BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik (2014), Indonesia memiliki pulau dan luas daratan mencapai ,32 km 2. Karena kondisi geografisnya yang luas, pemerintahan di Indonesia tidak mungkin dipegang oleh satu badan otonomi secara terpusat. Oleh karena itu, secara administrasi Indonesia dibagi ke dalam beberapa sub pemerintahan. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 2 yang menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas daerah kabupaten dan kota. Daerah kabupaten/kota dibagi atas kecamatan dan kecamatan dibagi atas kelurahan dan/atau desa. Desa merupakan satuan wilayah administrasi terkecil di Indonesia yang telah memiliki otoritas sendiri dan harus memiliki batas wilayah yang jelas. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 45 Tahun 2016 tentang Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa pada Pasal 2, yang menyatakan bahwa tujuan penetapan dan penegasan batas desa adalah untuk menciptakan tertib administrasi dan mencapai kepastian hukum wilayah. Selanjutnya UU Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 8 menyatakan bahwa batas wilayah desa yang telah ditegaskan harus dituangkan dalam sebuah peta desa. Kota Semarang merupakan salah satu kota metropolitan yang telah berkembang pesat karena merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah. Kota Semarang terdiri atas 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Batas wilayah kelurahan Kota Semarang telah diatur pada Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Semarang Nomor: 138/0539/Tahun 1994, tentang Penetapan Tanda Batas Wilayah Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang. Dokumen tersebut berisi daftar dan deskripsi batas wilayah kelurahan Kota Semarang yang disertai dengan sketsa wilayah untuk setiap kelurahan. Seharusnya kini Kota Semarang telah memiliki peta batas kelurahan dengan format peta yang sesuai dengan kaidah kartografi, namun kenyataannya belum tersedia. Peta yang sesuai dengan kaidah kartografi merupakan peta yang dibuat 1

2 2 dengan pengaturan desain yang baik meliputi simbol, tata letak, dan teks; serta peta yang memiliki aspek geometrik seperti skala, sistem koordinat, sistem proyeksi, dan konstruksi peta. Oleh karena itu, perlu dibuat sebuah peta batas kelurahan Kota Semarang yang sesuai dengan kaidah kartografi, sehingga dapat digunakan oleh Pemerintah Kota Semarang untuk berbagai kegiatan. I.2. Cakupan Kegiatan Lingkup dari kegiatan aplikatif ini meliputi: 1. Pembuatan peta batas dilakukan untuk kelurahan di Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah yang berjumlah 177 kelurahan. 2. Penarikan garis batas kelurahan dilakukan di atas Peta Topografi Digital Kota Semarang Skala 1:5.000 Urban Drainage Masterplan tahun menggunakan metode kartometrik dengan mengidentifikasi objek batas berdasarkan Keputusan Walikotamadya Daerah Tingkat II Semarang Nomor: 138/0539/Tahun Sebagai data pendukung untuk mendelineasi batas kabupaten, digunakan peta lampiran dari beberapa Permendagri, yaitu Permendagri Nomor 21 Tahun 2014 tentang Batas Kota Semarang dengan Kabupaten Kendal, Permendagri Nomor 71 Tahun 2014 tentang Batas Kota Semarang dengan Kabupaten Demak, dan Permendagri Nomor 50 Tahun 2015 tentang Batas Kota Semarang dengan Kabupaten Semarang. 4. Kegiatan ini dilakukan dengan beberapa metode pendukung yaitu penggunaan fasilitas peta online Google Earth dan Google Maps sebagai alat bantu identifikasi objek di peta digital, survei lapangan, serta estimasi batas sebagai pilihan terakhir apabila metode-metode sebelumnya tidak membuahkan hasil. I.3. Tujuan Tujuan utama dari kegiatan aplikatif ini adalah untuk menghasilkan peta batas kelurahan Kota Semarang dengan format peta sesuai kaidah kartografi, yang dilaksanakan berdasarkan Keputusan Walikotamadya Daerah Tingkat II Semarang

3 3 Nomor: 138/0539/Tahun 1994 Tentang Batas Penetapan Tanda Batas Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang, serta Permendagri-Permendagri yang mengatur batas kabupaten Kota Semarang dengan kabupaten-kabupaten di sekitarnya. I.4. Manfaat Manfaat dari kegiatan aplikatif ini adalah: 1. Mempercepat upaya pengadaan peta batas wilayah kelurahan dengan pemanfaatan data sketsa yang sudah ada, sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan oleh Pemerintah Kota Semarang. 2. Tersedianya informasi geospasial yang memadahi berupa peta batas kelurahan untuk wilayah Kota Semarang dengan format peta sesuai kaidah kartografi. 3. Tersedianya prosedur pembuatan peta batas wilayah dengan data referensi berupa sketsa yang belum tergeoreferensi. I.5. Landasan Teori I.5.1. Peta Secara umum peta didefinisikan sebagai gambaran permukaan bumi pada bidang datar dalam ukuran yang lebih kecil. Peta dikatakan ideal jika memiliki luas, bentuk, arah, dan jarak yang benar (Prihandito, 2010). Definisi lain dari peta menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) Spesifikasi Penyajian Peta Rupabumi Skala 1: tahun 2010 yaitu gambaran dari unsur-unsur alam dan/atau unsur-unsur buatan, yang ada di atas maupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu. Definisi selanjutnya yaitu mengenai peta topografi. Peta topografi menurut Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) pada tahun 2009 adalah representasi di atas bidang datar tentang seluruh atau sebagian permukaan bumi yang terlihat dari atas, diperkecil dengan perbandingan ukuran tertentu. Peta topografi menggambarkan sebagian permukaan fisik bumi secara terproyeksi sehingga bentuk permukaan bumi dapat diperkirakan reliefnya yang digambarkan sebagai garis kontur. Peta topografi menyajikan semua unsur kenampakan fisik dan

