pengumpulan Data Pengumpulan data lapangan dilakukan pada lokasi terowongan Ciguha Utama level 500 sebagaimana dapat dilihat pada lampiran A. Metode pengumpulan
Lebih terperinciTUGAS PRAKTIKUM GEOLOGI TEKNIK ROCK QUALITY DESIGNATION (RQD) & SCANLINE
TUGAS PRAKTIKUM GEOLOGI TEKNIK ROCK QUALITY DESIGNATION (RQD) & SCANLINE Disusun oleh: Topan Ramadhan 131.10.1181 Kelompok A Senin (15:00-16:40) JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL INSTITUT
Lebih terperinciRANCANGAN GEOMETRI WEB PILAR DAN BARRIER PILAR PADA METODE PENAMBANGAN DENGAN SISTEM AUGER
RANCANGAN GEOMETRI WEB PILAR DAN BARRIER PILAR PADA METODE PENAMBANGAN DENGAN SISTEM AUGER Tommy Trides 1, Muhammad Fitra 1, Desi Anggriani 1 1 Program Studi S1 Teknik Pertambangan, Universitas Mulawarman,
Lebih terperinciANGGUNING DIAH FAHMI NIM
ANALISIS KESTABILAN LERENG BATUGAMPING DENGAN MENGGUNAKAN METODE KINEMATIK DAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN DI DESA NONGKOSEPET, KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN 5.1. Data Lapangan Pemetaan Bidang Diskontinu
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Data Lapangan Pembahasan data lapangan ini mencakup beberapa kendala yang dihadapi dalam proses pendataan serta pengolahannya. Data lapangan ini meliputi data pemetaan bidang diskontinu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Praktikum
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan adalah benda padat yang terbentuk secara alami dan terdiri atas mineralmineral tertentu yang tersusun membentuk kulit bumi. Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu
Lebih terperinciBAB 4 PENGUMPULAN DATA LAPANGAN. Pemetaan geologi dilakukan untuk mengetahui kondisi geologi daerah penelitian
BAB 4 PENGUMPULAN DATA LAPANGAN 4.1. Pemetaan Geologi dan Struktur Geologi Pemetaan geologi dilakukan untuk mengetahui kondisi geologi daerah penelitian yang berupa jenis batuan, penyebarannya, stratigrafi,
Lebih terperinciBAB IV DERAJAT PELAPUKAN ANDESIT DAN PERUBAHAN KEKUATAN BATUANNYA
BAB IV DERAJAT PELAPUKAN ANDESIT DAN PERUBAHAN KEKUATAN BATUANNYA 4.1 Analisis Hasil Uji Schmidt Hammer Hasil uji Schmidt hammer pada andesit di Gunung Pancir, Soreang menunjukkan bahwa tingkat kekerasan
Lebih terperinciBAB IV PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA
BAB IV PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Penentuan Blok Penelitian Penentuan blok penelitian dilakukan dengan menyesuaikan aktivitas mesin bor yang sedang bekerja atau beroperasi memproduksi lubang tembak.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bendungan adalah suatu konstruksi atau massa material dalam jumlah besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan untuk menahan laju
Lebih terperinciBAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING
BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 6. 1 Pendahuluan Menurut Nelson (1985), sistem rekahan khususnya spasi rekahan dipengaruhi oleh komposisi batuan, ukuran butir, porositas, ketebalan lapisan,
Lebih terperinciMetode Analisis kestabilan lereng
Kestabilan lereng Metode Analisis kestabilan lereng Metode yang umum dilakukan adalah dari analisis stabilitas lereng didasarkan atas dari batas keseimbanganfaktor aman stabilitas lereng diistimasikan
Lebih terperinciUNIVERSITAS DIPONEGORO
UNIVERSITAS DIPONEGORO KAJIAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN DAN ANALISIS STEREOGRAFIS TERHADAP STABILITAS LERENG PADA OPERASI PENAMBANGAN TAMBANG BATUBARA AIR LAYA DESA TANJUNG ENIM KABUPATEN MUARA ENIM SUMATERA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan terbuka di Kalimantan Timur Indonesia yang resmi berdiri pada tanggal 5 April
Lebih terperinciANALISIS KESTABILAN LERENG BATU DI JALAN RAYA LHOKNGA KM 17,8 KABUPATEN ACEH BESAR
ISSN 0125-9849, e-issn 2354-6638 Ris.Geo.Tam Vol. 27, No.2, Desember 2017 (145-155) DOI: 10.14203/risetgeotam2017.v27.452 ANALISIS KESTABILAN LERENG BATU DI JALAN RAYA LHOKNGA KM 17,8 KABUPATEN ACEH BESAR
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim,
Lebih terperinciDAFTAR ISI. SARI... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LAMPIRAN...
