Secara umum, penyebab kesepian dapat dikelompokkan ke dalam dua hal yaitu keadaan yang bisa dipersalahkan sebagai penyebab

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Secara umum, penyebab kesepian dapat dikelompokkan ke dalam dua hal yaitu keadaan yang bisa dipersalahkan sebagai penyebab"

Transkripsi

1 PENDAHULUAN Menurut Hurlock (1980), istilah menua adalah perubahanperubahan yang sesuai dengan hukum kodrat manusia yang memengaruhi struktur baik fisik maupun mentalnya dan keberfungsiannya juga. Ada banyak batasan umur lansia yang ditentukan para ahli. Lansia adalah masa dewasa akhir dimulai dari usia 60 tahun sampai 120 tahunan, serta memiliki rentang kehidupan yang paling panjang dalam periode kehidupan manusia (Santrock, 2002). Tempo dan bentuk akhir proses penuaan berbeda-beda pada orang yang satu dengan orang yang lain. Tidak dapat disangkal lagi satu diantara penyesuaian yang utama yang harus dilakukan oleh orang usia lanjut adalah penyesuaian yang harus dilakukan karena kehilangan pasangan hidup. Penyesuaian terhadap kematian pasangan atau terhadap perceraian sangat sulit bagi pria maupun wanita pada masa usia lanjut, karena pada masa ini semua penyesuaian semakin sulit dilakukan (Hurlock 1980). Hubungan suami istri yang lebih lama menjadi tidak tergantikan dan menimbulkan rasa kehilangan yang mendalam (Indriana, 2012). Ada kecenderungan bahwa sebagian besar usia lanjut tidak suka tinggal di panti werdha (jompo). Demikian juga, anak cenderung tidak setuju bila orang tuanya tinggal di panti. Menurutnya merawat orang tua merupakan kewajiban anak sebagai tanda bakti kepada orang tua. Menurut Suardiman, (dalam Suardiman, 2011), bagi usia lanjut yang tinggal bersama anak cucu lebih merasakan adanya kehangatan, hidup lebih bergairah dan terbebas dari kesepian. 1

2 2 Salah satu solusi yang ditawarkan agar anak dapat merawat orang tua lanjut usia adalah orang tua tersebut harus ikut tinggal bersama di rumah anaknya. Namun, tidak dapat dipastikan bahwa jika seseorang lanjut usia yang tinggal bersama anak dan cucunya akan terbebas dari kesepian. Kegiatan yang dimiliki anak dan cucu akan membuat mereka sibuk dan mungkin hampir tidak memiliki waktu untuk memperhatikan orang tua lanjut usia tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Marini dan Hayati (2002), bahwa lansia yang tinggal dengan anggota keluarga atau yang tidak tinggal di panti jompo juga sering merasakan kesepian. Saat para usia lanjut harus ikut tinggal di rumah anaknya, mereka harus pindah ke lingkungan baru dan harus melakukan adaptasi. Mereka harus melakukan adaptasi dengan lingkungan baru seperti dengan rumah yang ditinggali beserta penghuninya, tetangga dan komunitas baru dimana mereka tinggal. Pemutusan sosial yang menyertai kehidupan menjanda atau menduda memberikan implikasi bahwa perasaan kesepian dapat menjadi masalah yang penting (Indriana, 2012). Masalah psikologis yang sering dialami oleh lansia adalah kesepian.kesepian merupakan kondisi yang sering mengancam kehidupan para orang tua, khususnya manula, ketika anggota keluarga, misalkan anak-anak, hidup terpisah dari mereka. Kesepian tidak sematamata muncul akibat kesendirian fisik atau akibat ketidakberadaan orang lain di sekeliling hidup seseorang, tetapi juga akibat perasaan ditinggalkan, khususnya oleh mereka yang tadinya memiliki hubungan emosional yang dekat (Gunarsa, 2009). Dapat dikatakan bahwa akar permasalahan psikologis bagi usia lanjut adalah kesepian, yang kemudian

3 3 memunculkan perasaan terasing dari lingkungan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri, perasaan tidak berguna, ketergantungan, keterlantaran terutama bagi usia lanjut yang miskin, post power syndrome, dan sebagainya (Suardiman, 2011). Menurut penelitian Iswara (2005), lanjut usia yang tinggal bersama keluarga merasakan kesepian kognitif disebabkan karena ketidakadaan figur pengganti mendiang pasangan hidupnya setelah pasangan hidup meninggal, dikarenakan para lanjut usia tidak dapat berbagi dengan anak dan cucunya, karena kesibukan masing-masing dan juga disebabkan oleh perasaan dari lanjut usia untuk tidak ingin merepotkan dan mengganggu anak-anak dengan persoalan-persoalan. de Jong Gierveld (1998) menyatakan kesepian adalah situasi yang dialami oleh seorang individu yang tidak menyenangkan atau tidak dapat diterima karena kurangnya (kualitas) hubungan. Weiss, (dalam Sears, Peplau & Taylor, 2009) telah mengidentifikasikan dua tipe kesepian. Emotional loneliness (kesepian emosional) berasal dari hilangnya sosok yang intim, seperti orang tua atau pasangan kekasih hati. Social loneliness (kesepian sosial) terjadi ketika seseorang merasa kurang dalam berintegrasi secara sosial atau kurang terlibat dalam komunitas pertemanan atau di tempat kerja. Selain itu, waktu juga digunakan sebagai dasar pengklasifikasian kesepian. Kesepian dapat dilihat sebagai pernyataan sementara yang kemungkinan terkait dengan peristiwa tertentu seperti pindah ke komunitas yang baru, atau juga dapat dilihat sebagai sifat yang kronis (Lake,1986). Secara umum, penyebab kesepian dapat dikelompokkan ke dalam dua hal yaitu keadaan yang bisa dipersalahkan sebagai penyebab

4 4 kesepian dan kesepian itu berkaitan dengan kepribadian (Lake, 1986). Menurut penelitian Lestari dan Fakhrurrozi (2008), faktor faktor yang memengaruhi kesepian diantaranya adalah jenis kelamin, status marital, usia, dan situasi pekerjaan. Kesepian disertai dengan afek negatif, termasuk perasaan depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan, dan ketidakpuasan yang diasosiasikan dengan pesimisme, self-blame, dan rasa malu. Individu yang kesepian dipersepsikan sebagai orang yang tidak dapat menyesuaikan diri oleh orang-orang yang mengenal mereka (Baron & Byrne, 2003). Menurut Burns (1988) orang yang kesepian akan merasa takut dan putus asa, percaya bahwa hidup sendiri itu mengerikan, dan merasa cemas sebab bertambah tua tanpa keluarga atau seseorang yang dicintainya. Membutuhkan pengatasan yang berguna dalam mengatasi kesepian yang sedang dirasakan. Menurut penelitian Hikmawati dan Purnama (2008), para lansia mengaku bahwa dengan memiliki banyak aktivitas dirinya merasa puas dalam menjalani hidup. Dengan demikian, meskipun tidak mempunyai saudara yang masih peduli terhadap kehidupan dirinya, tetapi karena mereka melakukan kegiatan, yang ternyata dapat mengurangi kesepian yang dialami. Menurut Hanum (2006) beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain merasa bahagia dalam kesepian, berhubungan dengan ciptaan lain, berhubungan dengan Sang Pencipta dan menjalin hubungan dengan sesama. Selain itu, Perlman dan Peplau (1982) menyatakan beberapa cara untuk mengatasi kesepian yaitu mengubah hubungan sosial saat ini, mengubah kebutuhan dan keinginan sosial, dan mengurangi pentingnya kekurangan hubungan sosial yang dirasakan.