4 4 artifisial di permukaan bumi dan biasanya digunakan untuk kegiatan alam, militer, sipil, maupun arkeologi. Instansi utama penyedia peta topografi adalah Badan Informasi Geospasial (BIG) yang sebelumnya bernama Bakosurtanal (Bakosurtanal, 2009). Pada konteks penegasan dan pembuatan peta batas daerah maupun desa, dikenal beberapa istilah dari peta yaitu peta dasar dan peta kerja. Pengertian peta dasar adalah peta yang menyajikan unsur-unsur alam dan atau buatan di permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala, penomoran, proyeksi, dan georeferensi tertentu. Peta dasar yang dapat digunakan adalah Peta Rupabumi Indonesia skala 1:5.000 atau citra tegak resolusi tinggi dengan resolusi spasial minimal 4 meter (Permendagri Nomor 45, 2016). Selanjutnya pengertian peta kerja menurut Permendagri Nomor 76 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah adalah peta dasar yang telah dikompilasi mencakup minimal satu segmen batas dan digunakan untuk proses penegasan batas. Peta kerja juga digunakan untuk pelacakan dan penentuan posisi batas (Permendagri Nomor 45, 2016). I.5.2. Batas Batas merupakan tanda pemisah antara wilayah bersebelahan yang berupa batas alam seperti gunung, sungai, pantai, danau; maupun batas buatan seperti pilar batas jalan, rel kereta api, saluran irigasi, dan sebagainya. Selanjutnya, pengertian batas desa adalah pembatas wilayah administrasi pemerintahan antar desa berupa rangkaian titiktitik koordinat di permukaan bumi. Batas desa dapat berupa tanda alam maupun buatan yang penetapan batasnya dilakukan secara kartometrik di atas suatu peta dasar dan dituangkan ke dalam bentuk peta batas (Permendagri Nomor 45, 2016). Pengertian batas daerah dijelaskan pada Permendagri Nomor 76 Tahun 2012, yaitu bahwa batas daerah di darat merupakan pembatas wilayah administrasi pemerintah daerah berupa titik koordinat di permukaan bumi yang berupa batas alam dan batas buatan. Batas daerah di lapangan merujuk pada sistem georeferesi nasional membentuk garis batas wilayah administrasi pemerintahan antar daerah. Pada dasarnya pembagian batas antar wilayah dilakukan dengan musyawarah hingga mencapai kesepakatan yang adil. Apabila suatu desa belum melakukan penetapan dan

5 5 penegasan batas, maka dapat dilakukan dengan prinsip dari Permendagri Nomor 45 tahun 2016 yang diilustrasikan pada Gambar I.1. (a) Batas pada as sungai (b) Batas pada as jalan (c) Batas di tepi jalan Keterangan : : sungai : jalan : garis batas sungai : garis batas jalan Gambar I. 1. Contoh prinsip penetapan dan penegasan batas di (a) as sungai, (b) as jalan, dan (c) tepi jalan (modifikasi berdasarkan Permendagri No 45, 2016) Gambar I.1 bagian (a) dan (b) merupakan contoh penetapan dan penegasan batas di as jalan dan sungai berupa garis median (median line). Selanjutnya, Gambar I.1 bagian (c) merupakan contoh penarikan garis batas di tepi jalan. Penarikan garis batas di tengah atau di tepi objek tergantung pada kesepakatan daerah yang bersebelahan. I.5.3. Penetapan Batas Desa I Peta batas daerah I Peta batas daerah. Peta batas daerah di darat merupakan peta tematik yang terdiri atas garis batas, situasi di sepanjang garis batas, titik-titik koordinat garis batas, serta unsur-unsur peta dasar (Permendagri Nomor 76, 2012). Pengertian peta batas desa menurut Permendagri Nomor 45 Tahun 2016 yaitu peta yang menyajikan unsur batas dan unsur lainnya seperti pilar batas, garis batas, toponimi perairan, dan transportasi. I Penentuan batas metode kartometrik I Penentuan batas metode kartometrik. Penentuan batas secara kartometrik diartikan sebagai penelusuran/penarikan garis batas pada peta kerja dan pengukuran/perhitungan posisi titik, garis, jarak, dan luas cakupan wilayah dengan menggunakan peta dasar dan informasi geospasial lain sebagai pendukung (Permendagri Nomor 45, 2016). Lampiran Permendagri nomor 45 Tahun 2016 juga

6 6 mengatur mengenai prosedur penetapan dan penegasan batas desa. Penetapan batas desa dilakukan secara kartometrik di atas suatu peta dasar yang disepakati. Proses penetapan batas desa terdiri atas tiga tahap yaitu: 1. Penelitian dokumen batas, yaitu kegiatan penyiapan dokumen yuridis, dokumen historis, dan dokumen terkait lainnya. Kemudian dokumendokumen terebut diteliti untuk mengidentifikasi garis batas desa. 2. Penentuan peta dasar, yaitu kegiatan menentukan peta yang akan digunakan untuk menggambarkan garis batas. Peta yang digunakan sebagai peta dasar adalah Peta Rupabumi Indonesia skala 1:5.000, atau citra tegak dengan resolusi spasial paling rendah 4 meter, atau keduanya. 3. Pembuatan garis batas di atas peta dasar, yaitu melakukan delineasi garis batas di atas peta dasar secara kartometrik yang diawali dengan pembuatan peta kerja. I Pembuatan peta batas desa I Pembuatan peta batas desa. Menurut Permendagri Nomor 45 Tahun 2016, ada tiga tahapan yang harus dilalui untuk membuat peta batas desa, yaitu: 1. Pengumpulan data untuk pelacakan dan penentuan posisi batas. 2. Penyempurnaan garis batas sesuai pemasangan pilar. 3. Penyajian peta desa sesuai spesifikasi peta dan ditandatangani oleh Kepala Desa. Ketentuan yang harus dipenuhi untuk membuat peta batas desa yaitu peta harus disusun menggunakan peta dasar dan/atau citra tegak, dibuat dengan skala terkecil 1:10.000, dan dicetak pada kertas ukuran A0. Tabel I.1 akan memaparkan spesifikasi teknis peta batas desa. Tabel I. 1. Spesifikasi Teknis Peta Penetapan Batas Desa No Jenis Persyaratan 1 Datum Horizontal SRGI Elipsoid Referensi WGS Sistem Proyeksi Peta UTM 4 Sistem Grid UTM dengan grid geografis dan metrik

7 7 Tabel I.1 telah menyebutkan spesifikasi teknis mengenai sistem georeferensi yang harus digunakan untuk peta batas desa meliputi spesifikasi datum, elipsoid, sistem proyeksi, dan sistem grid. I.5.4. Identifikasi, Bentuk, Pola, dan Asosiasi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring pada halaman web milik Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia menjelaskan arti kata identifikasi, bentuk, pola, dan asosiasi. 1. Identifikasi berarti tanda kenal diri; bukti diri; penentu atau penetapan identitas seseorang, benda, dan sebagainya. Selain itu, mengidentifikasi berarti menentukan atau menetapkan identitas (orang, benda, dan sebagainya). Contoh kalimat dari kata mengidentifikasi yaitu: petugas mengidentifikasi korban kecelakaan pesawat terbang. 2. Terdapat beberapa arti kata Bentuk menurut KBBI. Arti pertama adalah bangun atau gambaran, contoh kalimatnya yaitu: benarkah setan itu bentuknya seperti manusia?. Arti kedua adalah rupa atau wujud, dengan contoh kalimatnya: bentuk rumah adat Palembang hampir sama dengan rumah adat di Jawa Tengah. Arti selanjutnya adalah wujud yang ditampilkan (tampak), contoh kalimanya yaitu: menolak penjajahan dalam segala bentuknya. Selanjutnya, arti kata berbentuk adalah mempunyai bentuk dan memakai bentuk. 3. Pola berarti bentuk (struktur) yang tetap. 4. Asosiasi berarti tautan dalam ingatan pada orang atau barang lain; pembentukan hubungan atau pertalian antara gagasan, ingatan, atau kegiatan pancaindra. Asosiasi yang berhubungan dengan tanah berarti sekelompok tanah, terutama yang berbeda dalam tingkat drainase alamiah, dan secara geografis bersatu karena bahan induk yang relatif seragam sifatnya. Selain itu, berasosiasi berarti bergabung atau berhubungan.

8 8 I.5.5. Kartografi Menurut Soendjojo dan Riqqi (2012), kartografi merupakan suatu ilmu, teknik, serta seni di dalam pembuatan desain dan produksi peta yang berhubungan dengan visualisasi dari informasi geografis. Sesuai definisi ICA yang disampaikan oleh Soendjojo dan Riqqi (2012), lingkup pekerjaan kartografi meliputi: 1. Pembuatan desain peta yang terdiri atas beberapa tahapan seperti pembuatan simbol peta, tata letak peta, penggambaran, pemilihan teks untuk nama geografis, dan proses produksi. 2. Pengolahan data yang terdiri atas penentuan sistem proyeksi peta, pemilihan metode penyajian relief, dan konstruksi peta. 3. Proses penyajian hasil akhir berupa penentuan teknologi kartografi untuk produk akhir. Sesuai dengan lingkup pekerjaan kartografi, beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pembuatan peta adalah penentuan aspek geometrik peta. Aspek geometrik berhubungan langsung dengan permasalahan posisi suatu tempat terhadap suatu referensi tertentu. Dipandang dari segi teoritis, aspek geometrik berhubungan dengan transformasi matematis dari koordinat geodetik pada permukaan bumi ke koordinat proyeksi di bidang datar. Beberapa hal yang berkaitan dengan aspek geometrik peta, di antaranya yaitu sistem koordinat, proyeksi peta, skala peta, dan konstruksi peta (Soendjojo dan Riqqi, 2012). I Sistem Koordinat Sistem koordinat. Menurut Soendjojo dan Riqqi (2012), sistem koordinat merupakan komponen yang penting karena menyatakan posisi titik-titik yang ada di peta. Adanya sistem koordinat yang merupakan perpotongan dua garis lengkung (paralel dan meridian bumi) akan memudahkan perhitungan, analisa, dan pendeskripsian yang bersifat geometrik maupun dinamik. Terdapat dua macam sistem koordinat, yaitu: 1. Koordinat geodetik, merupakan posisi suatu titik di permukaan bumi yang ditentukan dari perpotongan meridian dan paralel. 2. Koordinat proyeksi, merupakan merupakan koordinat kartesian suatu titik yang dinyatakan dalam besaran absis (X) dan ordinat (Y) dalam satuan

9 9 panjang. Sumbu X merupakan garis proyeksi dari salah satu paralel dan sumbu Y merupakan garis proyeksi dari salah satu meridian. I Proyeksi peta Proyeksi peta. Proyeksi peta menurut SNI (2000) merupakan penggambaran sistematis dari garis-garis di atas permukaan bidang datar untuk menggambarkan garis-garis paralel dari lintang dan garis-garis meridian dari bujur bumi dari sebagian permukaan bumi atau keseluruhan bola bumi. Proyeksi peta berisi gratikul garis yang merepresentasikan paralel-paralel lintang dan meridian-meridian bujur, atau berisi grid peta (SNI , 2010). Prihandito (2010) juga mengungkapkan pengertian proyeksi peta yaitu metode penyajian permukaan bumi pada suatu bidang datar dari koordinat geografis pada bola atau koordinat geodetis pada elipsoid. Jenis proyeksi peta yaitu proyeksi polieder, proyeksi merkator, proyeksi albers, proyeksi transverse merkator, proyeksi universal transverse merkator (UTM), dan sebagainya. Pemilihan proyeksi peta tergantung pada tiga hal berikut: 1. Ciri-ciri tertentu atau ciri-ciri asli yang harus dipertahankan yang berhubungan dengan tujuan penggunaan peta. Misalnya pemetaan skala besar harus memenuhi syarat konform. 2. Besar dan bentuk daerah yang dipetakan. 3. Letak geografis daerah di atas permukaan bumi. I Skala peta Skala peta. Skala merupakan perbandingan jarak antara peta dengan kenyataan di bumi dan dinyatakan dengan perbandingan (Permendagri Nomor 45, 2016). Soendjojo dan Riqqi (2012) menjabarkan cara penyajian skala peta, yaitu: 1. Skala bilangan, penyajiannya dengan menggunakan suatu bilangan bulat, misalnya 1:10.000, 1:25.000, dan lain-lain. 2. Skala grafis, penyajiannya dalam bentuk grafis yaitu menggambarkan hubungan antara ukuran jarak di peta dengan jarak sebenarnya dalam bentuk suatu garis. Konstruksi skala garis memperlihatkan hubungan antara kilometer/meter dengan sentimeter. Contoh skala grafis ditunjukkan oleh Gambar I.2. Gambar I. 2. Skala grafis (sumber: ArcMap)

