Hubungan Karakteristik Individual Anggota Masyarakat dengan Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hubungan Karakteristik Individual Anggota Masyarakat dengan Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan"

Transkripsi

1 101 HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDUAL DAN SOSIAL EKONOMI ANGGOTA MASYARAKAT SERTA DUKUNGAN PEMIMPIN, PROGRAM DAN KELEMBAGAAN NON FORMAL DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN HUTAN Kajian hubungan peubah bebas (karakteristik masyarakat, dukungan program, dukungan pemimpin dan dukungan kelembagaan non formal) dengan peubah respon (partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan) dilakukan dengan uji korelasi/asosiasi/hubungan Spearman (rs), yang dijabarkan pada uraian di bawah ini. Hubungan Karakteristik Individual Anggota Masyarakat dengan Karakteristik individual masyarakat yang diamati dalam penelitian ini meliputi : (1) umur, (2) pendidikan formal, (3) pendidikan non formal, (4) pekerjaan, (5) asal, (6) pengetahuan tentang pelestarian hutan, dan (7) kebutuhan. Hasil uji korelasi karakteristik individual masyarakat dengan partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan tersebut pada Tabel 23. Tabel 23. Korelasi (rs) Karakteristik Individual Anggota Masyarakat dengan NO PEUBAH BEBAS Umur (X1.1 ) Pendidikan Formal (X1.2 ) Pendidikan non Formal (X1.3) Alokasi waktu untuk bekerja (X1.4.1 ) Kesesuaian pekerjaan dengan pelestarian hutan (X1.4.2 ) Pekerjaan (X1.4 ) Asal (X1.5 ) Pengetahuan tentang pelestarian hutan (X1.6 ) Kebutuhan Biologik (X1.7.1 ) Kebutuhan Psikologik (X1.7.2) Kebutuhan Sosiologik (X1.7.3) Perencanaan (Y1) PEUBAH RESPON Pelaksanaan Evaluasi Pemanfaatan (Y2) (Y3) (Y4) Partisipasi (Y) 0,145 0,400** 0,151 0,105 0,410** - 0,257** - 0,345** 0,125 0,226* 0,344** 0,183 0,064 0,178 0,272** 0,021 0,227* 0,327** 0,154-0,112 0,167 0,278** 0,285** 0,263** 0,418** 0,409** 0,283** - 0,073 0,419** 0,207** 0,128 0,336** 0,252** - 0,045 0,470** 0,364** - 0,038 0,441** 0,349** - 0,017 0,512** 0,048 0,234** 0,569** 0,386** 0,626** 0,873** 0,315** 0,844** - 0,124 0,312** 0,538** 0,371** 0,370** 0,526** 0,502** 0,649** 0,405** 0,663** 0,615** 0,779** Kebutuhan (X1.7 ) Sumber : Data Primer Diolah, 2006 Keterangan : ** sangat nyata pada tingkat kesalahan 0,01 * nyata pada tingkat kesalahan 0,05

2 102 Dari Tabel 23, data menunjukkan terdapat hubungan nyata positif antara umur dengan rata-rata partisipasi masyarakat. Hubungan sangat nyata juga terlihat pada variabel umur dengan pelaksanaan dan evaluasi, sedangkan antara peubah umur dengan perencanaan dan pemanfaatan tidak terbukti kuat berhubungan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa makin meningkat umur makin tinggi partisipasinya dalam pelaksanaan dan evaluasi, namun tidak terbukti kuat berhubungan dengan perencanaan dan pemanfaatan. Hal ini diduga terkait dengan tanggung jawab sosial yang diemban oleh petani hutan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sejalan dengan bertambahnya umur, sehingga mempunyai tanggung jawab mencari tambahan penghasilan dengan menggarap lahan hutan. Fenomena ini juga berkaitan dengan ketertarikan masyarakat dimana makin muda usianya maka makin tidak tertarik untuk berpartisipasi dalam pelestarian hutan. Pendidikan formal berkorelasi nyata dengan aspek-aspek partisipasi. Pendidikan Formal mempunyai hubungan nyata positif terhadap perencanaan, evaluasi dan pemanfaatan, dimana makin tinggi pendidikan formal maka makin tinggi pula partisipasinya dalam perencanaan, evaluasi dan pemanfaatan. Hal ini berkaitan makin tinggi pendidikan maka makin komprehensif dalam berpikir sehingga mampu merencanakan, mengevaluasi dan memanfaatkan dengan baik. Muhadjir (1982) juga menyebutkan bahwa tingkat pendidikan seseorang mempunyai pengaruh terhadap partisipasinya pada tingkat perencanaan. Semakin tinggi pendidikan dapat diharapkan semakin baik pula cara berpikir dan bertindaknya, jika mengemban tugas dapat diharapkan tugas itu dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya, pendidikan formal juga mempunyai hubungan nyata negatif dengan pelaksanaan. Hal ini berkaitan dengan makin tinggi pendidikan maka makin besar memperoleh kesempatan mendapatkan pekerjaan layak, dimana lebih mampu menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan menjadi petani hutan. Fenomena ini juga terlihat di lapangan bahwa makin tinggi pendidikan maka mereka lebih tertarik bekerja di kota Tangerang/Jakarta baik sebagai buruh/kuli, berdagang, karyawan industri, mengojek dan lain-lain. Disamping itu hal ini diduga bahwa makin tinggi pendidikan, individu cenderung tidak menyukai terjun langsung dalam bidang pertanian hutan atau mengambil sumberdaya hutan secara langsung. Pendidikan non formal tidak terbukti kuat berhubungan dengan perencanaan, evaluasi dan pemanfaatan. Hubungan negatif nyata terlihat pada pendidikan non formal terhadap pelaksanaan, artinya makin tinggi pendidikan non formal individu maka makin