5 5 METODE Partisipan Adapun partisipan penelitian ini memiliki karakterisitik antara lain: (a) lansia pria dan wanita yang berumur 60 tahun ke atas, (b) tinggal bersama anggota keluarga, (c) sudah ditinggal pasangan (meninggal) dan (d) jauh dari komunitasnya terdahulu. Partisipan penelitian ini berjumlah dua orang yaitu satu orang pria dan satu orang wanita. Prosedur Sampling Peneliti menggunakan teknik purposive sampling atau sampel bertujuan dengan menetapkan subjek penelitian yang memiliki ciri-ciri sesuai dengan tujuan penelitian ini. Pengukuran Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan observasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mencapai tujuan penelitian yang telah dipaparkan. Pengujian keabsahan data menggunakan trianggulasi sumber yaitu dengan mewawancarai orang terdekat partisipan penelitian yang tinggal bersama dengan partisipan. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Sebelum pengambilan data, peneliti menjalin rapport dengan partisipan terlebih dahulu.dalam rapport ini, peneliti juga memastikan kesesuaian karakteristik partisipan penelitian. Trianggulasi teknik digunakan untuk menguji kredibilitas data yang

6 6 dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda (Sugiyono, 2013). Selain melakukan wawancara dan observasi terhadap partisipan sebagai trianggulasi teknik, dalam penelitian ini juga melakukan observasi dan wawancara terhadap orang terdekat dari partisipan. Hal itu dilakukan sebagai kriteria keabsahan data dengan menggunakan trianggulasi sumber. Trianggulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Moleong, 2010). Selanjutnya terhadap data wawancara yang telah terkumpul dilakukan analisis data yang meliputi reduksi data, kategorisasi, pemeriksaan keabsahan data, penafsiran data, dan kesimpulan. HASIL TEMA P1 P2 Peristiwa kematian 1. P1 merasa kaget dan 1. P2 merasa kaget pasangan hidup kesedihan yang dan kesedihan sangat mendalam. yang sangat 2. P1 masih sering mendalam. mengingat 2. P2 mencoba untuk pasangannya jika tidak terus kesepian. menerus mengingat pasangannya. 3. P2 selalu mengunjungi makam suaminya jika merasa rindu. Namun, sekarang P2 sudah tidak pernah lagi mengunjungi makam suaminya karena jauh dan

7 7 Pindah ke lingkungan baru dan tinggal bersama anggota keluarga 1. P1 sudah pindah ke lingkungan yang baru sebelum pasangan meninggal. 2. P1 sudah tinggal bersama anaknya sebelum pasangan meninggal. 3. Tetangga P1 di lingkungan yang baru menerima kehadiran P1 dengan baik. 4. Hubungan P1 dan tetangga sekitar tergolong baik. 5. Hubungan P1 dengan anak dan cucunya juga baik. tidak ada yang mengantar. 1. P2 dipaksa untuk tinggal bersama anaknya setelah pasangan meninggal dan P2 mengalami sakit. 2. P2 sebenarnya menolak untuk ikut pindah ke rumah anaknya. 3. P2 ikut pindah ke rumah anaknya namun memberikan syarat. 4. Tetangga P2 di lingkungan yang menerima kehadiran P2 dengan baik. 5. Hubungan P2 dengan tetangga sekitar tergolong baik. 6. P2 cenderung untuk mengatur kehidupan rumah tangga anaknya. 7. P2 menilai bahwa hubungannya dengan anak, menantu dan cucunya tergolong baik. Namun, anak P2 mengaku bahwa hubungannya dengan P2 kurang

8 8 Pengalaman kesepian 1. Kesepian bersifat emosional karena tiadanya figur kasih sayang yang intim 2. Kesepian bersifat sementara, pada situasi dan kondisi tertentu. 3. Saat merasa kesepian cenderung diam. 4. Merasa kesepian jika tidak memiliki teman untuk berbagi dan bercerita. Ciri kesepian 1. Perasaan sedih, timbul rasa bosan, tidak memiliki sahabat, enggan untuk membuka diri, tidak dapat berbagi kekhawatiran pribadinya, tidak memiliki harapan, merasa kurang puas dengan keadaan ekonomi anaknya, merasa ditinggalkan dan tidak berguna. baik. 1. Kesepian bersifat emosional karena tiadanya figur kasih sayang yang intim 2. Kesepian bersifat sementara, pada situasi dan kondisi tertentu 3. Anak P2 sering melihat P2 melamun. 4. Menganggap kesepian merupakan hal yang wajar. 5. Merasa kesepian jika tidak memiliki teman untuk berbagi dan bercerita. 1. Timbul rasa bosan, merasa tidak berdaya, ingin berada di tempat yang lain, tidak memiliki harapan, merasa wajar dengan kesepian, selalu sendiri dan perasaan malu. Perasaan muncul kesepian yang saat 1. Sering memikirkan kematian dan mengharapkan agar 1. Sering memikirkan kematian dan

9 9 anaknya mengunjungi dan memberi kabar. 2. Perasaan tidak berguna, merindukan kehadiran orang yang disayangi terutama pasangan hidup yang sudah tiada dan merindukan kenangan masa lalu. Mengatasi kesepian 1. Menonton televisi, mendengarkan radio, berkebun dan berdoa. mengharapkan agar anaknya mengunjungi dan memberi kabar. 2. Perasaan tidak berguna, merindukan kehadiran orang yang disayangi terutama pasangan hidup yang sudah tiada dan merindukan kenangan masa lalu. 1. Mendengarkan radio dan melakukan aktivitas PEMBAHASAN Hubungan suami istri yang lebih lama menjadi tidak tergantikan dan menimbulkan rasa kehilangan yang dalam. Kedua partisipan samasama ditinggal oleh pasangannya setelah mereka memasuki usia lanjut (60 tahun ke atas). Menurut Indriana (2012), pernikahan merupakan sentral dari hubungan sosial manusia karena selain adanya kepentingan intrinsik, ikatan tersebut mendukung untuk dilakukannya aktivitas sosial dan hubungan sosial. Hal tersebut tampak mengalami kehancuran saat seseorang kehilangan pasangannya dan menyebabkan terjadinya perubahan dalam kehidupan sehari-hari dan peran sosialnya yang diperlukan. Mereka kehilangan perasaan menjadi bagian dari pasangan, dan perubahan ini mempunyai dampak jangka panjang bagi gaya hidup seseorang.