10 10 3. Skala pernyataan, penyajiannya menggunakan satuan ukuran bukan dalam bentuk satuan meter. Contohnya 1 inch to 1 mile. I Konstruksi peta Konstruksi peta. Teori mengenai konstruksi peta disampaikan oleh Soendjojo dan Riqqi (2012), yaitu bahwa pada setiap peta disajikan garis-garis kerangka sebagai konstruksi peta. Garis kerangka peta terdiri atas garis grid dan gratikul yang ditunjukkan oleh Gambar I.3. Gambar I. 3. Garis gratikul dan garis grid (Soendjojo dan Riqqi, 2012) Garis grid dan garis gratikul yang ditunjukkan oleh Gambar I.3 memiliki bentuk yang berbeda. Garis yang digambarkan tergantung pada garis tepi peta, yaitu apabila garis tepi berbentuk grid maka garis muka peta digambarkan dengan garis grid. Selanjutnya, apabila garis tepi peta berbentuk gratikul maka garis muka peta juga berbentuk garis gratikul. Bentuk. Berikut adalah penjelasan mengenai garis gratikul dan garis grid: 1. Garis gratikul, biasanya digunakan untuk peta skala sedang dan kecil. Garis gratikul mempunyai panjang busur yang berubah-ubah ke arah utara dan selatan dari ekuator. Besaran bujur akan semakin kecil bila mendekati ekuator atau menjauhi utara/selatan. 2. Garis grid, banyak dijumpai pada peta skala sedang dan skala besar. Garis grid pada muka peta tergambar saling tegak lurus dan perpotongannya merupakan koordinat sistem referensi kartesian. Definisi lain dari grid peta yaitu sistem koordinat kartesian persegi panjang yang ditumpang susun terhadap peta atau suatu penggambaran dari permukaan bumi yang

11 11 mempunyai karakteristik dan ketelitian tertentu sehingga dapat mengidentifikasi lokasi dari permukaan bumi terhadap lokasi lainnya dan juga dipakai untuk perhitungan arah dan jarak terhadap titik lain (SNI , 2000). Spesifikasi penyajian peta rupabumi mendefinisikan grid sebagai kumpulan garis horizontal dan vertikal yang berjarak teratur dan dapat digunakan sebagai acuan (SNI , 2010). Contoh grid pada peta ditunjukkan oleh Gambar I.4. Titik-titik grid Koordinat grid Gambar I. 4. Contoh grid pada peta (Peta RTRW administrasi Kota Semarang) Titik-titik grid pada peta ditunjukkan oleh Gambar I.4 dengan lingkaran merah, sedangkan koordinat grid ditunjukkan oleh kotak hijau. Titik-titik grid biasanya terletak menyebar di seluruh permukaan peta, sedangkan koordinat grid berada pada tepi muka peta. Selain aspek geometrik, komponen penting lain dari kartografi adalah desain peta. Hal ini akan menentukan bagaimana isi peta akan tersampaikan kepada pembaca. Menurut Soendjojo dan Riqqi (2012), desain peta menyangkut empat hal yaitu pemilihan simbol, tata letak peta, pemilihan warna, serta pemilihan jenis dan ukuran huruf. I Simbolisasi dan warna Simbolisasi dan warna. Menurut SNI spesifikasi penyajian peta rupabumi, simbol merupakan diagram, desain, huruf, karakter, atau singkatan yang ditempatkan pada peta yang mewakili kenampakan tertentu. Warna disebutkan sebagai separasi warna yang definisinya adalah pemisahan warna pada gambar, desain, atau negatif untuk keperluan pencetakan peta. Pengaturan simbolisasi dan warna peta

12 12 pada kegiatan ini mengikuti Spesifikasi Teknis Penyajian Peta Desa dalam bentuk peta penutup lahan yang dibuat oleh BIG. Spesifikasi teknis simbolisasi peta disajikan pada Tabel I.2. Tabel I. 2. Simbolisasi Peta Desa (BIG, 2016) No Nama Unsur Simbol Warna (CMYK %) A. Batas Administratif 1 Batas kabupaten/kota Spesifikasi: hitam Mask: putih Batas kecamatan Ukuran mask = 1,4mm Spesifikasi: hitam Mask: oranye Bata kelurahan/desa Ukuran mask = 1,2 mm Spesifikasi: hitam Mask: Kuning Ukuran mask = 1mm B. Unsur Jalan 6 Jalan Utama Magenta 7 Jalan Lokal Oranye 8 Jalan Lain Oranye 9 Jalan Kereta Api Putih

13 13 Lanjutan Tabel I.2 Simbolisasi Peta Desa (BIG, 2016) No Nama Unsur Simbol Warna (CMYK %) C. Unsur Sungai 10 Sungai Cyan Cyan D. Unsur Danau 11 Danau, telaga, waduk Cyan Cyan E. Unsur Penutup Lahan 12 Bangunan tempat tinggal Oranye 13 Sawah Cyan Putih 14 Tegalan/ladang Kuning 15 Vegetasi non budidaya lainnya Hijau 16 Tambak Hijau Simbolisasi yang tertera pada Tabel I.2 adalah sebagian simbol yang relevan dengan kegiatan aplikatif pembuatan peta batas kelurahan untuk Kota Semarang. I Toponimi I Toponimi. Toponimi adalah suatu bidang ilmu mengenai nama tempat (toponim) serta totalitas dari toponim dalam suatu region (Jacub Rais, 2008 dalam Asadi, 2015). Ruang lingkup toponimi adalah semua unsur rupabumi yang meliputi nama unsur alam, buatan, dan administratif (Salim, 2013). Toponimi pada kegiatan aplikatif ini mengacu Spesifikasi Teknis Penyajian Peta Desa yang dibuat oleh BIG. Beberapa aturan penyajian toponimi disajikan pada Tabel I.3

14 14 Tabel I. 3. Spesifikasi huruf untuk toponim (BIG, 2016) No Unsur Spesifikasi (skala 1:5.000) 1 Jalan Font: Arial, italic, 6pt (garis) RGB: Sungai (garis) 3 Nama perairan: laut, danau, sungai, dll (titik) 4 Wilayah Administrasi Outline: putih, 0.2pt Font: Times New Roman, italic, 6.5pt RGB: Outline: putih, 0.2pt Font: Serif (Times New Roman), italic, ukuran maksimal 14pt dan minimal 8pt, tergantung luas unsur. Warna: biru Font: Arial, kapital tegak Warna: hitam Contoh aplikasi SAMUDERA LAUT SELAT DANAU SUNGAI TELUK SUNGAI Provinsi Ukuran 16pt JAWA TENGAH Kabupaten/Kota Ukuran 14pt KOTA SEMARANG Kecamatan Ukuran 13pt TEMBALANG Kelurahan Ukuran 12pt PUDAKPAYUNG Penyajian toponimi disesuaikan dengan skala peta. Aturan penyajian toponimi pada Tabel I.3 digunakan untuk peta skala 1:5.000 yang relevan dengan kegiatan aplikatif. I Ukuran peta Ukuran peta. Ukuran peta merupakan salah satu bagian dari tata letak peta. Ukuran peta diatur berdasarkan skala peta yang akan disajikan, dengan memperhatikan kenampakan objek. Berdasarkan Spesifikasi Teknis Penyajian Peta Desa oleh BIG (2016), terdapat dua jenis ukuran penyajian peta, yaitu pada kertas A0 dan A1. Kertas A0 memiliki ukuran 1189mm x 841mm, maka ukuran peta adalah 1060mm x 840mm, dan ukuran muka peta adalah 750mm x 750mm. Selanjutnya, pada kertas A1 dengan ukuran 594mm x 420mm, maka ukuran peta adalah 630mm x 490mm, dan ukuran muka peta adalah 460mm x 460mm.

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN WILAYAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN WILAYAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN WILAYAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Nomor 2514); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tamba

2016, No Indonesia Nomor 2514); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1038, 2016 KEMENDAGRI. Batas Desa. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Lebih terperinci

Adipandang YUDONO

Adipandang YUDONO Pengenalan Kartografi Adipandang YUDONO 11 E-mail: adipandang@yahoo.com Outline Apa itu Kartografi? Peta Definisi Peta Hakekat Peta Syarat-syarat yang dikatakan peta Fungsi peta Klasifikasi peta Simbol-simbol

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan

Lebih terperinci

SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR

SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR i Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 3 1 Ruang lingkup... 4 2 Istilah dan definisi... 4 2.1 Istilah Teknis Perpetaan... 4 2.2 Istilah Tata Ruang... 5 3 Penyajian Muka

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1252, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Wilayah Batas Daerah. Penegasan. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA Edisi : I Tahun 2003 KERJASAMA ANTARA DEPARTEMEN DALAM NEGERI DENGAN BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAAN NASIONAL Cibogo, April 2003 MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA Oleh:

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA 3.1 Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia Penyeleksian data untuk pemetaan Laut Teritorial dilakukan berdasarkan implementasi UNCLOS

Lebih terperinci

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar Hukum Penetapan Batas Laut Daerah Agar pelaksanaan penetapan batas laut berhasil dilakukan dengan baik, maka kegiatan tersebut harus mengacu kepada peraturan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 18 menetapkan bahwa wilayah daerah provinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh

Lebih terperinci

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut: Bab II TEORI DASAR 2.1 Batas Daerah A. Konsep Batas Daerah batas daerah adalah garis pemisah wilayah penyelenggaraan kewenangan suatu daerah dengan daerah lain. Batas daerah administrasi adalah wilayah

Lebih terperinci

MEMBACA DAN MENGGUNAKAN PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI)

MEMBACA DAN MENGGUNAKAN PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI) MEMBACA DAN MENGGUNAKAN PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI) Disarikan dari Buku Panduan Praktis Membaca dan Menggunakan Peta Rupa Bumi Indonesia Karangan M. Eddy Priyanto, Edisi I, Pusat Pelayananan Jasa dan

Lebih terperinci

Session_02. Session_02 (Lebih Lanjut dengan PETA) MATAKULIAH KARTOGRAFI

Session_02. Session_02 (Lebih Lanjut dengan PETA) MATAKULIAH KARTOGRAFI MATAKULIAH KARTOGRAFI Disusun oleh : Ardiansyah, S.Si GIS & Remote Sensing Research Center Syiah Kuala University Session_02 Session_02 (Lebih Lanjut dengan PETA) 1. Intisari Peta 2. Hakekat Peta 3. Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Reformasi tahun 1998 membuka kesempatan seluas-luasnya bagi daerah dalam mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Berbagai peraturan perundangundangan diterbitkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka kebijakan penetapan batas desa sebagai

Lebih terperinci

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta A. Peta Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu membutuhkan peta, misalnya saja mencari daerah yang terkena bencana alam setelah kamu mendengar beritanya di televisi, sewaktu mudik untuk memudahkan rute

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut:

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut: Bab IV ANALISIS Analisis dilakukan terhadap hasil revisi dari Permendagri no 1 tahun 2006 beserta lampirannya berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan Geodesi, adapun analalisis yang diberikan sebagai berikut:

Lebih terperinci

PROSES REKOMENDASI BIG LAMPIRAN PETA RDTR PUSAT PEMETAAN TATA RUANG DAN ATLAS, BIG

PROSES REKOMENDASI BIG LAMPIRAN PETA RDTR PUSAT PEMETAAN TATA RUANG DAN ATLAS, BIG PROSES REKOMENDASI BIG LAMPIRAN PETA RDTR PUSAT PEMETAAN TATA RUANG DAN ATLAS, BIG KONSEP ONE MAP POLICY 1 Standard Referensi Satu georeferensi yang sama Satu Pedoman yang sama Geoportal Basisdata Standar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI BATAS WILAYAH DESA

BAB III TINJAUAN UMUM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI BATAS WILAYAH DESA BAB III TINJAUAN UMUM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI BATAS WILAYAH DESA A. Dasar Hukum Pembagian Wilayah 1. UUD 1945 Hasil Amandemen Kerangka Yuridis mengenai pembagian wilayah dapat dilihat pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PEMERINTAHAN. Wilayah. Nasional. Rencana. Tata Ruang. Peta. Ketelitian. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

1. Gambaran permukaan bumi di atas suatu media gambar biasa disebut... a. atlas c. globe b. peta d. skala

1. Gambaran permukaan bumi di atas suatu media gambar biasa disebut... a. atlas c. globe b. peta d. skala 1. Gambaran permukaan bumi di atas suatu media gambar biasa disebut... a. atlas c. globe b. peta d. skala 2. Berikut ini ciri-ciri peta, kecuali... a. Berjudul c. bermata angin b. berskala d. bersampul

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB III TAHAPAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS KEWENANGAN WILAYAH LAUT DAERAH

BAB III TAHAPAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS KEWENANGAN WILAYAH LAUT DAERAH BAB III TAHAPAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS KEWENANGAN WILAYAH LAUT DAERAH Dalam kajian penentuan batas kewenangan wilayah laut Provinsi Nusa Tenggara Barat menggunakan dua prinsip yaitu, pertama mengacu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI EMPAT LAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG BATAS DAERAH KOTA PONTIANAK DENGAN KABUPATEN MEMPAWAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) TEKNIS PENGUKURAN DAN PEMETAAN KOTA Surabaya, 9 24 Agustus 2004 Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.8, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Wilayah. Nasional. Rencana. Tata Ruang. Peta. Ketelitian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393) PERATURAN

Lebih terperinci

Bab III KAJIAN TEKNIS

Bab III KAJIAN TEKNIS Bab III KAJIAN TEKNIS 3.1 Persiapan Penelitian diawali dengan melaksanakan studi literatur. Studi literatur dilakukan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan: a. Konsep batas daerah b. Perundang-undangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota. Adipandang Yudono 13

Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota. Adipandang Yudono 13 Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota Adipandang Yudono 13 Definisi Peta Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di atas maupun di

Lebih terperinci

Abstrak. Ria Widiastuty 1, Khomsin 1, Teguh Fayakun 2, Eko Artanto 2 1 Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya, 60111

Abstrak. Ria Widiastuty 1, Khomsin 1, Teguh Fayakun 2, Eko Artanto 2 1 Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya, 60111 Alternatif Peta Batas Laut Daerah Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012 (Studi Kasus: Perbatasan Antara Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik) ALTERNATIF PETA BATAS LAUT DAERAH BERDASARKAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN BANYUASIN DENGAN KABUPATEN PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2017 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN MELAWI KALIMANTAN BARAT DENGAN KABUPATEN LAMANDAU KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2007 T E N T A N G PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2007 T E N T A N G PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2007 T E N T A N G PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING APLIKASI GIS UNTUK PEMBUATAN PETA INDIKATIF BATAS KAWASAN DAN WILAYAH ADMINISTRASI DIREKTORAT PENGUKURAN DASAR DEPUTI BIDANG SURVEI, PENGUKURAN DAN PEMETAAN BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, SALINAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN BOALEMO DENGAN KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penentuan batas daerah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penentuan batas daerah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun: Nara Sumber : Sukendra Martha. Editor : Diah Kirana Kresnawati Agus Hermawan Atmadilaga

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun: Nara Sumber : Sukendra Martha. Editor : Diah Kirana Kresnawati Agus Hermawan Atmadilaga KATA PENGANTAR Panduan Membaca Peta Rupabumi Indonesia merupakan panduan untuk membaca salah satu produk BAKOSURTANAL yaitu Peta Rupabumi Indonesia yang disingkat RBI. Peta RBI sangat penting karena berisikan

Lebih terperinci

PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS WILAYAH DESA KAUMAN KECAMATAN KARANGREJO PROPINSI JAWA TIMUR

PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS WILAYAH DESA KAUMAN KECAMATAN KARANGREJO PROPINSI JAWA TIMUR PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS WILAYAH DESA KAUMAN KECAMATAN KARANGREJO PROPINSI JAWA TIMUR Oleh : Bilal Ma ruf (1), Sumaryo (1), Gondang Riyadi (1), Kelmindo Andwidono Wibowo (2) (1) Dosen Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN PETA RENCANA TATA RUANG

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN PETA RENCANA TATA RUANG PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan dengan ribuan pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, baik pulau-pulau kecil maupun pulau-pulau besar. Indonesia adalah

Lebih terperinci

Kebijakan Pemprov Banten Mengenai Penegasan Batas Daerah

Kebijakan Pemprov Banten Mengenai Penegasan Batas Daerah Kebijakan Pemprov Banten Mengenai Penegasan Batas Daerah Pemerintah Provinsi Banten hingga pertengahan tahun 2015 ini telah menyelesaikan penegasan atas 20 segmen batas daerah di delapan kabupaten/kota

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN BULELENG DENGAN KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENDALAMAN MATERI KONSEP DASAR PETA

PENDALAMAN MATERI KONSEP DASAR PETA MODUL ONLINE 18.6 INTERPRETASI KENAMPAKAN BUDAYA PADA PETA PENDALAMAN MATERI KONSEP DASAR PETA FERANI MULIANINGSIH PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1 A. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BIG. Peta. Rencana Tata Ruang. Pengelolaan. Tata Cara.