3 103 rendah partisipasinya dalam pelaksanaan kegiatan pelestarian hutan khususnya bertani hutan. Hal ini terjadi sama halnya dengan pendidikan formal yaitu pada umumnya pendidikan non formal adalah pendidikan yang memberikan ketrampilan-ketrampilan yang memperluas kesempatan individu untuk bekerja menambah penghasilan yang lebih baik sehingga tidak tertarik untuk bertani hutan. Hubungan yang kuat positif juga terlihat antara pekerjaan dengan partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaaatan hasil, makin sesuai pekerjaaan dengan kegiatan-kegiatan pelestarian hutan maka makin tinggi partisipasinya. Hal ini terjadi karena masyarakat desa hutan sebagai petani, telah berpengalaman dan menguasai teknik-teknik mengolah lahan dan memelihara tanaman sehingga tidak mengalami kesulitan dalam bertani di kawasan hutan. Alokasi waktu untuk bekerja hanya berhubungan nyata positif dengan pemanfaatan, artinya makin tinggi waktu yang dialokasikan maka partisipasi dalam pemanfaatan hasilnya makin tinggi. Hal ini disadari bahwa dengan makin tinggi mengalokasikan waktu untuk bekerja maka hasil yang diperoleh petani hutan makin tinggi. Peubah asal individu mempunyai hubungan yang negatif namun tidak terbukti kuat berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan. Pengetahuan tentang pelestarian hutan terbukti kuat berhubungan positif dengan partisipasi masyarakat baik perencanaan, pelaksanaan, evaluasi maupun pelaksanaan. Makin tinggi tingkat pengetahuannya tentang pelestarian hutan, masyarakat cenderung tertarik untuk turut serta melakukan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan. Hal ini dimengerti bahwa makin tinggi pengetahuan tentang pelestarian hutan, maka makin menyadari arti pentingnya hutan, khususnya bila ditinjau dari manfaat (benefit) ekonomi keluarga dan dikaitkan dengan adanya program PHBM Perum Perhutani, meskipun mereka belum menyadari manfaat lingkungan yang diperoleh meliputi : (1) kesegaran udara, (2) kualitas air tanah yang bagus (4) stabilitas suplai air tanah (3) terhindar dari bahaya banjir dan longsor (4) keindahan alam meliputi bentang alam, flora dan fauna. Berdasarkan beberapa penelitian bahwa manfaat lingkungan ini dinilai lebih tinggi daripada manfaat ekonomi yang diperoleh dari kelestarian kawasan hutan. Demikian pula dengan kebutuhan masyarakat, peubah ini mempunyai hubungan positif sangat kuat dengan partisipasinya, makin tinggi kebutuhannya maka makin

4 104 tinggi pula partisipasinya dalam pelestarian hutan. Hal ini terjadi mengingat masyarakat desa hutan memenuhi kebutuhan hidupnya sebagian besar diperoleh dari kawasan hutan baik dari bertani di hutan, mencari kayu bakar, buruh/kuli persemaian/pemeliharaan/penebangan/penyaradan/pengangkutan, berjualan di kawasan tebangan dan lain-lain. Dari hasil penelitian, kebutuhan biologik hanya berkorelasi nyata dengan partisipasi pelaksanaan dan pemanfaatan, dan tidak terbukti kuat berhubungan dengan perencanaan dan evaluasi. Hal ini berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pangan, papan dan sandang sehingga masyarakat merasa perlu turun langsung dalam pelaksanaan dan pemanfaatan hasil bertani hutan. Pelaksanaan dan pemanfaatan mempunyai makna tinggi dalam memperoleh hak terhadap hasil yang didapat (baik padi maupun kayu). Kebutuhan psikologik dan kebutuhan sosiologik berkaitan positif nyata dengan seluruh aspek partisipasi baik dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi maupun pemanfaatan. Kebutuhan masyarakat akan rasa aman dan nyaman, kebutuhan akan pekerjaan, keinginan untuk bersosialisasi akan meningkatkan partisipasi mereka. Mereka akan merasa aman dan nyaman serta merasa bersosialisasi dengan turut serta menjadi anggota KTH, karena lingkungan desanya merupakan kawasan hutan yang otoritasnya berada pada Perum Perhutani, sehingga mereka merasa tidak dikucilkan dan diperhatikan oleh pemerintah. Mereka merasa mendapatkan penghargaan sosial dari pemerintah (Perum Perhutani). Status mereka di desa meningkat dengan menjadi anggota KTH, apalagi sebagai pengurus. Selain itu, KTH merupakan arena mereka bertukar fikiran, bertukar pengalaman, tempat mencari solusi jika ada permasalahanpermasalahan pertanian maupun permasalahan lain, saling membantu dan bergotong royong. Selanjutnya mereka juga merasa mempunyai jembatan antara dirinya sebagai anggota masyarakat dengan pemerintah. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Anggota Masyarakat dengan Karakteristik sosial ekonomi anggota masyarakat dalam penelitian ini meninjau tentang penghasilan masyarakat baik penghasilan per bulan maupun penghasilan yang diperoleh dari kegiatan PHBM. Sedangkan sistem nilai ditinjau dari hakikat hidup, hakikat lingkungan alam, hakikat karya, hakikat waktu dan hakikat lingkungan sosial.

