BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Diabetikum Pengertian ulkus diabetikum Ulkus diabetikum adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat insufisiensi vaskular dan neuropati dengan bentuk yang paling sering dijumpai pada kaki penderita diabetes melitus sehingga sering dikenal sebagai kaki diabetik. 1 Diabetes melitus merupakan suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin oleh pankreas, defek kerja insulin pada jaringan perifer ataupun keduanya. 1,2,3 Hiperglikemia akan menimbulkan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang apabila tidak dikendalikan akan menyebabkan komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskular jangka panjang berupa makroangiopati dan mikroangiopati. 1,2 Hasil kesepakatan para pakar DM di Indonesia yang dituliskan dalam konsensus pengelolaan diabetes melitus yang dirintis PB PERKENI sejak pertemuan tahun 1993, membuat klasifikasi DM menurut etiologinya. Klasifikasi inipun digunakan oleh American Diabetes Association (ADA ) pada tahun

2 8 Tabel 2.1. Klasifikasi etiologi DM Tipe-1 Tipe-2 Tipe lain Diabetes melitus gestasional Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut Autoimun Idiopatik Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin Defek genetik fungsi sel beta Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Endokrinopati Karena obat atau zat kimia Infeksi Sebab imunologi yang jarang Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 30 Terdapat dua bentuk utama DM sesuai klasifikasi etiologi DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan destruksi sel β pankreas sehingga menyebabkan defisiensi insulin secara total yang dapat terjadi secara autoimun ataupun idiopatik. Karenanya pada penderita DM tipe-1 harus mendapatkan insulin eksogen untuk kelangsungan hidupnya agar dapat mencegah terjadinya ketoasidosis. 5 Insidensi DM tipe-1 bervariasi dalam umur dan jarang terjadi pada usia dibawah 6 bulan. DM tipe-1 biasanya terjadi pada anak-anak sebelum usia pubertas, mulai dijumpai pada usia 9 bulan dan terus meningkat sampai usia tahun. 31 DM tipe-2 merupakan bentuk diabetes yang paling umum dengan prevalensi sebesar 90-95% dari seluruh penderita diabetes yang ada. 32 DM tipe-2 merupakan suatu kelainan metabolik akibat adanya defisiensi insulin yang relatif,

3 9 karenanya insulin eksogen jarang diberikan pada penderita ini. Pada penderita DM tipe-2, insulin eksogen hanya diperlukan jika kontrol kadar glukosa darah tidak tercapai dengan diet atau agen hipoglikemik oral. 5 Populasi DM tipe-2 terutama dijumpai pada orang dewasa dan orang tua. Penderita DM tipe-2 sangat jarang pada usia muda. 32 Tuei et al. (2010), dalam penelitiannya di Afrika mendapatkan data spesifik adanya prevalensi tertinggi penderita DM tipe-2 pada kelompok usia tahun. 33 Sedangkan di Amerika Serikat ditemukan prevalensi penderita DM tipe-2 sebesar 6,6% pada usia tahun. 31 Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, maka dilakukan pemeriksaan glukosa plasma sewaktu. Jika konsentrasi glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl. Ketiga dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) 200 mg/dl dengan beban 75 g glukosa Epidemiologi Menurut ADA, di Amerika Serikat dijumpai prevalensi penderita DM sebesar 7% dari seluruh populasi dan 21% pada individu yang berusia diatas 60 tahun. 8 Sekitar 15%-25% penderita DM ini akan mendapat komplikasi kronik berupa UD. Pada pasien DM dengan kaki diabetik, sebanyak 14%-24% akan mengarah ke amputasi tungkai bawah. 2,8 Angka amputasi masih tinggi, didapatkan estimasi peningkatan resiko sekitar kali lebih besar dari seorang penderita DM dibandingkan populasi umum. 2 Di RSUP dr. Cipto Mangunkusomo, masalah kaki diabetes masih merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut kaki diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi,

4 10 masing-masing sebesar 16% dan 25%. Nasib para penyandang DM paska amputasi masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun paska amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun paska amputasi. 1 Berdasarkan penelitian Sibuea R. (2010) di RSUP H. Adam Malik Medan, proporsi penderita DM tipe-1 sebanyak 2 orang (66,7%) dengan komplikasi dan 1 orang (33,3%) tidak dengan komplikasi, selanjutnya dari 134 orang penderita DM tipe-2 didapatkan sebanyak 115 orang (85,8%) dengan komplikasi dan 19 orang (14,2%) tidak dengan komplikasi. 5 Penelitian lainnya oleh Tarigan L.A. (2011) pada populasi sebanyak 134 orang yang dirawat di RSU Herna Medan tahun , diperoleh proporsi penderita DM dengan komplikasi tertinggi yang dirawat inap adalah penderita DM yang mengalami ulkus-gangren sebesar 26,1% sedangkan proporsi yang terendah yaitu penderita yang mengalami retinopati diabetik sebesar 1,5% Etiologi dan patogenesis UD disebabkan adanya tiga faktor resiko yaitu perubahan struktur dan anatomi, patofisiologi disertai pengaruh lingkungan. Beberapa faktor resiko tersebut menyebabkan terjadinya UD dalam dua mekanisme yaitu mekanisme internal dan mekanisme eksternal. Mekanisme internal berhubungan dengan keadaan hiperglikemia yang menyebabkan neuropati perifer, penyakit vaskular perifer, dan penurunan sistem imunitas yang dapat mengganggu proses penyembuhan luka sehingga berkembang menjadi UD. Sedangkan mekanisme eksternal berhubungan dengan bentuk deformitas yang disebabkan neuropati sensorik, motorik dan otonom bersama dengan keterbatasan gerakan sendi dan perubahan struktural dan dengan trauma kronis yang kesemuanya meningkatkan kejadian UD. 36,37,38 Patogenesis terjadinya UD dapat dilihat pada gambar 2.1.