BIG. Peta. Rencana Tata Ruang. Pengelolaan. Tata Cara. No.1517, 2014 BIG. Peta. Rencana Tata Ruang. Pengelolaan. Tata Cara. PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut

BAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut BAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut Ada dua peraturan yang dijadikan rujukan dalam penulisan Tugas Akhir ini, yaitu UU No.32 Tahun 2004 yang menerangkan tentang Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 217 TENTANG BATAS DAERAH KOTA BEKASI DENGAN KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB IV PETA TOPOGRAFI. 1. umum

BAB IV PETA TOPOGRAFI. 1. umum 1. umum BAB IV PETA TOPOGRAFI Peta topografi adalah peta yang memperlihatkan unsur-unsur alam (asli) dan unsur-unsur buatan manusia di atas permukaan bumi. Unsur-unsur tersebut diusahakan untuk diperlihatkan

Lebih terperinci

PENGERTIAN UMUM PETA

PENGERTIAN UMUM PETA PENGERTIAN UMUM PETA Kenapa dalam kartu undangan sering dilampirkan denah lokasi (peta sederhana)? Kenapa pada saat menunjukkan suatu lokasi kita sering menggambarkan dengan coretan-coretan gambar, pada

Lebih terperinci

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) Abstrak Daerah (propinsi, kabupaten, dan kota) mempunyai wewenang yang relatif

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN 16/09/2012 DATA Data adalah komponen yang amat penting dalam GIS SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN Kelas Agrotreknologi (2 0 sks) Dwi Priyo Ariyanto Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan

Lebih terperinci

Home : tedyagungc.wordpress.com

Home : tedyagungc.wordpress.com Email : tedyagungc@gmail.com Home : tedyagungc.wordpress.com Subagyo 2003, Permukaan bumi merupakan suatu bidang lengkung yang tidak beraturan, sehingga hubungan geometris antara titik satu dengan titik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Pemerintah pusat memberikan kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah untuk dapat mengelola daerahnya masing masing setelah dikeluarkannya UU No. 22 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang luas, terdiri atas sepertiga wilayah daratan dan dua pertiga wilayah lautan. Untuk membangun Negeri Indonesia yang besar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kabupaten Lamadau di Provinsi Kalimantan Tengah dibentuk pada tahun 2002 melalui Undang-Undang Nomor 5 tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR

PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR Peta topografi adalah peta penyajian unsur-unsur alam asli dan unsur-unsur buatan manusia diatas permukaan bumi. Unsur-unsur alam tersebut diusahakan diperlihatkan pada

Lebih terperinci

BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, pekerjaan penetapan dan penegasan batas daerah di laut akan mencakup dua kegiatan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

1. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR PERAIRAN PETA DASAR

1. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR PERAIRAN PETA DASAR K 0K LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2010 TANGGAL 1. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR PERAIRAN PETA DASAR dan/ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 15 15 16 A. Garis

Lebih terperinci

Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 G199 Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Rainhard S Simatupang 1), Khomsin 2) Jurusan

Lebih terperinci

BAB 9: GEOGRAFI PETA DAN PEMETAAN

BAB 9: GEOGRAFI PETA DAN PEMETAAN www.bimbinganalumniui.com 1. Ilmu yang mempelajari pemetaan disebut a. Geomorfologi b. Kartografi c. Hidrologi d. Pedologi e. Oseanografi 2. Gambaran permukaan bumi pada bidang datar yang dilengkapi dengan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU DENGAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB BENTUK MUKA BUMI. Gambar 8.1 Salah satu contoh peta topografi untuk penggambaran relief permukaan bumi.

BAB BENTUK MUKA BUMI. Gambar 8.1 Salah satu contoh peta topografi untuk penggambaran relief permukaan bumi. Bab 8 Peta Tentang Pola dan Bentuk Muka Bumi 149 BAB 8 PETA TENTANG POLA DAN BENTUK MUKA BUMI Sumber: Encarta Encyclopedia, 2006 Gambar 8.1 Salah satu contoh peta topografi untuk penggambaran relief permukaan

Lebih terperinci

Peta Tematik. Jurusan: Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang

Peta Tematik. Jurusan: Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang Peta Tematik Jurusan: Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang Pengertian Peta Tematik Peta tematik adalah peta yang menggambarkan suatu data yang mempunyaitema khusus dan ada kaitannya

Lebih terperinci

Bab ini memperkenalkan mengenai proyeksi silinder secara umum dan macam proyeksi silinder yang dipakai di Indonesia.

Bab ini memperkenalkan mengenai proyeksi silinder secara umum dan macam proyeksi silinder yang dipakai di Indonesia. BAB 7 PENDAHULUAN Diskripsi singkat : Proyeksi Silinder bila bidang proyeksinya adalah silinder, artinya semua titik di atas permukaan bumi diproyeksikan pada bidang silinder yang kemudian didatarkan.

Lebih terperinci

BAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER

BAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER BAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER III.1 Peta Dasar Peta yang digunakan untuk menentukan garis batas adalah peta

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR: 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR: 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR: 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM Klasifikasi Dari hasil confusion matrix didapatkan ketelitian total hasil klasifikasi (KH) untuk citra Landsat 7 ETM akuisisi tahun 2009 sebesar 82,19%. Berdasarkan hasil klasifikasi tutupan lahan citra

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGOLAHAN DATA BAB III PENGOLAHAN DATA 3.1. Pembuatan Basis Data Peta Lingkungan Pantai Indonesia Dalam pembuatan Basis Data ini, akan dilakukan dengan metode Three Schema Architecture (TSA) yang terdiri dari desain

Lebih terperinci

PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH

PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 1 Tahun 2006 TANGGAL : 12 Januari 2006 PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH I. Batas Daerah di Darat A. Definisi teknis 1. Koordinat adalah suatu besaran untuk

Lebih terperinci

MEMBACA PETA RBI LEMBAR SURAKARTA MATA KULIAH KARTOGRAFI DASAR OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

MEMBACA PETA RBI LEMBAR SURAKARTA MATA KULIAH KARTOGRAFI DASAR OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K MEMBACA PETA RBI LEMBAR 1408-343 SURAKARTA MATA KULIAH KARTOGRAFI DASAR OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K 5410012 PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia lahir seiring bergulirnya era reformasi di penghujung era 90-an. Krisis ekonomi yang bermula dari tahun 1977 telah mengubah sistem pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Populasi Penduduk 2.2 Basis Data

BAB II DASAR TEORI 2.1 Populasi Penduduk 2.2 Basis Data BAB II DASAR TEORI 2.1 Populasi Penduduk Populasi adalah sekelompok orang, benda, atau hal yang menjadi sumber pengambilan sampel; sekumpulan yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus 31/03/2015 8:34 Susunan Lapisan Bumi Inside eartth Datum geodetik atau referensi permukaan atau georeferensi adalah parameter sebagai acuan untuk mendefinisikan

Lebih terperinci

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Nama : Muhamad Aidil Fitriyadi NPM : 150210070005 Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Jenis proyeksi yang sering di gunakan di Indonesia adalah WGS-84 (World Geodetic System) dan UTM (Universal

Lebih terperinci

2012, No Batas Daerah di Darat

2012, No Batas Daerah di Darat 2012, No.1252 16 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH A. TEKNIS PENEGASAN BATAS DAERAH 1. Batas Daerah di Darat a. Definisi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR : 01 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT, Menimbang : a. bahwa batas desa

Lebih terperinci

Abstrak PENDAHULUAN.

Abstrak PENDAHULUAN. PENENTUAN BATAS PENGELOLAAN WILAYAH LAUT DAERAH ANTARA PROVINSI JAWA TIMUR DAN PROVINSI BALI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 PENENTUAN BATAS PENGELOLAAN WILAYAH LAUT DAERAH

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH

BAB II DASAR TEORI PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH BAB II DASAR TEORI PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH Dalam kegiatan penetapan dan penegasan batas (delimitasi) terdapat tiga mendasar, yaitu: pendefinisian, delineasi, dan demarkasi batas. Hubungan ketiganya

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA II. 1 Peta Multiguna (Multipurpose map) Peta multiguna secara sederhana didefinisikan sebagai peta yang yang bisa digunakan oleh berbagai pihak untuk berbagai keperluan.

Lebih terperinci

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2015

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2015 Sistem Proyeksi Peta Arif Basofi PENS 2015 Contents 1 Proyeksi Peta 2 Jenis Proyeksi Peta 3 Pemilihan Proyeksi Peta 4 Sistem Proyeksi Peta Indonesia Proyeksi Peta Peta : representasi dua-dimesional dari

Lebih terperinci

BAB 1:MENGGENAL PRINSIP DASAR PETA DAN PEMETAAN.

BAB 1:MENGGENAL PRINSIP DASAR PETA DAN PEMETAAN. BAB 1:MENGGENAL PRINSIP DASAR PETA DAN PEMETAAN. TUJUAN PEMBELAJARAN Menggenal prinsip dasar peta dan pemetaan. GEO INFO Peta sudah ada sejak zaman dahulu. dari zaman ke zaman pengetahuan peta semakin

Lebih terperinci

Pemetaan. sumber.hayati.laut

Pemetaan. sumber.hayati.laut - Pemetaan. sumber.hayati.laut Abu Bakar Sambah Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Universitas Brawijaya Malang Fungsi Peta a) menunjukkan posisi atau lokasi relatif (letak suatu tempat dalam

Lebih terperinci

Pengaruh Perubahan UU 32/2004 Menjadi UU 23/2014 Terhadap Luas Wilayah Bagi Hasil Kelautan Terminal Teluk Lamong antara

Pengaruh Perubahan UU 32/2004 Menjadi UU 23/2014 Terhadap Luas Wilayah Bagi Hasil Kelautan Terminal Teluk Lamong antara A393 Pengaruh Perubahan UU 32/2004 Menjadi UU 23/2014 Terhadap Luas Wilayah Bagi Hasil Kelautan Terminal Teluk Lamong antara, dan Melisa Ayuningtyas, Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK

BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK Batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah penetapan batas laut yang lebih tepatnya Zona Ekonomi

Lebih terperinci

K NSEP E P D A D SA S R

K NSEP E P D A D SA S R Mata Kuliah : Sistem Informasi Geografis (SIG) Perikanan. Kode MK : M10A.125 SKS :2 (1-1) KONSEP DASAR DATA GEOSPASIAL OLEH SYAWALUDIN A. HRP, SPi, MSc SISTEM KOORDINAT DATA SPASIAL SUB POKOK BAHASAN 1

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial BAB II DASAR TEORI 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial Dalam konteks aktivitas, ruang lingkup pekerjaan ilmu geodesi umumnya mencakup tahapan pengumpulan data, pengolahan dan manipulasi data,

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA A. PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA I. Penetapan Batas

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Lebih terperinci