10 10 Kematian pasangan hidup ini membuat perasaan kedua partisipan mengalami kesedihan yang mendalam. Perasaan kehilangan yang mendalam sangat dirasakan oleh partisipan pertama karena sudah membina rumah tangga berpuluh-puluh tahun. Terlihat dari P1 yang sering merasa rindu dengan almarhum istrinya. P1 juga sering mengingat dan ingin sekali bertemu dengan istrinya. Meskipun merasa sedih, P1 sudah ikhlas dengan ketentuan Tuhan. Perbedaan yang dirasakan oleh P1 sangat terasa.p1 tidak lagi memiliki teman berbagi cerita dan pengalaman. Perasaan kehilangan dan kesedihan yang mendalam juga dialami oleh partisipan kedua. Saat ditinggal oleh suaminya, P2 masih belum bisa sadarkan diri sepenuhnya hingga menjelang seratus hari. Setelah itu, P2 baru bisa menerima kenyataan dan menjalani kehidupan seperti biasa. Dahulu sebelum P2 pindah ke rumah anaknya, P2 selalu datang dan membersihkan makam suaminya jika ia merasa rindu. Setelah kematian suaminya, P2 merasakan perbedaan yang cukup terlihat. Dahulu saat suaminya masih hidup P2 tinggal berdua bersama suaminya, kini ia harus tinggal di rumahnya sendirian. Perubahan struktur keluarga dari extended family ke nucleus family cenderung akan mengurangi dukungan keluarga kepada usia lanjut. Pada umumnya, keluarga atau tepatnya anak perempuan yang cenderung merawat orang tuanya. Bertempat tinggal di rumah anak sebenarnya juga hal yang menyenangkan, karena mendapatkan kehangatan, hidup di tengah-tengah anak cucu yang selalu didambakan (Suardiman, 2011). Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara partisipan pertama dan partisipan kedua. Partisipan pertama sudah hidup bersama anak

11 11 perempuannya, menantu dan cucunya sejak dahulu sebelum istrinya meninggal. Setelah menikah dan memiliki anak, anak P1 tetap tinggal bersama kedua orang tuanya sehingga P1 sudah terbiasa dan akrab dengan keluarga anaknya yang tinggal bersamanya sekarang. Anak, menantu dan cucunya selalu berusaha untuk menuruti semua keinginannya. Meskipun banyak usia lanjut ingin tetap tinggal di rumahnya sendiri, namun keinginan mandiri, tetap tinggal di rumah sendiri ini tidak selamanya bisa dipertahankan (Suardiman 2011). Pada P2, ia terpaksa ikut tinggal bersama anaknya setelah mengalami sakit yang cukup parah. Meskipun sebenarnya P2 enggan dan sudah menolak, ia terpaksa ikut karena mengingat tidak ada yang merawatnya jika sakit. Kesepian dapat diakibatkan karena bepindah tempat ke tempat yang baru setelah selesai bekerja (pensiun), tak jarang para lansia pulang ke daerah asal atau pindah ke kota yang menjadi tempat yang telah mereka rencanakan untuk menetap di hari tua, sehingga lingkungan yang baru membuat mereka asing dan sulit menyesuaikan diri (Hanum, 2006). Pada P1, ia mengaku memiliki hubungan yang baik dengan tetangga sekitar di lingkungan yang baru. Di lingkungan yang baru P1 tidak memiliki teman dekat. P1 juga tidak pernah berkunjung ke rumah tetangganya kecuali ada sesuatu yang penting seperti melawat tetangga yang sakit atau meninggal. P1 hanya sebatas mengenal dan tahu namun tidak terlalu akrab dengan tetangga-tetangganya. Tetangganya pun tidak pernah berkunjung ke rumah P1 jika memang tidak memiliki keperluan. P1 juga tidak pernah berkumpul dengan warga masyarakat di lingkungan sekitarnya. P1 sudah diingatkan untuk tidak lagi ikut kumpulan di lingkungannya dan disarankan untuk beristirahat.

12 12 Lain halnya dengan P1, P2 mengenal baik tetangga di sekitarnya terutama kaum ibu. Hal ini dikarenakan setiap hari ibu-ibu di kompleks lingkungannya selalu berkunjung ke rumahnya. Rumahnya tidak pernah sepi, karena hampir setiap saat selalu ada tetangga yang berkunjung. Meskipun demikian, sama halnya dengan P1, meskipun sudah tiga tahun pindah ke lingkungan yang baru, P2 belum pernah berkunjung ke rumah tetangganya. Bila lingkungan dan norma nilai yang ada di lingkungan baru berbeda, hal ini akan membuat lansia menyesuaikan diri lagi, padahal kemampuan mereka untuk hal tersebut relatif sudah terbatas. Bila ini terjadi tak jarang lansia menarik diri dari pergaulan yang dianggapnya kurang cocok dengan kebiasaan-kebiasaannya (Hanum, 2006). Hal serupa juga dialami oleh P2. Di lingkungannya yang baru terdapat suatu kegiatan yang dikhususkan untuk lansia. Kegiatan ini selain bertujuan untuk memeriksa kesehatan lansia juga menjadi ajang berkumpulnya sesama lansia. P2 menolak untuk ikut dalam kegiatan ini. Menurut P2, kegiatan seperti itu hanya mempertontonkan dirinya yang sudah tua. Weiss (dalam Perlman & Peplau, 1982) menyatakan bahwa kesepian tidak disebabkan oleh kesendirian tetapi disebabkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan akan hubungan atau rangkaian hubungan yang pasti, atau karena tidak tersedianya hubungan yang dibutuhkan oleh individu tersebut. Dengan kata lain, kesendirian bukan penyebab kesepian. Menurut P1 dan orang terdekat, P1 tidak mengalami kesepian sosial.hal ini dikarenakan meskipun termasuk orang baru di lingkungannya saat ini, P1 memiliki hubungan yang cukup baik dengan tetangga sekitarnya. Selain itu, meskipun sudah pindah ke lingkungan

13 13 yang baru, P1 tetap rajin datang beribadah ke gerejanya dan masih sering mengikuti kegiatan rohani seperti Pendalaman Alkitab. P1 merasakan kesepian emosi karena ketiadaan figur kasih sayang dari pasangannya. Setelah kematian istrinya, banyak perbedaan yang dirasakan oleh P1. Menurut orang terdekatnya, P1 berubah menjadi orang yang lebih pendiam, penurut, tidak pernah membantah dan lebih sabar setelah istrinya meninggal. Namun begitu, orang terdekat P1 mengaku bahwa P1 tidak pernah terlihat melamun. P1 sudah mengikhlaskan istrinya untuk dipanggil Tuhan. Berbeda dengan P1, P2 ditinggal suaminya saat P1 masih berada di rumahnya tanpa ada satu orang anaknya pun yang tinggal bersama P2. Menurut P2 dan orang terdekatnya, P2 mengalami kesepian emosional disebabkan ketiadaan figur kasih sayang yang intim dari pasangannya. Hal ini membuat P2 merasa sedih dan kehilangan yang mendalam pada awalnya saja namun sekarang tidak. Tawaran pindah ke rumah anaknya tidak begitu saja P2 terima. Sebelum pindah, P2 mengajukan syarat yang harus disanggupi oleh anaknya. Di lingkungannya yang baru P2 tidak mengalami kesepian sosial meskipun dirinya adalah orang baru. Hal ini dikarenakan tetangga sekitarnya selalu berkunjung. Menurut Rubinstein, Shaver & Peplau (1979), kesepian dirasakan dengan keputusasaan (desperation), dengan indikator putus asa, panik, tidak berdaya, takut, tidak memiliki harapan, merasa ditinggalkan dan mudah mendapat kecaman dari orang lain. P1 dan P2 sudah tidak memiliki harapan apapun. P1 dan P2 menganggap bahwa semua

