BAB I PENDAHULUAN. Pasal 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
|
|
- Budi Budiaman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemutusan hubungana kerja (PHK) diatur dalam Pasal 150 sampai dengan Pasal 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Pemutusan hubungan kerja berdasarkan ketentuan Pasal 150 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyebutkan bahwa : Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pemutusan hubungan kerja merupakan peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya khususnya bagi para pekerja/buruh, karena pemutusan hubungan kerja itu akan memberikan dampak psycologis, economis-financiil bagi pekerja/buruh dan keluarganya. 1 Putusnya hubungan kerja bagi pekerja/buruh merupakan permulaan dari segala pengakhiran. Pengakhiran dari mempunyai pekerjaan, pengakhiran membiayai keperluan hidup sehari-hari bagi dirinya dan keluarganya, pengakahiran kemampuan menyekolahkan anak-anak dan sebagainya. 2 Oleh karena itu, pihak-pihak yang terlibat 1 F.X. Djumialdi dan Wiwoho Soejono, Perjanjian Perburuhan dan hubungan Perburuhan pancasila, Penerbit Bina Aksara, Jakarta, 1985, hlm 88 2 Imam Soepomo, Hukum Perburuhan di Bidang Hubungan kerja, Djambatan, Jakarta, 1974, hlm 143
2 dalam hubungan industrial seperti pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah mengusahakan dengan segala upaya agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja. 3 Sangat disayangkan selama ini perselisihan antara pekerja dengan pengusaha seringkali diselesaikan dengan cara-cara yang anarkis seperti demonstrasi dengan kekerasan, pembakaran, pemogokan sampai penutupan perusahaan (lock out). Seharusnya perselisihan itu dapat diselesaikan dengan damai dan saling menguntungkan. Akibat perselisihan di antara pekerja dengan pengusaha tersebut tentu saja akan membuat terganggunya proses produksi di perusahaan, untuk itulah diperlukan penyelesaian secepatnya. Sehubungan dengan hal ini, Abdurrahman dan Ridwan Syahrani mengatakan : Pengadilan merupakan tumpuan harapan bagi setiap pencari keadilan untuk mendapatkan suatu keadilan yang memuaskan dalam suatu perkara. Dari pengadilan inilah diharapkan suatu keputusan yang tidak berat sebelah. Oleh karena jalan yang sebaik-baiknya untuk dapat penyelesaian suatu perkara dalam suatu negara hukum adalah melalui pengadilan. 4 Penanganan perselisihan PHK selama ini ditangani oleh Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah/Pusat (P4D/P4P) di bawah naungan Departemen/Instansi Ketenagakerjaan, sedangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang ditetapkan tanggal 14 Januari 2005, penanganannya dialihkan ke Pengadilan Negeri. Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Nomor 2 Tahun 2004, disebutkan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) merupakan Pengadilan Khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum (Pasal 55). Pada 3 Andrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm 65 4 Abdurrahman dan Riduan Syahrani, Hukum dan Peradilan, Bandung : Alumni, 1987, hlm. 63.
3 Pasal 51 ayat (1) disebutkan untuk pertama kali dengan Undang-Undang ini dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota yang berada di setiap Ibukota Propinsi yang di daerah hukumnya meliputi propinsi yang bersangkutan. Hal senada juga disampaikan Yahya Harahap, ada beberapa kelemahan pengadilan termasuk Pengadilan Hubungan Industrial yaitu : 5 1. Penyelesaian perkara melalui proses litigasi pada umumnya lambat atau disebut waste of time (buang waktu lama), hal ini diakibatkan proses pemeriksaan sangat formalistik dan sangat teknis sekali. Selain dari pada itu arus perkara semakin deras sehingga pengadilan dijejali dengan beban yang terlampau banyak. 2. Biaya perkara mahal, apalagi jika dikaitkan dengan lamanya penyelesaian, semakin lama penyelesaian semakin tinggi biaya yang harus dikeluarkan. 3. Putusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah, oleh karena putusan pengadilan tidak mampu memberikan penyelesaian yang memuaskan kepada para pihak yang bersangkutan sangat antagonistis, salah satu pihak pasti menang dan pihak lain pasti kalah. Keadaan kalah menang dalam berperkara tidak pernah membawa kedamaian tetapi menumbuhkan bibit dendam dan permusuhan. Perselisihan antara pekerja dengan pengusaha, penyelesaiannya juga bisa diselesaikan melalui pengadilan, namanya Pengadilan Hubungan Industrial yang berada di bawah Pengadilan Negeri di ibukota provinsi. Upaya penyelesaian di pengadilan merupakan upaya terakhir setelah penyelesaian di luar pengadilan tidak tercapai. Lahirnya pengadilan ini sebenarnya perwujudan dari lahirnya Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (selanjutnya disingkat dengan UU PPHI). Hal ini merupakan langkah maju sebab dulu penyelesaian perselisihan dilakukan oleh suatu lembaga yang bernama Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, baik yang berada di pusat maupun di daerah. 5 M.Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, (Bandung : PT.Citra Aditya Bhakti, 1997), hlm. 237.
4 Mengenai hal ini, UU PPHI memang telah memberikan kelonggaran bagi Serikat Pekerja untuk bertindak menjadi kuasa hukum guna mewakili anggotanya untuk bersidang di PHI (Pasal 87 UU PPHI), namun tak semua Serikat Pekerja juga memiliki kemampuan teknis beracara di PHI, dan tak semua perusahaan terdapat serikat pekerja. Sementara itu, menggunakan jasa Advokat juga bukan pilihan yang mudah, terlebih karena ada faktor biaya dan kepercayaan yang harus dipertimbangkan. Akibatnya banyak gugatan yang ditolak, dan membuat pekerja/buruh harus mengajukan gugatan ulang padahal pada gugatan awal, pekerja/buruh sudah mengikuti jalannya persidangan yang lama (50 hari) dan ketika gugatan ulang diajukan, maka mau tidak mau pekerja/buruh harus menjalani persidangan dari awal (selama 50 hari) lagi. Bayangkan, betapa banyak energi dan biaya yang dikeluarkan oleh pekerja/buruh. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial merupakan landasan dalam penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha. Salah satu upaya yang diwajibkan dalam penyelesaian perselisihan itu adalah penyelesaian di luar pengadilan. Sebelum sampai ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), para pihak wajib menyelesaikan permasalahannya dengan musyawarah, artinya tidak boleh langsung ke Pengadilan Hubungan Industrial. Pengadilan Hubungan Industrial adalah upaya terakhir penyelesaian perkara. Ini merupakan hal yang menarik karena secara umum biasanya para pihak dapat saja langsung ke pengadilan. Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial disebutkan penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha dapat dilakukan lewat pengadilan.
5 Pengadilan hubungan industrial pada Pengadilan Negeri Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perselisihan hubungan industrial dalam peradilan tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan No.12/G/2009/PHI.PN.MDN tergugat melakukan pelanggaran disiplin, namun diakui oleh tergugat pernah lalai dan itu bukan merupakan perbuatan disengaja. Namun di dalam hal ini penguggat terlebih dahulu harus mengerti dan menghayati tentang isi dari pada perjanjian kerja bersama PT Newmont dengan UU No.3 Tahun 2003 karena aturan kedua ini mempunyau hubgungan yang erat lain untuk mengambil keputusan khususnya dalam hal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Bahwa dalam melakukan PHK, penggugat tidak melalui prosedur, karena surat peringatan terhadap terguggat tidak sesuai prusedur drngan tidak memberikan kesempatan kepada tergugat untuk memperbaiki kinerjanya dan surat peringatan yang diterima tergugat tidak sesuai ketentuan, karena tidak melalui tahapan tingkatan sesuai perjanjian kerja bersama sesuai dengan pasal 161 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. 6 Sesuai dengan permintaan penggugat pada angka 11 (sebelas) untuk menghentikan upah pada terguggat dengan alasan Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo Pasal 108 Undang-Undang No.2 Tahun 2004 bahwa upah tidak dibayar apabila tidak melakukan pekerjaan, hal ini ditolak oleh terguggat karena pasal yang dituduhkan tidak sesuai dengan permasalahan. Dalam hal ini terguggat menawarkan untuk dapat bekerja kembali walaupun dengan syarat sampai adanya putusan peradilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, akan tetapi penggugat sendiri yang tidak mau memperkerjakan kembali terguggat. 7 Upaya hukum yang dapat dilakukan setelah terjadinya pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja secara sepihak pada PT. Newmont, hanya melalui 6 Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 12/G/2009/PHI.PN.MDN 7 Ibid
6 2 (dua) tahapan saja yaitu tahapan bipartit dan mediasi, namun dalam proses pelaksanaan kedua tahapan ini terjadi ketidaksesuaian dengan aturan yang ada dalam bentuk perjanjian kerja bersama maupun Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Bahwa perlindungan hukum yang diterima pekerja setelah terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja pada PT. Newmont, tidak diberikan karena dalam proses pemutusan hubungan kerja maupun setelah terjadinya pemutusan hubungan kerja, pekerja belum menerima haknya berupa uang pesangon yang tercantum dalam pasal 155 dan 156 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dari uraian latar belakang masalah tersebut diatas yang diangkat dalam penulisan ini adalah: PROSEDUR PENGAJUAN PHK MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PHI) STUDI ATAS PUTUSAN UU NOMOR 2 TAHUN B. Perumusan Masalah Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan oleh peneliti dalam penelitian. Dengan adanya rumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-hal diluar permasalahan. Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana prosedur pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam peraturan Perundang-undangan? 2. Bagaimana penyelesaian perselisihan PHK menurut UU Nomor 2 Tahun 2004?
7 3. Bagaimana Pertimbangan Hukum Terhadap Hakim Menjatuhkan Putusan PHI Dalam Melakukan PHI (Studi Atas Putusan No. 12/G/2009/PHI.PN.MDN)? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian Tujuan penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah: a. Untuk mengetahui prosedur pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam peraturan Perundang-undangan b. Untuk mengetahui penyelesaian perselisihan PHK menurut UU Nomor 2 Tahun c. Untuk mengetahui Pertimbangan Hukum Terhadap Hakim Menjatuhkan Putusan PHI Dalam Melakukan PHI (Studi Atas Putusan No. 12/G/2009/PHI.PN.MDN). 2. Manfaat penelitian 1. Secara Teoritis a. Sebagai bahan informasi bagi para akademisi maupun sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lanjutan. b. Memperkaya khasanah perpustakaan. 1. Secara Praktis a. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah atau instansi terkait dalam memberikan perlindungan terhadap pekerja /buruh dalam pemutusan hubungan kerja (PHK) melalui pengadilan hubungan industrial (PHI). b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat (pelaku usaha) mengenai perlindungan terhadap pekerja di perusahaan-perusahaan industrial.
8 D. Keaslian Penulisan Adapun judul tulisan ini adalah Prosedur Pengajuan PHK Melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) STUDI Atas Putusan Nomor 12/G/2009/PHI.PN.MDN). Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama, sehingga tulisan ini asli, atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan mahasiswa Fakultas Hukum USU. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah E. Tinjauan Kepustakaan Dalam kehidupan sehari-hari pemutusan hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha lainnya dikenal dengan istilah PHK atau penghakhiran hubungan kerja, yang dapat terjadi karena telah berakhirnya waktu tertentu yang telah disepakati/diperjanjikan sebelumnya dan dapat pula terjadi karena adanya perselisihan antara pekerja/buruh dan pengusaha, meninggalnya pekerja/buruh atau karena sebab lainnya. 8 Dalam praktik, pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena berakhirnya waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja, tidak menimbulkan permasalahan terhadap kedua belah pihak (pekerja/buruh maupun pengusaha) karena pihak-pihak yang bersangkutan sama-sama telah menyadari atau mengetahui saat berakhirnya hubungan kerja tersebut sehingga masing-masing telah berupaya mempersiapkan diri dalam menghadapi kenyataan itu. Berbeda halnya dengan pemutusan yang terjadi karena adanya perselisihan, keadaan ini akan membawa dampak terhadap kedua belah pihak, lebih-lebih pekerja/buruh 8 Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja ; Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm 177
9 yang dipandang dari sudut ekonomis mempunyai kedudukan yang lemah jika dibandingkan dengan pihak pengusaha. 9 PHK merupakan suatu peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya, khususnya dari kalangan buruh/pekerja karena dengan PHK buruh/pekerja yang bersangkutan akan kehilangan mata pencaharian untuk menghidupi diri dan keluarganya, karena itu semua pihak yang terlibat dalam hubungan industrial (pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah), dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. 10 Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud di atas batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan. Jika pengusaha akan melakukan PHK, maka terlebih dahulu harus merundingkannya dengan serikat buruh/pekerja atau dengan buruh/pekerja yang bersangkutan jika tidak menjadi anggota serikat buruh/pekerja. Dalam hal perundingan benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja (PHK) dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (Pasal 151 ayat 3). Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan dari lembaga yang berwenang batal demi hukum, kecuali alasan-alasan sebagaimana diatur dalam pasal Ibid, hlm Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Edisi revisi, Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm Ibid, hlm 197
10 Menurut Halim pemutusan hubungan kerja adalah suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara buruh dan majikan karena suatu hal tertentu. 12 Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (4) Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep- 15A/Men/1994 bahwa : PHK ialah pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja berdasarkan izin Panitia Daerah atau Panitia Pusat. Kedua pengertian di atas memiliki latar belakang berbeda. Pengertian pertama lebih bersifat umum karena pada kenyataannya tindakan PHK tidak hanya timbul karena prakarsa pengusaha, tetapi oleh sebab-sebab lain dan tidak harus izin kepada Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P). Untuk pengertian kedua bersifat khusus, di mana tindakan PHK dilakukan oleh pengusaha karena pekerja/buruh melakukan pelanggaran atau kesalahan sehingga harus izin terlebih dahulu kepada P4D/P4P sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa : Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Pengertian ini menurut penulis sangat tepat karena sudah mencakup perbedaan kedua pengertian di atas. Selanjutnya, diatur bahwa untuk PHK oleh pengusaha karena alasan pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (eks Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003), hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht). 12 A. Ridwan Halim, Hukum Perburuhan dalam Tanya Jawab, Cetakan kedua, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm 136
11 Oleh sebab itu, apabila pengusaha akan melakukan PHK kepada pekerja/buruh dengan alasan kesalahan berat, harus menempuh proses peradilan pidana terlebih dahulu, yaitu dengan cara mengadukan pekerja/buruh yang melakukan kesalahan berat tersebut kepada aparat berwajib. Dalam hal ini otomatis pengusaha dan pekerja/buruh harus menempuh proses hukum yang panjang dan memerlukan pengorbanan, baik waktu, tenaga, maupun biaya yang tidak sedikit. Untuk menyikapi PHK seperti ini akhirnya kembali pada kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh yang bersangkutan, bagaimana cara menyiasatinya dengan baik sehingga perselisihan PHK dapat selesai dengan praktis dan cepat. 13 Bagaimanapun jika antara pengusaha dan pekerja/buruh menempuh jalur pidana baru kemudian ke pengadilan hubungan industrial, tentu proses tersebut sangat melelahkan dan menyita waktu. Dalam kasus tertentu yang masih dalam batas toleransi bagi pengusaha lebih baik konsentrasi pada urusan perusahaannya, sebaliknya juga bagi pekerja/buruh lebih baik cepat selesai urusan PHK-nya dan dapat segera mencari pekerjaan baru di tempat lain. 14 Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja, dan pemerintah dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Segala upaya, berarti bahwa kegiatan-kegiatan yang positif yang pada akhirnya dapat menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja, antara lain pengaturan waktu kerja, penghematan, pembenahan metode kerja, dan memberikan pembinaan kepada pekerja/buruh. Jadi, pemutusan hubungan kerja adalah merupakan tindakan 13 Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenaga Kerjaan Indonesia Berdasarkan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm Ibid, hlm 197
12 terakhir, bila segala upaya pencegahan telah gagal, baru pemutusan hubungan kerja boleh dilakukan. 15 Pemutusan hubungan kerja yang diatur dalam bab XII, dari pasal 150 sampai dengan pasal 172 UU No. 13 Tahun 2003 meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi pada : a. Badan usaha yang berbadan hukum, maupun b. Badan usaha tidak berbadan hukum c. Milik perseorangan d. Milikpersekutuan e. Milik badan hukum f. Milik swasta g. Milik negara h. Usaha-usaha sosial i. Usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain (pasal 150 UU No. 13 Tahun 2003). Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan/ atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima (pasal 156 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003). Ketentuan pasal 156 ayat 1 ini merupakan ketentuan umum atas pemutusan hubungan kerja, hal ini berarti bahwa pada setiap pemutusan hubungan kerja maka pengusaha wajib memberikan uang 15 Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan, Cetakan Pertama, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm 179
13 pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang sesuai dengan ketentuan peraturan, kecuali undang-undang menentukan lain. Prosedur pemutusan hubungan kerja adalah sebagai berikut : Wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja atau dengan pekerja, maksud pemutusan hubunan kerja tersebut. 2. Bila perundingan gagal atau tidak menghasilkan persetujuan, maka pengusaha hakya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial; permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan disertai alasan yang menjadi dasarnya. 3. Permohonan penetapan dapat diterima bila telah dirundingkan terlebih dahulu dan perundingan itu gagal. Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan adalah batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerja yang bersangkutan serta membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima, serta selama putusan belum ditetapkan, maka baik pengusaha maupun pekerja harus tetap melaksanakan segala kewajibannya (Pasal 155 ayat 2 dan 3;pasal 170 UU No. 13 Tahun 2003). Pengusaha dapat melakukan skorsing kepada pekerja yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah berserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja (Pasal 155 ayat 3 UU No. 13 Tahun 2003). 16 Ibid, hlm 180
14 Pemutusan hubungan kerja tidak memerlukan penetapan bila dalam keadaan seperti berikut ini (Pasal 154 UU No. 13 Tahun 2003). a. Pekerja masih dalam masa percobaan kerja, sepanjang telah disyaratkan secara tertulis sebelumnya. b. Pekerja mengajukan permintaan pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali. c. Pekerja mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan pengusaha, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundangundangan. d. Pekerja meninggal dunia. Bagian b pasal 154 di atas dinyatakan bahwa berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali, apa maksud dari pernyataan tersebut? Penjelasan pasal 154 tidak memberikan penjelasan apapun. Apakah yang dimaksud adalah bahwa : Dalam PHK ini pengusaha tidak wajib memberikan uang apapun, termasuk uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak;atau 2. Untuk melanjutkan atau pembaruan perjanjian kerja hanya dapat dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja (pemutusan hubungan kerja karena kemauan pekerja sendiri)?pembaruan perjanjian kerja hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun (lihat pasal 59 ayat 6 UU No. 13 Tahun 2003)? 17 Ibid, hlm 181
15 Dalam hal terjadi perpanjangan perjanjian kerja yang melebihi 1 (satu) tahun atau terjadi pembaruan perjanjian kerja sebelum melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari, apa sanksinya bagi pengusaha? Semoga peraturan pelaksanaan dari UU ketenagakerjaan ini menjelaskan apa yang dimaksud dengan sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali agar tidak terjadi kesimpangsiuran. Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan jika disertai dengan alasan yang diperbolehkan. 18 Alasan yang tidak boleh dijadikan dasar permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja adalah (pasal 153 UU No. 13 Tahun 2003): 1. Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus. 2. Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku 3. Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya 4. Pekerja menikah 5. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya 6. Pekerja mempunyai pertalian darah dan/atau perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. 7. Pekerja mendirikan, menjadikan anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam 18 Ibid, hlm
16 jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. 8. Pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan. 9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan. 10. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan. Pemutusan hubungan kerja dengan alasan tersebut di atas adalah batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja yang bersangkutan. Alasan yang diperbolehkan untuk menjadi dasar pemutusan hubungan kerja adalah: 19 a. Karena pekerja melakukan kesalahan berat b. Karena pekerja ditahan pihak berwajib c. Karena telah diberikan surat peringatan ketiga d. Karena perubahan status perusahaan e. Karena perusahaan tutup f. Karena perushaan pailit g. Karena pekerja meninggal dunia h. Karena pensiun i. Karena mangkir j. Karena pengusaha melakukan perbuatan yang tidak patut 19 Ibid, hlm 183
17 k. Karena kemauan diri sendiri;serta l. Karena sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja. Dari alasan-alasan yang diperbolehkan tersebut di atas, maka pemutusan hubungan kerja diperbolehkan tanpa penetapan Depnaker bila dengan alasan : 1. Karena pekerja melakukan kesalahan berat (pasal 158 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003) 2. Pekerja yang setelah 6 (enam) bulan ditahan pihak berwajib karena proses pidana (pasal 160 ayat 3 UU No. 13 Tahun 2003) 3. Pekerja mengundurkan diri atas kemauan diri sendiri (pasal 162 UU No. 134 Tahun 2003) hal Pekerja mengundurkan diri karena pengusaha melakukan perbuatan yang tidak patut (pasal 169 dan 171 UU No. 13 Tahun 2003). Pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial bila tidak dapat menerima pemutusan hubungan kerja tersebut dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya (pasal 171 UU No. 13 Tahun 2003). Ketentuan pasal 171 ini perlu juga diperjelas, apakah pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan ini mencakup pemutusan hubungan kerja yang inisiatifnya dari pekerja seperti misalnya pengunduran diri atas kemauan sendiri? Pengunduran diri atas kemauan sendiri adalah merupakan pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan, apakah ini termasuk pemutusan hubungan kerja yang dapat diajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial? Kiranya pemutusan hubungan kerja atas inisiatif sendiri termasuk ke dalam pengertian
18 pemutusan hubungan kerja yang dapat digugat seperti ketentuan pasal 171 ini karena kedudukan pekerja di Indonesia ini sangatlah lemah sehingga banyak perusahaan yang mengancam pekerja untuk melakukan pengunduran diri saja walaupun sebenarnya kesalahan pekerja itu bukan kesalahan berat. Sehubungan dengan hal tersebut maka semua pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan kiranya terbuka kemungkinan untuk digugat dalam jangka waktu satu tahun. 20 F. Metode Penelitian Dalam suatu penelitian guna menemukan dan mengembangkan kejelasan dari sebuah pengetahuan maka diperlukan metode penelitian. Karena dengan menggunakan metode penelitian akan memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan dari penelitian maka penulis menggunakan metode penelitian yakni : 1. Data dan Sumber Data Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari 21 : a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan mengikat kepada masyarakat. Dalam penelitian ini antara lain UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang isinya menjelaskan mengenai bahan hukum primer. Dalam penelitian ini adalah buku-buku, makalah, artikel dari surat kabar, majalah, dan internet. 20 Ibid, hlm Ibid, hlm 51-52
19 2. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan teknik pengumpulan data dengan cara : Studi Kepustakaan, dilakukan dengan mempelajari dan menganalisis yang berkaitan dengan topik penelitian, sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. 3. Analisis Data Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif berupa data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1)
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XIII) PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) copyright by Elok Hikmawati 1 Pemutusan Hubungan Kerja Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003
UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Pasal 150 Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha
Lebih terperinciPasal 150 UUK KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
* * Pasal 150 UUK *Mencakup pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum baik swasta, pemerintah,
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA MEMPUNYAI IKATAN PERKAWINAN DALAM PERUSAHAAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA MEMPUNYAI IKATAN PERKAWINAN DALAM PERUSAHAAN Oleh I Dewa Ayu Trisna Anggita Pratiwi I Ketut Keneng Bagian Hukum Perdata
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan Karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di PT. Planet Electrindo Berdasarkan Putusan Nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015
Lebih terperinciPemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan Hubungan Kerja Suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha karena suatu hal tertentu. Pasal 1 angka 25 UU Ketenagakerjaan: Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
Lebih terperinciSTANDARISASI PEMUTUSAN
STANDARISASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI PERUSAHAN Oleh : Ayu, Puput, Vitariai Badai, Habib, Yanuar Rizki Latar Belakang Penciptaan Lapangan Pekerjaan Indikator Ketenagakerjaan Krisis Ekonomi Global Pemutusan
Lebih terperinciPEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14
PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14 1 SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO.13/2003 PASAL 156 (KEWAJIBAN PERUSAHAAN)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pekerja/buruh dan Pengusaha Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pekerja/buruh adalah Setiap orang yang bekerja
Lebih terperinciPerselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4
BAB 4 Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja 1. Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi
Lebih terperinciBAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR
BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 2.1 Hubungan Industrial 2.1.1 Pengertian dan fungsi hubungan industrial Istilah hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sengketa adalah suatu pertentangan atas kepentingan, tujuan dan atau pemahaman antara dua pihak atau lebih. Sengketa akan menjadi masalah hukum apabila pertentangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasioal karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dibuat sendiri maupun berkerja pada orang lain atau perusahaan. Pekerjaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda. Untuk memenuhi semua kebutuhannya, manusia dituntut untuk memiliki pekerjaan, baik pekerjaan yang dibuat sendiri
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang
11 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak, sehingga membutuhkan lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk menyerap tenaga
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib
BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi antara Serikat Pekerja dengan PT Andalan Fluid di Dinas Tenaga Kerja Sosial dan Transmigrasi Kota Bogor
Lebih terperinciPEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA PT. TRICON BANGUN SARANA DI JAKARTA UTARA
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA PT. TRICON BANGUN SARANA DI JAKARTA UTARA Oleh Michael Johan Mowoka I Made Udiana I Nyoman Mudana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT There are
Lebih terperinciKISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN
KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
Lebih terperinciRINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.
1 2 3 4 58 Dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan PKWT Jangka Waktu 5 59 ayat 4 hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka Kontrak waktu paling lama 1 (satu) tahun Outsourcing hanya untuk
Lebih terperinciPROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2.
PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014
PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN SETELAH PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh : Moh. Iswanto Sumaga 2 A B S T R A K Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimanakah bentukbentuk sengketa setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Pada dasarnya manusia selalu berjuang dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja 2.1.1. Pengertian Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja,
Lebih terperinciPROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2
PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerja merupakan aset utama dalam sebuah perusahaan karena tanpa adanya pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam menghasilkan barang
Lebih terperinciTata Cara Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK
Tata Cara Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Oleh: Nuardi A. Dito Profil Nuardi A. Dito [nuardi.atidaksa@gmail.com] Pendidikan 1. Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2. Program Pascasarjana Universitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan 2.1.1. Pengertian Ketenagakerjaan Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang Ketenagakerjaan menyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. biasa disebut dengan Serikat Pekerja (yang selanjutnya akan ditulis SP). Pada dasarnya SP
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin banyaknya perusahaan-perusahaan yang didirikan di Indonesia baik perusahaan yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum, semakin banyak juga dibutuhkan
Lebih terperinciPERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003
1 42 ayat 1 Tenaga Kerja Asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri/pejabat Pidana Penjara 1 ~ 4 Tahun 42 ayat 2 Pemberi kerja perorangan dilarang mempekerjakan orang asing Pidana Penjara 1 ~ 4 Tahun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesejahteraan masyarakat sangat penting bagi dalam suatu Negara. Salah
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesejahteraan masyarakat sangat penting bagi dalam suatu Negara. Salah satu faktor penentu dalam pembangungan kesejahteraan masyarakat adalah 2 adanya pembangunan
Lebih terperinciPPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum
1 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PPHI) Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh
Lebih terperinciUU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Undang-undang Yang Terkait Dengan Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh; Undang-Undang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perilaku, pada
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pengertian Peran Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perilaku, pada kedudukan-kedudukan tertentu dalam masyarakat, kedudukan dimana dapat dimiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) sudah mulai dikenal dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan
Lebih terperinciLex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2
TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh : Ruben L. Situmorang 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri-sendiri. Namun di dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerjasama, tolong
Lebih terperinciIII. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB
(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (2)
Lebih terperinciSTIE DEWANTARA Aspek Ketenagakerjaan Dalam Bisnis
Aspek Ketenagakerjaan Dalam Bisnis Hukum Bisnis, Sesi 4 Hubungan Bisnis Dengan Tenaga Kerja Setiap usaha/bisnis membutuhkan tenaga kerja sebagai mesin penggerak produksi. Tenaga kerja memegang peran vital
Lebih terperinciBAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN
BAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN 2.1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Dalam pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Replubik Indonesia Nomor Kep.100/Men/VI/2004
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM TERHADAP PENGUSAHA YANG MELAKUKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KEPADA PEKERJA YANG SAKIT
AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGUSAHA YANG MELAKUKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KEPADA PEKERJA YANG SAKIT Oleh Nyoman Fatma Sari I Ketut Keneng Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar Abstract
Lebih terperinciSUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO
SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO.13/2003 PASAL 156 (KEWAJIBAN PERUSAHAAN) PASAL 159 PASAL 162 2 PENGERTIAN PEMBERHENTIAN PEMBERHENTIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sesuai kodratnya menjadi seseorang yang dalam hidupnya selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnnya.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja 1. Pengertian Tenaga Kerja Pengertian Tenaga Kerja dapat di tinjau dari 2 (dua)
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK
PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Yati Nurhayati ABSTRAK Permasalahan perburuhan yang terjadi antara pekerja dan pengusaha atau antara para pekerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan buruh sebagai tenaga kerja yang menyokong terbentuknya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah usaha yang menghasilkan barang dan jasa tidak terlepas antara perusahaan dan buruh sebagai tenaga kerja yang menyokong terbentuknya tujuan yang diinginkan perusaahaan.
Lebih terperinciLex Privatum, Vol.II/No. 1/Jan-Mar/2014
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh: Vykel H. Tering 2 A B S T R A K Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, pengumpulan bahan hukum dilakukan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6,2004 KESRA Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah.Tenaga Kerja. Ketenagakerjaan. Perjanjian
Lebih terperinciMOGOK KERJA DAN LOCK-OUT
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XI) MOGOK KERJA DAN LOCK-OUT copyright by Elok Hikmawati 1 Definisi Mogok kerja adalah tindakan pekerja yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 disebutkan bahwa Negara menjamin keselamatan, kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki pekerjaan. Pada dasarnya, memiliki pekerjaan merupakan hak yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu hakikat manusia adalah menggerakkan hidup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat terjadi apabila manusia memiliki
Lebih terperinciNIKODEMUS MARINGAN / D
TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) SECARA SEPIHAK OLEH PERUSAHAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN NIKODEMUS MARINGAN / D101 09 161 ABSTRAK Permasalahan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,
Lebih terperinci-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.237, 2015 TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN
Lebih terperinciPROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 2.1 Perjanjian secara Umum Pada umumnya, suatu hubungan hukum terjadi karena suatu
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hubungan Industrial adalah kegiatan yang mendukung terciptanya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan Industrial adalah kegiatan yang mendukung terciptanya hubungan yang harmonis antara pelaku bisnis yaitu pengusaha, karyawan dan pemerintah, sehingga
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja
HAK TENAGA KERJA ATAS JAMSOSTEK YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh: Marlina T. Sangkoy 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimanakah Hak Tenaga Kerja atas Jamsostek yang mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang hidup sudah pasti membutuhkan biaya untuk dapat menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang harus mencari dan
Lebih terperinciUndang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB
Lebih terperinci: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan
Lebih terperinciPada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan MAKNA PHK BAGI PEKERJA
Bab I MAKNA PHK BAGI PEKERJA Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan adalah untuk melindungi pekerja dari segala macam eksploitasi. Hal ini didasarkan pada tinjauan filosofis, bahwa dalam sistem
Lebih terperinciBAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja
BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja Alasan-alasan yang dapat membenarkan suatu pemberhentian/pemutusan dapat
Lebih terperinciPEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) JENIS-JENIS PHK
Modul ke: Hubungan Industrial PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) JENIS-JENIS PHK dan PENYELESAIAN PHK Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, SHI., M.Si Sub Bahasan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA
Lebih terperinciOleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon
UPAYA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SECARA BIPARTIT, MEDIASI DAN KONSILIASI, SEBUAH KAJIAN YURIDIS Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon ABSTRAK Dengan meningkatnya
Lebih terperinciSIFAT KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
SIFAT KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : SOLECHAN 1. A. PENDAHULUAN Sejak dahulu sampai sekarang
Lebih terperinciPERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan
Lebih terperinciANALISA KASUS PERSELISIHAN PERBURUHAN Diah Lestari Pitaloka S.H.
ANALISA KASUS PERSELISIHAN PERBURUHAN Diah Lestari Pitaloka S.H. Istilah PHK atau pemutusan hubungan kerja tentu sudah tidak asing di telinga para pekerja. Tentu saja, para pekerja berusaha sebisa mungkin
Lebih terperinciAnda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial
Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial Masih ingatkah Anda dengan peristiwa mogok kerja nasional tahun 2012 silam? Aksi tersebut merupakan
Lebih terperinciSerikat Pekerja dan Hubungan Industrial
MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan
Lebih terperinciMSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial
MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA A. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Fitzgerald mengatakan, teori perlindungan hukum Salmond bahwa hukum
Lebih terperinciDEFINISI DAN TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
HUBUNGAN INDUSTRIAL DEFINISI DAN TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Hubungan industrial diartikan sebagai hubungan antara semua pihak yang terkait dalam proses produksi suatu barang/jasa di suatu organisasi/perusahaan.
Lebih terperinciSILABUS. A. Identitas Mata Kuliah. 1. Nama Mata Kuliah : Perselisihan Hubungan Industrial. 2. Status Mata Kuliah : Wajib Konsentrasi
SILABUS A. Identitas Mata Kuliah 1. Nama Mata Kuliah : Perselisihan Hubungan Industrial 2. Status Mata Kuliah : Wajib Konsentrasi 3. Kode Mata kuliah : 4. Jumlah SKS : 2 B. Deskripsi Mata Kuliah Perselisihan
Lebih terperinciPHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
PHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Oleh: Maya Jannah, S.H., M.H Dosen tetap STIH LABUHANBATU ABSTRAK Hukum ketenagakerjaan bukan
Lebih terperinciPENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum
Pendahuluan PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum Sebagai seorang mahasiswa yang bercita-cita menjadi advokat maka ketika ada sebuah permasalahan di bidang hukum
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur
BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK), maka keberadaan
Lebih terperinciMakalah Ketenagakerjaan Sengketa Hubungan Industrial (Hukum Perikatan) BAB I PENDAHULUAN
Makalah Ketenagakerjaan Sengketa Hubungan Industrial (Hukum Perikatan) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep hubungan industrial tidak bisa lepas dari unsur pengusaha dan pekerja, dimana pengusaha
Lebih terperincifile://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm
Page 1 of 38 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003
UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XI HUBUNGAN INDUSTRIAL Bagian Kesatu Umum Pasal 102 1. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG
Lebih terperinciJenis-Jenis Perundingan, Perundingan Kolektif, Peran Serikat Pekerja, Pengusaha dan Pemerintah Dalam Perundingan dan Pengadilan Hubungan
Modul ke: Fakultas Psikologi Hubungan Industrial Jenis-Jenis Perundingan, Perundingan Kolektif, Peran Serikat Pekerja, Pengusaha dan Pemerintah Dalam Perundingan dan Pengadilan Hubungan Industrial Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan kualitas yang baik dari karyawan dalam melaksanakan tugasnya,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi ini, permasalahan tentang sumber daya manusia dalam suatu perusahaan menuntut untuk lebih diperhatikan, sebab secanggih apapun teknologi yang dipergunakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial
Lebih terperinciMeminimalkan Konflik dalam PHK
Meminimalkan Konflik dalam PHK Definisi PHK Unsur Unsur Dalam PHK : 1. Merupakan pengakhiran hubungan kerja 2. Disebabkan suatu hal tertentu 3. Mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh
Lebih terperinci*10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 25/1997, KETENAGAKERJAAN *10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya. membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Lebih terperinci