5 105 Kajian lebih jauh mengenai korelasi antara peubah bebas karakteristik sosial ekonomi masyarakat dengan partisipasinya disajikan pada Tabel 24. Tabel 24. Korelasi (rs ) Karakteristik Sosial Ekonomi Anggota Masyarakat dengan PEUBAH RESPON No PEUBAH BEBAS Penghasilan per bulan (X1.8.1 ) Penghasilan dari PHBM (X1.8.2 ) Penghasilan (X1.9 ) Hakikat Hidup (X1.9.1 ) Perencanaan (Y1) 0,296** Pelaksanaan (Y2) Evaluasi (Y3) - 0,179 0,259** 0,177 0,080** 0,155 0,361** 0,312** 0,281** 0,192* 0,639** 0,348** 0,298** 0,582** 0,243** 0,372** 0,652** 0,324** 0,253** 0,520** 0,338** 0,222** 0,509** 0,324** 0,152 0,475** 0,590** 0,592** 0,604** 0,193* 0,226* 0,329** 0,302** 0,508** - 0,003 0,244** 0,382** Hakikat Lingkungan alam (X1.9.2 ) Hakikat Karya (X1.9.3 ) 0,308** 0,185* 6. Hakikat Waktu (X1.9.4 ) 0,276** - 0, Hakikat lingkungan 0,485** 0, sosial (X1.9.5 ) Sistem Nilai (X1.9 ) 0,552** 0,300** 9. Sumber : Data Primer Diolah, 2006 Keterangan : ** sangat nyata pada tingkat kesalahan 0,01 * nyata pada tingkat kesalahan 0,05 Pemanfaatan (Y4) Partisipasi (Y) Dari Tabel 24 menunjukkan bahwa penghasilan baik penghasilan perbulan ataupun penghasilan dari PHBM mempunyai hubungan positif kuat dengan partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan. meningkatkan partisipasinya. Makin meningkat penghasilan maka makin Makin tinggi penghasilan, maka makin tertarik untuk berpartisipasi. Lebih jauh lagi bahwa penghasilan per bulan berkorelasi positif kuat dengan perencanaan dan evaluasi. Hal ini berkaitan dengan masyarakat yang berpenghasilan tinggi cenderung akan berpartisipasi tinggi dalam perencanaan dan evaluasi, dan tidak terbukti kuat berkorelasi dengan pelaksanaan dan pemanfaatan. Alasan lain adalah bahwa jika masyarakat mempunyai penghasilan tinggi, maka mereka enggan untuk turut serta dalam kegiatan bertani hutan dan memanfaatkan hasilnya karena hasil yang diperoleh dari kegiatan bertani hutan tidak menjamin dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Hasil penelitian menemukan bahwa penghasilan dari kegiatan PHBM hanya berkorelasi kuat positif dengan kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan, serta tidak terbukti berkorelasi dengan partisipasi dalam evaluasi. Hal ini berkaitan

6 106 dengan kegiatan faktor penentu tinggi rendahnya hasil PHBM adalah dalam perencanaan dan pelaksanaan. Sedangkan kaitannya dengan pemanfaatan, bahwa bila hasil yang diperoleh tinggi maka penghasilan PHBM akan makin tinggi pula. Korelasi tidak dijumpai dalam kegiatan evaluasi karena kegiatan ini jarang dilakukan, sehingga tidak cukup bukti terkait dengan penghasilan masyarakat dari kegiatan PHBM. Peubah sistem nilai yang dianut masyarakat juga berhubungan erat positif dengan partisipasinya. Makin berorientasi pada harkat dan martabat, kelestarian alam, peningkatan kualitas kerja, penghargaan waktu, dan berorientasi kepada keserasian kepentingan pribadi dan masyarakat maka makin meningkatkan partisipasi. Khusus hakikat waktu ternyata tidak cukup bukti kuat berhubungan dengan pelaksanaan meskipun menunjukkan hubungan yang negatif. Demikian pula dengan hakikat lingkungan sosial tidak cukup bukti kuat berkorelasi dengan kegiatan pelaksanaan PHBM. Hubungan Karakteristik Pemimpin dengan Karakteristik pemimpin dalam penelitian ini mengkaji pemimpin formal dan pemimpin non formal, baik ditinjau dari dukungan, tipe kepemimpinan maupun pengalaman memimpin. Kajian korelasi antara peubah bebas karakteristik pemimpin dengan partisipasinya dalam pelestarian hutan dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Korelasi (rs) Karakteristik Pemimpin dengan Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan No PEUBAH BEBAS Perencanaan (Y1) PEUBAH RESPON Pelaksanaan Evaluasi Pemanfaatan (Y2) (Y3) (Y4) Dukungan Pemimpin 0,603** 0,311** Formal (X2.1 ) Dukungan Pemimpin 0,454** 0, Non Formal (X2.2 ) Tipe Pemimpin Formal - 0,038 0,316** 3. (X2.3 ) Tipe Pemimpin Non 0,112 0, Formal (X2.4 ) Pengalaman Pemimpin 0,027-0, Formal (X2.5 ) Pengalaman Pemimpin 0,296** - 0,201** 6. Non Formal (X2.6 ) Sumber : Data Primer Diolah, 2006 Keterangan : ** sangat nyata pada tingkat kesalahan 0,01 * nyata pada tingkat kesalahan 0,05 1. Partisipasi (Y) 0,567** 0,490** 0,563** 0,438** 0,293** 0,302** 0,107 0,071 0,202** 0,261** - 0,013 0,070-0,164-0,094-0,084 0,046 0,094 0,010