14 14 harapannya sudah terpenuhi. P1 juga kerap merasa ditinggalkan jika anak dan cucunya sibuk. Ada tiga dimensi kesepian (Gierveld, 1998) yaitu bentuk keterpisahan sosial, perspektif waktu, dan emosi. Dalam dimensi bentuk keterpisahan sosial, berfokus pada perasaan yang terhubung pada ketiadaan kelekatan intim, perasaan akan kekosongan atau ditinggalkan. Pada P1 tampak ketiadaan kelekatan intim setelah pasangan meninggal. P1 tidak memiliki sahabat ataupun teman untuk berbagi cerita dan pengalaman. P1 juga kerap merasa ditinggalkan jika anak dan cucunya sibuk. Sama halnya dengan P1, P2 juga adanya ketiadaan kelekatan intim setelah pasangannya meninggal. P2 juga tidak memiliki teman atau sahabat untuk berbagi cerita dan pengalaman. Dimensi perspektif waktu merujuk bagaimana individu memaknai situasi kesepian mereka sebagai sesuatu yang tanpa harapan, atau sesuatu yang dapat diubah atau dapat diperbaiki (treatable). P1 dan P2 memaknai situasi kesepian mereka sebagai sesuatu yang tanpa harapan. Di usianya yang sudah senja, P1 dan P2 sudah tidak lagi memiliki harapan apapun. Dimensi emosi melibatkan berbagai bentuk aspek emosional yang biasanya berupa hilangnya perasaan positif serta munculnya perasaan negatif seperti perasaan menderita, kesedihan, perasaan malu, rasa bersalah, frustasi dan keputusasaan. P1 merasa sedih dan kehilangan yang mendalam setelah kematian pasangannya. P1 juga sering merasa tidak berdaya dikarenakan usianya. Pada P2, perasaan sedih juga dirasakan P2 di saat awal kematian pasangannya. P2 juga tidak mau mengikuti kegiatan lansia yang ada di lingkungannya yang baru. P2 merasa malu dan berpikir tidak ada gunanya menunjukkan dirinya yang sudah tua kepada orang banyak.

15 15 Perasaan kesepian yang dialami oleh P1 dan P2 bersifat sementara dan terjadi pada saat situasi dan kondisi tertentu. Perasaan kesepian ini ditandai dengan perasaan bosan, canggung dan ingin berada di tempat yang lain. P1 dan P2 merasa bosan jika mereka tidak memiliki aktivitas.mereka selalu berusaha untuk mencari kesibukan. Mereka mengaku senang jika dapat melakukan aktivitas. P2 terkadang juga memiliki keinginan untuk berada di rumahnya yang dahulu. Selain itu perasaan kesepian juga disertai dengan pencelaan diri dan depresi. Hal ini ditunjukkan dengan kemarahan terhadap diri sendiri, seperti menganggap diri tidak menarik dan bodoh, merasa malu, serta merasa layak untuk menjadi kesepian dan selalu sendiri. Selain itu juga ditandai dengan kesedihan mendalam, perasaan bersalah, sedih, tertekan, terisolasi, menyesali diri serta mengasingkan diri. Pada P1 perasaan menganggap diri bodoh kerap kali terjadi. Hal ini dikarenakan P1 tidak pernah bersekolah dan tidak mengenal huruf. Kesedihan mendalam juga dirasakan oleh P1 karena meninggalnya pasangan hidup. Pada P2, sebenarnya di lingkungan yang baru terdapat kegiatan yang dikhususkan untuk lansia. P2 memilih untuk tidak mengikuti kegiatan tersebut. P2 lebih memilih mengasingkan diri dari parasesama lansia. Selain itu P2 juga merasa malu dan tidak ada gunanya mempertontonkan dirinya yang sudah tua kepada orang banyak. Beberapa keadaan yang berkaitan dengan kesepian adalah isolasi, alienasi, penolakan, merasa disalah mengerti, merasa tidak dicintai, depresi, tidak mempunyai sahabat, malas membuka diri (tertutup) atau bungkam, bosan, dan gelisah (Bruno, 2000). P1 dan P2 tidak memiliki sahabat. Meskipun tidak memiliki sahabat, P1 dan P2 enggan untuk membuka diri dan tidak memiliki keinginan untuk mencari sahabat.

16 16 Menurut orang terdekat dari P1 dan P2, mereka tidak pernah mencurahkan segala perasaannya baik suka maupun duka.seseorang yang menyatakan dirinya kesepian cenderung menilai dirinya sebagai orang yang tidak berharga, tidak diperhatikan dan tidak dicintai (Suardiman, 2011). P1 dan P2 mengaku bahwa merasa sudah tua dan tidak bisa apa-apa lagi. Myers (2012) mengatakan merasakan kesepian adalah dengan merasa terasing dari sebuah kelompok, tidak dicintai oleh sekeliling Anda, tidak mampu untuk berbagi kekhawatiran pribadi, berbeda, dan terpisah dari mereka yang ada di sekitar Anda. Menurut orang terdekat dari P1 maupun P2, P1 dan P2 tidak pernah bercerita ataupun berbagi kekhawatiran yang mereka alami. P1 dan P2 hanya bercerita tentang hal seadanya dengan orang-orang terdekat mereka. Mereka juga lebih sering memilih untuk menyendiri dan melakukan aktivitas sendirian. Selain itu, gambaran orang yang mengalami kesepian yaitu pendiam, dan menghindari hubungan sosial, bekerja terlalu keras, dan menjadi introspektif (Perlman & Peplau, 1998). Semenjak ditinggal oleh istrinya, P1 menjadi orang yang pendiam dan penurut. P1 hanya menurut apapun yang orang terdekatnya katakan. Pada P2, ia menghindari hubungan sosial seperti tidak mau mengikuti kegiatan lansia di lingkungan rumah anaknya. Orang-orang yang merasa kesepian cenderung menghabiskan waktu senggang mereka pada aktivitas sendirian dan hanya memiliki teman biasa atau kenalan (Baron & Byrne, 2003). Jika ada waktu senggang, P1 menghabiskan waktunya untuk di kebun, menonton televisi atau beristirahat di kamar. Pada P2, waktu senggang digunakan untuk

17 17 menjemur nasi. Jika tidak, P2 memilih untuk mendengarkan radio sambil melakukan kegiatan rumah yang dapat ia kerjakan. P1 dan P2 sering berharap agar anak-anaknya yang jauh sering mengunjungi mereka. P1 dan P2 juga menginginkan agar anak-anaknya yang jauh selalu memberi kabar. Hal tentang kematian sering dipikirkan oleh P1 dan P2. P1 mengaku bahwa sudah ikhlas jika dirinya dipanggil oleh Tuhan. Begitu juga dengan P2, P2 sudah berpesan kepada anak yang tinggal bersamanya jika ia meninggal. P1 merasa kesepian saat tidak memiliki aktivitas atau kegiatan yang ia kerjakan. Jika tidak memiliki aktivitas, P1 kerap memikirkan dan mengingat almarhum istrinya. Dari situlah P1 merasa rindu dan ingin bertemu. Meskipun P1 tinggal bersama anak, menantu dan cucunya, ia merasakan perbedaan jika bersama dengan istrinya. P1 merasa tidak dapat berbagi cerita kepada anak dan menantunya seperti dengan istrinya dahulu. Sama halnya dengan P1, meskipun P2 mengaku tidak pernah merasa kesepian, orang terdekat P2 mengatakan jika P2 tidak pernah berbagi cerita dengan anak dan cucunya. Orang terdekat P2 juga kerap melihat P2 melamun. Kesepian yang dialami oleh P1 dan P2 merupakan kesepian emosional. Hal ini selaras dengan pendapat Perlman dan Peplau, (dalam Sears dkk., 2009), kesepian (loneliness) adalah ketidaknyamanan psikologis yang kita rasakan saat kita merasa hubungan sosial kita kurang memadai. Dari kedua partisipan dapat diambil kesimpulan jika kesepian tidak selalu dirasakan oleh mereka dan bersifat sementara. Ada waktu dan kondisi tertentu yang membuat mereka merasa kesepian. Dalam penelitian ini ditemukan hal yang menyebabkan kesepian yaitu keadaan. Menurut Lake (1986), salah satu penyebab kesepian

18 18 kesepian adalah hilangnya kontak dengan orang-orang yang dicintai karena bermacam alasan. Salah satunya adalah kehilangan karena kematian orang yang dikasihi. Penderitaan ini akan semakin menyiksa karena orang merasa tidak mempunyai kawan untuk berbagi rasa dan merasa terisolasi dari kehidupan bermasyarakat. Kehilangan pasangan hidup membuat P1 merasa kesepian dan merasakan perubahan. Perasaan kehilangan yang mendalam sangat dirasakan oleh P1 karena sudah membina rumah tangga berpuluh-puluh tahun. P1 mengaku setelah kematian istrinya ia tidak lagi memiliki teman untuk berbagi cerita. Selain itu, P1 juga tidak diijinkan lagi untuk mengikuti kegiatankegiatan yang ada di lingkungannya. Perasaan kesepian P1 mulai terasadan merindukan kehadiran istrinya saat akan menjelang tidur. Tak jarang P1 juga terbangun di tengah malam dan merasakan kesepian. Pada P2, kesepian tidak begitu dirasakannya. Rasa kesepian muncul saat tetangganya belum datang ke rumahnya dan anak serta cucunya sedang beraktivitas di luar rumah.namun, P2 menganggap kesepian hal biasa dan tidak mempermasalahkannya karena P2 sudah terbiasa hidup sendiri dan rumahnya tidak pernah sepi karena tetangganya selalu datang. Dari penelitian ini dapat dilihat ada tiga cara mengatasi kesepian yaitu mengubah hubungan sosial saat ini, mengubah kebutuhan dan keinginan dan keinginan sosial (Perlman & Peplau, 1982), dan berhubungan dengan Sang Pencipta. Mengatasi kesepian dengan cara mengubah hubungan sosial saat ini dapat dilakukan dengan menjalin relasi yang baru, dengan menggunakan jaringan sosial yang ada atau dengan menciptakan relasi pengganti dengan hewan peliharaan, radio yang berisi talk show atau sejenisnya. P1 mengatasi kesepian dengan

19 19 menonton televisi dan mendengarkan radio jika tidak memiliki kegiatan. Berbeda dengan P1, P2 lebih senang mendengarkan radio. Jika mendengarkan radio, P2 dapat mendengarkan sambil melakukan aktivitas lainnya dan tidak perlu mengganti. P2 juga dimudahkan dalam membina hubungan dengan tetangga sekitarnya karena tetangga sekitarnya selalu datang ke rumahnya. Hal ini membuat P2 mengenal hampir semua tetangga sekitar kompleks rumahnya. P2 juga sering berkomunikasi melalui handphone dengan anak-anaknya yang jauh. Cara mengatasi kesepian yang kedua adalah dengan mengubah kebutuhan dan keinginan sosial. Hal ini dapat dicapai dengan memilih aktivitas yang dapat dinikmati dengan melakukannya sendiri. P1 memilih untuk menyibukkan diri di kebun. Sama halnya dengan P1, P2 juga menyibukkan dirinya dengan menjemur nasi aking yang sengaja dibawa oleh anaknya dari pabrik. Selain itu, P2 juga mengelola usaha penyewaan playstation. Selain itu menurut Hanum (2006), kesepian juga dapat diatasi dengan berhubungan dengan Sang Pencipta. Telah banyak orang yang dapat mengisi kesepiannya dengan menyerahkan diri secara ikhlas dan total kepada Sang Pencipta. Begitu juga yang dilakukan P1. Dari dulu, P1 memang sudah rajin berdoa. Jika kesepian muncul dan tidak ada kegiatan yang dapat dilakukan, P1 selalu mengatasinya dengan berdoa. P1 merasa lebih tenang setelah ia berdoa. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah kehilangan pasangan hidup menimbulkan rasa sedih yang mendalam, perasaan kaget dan dukacita dalam diri kedua partisipan. Kepergian pasangan hidup menimbulkan beberapa perubahan dalam kehidupan partisipan baik secara emosional dan kesendirian dalam menjalani

20 20 aktivitas. Dukungan dan perhatian dari keluarga sangat membantu partisipan dalam menyesuaikan diri dan mengatasi kondisi yang mereka alami Pindah ke lingkungan yang baru tidak menimbulkan masalah besar bagi kedua partisipan. Kehadiran partisipan cukup diterima oleh tetangga di lingkungan sekitar. Partisipan juga memiliki hubungan yang cukup baik dan mengenal para tetangganya. Di lingkungan yang baru, partisipan pertama tidak mengikuti kegiatan yang ada di lingkungan karena disarankan untuk beristirahat di rumah. Partisipan kedua menolak untuk mengikuti kegiatan lansia yang ada di lingkungannya. Tinggal bersama keluarga yaitu anak, menantu dan cucu cukup membuat partisipan tidak merasa sendirian. Hubungan partisipan dengan keluarganya cukup baik. Anak, menantu dan cucu yang tinggal bersama partisipan cukup memerhatikan keadaan dan keinginan partisipan. Meskipun begitu, pada partisipan pertama kehadiran anak, menantu dan cucunya tidak dapat menggantikan sosok pasangan hidup yang sudah tiada. Kesepian yang dialami oleh partisipan pertama memiliki ciri-ciri diantaranya adalah perasaan sedih, timbul rasa bosan, tidak memiliki sahabat, enggan untuk membuka diri, tidak dapat berbagi kekhawatiran pribadinya, tidak memiliki harapan, merasa ditinggalkan, dan tidak berguna. Pada partisipan kedua ciri-ciri kesepian yang dialami adalah timbul rasa bosan, merasa tidak berdaya, inngin berada di tempat yang lain, tidak memiliki harapan, merasa wajar dengan kesepian selalu sendiri dan perasaan malu. Ciri-ciri kesepian lain yang juga terjadi pada kedua partisipan yaitu sering memikirkan hal negatif seperti kematian dan mengharapkan

21 21 agar anaknya mengunjungi dan memberi kabar. Kesepian yang dialami oleh para partisipan bukanlah perasaan yang menetap, namun dinilai sebagai perasaan yang sementara. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa perasaan kesepian yang dirasakan oleh para partisipan cenderung mengarah pada kesepian emosional yaitu kesepian yang timbul karena hilangnya figur kasih sayang yang intim. Dalam penelitian ini ditemukan hal yang menyebabkan kesepian yaitu keadaan. Penyebab partisipan mengalami kesepian adalah tidak adanya kehadiran pasangan hidup yaitu figur kasih sayang yang intim. Selain itu perasaan kesepian muncul saat partisipan kedua tidak memiliki teman untuk berbagi cerita. Selain adanya penyebab kesepian, ditemukan juga hal-hal lain yang membuat partisipan tidak mengalami kesepian berlarut-larut, yaitu memiliki pekerjaan dan hobi yang terus aktif, kehadiran teman dan keluarga, serta kondisi lingkungan sekitar yang mendukung dan menerima kehadiran partisipan. Saat mengalami kesepian, perasaan yang muncul dalam diri partisipan adalah perasaan tidak berguna, merindukan kehadiran orang yang disayangi terutama pasangan hidup yang sudah tiada, munculnya kenangan masa lalu dan pemikiran tentang kematian. Saat rasa kesepian muncul, partisipan melakukan strategi untuk mengatasi rasa kesepian. Cara untuk mengatasi kesepian tersebut adalah dengan mengubah hubungan sosial saat ini, mengubah kebutuhan dan keinginan sosial dan berhubungan dengan Sang Pencipta. Mengubah hubungan sosial saat ini dapat dilakukan dengan menjalin relasi yang baru, dengan menggunakan jaringan sosial yang ada atau dengan menciptakan relasi pengganti dengan menonton televisi atau mendengarkan radio daripada menonton televisi. Pada partisipan pertama

22 22 menonton televisi dan mendengarkan radio dapat mengatasi kesepian. Pada partisipan kedua cara untuk mengatasi kesepian adalah dengan mendengarkan radio. Selain itu juga dengan membina hubungan baik dengan tetangga di lingkungan sekitarnya. Pada partisipan kedua komunikasi dengan kerabat yang jauh juga dapat mengatasi kesepian Mengubah kebutuhan dan keinginan sosial dapat dicapai dengan memilih aktivitas yang dapat dinikmati dengan melakukannya sendiri. Menyibukkan diri dengan hobi dan aktivitas juga dapat mengatasi rasa kesepian yang muncul. Selain sebagai kesenangan hal tersebut juga merupakan kegiatan yang produktif. Hal ini membuat partisipan merasa terhibur dan merasa berguna. Selain itu, kesepian juga dapat diatasi dengan berhubungan dengan Sang Pencipta. Saat rasa kesepian muncul, partisipan pertama selalu berdoa. Hal ini membuat partisipan merasa lebih tenang. Kesepian dapat membuat partisipan pertama lebih dekat dengan Penciptanya dan dapat membuat seseorang menginstropeksi diri menjadi lebih baik. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk dapat meneliti lebih mendalam hubungan antara kepribadian dan kesepian yang dialami oleh seseorang. Selain itu, dalam penelitian ini masih kurang diperhatikan berapa lama individu sudah ditinggal oleh pasangan hidupnya dan jangka waktu individu tinggal bersama anggota keluarga lainnya. Bagi peneliti selanjutnya dapat lebih memperhatikan dan memberi rentang waktu yang lebih jelas. DAFTAR PUSTAKA Baron, R.A., & Byrne, D. (2003). Psikologi sosial, jilid 2, edisi kesepuluh. Jakarta. Erlangga.

23 23 Bruno, F.J. (2000). Conquer loneliness: Menaklukkan kesepian. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Burns, D.D. (1988). Mengapa kesepian: Program baru yang telah diuji klinis untuk mengatasi kesepian. Jakarta: Erlangga. de Jong Gierveld, J. (1998). A review of loneliness: Concept and definition, determinants and consequences. Reviews in Clinical Gerontology, 8, Gunarsa, S.D. (2009). Dari anak sampai usia lanjut. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Hanum, F. (2006). Lansia kreatif merubah kesepian menjadi kesempatan. Prati Sabda Lansia, 1, Hikmawati, E., & Purnama, A. (2008). Kondisi kepuasan hidup lanjut usia. Jurnal PKS, VII, Diunduh pada 10 Februari 2013, dari 3&idc=41. Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, edisi kelima. Jakarta: Erlangga. Indriana, Y. (2012). Gerontologi & progeria. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Iswara, Tirta. (2005). Kesepian pada lanjut usia yang tinggal di panti werdha dan yang tinggal bersama keluarga. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana. Lake, T. (1986). Kesepian, alih bahasa: FX Budiyanto. Jakarta: Arcan. Lestari, D.D., & Fakhrurrozi, M. (2008). Kesepian lansia pria dan wanita yang bekerja dan tidak bekerja. Jurnal Penelitian Psikologi, 13, Diunduh pada 28 Januari 2013, dari 8/Artikel_ pdf.

24 24 Marini, L., & Hayati, S. (2002). Pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia di perkumpulan lansia habibi dan habibah. Medan:Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Diunduh pada 10 Februari 2013, dari Moleong, L.J. (2010). Metodologi penelitian kualitatif, edisi revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Myers, D.G. (2012). Psikologi sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Perlman, D., & Peplau, L.A. (1982). Loneliness: A sourcebook of current theory, research and therapy. New York: A Willey-Interscience Publication. Perlman, D., & Peplau, L.A. (1998). Loneliness.Encyclopedia of Mental Health. Copyright by Academic Press. Rubinstein, C., Shaver, P., & Peplau, L.A. (1979). Loneliness. Human Nature, 2, Santrock, J.W. (2002). Life span development. Jakarta: Erlangga. Sears, D.O., Peplau, L.A., & Taylor, S.E. (2009). Psikologi sosial, edisi kedua belas. penerjemah: Tri Wibowo B.S. Jakarta: Kencana. Suardiman, S.P. (2011). Psikologi usia lanjut. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sugiyono. (2013). Memahami penelitian kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tua merupakan masa paling akhir dari siklus kehidupan manusia, dalam masa ini akan terjadi proses penuaan atau aging yang merupakan suatu proses yang dinamis sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang didalamnya mencakup hubungan seksual, pengasuhan anak, serta pembagian

Lebih terperinci

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL Dwi Rezka Kemala Ira Puspitawati, SPsi, Msi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orang tua berperan sebagai figur pemberi kasih sayang dan melakukan asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang satu akan memberikan pengaruh pada tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. yang satu akan memberikan pengaruh pada tahap perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pada dasarnya dialami oleh semua makhluk hidup. Tahapan perkembangan pada manusia dimulai pada saat manusia berada di dalam kandungan (prenatal) hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya.

Lebih terperinci

para1). BAB I PENDAHULUAN

para1). BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menjadi tua merupakan suatu proses perubahan alami yang terjadi pada setiap individu. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 60 tahun sampai 74 tahun sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian 1. Pengertian Kesepian Kesepian adalah dengan merasa terasing dari sebuah kelompok, tidak dicintai oleh sekeliling, tidak mampu untuk berbagi kekhawatiran pribadi,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki atau perempuan. Secara biologis manusia dengan mudah dibedakan

Lebih terperinci

LONELINESS PADA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DEWANATA CILACAP SKRIPSI

LONELINESS PADA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DEWANATA CILACAP SKRIPSI LONELINESS PADA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DEWANATA CILACAP SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang kerap muncul dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian (loneliness) 1. Pengertian Kesepian Menurut Sullivan (1955), kesepian (loneliness) merupakan pengalaman sangat tidak menyenangkan yang dialami ketika seseorang gagal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi kehidupan dan memiliki kemampuan akal dan fisik yang. menurun. Menurut World Health Organization (WHO) lansia

BAB I PENDAHULUAN. fungsi kehidupan dan memiliki kemampuan akal dan fisik yang. menurun. Menurut World Health Organization (WHO) lansia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lansia merupakan tahap akhir manusia mengalami penurunan fungsi kehidupan dan memiliki kemampuan akal dan fisik yang menurun. Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

PENYESUAIAN DIRI PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WREDHA

PENYESUAIAN DIRI PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WREDHA PENYESUAIAN DIRI PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WREDHA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : SANTI SULANDARI F 100 050 265 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia, terutama dalam gaya hidup masyarakat. Indonesia pun tidak luput dari perubahanperubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak hanya dilihat secara obyektif, tapi kebahagiaan juga bisa di lihat secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak hanya dilihat secara obyektif, tapi kebahagiaan juga bisa di lihat secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya kepuasan hidup, tingginya afek positif seperti senang, puas, dan bangga, serta rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan usia tujuh puluh sampai akhir kehidupan (usia lanjut). Pada masa lansia

BAB I PENDAHULUAN. dan usia tujuh puluh sampai akhir kehidupan (usia lanjut). Pada masa lansia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa lansia merupakan periode perkembangan terakhir hidup manusia. Masa lansia merupakan tahap terakhir dalam rentang kehidupan yang berkisar antara usia enam puluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI DENGAN KESEPIAN PARA ISTRI ANGGOTA TNI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 oleh : DWI BUDI UTAMI F 100 040

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2. 1 Loneliness 2.1 Pengertian Loneliness Peplau dan Perlman (dalam Baron & Bryne, 2002) lonelinessadalah suatu reaksi emosional dan kognitif terhadap dimilikinya hubungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti mempunyai harapan-harapan dalam hidupnya dan terlebih pada pasangan suami istri yang normal, mereka mempunyai harapan agar kehidupan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia adalah salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada fase ini seorang individu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

KESENDIRIAN & KESEPIAN DALAM MASA TUA Rohani, Februari 2013, hal Paul Suparno, S.J.

KESENDIRIAN & KESEPIAN DALAM MASA TUA Rohani, Februari 2013, hal Paul Suparno, S.J. 1 KESENDIRIAN & KESEPIAN DALAM MASA TUA Rohani, Februari 2013, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Pastor Lonelinus sejak temannya meninggal menjadi sangat kesepian. Di rumah orang tua, ia biasa berbicara, ngomong

Lebih terperinci

BAB II PROFIL INFORMAN. mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal

BAB II PROFIL INFORMAN. mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal BAB II PROFIL INFORMAN Dalam bab sebelumnya telah dikemukakan tentang alasan apa saja yang mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal pasangan mahasiswa yang hamil diluar

Lebih terperinci

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E, Stems, H. L, Feldman, R. D. & Camp, C. J. (2002). Adult Development and Aging (2 nd ed). New York:McGrawHill

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E, Stems, H. L, Feldman, R. D. & Camp, C. J. (2002). Adult Development and Aging (2 nd ed). New York:McGrawHill DAFTAR PUSTAKA Baron, R. A & Bryne, D. (2005). Psikologi Sosial. Jilid II. Edisi kesepuluh. Jakarta : PT. Erlangga. Bruno, F. J. S. (2000). Conguer Loneliness : Cara Menaklukkan Kesepian. Alih Bahasa :Sitanggang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menikah merupakan salah satu tujuan hidup bagi setiap orang. Usia dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal tersebut merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan

BAB I PENDAHULUAN. perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Proses menua (aging process) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN MASALAH

BAB V PEMBAHASAN MASALAH BAB V PEMBAHASAN MASALAH A. PEMBAHASAN Setiap manusia memiliki impian untuk membangun rumah tangga yang harmonis. Tetapi ketika sudah menikah banyak dari pasangan suami istri yang memilih tinggal bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana seseorang akan kehilangan orang yang meninggal dengan penyebab dan peristiwa yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pada hakikatnya akan terus mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup. Individu akan terus mengalami perkembangan sampai akhir hayat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pasti akan mengalami perkembangan dan perubahan. Perkembangan sendiri pada dasarnya melibatkan pertumbuhan yang berarti bertambahnya usia menjadi

Lebih terperinci

PENGALAMAN KESEPIAN PADA WANITA YANG BERPERAN SEBAGAI ORANGTUA TUNGGAL DALAM PERIODE EMPTY-NEST. Oleh: MARIA NUGRAHENI MARDI RAHAYU

PENGALAMAN KESEPIAN PADA WANITA YANG BERPERAN SEBAGAI ORANGTUA TUNGGAL DALAM PERIODE EMPTY-NEST. Oleh: MARIA NUGRAHENI MARDI RAHAYU PENGALAMAN KESEPIAN PADA WANITA YANG BERPERAN SEBAGAI ORANGTUA TUNGGAL DALAM PERIODE EMPTY-NEST Oleh: MARIA NUGRAHENI MARDI RAHAYU 802008120 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Psikologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dididik, dan dibesarkan sehingga seringkali anak memiliki arti penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dididik, dan dibesarkan sehingga seringkali anak memiliki arti penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah terindah dan tak ternilai yang diberikan Tuhan kepada para orangtua. Tuhan menitipkan anak kepada orangtua untuk dijaga, dididik, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

LAMPIRAN A-1 SKALA DEPRESI PADA REMAJA

LAMPIRAN A-1 SKALA DEPRESI PADA REMAJA LAMPIRAN A-1 SKALA DEPRESI PADA REMAJA A. IDENTITAS Kelas : B. PETUNJUK PENGISIAN SKALA 1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian kerjakan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai bentuk hubungan sosial. Salah satunya adalah hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Motif sosial yang ada pada diri manusia mendorong manusia mencari

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

Agresivitas. Persahabatan. Kesepian. Penolakan

Agresivitas. Persahabatan. Kesepian. Penolakan HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN AGRESIVITAS PADA REMAJA MADYA DI SMA X BOGOR LATAR BELAKANG MASALAH Agresivitas Persahabatan Kesepian Penolakan AGRESIVITAS Perilaku merugikan atau menimbulkan korban pihak

Lebih terperinci

Post Power Syndrom. Siti Irene Astuti D

Post Power Syndrom. Siti Irene Astuti D Post Power Syndrom Siti Irene Astuti D Post Power Syndrome KOMPAS, Minggu, 6 Juni 2010 18:50 WIB shutterstock Ilustrasi Saya sering merasa terganggu oleh sikap beberapa anggota keluarga saya, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan teknologi semakin canggih membuat komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin canggih dan berbagai sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan adalah sebuah hubungan yang menjadi penting bagi individu lanjut usia yang telah kehilangan banyak peran (Indriana, 2013). Para individu lanjut usia atau

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Manusia pada setiap tahap perkembangannya memiliki tugas-tugas

BABI PENDAHULUAN. Manusia pada setiap tahap perkembangannya memiliki tugas-tugas BABI PEliDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah penelitian Manusia pada setiap tahap perkembangannya memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dilaluinya begitu juga pada masa dewasa yang

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. biasanya disebabkan oleh usia yang semakin menua (Arking dalam Berk, 2011). Dari masa

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. biasanya disebabkan oleh usia yang semakin menua (Arking dalam Berk, 2011). Dari masa BAB I A. Latar Belakang Masalah Jika dapat memilih semua manusia akan memilih untuk tidak menjadi tua. Ketika memasuki masa dewasa umumnya seseorang akan mengalami masa yang bersifat multidimensi dan multiarah,

Lebih terperinci

PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1993) keluarga adalah ikatan yang diikat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1993) keluarga adalah ikatan yang diikat BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Menurut Gunarsa & Gunarsa (1993) keluarga adalah ikatan yang diikat oleh perkawinan atau darah dan biasanya meliputi ayah, ibu, dan anak atau anakanak. Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut adalah suatu proses yang alami yang tidak dapat dihindari oleh manusia. Lansia ditandai dengan perubahan fisik, emosional, dan kehidupan seksual. Gelaja-gelaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan sering digunakan sebagai sinonim untuk kesejahteraan lansiatif dalam literatur psikologi. Hampir tanpa kecuali, kebahagiaan menjadi kata pengganti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Lanjut usia di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, ini disebabkan karena meningkatnya usia harapan hidup. Pada tahun 1980 usia harapan hidup di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1950 di Indonesia adalah Gereja Kristen Indonesia atau yang biasa disebut GKI. GKI adalah sekelompok gereja

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh

Bab 1. Pendahuluan. Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama (Sugono, 2008). Menurut pendapat Anastasia (2007:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, ilmu psikologi lebih menekankan kepada aspek pemecahan masalah yang dialami individu dan cenderung lebih memusatkan perhatian kepada sisi negatif perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. Seorang perempuan dianggap sudah seharusnya menikah ketika dia memasuki usia 21 tahun dan laki-laki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO akan mengalami peningkatan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO akan mengalami peningkatan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan suatu negara adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah

Lebih terperinci

HAPPINESS PADA ORANG LANJUT USIA YANG TINGGAL JAUH DARI ANAKNYA. Prilla Rahmanissa Bayuputri 3PA

HAPPINESS PADA ORANG LANJUT USIA YANG TINGGAL JAUH DARI ANAKNYA. Prilla Rahmanissa Bayuputri 3PA HAPPINESS PADA ORANG LANJUT USIA YANG TINGGAL JAUH DARI ANAKNYA Prilla Rahmanissa Bayuputri 3PA02 12509561 BAB I LATAR BELAKANG Seringkali, lansia diperlakukan sebagai beban keluarga dan masyarakat. seringkali

Lebih terperinci

STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI

STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang manusia dalam kehidupan. Manusia menjadi tua melalui proses perkembangan mulai dari bayi, anak-anak, dewasa, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan peristiwa dimana sepasang mempelai atau sepasang

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan peristiwa dimana sepasang mempelai atau sepasang 1 BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa dimana sepasang mempelai atau sepasang calon suami-istri dipertemukan secara formal di depan penghulu atau kepala agama tertentu,

Lebih terperinci

BAB III PSIKOLOGIS SUAMI YANG DITINGGAL ISTRI SEBAGAI TENAGA KERJA WANITA (TKW) DI DESA TEMBONG

BAB III PSIKOLOGIS SUAMI YANG DITINGGAL ISTRI SEBAGAI TENAGA KERJA WANITA (TKW) DI DESA TEMBONG BAB III PSIKOLOGIS SUAMI YANG DITINGGAL ISTRI SEBAGAI TENAGA KERJA WANITA (TKW) DI DESA TEMBONG A. Profil Responden Tenaga kerja wanita di Desa Tembong Kec. Carita sangatlah banyak, istri yang pergi ke

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesepian 1. Pengertian Kesepian Menurut Archibald, dkk (dalam Baron, 2005 : 16) berpendapat bahwa kesepian (loneliness) adalah suatu reaksi emosional dan kognitif terhadap dimilikinya

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penduduk Usia Lanjut merupakan bagian dari anggota keluarga dananggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN diprediksikan mencapai jiwa atau 11,34%. Pada tahun terjadi peningkatan mencapai kurang lebih 19 juta jiwa.

BAB I PENDAHULUAN diprediksikan mencapai jiwa atau 11,34%. Pada tahun terjadi peningkatan mencapai kurang lebih 19 juta jiwa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2000 diperoleh data bahwa jumlah lansia (kaum lanjut usia) mencapai 15,8 juta jiwa atau 7,6%. Sementara itu populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dunia ini tidak hidup sendiri, selalu ada bersama-sama dan berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang dalam kesehariannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan berkeluarga atau menempuh kehidupan dalam perkawinan adalah harapan dan niat yang wajar dan sehat dari setiap anak-anak muda dan remaja dalam masa perkembangan

Lebih terperinci