BAB III PEMBAHASAN. Pada bab pembahasan ini akan dibahas mengenai Geometri Hiperbolik yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PEMBAHASAN. Pada bab pembahasan ini akan dibahas mengenai Geometri Hiperbolik yang"

Transkripsi

1 BAB III PEMBAHASAN Pada bab pembahasan ini akan dibahas mengenai Geometri Hiperbolik yang didasarkan kepada enam postulat pada Geometri Netral dan Postulat Kesejajaran Hiperbolik. Akan dibahas sifat-sifat Geometri Hiperbolik yaitu mengenai sifatsifat ketegaklurusan, kesejajaran dan segitiga asimptotik. A. Sifat-sifat Ketegaklurusan pada Geometri Hiperbolik Sifat-sifat ketegaklurusan pada Geometri Hiperbolik maupun Geometri Euclid dipengaruhi oleh postulat kesejajaran yang berlaku pada masing-masing geometri. Akibatnya, sifat-sifat ketegaklurusan pada kedua geometri memiliki perbedaan. Pada Geometri Euclid sifat-sifat kesejajaran dan ketegaklurusan memunculkan persegi. Berdasar Teorema 2.12 menunjukan bahwa tidak ada persegi pada Geometri Hiperbolik. Pada subbab ini akan dibahas mengenai sifat sifat ketegaklurusan pada Geometri Hiperbolik. Sifat-sifat ketegaklurusan pada Geometri Hiperbolik terkait dengan adanya garis tegaklurus persekutuan (common perpendicular). Garis tegaklurus persekutuan terkait dengan Teorema 2.12 yang menyebutkan bahwa bahwa tidak ada persegi pada Geometri Hiperbolik. Adanya garis tegaklurus persekutuan pada Geometri Hiperbolik mengubah cara berfikir mengenai sifat-sifat ketegaklurusan dan memberikan gambaran yang benar-benar baru mengenai adanya klasifikasi garis sejajar. Pada Geometri Euclid, tidak terdapat klasifikasi garis-garis sejajar (hanya ada satu jenis garis sejajar). Teorema 2.8 mengenai Sudut Dalam Berseberangan pada Geometri Netral mengatakan bahwa dua garis dan yang dipotong oleh tranversal 38

2 sedemikian hingga sepasang sudut berseberangannya kongruen, maka. Teorema 2.8 berlaku pada kedua geometri. Pada Geometri Euclid Teorema 2.8 berlaku seperti apa yang digambarkan pada Teorema 2.8. Pada Geometri Hiperbolik, Teorema 2.8 dapat berlaku jika terdapat kondisi dimana Postulat Kesejajaran Hiperbolik berlaku. Kondisi berlakunya Teorema 2.8 dalam Geometri Hiperbolik dipengaruhi adanya garis tegaklurus persekutuan. Geometri Euclid memberikan pemahaman bahwa garis-garis sejajar sebagai garis-garis yang memiliki jarak yang tetap sama untuk setiap pasangan titik bersesuaian. Pada Geometri Euclid, sebarang titik pada berlaku ( ) maka untuk setiap titik pada berlaku ( ). Pada Geometri Hiperbolik berlaku Teorema 3.1 berikut. Teorema 3.1 (Venema, 2012: 138). Jika adalah sebuah garis, adalah titik eksternal dan adalah sebuah garis sedemikian hingga berada pada, maka hanya ada sebuah titik dimana berada pada m, dan ( ) ( ). Bukti: Misalkan dan adalah dua garis. Andaikan ada tiga titik berbeda dan pada sehingga ( ) ( ) ( ). Misalkan dan adalah kaki-kaki dari garis tegaklurus dari dan ke Jika diperhatikan pada Gambar 22, tidak satupun dari tiga titik P, Q, dan R berada pada karena d(p, )>0. Setidaknya ada dua dari tiga garis haruslah berada pada sisi yang sama dari (Postulat Pemisahan Bidang). 39

3 P Q R P Q R Gambar 22. Tiga Titik dan Berjarak Sama terhadap pada Teorema 3.1 Misalkan dan berada pada sisi yang sama pada. Maka adalah segiempat Saccheri. Oleh karena (Teorema 2.9, bagian keempat) dan ketiga tititk dan terletak pada sisi yang sama dari. Andaikan bahwa. Maka S dan S keduanya adalah segiempat Saccheri. Jadi sudut dan keduanya adalah lancip. Tetapi hal ini berlawanan dengan fakta bahwa dan keduanya adalah suplemen. Pengandaian ditolak dan disimpulkan bahwa tidak mungkin bagi tiga titik pada memiliki jarak yang sama dari. Teorema 3.1 di atas menjelaskan sifat pada Geometri Hiperbolik yaitu garisgaris sejajar tidaklah memiliki jarak yang selalu sama pada setiap titik bersesuaian, tidak mungkin ada tiga titik berlainan yang memiliki jarak sama terhadap garis kedua. Lebih lanjut, akan dibahas konsekuensi dari adanya dua titik pada yang memiliki jarak sama terhadap (Teorema 3.1). Konsekuensi tersebut adalah adanya garis tegaklurus persekutuan. Penggambaran garis tegaklurus persekutuan dijelaskan pada Definisi 3.1 berikut. 40

4 Definisi 3.1 Garis Tegaklurus Persekutuan (Venema, 2012: 139). Garis dan memiliki sebuah garis tegaklurus persekutuan jika ada sebuah garis n sedemikian hingga dan. Jika dan memiliki sebuah garis tegaklurus persekutuan, maka garis memotong sebuah garis pada sebuah titik P dan memotong pada sebuah titik Q. Gambar 23. Garis Tegaklurus Persekutuan Pada Gambar 23 garis dinamakan garis perpotongan tegaklurus persekutuan sedangkan ruas garis dinamakan ruas garis tegaklurus persekutuan, dan disebut kaki dari ruas garis tegaklurus. Teorema 3.2 berikut menjelaskan adanya garis tegaklurus persekutuan pada dua garis sejajar yang memenuhi Teorema 3.1. Pembuktian Teorema dapat menggunakan Gambar 24. Teorema 3.2 ( Venema, 2012: 139) Jika dan m adalah garis-garis sejajar dan ada dua titik pada yang sama jarak dari, maka dan memiliki sebuah garis tegaklurus persekutuan. Bukti: Garis dan adalah dua garis sejajar yang mengikuti Teorema Sudut Dalam Berseberangan (Teorema 2.8) dan Teorema 3.1. Andaikan S adalah segiempat Saccheri, maka L dan L adalah segiempat Lambert. Pada segiempat Lambert dalam Geometri Hiperbolik berlaku Teorema 2.13, sehingga,, dan. Jadi ruas garis ada. 41

5 D P C A Q Gambar 24. Segiempat Lambert L dalam Segiempat Saccheri S dan L B Sifat lainnya dari garis tegaklurus persekutuan adalah apabila ada dua garis yang sejajar memiliki garis tegaklurus persekutuan, maka garis tegaklurus persekutuan itu tunggal. Ketunggalan garis tegaklurus persekutuan ditegaskan pada Teorema 3.3 berikut. Teorema 3.3 (Venema, 2012: 138). Jika dan m adalah garis-garis sejajar yang memiliki garis tegaklurus persekutuan, maka garis tegaklurus persekutuan tersebut tunggal. Bukti: Pada faktanya dan adalah dua garis sejajar yang mengikuti Teorema Sudut Dalam Berseberangan (Teorema 2.8). Jika diperhatikan pada Gambar 24, andaikan S adalah segiempat Saccheri. Jika dan memiliki (garis tegak lurus persekutuan yang lain), maka segiempat adalah persegi panjang dan tidak ada persegi panjang dalam Geometri Hiperbolik (Teorema 2.12). Jadi garis tegak lurus persekutuan tersebut tunggal. 42

6 Garis tegaklurus persekutuan tunggal dapat diamati pada Gambar 25 yaitu ruas garis. Menurut Teorema 2.9, segiempat S adalah segiempat Saccheri, dan adalah titik tengah dari dan sehingga tegaklurus terhadap dan. Ruas garis adalah ruas garis tegaklurus persekutuan dan ia tunggal. P Q R P Q R Gambar 25. Garis Tegaklurus Persekutuan pada Garis dan adalah Tunggal Sifat selanjutnya adalah keterkaitan antara garis-garis sejajar, garis tranversal dan garis tegaklurus persekutuan. Menurut Teorema Sudut Dalam Berseberangan (Teorema 2.8), dua garis yang sejajar yang dipotong oleh sebuah tranversal dan membentuk sudut dalam berseberangan saling kongruen, maka kedua garis itu sejajar. Hanya pada kondisi tertentu, Teorema 2.8 dapat berlaku pada dua garis sejajar dalam Geometri Hiperbolik. Kondisi tersebut dijelaskan dalam Teorema 3.4 berikut. Teorema 3.4 (Venema, 2012: 138). Misalkan dan m adalah garis-garis paralel yang dipotong oleh garis trasversal t. Sudut dalam berseberangan yang dibentuk oleh dan m dengan tranversal t adalah kongruen jika dan hanya jika dan m memiliki sebuah garis tegaklurus persekutuan dan t memotong titik tengah ruas garis tegaklurus persekutuan. 43

7 Bukti: Misalkan dan m adalah garis sejajar yang dipotong oleh sebuah garis tranversal t. Misalkan R adalah titik perpotongan t dengan l dan S adalah titik potong t dengan m. Gambar 26 berikut merupakan alat bantu pembuktian Teorema 3.4. Q S M R P Gambar 26. Tranversal Memotong Titik Tengah Garis Tegak Lurus Persekutuan Pertama andaikan bahwa kedua pasang sudut dalam berseberangan yang dibentuk oleh l dan m dengan transversal t adalah kongruen. Akan ditunjukkan bahwa l dan m memiliki garis tegaklurus persekutuan dan t melewati titik tengah ruas garis tegaklurus persekutuan. Andaikan bahwa sudut dalam berseberangan tersebut bukanlah sudut siku-siku. Jika sudut dalam berseberangan yang terbentuk oleh l dan m dan tranversal t adalah sudut siku-siku, maka t adalah garis tegaklurus persekutuan dan pembuktian selesai. Misalkan M adalah titik tengah. Buat sebuah garis tegaklurus dari M ke l di titik P. Buat garis tegaklurus dari M ke m dan Q. Pada faktanya sudut dalam berseberangan pada sisi yang berlawanan pada t adalah kombinasi 44

8 kongruen dengan Teorema Sudut Luar untuk menunjukkan bahwa P dan Q ada pada sisi berlawanan dari t. Jika sudut dalam berseberangan tersebut adalah sudut lancip, maka keduanya adalah sudut dalam untuk SQM dan RPM dan jika keduanya adalah sudut tumpul maka keduanya adalah sudut luar untuk SQM dan RPM. Oleh karena itu (pengandaian dan sd-sd-s) dan juga. Karena itu dan adalah sinar garis yang saling berlawanan dan ruas garis adalah ruas garis tegaklurus persekutuan untuk garis l dan garis m. Teorema 3.4 menunjukkan bahwa sebuah garis tranversal memotong dua garis sedemikian, hingga sudut dalam berseberangan yang terjadi kongruen, maka kedua garis itu mempunyai garis tegaklurus persekutuan yaitu. Dapat diamati pada Gambar 26 bahwa tegaklurus terhadap garis dan tegaklurus terhadap. Segitiga SQM dan RPM adalah segitiga yang saling kongruen, hal ini menyebabkan dan berada dalam satu garis yaitu. Dalam Geometri Hiperbolik, dua garis dalam yang dilalui oleh garis tranversal dan memenuhi Teorema 3.4 disebut garis-garis ultraparalel (ultraparallel). Garis ultraparalel merupakan salah satu bentuk dari dua klasifikasi garis sejajar. Pada Geometri Euclid, dua buah garis yang dipotong oleh tranversal sejajar jika memenuhi Teorema 2.8. B. Sifat-sifat Kesejajaran pada Geometri Hiperbolik Garis sejajar pada Geometri Euclid digambarkan sebagai garis-garis yang memiliki jarak sama (hal ini menyebabkan adanya persegi). Pada Geometri Euclid, sudut kesejajaran adalah sudut siku-siku dan besar nilai kritisnya 90. Pada Geometri Hiperbolik tidak demikian, Postulat Kesejajaran Hiperbolik 45

9 menyebabkan beberapa sifat pada Geometri Euclid berbeda dengan sifat-sifat pada Geometri Hiperbolik. Telah dibahas sebelumnya mengenai garis tegak lurus persekutuan dan ultraparalel, secara umum pada subbab ini akan dibahas mengenai garis-erapa garis sejajar dalam Geometri Hiperbolik yang tidak memiliki garis tegaklurus persekutuan (garis-garis tersebut tidak ultraparalel). Hal ini mengindikasikan adanya klasifikasi lain pada garis-garis sejajar dalam geometri Hiperbolik selain garis-garis ultraparalel. Adanya garis semacam ini pada Geometri Hiperbolik terkait dengan sifat sudut kesejajaran dan nilai kritis yang muncul akibat Postulat Kesejajaran Hiperbolik. Pada subbab sebelumnya telah dibahas mengenai sinar-sinar garis sejajar memiliki sebuah garis tegaklurus persekutuan yang tunggal dan unik. Selanjutnya akan dibahas mengenai sifat-sifat dalam Geometri Hiperbolik mengenai sudut kesejajaran dan limit sinar-sinar garis sejajar atau sinar-sinar sejajar asimptotik. Tidak semua garis sejajar dalam Geometri Hiperbolik memiliki garis tegaklurus persekutuan. Sifat-sifat mengenai sudut kesejajaran dan sinar-sinar sejajar asimptotik akan memberikan gambaran mengenai bentuk kedua dari dua garis yang sejajar dalam Geometri Hiperbolik. Bentuk pertama adalah garis-garis sejajar yang memiliki tegak lurus persekutuan dan bentuk kedua adalah adanya garis-garis sejajar yang tidak memiliki garis tegak lurus persekutuan. 1. Sudut Kesejajaran Sudut kesejajaran diawali dengan mengkonstruksi himpunan beririsan K (intersecting set K) yang hampir serupa dngan mengkonstruksi batas atas atas (supremum) pada analisis real. Selanjutnya pada subbab ini juga akan dibahas 46

10 nilai kritis (critical number), sudut kesejajaran (angle of parallelism), dan fungsi kritis (critical function). Sebelum membahas sifat-sifat mengenai sudut kesejajaran, akan dibahas mengenai himpunan beririsan. Anggap sebuah garis dan titik eksternal. Menggunakan Teorema Sudut Dalam Berseberangan (Teorema 2.8), dua garis tegaklurus ganda melalui adalah garis yang sejajar. Teorema 2.8 berlaku pada Geometri Netral dan Geometri Hiperbolik (dalam kondisi tertentu). Konvers dari Teorema 2.8 yaitu Jika ada dua garis sejajar dipotong oleh sebuah garis tranversal, maka kedua sudut dalam bersesuaiannya kongruen ekuivalen dengan Postulat Kesejajaran Euclid. Jika Konvers dari Teorema 2.8 tidak berlaku pada Geometri Hiperbolik, maka ada garis sejajar yang lain yang melalui (garis-garis tersebut akan dibahas pada subbab selanjutnya mengenai sinar garis sejajar asimptotik). Kesejajaran tersebut memiliki sinar-sinar garis yang membentuk sudut kurang dari 90 dengan, dimana adalah kaki dari garis tegaklurus dari P ke. Misalkan adalah sebuah garis dan adalah sebuah titik diluar. Tarik garis tegaklurus dari ke di titik Terdapat pada dan. Untuk setiap bilangan dengan ada titik, pada sisi yang sama dari sebagaimana, sedemikian hingga ( ). Dengan K adalah * +. Definisi 3.2 Himpunan Beririsan (Venema,2012: 141). Himpunan K merupakan himpunan beririsan (intersecting set) untuk dan 47

11 P A B Gambar 27. Konstruksi (Himpunan Beririsan untuk dan ) Sesuai dengan Definisi 3.2 mengenai himpunan, Gambar 27 menggambarkan konstruksi dari himpunan beririsan. Sudut adalah sudut yang dibentuk oleh dan. Dapat diamati bahwa K dan. Jadi adalah subset dari interval, ). Pada faktanya Teorema 3.5 memperlihatkan bahwa adalah interval setengah terbuka dari rumus, ). Bagian pertama Teorema 3.5 berikut mengindikasikan bahwa adalah sebuah interval dan bagian dua teorema memperlihatkan interval tersebut terbuka kanan. Teorema 3.5 (Venema, 2012: 141). Misalkan K adalah irisan untuk dan. Jika, Bukti: 1. Andaikan adalah himpunan bagian dari dan dan beberapa nilai dalam. Misalkan R adalah sebuah titik dimana memotong (lihat Gambar 28). Jika, maka berada di antara dan =. Jadi memotong di titik dan berada pada himpunan bagian. 48

12 2. Diambil sebuah titik sedemikian hingga dan definisikan ( ). Karena didapat. Selain itu, menggunakan postulat protractor didapat. Definisi 3.3 (Venema, 2012: 141). Pada Teorema 3.5, berada pada sebuah interval terbuka, ). Bilangan dinamakan nilai kritis untuk dan P A S R T Gambar 28. Ilustrasi dari Himpunan Beririsan pada Sinar Garis Gambar 28 menjelaskan bahwa adalah interval setengah terbuka dari rumus, ). Bilang kritis dalam artian bahwa sebarang sinar garis dari yang membentuk sudut kurang dari dengan berpotongan dengan sedangkan sebuah sinar garis yang membuat sudut lebih dari tidak akan berpotongan dengan. merupakan himpunan tak kosong dan merupakan batas bawah sehingga merupakan supremum pada kajian Analisis Nyata. Definisi 3.4 (Venema, 2012: 141). Misalkan P, A dan B seperti dalam definisi himpunan bagian dan bahwa adalah nilai kritis untuk dan. Misalkan D adalah sebuah titik pada sisi yang sama dari sebagaimana B sehingga ( ). Sudut dinamakan sudut kesejajaran untuk dan. Terdapat dua cara mendasar yang berbeda untuk memilih titik dalam menentukan sinar garis (satu dari setiap sisi dari ) yaitu dua sudut yang 49

13 berhubungan dengan dan (satu ditentukan oleh dan dan yang lainya ditentukan oleh dan ). P D D B A B Gambar 29. Dua Sudut Kesejajaran untuk dan Gambar 29 menunjukkan dua sudut kesejajaran yang kongruen, terlihat bahwa sudut kesejajaran hanya dipengaruhi oleh jarak P ke. Refleksi terhadap memperlihatkan, bahwa dan merupakan sudut yang saling kongruen dan keduanya merupakan sudut lancip. Teorema 3.6 memperlihatkan fakta bahwa nilai kritis hanya bergantung kepada jarak P ke dan tidak membedakan dua sudut yang saling kongruen yang ditentukan oleh dua sinar berlawanan dan pada. Teorema 3.6 (Venema, 2012: 142). Nilai kritis hanya bergantung kepada ( ). Bukti: Misalkan garis, merupakan titik eksternal, adalah kaki dari garis tegak lurus dari ke, dan adalah sebuah titik pada yang berbeda dari. Diberikan dan adalah rancangan lain sedemikian hingga. Akan dibuktikan bahwa nilai kritis untuk dan sama dengan nilai kritis dan. 50

14 Katakanlah himpunan bagian tersebut adalah dan. Misalkan. Maka memotong pada titik. Dipilih sebuah titik pada sedemikian hingga. Maka ada (S,Sd,S) dan jadi. Dengan cara yang sama apabila, maka. Oleh karena itu dan pembuktian selesai. P T A Gambar 30. Nilai kritis bergantung hanya pada jarak titik ke garis Nilai kritis hanya bergantung pada jarak ( ), sehingga nilai kritis merupakan sebuah fungsi dari bilangan real. Gambar 30 merupakan penggambaran dari pembuktian Teorema 3.6 yaitu dengan melihat keduanya adalah segitiga yang kongruen dengan aturan Sisi-Sudut-Sisi sehinga sudut bersesuaian sama besar. Diberikan sebuah bilangan real, tempatkan titik dan garis sedemikian hingga ( ). Maka didefinisikan fungsi ( ) menjadi nilai kritis yang dihubungkan dengan dan. Pilih sebuah titik pada dan didefinisikan fungsi ( ) ( ), dimana adalah sudut kesejajaran untuk P dan. Sesuai dengan Teorema 3.6, fungsi adalah yang didefinisikan dengan baik (well defined) dari sendiri dan tidak bergantung pada pilihan tertentu dari,, atau. Didefinisikan fungsi ( )sebagai berikut. 51

15 Definisi 3.5 Fungsi Kritis (Venema, 2012: 143). Fungsi ( ) ( - dan dinamakan fungsi kritis. Teorema 3.7 (Venema, 2012: 143). Fungsi ( ) ( - adalah sebuah fungsi turun, berimplikasi ( ) ( ). Bukti: Andaikan a dan b adalah dua bilangan positif (bilangan real positif) sehingga a<b. Ambil,,, dan adalah empat titik sedemiian hingga dan adalah sudut kesejajaran untuk P dan. Kemudian pilih Q pada sehingga. Akan dibuktikan bahwa besar sudut kesejajaran pada tidak lebih besar dari pada. Didefinisikan ( ) dan ambil sebuah titik E pada setengah bidang sehingga ( ) dan. Jadi tidak berpotongan dengan. Semua titik dari ada pada setengah bidang yang dibatasi sedangkan pada setengah bdang lainya. Karena tidak termasuk himpunan beririsan (intersecting set) untuk dan, tidaklah dapat kurang dari nilai kritis untuk dan (menggunakan Teorema 3.5). Oleh karena itu merupakan besar sudut kesejajaran pada, lebih besar atau sama dengan besar sudut kesejajaran pada. 52

16 P E b a D A B Gambar 31. Besar Sudut Kesejajaran Bersifat Turun (Nonincreasing) Pada Gambar 31, berimplikasi ( ) ( ). Hal ini memperlihatkan bahwa fungsi kritis merupakan fungsi turun. Sudut kesejajaran dapat digunakan untuk membedakan Geometri Hiperbolik dan Geometri Euclid. Setiap sudut kesejajaran pada Geometri Euclid adalah sebesar sebuah sudut siku-siku dan setiap sudut kesejajaran pada Geometri Hiperbolik adalah sudut lancip. Sudut kesejajaran adalah kunci untuk memahami segititiga, bentuk kedua dari garis paralel (garis-garis sejajar asimptotik) dan defek (defek tidak dibahas dalam karya tulis ini). Teorema 3.8 berikut menegaskan bahwa besar sudut kesejajaran pada Geometri Hiperbolik kurang dari 90. Teorema 3.8 (Venema, 2012: 144). Setiap sudut kesejajaran adalah lancip dan setiap nilai kritis kurang dari 90. Bukti: Misalkan adalah sebuah garis dan misalkan adalah sebuah titik tidak pada. Dibuat sebuah garis tegaklurus melewati di titik. Akan dibuktikan ( ). 53

17 P sejajar asimptotik adalah sinar-sinar yang membentuk sudut kesejajaran. Sinarm n A Gambar 32. Ada Paling Sedikit Dua Garis Parallel, Salah Satunya Membentuk Sudut Lancip Jika diperhatikan pada Gambar 32, misal adalah sebuah garis sedemikian hingga berada pada dan, dan. Dengan menggunakan Postulat Kesejajaran Hiperbolik, ada setidaknya sebuah garis sehingga berbeda dengan, terletak pada dan. Karena tidak tegaklurus dengan, besar sudut antara dan haruslah kurang dari pada setengah bidang atau setengah bidang lainya. Ukuran sudut antara dan bukanlah himpunan beririsan, jadi nilai kritisnya tidak lebih besar dari daripada ukurannya. Oleh karenanya nilai kritis kurang dari 90 dan sudut kesejajaran adalah lancip. 2. Sinar-sinar Sejajar Asimptotik Pada Geometri Euclid, berlaku Postulat Kesejajaran Euclid. Hal ini hanya memungkinkan sebuah sebuah garis yang melalui titik dan sejajar garis. Pada Geometri Hiperbolik, telah dibahas mengenai salah satu jenis kesejajaran yaitu ultraparalel. Selanjutnya akan dibahas sinar-sinar sejajar asimptotis. Sinar-sinar 54

18 sinar sejajar asimptotik merupakan klasifikasi kedua dari garis-garis sejajar dalam Geometri Hiperbolik. Pada subbab ini akan dibahas mengenai sifat-sifat dari sinar-sinar garis sejajar asimptotik. Definisi 3.6 Sinar-sinar Sejajar Asimptotik (Venema, 2012: 147). Dua garis dan dinamakan sinar-sinar garis sejajar asimptotik, ditulis, jika dan pada setengah bidang yang sama yang dibentuk oleh,, dan setiap garis di antara dan memotong. Gambar 33. Sinar Garis Sejajar Asimptotik dengan Gambar 33 menunjukkan dua sinar sejajar asimptotik yaitu dan. Sinar garis dan merupakan sinar yang saling sejajar. Hal tersebut dijelaskan oleh Teorema 3.9. Gambar 33 juga menunjukkan sudut merupakan sudut kritis sehingga setiap garis yang berada di antara dan yang memotong. Sudut juga merupakan sudut kritis sehingga setiap garis yang berada di antara dan memotong. Selanjutnya akan dibahas mengenai garis-garis sejajar asimptotik merupakan garis-garis yang sejajar. Teorema 3.9 (Venema, 2012: 145). Jika, maka. 55

19 Bukti: Misalkan dan adalah dua sinar garis sedemikian hingga. Jika diperhatikan pada Gambar 34, andaikan ada sebuah titik yang berada di antara dan. Dipilih titik dan sehingga berlawanan dengan dan berlawanan dengan. dan berada pada setengah bidang yang sama yang dibatasi. Jadi dan keduanya berada di setengah bidang yang lainya dari. Karenanya Teorema 2.2 atau Teorema-Z berimplikasi bahwa dan. Terdapat, jadi itu menjadi sebuah kejadian bahwa berada pada sinar garis dan berada pada. Gambar 34. Titik Q berada di antara dan Dengan menggunakan Teorema Sudut Luar (Teorema 2.7), didapat ( ) ( ) Karenanya ada sinar antara dan sehingga ( ) ( ). Dengan teorema sudut bersesuaian,, jadi. Terdapat kontradiksi terhadap fakta adalah sinar garis sejajar asimptotik untuk dan pembuktian selesai. 56

20 Berdasarkan Definisi 3.6 mengenai sinar-sinar sejajar asimptotik, muncul sifat bahwa jika sejajar asimptotik dengan, maka sejajar asimptotik dengan. Sifat-sifat yang demikian disebut sifat simetri dari sinar-sinar sejajar asimptotik. Teorema 3.10 Sifat Simetri Kesejajaran (Venema, 2012: 145). Jika, maka. Bukti: Misal dan adalah sinar garis sedemikian sehingga. Dengan pembuktian tak langsung bahwa setiap sinar antara dan haruslah memotong. Andaikan ada sebuah sinar garis berada di antara dan sehingga. Gambar 35. Sudut dan merupakan Sudut Kritis Ambil sebuah titik pada sedemikian hingga ( ) ( ). Garis berada di antara dan, merupakan interior untuk dan oleh karenanya dan berada pada setengah bidang yang sama yang dibentuk. Hal tersebut berarti dan berada pada setengah bidang yang sama. Didapat, jadi tidak berpotongan dengan sinar garis. Menggunakan Teorema Z (Teorema 2.2) diaplikasikan untuk garis. Ruas garis tidak berpotongan dengan sinar garis yang berlawanan 57

21 dengan juga, jadi dan berada pada setengah bidang yang sama yang dibatasi oleh garis. Titik adalah interior, dengan demikian sinar berpotongan dengan di titik menurut Definisi 3.6 mengenai garis sejajar asimptotik. Karena adalah interior bagi, Menggunakan Teorema 2.4 diperoleh, karenanya adalah sudut interior untuk dimana ukuran sudutnya lebih kecil dari pada sudut dalam jauh yaitu ditolak.. Hal ini berlawanan dengan Teorema Sudut Luar, jadi pengandaian Selain sifat simetri, garis-garis sejajar asimptotik memiliki sifat transitif. Teorema 3.11 merupakan sifat transitif dari garis-garis sejajar asimptotik. Pembuktian dari sifat ini tidak dibahas dalam pembahasan karena kerumitan dan terdapat beberapa lemma yang harus dipenuhi. Teorema 3.11 Sifat Transitif Kesejajaran (Venema, 2012: 147). Jika, dan adalah tiga sinar sedemikian hingga dan, maka atau dan adalah sinar garis yang ekuivalen. Selanjutnya akan dibahas Teorema 3.12 mengenai eksistensi (keberadaan) dan ketunggalan sinar-sinar sejajar asimptotik. Teorema 3.12 Eksistensi dan Ketunggalan Sinar-sinar Sejajar Asimptotik (Venema, 2012: 147). Jika adalah sebuah sinar garis dan adalah sebuah sebuah titik yang tidak berada pada, maka ada sebuah sinar garis tunggal sehingga. Sifat selanjutnya dari garis-garis sejajar asimptotik adalah terdapatnya akibat dari dua garis sejajar yang memiliki dan tidak memiliki garis tegak lurus persekutuan. Telah dibahas pada subbab sebelumnya mengenai garis tegak lurus persekutuan. Garis-garis sejajar yang memiliki garis tegaklurus persekutuan 58

22 bukanlah garis-garis yang sejajar asimptotik melainkan garis-garis ultraparallel. Hal tersebut ditegaskan dalam Teorema 3.13 berikut. Teorema 3.13 (Venema, 2013: 152). Jika dan m memikiki sebuah garis tegaklurus perpotongan maka keduanya bukan garis-garis yang sejajar asimptotik. Sebagai konsekuensinya garis-garis sejajar yang tidak memiliki garis tegak lurus persekutuan merupakan garis-garis sejajar asimptotik. Hal tersebut merupakan kontrapositif dari Teorema 3.13 yang dinyatakan dengan Teorema Teorema 3.14 (Venema, 2013: 152). Jika dan m garis-garis yang sejajar asimptotik, maka dan m tidak memiliki garis tegaklurus persekutuan. Teorema 3.13 dan 3.14 menunjukan dua bentuk klasifikasi dari garis sejajar. Klasifikasi pertama adalah dua garis sejajar asimptotik tidak memiliki tegak lurus persekutuan. Klasifikasi kedua adalah dua garis sejajar yang memiliki garis tegak lurus persekutuan ia bukan garis-garis sejajar asimptotik. Pembuktian Teorema 3.13 dan Teorema 3.14 disajikan dalam Lampiran 1. Tidak semua garis-garis yang sejajar dalam Geometri Hiperbolik memiliki garis tegak lurus persekutuan, garis-garis sejajar yang tidak memiliki garis tegak lurus persekutuan merupakan garis-garis sejajar asimptotik. Garis-garis asimptotik dan sifat-sifatnya adalah dasar dari bentuk geometri yaitu segitiga. Segitiga yang dimaksud adalah segitiga asimptotik. C. Segitiga Asimptotik pada Geometri Hiperbolik Definisi 2.14 mengenai segitiga pada Geometri Netral, juga berlaku pada Geometri Euclid dan Hiperbolik. Segitiga pada Geometri Euclid digambarkan persis seperti pada Definisi Pada Geometri Hiperbolik, selain terdapat 59

23 segitiga biasa (segitiga dengan sisi berhingga) juga terdapat segitiga dengan sisi tak berhingga yang dikenal dengan segitiga asimptotik. Menghubungkan dua titik pangkal dari dua sinar garis sejajar asimptotik membentuk sebuah segitiga dengan sebuah titik ideal. Segitiga dengan titik ideal tersebut merupakan sebuah segitiga asimptotik. Menamakan dengan segitiga sebenarnya suatu keanehan, segitiga asimptotik memiliki dua sudut dan tiga sisi. Beberapa istilah lain mengenai segitiga asimptotik adalah segitiga terbuka, pada karya tulis ini digunakan istilah segitiga asimptotik mengingat adanya sinar garis asimptotik yang terdapat pada segitiga tersebut. Definisi 3.7 (Venema, 2012: 146). Sebuah segitiga asimptotik terdiri atas dua sinar garis sejajar asimptotik yang tergubung bersama dengan sebuah ruas menghubungkan titik sudut. Secara khusus, jika maka. Penulisan simbol lain adalah segitiga. Gambar 36. Segitiga Asimptotik Single atau Gambar 36 adalah sebuah segitiga asimtotik DPAB atau. Segitiga asimptotik memiliki sebuah segitiga terbuka yang diikuti oleh empat titik. Titik kedua dan ketiga adalah sudut-sudut vertex dari segitiga asimptotik dan sinar garis dan adalah dua sinar garis sejajar. Nama asimptotik diambil karena sinar garis sejajar dan secara asimptotik hampir bertemu ujung-ujungnya di suatu titik ideal, titik ideal tersebut dinotasikan dengan (huruf alfabet yunani kapital untuk membedakan titik pada segitiga dengan sisi berhingga). Titik 60

24 dikatakan ideal karena titik tersebut tidaklah benar-benar ada pada bidang hiperbolik. 1. Jenis-jenis Segitiga Asimptotik pada Geometri Hiperbolik a. Segitiga asimptotik single. Gambar 36 di atas merupakan segitiga asimptotik single (singly asymptotic). Pada segitiga asimptotik single terdapat satu titik ahir atau satu titik ideal dan sebuah sisi berhingga (finite). Segitiga asimptotik single merupakan aplikasi dari Teorema 3.9 yaitu dua garis sejajar asimptotik keduanya merupakan garis sejajar. b. Segitiga asimptotik dobel. Segitiga dobel asimptotik merupakan gabungan dari dua segitiga siku-siku asimptotik. Pada Gambar 37, apabila ditarik garis akan terlihat bahwa segitiga dobel asimptotik terdiri dari dua segitiga siku-siku single asimptotik. Pada Gambar 37 adalah sebuah segitiga dobel asimptotik (doubly asymptotic). Sebuah segitiga dobel memiliki sebuah sudut tak nol dan tidak mempunyai sisi berhingga. Nilai kritis suatu segitiga dobel asimptotik bergantung pada jarak ke. Dengan kata lain, segitiga dobel asimptotik merupakan aplikasi Teorema 3.6 mengenai nilai kritis (jarak dan sudut kesejajaran). A Gambar 37. Segitiga Asimptotik Dobel 61

25 Segitiga dobel asimptotik ditentukan oleh sudut tak nol, dengan kata lain kekongruenan segitiga dobel ditentukan oleh sudut positif. Hal tersebut dijelaskan pada sub-subbab kekongruenan segitiga dobel asimptotik. Menurut Teorema 3.14, jika dan garis-garis yang sejajar asimptotik, maka dan tidak memiliki garis tegaklurus persekutuan, sebagai gantinya dua garis yang sejajar asimptotik memiliki garis sejajar persekutuan (common parallel). Pada Gambar 37, garis sejajar persekutuan ditunjukkan dengan garis. c. Segitiga asimptotik trebel. Pada Gambar 38 berikut, segitiga merupakan segitiga asimptotik trebel. Segitiga asimptotik trebel memiliki tiga titik akhir yaitu,,dan dan tidak memiliki sisi berhingga. Segitiga asimptotik trebel terdiri atas dua segitiga asimptotik dobel siku-siku. Ω Ω Ω Gambar 38. Segitiga Asimptotik Trebel 2. Kekongruenan dan Kesebangunan pada Geometri Hiperbolik Pada Geometri Hiperbolik konstruksi segitiga-segitiga yang sebangun dan tidak kongruen sangat sulit untuk dibentuk. Postulat Wallis pada Geometri Netral mengatakan Jika maka ada sebuah titik adalah segitiga dan adalah sebuah ruas garis, dimana terdapat kesebangunan 62

26 Postulat Wallis setara dengan Postulat Kesejajaran Hiperbolik. Sehingga pada Geometri Hiperbolik tidak terdapat konstruksi kesebangunan namun tidak kongruen. Sebagai konsekuensi dari tidak berlakunya Postulat Wallis pada Geometri Hiperbolik, kesebangunan dalam Geometri Hiperbolik hanya berlaku pada segitiga-segitiga yang kongruen. Sebagai hasilnya, kondisi Sudut-Sudut- Sudut berlaku pada segitiga-segitiga yang saling kongruen. Teorema 3.15 berikut menjamin bahwa segitiga-segitiga yang sebangun dan tidak kongruen dalam Geometri Hiperbolik tidak berlaku. Teorema 3.15 Sudut-Sudut-Sudut (Venema, 2012: 136). Jika ABC sebangun dengan, maka kongruen dengan. Bukti: Misalkan dan adalah dua segitiga di mana. Akan ditunjukkan bahwa. Jika salah satu sisi kongruen dengan sisi bersesuaian, maka (Sd.S.Sd). Andaikan, dan. Karena ada tiga perbandingan dan masing-masing dapat dilakukan satu dari dua cara, setidaknya dua garis harus memiliki panjang sama. Dengan kata lain, baik ada dua sisi dari yang keduanya lebih lebih panjang dari sisi yang bersesuaian pada atau ada dua sisi dari yang keduanya lebih panjang dari sisi yang bersesuaian Dapat diasumsikan bahwa dan. Gambar 39 berikut merupakan alat bantu pembuktian sudut-sudut-sudut pada kekongruenan duabuah segitiga. 63

27 C C F D B B D E Gambar 39. Berlaku Sd-Sd-Sd hanya pada Kekongruenan Segitiga Ambil titik pada sedemikian hingga dan ambil sebuah titik pada sehingga. Segiempat adalah konveks. Segitiga (memenuhi S-Sd-S), jadi. Karena adalah suplemen dari dan adalah suplemen dari, hal itu berakibat BCC ' B' 360, sedangkan BCC ' B' <360. Jadi pengadaian ditolak dan diputuskan bahwa. a. Kekongruenan segitiga asimptotik single. Sebuah segitiga asimptotik single memiliki sebuah sisi berhingga dan sebuah titik ideal. Pada segitiga asimptotik single berlaku kongruensi dengan kondisi Sisi-Sudut (S-Sd) dan Sudut-Sudut-Sudut (Sd-Sd-Sd). Teorema 3.16 berikut adalah kongruensi dengan kondisi Sisi-Sudut (S-Sd). Teorema 3.16 Kekongruenan Sisi-Sudut (Venema, 2012:151). Misal dan adalah dua segitiga asimptotik. Jika dan, maka. 64

28 Bukti: Misalkan dan adalah dua segititga asimptotik sedemikian sehingga dan. Andaikan ( ) ( ). Maka ada sebuah sinar di antara dan sehingga. Karena, haruslah berpotongan dengan. Untuk mempermudah notasi asumsikan berada pada. Gambar 40. Kekongruenan Sisi-Sudut pada Segitiga dan Ada sebuah titik pada sedemikian hingga. Dengan Sd-S-Sd.. Karena itu dan bagian yang keunikannya dari Postulat Konstruksi Sudut berimplikasi bahwa. Hal ini berkontradiksi dengan fakta dan pembuktian selesai. Gambar 40 merupakan alat bantu pembuktian Teorema Sebuah pembuktian yang lain memperlihatkan bahwa ( ) ( ) sangatlah tak mungkin, jadi dapat diputuskan bahwa ( ) ( ) dan pembuktian selesai. Teorema 3.16 dapat diartikan sebagai dua buah segitiga singly yaitu dan kongruen apabila sudut dan sisi bersesuaian dan, maka. 65

29 Teorema selanjutnya memungkinkan bahwa kondisi kekongruenan Sd-Sd- Sd (sudut-sudut-sudut) pada segitiga asimptotik single. Pada sebuah segitiga asimptotik single hanya terdapat dua buah sudut tak nol, sehingga kekongruenan yang terjadi adalah Sudut-Sudut (Sd-Sd). Teorema 3.17 Sudut-Sudut (Venema, 2012:152). Misal dan adalah dua segitiga asimptotik. Jika dan, maka. Teorema 3.17 dapat diartikan sebagai Misalkan dua segitiga asimptotik memiliki dua pasang sudut (sudut tak nol) yang kongruen. Maka kedua sisi terbatasnya kongruen. b. Kekongruenan segitiga asimptotik dobel. Selanjutnya akan dibahas mengenai kekongruenan segitiga asimptotik dobel. Pada segitiga asimptotik dobel, hanya terdapat sebuah sudut tidak nol. Pada segitiga tersebut berlaku Teorema Teorema 3.18 (Coxeter,1969:294). Dua segitiga dobel asimptotik kongruen jika segitiga-segitiga itu mempunyai sudut sama. Teorema 3.6 tentang nilai kritis bergantung jarak, terdapat garis yang sejajar dengan kedua sinar asimptotik, sinar tersebut diberinama garis paralel persekutuan. Sebuah segitiga dobel asimptotik tersusun dari dua sinar asimptotik dan sebuah garis sejajar persekutuan (Gambar 29). Kekongruenan dua buah segitiga dobel asimptotik dapat dibuktikan dengan membuktikan kekongruenan dua pasang segitiga single asimptotik penyusunnya. 66

30 c. Kekongruenan segitiga asimptotik trebel. Selanjutnya akan dibahas mengenai segitiga asimptotik trebel. Segitiga asimptotik trebel memiliki tiga titik akhir yaitu,,dan (tidak memiliki sudut tidak nol). Pada segitiga asimptotik trebel berlaku Teorema Teorema 3.19 (Coxeter,1969:294). Sebarang dua segitiga asimptotik trebel merupakan segitiga yang kongruen. Bukti: Diketahui segitiga asimtotik trebel dan. Kedua segitiga trebel asimptotik dapat diamati pada Gambar 41. Bagi kedua segitiga menjadi dua segitiga dobel siku-siku dengan menarik suatu garis tinggi (dimana ia tegaklurus terhadap salah satu sisi dan sejajar dengan sisi lainya sebagaimana Teorema 3.7. Menurut Teorema 3.18 keempat segitiga dobel asimtotik itu kongruen. Jadi segitiga asimtotik trebel dan kongruen. Gambar 41. Dua Segitiga Trebel Asimptotik dan Kongruen Geometri Euclid telah berperan dalam geometri yang digunakan manusia selama kurang lebih 2000 tahun. Geometri Euclid didasarkan pada Postulat Kelima atau Postulat kesejajaran Euclid mengatakan bahwa Untuk setiap garis 67

31 dan titik P tidak pada garis, maka terdapat dengan tepat satu garis m yang melalui titik P yang sejajar dengan garis. Selama masa bertahannya Geometri Euclid itu banyak peneliti yang ragu akan kebenaran postulat tersebut. Munculnya geometri yang baru merupakan suatu terobosan yang sangat luar biasa dalam dunia ilmu pengetahuan terutama sains. Meski pada awalnya terasa berat karena harus berbeda. Farkas Bolyai ayah dari Janos Bolyai menyerah terhadap penelitiannya mengenai garis sejajar. Farkas mengirim surat terhadap putranya untuk menyudahi usaha pembuktian Postulat Kesejajaran Euclid. Pada akhirnya Janos menemukan Postulat Kesejajaran Euclid bukanlah sebuah kesalahan dan ia menemukan bahwa ingkaran dari Postulat Kesejajaran Euclid yang ia sebut sebagai dunia baru dalam surat balasan kepada Farkas (Greenberg, 1993: ). Carl Friedrich Gauss, Janos Bolyai, dan Nikolai Ivanovich Lobachevsky secara terpisah menemukan gagasan yang benar-benar baru dan berlawanan dengan Postulat Kesejajaran Euclid. Gagasan baru tersebut adalah dikenal dengan Postulat Kesejajaran Hiperbolik, Untuk setiap garis adan untuk setiap titik P yang tidak terletak pada, ada paling sedikit dua garis m dan n sehingga P terletak pada m dan n dan m dan n sejajar dengan. Munculnya Postulat Kesejajaran Hiperbolik adalah dunia baru yaitu sebuah sistem geometri yang dikenal dengan Geometri Hiperbolik. Geometri Hiperbolik memiliki kesamaan dan perbedaan dengan Geometri Euclid yang sebagian pada kajian teori dan pembahasan. Kedua geometri ini berdasarkan Geometri Netral atau Geometri Absolut dan postulat 68

32 kesejajaran yang mendasari masing-masing geometri. Sebagai gambaran akan Geometri Hiperbolik yang termasuk penemuan baru, akan disajikan Tabel 1 berikut yang berisikan perbandingan Geometri Euclid dan Geometri Hiperbolik. Tabel 1. Perbandingan Geometri Euclid dan Geometri Hiperboik No Pembeda Geometri Euclid Geometri Hiperbolik 1. Postulat Kesejajaran Berlaku Aksioma 2.5, untuk setiap garis dan titik P tidak pada garis, maka terdapat dengan tepat satu garis m yang melalui titik P yang Berlaku Aksioma 2.13, untuk setiap garis adan untuk setiap titik P yang tidak terletak pada, ada paling sedikit dua garis m dan n sehingga sejajar dengan garis. P terletak pada m dan n dan m dan n sejajar dengan. Berlaku Teorema 2.11, yang menyatakan bahwa Aksioma 2.13 merupakan ingkaran dari Aksioma Terdapat Persegi Ya Tidak, berlaku Teorema Pada Segiempat Saccheri S (Teorema 2.9) Ya Ya 1. Diagonal dan kongruen 4. Pada Segiempat Saccheri S (Teorema 2.9) 2. sudut puncak dan kongruen, 5. Pada Segiempat Saccheri S (Teorema 2.9) 3. ruas garis yang menghubungkan titik tengah dari dan tegaklurus terhadap Ya Ya Ya Ya, Garis tersebut adalah garis tegak lurus persekutuan. 69

33 keduanya, 6. Pada Segiempat Saccheri S (Teorema 2.9) 4. S adalah sebuah parallelogram, 7. Pada Segiempat Saccheri S (Teorema 2.9) 5. S dalah segiempat konveks, dan 8. Pada Segiempat Saccheri S (Teorema 2.9) 6. Sudut puncak dan keduanya siku-siku atau lancip. 9. Pada Segiempat Lambert L (Teorema 2.10) Ya Ya Sudut puncak segiempat Saccheri merupakan sudut siku-siku. Aksioma Clairaut menyatakan bahwa terdapat persegi dalam Geometri Euclid. Ya Ya. Ya. Sudut puncak segiempat Saccheri merupakan sudut lancip. Ya 1. L adalah sebuah jajaran genjang, 10. Pada Segiempat Lambert L (Teorema 2.10) Ya Ya 2. L dalah segiempat konveks, 11. Pada Segiempat Lambert L (Teorema 2.10) 3. adalah sudut siku-siku atau lancip, dan adalah sudut sikusiku adalah sudut lancip. Seandainya sikusiku, maka terdapat persegi panjang (rectangle). 12. Pada Segiempat Lambert L (Teorema 2.10) Teorema

34 13. Pada garis-garis yang sejajar ada lebih dari dua titik dalam sebuah garis memiliki jarak yang sama dengan kedua garis lainnya Ya Tidak, paling banyak dua. 14. Memiliki satu klasifikasi garis sejajar 15. Berlaku Teorema Sudut Dalam Berseberangan atau Teorema 2.8, Jika dan adalah dua garis yang dipotong oleh sebuah tranversal sedemikian hingga sepasang sudut dalam berseberanganya kongruen, maka sejajar dengan. 16. Ada banyak garis n sedemikian hingga dan Ya Tidak, Geometri Hiperbolik memiliki dua jenis garis sejajar. Garisgaris ultraparalel dan sejajar asimptotik. Ya Berlaku Teorema 3.4, Misalkan dan m adalah garis-garis paralel yang dipotong oleh garis trasversal t. Sudut dalam berseberangan yang dibentuk oleh dan m dengan tranversal t adalah kongruen jika dan hanya jika dan m memiliki sebuah garis tegaklurus persekutuan dan t memotong titik tengah ruas garis tegaklurus persekutuan. Ya Hanya satu, yaitu garis tegaklurus persekutuan (Teorema 3.2) 17. Sudut kesejajaran Siku-siku Lancip (Teorema 3.8) 18. Besar sudut kesejajaran ( ) 19. Segitiga Segitiga biasa atau segitiga dengan ketiga sisi merupakan sisi berhingga (finite) 20. Kesebangunan dua Ya segitiga namun tak kongruen Segitiga biasa dan asimptotik (single, dobel,trebel) Tidak. Kesebangunan segitiga berlaku pada segitiga yang saling kongruen. Teorema

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada Bab II ini akan diuraikan berbagai konsep dasar yang digunakan pada bagian pembahasan. Pada bab II ini akan dibahas pengenalan Geometri Non- Euclid, Geometri Insidensi, Geometri

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT KETEGAKLURUSAN, KESEJAJARAN, DAN SEGITIGA ASIMPTOTIK PADA GEOMETRI HIPERBOLIK

SIFAT-SIFAT KETEGAKLURUSAN, KESEJAJARAN, DAN SEGITIGA ASIMPTOTIK PADA GEOMETRI HIPERBOLIK 40 Jurnal Matematika Vol 6 No 1 Tahun 2017 SIFAT-SIFAT KETEGAKLURUSAN, KESEJAJARAN, DAN SEGITIGA ASIMPTOTIK PADA GEOMETRI HIPERBOLIK CARACTERISTICS OF PERPENDICULARITY, PARALLELISM, AND ASYMPTOTIC TRIANGLES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geometri berasal dari kata Latin Geometria. Kata geo memiliki arti

BAB I PENDAHULUAN. Geometri berasal dari kata Latin Geometria. Kata geo memiliki arti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geometri berasal dari kata Latin Geometria. Kata geo memiliki arti tanah dan metria memiliki arti pengukuran. Berdasarkan sejarah, Geometri tumbuh jauh sebelum

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT KETEGAKLURUSAN, KESEJAJARAN, DAN SEGITIGA ASIMPTOTIK PADA GEOMETRI HIPERBOLIK SKRIPSI

SIFAT-SIFAT KETEGAKLURUSAN, KESEJAJARAN, DAN SEGITIGA ASIMPTOTIK PADA GEOMETRI HIPERBOLIK SKRIPSI SIFAT-SIFAT KETEGAKLURUSAN, KESEJAJARAN, DAN SEGITIGA ASIMPTOTIK PADA GEOMETRI HIPERBOLIK SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah bidang geometri. Geometri berasal dari bahasa Yunani yaitu

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah bidang geometri. Geometri berasal dari bahasa Yunani yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu matematika terus berlangsung dari masa ke masa, salah satunya adalah bidang geometri. Geometri berasal dari bahasa Yunani yaitu "Geometrein", kata

Lebih terperinci

UKURAN RUAS-RUAS GARIS PADA SEGITIGA SKRIPSI

UKURAN RUAS-RUAS GARIS PADA SEGITIGA SKRIPSI UKURAN RUAS-RUAS GARIS PADA SEGITIGA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

D. GEOMETRI 2. URAIAN MATERI

D. GEOMETRI 2. URAIAN MATERI D. GEOMETRI 1. TUJUAN Setelah mempelajari modul ini diharapkan peserta diklat memahami dan dapat menjelaskan unsur-unsur geometri, hubungan titik, garis dan bidang; sudut; melukis bangun geometri; segibanyak;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini dipaparkan dasar-dasar yang digunakan pada bagian pembahasan. Tinjauan yang dilakukan dengan memaparkan definisi mengenai unsur-unsur kajian geometri, aksioma kekongruenan,

Lebih terperinci

IKIP BUDI UTOMO MALANG GEOMETRI HAND OUT 2

IKIP BUDI UTOMO MALANG GEOMETRI HAND OUT 2 IKIP BUDI UTOMO MALANG GEOMETRI HAND OUT 2 ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI, M.Pd 4/14/2012 KUMPULAN DEFINISI DAN AKSIOMA DALAM GEOMETRI Nama Definisi 2.1 Definisi 2.2 Definisi 2.3 Definisi 2.4 Definisi 2.5

Lebih terperinci

BAB II MATERI. sejajar dengan garis CD. B

BAB II MATERI. sejajar dengan garis CD. B BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penulisan makalah ini merupakan pemaparan mengenai definisi garis sejajar, jarak dan jumlah sudut. Dengan materi yang diambil dari sumber tertentu. Pembahasan ini terkhusus

Lebih terperinci

BAB 7 GEOMETRI NETRAL

BAB 7 GEOMETRI NETRAL BAB 7 GEOMETRI NETRAL Ilmuwan besar matematika ini lahir pada bulan April 1777, di Brunswick, Daerah duke Brunswick (sekarang Negara Jerman). Gauss tumbuh didalam keluarga yang agak sederhana, bukan kaya

Lebih terperinci

Geometri Bangun Datar. Suprih Widodo, S.Si., M.T.

Geometri Bangun Datar. Suprih Widodo, S.Si., M.T. Geometri Bangun Datar Suprih Widodo, S.Si., M.T. Geometri Adalah pengukuran tentang bumi Merupakan cabang matematika yang mempelajari hubungan dalam ruang Mesir kuno & Yunani Euclid Geometri Aksioma /postulat

Lebih terperinci

KONSISTENSI PADA GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI HIPERBOLIK

KONSISTENSI PADA GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI HIPERBOLIK KONSISTENSI PADA GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI HIPERBOLIK (Jurnal 9) Memen Permata Azmi Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia Setelah beberapa pertemuan mempelajari tentang

Lebih terperinci

Geometri Dimensi Dua

Geometri Dimensi Dua Geometri Dimensi Dua Materi Pelatihan Guru SMK Model Seni/Pariwisata/Bisnis Manajemen Yogyakarta, 28 November 23 Desember 2010 Oleh Dr. Ali Mahmudi JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

BAB 5 POSTULAT KESEJAJARAN EUCLIDES

BAB 5 POSTULAT KESEJAJARAN EUCLIDES BAB 5 POSTULAT KESEJAJARAN EUCLIDES Leonhard Euler dilahirkan di Basel (Switzerland), pada tanggal 15 April 1707 di St Petersburg (Rusia).Keluarga Leonhard Euler pindah ke Riehen, daerah yang tidak jauh

Lebih terperinci

MAKALAH. GEOMETRI BIDANG Oleh Asmadi STKIP Muhammadiyah Pagaralam

MAKALAH. GEOMETRI BIDANG Oleh Asmadi STKIP Muhammadiyah Pagaralam MAKALAH GEOMETRI BIDANG Oleh Asmadi STKIP Muhammadiyah Pagaralam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata geometri berasal dari bahasa Yunani yang berarti ukuran bumi. Maksudnya mencakup segala sesuatu

Lebih terperinci

A. Jumlah Sudut dalam Segitiga. Teorema 1 Jumlah dua sudut dalam segitiga kurang dari Bukti:

A. Jumlah Sudut dalam Segitiga. Teorema 1 Jumlah dua sudut dalam segitiga kurang dari Bukti: Geometri Netral? Geometri yang dilengkapi dengan sistem aksioma-aksioma insidensi, sistem aksioma-aksioma urutan, sistem aksioma kekongruenan (ruas garis, sudut, segitiga) dan sistem aksioma-aksioma archiemedes

Lebih terperinci

A. Titik, Garis, dan Bidang dalam Ruang. Definisi 1 (Space) Ruang (space) adalah himpunan semua titik.

A. Titik, Garis, dan Bidang dalam Ruang. Definisi 1 (Space) Ruang (space) adalah himpunan semua titik. Dalam geometri bidang atau geometri dimensi-2 perhatian kita pada dua dimensi, yaitu dimensi-1 dan dimensi-2. Ketika kita mempelajarinya, imajinasi kita pada selembar kertas tipis yang terhampar tak terbatas.

Lebih terperinci

Oleh : Sutopo, S.Pd., M.Pd. Prodi P Mat-Jurusan PMIPA FKIP UNS

Oleh : Sutopo, S.Pd., M.Pd. Prodi P Mat-Jurusan PMIPA FKIP UNS Oleh : Sutopo, S.Pd., M.Pd. Prodi P Mat-Jurusan PMIPA FKIP UNS Materi KKD I Konsep dasar geometri dan segitiga (termasuk teorema dan aksioma terkait) KKD II Poligon dan Lingkaran (sifat dan luas) KKD III

Lebih terperinci

BAB 3 PENGENALAN GEOMETRI TERURUT

BAB 3 PENGENALAN GEOMETRI TERURUT 3 PENGENLN GEOMETRI TERURUT Lobachevsky Lahir di Nizhny Novgorad, Rusia. orangtuanya bernama Ivan Maksimovich Lobachevsky dan Praskovia lexan drovina Lobachevsky. Pada tahun 1800 ayahnya meninggal dan

Lebih terperinci

SEGIEMPAT SACCHERI. (Jurnal 7) Memen Permata Azmi Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia. 4 2 l2

SEGIEMPAT SACCHERI. (Jurnal 7) Memen Permata Azmi Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia. 4 2 l2 SEGIEMPT SCCHERI (Jurnal 7) Memen Permata zmi Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia Segiempat saccheri merupakan materi perkuliahan geometri pada pertemuan ke-7. Perkuliah

Lebih terperinci

SKRIPSI PERBANDINGAN SEGIEMPAT SACCHERI PADA GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI NON EUCLID. Universitas Negeri Yogyakarta

SKRIPSI PERBANDINGAN SEGIEMPAT SACCHERI PADA GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI NON EUCLID. Universitas Negeri Yogyakarta SKRIPSI PERBANDINGAN SEGIEMPAT SACCHERI PADA GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI NON EUCLID Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

Fuat. Buku Ajar GMKM (Seri Kongruensi Segitiga)

Fuat. Buku Ajar GMKM (Seri Kongruensi Segitiga) Fuat Buku Ajar GMKM (Seri Kongruensi Segitiga) 2014 P R O G R A M S T U D I P E N D I D I K A N M A T E M A T I K A S T K I P P G R I P A S U R U A N Geometri dibangun menurut penalaran deduktif tersusun

Lebih terperinci

GEOMETRI EUCLID D I S U S U N OLEH :

GEOMETRI EUCLID D I S U S U N OLEH : GEOMETRI EUCLID D I S U S U N OLEH : SARI MEILANI (11321435) TITIS SETYO BAKTI (11321436) DEWI AYU FATMAWATI (11321439) INKA SEPIANA ROHMAH (11321460) KELAS II B MATEMATIKA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

Lebih terperinci

50 LAMPIRAN NILAI SISWA SOAL INSTRUMEN Nama : Kelas : No : BERILAH TANDA SILANG (X) PADA JAWABAN YANG DIANGGAP BENAR! 1. Persegi adalah.... a. Bangun segiempat yang mempunyai empat sisi dan panjang

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Oleh : Singgih Satriyo Wicaksono NIM : 111414064

Lebih terperinci

Bab II TINJAUAN PUSTAKA. Aksioma-aksioma yang membentuk geometri Affin disebut dengan aksioma playfair

Bab II TINJAUAN PUSTAKA. Aksioma-aksioma yang membentuk geometri Affin disebut dengan aksioma playfair Bab II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Geometri Affin ( Rawuh, 2009) Aksioma-aksioma yang membentuk geometri Affin disebut dengan aksioma playfair yaitu aksioma yang menyatakan bahwa melalui suatu titik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Titik, Garis, dan Bidang Pada geometri, tepatnya pada sistem aksioma, terdapat istilah tak terdefinisi. Istilah tak terdefinisi adalah istilah dasar yang digunakan dalam membangun

Lebih terperinci

JENIS-JENIS SEGITIGA YANG TERBENTUK AKIBAT TERBENTUKNYA SEBUAH SEGIEMPAT PADA SEBUAH BOLA

JENIS-JENIS SEGITIGA YANG TERBENTUK AKIBAT TERBENTUKNYA SEBUAH SEGIEMPAT PADA SEBUAH BOLA JENIS-JENIS SEGITIGA YANG TERBENTUK AKIBAT TERBENTUKNYA SEBUAH SEGIEMPAT PADA SEBUAH BOLA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

Inisiasi 2 Geometri dan Pengukuran

Inisiasi 2 Geometri dan Pengukuran Inisiasi 2 Geometri dan Pengukuran Apa kabar Saudara? Semoga Anda dalam keadaan sehat dan semangat selalu. Selamat berjumpa pada inisiasi kedua pada mata kuliah Pemecahan Masalah Matematika. Kali ini topik

Lebih terperinci

Geometri I. Garis m dikatakan sejajar dengan garis k, jika kedua garis terletak pada satu bidang datar dan kedua garis tidak berpotongan

Geometri I. Garis m dikatakan sejajar dengan garis k, jika kedua garis terletak pada satu bidang datar dan kedua garis tidak berpotongan Definisi 1.1 Garis m dikatakan memotong garis k, jika kedua garis terletak pada satu bidang datar dan bertemu satu bidang datar dan bertemu pada satu titik Definisi 1.2 Garis m dikatakan sejajar dengan

Lebih terperinci

BAB 3 PENALARAN DALAM GEOMETRI

BAB 3 PENALARAN DALAM GEOMETRI BAB 3 PENALARAN DALAM GEOMETRI A. Kompetensi dan Indikator A.1 Kompetensi Memahami penalaran dalam geometri A.2 Indikator 1. Menjelaskan penalaran induksi 2. Menjelaskan contoh sangkalan 3. Menjelaskan

Lebih terperinci

BAHAN BELAJAR: UNSUR DASAR PEMBANGUN GEOMETRI. Untung Trisna Suwaji. Agus Suharjana

BAHAN BELAJAR: UNSUR DASAR PEMBANGUN GEOMETRI. Untung Trisna Suwaji. Agus Suharjana BAHAN BELAJAR: UNSUR DASAR PEMBANGUN GEOMETRI Untung Trisna Suwaji Agus Suharjana KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN (PPPPTK) MATEMATIKA

Lebih terperinci

OLEH : PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU SEKOLAH TINNGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

OLEH : PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU SEKOLAH TINNGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN OLEH : 1. ASRIA HIRDA YANTI ( 4007014 ) 2. ANNIE RACHMAWATI ( 4006116 ) 3. RUPITA FITRIANI ( 4007036 ) 4. PERA HIJA TERISTIANA ( 4007001 ) 5. HARTATI SUSANTI ( 4007166 ) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat

BAB I PENDAHULUAN. Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat dan logos yang artinya ilmu merupakan cabang matematika yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

REFLEKSI DAN AKSIOMA CERMIN PADA BIDANG POINCARÉ

REFLEKSI DAN AKSIOMA CERMIN PADA BIDANG POINCARÉ REFLEKSI DAN AKSIOMA CERMIN PADA BIDANG POINCARÉ Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Oleh : Chintia Rudiyanto NIM :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah geometri selain aksioma diperlukan juga unsur-unsur tak terdefinisi. Untuk. 2. Himpunan titik-titik yang dinamakan garis.

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah geometri selain aksioma diperlukan juga unsur-unsur tak terdefinisi. Untuk. 2. Himpunan titik-titik yang dinamakan garis. 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geometri Insidensi Suatu geometri dibentuk berdasarkan aksioma yang berlaku dalam geometrigeometri tersebut. Geometri insidensi didasari oleh aksioma insidensi. Di dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. B. Tujuan. D. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. B. Tujuan. D. Rumusan Masalah I PENDHULUN. Latar elakang Geometri (daribahasayunani, geo = bumi, metria = pengukuran) secaraharfiah berarti pengukuran tentang bumi, adalahcabangdarimatematika yang mempelajari hubungan di dalamruang.

Lebih terperinci

SEGITIGA DAN SEGIEMPAT

SEGITIGA DAN SEGIEMPAT SEGITIGA DAN SEGIEMPAT A. Pengertian Segitiga Jika tiga buah titik A, B dan C yang tidak segaris saling di hubungkan,dimana titik A dihubungkan dengan B, titik B dihubungkan dengan titik C, dan titik C

Lebih terperinci

BAB 8 PENGANTAR GEOMETRI NON-EUCLIDES

BAB 8 PENGANTAR GEOMETRI NON-EUCLIDES BAB 8 PENGANTAR GEOMETRI NON-EUCLIDES Riemann dilahirkan pada tanggal 17 September 1826 di Breselenz, sebuah desa di dekat Dannenberg di kerajaan Han-nover Jerman. Ayahnya bernama Friedrich Bernard Riemann

Lebih terperinci

Konsep Dasar Geometri

Konsep Dasar Geometri Konsep Dasar Geometri. Segitiga 1. Definisi Segitiga Segitiga merupakan model bangun ruang datar yang dibatasi oleh tiga ruas garis. 2. Klasifikasi Segitiga a) Segitiga menurut panjang sisinya 1) Segitiga

Lebih terperinci

1. BARISAN ARITMATIKA

1. BARISAN ARITMATIKA MATEMATIKA DASAR ARITMATIKA BARISAN ARITMATIKA 1. BARISAN ARITMATIKA Sering disebut barisan hitung, adalah barisan bilangan yang setiap sukunya diperoleh dari suku sebelumnya dengan menambah atau mengurangi

Lebih terperinci

BAB III RUANG VEKTOR R 2 DAN R 3. Bab ini membahas pengertian dan operasi vektor-vektor. Selain

BAB III RUANG VEKTOR R 2 DAN R 3. Bab ini membahas pengertian dan operasi vektor-vektor. Selain BAB III RUANG VEKTOR R DAN R 3 Bab ini membahas pengertian dan operasi ektor-ektor. Selain operasi aljabar dibahas pula operasi hasil kali titik dan hasil kali silang dari ektor-ektor. Tujuan Instruksional

Lebih terperinci

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH BAB III KEKONVERGENAN LEMAH Bab ini membahas inti kajian tugas akhir. Di dalamnya akan dibahas mengenai kekonvergenan lemah beserta sifat-sifat yang terkait dengannya. Sifatsifat yang dikaji pada bab ini

Lebih terperinci

Modul 3 SIMETRI, PERSEGIPANJANG, PERSEGI, DAN KESEJAJARAN GARIS

Modul 3 SIMETRI, PERSEGIPANJANG, PERSEGI, DAN KESEJAJARAN GARIS Modul 3 SIMETRI, PERSEGIPANJANG, PERSEGI, DAN KESEJAJARAN GARIS A. Pengantar Materi yang akan di bahas pada kegiatan pembelajaran ini terdiri atas pengertian simetri lipat, simetri putar, setengah putaran,

Lebih terperinci

MODUL 2 GARIS LURUS. Mesin Antrian Bank

MODUL 2 GARIS LURUS. Mesin Antrian Bank 1 MODUL 2 GARIS LURUS Gambar 4. 4 Mesin Antrian Bank Persamaan garis lurus sangat berperan penting terhadap kemajuan teknologi sekarang ini. Bagi programmer handal, banyak aplikasi yang membutuhkan persamaan

Lebih terperinci

SOAL 1. Diketahui bangun persegi panjang berukuran 4 6 dengan beberapa ruas garis, seperti pada gambar.

SOAL 1. Diketahui bangun persegi panjang berukuran 4 6 dengan beberapa ruas garis, seperti pada gambar. SOAL 1. Diketahui bangun persegi panjang berukuran 4 dengan beberapa ruas garis, seperti pada gambar. Dengan menggunakan ruas garis yang sudah ada, tentukan banyak jajar genjang tanpa sudut siku-siku pada

Lebih terperinci

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351)

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351) II. SISTEM BILANGAN RIIL Handout Analisis Riil I (PAM 351) Sifat Aljabar (Aksioma Lapangan) dari Bilangan Riil Bagian ini akan membicarakan struktur aljabar bilangan riil dengan terlebih dahulu memberikan

Lebih terperinci

KONGRUENSI PADA SEGITIGA

KONGRUENSI PADA SEGITIGA KONGRUENSI PADA SEGITIGA (Jurnal 6) Memen Permata Azmi Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia Perkuliah geometri kembali pada materi dasar yang kita anggap remeh selama ini.

Lebih terperinci

A. Pengantar B. Tujuan Pembelajaran Umum C. Tujuan Pembelajaran Khusus

A. Pengantar B. Tujuan Pembelajaran Umum C. Tujuan Pembelajaran Khusus Modul 4 SEGIEMPAT A. Pengantar Materi yang akan di bahas pada kegiatan pembelajaran ini terdiri atas pengertian berbagai macam segiempat: jajargenjang, belah ketupat, layang-layang dan trapesium. Disamping

Lebih terperinci

MA2111 PENGANTAR MATEMATIKA Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA2111 PENGANTAR MATEMATIKA Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA2111 PENGANTAR MATEMATIKA Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 3 DEFINISI DAN PERISTILAHAN MATEMATIKA (c) Hendra Gunawan (2015) 2 Ingat PROPOSISI Ini? Proposisi. Jika segitiga siku-siku XYZ dengan

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK 5 GEOMETRI TALI BUSUR, GARIS SINGGUNG, DAN RUAS SECANT. Oleh: AL HUSAINI

TUGAS KELOMPOK 5 GEOMETRI TALI BUSUR, GARIS SINGGUNG, DAN RUAS SECANT. Oleh: AL HUSAINI TUGAS KELOMPOK 5 GEOMETRI TALI BUSUR, GARIS SINGGUNG, DAN RUAS SECANT Oleh: AL HUSAINI 17205004 HANIF JAFRI 17205014 RAMZIL HUDA ZARISTA 17205034 SARI RAHMA CHANDRA 17205038 Dosen Pembimbing: Dr.YERIZON,

Lebih terperinci

PERSAMAAN GARIS LURUS

PERSAMAAN GARIS LURUS 1 KEGIATAN BELAJAR 3 PERSAMAAN GARIS LURUS Setelah mempelajari kegiatan belajar 3 ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1. menentukan persamaan gradien garis lurus, 2. menentukan persamaan vektoris dan persamaan

Lebih terperinci

SD kelas 6 - MATEMATIKA BAB 11. BIDANG DATARLatihan Soal 11.1

SD kelas 6 - MATEMATIKA BAB 11. BIDANG DATARLatihan Soal 11.1 SD kelas 6 - MATEMATIKA BAB 11. BIDANG DATARLatihan Soal 11.1 1. Perhatikan gambar di bawah ini! http://primemobile.co.id/assets/uploads/materi/123/1701_5.png Dari bangun datar di atas, maka sifat bangun

Lebih terperinci

BAHAN BELAJAR: BANGUN DATAR. Untung Trisna Suwaji. Agus Suharjana

BAHAN BELAJAR: BANGUN DATAR. Untung Trisna Suwaji. Agus Suharjana BAHAN BELAJAR: BANGUN DATAR Untung Trisna Suwaji Agus Suharjana KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN (PPPPTK) MATEMATIKA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB 9 TEORI GEOMETRI NON-EUCLIDEAN RIEMANN

BAB 9 TEORI GEOMETRI NON-EUCLIDEAN RIEMANN BAB 9 TEORI GEOMETRI NON-EUCLIDEAN RIEMANN Georg Ferdinand Ludwig Philipp Cantor ( 3 Maret 1845 6 Januari 1918) adalah seorang matema tikawan Jerman. Dia pencetus teori himpunan terkemuka. Cantor mencetuskan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada BAB II DASAR TEORI Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada pembahasan BAB III, mulai dari definisi sampai sifat-sifat yang merupakan konsep dasar untuk mempelajari Fungsi

Lebih terperinci

Matematika Semester IV

Matematika Semester IV F U N G S I KOMPETENSI DASAR Mendeskripsikan perbedaan konsep relasi dan fungsi Menerapkan konsep fungsi linear Menggambar fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi trigonometri

Lebih terperinci

DASAR-DASAR GEOMETRI Suatu Pengantar Mempelajari Sistem-sistem Geometri

DASAR-DASAR GEOMETRI Suatu Pengantar Mempelajari Sistem-sistem Geometri DASAR-DASAR GEOMETRI Suatu Pengantar Mempelajari Sistem-sistem Geometri Budiyono Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo Abstrak Dengan memandang geometri sebagai sistem deduktif,

Lebih terperinci

Kajian Matematika SMP Palupi Sri Wijiyanti, M.Pd Semester/Kelas : 3A3 Tanggal Pengumpulan : 14 Desember 2015

Kajian Matematika SMP Palupi Sri Wijiyanti, M.Pd Semester/Kelas : 3A3 Tanggal Pengumpulan : 14 Desember 2015 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA TAHUN 2015 Mata Kuliah Dosen Pengampu : : Kajian Matematika SMP Palupi Sri Wijiyanti, M.Pd Semester/Kelas

Lebih terperinci

Bab 2. Teori Dasar. 2.1 Erlanger Program Kongruen

Bab 2. Teori Dasar. 2.1 Erlanger Program Kongruen Bab 2 Teori Dasar 2.1 Erlanger Program Erlanger program digunakan untuk menjelaskan geometri. Erlanger program memungkinkan pengembangan yang seragam dan perbandingan geometri yang berbeda. Membandingkan

Lebih terperinci

VEKTOR. Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3. Liduina Asih Primandari, S.Si., M.Si.

VEKTOR. Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3. Liduina Asih Primandari, S.Si., M.Si. VEKTOR 1 A. Definisi vektor Beberapa besaran Fisika dapat dinyatakan dengan sebuah bilangan dan sebuah satuan untuk menyatakan nilai besaran tersebut. Misal, massa, waktu, suhu, dan lain lain. Namun, ada

Lebih terperinci

RUAS GARIS BERARAH. Andaikan sekarang ada 2 ruas garis berarah AB dan CD. Dalam

RUAS GARIS BERARAH. Andaikan sekarang ada 2 ruas garis berarah AB dan CD. Dalam RUAS GARIS BERARAH 9.1 Definisi dan Sifat-sifat ang Sederhana Untuk melajutkan penelidikan tentang isometri diperlukan pengertian tentang ruas garis berarah sebagai berikut: Definisi: Suatu ruas garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Geometri adalah struktur matematika yang membicarakan unsur dan relasi yang ada antara unsur tersebut. Titik, garis, bidang, dan ruang merupakan benda abstrak yang menjadi

Lebih terperinci

GARIS DAN SUDUT. (Materi SMP Kelas VII Semester1)

GARIS DAN SUDUT. (Materi SMP Kelas VII Semester1) GARIS DAN SUDUT (Materi SMP Kelas VII Semester1) Garis dan Sudut Memahami Kedudukan Garis dan Sudut a. Menemukan konsep titik, garis, dan bidang Dalam ilmu Geometri, terdapat beberapa istilah atau sebutan

Lebih terperinci

DALIL PYTHAGORAS DAN PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI

DALIL PYTHAGORAS DAN PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI DALIL PYTHAGORAS DAN PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI Segitiga 1. Beberapa sifat yang berlaku pada segitiga adalah : Jumlah sudut-sudut sembarang segitiga adalah 180 0 Pada segitiga ABC berlaku AC = BC B = A

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BANGUN-BANGUN DATAR (1)

PEMBELAJARAN BANGUN-BANGUN DATAR (1) PEMBELAJARAN BANGUN-BANGUN DATAR (1) H. Sufyani Prabawanto, M. Ed. Bahan Belajar Mandiri 3 PEMBELAJARAN BANGUN-BANGUN DATAR (1) Pendahuluan Bahan belajar mandiri ini menyajikan pembelajaran bangun-bangun

Lebih terperinci

RINGKASAN MATERI MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS III SEMESTER 2 PEMBELAJARAN 1 PECAHAN SEDERHANA

RINGKASAN MATERI MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS III SEMESTER 2 PEMBELAJARAN 1 PECAHAN SEDERHANA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS III SEMESTER 2 PEMBELAJARAN PECAHAN SEDERHANA. Pecahan - Pecahan Daerah yang diarsir satu bagian dari lima bagian. Satu bagian dari lima bagian artinya satu dibagi lima

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN. 0212088701 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2015 1 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Riil. Pendahuluan

Sistem Bilangan Riil. Pendahuluan Sistem Bilangan Riil Pendahuluan Kalkulus didasarkan pada sistem bilangan riil dan sifat-sifatnya. Sistem bilangan riil adalah himpunan bilangan riil yang disertai operasi penjumlahan dan perkalian sehingga

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Real. Pendahuluan

Sistem Bilangan Real. Pendahuluan Sistem Bilangan Real Pendahuluan Kalkulus didasarkan pada sistem bilangan real dan sifat-sifatnya. Sistem bilangan real adalah himpunan bilangan real yang disertai operasi penjumlahan dan perkalian sehingga

Lebih terperinci

GEOMETRI AFFINE A. PENDAHULUAN

GEOMETRI AFFINE A. PENDAHULUAN 1 GEOMETRI FFINE. PENDHULUN Euclides telah mengumpulkan materinya dari beberapa sumber, maka tidak mengherankan bahwa geometri Euclides dapat diambil sarinya berupa dua geometri yang berlainan dalam dasar

Lebih terperinci

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh BAB III INTEGRAL LEBESGUE Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh fungsi-fungsi terukur dan memenuhi sifat yang berkaitan dengan integral Lebesgue. Kajian mengenai keterukuran suatu

Lebih terperinci

- Segitiga dengan dua sisinya sama panjang dan terbentuk dari dua segitiga siku-siku yang kongruen disebut segitiga samakaki

- Segitiga dengan dua sisinya sama panjang dan terbentuk dari dua segitiga siku-siku yang kongruen disebut segitiga samakaki SEGITIG DN SEGIEMPT. SEGITIG 1. Mengenal Segitiga Jika persegi panjang PQRS dipotong melalui diagonal PR, maka akan didapat dua bangun yang berbentuk segitiga yang sama dan sebangun atau kongruen. Semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui karya-karya Euclides 2. Memenuhi tugas terstruktur dalam mata kuliah sejarah matematika

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui karya-karya Euclides 2. Memenuhi tugas terstruktur dalam mata kuliah sejarah matematika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sangat sedikit yang diketahui tentang riwayat hidup Euclides. Hanya diperkirakan ia hidup antara tahun 350 BC dengan 200 BC. Setelah Alexander Besar meninggal ± 323

Lebih terperinci

Drs. Slamin, M.Comp.Sc., Ph.D. Program Studi Sistem Informasi Universitas Jember

Drs. Slamin, M.Comp.Sc., Ph.D. Program Studi Sistem Informasi Universitas Jember Penalaran Dalam Matematika Drs. Slamin, M.Comp.Sc., Ph.D Program Studi Sistem Informasi Universitas Jember Outline Berpikir Kritis 1 p 2 Penalaran Induktif 3 Bekerja dengan Pola Pola Bilangan Pola Geometri

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

Sistem Koordinat Kartesian Tegak Lurus dan Persamaan Garis Lurus

Sistem Koordinat Kartesian Tegak Lurus dan Persamaan Garis Lurus Modul 1 Sistem Koordinat Kartesian Tegak Lurus dan Persamaan Garis Lurus Drs. Sukirman, M.Pd. D alam Modul Pertama ini, kita akan membahas tentang Sistem Koordinat Kartesian Tegak Lurus dan Persamaan Garis

Lebih terperinci

Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya Desember 2016, Vol. 1, No.2. ISSN:

Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya Desember 2016, Vol. 1, No.2. ISSN: RUANG DASAR DAN MODEL ROYEKSI STEREOGRAFIK ADA GEOMETRI HIERBOLIK Fuad Arianto 1, Julan Hernadi 2 Universitas Muhammadiyah onorogo fuad8arianto@gmail.com Abstrak Geometri Non-Euclid adalah salah satu pengklasifikasian

Lebih terperinci

KAJIAN SEGIEMPAT TALI BUSUR DAN SEGIEMPAT GARIS SINGGUNG PADA SATU LINGKARAN

KAJIAN SEGIEMPAT TALI BUSUR DAN SEGIEMPAT GARIS SINGGUNG PADA SATU LINGKARAN 1 Kajian Segiempat Tali (Izza Nur Sabila) KAJIAN SEGIEMPAT TALI BUSUR DAN SEGIEMPAT GARIS SINGGUNG PADA SATU LINGKARAN STUDY OF INSCRIBED QUADRILATERAL AND CIRCUMSCRIBED QUADRILATERAL IN ONE CIRCLE Oleh:

Lebih terperinci

Definisi Jumlah Vektor Jumlah dua buah vektor u dan v diperoleh dari aturan jajaran genjang atau aturan segitiga;

Definisi Jumlah Vektor Jumlah dua buah vektor u dan v diperoleh dari aturan jajaran genjang atau aturan segitiga; BAB I VEKTOR A. DEFINISI VEKTOR 1). Pada mulanya vektor adalah objek telaah dalam ilmu fisika. Dalam ilmu fisika vektor didefinisikan sebagai sebuah besaran yang mempunyai besar dan arah seperti gaya,

Lebih terperinci

GEOMETRI EUCLID. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Geometri Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Dwi Juniati, M.Si.

GEOMETRI EUCLID. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Geometri Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Dwi Juniati, M.Si. GEOMETRI EUCLID Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Geometri Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Dwi Juniati, M.Si. UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS PASCA SARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

GLOSSARIUM. A Akar kuadrat

GLOSSARIUM. A Akar kuadrat A Akar kuadrat GLOSSARIUM Akar kuadrat adalah salah satu dari dua faktor yang sama dari suatu bilangan. Contoh: 9 = 3 karena 3 2 = 9 Anggota Himpunan Suatu objek dalam suatu himpunan B Belahketupat Bentuk

Lebih terperinci

. A.M. A. Titik, Garis, dan Bidang BANGUN GEOMETRI

. A.M. A. Titik, Garis, dan Bidang BANGUN GEOMETRI A. Titik, Garis, dan Bidang BANGUN GEOMETRI Suatu titik menyatakan letak atau posisi dari sesuatu yang tidak mempunyai ukuran, maka titik tidak mempunyai ukuran. Dikatakan bahwa titik berdimensi nol (tak

Lebih terperinci

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Himpunan dan Fungsi Dr Rizky Rosjanuardi P PENDAHULUAN ada modul ini dibahas konsep himpunan dan fungsi Pada Kegiatan Belajar 1 dibahas konsep-konsep dasar dan sifat dari himpunan, sedangkan pada

Lebih terperinci

OSK Matematika SMP (Olimpiade Sains Kabupaten Matematika SMP)

OSK Matematika SMP (Olimpiade Sains Kabupaten Matematika SMP) Pembahasan Soal OSK SMP 2017 OLIMPIADE SAINS KABUPATEN SMP 2017 OSK Matematika SMP (Olimpiade Sains Kabupaten Matematika SMP) Disusun oleh: Pak Anang Halaman 2 dari 20 PEMBAHASAN SOAL OLIMPIADE SAINS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB V GEOMETRI DAN TRANSFORMASI

BAB V GEOMETRI DAN TRANSFORMASI BAB V GEOMETRI DAN TRANSFORMASI Pernahkah anda mengamati proses pekerjaan pembangunan sebuah rumah? Semua tahap pekerjaan tersebut, mulai dari perancangan hingga finishing, tidak terlepas dari penerapan

Lebih terperinci

GEOMETRI Geometri Dasar Oleh: WIDOWATI Jurusan Matematika FMIPA UNDIP

GEOMETRI Geometri Dasar Oleh: WIDOWATI Jurusan Matematika FMIPA UNDIP GEOMETRI Geometri Dasar Oleh: WIDOWATI Jurusan Matematika FMIPA UNDIP 1 Geometri dasar Himpunan berbentuk beserta sistem aksioma yang melibatkan 5 aksioma disebut Struktur Geometri Euclid, dengan unsurunsur

Lebih terperinci

KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL ( KKM ) MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS VII ( 1 ) SEMESTER I

KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL ( KKM ) MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS VII ( 1 ) SEMESTER I KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL ( KKM ) MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS VII ( 1 ) SEMESTER I 16 KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL ( KKM ) MATA PELAJARAN: MATEMATIKA Sekolah : SMP/MTs... Kelas : VII Semester : I

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Riil

Sistem Bilangan Riil Sistem Bilangan Riil Pendahuluan Kalkulus didasarkan pada sistem bilangan riil dan sifat-sifatnya. Sistem bilangan riil adalah himpunan bilangan riil yang disertai operasi penjumlahan dan perkalian sehingga

Lebih terperinci

Sifat-Sifat Bangun Datar

Sifat-Sifat Bangun Datar Sifat-Sifat Bangun Datar Bangun datar merupakan sebuah bangun berupa bidang datar yang dibatasi oleh beberapa ruas garis. Jumlah dan model ruas garis yang membatasi bangun tersebut menentukan nama dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep, Konsepsi dan Prakonsepsi Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek, misalnya benda-benda atau kejadian-kejadian yang mewakili kesamaan ciri khas

Lebih terperinci

GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI HIPERBOLIK

GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI HIPERBOLIK GEOMETRI EUCLID DAN GEOMETRI HIPERBOLIK (Jurnal 3) Memen Permata Azmi Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia Kuliah geometri pada rabu pagi tanggal 25 september 2013 disampaikan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan didiskusikan unsur tak terdefinisi, aksioma-aksioma, istilahistilah,

II. LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan didiskusikan unsur tak terdefinisi, aksioma-aksioma, istilahistilah, 3 II. LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan didiskusikan unsur tak terdefinisi, aksioma-aksioma, istilahistilah, definisi-definisi dan teorema-teorema yang berhubungan dengan penelitian ini. 2.1 Geometri Insidensi

Lebih terperinci

Outline Vektor dan Garis Koordinat Norma Vektor Hasil Kali Titik dan Proyeksi Hasil Kali Silang. Geometri Vektor. Kusbudiono. Jurusan Matematika

Outline Vektor dan Garis Koordinat Norma Vektor Hasil Kali Titik dan Proyeksi Hasil Kali Silang. Geometri Vektor. Kusbudiono. Jurusan Matematika Jurusan Matematika 1 Nopember 2011 1 Vektor dan Garis 2 Koordinat 3 Norma Vektor 4 Hasil Kali Titik dan Proyeksi 5 Hasil Kali Silang Definisi Vektor Definisi Jika AB dan CD ruas garis berarah, keduanya

Lebih terperinci

PROGRAM PEMBELAJARAN KELAS VII SEMESTER I. Mata Pelajaran : Matematika

PROGRAM PEMBELAJARAN KELAS VII SEMESTER I. Mata Pelajaran : Matematika PROGRAM PEMBELAJARAN KELAS VII SEMESTER I Mata Pelajaran : Matematika 191 PROGRAM SEMESTER TAHUN PELAJARAN 20 / 20 Nama Sekolah : Kelas/ Semester : VII/1 Mata Pelajaran : Matematika Aspek : BILANGAN Standar

Lebih terperinci

A. Menemukan Dalil Pythagoras

A. Menemukan Dalil Pythagoras A. Menemukan Dalil Pythagoras 1. Menemukan Dalil Pythagoras. Pada setiap segitiga siku-siku, luas daerah persegi pada sisi miring (hipotenusa) sama dengan jumlah luas daerah persegi pada sisi-sisi siku-sikunya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian teori 1. Konsep Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Wayan Memes (2000), mendefinisikan

Lebih terperinci

Geometri di Bidang Euclid

Geometri di Bidang Euclid Modul 1 Geometri di Bidang Euclid Dr. Wono Setya Budhi G PENDAHULUAN eometri merupakan ilmu pengetahuan yang sudah lama, mulai dari ribuan tahun yang lalu. Berpikir secara geometris dari satu bentuk ke

Lebih terperinci

Hubungan Kekongruenan Dalam Geometri Terhingga

Hubungan Kekongruenan Dalam Geometri Terhingga Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Hubungan Kekongruenan Dalam Geometri Terhingga Lina Ardila Sari, Suharsono, Muslim Ansori Jurusan Matematika FMIPA Universitas Lampung Alamat Email :

Lebih terperinci