7 107 Dari hasil kajian korelasi seperti Tabel 25 menunjukkan bahwa dukungan pemimpin formal dan pemimpin non formal berhubungan erat dengan partisipasi masyarakat, baik di bidang perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan. Hasil penelitian Ginting (1999) mengemukakan bahwa peranan pemimpin baik langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap upaya menggerakkan masyarakat. Hasil penelitian Ginting juga mengemukakan bahwa peran pemimpin yang paling menonjol dapat menggerakkan partisipasi masyarakat adalah memotivasi pengikut. Dengan adanya dukungan dari pemimpin, maka warga kelompok termotivasi untuk berpartisipasi dan mendapat keluasan kesempatan. Sudut pandang lain juga memberikan makna bahwa dukungan pemimpin merupakan penggerak psikologis bagi warga masyarakat. Namun demikian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan pemimpin non formal tidak cukup bukti berkorelasi kuat dengan partisipasi dalam pelaksanaan, artinya bahwa dukungan pemimpin non formal tidak dapat menjamin peningkatan/penurunan tingkat partisipasi dalam pelaksanaan PHBM. Selanjutnya hasil penelitian juga menemukan bahwa tipe kepemimpinan formal berhubungan sangat nyata dengan partisipasi masyarakat, makin demokratis seorang pemimpin formal, maka makin tinggi partisipasi masyarakat, khususnya dalam pelaksanaan. Namun demikian tipe kepemimpinan non formal tidak terbukti kuat berhubungan dengan partisipasi masyarakat, artinya tipe demokratis ataupun otoriter seorang pemimpin non formal tidak menjamin terjadinya peningkatan/penurunan tingkat partisipasi khususnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Meskipun demikian, kedemokratisan pemimpin non formal berkaitan erat dengan evaluasi. Demikian pula pengalaman pemimpin, baik pemimpin formal maupun pemimpin non formal tidak terbukti kuat berkaitan dengan tingkat partisipasi masyarakat. Dalam hasil kajian korelasi ditemukan adanya korelasi negatif antara pengalaman pemimpin formal dengan tingkat partisipasi masyarakat, akan tetapi belum cukup kuat bukti pada taraf kesalahan (p) < 0,05. Untuk pengalaman pemimpin non formal ditemukan ada korelasi kuat negatif dengan partisipasi dalam pelaksanan, artinya makin lama memimpin maka akan menurunkan partisipasi dalam pelaksanaan. Hal ini diduga berkaitan dengan pemimpin non formal di wilayah penelitian pada umumnya mempunyai gaya kepemimpinan yang otoriter (97,5%), sehingga makin lama memimpin maka pengikut akan merasa jenuh dengan gaya otoriterisme. Namun demikian, korelasi kuat positif ditemukan antara

8 108 pengalaman pemimpin non formal dan perencanaan. Hal ini berkaitan dengan makin lama memimpin maka pengetahuan tentang merencanakan sesuatu semakin tinggi sehingga ditiru oleh pengikutnya dalam perencanaan kegiatan PHBM. Hubungan Dukungan Program dengan Dukungan program dalam penelitian ini mengkaji program penyuluhan, baik intensitas penyuluhan, metode penyuluhan maupun kemampuan penyuluhnya. Selain itu juga dikaji sarana dan prasarananya. Kajian korelasi antara peubah bebas dukungan program dengan partisipasinya dalam pelestarian hutan dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Korelasi (r s ) Dukungan Program dengan Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan No PEUBAH BEBAS Perencanaan (Y 1 ) 1. Intensitas Penyuluhan (X 3.1 ) 2. Metode Penyuluhan (X 3.2 ) 3. Kemampuan Penyuluh (X 3.3 ) Pelaksanaan (Y 2 ) PEUBAH RESPON Evaluasi (Y 3 ) Pemanfaatan (Y 4 ) Partisipasi (Y) 0,395** 0,491** 0,403** 0,436** 0,567** 0,041-0,020 0,015-0,001 0,037 0,383** 0,229** 0,484** 0,413** 0,469** 4. Sarana Prasarana (X 3.4 ) - 0,143-0,019-0,151-0,109-0,167 Sumber : Data Primer Diolah, 2006 Keterangan : ** sangat nyata pada tingkat kesalahan 0,01 * nyata pada tingkat kesalahan 0,05 Dari data korelasi pada Tabel 26 mengindikasikan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara intensitas penyuluhan dengan tingkat partisipasi masyarakat. Makin tinggi intensitas penyuluhan maka akan meningkatkan partisipasi masyarakat. Makin tinggi intensitas penyuluhan maka makin tinggi pula transfer ilmu dan inovasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat cenderung tahu, yang pada akhirnya akan mau dan mampu berpartisipasi. Demikian juga dengan kemampuan penyuluh, makin meningkat kemampuan penyuluh maka akan meningkatkan partisipasi masyarakat. Hal ini dapat disadari bahwa makin mampu penyuluh, artinya makin tinggi ilmu pengetahuan dan ketrampilan seorang penyuluh maka ia akan makin pandai dan piawai mempengaruhi masyarakat desa hutan untuk turut berpartisipasi dalam pelestarian hutan.