5 11 Gambar 2.1. Patogenesis terjadinya ulkus diabetikum Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 38 Kadar glukosa darah tinggi semakin lama akan menyebabkan gangguan mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut syaraf sehingga menyebabkan kerusakan sistem saraf yang disebut sebagai diabetik neuropati. Pada kondisi ini sistem saraf yang terlibat adalah saraf sensoris, motorik dan otonom. Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (Clawing toes, cavus foot, equinus deformation, kekakuan sendi, charcot foot) dan dengan adanya neuropati

6 12 memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi rasa nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Kerusakan serabut otonom yang terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis), menurunnya elastisitas kulit sehingga memudahkan terbentuknya fisura kulit, perubahan warna kulit dan edema pada kaki yang semuanya memudahkan untuk terjadinya ulkus. Fisura pada kulit dapat mengakibatkan infeksi berupa selulitis lokal. 2,36,38 Trauma akut ataupun kronis merupakan faktor lingkungan yang memulai terjadinya ulkus pada penderita DM. Penurunan sensasi nyeri pada kaki dapat menyebabkan tidak disadarinya trauma pada kaki. Trauma yang kecil ataupun trauma yang berulang seperti pemakaian sepatu yang sempit menyebabkan tekanan yang berkepanjangan sehingga dapat menyebabkan ulserasi pada kaki. Ulkus pada kaki sering terjadi pada permukaaan area plantar, dikarenakan trauma yang sering terjadi pada area tersebut saat berjalan. Pemakaian sepatu untuk pasien diabetik yang sesuai dapat menurunkan insidensi UD dengan mengurangi trauma pada kaki. 36,38 Kadar glukosa yang tinggi semakin lama akan menyebabkan penyakit mikrovaskular berupa arteriosklerosis (kerapuhan dinding kapiler, penebalan membran basalis dan trombosis), makrovaskular (arterosklerosis) berupa akumulasi plak pada dinding arteri dan disfungsi endotelium yang kesemuanya akan menyebabkan kelainan vaskular perifer akibat penurunan aliran darah (iskemia). 37 Beberapa kelainan vaskular perifer tersebut dapat menyebabkan penurunan sistem imunitas karena aktifitas leukosit yang menurun, gangguan respon inflamasi dan gangguan imunitas selular dan dapat menyebabkan

7 13 kegagalan proses penyembuhan luka akibat inhibisi proliferasi fibroblas, kerusakan lapisan basal keratinosit dan penurunan migrasi sel epidermis. 2, Diagnosis Diagnosis UD ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin, glukosa serum dan pemeriksaan dengan sinar x-ray. Anamnesis yang didapat berupa keluhan klinis pasien seperti sensasi nyeri dan terbakar yang biasa di malam hari, keluhan berupa kulit kering dan pecah-pecah. 39 Gambaran klinis diawali dalam bentuk kalus hingga jaringan luka dan nekrosis terutama pada daerah tonjolan tulang pada kaki, ibu jari dan telapak kaki. Area ulkus dikelilingi oleh kalus dan dapat meluas hingga ke sendi dan tulang. Sering dijumpai komplikasi berupa infeksi jaringan lunak dan osteomielitis. 2 Pemeriksaan dengan sinar x-ray dilakukan pada kasuskasus tertentu terutama kasus UD dengan osteomielitis Klasifikasi ulkus diabetikum Ada berbagai macam klasifikasi UD, mulai dari yang sederhana seperti klasifikasi Edmond dari King s College Hospital London, klasifikasi Liverpool yang sedikit lebih rumit sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait dengan pengelolaan kaki diabetes. 1 Hingga saat ini, belum ada satu metode klasifikasi yang telah diterima secara luas untuk dapat menggambarkan UD. 37 Adanya klasifikasi kaki diabetes yang dapat diterima oleh semua pihak akan mempermudah para peneliti dalam membandingkan hasil penelitian dari berbagai tempat di muka bumi. 8 Klasifikasi yang paling banyak digunakan saat ini dengan sistem validasi adalah klasifikasi Meggitt Wagner. 1,29,36

8 14 Tabel 2.2. Klasifikasi sistem Wagner Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor Pengelolaan ulkus diabetikum Pengelolaan UD dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu pencegahan agar tidak terjadi perlukaan kulit yang dapat menyebabkan ulkus (pencegahan primer) dan penanganan ulkus /ganggren diabetik yang sudah terjadi agar tidak terjadi kecacatan lebih parah (pencegahan sekunder) Pencegahan primer. Penyuluhan mengenai cara pencegahan dan perawatan ulkus yang baik. Untuk penderita yang kurang rasa/kurang sensitifitasnya, alas kaki perlu diperhatikan dengan benar. Untuk deformitas teutama pada kaki, perlu diperhatikan sepatu dan alas kaki untuk penyebaran tekanan pada kaki. Latihan gerakan badan terutama kaki untuk memperbaiki vaskularisasi terutama kasus dengan permasalahan vaskular. 1,37

9 15 2. Pencegahan sekunder Kontrol metabolik dengan menormalkan kadar glukosa darah dan memperbaiki nutrisi. Kontrol vaskular dengan melakukan modifikasi faktor resiko Terapi farmakologis untuk arterosklerosis seperti aspirin Kontrol luka - Mengurangi beban tekanan (off loading) - Eradikasi infeksi - Revaskularisasi 1,6,37, Proses Penyembuhan Luka Proses penyembuhan luka didefinisikan sebagai proses dinamis kompleks yang melibatkan interaksi antara sitokin-sitokin, unsur-unsur darah, matriks ekstraselular dan sel-sel yang mengarah kepada perbaikan morfologi dan fungsional dari jaringan yang terluka. Proses penyembuhan luka ini dibagi dalam tiga fase yang berlangsung saling tumpang tindih melibatkan fase inflamasi, proliferasi dan remodeling. 40 Pada fase inflamasi akan terjadi pembentukan mekanisme hemostatik dimana pada area luka akan terjadi agregasi dan akumulasi platelet serta produksi beberapa faktor pertumbuhan yang bertanggung jawab pada proses pembekuan darah dan pembentukan matriks. Produksi trombin akan memulai transformasi fibrinogen menjadi fibrin yang akan menstabilkan trombosit di area luka. Selain itu, faktor pertumbuhan dan sitokin-sitokin akan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga akan memudahkan migrasi leukosit. Pergerakan leukosit ke area luka dipengaruhi oleh dekomposisi kolagen,

10 16 elastin serta TGF-β, TNF-α, interleukin-1 (IL-1), platelet faktor IV dan memulai kegiatan bakterisidal bersama netrofil dan makrofag. 3,8 Neutrofil dan makrofag juga akan melepaskan faktor pertumbuhan (platelet derived growth factor (PDGF), vascular endothelial growth factor (VEGF)) yang akan memulai pembentukan struktur jaringan. Makrofag akan bertanggung jawab untuk melepaskan faktor angiogenesis (AGF) yang akan menstimulasi pembentukan pembuluh darah baru. 3,8 Pada fase proliferasi sel, proses migrasi dan proliferasi sel akan dimodulasi oleh berbagai faktor termasuk epidermal growth factor (EGF) dan keratinocyte growth factor (KGF). Pada migrasi sel dibutuhkan sekresi matriks metaloproteinase yang diperlukan untuk mendegradasi bekuan darah dan deposit matris ekstraseluler di area luka. 3,8 Invasi sel endotelial, keratinosit, dan fibroblas serta proses angiogenesis, resurfacing epidermal, deposit matriks ekstraseluler akan menghasilkan jaringan granulasi, kontraksi luka dan penutupan luka. 8 Fase remodelling akan memulai membentuk integritas struktur jaringan dan pemulihan kemampuan jaringan secara fungsional setelah jaringan yang baru mulai terbentuk. 40 Sel-sel yang terlibat dan pengaruhnya terhadap proses penyembuhan luka dapat dilihat pada gambar 2.2.

11 17 Gambar 2.2. Pengaruh sel-sel utama dalam proses penyembuhan luka Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 40. Kegagalan proses penyembuhan luka pada diabetes dikarenakan keadaan hiperglikemia, hipoksia, perubahan struktur dan reaktivitas mikrosirkulasi telah menyebabkan perubahan fenotip sel-sel yang diperlukan dalam proses penyembuhan, kelainan ekspresi serta aktifitas faktor-faktor pertumbuhan dan sitokin-sitokin yang mengkoordinasi proses penyembuhan luka. 8 Pada penderita diabetes terjadi dampak di seluruh fase proses penyembuhan luka hingga terbentuk UD. Sejumlah besar kadar serum kemokin, sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan yang dilepaskan oleh keratinosit, fibroblas, sel endotelial, makrofag dan platelet berubah pada kasus diabetes. Faktor-faktor pertumbuhan merupakan faktor yang bertanggung jawab untuk memulai proses pemeliharaan, penurunan respon inflamasi dan penyembuhan luka. 3 Kegagalan proses penyembuhan luka akibat adanya hambatan pada seluruh fase dalam proses penyembuhan luka dapat dilihat pada gambar 2.2.

12 18 Gambar 2.3. Patofisiologi kegagalan proses penyembuhan pada diabetes Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor ZINC Zinc merupakan elemen transisi logam dengan nomor atom 30. Setelah zat besi, zinc adalah biometal kedua yang terbanyak di dalam tubuh. 19 Bentuk bebas dari zinc, merupakan kationik divalen yang secara fisiologis tidak memicu reaksi oksidasi-reduksi (transfer elektron kimia). Oleh karenanya zinc relatif tidak toksik pada tubuh. 15,19 Zinc terdapat di semua organ, jaringan, dan cairan. Sekitar % dari total zinc pada tubuh kita, ditemukan di otot rangka, tulang dan gigi dan sisanya ditemukan di hati dan kulit. 19 Pada kulit, zinc ditemukan sekitar 20 % dari total tubuh dengan konsentrasi 5-6 kali lebih besar di epidermis dibandingkan di dermis. 41 Plasma mengandung 0,1% dari seluruh total zinc dalam tubuh. Serum mengandung 70% zinc bebas yang berikatan dengan albumin. 42

13 19 Zinc adalah trace element esensial dalam tubuh manusia yang sangat penting bagi kesehatan dan zinc diperlukan untuk fungsi normal dari semua sistem kehidupan. Zinc sangat penting untuk stabilisasi dan fungsi sejumlah enzim dalam tubuh yang semuanya memerlukan zinc untuk dapat berfungsi dengan baik. Beberapa enzim tersebut diantaranya bertanggung jawab dalam sintesis protein, katabolisme protein, metabolisme energi, sintesis DNA dan RNA. 16 Fungsi zinc secara fisiologis meliputi pertumbuhan/proliferasi sel, maturasi seksual/reproduksi, adaptasi mata dalam gelap/night vision, penyembuhan luka dan imunitas/daya tahan tubuh. 20 Fungsi biokimiawi zinc dalam sistem selular dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu katalitik, struktural dan regulatori. 43 Fungsi zinc sebagai katalitik adalah ketergantungan lebih dari 200 enzim yang berbeda terhadap zinc, dimana enzim tersebut hanya dapat dapat bekerja mengkatalisis reaksi-reaksi kimia yang penting dalam tubuh jika berikatan dengan zinc. 15,43 Contoh enzim zinc yang berfungsi katalitik adalah enzim matriks metaloproteinase, karbonik anhidrase, alkohol dehidrogenase dan lainlain. 15 Fungsi zinc dalam struktural adalah berupa peranan zinc dalam komponen metallo-enzyme dalam mempertahankan struktur protein dan membran sel. Sebagai contoh, enzim zinc yang sangat penting dalam aktifitasnya sebagai antioksidan adalah superoksida dismutase dan metallothionein. 15,43 Fungsi zinc dalam regulatori adalah merupakan peran ikatan enzim zinc dalam regulasi ekspresi gen, dimana zinc bekerja sebagai faktor transkripsi, mediator dari berbagai aktifitas hormon dan transmisi dari impuls-impuls syaraf dan sebagai contoh metalloenzym yang berperan dalam sistem regulatori/pengaturan adalah DNA polimerase yang berfungsi dalam replikasi DNA dan RNA polimerase yang berfungsi dalam transkripsi RNA. 15,42,43 Zinc tidak dapat dihasilkan didalam tubuh manusia. 44 Makanan merupakan sumber utama masuknya zinc kedalam tubuh. Kemampuan tubuh

14 20 dalam menyimpan sediaan zinc juga terbatas. Sumber makanan yang tinggi kandungan zinc antara lain kerang, daging merah, hati, daging ayam, telur, susu dan ikan. Zinc juga terdapat di biji-bijian, kacang-kacangan, sereal, kacang kedelai. 44,45 Penyerapan zinc dipengaruhi oleh Fitat (inositol heksafosfat), kalsium, fosfor, tembaga, magnesium dan besi dengan cara menginhibisi absrobsi zinc, karenanya sebaiknya makanan yang mengandung unsur-unsur tersebut dapat diberikan sekurangnya empat jam setelah pemberian makanan ataupun suplemen yang mengandung zinc. Pemberian bersama vitamin D dapat meningkatkan bioavailabilitas zinc. 42 Pada manusia, diet vegetarian atau menghindari makanan daging merah merupakan faktor risiko untuk terjadinya defisiensi dalam tubuh. 19,45 Defisiensi zinc juga dapat terjadi pada orang-orang yang merokok lebih dari 20 batang perhari (perokok berat). Al-Timimi et al. (2010) mengadakan penelitian di Irak pada 254 orang normal dalam kelompok usia tahun, dijumpai secara signifikan defisiensi zinc pada perokok berat dibandingkan pada non-perokok hal ini dapat disebabkan efek tobacco chelating pada rokok yang dapat menghambat absorbsi dari zinc. 46 Absorbsi zinc sebagian besar terjadi di duodenum dan yeyunum. Sel mukosa halus dapat mensekresi zinc dan menyalurkannya ke dalam darah. Zinc sebagian besar disekresi oleh usus halus dan sedikit dalam empedu yang kemudian dapat direabsorbsi kembali untuk proses regulasi keseimbangan (homeostasis) kadar zinc. Ekresi zinc terutama melalui feses dan sebagian dapat diekskresikan melalui urin dan permukaan kulit (deskuamasi, rambut dan keringat). Konsentrasi zinc dalam serum berfluktuasi sebanyak sekitar 20% selama 24 jam. Konsentrasi yang tinggi dijumpai setelah tubuh menerima makanan, kemudian setelah 4 jam konsentrasi zinc akan menurun secara progresif dan akan meningkat lagi pada saat tubuh menerima makanan kembali. 42

15 21 Kadar zinc yang normal dalam plasma adalah antara mg/dl, ekuivalen dengan μmol/l. 47,48,49 Dosis yang direkomendasikan oleh Recommended daily amounts (RDA) adalah 15 mg/hari untuk pria dewasa dan 12 mg/hari untuk wanita dewasa. 44 Defisiensi zinc dapat diterapi dengan zinc sulfat sebesar 30 mg -150 mg per-hari. 50 Beberapa studi penelitian mendapatkan hasil pengobatan pada defisiensi zinc dengan dosis mg yang dapat ditoleransi oleh tubuh. 44 Tanda dan gejala defisiensi zinc antara lain diare, intoleransi glukosa, hipospermia, gangguan kemotaksis, rabun senja, depresi, apatis dan gangguan proses penyembuhan luka Zinc dan Diabetes Melitus Diabetes dapat terjadi karena defek pada sekresi insulin di pankreas, defek kerja insulin di jaringan perifer ataupun kombinasi keduanya disertai faktorfaktor resiko termasuk lingkungan ataupun genetik. 24 Karakteristik diabetes antara lain adanya hiperglikemia, kelainan metabolisme lipid dan stres oksidatif yang jika tidak dikendalikan dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. 17 Sejak tahun 1970, struktur dan jalur biokimiawi insulin baru dapat diketahui. Insulin di sekresikan oleh sel β pankreas sebagai peptida rantai tunggal yang dihubungkan oleh dua rantai ikatan disulfida yang disebut proinsulin. Proinsulin ini dipecah oleh C-peptida membentuk molekul dua rantai peptida (α,β). Rantai peptida (α,β) berikatan dengan 51 asam amino oleh ikatan disulfida yang disebut monomer insulin. Monomer insulin ini akan disimpan dalam bentuk dimerik dan akan di sekresikan bila diperlukan tubuh dalam bentuk kristal zinc. 52 Insulin-zinc disekresi melalui proses eksositosis dengan pompa kalsium oleh granula sekresi sel β pankreas disertai perubahan membran dan potensial membran pada sel tersebut. Pada proses ini terjadi juga perubahan pada metabolisme glukosa, produksi ATP, penutupan K ATP dan depolarisasi

16 22 membran. 53 Sel β pankreas sangat memerlukan zinc dalam proses sekresi, penyimpanan dan mekanisme kerja insulin dalam kontrol gula darah. 24 Metabolisme zinc yang abnormal mempunyai peranan dalam patogenesis terjadinya DM dan komplikasinya terutama kegagalan dalam proses penyembuhan luka. 54 Peran zinc dalam fisiologi sel β pankreas dapat dilihat pada gambar 2.4. Gambar 2.4 Peran zinc dalam fisiologi sel β pankreas Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 23 Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa zinc disekresikan oleh sel β pankreas sebagai respon terhadap konsentrasi gula yang meningkat dalam tubuh. Peningkatan kadar glukosa akan mempengaruhi homeostatis (keseimbangan) zinc dalam tubuh, karenanya keadaan hiperglikemia akan menyebabkan hilangnya zinc

17 23 dari dalam tubuh (hypozincemia). 53,55 Hypozincemia dapat terjadi akibat menurunnya absorbsi gastrointestinal, ekskresi zinc yang berlebihan (hyperzincuria) ataupun keduanya dengan mekanisme yang belum sepenuhnya diketahui secara jelas hingga saat ini. Pada penelitian terhadap 30 pasien diabetes diperoleh hasil sekitar 40% penderita dengan penurunan zinc serum. Pada penelitian lainnya juga didapatkan korelasi yang positif antara ekskresi zinc dan konsentrasi HbA1c. Terdapat juga satu studi lain terhadap penderita DM tipe-2 yang menunjukkan terapi insulin dengan hyperzincuria dapat menurunkan kadar hyperzincuria pada penderita DM sedangkan agen diabetik oral tidak dapat memperbaiki keadaan hyperzincuria. Data ini menunjukkan hiperglikemia sebagai dasar terjadinya hyperzincuria. 52 Kurangnya zinc dalam tubuh dapat memperburuk hal-hal yang mendasari terjadinya diabetes walaupun tidak bertanggung jawab secara langsung sebagai faktor penyebab terjadinya diabetes. Penurunan kadar zinc akibat hyperzincuria karena keadaan hiperglikemia tubuh dapat mempengaruhi kembali kemampuan dari sel β pankreas untuk memproduksi dan mensekresi insulin. 24,55 Skematik respon sel β terhadap stimulasi glukosa dapat dilihat pada gambar 2.5 Gambar 2.5 Skematik respon sel β terhadap stimulasi glukosa Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 53

18 24 Spesies oksigen reaktif dan radikal bebas lainnya yang dihasilkan selama proses metabolik normal pada tubuh akan didetoksifikasi oleh mekanisme antioksidan natural seperti glutation, katalase, superoksida dismutase, metallothionein. Pada lingkungan dan fisiologi abnormal seperti pada penderita DM akan terjadi produksi radikal bebas yang berlebihan atau terjadi insufisiensi detoksifikasi terhadap radikal bebas sehingga terjadi stres oksidatif yang akan menyebabkan kerusakkan pada sel jaringan tubuh manusia. 17 Stres oksidatif mempunyai peranan dalam patogenesis DM tipe-1 dan DM tipe-2. Stres oksidatif juga dapat mengakibatkan meningkatkan terjadinya komplikasi diabetes kronis. 7 Beberapa macam radikal bebas seperti spesies oksigen reaktif dan radikal bebas hidroksil yang terbentuk oleh akibat keadaan hiperglikemia akan menginduksi terjadinya destruksi pada sel β pankreas. 7, Zinc dan proses penyembuhan luka Zinc terletak di matriks intraselular dan ekstraselular pada jaringan epidermis dan dermis dalam bentuk protein kompleks dimana zinc berfungsi sebagai stabilisator membran sel, ko-faktor esensial, mitosis, migrasi dan maturasi dari sel. 41 Zinc sebagai ko-faktor dalam sejumlah faktor transkripsi dan sistem enzim termasuk matriks metaloproteinase (MMP), enzim superoksida dismutase (SOD), metallothionein (MT), alkalin fosfatase. MMP menghidrolisis hampir semua struktur protein dari matriks ekstraselular (ECM), seperti kolagen dan elastin. 15 MMP akan memperbanyak auto-debridement dan migrasi keratinosit selama penyembuhan luka. Resistensi zinc terhadap apoptosis epitel dalam meningkatkan epitelisasi adalah dengan melalui peran zinc dalam stabilisasi

19 25 membran sel dan sitoproteksi terhadap reaktive oxygen species (ROS) dan toksin bakteri melalui aktivitas antioksidan zinc dengan MT dan superoksida dismutase (metalloenzyme). 14,15 MT, merupakan protein pengikat dengan berat molekul yang rendah dan mengandung 30% sistein. Ikatan protein dengan trace element sangat penting dalam distribusi zinc pada area target untuk metabolisme dan ekskresi. MT berperan dalam penyimpanan dan transportasi zinc. 19,41 Didalam sel, 30-40% zinc berikatan dengan protein dalam inti, 50% terletak dalam sitoplasma, dan sisanya dalam membran sel. 19 Zinc intraselular mengandung kompleks MT. MT akan mengatur intraselular zinc untuk enzim, molekul gen-regulasi dan penyimpanan zinc. Banyak peristiwa biokimia dan molekular dalam proses penyembuhan luka akan dapat dipercepat dengan penambahan suplemen zinc melalui regulasi MT dan MMP. 15 Salah satu bukti dari peran zinc dalam proses penyembuhan luka didapat melalui gambaran metalloenzyme zinc seperti alkalin fosfatase, RNA dan DNA polimerase serta MMP. Alkalin fosfastase merupakan penanda sensitif bagi pembuluh darah di dermis dan tahap awal proses inflamasi dan proliferasi jaringan ikat. Alkalin fosfatase dalam metabolisme adenosin monofosfat berperan untuk menekan proses inflamasi. Polimerase DNA sebagai penanda adanya proliferasi sel dalam suatu proses penyembuhan luka. 41 Fungsi zinc dalam tahapan proses penyembuhan luka dapat dilihat pada gambar 2.6.

20 26 Gambar 2.6. Fungsi zinc dalam tahapan proses penyembuhan luka Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 15 Zinc merupakan mikronutrien esensial yang diperlukan pada proses biologis seperti pertumbuhan, perkembangan, fungsi neurologis, reproduksi dan juga imunitas. 56 Pentingnya zinc dalam faktor imunitas, ditandai dengan adanya efek disfungsi imunitas berupa atrofi timus, limfopenia, gangguan imunitas spesifik, inflamasi kronis. 19,56 Perubahan status zinc mempengaruhi beberapa jenis sel imunitas yang terlibat dalam imunitas bawaan seperti sel natural killer,sel mast, eosinofil, basofil dan sel-sel fagositosis (makrofag, netrofil) dan imunitas yang didapat berupa pengenalan antigen spesifik limfosit terhadap antigen selama infeksi virus ataupun imunisasi dan perkembangan imunitas memori. 56 Zinc juga mempengaruhi sitokin-sitokin yang memfasilitasi hubungan antar sel. Defisiensi

21 27 zinc mempengaruhi aktivitas biologis dan produksi sitokin-sitokin seperti IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-6, IFN-ᵧ, TNF-α. 18,56 Penelitian lainya juga menunjukkan defisiensi zinc pada manusia dapat disertai ketidakseimbangan fungsi Th1 dan Th2 dalam sel yang menyebabkan gangguan regulasi sistem tubuh terhadap infeksi. 56 Pemberian suplemen zinc pada individu yang rentan, dapat mencegah penurunan sistem imunitas tubuh dan secara substansial dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. 15 Peranan zinc dalam sel-sel imun dapat dilihat pada gambar 2.7 Gambar 2.7. Peranan zinc dalam sel-sel imun Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 18.

22 Kerangka Teori Gradasi 0 Gradasi 1 Mikroangiopati Gradasi 2 Diabetes Melitus Ulkus Diabetikum Gradasi 3 KGD meningkat Kontrol Glikemik berkurang Makroangiopati Imunitas menurun Gradasi 4 Gradasi 5 Resistensi Insulin dan/atau Defisiensi Insulin Kadar Zinc menurun Infeksi meningkat Superoksida Dismutase (SOD) Metalotionein (MT) Stress Oksidatif meningkat Alkalin Posfatase RNA Polimerase & DNA Polimerase Matriks Metaloproteinase Fase inflamasi memanjang Fase Proliferase memendek Remodelling terhambat Proses penyembuhan luka terhambat Gambar 2.8 Kerangka Teori

23 Kerangka Konsep Ulkus Diabetikum UD Gradasi 0 Gradasi 1 Gradasi 2 Kadar Zinc Plasma Gradasi 3 Gradasi 4 Gradasi 5 Gambar 2.9 Kerangka Konsep

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus merupakan komplikasi kronis berupa makroangiopati dan mikroangiopati yang paling sering kita jumpai diakibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Luka Luka merupakan suatu gangguan intergritas kulit, membran mukosa dan jaringan organ. Luka didefinisikan juga sebagai gangguan anatomi dan fungsi kulit normal yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes Melitus (DM) adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah akibat tidak terbentuknya insulin oleh sel-β pankreas atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten terhadap kerja insulin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, diabetes melitus merupakan permasalahan yang harus diperhatikan karena jumlahnya yang terus bertambah. Di Indonesia, jumlah penduduk dengan diabetes melitus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memerlukan upaya penanganan tepat dan serius. Diabetes Mellitus juga

BAB 1 PENDAHULUAN. memerlukan upaya penanganan tepat dan serius. Diabetes Mellitus juga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) secara luas diartikan sebagai gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak yang abnormal akibat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah diketahui bahwa ketinggian menimbulkan stress pada berbagai sistem organ manusia. Tekanan atmosfer menurun pada ketinggian, sehingga terjadi penurunan tekanan

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). Diabetic foot adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak akibat penurunan sekresi insulin atau resistensi insulin (Dorland, 2010). DM suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini gaya hidup modern dengan menu makanan dan cara hidup yang kurang sehat semakin menyebar ke seluruh lapisan masyarakat, sehingga meyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit secara epidemiologi,

Lebih terperinci

Diabetes Mellitus Type II

Diabetes Mellitus Type II Diabetes Mellitus Type II Etiologi Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin atau ketika pankreas berhenti memproduksi insulin yang cukup. Persis mengapa hal ini terjadi tidak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

2003). Hiperglikemia juga menyebabkan leukosit penderita diabetes mellitus tidak normal sehingga fungsi khemotaksis di lokasi radang terganggu.

2003). Hiperglikemia juga menyebabkan leukosit penderita diabetes mellitus tidak normal sehingga fungsi khemotaksis di lokasi radang terganggu. BAB 1 PENDAHULUAN Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah kondisi patologis yang ditandai adanya kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh BAB 1 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh adanya hiperglikemia akibat defisiensi sekresi hormon insulin, kurangnya respon tubuh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3 patofisiologi dasar : sekresi insulin yang terganggu, resistensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang memiliki penyakit ginjal stadium akhir, pasien dengan transplantasi ginjal mempunyai harapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronik yang terjadi di seluruh dunia dan terus menerus mengalami peningkatan yang signifikan.menurut Berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah tersebut menempati urutan ke-4 terbesar di dunia, setelah India (31,7

BAB I PENDAHULUAN. jumlah tersebut menempati urutan ke-4 terbesar di dunia, setelah India (31,7 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang telah menjadi masalah global dengan jumlah penderita lebih dari 240 juta jiwa di dunia. Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (2006), merumuskan bahwa diabetes. melitus (DM) merupakan kumpulan masalah anatomi dan kimiawi dari

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (2006), merumuskan bahwa diabetes. melitus (DM) merupakan kumpulan masalah anatomi dan kimiawi dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah World Health Organization (2006), merumuskan bahwa diabetes melitus (DM) merupakan kumpulan masalah anatomi dan kimiawi dari sejumlah faktor dimana terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan RI, rerata prevalensi diabetes di Indonesia meningkat dari 1,1 pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan penurunan relatif insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009). Sedangkan menurut Chang, Daly,

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM DIAGNOSIS DM DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1) DM tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Adanya kerusakan sel β pancreas akibat autoimun yang umumnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1) DM tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Adanya kerusakan sel β pancreas akibat autoimun yang umumnya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Mellitus Diabetes mellitus adalah suatu kelompok berbagai macam kelainan yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah. 14 Gejala khasnya adalah poliuri, polifagi,

Lebih terperinci

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Diabetes adalah suatu kondisi di mana tubuh tidak dapat menggunakan (menyerap) gula

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, dan pankreas dapat menghentikan

BAB I PENDAHULUAN. untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, dan pankreas dapat menghentikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. orang pada tahun 2030 (Patel et al., 2012). World Health Organization (WHO)

BAB I. PENDAHULUAN. orang pada tahun 2030 (Patel et al., 2012). World Health Organization (WHO) BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit dengan insidensi yang cukup tinggi di masyarakat. Saat ini diperkirakan 170 juta orang di dunia menderita DM dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes melitus (DM) tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah sindroma yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. DM, secara klinik dikarakterisasi oleh gejala intoleransi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang dimanfaatkan sehingga menyebabkan hiperglikemia,

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala penyakit degeneratif kronis yang disebabkan karena kelainan metabolisme karbohidrat akibat kekurangan hormon Insulin baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolisme yang memiliki tingkat prevalensi sangat tinggi di dunia. Prevalensi DM di Amerika Serikat diduga mencapai 10

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang jumlahnya akan mengalami peningkatan di masa datang (Suyono, 2014). Diabetes melitus adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes saat ini menjadi masalah besar di seluruh. dunia dengan insidensi yang diperkirakan akan meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes saat ini menjadi masalah besar di seluruh. dunia dengan insidensi yang diperkirakan akan meningkat BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Diabetes saat ini menjadi masalah besar di seluruh dunia dengan insidensi yang diperkirakan akan meningkat secara signifikan menjadi lebih dari 5 juta pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini, 9 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang mempunyai karakterisktik meningkatnya nilai glukosa plasma darah. Kondisi hiperglikemia ini diakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang umum bagi

BAB I PENDAHULUAN. Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang umum bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang umum bagi pasien dengan diabetes melitus. Penyembuhan luka yang lambat dan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diabetes melitus didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 300 juta. Jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 300 juta. Jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Berdasarkan penelitian epidemiologi, Word Healty Organitation (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes mellitus di atas umur 20 tahun berjumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang khas dengan gejala-gejala kadar gula darah tinggi, glukosuria dan setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang khas dengan gejala-gejala kadar gula darah tinggi, glukosuria dan setelah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus Diabetes melitus atau DM merupakan penyakit metabolisme karbohidrat yang khas dengan gejala-gejala kadar gula darah tinggi, glukosuria dan setelah beberapa tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan kurangnya hormon insulin. Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak seluruhnya dapat

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katarak Asal kata katarak dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air terjun. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata yang biasanya bening

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia akibat gannguan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (ADA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolisme dari karbohidrat, protein dan lemak yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya

Lebih terperinci

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral. Pengertian farmakologi sendiri adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health Organizaton (WHO) pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 4 juta orang, jumlah tersebut diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, banyak penyakit yang diakibatkan oleh gaya hidup yang buruk dan tidak teratur. Salah satunya adalah diabetes melitus. Menurut data WHO tahun 2014, 347 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah. sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah. sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard akut (IMA) dan merupakan salah satu faktor risiko kematian dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu) 14 (polidipsia), banyak kencing (poliuria). Atau di singkat 3P dalam fase ini biasanya penderita menujukan berat badan yang terus naik, bertambah gemuk karena pada fase ini jumlah insulin masih mencukupi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan dan biasanya berhubungan dengan hilangnya fungsi. 1 Saat barier rusak akibat ulkus, luka

Lebih terperinci

Definisi Diabetes Melitus

Definisi Diabetes Melitus Definisi Diabetes Melitus Diabetes Melitus berasal dari kata diabetes yang berarti kencing dan melitus dalam bahasa latin yang berarti madu atau mel (Hartono, 1995). Penyakit ini merupakan penyakit menahun

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS. absolut (DM tipe 1) atau secara relatif (DM tipe 2).

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS. absolut (DM tipe 1) atau secara relatif (DM tipe 2). 53 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik kronik, progresif dengan hiperglikemia sebagai tanda utama karena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta atau Rumah Sakit Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia menduduki peringkat keempat di dunia dan prevalensinya akan terus bertambah hingga mencapai 21,3 juta

Lebih terperinci

CLINICAL SCIENCE SESSION DIABETES MELITUS

CLINICAL SCIENCE SESSION DIABETES MELITUS CLINICAL SCIENCE SESSION DIABETES MELITUS Lhara raffany 12100114097 Lina yuliana 12100114098 Lisa Valentin Sihombing 12100113001 Maretta Prihardini Hendriawati 12100113025 Preseptor : dr Dartyaman, Sp.PD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketuban Pecah Dini (KPD) masih merupakan masalah penting dalam bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua kelahiran dan mengakibatkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat berkurangnya sekresi insulin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004). Diabetes Mellitus merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang disebabkan karena ketidakmampuan pankreas dalam menghasilkan hormon insulin yang cukup atau ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri. digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selain kematian, Diabetes Mellitus (DM) juga menyebabkan kecacatan, yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata Kering (MK) merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan ketidakmampuan mata untuk mempertahankan jumlah air mata yang cukup pada permukaan bola mata. MK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1 (kurangnya sekresi insulin) dan tipe 2 (gabungan antara resistensi

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1 (kurangnya sekresi insulin) dan tipe 2 (gabungan antara resistensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein yang disebabkan kurangnya sekresi insulin, kurangnya sensitivitas insulin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA 1, HbA 2, HbF( fetus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA 1, HbA 2, HbF( fetus) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HbA 1c (hemoglobin terglikasi /glikohemoglobin/hemoglobin terglikosilasi/ Hb glikat/ghb) 2.1.1Biokimiawi dan metabolisme Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA 1, HbA 2,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transparansinya. Katarak merupakan penyebab terbanyak gangguan

BAB I PENDAHULUAN. transparansinya. Katarak merupakan penyebab terbanyak gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Katarak adalah keadaan dimana lensa menjadi keruh atau kehilangan transparansinya. Katarak merupakan penyebab terbanyak gangguan penglihatan, yang bisa menyebabkan

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci