BAB I PENDAHULUAN. Festival film merupakan salah satu bentuk apresiasi terhadap karya film.
|
|
- Sugiarto Hartanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Festival film merupakan salah satu bentuk apresiasi terhadap karya film. Apresiasi tersebut sebagai wujud penghargaan kerja keras untuk seluruh awak pembuat film dan pemerannya (Kurnia, 2004). Pemutaran film merupakan kegiatan utama dalam sebuah festival film. Kegiatan pemutaran film tersebut dikolaborasikan dengan kegiatan-kegiatan pendukung yang berupa pameran teknik produksi film, seminar, workshop dan malam penghargaan untuk film-film terbaik. Kegiatan-kegiatan ini didesain menarik untuk meningkatkan karir para awak pembuat film dalam industri film (Zate, 2005). Festival film sering dilihat sebagai tempat bertemunya para pembuat film, distributor film dan para penonton film (Zate, 2005). Bagi pembuat film, festival film merupakan tempat untuk menunjukkan hasil kerja kerasnya, melalui pemutaran film yang dirangkai dengan acara diskusi dan tanya jawab dengan penonton. Dalam forum ini pembuat film dapat berkomunikasi langsung dengan penontonnya tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan film yang sebelumnya diputar, seperti: alasan pembuatan film, bagaimana cerita ditulis hingga proses produksi film tersebut. Festival film juga menjadi ajang bagi para pembuat film untuk mendapatkan akses pada distributor film yang juga menjadikan suatu festival film sebagai tempat untuk mendapatkan film-film berkualitas untuk disebarkan di jaringan distribusinya (Festival Management, 2006). 1
2 Bagi penonton film, festival film merupakan suatu ajang dimana mereka dapat menonton film-film berkualitas sekaligus bertemu langsung dengan para pembuat film dan pemerannya. Acara diskusi dan tanya jawab di akhir pemutaran film, menjadi suatu pembeda yang sangat menarik bagi penonton daripada hanya sekedar menonton film di pemutaran reguler bioskop (Grudwell dan Ha, 2008). Dari sejarahnya, perkembangan festival film diawali dengan kemunculannya pertama kali di Eropa lebih dari 70 tahun yang lalu di Venice, Italia (Rulling dan Pedersen, 2010). Kemunculan festival film di Venice ini diikuti oleh festival-festival besar lainnya seperti Festival Film Cannes, Berlin International Film Festival dan International Film Festival Rotterdam di Eropa, dilanjutkan festival film di Telluride, Toronto dan Film Festival Sundance sebagai festival besar di Benua Amerika (Tabel 1.1). Tabel 1.1 Festival-festival Besar di Dunia 2
3 Sebagai festival film tertua di dunia, di awal penyelenggaraannya, Festival Film Internasional Venice, telah memainkan perannya menjadi forum pertemuan antar pelaku industri film, terutama mempertemukan pembuat film dengan pasarnya. Pada pelaksanaannya yang ke-18, festival ini telah menarik perhatian lebih dari pengunjung dari berbagai belahan dunia. Walau sempat terhenti pelaksanaannya beberapa kali karena perang dunia, sejak tahun 1979, festival ini telah rutin dilaksanakan setiap tahun, hingga 71 kali di tahun 2014 ( Festival Film Internasional Cannes, yang pertama kali diadakan tahun 1939, saat ini menjadi festival yang diperhitungkan di industri film dunia. Hal ini dikarenakan film-film terbaik di festival ini menjadi tren baru di industri perfilman dunia. Selain Cannes, Festival Film Internasional Berlin merupakan salah satu festival terkenal di dunia. Festival ini tergolong unik karena menggabungkan pembuatan film, fashion dan tren terbaru di dunia film. Festival film di Rotterdam pertama kali diselenggarakan tahun 1972 oleh Pemerintah kota Rotterdam untuk menarik perhatian wisatawan. Festival film ini berhasil menarik perhatian wisatawan sekaligus para penggemar film di seluruh dunia. Pengunjungnya meningkat hingga mencapai orang di tahun Festival ini dianggap unik karena selain film, turut dilombakan iklan dan trailer film terbaik (Republika Online, 2012). Festival-festival besar ini dianggap sukses terutama karena mampu menjadi ajang untuk membuat tren dan acuan baru di perfilman dunia perfilman serta membawa muatan lokal yang dapat diperkenalkan (Republika Online, 2012). 3
4 Peran inilah yang membuat festival film di Sundance, Guadalajara, Toronto termasuk dalam deretan festival besar dan diperhitungkan dari Benua Amerika. Untuk kawasan Asia, festival film di Hong Kong, Shanghai dan Busan, memegang peran ini. Di Indonesia, kemunculan festival film dengan ruang lingkup nasional diawali dengan diselenggarakannya Festival Film Indonesia (FFI) pada tahun 1953 dan Festival Film Bandung (FFB) pada tahun Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) pada tahun 2006 muncul dengan ruang lingkup regional Asia. Jakarta International Film Festival (JiFFest) yang diselenggarakan pertama kali tahun 1999 dan Balinale International Film Festival (Balinale) pada tahun 2007 menjadi dua festival besar di Indonesia untuk ruang lingkup internasional. Festival Film Dokumenter (FFD) menjadi festival dengan jaringan internasional untuk kategori film dokumenter diselenggarakan pertama kali pada tahun Tabel 1.2 Festival-festival Besar di Indonesia 4
5 Menurut literatur, festival film dapat dilihat dari tiga perspektif (Rulling dan Pedersen, 2010). Perpektif tersebut yaitu: 1) festival film sebagai tempat bertemunya para pelaku film (Harbord, 2009); 2) festival film sebagai bagian dari industri film global (Rulling, 2009); dan 3) festival film sebagai sebuah organisasi temporer (Lampel, et. al, 2013). Dari perspektif pertama, festival film dipandang sebagai tempat dilaksanakannya berbagai kegiatan terkait dengan perfilman, seperti pemutaran film, kompetisi film, bertukar pikiran dengan para ahli (masterclasses), pameran, seminar dan workshop, serta pertemuan antara distributor, produser dengan para pembuat film. Dengan demikian, dalam sebuah festival film terjadi proses pembelajaran (Levitt dan March, 1998). Dari perspektif kedua, festival film sebagai ajang global yang membuka peluang pertemuan antar profesional film dari berbagai negara. Peluang tersebut berupa kerjasama dalam pembuatan proyek film ataupun sekedar membuka peluang korespondensi antara perusahaan-perusahaan film (Rulling, 2009). Perspektif yang terakhir, dari perspektif organisasi, festival film merupakan organisasi temporer (Lampel, et. al, 2013). Sama seperti organisasi fungsional, organisasi temporer pun perlu untuk mengatur beberapa pemangku kepentingan, yang meliputi: pembuat film dan produser, wartawan, ahli hukum, distributor, studio, wisatawan, pembuat kebijakan, pemberi dana dan manajer festival (Harbord, 2002; Rhyne, 2009). Masih dari perspektif organisasi, festival film dapat dilihat sebagai suatu proyek (Mathieu dan Strandvard, 2009; Wyatt, 1994). Proyek dapat didefinisikan sebagai pekerjaan yang terorganisir untuk 5
6 mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dan membutuhkan sumberdaya dan usaha dalam mencapainya, usaha yang unik (berisiko) yang memiliki anggaran dan jadwal (Field dan Keller, 1998). Proyek juga merupakan suatu kegiatan operasional untuk menghasilkan produk dan jasa dimana kegiatan itu memiliki satu titik awal dan akhir (Heizer dan Render, 2011). Seiring dengan meningkatnya jumlah festival film, persaingan antar festival film semakin meningkat. Meskipun jumlah festival film begitu besar (sekitar lebih festival film pada tahun 2010, lihat Rulling dan Pedersen, 2010), tetapi tidak banyak festival film yang sukses menjadi sorotan, unik dan menjadi tren baru dunia perfilman global. Oleh karena itu, diperlukan strategi agar sebuah festival film lebih menarik dibandingkan festival film yang lain (Caves, 2000). Kesuksesan festival film besar yang dirangkum di Tabel 1.1 (halaman 1), berdasarkan penelitian dari Grundwell dan Ha (2008) dan Barney (1991), terdapat beberapa faktor yang menjadi kunci sukses penyelenggaraan festival film. Menurut pendekatan teori berbasis sumberdaya, kinerja terbaik perusahaan -dalam hal ini kesuksesan sebuah festival film- tidak hanya ditentukan oleh lingkunhgan eksternal saja, akan tetapi juga faktor internal dalam hal ini, kapabilitas perusahaan (Barney, 1991). Kapabilitas perusahaan dalam teori pendekatan sumberdaya merupakan salah satu faktor internal yang penting dalam mengelola kemampuan sumberdaya yang telah dimiliki suatu perusahaan agar meraih keunggulan bersaing (Mulyono, 2013). Kapabilitas perusahaan dipahami merupakan sumber utama untuk mencapai kinerja perusahaan terbaik dan penerapan baik tidaknya kapabilitas tergantung kepada sumberdaya yang tersedia 6
7 (Grant, 1991). Kapabilitas sebuah festival film untuk mampu mengelola sumberdaya-sumberdayanya menentukan kemampuan suatu festival film untuk dapat memperoleh keunggulan bersaing/sukses (Lampel, et al, 2013). Dari sisi internal, faktor-faktor tersebut meliputi: 1) reputasi festival, e.g. juri dan sutradara kompetisi di festival film (Lampel, et. al, 2013); 2) strategi festival, e.g. pemilihan film, pemilihan tamu artis (Iordanova, 2009); 3) penyusunan acara (programming) festival, e.g. pemilihan film berbasis komunitas atau keagamaan (Segal, 2009); 4) manajemen sumberdaya manusia, e.g. antisipasi terhadap tingginya tingkat keluar masuk sumberdaya manusia dan keterlibatannya yang bersifat sementara (Rulling dan Pedersen, 2010); dan 5) manajemen pengetahuan organisasi, e.g. perbedaan kemampuan sumberdaya manusia dan knowledge prevention (Rulling dan Pedersen, 2010). Lebih lanjut menurut Caves (2000), industri film merupakan industri yang tinggi ketidakpastiannya, sehingga untuk bertahan, festival film harus memiliki strategi yang tepat dalam pemilihan sumberdaya di industri film yang cukup langka, seperti pemilihan film yang berkualitas, strategi menarik minat penonton, media dan penyandang dana. Segal (2009) menganggap penyusunan acara festival merupakan faktor penting dalam kesuksesan suatu festival film karena penyusunan acara festival akan menunjukkan identitas suatu festival, misalnya festival yang mengangkat isu budaya lokal, gender atau isu-isu lain yang berangkat dari komunitas film dimana festival film itu berada. Ruling dan Pedersen (2010) menambahkan faktor manajemen sumberdaya manusia dan pengetahuan organisasi sebagai faktor yang harus diperhatikan agar suatu festival 7
8 film sukses terselenggara. Organisasi festival film dicirikan memiliki keanggotaan yang fluktuatif, kerjasama yang bersifat sementara dan angka turnover yang tinggi. Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya manusia dan pengetahuan organisasi menjadi hal yang mendasar agar festival film dapat bertahan. Reputasi festival merupakan sumberdaya tak berwujud yang paling bernilai bagi sebuah festival film. Reputasi sebuah festival film antara lain tercermin dari profil juri dan sutradara yang filmnya masuk di acara kompetisi pada penyelenggaraan festival (Lampel et al, 2013). Reputasi merupakan faktor kompetitif kunci yang di industri kultural, sehingga sebuah festival film harus mampu mengembangkan reputasinya baik sebelum, selama penyelenggaraan maupun setelah penyelenggaran festival (Lampel et al, 2000). Dari sisi eksternal, faktor-faktor kesuksesan dapat faktor kesuksesan dapat meliputi akreditasi dan manajemen pemangku kepentingan e.g. pembuat film dan produser, wartawan, ahli hukum, distributor, studio, wisatawan, pembuat kebijakan, pemberi dana dan manajer festival. Akreditasi akan memberikan kepastian kepada produser, distributor atau agen penjualan bahwa mereka akan mendapatkan festival sesuai standarnya, dengan struktur organisasi festival yang kuat dan profesional. Lembaga yang berwenang mengakreditasi festival film adalah Asosiasi Produser Film Internasional (Mezias et al., 2008). Lebih lanjut, memuaskan kepentingan pemangku kepentingan merupakan faktor penting agar sebuah festival film sukses terselenggara (Grudwell dan Ha, 2010; Harbord, 2002). Hal ini disebabkan karena masing-masing pihak mempunyai motivasi dan ketertarikan yang berbeda terhadap suatu festival film. 8
9 Perbedaan kepentingan itu yang terjadi biasanya dari lembaga pemberi dana dalam sebuah festival. Lembaga ini tentu saja ingin mendesain festival seperti identitas lembaganya. Padahal festival tetap harus mengacu pada suatu tema besar yang tetap harus dijaga supaya semua lembaga dana mendapat ruang yang adil dalam festival. Perbedaan kepentingan inilah yang membuat penyelenggara festival menentukan strategi yang tepat agar tujuan festival dapat tercapai tanpa terjadi benturan kepentingan antara pemangku kepentingan ini. Penelitian ini mengkaji festival film dari sisi sebuah proyek. Agar tujuan suatu proyek tercapai, manajer secara implisit harus mengidentifikasikan dan mempertimbangkan faktor-faktor kunci dalam menetapkan tujuan dan mengarahkan kegiatan operasional serta tugas-tugas yang penting untuk mencapai tujuan (Caralli, et al., 2004). Penelitian empiris terdahulu tentang penentu kesuksesan dalam sebuah festival film adalah mengkaji festival film dari sisi pengaruhnya terhadap ekonomi, yaitu jumlah pengeluaran pengunjung festival pada pembelian makanan, belanja konsumtif, pengeluaran untuk kegiatan festival dan pertunjukan (Grudwell dan Ha, 2008). Dari pemaparan di atas, penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan kesuksesan sebuah festival film untuk konteks Indonesia. Penelitian ini mengeksplorasi faktor-faktor yang dianggap penting dalam penyelenggaraan festival yang disarikan dari penelitian-penelitian sebelumnya tentang festival film yaitu meliputi reputasi festival, strategi festival, program acara, manajemen sumberdaya manuasia dan manajemen pengetahuan organisasi, akreditasi dan 9
10 pemangku kepentingan dalam kerangka perspektif kapabilitas perusahaan dalam teori pendekatan berbasis sumberdaya. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian tentang festival film baik untuk konteks internasional (Rulling dan Pedersen, 2010; Grunwell dan Ha, 2008) maupun konteks Indonesia (Habibi, 2012) masih terbatas. Tinjauan tentang penelitian terdahulu mengenai faktor penentu kesuksesan yang dilakukan Grunwell dan Ha (2008) masih berfokus terhadap faktor-faktor ekonomi (jumlah pengeluaran pengunjung festival pada pembelian makanan, belanja konsumtif, pengeluaran untuk kegiatan festival dan pertunjukan) yang menentukan kesuksesan festival dari sisi pemasaran dan pariwisata. Masih sedikit penelitian yang membahas festival film dari sisi penelitian organisasi (Rulling dan Pedersen, 2010). Penelitian sebelumnya tentang festival film juga masih terbatas pada festival film di negara maju. Untuk konteks di negara berkembang belum banyak dilakukan (Irawanto, 2004) Penelitian ini mengidentifikasikan faktor-faktor yang menentukan kesuksesan proyek pada pelaksanaan sebuah festival film untuk konteks Indonesia dan faktor-faktor sukses mana yang berpengaruh paling dominan dalam penyelenggaraan festival film di Indonesia. Penelitian ini akan menggunakan perspektif teori pandangan berbasis sumberdaya, lebih spesifik pada pendekatan kapabilitas organisasi. 10
11 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor apa sajakah yang menentukan kesuksesan proyek pada pelaksanaan festival film di Indonesia? 2. Faktor-faktor sukses mana yang paling penting dalam penyelenggaraan sebuah festival film di Indonesia? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi faktor-faktor penentu kesuksesan proyek pelaksanaan festival film di Indonesia. 2. Menentukan faktor sukses yang paling penting dalam penyelenggaraan sebuah festival film di Indonesia. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian diharapkan menambah referensi penelitian di bidang festival film yang saaat ini masih terbatas, yaitu memberikan kontribusi empiris mengenai faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penentu kesuksesan proyek pelaksanaan festival film di Indonesia. 11
12 2. Hasil penelitian ini secara praktikal bisa menjadi pedoman mengenai faktorfaktor apa sajakah yang harus diperhatikan untuk kesuksesan proyek pelaksanaan festival film di Indonesia. 1.6 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab. Bab pertama menyajikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Bab dua menjelaskan tentang teori yang menjadi dasar penelitian, definisi, klasifikasi dan faktor penentu kesuksesan festival film. Bab tiga memaparkan desain penelitian, metode pengambilan sampel dan analisis data yang digunakan pada penelitian. Bab empat membahas hasil, analisis data serta diskusi temuan penelitian. Bab lima memberikan simpulan, keterbatasan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya. 12
Formulir Pendaftaran Pembiayaan Film Kompetisi
Formulir Pendaftaran Pembiayaan Film Kompetisi Tenggat Akhir/Deadline 10 Februari 2017! Judul Film/ Judul Proyek mohon dapat dipastikan judul proyek yang disampaikan, terkait dengan kebutuhan korespondensi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui tayangan cerita yang ditampilkan dalam film tersebut. Cerita yang ada
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang unik. Film mampu memberikan pengalaman dan perasaan yang berbeda kepada para penontonnya melalui tayangan cerita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Film adalah salah satu bentuk media komunikasi dengan cakupan massa yang luas. Biasanya, film digunakan sebagai sarana hiburan yang cukup digemari masyarakat.
Lebih terperinciFormulir Pendaftaran Pembiayaan Film Kompetisi
Formulir Pendaftaran Pembiayaan Film Kompetisi Tenggat Akhir/ Deadline 31 Maret 2015! Judul Film/ Judul Proyek mohon dapat dipastikan judul proyek yang disampaikan, terkait dengan kebutuhan korespondensi
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang Soraya Desiana, 2015
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dunia semakin hari semakin berkembang pesat begitu juga perkembangan teknologi di indonesia. Sebagai salah satu negara yang berkembang di dunia indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak hanya sebagai media hiburan saja melainkan sebagai media komunikasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Film saat ini bukanlah menjadi hal baru dalam kehidupan masyarakat, dan juga tidak hanya sebagai media hiburan saja melainkan sebagai media komunikasi antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari banyaknya judul film yang muncul di bioskop bioskop di Indonesia saat ini.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan film di Indonesia bisa dikatakan cukup signifikan. Terlihat dari banyaknya judul film yang muncul di bioskop bioskop di Indonesia saat ini. Tidak
Lebih terperinciMembeli Program (Outsourcing)
Modul ke: Membeli Program (Outsourcing) Fakultas FIKOM Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting www.mercubuana.ac.id Program Outsourcing Hiburan siaran didapat dari kehidupan manusia, sesuatu yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negeri. Akhir tahun 1990an dan awal 2000, pembuat-pembuat film dengan budget
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan film di Indonesia sendiri memiliki perkembangan yang naik turun. Film-film Indonesia pada era 1980an dan 1990an, mengalami keterpurukan yang dalam karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagian dalam industri tersebut. Olahraga menjadi bagian penting dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia olahraga pada era modern seperti sekarang ini, tidak hanya menjadi sebuah sarana untuk menjaga kesehatan tubuh, namun sudah menjadi salah satu industri
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Sajian pemberitaan media oleh para wartawan narasumber penelitian ini merepresentasikan pemahaman mereka terhadap reputasi lingkungan sosial dan budaya Kota Yogyakarta.
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP A. K ESIM PULAN
BAB 5 PENUTUP A. KESIMPULAN Eksistensi Piala Maya sebagai salah satu festival film yang masih terbilang baru tidak bisa dilepaskan dari kegigihan dan militansi orang-orang yang menahkodai manajemen penyelenggaraannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan lingkungan pemasaran mengalami perubahan yang dramatis
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ide utama konsep pemasaran adalah mengerahkan segala kapabilitas perusahaan untuk menciptakan, menyampaikan, dan mengkomunikasikan nilainilai konsumen secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan menarik bagi sebagian orang adalah mencoba berbagai makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Televisi dapat dikatakan telah mendominasi hampir semua waktu luang setiap
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi dapat dikatakan telah mendominasi hampir semua waktu luang setiap orang. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan pada masyarakat Amerika, ditemukan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan. kelangsungan hidup perusahaan sangat tergantung pada perilaku
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman, dewasa ini banyak bermunculan perusahaan perusahaan baru yang membuat produk produk dari berbagai macam jenis barang kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya persaingan bisnis baik di pasar nasional maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Semakin meningkatnya persaingan bisnis baik di pasar nasional maupun international berimbas pada semakin tingginya aktivitas para pelaku usaha dari berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi bebas tanpa hambatan tarif maupun non-tarif. Dari total. penduduk Indonesia. Indonesia dengan SDM dan SDA nya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia telah memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Suatu era dimana terjadinya pasar tunggal dan basis produksi bersama, yang tentunya akan membuat arus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk hidup yang bergerak aktif dengan segudang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang bergerak aktif dengan segudang aktivitasnya sejak kecil hingga dewasa, mulai dari pagi hari hingga larut malam. Dalam hidupnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman yang terus meningkat, masyarakat juga terus mengadopsi nilai-nilai seni dan budaya yang dihadirkan pada dunia industri hiburan. Hal ini menyebabkan
Lebih terperinciID No EQUIS Input Proses Output Predecessors. Membuat Visi. 3 N/A Membuat Misi 2
ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors 1 N/A Perencanaan Visi, Misi, Nilai 2 1.d.2 Daftar pemegang kepentingan, deskripsi organisasi induk, situasi industri tenaga kerja, dokumen hasil evaluasi visi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis usaha kuliner di Indonesia semakin hari semakin diminati dengan melihat semakin banyaknya masyarakat yang gemar memburu beberapa aneka menu makanan baik makanan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Perkembangan industri saat ini mendapat tantangan yang semakin
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan industri saat ini mendapat tantangan yang semakin besar akibat semakin besarnya dampak globalisasi, disinilah peran penting dari Usaha Mikro dan Menengah
Lebih terperinciI.1 LATAR BELAKANG I.1.1
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 Latar Belakang Pemilihan Kasus Kebudayaan memiliki unsur budi dan akal yang digunakan dalam penciptaan sekaligus pelestariannya. Keluhuran dan kemajuan suatu
Lebih terperinciPROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT PEMBINAAN KESENIAN DAN PERFILMAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2014
PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT PEMBINAAN KESENIAN DAN PERFILMAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2014 1. STRUKTUR ORGANISASI 2. TUGAS DAN FUNGSI 3. VISI, MISI,
Lebih terperinciBAB 2 DATA DAN ANALISA
3 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1. Sumber Data Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: Buku-buku tentang perfilman nasional Data literatur Sinematek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah hotel di Yogyakarta semakin meningkat. Data Badan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambahan jumlah hotel di Yogyakarta semakin meningkat. Data Badan Pusat Statistik Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (2014) menunjukkan bahwa pertumbuhan hotel
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. membuat setiap bisnis film di bioskop tetap eksis dan mulai mampu bersaing
BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Di era global ini persaingan antar dunia perfilman yang semakin ketat membuat setiap bisnis film di bioskop tetap eksis dan mulai mampu bersaing untuk memberikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Film bermula pada akhir abad ke-19 sebagai teknologi baru, tetapi konten dan fungsi yang ditawarkan masih sangat jarang. Kemudian, film mengalami perubahan
Lebih terperinciPENDAHULUAN BAB I. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Animasi (anime) merupakan sebuah produk entertaintment, media, bahkan industri yang sangat pesat perkembangannya seiring dengan perkembangan teknologi. Penggunaannya
Lebih terperinciRechtsVinding Online Mengembalikan Kejayaan Perfilman Indonesia Melalui Penyempurnaan Undang-Undang Perfilman
Mengembalikan Kejayaan Perfilman Indonesia Melalui Penyempurnaan Undang-Undang Perfilman Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 22 Juli 2015; disetujui: 28 Juli 2015 Industri perfilman Indonesia pernah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. stasiun televisi lokal maupun luar negeri. Setiap harinya stasiun televisi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini televisi telah berkembang secara pesat dan menjadi media yang dibutuhkan oleh masyarakat. Berbagai acara televisi dapat disaksikan baik dari stasiun televisi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Riset pemasaran sangat penting untuk dilakukan sehingga perusahaan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Riset pemasaran sangat penting untuk dilakukan sehingga perusahaan dapat mengetahui posisi merek di pasar, mengetahui selera atau kepuasan konsumen ataupun mengurangi
Lebih terperinciSulawesi Selatan sebagai Tujuan Wisata Utama di Indonesia pada tahun 2018
BAB IV. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Visi merupakan cara pandang jauh ke depan mengenai gambaran keberhasilan yang ingin dicapai pada kurun waktu tertentu. Visi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. karya yang maksimal, diadakan Festival Film Indonesia (FFI) sebagai ajang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi, media massa pun berkembang dengan pesat. Begitu pula dengan film. Di Indonesia, film tidak hanya merupakan sebuah karya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dunia perfilman selalu menarik untuk diamati. Akan selalu ada hal unik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dunia perfilman selalu menarik untuk diamati. Akan selalu ada hal unik yang dapat dibahas secara lebih mendalam di setiap sebuah pemutaran film. Mulai dari genre film
Lebih terperinciKELENGKAPAN PENDAFTARAN:
PERSYARATAN UMUM: 1.Kompetisi terbuka untuk Warga Negara Indonesia berusia 15 tahun ke atas. 2.Film peserta kompetisi harus film dokumenter/film cerita pendek (panitia memiliki hak untuk mengkualifikasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk face to face maupun menggunakan alat (media). Media
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semua orang tentu melakukan yang namanya komunikasi, baik dalam bentuk face to face maupun menggunakan alat (media). Media komunikasi massa sangatlah bermacam-macam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Banyak film- film layar lebar horror Indonesia yang sekarang hampir setiap
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dunia perfilman horor Indonesia semakin marak dan maju. Banyak film- film layar lebar horror Indonesia yang sekarang hampir setiap bioskop ada, satu bahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Cineplex 21 Group adalah jaringan bioskop terbesar di Indonesia, dan merupakan pelopor jaringan Cineplex di Indonesia. Jaringan bisokop ini tersebar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pakaian tidak hanya berguna sebagai alat yang digunakan manusia untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tingkat pertumbuhan penduduk yang terus naik berdampak terhadap tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film merupakan karya seni berupa rangkaian gambar hidup yang diputar sehingga menghasilkan sebuah ilusi gambar bergerak yang disajikan sebagai bentuk hiburan. Menurut
Lebih terperinci- 4 - MEMUTUSKAN: Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Pemerintah Daerah
- 2-4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dunia kepariwisataan merupakan salah satu industri yang dapat memberikan kontribusi sebagai pemasukan devisa bagi negara. Pariwisata diandalkan oleh banyak negara di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap dampak positif yang muncul dari event harus dapat dikelola dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak perusahaan berlomba lomba menyelenggarakan sebuah event yang baik. Event event yang diselenggarakan tersebut sangat beragam, mulai dari launching
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan senantiasa berusaha untuk dapat meningkatkan nilai bagi
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Tingkat persaingan sekarang ini semakin kompetitif karena setiap perusahaan senantiasa berusaha untuk dapat meningkatkan nilai bagi pemegang saham. Perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk memfasilitasi transaksi pembelian antarsemua jenis aktor:
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Munculnya internet telah menciptakan peluang bagi perusahaan untuk tetap kompetitif dalam melayani pelanggan dengan nyaman, cepat, dan murah dalam melakukan pembelian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlihat di kota Yogyakarta. Ini terlihat dari banyaknya komunitaskomunitas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta memiliki sebutan kota budaya dan kota pelajar sesuai dengan karakter kota Yogyakarta yang memiliki akar budaya yang masih kuat, ini dibuktikan dengan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat dilakukan melalui pengelolaan strategi pendidikan dan pelatihan, karena itu pembangunan
Lebih terperinciBAB I PEGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Organisasi yang sukses adalah organisasi yang paling efisien menanggapi
BAB I PEGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi yang sukses adalah organisasi yang paling efisien menanggapi lingkungannya. Lingkungan menghubungkan domain dari pemasaran dan pengembangan strategi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Animasi, atau film animasi, adalah film yang merupakan hasil dari pengolahan gambar tangan sehingga menjadi gambar yang bergerak. Pada awal penemuannya, film animasi
Lebih terperinciSINEMATEK TERPADU DI YOGYAKARTA
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR SINEMATEK TERPADU DI YOGYAKARTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan oleh : JF Bina Anggraini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Film bermula pada akhir abad ke-19 sebagai teknologi baru, yang kemudian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Film bermula pada akhir abad ke-19 sebagai teknologi baru, yang kemudian berubah menjadi alat presentasi dan distribusi dari tradisi hiburan yang lebih tua,
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan mode pakaian pada era modern ini sudah menjadi sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan mode pakaian pada era modern ini sudah menjadi sebuah kebutuhan manusia untuk membeli pakaian sesuai tren yang ada. Bahkan mengikuti tren mode
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. untuk fungsi dan pengendalian perusahaan, melainkan juga untuk menyediakan
Bab I Pendahuluan I. 1. Latar Belakang Tata kelola perusahaan telah berevolusi menjadi isu krusial tidak hanya untuk fungsi dan pengendalian perusahaan, melainkan juga untuk menyediakan tingkat kepercayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perusahaan harus dapat menentukan strategi pemasaran yang tepat agar. perusahaan tersebut dapat tercapai.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan di era pasar bebas seperti saat ini harus senantiasa berusaha untuk dapat meningkatkan pangsa pasar dan meraih konsumen baru. Pada dasarnya, semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terkait dengan merebaknya popularitas K-pop dengan cepat dinegeri tirai bambu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah hallyu, pertama kali dimunculkan oleh para jurnalis di Beijing terkait dengan merebaknya popularitas K-pop dengan cepat dinegeri tirai bambu tersebut. Hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan yang
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan yang menjadi penelitian ini. Selanjutnya memberikan rumusan masalah yang terjadi untuk ditemukan solusi dalam penelitian ini.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. horor adalah film yang penuh dengan eksploitas unsur unsur horor yang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Vincent Pinel (2006) Genres et Mouvements Au Cinémamenyebutkanfilm horor adalah film yang penuh dengan eksploitas unsur unsur horor yang bertujuanmembangkitkan ketegangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup masyarakat selalu berubah mengikuti perkembangan jaman. Seiring dengan perubahan gaya hidup tersebut, pemenuhan kebutuhan hidup juga ikut berubah. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manajemen adalah bagaimana sebuah perusahaan dapat bertahan, dan faktor-faktor apa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya tingkat turbulensi di hampir setiap industri ditandai oleh banyaknya perusahaan baru yang bermunculan dan bahkan menggeser perusahaan lama (Caves, 1998; Li
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Kotler dalam buku yang dikarang oleh Gera (2012), event adalah suatu kejadian yang dirancang atau diatur untuk menyampaikan pesan kepada target penonton. Perancangan
Lebih terperinciPROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANG
PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciDRAFT RAPERDA HASIL REVISI DAN MASUKAN PADA FGD SELASA, 31 MEI 2016
DRAFT RAPERDA HASIL REVISI DAN MASUKAN PADA FGD SELASA, 31 MEI 2016 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR..TAHUN. TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN PERFILMAN DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Propinsi Kalimantan Timur khususnya Kota Balikpapan yang dikenal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propinsi Kalimantan Timur khususnya Kota Balikpapan yang dikenal dengan kota bisnis juga merupakan salah satu kota yang bergerak di bidang pelayanan jasa. Sebagai tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun belakangan ini, Indonesia mengalami krisis moneter yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Beberapa tahun belakangan ini, Indonesia mengalami krisis moneter yang menyebabkan bisnis di Indonesia melemah bahkan jatuh. Dampak dari krisis moneter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang nyata-nyata lebih baik dibandingkan produk saingan. Salah satu jalan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern seperti sekarang ini, suatu perusahaan dituntut untuk menciptakan peluang pasar. Suatu perusahaan harus mampu mempertahankan konsumennya atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ingin disampaikan kepada masyarakat luas tentang sebuah gambaran, gagasan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film adalah media reproduksi informasi, media dari sebuah pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat luas tentang sebuah gambaran, gagasan, informasi, ungkapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara saat ini. Potensi pasar global yang amat besar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor jasa terutama pariwisata memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara saat ini. Potensi pasar global yang amat besar mengakibatkan banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Pada Bab 1 Pendahulanakan membahas mengenai gambaran umum penulisan Seminar Tugas Akhir. Pembahasan dimulai dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan metode perancangan. 1.1.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan bagaimana konsumen dipengaruhi oleh lingkungannya, kelompok referensi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perilaku konsumen selalu menarik bagi pemasar. Pengetahuan tentang perilaku konsumen membantu pemasar untuk memahami bagaimana konsumen berpikir, merasa, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengesankan dalam hal total kunjungan turis internasional. Jumlah kunjungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.1.1 Perkembangan Industri Pariwisata Dunia Industri pariwisata dunia pada tahun 2015 mengalami perkembangan yang mengesankan dalam hal total kunjungan turis internasional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan perekonomian bangsa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kepariwisataan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian bangsa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang semakin tampak serta
Lebih terperinci2017, No Peraturan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Nomor 1 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Ekonomi Kreatif (Berita Negara R
No.1015, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BEKRAF. Pemasaran Produk Ekonomi Kreatif Nasional. PERATURAN KEPALA BADAN EKONOMI KREATIF NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEMASARAN PRODUK EKONOMI KREATIF NASIONAL
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. IT, sebuah inovasi yang tak pernah berhenti, mengubah wajah dunia dengan
1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang IT, sebuah inovasi yang tak pernah berhenti, mengubah wajah dunia dengan memberikan opsi-opsi baru dalam berkomunikasi, beraktivitas, dan hampir memasuki semua sendi
Lebih terperinciTUGAS MAKALAH STRATEGI PEMASARAN JASA PERPUSTAKAAN ERA TEKNOLOGI INFORMASI MATA KULIAH MANAJEMEN PEMASARAN DAN JASA DOSEN : IBU.
TUGAS MAKALAH STRATEGI PEMASARAN JASA PERPUSTAKAAN ERA TEKNOLOGI INFORMASI MATA KULIAH MANAJEMEN PEMASARAN DAN JASA DOSEN : IBU.UMI OLEH ISMI PUTRI MERDEKA WATI (07540016) PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN
Lebih terperinci01 Meninjau Narasi 1.1. Analisa bentuk narasi untuk menghasilkan narasi yang siap untuk penulisan bagian berikutnya.
KODE UNIT : TIK.MM02.022.01 JUDUL UNIT : Menulis Naskah DESKRIPSI UNIT : Unit ini mendeskripsikan tentang keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan menulis sebuah naskah dari narasi
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dengan dibukanya kesempatan oleh pemerintah bagi pihak swasta untuk ikut berperan serta dalam industri siaran televisi, hal ini menyebabkan masyarakat mempunyai alternatif
Lebih terperinciTUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
POKOK BAHASAN Event Perusahaan/ Organisasi DESKRIPSI Pertemuan pertama ini membahas mengenai pengantar sebuah proses kuliah menagemen event, serta dengan membahas pengertian dari manageman dan event. TUJUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Saat ini, pengembangan kawasan hunian (seperti : perumahan, real estate dan apartemen) telah menjadi kebutuhan dan tren yang terus meningkat. Untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Film merupakan suatu media komunikasi massa dan digunakan sebagai sarana hiburan. Perfilman Indonesia sempat menguasai bioskop-bioskop lokal di tahun 1980-an.
Lebih terperinciPENGARUH BUDAYA KOREAN POP DALAM TAYANGAN TOP KPOP TV TERHADAP PERILAKU REMAJA DI BSD, KENCANA LOKA BLOK F1
PENGARUH BUDAYA KOREAN POP DALAM TAYANGAN TOP KPOP TV TERHADAP PERILAKU REMAJA DI BSD, KENCANA LOKA BLOK F1 Villia Octariana Putri Binus University, Jakarta, Indonesia Abstrak TUJUAN PENELITIAN Alasan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Seiring dengan pentingnya dari kegiatan berkomunikasi, saat ini banyak dari perguruan tinggi menjadikan komunikasi sebagai ilmu untuk jenjang bidang studi. Bahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan teknologi. Dalam prosesnya, sebuah budaya menghasilkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses perkembangan budaya saat ini melaju dengan sangat cepat seiring dengan perkembangan teknologi. Dalam prosesnya, sebuah budaya menghasilkan tren gaya hidup. Gaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keinginannya. Hal inipun diatur dalam Undang-Undang Dasar Terdapat paham liberalisme dimana liber yang artinya bebas atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap manusia pada umumnya menginginkan kehidupannya berjalan dengan baik, sesuai dengan apa yang dikehendakinya, yang mana sesuai dengan arti sebuah kebebasan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Secara universal, seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perancangan Interior Secara universal, seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi individu maupun kelompok di tempat dan waktu tertentu, biasanya memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang cukup efektif dalam menyampaikan suatu informasi. potret) atau untuk gambar positif (yang di mainkan di bioskop).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film merupakan salah satu media massa yang digunakan sebagai sarana hiburan. Selain itu film berperan sebagai sarana modern yang digunakan untuk menyebarkan informasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Ekranisasi adalah pelayarputihan atau pemindahan sebuah novel ke dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ekranisasi adalah pelayarputihan atau pemindahan sebuah novel ke dalam film. Pemindahan novel ke layar putih ini mau tidak mau mengakibatkan timbulnya pelbagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada jaman modern ini pusat perbelanjaan atau yang biasa kita kenal dengan sebutan Mall, terus berkembang dengan pesat. Mall sendiri merupakan jenis pusat perbelanjaan
Lebih terperinciKOMPLEK STADION SEPAKBOLA DI JEPARA
P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR KOMPLEK STADION SEPAKBOLA DI JEPARA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : LULUT ANDI
Lebih terperinciNomenklatur Program Studi AFEBI. November 2015
Nomenklatur Program Studi dan Gelar Pasca Sarjana AFEBI November 2015 S Dasar Penyusunan Nomenklatur S Penyusunan nomenklatur program studi dan gelar pasca sarjana didasarkan pada beberapa hal, yaitu:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan budaya yang didorong dengan kemajuan pesat pada perkembangan zaman, seringkali menghadirkan perubahan-perubahan baru yang membuat dunia takjub.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perindustrian, khususnya untuk menggantikan kerja manusia.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perlu disadari bahwa kemajuan teknologi sangatlah penting dalam menunjang perkembangan suatu bangsa, dan bangsa yang maju adalah bangsa yang mampu mengembangkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembanganya zaman yang selalu bersifat dinamis secara global membuat perusahaan-perusahaan terus memodifikasi manajemen pemasaran di dunia bisnis seperti sekarang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kepariwisataan merupakan salah satu industri yang dapat memberikan kontribusi sebagai pemasukan devisa bagi negara. Pariwisata diandalkan oleh banyak negara di
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi dan Konsepsi Pemasaran Pengertian dari pemasaran menurut Philip Kotler (Kotler 2006: 6) dibagi menjadi dua aspek yaitu sosial dan manajerial. Definisi sosial lebih
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa pada era informasi ini seakan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Media massa memberikan arti yang sangat penting bagi masyarakat. Masyarakat
Lebih terperinciPROPOSAL UNTUK MEMPERTINGGI TINGKAT HUNIAN SERTA LABA BAGI HOTEL INDEPENDEN
PROPOSAL UNTUK MEMPERTINGGI TINGKAT HUNIAN SERTA LABA BAGI HOTEL INDEPENDEN Agen pemasaran hotel dan fashion internasional sejak tahun 2008 Kawasan Asia Pasifik & Eropa Timur Hong Kong Moskow Belgrade
Lebih terperinci