9 109 Metode yang digunakan dalam penyuluhan tidak terbukti nyata berkaitan dengan partisipasi masyarakat. Namun terlihat adanya korelasi negatif pada pelaksanaan dan pemanfaatan. Hal ini mengindikasikan bahwa penyuluhan dengan metode kelompok akan menurunkan tingkat partisipasi dalam pelaksanaan dan pemanfaatan. Hal ini diduga terkait dengan pembagian pekerjaan dalam pelaksanaan PHBM dan pembagian hasil menjadi tidak jelas, atau dapat pula terjadi dengan penyuluhan secara kelompok, sebagian petani hutan tidak bisa hadir secara rutin sehingga menurunkan partisipasi dalam pelaksanaan sehingga hasil pertaniannya pun menurun. Demikian juga dengan sarana dan prasarana tidak cukup bukti kuat berkorelasi dengan partisipasi masyarakat. Bahkan terdapat korelasi negatif antara sarana dan prasarana meskipun data yang diperoleh dalam penelitian tidak dapat membuktikan kuatnya hubungan tersebut. Hal ini diduga terkait dengan makin tinggi sarana dan prasarana yang tersedia, maka partisipasi masyarakat desa hutan akan rendah karena cenderung lebih memilih mencari pekerjaan di luar kawasan hutan karena harapan penghasilan yang akan diperoleh lebih tinggi, misalnya berdagang, mengojek, kuli/buruh bangunan/industri, bahkan sampai ke Jakarta/Tangerang. Hubungan Dukungan Kelembagaan Non Formal dengan Peubah bebas lain yang dikaji dalam penelitian ini adalah dukungan kelembagaan non formal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan kelembagaan berkorelasi sangat nyata pada taraf a = 0,01 dengan perencanaan (r s =0,531**), pelaksanaan (r s =0,331**), evaluasi (r s =0,647**) dan pemanfaatan (r s =0,443**). Korelasi yang kuat antara dukungan kelembagaan non formal dengan tingkat partisipasi masyarakat, artinya makin tinggi dukungan kelembagaan non formal maka makin meningkatkan partisipasi baik dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan. Dengan adanya dukungan ini maka masyarakat desa hutan lebih termotivasi dan tergerak untuk tahu, mau dan mampu berpartisipasi. Selain itu dukungan ini memberikan efek psikologis, meningkatkan semangat dan tumbuh perasaan difasilitasi (paling tidak secara moril) oleh lembaga non formal yang ada.

KARAKTERISTIK INDIVIDUAL ANGGOTA MASYARAKAT

KARAKTERISTIK INDIVIDUAL ANGGOTA MASYARAKAT 71 KARAKTERISTIK INDIVIDUAL ANGGOTA MASYARAKAT Anggota masyarakat yang menjadi sampel sekaligus menjadi responden berjumlah orang yang merupakan anggota KTH dalam program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 59 BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 8.1 Pengambilan Keputusan Inovasi Prima Tani oleh Petani Pengambilan keputusan inovasi Prima

Lebih terperinci

BAB III Tahapan Pendampingan KTH

BAB III Tahapan Pendampingan KTH BAB III Tahapan Pendampingan KTH Teknik Pendampingan KTH 15 Pelaksanaan kegiatan pendampingan KTH sangat tergantung pada kondisi KTH, kebutuhan dan permasalahan riil yang dihadapi oleh KTH dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kesimpulan dari hasil penelitian berikut dengan beberapa rekomendasi yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kesimpulan dari hasil penelitian berikut dengan beberapa rekomendasi yang BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Hasil penelitian ini mengenai Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Kawasan Hutan Lindung Desa Manadalamekar, Kecamatan Jatiwaras, Kabupaten Tasikmalaya yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kriteria keberhasilan pembangunan adalah meningkatnya kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan partisipasinya dalam pembangunan itu sendiri. Pembangunan di bidang

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS. Kerangka Berpikir

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS. Kerangka Berpikir 33 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Adanya fakta bahwa fungsi dan pengelolaan kawasan taman nasional sering dihadapkan pada dilema antara kepentingan konservasi dengan kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Globalisasi telah menimbulkan kaburnya batas-batas antarnegara, sehingga dunia menjadi terbuka dan transparan, yang oleh Kenichi Ohmae disebut sebagai The Borderless

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian program dan kegiatan DAK pada Dinas Kehutanan Pasaman

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian program dan kegiatan DAK pada Dinas Kehutanan Pasaman BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari uraian program dan kegiatan DAK pada Dinas Kehutanan Pasaman Barat maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Implementasi program dan kegiatan DAK pada Dinas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

Lebih terperinci

Dalam lingkungan Pemerintahan, setiap organisasi/skpd berkewajiban. misi tersebut. Simamora (1995) mengatakan bahwa sumber daya yang dimiliki

Dalam lingkungan Pemerintahan, setiap organisasi/skpd berkewajiban. misi tersebut. Simamora (1995) mengatakan bahwa sumber daya yang dimiliki I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam lingkungan Pemerintahan, setiap organisasi/skpd berkewajiban untuk mewujudkan visi dan misi organisasinya sehingga visi dan misi Pemerintah dapat terwujud dengan

Lebih terperinci

KUESIONER A. IDENTITAS RESPONDEN. Nama : Umur : Pekerjaan : Pendidikan Terakhir : 1. Di bawah ini terdapat beberapa pertanyaan yang terbagi dalam dua

KUESIONER A. IDENTITAS RESPONDEN. Nama : Umur : Pekerjaan : Pendidikan Terakhir : 1. Di bawah ini terdapat beberapa pertanyaan yang terbagi dalam dua 124 KUESIONER A. IDENTITAS RESPONDEN Nama : Umur : Pekerjaan : Pendidikan Terakhir : 1. Di bawah ini terdapat beberapa pertanyaan yang terbagi dalam dua bagian. 2. Jawaban setiap pertanyaan telah disediakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (SK) perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001. berkurangnya akses masyarakat terhadap hutan dan berdampak pula pada

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (SK) perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001. berkurangnya akses masyarakat terhadap hutan dan berdampak pula pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penetapan program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) merupakan upaya pemerintah dan perum perhutani untuk menyelamatkan sumber daya hutan dan linkungan

Lebih terperinci

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN A. S T R A T E G I Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi. Strategi juga diberi makna sebagai usaha-usaha untuk

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut : BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis data penelitian yang dilakukan pada bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kebijakan pengendalian alih fungsi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 111 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Setelah melakukan penelitian, maka penulis mengambil kesimpulan dari data dan fakta yang ada, dan memberikan saran sebagai pertimbangan dan masukan kepada pihak-pihak yang

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. minimal 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman

1.PENDAHULUAN. minimal 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman 1.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman lainnya lebih dari

Lebih terperinci

atau erosi yang menyebabkan tanah menjadi kritis baik fisik

atau erosi yang menyebabkan tanah menjadi kritis baik fisik 1. Latar Belakang Masalah Kondisi sumberdaya alam, khususnya sumberdaya alam hutan, tanah dan dr dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukan kecenderungan semakin menurun. Penurunan kondisi sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peran sangat penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan di Jambi telah menjadi suatu fenomena yang terjadi setiap tahun, baik dalam cakupan luasan yang besar maupun kecil. Kejadian kebakaran tersebut tersebar dan melanda

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebuah komitmen untuk melibatkan masyarakat di dalam pembangunan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebuah komitmen untuk melibatkan masyarakat di dalam pembangunan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kondisi hutan yang semakin kritis mendorong pemerintah membuat sebuah komitmen untuk melibatkan masyarakat di dalam pembangunan pengelolaan hutan. Komitmen tersebut

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang bermanfaat bagi kelangsungan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA A Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2014 1. Visi Untuk melaksanakan tugas dan fungsi serta menjawab tantangan lingkungan stratejik yang dihadapi, Dinas Kean mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan itu juga semakin meningkat. Penting bagi perusahaan untuk terus meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan itu juga semakin meningkat. Penting bagi perusahaan untuk terus meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman, persaingan usaha pun semakin kian berkembang. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya bermunculan produk-produk serupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki keleluasaan untuk mengelola daerah dan sumberdaya alam yang ada di daerahnya. Dengan keleluasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan BAB I PENDAHULUHUAN A. Latar Belakang Masalah UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah suatu program pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama dengan jiwa berbagi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 1.Pengertian Gaya Kepemimpinan Partisipatif

PEMBAHASAN. 1.Pengertian Gaya Kepemimpinan Partisipatif PEMBAHASAN 1.Pengertian Gaya Kepemimpinan Partisipatif Model kepemimpinan merupakan aspek penting bagi seorang pemimpin, karena model kepemimpinan akan efektif jika disesuaikan dengan tingkat kematangan

Lebih terperinci

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013 BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013 2.1.1 Visi Untuk melaksanakan tugas dan fungsi serta menjawab tantangan lingkungan stratejik yang dihadapi,

Lebih terperinci

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013 BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013 2.1.1 Visi Untuk melaksanakan tugas dan fungsi serta menjawab tantangan lingkungan stratejik yang dihadapi,

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM 6.1 Kelemahan Sumber Daya Manusia Dari hasil survei dapat digambarkan karakteristik responden sebagai berikut : anggota kelompok tani hutan (KTH)

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM 107 7.1 Latar Belakang Rancangan Program Guna menjawab permasalahan pokok kajian ini yaitu bagaimana strategi yang dapat menguatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Menurut Rachman (1984) perencanaan lanskap ialah suatu perencanaan yang berpijak kuat pada dasar ilmu lingkungan atau ekologi dan pengetahuan alami yang bergerak

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2013

BAB V RENCANA PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2013 BAB V RENCANA PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN Prioritas pembangunan Kabupaten Lingga Tahun diselaraskan dengan pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan sesuai dengan amanat dari Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomi ekologi dan sosial yang tinggi yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada jaman yang semakin maju ini, globalisasi dan persaingan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada jaman yang semakin maju ini, globalisasi dan persaingan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pada jaman yang semakin maju ini, globalisasi dan persaingan yang semakin tinggi dan ketat sudah menjadi bagian dari kehidupan kita, begitu juga dengan

Lebih terperinci

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya memiliki beberapa fungsi sistem penyuluhan yaitu: 1. Memfasilitasi

Lebih terperinci

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYULUHAN KEHUTANAN

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYULUHAN KEHUTANAN UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYULUHAN KEHUTANAN Oleh : Pudji Muljono Adanya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan disambut gembira oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan petani merupakan arah dan tujuan pembangunan pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan petani merupakan arah dan tujuan pembangunan pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Paradigma baru Pembangunan Pertanian Nasional

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi kehidupan manusia baik secara ekonomi, ekologi dan sosial. Dalam Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kinerja organisasi secara keseluruhan. Satu hal yang harus diperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kinerja organisasi secara keseluruhan. Satu hal yang harus diperhatikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya, baik perusahaan swasta maupun pemerintah berupaya dan berorientasi pada tujuan jangka panjang yaitu berkembangnya

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN, TINGKAT KEPEDULIAN DAN EKUITAS MEREK

BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN, TINGKAT KEPEDULIAN DAN EKUITAS MEREK BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN, TINGKAT KEPEDULIAN DAN EKUITAS MEREK 6.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan, Tingkat Kepedulian, dan Ekuitas Merek

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian merupakan faktor penunjang ekonomi nasional. Program-program pembangunan yang dijalankan pada masa lalu bersifat linier dan cenderung bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup seperti untuk membangun

Lebih terperinci

HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL PEUBAH. Penelitian ini bermaksud melakukan verifikasi, sehingga dalam prosesnya dimulai

HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL PEUBAH. Penelitian ini bermaksud melakukan verifikasi, sehingga dalam prosesnya dimulai HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL PEUBAH Penelitian ini bermaksud melakukan verifikasi, sehingga dalam prosesnya dimulai dari mengidentifikasi masalah, menetapkan peubah penelitian serta menganalisis

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Faktor-Faktor Yang berhubungan dengan Partisipasi Petani dalam Kebijakan Optimalisasi dan Pemeliharaan JITUT 5.1.1 Umur (X 1 ) Berdasarkan hasil penelitian terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah organisasi, manajemen sumber daya manusia memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah organisasi, manajemen sumber daya manusia memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Dalam sebuah organisasi, manajemen sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat penting untuk mengelola, mengatur dan memanfaatkan pegawai sehingga dapat berfungsi

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora dan fauna. Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat kapasistas bagi timbulnya keterampilan anti sosial (anti-sosial behaviour)

BAB I PENDAHULUAN. terdapat kapasistas bagi timbulnya keterampilan anti sosial (anti-sosial behaviour) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rousseau (martini, 2004: 28) menyatakan bahwa dalam diri manusia terdapat kapasistas bagi timbulnya keterampilan anti sosial (anti-sosial behaviour) dan keterampilan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Berdasarkan perkembangan situasi dan kondisi Kabupaten Grobogan pada saat ini, dan terkait dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI PERAN EKOSISTEM HUTAN BAGI IKLIM, LOKAL, GLOBAL DAN KEHIDUPAN MANUSIA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan. Banyak terjadi penurunan kualitas lingkungan, baik yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan. Banyak terjadi penurunan kualitas lingkungan, baik yang terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi lingkungan di Jawa Barat sudah berada dalam taraf menghawatirkan. Banyak terjadi penurunan kualitas lingkungan, baik yang terjadi di perairan, tanah, dan udara.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inovasi Rogers (2003) mengartikan inovasi sebagai ide, praktik atau objek yang dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepemimpinan adalah kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepemimpinan adalah kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan. Tanpa inspirasi pemimpin,

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 105 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6. 1. Kesimpulan Penelitian ini memfokuskan kepada upaya untuk memahami persepsi dan strategi petani di dalam menjalankan usaha tanaman kayu rakyat. Pemahaman terhadap aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN BALAI

BAB II TINJAUAN BALAI BAB II TINJAUAN BALAI 2.1 Tinjauan Balai Balai Pengelolaan Jalan Wilayah Pelayanan I adalah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang mempunyai tugas sebagai pelaksana operasional lapangan yang bertanggung

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH 60 5.1. Latar Belakang Program BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH Pembangunan Sosial berbasiskan komunitas merupakan pembangunan yang menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PENYULUHAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA (KB) TERHADAP SIKAP PENERIMAAN ALAT KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR (PUS)

2015 PENGARUH PENYULUHAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA (KB) TERHADAP SIKAP PENERIMAAN ALAT KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR (PUS) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyuluhan merupakan proses pendidikan diluar sekolah yang diselenggarakan secara sistematis serta bertujuan untuk menghimbau masyarakat agar senantiasa mau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di dalam kantor untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. atau di dalam kantor untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam menjalankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain melalui komunikasi, baik langsung maupun tidak langsung yang ada dalam suatu organisasi atau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah PENDAHULUAN Latar Belakang Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang akan datang sangat tergantung pada kualitas manusia yang dikembangkan pada masa

BAB 1 PENDAHULUAN. yang akan datang sangat tergantung pada kualitas manusia yang dikembangkan pada masa BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengembangan sumber daya alam manusia merupakan inti dan titik berat dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Keberhasilan pencapaian pembangunan dimasa

Lebih terperinci

BAB IX FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS DALAM PENERAPAN PERTANIAN ORGANIK

BAB IX FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS DALAM PENERAPAN PERTANIAN ORGANIK 68 BAB IX FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS DALAM PENERAPAN PERTANIAN ORGANIK 9.1 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Program Pemberdayaan Pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Seiring dengan hal tersebut, kebutuhan primer yaitu sandang, pangan, papan, serta pendidikan menjadi

Lebih terperinci

PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH 9 PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Secara umum indikator keberhasilan pemerintah daerah untuk untuk melaksanakan fungsi ekonomi pada masing-masing bidang sebagai berikut : 9.1. Indikator Kinerja Bidang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI PROPINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH Menimbang a. Bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi controlling dalam rangka tercapainya kualitas pelayanan. Tinggi rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. fungsi controlling dalam rangka tercapainya kualitas pelayanan. Tinggi rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Camat berperan dalam mengatur dan mengorganisasikan agar pegawaipegawainya dapat bekerjasama secara maksimal dengan mendayagunakan semua potensi sumber daya

Lebih terperinci

1 BAB I. PENDAHULUAN

1 BAB I. PENDAHULUAN 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan bahwa hutan merupakan kekayaan alam yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada bangsa Indonesia, merupakan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan

BAB IV PENUTUP. Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan BAB IV PENUTUP Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan dan saran dipaparkan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis pada bab sebelumnya. 4.1 Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan optimal sesuai dengan potensi pribadinya sehingga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan optimal sesuai dengan potensi pribadinya sehingga menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin,

Lebih terperinci

KabupaLen Karawang Jawa Barat. Oleh. Saharuddin *I

KabupaLen Karawang Jawa Barat. Oleh. Saharuddin *I w MASALAEI MEMANDIRIAN PETANI SEKITAR WILAUM WUTAN DALAM GKA PENGEMBANGAN BERNUTANm SOSIAL Studi Kasus Di Desa Sirnabaya RPN Wanakarta KabupaLen Karawang Jawa Barat ' Oleh Saharuddin *I Dewasa ini kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh sektor pertanian. Sehingga pembangunan yang menonjol juga berada pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. oleh sektor pertanian. Sehingga pembangunan yang menonjol juga berada pada sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Mayoritas masyarakat Indonesia bekerja di bidang pertanian, sehingga Indonesia merupakan masuk pada kategori negara yang sedang berkembang hingga saat ini. Di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40 Bandung, terdapat beberapa permasalahan dalam proses pembelajaran diantaranya kurangnya berpikir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyuluh pertanian merupakan pendidikan non formal yang ditujukan kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyuluh pertanian merupakan pendidikan non formal yang ditujukan kepada 22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Penyuluh Pertanian Penyuluh pertanian merupakan pendidikan non formal yang ditujukan kepada petani beserta keluarganya yang hidup di pedesaan dengan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II KERANGKA TEORITIS BAB II KERANGKA TEORITIS A. Kepemimpinan Siagian (2002) mengemukakan bahwa kepemimpinan memainkan peranan yang dominan, krusial, dan kritikal dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan sumberdaya alam terutama air dan tanah oleh masyarakat kian hari kian meningkat sebagai akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Kebutuhan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang berlangsung disekolah pada dasarnya dimaksudkan untuk melatih, mendidik dan membina peserta didik. Dalam hal ini guru memegang peranan penting,karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Hutan memiliki kedekatan hubungan dengan masyarakat disekitarnya terkait dengan faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Program adalah pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan yang disusun dalam bentuk

Lebih terperinci

pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses menyiapkan individu untuk mampu menyesuaikan dengan perubahan lingkungan. Pendidikan mempunyai peran penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Wisata dan Willingness To Pay Bermacam-macam teknik penilaian dapat digunakan untuk mengkuantifikasikan konsep dari nilai. Konsep dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pemberi manfaat bagi sumber daya lainnya, memberi kontribusi besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pemberi manfaat bagi sumber daya lainnya, memberi kontribusi besar dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karyawan merupakan salah satu sumber daya penggerak, pengguna dan pemberi manfaat bagi sumber daya lainnya, memberi kontribusi besar dalam keberhasilan perusahaan.

Lebih terperinci

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN 5.1 Faktor Internal Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu mencakup karakteristik individu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

V. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 91 V. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1. Simpulan Berdasarkan permasalahan, tujuan, hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bagian terdahulu, maka dapat dikemukakan beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH A. VISI DAN MISI Kebijakan Pemerintahan Daerah telah termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 015 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 115 8.1 Kesimpulan Dari hasil kajian tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) (suatu kajian penguatan kapasitas

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM)

PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) Proses Penyusunan Rencana Program Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di tingkat Desa Tonjong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepemimpinan kepala sekolah menentukan keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuan satuan pendidikan dalam mencapai tujuan satuan pendidikan dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci