Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR"

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Pembangunan pertanian tahun 2014 merupakan tahun terakhir dalam pelaksanaan Renstra Kementerian Pertanian periode Kementerian Pertanian pada periode telah menetapkan 4 (empat) sasaran utama/target sukses pembangunan pertanian, yaitu: (1) Tercapainya swasembada dan swasembada berkelanjutan; (2) Peningkatan diversifikasi pangan; (3) Peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor; dan (4) Peningkatan kesejahteraan petani. Keempat sasaran tersebut diupayakan pencapaiannya melalui 12 (dua belas) program pembangunan pertanian, yaitu: (1) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan; (2) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Hortikultura Berkelanjutan; (3) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan; (4) Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal; (5) Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian; (6) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran, dan Ekspor Hasil Pertanian; (7) Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat; (8) Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing; (9) Pengembangan SDM Pertanian dan Kelembagaan Petani, (10) Peningkatan Kualitas Perkarantinaan dan Pengawasan Keamanan Hayati; (11) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pertanian; dan (12) Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya. Dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel, maka pelaksanaan pembangunan pertanian, tata kelola manajemen, dan sistem akuntabilitas kinerja pemerintah yang berbasis kinerja harus dilaksanakan secara konsisten dan penuh tanggung jawab sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Pertanian. Sejalan dengan Peraturan Presiden RI Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, maka hasil capaian kinerja pembangunan pertanian sepatutnya dipertanggungjawabkan sepenuhnya kepada publik melalui Laporan Kinerja. Buku Laporan Kinerja Kementerian Pertanian tahun 2014 ini merupakan cerminan akuntabilitas kinerja Kementerian Pertanian selama tahun 2014 dalam rangka pencapaian sasaran, yang dilaksanakan dalam bentuk program dan kegiatan Kementerian Pertanian. Kami menyadari bahwa selain berbagai keberhasilan yang telah dicapai hingga tahun 2014, masih terdapat kendala, permasalahan, dan hambatan yang perlu mendapat perhatian serius dan segera ditindaklanjuti untuk perbaikan dan penyempurnaan pembangunan pertanian ke depan. Tentu saja kita semua berharap kinerja yang akan datang dapat lebih ditingkatkan dengan memanfaatkan peluang yang tersedia, serta mengatasi semaksimal mungkin permasalahan yang terjadi dalam upaya mencapai kinerja Kementerian Pertanian yang lebih baik, benar, transparan, dan akuntabel. i

2 Keberhasilan dan pencapaian kinerja Kementerian Pertanian selama tahun 2014 adalah hasil kerjasama seluruh jajaran Kementerian Pertanian serta dukungan pemangku kepentingan di pusat dan daerah, baik institusi Pemerintah, Swasta, maupun Petani. Besar harapan kami ini dapat memberikan gambaran kinerja Kementerian Pertanian dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Sebagai akhir dari pengantar ini kami mengajak semua pihak untuk bekerja keras, cerdas, jujur, dan ikhlas dengan semangat yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan fungsi masingmasing guna mendukung keberhasilan pembangunan pertanian ke depan. A ii

3 IKHTISAR EKSEKUTIF Penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) mengacu pada ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi dan nepotisme; Peraturan Presiden RI Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; Keputusan Kepala LAN RI Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Pedoman Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Tahun 2014 merupakan tahun terakhir dari pelaksanaan Rencana Strategis Kementerian Pertanian periode Dalam implementasinya Renstra tersebut ditindaklanjuti dengan merumuskan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) tahun 2014, Penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU), dan Penetapan Kinerja (PK) tahun Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, yang ditindaklajuti dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, telah ditetapkan tugas dan fungsi unit-unit kerja di lingkup Kementerian Pertanian yang merupakan unsur pelaksana Pemerintah, dipimpin oleh Menteri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Pertanian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang pertanian dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas dimaksud, Menteri Pertanian selaku pimpinan Kementerian Pertanian dibantu oleh Wakil Menteri Pertanian dan didukung oleh beberapa unit Eselon I, yaitu: (1) Sekretariat Jenderal; (2) Inspektorat Jenderal; (3) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan; (4) Direktorat Jenderal Hortikultura; (5) Direktorat Jenderal Perkebunan; (6) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan; (7) Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian; (8) Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian; (9) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian; (10) Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian; (11) Badan Ketahanan Pangan; (12) Badan Karantina Pertanian; (13) Staf Ahli Bidang Lingkungan; (14) Staf Ahli Bidang Kebijakan Pembangunan Pertanian; (15) Staf Ahli Bidang Kerja Sama Internasional; (16) Staf Ahli Bidang Inovasi dan Teknologi; dan (17) Staf Ahli Bidang Investasi Pertanian. Selain itu juga ada beberapa Eselon II yang langsung berada di bawah Menteri Pertanian, yaitu: (1) Pusat Kerjasama Luar Negeri; (2) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian; serta (3) Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian. Dalam tatalaksana organisasi Kementerian Pertanian, koordinasi dan pembinaan Pusat Kerjasama Luar Negeri, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, serta Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian berada dibawah Sekretariat Jenderal. Sementara itu koordinasi dan pembinaan Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian serta iii

4 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian berada dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Dalam melaksanakan pembangunan Jangka Menengah ( ), Kementerian Pertanian menetapkan Visi Terwujudnya Pertanian Industrial Unggul Berkelanjutan yang Berbasis Sumberdaya Lokal untuk Meningkatkan Kemandirian Pangan, Nilai Tambah, Daya Saing, Ekspor, dan Kesejahteraan Petani. Untuk mewujudkan Visi tersebut Kementerian Pertanian menetapkan sepuluh Misi, yaitu: (1) Mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan yang efisien, berbasis IPTEK dan sumberdaya lokal, serta berwawasan lingkungan melalui pendekatan sistem agribisnis; (2) Menciptakan keseimbangan ekosistem pertanian yang mendukung keberlanjutan peningkatan produksi dan produktivitas untuk meningkatkan kemandirian pangan; (3) Mengamankan plasmanutfah dan meningkatkan pendayagunaannya untuk mendukung diversifikasi dan ketahanan pangan; (4) Menjadikan petani yang kreatif, inovatif, dan mandiri serta mampu memanfaatkan IPTEK dan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk pertanian berdaya saing tinggi; (5) Meningkatkan produk pangan segar dan olahan yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH) dikonsumsi; (6) Meningkatkan produksi dan mutu produk pertanian sebagai bahan baku industri; (7) Mewujudkan usaha pertanian yang terintegrasi secara vertikal dan horizontal guna menumbuhkan usaha ekonomi produktif dan menciptakan lapangan kerja di perdesaan; (8) Mengembangkan industri hilir pertanian yang terintegrasi dengan sumberdaya lokal untuk memenuhi permintaan pasar domestik, regional, dan internasional; (9) Mendorong terwujudnya sistem kemitraan usaha dan perdagangan komoditas pertanian yang sehat, jujur, dan berkeadilan; dan (10) Meningkatkan kualitas kinerja dan pelayanan aparatur pemerintah bidang pertanian yang amanah dan profesional. Tujuan yang akan dicapai oleh Kementerian Pertanian dalam kurun waktu adalah: (1) Mewujudkan sistem pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal; (2) Meningkatkan dan memantapkan swasembada berkelanjutan; (3) Menumbuhkembangkan ketahanan pangan dan gizi termasuk diversifikasi pangan; (4) Meningkatkan nilai tambah, daya saing, dan ekspor produk pertanian; dan (5) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Dalam Renstra Kementerian Pertanian (edisi Revisi), empat sasaran utama telah ditetapkan untuk dicapai oleh Kementerian Pertanian dalam periode 5 (lima) tahun ( ). Sasaran Pertama Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan. Pencapaian swasembada difokuskan pada komoditas kedelai, gula, dan daging sapi dengan indikator kinerja produksi tahun 2014 masing-masing untuk kedelai 2,70 juta ton, gula 3,45 juta ton, dan daging sapi 660 ribu ton karkas. Sementara itu, pencapaian swasembada berkelanjutan difokuskan pada mempertahankan dan meningkatkan kualitas swasembada padi dan jagung yang sudah dicapai pada tahun-tahun sebelumnya, di mana sasaran produksi padi di tahun 2014 sebesar 76,57 juta ton dan jagung 29,0 juta ton pipilan kering. Dalam perkembangannya sasaran produksi tahun 2014 berubah seiring dengan perubahan Road Map pencapaian produksi dan tidak terpenuhinya asumsi seperti ketersediaan lahan. Perubahan sasaran produksi tersebut antara lain jagung menjadi 20,82 juta ton, kedelai 1,5 juta ton, gula menjadi 3,1 juta ton, dan daging sapi menjadi 530 ribu ton. Sasaran kedua adalah Peningkatan iv

5 Diversifikasi Pangan, meliputi penurunan konsumsi beras per kapita sekurang-kurangnya 1,50 persen per tahun dan skor Pola Pangan Harapan (PPH) menjadi 93,30 di tahun Sasaran ketiga adalah Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor, meliputi tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi, dan bahan olahan karet pada 2014 (pemberlakuan sertifikat wajib); meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan menjadi 50%; pengembangan tepung-tepungan untuk mensubstitusi 20% gandum/terigu impor; memenuhi sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri; dan meningkatkan surplus neraca perdagangan menjadi US$54,5 miliar pada tahun Selanjutnya, untuk sasaran keempat adalah Peningkatan Kesejahteraan Petani, meliputi pendapatan per kapita pertanian Rp7,93 juta di tahun 2014, rata-rata laju peningkatan pendapatan per kapita 11,10 persen per tahun, dan Nilai Tukar Petani (NTP) sebesar Dalam rangka pencapaian Visi, Misi, dan Sasaran tersebut, Kementerian Pertanian menyusun arah dan kebijakan pembangunan pertanian yaitu: (1) Melanjutkan dan memantapkan kegiatan tahun sebelumnya yang terbukti sangat baik kinerja dan hasilnya, antara lain bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk, bantuan/fasilitasi alsintan, Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), dan pola sekolah lapang lainnya; (2) Melanjutkan dan memperkuat kegiatan yang berorientasi pemberdayaan masyarakat seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3), Sarjana Membangun Desa (SMD), Penggerak Membangun Desa (PMD), dan rekruitmen tenaga pendamping lapang guna mempercepat pertumbuhan industri pertanian di perdesaan; (3) Pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan gula konsumsi melalui peningkatan produksi yang berkelanjutan; (4) Pencapaian swasembada kedelai, daging sapi, dan gula industri; (5) Peningkatan produksi susu segar, buah lokal, dan produk-produk substitusi komoditas impor; (6) Peningkatan kualitas dan kuantitas public goods melalui perbaikan dan pengembangan infrastruktur pertanian seperti irigasi, embung, jalan desa, dan jalan usahatani; (7) Jaminan penguasaan lahan produktif; (8) Pembangunan sentra-sentra pupuk organik berbasis kelompok tani; (9) Penguatan kelembagaan perbenihan dan perbibitan nasional; (10) Pemberdayaan masyarakat petani miskin melalui bantuan sarana, pelatihan, dan pendampingan; (11) Penguatan akses petani terhadap IPTEK, pasar, dan permodalan berbunga rendah; (12) Mendorong minat investasi pertanian dan kemitraan usaha melalui promosi yang intensif dan dukungan iklim usaha yang kondusif; (13) Pembangunan kawasan komoditas unggulan terpadu secara vertikal dan/atau horizontal dengan konsolidasi usahatani produktif berbasis lembaga ekonomi masyarakat yang berdaya saing tinggi di pasar lokal maupun internasional; (14) Pengembangan bio-energi berbasis bahan baku lokal terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat khususnya di perdesaan dan mensubstitusi BBM; (15) Pengembangan investasi pangan dan pembangunan lumbung pangan masyarakat untuk mengatasi rawan pangan dan stabilisasi harga di sentra produksi; (16) Peningkatan keseimbangan ekosistem dan pengendalian hama penyakit tumbuhan dan hewan secara terpadu; (17) Peningkatan perlindungan dan pendayagunaan plasma-nutfah nasional; (18) Penguatan sistem perkarantinaan pertanian; (19) Penelitian dan pengembangan berbasis sumberdaya spesifik lokasi (kearifan lokal) dan sesuai agro-ekosistem setempat dengan teknologi unggul yang berorientasi kebutuhan petani; (20) Pengembangan industri v

6 hilir pertanian di perdesaan yang berbasis kelompok tani untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, membuka lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan keseimbangan ekonomi desa-kota; (21) Berperan aktif dalam melahirkan kebijakan makro yang berpihak kepada petani seperti perlindungan tarif dan non tarif perdagangan internasional, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi; (22) Peningkatan promosi citra petani dan pertanian guna menumbuhkan minat generasi muda menjadi wirausahawan agribisnis; dan (23) Peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang akuntabel dan good governance. Untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan pertanian tahun telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang bernaung di bawah 12 (dua belas) program pembangunan pertanian, yaitu: (1) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan; (2) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Hortikultura Berkelanjutan; (3) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan; (4) Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal; (5) Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian; (6) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian; (7) Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat; (8) Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing; (9) Pengembangan SDM Pertanian dan Kelembagaan Petani; (10) Peningkatan Kualitas Perkarantinaan dan Pengawasan Keamanan Hayati; (11) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pertanian; dan (12) Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya. Pada tahun 2014, empat sasaran utama (target sukses) rencana strategis Kementerian Pertanian tersebut dijabarkan dalam bentuk 14 indikator kinerja yang kemudian secara rinci (dengan mempertimbangkan kondisi pagu anggaran tahun 2014) dituangkan dalam bentuk Penetapan Kinerja (PK) Kementerian Pertanian. Tahun 2014 Kementerian Pertanian mengelola APBN sektoral (BA.018) sebesar Rp ,00 yang dialokasikan di pusat dan daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) di Indonesia dengan jumlah DIPA Satker sebanyak DIPA Satker. Realisasi penyerapan sampai dengan 31 Desember 2014 mencapai Rp ,00 atau 93,06%. Dalam dokumen Penetapan Kinerja (PK) Kementerian Pertanian Tahun 2014 ditetapkan Indikator Kinerja dan target sebagai berikut: (1) Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan (swasembada kedelai, gula, dan daging sapi serta swasembada berkelanjutan padi dan jagung) dengan target produksi: kedelai sebesar 1,00 juta ton, gula sebesar 2,79 juta ton, daging sapi sebesar 460 ribu ton, padi sebesar 72,30 juta ton, serta jagung sebesar 19,00 juta ton; (2) Peningkatan Diversifikasi Pangan (persentase penurunan konsumsi beras per kapita tahun sebesar 1,50% dan membaiknya Skor Pola Pangan Harapan/PPH menjadi sebesar 82,5); (3) Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor (tersertifikasinya produk pertanian organik, kakao fermentasi, dan bahan olahan karet sebesar 50%; meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan sebesar 35%; meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu sebesar 11%; meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri sebesar 10%; dan surplus neraca vi

7 perdagangan sebesar USD23 Miliar); serta (4) Meningkatnya Kesejahteraan Petani (persentase pertumbuhan pendapatan petani per kapita sebesar 11,10% dan Nilai Tukar Petani/NTP sebesar ). Berdasarkan hasil pengukuran kinerja, dari 14 sasaran indikator kinerja utama sebagian besar sasaran kinerja cukup berhasil hingga sangat berhasil (Sangat berhasil 5 indikator, berhasil 5 indikator, 1 indikator cukup berhasil, dan kurang berhasil 3 indikator). Indikator kinerja yang sangat berhasil yaitu: (1) Produksi Jagung mencapai 19,13 juta ton dari target 19,00 juta ton (100,68%); (2) Skor Pola Pangan Harapan (PPH) mencapai 83,4 dari target 82,5 (101,09%); (3) Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan karet mencapai 71,87% dari target 50% (143,74%); (4) Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri mencapai 33,33% dari target 10% (334,10%); dan (5) Pertumbuhan pendapatan per kapita petani mencapai 11,41% dari target 11,10% (102,79%). Indikator kinerja yang berhasil yaitu: (1) Peningkatan produksi gula mencapai 2,63 juta ton dari target 2,79 juta ton (94,34%); (2) Produksi daging sapi mencapai 370 ribu ton dari target 460 ribu ton (80,43%); (3) Produksi padi mencapai 70,61 juta ton GKG dari target 72,30 juta ton GKG (97,60%); (4) Produksi kedelai mencapai 920 ribu ton dari target 1,00 juta ton (92,10%); dan (5) Nilai Tukar Petani mencapai 107,37 dari target (97,61%). Indikator kinerja yang cukup berhasil yaitu Surplus neraca perdagangan sebesar US$15,19 miliar dari target US$23 miliar (66,04%). Indikator kinerja yang kurang berhasil yaitu: (1) Penurunan konsumsi beras per kapita tiap tahun mencapai 0,10% dari target 1,5% (6,67%); (2) Meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan mencapai 8,86% dari target sebesar 35% (25,31%); dan (3) Meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu mencapai 3,10% dari target 11% (28,18%). Secara umum, pembangunan pertanian pada tahun 2014 mengalami kemajuan, namun masih ditemui kendala/hambatan, meliputi aspek: (1) Administrasi dan Manajemen; (2) Sumber Daya Manusia; dan (3) Teknis. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, ditempuh berbagai upaya, antara lain: (1) Perbaikan sistem perencanaan kinerja; (2) Pembinaan dan pelatihan kepada petugas dan petani; (3) Peningkatan penggunaan sumberdaya lokal; (4) Penurunan porsi penggunaan komoditas atau bahan baku impor; (5) Promosi pemasaran hasil, baik domestik maupun internasional; (6) Merubah perilaku usaha dari paradigma yang berorientasi produk pada paradigma berorientasi pasar; dan (7) Peningkatan koordinasi dan penggalangan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan. vii

8 viii

9 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i IKHTISAR EKSEKUTIF... iii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR GRAFIK... x BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian Sumberdaya Manusia Kementerian Pertanian Dukungan Anggaran BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategik Visi Misi Tujuan dan Sasaran Arah Kebijakan Kementerian Pertanian Program dan Kegiatan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun Penetapan Kinerja (PK) Tahun Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Swasembada Kedelai Swasembada Gula Swasembada Daging Sapi Swasembada Beras Berkelanjutan Swasembada Jagung Berkelanjutan Meningkatnya Diversifikasi Pangan Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor Peningkatan Kesejahteraan Petani BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN Kriteria Ukuran Keberhasilan Pencapaian Sasaran Pencapaian Sasaran Strategis Kementerian Pertanian Tahun Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Kementerian Pertanian Tahun Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Produksi Kedelai Produksi Gula Produksi Daging Sapi Produksi Padi Produksi Jagung Dukungan dalam Upaya Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Meningkatnya Diversifikasi Pangan Persentase Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor Tersertifikasinya Semua Produk Organik, Kakao Fermentasi, dan Bahan Olahan Karet Meningkatnya Produk Olahan yang Diperdagangkan Meningkatnya Produksi Tepung-tepungan untuk Mensubsitusi Gandum/Terigu Impor Meningkatnya Sarana Pengolahan Kakao Fermentasi Bermutu untuk Industri Coklat Dalam Negeri Surplus Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Peningkatan Kesejahteraan Petani Nilai Tukar Petani (NTP) ix

10 Pertumbuhan Pendapatan per Kapita Capaian Kinerja Lainnya Akuntabilitas Keuangan Hambatan dan Kendala Upaya dan Tindak Lanjut BAB IV. PENUTUP LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 1. Perubahan Target Perjanjian Kinerja Kementerian Pertanian 2014 Karena Adanya Penyesuaian Anggaran pada APBN-P TA Tabel 2. Program Utama dan Program Pendukung pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Kedelai Tahun Tabel 3. Program Utama dan Program Pendukung pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Gula Tahun Tabel 4. Program Utama dan Program Pendukung pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Daging Sapi Tahun Tabel 5. Program Utama dan Program Pendukung pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Padi Tahun Tabel 6. Program Utama dan Program Pendukung pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Jagung Tahun Tabel 7. Program Utama dan Program Pendukung pada Sasaran Strategis Meningkatnya Diversifikasi Pangan Tahun Tabel 8. Program Utama dan Program Pendukung pada Sasaran Strategis Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor Tahun Tabel 9. Program Utama dan Program Pendukung pada Sasaran Strategis Peningkatan Kesejahteraan Petani Tahun Tabel 10. Capaian Indikator Kinerja Kementerian Pertanian Tahun Tabel 11. Capaian Sasaran Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Tahun Tabel 12. Capaian Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Kedelai Tahun Tabel 13. Perkembangan Produksi, Produktivitas, Luas Panen Kedelai Tahun Tabel 14. Neraca Produksi dan Kebutuhan Kedelai Tahun Tabel 15. Kegiatan Mendukung Pencapaian Target Swasembada Kedelai Tahun Tabel 16. Pencapaian Sasaran Swasembada Gula Tahun Tabel 17. Laju Pertumbuhan Komoditi Tebu dari tahun Tabel 18. Produksi Gula di Indonesia selama Tahun Tabel 19. Kegiatan-Kegiatan Tahun 2013 yang turut Mendukung Pencapaian Produksi Gula Tahun Tabel 20. Kegiatan-Kegiatan Pencapaian Produksi Gula yang dilakukan Tahun Tabel 21. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Daging Sapi Periode Tabel 22. Perkembangan Harga Komoditas Peternakan Tahun Tabel 23. Kegiatan-kegiatan Tahun dalam rangka Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Kerbau Tabel 24. Capaian Produksi Padi Tahun Tabel 25. Neraca dan Kebutuhan Beras Tahun Tabel 26. Perkembangan Produksi, Produktivitas, Luas Panen Padi Tahun Tabel 27. Pelaksanaan Kegiatan APBN Pendukung Produksi Padi Tahun Tabel 28. Capaian Produksi Jagung Tahun Tabel 29. Neraca Produksi dan Kebutuhan Jagung Tahun Tabel 30. Perkembangan Produksi, Produktivitas, Luas Panen Jagung Tahun Tabel 31. Kegiatan Mendukung Pencapaian Swasembada Jagung Berkelanjutan Tabel 32. Kegiatan pada Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian pada Tahun 2014 yang Mendukung Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Tabel 33. Indikator Sasaran Kegiatan-kegiatan pada Program Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Tahun 2014 yang Mendukung Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Tabel 34. Kegiatan pada Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran, dan Ekspor Hasil Pertanian dalam mendukung Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Tahun Tabel 35. Frekuensi Sertifikasi Karantina Hewan dan Karantina Tumbuhan Pada Tahun x

11 Tabel 36. Temuan Organisme Penggangu Tumbuhan Karantina (OPTK) Asal Luar Negeri Hasil Pemeriksaan Karantina Tumbuhan yang Terdeteksi Positif dan Tertangkal Tahun Tabel 37. Capaian Sasaran Peningkatan Diversifikasi Pangan Tahun Tabel 38. Perkembangan Konsumsi Beras Tahun Tabel 39. Perkembangan Konsumsi Pangan Nasional Berdasarkan Kelompok Pangan Periode Tahun Tabel 40. Perkembangan Konsumsi Pangan Energi dan Protein serta Nilai PPH Tahun Tabel 41. Konsumsi Energi Rumah Tangga Berdasarkan Kelompok Pangan Tahun Tabel 42. Capaian Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor Tahun Tabel 43. Capaian Indikator Kinerja Tersertifikasinya Semua Produk Pertanian Organik, Kakao Fermentasi, dan Bahan Olahan Karet (Pemberlakukan Sertifikasi Wajib) Tahun Tabel 44. Target dan Realisasi Sertifikasi Produk Pertanian Organik Tahun Tabel 45. Perbandingan Kakao Fermentasi Dalam Negeri Yang diserap Industri Kakao Terhadap Produksi Kakao Fermentasi Tabel 46. Jumlah UPPB dan jumlah UPPB teregister periode Tabel 47. Volume Ekspor Olahan, Segar, dan Total Olahan dan Segar Tahun Tabel 48. Jumlah Ekspor dan Impor Tepung Terigu Periode Tabel 49. Jumlah Sarana Pengolahan Kakao Fermentasi Bermutu Untuk Industri Cokelat Dalam Negeri Selama Kurun Waktu Tabel 50. Target dan Capaian Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Periode Tahun Tabel 51. Perbandingan Produksi Hortikultura Tahun 2013 dan Tahun Tabel 52. Persentase Capaian Kinerja Peningkatan Kesejahteraan Petani Kementerian Pertanian Tahun Tabel 53. Perkembangan Nilai Tukar Petani (2007=100), Tabel 54. Perkembangan Nilai Tukar Petani per Sub Sektor (2007=100), Tabel 55. Perkembangan Pendapatan Petani per Kapita, ) Tabel 56. Deskripsi Capaian Indikator Inefektifitas dan Inefisiensi Periode Tabel 57. Deskripsi Nilai Kerugian Negara Kementan Tahun Tabel 58. Deskripsi Unit Kerja Eselon II/UPT Berpredikat WBK Tahun Tabel 59. Perkembangan Anggaran Kementerian Pertanian tahun DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Produksi Kedelai di Indonesia selama Tahun Gambar 2. Produksi Gula di Indonesia selama Tahun Gambar 3. Pertanaman Tebu dan Panen Tebu oleh Menteri Pertanian Suswono Gambar 4. Produksi Padi di Indonesia selama Tahun Gambar 5. Produksi Jagung di Indonesia selama Tahun Gambar 6. Combine Harvester Besar, Bantuan Kementerian Pertanian pada Kegiatan Penanganan Pascapanen TanamanPangan Tahun Gambar 7. Tepung premix berbasis tepung ubijalar termodifikasi (kiri) dan produk rerotian berbasis tepung premix (tengah dan kanan) Gambar 8. Panen Jeruk dan Padi Oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Gambar 9. Pelaksanaan Cetak Sawah di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo Gambar 10. Perkembangan Nilai Tukar Petani, (2007 = 100) Gambar 11. Pengembangan Sapi Gambar 12. Presiden RI Meletakkan Batu Pertama Perbaikan Jaringan Irigasi (Teknologi Ferosemen) DAFTAR GRAFIK Grafik 1. Tingkat Partisipasi Konsumsi Daging Penduduk Indonesia Tahun Grafik 2. Perkembangan NTP Tahun (Januari s.d Desember) Grafik 3. Rincian Pagu dan Realisasi Anggaran Per Kewenangan TA xi

12 xii

13 xiii

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian tahun 2014 merupakan pelaksanaan tahun terakhir Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Pada periode RPJMN tahun kelima ini, pembangunan pertanian tetap memegang peran strategis dalam perekonomian nasional. Hal tersebut digambarkan dalam kontribusinya melalui penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bio-energi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa negara, sumber pendapatan, dan pelestarian lingkungan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pangan, kebutuhan akan pangan merupakan hak mendasar bagi setiap penduduk, sehingga ketersediaan dan keterjangkauan terhadap pangan yang bermutu dan bergizi seimbang menjadi sangat fundamental. Ketersediaan pangan sangat berpengaruh terhadap ketahanan pangan suatu bangsa. Suatu negara dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik, apabila mampu menyelenggarakan pasokan pangan yang stabil dan berkelanjutan bagi seluruh penduduknya dan masing-masing rumah tangga mampu memperoleh pangan sesuai kebutuhannya. Ketahanan pangan merupakan prasyarat bagi suatu bangsa (tidak terkecuali Indonesia) untuk dapat membangun sektor lainnya, karena bila kebutuhan masyarakat yang paling mendasar (azasi) ini belum terpenuhi akan sangat mudah terjadi kerawanan sosial. Selain itu akan menjadikan negara mudah tertekan oleh kekuatan luar karena ketergantungannya terhadap pangan. Menyadari arti penting pertanian, Presiden Republik Indonesia periode bersama jajaran Kabinet Indonesia Bersatu-II (KIB-II) telah meletakkan pertanian sebagai salah satu Prioritas Pembangunan Jangka Menengah selaras dengan strategi nasional yang disebut sebagai Triple + One Track Strategy yaitu Pro Growth, Pro Poor, Pro Job, dan Pro Environment. Dalam upaya meningkatkan peran strategis pertanian tersebut, Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun telah menetapkan EMPAT TARGET SUKSES sebagai sasaran yang ingin dicapai Kementerian Pertanian yaitu: (1) pencapaian swasembada untuk kedelai, gula, dan daging sapi serta swasembada berkelanjutan untuk padi dan jagung; (2) peningkatan diversifikasi pangan; (3) peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor; serta (4) peningkatan kesejahteraan petani. Strategi pembangunan pertanian yang ditempuh 1

15 difokuskan pada penanganan tujuh aspek dasar yang disebut TUJUH GEMA REVITALISASI, yaitu: (1) revitalisasi lahan; (2) revitalisasi perbenihan dan perbibitan; (3) revitalisasi infrastruktur dan sarana; (4) revitalisasi sumberdaya manusia; (5) revitalisasi pembiayaan petani; (6) revitalisasi kelembagaan petani; dan (7) revitalisasi teknologi dan industri hilir. Pencapaian Empat Target Sukses tersebut tentunya tidak mudah, karena kebijakan, program, dan kegiatan yang disusun harus mampu menjawab permasalahan mendasar dan isu strategis pembangunan pertanian saat ini, antara lain: (1) Harga komoditas pertanian yang fluktuatif dan terus meningkat; (2) Defisit kedelai, gula, dan daging sapi (impor relatif masih cukup tinggi); (3) Peningkatan produksi pangan yang semakin sulit sebagai akibat dari konversi lahan pertanian ke non pertanian, dan terjadinya perubahan iklim; (4) Pembiayaan pertanian kurang efektif (akses petani terhadap permodalan masih terbatas dan masih tingginya suku bunga kredit usahatani); (5) belum optimalnya sistem perbenihan dan perbibitan nasional; (6) Pergeseran konsumsi pangan rumah tangga masih belum sesuai harapan (konsumsi masih terfokus pada padi-padian dan konsumsi non padi-padian masih rendah); (7) Kesejahteraan petani belum optimal (masih rendahnya nilai tambah dan margin keuntungan yang diterima oleh petani); (8) masih lemahnya kapasitas kelembagaan petani dan penyuluh; dan (9) belum optimalnya koordinasi antar pusat-daerah maupun antar sektor terkait. Membangun sektor pertanian merupakan proses yang kompleks, karena melibatkan berbagai sub sistem agribisnis yang meliputi sub sistem hulu, usahatani, sub sistem hilir, dan sub sistem pendukung. Selain proses pembangunan yang kompleks, tantangan yang dihadapi sektor pertanian pun begitu kompleks. Salah satu tantangan yang dihadapi dan berdampak luas pada pembangunan pertanian adalah kondisi cuaca yang ekstrim. Disadari pula bahwa kinerja pembangunan sektor pertanian tidak hanya merupakan pelaksanaan program/kegiatan yang ada di lingkup Kementerian Pertanian, akan tetapi ada peran sektor lain yang ikut berkontribusi secara langsung ataupun tidak langsung terhadap pembangunan pertanian, seperti Kementerian/Lembaga Pemerintah lainnya, Pemerintah Daerah (provinsi/kabupaten/kota), dunia usaha, perbankan, dan lembaga pembiayaan bukan bank, serta peran aktif dari semua petani, pekebun, dan peternak di seluruh tanah air sebagai pelaku utama pembangunan pertanian. 1.2 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 2

16 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, telah ditetapkan Tugas dan Fungsi unit-unit kerja di lingkup Kementerian Pertanian yang merupakan unsur pelaksana pemerintahan, dipimpin oleh Menteri Pertanian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Pertanian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang pertanian dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana tersebut diatas, Kementerian Pertanian menyelenggarakan fungsi: (1) Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pertanian; (2) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pertanian; (3) Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pertanian; (4) Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Pertanian di daerah; dan (5) Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. 1.3 Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, ditetapkan Susunan Unit Organisasi Kementerian Pertanian yang terkait secara langsung atau berada di bawah Menteri Pertanian, terdiri atas: (1) Wakil Menteri Pertanian; (2) Sekretariat Jenderal; (3) Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian; (4) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan; (5) Direktorat Jenderal Hortikultura; (6) Direktorat Jenderal Perkebunan; (7) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan; (8) Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian; (9) Inspektorat Jenderal; (10) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian; (11) Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian; (12) Badan Ketahanan Pangan; (13) Badan Karantina Pertanian; (14) Staf Ahli Menteri: 3

17 a. Staf Ahli Bidang Lingkungan; b. Staf Ahli Bidang Kebijakan Pembangunan Pertanian; c. Staf Ahli Bidang Kerjasama Internasional; d. Staf Ahli Bidang Inovasi dan Teknologi; e. Staf Ahli Bidang Investasi Pertanian; (15) Pusat Kerjasama Luar Negeri; (16) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian; (17) Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian; Masing-masing unit organisasi tersebut di atas mempunyai tugas dan fungsi: (1) Wakil Menteri Pertanian: Kementerian Pertanian Wakil Menteri Pertanian mempunyai tugas membantu Menteri Pertanian dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian Pertanian. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Wakil Menteri Pertanian mempunyai rincian tugas sebagai berikut: a. Melaksanakan tugas khusus dari Menteri Pertanian yang tidak menjadi tugas Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Badan, Staf Ahli atau Staf Khusus; b. Membantu Menteri Pertanian dalam mengupayakan perbaikan iklim investasi pertanian dan peningkatan nilai investasi publik, swasta, dan masyarakat di bidang pertanian; c. Membantu Menteri Pertanian dalam upaya menghilangkan dan/atau mengurai hambatan-hambatan (debottlenecking) yang dihadapi dalam pembangunan pertanian yang bersifat lintas kementerian; dan d. Melaksanakan tugas lainnya yang bersifat ad hoc. (2) Sekretariat Jenderal: Sekretariat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Kementerian Pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut Sekretariat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. Koordinasi kegiatan Kementerian Pertanian; b. Koordinasi dan penyusunan rencana dan program Kementerian Pertanian; c. Pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang meliputi ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, arsip, dan dokumentasi Kementerian Pertanian; d. Pembinaan dan penyelenggaraan organisasi dan tata laksana, kerjasama, dan hubungan masyarakat; 4

18 e. Koordinasi dan penyusunan peraturan Perundang-undangan dan bantuan hukum; f. Penyelenggaraan pengelolaan barang milik/kekayaan negara; dan g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri Pertanian. (3) Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian: Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang prasarana dan sarana pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan di bidang pengelolaan lahan, air irigasi, pembiayaan, pupuk, pestisida, dan alat mesin pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan; b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan lahan, air irigasi, pembiayaan, pupuk, pestisida, dan alat mesin pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan lahan, air irigasi, pembiayaan, pupuk, pestisida, dan alat mesin pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengelolaan lahan, air irigasi, pembiayaan, pupuk, pestisida, dan alat mesin pertanian; dan e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. (4) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang tanaman pangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan; b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen tanaman pangan; dan e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 5

19 (5) Direktorat Jenderal Hortikultura: Direktorat Jenderal Hortikultura mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang hortikultura. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Hortikultura menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen hortikultura; b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen hortikultura; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen hortikultura; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen hortikultura; e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Hortikultura. (6) Direktorat Jenderal Perkebunan: Direktorat Jenderal Perkebunan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perkebunan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Perkebunan menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan dibidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan; b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan; e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Perkebunan. (7) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang peternakan dan kesehatan hewan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan di bidang perbibitan, pakan, budidaya ternak, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat veteriner; b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perbibitan, pakan, budidaya ternak, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat veteriner; 6

20 c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbibitan, pakan, budidaya ternak, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat veteriner; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbibitan, pakan, budidaya ternak, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat veteriner; dan e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. (8) Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian: Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian; b. Pelaksanaan kebijakan di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian; e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. (9) Inspektorat Jenderal: Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Pertanian. Dalam tugas tersebut, Inspektorat Jenderal mempunyai fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Pertanian; b. Pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Pertanian terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya; c. Pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri Pertanian; d. Penyusunan laporan hasil pengawasan di lingkungan Kementerian Pertanian; dan e. Pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal. (10) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian menyelenggarakan fungsi: 7

21 a. Penyusunan kebijakan teknis, rencana, dan program penelitian dan pengembangan pertanian; b. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan pertanian; c. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan penelitian dan pengembangan pertanian; dan d. Pelaksanaan administrasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. (11) Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian: Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan dan pengembangan sumberdaya manusia pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, standarisasi, dan sertifikasi sumberdaya manusia pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan; b. Pelaksanaan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, standarisasi, dan sertifikasi sumberdaya manusia pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan; c. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, standardisasi dan sertifikasi sumberdaya manusia pertanian sesuai dengan peraturan Perundang-undangan; dan d. Pelaksanaan administrasi Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. (12) Badan Ketahanan Pangan: Badan Ketahanan Pangan mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang pemantapan ketahanan pangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan Ketahanan Pangan menyelenggarakan fungsi: a. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan; b. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan distribusi pangan, serta cadangan pangan; c. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan pola konsumsi, dan penganekaragaman pangan; d. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pengawasan keamanan pangan segar; dan e. Pelaksanaan administrasi Badan Ketahanan Pangan. 8

22 (13) Badan Karantina Pertanian: Badan Karantina Pertanian mempunyai tugas melaksanakan perkarantinaan pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan Karantina Pertanian menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program perkarantinaan hewan dan tumbuhan, serta pengawasan keamanan hayati; b. Pelaksanaan perkarantinaan hewan dan tumbuhan, serta pengawasan keamanan hayati; c. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan perkarantinaan hewan dan tumbuhan, serta pengawasan keamanan hayati; dan d. Pelaksanaan administrasi Badan Karantina Pertanian. (14) Staf Ahli Menteri Pertanian: Staf Ahli Menteri Pertanian mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah tertentu sesuai dengan bidang tugasnya. Staf Ahli Menteri Pertanian terdiri atas: a. Staf Ahli Bidang Lingkungan; b. Staf Ahli Bidang Kebijakan Pembangunan Pertanian; c. Staf Ahli Bidang Kerjasama Internasional; d. Staf Ahli Bidang Inovasi dan Teknologi; e. Staf Ahli Bidang Investasi Pertanian; Tugas dari masing-masing Staf Ahli Menteri Pertanian tersebut adalah: a. Staf Ahli Bidang Lingkungan mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri Pertanian mengenai masalah lingkungan; b. Staf Ahli Bidang Kebijakan Pembangunan Pertanian mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri Pertanian mengenai masalah kebijakan pembangunan pertanian; c. Staf Ahli Bidang Kerjasama Internasional mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri Pertanian mengenai masalah kerjasama internasional; d. Staf Ahli Bidang Inovasi dan Teknologi mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri Pertanian mengenai masalah inovasi dan teknologi; dan e. Staf Ahli Bidang Investasi Pertanian mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri Pertanian mengenai masalah investasi pertanian. (15) Pusat Kerjasama Luar Negeri: Pusat Kerjasama Luar Negeri mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan kerjasama luar negeri di bidang pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pusat Kerjasama Luar Negeri menyelenggarakan fungsi: 9

23 a. Penelaahan, penyusunan program, dan penyiapan pelaksanaan kerjasama bilateral di bidang pertanian; b. Penelaahan, penyusunan program, dan penyiapan pelaksanaan kerjasama regional di bidang pertanian; c. Penelaahan, penyusunan program, dan penyiapan pelaksanaan kerjasama multilateral di bidang pertanian; d. Pelaksanaan urusan atase pertanian; dan e. Pelaksanaan urusan tata usaha Pusat Kerjasama Luar Negeri. (16) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian mempunyai tugas melaksanakan pembinaan, pengembangan sistem informasi pertanian, dan pelayanan data dan informasi pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan rencana, program, anggaran; b. Penyediaan dan pelayanan data dan informasi komoditas pertanian; c. Penyediaan dan pelayanan data dan informasi non komoditas pertanian; d. Pengelolaan dan pelaksanaan pengembangan sistem informasi Kementerian Pertanian; dan e. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. (17) Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian: Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan perlindungan varietas tanaman serta pelayanan perizinan dan rekomendasi teknis pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan rencana, program dan anggaran, serta kerjasama; b. Pemberian pelayanan permohonan hak dan pengujian perlindungan varietas tanaman, serta pendaftaran varietas dan sumberdaya genetik tanaman; c. Penerimaan, analisis, fasilitasi proses teknis penolakan atau pemberian izin, rekomendasi teknis, dan pendaftaran di bidang pertanian; d. Pelayanan penamaan, pemberian, penolakan permohonan, pembatalan hak, serta pelayanan permohonan banding, konsultasi, pertimbangan, dan perlindungan hukum perlindungan varietas tanaman; dan e. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian. 10

24 1.4 Sumberdaya Manusia Kementerian Pertanian Jumlah pegawai Kementerian Pertanian pada tahun 2014 pada 12 Unit Kerja Eselon I termasuk 160 Unit Pelaksana Teknis (UPT) sebanyak orang, terdiri dari Golongan I sebanyak 743 orang, golongan II sebanyak orang, golongan III sebanyak orang, dan golongan IV sebanyak orang. Jika dilihat dari jenjang pendidikannya terdiri dari: S3 sebanyak 621 orang, S2 sebanyak orang, S1/D4 sebanyak orang, Sarjana Muda/D3/D2/D1 sebanyak orang, SLTA sebanyak orang, SLTP sebanyak 591 orang, dan SD sebanyak 773 orang. Jika dibandingkan dengan tahun 2013 dengan jumlah pegawai orang, maka jumlah pegawai tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 194 orang atau 0,96%. Peningkatan jumlah pegawai pada tahun 2014 disebabkan karena adanya penambahan/penerimaan pegawai baru. Secara rinci jumlah pegawai Kementerian Pertanian tahun 2014 dapat dilihat pada Lampiran Dukungan Anggaran Pagu awal APBN Kementerian Pertanian TA 2014 adalah senilai Rp ,00. Dalam perjalanan tahun anggaran 2014, terjadi pengurangan dan penambahan anggaran, yaitu: (1) penghematan anggaran Pemerintah untuk subsidi BBM senilai Rp ,00, (2) penambahan dana Pinjaman Hibah Luar Negeri senilai Rp ,00, dan (3) penambahan dana kontingensi untuk program Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi senilai Rp ,00, sehingga total APBN Kementerian Pertanian TA 2014 senilai Rp ,00. Sebagian besar APBN Kementerian Pertanian dialokasikan di daerah dalam bentuk Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Untuk TA 2014, jumlah DIPA Satker lingkup Kementerian Pertanian sebanyak DIPA Satker. Rincian pagu dan realisasi APBN Kementerian Pertanian tahun anggaran 2014 dapat dilihat pada Lampiran 3. 11

25 12

26 13

27 Kementerian Pertanian 14

28 BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 2.1. Rencana Strategis Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pertanian dilaksanakan dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) , dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Pada tahun 2011, Kementerian Pertanian melakukan revisi terhadap Renstra sehubungan dengan adanya: (1) Perubahan struktur organisasi dan tata kerja Kementerian Pertanian yang tertuang dalam Permentan Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010; (2) Perubahan lingkungan strategis global dan domestik; (3) Refocusing program/kegiatan untuk pencapaian empat target sukses; (4) Penyempurnaan output/outcome dengan indikator yang lebih SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Timely); dan (5) Adanya Direktif Presiden dan data terbaru hasil Sensus Sapi Berkaitan dengan hal tersebut, rencana pelaksanaan dan pembangunan pertanian tahun telah banyak mengalami penyesuaian, sehingga perlu dilakukan revisi terhadap Renstra Kementerian Pertanian , melalui Permentan No. 83.1/Permentan/RC.110/12/2011. Renstra Kementerian Pertanian merupakan dokumen perencanaan yang berisi visi, misi, tujuan, sasaran strategis, kebijakan, strategi, program, dan kegiatan pembangunan pertanian yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian selama lima tahun ( ). Dokumen ini disusun berdasarkan analisis strategis atas potensi, peluang, tantangan, dan permasalahan termasuk isu strategis yang dihadapi dalam pembangunan pertanian. Renstra Kementerian Pertanian merupakan implementasi dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) di sektor pertanian. Dokumen Renstra ini selanjutnya digunakan sebagai acuan dan arahan bagi Unit Kerja Jajaran Birokrasi di lingkup Kementerian Pertanian dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan pertanian periode secara menyeluruh, terintegrasi, dan sinergis baik di dalam maupun antar sektor/sub sektor terkait. Reformasi perencanaan dan penganggaran mengharuskan Kementerian Pertanian merestrukturisasi program dan kegiatan dalam rangka Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance-based Budgeting). Untuk itu, Dokumen Renstra Kementerian Pertanian 15

29 dilengkapi dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) sesuai Permentan Nomor 49/Permentan/OT.140/8/2012, sehingga akuntabilitas pelaksanaan kegiatan berserta organisasinya dapat dievaluasi selama periode tahun Visi Visi Kementerian Pertanian adalah Terwujudnya Pertanian Industrial Unggul Berkelanjutan yang Berbasis Sumberdaya Lokal untuk Meningkatkan Kemandirian Pangan, Nilai Tambah, Daya Saing, Ekspor, dan Kesejahteraan Petani Misi Untuk mewujudkan Visi tersebut, Misi yang harus dilaksanakan, yaitu: (1) Mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan yang efisien, berbasis IPTEK dan sumberdaya lokal, serta berwawasan lingkungan melalui pendekatan sistem agribisnis. (2) Menciptakan keseimbangan ekosistem pertanian yang mendukung keberlanjutan peningkatan produksi dan produktivitas untuk meningkatkan kemandirian pangan. (3) Mengamankan plasma-nutfah dan meningkatkan pendayagunaannya untuk mendukung diversifikasi dan ketahanan pangan. (4) Menjadikan petani yang kreatif, inovatif, dan mandiri serta mampu memanfaatkan IPTEK dan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk pertanian berdaya saing tinggi. (5) Meningkatkan produk pangan segar dan olahan yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH) dikonsumsi. (6) Meningkatkan produksi dan mutu produk pertanian sebagai bahan baku industri. (7) Mewujudkan usaha pertanian yang terintegrasi secara vertikal dan horizontal guna menumbuhkan usaha ekonomi produktif dan menciptakan lapangan kerja di perdesaan. (8) Mengembangkan industri hilir pertanian yang terintegrasi dengan sumberdaya lokal untuk memenuhi permintaan pasar domestik, regional, dan internasional. (9) Mendorong terwujudnya sistem kemitraan usaha dan perdagangan komoditas pertanian yang sehat, jujur, dan berkeadilan. (10) Meningkatkan kualitas kinerja dan pelayanan aparatur pemerintah bidang pertanian yang amanah dan profesional Tujuan dan Sasaran Sesuai dengan visi, misi, tugas, dan fungsi Kementerian Pertanian, maka tujuan yang akan dicapai adalah: (1) Mewujudkan sistem pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal. (2) Meningkatkan dan memantapkan swasembada berkelanjutan. 16

30 (3) Menumbuhkembangkan ketahanan pangan dan gizi termasuk diversifikasi pangan. (4) Meningkatkan nilai tambah, daya saing, dan ekspor produk pertanian. (5) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka ditetapkan sasaran yang ingin dicapai Kementerian Pertanian selama tahun , sesuai Renstra Revisi Permentan Nomor 83.1/Permentan/RC.110/12/2011, tanggal 2 Desember 2011 sebagai berikut: (1) Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan a. Swasembada meliputi: produksi kedelai naik dari 1,30 juta ton biji kering (2010) menjadi 2,7 juta ton biji kering di tahun 2014 (rata-rata pertumbuhan 20,05% per tahun); produksi gula naik dari 2,29 juta ton (2010) menjadi 3,45 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 10,80% per tahun); produksi daging sapi naik dari 500 ribu ton karkas (2010) menjadi 660 ribu ton karkas di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 7,13% per tahun). b. Swasembada Berkelanjutan meliputi: produksi padi naik dari 66,47 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) pada tahun 2010 menjadi 76,57 juta ton GKG di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 3,56% per tahun) dan produksi jagung naik dari 19,80 juta ton (2010) menjadi 29,00 juta ton pipilan kering di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 10,02% per tahun). (2) Peningkatan Diversifikasi Pangan, meliputi: a. Konsumsi beras per kapita menurun sekurang-kurangnya 1,50% per tahun, dibarengi peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, buah-buahan, dan sayuran. b. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) naik dari 86,40 (2010) menjadi 93,30 (2014). (3) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor, meliputi: a. Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi, dan bahan olahan karet pada 2014 (pemberlakuan sertifikat wajib). b. Meningkatkan produk olahan yang diperdagangkan dari 20% (2010) menjadi 50% (2014). c. Pengembangan tepung-tepungan untuk mensubstitusi 20% gandum/terigu impor pada d. Memenuhi semua sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri (2014). e. Meningkatkan surplus neraca perdagangan US$24,30 miliar (2010) menjadi US$54,50 miliar (2014). (4) Peningkatan Kesejahteraan Petani, meliputi: a. Nilai Tukar Petani/NTP sebesar b. Rata-rata laju peningkatan pendapatan per kapita 11,10% per tahun. 17

31 2.1.4 Arah Kebijakan Kementerian Pertanian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang termasuk pertanian. Untuk itu arah kebijakan Kementerian Pertanian guna mencapai sasaran sesuai Visi dan Misi adalah: (1) Melanjutkan dan memantapkan kegiatan tahun sebelumnya yang terbukti sangat baik kinerja dan hasilnya, antara lain bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk, alsintan, Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), dan pola Sekolah Lapangan lainnya; (2) Melanjutkan dan memperkuat kegiatan yang berorientasi pemberdayaan masyarakat seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3), Sarjana Membangun Desa (SMD), Penggerak Membangun Desa (PMD), Pengembangan Desa Mandiri Pangan, Penguatan lembaga distribusi pangan masyarakat dan rekruitmen tenaga pendamping lapang guna mempercepat pertumbuhan industri pertanian di perdesaan; (3) Pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan gula konsumsi melalui peningkatan produksi yang berkelanjutan; (4) Pencapaian swasembada kedelai, daging sapi, dan gula industri; (5) Peningkatan produksi susu segar, buah lokal, dan produk-produk substitusi komoditas impor; (6) Peningkatan kualitas dan kuantitas public goods melalui perbaikan dan pengembangan infrastruktur pertanian seperti irigasi, embung, jalan desa, dan jalan usahatani; (7) Jaminan penguasaan lahan produktif; (8) Pembangunan sentra-sentra pupuk organik berbasis kelompok tani; (9) Penguatan kelembagaan perbenihan dan perbibitan nasional; (10) Pemberdayaan masyarakat petani miskin melalui bantuan sarana, pelatihan, dan pendampingan; (11) Penguatan akses petani terhadap IPTEK, pasar, dan permodalan bunga rendah; (12) Mendorong minat investasi pertanian dan kemitraan usaha melalui promosi yang intensif dan dukungan iklim usaha yang kondusif; (13) Pembangunan kawasan komoditas unggulan terpadu secara vertikal dan/atau horizontal dengan konsolidasi usahatani produktif berbasis lembaga ekonomi masyarakat yang berdaya saing tinggi di pasar lokal maupun internasional; (14) Pengembangan bio-energi berbasis bahan baku lokal terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat khususnya di perdesaan dan mensubstitusi BBM; (15) Pengembangan investasi pangan dan pembangunan lumbung pangan masyarakat untuk mengatasi rawan pangan dan stabilisasi harga di sentra produksi; (16) Peningkatan keseimbangan ekosistem dan pengendalian hama penyakit tumbuhan dan hewan secara terpadu; (17) Peningkatan perlindungan dan pendayagunaan plasma-nutfah nasional; (18) Penguatan sistem perkarantinaan pertanian; 18

32 (19) Penelitian dan pengembangan berbasis sumberdaya spesifik lokasi (kearifan lokal) dan sesuai agro-ekosistem setempat dengan teknologi unggul yang berorientasi kebutuhan petani; (20) Pengembangan industri hilir pertanian di perdesaan yang berbasis kelompok tani untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, membuka lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan keseimbangan ekonomi desa-kota; (21) Berperan aktif dalam melahirkan kebijakan makro yang berpihak kepada petani seperti perlindungan tarif dan non tarif perdagangan internasional, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi; (22) Peningkatan promosi citra petani dan pertanian guna menumbuhkan minat generasi muda menjadi wirausahawan agribisnis; dan (23) Peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang akuntabel dan good governance. Mulai tahun 2013 pembangunan pertanian diarahkan untuk fokus komoditas dan lokasi dengan pendekatan kawasan pertanian. Pendekatan kawasan ini disebut dengan cluster. Pendekatan cluster dibangun dengan mengembangkan kawasan yang sudah ada (existing) atau dapat pula mengembangkan kawasan baru. (1) Pola Pengembangan Kawasan yang Sudah Ada (existing). Pola ini ditujukan bagi kawasan pertanian yang sudah ada dan berkembang, untuk memperluas skala produksi, serta melengkapi/memperkuat simpul-simpul agribisnis yang belum berfungsi optimal. Luasan kawasan dapat bertambah sesuai dengan daya dukung wilayah. Kawasan yang telah mandiri diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi daerah sekitarnya (trickledown effect). (2) Pola Pengembangan Kawasan Baru. Pola ini ditujukan untuk kawasan komoditas unggulan pada wilayah baru/potensial yang belum dikembangkan. Ada dua pendekatan pengembangan kawasan, yaitu: (a) memperluas skala dan mengadakan kegiatan yang belum terlaksana, dan (b) membangun kawasan baru di kawasan potensial secara bertahap hingga mencapai skala minimum kawasan. Pengembangan cluster ini difokuskan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan dengan mengembangkan 40 komoditas strategis dan unggulan nasional, meliputi 30 komoditas pangan dan sepuluh komoditas non pangan secara terpadu dan multi-years. Jenis komoditas yang akan dikembangkan antara lain: (1) Tanaman pangan (7 komoditas), yaitu: padi, kedelai, jagung, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. (2) Hortikultura (10 komoditas), yaitu: cabai, bawang merah, kentang, mangga, pisang, jeruk, durian, manggis, rimpang (temulawak dan non temulawak), dan tanaman florikultura (krisan dan anggrek). (3) Perkebunan (15 komoditas), yaitu: kelapa sawit, kelapa, kakao, kopi, lada, jambu mete, teh, tebu, karet, kapas, tembakau, cengkeh, jarak pagar, nilam, dan kemiri sunan. 19

33 (4) Peternakan (7 komoditas), yaitu: sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing/domba, babi, ayam buras, dan itik. Dari 40 jenis komoditas tersebut, terdapat lima jenis komoditas strategis nasional yaitu padi, jagung, kedelai, tebu, dan daging sapi yang diharapkan dapat mencapai swasembada berkelanjutan untuk padi dan jagung, serta mencapai swasembada pada 2014 untuk kedelai, tebu, dan daging sapi. Komoditas cabai dan bawang merah juga mendapat perhatian guna menjamin kontinuitas pasokan bagi konsumen dan stabilisasi harga pasar. Fokus lokasi mencakup wilayah sentra produksi pangan dan komoditas unggulan lainnya. Kegiatan di dalam lokasi cluster bersifat pengutuhan kegiatan pada kondisi yang sudah ada (existing) dengan rancangan program/kegiatan disusun secara terpadu dan multi-years. Dalam hal ini, perlu dilakukan identifikasi potensi dan kebutuhan kegiatan, serta peluang bagi investor untuk berpartisipasi. Kegiatan swasta yang dapat dibangun antara lain mencakup usaha di bidang perbenihan yang teknologinya belum dikuasai petani, industri alat-mesin, industri pasca panen dan pengolahan, pemasaran, maupun usaha kemitraan dengan petani. Pengembangan cluster tersebut diantaranya guna mendukung Koridor Pengembangan Ekonomi Indonesia (KPEI). Sentra pertanian merupakan bagian dari kawasan yang memiliki ciri tertentu di mana di dalamnya terdapat kegiatan produksi suatu jenis produk pertanian unggulan. Disamping itu, sentra merupakan area yang lebih khusus untuk satu komoditas dalam kegiatan ekonomi yang telah membudaya yang ditunjang oleh prasarana dan sarana produksi untuk berkembangnya produk tersebut. Pada area sentra terdapat suatu kesatuan fungsional secara fisik lahan, geografis, agroklimat, infrastruktur, kelembagaan, serta SDM, yang berpotensi untuk berkembangnya suatu komoditas unggulan. Kawasan pertanian adalah gabungan dari sentra-sentra pertanian yang terkait secara fungsional baik dalam faktor sumber daya alam, sosial budaya, maupun infrastruktur, sedemikian rupa sehingga memenuhi batasan luasan minimal skala ekonomi dan efektivitas manajemen pembangunan wilayah. Kementerian Pertanian memfasilitasi pengembangan lima komoditas strategis nasional di kabupaten/kota di lokasi cluster melalui penyediaan sarana dan prasarana, kemudahan perijinan, pemanfaatan lahan, penyediaan data dan informasi, promosi, penganggaran dan lainnya. Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota mensinergikan kegiatannya untuk mendukung pengembangan cluster tersebut melalui dana APBD maupun sumber pembiayaan lainnya. Berdasarkan tingkat perkembangannya, proses pengembangan kawasan setidaknya dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu: (1) tahap inisiasi pada kawasan yang belum 20

34 berkembang; (2) tahap penumbuhan pada kawasan yang belum berkembang; (3) tahap pengembangan kawasan; (4) tahap pemantapan kawasan; dan (5) tahap integrasi antar kawasan. Jenis kegiatan pada masing-masing tahap berbeda-beda tergantung pada tingkat keterkaitan antar pertanian, kekuatan sub sistem agribisnis yang ada (hulu, produksi, hilir dan penunjang), maupun kualitas SDM dan aplikasi teknologi yang telah dilakukan Program dan Kegiatan Sesuai pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran (RPP) yang ditetapkan melalui Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan Nomor 0142/M.PPN/06/2009-SE 1848/MK/2009 tanggal 19 Juni 2009, setiap Eselon I mulai tahun 2011 mempunyai program, dengan nama program sesuai dengan basis kinerja Eselon I yang bersangkutan. Untuk itu Kementerian Pertanian telah menetapkan pelaksanaan 12 program untuk periode sebagai berikut: (1) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan; (2) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Hortikultura Berkelanjutan; (3) Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan; (4) Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal; (5) Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian; (6) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran, dan Ekspor Hasil Pertanian; (7) Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat; (8) Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing; (9) Pengembangan SDM Pertanian dan Kelembagaan Petani; (10) Peningkatan Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati; (11) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pertanian; dan (12) Dukungan Manajeman dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Pertanian. Program-program tersebut diimplementasikan ke dalam kegiatan kegiatan yang berada pada seluruh Eselon I lingkup Kementerian Pertanian Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2014 Kebijakan pembangunan pertanian tahun 2014 dirancang sebagai bagian dan keberlanjutan dan tahun terakhir dari implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Selain itu tentu saja kebijakan tersebut merupakan komponen dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2014, khususnya dalam menunjang salah satu prioritas pembangunan nasional, yaitu prioritas nomor lima berupa Peningkatan Ketahanan Pangan. Kebijakan tahun 2014 mempertimbangkan kinerja capaian tahun , kondisi yang 21

35 berkembang pada tahun 2013, dan antisipasi tantangan serta kebutuhan tahun 2014 dalam kerangka pembangunan jangka menengah. Kegiatan pembangunan pertanian 2014 diprioritaskan untuk mendanai kegiatan prioritas nasional, prioritas bidang, dan prioritas Kementerian sesuai yang tertuang dalam RKP 2014 dan Renstra Kementerian Pertanian tahun Sasaran empat target sukses sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Tahunan Kementerian Pertanian tahun 2014, adalah sebagai berikut: (1) Tercapaianya Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan a. Swasembada Berkelanjutan: (1) Produksi Padi: 76,57 juta ton GKG dan (2) Produksi Jagung: 20,82 juta ton. b. Swasembada: (1) Produksi Kedelai: 1,50 juta ton, (2) Produksi Gula 3,10 juta ton, dan (3) Produksi Daging Sapi: 0,53 juta ton. (2) Meningkatnya Diversifikasi Pangan: a. Penurunan Konsumsi Beras per kapita tiap tahun: 1,5% b. Skor Pola Pangan Harapan (PPH): 93,3 (3) Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor a. Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi, dan bahan olahan karet sebesar 90%; b. Meningkatnya produk olahan yang diekspor sebesar 63%; c. Meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu impor sebesar 11%; d. Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri cokelat dalam negeri sebesar 60%; e. Meningkatnya Surplus neraca perdagangan sebesar 23%. (4) Meningkatnya Kesejahteraan Petani a. Pertumbuhan pendapatan per kapita petani: 11,10% b. Nilai Tukar Petani (NTP): Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2014 Perjanjian Kinerja Tahun 2014 merupakan bagian dari dokumen yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian guna mewujudkan capaian strategis khususnya empat target sukses Kementerian Pertanian, yaitu: (1) Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan (swasembada kedelai, gula, dan daging sapi dan swasembada berkelanjutan padi dan jagung); 22

36 (2) Peningkatan Diversifikasi Pangan (persentase penurunan konsumsi beras per kapita tahun dan membaiknya Skor Pola Pangan Harapan/PPH); (3) Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor, meliputi: tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan karet; meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan; meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu; meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri; meningkatnya surplus neraca perdagangan; serta (4) Meningkatnya Kesejahteraan Petani (Nilai Tukar Petani/NTP dan pertumbuhan pendapatan per kapita). Pencapaian empat target sukses Kementerian Pertanian ini didukung melalui pelaksanaan 12 (dua belas) program pembangunan pertanian sesuai tugas fungsi Eselon I lingkup Kementerian Pertanian. Selanjutnya Perjanjian Kinerja Tahun 2014 ini dijabarkan lebih lanjut ke dalam Indikator Kinerja sebagai acuan penilaian kinerja masing-masing program berdasarkan kegiatan yang telah ditetapkan. Adapun Perjanjian Kinerja Tahun 2014 yang diulas secara lebih rinci dan mendalam adalah kegiatan-kegiatan yang menjadi sasaran Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Pertanian dalam menunjang capaian empat target sukses tersebut. Adapun dalam pelaksanaannya, Kementerian Pertanian pada pelaksanaan kegiatannya melaksanakan revisi Perjanjian Kinerja (PK) Kementerian Pertanian Tahun 2014 pada bulan Agustus 2014, dikarenakan: (1) adanya penghematan anggaran yang digunakan untuk subsidi BBM sehingga dalam pelaksanaan kegiatan di Kementerian Pertanian terjadi penyesuaian target. Adapun tabel perubahan/revisi Perjanjian Kinerja (PK) Kementerian Pertanian Tahun 2014 seperti pada Tabel 1. 23

37 Tabel 1. Perubahan Target Perjanjian Kinerja Kementerian Pertanian 2014 Karena Adanya Penyesuaian Anggaran pada APBN-P TA 2014 NO SASARAN STRATEGIS Tercapainya Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Meningkatnya Diversifikasi Pangan Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor INDIKATOR TARGET TARGET (AWAL)* (REVISI)** Swasembada Berkelanjutan 1. Produksi Padi 72,49 Jt Ton GKG 72,30 Jt Ton GKG 2. Produksi Jagung 19,11 Juta Ton 19,00 Juta Ton Swasembada 1. Produksi Kedelai 1,50 Juta Ton 1,00 Juta Ton 2. Produksi Gula 3,10 Juta Ton 2,79 Juta Ton 3. Produksi Daging Sapi 0,46 Juta Ton 0,46 Juta Ton 1. Penurunan Konsumsi Beras per kapita tiap tahun 1,50% 1,50% 2. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) 93,3 82,5 1. Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, Kakao fermentasi, dan Bahan olahan karet 90% 50% 2. Meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan 63% 35% 3. Meningkatnya Produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu impor 11% 11% 4. Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri cokelat dalam negeri 60% 10% 5. Surplus neraca perdagangan komoditas pertanian 23 US $ Miliar 23 Milyar USD 1. Pertumbuhan pendapatan per kapita petani 11,10% 11,10% 4. Meningkatnya Kesejahteraan Petani 2. Nilai Tukar Petani (NTP) Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014 Ket: Dokumen Perjanjian Kinerja (PK) Kementerian Pertanian Tahun 2014 disini adalah Dokumen Penetapan Kinerja yang ditandatangani oleh Menteri Pertanian sesuai dengan PermenPAN dan RB Nomor 29 Tahun * Ditetapkan Bulan Maret 2014 ** Ditetapkan Bulan Agustus 2014 Untuk indikator Skor Pola Pangan Harapan (PPH), hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X tahun 2012 merekomendasikan pencapaian target skor PPH sebesar 95 menjadi target capaian tahun 2025 yang sebelumnya (sesuai Perpres 22 tahun 2009), dijadikan sebagai target capaian tahun Oleh karena itu perlu dilakukan penghitungan ulang terhadap proyeksi konsumsi pangan dengan baseline data tahun 2013 (skor PPH sebesar 81,4). Dari hasil penghitungan ulang tersebut, didapatkan sasaran skor PPH tahun 2014 adalah 82,5. Untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan tersebut, Kementerian Pertanian melakukan berbagai program dan kegiatan. Ada program yang berfungsi sebagai program utama, dan ada program yang berfungsi sebagai pendukung. Rincian program dan kegiatan yang ditujukan untuk pencapaian target-target yang telah ditetapkan tersebut, adalah sebagai berikut: Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Swasembada Kedelai Pencapaian sasaran produksi kedelai dilaksanakan oleh Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada 24

38 Berkelanjutan yang berfungsi sebagai program utama dan Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian, Program Pengembangan Sumberdaya Manusia pertanian dan Kelembagaan Petani, Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing, dan Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran, dan Ekspor Hasil Pertanian yang berfungsi sebagai program pendukung. Tabel 2. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target produksi kedelai di tahun Tabel 2. Program dan Kegiatan pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Kedelai Tahun 2014 Indikator Kinerja Program Produksi Kedelai I. Program Utama 1,00 juta ton Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan II. Program Pendukung Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing Peningkatan Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian Sumber data: Kementerian Pertanian, Swasembada Gula Kegiatan * SL-PTT Kedelai Ha * Perluasan Areal Tanam Kedelai * Benih Subsidi ton * Perbanyakan Benih Sumber 186 ha * Pemberdayaan Penangkar ha * SL-PHT 49 unit * Bantuan Sarana Pascapanen 130 paket/unit - Paket Kedelai 61 unit - Power Threser Multiguna 69 unit * Optimasi Lahan * Penyediaan alsintan * Pembangunan UPPO * BLM PUAP * Penyaluran pupuk bersubsidi * Penyuluhan * Kelembagaan petani * Penciptaan varietas unggul * Teknologi budidaya tanaman pangan dan alsintan * Penyediaan benih sumber * Pengaturan lalu lintas media pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) * Pengembangan pengolahan hasil tanaman pangan Pencapaian sasaran produksi gula dilaksanakan oleh Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan yang berfungsi sebagai program utama dan Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian, Program Pengembangan Sumberdaya Manusia pertanian dan Kelembagaan Petani, Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing, Program Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati, dan Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian yang berfungsi sebagai program pendukung. 25

39 Tabel 3. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target produksi gula di tahun Tabel 3. Program dan Kegiatan pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Gula Tahun 2014 Indikator Kinerja Produksi Gula 2,79 juta ton Gula Kristal Putih (GKP) Program I. Program Utama Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan II. Program Pendukung Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing Peningkatan Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014 Kegiatan * Rawat Ratoon Ha * Bongkar Ratoon Ha * Perluasan Areal Tebu Ha * Pembangunan Kebun Bibit Datar (KBD) Ha * Penataan Varietas 39 Paket * Pemberdayaan Pekebunan dan Kelembagaan 26 Paket * Operasional TKP dan PL-TKP 455 Orang * Rekrutment TKP dan PL-TKP 12 Orang * Pengadaan Alat Putus Akar 94 Unit * Pengadaan Traktor 112 Unit * Pengadaan Alat Mesin Tebang 53 Unit * Pengadaan Alat Angkut Tebu 69 Unit * Pengadaan Cultivator 189 Unit * Pengadaan Pompa Air 190 Unit * Pengembangan Database Tebu Sistem Online 150 Unit * Peralatan Pendukung Database Tebu Sistem Online Unit * Fasilitasi Tim Pengawas Taksasi dan Rendemen 56 Paket * Pengawalan dan Monev Tebu 12 Paket * Perluasan areal tanam * Penyediaan alsintan * Penyuluhan * Kelembagaan petani * Penciptaan varietas unggul * Teknologi budidaya tanaman pangan dan alsintan * Pengaturan lalu lintas media pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) * Pengembangan pengolahan hasil perkebunan Swasembada Daging Sapi Pencapaian sasaran produksi daging sapi dilaksanakan oleh Program Swasembada Daging serta Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal yang berfungsi sebagai program utama dan Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian, Program Pengembangan Sumberdaya Manusia pertanian dan Kelembagaan Petani, Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing, Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian, dan Program Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati yang berfungsi sebagai program pendukung. Tabel 4. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target produksi daging sapi di tahun

40 Tabel 4. Program dan Kegiatan pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Daging Sapi Tahun 2014 Indikator Kinerja Produksi Daging Sapi 460 ribu ton Program I. Program Utama Pencapaian Swasembada Daging serta Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal II. Program Pendukung Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian Peningkatan Kualitas Penkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati Sumber data: Kementerian Pertanian, Swasembada Padi Berkelanjutan * Penguatan Sapi/Kerbau Betina Bunting 236 klp * Pembibitan Sapi Potong/kerbau 49 klp * Integrasi Tanaman-Ruminansia 131 klp * Pengembangan Hijauan Pakan Ternak 62 klp * Penanaman dan Pengembangan Tanaman Pakan Berkualitas stek * Peningkatan Kapasitas Petugas IB, PKB dan ATR 750 orang * Produksi semen beku dosis * Penyebaran Pejantan INKA 851 ekor * Pengembangan Indukan Sapi 300 ekor * Penguatan Kelembagaan Inseminasi Buatan (IB) 318 unit * Penanggulangan Gangguan Reproduksi Pada Sapi/Kerbau dan Penyakit Parasiter dosis * Penguatan Kelembagaan Kesehatan Hewan 39 unit * Fasilitasi RPH 16 unit * Fasilitasi Kios Daging 20 unit * perluasan areal peternakan Kegiatan * Penyuluhan * Kelembagaan petani * Penyebaran bibit sumber sapi Unggul PO * Penyebaran pejantan unggul sapi PO * Penyediaan benih sumber * Pengembangan pengolahan hasil peternakan * Pengaturan lalu lintas media pembawa Hama dan Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Pencapaian sasaran produksi padi dilaksanakan oleh Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan yang berfungsi sebagai program utama dan Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian, Program Pengembangan Sumberdaya Manusia pertanian dan Kelembagaan Petani, Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing, Program Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati, dan Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian yang berfungsi sebagai program pendukung. Tabel 5. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target produksi padi di tahun

41 Tabel 5. Program dan Kegiatan pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Padi Tahun 2014 Indikator Kinerja Produksi Padi 72,30 juta ton GKG Program Kegiatan I. Program Utama Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu * SL-PTT Padi ha Tanaman Pangan untuk Mencapai - Kawasan Pertumbuhan ha Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan - Kawasan Pengembangan ha - Kawasan Pemantapan ha * Benih Bersubsidi ton * Perbanyakan benih sumber 233 ha * Pemberdayaan penangkar ha * Bantuan sarana pascapanen 502 paket/unit * SL-PHT 848 unit * SL-Iklim 107 unit * Operasional Brigade Proteksi Tanaman 78 unit * Pengembangan Model Peramalan OPT 2 model * Penyebaran Informasi Peramalan OPT 26 informasi * Penerapan Peramalan OPT 28 provinsi * Pengembangan dan Validasi Metode Pengujian Mutu Benih 10 metode * Fasilitasi Penerapan Sistem Mutu 8 laboratorium * Pelaksanaan Uji Profisiensi 32 laboratorium II. Program Pendukung Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing Peningkatan Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian Sumber data: Kementerian Pertanian, Swasembada Jagung Berkelanjutan * Pengembangan metode System of Rice Intensification (SRI) * Optimasi lahan pertanian * Pencetakan areal sawah * Pembangunan UPPO * BLM PUAP * Pembangunan dan rehab jaringan irigasi * Penyediaan alsintan * Penyaluran pupuk bersubsidi * Penyuluhan * Kelembagaan petani * Penciptaan varietas unggul * Teknologi budidaya tanaman pangan dan alsintan * Penyediaan benih sumber * Pengaturan lalu lintas media pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) * Pengembangan pengolahan hasil tanaman pangan Pencapaian sasaran produksi jagung dilaksanakan oleh Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan yang berfungsi sebagai program utama dan Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian, Program Pengembangan Sumberdaya Manusia pertanian dan Kelembagaan Petani, Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing, Program Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati, dan Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian yang berfungsi sebagai program pendukung. Tabel 6. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target produksi jagung di tahun

42 Tabel 6. Program dan Kegiatan pada Indikator Kinerja Peningkatan Produksi Jagung Tahun 2014 Indikator Kinerja Produksi Jagung 19,00 Juta ton Program Kegiatan I. Program Utama Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu * SL-PTT Jagung Ha Tanaman Pangan untuk Mencapai - Kawasan Pertumbuhan Ha Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan - Kawasan Pengembangan Ha - Kawasan Pemantapan Ha * Benih Bersubsidi Ton * Perbanyakan Benih Sumber 97 Ha * SL-PHT57 Unit * Bantuan Sarana Pascapanen 343 Klpk II. Program Pendukung Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing Peningkatan Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian Sumber data: Kementerian Pertanian, Meningkatnya Diversifikasi Pangan * Penyaluran pupuk bersubsidi * Pembangunan UPPO * BLM PUAP * Pembangunan dan rehab jaringan irigasi * Penyuluhan * Kelembagaan petani * Penciptaan varietas unggul * Teknologi budidaya tanaman pangan dan alsintan * Penyediaan benih sumber * Pengaturan lalu lintas media pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) * Pengembangan pengolahan hasil tanaman pangan Pencapaian sasaran meningkatnya diversifikasi pangan dilaksanakan oleh Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat yang berfungsi sebagai program utama dan Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing yang berfungsi sebagai program pendukung. Tabel 7. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target meningkatnya diversifikasi pangan di tahun Tabel 7. Program dan Kegiatan pada Sasaran Strategis Meningkatnya Diversifikasi Pangan Tahun 2014 Indikator Kinerja Program Persentase I. Program Utama Penurunan Konsumsi Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Beras 1,5% Per Kapita Pangan Masyarakat Tiap Tahun Skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 82,5 II. Program Pendukung Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing I. Program Utama Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014 Kegiatan * Pemberdayaan kelompok wanita P2KP * Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) * Sosialisasi dan Promosi Penganekaragaman konsumsi pangan sejak usia dini pada SD/MI * Sosialisasi dan promosi ke masyarakat umum * Teknologi pengembangan beras artifisial fungsional lambat cerna * Peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam mengonsumsi pangan Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA) * Penyediaan sayuran dan buah, pangan hewani, kacangkacangan yang cukup dan terakses oleh seluruh keluarga 29

43 2.3.3 Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor Pencapaian sasaran meningkatnya nilai tambah, daya saing dan ekspor dilaksanakan oleh Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian yang berfungsi sebagai program utama dan Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing, Program Peningkatan Produksi, Produktvitas dan Mutu Produk Tanaman Hortikultura Berkelanjutan, Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan yang berfungsi sebagai program pendukung. Tabel 8. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target meningkatnya nilai tambah, daya saing dan ekspor di tahun Tabel 8. Program dan Kegiatan pada Sasaran Strategis Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor Tahun 2014 Indikator Kinerja Program Tersertifikasinya I. Program Utama semua produk Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya pertanian organik, Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor kakao fermentasi, Hasil Pertanian dan bahan olahan karet dengan sasaran 90% Meningkatnya produk olahan yang diekspor sebesar 63% Meningkatnya produksi tepungtepungan untuk mensubstitusi tepung gandum/terigu sebanyak 11% I. Program Utama Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian I. Program Utama Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian II. Program Pendukung Program Penelitian dan Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian Meningkatnya I. Program Utama sarana pengolahan Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya kakao fermentasi Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor bermutu untuk Hasil Pertanian industri coklat dalam negeri sebanyak 60% Meningkatnya surplus neraca perdagangan sebesar 23% I. Program Utama Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian II. Program Pendukung Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Hortikultura Berkelanjutan Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014 Kegiatan * Pembinaan dalam rangka sertifikasi pertanian organik * Penyelesaian regulasi pemberlakuan sertifikasi wajib kakao * Terverifikasinya Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah/OKKPD * Penerapan jaminan mutu kakao fermentasi * Pembentukan UPPB di provinsi sentra produksi karet * Pengembangan agroindustri perdesaan untuk semua subsektor * Peningkatan inovasi dan diseminasi teknologi pengolahan * Peningkatan efisiensi usaha pengolahan hasil pertanian * Peningkatan kemampuan SDM pengolah hasil pertanian * Pemberdayaan SDM pengolahan dan penguatan lembaga usaha pengolahan hasil di tingkat petani * Peningkatan kapasitas produksi UPH yang telah dibangun * Pembangunan UPH tepung/pabrik baru * Teknologi pembuatan tepung kentang dengan menggunakan basis pasta * Teknologi penyosohan dan penepungan tepung sorgum * Penanganan pasca panen dengan penekanan pada perlakuan fermentasi biji kakao * Penerapan sistem jaminan mutu, agar sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan yaitu SNI Biji Kakao * Pembentukan Unit Pengolahan dan Pemasaran Biji Kakao (UPPBK) di sentra produksi * Akselerasi ekspor, promosi dan diplomasi serta advokasi ke berbagai negara dan forum kerjasama internasional * Produksi buah dan sayuran untuk diekspor * Produksi komoditi perkebunan untuk diekspor 30

44 2.3.4 Peningkatan Kesejahteraan Petani Pencapaian sasaran meningkatnya kesejahteraan petani dilaksanakan oleh Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian yang berfungsi sebagai program utama dan Produktvitas dan Mutu Produk Tanaman Hortikultura Berkelanjutan dan Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan yang berfungsi sebagai program pendukung. Tabel 9. Menggambarkan rincian program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target meningkatnya kesejahteraan petani di tahun Tabel 9. Program dan Kegiatan pada Sasaran Strategis Peningkatan Kesejahteraan Petani Tahun 2014 Indikator Kinerja Program Pertumbuhan I. Program Utama pendapatan per Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya kapita sebesar 11,10% Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian II. Program Pendukung Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Hortikultura Berkelanjutan Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan Sumber data: Kementerian Pertanian, 2014 Kegiatan * Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) * Akses Petani dalam Pembiayaan * Penyaluran LM3 Kementerian Pertanian * produksi buah untuk diekspor (jeruk, mangga, manggis, durian, pisang, buah pohon dan perdu lainnya, buah semusim dan merambat, serta buah terna lainnya) * Ekspor komoditi Perkebunan seperti: kelapa sawit, kakao, karet, dan kopi 31

45 32

46 33

47 34

48 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN 3.1. Kriteria Ukuran Keberhasilan Pencapaian Sasaran Kriteria ukuran keberhasilan pencapaian sasaran tahun 2014 ditetapkan berdasarkan penilaian capaian melalui metode scoring, yaitu: (1) sangat berhasil (capaian >100%), (2) berhasil (capaian %), (3) cukup berhasil (capaian 60-<80%), dan (4) kurang berhasil (capaian <60%) terhadap sasaran yang telah ditetapkan Pencapaian Sasaran Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2014 Kementerian Pertanian secara formal telah menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai alat ukur keberhasilan Kementerian Pertanian sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 49/Permentan/OT.140/8/2012, dengan capaian sebagaimana Tabel 10 berikut. Tabel 10. Capaian Indikator Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2014 Sasaran Indikator Kinerja Target Realisasi % Capaian Tercapainya Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Meningkatnya Diversifikasi Pangan Meningkatnya Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor Meningkatnya Kesejahteraan Petani Swasembada: - Produksi Kedelai (juta ton) 1,00 0,92 92,10 - Produksi Gula (juta ton) 2,79 2,63 94,34 - Produksi Daging (ribu ton) ,43 Swasembada berkelanjutan: - Produksi Padi (juta ton GKG) 72,30 70,61 97,60 - Produksi Jagung (juta ton) 19,00 19,13 100,68 - Penurunan konsumsi beras per kapita tiap 1,50 0,10 6,67 tahun (%) - Skor Pola Pangan Harapan (PPH) 82,5 83,4 101,09 - Tersertifikasinya semua produk pertanian 50 71,87 143,74 organik, kakao fermentasi dan bahan olahan karet (%) - Meningkatnya produk olahan yang 35 8,86 25,31 diperdagangkan (%) - Meningkatnya produksi tepung-tepungan 11 3,10 28,18 untuk mensubstitusi gandum/terigu (%) - Meningkatnya sarana pengolahan kakao 10 33,33 333,33 fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri (%) - Surplus neraca perdagangan (US$ Miliar) 23 15,19 66,04 - Nilai Tukar Petani (NTP) ,37 97,61 - Pertumbuhan pendapatan per kapita 11,10 11,41 102,79 petani (%) Sumber data: PK dan Hasil Pengukuran Kinerja,

49 3.3. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Kementerian Pertanian Tahun Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Berdasarkan hasil pengukuran terhadap 5 (lima) indikator kinerja swasembada dan swasembada berkelanjutan dapat disimpulkan bahwa penilaian berhasil sebanyak 4 indikator dan sangat berhasil sebanyak 1 indikator dengan rincian analisis sebagai berikut. Tabel 11. Capaian Sasaran Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Tahun 2014 Sasaran Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % Capaian Tercapainya Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Swasembada: - Produksi Kedelai (juta ton) 1,00 0,92 92,10 - Produksi Gula (juta ton) 2,79 2,63 94,34 - Produksi Daging (ribu ton) ,43 Swasembada berkelanjutan: - Produksi Padi (juta ton GKG) 72,30 70,61 97,60 - Produksi Jagung (juta ton) 19,00 19,13 100,68 Sumber data: PK dan Hasil Pengukuran Kinerja, Produksi Kedelai Produksi kedelai tahun 2014 (berdasarkan Angka Ramalan II BPS-RI) mencapai 921 ribu ton biji kering. Bila dibandingkan dengan target 1,00 juta ton mencapai 92,10% (berhasil), bila dibandingkan dengan produksi tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 141 ribu ton (18,08%), dan apabila dibandingkan dengan rerata produksi mengalami peningkatan 60 ribu ton (6,97%). Keragaan capaian produksi kedelai dapat dilihat seperti Tabel 12. Tabel 12. Capaian Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Kedelai Tahun 2014 Uraian Rerata ATAP Target Realisasi % Capaian 2014 Thd Rerata ATAP 2013 Target % Selisih % Selisih % Selisih Produksi (000 Ton) , , ,10 (79) Luas Panen (000 Ha) , , ,79 (63) Produktivitas (Ku/Ha) 14,25 14,16 14,19 15,06 105,68 0,81 106,34 0,90 106,16 0,87 Sumber data: BPS data diolah, 2014 Peningkatan produksi kedelai disebabkan karena peningkatan luas panen sebesar 61 ribu ton (11,08%) dan peningkatan produktivitas sebesar 0,90 ku/ha (6,34%). Peningkatan produksi kedelai terjadi di sebagian besar provinsi, hanya tujuh provinsi yang mengalami sedikit penurunan. Beberapa faktor yang menghambat tercapainya target produksi kedelai tahun 2014 antara lain: a. Kondisi iklim yang relatif basah sepanjang tahun sehingga petani memilih menanam padi/jagung. 36

50 b. Rendahnya keuntungan usaha tani kedelai dibandingkan dengan komoditas lain sehingga petani enggan menanam kedelai. Ditambah lagi dengan tidak adanya jaminan harga/pemasaran hasil produksi, tidak ada tarif Bea Masuk (0%) untuk kedelai impor sehingga kedelai impor harganya relatif murah dibanding kedelai produksi dalam negeri. c. Terbatasnya lahan untuk perluasan areal tanam, hal ini disebabkan karena status lahan yang belum jelas sehingga tidak bisa dimanfaatkan untuk program perluasan areal tanam kedelai. d. Terbatasnya ketersediaan benih bersertifikat maupun benih di tingkat lapang. e. Terbatasnya akses petani terhadap sumber permodalan dan teknologi budidaya, dan resiko kegagalan usaha tani kedelai lebih besar karena lebih rentan terhadap serangan OPT. Perkembangan produksi kedelai selama periode tahun cenderung fluktuatif dengan trend pertumbuhan yang positif. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan produksi kedelai meningkat dari 907 ribu ton biji kering pada tahun 2010 menjadi 921 ribu ton biji kering pada tahun 2014 atau rata-rata tumbuh sebesar 0,88% per tahun. Selama periode tahun , produksi kedelai mengalami penurunan yang disebabkan karena menurunnya luas tanam dan luas panen yang cukup signifikan, dimana luas panen menurun dari 661 ribu ha tahun 2010 menjadi 551 ribu ha pada tahun Tetapi produktivitas kedelai meningkat dari 13,73 ku/ha tahun 2010 menjadi 15,06 ku/ha pada tahun Peningkatan produktivitas telah mampu mendorong trend pertumbuhan atau dapat mengimbangi dampak dari pengaruh penurunan luas tanam/panen. Perkembangan produksi, produktivitas, dan luas panen kedelai serta keragaan produksi kedelai nasional secara umum pada tahun dapat dilihat pada Tabel 13 dan Gambar 1 berikut. Tabel 13. Perkembangan Produksi, Produktivitas, Luas Panen Kedelai Tahun No Uraian Tahun *) 1 Target (000 ribu ton) Realisasi (000 ribu ton) % Capaian 69,77 54,57 84,32 52,00 92,13 Sumber Data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014 *) ARAM II 2014, BPS RI 37

51 Gambar 1. Produksi Kedelai di Indonesia selama Tahun *) Produksi Sumber Data: BPS *) ARAM II 2014, BPS RI Sementara itu bila dibandingkan dengan jumlah kebutuhan kedelai sebesar 2,235 juta ton, produksi kedelai tahun 2014 masih defisit sebesar juta ton biji kering atau baru mencapai indeks swasembada sebesar 2,43. Dan bila dibandingkan dengan tahun 2013 indeks swasembada turun sebesar 0,29. Menurunnya indeks tingkat swasembada kedelai dikarenakan produksi yag dihasilkan tidak dapat mencukupi kebutuhan dan kekurangan tersebut dipenuhi dari impor. Tabel 14. Neraca Produksi dan Kebutuhan Kedelai Tahun 2014 Uraian Produksi Kedelai (Ton Biji Kering) Kebutuhan (Ton Biji Kering) Surplus/Defisit (Ton Biji Kering) ( ) ( ) Indeks Swasembada 2,71 2,43 Keterangan: Produksi kedelai tahun 2013 = ATAP, tahun 2014 = ARAM II BPS-RI Jumlah penduduk tahun 2013 = juta jiwa, tahun 2014 = juta jiwa= BKP-Kementan Kementerian Pertanian telah mengalokasikan berbagai kegiatan untuk mendukung peningkatan produksi kedelai tahun 2014, antara lain: SL-PTT Kedelai terealisasi Ha (80,24% dari target Ha), Perluasan Areal Tanam (PAT) Kedelai terealisasi ha (82,29% dari target ha), Pemberdayaan Penangkar terealisasi Ha (69,65% dari target seluas Ha). Kegiatan-kegiatan yang mendukung Swasembada Kedelai seperti Tabel 15 berikut. 38

52 Tabel 15. Kegiatan Mendukung Pencapaian Target Swasembada Kedelai Tahun 2014 No Kegiatan Target Realisasi % Capaian 1. Perluasan Areal Tanam (PAT) Kedelai (Ha) ,52 2. SL-PTT Kedelai (Ha) ,38 3. Benih Subsidi (Ton) ,52 4. Perbanyakan Benih Sumber (Ha) ,16 5. Pemberdayaan Penangkar (Ha) ,65 6. SL-PHT (unit) ,96 7. Bantuan Sarana Pascapanen (paket) ,69 - Paket Kedelai (paket/unit) ,77 - Power Threser Multiguna (unit) ,16 8. Operasional Brigade Proteksi Tanaman (unit) ,18 9. Operasional Petugas POPT-PHP/THL-POPT-PHP (OB) , Pengembangan Model Peramalan OPT (model) , Penyebaran Informasi Peramalan (informasi) , Penerapan Peramalan OPT (Provinsi) , Pengembangan dan Validasi Metode Pengujian Mutu Benih (metode) , Fasilitasi Penerapan Sistem Mutu (lab) , Pelaksanaan Uji Profisiensi (lab) ,38 Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014 Ket: Pilihan paket kedelai terdiri dari power threser, terpal, pedal threser, flat bed dryer, separator kedelai Untuk mendukung upaya pencapaian swasembada kedelai nasional, Kementerian Pertanian pada tahun 2014 telah mengalokasikan anggaran sebesar senilai Rp ,00 dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai Rp ,00 atau secara persentase sebesar 88,22%. Anggaran tersebut terutama untuk membiayai pelaksanaan kegiatan SL-PTT dan PAT kedelai serta pendukungnya (gerakan tanam serempak, gerakan penguatan pengembangan kawasan kedelai, penyimpanan benih kedelai, pembinaan, dan pengawalan). Selain itu pencapaian indikator produksi kedelai juga didukung kegiatan lain seperti bantuan sarana pascapanen, perbanyakan benih, pemberdayaan penangkar, dan SL- PHT Produksi Gula Produksi gula pada tahun 2014 berdasarkan angka sementara (ASEM) mencapai 2,632 juta ton gula hablur atau 94,34% (berhasil) dari target 2014 sebesar 2,790 juta ton, dengan realisasi luas areal panen Ha, produktivitas tebu 70,60 ton/ha batang tebu atau 5,561 ton/ha gula hablur, dan produksi batang tebu sebesar ton dengan rendemen 7,80% serta realisasi produksi molasess ton. Jika dibandingkan dengan produksi gula tahun 2013 sebesar 2,551 juta ton hablur, maka produksi gula tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 3,18% atau sebesar ton hablur. Demikian juga dengan capaian produktivitas pada tahun 2013 sebesar Kg/Ha meningkat menjadi Kg/Ha pada tahun 2014 (meningkat sebesar 1,72%). Capaian luas areal tebu yang dibandingkan antara realisasi tahun 2013 seluas dengan realisasi tahun 2014 seluas Ha juga mengalami peningkatan 1,94% atau 39

53 seluas Ha. Pencapaian produksi gula tahun lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 16 berikut. Tabel 16. Pencapaian Sasaran Swasembada Gula Tahun 2014 No. Uraian /2013 Realisasi Target Realisasi*) % % 1 Areal Tebu Giling (Ha) ,8 101,84 2 Produksi tebu (Ton) ,84 94,97 3 Produktivitas tebu (Ton/Ha) 75, ,6 88,25 93,25 4 Rendemen (%) 7,18 7,75 7,80 100,9 108,66 5 Produksi hablur (Ton) ,35 103,18 6 Produktivitas hablur (Ton/Ha) 5,47 6,8 5,56 81,76 101,65 7 Produksi Molasess (Ton) ,81 92,95 Sumber data: Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, 2014 Ket: *) Angka Sementara Beberapa hal yang menyebabkan tidak tercapainya target produksi gula pada tahun 2014 antara lain: (1) Terjadinya konversi lahan tebu ke non tebu; (2) Ketersediaan benih tebu bermutu yang masih kurang sesuai dengan kebutuhan petani baik dari segi jumlah, waktu, maupun ketepatan varietas; (3) Teknik budidaya usahatani tebu yang masih belum sepenuhnya baik dalam rangka menghasilkan tebu yang manis, bersih, dan segar (MBS); dan (4) Proses penggilingan tebu petani yang sebagian beralih dari gula kristal putih menjadi gula merah dikarenakan cukup tingginya harga gula merah. Selain itu kondisi sebagian besar mesin pabrik gula sudah tua yang berdampak pada rendahnya rendemen tebu dan kurang efisien. Salah satu hal penting yang perlu diprioritaskan pada masa mendatang adalah dukungan penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan produktivitas tebu dan rendemen gula. Tiga komponen teknologi telah diidentifikasi sebagai faktor penentu produksi gula, yaitu penggunaan varietas unggul, penataan varietas, pemupukan, disertai penerapan teknologi budidaya lainnya, yang pelaksanaannya dilakukan secara bersamaan pada saat pelaksanaan bongkar ratoon. Penerapan paket teknologi tersebut diproyeksi dapat meningkatkan produktivitas 20-45% dari produktivitas eksisting dan meningkatkan rendemen menjadi ratarata 8,5-9%. Pada umumnya produksi tebu selama 5 tahun ( ) mengalami kenaikan yang cukup signifikan dengan laju pertumbuhan produksi rata-rata sebesar 4,64% per tahun dari 2,214 juta ton pada tahun 2010 menjadi 2,632 juta ton pada tahun Hal ini didukung dengan meningkatnya laju pertumbuhan areal tebu sebesar 1,30% dan produktivitas tebu sebesar 1,43%. Secara rinci capaian indikator produksi gula selama periode dapat dilihat pada Tabel

54 Tabel 17. Laju Pertumbuhan Komoditi Tebu dari tahun KOMODITI TEBU Laju No URAIAN Pertumb *) Per thn (%) 1 Areal Tebu (Ha) ,30 2 Produksi hablur (Ton) ,64 3 Produktivitas hablur (Kg/Ha) ,43 Sumber data: Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, 2014 Ket: *) Angka Sementara Keragaan produksi gula di Indonesia selama tahun disajikan pada Tabel 18 dan Gambar 2 berikut. Tabel 18. Produksi Gula di Indonesia selama Tahun No. Tahun Sasaran Capaian Produksi % terhadap Sasaran (juta ton) (juta ton) ,996 2,214 73, ,700 2,228 82, ,544 2, , ,817 2,551 90, * 2,790 2,632 94,34 Sumber data: Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, 2014 Ket: *) Angka Sementara Gambar 2. Produksi Gula di Indonesia selama Tahun Sumber data: Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian * ) Angka Sementara, Kementerian Pertanian 2014 Untuk mencapai swasembada gula sejak tahun 2012 telah dilaksanakan peningkatan produksi gula melalui pembangunan kebun bibit datar tebu/kultur jaringan, perluasan areal, pemberdayaan petani, bantuan alat pengairan, pengadaan traktor dan implemen, pemanfaatan dana bergulir dan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) yang didukung dengan penyediaan Tenaga Kontrak Pendamping (TKP) dan Petugas Lapang Pembantu-TKP (TKP/PLP-TKP). Upaya tersebut berhasil mengangkat produksi gula tahun 2012 menjadi 2,592 juta ton atau 101,89% dari target produksi 2,544 juta ton atau meningkat 16,34% dibandingkan 41

55 tahun 2011 yang besarnya 2,268 juta ton. Capaian produksi tahun 2012 dihasilkan dari areal panen tebu seluas ha dengan produktivitas tebu 72,10 ton/ha dan rendemen 8,13% serta produktivitas gula/hablur 5,90 ton/ha. Sedangkan produksi gula tahun 2013 mengalami sedikit penurunan menjadi 2,551 juta ton atau 90,56% dari target produksi 2,817 juta ton atau menurun 1,58% dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 2,592 juta ton. Capaian produksi tahun 2013 dihasilkan dari areal panen tebu seluas ha dengan produktivitas tebu 75,71 ton/ha dengan rendemen 7,18% dan produktivitas gula/hablur 5,47 ton/ha. Tabel 19. Kegiatan-Kegiatan Tahun 2013 yang turut Mendukung Pencapaian Produksi Gula Tahun 2014 No Kegiatan Target Realisasi % Capaian 1. Perluasan Areal Tebu (Ha) ,26 2. Penataan Varietas (Paket) ,77 3. Bongkar Ratoon (Ha) ,93 4. Operasional TKP dan PL-TKP (Orang) ,86 5. Persiapan, Pengawalan, Pendampingan dan ,00 Administrasi Monev (Paket) 6. Pemberdayaan Pekebunan dan Kelembagaan (Paket) ,00 7. Pengadaan Traktor (Unit) ,00 8. Pengadaan Alat Tebang (Paket) ,00 9. Sensus Lahan Tebu Online (Paket) ,00 Sumber data: Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, 2014 Sasaran swasembada gula pada tahun 2014 merupakan bagian dari target yang telah dituangkan dalam Roadmap Swasembada Gula Tahun yang bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan gula dalam negeri, baik konsumsi langsung rumah tangga maupun industri sekaligus mengurangi defisit neraca perdagangan gula nasional. Adapun kegiatankegiatan yang dilakukan untuk pencapaian sasaran produksi gula tahun 2014 dapat berasal dari kegiatan yang dilakukan pada tahun 2013 (Tabel 19) dan kegiatan yang dilakukan 2014 (Tabel 20). Gambar 3. Pertanaman Tebu dan Panen Tebu oleh Menteri Pertanian Suswono 42

56 Tabel 20. Kegiatan-Kegiatan Pencapaian Produksi Gula yang dilakukan Tahun 2014 % No Kegiatan Target Realisasi Capaian 1. Rawat Ratoon (Ha) ,42 2. Bongkar Ratoon (Ha) ,55 3. Perluasan Areal Tebu (Ha) ,26 4. Pembangunan Kebun Bibit Datar (KBD), (Ha) ,77 5. Penataan Varietas (Paket) ,00 6. Pemberdayaan Pekebunan dan Kelembagaan (Paket) ,77 7. Operasional TKP dan PL-TKP (Orang) ,00 8. Rekrutment TKP dan PL-TKP (Orang) ,00 9. Pengadaan Alat Putus Akar (Unit) , Pengadaan Traktor (Unit) , Pengadaan Alat Mesin Tebang (Unit) , Pengadaan Alat Angkut Tebu (Unit) , Pengadaan Cultivator (Unit) , Pengadaan Pompa Air (Unit) , Pengembangan Database Tebu Sistem Online (Unit) , Peralatan Pendukung Database Tebu Sistem Online (Unit) , Fasilitasi Tim Pengawas Taksasi dan Rendemen (Paket) , Pengawalan dan Monev Tebu (Paket) ,00 Sumber data: Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, 2014 Dalam pelaksanaannya indikator pengembangan tanaman tebu untuk mendukung swasembada gula nasional pada Tahun 2014 dialokasikan anggaran senilai Rp ,00. dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai Rp ,00 atau capaiannya sebesar 80,31%. Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan tebu yang menyebabkan tidak tercapainya target kegiatan tahun 2014 dalam peningkatan produksi gula antara lain: (1) Kesulitan dalam penetapan CP/CL dan lahan petani yang masih berubah-rubah yang dikarenakan persyaratan teknis dan administrasi dari petani tidak lengkap; (2) Keterbatasan benih tebu untuk bongkar ratoon dan perluasan areal dikarenakan kurang profesionalnya penyedia benih dalam penyelenggara pembangunan KBD dan kurang koordinasinya penyedia benih dengan penangkar; (3) Mundurnya jadwal tanam akibat keterlambatan pembangunan KBD tebu; dan (4) Sebagian daerah dalam pengadaan alsintan dan pupuk juga mengalami keterlambatan karena proses lelang mengalami keterlambatan Produksi Daging Sapi Pada tahun 2014 produksi daging sapi (termasuk kerbau) dalam bentuk karkas sebesar 460,53 ribu ton atau setara dengan 368,43 ribu ton meat yield (angka sementara) atau capaiannya 43

57 sebesar 80,43% dibanding sasarannya sebesar 460 ribu ton (berhasil). Produksi meat yield tahun 2014 jika dibandingkan dengan konsumsinya pada tahun yang sama sebesar 416,07 ribu ton, maka telah tercapai 88,55%. Capaian ini telah mendekati target swasembada daging sapi sebesar 90,3% yang diharapkan dapat direalisasi pada tahun Selain itu, apabila produksi meat yield tahun 2014 dibandingkan dengan capaian pada tahun 2013 sebesar 343,87 ribu ton maka terjadi peningkatan sebesar 24,56 ribu ton (7,14%). Belum tercapainya target produksi daging pada tahun 2014 disebabkan antara lain: (1) perubahan kebijakan pemasukan sapi dan daging sapi yang sebelumnya berdasarkan jumlah alokasi sapi dan daging sapi yang dibutuhkan menjadi referensi harga; (2) sebaran ternak sapi dan kerbau yang sebagian besar di Pulau Jawa, dan Jumlah peternak rakyat yang 98% masih dengan skala usaha kepemilikan ternak 2-3 ekor; (3) Peran pemerintah daerah dalam tata niaga sapi dan daging sapi masih rendah, dalam hal Pengelolaan RPH yang belum optimal dimana masih dipandang sebagai sumber pendapatan belum sebagai sarana perbaikan manajemen dalam penyediaan daging sapi yang ASUH; (4) belum sinkronnya kebijakan terkait distribusi sapi antar pulau; dan (5) infrastruktur yang belum memadai dalam sistem bongkar muat ternak sapi dan kerbau di pelabuhan. Upaya peningkatan produksi daging domestik melalui Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) dimulai tahun 2010 dengan diterbitkan Blueprint PSDSK Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau 2011 (PSPK2011) yang dilakukan BPS, angka populasi sapi dan kerbau jauh lebih tinggi dibandingkan angka sasaran Blueprint sebelumnya. Sehingga hasil pendataan tersebut dijadikan dasar untuk menghitung kembali kemampuan supply lokal yang dituangkan dalam Blueprint PSDSK 2014 edisi revisi. Dalam supply demand daging sapi/kerbau yang dituangkan pada Blueprint edisi revisi tersebut terjadi pengurangan porsi impor sapi dan daging sapi secara bertahap yang mulai diberlakukan pada tahun 2012, yaitu dari 19,5% menjadi 17,5% (lokal 82,5%), tahun 2013 dari 14,7% menjadi 13,8% (lokal 86,2%) dan tahun 2014 dari 10% menjadi 9,7% (lokal 90,3%). Berdasarkan hasil evaluasi program swasembada daging sapi (dengan mencermati kemampuan daging sapi/kerbau lokal dalam memenuhi konsumsinya yang dilakukan pada akhir tahun 2014), menunjukkan bahwa kontribusi daging sapi/kerbau lokal dalam memenuhi konsumsinya semakin meningkat, yaitu sebesar 85,3% (2012); 87,2% (2013); dan 88,5% (2014), seperti digambarkan pada Tabel 21 berikut. 44

58 Tabel 21. Perkembangan Produksi, Konsumsi Daging Sapi Periode Sumber Data: 1. BPS, Badan Ketahanan Pangan, Ditjen PKH, Barantan, 2014 Ket: *)Angka Sementara 2014 Bersamaan dengan diturunkannya porsi impor, masyarakat dihadapkan pada peningkatan harga daging sapi/kerbau, yang kemudian memunculkan isu bahwa penyebabnya adalah berkurangnya pasokan lokal. Pada tahun 2010, harga per kilogram daging sapi sebesar Rp67,82 ribu naik menjadi Rp69,70 ribu (2011), dan terus meningkat menjadi Rp76,91 ribu (2012). Kondisi tersebut dijadikan sebagai salah satu dasar perubahan kebijakan impor sapi dan daging sapi dari sebelumnya berbasis kebutuhan (azas supply demand) menjadi berbasis harga referensi. Harga per kilogram daging sapi pada saat itu dipatok sebesar Rp. 76 ribu (Permendag No. 46/M-DAG/PER/8/2013 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan serta Produk Hewan, tanggal 30 Agustus 2013, pasal 14). Meskipun dalam Permendag tersebut dibuka peluang untuk meninjau besaran harga referensi, namun tidak pernah diterbitkan aturan perubahannya. Sehingga sejak itu, sapi dan daging sapi impor membanjiri pasar yang ditunjukkan oleh persentase total penyediaan daging terhadap konsumsi yang terus meningkat yang didominasi oleh impor. Jika pada tahun 2011 total persentase penyediaan sebesar 103,71% naik signifikan menjadi 139,66% pada tahun 2014, dan persentase (sapi dan daging sapi impor) juga meningkat signifikan, dari 36,94% (2011) menjadi 51,11% pada tahun Sementara di sisi lain, dengan memperbandingkan penyediaan daging sapi/kerbau lokal terhadap pemenuhan konsumsinya, maka kemampuan supply daging sapi lokal meningkat sangat signifikan. Jika pada tahun 2011 kemampuan supply memenuhi konsumsi sebesar 66,77%, secara berturut-turut naik menjadi 85,43% (2012); 87,92% (2013); dan 88,55% (2014). Hal 45

59 ini kemungkinan disebabkan oleh semakin turunnya konsumsi per kapita daging sapi/kerbau. Berdasarkan data dari Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (2014) dinyatakan bahwa konsumsi per kapita per tahun daging sapi pada periode 2011 sampai dengan 2014 turun signifikan, yaitu masing-masing kg/kapita/tahun (2011) menjadi kg/kapita/tahun (2012); turun lagi menjadi kg/kapita/tahun (2013) dan semakin turun menjadi 1.65 kg/kapita/tahun (angka sementara, 2014) seperti ditunjukkan oleh Tabel 22 tentang Perkembangan Harga Komoditas Peternakan Tahun Tabel 22. Perkembangan Harga Komoditas Peternakan Tahun Sumber: Kemendag, 2014 Turunnya konsumsi daging sapi/kerbau bukan berarti menurunnya asupan protein hewani asal ternak, karena kebutuhannya disubstitusi oleh daging unggas, sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 1 Tingkat Partisipasi Konsumsi Daging Penduduk Indonesia Tahun Jika pada tahun 2008 partisipasi konsumsi daging sapi/kerbau 16,18% dan daging unggas 57,67%, maka pada tahun 2013 turun menjadi 15,25% (daging sapi/kerbau) dan sebaliknya naik menjadi 65,46% (daging unggas). 46

60 Grafik 1. Tingkat Partisipasi Konsumsi Daging Penduduk Indonesia Tahun Sumber data: Litbang Peternakan Kementerian Pertanian, 2013 Mengingat data empiris menunjukkan bahwa konsumen daging sapi/kerbau terbesar di Jabodetabek, sehingga apabila kebutuhan daging sapi/kerbau di wilayah tersebut dapat dipenuhi, maka bagian terbesar dari persoalan pemenuhan kebutuhan daging sapi/kerbau dapat diatasi. Hal ini tentu berkaitan erat dengan berjalannya sistem tata niaga daging sapi/kerbau dari hulu hingga hilir, sebagaimana hasil kajian Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2012, yang secara umum menyatakan pentingnya peran Kementerian/Lembaga lain mendukung terwujudnya Swasembada Daging Sapi/Kerbau. Meskipun demikian, upaya peningkatan produksi daging sapi lokal oleh Kementerian Pertanian, secara khusus terus dilakukan melalui 14 kegiatan yang dicakup dalam Program Pencapaian Swasembada Daging serta Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal, yaitu: (1) Penguatan Sapi/Kerbau Betina Bunting sebanyak 236 kelompok; (2) Pembibitan Sapi Potong/kerbau sebanyak 49 kelompok; (3) Integrasi Tanaman- Ruminansia sebanyak 131 Kelompok; (4) Pengembangan Hijauan Pakan Ternak sebanyak 62 kelompok; (5) Penanaman dan Pengembangan Tanaman Pakan Berkualitas sebanyak stek; (6) Peningkatan Kapasitas Petugas Inseminasi Buatan (IB), Petugas Pemeriksa Kebuntingan (PKB) dan Asistensi Teknis Reproduksi (ATR) sebanyak 750 orang; (7) Produksi semen beku sebanyak 4,81 juta dosis; (8) Pengadaan Pejantan Inseminasi Kawin Alam (INKA) sebanyak 851 ekor; (9) Pengembangan Indukan Sapi sebanyak 300 ekor; (10) Penguatan Kelembagaan Inseminasi Buatan (IB) sebanyak 318 Unit; (11) Penanggulangan Gangguan Reproduksi pada Sapi/Kerbau dan Penyakit Parasiter sebanyak dosis; (12) Penguatan Kelembagaan Keswan sebanyak 39 Unit; (13) Fasilitasi RPH sebanyak 16 Unit; dan (14) Fasilitasi 47

61 Kios Daging sebanyak 20 Unit. Kegiatan-kegiatan yang mendukung pencapaian sasaran Swasembada Daging Sapi dan kerbau yang dilaksanakan pada kurun waktu tahun , seperti pada Tabel 23. Tabel 23. Kegiatan-kegiatan Tahun dalam rangka Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Kerbau 2014 No Kegiatan Target Realisasi % 1 Penguatan Sapi/Kerbau ,65 Betina Bunting (Klp) 2 Pembibitan Sapi ,00 Potong/kerbau (Klp) 3 Integrasi Tanaman ,32 Ruminansia (Klp) 4 Pengembangan Hijauan ,00 Pakan Ternak (Klp) 5 Penanaman dan ,63 Pengembangan Tanaman Pakan Berkualitas (Stek) 6 Peningkatan Kapasitas ,68 Petugas IB, PKB dan ATR (orang) 7 Produksi semen beku (dosis) 5 juta 5,3 juta 4,16 juta 5,19 juta 4,8 juta 4,81 juta 100,21 8 Penyebaran Pejantan INKA ,22 (ekor) 9 Pengembangan Indukan ,00 Sapi (ekor) 10 Penguatan Kelembagaan ,30 Inseminasi Buatan/IB (unit) 11 Penanggulangan ,42 Gangguan Reproduksi Pada Sapi/Kerbau dan Penyakit Parasiter (dosis) 12 Penguatan Kelembagaan ,50 Kesehatan Hewan (unit) 13 Fasilitasi RPH (unit) ,57 14 Fasilitasi Kios Daging (unit) ,05 Sumber data: Ditjen PKH, Kementerian Pertanian, Dari tabel 22 tampak bahwa secara umum realisasi fasilitasi APBN PKH tahun 2014 melalui kegiatan pendukung pencapaian PSDSK 2014 lebih dari 80%, kecuali fasilitasi Rumah Potong Hewan (RPH) dan kios daging yang capaiannya sebesar 69,57% dan 54,05%, yang disebabkan adanya kebijakan penghematan anggaran. Selain itu, produksi daging komoditas peternakan lainnya pada tahun 2014 cukup menggembirakan. Dengan total produksi daging nasional Tahun 2014 sebesar 2,98 juta ton, kontribusi terbesar berasal dari ayam ras sebesar 1,60 juta ton atau 53,8%; diikuti oleh daging 48

62 ayam buras sebesar 0,33 juta ton atau 11,13%; dan daging kambing/domba 0,11 juta ton atau 3,7%. Hal itu menjadi sumber alternatif dan substitusi untuk memenuhi kebutuhan sumber protein hewani di luar daging sapi/kerbau. Selain itu, produksi daging babi juga memberikan kontribusi produksi daging sebesar 10,43% atau 0,31 juta ton sehingga juga memberikan alternatif pilihan bagi yang mengkonsumsinya atau untuk diekspor. Beberapa upaya yang ditempuh pada tahun 2015 untuk meningkatkan produksi daging sapi/kerbau lokal antara lain adalah: (1) Gertak Birahi dan Inseminasi Buatan (GBIB); (2) Bantuan Pakan Sapi Potong Penggemukan; (3) Kegiatan Penambahan Indukan Sapi; (4) Meningkatkan fasilitasi pembiayaan yang memadai untuk menjamin dan meningkatkan skala usaha bagi peternak kecil; (5) Mendorong munculnya regulasi di daerah agar swasta dan BUMN berperan dalam pembangunan peternakan, misalnya, keharusan beternak di lahan sawit dan reklamasi lahan eks tambang menjadi padang penggembalaan; (6) Pembangunan sarana prasarana bongkar muat dan transportasi ternak ternak segera diwujudkan oleh Kementerian Perhubungan; (7) Penyusunan regulasi dan kebijakan terkait tata niaga daging sapi; (8) Mendorong komitmen pemda dalam menambah jumlah dan kompetensi petugas di RPH seperti pengawas penerapan kesejahteraan hewan, juru sembelih halal, meat inspector, keurmaster, dan butcher; dan (9) Peningkatan manajemen RPH melalui kerjasama RPH dengan BUMN, SMD Feedlot, asosiasi jagal atau RPH. Dalam pelaksanaannya indikator Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau (PSDS/K) pada Tahun 2014 dialokasikan anggaran senilai Rp1,04 triliun, namun terjadi penghematan menjadi Rp1,04 triliun dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai Rp0,91 triliun atau capaiannya sebesar 87,50% Produksi Padi Produksi padi tahun 2014 (berdasarkan Angka Ramalan II BPS-RI) mencapai 70,607 juta ton GKG. Bila dibandingkan dengan target tahun 2014 sebesar 72,340 juta ton, maka capaiannya sebesar 97,60% (berhasil). Keberhasilan tersebut didukung oleh pencapaian luas panen sebesar 13,768 juta ha atau 98,64% terhadap target 13,958 juta ha, dan produktivitas 51,28 ku/ha atau 98,94% terhadap target 51,83 ku/ha. Dan apabila dibandingkan dengan rerata mengalami peningkatan 1,973 juta ton (2,87%). Capaian produksi padi pada tahun dapat dilihat pada Tabel

63 Tabel 24. Capaian Produksi Padi Tahun Uraian Rerata ATAP Target Realisasi % Capaian 2014 Thd Rerata ATAP Target % Selisih % Selisih % Selisih Produksi (000 Ton) , ,06 (672) 97,60 (1.733) Luas Panen ( , ,52 (67) 98,64 (190) Ha) Produktivitas 50,86 51,52 51,83 51,28 100,83 0,42 99,54 (0,24) 98,94 (0,55) (Ku/Ha) Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014 Namun demikian, bila dibandingkan dengan produksi tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 672 ribu ton (0,94%). Hal ini disebabkan oleh penurunan luas panen dan produktivitas (hasil/ha). Luas panen padi menurun sebesar 67 ribu ha (0,48%) akibat penurunan luas tanam. Penurunan luas panen yang tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Barat ( ha), Jawa Tengah ( ha), Aceh ( ha), Sumut ( ha), dan Riau ( ha). Faktor penyebab terjadinya penurunan luas panen antara lain adalah: 1) terjadinya banjir di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah pada subround I (Januari-Februari), 2) kekeringan di Provinsi Aceh dan Sumut, 3) konversi lahan sawah yang cukup tinggi di Provinsi Riau, 4) mundurnya waktu tanam di beberapa provinsi, 5) kerusakan jaringan irigasi, serta 6) puso akibat banjir dan kekeringan meningkat dari ha (tahun 2013) menjadi ha (tahun 2014). Produktivitas padi tahun 2014 sebesar 51,28 Ku/Ha, terjadi penurunan 0,24 ku/ha atau 0,46% dari tahun 2013 sebesar 51,52 Ku/Ha dan lebih rendah 0,55 Ku/Ha atau 1,06% dari target tahun 2014 sebesar 51,38 ku/ha. Belum optimalnya peningkatan produktivitas disebabkan oleh penurunan tingkat penggunaan benih unggul bermutu/bersertifikat menjadi 40,27% dibanding tahun 2013 (46,63%), penggunaan pupuk kurang optimal dan belum sesuai rekomendasi, realisasi penyaluran pupuk bersubsidi yang belum sesuai target, meningkatnya luas pertanaman yang terkena kekeringan ringan sampai dengan berat seluas ha (tahun 2013 seluas ha), belum maksimalnya realisasi kegiatan APBN pendukung (SL-PTT, penyaluran benih bersubsidi), dan belum tercapainya sasaran susut hasil target tahun 2014 (0,390%) yang hanya terealisasi 0,090% serta rendahnya realisasi kegiatan lainnya. Dari Neraca Produksi Padi pada tahun 2014 terlihat bahwa pada tahun 2014 terjadi surplus produksiberas sebesar 9,461 juta ton dengan tingkat konsumsi 124,89 kg/kapita/tahun. Meskipun surplus, namun masih terjadi impor beras dalam jumlah yang relatif kecil dalam rangka memenuhi keperluan Cadangan Beras Pemerintah (CBP), stabilisasi harga, dan harga gabah/beras di tingkat petani yang lebih tinggi dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP), 50

64 sehingga Perum Bulog tidak mampu mengadakan beras seluruhnya dari produksi dalam negeri. Tabel 25. Neraca dan Kebutuhan Beras Tahun 2014 Uraian Produksi Padi (000 Ton GKG) Beras Tersedia (000 Ton) Konsumsi Beras (000 Ton) Surplus/Defisit (000 Ton) Indeks Swasembada 1,17 1,30 Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014 Keterangan: - Produksi padi tahun 2013 = ATAP, tahun 2014 = ARAM II BPS-RI - Jumlah penduduk tahun 2013 = 247,390 juta jiwa, ; jumlah penduduk tahun 2014 = 252,158 juta jiwa - Konsumsi beras perkapita tahun 2013 = 139,15 kg, tahun 2014=124,89 kg/kapita/tahun Perkembangan produksi padi selama periode tahun menunjukan trend pertumbuhan yang positif, meningkat dari 66,47 juta ton GKG pada tahun 2010 menjadi 70,61 juta ton GKG tahun 2014 atau rata-rata tumbuh 1,47%. Pertumbuhan tersebut disebabkan oleh kenaikan produktivitas dari 50,15 ku/ha tahun 2010 menjadi 51,49 ku/ha tahun 2014, serta peningkatan luas panen 13,25 juta ha tahun 2010 menjadi 13,46 juta ha tahun Tabel 26. Perkembangan Produksi, Produktivitas, Luas Panen Padi Tahun No Uraian Tahun *) 1. Target (000 ton) Realisasi (000 ton) % Capaian 99,68 100,02 101,82 98,91 97,60 Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014 Gambar 4. Produksi Padi di Indonesia selama Tahun Sumber Data: BPS *ARAM II 2014 BPS RI Sementara itu, pelaksanaan dukungan kegiatan APBN Ditjen Tanaman Pangan yang dialokasikan untuk meningkatkan produksi padi tahun 2014 belum seluruhnya berhasil secara 51

65 optimal antara lain: SL-PTT terealisasi 3,565 Juta Ha (91,32% dari target 3,904 Juta Ha), dukungan benih bersubsidi hanya terealisasi ton setara luas 1,339 juta ha (28,43% dari target ton setara luas 4,625 juta ha), perbanyakan benih sumber 224 Ha (94,03% dari target 238 Ha), pemberdayaan penangkar Ha (84,08% dari target Ha), bantuan sarana pascapanen 449 kelompok (89,44% dari target 502 kelompok), SLPHT 806 unit (95,05% dari target 848 unit), dan SL Iklim 103 unit (96,26% dari target 107 unit). Dukungan kegiatan untuk pencapaian target produksi padi secara umum sudah cukup baik, kecuali penyaluran benih bersubsidi dan perbanyakan benih padi sumber seperti Tabel 27 berikut. Tabel 27. Pelaksanaan Kegiatan APBN Pendukung Produksi Padi Tahun 2014 No Kegiatan Target Realisasi % Capaian 1. SL-PTT Padi (Ha) ,33 - Kawasan Pertumbuhan (Ha) ,91 - Kawasan Pengembangan (Ha) ,75 - Kawasan Pemantapan (Ha) ,69 2. Benih Bersubsidi (Ton) ,43 - Padi Inbrida (Ton) ,61 - Padi Hibrida (Ton) ,62 3. Perbanyakan Benih Sumber (Ha) ,42 4. Pemberdayaan Penangkar (Ha) ,54 5. Bantuan Sarana Pascapanen (Paket/unit) ,44 - Paket Padi (Paket) ,04 - Combine Harvester Besar (unit) ,00 - Combine Harvester Kecil (unit) ,00 - Vertical Dryer + Bangunan (unit) ,90 6. SL-PHT (unit) ,05 7. SL Iklim (unit) ,26 8. Operasional Brigade Proteksi Tanaman (unit) ,00 9. Operasional Petugas POPT-PHP/THL-POPT-PHP (OB) , Pengembangan Model Peramalan OPT (model) , Penyebaran Informasi Peramalan (Informasi) , Penerapan Peramalan OPT (Provinsi) , Pengembangan dan Validasi Metode Pengujian Mutu Benih (Metode) , Fasilitasi Penerapan Sistem Mutu (Lab) , Pelaksanaan Uji Profisiensi (Lab) ,38 Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014 Pada tahun 2014 pengalokasian anggaran dalam rangka mendukung pencapaian indikator produksi padi jagung untuk mendukung swasembada padi dan jagung nasional menyatu dalam kegiatan pengelolaan produksi tanaman serealia. Kementerian Pertanian telah mengalokasikan anggaran untuk pencapaian swasembada padi senilai Rp ,00 dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai Rp ,00 atau secara persentase sebesar 91,45%. Anggaran tersebut terutama untuk membiayai pelaksanaan kegiatan SL-PTT padi dan jagung serta pendukungnya (pembinaan, pengawalan, pendampingan, monitoring, dan evaluasi). Selain itu pencapaian indikator produksi kedelai juga didukung kegiatan lain seperti bantuan sarana pascapanen, 52

66 perbanyakan benih, pemberdayaan penangkar, dan SL-PHT yang alokasi anggarannya menyatu di dalam unit kerja terkait lingkup Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Produksi Jagung Produksi jagung tahun 2014 (berdasarkan Angka Ramalan II BPS-RI) mencapai 19,13 juta ton pipilan kering melebihi target tahun 2014 sebesar 19,00 juta ton atau mencapai 100,67% (sangat berhasil). Produksi tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar 616 ribu ton (3,33%) bila dibandingkan dengan produksi tahun 2013, dan jika dibandingkan dengan rerata mengalami peningkatan 528 ribu ton (2,84%). Kenaikan produksi jagung terjadi di Pulau Jawa sebesar 0,06 juta ton dan luar Pulau Jawa 0,56 juta ton. Capaian produksi jagung pada tahun dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Capaian Produksi Jagung Tahun Uraian ATAP 2013 Target 2014 Realisasi* 2014 Rerata Rerata ATAP Target % Selisih % Selisih % Selisih Produksi , , , (000 Ton) Luas Panen ,18 (32) 101, ,98 (121) (000 Ha) Produktivitas 47,29 48,44 47,95 49,29 104,23 2,00 101,75 0,85 102,79 1,34 (Ku/Ha) Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014 Produksi jagung 2014 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013 di disebabkan karena kenaikan luas panen 59 ribu ha (1,54%) dan produktivitas 0,85 ku/ha (1,75%). Jika dibandingkan dengan sasaran target produksi jagung 2014 sudah melebihi sebesar 127 ribu ton (0,67%), begitu pula dengan produktivitas mencapai 102,79% atau melebihi 1,34 ku/ha. Peningkatan luas tanam/panen disebabkan antara lain harga jual hasil produksi kompetitif dan stabil sepanjang tahun dan kondisi iklim yang mendukung untuk pertanaman jagung sepanjang tahun. Sedangkan peningkatan produktivitas disebabkan antara lain karena peningkatan penggunaan benih varietas unggul bersertifikat dari 47,29% (tahun 2013) menjadi 48,33% dan tingkat penggunaan varietas potensi sedang naik dari 1,1% menjadi 1,72%. % Capaian 2014 Thd. Neraca Produksi Jagung Tahun 2014 menunjukkan bahwa produksi jagung tahun 2014 mengalami defisit sebesar 847 ribu ton pipilan kering atau indeks swasembadanya sebesar 0,96. Indeks swasembada jagung tahun 2014 turun sebesar 0,22 dibandingkan tahun 2013 disebabkan karena meningkatnya kebutuhan jagung sebesar 4,282 juta ton, lebih tinggi daripada penambahan produksi sebesar 615 ribu ton. Kebutuhan jagung tahun 2014 meliputi: 53

67 kebutuhan benih 81,86 ribu ton, konsumsi langsung 426 ribu ton, kebutuhan untuk pakan 13,774 juta ton, industri 3,787 juta ton, kehilangan hasil/tercecer 956,37 ribu ton. Tabel 29. Neraca Produksi dan Kebutuhan Jagung Tahun 2014 Uraian Produksi Jagung (ribu ton Pipilan Kering) Kebutuhan (ribu ton Pipilan Kering) Surplus/Defisit (ribu ton Pipilan Kering) (847) Indeks Swasembada 1,18 0,96 Keterangan: Produksi jagung tahun 2013 = ATAP, tahun 2014 = ARAM II BPS-RI Jumlah penduduk tahun 2013 = juta jiwa, tahun 2014 = juta jiwa= BPS-RI Perkembangan produksi jagung selama periode tahun menunjukan trend pertumbuhan yang positif, meningkat dari 18,33 juta ton pada tahun 2010 menjadi 19,13 juta ton pipilan kering tahun 2014 atau rata-rata tumbuh 0,90%. Pertumbuhan tersebut disebabkan oleh kenaikan produktivitas dari 44,36 ku/ha tahun 2010 menjadi 48,99 ku/ha tahun Sementara luas panen menurun rata-rata 1,49% per tahun. Keragaan produksi jagung, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 30 dan Gambar 5. Tabel 30. Perkembangan Produksi, Produktivitas, dan Luas Panen Jagung Tahun 2014 No Uraian Tahun *) 1 Target (000 ribu ton) Realisasi (000 ribu ton) % Capaian 92,56 80,20 102,78 93,35 100,67 Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014 *) ARAM II 2014, BPS RI Gambar 5. Produksi Jagung di Indonesia selama Tahun *) Produksi Sumber Data: BPS *) ARAM II 2014, BPS RI 54

68 Dukungan kegiatan APBN Kementerian Pertanian yang dialokasikan untuk meningkatkan produksi jagung tahun 2014 belum seluruhnya berhasil secara optimal antara lain: SL-PTT terealisasi Ha (90,93% dari target Ha), dukungan benih bersubsidi hanya terealisasi 449 ton setara luas ha (10,30% dari target ton setara luas 260 ribu ha), perbanyakan benih sumber 77 ha (79,38% dari target 97 ha), SL-PHT jagung 56 unit (98,25% dari target 57 unit), bantuan sarana pascapanen 265 paket/unit (77,94% dari target 340 paket/unit). Berdasarkan kontribusi kegiatan yang berdampak langsung pada pencapaian produksi jagung (Tabel 31), tampak bahwa seluruh kegiatan mendukung pencapaian swasembada jagung berkelanjutan hampir memenuhi target yang ditetapkan. Tabel 31. Kegiatan Mendukung Pencapaian Swasembada Jagung Berkelanjutan No Kegiatan Target Realisasi % Capaian 1. SL-PTT Jagung (Ha) ,93 - Kawasan Pertumbuhan (Ha) ,79 - Kawasan Pengembangan (Ha) ,17 - Kawasan Pemantapan (Ha) ,04 2. Benih Bersubsidi (Ton) ,30 - Jagung Hibrida (Ton) ,54 9,57 - Jagung Komposit (Ton) 1.142,5 141,175 12,36 3. Perbanyakan Benih Sumber (Ha) ,38 4. SL-PHT (Unit) ,25 5. Bantuan Sarana Pascapanen (Paket/Unit) ,94 - Jagung (Paket) ,90 - Power Threser Multiguna (Unit) ,55 6. Operasional Brigade Proteksi Tanaman (Unit) ,18 7. Operasional Petugas POPT-PHP/THL-POPT-PHP (OB) ,96 8. Pengembangan Model Peramalan OPT (Model) ,00 9. Penyebaran Informasi Peramalan (Informasi) , Penerapan Peramalan OPT (Provinsi) , Pengembangan dan Validasi Metode Pengujian Mutu Benih (Metode) , Fasilitasi Penerapan Sistem Mutu (Lab) , Pelaksanaan Uji Profisiensi (Lab) ,38 Sumber data: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2014 Pada tahun 2014 pengalokasian anggaran dalam rangka mendukung pencapaian indikator produksi padi jagung untuk mendukung swasembada padi dan jagung nasional menyatu dalam kegiatan pengelolaan produksi tanaman serealia. Kementerian Pertanian telah mengalokasikan anggaran senilai Rp ,00 dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai Rp ,00 atau secara persentase sebesar 91,45%. Anggaran tersebut terutama untuk membiayai pelaksanaan kegiatan SL-PTT padi dan jagung serta pendukungnya (pembinaan, pengawalan, pendampingan, monitoring, dan evaluasi). Selain itu pencapaian indikator produksi jagung juga didukung kegiatan lain seperti bantuan sarana pascapanen, perbanyakan benih, pemberdayaan penangkar, dan SL-PHT yang alokasi 55

69 anggarannya menyatu di dalam unit kerja terkait lingkup Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Dukungan dalam Upaya Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Selain dilaksanakan melalui program-program utama yang terkait secara langsung dengan komoditas swasembada dan swasembada berkelanjutan (padi, jagung, dan kedelai melalui Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan; gula melalui Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan; dan daging melalui Program Peningkatan Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Pangan Hewani yang Sehat, Aman, Utuh, dan Halal), target swasembada dan swasembada berkelanjutan juga didukung oleh sejumlah program lainnya yang tidak secara langsung difokuskan untuk satu komoditas, tetapi ditujukan untuk semua komoditas target swasembada dan swasembada berkelanjutan. Program-program tersebut adalah: (1) Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian Program ini memfasilitasi sarana dan prasarana di sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan dalam rangka penunjang pencapaian produksi komoditas swasembada dan swasembada berkelanjutan serta komoditas unggulan lainnya. Kegiatan dimaksud antara lain seperti terlihat pada Tabel 32. Capaian dan kontribusi yang dihasilkan dari dukungan program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian, seperti pada Tabel 32. Gambar 6. Combine Harvester Besar, Bantuan Kementerian Pertanian pada Kegiatan Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan Tahun

70 Tabel 32. Kegiatan pada Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian pada Tahun 2014 yang Mendukung Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan No Kegiatan Target Realisasi % Capaian 1 Pengembangan metode SRI yang dilaksanakan oleh ,58 petani/kelompok tani (Ha) 2 Pengembangan Optimasi Lahan pertanian tanaman pangan ,02 (Ha) 3 Perluasan sawah 2013 (Carry Over) (Ha) ,00 4 Perluasan sawah 2014 (Ha) ,42 5 Terlaksananya perluasan areal peternakan yang dilaksanakan ,80 oleh petani/kelompok tani (Ha) 6 Pengembangan Jaringan dan Optimasi Air (Ha) ,33 7 Jumlah alat dan mesin pertanian yang efisien dan berkelanjutan di lokasi: a. Bantuan Traktor Roda 2 (unit) ,71 b. Bantuan Pompa Air (unit) ,54 c. Rice Transplanter (unit) ,00 d. Chopper (unit) ,00 e. Cultivator (unit) ,00 8 Penyaluran pupuk bersubsidi sesuai 6 (enam) tepat (Ton) Urea ,07 SP ,55 ZA ,55 NPK ,04 Organik ,88 9 Terbangunnya dan terlaksananya pembangunan UPPO untuk ,00 penyediaan kebutuhan pupuk organik (Unit) 10 BLM PUAP yang digunakan gapoktan untuk membiayai kegiatan usahatani baik on farm maupun off farm (gapoktan) ,00 Sumber data: Ditjen Prasarana dan Sarana, Kementerian Pertanian, 2014 a) Berkembangnya metode System of Rice Intensification (SRI) di TA dengan capaian Ha dari target Ha, dengan asumsi delta IP 100% dan delta provitas 1,30 Ton/Ha, maka didapat kontribusi produksi padi sebesar Ton GKP; b) Berkembangnya optimasi lahan pertanian di TA seluas Ha dari target Ha. Pelaksanaan kegiatan optimasi lahan pertanian difokuskan untuk mendukung sub sektor tanaman pangan, dengan asumsi delta IP 100% dan delta provitas 3,85 Ton/Ha, maka didapat kontribusi produksi padi sebesar Ton GKP; c) Meningkatnya luas areal pertanian pada kawasan tanaman pangan melalui kegiatan cetak sawah di TA dengan capaian Ha dari target ha, dengan asumsi delta IP 100% dan delta provitas 2,30 Ton/Ha maka didapat kontribusi produksi padi sebesar Ton GKP; 57

71 d) Perluasan sawah (carry over) tahun 2013 mencapai Ha dari target Ha, dengan asumsi delta IP 100% dan delta provitas 2,30 Ton/Ha maka didapat kontribusi produksi padi sebesar ,00 Ton GKP. e) Perluasan areal Peternakan di TA seluas Ha dari target Ha (98,80%), sementara realisasi di TA mencapai Ha dari target Ha (100%). Kontribusi dari kegiatan ini diperkirakan dapat meningkatkan tersedianya hijauan makanan ternak dalam jumlah cukup dan berkualitas pada areal peternakan; f) Pembangunan Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO) mencapai 830 unit dari 830 unit (100%). Kontribusi kegiatan ini adalah memenuhi kebutuhan pupuk organik insitu oleh dan untuk petani, utamanya untuk mendukung kegiatan SRI di lokasi setempat atau masyarakat. Selain itu juga menyediakan fasilitasi terpadu untuk pengolahan bahan organik (jerami, sisa tanaman, limbah ternak, sampah organik) menjadi kompos (pupuk organik), memperbaiki kesuburan dan produktivitas lahan pertanian serta melestarikan sumberdaya lahan pertanian dan lingkungan. g) Penyediaan alsintan TA melalui bantuan alsin traktor roda 2 (7.581 unit), pompa air (4.100 unit), rice transplanter (279 unit), chopper (225 unit) dan cultivator (240 unit), secara total keseluruhan mencapai unit dari target unit atau 100,61%. Kontribusi dari kegiatan ini adalah meningkatkan kepemilikan alsintan oleh kelompok tani/upja untuk mempercepat pengolahan tanah dan penyediaan air irigasi. Traktor roda 2 akan dapat mengolah lahan pertanian seluas ha, pompa air akan dapat mengairi lahan pertanian seluas Ha, Rice Transplanter akan dapat menanam padi seluas Ha, Cultivator dapat mengolah lahan hortikultura seluas Ha dan Chopper dapat mencacah pakan ternak sebanyak ton. (2) Program Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Selain sarana dan prasarana fisik, pencapaian produksi dalam rangka mendukung swasembada dan swasembada berkelanjutan juga didukung oleh fasilitasi kelembagaan penyuluhan, pelatihan dan pendidikan pertanian, serta pelayanan penyuluhan, pelatihan dan pendidikan pertanian seperti: a) Peningkatan kompetensi aparatur di sektor pertanian sebanyak orang dari target orang (108,06%) dan non aparatur di sektor pertanian terealisasi orang dari target orang (107,15%); b) Peningkatan kinerja ketenagaan penyuluhan terealisasi orang tenaga penyuluh dari target orang tenaga penyuluh (99,00%); 58

72 c) Peningkatan kompetensi aparatur fungsional pertanian melalui pendidikan tinggi pertanian terealisasi sebanyak orang dari target orang (98,49%); d) Ketersediaan tenaga teknis menengah pertanian dan calon wirausahawan muda (meningkatnya kompetensi peserta didik menengah pertanian) terealisasi orang dari target orang (102,22%); e) Peningkatan kemandirian (kapasitas) kelembagaan petani terealisasi unit kelembagaan petani dari target unit kelembagaan petani (96,91%); dan f) Peningkatan kualitas (kapasitas) kelembagaan pemerintah di bidang SDM pertanian terealisasi sebanyak unit dari target unit (95,02%). Kegiatan fasilitasi ini antara lain seperti terlihat pada Tabel 33. Tabel 33. Indikator Sasaran Kegiatan-kegiatan pada Program Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani Tahun 2014 yang Mendukung Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan No. Indikator Sasaran Kegiatan Target Realisasi % Capaian 1. Jumlah aparatur di sektor pertanian meningkat ,06 kompetensinya (orang) 2. Jumlah non aparatur di sektor pertanian yang ,15 meningkat kompetensinya (orang) 3. Jumlah ketenagaan penyuluhan di sektor ,00 pertanian yang meningkat kinerjanya (orang) 4. Jumlah aparatur fungsional pertanian yang ,49 meningkat kompetensinya melalui pendidikan tinggi pertanian (orang) 5. Jumlah tenaga teknis menengah pertanian dan ,22 calon wirausaha muda di sektor pertanian yang tersedia (orang) 6. Jumlah kelembagaan petani yang meningkat ,91 kemandiriannya (unit) 7. Jumlah kelembagaan pemerintah di bidang SDM pertanian ,02 Sumber data: Badan PPSDMP, Kementerian Pertanian, 2014 Pelaksanaan kegiatan pada program ini sudah berjalan dengan sangat baik dengan capaian berkisar 95,02-108,06% dari target yang ditetapkan. Dengan demikian seyogyanya fasilitasi kelembagaan penyuluhan, pelatihan dan pendidikan serta pelayanan penyuluhan, pelatihan dan pendidikan benar-benar dapat memberikan kontribusi yang tinggi terhadap capaian produksi komoditas mendukung swasembada dan swasembada berkelanjutan. (3) Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing Melalui program ini diharapkan dapat meningkatkan penciptaan varietas unggul tanaman dan ternak. Pada tahun 2014, Kementerian Pertanian telah merakit dan melepas 11 59

73 Varietas Unggul Baru (VUB), antara lain: 5 varietas padi, 3 varietas jagung, dan 3 varietas kedelai. Selain itu, dalam rangka pencapaian target swasembada gula, Kementerian Pertanian telah menghasilkan bahan tanam/benih sumber, teknologi budidaya, varietas, dan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan produksi gula nasional. Untuk pencapaian swasembada daging sapi, telah dilaksanakan penyebaran pejantan sapi unggul PO sebanyak 35 ekor sapi pejantan dan 35 ekor bibit induk ke 8 provinsi meliputi Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Secara ringkas gambaran kegiatan penciptaan teknologi dan varietas unggul berdaya saing yang dilakukan dapat lebih diperinci sebagai berikut: Padi. Selama tahun 2014 telah dilepas sebanyak 5 Varietas Unggul Baru (VUB) padi (inbrida maupun hibrida) yang sesuai untuk lahan sawah maupun rawa, yaitu: (a) Padi inbrida yang sesuai untuk lahan sawah yaitu Inpari 34 Salin Agritan, Inpari 35 Salin Agritan, dan Inpari Unsoed 79 Agritan, serta (b) Padi inbrida yang sesuai untuk lahan rawa Inpara 8 Agritan dan Inpara 9 Agritan. Pencapaian produksi padi tahun 2014 juga merupakan kontribusi dari VUB padi yang dilepas dari tahun-tahun sebelumnya. Jagung. Selama tahun 2014 telah dilepas 3 VUB jagung hibrida dengan nama Bima 17, HJ 21 Agritan, dan HJ 22 Agritan. Jagung pulut yang dilepas dengan nama varietas URI 3 H mempunyai keunggulan utama yaitu mengandung nutrisi amilosa sebesar 7,65% yang mencirikan sebagai jagung hibrida pulut dengan rasa tongkol muda yang sangat enak/gurih, kisaran perbedaan 62,8%-64,2% terhadap Bima Putih 1. Varietas ini berumur genjah (88 hst) dengan potensi produksi 10,68 ton/ha dan rata-rata hasil 8,57 ton/ha pada kadar air 15%. Keunggulan lainnya yaitu memiliki ketahanan terhadap penyakit bulai dan hawar daun, serta tahan rebah. Jagung varietas HJ 21 Agritan memiliki keunggulan umur 82 HST, potensi hasil 12,2 ton/ha pipilan kering kadar air 15% dan rata-rata hasil 11,4 ton/ha pipilan kering kadar air 15%. Tahan penyakit bulai, hawar daun, dan karat daun, serta stay green, umur genjah, dan tahan rebah. Sedangkan jagung varietas HJ 22 Agritan memiliki keunggulan umur genjah 80 HST, potensi hasil 12,1 ton/ha pipilan kering kadar air 15% dan rata-rata hasil 10,9 ton/ha pipilan kering kadar air 15%, memiliki ketahanan terhadap penyakit bulai, hawar daun, dan karat daun, stay green, dan tahan rebah. Kedelai. Selama tahun 2014 telah dilepas 3 VUB kedelai hitam dengan nama varietas Demas 1, Dena 1, dan Dena 2. Kedelai varietas Demas 1, memiliki keunggulan adaptif ditanam di lahan masam. Varietas ini memiliki potensi hasil 2,5 ton/ha, ukuran biji 60

74 12,88g/100 biji, rata-rata produksi 1,5 t/ha, memiliki ketahanan terhadap penggerek polong dan karat daun. Varietas Dena 1 dan Dena 2 merupakan kedelai berumur genjah masing-masing 78 dan 81 hari, toleran naungan sampai 50% dengan potensi produksi 2,9 ton/ha dan 2,8 ton/ha. Benih sumber sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan benih pengguna yang memenuhi persyaratan mutu yang baik. Kementerian Pertanian telah memproduksi benih sumber terutama padi, jagung, dan kedelai untuk kelas benih penjenis (breeder seed atau BS), benih dasar (foundation seed atau FS), dan benih pokok (stock seed atau SS). Kementerian Pertanian sampai dengan tahun 2014, telah menghasilkan benih sumber tanaman pangan yang terdiri dari: 136,4 ton benih padi, 69,7 ton benih kedelai, dan 30,04 ton benih jagung. Benih padi yang diproduksi yaitu: varietas Batang Piaman, Batutegi, Cibogo, Cigeulis, Ciherang, Cisantana, Gilirang, Cilamaya Muncul, Ciliwung, Inpago 4, Inpago 5, Inpago 7, Inpago 9, Inpago 10, Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Inpara 6, Inpari 7, Inpari 6, Inpar 10, Inpar 11, Inpari 12, Inpari 13, Inpari 14, Inpari 15, Inpari 16, Inpari 17, Inpari 18, Inpari 19, Inpari 20, Inpari 23, Inpari 24, Inpari 25, Inpari 28, Inpari 29, Inpari 30, Inpari 31, Inpari 32, Inpari 33, Logawa, Mekongga, Memberamo, Situ Bagendit, Situ Patenggang, Mendawak, Pepe, Sintanur, Towuti, Sunggal, Way Apo, Widas. Untuk Benih kedelai yang diproduksi yaitu varietas Anjasmoro, Argomulyo, Burangrang, Wilis, Gema, Ijen, Kaba, Sinabung, Tanggamus, Malabar, Grobogan, Panderman, Gepak Kuning, Mahameru, Dering 1, Dering 2, Detam 1, Detam 2, dan Detam 3, sedangkan Benih jagung yang diproduksi yaitu: varietas Lamuru, Anoman, Lagaligo, Bisma, Arjuna, Srikandi Kuning, Srikandi Putih, Gumarang, Pulut UIR 1, Provita A1, dan Provita A2. Selain itu, teknologi budidaya tanaman pangan dan alsintan, telah dirakit sebanyak 13 teknologi budidaya padi, jagung, dan kedelai guna menunjang upaya peningkatan produksi tanaman pangan. Teknologi tersebut sudah menjadi bahan publikasi yang disajikan dalam bentuk leaflet. Adapun teknologi tanaman pangan yang telah dirakit antara lain: Pengendalian penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) berdasarkan kesesuaian patotipe di setiap agroekosistem; Penanganan susut hasil panen padi; Pemberian amelioran berdasarkan Al-dd pada padi rawa; Penentuan patotipe HDB di lahan rawa dengan varietas diferensial; Sistem olah tanah konservasi untuk padi gogo di lahan dataran rendah; Perakitan teknologi budi daya kedelai di lahan sawah optimal; Perakitan teknologi budi daya kedelai di lahan kering masam; Perakitan teknologi budi daya kedelai di lahan pasang surut; Sistem Tanam Legowo Jagung dalam Tumpangsari dengan Kedelai; Pemupukan Jagung Spesifik Lokasi di Lahan Sawah; Teknologi Dekomposer 61

75 Untuk Pembuatan Pupuk Organik Dari Limbah Tanaman Jagung; Pemanfaatan Bacillus subtilis sebagai Agensia Pengendali Hayati terhadap Cendawan Tular Tanah; dan Penangkaran Benih Jagung Hibrida Silang Tiga Jalur Berbasis Komunitas, serta alat dan mesin pertanian (Indo Jarwo Transplanter Prototipe 1, Indo Jarwo Transplanter Prototipe 2, dan Indo Combine Havester Prototipe 2). Kementerian Pertanian juga telah mengembangkan teknologi pemupukan unggulan berupa Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS), Perangkat Uji Tanah Rawa (PUTR), dan Perangkat Uji Pupuk (PUP). Kementerian Pertanian juga telah mengembangkan Sistem Informasi Standing Crop Padi Sawah yang berisi informasi luas area pertanaman padi sawah berdasarkan fase pertumbuhan tanaman. Peta Standing Crops dibuat melalui interpretasi Citra Satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) terbaru resolusi 250 m yang diperbarui setiap 8 harian untuk wilayah Pulau Jawa, Bali, dan Sumatera. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh satelit untuk memetakan luas area pertanaman (standing crops) dan memonitor pertumbuhan padi dilakukan sejak periode Mei-September Pengawalan tersebut menggunakan metode standing crops atau mengukur pertumbuhan tanaman padi, terutama di delapan sentra produksi padi di Pulau Jawa dan Bali. Melalui pengawalan data standing crops, verifikasi dengan citra satelit akan mengefisienkan program kerja Kementerian Pertanian. Misalnya, respon kebijakan yang akan diambil berkaitan dengan penyiapan sarana dan prasarana dan pembagian alokasi pupuk, sekaligus pengairan, begitu juga upaya pompanisasi apabila terjadi El Nino. Hal ini akan lebih memudahkan Kementerian Pertanian berinteraksi dengan dinas pertanian daerah. Integrasi Standing Crops padi sawah pada Sistem Informasi Katam Terpadu merupakan analisis tegakan padi sawah melalui penggunaan Citra MODIS terbaru, dipadukan dengan prediksi curah hujan dan wilayah endemik bencana. Informasinya dapat dimanfaatkan untuk prediksi penyiapan sarana produksi pertanian di lapang. Gula. Dalam rangka mendukung swasembada gula, Kementerian Pertanian melakukan penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan produktivitas tebu dan rendemen gula. Penanganan aspek perbenihan (perbanyakan massal) dan teknik budidaya sesuai Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Management Practices (GMP) secara terintegrasi sangat diperlukan. Tiga komponen teknologi telah diidentifikasi sebagai faktor penentu produksi gula, yaitu penggunaan varietas unggul, penataan varietas, pemupukan, disertai penerapan teknologi budidaya lainnya yang pelaksanaannya dilakukan secara bersamaan pada saat pelaksanaan bongkar ratoon. Penerapan paket 62

76 teknologi tersebut diproyeksi dapat meningkatkan produktivitas sebesar 20-45% dari produktivitas eksisting dan meningkatkan rendemen menjadi rata-rata 8,5-9%. Dukungan penelitian dan pengembangan terhadap pencapaian swasembada gula adalah sebagai berikut: bahan tanam/benih sumber, teknologi budidaya (teknologi rawat ratoon tebu melalui perlakuan pedot oyot, pemberian pupuk kandang, penyulaman, dan paket pupuk anorganik; Teknik pemupukan pada tebu; Teknologi waktu tanam dan panen pada tebu; Pupuk K slow release untuk tebu dimana pupuk ini berpotensi untuk meningkatkan rendemen tebu; dan Biofertilizer berbasis limbah tebu yaitu Formula dengan carrier dari biochar (arang) sekam yang dihaluskan dan diperkaya dengan asam humat, air kelapa muda, rock phosphate sebagai sumber P, ZA sebagai sumber N, dengan inokulum bakteri penambat N dan Pelarut P), varietas, dan rekomendasi kebijakan. Daging. Untuk swasembada daging tahun 2014 telah disebarkan bibit sumber sapi Unggul PO sebanyak 171 ekor yang terdiri dari pejantan dewasa 15 ekor, induk 62 ekor, calon pejantan 47 ekor, dan calon induk 47 ekor. Dalam upaya meningkatkan kualitas genetik di lapangan, telah dilakukan penyebaran 35 ekor sapi pejantan dan 35 ekor bibit induk ke 8 provinsi meliputi Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Setelah dilakukan penyebaran, Loka Penelitian Sapi Potong tetap melakukan monitoring produksi dan pengelolaan pejantan unggul sapi PO yang telah disebar kepada stakeholder. Kegiatan monitoring dilakukan dengan cara survei serta koordinasi dengan pihak stakeholder. Selain itu, dalam upaya mendukung swasembada daging sapi dan penyediaan bibit di lapangan, Loka Penelitian Sapi Potong terus berupaya melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan stakeholder terkait yaitu Unit Pelaksana Teknis (UPT) perbibitan sapi potong, Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) atau BIB Daerah, kelompok peternak pembibitan sapi potong atau Village Breeding Center (VBC) untuk mendapatkan informasi kebutuhan dan pemanfaatan pejantan sapi PO hasil seleksi Loka Penelitian Sapi Potong, baik sebagai sumber semen beku atau pejantan pemacek serta kebutuhan terhadap bibit induk. (4) Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian Dukungan Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian terhadap capaian swasembada dan swasembada berkelanjutan dapat dilihat pada Tabel 34 berikut. 63

77 Tabel 34. Kegiatan pada Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian dalam mendukung Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Tahun 2014 No Kegiatan Target Realisasi % Capaian 1. Unit usaha pengolahan hasil tanaman pangan (Unit) Unit usaha pengolahan hasil hortikultura (Unit) Unit usaha pengolahan hasil perkebunan (Unit) Unit usaha pengolahan hasil peternakan (Unit) Sumber data: Ditjen PPHP, Kementerian Pertanian, 2014 Dari tabel diatas, jumlah sarana pengolahan hasil tanaman pangan yang disalurkan sebanyak 407 unit terdiri atas penggilingan padi 302 unit yang disalurkan ke 141 kabupaten/kota di 31 provinsi. Jumlah sarana pengolahan hasil perkebunan yang disalurkan sebanyak 210 unit dan 37 unit diantaranya adalah sarana pengolahan gula yang tersalur ke 23 kabupaten/kota di 12 provinsi untuk mendukung swasembada gula. Sarana pengolahan hasil peternakan yang disalurkan sebanyak 223 unit, sementara itu jumlah sarana pengolahan hasil hortikultura yang disalurkan sebanyak 114 unit. (5) Program Peningkatan Kualitas Perkarantinaan Pertanian dan Pengawasan Keamanan Hayati Untuk mendukung pencapaian swasembada dan swasembada pangan berkelanjutan diperlukan upaya pencegahan masuk dan menyebarnya Hama dan Penyakit Hewan Karantina (HPHK)/ Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian dari tahun ke tahun senantiasa meningkatkan kualitas kinerjanya untuk mengawasi lalu lintas media pembawa HPHK/OPTK yang mempunyai kecenderungan meningkat dalam kurun waktu tahun yang dapat tergambarkan dalam frekuensi sertifikasi, seperti terlihat pada Tabel 35 dan Tabel 36 berikut. Tabel 35. Frekuensi Sertifikasi Karantina Hewan dan Karantina Tumbuhan Pada Tahun Sertifikasi Frekuensi (kali) Karantina Hewan Karantina Tumbuhan TOTAL Sumber Data: Badan Karantina Pertanian, 2014 Badan Karantina Pertanian tahun 2014 telah melakukan sertifikasi karantina komoditas tumbuhan dan produknya dengan frekuensi: (1) Impor: kali; (2) Ekspor: kali, (3) Domestik Masuk: kali, dan (4) Domestik Keluar kali, dengan total sertifikat sebanyak kali. Sedangkan untuk komoditas hewan dan produknya 64

78 adalah: (1) Impor: kali, (2) Ekspor kali, (3) Domestik Masuk: kali, dan (4) Domestik Keluar: kali, dengan total sertifikat sebanyak kali, sehingga totalnya kali. Pada tahun 2014 telah dilakukan tindakan penahanan, penolakan, dan pemusnahan dengan total frekuensi kali. Tindakan pemusnahan telah dilakukan pada benih/bibit tumbuhan sebanyak ,74 kg, hasil tumbuhan hidup: ,2 kg, dan hasil tumbuhan mati: ,44 kg. Selain itu juga telah dilakukan tindakan pemusnahan terhadap kegiatan impor dan ekspor hewan dan produknya, yaitu hewan: ekor, bahan asal hewan: kg, dan hasil bahan asal hewan: kg Tabel 36. Temuan Organisme Penggangu Tumbuhan Karantina (OPTK) Asal Luar Negeri Hasil Pemeriksaan Karantina Tumbuhan yang Terdeteksi Positif dan Tertangkal Tahun 2014 No Temuan OPTK Media Pembawa (Komoditi) Negara Asal UPT Pemasukan 1 Burkholderia glumae Benih Padi Cina BBKP Surabaya 2 Pantoea stewartii Bibit Jagung India Benih Sayuran Thailand BBKP Tj Priok, BBKP Soetta Benih Sawi Jepang 3 Pseudomonas syringae pv.syringae Benih Jagung Thailand Bibit Strawberry Belanda BBKP Tj Priok, BBKP Soetta Baby Pak Choy Selandia Baru Belanda via Bawang bombay BKP Kelas I Jambi 4 P. viridiflava Malaysia Benih Cabe Cina BBKP Tj Priok 5 Raspberry ring spot nepovirus (RpRSV) Bibit Strawberry Belanda BBKP Soetta 6 Clavibacter michiganinsis subsp sepedonicus Bibit Kentang Belanda BBKP Soetta 7 Clavibacter michiganensis subsp michiganensis Benih Cabe India BBKP Soetta 8 Helmintosphorium solani Bibit Kentang Belanda BBKP Soetta 9 Erwinia chrysanthemi Bibit Dendrobium Malaysia BBKP Soetta 10 Tilletia laevis Gandum Biji India BBKP Surabaya 11 T. indica Gandum Biji India BBKP Surabaya 12 Aphelenchoides fragariae Bawang Bombay India BBKP Surabaya 13 Ditylenchus destructor Bawang Putih Cina BBKP Surabaya 14 D. dipsaci Bawang Putih Cina BBKP Surabaya 15 Globodera rostochiensis Wortel Cina BBKP Surabaya 16 Pratylenchus vulnus Bawang Putih Cina BBKP Surabaya 17 Sphacelothecha reiliana Gandum Rusia, Australia BBKP Surabaya 18 Urocystis agropyri Gandum India BBKP Surabaya 19 Stenocarpella macrospora Gandum Australia Jagung Argentina BBKP Surabaya 20 Peronospora mansyurica Kedele USA BKP KL I Pontianak, BKP KL I Batam 21 Trogoderma granarium Corn Meal USA BBKP Tanjung Priok Sumber Data: Badan Karantina Pertanian,

79 3.3.2 Meningkatnya Diversifikasi Pangan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengamanatkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Hal ini didasari oleh pola konsumsi pangan masyarakat yang masih belum beragam, bergizi seimbang, dan aman serta masih didominasi oleh beras. Untuk itu, program peningkatan diversifikasi pangan di masyarakat ditujukan untuk mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan masyarakat yang lebih beragam, bergizi seimbang dan aman dengan cara mengurangi ketergantungan konsumsi pada satu jenis pangan tertentu. Melalui pemanfaatan beraneka ragam pangan tersebut diharapkan dapat mengurangi ketergantungan konsumsi terhadap beras yang ditargetkan menurun sebesar 1,5%/kapita/tahun. Disamping itu, peningkatan kualitas konsumsi pangan juga dapat dipenuhi melalui peningkatan konsumsi pangan hewani, sayur, dan buah, serta kacang-kacangan. Tercapainya penganekaragaman konsumsi pangan tersebut diukur dengan indikator Skor Pola Pangan Harapan (PPH), dengan target sebesar 82,5 pada tahun Sasaran Meningkatnya Diversifikasi Pangan terdiri dari 2 indikator kinerja utama, yakni: (1) Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun dan (2) Skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang pencapaian kinerjanya di tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 37. Dibandingkan dengan target, capaian untuk indikator Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun sebesar 6,67% (kurang berhasil) dan capaian untuk indikator Skor Pola Pangan Harapan sebesar 101,09% (sangat berhasil), dengan rincian analisis capaian sebagai berikut. Tabel 37. Capaian Sasaran Peningkatan Diversifikasi Pangan Tahun 2014 Sasaran Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % Capaian Meningkatnya Persentase Penurunan Konsumsi Beras 1,5 0,10 6,67 Diversifikasi Pangan Per Kapita Tiap Tahun (%) Skor Pola Pangan Harapan (PPH) 82,5 83,4 101,09 Sumber data: PK dan Hasil Pengukuran Kinerja, Persentase Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun Membandingkan angka target dan realisasi di tahun 2014, maka realisasi Indikator Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun tercapai sebesar 0,10% dari target 1,5% atau secara persentase mencapai 6,67% (kurang berhasil). Perhitungannya adalah konsumsi beras langsung dalam rumah tangga tahun 2014 adalah sebesar 96,2 kg/kapita/tahun, terjadi penurunan sebesar 0,1 kg/kapita/tahun dibandingkan dengan konsumsi beras langsung dalam 66

80 rumah tangga tahun 2013 sebesar 96,3 kg/kapita/tahun. Secara persentase, konsumsi beras langsung dalam rumah tangga mengalami penurunan sebesar 0,1 kg/kapita/tahun atau 0,1% dari target penurunan sebesar 1,5% per tahun. Realisasi persentase penurunan konsumsi beras rumah tangga tahun 2014 sebesar 0,1% tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 0,3%. Namun demikian, ratarata persentase penurunan konsumsi beras di tingkat rumah tangga selama memperlihatkan angka yang cukup menggembirakan, yaitu 1,2% per tahun, sedikit di bawah target yaitu 1,5% per tahun (tabel 37). Apabila dibandingkan dengan rerata target 5 tahun sebesar 1,5% per tahun, maka rerata keberhasilan penurunan konsumsi beras sebesar 1,2% per tahun tersebut mencapai 80%. Tabel 38. Perkembangan Konsumsi Beras Tahun Tahun Konsumsi (Kg/Kap/Thn) Target (%) Realisasi (%) , ,7 1,5 2, ,7 1,5-2, ,6 1,5 5, ,3 1,5 0, ,2 1,5 0,1 Rata-rata 98,08 1,5 1,2 Sumber data: BKP Kementerian Pertanian, 2014 Ket: Konsumsi beras di tingkat rumah tangga Pada Tabel 37 ditunjukkan bahwa konsumsi beras di tingkat rumah tangga menunjukkan tren yang menurun selama periode tahun Konsumsi beras rumah tangga turun dari 102,2 kg/kap/tahun pada tahun 2009 menjadi 96,2 kg/kap/tahun pada tahun Tidak tercapainya target persentase penurunan konsumsi beras rumah tangga per kapita per tahun, dapat dijelaskan sebagai berikut: Berdasarkan rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X Tahun 2012, terjadi peningkatan Angka Kecukupan Energi (AKE) rata-rata penduduk Indonesia, dari AKE rata-rata sebelumnya adalah 2000 kkal/kap/hari menjadi 2150 kakl/kap/hari, hal ini dikarenakan adanya perubahan struktur penduduk Indonesia ke arah yang lebih tua, sehingga menyebabkan kebutuhan rata-rata kalori penduduk juga meningkat. Mempertimbangkan hal tersebut, maka beras sebagai penyumbang terbesar dari kebutuhan energi (46,5%) cenderung tetap untuk menutupi peningkatan kebutuhan energi. Untuk mencapai kualitas konsumsi pangan yang lebih baik, maka konsumsi pangan masyarakat perlu diimbangi dengan peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, kacang-kacangan, serta sayur dan buah. Meskipun tren konsumsi beras mengalami 67

81 penurunan, namun konsumsi beras masih mendominasi kontribusi energi dari pangan sumber karbohidrat, sementara konsumsi sayur dan buah, pangan hewani, kacang-kacangan, serta umbi-umbian masih rendah. Kondisi ini dapat menunjukkan bahwa konsumsi pangan penduduk masih belum memenuhi kaidah gizi seimbang yang dianjurkan. Secara kuantitas perkembangan konsumsi per komoditas di tingkat nasional selama tahun dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39. Perkembangan Konsumsi Pangan Nasional Berdasarkan Kelompok Pangan Periode Tahun Konsumsi Kelompok Bahan gram/kap/hari Kg/kap/thn Pangan I. Padi-padian a. Beras 280,1 273,1 278,7 264,6 263,9 263,5 102,2 99,7 101,7 96,6 96,3 96,2 b. Jagung 6,1 5,6 4,3 5,1 4,5 4,2 2,2 2,0 1,6 1,9 1,6 1,5 c. Terigu 28,3 28,0 29,6 27,0 27,7 28,2 10,3 10,2 10,8 9,8 10,1 10,3 II. Umbi-umbian a. Singkong 26,2 25,8 28,3 20,6 18,6 17,9 9,6 9,4 10,3 7,5 6,8 6,5 b. Ubi jalar 6,6 6,8 8,3 6,8 6,9 7,5 2,4 2,5 3,0 2,5 2,5 2,7 c. Kentang 4,7 5,2 4,4 4,1 4,4 4,2 1,7 1,9 1,6 1,5 1,6 1,5 d. Sagu 1,1 1,0 1,4 1,2 1,2 1,1 0,4 0,4 0,5 0,4 0,4 0,4 e. Umbi lainnya 1,5 1,1 1,9 1,3 1,1 1,1 0,6 0,4 0,7 0,5 0,4 0,4 III. Pangan Hewani a. Daging ruminansia 4,4 5,2 6,1 8,5 4,9 5,2 1,6 1,9 2,2 3,1 1,8 1,9 b. Daging unggas 10,7 13,7 14,5 13,4 13,8 15,1 3,9 5,0 5,3 4,9 5,0 5,5 c. Telur 17,5 22,0 21,7 21, ,3 6,4 8,0 7,9 7,8 7,3 7,4 d. Susu 5,4 6,2 6,4 5,1 6,4 6,7 2,0 2,3 2,3 1,9 2,3 2,4 e. Ikan 46,8 55,1 57,7 53,6 53,4 55,3 17,1 20,1 21,1 19,5 19,5 20,2 IV. Minyak dan Lemak a. Minyak kelapa 3,4 5,0 4,7 3,2 3,3 2,6 1,3 1,8 1,7 1,2 1,2 0,9 b. Minyak sawit 18,0 20,0 20,5 23,3 22,2 23,9 6,6 7,3 7,5 8,5 8,1 8,7 c. Minyak lainnya 0,4 0,6 0,6 0,4 0,5 0,5 0,1 0,2 0,2 0,1 0,2 0,2 V. Buah/biji berminyak a. Kelapa 5,9 8,2 7,4 6,8 6,0 5,9 2,2 3,0 2,7 2,5 2,2 2,2 b. Kemiri 0,9 1,3 1,3 1,0 1,1 1,1 0,3 0,5 0,5 0,4 0,4 0,4 VI. Kacang-kacangan a. Kedelai 19,7 21,0 22,7 21,2 21,3 21,4 7,2 7,7 8,3 7,8 7,8 7,8 b. Kacang tanah 1,3 1,6 1,0 0,8 0,9 0,8 0,5 0,6 0,4 0,3 0,3 0,3 c. Kacang hijau 1,0 1,1 0,8 0,8 0,8 0,8 0,4 0,4 0,3 0,3 0,3 0,3 d. Kacang lain 0,5 0,5 0,3 0,7 0,3 0,2 0,2 0,2 0,1 0,2 0,1 0,1 VII. Gula a. Gula pasir 21,7 27,3 26,2 23,0 23,6 22,7 7,9 10,0 9,6 8,4 8,6 8,3 b. Gula merah 2,2 2,6 2,6 1,9 1,9 1,8 0,8 1,0 0,9 0,7 0,7 0,7 VIII. Sayuran dan buah a. Sayur 136,3 169,1 167,5 162,8 156,0 163,4 49,7 61,7 61,1 59,4 56,9 59,6 b. Buah 63,2 95,7 79,7 86,6 82,9 92,9 23,1 34,9 29,1 31,6 30,2 33,9 IX. Lain-lain a. Minuman 42,7 41,2 45,9 45,7 47,6 49,3 15,6 15,0 16,7 16,7 17,4 18,0 b. Bumbu-bumbuan 10,9 10,0 10,4 9,9 9,6 9,6 4,0 3,6 3,8 3,6 3,5 3,5 Sumber: Susenas ; BPS, diolah dan dijustifikasi dengan pendekatan pengeluaran oleh BKP 68

82 Belum tercapainya keberagaman dan keseimbangan konsumsi pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: (1) masih rendahnya daya beli masyarakat, (2) rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pola pangan beragam dan bergizi seimbang, (3) masih adanya keterbatasan aksesibilitas terhadap pangan, (4) kurang berkembangnya teknologi untuk memproduksi maupun mengolah bahan pangan terutama pangan lokal non beras dan non terigu, (5) belum optimalnya kerjasama antar kementerian/lembaga, serta (6) lemahnya partisipasi masyarakat. Upaya pemerintah dalam rangka penurunan konsumsi beras melalui peningkatan konsumsi pangan sumber karbohidrat lain seperti umbi-umbian masih mengalami hambatan, antara lain: (a) produksi umbi-umbian masih belum stabil, sehingga mempengaruhi harga umbiumbian di pasar; (b) keterlibatan swasta dan pemerintah dalam teknologi pengolahan pangan lokal/umbi-umbian (seperti tepung-tepungan, berasan/butiran, dan lain-lain) belum memasuki tahap industrialisasi (scaling up production), sehingga harga pangan lokal sumber karbohidrat masih tinggi di tingkat pasaran dan masyarakat belum mampu mengaksesnya; (c) teknologi penyimpanan pangan lokal/umbi-umbian dalam jangka waktu yang panjang belum banyak dan belum tersosialisasikan ke masyarakat; dan (d) berbagai produk olahan pangan lokal belum tersosialisasi dengan baik di masyarakat dan masih dianggap sebagai pangan inferior. Upaya mewujudkan penurunan konsumsi beras tidak dapat hanya dilaksanakan melalui kegiatan di lingkup Kementerian Pertanian saja, tetapi juga harus didukung oleh kegiatankegiatan yang dilakukan kementerian/lembaga lain dan pemangku kepentingan terkait. Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan Kementerian Pertanian dalam upaya penurunan konsumsi beras rumah tangga antara lain: (a) Pemberdayaan kelompok wanita melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan pengembangan usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan; (b) Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) yang mendukung pangkin (penyediaan pangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah) dan pengembangan teknologi pangolahan pangan lokal; (c) Sosialisasi dan Promosi Penganekaragaman Konsumsi Pangan sejak usia dini pada SD/MI; dan (d) Sosialisasi dan Promosi ke masyarakat umum. Kedepan, penurunan konsumsi beras rumah tangga perlu introduksi komponen kegiatan di dalam dan di luar lahan pekarangan untuk pengembangan umbi-umbian, buah, dan sayur. Upaya selanjutnya untuk meningkatkan penurunan konsumsi beras di masyarakat diperlukan ketersediaan produk pangan pokok lokal seperti umbi-umbian yang memadai dan pengelolaan distribusi yang baik, sehingga harga di pasar dapat ditekan. Untuk itu, diperlukan pengembangan usaha pengolahan pangan pokok lokal lainnya dengan nilai keekonomian 69

83 yang memadai. Selain itu, kegiatan penumbuhan usaha pengolahan pangan berbasis tepungtepungan sudah dapat tercapai secara berkelanjutan, terutama karena kelompok sudah termotivasi dan mempunyai kemampuan kerja sama usaha kelompok. Dalam rangka mendorong penurunan konsumsi beras rumah tangga masyarakat, Kementerian Pertanian melaksanakan kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) berbasis Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dalam bentuk kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan, Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L), serta Sosialisasi dan Promosi P2KP. Diperlukan replikasi kegiatan agar dapat memberikan dampak yang lebih luas di masyarakat. Selain itu, untuk meningkatkan keberagaman pangan juga diperlukan dukungan sosialisasi/promosi tentang pentingnya penganekaragaman pangan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Realisasi Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada tahun 2014 sebesar 83,4 atau tercapai 101,09% dari target sebesar 82,5 (sangat berhasil). Bila dibandingkan dengan capaian tahun 2013 sebesar 81,4 maka terjadi peningkatan skor PPH sebesar 2 poin atau meningkat sebesar 2,46%. Secara umum, kualitas konsumsi pangan yang ditunjukkan dengan skor PPH selama tahun telah mengalami peningkatan dari 75,7 pada tahun 2009 menjadi 83,4 di tahun Dari sisi konsumsi energi dan protein, Data Susenas dari BPS memperlihatkan bahwa selama periode konsumsi energi dan konsumsi protein per kapita per hari mengalami fluktuasi (Tabel 39). Pada tahun , konsumsi energi dan konsumsi protein per kapita per hari mengalami penurunan, sementara pada tahun-tahun lainnya cenderung meningkat. Tabel 40. Perkembangan Konsumsi Pangan Energi dan Protein serta Nilai PPH Tahun Tahun Uraian Konsumsi Energi (kkal/kap/hari) Konsumsi Protein (gram/kap/hari) 54,3 57,9 59,1 55,9 55,7 56,6 Skor Pola Pangan Harapan (PPH) 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Sumber data: Susenas BPS, diolah dan dijustifikasi dengan pendekatan pengeluaran, oleh BKP Kementerian Pertanian 2014 Meskipun berfluktuasi, namun capaian tingkat konsumsi energi per kapita per hari pada periode tersebut masih dalam batas normal, dengan kisaran di atas 90% AKE (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi/WNPG VIII tahun 2004: AKE = kkal/kap/hari). Sementara itu, konsumsi protein selama kurun waktu sudah melebihi angka 70

84 kecukupan protein yang direkomendasikan WNPG VIII tahun 2004 sebesar 52 gram perkapita perhari. Dari sisi komposisi kelompok pangan, selama konsumsi energi masih didominasi dari kelompok padi-padian dengan kisaran 58-62%, yang melebihi proporsi ideal 50%. Konsumsi kelompok pangan yang belum mencapai proporsi ideal yaitu konsumsi umbiumbian 2-3% (proporsi ideal 6%), konsumsi pangan hewani 7-10% (proporsi ideal 12%), konsumsi kacang-kacangan 2,8-3,2% (proporsi ideal 5%), konsumsi sayur dan buah 4-5% (proporsi ideal 6%). Sementara itu, konsumsi kelompok pangan yang hampir mendekati dan melebihi proporsi ideal, yaitu: konsumsi buah/biji berminyak 1-2,6% (proporsi ideal 3%), konsumsi gula 4,5-5,5% (proporsi ideal 5%), dan konsumsi minyak dan lemak 9,8-12,1% (proporsi ideal 12%). Keragaan Konsumsi Per kelompok Pangan pada Tahun seperti dalam Tabel 41. Tabel 41. Konsumsi Energi Rumah Tangga Berdasarkan Kelompok Pangan Tahun Kelompok Pangan Ideal Energi % AKG Energi % AKG Energi % AKG Energi % AKG Energi %AKG Energi %AKG Energi % AKG a. Padi-padian , , , , , , ,0 b. Umbi-umbian 48 2,4 47 2,3 54 2,7 41 2,0 39 1,9 38 1, ,0 c. Pangan hewani 148 7, , , , , , ,0 d. Minyak dan lemak 195 9, , , , , , ,0 e. Buah/biji berminyak 37 1,9 52 2,6 47 2,4 43 2,1 39 1,9 38 1,9 60 3,0 f. Kacang-kacangan 57 2,9 63 3,2 61 3,0 59 2,9 58 2,9 57 2, ,0 g. Gula 87 4, , ,2 91 4,5 93 4,7 90 4, ,0 h. Sayur dan buah 84 4, , , ,0 96 4, ,0 i. Lain-lain 35 1,8 34 1,7 36 1,8 32 1,6 35 1,8 36 1,8 60 3,0 Total , , , , , , ,0 Skor PPH 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 100 Sumber data: Susenas BPS , diolah BKP Kementerian Pertanian, 2014 Untuk dapat mempercepat terwujudnya konsumsi pangan masyarakat menuju beragam dan bergizi seimbang masih diperlukan upaya: (1) peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam mengonsumsi pangan Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman (B2SA) melalui Komunikasi, Informasi, Edukasi/KIE (penyusunan KIT dan Modul Penyuluhan di tingkat lapangan, Lomba Cipta Menu, serta penyebarluasan informasi melalui media cetak, dan elektronik); (2) peningkatan konsumsi melalui penyediaan sayuran dan buah, pangan hewani, kacang-kacangan yang cukup, dan yang dapat diakses oleh seluruh anggota keluarga merupakan daya ungkit yang cukup besar untuk dapat meningkatkan skor PPH. Pencapaian peningkatan Sasaran Strategis Meningkatnya Diversifikasi Pangan memerlukan dukungan dari Kementerian/Lembaga lainnya yang meliputi: Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Kementerian 71

85 Kelautan dan Perikanan, Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Perindustrian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Urusan Logistik (BULOG), serta pemangku kepentingan lainnya yang peduli terhadap ketahanan pangan. Dukungan instansi tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 43 Tahun 2009, di mana instansi tersebut juga sebagai anggota Dewan Ketahanan Pangan, sehingga diperlukan komitmen, koordinasi, dan kerjasama dengan instansi terkait dengan peran serta dari masing-masing instansi. Dalam rangka mendukung keberhasilan pencapaian indikator Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada tahun 2014, melalui Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat, Kementerian Pertanian melakukan berbagai kegiatan, seperti: (1) Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) berbasis Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dalam bentuk kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan, (2) Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L), serta (3) Sosialisasi dan Promosi P2KP sejak usia dini (SD/MI) dan masyarakat. Di samping itu, Program penelitian dan pengembangan teknologi juga melakukan kegiatan dalam rangka mendukung upaya peningkatan diversifikasi pangan yaitu melalui pengembangan teknologi pengembangan beras artifisial fungsional lambat cerna. Pada TA telah diperoleh teknologi beras artifisial fungsional (BAF), yang pada TA telah ditingkatkan skala produksinya pada skala pengembangan (35-40 kg). Beras artifisial ini dibuat dari tepung kasava termodifikasi, tepung sorgum dan bahan-bahan tambahan dalam jumlah sedikit. Beras artifisial tergolong beras berkadar amilosa tinggi karena amilosanya mendekati 27%. Implementasi dan uji produksi beras artifisial telah dilaksanakan di rumah produksi beras analog UPH kelompok tani Margo Mulyo, Desa Mlarak, Ponorogo. Keunggulan teknologi beras artifisial ini, adalah: (a) waktu tanak cukup singkat yaitu 7-8 menit, (b) memiliki karakteristik sifat fungsional meliputi daya cerna pati 73,53-75,30% dan serat pangan 5,50-6,31%, dan (c) Komposisi dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaan sumberdaya lokal. Untuk mendukung pelaksanaan indikator Penurunan Konsumsi Beras Per Kapita Tiap Tahun dan Skor Pola Pangan Harapan (PPH), pada Tahun 2014 Kementerian Pertanian mengalokasikan anggaran senilai Rp ,00 dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai Rp ,00 atau capaiannya sebesar 97,57%. Anggaran tersebut terbagi pada kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) 72

86 berbasis Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), Sosialisasi dan Promosi P2KP sejak usia dini pada SD/MI dan pada masyarakat umum, serta membangun Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor terdiri dari 5 indikator kinerja. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kelima indikator kinerja tersebut dapat disimpulkan bahwa capaian untuk 2 indikator sangat berhasil, 1 indikator cukup berhasil, dan 2 indikator lainnya kurang berhasil, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 42 berikut. Tabel 42. Capaian Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor Tahun 2014 No Indikator Kinerja Target Realisasi % Capaian 1 Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao 50 71,87 143,74 fermentasi dan bahan olahan karet (%) 2 Meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan (%) 35 8,86 25,31 3 Meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi 11 3,10 28,18 gandum/terigu impor (%) 4 Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu 10 33,41 334,10 untuk industri coklat dalam negeri (%) 5 Surplus neraca perdagangan komoditas pertanian (USD miliar) 23 14,19 66,04 Sumber data: PK dan Hasil Pengukuran Kinerja, Tersertifikasinya Semua Produk Pertanian Organik, Kakao Fermentasi dan Bahan Olahan Karet Indikator tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan karet diukur dengan menggunakan 3 parameter yaitu: (1) tersertifikasinya semua produk pertanian organik pada 2014 (pemberlakuan sertifikasi wajib), (2) tersertifikasinya semua produk kakao fermentasi pada 2014 (pemberlakuan sertifikasi wajib), dan (3) tersertifikasinya semua produk bahan olahan karet pada 2014 (pemberlakuan sertifikasi wajib). Capaian indikator tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan karet tahun 2014 seperti pada Tabel 43 berikut. 73

87 Tabel 43. Capaian Indikator Kinerja Tersertifikasinya Semua Produk Pertanian Organik, Kakao Fermentasi dan Bahan Olahan Karet (Pemberlakukan Sertifikasi Wajib) Tahun 2014 No Indikator Kinerja Target % Capaian 1 Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan karet - 25 sertifikat produk pertanian organik 112,00 - Terpenuhinya tahapan sertifikasi wajib kakao fermentasi - Terpenuhinya tahapan sertifikasi wajib bokar 3,60 100,00 Capaian Total 71,87 Sumber data: Ditjen PPHP, Kementerian Pertanian, 2014 Pada tahun 2014 indikator yang ingin dicapai untuk ketiga parameter tersebut, masingmasing: (1) sertifikasi untuk 25 produk pertanian organik, (2) terpenuhinya tahapan sertifikasi wajib kakao fermentasi, dan (3) terpenuhinya tahapan sertifikasi wajib bahan olahan karet (bokar). Capaian dari indikator tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan karet tahun 2014 adalah sebesar 71,87%, melebihi dari target sebesar 50%, atau secara ukuran keberhasilan sebesar 143,74% (sangat berhasil). (1) Tersertifikasinya Semua Produk Pertanian Organik Produk pertanian organik di Indonesia terdiri dari: beras, sayuran (25 jenis), buah (10 jenis), lada, kopi, kakao, kayu manis, mete, vanilla, teh, gula kelapa, dan biofarmaka. Lembaga Sertifikasi Produk Organik (LSPO) di Indonesia ada 8 yaitu: PT. Sucofindo, PT. Mutu Agung Lestari, PT. Lesos, PT. Persada, LSO Sumbar, Inofice, PT. Biocert dan SDS. LSPO berwenang menerbitkan sertifikat untuk produk pertanian organik. Data mengenai luasan organik yang dapat dipantau berasal dari 6 LSPO dan PT. Biocert sedangkan LSO Sumbar tidak memberikan datanya. Tersertifikasinya semua produk pertanian organik dapat dihitung dengan mengetahui berapa banyak (ton) jumlah produk pertanian organik Indonesia yang memperoleh sertifikat setiap tahun dan membandingkannya terhadap berapa banyak produk pertanian organik yang mengajukan sertifikat ditambah produk pertanian organik lainnya, yang dihasilkan Indonesia pada tahun yang sama. Namun sampai saat ini, hal ini belum pernah dipantau. Direncanakan akan dilaksanakan kerjasama pemantauan dengan 8 LSPO. Untuk keperluan menghitung capaian indikator sertifikasi produk pertanian organik ini dipergunakan pendekatan jumlah Kelompok Usaha/Gapoktan/Poktan binaan Kementerian 74

88 Pertanian yang telah memperoleh sertifikasi organik sesuai SNI yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik (LSPO). Untuk tahun 2014, realisasi jumlah Kelompok Usaha/Gapoktan/Poktan yang telah memperoleh sertifikasi organik adalah 28 Gapoktan/pelaku usaha, lebih besar dari target 25 Gapoktan/pelaku usaha, atau persentase realisasi mencapai 112% (sangat berhasil). Persentase capaian Gapoktan/pelaku usaha yang memperoleh sertifikasi organik tahun 2014 sebesar 112% ini lebih rendah dari tahun 2013 sebesar 140%. Selama periode , dari target 105 Pelaku Usaha/Gapoktan/Poktan yang akan memperoleh sertifikasi organik, realisasi mencapai 125 Gapoktan/Poktan/pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikasi organik. Dengan demikian, realisasi jumlah Gapoktan/Poktan/Pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikasi organik selama lima tahun ( ) telah melebihi target. Dari total 28 Pelaku Usaha/Gapoktan/Poktan yang telah dibina dan disertifikasi oleh Kementerian Pertanian, terdiri dari sertifikasi organik nasional sejumlah 25 Pelaku Usaha/Gapoktan/Poktan dengan luasan ha (untuk komoditas kopi, gula kelapa, mete, sayuran, manggis, salak, mangga, beras) dan sertifikasi organik internasional (pemenuhan standar Jepang, Eropa, dan Amerika) sejumlah 3 Pelaku Usaha/Gapoktan/Poktan dengan luas lahan 328 ha (untuk komoditas gula aren dan kayu manis). Target dan Realisasi Sertifikasi Produk Pertanian Organik Tahun dapat dilihat pada Tabel 44 berikut. Tabel 44. Target dan Realisasi Sertifikasi Produk Pertanian Organik Tahun Uraian Target (Gapoktan/pelaku usaha) Realisasi (Gapoktan/pelaku usaha) Realisasi/Target (%) Sumber data: Ditjen PPHP, Kementerian Pertanian, 2014 (Satuan: Jumlah Gapoktan/Pelaku Usaha yang Memperoleh Sertifikat Organik) (2) Tersertifikasinya Semua Produk Kakao Fermentasi pada 2014 Produk kakao fermentasi yang disertifikasi oleh Otoritas Kompeten Keamanan Daerah (OKKP- D) mencerminkan/menggambarkan bahwa produk tersebut telah memenuhi persyaratan pangan. Lembaga yang berhak mengeluarkan sertifikat keamanan pangan untuk kakao fermentasi adalah Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKP-D) adalah OKKP-D yang terdapat di 34 Propinsi. Sampai dengan 2014, OKKPD belum pernah mengeluarkan sertifikat keamanan pangan untuk kakao fermentasi mengingat bahwa Permentan tentang Persyaratan Mutu dan Pemasaran Biji 75

89 Kakao diberlakukan wajib pada tahun Oeh karena itu pelaku usaha/gapoktan/poktan kakao diwajibkan membentuk Unit Fermentasi dan Pengolahan Biji Kakao (UFPBK) serta mengajukan sertifikasi keamanan pangan biji kakao kepada OKKP-D. Untuk indikator tersertifikasinya produk kakao fermentasi, capaian dihitung melalui rumus sebagai berikut: Jumlah kakao fermentasi yang memenuhi syarat untuk disertifikasi tahun 2014 dibagi dengan jumlah semua kakao fermentasi yang dihasilkan tahun Jumlah kakao fermentasi yang dihasilkan di dalam negeri dihitung berdasarkan jumlah produksi kakao di setiap wilayah sentra kakao dikalikan persentase biji kakao yang difermentasi. Persentase biji kakao fermentasi di setiap provinsi berbeda-beda berdasarkan informasi yang diperoleh dari petugas Dinas Perkebunan Provinsi setempat. Jumlah kakao fermentasi tahun 2014 sebesar ton (12.46% dari total produksi kakao). Namun demikian kakao fermentasi yang dihasilkan belum semuanya memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh industri kakao. Di Indonesia terdapat 19 industri kakao. Industri kakao yang membutuhkan bahan baku kakao fermentasi adalah industri kakao yang menghasilkan cocoa butter dan cocoa powder (hanya ada 3 industri kakao dimaksud). Berdasarkan data AIKI, kebutuhan kakao fermentasi industri kakao dalam negeri pada tahun 2014 adalah ton. Saat ini kebutuhan kakao fermentasi industri dalam negeri sebagian besar dipenuhi dari impor. Tahun 2014 impor kakao fermentasi sebesar ton (data PUSDATIN Kementerian Pertanian). Jumlah kakao fermentasi yang memenuhi persyaratan mutu biji kakao dan diserap oleh industri kakao dalam negeri sebesar ton (dihitung berdasarkan selisih antara kebutuhan kakao fermentasi oleh industri kakao dalam negeri dengan jumlah impor kakao fermentasi). Maka persentase kakao fermentasi yang tersertifikasi dan dapat diterima oleh industri kakao adalah sebesar Jumlah kakao fermentasi yang diterima oleh indutri kakao dalam negeri/ Jumlah kakao fermentasi yang dihasilkan di dalam negeri = 3.456/ x 100 persen = 3,6%. Angka persentase jumlah kakao fermentasi yang dihasilkan di dalam negeri di tahun 2014 sebesar 3,6% ini masih jauh dari yang diharapkan, meskipun sudah lebih tinggi dari tahun 2013 sebesar 1%, dan bahkan paling tinggi selama periode (Tabel 45). 76

90 Tabel 45. Perbandingan Kakao Fermentasi Dalam Negeri Yang diserap Industri Kakao Terhadap Produksi Kakao Fermentasi No Tahun Kakao Fermentasi yang Diserap industri Kakao DN (Ton) Produksi Kakao Fermentasi DN (Ton) , , , , ,64 Sumber data: Ditjen PPHP, Kementerian Pertanian, 2014 Upaya untuk meningkatkan persentasi jumlah kakao fermentasi tersertifikasi yang diterima oleh industri kakao dalam negeri, dilakukan melalui pemberlakuan wajib fermentasi yaitu Permentan No. 67/Permentan/OT.140/5/2014 tentang Persyaratan Mutu dan Pemasaran Biji Kakao, sehingga diharapkan usaha pemberlakuan wajib fermentasi kakao dapat lebih ditingkatkan lagi. (3) Tersertifikasinya Semua Produk Bahan Olahan Karet UPPB adalah Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) yang sudah teregister artinya unit tersebut telah menerapkan SOP Bokar Bersih yang dibuktikan dengan Surat Tanda Register (STR) dari dinas yang membidangi perkebunan di Kabupaten/Kota, sehingga bokar tersebut tidak memerlukan pengujian sebagai bahan baku industri crumb rubber. UPPB yang teregister berwenang mengeluarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Bokar Bersih bagi pekebun atau kelompok pekebun dalam wilayah kerjanya. Sesuai Permentan Nomor 38 Tahun 2008, setiap sentra produksi karet harus membentuk UPPB. Daerah yang bukan merupakan sentra karet tetapi menghasilkan produk karet agar diupayakan untuk membentuk UPPB. Terdapat lima sentra produksi karet yang dijadikan model pembentukan UPPB (Jambi, Sumsel, Riau, Kalbar dan Kalsel). Target kumulatif UPPB yang teregistrasi tahun 2014 sebesar 119 unit. UPPB yang ada di Indonesia sampai akhir tahun 2014 ada sebanyak 281 unit dan sudah teregistrasi sebanyak 119 Unit dengan rincian: Sumsel (68), Riau (3), Jambi (5), Kalsel (22), Kalbar (7) dan Kalteng (14). Produksi Bokar bersih yang dihasilkan dari UPPB teregistrasi adalah sebagai berikut: Sumsel: 250 ton x 12 bulan x 68 UPPB = ton Riau: 50 ton x 12 bulan x 3 UPPB = ton Jambi: 8 ton x 12 bulan x 5 UPPB = 480 ton Kalsel: 20 ton x 12 bulan x 22 UPPB = ton Kalbar: 5 ton x 12 bulan x 7 UPPB = 420 ton Kalteng: 15 ton x 12 bulan x 14 UPPB = ton % 77

91 Total produksi bokar bersih yang dihasilkan oleh 119 UPPB yang sudah teregister sampai Desember 2014 adalah sebesar ton, sedangkan ketersediaan bokar sampai akhir 2014 yang diproduksi petani menurut Gapkindo sebesar ton. Sehingga Persentase bokar bersih yang memperoleh sertifikat dibandingkan produk bokar bersih yang dihasilkan sampai akhir 2014: ton / ton x 100% = 4,34%. Jumlah UPPB dan jumlah UPPB teregister periode seperti pada Tabel 46. Tabel 46. Jumlah UPPB dan jumlah UPPB teregister periode Alat Ukur Target Realisasi Terbentuknya UPPB di provinsi sentra (unit) UPPB Teregister (unit) Sumber data: Ditjen PPHP, Kementerian Pertanian, 2014 Capaian parameter Tersertifikasinya Semua Produk Bahan Olahan Karet dihitung dengan membandingkan jumlah kumulatif UPPB yang teregister dengan target UPPB teregister periode Pada tabel diatas terlihat bahwa capaian kumulatif untuk jumlah UPPB teregister periode sebanyak 119 unit dari target kumulatif (target akhir 2014) sebanyak 119 unit sehingga capaiannya sebesar 100% Capaian indikator tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan karet pada tahun 2014 yang terdiri dari 3 parameter: (a) tersertifikasinya semua produk pertanian organik pada 2014; (b) tersertifikasinya semua produk kakao fermentasi pada 2014; dan (c) tersertifikasinya semua produk bahan olahan karet pada 2014 diperoleh dengan menghitung rerata capaian kinerja tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan karet adalah: (112% + 3,6% + 100%): 3 = 71,87%. Jika dibandingkan dengan target indikator sebesar 50% maka didapatkan capaian ukuran keberhasilan sebesar 143,74% (sangat berhasil). Hal-hal yang mendorong yang keberhasilan indikator Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, Kakao fermentasi, dan Bahan olahan karet sehingga capaiannya melebihi dari target, adalah sebagai berikut: (a) Jumlah pelaku usaha/gapoktan/poktan yang mengikuti pembinaan sertifikasi produk organik melebihi dari yang ditargetkan; (b) Adanya dukungan regulasi dengan diterbitkannya Permentan no 67 tahun 2014 tentang persyaratan mutu dan pemasaran biji kakao. Dalam Permentan ini dinyatakan bahwa biji kakao yang diedarkan harus memenuhi persyaratan minimal biji kakao fermentasi; (c) Adanya dukungan Regulasi dengan diterbitkannya Permentan Nomor 38/Permentan/OT.140/8/2008 tentang Pedoman Pengolahan Pemasaran Bokar dan Permendag no 53/M-DAG/PER/10/2009 tentang Pengawasan Mutu Bokar SIR yang Diperdagangkan. Dengan adanya kedua regulasi ini maka 78

92 UPPB diharapkan dapat menghasilkan bokar bersih dengan kualitas yang ditentukan sehingga dapat diterima oleh industri crumb rubber. Untuk mendukung pelaksanaan indikator Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, Kakao fermentasi, dan Bahan olahan karet pada Tahun 2014, dialokasikan anggaran senilai Rp ,00, dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai Rp ,00 atau capaiannya sebesar 93,93%. Anggaran tersebut dialokasikan untuk melaksanakan kegiatan seperti: (a) Kegiatan Pusat yaitu Bimbingan Teknis Fasilitator Organik; (b) Kegiatan Dekon yaitu Pembinaan dan Sertifikasi Pertanian Organik di 10 Propinsi; (c) Penetapan sistem jaminan mutu kakao; (d) Bimtek Fasilitator Mutu kopi dan Kakao; (e) Sosialisasi dan pengawalan implementasi Permentan 67 Tahun 2014; (f) Capacity Building pengembangan mutu biji kakao; (g) Penerapan sistem jaminan mutu; dan (h) Fasilitasi alat pengembangan bokar bersih untuk 97 kelompok tani, dimana alat yang diberikan antara lain: mangkok sadap, talang sadap, ring sadap, pisau sadap, timbangan, dan hand mangel Meningkatnya Produk Olahan yang Diperdagangkan Dalam rangka peningkatan produk olahan hasil pertanian telah dilakukan berbagai upaya, antara lain pengembangan agroindustri perdesaan untuk semua subsektor lingkup sektor pertanian, peningkatan inovasi dan diseminasi teknologi pengolahan, peningkatan efisiensi usaha pengolahan hasil pertanian melalui optimalisasi dan modernisasi sarana pengolahan, peningkatan kemampuan dan pemberdayaan SDM pengolahan dan penguatan lembaga usaha pengolahan hasil di tingkat petani serta peningkatan upaya pengelolaan lingkungan. Dari berbagai upaya tersebut diharapkan produk olahan pertanian yang diperdagangkan terutama yang diekspor dapat meningkat. Volume ekspor produk olahan dan ekspor olahan dan segar untuk komoditi andalan ekspor dapat dilihat pada Tabel 47 berikut. Tabel 47. Volume Ekspor Olahan, Segar dan Total Olahan dan Segar Tahun

93 No Uraian A Ekspor Segar ( Ton) B 1 Kelapa Karet Kelapa Sawit Kopi Kakao Sub Total Ekspor Olahan (Ton) 1 Kelapa Karet Kelapa Sawit Kopi Kakao Sub Total Sumber: BPS diolah Ditjen PPHP Kementan, 2014 Pada tabel 46 diatas, terlihat bahwa pada tahun 2014 volume ekspor segar adalah sebesar ton, dan volume ekspor olahan adalah ton atau meningkat ton dari total capaian (ekspor segar dan olahan) pada tahun 2013 sebesar , artinya terjadi peningkatan sebesar 8,86% dari capaian tahun Persentase meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan di tahun 2014 sebesar 8,86% ini lebih rendah dari target sebesar 35% atau persentase capaiannya keberhasilannya adalah sebesar 25,31% (kurang berhasil). Beberapa kendala yang menjadi penyebab belum tercapainya realisasi capaian indikator meningkatnya Produk Olahan yang Diperdagangkan, antara lain: (a) Ketatnya persyaratan impor produk olahan di beberapa negara tujuan ekspor, dan (b) Sebagian besar produk olahan diperuntukkan bagi konsumsi dalam negeri yang permintaannya memang cukup tinggi. Untuk mendukung pencapaian indikator meningkatnya Produk Olahan yang Diperdagangkan pada Tahun 2014 dialokasikan anggaran senilai Rp ,00 dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai Rp ,00 atau capaiannya sebesar 94,54%. Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian dalam mendukung capaian indikator meningkatnya Produk Olahan yang Diperdagangkan pada tahun 2014, antara lain: Pengembangan pengolahan hasil tanaman pangan; (b) Pengembangan pengolahan hasil hortikultura; (c) Pengembangan pengolahan hasil perkebunan; (d) Pengembangan pengolahan hasil peternakan; dan (e) Dukungan lainnya seperti pembinaan, administrasi, dan lain-lain. 80

94 Meningkatnya Produksi Tepung-Tepungan untuk Mensubstitusi Gandum/Terigu Impor Kebutuhan tepung nasional sebagian besar dipenuhi dari gandum impor. Data mengenai produksi tepung berbasis bahan baku lokal tahun 2012 dan tahun 2013 diambil dari hasil survei Kementerian Perindustrian yang dilaksanakan tahun 2013 terhadap beberapa provinsi sentra produksi untuk 18 jenis komoditi tepung-tepungan berbahan baku lokal (beras, ketan, jagung, kedele, kacang hijau, sorghum, koro, mokaf, singkong, tapioka, iles-iles, ubi jalar, gembeli, ganyong, tales, ubi ungu, gadung, dan garut). Berdasarkan hasil survei Kementerian Peridustrian tersebut, diperoleh informasi produksi tepung berbasis bahan baku lokal tahun 2012 sebesar ton dan tahun 2013 sebesar sebesar ton. Karena belum ada data mengenai produksi tepung berbasis bahan baku lokal tahun 2014, sehingga data yang digunakan untuk menghitung capaian tahun 2014 menggunakan data tahun Berdasarkan Data BPS 2014, Impor tepung terigu sampai dengan bulan Desember 2014 sebesar ,9 ton dan biji gandum sebesar ,07 ton atau setara dengan ,35 ton tepung terigu (konversi biji gandum ke tepung terigu 74%), sehingga total impor tepung terigu sampai bulan Desember 2014 sebesar ,25 ton ( ,9 ton ,35 ton). Jika akan menghitung besarnya substitusi tepung terigu maka perlu dihitung terlebih dahulu konsumsi dalam negeri impor tepung terigu, dimana perhitungan yang digunakan adalah: Impor tepung terigu sampai Desember 2014 ekspor tepung terigu sampai Desember Jumlah ekspor dan impor tepung terigu periode terlihat pada Tabel 48. Tabel 48. Jumlah Ekspor dan Impor Tepung Terigu Periode Tahun Ekspor Tepung Terigu (Ton) Impor Tepung Terigu (Ton) Total Sumber: BPS, 2014 Berdasarkan rumus perhitungan dan tabel diatas, didapatkan jumlah konsumsi dalam negeri tepung terigu impor sampai bulan Desember 2014 adalah sebesar , ton = ,25 ton. Jadi dari total tepung terigu yang diimpor terdapat ,25 ton / ,25 ton x 100% = 98,08% untuk konsumsi dalam negeri (tepung terigu) dan 1,92% yang diproses menjadi tepung terigu yang diekspor. 81

95 Apabila diasumsikan produksi tepung berbahan baku lokal tahun 2014 sama dengan produksi tahun 2013 sebesar ton dan tepung berbahan baku lokal tersebut dapat menggantikan peranan tepung terigu impor, maka perbandingan produksi tepung berbahan baku lokal terhadap konsumsi dalam negeri tepung terigu impor pada Desember 2014 adalah sebesar ton / ,25 ton x 100% = 4,48%. Sementara itu, konsumsi dalam negeri tepung terigu impor bulan Januari sampai bulan Desember 2013 = total impor tepung terigu ton ekspor tepung terigu ton = ton. Sehingga perbandingan produksi tepung berbahan baku lokal terhadap konsumsi dalam negeri tepung terigu impor tahun 2013: ton / ton x 100% = 4,90%. Sesuai dengan Penetapan Kinerja (PK) Kementerian Pertanian Tahun 2014, indikator meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu impor ditargetkan sebesar 11%, yang artinya meningkat 11% dari capaian tahun 2013 sebesar 4,90%, sehingga pada tahun 2014 target meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu impor adalah sebesar 15,90%. Capaian yang terealisasi pada tahun 2014 adalah sebesar 4,48%, (terealisasi sebesar 3,10% dari target 11%) atau secara persentase ukuran keberhasilan indikator meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu tahun 2014 diperhitungkan sebesar 28,18% (kurang berhasil). Perkembangan volume ekspor-impor tepung terigu Tahun seperti tabel 47. Permasalahan yang menjadi penyebab belum tercapainya indikator meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu impor adalah sebagai berikut: (a) Data produksi aneka tepung berbahan baku lokal tahun 2014 belum tersedia sehingga sebagai perbandingan masih menggunakan angka tahun 2013; (b) Ketersediaan baku tepung lokal cenderung menurun sedangkan kebutuhan akan tepung terigu terus meningkat; (c) Tidak semua pangan olahan yang menggunakan tepung terigu dapat digantikan oleh tepung lokal. Untuk mendukung pencapaian indikator meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu impor pada Tahun 2014, dialokasikan anggaran senilai Rp ,00 dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai Rp ,00 atau capaiannya sebesar 96,34%. Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian dalam mendukung capaian indikator meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu impor, antara lain: Bimbingan teknis pengolahan tanaman pangan (tepung lokal) dan Fasilitasi Pelaku usaha pengolahan tanaman pangan. 82

96 Gambar 7. Tepung premix berbasis tepung ubijalar termodifikasi (kiri) dan produk rerotian berbasis tepung premix (tengah dan kanan) Peningkatan produksi tepung-tepungan tersebut dapat juga didukung melalui penciptaan teknologi produksi tepung-tepungan yang memanfaatkan sumber daya lokal. Pada TA. 2014, telah diperoleh teknologi pembuatan tepung premix berbasis tepung ubijalar termodifikasi. Formula tepung premix berbasis tepung ubijalar termodifikasi dihasilkan melalui kombinasi dengan hidrokoloid (pektin, guar gum, dan xanthan gum). Aplikasi tepung premix pada produk rerotian (roti manis dan bakpao) menghasilkan produk dengan struktur yang cukup baik dan secara keseluruhan dapat diterima panelis walaupun memiliki karakterisik sedikit berbeda dengan produk dari tepung terigu. Pada produk bolu panggang karakteristik produk yang dihasilkan sangat mirip dengan karakteristik produk dari tepung terigu. Keunggulan tepung premix berbasis tepung ubijalar termodifikasi, yaitu: (a) berbasis 100% pangan lokal, (b) bebas gluten, (c) tinggi kalori (371 kkal), dan d) dapat diaplikasikan pada berbagai produk olahan pangan Meningkatnya Sarana Pengolahan Kakao Fermentasi Bermutu untuk Industri Coklat Dalam Negeri Di Indonesia terdapat 19 industri kakao. Namun hanya 3 industri kakao yang menghasilkan cocoa butter dan cocoa powder. Ketiga industri kakao tersebut membutuhkan bahan baku kakao fermentasi. Jumlah kebutuhan kakao fermentasi per tahun ketiga industri tersebut adalah sekitar ton. Untuk menghasilkan kakao fermentasi bermutu dibutuhkan sarana pengolahan kakao berupa kotak kakao fermentasi. Kapasitas kotak fermentasi yang selama ini difasilitasi oleh Kementerian Pertanian 40 kg kakao basah yang dapat menghasilkan 15 kg kakao fermentasi kering per kotak dalam jangka waktu 7 hari. Masa panen kakao pertahun selama 8 bulan mulai dari Juni sampai Oktober dan Februari sampai April. Kotak fermentasi selama masa panen tersebut dapat digunakan sebanyak 2 kali dalam sebulan. 83

97 Apabila kebutuhan kakao fermentasi tersebut direncanakan di supply dari produksi kakao fermentasi dalam negeri, maka kotak fermentasi kakao yang dibutuhkan pada tahun 2014 sebanyak kg /(2x8x15 kg) = setara dengan kotak fermentasi. Pada tahun 2014, melalui Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian telah memfasilitasi kotak kakao fermentasi bagi 38 Gapoktan/Poktan di 23 Kabupaten sebanyak kotak fermentasi. Jadi selama tahun 2014 kotak fermentasi tersebut dapat beroperasi setara dengan kotak fermentasi x 2 x 8 = kotak fermentasi. Selain itu, melalui Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Perkebunan Berkelanjutan, Kementerian Pertanian juga telah memfasilitasi peralatan fermentasi bagi 19 Gapoktan/Poktan di 15 Kabupaten yang masing-masing menerima 20 kotak fermentasi, jadi kotak fermentasi yang difasilitasi selama tahun 2014 sejumlah 19 x 20 = 380 kotak fermentasi. Kotak fermentasi ini dapat beroperasi selama tahun 2014 setara dengan 380 x 2 x 8 = kotak fermentasi. Sehingga total kotak fermentasi yang dapat beroperasi selama tahun 2014 yang difasilitasi oleh Kementerian Pertanian melalui dua program tersebut adalah = kotak fermentasi. Sejak tahun 2010 sampai 2013 jumlah kotak fermentasi yang difasilitasi oleh Kementerian Pertanian berjumlah kotak fermentasi. Dengan asumsi umur kotak fermentasi dapat digunakan selama 5 tahun, maka kotak tersebut masih dapat difungsikan. Pada tahun 2014 fungsi 5000 kotak fermentasi tersebut setara dengan x 2 x 8 bulan = kotak fermentasi. Sehingga total kotak fermentasi yang dapat difasilitasi oleh Kementerian Pertanian sampai dengan akhir 2014 berjumlah: kotak = kotak fermentasi. Target kotak kakao yang harus difasilitasi selama tahun 2014 adalah kotak fermentasi. apabila dibandingkan dengan target, maka capaian kinerja tahun 2014 adalah: kotak fermentasi / kotak fermentasi x 100% = %. Bila dibandingkan dengan kebutuhan kotak kakao fermentasi pada 3 industri kakao sepanjang tahun 2014 dimana dibutuhkan kotak fermentasi maka hal ini masih jauh dari kebutuhan yaitu: / x 100% = 30,99%. Ke depan, pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan untuk peningkatan mutu kakao fermentasi diharapkan dapat lebih ditingkatkan lagi pada tahun-tahun mendatang. Jumlah sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri cokelat dalam negeri selama kurun waktu seperti pada Tabel

98 Tabel 49. Jumlah Sarana Pengolahan Kakao Fermentasi Bermutu Untuk Industri Cokelat Dalam Negeri Selama Kurun Waktu (Kotak Fermentasi) No Uraian Sarana Kakao fermentasi Kapasitas Pemakaian Per Tahun Sumber data: Ditjen PPHP, Kementerian Pertanian, 2014 Jumlah kotak kakao fermentasi yang difasilitasi Kementan tahun 2014 sebanyak kotak fermentasi meningkat dibanding tahun 2013 sebanyak kotak fermentasi atau meningkat sebanyak 446 kotak fermentasi (33,41%). Sesuai dengan Penetapan Kinerja (PK) Kementerian Pertanian Tahun 2014, indikator meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri ditargetkan sebesar 10% dengan realisasi capaiannya sebesar 33,41% atau secara ukuran keberhasilan mencapai 334,10% (sangat berhasil). Beberapa hal yang mendukung keberhasilan tercapainya indikator Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri cokelat dalam negeri adalah sebagai berikut: (a) Kebutuhan kakao fermentasi sampai saat ini sebagian besar masih didominasi oleh impor, sehingga diperlukan peningkatan produksi kakao fermentasi lokal dengan penambahan sarana dan prasarana kakao fermentasi; (b) Sebagian besar petani kakao adalah petani rakyat yang tergabung dalam Gapoktan/Poktan sehingga dapat difasilitasi oleh Ditjen PPHP. Untuk mendukung pencapaian indikator Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri cokelat dalam negeri pada Tahun 2014, Kementerian Pertanian mengalokasikan anggaran senilai Rp ,00 dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai Rp ,00 atau capaiannya sebesar 95%. Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian dalam mendukung capaian indikator Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri cokelat dalam negeri, antara lain: Pengembangan mutu kakao fermentasi berupa fasilitasi sarana dan prasarana fermentasi (kotak fermentasi, pengering, gudang, dan alat pengukur kadar air biji kakao) Surplus Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Dalam rangka peningkatan akses pasar untuk memacu pertumbuhan ekspor produk pertanian ke berbagai negara tujuan ekspor telah dilakukan berbagai kebijakan dan program akselerasi ekspor, promosi dan diplomasi serta advokasi di berbagai negara dan forum kerjasama internasional. Percepatan dan peningkatan ekspor difokuskan pada beberapa 85

99 komoditas utama yang memiliki daya saing di pasar global, antara lain Komoditas Perkebunan (Kelapa Sawit, Kakao, Kopi, Karet, dan Minyak Atsiri) dan Komoditas Hortikultura (Buah, Sayur, Tanaman Hias, dan Biofarmaka). Perhitungan mengenai ekspor dan impor menggunakan data ekspor - impor yang diterbitkan oleh BPS, sehingga diperoleh neraca perdagangan tahun Nomor HS yang digunakan adalah: HS 01-HS 24 kecuali 03 (perikanan); HS 33 (minyak atsiri), HS 40 (karet), HS 30 (obat hewan); HS 41 (kulit dan jangat), HS 50 (ulat sutera); HS 51 (wol), HS 53 (serat), HS 43 (kulit biribiri); HS 44 (arang kelapa). Pada tahun 2014, sesuai dengan Penetapan Kinerja (PK) Kementerian Pertanian Tahun 2014, indikator neraca perdagangan komoditas pertanian ditargetkan senilai US$23,00 miliar. Sampai dengan Desember 2014 capaian surplus neraca perdagangan komoditas pertanian mencapai US$15,19 miliar atau secara persentase capaian peningkatan neraca perdagangan tahun 2014 sebesar 66,04% (cukup berhasil). Apabila dibandingkan dengan capaian pada tahun 2013 senilai US$17,63 miliar maka terdapat penurunan senilai US$0,72 miliar (4,08%). Target dan capaian peningkatan neraca ekspor per tahun dari seperti pada Tabel 50 berikut. Tabel 50. Target dan Capaian Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Periode Tahun Uraian Tahun Target (US$ miliar) 15,11 17,38 19,98 22,98 23 Realisasi (US$ miliar) 13,14 18,54 22,77 18,35 17,63 15,19* Capaian Realisasi /Target (%) 122, ,84 76,72 66,04 Sumber: BPS, diolah Pusdatin dan Ditjen PPHP * Data sampai dengan Desember 2014 Penyebab rendahnya realisasi neraca perdagangan pertanian tahun 2014 disebabkan antara lain: (a) turunnya harga komoditas perkebunan di pasar dunia; (b) berkembangnya industri hilir di Indonesia sehingga sebagian besar produk yang dihasilkan dipergunakan untuk industri dalam negeri; (c) menurunnya pertumbuhan ekonomi di negara tujuan seperti Tiongkok dan India; dan (d) berkurangnya permintaan negara tujuan terhadap produk perkebunan Indonesia. Untuk mendukung pencapaian indikator surplus neraca perdagangan komoditas pertanian pada Tahun 2014, Kementerian Pertanian mengalokasikan anggaran senilai Rp ,00 dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2014 senilai Rp ,00 atau capaiannya sebesar 94,65%. 86

100 Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian dalam mendukung capaian indikator Surplus neraca perdagangan komoditas pertanian, antara lain: (a) Kegiatan Akselerasi Ekspor hasil pertanian; (b) Kegiatan Bimbingan Akselesari Peningkatan Ekspor Hasil Pertanian. Neraca perdagangan beberapa komoditas ekspor pada tahun 2014 secara lebih rinci diuraikan sebagai berikut: (1) Kegiatan Peningkatan Ekspor CPO dan Olahannya Volume ekspor CPO dan olahannya pada tahun 2014 dibanding tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 8,69% yaitu dari 25,79 juta ton menjadi 28,03 juta ton. Pertumbuhan nilai ekspor CPO dan olahannya pada periode yang sama meningkat sebesar 12,48%, dimana nilai ekspor pada tahun 2013 sebesar US$17,68 miliar menjadi US$19,56 miliar pada tahun Penurunan nilai ekspor ini sebagai akibat dari turunnya harga CPO dan olahannya di pasar internasional. Peningkatan ekspor terutama ke negara tujuan seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura. (2) Kegiatan Peningkatan Ekspor Karet Volume ekspor karet pada tahun 2014 dibanding tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 2,96%, yaitu dari 2,70 juta ton pada tahun 2013 menjadi 2,62 juta ton pada tahun Sementara nilai ekspornya menurun 13,26% pada periode yang sama, yaitu US$6,91 miliar pada tahun 2013 menjadi US$4,74 miliar pada tahun Penurunan nilai ekspor karet disebabkan menurunnya harga karet dunia. Upaya peningkatan ekspor karet ini dilakukan antara lain dengan penerapan SOP Bokar Bersih dengan pembentukan UPPB dan kerjasama komoditi karet antar 3 negara: Thailand, Indonesia, dan Malaysia yang dilaksanakan melalui forum International Tripartite Rubber Council (ITRC). (3) Kegiatan Peningkatan Ekspor Kopi Volume ekspor kopi pada periode 2014 dibandingkan 2013 mengalami penurunan 27,94%, yaitu dari 534,03 ribu ton pada tahun 2013 menjadi 384,83 ribu ton pada tahun Nilai ekspor kopi pada periode yang sama mengalami penurunan sebesar 11,11% yaitu dari US$1,17 miliar pada tahun 2013 menjadi US$1,04 miliar pada tahun Kegiatan peningkatan ekspor kopi terutama dilakukan melalui promosi, perbaikan mutu, dan kerjasama antar negara melalui ASEAN National Focal Point Working Group on Coffee. 87

101 (4) Ekspor Buah Tropika Volume ekspor manggis pada tahun 2014 meningkat dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu sebesar 31,76% (dari 7,65 ribu ton menjadi 10,08 ribu ton). Sedangkan nilainya pada periode yang sama juga meningkat sebesar 14,31% (dari US$5,73 ribu menjadi US$6,55 ribu). Volume ekspor mangga pada periode 2014 mengalami peningkatan dari ton menjadi ton atau mengalami peningkatan sebesar 5,51% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun Sementara nilainya meningkat sebesar 27,66% dari US$1,41 ribu menjadi US$1,80 ribu. Volume ekspor Nenas pada periode 2014 mengalami peningkatan dari 174,09 ribu ton menjadi 192,32 ribu ton atau mengalami peningkatan sebesar 10,47% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun Sementara nilainya meningkat sebesar 22,81% dari US$157,44 ribu menjadi US$193,35 ribu. Untuk komoditas hortikultura (buah dan sayur) walaupun ekspornya menurun pada tahun 2014, tetapi produksinya mengalami peningkatan terhadap produksi tahun 2013, seperti dapat dilihat pada Tabel 51. Gambar 8. Panen Jeruk dan Padi Oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Gambar 9. Pelaksanaan Cetak Sawah di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo 88

102 Tabel 51. Perbandingan Produksi Hortikultura Tahun 2013 dan Tahun 2014 No Komoditas Produksi Tahun 2013 Tahun 2014*) % A. Buah 1 Jeruk (ton) ,81 2 Mangga (ton) ,00 3 Manggis (ton) ,00 4 Durian (ton) ,06 5 Pisang (ton) ,80 6 Buah pohon dan perdu lainnya (ton) ,95 7 Buah semusim dan merambat (ton) ,42 8 Buah terna lainnya (ton) (0,61) Total Buah ,12 B. Florikultura 1 Anggrek (tangkai) ,28 2 Krisan (tangkai) ,46 3 Tanaman Hias Bunga dan daun lainnya (tangkai) ,04 4 Tanaman Pot dan tanaman taman (pohon) ,56 5 Tanaman Bunga Tabur (Melati) kg ,37 C. Sayur 1 Cabai (ton) ,12 2 Bawang Merah (ton) ,72 3 Kentang (ton) (9,37) 4 Jamur (ton) (53,24) 5 Sayuran umbi lainnya (ton) ,13 6 Sayuran daun (ton) (6,24) 7 Sayuran buah lainnya (ton) (0,58) Total Sayuran ,2 D. Tanaman Obat 1 Temulawak (ton) ,59 2 Tanaman Obat Rimpang lainnya (ton) ,83 3 Tanaman Obat Non Rimpang lainnya (ton) ,76 Total Tanaman Obat ,80 Sumber: Ditjen Hortikultura, 2014 Keterangan: *) Angka Prognosa Peningkatan Kesejahteraan Petani Tingkat kesejahteraan petani dapat dilihat dari beberapa indikator kinerja yaitu pemilikan aset dan lahan, dan tingkat pendapatan. Dalam laporan ini, indikator kinerja yang diukur adalah Nilai Tukar Petani (NTP) dan pendapatan petani per kapita. Sasaran Meningkatnya Kesejahteraan Petani terdiri dari 2 indikator kinerja utama, yakni: (1) Nilai Tukar Petani dan (2) Persentase pertumbuhan pendapatan per kapita yang pencapaian kinerjanya di tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 51. Dibandingkan dengan target, capaian untuk indikator Nilai Tukar Petani sebesar 97,61% (berhasil) dan capaian untuk indikator Skor Pola Pangan Harapan sebesar 102,79% (sangat berhasil). 89

103 Tabel 52. Persentase Capaian Kinerja Peningkatan Kesejahteraan Petani Kementerian Pertanian Tahun 2014 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi % Capaian Kinerja Meningkatnya - Nilai Tukar Petani (NTP) ,37 97,61 Kesejahteraan Petani - Persentase pertumbuhan 11,10% 11,41 102,79 pendapatan per kapita Sumber data: PK dan Hasil Pengukuran Kinerja, Nilai Tukar Petani (NTP) Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib), dimana It menunjukkan fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani sementara Ib mencerminkan harga barang-barang yang dikonsumsi petani dan barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. NTP digunakan untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam produksi dan konsumsi rumahtangga. Umumnya, NTP digunakan sebagai indikator proksi kesejahteraan petani. Peningkatan NTP dapat dilakukan dengan meningkatkan indeks harga yang diterima petani, namun hal ini dapat memacu inflasi yang tidak diinginkan oleh pemerintah. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan NTP perlu diupayakan agar peningkatan indeks harga yang dibayar petani tidak terlalu progresif. Perlu dicermati bahwa NTP bukan mutlak ukuran kesejahteraan petani karena walaupun indeks harga yang diterima petani meningkat, namun belum tentu NTP meningkat, karena masih tergantung dengan indeks harga yang dibayar petani. Dalam rencana strategis Kementerian Pertanian Tahun , secara umum dinyatakan bahwa untuk periode , sasaran angka NTP berkisar antara , yang berarti bahwa penerimaan petani diharapkan semakin lebih besar dari pengeluaran. Selama periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, NTP meningkat pesat. Walaupun sempat menurun pada tahun 2013, namun NTP melonjak dari 101,77 pada tahun 2010 menjadi 107,37 pada tahun Bahkan pencapaian NTP pada tahun 2014 merupakan capaian tertinggi sepanjang Peningkatan NTP tersebut disebabkan oleh laju peningkatan indeks harga yang diterima petani lebih tinggi dibandingkan laju peningkatan indeks harga yang dibayar petani. Perkembangan NTP selama periode dapat dilihat pada Gambar 6 dan Tabel

104 Gambar 10. Perkembangan Nilai Tukar Petani, (2007 = 100) Sumber data: BPS, 2014 Hasil perhitungan NTP yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan menggunakan tahun dasar 2007 menunjukkan bahwa NTP rata-rata nasional pada tahun 2014 mencapai 107,37 dari target sebesar atau secara ukuran keberhasilan capaiannya sebesar 97,61% (berhasil). Dari angka NTP tahun 2014 sebesar 107,37 tersebut terlihat bahwa ada sebesar 7,37% dari penghasilan petani yang dapat disimpan setelah memenuhi kebutuhan berproduksi dan konsumsi rumahtangga (100=titik impas). Jika dibandingkan dengan capaian tahun 2013 sebesar 104,95 maka terjadi peningkatan sebesar 2,42 poin (2,31%). Berdasarkan hasil penelitian Patanas oleh Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, pada tahun 2010 hingga 2012, diketahui bahwa sumber pendapatan rumahtangga tani sebesar 33,87-40% berasal dari sektor non pertanian. Artinya, dengan hanya perolehan pendapatan dari sektor pertanian, petani sudah dapat mencukupi kebutuhan berproduksi dan konsumsinya serta dapat menggunakan sisa penghasilan sebesar 7,37% dan pendapatan dari sektor non pertanian untuk membiayai kebutuhan non produksi dan non konsumsinya. Gambar 11. Pengembangan Sapi 91

105 Tabel 53. Perkembangan Nilai Tukar Petani (2007=100), Bulan Nilai Tukar Petani Januari 101,20 103,01 105,73 105,67 107,79 Februari 101,19 103,33 105,10 105,19 106,98 Maret 101,09 103,32 104,68 104,53 106,63 April 101,20 103,91 104,71 104,55 106,59 Mei 101,16 104,50 104,77 104,95 106,74 Juni 101,39 104,79 104,88 105,28 106,96 Juli 101,77 104,87 104,96 104,58 107,19 Agustus 101,82 105,11 105,26 104,32 107,43 September 102,19 105,17 105,41 104,56 107,90 Oktober 102,61 105,51 105,76 105,30 108,80 Nopember 102,89 105,64 105,72 105,15 108,23 Desember 102,75 105,75 105,87 105,30 107,27 Rataan 101,77 104,58 105,24 104,95 107,37 Sumber: BPS, 2014 Grafik 2. Perkembangan NTP Tahun (Januari s.d Desember) Sumber: BPS, 2014 Walaupun demikian, NTP yang akselerasi pertumbuhannya semakin rendah sejak 2010 mengindikasikan kenaikkan harga-harga kebutuhan konsumsi dan sarana prasarana berproduksi yang semakin tinggi, sementara harga jual produk pertanian meningkat lebih lambat. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan harga jual produk pertanian sehingga dapat menaikkan daya beli petani. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mencegah kejatuhan harga produk pertanian yang umumnya terjadi saat panen raya melalui mekanisme harga dasar. Hasil perhitungan NTP (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat, dan peternakan) oleh BPS dengan menggunakan tahun dasar 2007 menunjukkan bahwa NTP rata-rata tahun mencapai 104,85 (Tabel 2). NTP rata-rata tahun tertinggi adalah pada subsektor tanaman hortikultura sebesar 108,91, diikuti oleh sub sektor tanaman perkebunan 92

106 rakyat (105,49), sub sektor peternakan (102,67), dan NTP terendah pada sub sektor tanaman pangan (102,31). NTP tahun mengalami pertumbuhan rata-rata 0,97%. Pada periode tersebut NTP tanaman pangan, tanaman hortikultura, perkebunan rakyat, dan peternakan mengalami pertumbuhan positif masing-masing 1,02%, 0,70%, 0,50%, dan 0,16%. Tabel 54. Perkembangan Nilai Tukar Petani per Sub Sektor (2007=100), Nilai Tukar Petani No Tahun Total Tanaman Pangan Tanaman Hortikultura Tanaman Perkebunan Rakyat Peternakan , ,6 104,07 104, ,58 102,82 108,95 107,29 101, ,24 104,70 109,03 105,91 101, ,92 104,62 108,35 104,13 102, ,75 101,64 110,61 106,07 104,67 Rataan 104,85 102,31 108,91 105,49 102,67 Pertumbuhan (%) 0,97 1,02 0,70 0,50 0,16 Sumber: BPS, 2014 Permasalahan rendahnya NTP sehingga capaiannya belum mencapai target yang ditetapkan, antara lain disebabkan oleh: (1) Skala usaha budidaya pertanian yang relatif kecil; (2) Harga komoditas berfluktuasi, terutama pada saat panen raya; (3) Pembangunan infrastruktur yang belum merata sehingga menyebabkan harga jual rendah dan harga kebutuhan lain tinggi; (4) Aplikasi teknologi yang belum optimal, hal ini antara lain disebabkan karena terbatasnya permodalan petani yang mengakibatkan produktivitas rendah; (5) Daya saing komoditas pertanian relatif rendah; (6) Laju pertumbuhan harga konsumsi dan harga sarana produksi lebih tinggi dari laju pertumbuhan harga komoditas; (7) Dari sisi konsumsi rumahtangga, pertumbuhan pengeluaran untuk bahan makanan, makanan jadi, perumahan dan sandang lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan produksi komoditas pertanian; (8) Dari sisi biaya produksi, laju pertumbuhan harga/biaya obat-obatan dan penambahan barang modal tinggi dibandingkan laju pertumbuhan harga komoditas pertanian. Upaya yang dilakukan Kementerian Pertanian dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian untuk meningkatkan pendapatan serta menjaga harga jual masih relevan dengan berbagai catatan: (1) Penetapan HPP dan harga output yang proporsional dan lebih berpihak ke petani. (2) Melakukan upaya koordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk memungkinkan diberikannya keringanan pajak terhadap barang-barang modal atau sarana yang digunakan untuk berusahatani. 93

107 (3) Mengupayakan pemberian skim subsidi bunga kredit dan penjaminan untuk investasi dan modal kerja usahatani. (4) Melanjutkan upaya intervensi stabilisasi harga melalui pembelian dari BULOG, menerapkan secara intensif sistem pembelian dengan resi gudang khususnya untuk komoditi utama pada saat panen. Mengembangkan kelembagaan sistem tunda jual yang memungkinkan petani mendapatkan harga jual produk pertanian yang wajar. (5) Melakukan proteksi terhadap serbuan impor hasil-hasil pertanian, baik melalui instrumen tarif dan non tarif. Hal ini sangat dibutuhkan untuk melindungi kejatuhan harga pertanian akibat perdagangan internasional yang tidak adil (unfair market). (6) Pengembangan infrastruktur oleh Pemerintah yang dilakukan secara padat karya dengan melibatkan petani yang menjadi sasaran kegiatan. (7) Mengembangkan berbagai aktivitas off-farm yang mampu membangkitkan penghasilan bagi petani dengan basis kegiatan yang terkait usahatani, seperti wisata agro, industri rumah tangga berbahan baku hasil pertanian dan industri rumah tangga yang dapat menghasilkan peralatan pertanian sederhana. (8) Mengupayakan insentif bagi tumbuhnya industri hulu dan hilir pertanian. (9) Mengupayakan adanya payung hukum bagi bertumbuhnya Lembaga Pembiayaan Pertanian yang tersedia di perdesaan Pertumbuhan Pendapatan Per Kapita Pendapatan petani per kapita adalah pendapatan yang diterima oleh setiap petani dalam suatu negara selama kurun waktu satu tahun, atau ditentukan oleh besarnya pendapatan pertanian dan jumlah petani. Pendapatan per kapita petani dihitung dengan membagi Produk Domestik Bruto (PDB) per subsektor/sektor pertanian dengan jumlah petani pada masingmasing sub sektor/sektor pertanian. Data PDB diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), sementara data jumlah petani diperoleh dari estimasi berdasarkan proyeksi angkatan kerja per sub sektor (Proyeksi Pusdatin) dikalikan dengan proporsi angkatan kerja yang diperoleh dari Proyeksi Penduduk BPS tahun Pendapatan petani per kapita meningkat menjadi Rp5,36 juta/kapita/tahun pada tahun 2014 atau meningkat 11,41% dibandingkan tahun Persentase realisasi peningkatan pendapatan petani per kapita tahun 2014 sebesar 11,41% ini lebih besar dari target tahun 2014 sebesar 11,10% atau secara ukuran keberhasilannya mencapai 102,79% (sangat berhasil). Pada tahun 2013, rata-rata pendapatan petani per kapita adalah sebesar Rp4,81 juta/kapita/tahun. Jika 94

108 dibandingkan dengan capaian pertumbuhan pendapatan petani per kapita pada tahun 2013 sebesar 4,10% maka realisasi capaian tahun 2014 mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 7,31%. Peningkatan pendapatan petani per kapita pada tahun 2014, secara umum disebabkan peningkatan harga produk pertanian yang cukup signifikan dibandingkan pada tahun Jika dicermati pada tiap-tiap sub sektor, pendapatan petani per kapita tertinggi pada tahun 2014 adalah pada sub sektor peternakan sebesar Rp7,16 juta/kapita/tahun, diikuti berturutturut oleh subsektor tanaman pangan (Rp6,53 juta/kapita/tahun) dan perkebunan (Rp3,09 juta/kapita/tahun) (Tabel 55). Tabel 55. Perkembangan Pendapatan Petani per Kapita, ) Sub Sektor/Sektor Pendapatan Petani Per Kapita (RpJuta/Kap/Tahun) 1) ) Tanaman Pangan 4,50 5,06 5,56 5,77 6,53 (%) 2) (7,55) (12,34) (9,83) (3,87) (13,18) Perkebunan 2,59 2,71 2,64 2,78 3,09 (%) 2) (0,55) (4,74) (-2,63) (5,24) (11,29) Peternakan 6,10 6,33 6,58 6,87 7,16 (%) 2) (3,56) (3,87) (3,85) (4,39) (4,28) Pertanian Sempit 3) 4,08 4,43 4,62 4,81 5,36 (%) 2) (4,88) (8,70) (4,31) (4,10) (11,41) Sumber: BPS, diolah Pusdatin Keterangan: 1) Pendapatan per kapita dihitung dengan membagi PDB harga konstan 2000 tahun bersangkutan dengan jumlah petani pada masing-masing sub sektor. Penentuan jumlah petani sebagai pembagi PDB, dihitung dari perkalian proyeksi angkatan kerja per sub sektor (Proyeksi Pusdatin) dengan proporsi angkatan kerja (BPS, Proyeksi Penduduk ). 2) Angka dalam kurung menunjukkan perkembangan dari tahun sebelumnya. 3) Pertanian Sempit terdiri dari sub sektor tanaman pangan, peternakan, dan perkebunan. 4) Pendapatan per kapita dihitung dari PDB tahun 2014 dari BPS sampai dengan Triwulan III. Persentase perkembangan pendapatan petani per kapita di sub sektor peternakan mengalami penurunan, yaitu menurun dari 4,39% pada tahun 2013 menjadi 4,28% pada tahun Trend penurunan ini dinilai wajar karena semakin maju perekonomian suatu negara, maka pembangunan di sektor pertanian akan menurun yang disebabkan oleh fokus pemerintah yang lebih pada pembangunan infrastruktur untuk menopang pertumbuhan ekonomi negara. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto yang mengalami penurunan drastis dari 50% pada dekade 1960-an menjadi hanya 13-15% saat ini. Sementara itu persentase perkembangan pendapatan petani per kapita di sub sektor tanaman pangan dan sub sektor perkebunan dan pertanian sempit mengalami kenaikan, 95

109 yaitu: sub sektor sektor tanaman pangan dari 3,87% pada 2013 menjadi 13,18% pada 2014, sub sektor perkebunan dari 5,24% pada 2013 menjadi 11,29% pada 2014, dan pertanian sempit dari 4,10% pada 2013 menjadi 11,41% pada Beberapa faktor yang menyebabkan pendapatan petani tidak meningkat secara signifikan, antara lain: (1) sempitnya luasan lahan yang diusahakan oleh petani dan bahkan cenderung menyempit sehingga peningkatan jumlah pendapatan tidak proporsional dengan jumlah petani, dan (2) naiknya harga faktor-faktor produksi seperti pupuk dan benih secara berkala. Di samping sebagai hasil dari berbagai program/kegiatan yang ditujukan untuk pencapaian 3 target sukses lainnya (swasembada dan swasembada berkelanjutan, peningkatan diversifikasi pangan, serta peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor), ada beberapa kegiatan Kementerian Pertanian yang secara langsung ditujukan untuk pemberdayaan petani guna peningkatan kesejahteraan mereka. Kegiatan-kegiatan dimaksud adalah: (1) Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan mempunyai sasaran utama untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah (mencakup target wilayah di 33 provinsi). Realisasi kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) pada tahun 2014 yaitu dari target PK sebanyak gapoktan, terealisasi gapoktan atau (100%), sedangkan realisasi keuangan, dari alokasi senilai Rp171,3 miliar, terserap Rp171,3 miliar (100%). (2) Penyaluran LM3 Kementerian Pertanian Realisasi kegiatan pengembangan kelembagaan ekonomi perdesaan melalui Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) tahun 2014 sebanyak 434 unit yaitu: LM3 bidang Hortikultura sebanyak 305 lembaga, dan LM3 bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian sebanyak 129 lembaga yang tersebar di 33 provinsi. (3) Akses Petani dalam Pembiayaan Dalam rangka mempermudah akses petani terhadap pembiayaan, Kementerian Pertanian telah melakukan koordinasi dengan berbagai mitra, sehingga sampai saat ini tersedia beberapa skim kredit bagi petani yaitu: (1) Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), (2) Kredit Usaha Rakyat; dan (3) asuransi pertanian dan peningkatan 96

110 kemampuan petani dalam mengelola dana BLM PUAP. Realisasi Penyaluran Kredit Program Tahun 2014 (Desember 2014) adalah: (a) Realisasi kredit program KKP-E sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 senilai Rp1,76 triliun (22,9% dari rencana tahunan penyaluran/rtp senilai Rp7,69 triliun) atau 83,57% jika dibandingkan dengan komitmen bank Rp9,20 triliun. (b) Realisasi penyaluran KUR sektor pertanian tahun 2014 (Januari-Desember) senilai Rp7,51 triliun atau 20,05% dari total penyaluran KUR semua sektor senilai Rp37,47 triliun. (c) Pada tahun 2014 telah terlaksana model asuransi pertanian pada luasan Ha. Asuransi pertanian ini ditujukan untuk petani yang mengalami kegagalan dalam usaha tani padi disebabkan oleh iklim seperti banjir, kekeringan, serangan hama dan penyakit tumbuhan/opt yang kesemuanya merugikan petani. Program ini memberikan kontribusi positif kepada petani dengan tersedianya modal kerja petani (untuk membeli saprodi dan biaya tenaga kerja) untuk penanaman padi pada musim berikutnya). (d) Untuk peningkatan kemampuan SDM Gapoktan sebagai pengelola dana BLM-PUAP pada tahun 2014 ini, telah dilaksanakan pelatihan terhadap 50 LKMA. Dengan kemampuan yang baik dalam pengelolaan dana BLM PUAP, akan menciptakan keberlanjutan perguliran dana untuk pengembangan usaha agribisnis pertanian di perdesaan. (4) Pendidikan dan Pelatihan Petani Dalam rangka pemberdayaan petani guna mendukung peningkatan kesejahteraan petani, selama tahun 2014 dilaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi petani, antara lain: (a) Diklat bagi Pengurus Gapoktan yang dilaksanakan di 9 UPT Pelatihan yaitu PPMKP Ciawi, BBPKH Cinagara, BBPP Lembang, BBPP Ketindan, BBPP Batu, BBPP Binuang, BBPP Batangkuluku, BBPP Kupang, dan BPP Jambi. Realisasi sebanyak 262 orang dari target 273 orang (96%); (b) Diklat bagi Pengelola Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) yang dilaksanakan di 10 UPT Pelatihan yaitu PPMKP Ciawi, BBPKH Cinagara, BBPP Lembang, BBPP Ketindan, BBPP Batu, BBPP Binuang, BBPP Batangkuluku, BBPP Kupang, BPP Jambi, dan BPP Lampung. Realisasi sebesar sebanyak 549 orang dari target 575 orang (95%); 97

111 (c) Diklat bagi Pengelola LM3 yang dilaksanakan di 3 UPT Pelatihan yaitu BBPP Ketindan, BBPP Kupang dan BPP Jambi. Realisasi peserta sebanyak 86 orang dari target 90 orang (96%); (d) Diklat Kewirausahaan Agribisnis yang dilaksanakan di 9 UPT Pelatihan yaitu PPMKP Ciawi, BBPKH Cinagara, BBPP Lembang, BBPP Ketindan, BBPP Binuang, BBPP Batangkuluku, BBPP Kupang, BPP Jambi, dan BPP Lampung. Realisasi sebanyak 270 orang dari target 270 orang (100%); (e) Diklat bagi Pemuda Tani yang dilaksanakan di 9 UPT Pelatihan yaitu PPMKP Ciawi, BBPKH Cinagara, BBPP Lembang, BBPP Ketindan, BBPP Binuang, BBPP Batangkuluku, BBPP Kupang, BPP Jambi, dan BPP Lampung. Realisasi sebanyak 268 orang dari target 270 orang (99%). Di samping berbagai pogram yang secara teknis ditujukan untuk berkontribusi secara langsung terhadap pencapaian sasaran 4 target sukses (target utama), Kementerian Pertanian juga melaksanakan 2 (dua) program lainnya yang lebih ditujukan untuk memberikan dukungan manajemen dan administrasi bagi pelaksanaan program-program lainnya di lingkup Kementerian Pertanian. Ke-dua program dimaksud adalah: (1) Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pertanian dan (2) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Pertanian. (1) Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pertanian Sasaran dari program ini adalah meningkatnya pengawasan dan akuntabilitas aparatur Kementerian Pertanian, dengan indikator kinerja dan pencapaiannya dapat digambarkan sebagai berikut: (a) Efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program/kegiatan serta pengelolaan keuangan pada satker lingkup Kementerian Pertanian. Inspektorat Jenderal selama tahun 2014 telah melaksanakan audit terhadap satkersatker lingkup Kementerian Pertanian sebanyak 427 satker atau 102,64% dari target 416 satker yang ditetapkan. Total anggaran yang dikelola 427 satker teraudit senilai Rp ,00 (76,44%) dari total anggaran Kementerian Pertanian senilai Rp ,00. Berdasarkan hasil audit kinerja, dapat diinterpretasikan bahwa hasil audit atas kinerja 427 satker masih terdapat temuan tidak efektif senilai Rp ,00 atau 0,60% dari total anggaran yang diaudit dan temuan tidak efisien senilai Rp atau 0,02% dari total anggaran yang diaudit. 98

112 Selama kurun waktu 5 tahun terakhir, Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian telah menunjukkan peningkatan kinerja pengawasan yang positif dalam aspek pencapaian indikator kinerja efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program/kegiatan pada satker lingkup Kementerian Pertanian yang diaudit. Hal ini ditunjukkan semakin menurunannya nilai inefektifitas dan inefisiensi sebagaimana tergambarkan dalam Tabel 56. Tabel 56. Deskripsi Capaian Indikator Inefektifitas dan Inefisiensi Periode Tahun Jumlah Satker yang diaudit Anggaran yang diaudit (Rp) % Inefektifitas % Inefisiensi ,19 0, ,66 0, ,46 0, ,01 0, ,60 0,02 Sumber: Itjen Kementan 2014 (b) Temuan Tidak Ekonomis (Kerugian Negara) Berdasarkan hasil audit kinerja yang telah dilaksanakan selama tahun 2014, diperoleh bahwa nilai temuan Kerugian Negara (tidak ekonomis) senilai Rp ,00 atau 0,29% dari total anggaran yang diaudit senilai Rp ,00. Hasil persentase capaian indikator unsur temuan Kerugian Negara (tidak ekonomis) lebih kecil dari target ditetapkan sebesar 1% dari total anggaran yang diaudit. Adapun laju tren fluktuasi Nilai Kerugian Negara selama kurun waktu sebagaimana data pada Tabel 57. Tabel 57. Deskripsi Nilai Kerugian Negara Kementan Tahun Tahun Nilai KN (Rp.) % KN terhadap anggaran yang diaudit Tren ,51 0, ,22 0,13 0, ,26 0,11-0, ,51 0,19 0, ,48 0,29-0,03 Sumber: Itjen Kementan 2014 (c) Tindak lanjut temuan tidak ekonomis (Kerugian Negara) Tindak lanjut temuan tidak ekonomis (Kerugian Negara) adalah pemantauan terhadap tindak lanjut penyelesaian administrasi, teknis, dan kerugian negara hasil audit kinerja terhadap temuan tahun lalu. Jumlah total temuan Kerugian Negara selama periode adalah senilai Rp ,22,00 dan telah ditindaklanjuti senilai Rp ,40,00 atau 85,48% dari total nilai temuan Kerugian Negara. (d) Unit Kerja Eselon II/UPT lingkup Kementerian Pertanian yang dinyatakan sebagai unit kerja Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK). 99

113 Pada tahun 2014 telah berhasil mengusulkan penetapan 187 unit kerja lingkup Kementan sebagai unit kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) oleh Menteri Pertanian, atau tercapai 81,30% dari 230 unit kerja yang dinilai. Bila dibandingkan dengan target indikator sasaran strategis yang ditetapkan yaitu sebesar 75% unit Kerja Eselon II/UPT lingkup Kementan dinyatakan sebagai unit kerja WBK, maka capaian yang diperoleh telah mampu melebihi target persentase capaian sasaran strategis dimaksud, sebesar 108,40% (capaian 81,30% dibanding target 75%). Capaian unit kerja berpredikat WBK dari periode tahun , seperti terlihat pada Tabel 58. Tabel 58. Deskripsi Unit Kerja Eselon II/UPT Berpredikat WBK Tahun Tahun Jumlah Unit Kerja dinilai Jumlah Unit Kerja (satker) Berpredikat WBK (satker) % % Tren , ,00 6, ,33 5, ,49 23, ,30 3,94 Sumber: Itjen Kementan 2014 (e) Unit Kerja Eselon I/UPT lingkup Kementerian Pertanian yang menerapkan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan dinilai cukup handal. Sepanjang tahun 2014, Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian telah melakukan penilaian terhadap 167 Satlak PI dari total 178 Satlak PI yang terbentuk di lingkungan Kementan. Hasil penilaian Satlak PI menyimpulkan bahwa predikat Sangat Handal diraih oleh 62 satker (37,13%), predikat Handal diraih oleh 87 satker (52,10%), predikat Cukup Handal diraih oleh 17 satker (10,18%) dan predikat Kurang Handal diraih oleh 1 satker (0,60%). Dengan demikian, dari 167 Satlak PI yang dinilai sepanjang tahun 2014, terdapat total 166 (99,40%) Satlak PI yang berpredikat Sangat Handal, Handal, dan Cukup Handal. Kegiatan Pembinaan SPI yang telah dilaksanakan Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian meliputi kegiatan Pembinaan SPIP dalam rangka penyusunan SPI Kegiatan Strategis dan SPI Pelayanan yang dilaksanakan 2 kali dalam setahun dan Kegiatan Forum Nasional SPIP yang melibatkan seluruh Tim Satlak PI lingkup Kementerian Pertanian. 100

114 (2) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Pertanian Sasaran dari program ini adalah meningkatnya kualitas manajemen dan tugas teknis lainnya, dengan indikator: persentase dokumen perencanaan, peraturan Undang- Undang dan lainnya yang dapat diterapkan, kinerja pengelolaan keuangan, dan kualitas SAKIP, di mana capaiannya dapat digambarkan sebagai berikut: (a) (b) Persentase Dokumen Perencanaan yang Dapat Dilaksanakan Dokumen Perencanaan, Peraturan Undang-Undang dan lainnya yang dapat diterapkan tahun 2014, ditargetkan sebanyak 63 dokumen/laporan, di mana sebagai laporan fisik/dokumen yang ditargetkan tersebut terealisasi sebanyak 67 dokumen/laporan (106,35%) dan sudah dijadikan acuan bagi pelaksana program dan kegiatan Kementerian Pertanian. Meningkatnya Kinerja Pengelolaan Keuangan Laporan Keuangan Kementerian Pertanian selama 2 tahun yaitu tahun 2006 dan 2007, diberikan opini Tidak Menyatakan Pendapat (disclaimer) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI). Kemudian tahun 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012 BPK-RI memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Tahun 2011 Laporan Keuangan Kementerian Pertanian memperoleh opini WDP yaitu pengecualian untuk aset tetap tidak diketemukan, belum dilakukan input hasil koreksi penilaian, serta inventarisasi atas aset yang dimanfaatkan PT. Riset Perkebunan Nusantara (RPN) belum dapat diakui sebagai Barang Milik Negara (BMN). Tahun 2012 kembali memperoleh opini WDP dengan pengecualian Belanja Barang: Kegiatan Rehabilitasi Prasarana Pertanian Pasca Tsunami (RP3T) yang dibiayai dari Loan IDB- 125 belum disajikan dalam neraca sebagai aset tetap, pengadaan bantuan sapi Bali dan sapi PO yang tidak terealisasi fisiknya namun pembayaran tetap dilakukan, transaksi persediaan bersaldo minus yang belum dapat ditelusuri dan dijelaskan, aset tetap yang belum dilakukan inventarisasi dan penilaian dan tanah seluas 32,10 juta m 2, dan transaksi minus, perbedaan SAK dan SIMAK BMN, transaksi dalam SAK tidak ditemukan dalam SIMAK BMN yang belum dapat ditelusuri dan dijelaskan, dan Dana Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian tidak dilaksanakan penatausahaan dan pencatatan yang memadai. Tahun 2013 Laporan Keuangan Kementerian Pertanian memperoleh peningkatan opini dari BPK-RI yang sebelumnya Wajar Dengan Pengecualian (WDP) menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Dengan Paragraf Penjelasan, dengan catatan sebagai berikut: 101

115 (1) Persediaan per 31 Desember 2013 senilai Rp1.512,89 miliar, dari jumlah tersebut diantaranya merupakan persediaan bahan baku Tiran sebesar Rp24,13 miliar yang sedang dalam proses inventarisasi fisik. (2) Aset Tak Berwujud per 31 Desember 2013 sebesar Rp66,33 miliar, nilai tersebut belum termasuk hak paten, hak cipta, merek, dan varietas dari hasil penelitian yang sedang dalam proses inventarisasi dan penilaian. (c) Meningkatnya Kualitas Sistem Akuntansi Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Capaian indikator meningkatnya kualitas SAKIP Kementerian Pertanian, antara lain diindikasikan bahwa SAKIP tahun 2010 yang dinilai pada tahun 2011 mendapatkan predikat B atau skor nilai 65,72 dari 82 Kementerian/Lembaga tingkat Pusat yang dievaluasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Nilai evaluasi atas Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintah tahun 2011 mendapat predikat B dengan skor nilai 70,19 (meningkat 4,47). Demikian pula tahun 2012, nilai evaluasi atas Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintah mendapat predikat B dengan skor nilai 72,13 (meningkat 2,67). Hal ini merupakan trend yang terus meningkat dari tahun 2008 sampai dengan Untuk tahun 2013 pencapaian nilai SAKIP Kementerian Pertanian memperoleh nilai 71,03. Adapun beberapa rekomendasi yang diberikan oleh Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk memperbaiki kekurangan dalam penerapan dan pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, antara lain: (1) Menyempurnakan dokumen Renstra unit kerja dengan menginformasikan indikator kinerja tujuan dan indikator kinerja utama serta hubungan yang logis antara kegiatan-kegiatan dengan tujuan/sasaran yang akan dicapai; (2) Menyempurnakan kualitas rumusan indikator kinerja di tingkat unit kerja sehingga memenuhi kriteria indikator kinerja yang baik; (3) Memanfaatkan IKU pada unit kerja dalam dokumen-dokumen perencanaan dan penganggaran; (4) Meningkatkan kualitas penyajian informasi dalam LAKIP unit kerja, khususnya informasi evaluasi dalam bentuk analisis pencapaian sasaran strategis dan pembandingan data kinerja; (5) Memanfaatkan informasi LAKIP di tingkat unit kerja untuk memperbaiki perencanaan, pelaksanaan program/kegiatan organisasi, dan untuk meningkatkan kinerja; 102

116 (6) Unit-unit kerja di lingkungan Kementerian Pertanian menindaklanjuti hasil evaluasi Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian untuk perbaikan perencanaan kinerja dan perbaikan penerapan manajemen kinerja; (7) Meningkatkan kapasitas SDM dalam bidang akuntabilitas dan manajemen kinerja di seluruh jajaran Kementerian Pertanian untuk mempercepat terwujudnya pemerintahan yang berkinerja dan akuntabel. Berbagai rekomendasi atas pelaksanaan SAKIP Kementerian Pertanian tahun 2013 yang diberikan oleh Kementerian PAN dan RB yang telah ditindaklanjuti, antara lain: (a) menyempurnakan rumusan indikator kinerja dalam PK unit Eselon I; (b) memanfaatkan IKU pada unit kerja Eselon I dalam dokumen-dokumen perencanaan dan penganggaran; (c) untuk Laporan Kinerja unit Eselon I telah menyajikan evaluasi dalam bentuk analisis dan perbandingan data kinerja; (d) unit kerja Eselon I telah berupaya menindaklanjuti hasil evaluasi Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian; dan (e) telah melakukan perbaikan dalam penyusunan indikator kinerja yang SMART dalam dokumen Renstra dan PK Tahun 2015 berbasis Arsitektur dan Informasi Kinerja (ADIK). 3.4 Capaian Kinerja Lainnya Selain capaian kinerja yang telah diuraikan diatas, pada tahun 2014 Kementerian Pertanian mendapatkan penghargaan, yaitu: (1) Penghargaan dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dalam penyelamatan dan pelestarian arsip yang bernilai guna pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; (2) Penghargaan dari OMBUDSMAN untuk Predikat Kepatuhan Standar Pelayanan Publik Tahun 2014; (3) Penghargaan peringkat kelima dalam Pemeringkatan Keterbukaan Informasi Publik 2014 oleh Komisi Informasi Pusat; (4) Penghargaan peringkat kedua dari 20 Kementerian/Lembaga dalam survei integritas KPK Tahun 2014; dan (5) Anugerah Apresiasi KPK sebagai Pengelola Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) Terbaik I Tingkat Kementerian/Lembaga Tahun Akuntabilitas Keuangan Untuk melaksanakan kegiatan pembangunan pertanian tahun 2014, Kementerian Pertanian memperoleh alokasi pagu APBN senilai Rp ,00, yang dipergunakan untuk membiayai 12 program. Sampai dengan 31 Desember 2014, realisasi serapan APBN Kementerian Pertanian mencapai Rp ,00 atau 93,06%. Persentase realisasi 103

117 anggaran tahun 2014 ini jauh lebih tinggi dari tahun 2013 sebesar 88,45%, dan bahkan tertinggi selama periode 5 tahun ( ) seperti pada Tabel 59. Tabel 59. Perkembangan Anggaran Kementerian Pertanian tahun (Rp.000) NO TAHUN PAGU (Rp) REALISASI (Rp) % , ,00 89, , ,09 90, , ,00 90, , ,97 88, , ,00 93,06 Sumber: Biro Keuangan dan Perlengkapan, 2014 Dalam pelaksanaan serapan anggaran, masih terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian untuk perbaikan ke depan, seperti: (1) Terdapat kegiatan mengalami gagal lelang serta tidak memungkinkan lagi revisi anggaran, (2) Adanya kebijakan penghematan anggaran dan perubahan kode mata anggaran yang membutuhkan waktu proses revisi sehingga berdampak terhadap realisasi anggaran, (3) Terlambatnya pelaksanaan lelang karena keterbatasan Unit Layanan Pengadaan (ULP) di daerah, (4) Penghematan biaya pada rapatrapat/pertemuan, akomodasi, perjalanan dinas, dan belanja perkantoran, dan (5) belum optimalnya pelaksanaan kegiatan dan serapan anggaran pada Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang dilaksanakan oleh Satker Daerah. APBN Kementan TA 2014 sebagian besar atau lebih dari 75% dialokasikan di Daerah (Dana Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, dan UPT Pusat di Daerah) dan 25% dialokasikan di Pusat. Namun, kinerja serapan anggaran secara keseluruhan ditanggung oleh 12 program Kementerian Pertanian. Grafik 3. Rincian Pagu dan Realisasi Anggaran Per Kewenangan TA

118 Penyerapan anggaran per Unit Kerja Eselon I lingkup Kementerian Pertanian sampai dengan bulan 31 Desember 2014 seperti pada Lampiran Hambatan Dan Kendala Secara umum pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan pertanian tahun 2014 masih mengalami hambatan/kendala antara lain: (1) Menurunnya luas areal tanam akibat konversi lahan antar komoditas dan konversi lahan pertanian menjadi non pertanian. Selain itu, terjadi penurunan kualitas kesuburan lahan pertanian akibat penggunaan pupuk kimia yang tidak seimbang. (2) Jaringan irigasi pertanian sebagian besar kondisinya rusak, dari total 7,1 juta ha jaringan irigasi sekitar 3,3 juta ha dalam kondisi rusak (52%) (3) Menurunnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yang disebabkan kurang berminatnya generasi muda untuk terjun di sektor pertanian, dan terbatasnya jumlah penyuluh pertanian karena adanya kebijakan moratorium PNS. (4) Menurunnya penggunaan benih unggul bersertifikat dan ketersediaan benih yang belum memenuhi syarat 6 (enam) tepat (varietas, volume, mutu, waktu, harga dan lokasi). (5) Terjadinya kelangkaan pupuk karena penyediaan pupuk yang belum sesuai dengan asas 6 (enam) tepat dan belum optimalnya pengawasan pupuk bersubsidi oleh Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) di daerah. (6) Terbatasnya akses petani terhadap sumber pembiayaan perbankan dan non perbankan, sehingga petani kesulitan meningkatkan kapasitas usahataninya. (7) Masih tingginya tingkat kehilangan hasil (losses) karena proses panen dan pasca panen yang kurang tepat. (8) Belum tercapainya keberagaman dan keseimbangan konsumsi pangan masyarakat yang menyebabkan masih tingginya tingkat konsumsi beras per kapita per tahun. Hal ini disebabkan karena rendahnya daya beli masyarakat, rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pola pangan beragam dan gizi seimbang. (9) Masih terbatasnya infrastruktur penunjang usaha pertanian seperti akses penghubung (jalan) dan akses pemasaran hasil produk pertanian. 105

119 3.7 Upaya dan Tindak Lanjut Untuk mengatasi berbagai permasalahan dan kendala sebagaimana diuraikan di atas, Kementerian Pertanian telah melakukan berbagai upaya namun hasilnya belum optimal, oleh karena itu untuk tahun 2015 dilaksanakan upaya-upaya khusus untuk meningkatkan kinerja pembangunan pertanian, antara lain: (1) Upaya khusus (UPSUS) percepatan pencapaian Swasembada Padi dan peningkatan produksi jagung dan kedelai melalui perbaikan jaringan irigasi dan saran pendukungnya, yang meliputi: (a) bantuan benih unggul bermutu, (b) bantuan pupuk, (c) bantuan alat dan mesin pertanian, serta (d) peningkatan pengawalan oleh penyuluh. (2) Peningkatan produksi tebu melalui kegiatan: penmberian bantuan bibit unggul, bongkar/rawat ratoon, revitalisasi pabrik gula dan pengembangan investasi. (3) Peningkatan produksi daging sapi melalui kegiatan: peningkatan produksi dan distribusi semen beku, larangan pemotongan sapi betina produktif, gertak birahi sapi, dan inseminasi buatan. (4) Pendampingan dan pengawalan upaya khusus swasembada dengan melibatkan: penyuluh (penyuluh PNS, Tenaga Harian Lepas-Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL- TBPP), dan penyuluh swadaya), aparat Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota, mahasiswa, unsur Kepolisian, dan TNI AD (5) Membentuk Pokja Pendampingan Upsus, terdiri dari: Pejabat Eselon I dan II lingkup Kementerian Pertanian, terbagi atas seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia (6) Kementerian Pertanian meminta dukungan Pemerintah Daerah, baik Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mempercepat: (a) penerbitan peraturan daerah (Perda), diantaranya Perda tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang memasukkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Perda tentang Pelarangan Pemotongan Sapi Betina Produktif; (b) Jaminan ketersediaan dan status lahan untuk investasi pangan, pengembangan padang penggembalaan dan hijauan makanan ternak; (c) Peningkatan kualitas penyelenggaraan penyuluh pertanian; (d) Pembinaan pengembangan kawasan pertanian; dan (e) Penerapan standar pelayanan minimal (SPM) bidang ketahanan pangan. (7) Pada tanggal 15 Desember 2014 bertempat di Kantor Wakil Presiden, telah ditandatangani Surat Edaran Bersama lima pimpinan lembaga, yaitu Menteri Pertanian, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kapolri, Jaksa Agung, dan Kepala BPKP. Maksud dari SEB ini adalah agar perbaikan jaringan irigasi primer, sekunder, dan 106

120 tersier yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Kementerian Pertanian dapat terkoordinasi dan bersinergi, serta pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dapat berjalan sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku. Gambar 12. Presiden RI Meletakkan Batu Pertama Perbaikan Jaringan Irigasi (Teknologi Ferosemen) 107

121 108

122 109

123 110

124 BAB IV PENUTUP Peningkatan Sistem Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pertanian merupakan salah satu upaya yang dilakukan Kementerian Pertanian dalam rangka mendorong terwujudnya penguatan akuntabilitas dan peningkatan kinerja seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 dan Keputusan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional yang diselaraskan dengan Tugas dan Fungsi Kementerian Pertanian. Hasilnya dituangkan dalam bentuk Laporan Kinerja Instansi Pemerintah yang merupakan wujud pertanggungjawaban oleh Kementerian Pertanian kepada Presiden RI dan masyarakat (publik). Berdasarkan hasil pengukuran kinerja, dari 14 sasaran indikator kinerja utama sebagian besar sasaran kinerja cukup berhasil hingga sangat berhasil (Sangat berhasil 5 indikator, berhasil 5 indikator, 1 indikator cukup berhasil, dan kurang berhasil 3 indikator). Indikator kinerja yang sangat berhasil yaitu: (1) Produksi Jagung mencapai 19,13 juta ton dari target 19,00 juta ton; (2) Skor Pola Pangan Harapan (PPH) mencapai 83,4 dari target 82,5; (3) Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan karet mencapai 71,87% dari target 50%; (4) Meningkatnya sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri mencapai 33,33% dari target 10%; dan (5) Pertumbuhan pendapatan per kapita petani mencapai 11,41% dari target 11,10%. Indikator kinerja yang berhasil yaitu: (1) Peningkatan produksi gula mencapai 2,63 juta ton dari target 2,79 juta ton; (2) Produksi daging sapi mencapai 370 ribu dari target 460 ribu ton; (3) Produksi padi mencapai 70,61 juta ton GKG dari target 72,30 juta ton GKG; (4) Produksi kedelai mencapai 920 ribu ton dari target 1,00 juta ton; dan (5) Nilai Tukar Petani mencapai 107,37 dari target Indikator kinerja yang cukup berhasil yaitu Surplus neraca perdagangan sebesar US$14,19 miliar dari target US$23 miliar. Indikator kinerja yang kurang berhasil yaitu: (1) Penurunan konsumsi beras per kapita tiap tahun mencapai 0,10% dari target 1,5%; (2) Meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan mencapai 8,86% dari target sebesar 35%; dan (3) Meningkatnya produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi gandum/terigu mencapai 3,10% dari target 11%. Keberhasilan yang telah dicapai dalam pembangunan pertanian tahun 2014 khususnya perkembangan capaian empat target sukses Kementerian Pertanian tidak terlepas dari 111

125 dukungan seluruh program yang ada di lingkup Kementerian Pertanian baik dukungan secara langsung maupun tidak langsung. Dukungan langsung adalah program/kegiatan yang secara khusus mempengaruhi capaian keempat target sukses, dan dukungan tidak langsung antara lain berupa dukungan manajemen pelaksanaan tugas Kementerian Pertanian (tata kelola manajemen/sai pada tahun 2014 mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian/WTP dan manajemen kinerja/sakip mendapat Predikat B atau Baik). Selain itu fungsi pengawasan internal juga berperan dalam menciptakan iklim lingkup Kementerian Pertanian yang bersih, transparan dan akuntabel. Di samping berbagai keberhasilan yang telah dicapai, pembangunan pertanian masih mengalami hambatan dan kendala, seperti: sebagian besar jaringan irigasi dalam kondisi rusak, berkurangnya areal tanam akibat konversi antar komoditas dan konversi menjadi nonpertanian, tingkat penggunaan benih unggul bersertifikat yang masih rendah, ketersediaan pupuk yang belum memenuhi asas 6 tepat (jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, mutu), menurunnya jumlah tenaga kerja pertanian, terbatasnya jumlah penyuluh pertanian, masih tingginya tingkat kehilangan hasil, masih rendahnya daya beli masyarakat sehingga konsumsi pangan belum beragam, bergizi dan seimbang, serta masih terbatasnya infrastruktur penunjang seperti akses jalan dan pemasaran. Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, mulai tahun 2015 Kementerian Pertanian telah mulai melakukan upaya-upaya perbaikan guna meningkatkan kinerja pembangunan pertanian ke depan, antara lain: (1) pelaksanaan Upaya Khusus percepatan pencapaian swasembada padi dan peningkatan produksi jagung dan kedelai melalui jaringan irigasi dan sarana pendukungnya yang meliputi: benih, pupuk, alat mesin pertanian, dan penyuluhan; (2) peningkatan produksi tebu dan daging sapi melalui: penggunaan benih/bibit unggul, bongkar/rawat ratoon, revitalisasi pabrik gula, produksi semen beku, inseminasi buatan, dan larangan pemotongan betina produktif; (3) pendampingan dan pengawalan Upsus pangan dengan melibatkan penyuluh, aparat Dinas pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota, mahasiswa, unsur kepolisian, TNI AD, dan instansi terkait lainnya; (4) membentuk Pokja Pendampingan Upsus yang terdiri dari Pejabat Eselon I dan II lingkup Kementerian Pertanian dan terbagi atas seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia; (5) meminta dukungan Pemerintah Daerah untuk mempercepatan penerbitan Peraturan Daerah (diantaranya memasukkan Lahan Pangan Pertanin Berkelanjutan ke dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah, jaminan ketersediaan dan status lahan, pengembangan padang penggembalaan dan pengembangan kawasan pertanian; (6) menandatangani Surat Edaran Bersama (SEB) lima 112

126 pimpinan Kementerian/Lembaga (Menteri Pertanian, Menteri Pekerjaan Umum, Kapolri, Jaksa Agung, dan Kepala BPKP). Tahun 2014 Kementerian Pertanian mengelola APBN sektoral (BA.018) sebesar Rp ,00 yang dialokasikan di pusat dan daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) di Indonesia dengan jumlah DIPA Satker sebanyak DIPA Satker. Realisasi penyerapan sampai dengan 31 Desember 2014 mencapai Rp ,00 atau 93,06%. Disamping dukungan yang berasal dari internal Kementerian Pertanian, Kinerja Pembangunan Pertanian 2014 juga tidak terlepas dari dukungan seluruh pemangku kepentingan pembangunan pertanian, baik di pusat maupun daerah. Mengingat luasnya aspek dan banyaknya unsur yang terlibat dalam pembangunan pertanian, maka tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa suksesnya pembangunan pertanian terletak pada komitmen dan kerja keras bersama, baik Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Masyarakat, Organisasi Kemasyarakatan, Perguruan Tinggi, dan Petani. 113

127 114

128 115

129 116

130 LAMPIRAN 1 STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN

131 118

132 119

133 120

134 LAMPIRAN 2 DATA KEPEGAWAIAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN

135 122

136 DISTRIBUSI MENURUT GOLONGAN/RUANG, JENIS KELAMIN DAN PENDIDIKAN BERDASARKAN ESELON I KEMENTERIAN PERTANIAN per Desember 2014 Golongan I Golongan II Golongan III Golongan IV Jenis Kelamin Pendidikan NO. UNIT KERJA JUMLAH A B C D Jml A B C D Jml A B C D Jml A B C D E Jml L P S3 S2 S1 D4 S Muda D3 D2 D1 SMA SMP SD 1 SEKRETARIAT JENDERAL INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DITJEN PRASARANA & SARANA PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN & KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN BADAN LITBANG PERTANIAN BADAN PPSDM PERTANIAN BADAN KETAHANAN PANGAN DITJEN PENGOLAHAN & PEMASARAN HASIL PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA BADAN KARANTINA PERTANIAN JUMLAH Sumber: Biro Organisasi dan Kepegawaian,

137 124

138 LAMPIRAN 3 REALISASI ANGGARAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN

139 126

140 REALISASI ANGGARAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2014 NO ESELON 1 PAGU REALISASI % 1 SETJEN ,06 2 ITJEN ,09 3 DITJEN TP ,39 4 DITJEN HORTI ,15 5 DITJEN BUN ,05 6 DITJEN PKH* ,25 7 DITJEN PPHP ,04 8 DITJEN PSP ,42 9 BALITBANG ,63 10 BPPSDMP ,22 11 BKP ,21 12 BARANTAN ,89 TOTAL ,06 Sumber: Biro Keuangan dan Perlengkapan, 2014 * Terdapat tambahan Hibah berupa barang senilai Rp ,00 di Ditjen PKH, yang secara akuntansi tidak tercatat didalam pagu anggaran tetapi tercatat di realisasi anggaran 127

141 128

142 LAMPIRAN 4 INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 129

143 130

144 INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN No Sasaran Indikator Kinerja Utama Sumber Data 1 Tercapainya swasembada dan swasembada Swasembada: 1. Jumlah Produksi Kedelai Ditjen. Tanaman Pangan berkelanjutan 2. Jumlah Produksi Gula Ditjen. Perkebunan 3. Jumlah Produksi Daging Sapi Ditjen. Peternakan dan Kesehatan Hewan 2 Meningkatnya diversifikasi pangan 3 Meningkatnya nilai tambah, daya saing dan ekspor 4 Meningkatnya kesejahteraan petani Sumber: Kementerian Pertanian Swasembada Berkelanjutan: 1. Jumlah Produksi Padi Ditjen. Tanaman Pangan 2. Jumlah Produksi Jagung Ditjen. Tanaman Pangan 1. Persentase penurunan konsumsi Badan Ketahanan Pangan beras pertahun 2. Persentase peningkatan konsumsi Badan Ketahanan Pangan umbi-umbian, pangan hewani, buahbuahan dan sayuran. 3. Skor Pola Pangan Harapan (PPH). Badan Ketahanan Pangan 1. Jumlah sertifikasi produk Ditjen PPHP pertanian organik, kakao fermentasi, dan bahan olahan karet (pemberlakuan sertifikasi wajib) 2. Persentase peningkatan produk olahan yang di ekspor 3. Persentase peningkatan substitusi tepung gandum/terigu 4. Persentase peningkatan surplus neraca perdagangan Ditjen PPHP Ditjen PPHP Ditjen PPHP 1. Pendapatan per kapita petani PSEKP 2. Nilai Tukar Petani (NTP) BPS 3. Pertumbuhan Produk Domestik BPS Bruto (PDB) Sektor Pertanian 4. Penyerapan Tenaga Kerja sektor Pertanian BPS 5. Investasi sektor Pertanian BKPM 131

145 132

146 LAMPIRAN 5 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN

147 134

148 Sumber: Biro Perencanaan,

LOG O LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011

LOG O LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011 LOG O LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011 KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 LOG O Biro Perencanaan, Kementerian Pertanian Gedung A, Lantai 4, Ruang 442-447 Jalan Harsono RM No. 3 Ragunan,

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2010 KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 KATA PENGANTAR Pembangunan pertanian tahun 2010 merupakan tahun transisi pelaksanaan Rencana Strategis (Renstra)

Lebih terperinci

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Yayuk FB Pembekalan KKP Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB 14 Mei 2011 CONTOH : Hasil identifikasi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011 KEMENTERIAN PERTANIAN 2010 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI 2 BAB II SUSUNAN ORGANISASI 2 BAB III WAKIL MENTERI PERTANIAN 3 BAB IV SEKRETARIAT JENDERAL 4

DAFTAR ISI BAB I KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI 2 BAB II SUSUNAN ORGANISASI 2 BAB III WAKIL MENTERI PERTANIAN 3 BAB IV SEKRETARIAT JENDERAL 4 D A F T A R I S I Halaman DAFTAR ISI i BAB I KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI 2 BAB II SUSUNAN ORGANISASI 2 BAB III WAKIL MENTERI PERTANIAN 3 BAB IV SEKRETARIAT JENDERAL 4 A. BIRO PERENCANAAN 5 1. Bagian Penyusunan

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BINJAI TAHUN

PEMERINTAH KOTA BINJAI TAHUN PEMERINTAH KOTA BINJAI TAHUN 2016-2021 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah subhanallahu wa ta ala yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-nya, sehingga penyusunan Rencana

Lebih terperinci

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN A. Tugas Pokok dan Fungsi PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA (LKJ)

LAPORAN KINERJA (LKJ) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN KINERJA (LKJ) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 DIREKTORAT TANAMAN SEMUSIM DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 43/Permentan/OT.010/8/2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 43/Permentan/OT.010/8/2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 43/Permentan/OT.010/8/2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 KATA PENGANTAR INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

6. Sekretariat Ditjen PPHP C. Revisi Penetapan Kinerja Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian Direktorat Pengembangan

6. Sekretariat Ditjen PPHP C. Revisi Penetapan Kinerja Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian Direktorat Pengembangan DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Kedudukan, Tugas dan Fungsi... 2 C. Struktur Organisasi... 2 1. Sekretariat Direktorat Jenderal... 3 2. Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian...

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, JANUARI 2017 Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Inspektorat

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA SUSUNAN ORGANISASI,

Lebih terperinci

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Dr. Ir. Haryono, MSc. NIP

KATA PENGANTAR. Dr. Ir. Haryono, MSc. NIP KATA PENGANTAR Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) merupakan perwujudan pemenuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Rencana Kinerja Tahunan Ditjen Tanaman Pangan Tahun 2014

KATA PENGANTAR. Rencana Kinerja Tahunan Ditjen Tanaman Pangan Tahun 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah untuk melaksanakan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang DINAS PETERNAKAN PROV.KALTIM 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Administratif Provinsi Kalimantan Timur terdiri atas 14 Kabupaten/Kota, namun sejak tgl 25 April 2013 telah dikukuhkan Daerah

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN BALAI BESAR

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei a.n Kepala Badan, Dr. Ir. Edi Abdurachman, MS, MSc

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei a.n Kepala Badan, Dr. Ir. Edi Abdurachman, MS, MSc KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemarintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah untuk melaksanakan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 1. Pendahuluan Sektor pertanian merupakan tumpuan ekonomi dan penggerak utama ekonomi nasional dan sebagian besar daerah, melalui perannya dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor

Lebih terperinci

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN Oleh : Tenaga Ahli Badan Ketahanan Pangan Dr. Ir. Mei Rochjat Darmawiredja, M.Ed SITUASI DAN TANTANGAN GLOBAL Pertumbuhan Penduduk

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2012

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2012 RENCANA KINERJA TAHUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2012 KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PENGOLAHAN DAN PEMASARAN

Lebih terperinci

Pasal 3 (1) Susunan Organisasi Dinas Pangan dan Perkebunan terdiri dari : a. Kepala; b. Sekretariat, terdiri dari : 1. Sub Bagian Perencanaan; 2.

Pasal 3 (1) Susunan Organisasi Dinas Pangan dan Perkebunan terdiri dari : a. Kepala; b. Sekretariat, terdiri dari : 1. Sub Bagian Perencanaan; 2. BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 105 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PANGAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN CILACAP

Lebih terperinci

CUPLIKAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN

CUPLIKAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN CUPLIKAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2010-2014 I. PENDAHULUAN Sesuai amanat dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN Jakarta, 12 Mei 2015 1 OUTLINE A. DASAR HUKUM B. PEMBAGIAN KEWENANGAN DALAM PENGELOLAAN NEGARA C. SIKLUS PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN A. KONDISI UMUM Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN Dr. Suswono, MMA Menteri Pertanian Republik Indonesia Disampaikan pada Seminar Nasional Universitas

Lebih terperinci

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK)

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) CAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) TRIWULAN III TAHUN 2016 DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN ii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI iii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 II. TUGAS POKOK DAN FUNGSI... 2

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN Agar pangsa pasar susu yang dihasilkan peternak domestik dapat ditingkatkan maka masalah-masalah di atas perlu ditanggulangi dengan baik. Revolusi putih harus dilaksanakan sejak

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PANGAN, PERTANIAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2013

Lebih terperinci

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Ketahanan Pangan dan Pertanian disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Februari 2015 KONDISI KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2015 Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Suprapti NIP Laporan Kinerja Tahun 2014

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2015 Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Suprapti NIP Laporan Kinerja Tahun 2014 KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2014

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, w w w.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA-018.01-0/AG/2014 DS 6100-9979-1830-7597 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari 2013 Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar. IR. H. AZWAR AB, MSi. NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari 2013 Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar. IR. H. AZWAR AB, MSi. NIP KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) merupakan laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan atau strategis instansi.

Lebih terperinci

FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA A. KEMENTRIAN : (18) KEMENTERIAN PERTANIAN FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 215 B.

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PENGOLAHAN DAN PEMASARAN

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 215 NOMOR SP DIPA-18.1-/215 DS791-3632-6284-16 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Analisis Kebijakan 33 Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Pendahuluan Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN KERJA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN KERJA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN KERJA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 1 Kedudukan Satuan Kerja Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah, ditetapkan berdasarkan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii

Lebih terperinci

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila No.6, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5391) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii Halaman I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran...... 2 D. Dasar Hukum... 2 II. Arah Kebijakan Pembangunan 3 A. Visi dan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN 2019-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA Jl. PEMBANGUNAN NO. 183 GARUT

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) A.1. Visi dan Misi Visi Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013 2018 adalah Terwujudnya masyarakat Kalimantan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 106 TAHUN 2017

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 106 TAHUN 2017 WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 106 TAHUN 2017 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN DAN PANGAN KOTA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. BAB I KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI Pasal 1 (1) Kementerian K

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. BAB I KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI Pasal 1 (1) Kementerian K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.111, 2015 ADMINISTRASI. Pemerintahan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

-1- GUBERNUR BALI, Jdih.baliprov.go.id

-1- GUBERNUR BALI, Jdih.baliprov.go.id -1- GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 105 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN PERKEBUNAN PROVINSI BALI

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Perkebunan KATA PENGANTAR

Direktorat Jenderal Perkebunan KATA PENGANTAR DIREKTORAT PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERKEBUNAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN JAKARTA, JANUARI 2017 KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIN) Direktorat Pengolahan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN DAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP)

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN PETERNAKAN KOTA BLITAR TAHUN 2016 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas tersusunnya Laporan Kinerja

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. untuk menilai Kinerja Dinas Pertanian dan Perkebunan beserta perangkat-perangkatnya.

BAB. I PENDAHULUAN. untuk menilai Kinerja Dinas Pertanian dan Perkebunan beserta perangkat-perangkatnya. BAB. I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Laporan Kinerja Instansi Pemerintah ini merupakan salah satu alat instrument untuk menilai Kinerja Dinas Pertanian dan Perkebunan beserta perangkat-perangkatnya. Pendekatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KLATEN NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN SUSUNAN ORGANISASI TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KETAHANAN PANGAN DAN PERIKANAN KABUPATEN

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 31/M-DAG/PER/7/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERDAGANGAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN

INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 49/Permentan/OT.140/8/2012 TANGGAL : 15 Agustus 2012 TENTANG : INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2010-2014 INDIKATOR KINERJA

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA-018.01-0/2013 DS 5903-0340-5288-0144 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

Matrik Keterkaitan Dukungan Kelembagaan Dalam Pembangunan Pertanian

Matrik Keterkaitan Dukungan Kelembagaan Dalam Pembangunan Pertanian Matrik Keterkaitan Dukungan Kelembagaan Dalam Pembangunan Pertanian Menko Kesra BI Deptan, Dephut, Kelautan /Kan KLH/ BPN No Kebijakan Menko Perekonomian Depkes, BSN Karantina Kem- Ristek/ BPPT /LIPI 1

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DITJEN TANAMAN PANGAN 2015

LAPORAN KINERJA DITJEN TANAMAN PANGAN 2015 2015 Laporan Kinerja KATA PENGANTAR Sejalan dengan prioritas pembangunan Kabinet Kerja 2015-2019, Kementerian Pertanian menetapkan sasaran swasembada pangan dengan prioritas lima komoditas pangan utama,

Lebih terperinci

DOKUMEN REVIEW PERJANJIAN KINERJA TAHUN ANGGARAN 2014

DOKUMEN REVIEW PERJANJIAN KINERJA TAHUN ANGGARAN 2014 DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN BADUNG DOKUMEN REVIEW PERJANJIAN KINERJA TAHUN ANGGARAN 2014 PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN PUSAT PEMERINTAHAN KABUPATEN

Lebih terperinci