DAFTAR ISI Halaman SARI... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan
Lebih terperinciMEKANIKA TANAH (CIV -205)
MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE : Tipe lereng, yaitu alami, buatan Dasar teori stabilitas lereng Gaya yang bekerja pada bidang runtuh lereng Profil tanah bawah permukaan Gaya gaya yang menahan keruntuhan
Lebih terperinciBab IV Identifikasi Kekuatan Andesit
Bab IV Identifikasi Kekuatan Andesit 4.1 Aturan Pengujian RSCH Identifikasi kekuatan andesit dilakukan dengan menggunakan rock strength classification hammer (RSCH) secara langsung di lapangan. Pengujian
Lebih terperinciPHYSICAL PROPERTIES (Perilaku Fisik) AND ROCK CLASSIFICATION (Klasifikasi Batuan)
PHYSICAL PROPERTIES (Perilaku Fisik) AND ROCK CLASSIFICATION (Klasifikasi Batuan) SESI 3 Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti., M.Sc. Physical properties of rock needs to be identified, to get information on:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terowongan, baik terowongan produksi maupun terowongan pengembangan.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Segala aktivitas penambangan bawah tanah dilakukan dengan membuat terowongan, baik terowongan produksi maupun terowongan pengembangan. Terowongan dibuat dengan menjaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Font Tulisan TNR 12, spasi 1,5 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Font Tulisan TNR 12, spasi 1,5 1.1 Latar Belakang Batuan adalah benda padat yang terbentuk secara alami dan terdiri atas mineral-mineral tertentu yang tersusun membentuk kulit bumi. Batuan
Lebih terperinciAnalisis Kinematik untuk Mengetahui Potensi Ambrukan Baji di Blok Cikoneng PT. CSD Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten
Analisis Kinematik untuk Mengetahui Potensi Ambrukan Baji di Blok Cikoneng PT. CSD Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten Thresna Adeliana 1, Asan Pasintik 2, Risanto Panjaitan 3 Mahasiswa Magister Teknik
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii SURAT PERNYATAAN KARYA ASLI TUGAS AKHIR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v HALAMAN MOTTO... vi ABSTRAK...
Lebih terperinciPAPER GEOLOGI TEKNIK
PAPER GEOLOGI TEKNIK 1. Apa maksud dari rock mass? apakah sama atau beda rock dengan rock mass? Massa batuan (rock mass) merupakan volume batuan yang terdiri dan material batuan berupa mineral, tekstur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia secara historis telah menggunakan tanah dan batuan sebagai bahan untuk pengendalian banjir, irigasi, tempat pemakaman, membangun pondasi, dan bahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geoteknik merupakan suatu ilmu terapan yang peranannya sangat penting, tidak hanya dalam dunia pertambangan akan tetapi dalam berbagai bidang seperti teknik sipil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan cara menggunakan pendekatan Rock Mass Rating (RMR). RMR dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keadaan struktur massa batuan di alam yang cenderung berbeda dikontrol oleh kenampakan struktur geologi, bidang diskontinuitas, bidang perlapisan atau kekar.
Lebih terperinciBAB III DASAR TEORI. 3.1 Prinsip Pengeboran
BAB III DASAR TEORI 3.1 Prinsip Pengeboran Hampir dalam semua bentuk penambangan, batuan keras diberai dengan pengeboran dan peledakan. Pengeboran dan peledakan dibutuhkan di sebagian besar tambang terbuka
Lebih terperinciABSTRAK Kata Kunci : Nusa Penida, Tebing Pantai, Perda Klungkung, Kawasan Sempadan Jurang, RMR, Analisis Stabilias Tebing, Safety Factor
ABSTRAK Maraknya proyek pembangunan villa di Nusa Penida dengan pemilihan lokasi yang berpotensi mengalami kelongsoran serta dicanangkannya Perda Kabupaten Klungkung No. 1 Tahun 2013 tentang Tata Ruang
Lebih terperinciUNIVERSITAS DIPONEGORO
UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN MENGGUNAKAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN PADA LERENG SIDE WALL PIT A PT INDOMINING KECAMATAN SANGA-SANGA, KABUPATEN KUTAI KERTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR
Lebih terperinciANALISIS KERENTANAN GERAKAN TANAH (LONGSOR) DENGAN MENGGUNAKAN SIG
ANALISIS KERENTANAN GERAKAN TANAH (LONGSOR) DENGAN MENGGUNAKAN SIG Pengertian Umum Gerakan tanah adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan timbunan, tanah atau material campuran,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PT. Freeport Indonesia merupakan perusahaan tambang tembaga dan emas terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi kurang lebih sebesar 1,7 miliar pon tembaga dan
Lebih terperinciL O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO
L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO Peristilahan & Pengertian Longsor = digunakan untuk ketiga istilah berikut : Landslide = tanah longsor Mass movement = gerakan massa Mass wasting = susut massa Pengertian
Lebih terperinciMAKALAH PENGEBORAN DAN PENGGALIAN EKSPLORASI
MAKALAH PENGEBORAN DAN PENGGALIAN EKSPLORASI Disusun Oleh : ERWINSYAH F1B3 13 125 TEKNIK JURUSAN PERTAMBANGAN FAKULTAS ILMU TEKNOLOGI KEBUMIAN UNIVERSITAS HALUOLEO 2017 KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur
Lebih terperinciDINDING PENAHAN TANAH ( Retaining Wall )
DINDING PENAHAN TANAH ( Retaining Wall ) A. PENGERTIAN Dinding penahan tanah (DPT) adalah suatu bangunan yang dibangun untuk mencegah keruntuhan tanah yang curam atau lereng yang dibangun di tempat di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. Adaro Indonesia merupakan satu perusahaan tambang batubara terbesar di Indonesia. PT. Adaro telah berproduksi sejak tahun 1992 yang meliputi 358 km 2 wilayah konsesi
Lebih terperinciTeguh Samudera Paramesywara1,Budhi Setiawan2
ISSN 0125-9849, e-issn 2354-6638 Ris.Geo.Tam Vol...., No..., Bulan Tahub (Hal XX-XX) 2014 Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN MENGGUNAKAN
Lebih terperinciBAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN
BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN Data-data yang telah didapatkan melalui studi literatur dan pencarian data di lokasi penambangan emas pongkor adalah : 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukaan
Lebih terperinciMEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224
MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Setiap kasus tanah yang tidak rata, terdapat dua permukaan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Cara Analisis Kestabilan Lereng Cara analisis kestabilan lereng banyak dikenal, tetapi secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: cara pengamatan visual, cara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Longsoran Pengertian gerakan tanah (mass movement) dengan longsoran (Landslide) mempunyai kesamaan. Gerakan tanah adalah perpindahan massa tanah atau batu pada arah tegak, mendatar
Lebih terperinciBAB III DATA RENCANA TEROWONGAN
BAB III DATA RENCANA TEROWONGAN 3.1 Lokasi Adapun lokasi dari proyek Induk Pembangkit Listrik dan Jaringan di Takengon Aceh adalah sebagai berikut : Gambar 3.1 Peta Lokasi Proyek di Takengon Aceh Dengan
Lebih terperinciEVALUASI TEKNIS SISTEM PENYANGGAAN MENGGUNAKAN METODE ROCK MASS RATING
EVALUASI TEKNIS SISTEM PENYANGGAAN MENGGUNAKAN METODE ROCK MASS RATING (RMR) SYSTEM PADA DEVELOPMENT AREA (CKN_DC) TAMBANG EMAS BAWAH TANAH PT. CIBALIUNG SUMBERDAYA Frisky Alfathoni 1, Syamsul Komar 2,
Lebih terperinciBAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING
BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 5.1 Definisi dan Terminologi Rekahan Rekahan merupakan bidang diskontinuitas yang terbentuk secara alamiah akibat deformasi atau diagenesa. Karena itu dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada tahun 2008. Bendungan jenis urugan batu (rockfill) ini memiliki tinggi 110 m dan kapasitas tampung
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional XI Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2016 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta
Rancangan Teknis Penyanggaan Berdasarkan Kelas Massa Batuan Dengan Menggunakan Metode RMR dan Q-System di Terowongan Gudang Handak dan Pasir Jawa UBPE Pongkor PT. Aneka Tambang Persero Tbk Ambar Sutanti
Lebih terperinciAnalisis Geoteknik Terowongan Batuan Geurutee Aceh Menggunakan Metode Elemen Hingga
Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 2 No. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Desember 216 Analisis Geoteknik Terowongan Batuan Geurutee Aceh RYAN ACHMAD FADHILLAH, INDRA NOER HAMDHAN
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK
98 BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan analisis terhadap lereng, pada kondisi MAT yang sama, nilai FK cenderung menurun seiring dengan semakin dalam dan terjalnya lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih
Lebih terperinciANALISIS KESTABILAN LUBANG BUKAAN DAN PILLAR DALAM RENCANA PEMBUATAN TAMBANG BAWAH TANAH BATUGAMPING DENGAN METODE ROOM AND PILLAR
ANALISIS KESTABILAN LUBANG BUKAAN DAN PILLAR DALAM RENCANA PEMBUATAN TAMBANG BAWAH TANAH BATUGAMPING DENGAN METODE ROOM AND PILLAR DI DESA SIDOREJO KECAMATAN LENDAH KAB. KULONPROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Lebih terperinciFAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI Tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan merupakan suatu petunjuk yang sangat penting dalam menilai keberhasilan dari suatu kegiatan peledakan, dimana
Lebih terperinciProsiding Teknik Pertambangan ISSN:
Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Sistem Stabilitas Lubang Bukaan Pengembangan dengan Menggunakan Baut Batuan (Rockbolt) dan Beton Tembak (Shotcrete) di Blok Cikoneng PT Cibaliung Sumberdaya,
Lebih terperinciProsiding Teknik Pertambangan ISSN:
Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Analisis Stabilitas Lereng untuk Mendukung Kegiatan Penambangan Batubara di Sektor X PT. Asmin Bara Bronang Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan
Lebih terperinciGEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA.
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA. GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK September 2011 SUPANDI, ST, MT supandisttnas@gmail.com GEOTEKNIK TAMBANG Jurusan : Teknik Geologi
Lebih terperinciStabilitas lereng (lanjutan)
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana 12 MODUL 12 Stabilitas lereng (lanjutan) 6. Penanggulangan Longsor Yang dimaksud dengan penanggulangan longsoran
Lebih terperinciGEOTEKNIK dan GEOMEKANIK
1 GEOTEKNIK dan GEOMEKANIK oleh: Prof. Dr. H. R.Febri Hirnawan, Ir., Zufialdi Zakaria, Ir., MT 1. PENDAHULUAN Geoteknik merupakan perangkat lunak (ilmu) untuk kepentingan manusia dalam mencapai keberhasilan
Lebih terperinciGambar 1 Hubungan antara Tegangan Utama Mayor dan Minor pada Kriteria Keruntuhan Hoek-Brown dan Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb (Wyllie & Mah, 2005)
Kekuatan Massa Batuan Sebagai alternatif dalam melakukan back analysis untuk menentukan kekuatan massa batuan, sebuahh metode empirik telah dikembangkan oleh Hoek and Brown (1980) dengan kekuatan geser
Lebih terperinciStudi Jarak Kekar Berdasarkan Pengukuran Singkapan Massa Batuan Sedimen di Lokasi Tambang Batubara
Studi Jarak Kekar Berdasarkan Pengukuran Singkapan Massa Batuan Sedimen di Lokasi Tambang Batubara Oleh: Saptono, S., Kramadibrata, S., Sulistianto, B., Irsyam, M. Ringkasan Perdasarkan hasil penelitian
Lebih terperinciPEMODELAN PARAMETER GEOTEKNIK DALAM MERESPON PERUBAHAN DESAIN TAMBANG BATUBARA DENGAN SISTEM TAMBANG TERBUKA
PEMODELAN PARAMETER GEOTEKNIK DALAM MERESPON PERUBAHAN DESAIN TAMBANG BATUBARA DENGAN SISTEM TAMBANG TERBUKA Supandi Jurusan Teknik Pertambangan, STTNAS Jalan Babarsari, Catur Tunggal, Depok, Sleman Email
Lebih terperinciBAB III DASAR TEORI 3.1. Klasifilasi Massa Batuan
BAB III DASAR TEORI 3.1. Klasifilasi Massa Batuan Klasifikasi massa batuan sangat berguna pada tahap studi kelayakan dan desain awal suatu proyek tambang, dimana sangat sedikit informasi yang tersedia
Lebih terperinciDAFTAR ISI. KATA PENGANTAR...i. SARI...iv. ABSTRACT...v. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR TABEL...ix. DAFTAR GAMBAR...x. DAFTAR LAMPIRAN...
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.....i SARI.....iv ABSTRACT.....v DAFTAR ISI...vi DAFTAR TABEL...ix DAFTAR GAMBAR...x DAFTAR LAMPIRAN.....xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi
Lebih terperinciANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)
ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I) Turangan Virginia, A.E.Turangan, S.Monintja Email:virginiaturangan@gmail.com ABSTRAK Pada daerah Manado By Pass
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan batuan samping berpotensi jatuh. Keruntuhan (failure) pada batuan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi ketidakstabilan yang terjadi pada batuan di sekitar lubang bukaan tambang bawah tanah membutuhkan penanganan khusus, terutama perancangan penyanggaan untuk
Lebih terperinciM VII KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG (Indirect Brazillian Tensile Strength Test)
M VII KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG (Indirect Brazillian Tensile Strength Test) 3.5.1 Tujuan pengujian Kuat Tarik Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui kuat tarik batuan secara tidak langsung, pengertian
Lebih terperinciBendungan Urugan I. Dr. Eng Indradi W. Tuesday, May 14, 13
Urugan I Dr. Eng Indradi W. urugan Bendungan yang terbuat dari bahan urugan dari borrow area yang dipadatkan menggunakan vibrator roller atau alat pemadat lainnya pada hamparan dengan tebal tertentu. Desain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa lereng adalah suatu permukaan tanah yang miring dan membentuk sudut tertentu terhadap suatu bidang horisontal dan
Lebih terperinciBAB III KARAKTERISTIK PELAPUKAN ANDESIT
BAB III KARAKTERISTIK PELAPUKAN ANDESIT 3.1 Geologi Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian secara umum terdiri dari perbukitan dan dataran yang terbentuk oleh hasil volkanisme masa lampau. Kemiringan
Lebih terperinciMETODE PENANGGULANGAN GERAKAN TANAH
METODE PENANGGULANGAN GERAKAN TANAH Budi Santosa Jurusan Teknik Sipil, FTSP, Universitas Gunadarma ABSTRAK Proses perubahan bentuk roman muka bumi yang terjadi di permukaan bumi baik yang terjadi secara
Lebih terperinciANALISIS KARAKTERISTIK MASSA BATUAN DI SEKTOR LEMAJUNG, KALAN, KALIMANTAN BARAT
ANALISIS KARAKTERISTIK MASSA BATUAN DI SEKTOR LEMAJUNG, KALAN, KALIMANTAN BARAT ANALYSIS OF ROCK MASS CHARACTERISTICS IN LEMAJUNG SECTOR, KALAN, WEST KALIMANTAN Heri Syaeful * dan Dhatu Kamajati Pusat
Lebih terperinciBAB IV SIMULASI PENGARUH PERCEPATAN GEMPABUMI TERHADAP KESTABILAN LERENG PADA TANAH RESIDUAL HASIL PELAPUKAN TUF LAPILI
BAB IV SIMULASI PENGARUH PERCEPATAN GEMPABUMI TERHADAP KESTABILAN LERENG PADA TANAH RESIDUAL HASIL PELAPUKAN TUF LAPILI 4.1. LONGSORAN DI DAERAH PENELITIAN Di daerah penelitian banyak ditemukan kasus longsoran.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menyebabkan pembangunan berkembang secara cepat. Pembangunan khususnya pada daerah-daerah yang curam
Lebih terperinciBAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. TINJAUAN UMUM TAHAPAN PENELITIAN BERBASIS STUDI NUMERIK... 73
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN...
Lebih terperinciPENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP STABILITAS GOA SEROPAN, KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh; Bani Nugroho
PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP STABILITAS GOA SEROPAN, KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh; Bani Nugroho Teknik Geologi FTKE- Universitas Trisakti Program Doktor
Lebih terperinci