TINJAUAN PUSTAKA. satu dengan yanng lainnya yang tidak dapat dipisahkan. Hutan banyak mengubah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. satu dengan yanng lainnya yang tidak dapat dipisahkan. Hutan banyak mengubah"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan dan Manfaatnya Hutan menurut Undang-Undang 41 tahun 1999 tentang kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dan persekutuan alam dan lingkungannya satu dengan yanng lainnya yang tidak dapat dipisahkan. Hutan banyak mengubah keseimbangan panas pada permukaan tanah khususnya selama periode radiasi positif bersih dan dapat mengurangi fluktuasi suhu tanah. Sehingga dapat mempengaruhi kualitas air baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemungutan kayu dan degradasi lahan merupakan gangguan ekosistem dengan dampak-dampak yang secara potensial drastis terhadap kualitas produksi air, erosi dan percepatan sedimentasi. Gangguan terhadap ekosistem ini dapat mempengaruhi debit air pada sungai (Richard, 1990). Hutan dengan penyebaran yang luas dengan struktur dan komposisi yang beragam diharapkan mampu menyediakan manfaat lingkungan yang besar bagi kehidupan manusia antara lain jasa peredaman terhadap banjir, erosi dan sementasi serta pengendalian daur air. Semua peran vegetasi tersebut bersifat dinamik yang akan berubah dari musim ke musim maupun dari tahun ke tahun. Dalam keadaaan hutan yang tetap mantap, perubahan peran hutan mungkin hanya nampak secara musiman sesuai dengan pola sebaran hujannya. Peran hutan terhadap pengendalian daur air dimulai dari peran tajuk menyimpan air sebagai intersepsi sampai pengendalian aliran. Kebanyakan persoalan distribusi sumber daya air selalu berhubungan dengan dimensi ruang dan waktu. Akhir-akhir ini sering dihadapkan

2 pada suatu keadaan berlebihan air pada musin penghujan dan kekurangan air di musim kemarau (Suryatmojo, 2004) Tinjauan nilai ekonomi manfaat kawasan lindung mensyaratkan bahwa pengelolaan kawasan lindung harus berorientasi ekonomi wilayah yang menjadi bawahannya (daerah aliran sungai dan ekosistem wilayah) agar bisa melihat besarnya nilai dan peran manfaat kawasan lindung sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil, khususnya dalam pemanfaatan kawasan lindung, mengarah kepada efisiensi. Kegagalan pengelolaan dan kebijakan, mengakibatkan hutan lindung yang tersisa di seluruh Indonesia hanya sekitar 15% saja, dan rusaknya hutan lindung akan berkonsekuensi sosial, ekonomi dan ekologi. Hubungan saling ketergantungan manusia dan hutan dalam suatu sistem interaksi kehidupan telah berlangsung lama. Masyarakat di dalam dan sekitar hutan banyak menggantungkan hidupnya pada keberadaan hutan dan memiliki hubungan yang erat dengan hutan (Yudilasdiantoro, 2009). Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan atau kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Oleh karena itu, pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pembangunan wilayah yang menempatkan DAS sebagai unit pengelolaan. Pada dasarnya pengelolaan DAS merupakan upaya manusia untuk mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam

3 dengan manusia dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan (Departemen Kehutanan, 2000). Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu ekosistem dimana terjadi interaksi antara organisme dari lingkungan biofisik dan kimia secara intensif serta terjadi pertukaran material dan energi. Dalam ekosistem DAS dapat dilihat bahwa hujan sebagai input, DAS sebagai pemroses, dan air sebagai output. Hujan sebagai input dalam ekosistem DAS bisa dianggap sebagai faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia. DAS sebagai faktor proses merupakan unsur yang bisa diubah atau diperlakukan untuk bisa memanfaatkan sumber daya yang ada di dalamnya dan untuk bisa menekan kerusakan yang terjadi. Karena DAS secara alamiah juga merupakan satuan hidrologis, maka dampak pengelolaan yang dilakukan di dalam DAS akan terindikasikan dari keluarannya yang berupa tata air (Priyono dan Cahyono, 2003). Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan perkataan lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus

4 perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi (Efendi, 2007). Sumber Daya Air Sumber daya air merupakan karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa. Air merupakan benda yang sangat vital dan mudah dibutuhkan bagi kehidupan dan penghidupan umat manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan sepanjang masa. Oleh karena itu sumber daya air dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal ini sesuai dan diamanatkan dalam pasal 33 ayat 3 UUD Ketersediaan air dipermukaan bumi sangatlah berlimpah. Sekitar dua pertiga dari permuaan bumi tertupi oleh air. Secara selintas tidak ada masalah dengan air bila ditinjau dari keberadaan dipermukaan bumi maupun fungsinya sebagai faktor utama kehidupan. Namun bila dicermati akan nampak bahwa jumlah air yang dapat dimanfaatkan oleh manusia sangat terbatas dibandingkan jumlah air yang ada (Rohmat, 2001). Air merupakan bagian penting dari sumber daya alam yang mempunyai karakteristik unik dibandingkan sumber daya lainnya. Air bersifat sumber daya yang dapat diperbaharui dan dinamis. Artinya sumber daya air yang berupa hujan akan selalu datang sesuai dengan waktu atau musimnya sepanjang tahun. Air secara alami mengalir dari hulu ke hilir, dari daerah yang tinggi ke daerah yang lebih rendah. Air mengalir di atas permukaan tanah namun air juga mengalir di dalam tanah. Di daerah tangkapan atau imbuhan (recharge area) air tanah, air dari permukaan tanah meresap ke dalam tanah mengisi akuifer baik akuifer bebas maupun akuifer tertekan. Di daerah pelepasan atau luahan air tanah keluar dari berbagai cara, misalnya terjadi

5 mata air, air dalam sumur dangkal maupun air dalam sumur bor atau aliran menjadi aliran dasar (Kodoatie dan Sjarief, 2010). Air yang disalurkan di daerah tangkapan yang berhutan utuh pada umumnya adalah sesuai untuk penggunaan yang menguntungkan, namun aktivitas-aktivitas manusia dalam ekosistem hutan dapat berpengaruh besar terhadap kualitas produksi air. Adanya penutupan hutan diasoasikan dengan berkurangnya produksi air tahunan, ini ditunjukkan secara berulang-ulang dengan membandingkan debit-debit daerah tangkapan yang berhutan dan yang tidak berhutan yang berdekatan dengan memperhatikan pengaruh-pengaruh penggundulan hutan reboisasi dan penghijauan. Penutupan hutan juga dimodifikasikan resim-resim aliran sungai tahunan, pola musiman dibandingkan dengan kawasan-kawasan yang dihutankan, ditebang sebagian dan digundulkan tergantung tipe hutan dan iklim. Dalam kondisi lantai hutan terganggu atau ketika hutan dialihgunakan menjadi lahan pertanian, sebagian besar air hujan yang datang akan meninggalkan areal tangkapan dengan cepat selama dan setelah kejadian hujan. Air yang tertinggal untuk menggantikan air di lapisan tanah yang lebih dalam hanya sedikit. Dengan demikian, sedikit pula air yang tertinggal untuk mempertahankan kelangsungan aliran sungai selama musim kemarau (Richard, 1990). Kebutuhan Pemakaian Air Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam produksi pangan. Jika air tidak tersedia maka produksi pangan akan terhenti. Ini berarti bahwa sumberdaya air menjadi faktor kunci untuk keberlanjutan pertanian khususnya pertanian beririgasi. Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) secara

6 sederhana diartikan disini sebagai upaya memelihara, memperpanjang, meningkatkan dan meneruskan kemampuan produktif dari sumberdaya pertanian untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan. Guna mewujudkan pertanian berkelanjutan, sumberdaya pertanian seperti air dan tanah yang tersedia perlu dimanfaatkan secara berdaya guna dan berhasil guna. Kebutuhan akan sumberdaya air dan tanah cenderung meningkat akibat pertambahan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup, sehingga kompetisi dalam pemanfaatannya juga semakin tajam baik antara sektor pertanian dengan sektor bukan pertanian maupun antar pengguna dalam sektor pertanian itu sendiri (Sutawan, 2001). Pemakaian air secara garis besar dapat diklasifikasikan kedalam empat golongan berdasarkan tujuan penggunaanya, yaitu air untuk keperluan irigasi, air untuk keperluan pembangkit energi, air untuk keperluan industri dan air untuk keperluan umum. Kebutuhan air bagi sektor pertanian, sumber pangan manusia sangat luar biasa besarnya. Air dalam kehidupan tanaman berfungsi sebagai penjamin kelangsungan proses fisiologis dan biologi pertumbuhannya. Air untuk keperluan pertanian (irigasi) pada umumnya bersumber dari sungai, danau, waduk dan air tanah. Air sungai mempunyai sifat-sifat umum sebagai berikut: 1. Debitnya cukup besar dibandingkan dari sumber-sumber alami air lainnya namun besar debitnya itu sendiri tidak konstan melainkan tergantung musim dan lokasinya. 2. Kualitas dan suhunya pada umumnya baik, karena banyak mengandung lumpur dan larutan zat-zat tertentu yang sangat berguna bagi lahan disamping itu suhu airnya hampir sama dengan suhu udara atmosfir.

7 3. Pengambilan airnya relatif mudah, tergantung pada topografi daerah sumber pertanian yang dialiri (Dumairy, 1992). Permasalahan Sumber Daya Air Hutan yang merupakan faktor yang utama dalam menjaga kualitas dan ketersediaan air sehingga ada tuntutan dan keinginan agar hutan sebagai daerah tangkapan utama dan berfungsi sebagai pengatur tata air perlu dikelola dengan baik. Sebagai pengguna air baik pemerintah, swasta maupun masyarakat mempunyai tanggung jawab dalam melakukan kewajibannya untuk menjaga kelestarian hutan berupa kontribusinya sebagai kompensasi agar kebutuhan akan sumber air dapat terpenuhi (Sylviani, 2009). Hutan selalu dikaitkan dengan fungsi positif terhadap tata air dalam ekosistem. Fungsi hutan dalam ekosistem DAS perlu dipandang dari tiga aspek berbeda, yaitu pohon, tanah dan lansekap (landscape). Vegetasi hutan berfungsi mengintersepsi air hujan, namun laju transpirasi yang tinggi mengakibatkan penggunaan air yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis vegetasi non-irigasi lainnya. Tanah hutan memiliki lapisan seresah yang tebal, kandungan bahan organik tanah, dan jumlah makroporositas yang cukup tinggi sehingga laju infiltrasi air lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pertanian (Farida dan Noordwijk, 2004). Sungai merupakan satu kesatuan antara wadah air dan air yang mengalir karena itu merupakan persekutuan yang mendasar yang tidak terpisahkan. Dengan sendirinya pengelolaan lingkungan sungai merupakan bagian dari pengelolaan sumber daya perairan, namun asa tersebut sering diabaikan baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan sehingga orientasi kolektif terhadap pelestarian aspek

8 lingkungan sungai sering amat rendah. Pemanfaatan lahan di sempadan sungai untuk keperluan permukiman, pertanian dan usaha lain yang mengganggu kelancaran pengaliran air merupakan contoh khas dari pengabaian aspek lingkungan sosial sungai. Dengan demikian praktik-praktik membuang sampah ke perairan terbuka merupakan kelemahan dalam pengelolaan sumber daya air (Sunaryo dkk, 2004). Terjadinya krisis air dapat dipicu oleh sikap dan perilaku masyarakat yang cenderung boros dalam memanfaatkan air karena air sebagai milik umum (common property) dianggap tidak terbatas adanya dan karenanya dapat diperoleh secara cumacuma atau gratis. Padahal air sebagai sumberdaya alam, adalah terbatas jumlahnya karena memiliki siklus tata air yang relatif tetap. Ketersediaan air tidak merata penyebarannya dan tidak pernah bertambah (Sutawan, 2001). Beberapa hal yang berpengaruh terhadap kelangkaan air adalah pertambahan jumlah penduduk, perluasan lahan pertanian, industrialisasi, perluasan hunian, serta berbagai perubahan demografis lainnya. Meningkatnya kebutuhan air bersih dan berkurangnya kuantitas air bersih yang dapat dimanfaatkan akan menyebabkan tekanan terhadap sumber-sumber air dan pada akhirnya akan menjadi penyebab kelangkaan air. Ketika air makin langka maka persaingan untuk memiliki, menguasai, memanfaatkan, dan mengelola air juga akan meningkat. Hal semacam ini seringkali memicu konflik dan menjadi perhatian di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Tekanan-tekanan seperti itulah yang pada akhirnya akan dirasakan di daerah aliran sungai sebagai penyedia air dan berbagai jasa lingkungan maupun daerah tangkapan air (Chandler dan Suyanto, 2003).

9 Dalam tiga dasawarsa terakhir alih guna lahan hutan menjadi perkebunan dan lahan pertanian lainnya, merupakan kegiatan yang disoroti karena pengaruhnya terhadap fungsi hidrologi daerah aliran sungai di daerah hulu. Hutan umumnya dikaitkan dengan fungsi positif tata air dalam suatu ekosistem aliran air dan semua alih guna lahan dianggap akan berdampak negatif terhadap kuantitas dan kualitas air bagi masyarakat di daerah hilir. Akhir-akhir ini telah dikembangkan sekumpulan kriteria fungsi daerah aliran sungai yang difokuskan pada dampak alih guna lahan terhadap fungsi daerah aliran pada kondisi lokal spesifik (iklim dan kondisi alamnya) (Farida dan Noordwijk, 2004). Valuasi Ekonomi Air Sumber daya alam dipandang sebagai barang atau jasa yang mempunyai fungsi pemenuhan kepuasan akan hasrat untuk mengkonsumsi dan suatu sumber daya baru benar-benar mempunyai nilai atau harga jika sumber daya tersebut terbatas (terjadi kelangkaan), dimana untuk mendapatkannya diperlukan suatu pengorbanan berupa membayar sejumlah uang. Dengan demikan harga adalah suatu indikator yang merefleksikan fungsi nilai kepuasan dalam mengkonsumsi sumber daya. Dari keadaan ini melahirkan sumber daya ekonomi sebagai hasil mekanisme pasar sehingga dapat dikategorikan sebagai sumber daya marketable. Sedangkan sumber daya yang non marketable dan non use tidak dinilai berdasarkan fungsi pemenuhan kepuasan konsumsi tetapi lebih sebagai fungsi dalam sistem alam yang saling terkait satu sama lain, dimana fungsinya secara keseluruhan adalah mendukung dan memelihara kehidupan (Ichwandi, 1996).

10 Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna sesuatu objek atau sumber daya hutan bagi individu tertentu, tempat dan waktu tertentu pula. Persepsi panca indra untuk proses pemikiran. Oleh karena itu nilai sumber daya hutan yang dinyatakan oleh suatu masyarakat di tempat tertentu akan beragam tergantung kepada persepsi setiap anggota masyarakat tersebut, dengan demikian nilai antar masyarakat akan berbeda (Bahruni, 1999). James, R.F dalam Bahruni (1999) membuat klasifikasi nilai manfaat yang membagi habis seluruh macam manfaat nilai (nilai total manfaat) yang menurut interpretasi didasarkan atas sumber atau proses manfaat tersebut diperoleh yaitu: 1. Nilai guna (uses value) yaitu seluruh nilai manfaat yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya hutan seperti kayu bulat untuk keperluan industri pengolahan kayu, kayu bakar, produksi tanaman pangan seperti perladangan, produksi air, untuk berbagai keperluan. 2. Nilai fungsi (functions value) yaitu seluruh nilai manfaat yang diperoleh dari fungsi ekologis sumber daya hutan seperti pengendalian banjir pencengahan intrusi air laut, habitat satwa. 3. Nilai atribut (attributes value) yaitu seluruh nilai yang diperoleh bukan dari penggunaan materi (hasil produksi barang dan jasa) tetapi aspek kebutuhan psikologis manusia yaitu menyangkut budaya masyarakat. Untuk dapat mengetahui berapa besar nilai manfaat hutan dalam mengatur tata air sehingga masyarakat dapat memanfaatkan air dari sumber-sumber air tersebut, perlu dilakukan penilaian ekonomi atas manfaat hidrologis hutan tersebut. Penilaian ekonomi atas manfaat hidrologis yang dihasilkan hutan lindung ini khususnya untuk

11 memberi gambaran secara kuantitatif manfaat hidrologis hutan sebagai pengatur tata air untuk berbagai pemanfaatan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman banyak pihak tentang besarnya nilai manfaat hutan khususnya dalam mengatur ketersediaan dan kualitas air (Nurfatriani dan Handoyo, 2007). Pendekatan fungsi produksi (dosis respon), dengan fokus pada hubungan biofisik antara fungsi hutan dan kegiatan pasar. Metode penilaian ini sering disebut dengan teknik perubahan dalam produksi, metode input-output atau pendekatan fungsi produksi. Metode ini menekankan pada hubungan antara kehidupan manusia atau lebih sempitnya lagi pada pertambahan output dari barang dan jasa yang memiliki pasar dan perubahan dari sumber daya alam baik kualitas maupun kuantitas. Menurut Alam dkk (2009) menyatakan bahwa pendekatan fungsi produksi dapat digunakan untuk mengestimasi nilai guna tidak langsung dari fungsi ekologis hutan, melalui kontribusi nilai guna tersebut terhadap kegiatan pasar. Terdapat dua tahapan prosedur dalam metode ini, yaitu pertama menentukan pengaruh secara fisik dari perubahan lingkungan pada kegiatan ekonomi. Kedua menilai hasil perubahan lingkungan tersebut terhadap produksi dan konsumsi, biasanya menggunakan harga pasar. Pendekatan fungsi produksi relatif sederhana pada kondisi single use system, yaitu pada kondisi dimana hanya terdapat satu fungsi ekologis dari nilai hutan.

12 Kondisi Umum Sub DAS Sitobu DAS Asahan Barumun Letak astronomis Daerah aliran sungai (DAS) Asahan Barumun terletak di Sumatera Utara, DAS ini mencakup Danau Toba sebagai hulunya dan sungai Asahan sebagai sungai utamanya. Secara astronomis DAS ini berada pada 2 o LU - 3 o 3 00 LU dan 98 o BT - 99 o BT. Kawasan ini mempunyai luas area sebesar 3741 Km 2, dengan panjang sungai utamanya adalah 147 Km dan daerah hulunya Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba seluas lebih kurang Ha, yang terdiri dari Ha keliling luar danau, Ha daratan Pulau Samosir atau di tengah danau dan Ha berupa perairan Danau Toba (luas permukaannya). Menurut wilayah administrasi pemerintahan Ekosistem Kawasan Danau Toba meliputi tujuh Kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo dan Kabupaten Dairi (BAPEDA, 2005). Gambar 1. Peta Daerah Aliran Sungai Toba Asahan Skala 1:

13 Topografi Permukaan Danau Toba terletak pada ketinggian 903 meter dpl, sedangkan DTA Danau Toba ini berada pada ketinggian sampai dengan meter dpl. Kondisi topografi pada EKDT ini didominasi oleh perbukitan dan pegunungan, dengan kelerengan lapangan dari datar (kemiringan lahan 0 8 %), landai (kemiringan lahan 8 15 %), agak curam (kemiringan lahan %), curam (kemiringan lahan %), sangat curam sampai dengan terjal (kemiringan lahan > 45%). Daerah yang datar meliputi lebih kurang 27,2 % dari total DTA, daerah yang landai 30,6 %, daerah yang agak curam 24,0 %, daerah curam 16,5 % dan daerah yang sangat curam sampai terjal lebih kurang 1,7 % dari total daerah tangkapan air (DTA) (Depertemen Pekerjaan Umum, 2006). Jenis batuan dan tanah Formasi batuan yang membentuk kawasan Danau Toba didominasi oleh Volkanik Kuarter dan selanjutnya dalam jumlah yang lebih terbatas dijumpai pula batuan sedimen tersier dan batuan metamorfosis dengan umur yang lebih tua, seperti serpih, batu sabak, batu gamping dan sebagainya. Sedangkan struktur geologi pada EKDT ini secara umum dibagi atas dua kelompok yaitu kelompok struktur geologi Pulau Samosir dan kelompok struktur geologi Danau Toba (BAPEDA, 2005). Berdasarkan pada klasifikasi tanah maka DTA Danau Toba di bagian timur merupakan jenis tanah kompleks litosol dan regosol yang sangat peka terhadap erosi, bagian tenggara jenis podsolik coklat (peka erosi) dan jenis tanah kompleks pegunungan. Di bagian barat DTA ini jenis tanah podsolik coklat (peka erosi),

14 sedangkan di Pulau Samosir jenis tanahnya sebagain besar merupakan jenis tanah Brown Forest (agak peka erosi). Tabel 1. Jenis Tanah dan Kepekaan Lahan Terhadap Erosi No. Jenis tanah % terhadap luas DTA Variasi bentuk lahan kepekaan Kepekaan terhadap erosi 1 Litosol 36.4 Daerah curam Sangat p eka 2 Podsolik coklat kelabu, Podsol, 13,8 Datar dan berombak Pek - sangat peka Tanah diatomea 3 Litosol/podsolik/regosol 3,5 Daerah curam Peka - sangat Peka 4 Podsolik coklat, Regosol 18,7 Bergelombang, curam Peka sangat Peka 5 Alluvial regosol, Organosol 3.2 Datar Tidak peka 6 Podsilik coklat kekuningan 2.7 Datar dan bergelombang Peka 7 Podsolik coklat kelabu, Podsolik coklat 21.6 Datar dan bergelombang Sumber: Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT) Wilayah I, Peka Iklim Menurut klasifikasi iklim Oldeman maka kawasan ini termasuk ke dalam tipe iklim B1, C1, C2, D2, dan E2. Dengan demikian bulan basah (curah hujan 200 mm/bulan) berturut-turut pada kawasan ini bervariasi antara kurang dari 3 bulan sampai dengan 7 9 bulan, sedangkan bulan kering (curah hujan 100 mm/bulan) berturut-turut antara 2 3 bulan. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Scmidt dan Ferguson maka kawasan ini termasuk ke dalam tipe iklim A, B dan C. Dari tujuh stasiun penakar hujan yang terdapat di kawasan ini diketahui bahwa curah hujan tahunan di kawasan ini berkisar antara sampai dengan mm/tahun. Puncak

15 musim hujan terjadi pada bulan November - Desember dengan curah hujan antara mm/bulan. Sedangkan puncak musim kemarau terjadi selama bulan Juni- Juli dengan curah hujan berkisar antara mm/bulan (BAPEDA, 2005). Suhu udara bulanan kawasan ini berkisar antara 18 o C 19,7 o C di Balige. Suhu udara selama musim kemarau cenderung agak lebih tinggi dibandingkan dengan selama musim hujan. Sedangkan angka kelembaban tahunannya berkisar antara 79-95%. Pada bulan-bulan musim kemarau kelembaban udara cenderung agak rendah dibandingkan pada bulan-bulan musim hujan. Evaporasi bulanan di kawasan ini berkisar antara mm/bulan. Angka evaporasi selama musim musim kemarau cenderung lebih tinggi dibandingkan selama musim hujan Pada dasarnya terdapat 19 sungai yang mengalir ke Danau Toba salah satunya yaitu adalah sungai Sitobu. Sub DAS Sitobu secara administratif berada di kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Tapanuli Utara, Sub DAS ini mempunyai luas kawasan Ha, dengan kawasan hutan sebesar Ha, permukiman sebesar Ha, sawah irigasi sebesar Ha dan tanah ladang Ha (Depertemen Pekerjaan Umum, 2006). Kondisi Umum Desa Gurgur Aek Raja Desa lokasi penelitian ini terletak di Kecamatan Tampahan, Kabupaten Toba Samosir, secara astronomis kawasan ini terletak pada 2 o 19 LU 2 o 20 dan 99 o 1 BT Adapun batas-batas kecamatan ini adalah: Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah barat : Danau Toba : Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara : Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara

16 Sebelah timur : Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir Berdasarkan BPS Toba Samosir (2010) luas Kecamatan Tampahan adalah Km 2 dengan 1.21% dari total luas Kabupaten Toba Samosir. Kawasan ini terletak di ketinggian meter di atas permukaan laut yang mempunyai topografi datar hingga berbergelombang sedang dan mempunyai rata-rata kemiringan lahan 2 o -30 o dengan struktur tanah yang labil. Sesuai dengan letaknya di khatulistiwa kawasan ini tergolong kedalam iklim tropis basah, dengan suhu rata rata 17 o C-29 o C dan kelembapan rata-rata adalah 85.04%. Berdasarkan pendataan Geofisika dan Meteorologi mempunyai jumlah bulan basah 9 bulan dengan curah hujan rata-rata 158 mm/tahun dimana curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November dengan curah hujan 403 mm. Sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni dan Juli dengan curah hujan 21mm dengan masing-masing hari hujan selama 3-5 hari. Desa Gurgur Aek Raja berada di Kecamatan Tampahan yang mempunyai luas 9.60 Km 2. Berdasarkan pendataan sensus penduduk tahun 2010, Desa Gurgur Aek Raja mempunyai jumlah penduduk 1466 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 236 rumah tangga. Sesuai dengan topografinya pada umumnya mata pencaharian penduduk adalah bertani. Pada umumnya penduduk Desa Gurgur Aek Raja mayoritas suku Batak Toba. Fasilitas umum yang terdapat di desa ini adalah bangunan sekolah dasar, puskesmas, gereja, jalan raya, dan kantor kepala desa (BPS Toba Samosir, 2010).

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah dengan topogafi yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit tempat tangkapan air hujan yang akan dialirkan melalui anak-anak sungai

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi dua yaitu: manfaat marketable dan manfaat non marketable. Manfaat

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi dua yaitu: manfaat marketable dan manfaat non marketable. Manfaat TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Air Manfaat hutan berdasarkan kemampuan untuk dipasarkan dapat dibedakan menjadi dua yaitu: manfaat marketable dan manfaat non marketable. Manfaat hutan marketable adalah kayu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS

TINJAUAN PUSTAKA. misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Pada daerah aliran sungai terdapal berbagai macam penggunaan lahan, misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS mempunyai berbagai fungsi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan Danau Singkarak terletak di dua kabupaten yaitu KabupatenSolok dan Tanah Datar. Kedua kabupaten ini adalah daerah penghasil berasdan menjadi lumbung beras bagi Provinsi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan pokok untuk semua makhluk hidup tanpa terkecuali, dengan demikian keberadaannya sangat vital dipermukaan bumi ini. Terdapat kira-kira

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Geografis dan Administrasi Kabupaten Sintang mempunyai luas 21.635 Km 2 dan di bagi menjadi 14 kecamatan, cakupan wilayah administrasi Kabupaten Sintang disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN Oleh Yudo Asmoro, 0606071922 Abstrak Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat pengaruh fisik dan sosial dalam mempengaruhi suatu daerah aliran sungai.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU Oleh NUR ANITA SETYAWATI, 0706265705 Gambaran Umum DAS SIAK Sungai Siak adalah sungai yang paling dalam di Indonesia, yaitu dengan kedalaman sekitar 20-30 meter. Dengan Panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan berpengaruh pada pemanfaatan sumberdaya lahan dalam jumlah besar untuk memenuhi ketersediaan kebutuhan

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. URAIAN UMUM Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran luas 100 km x 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di tengah danau terdapat

Lebih terperinci

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan komponen penting bagi proses kehidupan di bumi karena semua organisme hidup membutuhkan air dan merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem

Lebih terperinci

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM

Lebih terperinci

PROFIL WILAYAH KABUPATEN DAIRI

PROFIL WILAYAH KABUPATEN DAIRI PROFIL WILAYAH KABUPATEN DAIRI 1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Dairi 1.1 Letak Geografis Wilayah Kanupaten Dairi Kabupaten Dairi terletak di sebelah Barat Daya Provinsi Sumatera Utara dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS

ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS Esti Sarjanti Pendidikan Geografi-FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuh Waluh PO.BOX. 202 Purwokerto

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara Opini Masyarakat Terhadap Fungsi Hutan di Hulu DAS Kelara OPINI MASYARAKAT TERHADAP FUNGSI HUTAN DI HULU DAS KELARA Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi baik dalam bentuk cairan maupun es. Hujan merupakan faktor utama pengendali daur hidrologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai salah satu ekosistem memiliki peran yang penting dalam pengelolaan sumberdaya air. Dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH Bab ini akan memberikan gambaran wilayah studi yang diambil yaitu meliputi batas wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu, kondisi fisik DAS, keadaan sosial dan ekonomi penduduk, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kawasan yang berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan sampai akhirnya bermuara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. hilir. Sandy (1996) dalam Kusumawardani (2009) mendefinisikan DAS sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. hilir. Sandy (1996) dalam Kusumawardani (2009) mendefinisikan DAS sebagai 16 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian DAS Daerah Aliran Sungai merupakan wilayah yang dibatasi oleh topografi dimana air yang berada di wilayah tersebut akan mengalir ke outltet sungai utama hingga ke hilir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Karakteristik Biofisik 4.1.1 Letak Geografis Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37 10

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah dan air merupakan sumberdaya alam utama yang mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Sebagai sumberdaya yang banyak digunakan, tanah dapat mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air adalah salah satu sumber daya alam yang tersedia di bumi. Air memiliki banyak fungsi dalam kelangsungan makhluk hidup yang harus dijaga kelestariannya dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan isu terkini yang menjadi perhatian di dunia, khususnya bagi negara berkembang, termasuk di Indonesia. Kedua fenomena tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon KONDISI UMUM LOKASI Gambaran Umum Kabupaten Cirebon Letak Administrasi Kabupaten Cirebon Kabupaten Cirebon merupakan salah satu wilayah yang terletak di bagian timur Propinsi Jawa Barat. Selain itu, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Airtanah merupakan sumber daya penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sebagai sumber pasokan air, airtanah memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam esensial, yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan air, maka bumi menjadi planet dalam tata surya yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat pesat di berbagai bidang, baik sektor pendidikan, ekonomi, budaya, dan pariwisata. Hal tersebut tentunya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan bertujuan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN 3.1. Tinjauan Umum Kota Yogyakarta Sleman Provinsi Derah Istimewa Yogyakarta berada di tengah pulau Jawa bagian selatan dengan jumlah penduduk 3.264.942 jiwa,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong besar. Saat ini berdasarkan survey terakhir, jumlah penduduk Indonesia adalah 230 juta lebih. Laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Aliran Permukaan dan Infiltrasi dalam suatu DAS. pengangkut bagian-bagian tanah. Di dalam bahasa Inggris dikenal kata run-off

TINJAUAN PUSTAKA. Aliran Permukaan dan Infiltrasi dalam suatu DAS. pengangkut bagian-bagian tanah. Di dalam bahasa Inggris dikenal kata run-off 7 TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan dan Infiltrasi dalam suatu DAS Aliran permukaan, yaitu air yang mengalir di atas permukaan tanah. Bentuk aliran inilah yang penting sebagai penyebab erosi, karena merupakan

Lebih terperinci