Segala puji syukur kepada TUHAN YANG MAHA ESA, yang telah menganugerahkan. nikmat dan karunia-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan buku

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Segala puji syukur kepada TUHAN YANG MAHA ESA, yang telah menganugerahkan. nikmat dan karunia-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan buku"

Transkripsi

1

2 RTRW KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN KATA PENGANTAR Segala puji syukur kepada TUHAN YANG MAHA ESA, yang telah menganugerahkan nikmat dan karunia-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan buku RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ACEH TIMUR Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) ditujukan untuk mewadahi perkembangan dan pembangunan yang selama ini berlangsung, sehingga rencana tata ruang tetap dapat berfungsi sebagai pedoman bagi agenda pembangunan. Dengan selesainya penyusunan Laporan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut membantu, sehingga laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Idi Rayeuk, 2012 Pemerintah daerah Materi Teknis i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... I II V VI BAB I PENDAHULUAN... I Dasar Hukum Penyusunan... I Pengertian... I Azas, Manfaat, Fungsi dan Kedudukan RTRW... I Azas RTRW... I Manfaat RTRW... I Fungsi dan Kedudukan RTRW... I Profil Wilayah... I Batas dan Administrasi... I Kondisi Fisik Dasar... I Geologi dan Jenis Tanah... I Topografi dan Morfologi... I Klimatologi dan Hidrologi... I Penggunaan Lahan... I Kependudukan dan Sumber Daya Manusia... I Jumlah dan Sebaran Penduduk... I Proyeksi Pertumbuhan Penduduk... I Komposisi Penduduk... I Mobilitas Penduduk... I Potensi Bencana Alam... I Konsep Mitigasi Bencana Banjir... I Konsep Mitigasi Bencana Tsunami dan Gempa Bumi... I Potensi Sumber Daya Alam... I-47 Materi Teknis ii

4 Potensi Kehutanan... I Potensi Pertambangan dan Energi... I Potensi Peternakan dan Perikanan... I Potensi Pertanian dan Perkebunan... I Potensi Pariwisata... I Potensi Ekonomi Wilayah... I Perkembangan dan Struktur Ekonomi... I Keuangan Daerah... I Isu-Isu Strategis... I-61 BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG.. II Tujuan Penataan Ruang... II Kebijakan Penataan Ruang... II Strategi Penataan Ruang... II-2 BAB III STRUKTUR RUANG WILAYAH... III Rencana Pusat Kegiatan... III Rencana Sistem Jaringan Prasarana... III Rencana Sistem Prasarana Utama... III Rencana Jaringan Transportasi Darat... III Rencana Jaringan Transportasi Perkretaapian... III Rencana Jaringan Transportasi Udara... III Rencana Jaringan Transportasi Perkretaapian... III Rencana Sistem Prasarana Lainnya... III-11 BAB IV POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN ACEH TAMIANG... IV Rencana Kawasan Lindung... IV Rencana Kawasan Budi Daya... IV-6 BAB V KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN... V-1 Materi Teknis iii

5 BAB VI ARAHAN PEMANFAATAN RUANG... VI-1 BAB VII PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG... VII Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Ruang Wilayah... VII Ketentuan Perizinan... VII Ketentuan Insentif dan Disinsentif... VII Sanksi... VII-21 Materi Teknis iv

6 DAFTAR TABEL HALAMAN... TABEL Tabel 1.1 Nama Kecamatan dan Luas Wilayah Tahun... I-9 Tabel 1.2 Kondisi Kelerengan... I-12 Tabel I.3 Rata-rata Curah Hujan dan Hari Hujan... I-19 Tabel 1.4 Kondisi Tutupan Lahan... I-28 Tabel 1.5 Jumlah Dan Perkembangan Penduduk... I-32 Tabel 1.6 Sebaran Dan Kepadatan Penduduk... I-33 Tabel 6.1 Indikasi Program... VI-2 Materi Teknis v

7 DAFTAR PETA PETA.....HALAMAN Peta 1.1 Orientasi Aceh Tamiang... I-10 Peta 1.2 Administrasi Aceh Tamiang... I-11 Peta 1.3 Kondisi Kelerengan... I-13 Peta 1.4 Kondisi Geologi... I-16 Peta 1.5 Kondisi Jenis Tanah... I-25 Peta 1.6 Kondisi Daerah Aliran Sungai... I-27 Peta 1.7 Peta Curah Hujan... I-20 Peta 1.8 Potensi Gempa Bumi... I-22 Peta 1.9 Potensi Gerakan Tanah... I-24 Peta 1.10 Potensi Gerakan Tanah... I-24 Peta 1.10 Potensi Banjir... I-25 Peta 1.11 Rawan Bencana Angin Puting Beliung... I-29 Peta 1.12 Peta Rawan Bencana Kekeringan... I-30 Peta 1.13 Tutupan Lahan... I-31 Peta 1.14 Kepadatan Penduduk Bersih... I-34 Peta 3.1 Rencana Struktur Ruang... III-23 Peta 4.1 Rencana Pola Ruang... Peta 5.1 Kawasan Strategis... V-5 Materi Teknis vi

8 RTRW KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN DASAR HUKUM PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN ACEH TIMUR D asar hukum penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRWK) adalah peraturan perundang-undangan yang secara umum dapat dibedakan atas 2 kelompok, yaitu: peraturan perundang-undangan yang secara ekplisit menetapkan ketentuan yang berkaitan langsung dengan penyusunan rencana tata ruang, dan peraturan perundang-undangan yang akan menjadi acuan dalam penyusunan rencana tata ruang tersebut. Kelompok peraturan perundang-undangan yang dengan eksplisit menetapkan ketentuan yang berkaitan langsung dengan rencana tata ruang meliputi: 1. Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4725). Pada Ketentuan Penutup Pasal 78 ayat (4) huruf b ditetapkan bahwa: Dengan berlakunya undang-undang ini semua peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi disusun atau disesuaikan paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun sejak undang-undang ini diberlakukan. 2. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437), sebagaimana telah diubah/diamandemen beberapa kali, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4844). Dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b ditetapkan bahwa: Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang. Materi Teknis 1-1

9 3. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara RI Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4633). Dalam Bab XX Perencanaan Pembangunan dan Tata Ruang Pasal 141 sampai Pasal 150, dikemukakan serangkaian penetapan yang berkaitan dengan: pembangunan, penataan ruang, pengelolaan lingkungan hidup, dan secara khusus pengelolaan kawasan ekosistem Leuser di wilayah Aceh. Kelompok peraturan perundang-undangan yang lain yang akan akan menjadi acuan dalam penyusunan rencana tata ruang meliputi: 1. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara RI Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1103). 2. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara RI Tahun 1960 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2043). 3. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara RI Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3274). 4. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara RI Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3419). 5. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3469). 6. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3470). 7. Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3478). 8. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati. 9. Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara RI Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3647). Materi Teknis 1-2

10 10. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 129, Tanbahan Lembaran Negara RI Nomor 3881). 11. Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3888); sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4412). 12. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3893). 13. Undang-Undang RI Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 525, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4054). 14. Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4145). 15. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara RI Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4169). 16. Undang-Undang RI Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara RI Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4327). 17. Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4377). 18. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4380). 19. Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4411). Materi Teknis 1-3

11 20. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4421). 21. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4433). 22. Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4438). 23. Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4441). 24. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara Menjadi Undang-Undang. 25. Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Pidie Jaya (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4683). 26. Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Subulussalam (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4684). 27. Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4700). 28. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4722). 29. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4723). 30. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4724). Materi Teknis 1-4

12 31. Undang-Undang RI Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4739). 32. Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4746). 33. Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4849). 34. Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4925). 35. Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4956). 36. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4959). 37. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4966). 38. Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4974). 39. Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5052). 40. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5059). 41. Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5068). 42. Peraturan Pemerintah RI Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara RI Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3445). 43. Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Materi Teknis 1-5

13 Ruang (Lembaran Negara RI Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3660). 44. Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara RI Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3776). 45. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3816). 46. Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3838). 47. Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3934). 48. Peraturan Pemerintah RI Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4146). 49. Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4163). 50. Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2002 tentang Keadaan Geografis Titik- Titik Garis Pangkal (Lembaran Negara RI Tahun 2002 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4211). 51. Peraturan Pemerintah RI Nomor 37 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 Tentang Daftar Koordinat Goegrafis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia (Lembar Negara RI Tahun 2008 Nomor 77, Tambahan Lembar Negara RI Nomor 4854). 52. Peraturan Pemerintah RI Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara RI Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4242). Materi Teknis 1-6

14 53. Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan (Lembaran Negara RI Tahun 2002 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4254). 54. Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4385). 55. Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4452). 56. Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4453). 57. Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara RI Tahun 2006 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4624). 58. Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara RI Tahun 2006 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4638). 59. Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4696). 60. Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah /Kota (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4737). 61. Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 89, RI Nomor 4741). Tambahan Lembaran Negara 62. Peraturan Pemerintah RI Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4777). 63. Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4833). Materi Teknis 1-7

15 64. Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4858). 65. Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4859). 66. Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4987). 67. Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5004). 68. Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5070). 69. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara RI Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5097). 70. Peraturan Pemerintah RI Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara RI Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5103). 71. Peraturan Presiden RI Nomor 30 Tahun 2005 tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara. 72. Peraturan Presiden RI Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. 73. Keputusan Presiden RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. 74. Keputusan Presiden RI Nomor 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan Tanah Bagi Kawasan Industri. 75. Keputusan Presiden RI Nomor 52 Tahun 1992 tentang Pengelolaan Kawasan Budidaya. Materi Teknis 1-8

16 76. Keputusan Presiden RI Nomor 33 Tahun 1998 tentang Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser. 77. Keputusan Presiden RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional. 78. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang Di Daerah. 79. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang. 80. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi. 81. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor. 82. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai. 83. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya. 84. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan. 85. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. 86. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah. 87. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008 tentang Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di Daerah. 88. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah /Kota beserta Rencana Rinciannya. Materi Teknis 1-9

17 89. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.28/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konsultasi Dalam Rangka Pemberian Persetujuan Substansi Kehutanan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah. 90. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi. 91. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah. 92. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota. 93. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41/Permentan/OT.140/9/2009 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian. 94. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 630 / KPTS / M / 2009 tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Fungsinya Sebagai Jalan Arteri dan Jalan Kolektor Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 631 / KPTS / M / 2009 tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut Statusnya sebagai Jalan Nasional. 96. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 14 Tahun 2002 tentang Kehutanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 97. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 20 Tahun 2002 tentang Konservasi Sumber Daya Alam. 98. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 21 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam. 99. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun. 1.2 PENGERTIAN Dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) ini terdapat beberapa pengertian pokok yang antara lain : 1. Pemerintah Pusat disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Pemerintah adalah ; Materi Teknis 1-10

18 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah; 4. Kepala Daerah adalah Bupati yang dibantu oleh seorang Wakil Bupati; 5. Kecamatan adalah suatu wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dalam penyelenggaraan pemerintahan kecamatan; 6. Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum di bawah kecamatan yang terdiri atas gabungan beberapa gampong yang mempunyai batas wilayah tertentu yang dipimpin oleh imum mukim atau nama lain dan berkedudukan langsung di bawah camat; 7. Gampong adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah mukim dan dipimpin oleh keuchik atau nama lain yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri; 8. Qanun adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah kabupaten yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat di Aceh; 9. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang; 10. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya; 11. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang; 12. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah Rencana Tata Ruang Wilayah yang mengatur rencana struktur dan pola tata ruang wilayah kabupaten; 13. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional; 14. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya; 15. Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; 16. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang; 17. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya; Materi Teknis 1-11

19 18. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang; 19. Pengawasan Penataan Ruang adalah upaya agar upaya penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 20. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional; 21. Wilayah adalah seluruh wilayah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; 22. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan; 23. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kota kecamatan yang mempunyai potensi untuk berfungsi sebagai pusat jasa, pusat koleksi dan distribusi, dan simpul transportasi dengan skala pelayanan gampong-gampong dalam satu kecamatan yang merupakan kota kecil/ibukota kecamatan; 24. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar gampong; 25. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagilalu-lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/ atau air, serta di atas permukaan air, kecuali kereta api, jalan lori, dan jalan kabel; 26. Sistem Jaringan Jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarki; 27. Sistem jaringan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Di dalam implementasi penysunansistem jaringan jalan primer mengacu pada RTRWN. 28. Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan cirri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Materi Teknis 1-12

20 29. Jalan Lokal Primer yang selanjutnya disingkat JLP adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusatkegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan; 30. Ruas Jalan adalah bagian atau penggal jalan di antara dua simpul/persimpangan sebidang atau tidak sebidang baik yang dilengkapi dengan alat pemberi isyarat lalu lintas ataupun tidak; 31. Terminal bus adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum; 32. Tatanan Kepelabuhanan adalah sistem kepelabuhanan yang memuat peran, fungsi, jenis, hirarki pelabuhan, rencana induk pelabuhan dan lokasi pelabuhan serta keterpaduan intra dan antar moda serta keterpaduan dengan sektor lain; 33. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan atau perairan dengan batasbatas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang dan atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi; 34. Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi; 35. Kawasan Alur Pelayaran adalah wilayah perairan yang dialokasikan untuk alur pelayaran bagi kapal; 36. Wilayah Sungai yang selanjutnya disebut WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai yang luasnya kurang dari atau sama dengan km2; 37. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau Materi Teknis 1-13

21 atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan; 38. Air Baku (sumber Air Minum Rumah Tangga) adalah Air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum; 39. Wilayah Pelayanan Air Bersih adalah Wilayah yang layak medapatkan suplai air minum dengan sistem perpipaan maupun non perpipaan, dikelola oleh suatu badan tertentu, dan cakupan palayanan sesuai dengan periode perencanaan; 40. Drainase Perkotaan adalah Sistem drainase dalam wilayah administrasi kota dan daerah perkotaan (urban) yang berfungsi untuk mengendalikan atau mengeringkan kelebihan air permukaan didaerahpemukiman yang berasal dari hujan lokal, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan hidup manusia; 41. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) adalah Tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan; 42. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) adalah Seperangkat bangunan yang digunakan untuk mengolah tinja yang berasal dari suatu bangunan pengolah air limbah rumah tangga individual maupun komunal yang diangkut dengan mobil tinja; 43. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya; 44. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan serta nilai sejarah dan budaya bangsa, guna kepentingan pembangunan berkelanjutan; 45. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sunga; 46. Sempadan Pantai adalah kawasan perlindungan setempat sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian dan kesucian pantai, keselamatan bangunan dan tersedianya ruang untuk lalu lintas umum; 47. Konservasi adalah pengelolaan pemanfaatan oleh manusia terhadap biosfer sehingga dapat menghasilkan manfaat berkelanjutan yang terbesar kepada generasi sekarang sementara mempertahankan potensinya untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi akan datang (suatu variasi defenisi pembangunan berkelanjutan); Materi Teknis 1-14

22 48. Manggrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis yang tumbuh dan berkembang pada daerah air payau atau daerah pasang surut dengan substrat berlumpur dicampur dengan pasir, biasanya berada di mulut sungai; 49. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam; 50. Kawasan Rawan Bencana adalah kawasan dengan kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis dan geografis pada satu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu; 51. Kawasan Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan; 52. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi usaha hulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang pengelolaan sumber daya alam hayati dalam agroekosistem yang sesuai dan berkelanjutan, dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat; 53. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pemodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat; 54. Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya fisik, benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budi daya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan pengusahaannya; 55. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan; 56. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang; Materi Teknis 1-15

23 57. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu; 58. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah; 59. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional; 60. Kawasan Peruntukan Pertambangan adalah wilayah yang memiliki potensi sumberdaya bahan tambang dan merupakan tempat dilakukannya sebagian atau seluruh tahapan kegiatan pertambangan, baik di wilayah daratan maupun perairan, serta tidak dibatasi oleh penggunaan lahan, baik kawasan budidaya maupun kawasan lindun 61. Wilayah Pencadangan Negara, yang selanjutnya disebut WPN, adalah bagian dari WP yang dicadangkan untuk kepentingan strategis nasional; 62. Wilayah Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WUP, adalah bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan /atau informasi geologi; 63. Wilayah Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WIUP, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP; 64. Wilayah Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut WPR, adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat; 65. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan; 66. Kawasan Perkotaan adalah kawasan dengan kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi; 67. Kawasan Pergampongan adalah kawasan dengan kegiatan utama pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam dengan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi; 68. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarkis keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis; Materi Teknis 1-16

24 69. Kawasan Minapolitan adalah kawasan pengembangan ekonomi berbasis usaha penangkapan ikan yang dikembangkan secara terintegrasi oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah; 70. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri; 71. Kawasan Pesisir adalah wilayah pesisir tertentu yang ditunjukkan dan atau ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kriteria tertentu, seperti karakter fisik, biologi, sosial dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya; 72. Kawasan Strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan /atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia; 73. Kawasan Strategis Aceh yang selanjutnya disebut KSA adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara regional dalam aspek pertahanan keamanan negara, ekonomi, sosial budaya, lingkungan, dan/atau pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi; 74. Kawasan Strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan /atau lingkungan; 75. Kawasan Pertahanan Keamanan adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk kepentingan kegiatan pertahanan dan keamanan, yang terdiri dari kawasan latihan militer, kawasan pangkalan TNI Angkatan Udara, kawasan pangkalan TNI Angkatan Laut, dan kawasan militer lainnya; 76. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah; 77. Kawasan peruntukan pariwisata adalah kawasan yang didominasi oleh fungsi kepariwisataan, mencakup sebagian areal dalam kawasan lindung atau budidaya yang lain yang di dalamnya terdapat konsentrasi daya tarik dan fasilitas penunjang pariwisata; Materi Teknis 1-17

25 78. Kawasan peruntukan pertanian adalah kawasan yang diperuntukkan bagi ketahanan pangan nasional, juga dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri dan penyediaan lapangan kerja; 79. Kawasan peruntukan perikanan adalah kawasan budidaya perikanan yang ditetapkan dengan kriteria wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan, budidaya perikanan, industri pengolahan hasil perikanan, dan tidak mengganggu kelestarian hidup lingkungan; 80. Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan; 81. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap; 82. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah; 83. Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alam; 84. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi dan sebagai tempat serta ruang di sekitar situs purbakala dan kawasan yang memiliki bentukan geologi alami yang khas; 85. Kawasan sekitar mata air adalah kawasan sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk kelestarian fungsi mata air; 86. Kawasan Pantai Berhutan Bakau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau yang berfungsi memberi perlindungan kepada kehidupan pantai dan laut; 87. Kawasan Perlindungan Setempat adalah kawasan lindung yang berfungsi untuk melindungi dan menjaga fungsi utama kawasan sempadan sungai, waduk, pantai dan mata air termasuk ruang terbuka hijau; 88. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air; Materi Teknis 1-18

26 89. Kawasan Rawan Bencana Alam adalah kawasan yang diidentifikasikan berpotensi tinggi mengalami bencana alam, antara lain banjir, longsor, gelombang pasang dan merupakan kawasan dari jarak tertentu yang memiliki pengaruh langsung dari tempat kejadian bencana; 90. Kawasan Lindung Geologi adalah kawasan lindung nasional dengan fungsi utama untuk melindungi kawasan cagar alam geologi, kawasan rawan bencana alam geologi, dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah; 91. Peraturan Zonasi adalah pedoman yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam perencanaan rinci tata ruang; 92. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; 93. Insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan rangsangan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang; 94. Disinsentif adalah perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi pelaksanaan kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang. 95. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang; 96. Peran Serta Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan 97. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat adhoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi dan / Kota dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Gubernur dan Bupati/ Walikota dalam koordinasi penataan ruang di kabupaten. 1.3 AZAS, MANFAT, FUNGSI DAN KEDUDUKAN RTRW Azas RTRW RTRW didasarkan atas 4 (empat) azas, yaitu: 1. Manfaat yaitu menjadikan wilyah kabupaten melalui pemanfaatan ruang secara optimal yang tercermin pola pemanfaatan ruang. Materi Teknis 1-19

27 2. Keseimbangan dan Keserasian yaitu menciptakan keseimbangan dan keserasian fungsi dan intensitaas pemnafaatan ruang. 3. Kelestarian yaitu menciptakan hubungan yang serasi antar manusia dan lingkungan yang tercermin dari pola intensitaas pemanfaatan ruang. 4. Keterbukaan yaitu bahwa setiap orang/pihak dapat memperoleh keterangan mengenai produk perencanaan tat ruang guna berperan serta dalam proses penataan ruang Manfaat RTRW Manfaat RTRW kabupaten adalah untuk: 1. Mewujudkan keterpaduan pembangunan dalam wilayah kabupaten. 2. Mewujudkan keserasian pembangunan wilayah kabupaten dengan wilayah sekitarnya. 3. Menjamin terwujudnya tata ruang wilayah kabupaten yang berkualitas Fungsi dan Kedudukan RTRW Fungsi RTRW kabupaten adalah RTRW berfungsi sebagai arahan struktur dan pola ruang, pemanfaatan sumber daya, dan pembangunan daerah serta penyelaras kebijakan penataan ruang Nasional, Propinsi, dan /Kota yang berbatasan. RTRW juga berfungsi sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan pedoman penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang. Kedudukan RTRW adalah berikut: 1 sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun rencana program jangka panjang nasional, propinsi dan kabupaten; penyelaras bagi kebijakan rencana tata ruang nasional, propinsi, kabupaten dan pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di sampai pada Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan; 2 sebagai dasar pertimbangan dalam menyusunan peraturan zonasi kawasan, RTBL kawasan dan Masterplan Kawasan; dan 3 sebagai dasar pertimbangan dalam penyelarasan penataan ruang antar wilayah lain yang berbatasan; dan kebijakan pemanfaatan ruang kabupaten, lintas kecamatan, dan lintas ekosistem serta kawasan strategis. Materi Teknis 1-20

28 3.1 PROFIL WILAYAH KABUPATEN ACEH TIMUR Batas dan Administratif Berdasarkan aspek administrasi maupun menurut SK Gubernur No. 19 Tahun 1999 mencakup wilayah daratan memiliki luas wilayah 6.040,60 Km 2. Berdasarkan Perhitungan sistem informasi geografis Seluas 5.427,26 Km 2 yang terdiri dari 24 Kecamatan, 51 Mukim dan 512 Gampong, wilayah laut kewenangan sejauh 4 mil sejauh garis pangkal seluas 719,01 Km 2, wilayah udara di atas daratan dan laut kewenangan, dimana berbatasan dengan : Sebelah Utara : dengan Aceh Utara dan Selat Malaka. Sebelah Timur : dengan Selat Malaka, Kota Langsa dan Aceh Tamiang. Sebelah Selatan : dengan Gayo Lues, Aceh Tamiang dan Kota Langsa. Sebelah Barat : dengan Aceh Utara, Aceh Tengah dan Bener Meriah. di bagian barat-selatan berbatasan langsung dengan Gayo Lues dan Aceh Tengah. Perbatasan wilayah ini secara fisik merupakan kawasan Gunung Leuser, sehingga tidak dapat digunakan sebagai kawasan budidaya sepenuhnya tetapi digunakan sebagai kawasan budidaya terbatas, maka hal tersebut harus diperhatikan dalam perencanaan. terletak di bagian timur Provinsi Aceh berdekatan langsung dengan Sumatera Utara. memiliki akses yang dekat ke Medan yang memiliki fasilitas sarana yang lebih lengkap dengan fasilitas prasarana bertaraf internasional. Hal ini menguntungkan bagi perkembangan wilayah ini. Keuntungan lain dari Aceh Timur berdasarkan letak geografis adalah berbatasan langsung dengan Selat Malaka, sehingga dapat memiliki akses langsung ke negara lain terutama Malaysia. Materi Teknis 1-21

29 No. Kecamatan / IKK 1 Serbajadi (Lokop) 2 Simpang Jernih (Simpang Jernih) 3 Peunaron (Alur Pinang) 4 Birem Bayeun (Birem Rayeuk) 5 Rantau Selamat (Bayeun) 6 Sungai Raya (Labuhan Keude) 7 Peureulak (Peureulak) 8 Peureulak Timur (Alue Tho) Tabel I.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan Tahun 2009 Jumlah Gampong/Gampong 16 Gampong (Lokop, Tualang, Gampong Terujak, Leles, Ujung Karang, Umah taring, Sunti, Sekualan, Loot, Nalon, Jering, Rampah, Mesir, Selemak, Sembuang, Bunin) 7 Gampong (Tampur Boor, Tampur Paloh, Melidi, Batu Sumbang, Simpang Jernih, Pante Kera, Rantau Panjang) 6 Gampong (Arul Pinang, Peunaron Baru, Peunaron Lama, Bukit Tiga, Sumber Mulya, Sri Mulya) 27 Gampong (Buket Tiga, Kenteng, Afd II Bukit, Alue Drien, Alue Canang, Jambo Labu, Alue Buloh, Peutow, Kemuning Hulu, Alue Teh, Paya Tambah, Paya Bili II, Paya Rambong, Perk Alue Gading I, Birem Rayeuk, Keude Birem, Aramiyah, Paya Bili I, Merbau Dua, Paya Peulawi, Bayeun, Alue Gadeng, Perk Alue Gading II, Buket Seuleumak, Blang Tualang, Alue Sentang, Alue Nyamok) 14 Gampong (Alue Tuwi, Alue Kool, Alue Punti, Dama Sipot, Simpang Peut, Sarah Kayee, Alue Seuleumak, Simpang Aneuh, Gampong Bayeun, Sarah Tubee, Ranto Panjang, Alue Raya, Seuneubok Dalam, Alue Kumba) 13 Gampong (Gajah Mentah, Seuneubok Aceh, Seuneubok Pase, Sungai Simpang, Paya Keutapang, Alue Itam, Bukit Drien, Bukit Selamat, Kuala Parek, Labuhan Keude, Krueng Lingka, Geulumpang Payong, Alue Rangan) 38 Gampong (Cek Embon, Seuneubok Pidie, Kuala Leuge, Seuneubok Peusangan, Lubuk Pempeng, Dama Tutong, Bale Buya, Matang Gleum, Alue Nibong, Buket Pala, Blang Simpo, Paya Kalui, Alue Dua Paya Gajah, Seuneubok Aceh, Uteun Dama, Paya Meuligoe, Punti, Keumuneng, Bangka Rimueng, Leuge, Lhok Dalam, Bandrong, Tanah Rata, Tualang, Keude Peurelak, Cot Muda Itam, Pasir Putih, Blang Bitra, Beusa Meuranoe, Seumatang Muda Itam, Blang Balok, Kuala Bugak, Paya Lipah, Cot Geulumpang, Cot Keh, Blang Batee, Alue Rambong, Matang Peulawi). 20 Gampong (Buket Meuriam, Seuneubok Punti, Alue Bugeng, Seuneubok Tengoh, Seuneubok Teupin, Alue Bu Alue Lhok, Alue Gureb, Alue Bu Alue Nireh, Seuneubok Paya, Seuneubok Rawang, Alue Tho, Seuneubok Lapang, Seuneubok Jalan, Geulanggang Meurak, Seumatang Keude, Babah Krueng, Kruet Lintang, Jeungki, Seuneubok Dalam,Tualang Pateng). Jml Pusat Mukim Luas (km 2 ) Persen tase (%) ,66 35, ,63 13, ,74 1, ,68 4, ,80 2, ,00 3, ,02 5, ,70 3,02 Materi Teknis 1-22

30 No. Kecamatan / IKK 9 Peureulak Barat (Beusa Seberang) 10 Rantau Peureulak (Rantau Panjang) 11 Idi Rayeuk (Idi Rayeuk) 12 Peudawa (Seuneubok Punteut) 13 Banda Alam (Panton Rayeuk M) 14 Idi Tunong (Buket Teukuh) 15 Darul Ihsan (Keude Dua) Jumlah Gampong/Gampong 15 Gampong (Kabu, Beringin, Teumpeun, Kebun Teumpeun, Paya Sengat, Tanjung Tualang, Beusa Seberang, Paya Gajah, Mon Geudong, Alue Bu Tuha, Alue Bu Jalan, Paya Biek, Beusa Baroh, Alue Bu Tunong, Alue Bu Jalan Baroh). 23 Gampong (Beurandang, Alue Geunteng, Kliet, Gampong Tampak, Paya Palas, Alue Batee, Bhom Lama, Pasir Putih, Alue Dua, Bukit Pala BSP, Punting Payong, Seumaly, Kp. Pertamina, Blang Barom, Pulo Blang, Seuneubok Johan, Paya Unou, Seuneubok Baro, Seuneubok Dalam, Seulamak Muda, Mata Ie, Alue Udep, Seumanah Jaya). 35 Gampong (Dama Pulo, Gureb Blang, Seuneubok Tutong, Sam Pai Mah, Seuneubok Tuha, Buket Langa, Buket Juara, Bukit Pala, Meunasah Puuk, Keude Blang, Bantayan Timur, Gampong Aceh, Keude Aceh, Kuta Blang, Seuneubok Bacee, Titi Baru, Seuneubok Tengoh (PR), Seuneubok Rambong, Tanah Anoe, Gampong Tanjong, Kuala Pdw. Puntung, Gampong Jawa, Blang Guelumpang, Gampong jalan, Buket Meulinteung, Buket Jok, Teupin Batee, Alue Dua Muka S, Tanjong Kapai, Gampong Baro, Kuala Idi, Keutapang Mameh, Ulee Blang, Alue Dua Muka O, Kuta Lawah, 17 Gampong (Asan Ramphak, Buket Kuta, Blang Kuta, Alue Batee, Paya Bili Sa, Blang Buket, Kuta Baro, Seuneubok Teungoh, Seuneubok Punteut, Sama Dua, Gampong Keude, Meunasah Krueng, Paya Bili Dua, Paya Dua, Gampong Kuala, Alue Ie Itam, Matang Rayeuk). 16 Gampong (Ulee Jalan, Jambo Reuhat, Blang Rambong, Seuneubok Benteng, Jalan Dua, Panton Rayeuk, Seuneubok Bayu, Panton Rayeuk A, Panton rayeuk B, Seunebok Pangou, Seunebok Kandang, Paya Laman, Buket Drien, Uram Jalan, Panton Rayeuk M, Seuneubok Simpang). 25 Gampong (Alue Lhok, Padang Kasah, Seuneubok Buya, Paya Awe, Paya Gapoh, Seuneubok Drien, Keude Keumuneng, Gp Keumuneng, Snb Meurudu, Seunubok Punti, Seunubok Dalam, Seunubok Jalan, Buket Teukuh, Keumuneng Lhok, Bukit Rumiya, Alue Kumbang M, Alue Kumbang A, Seunubok Baro, Buket Puuk, Seunubok Buloh, Blang Minjei, Blang Si Guci, Bantayan Barat, Snb Teupin Panah, Teupin Panah). 16 Gampong (Seuneubok Aceh Baro, Lhok Leumak, Seuneubok Teungah (KD II), Meunasah Aron, Lhok Dalam, Lhok Meureu, Panton Meureubo, Lhok Panjou, Alue Jangat, Medang Ara, Seuneubok Kulam, Gunong Putoh, Seuneubok Lapang, Keude Dua, Buket Peulawi, Pulo Blang). Jml Pusat Mukim Luas (km 2 ) Persen tase (%) 2 92, ,00 2, ,60 1, ,90 1, ,95 1, ,70 1, ,50 0,90 Materi Teknis 1-23

31 No. Kecamatan / IKK 16 Idi Timur (Keude Reudeup) 17 Darul Aman (Idi Cut) 18 Nurussalam (Bagok) 19 Darul Falah (Tunong Ulee Gajah) 20 Julok (Kuta Binjei) 21 Indra Makmur (Seuneubok Bayu) Jumlah Gampong/Gampong 13 Gampong Keutapang Dua, Matang Rayeuk, Meunasah Jeumpa, Lhok Asahan, Tualang Dalam, Seuneubok Kuyun, Ulee Glee, Seuneubok Barat, Seuneubok Teungoh (SMK), Seuneubok Timur, Matang Bungong, Matang Rayeuk (PP), Seuneubok Dalam SMK. 45 Gampong (Seuneubok Simpang, Alue Lhok, Alue Merbo, Meunasah Keutapang, Alue Dalam, Dama Pulo II, Alue Luddin Dua, Jungka Gajah, Buket Rumiya, Buket Raya, Gaseh Sayang, Seuneubok Buloh, Kapai Baro, Kemuneng Sa, Seuneubok Tuha Sa, Alue Gadeng, Trieng Gadeng, Buket Kulam, Seuneubok Teungoh, Dama Pulo I, Gampong Beunot, Teupin Drum, Kuala Idi Cut, Gampong Baro, Alue Luddin Sa, Lhok Geulumpang, Blang Buket, Seuneubok Tuha Dua, Keumuneng Dua, Buket Tualang, Bagok Panah Peut, Bagok Panah Lhee, Keumuneng Limong, Keumuneng Lhee, Keumuneng Peut, Grong-grong, Gampong Keude, Keude Idi Cut, Seuneubok Baroh, Meunasah Blang, Seuneubok Aceh, Matang Geutou, Matang Pineung, Bagok Panah Sa, Bagok Panah Dua). 31 Gampong (Alue Siwah Serdang, Gampong Lhee, Beurandang, Seuneubok Rambong, Gampong Jalan, Buket Meurak, Seuneubok Dalam, Gampong Mesjid, Paya Enjee, Seuleumak Muda, Cot Asan, Matang Panyang, Buket Panjou, Matang Panyang, Meunasah Hagu, Matang Kunyet, Matang Neuheun, Teupin Pukat, Pulo-U, Matang Seuleumak, Bantayan, Blang Panjou, Seumatang Aron, Meudang Ara, Meunasah Teungoh, Gampong Keude Bagok, Keude Bagok, Gampong Kuala Bagok, Asan Tanjong, Baroh Bugeng, Peulawi) 11 Gampong (Tunong Bugeng, Gampong Cempedak, Buket Tufah, Tunong Ulee Gajah, Keudondong, Seuneubok Panton, Buket Teumpen, Keude Blang, Paya Kreub, Tunong Paya Krueb, Alue Siwah Dua). 37 Gampong (Keumuneng, Ladang Baro, Seunebuk Baro, Seunebok Rambong, Teupin Raya, Buket Panyang, Blang Keumahang, Buket Makmur, Buket Dindeng, Lhok Rambong, Blang Mideun, Blang Jambe, Paya Bakong, Buket Seuraja, Blang Paoh Sa, Ulee Ateung, Mane Rampak, Ujong Tunong, Paya Pasi, Blang Gleum, Alue Cek Doy, Tumpok Teungoh, Matang, Julok Tunong, Blang Paoh Dua, Keude Kuta Binjei, Ulee Tanoh, Kuala Geulumpang, Blang Uyok, Ulee Blang, Naleung, Labohan, Gampong Baro, Seumatang, Tanjong Tok Blang, Simpang Lhee, Lhok Seuntang). 13 Gampong (Alue Ie Itam, Seuneubok Bayu, Blang Nisam, Bandar Baro, Alue Patong, Seuneubok Cina, Pelita Sagop Gaya, Perk Julok Rayeuk Utara, Perk Julok Rayeuk Timur, Jambo Balee, Alue Ie Mirah, Jambo Lubok, Suka Makmur) Jml Pusat Mukim Luas (km 2 ) Persen tase (%) 2 55,15 0, ,50 2, ,07 2, ,40 0, ,36 3, ,05 1,47 Materi Teknis 1-24

32 No. Kecamatan / IKK 22 Pante Bidari (Lhok Nibong) Jumlah Gampong/Gampong 23 Gampong (Blang Seunong, Pante Labu, Pante Rambong, Alue Ie Mirah, Seuneubok Tuha, Seuneubok Saboh, Buket Kareung, Buket Bata, Grong-Grong, Meunasah Tunong, Matang Peureulak, Meunasah Leubok, Meunasah Teungoh, Keude Baro, Pante Panah, Matang Pudeng, Gampong Putoh Dua, Matang Kruet, Paya Deumam Sa, Paya Deumam Lhee, kecamatan Madat, Putoh Sa, Suka Damai). Jml Pusat Mukim Luas (km 2 ) Persen tase (%) 3 233,25 3,86 23 Simpang Ulim (Pucok Alue Dua) 24 Madat (Madat) 23 Gampong (Matang Weng, Alue Mulieng, Pucok Alue Barat, Pucok Alue Sa, Matang Kumbang, Titi Baroeh, Ara Kundo, Alue Buloh Dua, Matang Rayeuk, Teupin Breuh, Blang Nie, Pucok Alue Dua, Peulalu. Alue Buloh Sa, Kuala Simpang Ulim, Gampong Baro, Nicah Awe, Bantayan, Keude Tuha, Gampong Blang, Lampuh Rayeuk, Teupin Mamplam, Matang Seupeng). 26 Gampong (Paya Deumam Peut, Paya Naden, Tanjong Ara, Tanjong Minjei, Seuneubok Pidie, Rambong Lop, Matang Jrok, Matang Nibong, Madat, Abeuk Geulanteu, Matang Keupula Sa, Ulee Ateung, Blang Andam, Bintah, Blang Awe, Pante Meureubo, Lueng Sa, Matang Keupula Lhee, Matang Keupula Dua, Blang Ubit, Lueng Peut, Lueng Dua, Matang Guru, Pante Bayam, Meunasah Tingkeum, Meunasah Asan) ,80 2, ,84 3,32 Total , Sumber : Dalam Angka, Tahun 2010 Kecamatan Dalam Angka Tahun 2010 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Peta 1.1 Orientasi Wilayah dan Peta 1.2 Administrasi. Materi Teknis 1-25

33 Peta 1.1 : Orientasi Wilayah Materi Teknis 1-26

34 Peta 1.2 : Administrasi Wilayah Materi Teknis 1-27

35 3.1.2 Kondisi Fisik Dasar Geologi dan Jenis Tanah Kondisi geologi terdiri dari beberapa jenis batuan yang sebagian besar terdiri dari batuan sedimen dengan lapisan horizontal, yang luasnya Ha dan hampir tersebar merata di beberapa kecamatan di wilayah perencanaan. Jenis batuan yang ada di antara lain yaitu sebagai berikut : 1. Batuan endapan baru dan endapan jaman quarter seluas Ha yang penyebarannya hampir di semua kecamatan di, kecuali di Kecamatan Serbajadi dan Kecamatan Ranto Peureulak. 2. Batuan resen seluas Ha hanya terdapat di Kecamatan Serbajadi. 3. Batuan vulkanik tersier dan quarter serta batuan beku dalam seluas Ha terdapat di Kecamatan Serbajadi. 4. Batuan sedimen terlipat seluas Ha terdapat di Kecamatan Serbajadi. terdapat 7 jenis tanah yang struktur kimianya berbeda-beda. Jenis tanah aluvium/organosol dan gley humus terdapat pada bagian wilayah perencanaan yang relatif rendah (datar) merupakan jenis tanah yang dominan, yaitu seluas Ha. Jenis tanah di adalah sebagai berikut : 1. Podsolik Merah Kuning, Jenis tanah ini terbentuk pada tipe iklim basah dengan curah hujan mm/thn tanpa bulan kering. Terletak pada topografi bergelombang sampai berbukit-bukit pada elevasi m dpl, salumnya agak tebal (1-2 m) dengan warna merah hingga kuning. Reaksi tanah sangat masam (ph 3,4-5,0) dan sangat peka terhadap erosi, mempunyai tingkat kesuburan rendah. Tanah ini sangat luas. Jenis tanah ini relatif luas dan terdapat hampir di semua kecamatan. 2. Mediteran, Tanah ini terbentuk pada iklim dengan curah hujan mm/thn. Tersebar pada elevasi m dpl. Salumnya agak tebal (1-2 m), erosi sedang hingga besar. Jenis tanah ini cocok untuk persawahan, rerumputan, tegalan, dan kebun buahbuahan. 3. Organosol/Alluvial, Terbentuknya tanah ini tidak dipengaruhi iklim. Terletak pada topografi datar sampai sedikit bergelombang di dataran rendah. Warna tanah kelabu tua atau hitam. Reaksi tanah sangat masam (ph 3,5-5). Cocok untuk persawahan, ladang, tambak, palawija dan kebun kelapa. Jenis tanah ini tersebar di semua kecamatan. Materi Teknis 1-28

36 4. Latosol, Tanah ini terletak pada iklim basah dengan curah hujan mm/thn, dengan bulan kering kurang dari 3 bulan. Terletak pada topografi bergelombang. Salumnya dalam (1,5-10 m) dengan warna merah coklat hingga kuning. Reaksi tanah masam sampai agak masam (ph 4,5-6,5) dan kepekaan terhadap erosi kecil. Jenis tanah ini cocok untuk persawahan, tanaman palawija, sayur-mayur dan buah-buahan, kebun karet, lada dan tegalan. Tersebar di Kecamatan Idi Rayeuk, Kecamatan Rantau Selamat, Kecamatan Rantau Peureulak, Kecamatan Birem Bayeun, dan Kecamatan Serbajadi. 5. Podsolik Coklat Kelabu, Tanah ini berkembang pada iklim dengan curah hujan di atas mm/thn. Tanpa bulan kering tersebar pada topografi datar, bergelombang, landai dan berbukit pada elevasi mdpl, berwarna kelabu, kehitaman, coklat tua hingga kekuningan. Reaksi tanah masam hingga netral (ph 5,0-7,0). Jenis tanah ini tersebar di Kecamatan Idi Rayeuk, Kecamatan Rantau Selamat, Kecamatan Rantau Peureulak, Kecamatan Birem Bayeun, dan Kecamatan Serbajadi Topografi dan Morfologi Topografi dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Lereng 0-2 derajat merupakan dataran rendah dan landai, daerah ini meliputi 34,14% dari luas. 2. Lereng 2-15 derajat merupakan daerah landai sampai agak miring, luas daerah ini 13,66 % dari luas. 3. Lereng 15,40 derajat merupakan daerah yang agak miring sampai curam dan pada umumnya tidak terdapat perkampungan/pemukiman, luas daerah ini 26,56 % dari. 4. Lereng yang lebih dari 40 derajat merupakan lereng yang curam sekali, luasnya 25,64 % dari luas daerah. Morfologi wilayah terbagi atas tiga Karakteristik wilayah, yaitu : 1. Morfologi pegunungan dan perbukitan terdiri dari Kecamatan Serbajadi, Simpang Jernih dan Peunaron yang merupakan wilayah yang berada pada kawasan lindung Leuser 2. Morfologi dataran sampai perbukitan terdiri dari Kecamatan Birem Bayeun, Ranto Selamat, Banda Alam, Indra Makmur, Pante Bidari dimana wialayahnya sebagian termasuk dalam kawasan lindung Leuser. Materi Teknis 1-29

37 3. Morpologi pesisir yang terdiri dari Kecamatan Birem Bayeum, Ranto Selamat, Sungai Raya, Peureulak, Peureulak Barat, Peureulak Timur, Peundawa, Idi Rayeuk, Idi Timur, Darul Aman, Nurussalam, Darul Falah, Julok, Simpang Ulim dan Madat Klimatologi dan Hidrologi Klasifikasi iklim Schmidt Fergusson (1952) menempatkan tipe iklim A dan B seperti daerah tropis lainnya, iklim ini sangat dipengaruhi oleh arah angin yang senantiasa bertukar setiap tahunnya, sehingga terdapat dua musim yang berbeda yaitu musim hujan dan musin kemarau. Musim hujan terjadi dari bulan September s/d bulan Februari, sedangkan musim kemarau mulai bulan Maret s/d bulan Agustus. Curah hujan rata-rata setiap tahunnya diantara sampai mm, sedangkan suhu udara berkisar antara C dengan kelembaban relatif (RH) rata-rata 75 %. Hidrologi memiliki banyak aliran sungai yang tersebar dari hulu hingga ke muara selat Malaka. Penyebaran aliran sungai di yang terdiri dari 7 buah sungai berikut luasan daerah tangkapan airnya (catchment area) dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel I.2 Sungai dan Cathment Area No. Daerah Aliran Sungai Cacthment Area (Km 2 ) 1 Kr. Arakundo Kr. Idi Kr. Peurelak Kr. Bayeun Kr. Langsa Kr. Sikajang/ Paya Ketenggar 99 7 Kr. Serbajadi/Kr.Tamiang Sumber : Dinas PU Penggunaan Lahan Berdasarkan data Badan Geologi Bandung Tahun 2011, maka pola penggunaan lahan di wilayah dibedakan berdasarkan penggunaannya, yaitu cagar alam, hutan lindung,h produksi, perkebunan HGU, sawah, pertanian lahan kering, kebun campuran, tambak, permukiman dan pertambangan. Luas hutan lindung memiliki luasan dominan sebesar ,07 Ha, dan cagar alam memiliki luas sebesar 184,42. Adapun rincian penggunaan lahan Tahun 2011 adalah sebagai berikut : Materi Teknis 1-30

38 Tabel I.3 Penggunaan Lahan Eksisting Tahun 2012 Sumber : Badan Geologi Bandung Materi Teknis 1-31

39 Peta 1.3 : Tutupan Lahan Eksisting Sumber : Badan Geologi Bandung 2011 Materi Teknis 1-32

40 3.1.4 Kependudukan dan Sumber Daya Manusia Jumlah dan Sebaran Penduduk Penduduk di pada tahun 2009 berjumlah jiwa dengan kepadatan penduduk 60 jiwa/km 2 sehingga kepadatan penduduk di kabupaten ini termasuk kepadatan sedang ( jiwa/km 2 ). Kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Idi Rayeuk yaitu 421 jiwa/km 2, sedangkan kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Serbajadi yaitu 3 jiwa/km 2. No. Tabel I.4 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan Tahun 2010 Kecamatan Luas Wilayah (km 2 ) Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km²) 1 Banda Alam 90, ,4 2 Birem Bayeun 253, ,7 3 Darul Aman 131, ,6 4 Darul Ihsan 54, ,9 5 Idi Rayeuk 79, ,2 6 Idi Tunong 74, ,1 7 Indra Makmur 89, ,1 8 Julok 234, ,9 9 Madat 200, ,6 10 Nurussalam 138, ,5 11 Pante Bidari 233, ,1 12 Peudawa 78, ,9 13 Peureulak 318, ,8 14 Peureulak Barat 92, ,7 15 Peureulak Timur 182, ,0 16 Rantau Peureulak 129, ,1 17 Rantau Selamat 159, ,2 18 Serbajadi 2.165, ,7 19 Simpang Jernih 844, ,0 20 Simpang Ulim 123, ,5 21 Sungai Raya 189, ,5 22 Idi Timur 54, ,8 23 Darul Falah 40, ,9 24 Peunaron 79, ,9 Jumlah/Total 6.040, ,6 Sumber : Dalam Angka Tahun 2011 Materi Teknis 1-33

41 Peta 1.4 Persebaran dan Kepadatan Penduduk Tahun 2009 Materi Teknis 1-34

42 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan perhitungan proyeksi penduduk di sampai dengan 20 tahun mendatang atau tahun yakni pada tahun 2022 sebesar jiwa dan pada tahun 2032 sebesar jiwa. Proyeksi dilakukan dengan menggunakan beberapa asumsi bahwa pada tahun mendatang ada peningkatan pertumbuhan tenaga kerja yang mendukung perkembangan investasi, serta adanya peningkatan penduduk akibat adanya multiplier effect. No. Tabel I.5 Proyeksi Penduduk Per Kecamatan Tahun Kecamatan Proyeksi Jumlah Penduduk Banda Alam 7,561 8,348 9,216 10,176 2 Birem Bayeun 26,208 28,935 31,947 35,272 3 Darul Aman 17,303 19,104 21,092 23,288 4 Darul Ihsan 6,036 6,665 7,358 8,124 5 Idi Rayeuk 36,665 40,481 44,694 49,346 6 Idi Tunong 10,452 11,540 12,741 14,068 7 Indra Makmur 14,802 16,342 18,043 19,921 8 Julok 19,042 21,024 23,212 25,628 9 Madat 28,458 31,420 34,691 38, Nurussalam 16,607 18,336 20,244 22, Pante Bidari 26,680 29,457 32,523 35, Peudawa 9,303 10,271 11,340 12, Peureulak 36,549 40,353 44,553 49, Peureulak Barat 10,192 11,253 12,424 13, Peureulak Timur 8,589 9,483 10,470 11, Rantau Peureulak 10,587 11,689 12,906 14, Rantau Selamat 22,169 24,476 27,024 29, Serbajadi 5,493 6,064 6,696 7, Simpang Jernih 3,808 4,204 4,642 5, Simpang Ulim 25,634 28,302 31,247 34, Sungai Raya 10,033 11,077 12,230 13, Idi Timur 6,334 6,993 7,721 8, Darul Falah 4,145 4,577 5,053 5, Peunaron 8,223 9,079 10,023 11,067 Jumlah 370, , , ,145 Sumber : Analisis, Tahun 2012 Materi Teknis 1-35

43 Pada dasarnya kebijakan pembangunan di bidang kependudukan adalah dengan menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran serta melindungi tenaga kerja yang meliputi hak dan kewajibannya. Di samping itu juga memfasilitasi perpindahan penduduk dan pengembangan kawasan pemukiman. Pembangunan ketenagakerjaan dan mobilitas penduduk merupakan upaya yang komplek dan menyeluruh di semua sektor Komposisi Penduduk Struktur penduduk yang akan dijabarkan pada sub bab ini adalah penduduk berdasarkan umur, jenis kelamin, dan banyaknya rumah tangga di. 1. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Struktur penduduk di berdarakan jenis kelamin memiliki proporsi yang hampir seimbang yaitu penduduk laki-laki sebesar 49,95% dan penduduk perempuan sebesar 50,05 %. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel I.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2009 No. Kecamatan Penduduk Pria Wanita Jumlah 1 Banda Alam Birem Bayeun Darul Aman Darul Ihsan Idi Rayeuk Idi Tunong Indra Makmu Julok Madat Nurussalam Pante Bidari Peudawa Peureulak Peureulak Barat Peureulak Timur Rantau Peureulak Rantau Selamat Serbajadi Simpang Jernih Simpang Ulim Sungai Raya Idi Timur Darul Falah Peunaron Jumlah/Total Sumber : Dalam Angka Tahun 2010 Materi Teknis 1-36

44 2. Penduduk Berdasarkan Rumah Tangga RTRW Jumlah penduduk bedasarkan rumah tangga di wilayah perencanaan tahun 2009 sebanyak Kepala Keluarga (KK). Rata-rata penduduk di tiap kecamatan terdapat 3 jiwa/kk sampai 6 jiwa/kk dengan rata-rata penduduk tiap rumah tangga adalah 5 jiwa/kk di. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut : No. Kecamatan Tabel I.7 Rata-Rata Penduduk Per Rumah Tangga Tahun 2009 Penduduk (jiwa) Rumah Tangga (KK) Rata rata KK (Jiwa/Kk) 1 Banda Alam Birem Bayeun Darul Aman Darul Ihsan Idi Rayeuk Idi Tunong Indra Makmu Julok Madat Nurussalam Pante Bidari Peudawa Peureulak Peureulak Barat Peureulak Timur Rantau Peureulak Rantau Selamat Serbajadi Simpang Jernih Simpang Ulim Sungai Raya Idi Timur Darul Falah Peunaron Jumlah/Rata-rata Sumber : Dalam Angka Tahun 2010 Materi Teknis 1-37

45 Mobilitas Penduduk Pergerakan penduduk di terkonsentrasi di jalur jalan nasional Medan Banda Aceh terutama di Kecamatan Idi Rayeuk dan Peureulak karena kedua kecamatan ini cenderung memiliki fasilitas pelayanan yang lebih lengkap. Penduduk yang berdekatan dengan perbatasan Kota Langsa memiliki orientasi pergerakan ke arah tersebut. Hal ini karena selain Kota Langsa memiliki fasilitas yang lebih lengkap dari juga sebelum pemekaran merupakan ibukota. Demikian pula dengan penduduk yang berada di perbatasan dengan Aceh Utara Potensi Bencana Alam Pemanfaatan ruang dalam mitigasi bencana terdapat prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut : Penataan ruang perlu didasari pengenalan dan pemahaman atas resiko kebencanaan di kawasan. Untuk itu perlu kajian ancaman/bahaya, kerentanan dan kajian resiko, dilengkapi dengan zonasi ancaman/bahaya. Pengaturan pemanfaatan ruang yang memiliki ancaman bencana, misal penataan fungsi ruang, aturan membangun, pembatasan penggunaan. Pengembangan struktur ruang dengan memperhatikan kebutuhan prasarana/fasilitas kritis (transportasi, kesehatan/medik, pendidikan, listrik, telekomunikasi, air bersih) dengan memperhatikan prinsip redundancy. Penyediaan jalur-jalur evakuasi dan bantuan darurat untuk antisipasi keadaan darurat. Penyediaan ruang terbuka sebagai daerah evakuasi korban bencana dan sebagai daerah penyangga/buffer untuk mencegah perluasan bencana (kebakaran/longsor/banjir). Penataan ruang yang kompatibel bagi langkah-langkah mitigasi berbagai bencana sekaligus, baik bencana alam maupun bencana bersumber dari kegiatan manusia/kegagalan teknologi. Institusi legal melalui produk-produk pengaturan yang diimplementasi dan dilaksanakan secara konsisten, dengan penegakan hukum. Berikut ini merupakan beberapa konsep mitigasi bencana yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan ruang di Konsep Mitigasi Bencana Banjir Materi Teknis 1-38

46 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mitigasi banjir yaitu sebagai berikut : 1. Gejala Banjir Datangnya banjir diawali dengan gejala-gejala sebagai berikut : a. Curah hujan yang tinggi pada waktu yang lama merupakan peringatan akan datangnya bencana banjir di daerah rawan bencana banjir. b. Tingginya pasang laut yang disertai badai mengindikasikan akan datangnnya bencana banjir beberapa jam kemudian terutama untuk daerah yang dipengaruhi pasang surut. c. Evakuasi dapat dimulai dengan telah disamai atau dilampauinya ketinggian muka banjir tertentu yang disebut muka banjir/air siaga. Upaya evakuasi akan efektif jika dilengkapi dengan sistem monitoring dan peringatan yang memadai. 2. Mengenal dan menghadapi banjir: a. Untuk daerah-daerah di sekitar sungai-sungai yang besar perlu dilihat tanda-tanda hujan (misalnya awan mendung tebal) di daerah hulunya. Karena sering terjadi, daerah tersebut tidak hujan, lalu tiba-tiba terjadi banjir (banjir kiriman). b. Di daerah dataran tinggi dengan kemiringan dasar sungai terjal (curam) maka banjir akan datang secara mendadak (instan) dengan daya rusak yang besar. c. Di daerah dengan potensi longsor yang tinggi maka banjir bisa membawa lumpur dengan daya rusak yang sangat tinggi. d. Bilamana terjadi hujan lebat terus-menerus lebih dari satu jam, kewaspadaan terhadap banjir perlu ditingkatkan. e. Tanggul yang retak-retak perlu ditutupi tanah kedap air (misalnya lempung). Karena pengisian air ke dalam retakan akan menurunkan kekuatan tanah. Longsor/jebolnya tanggul mungkin terjadi. f. Untuk daerah di sekitar sungai yang lokasinya lebih rendah daripada dasar sungai, muka air sungai harus diamati dan terus dipantau. Karena semakin tinggi muka air sungai kekuatannya untuk menjebol tanggul semakin besar. g. Biasanya banjir akibat bobolnya tanggul mempunyai aliran air dengan kekuatan yang besar. h. Sampah dan sedimentasi yang menyumbat saluran/drainase serta sungai perlu dibersihkan. Materi Teknis 1-39

47 i. Saat banjir/terjadi genangan hati-hati terhadap aliran listrik, lebih baik dilakukan pemadaman karena air merupakan penghantar listrik. j. Di daerah langganan banjir, barang-barang berharga diamankan sebelum terjadi banjir. k. Bila muka air terus naik dengan cepat, bersiap-siap mengungsi ke daerah yang lebih tinggi. l. Selalu mencari informasi lewat semua media komunikasi antar penduduk, dengan instansi terkait (misal: Dinas Pengairan) tentang kondisi hujan, kondisi muka air sungai dan kondisi banjir/genangan. m. Hati-hati terhadap adanya binatang buas pada saat terjadi banjir/genangan: ular baik yang besar ataupun yang kecil, buaya (terutama di sungai-sungai besar) dan binatang buas lainnya. n. Suatu daerah semula tidak pernah banjir namun karena perubahan guna lahan yang tidak terkendali (tanpa kompensasi) maka besar kemungkinan daerah tersebut banjir. Bila genangan cukup lama (lebih dari satu hari) maka kemungkinan timbul penyakit seperti diare, gatal-gatal cukup besar, segera menghubungi Puskesmas (atau dokter) yang paling dekat. 3. Strategi pengelolaan banjir. Strategi pengelolaan banjir antara lain sebagai berikut : a. Mengurangi kerentanan/bahaya terhadap kerusakan dan gangguan banjir: 1) Peraturan-peraturan daerah banjir: Peraturan pemerintah negara bagian (provinsi) untuk area rawan banjir. Peraturan lokal (pemerintah daerah/kabupaten) untuk area rawan banjir. Penetapan daerah/wilayah banjir. Pembagian peraturan. Kode bangunan. Kode perumahan. Kode sanitasi dan sumur. Peraturan-peraturan lainnya. 2) Kebijakan pembangunan dan pembangunan kembali: Merancang dan lokasi pelayanan dan pemanfaatan. Undang-undang pertanahan,pendapatan dan lahan terbuka. Materi Teknis 1-40

48 Pembangunan kembali. Pengungsian yang permanen. 3) Kesiap-siagaan bencana, sistem monitoring, pencatatan curah hujan (stasiun pantau curah hujan) pada derah-daerah hulu sungai. 4) Pertolongan bencana. 5) Ketahanan/pencegahan banjir. 6) Ramalan banjir dan sistem peringatan dan rencana darurat. b. Mengurangi banjir: 1) Bendungan dan waduk. 2) Tanggul (levee) dan penahan banjir (floodwall). 3) Pengubahan aliran sungai / pelurusan sungai / sudetan sungai (floodway). 4) Pengalihan aliran tinggi. 5) Tindakan perlakuan/pemanfaatan lahan. 6) Penahan bagian atas (on-site detention). c. Mengurangi pengaruh banjir pada individu dan masyarakat: 1) Informasi dan pendidikan. 2) Jaminan banjir. 3) Tindakan darurat untuk banjir. 4) Pemulihan pasca banjir. d. Mengendalikan dan mempertahankan alam dan sumber budaya dari daerah banjir 1) Sumber peraturan-peraturan daerah banjir, daerah basah dan garis pantai: Peraturan pemerintah pusat. Peraturan pemerintah negara bagian (provinsi). Peraturan pemerintah daerah (kabupaten). Penetapan daerah/wilayah. Pembagian peraturan. Kode bangunan. Kode perumahan. Kode sanitasi dan sumur. Peraturan-peraturan lainnya. 2) Kebijakan pembangunan dan pembangunan kembali: Materi Teknis 1-41

49 Merancang dan lokasi pelayanan dan pemanfaatan. Undang-undang pertanahan, pendapatan dan lahan terbuka. Pembangunan kembali. Pengungsian yang permanen. 3) Informasi dan pendidikan. 4) Peraturan pajak. 5) Tindakan administratif. 4. Pemanfaatan Ruang untuk Mitigasi Bencana Banjir dan Banjir Bandang: RTRW a. Usaha terintegrasi dan terkoordinasi dalam rangka menekan/mengurangi kerentanan terhadap bahaya banjir dan/atau banjir bandang. b. Meliputi daerah tangkapan dan daerah aliran sungai (hulu, tengah, sampai hilir), daerah perkotaan dan rural, daerah resapan, daerah hunian/budidaya. c. Melibatkan seluruh potensi yang ada, instansi/organisasi pemerintah, masyarakat, swasta. Di terdapat beberapa kecamatan yang berpotensi rawan bencana banjir yaitu Kecamatan Simpang Ulim, Julok, Ranto Selamat, dan Simpang Jernih, Ranto Peureulak, Indra Makmur, dan Banda Alam. Daerah pinggir sekitar pantai juga berpotensi terjadinya banjir, dikarenakan air pasang laut dan sistem drainase yang kurang baik. Untuk daerah yang berpotensi yakni Kecamatan Madat, Nurussalam, Darul Aman, Idi Rayeuk, Peudawa, Peureulak Barat, Peureulak, Peurelak Timur, Sungai Raya, dan Bireun Bayeun Konsep Mitigasi Bencana Tsunami dan Gempa Bumi Morfologi dan tipe pantai merupakan faktor fisik geomorfologis yang mempunyai pengaruh terhadap tingkat kerawanan bahaya tsunami yang berupa jangkauan limpasan tsunami ke daratan pesisir. Secara ekstrim morfologi pantai dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk pantai, yaitu pantai terjal terbuka atau tertutup dan pantai datar/landai terbuka atau tertutup. Sedangkan pada kedua bentuk pantai tersebut dapat berupa pantai berpasir, berpasir dan berbatu, berlumpur, berlumpur dan berpasir, dan sebaliknya. Bentuk-bentuk dan tipe-tipe pantai tersebut mewujudkan variasi morfologi pantai yang berakibat tidak sama di dalam merespon gelombang tsunami. Materi Teknis 1-42

50 Tabel I.8 Upaya Mitigasi Bencana Kawasan Pesisir Secara Menyeluruh Struktur Metode Perlindungan Alami : Mangrove Terumbu karang Tumbuhan pantai Metode Perlindungan Buatan : Breakwater, tembok laut Struktur tahan tsunami : Batu-batu pemecah ombak/bronjong Sisi panjang dari struktur sedapat mungkin diarahkan sejajar dengan antisipasi arah penjalaran gelombang Shear wall dan lateral bracing ditempatkan searah dengan penjalaran gelombang tsunami Lantai terbawah dari bangunan dibuat terbuka Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005 Non Struktur Prakiraan tsunami dan peringatan dini Pemindahan/relokasi Tata ruang, tata guna lahan Penetapan sempadan pantai Informasi publik dan penyuluhan Penegakan hukum Pelatihan dan simulasi mitigasi Bencana Tsunami merupakan proses akibat terjadinya gempa bawah laut pada kedalam fokus dangkal, karena sebagian besar energy release ke kolom air laut di atasnya, gempa bawah laut merenggutkan massa besar air laut dalam suatu hentakan kuat. Gelombang balik air menerjang dengan kecepatan tinggi, mendekati pantai gelombang melambat namun mengampongk ke atas, menghempas ke daratan, dan menghancurkan apapun di belakang pantai. Terjangan gelombang menunjukkan arah relatif tegak lurus garis pantai. Pola kerusakan sejajar garis pantai dengan gradasi kerusakan melemah tegak lurus menjauhi pantai. Sedangkan gempa bumi di daratan kemungkinan akan menimbulkan tanah longsor dan hentakan (vibrasi) yang kuat. Mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan karena bencana alam seperti gempa, tsunami, dan lainnya tidak dapat dihentikan oleh manusia, manusia hanya bisa menghindari atau mengurangi dampaknya, dampak yang ditimbulkan seminimal mungkin dapat dikurangi (risk reduction). Mitigasi bencana alam sangat penting untuk dilakukan untuk antisipasi dampak yang ditimbulkan. Upaya mitigasi yang komprehensif dengan mengkombinasikan dengan upaya struktural dan nonstruktural. Salah satu langkah mitigasi bencana tsunami yaitu dengan upaya struktur dan non struktur. Terkait dengan upaya non struktur yang dapat dapat dilakukan diantaranya pengaturan tata guna lahan/tata ruang/pola ruang. Pola Pemanfaataan ruang kawasan sepanjang pantai disesuaikan dengan karakteristik wilayah yang rawan bencana, meliputi zona-zona sebagai berikut. Materi Teknis 1-43

51 1) ZONA N 1 : Zona ditepi muka air pasang berjarak minimal 100 meter dari pasang laut tertinggi dimanfaatkan untuk membangun fasilitas perlindungan/mempertahankan fungsi lindung (Buffer Zone) dengan hutan tanaman mangrove, waru laut dan tanaman penyangga lainnya, sesuai karakteristik pantai. 2) ZONA N 2 : Zona yang dicapai oleh gelombang Tsunami dengan ketinggian > 1 meter DPL, dengan pemanfaatan ruang sebagai kawasan sempadan pantai dengan kegiatan non insentif seperti kegiatan pariwisata, taman kota dengan tanaman penyangga yang dapat difungsikan sebagai Buffer Zone dengan bangunan terbatas dan kepadatan wilayah terbangun rendah (TPI, permukiman nelayan, dll) yang dilengkapi dengan disaster mitigation plan. 3) ZONA B 1 : Zona transisi (zona antara) yang dicapai gelombang Tsunami < 1 meter DPL dengan zona aman, dengan pemanfaatan ruang untuk kegiatan jasa dan perdagangan serta permukiman kepadatan rendah sampai sedang. 4) ZONA B 2 : Zona yang aman dari terpaan gelombang tsunami dengan pemanfaatan ruang sebagai pusat kegiatan bisnis (CBD), pelayanan sosial dan permukiman perkotaan. dengan kepadatan tinggi, disesuaikan dengan kondisi daya dukung lahan setempat dan pemanfaatan ruang yang ada. Sebagai ilustrasi mitigasi bencana pada daerah pesisir dapat dilihat pada gambar. Langkah mitigasi dalam pengaturan bangunan, jenis bangunan apapun yang akan dibangun di daerah rawan tsunami dan gempa harus memiliki struktur yang mampu membelokkan atau melewatkan energi gelombang tsunami dan memiliki kekuatan atau kelenturan untuk menahan getaran akibat gempa. Bangunan yang disarankan untuk menghadapi tsunami dan gempa adalah sebagai berikut. a. Rumah Tinggal Rumah tinggal harus mengadopsi model rumah panggung, yang secara hidrolis (hydraulic) ternyata mampu membelokkan energi gelombang tsunami. Karena secara strutuktur memiliki banyak celah, baik di bawah lantai (karena panggung) maupun lubang-lubang di dinding. Dengan berbagai modifikasi terutama dari sisi arsitekturnya, maka rumah panggung bisa cukup ideal untuk di bangun di daerah rawan tsunami dan gempa. Materi Teknis 1-44

52 Gambar 1.1 Konsep Mitigasi Bencana Tsunami Pada Daerah Pesisir b. Rumah Model Masjid Model masjid juga sangat ideal untuk diadopsi sebagai bentuk rumah, dimana masjid banyak memberikan ruang terbuka, kusen kaca yang cukup lebar di sepanjang dinding dan lorong-lorong di dalamnya. Sehingga energi gelombang tidak menabrak frontal pada bangunan, namun di akan menerobos memecahkan kaca-kaca dan langsung ke luar di sisi lainnya. Dengan cara ini struktur bangunan secara keseluruhan tidak akan ambruk atau hancur. c. Rumah Modern Bertingkat Rumah modern bertingkat, akan cukup efektif untuk meredam energi gelombang tsunami jika: Memiliki lantai II yang cukup tinggi, aman dari ketinggian air tsunami. Memiliki kolom-kolom beton yang cukup kuat. Dinding/tembok yang hanya memiliki fungsi penutup saja, dan cukup mudah lepas/runtuh jika diterjang gelombang, sehingga bangunan secara keseluruhan tidak menahan energi tsunami secara frontal, namun hanya meneruskan atau membelokkan. Materi Teknis 1-45

53 Cara yang lebih baik adalah jika membiarkan lantai bawah lebih terbuka, bisa untuk garasi mobil atau tempat bermain atau fungsi lainnya. Dengan cara ini, penghuni cukup aman untuk menyelamatkan diri ke lantai atas, karena bangunan secara keseluruhan tidak hancur. d. Gedung Bertingkat: 1. Gedung bertingkat tahan gempa: Agar struktur bisa tahan gempa yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut : Mewajibkan para perencana dan pelaksana untuk mematuhi dengan ketat persyaratan pembangunan gedung di daerah gempa, misal dari peraturan yang dikeluarkan oleh SNI; sebab disain pondasi, struktur kolom dan balok, berbeda dengan kondisi normal. Melakukan uji site/lokasi rencana bangunan untuk mengetahui kapasitas daya dukung tanah dan untuk mengetahui lapisan tanah keras terdekat, untuk didijadikan pijakan bagi tiang pancang/pondasi penahan struktur bangunan. Apabila tidak layak, misal karena lapisan tanah yang bisa mengalami kehilangan daya dukungnya terlalu tebal, sebaiknya mencari lokasi baru yang lebih sesuai; khususnya Teluk Bintuni struktur tanahnya adalah aluvial atau endapan lumpur berpasir, dan ketika terjadi gempa dalam skala yang cukup besar, air tanah merembes masuk ke lapisan tanah yang akhirnya mengakibatkan tanah kehilangan daya dukungnya (liquifaction); inilah yang mengakibatkan banyak gedung bertingkat amblas ketika terjadi gempa. 2. Gedung bertingkat dalam mengantisipasi bencana tsunami: Untuk menghadapi tsunami, maka gedung-gedung bertingkat perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Struktur kolom yang cukup stream line, misal berbentuk lingkaran. Cukup kokoh dari terpaan air dengan kecepatan tinggi. Bagian bawah, sebaiknya merupakan ruang kosong atau dengan dinding penutup yang mudah roboh, untuk meneruskan energi gelombang tsunami. Memiliki ketinggi yang cukup aman, yang berbeda-beda untuk masing masing daerah. Di terjadi bencana tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang melanda 8 (delapan) kecamatan, yaitu Kecamatan Madat, Simpang Ulim, Julok, Materi Teknis 1-46

54 Nurussalam, Darul Aman, Idi Rayeuk, Peudawa, dan Kecamatan Sungai Raya. Bencana tsunami ini telah mengakibatkan kerusakan bangunan dan sarana prasarana di wilayah tersebut, serta korban jiwa. Kerusakan lainnya adalah terjadinya perubahan pantai terutama muara sungai. Untuk bencana gempa bumi yang terjadi dapat mengancam komponen sebagai berikut : 1. Perkampungan padat dengan konstruksi lemah dan padat penghuni. 2. Bangunan dengan Gampongin teknis yang buruk, bangunan tanah, dan bangunan tembok tanpa perkuatan. 3. Bangunan dengan atap yang berat. 4. Bangunan tua dengan kekuatan lateral dan kalitas yang rendah. 5. Bangunan tinggi yang dibangun di atas lepas/tidak kompak. 6. Bangunan di atas lereng yang lemah/tidak stabil. 7. Infrastruktur di atas tanah atau timbunan. 8. Bangunan industri kimia dapat menimbulkan bencana ikutan. Untuk strategi mitigasi dan mengurangi bencana gempa bumi yaitu sebagai berikut : 1. Bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahan getaran/gempa. 2. Pembangunan fasilitas umum dengan standar kualitas yang tinggi. 3. Perkuatan bangunan vital yang telah ada. 4. Penetapan permukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan hunian di daerah rawan bencana. 5. Asuransi. 6. Zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan penggunaan lahan. 7. Pembuatan jalan-jalan elak pada kawasan yang belum memiliki jaringan jalan untuk akses ke lokasi yang lebih tinggi. 8. Masyarakat waspada terhadap resiko gempa bumi. 9. Masyarakat tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi gempa bumi. 10. Masyarakat mengetahui tentang pengamanan dalam penyimpanan barang yang berbahaya bila terjadi gempa bumi. 11. Ikut serta dalam pelatihan program upaya penyelamatan dan kewapadaan masyarakat terhadapa gempa bumi. 12. Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan pemadam kebakaran dan pertolongan pertama. Materi Teknis 1-47

55 13. Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan penggalian, dan peralatan perlindungan masyarakat lainnya. 14. Rencana kontingensi/tanggap darurat untuk melatih anggota keluarga dalam menghadapai gempa bumi Potensi Sumber Daya Alam Potensi Kehutanan merupakan wilayah yang termasuk dalam kawasan strategis perlindungan hutan atau lebih rinci lagi merupakan kabupaten yang sebagian wilayahnya berada dalam kawasan lindung, dengan keaneka ragaman hayati yang sangat luar biasa jumlahnya. Secara keseluruhan ekosistem ini merupakan kawasan yang dilindungi yang juga merupakan wilayah konservasi. Tetapi juga terdapat perkebunan, konsesi hutan, cadangan air (dimungkinkan untuk pembangunan PLTA), hutan masyarakat/adat serta sejumlah Gampong yang disekitarnya terdapat sawah dan ladang. Fungsi ekologi dari ekosistem kawasan lindung bagi penduduk yang tinggal dikawasan ini diantaranya adalah : Suplai air yang terus menerus ke kawasan sekitarnya, mengatur kondisi cuaca setempat, mengurangi/ mencegah terjadinya erosi dan banjir bandang, mencegah menjangkitnya wabah oleh berbagai hama, menyerap karbon (sebagai pengatur Iklim Global), pemandangan alam yang elok disertai keanekaragaman hayati yang menakjubkan, potensial sebagai pembangkit Listrik Tenaga Air, polinisasi tumbuhan yang bernilasi komersial dan menyaring debu di udara yang berguna untuk kesuburan tanah. Berdasarkan SK. Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh No. 19 Tahun 1999 arahan fungsi hutan untuk kabupaten yang termasuk kedalam Cagar Alam Serbajadi seluas 300 ha, sedangkan alokasi kawasan lindung adalah seluas 171,569 ha. Demikian pula berdasarkan Sk. Menhut No. 170/Kpts-II/2000 tanggal 29 Juni 2000 untuk kawasan hutan Provinsi Aceh, termasuk ke dalam kawasan konservasi alam/suaka dan lindung. Materi Teknis 1-48

56 Peta 1.5 Kawasan Rawan Bencana Materi Teknis 1-49

57 Potensi Pertambangan dan Energi terdapat berbagai jenis Potensi Energi dan Bahan Mineral yang tersebar diberbagai kecamatan. Potensi energi dan mineral ini tidak terlepas dari struktur batuan yang terkandung di wilayah ini. Struktur batuan yang membentuk potensi energi dan mineral ini adalah sebagai berikut: 1. Endapan Aluvial, terbentuk pada daerah sungai laut dangkal yang dikontrol oleh air atau arus, pembentukan dari proses pelapukan batuan sampai pengendapan kembali. Dengan potensi sumber galian sebagai berikut: kerikil, pasir dan lempung (tanah liat). 2. Sedimen Kuarter Awal, Sedimen Kuarter Awal terbentuk pada daerah antara darat sampai laut dangkal, dengan indikator adanya mineral lignit dan napal. Bahan galian antara lain: pasir, kerikil, lempung, perselingan batu pasir, batu lempung. 3. Sedimen Tersier, Sedimen Tersier diendapkan pada daerah/lingkungan darat, laut dangkal dan laut dalam. Dengan indikator sebagai berikut : a. Darat : Lempung,Lempung Hitam, batu pasir,konglemerat (1-16 mm) batu bara. b. Laut dangkal : Batu gamping, pasir gamping, gamping terumbu dan dolomit. c. Laut dalam : Napal, batu lanau, rijang. 4. Sedimen/Metamorf Pra Tersier, terbentuk akibat dari tekanan/pembebanan batuan (P) dan temperatur (T) pada batuan dibawah permukaan tanah. Potensi bahan galian sebagai berikut : batu gamping pejal, schkiss mika, batu pasir, metawacke konglemerat, kuarsit, batu sabak schkiss, mika dan marmer. Batuan Gunung Api/Intrusi Tersier, terbentuk dari pergerakan magma dari perut bumi kepermukaan, membeku pada permukaan tanah secara lambat (batuan beku dalam), merupakan kelanjutan dari intrusi sebelumnya. Potensi bahan galian sebagai berikut : granit, piroklastis. 5. Batuan Gunung Api/Intrusi Kuarter, adalah proses pergerakan magma intermediet sampai kepermukaan tanah samapai menerobos lapisan batuan paling atas dengan bentuk kasar, tidak teratur, berbongkah. Potensi bahan galian sebagai berikut : memiliki potensi bahan tambang yang cukup beragam, tetapi terdapat beberapa bahan tambang yang belum diketahui besaran kandungannya yaitu seperti minyak dan gas bumi, tembaga, timah hitam, sen, molibdenit, emas, perak, pyrite, dan mika. Sedangkan bahan tambang yang sudah memiliki data sebagian besar berupa mineral non logam. Materi Teknis 1-50

58 Kegiatan eksplorasi terhadap mineral-mineral ekonomis ini belum dilakukan secara baik dan detail sehingga pengelolaan sumber daya mineral ini belum sepenuhnya dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta. Pengelolaan sumber daya mineral ini dapat dilakukan guna mendukung pembangunan daerah kawasan. Pengelolaan bidang pertambangan dan energi tetap mengacu pada kondisi perekonomian dan sosial budaya masyarakat serta tetap menjaga kelestarian kualitas dan fungsi lingkungan hidup. Program-program pengembangan geologi dan sumberdaya mineral, pengembangan pertambangan bahan galian dan pelestarian masih relevan dengan kondisi sekarang ini, yang menjadi permasalahan adalah keberadaan potensi tersebut jika berada pada kawasan lindung, sehingga perlu penanganan yang lebih hati hati terhadap kelestarian alam. Disisi lain keberadaan potensi pertambangan tidak mengenal sistem administratif sehingga pemasalahan pengelolaan sumber pertambangan seringkali menjadi permasalahan yang cukup pelik. Tabel I.9 Nama-Nama Perusahaan Pemegang Kuasa Pertambangan No Nama perusahaan Jenis bahan galian Luas areal tambang (Ha) 1 PT. Tegas Nusantara Galena PT. Era Pet Aron Galena 10,000 3 Koperasi Serba Usaha Nikite Galena PT. Paramuda Mitra Sejati Galena 10,000 5 Koperasi Serba Usaha Putra Galena PT. Bina Nanggroe Galena 5,000 7 PT. Berkat Ikhtiar Bersama Galena 10,000 8 Koperasi Serba Usaha Nikite Galena 200 Sumber : Dalam Angka Tahun 2010 Jumlah 35,750 Materi Teknis 1-51

59 Tabel I.10 Potensi Mineral Logam No. Bahan Galian Lokasi Cadangan (Ton) Keterangan 1 Tembaga (Copper) Wh Kalapining Belum diketahui Al Putih Al Colon - Meneral-mineral sulfida dari pyrhotit, chacopyrite dan malachite - Kontak granit dengan marmer - Assay ppm Cu 2 Timah Hitam (Lead) Al Atakaul (terukur) - Mineral-mineral sulfida dari galena Al Keduncung Al Susu - Bersosiali intrusi leucogranit lokop - Assay 41-83,9%Ph Al Sepung 3 Sen (Zinc) Al Sepung Belum diketahui - Mineral-mineral sulfida sphalerite Al Konjel - Mineral-mineral tipe skarn - Assay ppm Zn 4 Molibdenit (Molybdenite) Al Putih Al Itam Belum diketahui - Mineral sulfida dari molibdenit - Terdapat dalam urat-urat kuarsa - Assay ppm Mo 5 Emas Serbajadi Belum diketahui 6 Perak Serbajadi Belum diketahui 7 Pyrite Serbajadi Belum diketahui Sumber: Dinas Pertambangan, 2009 Tabel I.11 Jumlah Lokasi Penambangan Golongan C No Kecamatan Lokasi Jenis Bahan Luas Areal Tambang 1 Serbajadi Gampong Bunin Pasir, Kerikil 2.50 Tanah Timbun 2 Birem Bayeun Gp. Keude Birem Tanah Timbun 4.00 Gampong Merbau Tanah Timbun 1.00 Dua Gp. Aramiyah Tanah Timbun 2.00 Gp. Birem Rayeuk Tanah Timbun Peureulak Barat Gp. Paya Gajah Sirtu Julok Gp. Paya Pasi Kerikil, Pasir 5.00 Tanah Timbun 5 Indra Makmur Gp. Julok RS Batu Kali 9.50 Jumlah Sumber : Dalam Angka Tahun 2010 Materi Teknis 1-52

60 Potensi Peternakan dan Perikanan sebelum terjadinya masa konflik dan bencana merupakan salah satu kabupaten produsen ternak sapi yang mengekspor ke luar daerah kabupaten bahkan manca negara, namun dengan terjadinya bencana dan konflik kondisi ini telah menurunkan posisi tersebut. Pemerintah daerah saat ini sedang berupaya untuk menciptakan kembali kondisi tersebut dengan pengembangan lebih insentif dan direncanakan akan dikembangkan di kecamatan Peunaron. Selain ternak sapi, juga mempunyai potensi di peternakan lainnya, seperti kerbau, domba, ayam buras dan itik. Untuk tahun pemerintah daerah pada bidang peternakan sedang berupaya peningkatan produksi telur agar dapat memenuhi kebutuhan akan telur di melalui sistem percontohan peternakan yang diharapkan dapat mendorong masyarakat maupun pihak swasta untuk turut membangun bidang peternakan. Pangsa pasar untuk sektor ini dengan kedudukan lokasi kabupaten sangat jelas sebagai daerah belakang dari Kota Langsa, Medan dan Banda Aceh. Sebagian penduduk di bekerja di sektor peternakan, dengan rata rata memelihara ternak besar (sapi, kerbau dan kambing) sejumlah 1 sampai 3 ekor. Sektor peternakan dapat menjadi sektor unggulan di. Hal ini atas dasar pertimbangan: potensi luas areal, tenaga kerja, dan prospek pemasaran yang luas. Pengembangan sektor kelautan dan perikanan didukung oleh letak yang strategis, yakni berada dalam wilayah kerjasama kawasan pemanfaatan ruang laut Indonesia-Malaysia Thailand-GT; Pusat Ruang Kelautan dan Kawasan Andalan Laut Nasional (RTR Kelautan Nasional) dimana ada di Kawasan Andalan Laut Nasional Lhokseumawe-Medan dsk; Kawasan Pemanfaatan Ruang Laut menurut Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) dimana ada di WPP I Selat Malaka; serta terdapat cekungan migas berproduksi di lautnya. Berdasarkan jumlah produksi tahun 2009 memperlihatkan data produksi terbesar berada di kecamatan Idi Rayeuk dengan jumlah 95,121,13 ton dan jumlah nelayan terbanyak terdapat pula di kecamatan ini sebanyak orang. Materi Teknis 1-53

61 No. Kecamatan Tabel I.12 Jumlah Populasi Ternak Dirinci Tiap Kecamatan Tahun 2009 Jenis Ternak (Ekor) Kerbau Sapi Potong Kambing Ayam Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Buras RTRW A.R Pedaging 1 Serbajadi Simpang Jernih Birem Bayeun Rantau Seulamat Sungai Raya Peureulak Peureulak Timur Peureulak Barat Rantau Peureulak Birem Bayeun Peudawa Banda Alam Idi Tunong Darul Ihsan Darul Aman Nurussalam Julok Indra Makmue Pante Bidari Simpang Ulim Madat Sub Total Total Sumber : Dinas Peternakan 2010 Sedangkan untuk perikanan tambak yang ada di kabupaten pada tahun 2009 terbanyak produksinya di kecamatan Peureulak dengan produksi 1614 ton dan jumlah petani tambak sebanyak 914 orang. Umumnya teknologi yang digunakan masih bersifat tradisional. Terdapat lebih dari ,4 ha tambak yang siap dikembangkan untuk komoditi strategis seperti udang, bandeng, kerapu, rumput laut, dan kepiting, mempunyai Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 1 unit di Idi, TPI 5 unit di kecamatan Julok, Darul Aman, Peureulak, Sungai Raya dan Rantau Selamat, Pembenihan sebanyak 12 unit yang berada di kecamatan Peureulak 5 unit, Peudawa 2 unit dan Idi Rayeuk 5 unit, Untuk Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan(SPDN) terdapat 1 unit di Kecamatan Rantau Panjang. Itik Materi Teknis 1-54

62 No. Tabel I.13 Jumlah Produksi, Nilai Produksi dan Nelayan Perikanan Laut Tahun 2009 Kecamatan Jumlah Produksi (Ton) Nilai Produksi (000 Rp) Nelayan (Orang) 1 Birem Bayeun 62,80 628, Rantau Selamat 532, , Sungai Raya 275, , Peureulak 2.519, , Peureulak Timur 66,60 666, Peureulak Barat 288,00 666, Idi Rayeuk 5.121, , Peudawa 124, , Darul Aman 3.159, , Nurussalam 76, , Julok 735, , Simpang Ulim 92,90 929, Madat 75,60 756, Jumlah/Total , , Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Tahun 2010 No. Tabel I.14 Luas Tambak Menurut Teknologi Budidaya, Produksi dan Jumlah Petani Tahun 2009 Kecamatan Tradisional (Ha) Teknologi Budidaya Semi Intensif (Ha) Intensif (Ha) Jumlah (Ha) Produksi (ton) Petani (orang) 1 Birem Bayeun Rantau Selamat Sungai Raya Peureulak Peureulak Timur Peureulak Barat Idi Rayeuk Peudawa Darul Aman Nurussalam Julok Simpang Ulim Madat Jumlah/Total Sumber : Dalam Angka Tahun 2010 Sejak tahun 2000 hingga tahun 2006, terjadi penyusutan hasil tangkapan di sektor perikanan laut. Faktor konflik, bencana tsunami dan pencurian ikan di wilayah perairan diduga sebagai faktor berkurangnya hasil tangkapan ikan. Akibatnya banyak nelayan di yang berpindah ke Banda Aceh untuk mencari wilayah tangkapan yang lebih produktif. Materi Teknis 1-55

63 Permasalahan pada sektor ini adalah keberadaan kapal-kapal penangkap ikan trawl yang seringkali memasuki areal penangkapan ikan nelayan kecil sampai ke kawasan lindung hutan bakau baik dari negeri sendiri bahkan dari luar negeri yang memasuki perairan indonesia. Di sisi lain kondisi pertambakan yang masih menggunakan teknologi tradisional Potensi Pertanian dan Perkebunan Sektor Pertanian tanaman pangan di merupakan sektor yang dominan sebagai penyumbang yang cukup besar untuk PDRB di wilayah ini. Komoditi pertanian tanaman pangan merupakan sektor primer yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga memiliki peluang yang cukup besar untuk berkembang. Hal tersebut dapat terlihat dari komposisi produksi pada tahun 2009 dimana ada dominasi pada padi, jagung, ubi kayu, cabe besar, dan buah-buah seperti semangka, pisang, rambutan, dan jeruk. Dari luas seluas Ha merupakan lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura yang terdiri dari 35,643 Ha lahan sawah dan ,32 Ha lahan kering. Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura luas baku sawah seluas Ha yang terdiri dari sawah berpengairan irigasi teknis seluas Ha, irigasi semi teknis Ha, irigasi pegampongan Ha, irigasi sederhana dan pompanisasi Ha, sedangkan tadah hujan Ha. Luas lahan kering seluas Ha yang terdiri dari lahan tegalan/kebun Ha, pekarangan Ha dan ladang/huma Ha. Berdasarkan data dari Dinas Pekerjaan Umum irigasi teknis di mencapai Ha, berada di Kecamatan Pante Bidari, Madat dan Simpang Ulim, Irigasi semi teknis berada di Kecamatan DI Jambo Rehat ± Ha dan di Peunaron ± 700 Ha (dalam tahap pelaksanaan). Potensi lahan tanaman pangan baru dimanfaatkan seluas Ha. Sementara sisanya seluas Ha masih terlantar akibat belum adanya sistem pengairan yang cukup. Untuk lahan kering yang dapat dikembangkan sebagai komoditi pangan dan hortikultura seluas Ha, yang telah dimanfaatkan seluas Ha dan sisanya Ha masih merupakan lahan terlantar. memiliki potensi perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit. Hampir di seluruh wilayah ini terdapat perkebunan kelapa sawit. Luas areal perkebunan perusahaan kelapa sawit sekitar Ha dan perkebunan rakyat kepala sawit Materi Teknis 1-56

64 Ha. Selain itu juga terdapat perkebunan coklat, kopi dan lain-lain yang dapat dijadikan sektor unggulan di wilayah ini. Secara keseluruhan luas perkebunan di seluas Ha yang terdiri dari ,5 Ha perkebunan besar, Ha perkebunan rakyat. Melihat potensi yang ada prioritas pengembangan pada perkebunan rakyat dan peningkatan daya saing ekspor. No. Jenis Tanaman Tabel I.15 Kondisi Pertanian dan Produksinya Tahun 2009 Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Kw/Ha) Produksi (Ton) 1 Padi , ,61 2 Kedelai ,08 497,04 3 Jagung , ,83 4 Kacang Tanah ,60 39,00 5 Kacang Hijau ,71 50,01 6 Ubi Kayu , ,02 7 Ubi Jalar ,62 485,00 8 Kacang Panjang , ,86 9 Cabe Besar , ,01 10 Terong , ,99 11 Ketimun , ,02 12 Kangkung , ,97 13 Bayam , ,05 14 Semangka , ,98 15 Cabe Rawit , ,00 16 Nenas , ,31 17 Pepaya , ,87 18 Pisang , ,00 19 Rambutan , ,58 20 Sawo , ,37 21 Melinjo ,27 645,19 22 Nangka , ,98 23 Belimbing , ,65 24 Jambu Biji , ,76 25 Jambu Air , ,50 26 Jeruk Besar , ,80 27 Manggis , ,32 28 Sirsak ,89 842,17 29 Sukun ,89 758,61 Jumlah , ,49 Sumber : Dalam Angka Tahun 2010 Materi Teknis 1-57

65 Jika dilihat dari kondisi geografis, keadaan alam di memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan agribisnis dan agroindustri. Ketersediaan lahan dan kondisi tanah yang ada sangat mendukung bagi pemanfaatan kegiatan usaha sektor perkebunan dan kehutanan, telah membuat sebahagian besar masyarakat di bekerja di sektor ini. Komoditi unggulan daerah sektor perkebunan adalah kelapa sawit, karet, kakao dan kelapa. Tabel I.16 Luas Lahan Perkebunan Rakyat dan Perusahaan Perkebunan Menurut Kecamatan No. Kecamatan Perkebunan Rakyat (Ha) Perusahaan perkebunan Jumlah Luas Lahan (Ha) 1 Serbajadi 2, , , Simpang Jernih Peunaron 3, , , Birem Bayeun 5, , , Rantau Selamat 2, , , Sungai Raya 5, , , Peureulak 1, , , Peureulak Timur 3, , Peureulak Barat 1, , Rantau Peureulak 11, , , Idi Rayeuk Peudawa 4, , Banda Alam 2, , , Idi Tunong 2, , Darul Ihsan 1, , Idi Timur Darul Aman 1, , Nurussalam 1, , Darul Falah 1, , Julok , , Indra Makmur 3, , Pante Bidari 2, , Simpang Ulim Madat Jumlah 59, , , Sumber : Dalam Angka Tahun 2010 Akibat konflik yang terjadi sejak telah menjadi salah satu faktor yang membuat 50% perkebunan milik rakyat (untuk berbagai komoditi yang ada) rusak dan terbengkalai. Disisi lain karena minimnya infrastruktur dasar, permodalan, ilmu pengetahuan, dan kurangnya aplikasi teknologi modern dalam kegiatan perkebunan telah menyebabkan sektor ini tingkat produktifitasnya masih rendah dan seterusnya Materi Teknis 1-58

66 mengakibatkan tingkat pendapatan petani yang rendah serta masalah kemiskinan yang masih meluas. Tercatat di setiap kecamatan terdapat perusahaan perkebunan dengan total luas lahan mencapai 78, Ha. Akibat konflik, tidak semua areal HGU dapat dimanfaatkan oleh perusahaan besar tersebut Potensi Pariwisata memilki wilayah geografis pantai yang dapat dikembangkan sebagai tujuan wisata. Selain itu, juga terdapat tempat-tempat bersejarah yang dapat dikunjungi sebagai objek wisata seperti Tugu Monisa yang merupakan tempat persandaran pertama Islam di Aceh. Hal ini merupakan peluang yang cukup baik untuk peningkatan pendapatan daerah di. Data mengenai objek wisata unggulan di Aceh Timur dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel I.17 Obyek Wisata No. Objek Wisata Gampong Kecamatan Pengelola I. Wisata Pantai 1 Pantai Kuala Simpang Ulim Kuala Simpang Ulim Simpang Ulim Pemda 2 Pantai Kuala Geulumpang Kuala Geulumpang Julok Pemda 3 Pantai Kuala Matang Ulim Kuala Idi Cut Darul Aman Pemda 4 Pantai Alur Dua Muka Alur Dua Muka Idi Rayeuk Pemda 5 Pantai Ketapang Mameh Ketapang Mameh Idi Rayeuk Pemda 6 Pantai Kuala Idi Blang Geulumpang Idi Rayeuk Pemda 7 Pantai Kuala Peudawa Puntong Seuneubok Rambong Idi Pemda 8 Pantai Kuala Peudawa Rayeuk Peudawa Peudawa Pemda 9 Pantai Kuala Beukah Paya Limpah Peureulak Pemda 10 Kuala Leugee Leugee Peureulak Pemda 11 Kuala Bugak Kuala Bugak Peureulak Pemda 12 Pantai Kuala Parek Kuala Parek Rantau Selamat II. Makam Sejarah 1 Sultan Ahmad Albaqri Paya Naden Madat Swasta 2 Tengku Dimadat Paya Naden Madat Swasta 3 Sultan Malik Ahmad Buket Kareung Pante Bidari Swasta 4 Tengku Awe Dhuk Blang Pauh II Julok Aparat Gampong 5 Tengku Tanoh Mirah Blang Cut Julok Aparat Gampong 6 Raja-Raja Labuhan Labuhan Julok Aparat Gampong 7 Raja Nago Idi Cut Darul Aman Swasta 8 Tengku Guci Keude Blang Idi Rayeuk Aparat Gampong 9 Sultan Ahmad Syah Bhom Rt. Peureulak Swasta 10 Nurul A'la Beurandang Rt. Peureulak Swasta Materi Teknis 1-59

67 No. Objek Wisata Gampong Kecamatan Pengelola 11 Sultan Sayed Maulana Bandrong Peureulak Swasta (Kerajaan Islam Peureulak) 12 Nurqodinah Buket Pala Peureulak Swasta 13 Tengku Abubakar Sydiq Tualang Peureulak Swasta 14 Sultan Maqdum Alaidisyah Paya Meuligo Peureulak Swasta 15 Putra Zawitah Cot Kala Rt. Selamat Rantau Selamat Aparat Gampong III. Wisata Lainnya 1 Pulau Idaman Kuala Simpang Ulim Simpang Ulim Aparat Kecamatan 2 Air Terjun Alue Nyamuk Birem Bayeun Aparat Gampong 3 Air Panas Alur Canang Serbajadi Aparat Gampong 4 Air Terjun Terujak Serbajadi Aparat Kecamatan 5 Monisa Bandrong Peureulak No. Objek Wisata Gampong Kecamatan Pengelola I. Wisata Pantai 1 Pantai Kuala Simpang Kuala Simpang Ulim Simpang Ulim Pemda 2 Pantai Kuala Geulempang Kuala Geulempang Julok Pemda 3 Pantai Kuala Matang Ulim Kuala Idi Cut Darul Aman Pemda 4 Pantai Alur Muka Dua Alur Dua Muka Idi Rayeuk Pemda 5 Pantai Pusong Kuala Idi Pusong Idi Rayeuk Pemda 6 Pantai Ketapang Mameh Ketapang Mameh Idi Rayeuk Pemda 7 Pantai Kuala Idi Blang Geuleumpang Idi Rayeuk Pemda 8 Pantai Peudawa Kuala Puntong Peudawa Kuala Puntong Peudawa Pemda 9 Pantai Kuala Peudawa Rayeuk Peudawa Peudawa Pemda 10 Pantai Matang Rayeuk Snb. Muku Matang Rayeuk Peudawa Pemda 11 Pantai Kuala Beukah Paya Limpah Peureulak Pemda 12 Kuala Leugee Leugee Peureulak Pemda 13 Kuala Bugak Kuala Bugak Peureulak Pemda 14 Pantai Kuala Parek Rantau Selamat II. Makam Sejarah 1 Sultan Ahmad Albaqri Paya Maden Madat Swasta 2 Tengku Dimadat Paya Maden Madat Swasta 3 Sultan Malik Ahmad Buket Kareung Pante Bidari Swasta 4 Tengku Awe Dhuk Blang Pauh II Julok Aparat Gampong 5 Tengku Tanoh Mirah Blang Cut Julok Aparat Gampong 6 Raja-Raja Labuhan Labuhan Julok Aparat Gampong 7 Raja Nago Idi Cut Darul Aman Swasta 8 Tengku Guci Keude Blang Idi Rayeuk Aparat Gampong 9 Sultan Ahmad Syah Bhom Rt. Peureulak Swasta 10 Nurul A'la Beurandang Rt. Peureulak Swasta 11 Sultan Sayed Maulana Bandrong Peureulak Swasta (Kerajaan Islam Peureulak) 12 Nurqodinah Buket Pala Peureulak Swasta 13 Tengku Abubakar Sydiq Tualang Peureulak Swasta 14 Sultan Maqdum Alaidisyah Paya Meuligo Peureulak Swasta 15 Putra Zawitah Cot Kala Rt. Selamat Rantau Selamat Aparat Gampong III. Wisata Lainnya 1 Pulau Idaman Kuala Simpang Ulim Simpang Ulim Aparat Kecamatan 2 Air Terjun Paya Bili II Birem Bayeun Aparat Gampong 3 Air Panas Alur Canang Serbajadi Aparat Gampong 4 Air Terjun Terujak Serbajadi Aparat Kecamatan 5 Monisa Bandrong Peureulak Sumber: Dinas Pariwisata, Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga, 2010 Materi Teknis 1-60

68 3.1.7 Potensi Ekonomi Wilayah Perkembangan dan Struktur Ekonomi Struktur ekonomi di diketahui oleh distribusi atau sumbangan sektor-sektor ekonomi terhadap total atas dasar harga konstan. Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) berdasarkan harga konstan tahun 2009 di wilayah ini didominasi oleh lapangan usaha pada sektor pertanian untuk yaitu 67,30%, kemudian sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 9,19 dan industri pengolahan sebesar 8,68 %. Dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 tampak komposisi prosentase sumbangan sektor kegiatan tidak memperlihatkan perubahan yang berarti. Tetapi bila dicermati pada sektor kegiatan perdagangan, hotel dan restoran serta angkutan dan komunikasi ada peningkatan sebesar 1 %, sedangkan industri pengolahan justru menurun hampir 3 %. Hal ini dapat memberikan gambaran sektor sektor yang mempunyai peluang berkembangan adalah sektor yang berorientasi pada jasa pelayanan akomodasi dan perangkutan sesuai dengan posisi kabupaten yang berada pada lintasan Jalur Medan Banda Aceh. Di sisi lain tampak adanya penurunan pada sektor industri pengolahan yang dapat disebabkan oleh keberadaan pasokan bahan baku yang sudah berkurang atau akses pemasaran yang tidak efisien sehingga memunculkan biaya yang mahal Pertumbuhan Ekonomi PDRB di dari tahun mengalami peningkatan, yaitu dari 42,08 % pada tahun 2006 menjadi 4,55 % pada tahun 2009 berdasarkan harga berlaku menurut sektor. Sedangkan berdasarkan harga berlaku dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2007 mengalami peningkatan, tetapi pada tahun selanjutnya sampai dengan tahun 2009 terjadi penurunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel I.18 Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor (persen) No Lapangan Usaha Tahun Pertanian Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian (39.92) (7.24) (22.50) 2.1 Pertambangan Minyak dan Gas (40.22) (7.38) (22.83) 2.2 Penggalian dan Penggaraman Industri Pengolahan Industri Migas / Oil and Gas Manufacturing Industry Materi Teknis 1-61

69 No Lapangan Usaha Tahun Industri tanpa Migas/Non Listrik dan Air Bersih Listrik Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Perdagangan Hotel Restoran / Rumah makan Pengangkutan dan Komunikasi Pengangkutan Jalan Raya (Darat) Pengangkutan Laut 7.3 Angk. Sungai, Danau & Penyeberangan Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan B a n k Lembaga Keuangan Tanpa Bank/Non Jasa Penunjang Keuangan 8.4 Sewa Bangunan Jasa Perusahaan Jasa Pemerintahan Umum Sosial Kemasyarakatan Hiburan & Rekreasi Perorangan & Rumah Tangga PDRB Dengan Migas (24.06) 1.81 (4.55) PDRB Tanpa Migas Sumber : Dalam Angka, 2009 Tahun Tabel I.19 Produk Domestik Regional Bruto dan Pertumbuhannya Tahun Atas Dasar Harga Berlaku (Juta rupiah) Pertumbuhan (%) Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta rupiah) Pertumbuhan (%) , , ,92 6, ,98 1, ,48 9, ,23 1, ,59 9, ,08 2, ,60 10, ,84 3, ,87 10, ,47 4, ,16 9, ,65 3, ,59 9, ,34 4,84 Sumber : BPS - Badan Pusat Statistik Tahun 2008 Materi Teknis 1-62

70 Gambar 1.2 Pertumbuhan PDRB Tahun Keuangan Daerah Sumber penerimaan daerah (otonom) pada garis besarnya dapat dibedakan atas dua anggaran, yaitu anggaran Pemerintah Pusat dan anggaran Pemerintah Daerah. Anggaran Pemerintah Pusat yang masuk dalam Penerimaan Daerah disebut dengan dana perimbangan, yaitu sebagai berikut: 1. Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam. 2. Dana Alokasi Umum. 3. Dana Alokasi Khusus. Adapun penerimaan daerah yang bersumber dari anggaran Pemerintah Daerah terdiri atas : 1. Pendapatan Asli Daerah; 2. Pinjaman Daerah; 3. Lain-lain penerimaan yang sah. Materi Teknis 1-63

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN MUKIM-MUKIM DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN MUKIM-MUKIM DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN MUKIM-MUKIM DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK 2012-2032 BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN GAMPONG - GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN GAMPONG - GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN GAMPONG - GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMA NIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN - 0 - BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN 2012-2032 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

Profil Kabupaten Aceh Timur

Profil Kabupaten Aceh Timur Profil Kabupaten Aceh Timur Ibukota : Idi Rayeuk. Batas Daerah : Sebelah Utara berbatasan dengan kab.aceh Utara dan Selat Malaka. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kab.Gayo Lues dan Kab Aceh Tamiang. Sebelah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

oleh para pelaku pembangunan dalam mengembangkan Kabupaten Pacitan.

oleh para pelaku pembangunan dalam mengembangkan Kabupaten Pacitan. 1.1 LATAR BELAKANG Kabupaten Pacitan merupakan bagian dari Koridor Tengah di Pantai Selatan Jawa yang wilayahnya membentang sepanjang pantai Selatan Pulau Jawa. Berdasarkan sistem ekonomi, geokultural

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG 2010 2030 BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 9 2011 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI BAGIAN WILAYAH PERKOTAAN MALANG TENGAH TAHUN 2016-2036 DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2015

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BENGKULU UTARA TAHUN 2015-2035 SALINAN BUPATI BENGKULU UTARA PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN INSENTIF DAN DISINSENTIF PENATAAN RUANG PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES PEMERINTAH KABUPATEN BREBES LEMBARAN DAERAH NO. 2 TAHUN 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 1 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BREBES TAHUN 0 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN MUKIM KEUMUNENG DAN MUKIM KUTA BARO KECAMATAN IDI TUNONG KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN MUKIM KEUMUNENG DAN MUKIM KUTA BARO KECAMATAN IDI TUNONG KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN MUKIM KEUMUNENG DAN MUKIM KUTA BARO KECAMATAN IDI TUNONG KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI TAHUN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI TAHUN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES PEMERINTAH KABUPATEN BREBES PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BREBES TAHUN 2010 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011-2031 I. UMUM Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjarnegara

Lebih terperinci

-1- PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN KOTA TERPADU MANDIRI SEUMANAH JAYA

-1- PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN KOTA TERPADU MANDIRI SEUMANAH JAYA -1- PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN KOTA TERPADU MANDIRI SEUMANAH JAYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES PEMERINTAH KABUPATEN BREBES LEMBARAN DAERAH NO. 2 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BREBES TAHUN 2010 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS TUMPANG PITU KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2015 2035

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH ( RTRW KABUPATEN PASURUAN TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH ( RTRW KABUPATEN PASURUAN TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH ( RTRW ) KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2009-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 24

Lebih terperinci

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ACEH BARAT DAYA TAHUN

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ACEH BARAT DAYA TAHUN 28 QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ACEH BARAT DAYA TAHUN 2013-2033 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2012-2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Sumatera Utara digunakan sebagai merupakan acuan dalam pelaksanaan pengendalian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG: MATERI 1. Pengertian tata ruang 2. Latar belakang penataan ruang 3. Definisi dan Tujuan penataan ruang 4. Substansi UU PenataanRuang 5. Dasar Kebijakan penataan ruang 6. Hal hal pokok yang diatur dalam

Lebih terperinci

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991); RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TUBAN TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TUBAN TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TUBAN TAHUN 2012-2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2012 No. Urut: 02 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2012-2032 DENGAN

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL. PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber: LN 1997/96;

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PADA DINAS KEHUTANAN ACEH GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2009 SAMPAI DENGAN TAHUN 2029

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2009 SAMPAI DENGAN TAHUN 2029 PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2009 SAMPAI DENGAN TAHUN 2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat Undang-undang Nomor 24 Tahun

Lebih terperinci