BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
|
|
- Sonny Irawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Geologi Daerah Penelitian 3.1. Geomorfologi Daerah penelitian terletak di daerah kabupaten Sumedang. Secara fisiografi daerah penelitian termasuk ke dalam Zona antiklinorium Bogor (Van Bemmelen,1949). Berdasarkan analisa peta topografi dan foto udara menunjukkan bahwa bentang alam daerah penelitian secara umum memiliki perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada peta topografi, sedangkan pengamatan secara langsung di lapangan dicirikan oleh perbukitan yang memanjang berarah baratlaut - tenggara dengan ketinggian mdpl. Titik tertinggi di daerah penelitian berada di sebelah baratdaya daerah penelitian yaitu gunung Jagat dengan ketinggian 706 mdpl, sedangkan titik terendah berada pada lembah sungai Cilutung yang berada pada ketinggian 150 mdpl. Perbukitan ini secara regional memanjang hingga sekitar 20 km dengan arah yang relatif sama yaitu baratlaut tenggara. Morfologi ini dibentuk oleh adanya perlapisan batuan sedimen yang jurusnya ke arah baratlaut - tenggara dengan kemiringan ke arah baratdaya. Jurus dan arah kemiringan lapisan juga dapat diketahui dari adanya perbukitan monoklin yang memperlihatkan adanya dip-slope dengan kemiringan umum lapisan kearah baratdaya. Indikasi adanya struktur geologi berupa perlipatan dapat diketahui dari adanya pola aliran sungai trelis. Sedangkan adanya sesar dapat diinterpretasikan dari pergeseran dan pembelokan kelurusan bukit, dan pola aliran sungai paralel yang dominan. Sungai utama yang mengalir didaerah ini adalah Sungai Cilutung yang memiliki arah aliran ke utara (Foto 3.1), seluruh sungai - sungai kecil yang yang berada di daerah penelitian mengalir ke sungai Cilutung. Daerah dataran rendah hanya dijumpai didaerah utara penelitian, daerah ini merupakan daerah limpahan banjir yang berada di daerah desa Kadu 16
2 Foto 3.1. Sungai Cilutung Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi tiga satuan geomorfologi (Foto III-2) yaitu: Satuan Perbukitan Lipatan Satuan Perbukitan Intrusi Satuan Dataran aluvial 17
3 Foto 3.2 Geomorfologi daerah penelitian Satuan Perbukitan Lipatan Satuan ini menempati kurang lebih 80% luas daerah penelitian dengan ketinggian antara 200m-706 mdpl. Pada peta geomeorfologi satuan ini ditandai dengan warna kuning (Lampiran II) Satuan ini dicirikan oleh perbukitan yang memanjang baratlaut-tenggara, dan memiliki garis kontur yang sangat rapat sampai sedang dengan ketinggian 300m -706 m. Kemiringan lereng agak miring sampai agak curam dengan persen lereng berkisar antara 4-30%. (Foto 3.2). Litologi pada 18
4 satuan ini umumnya berupa batuan sedimen yaitu batulempung, batupasir dan konglomerat yang memiliki resistensi terhadap erosi, struktur geologi pada satuan ini dikontrol oleh adanya sesar dan perlipatan. Tahapan geomorfik pada satuan ini dikategorikan kedalam tahapan geomorik menjelang dewasa. Perbukitan lipatan ini dapat dibagi menjadi beberapa subsatuan yaitu : Perbukitan monoklin terletak dibagian selatan daerah penelitian yang dibentuk oleh sayap lipatan yang memiliki kemiringan lapisan batuan ke arah selatan (Foto 3.3 ). Perbukitan monoklin memanjang relatif barat-timur diinterpretasikan sebagai jurus lapisan batuan. Perbukitan ini memanjang dari Cibareubeu sampai Pasir Saradjan dengan ketinggian 450 m m. Morfologi ini ditempati oleh batuan yang kompeten (keras) berupa batu breksi dan batupasir. Foto 3.3 Satuan Perbukitan lipatan Diambil dari pasir Muhara Ke arah Tenggara Lembah antiklin, berupa suatu lembah yang sempit diapit oleh dua punggungan yang dicirikan oleh struktur antiklin, memanjang baratlaut tenggara. Morfologi ini ditempati oleh perselingan batupasir batulempung ( Foto 3.4) 19
5 Foto 3.4 Satuan perbukitan lipatan berupa Meorfologi Lembah antiklin diambil dari Palasari kearah Timur Satuan Bukit Intrusi Satuan ini menempati 10 % daerah penelitian. Pada peta geomorfologi satuan ini berwarna merah (Lampiran II). Satuan bukit intrusi merupakan bukit terisolir yang menonjol di antara topografi disekitarnya, memiliki lerang yang terjal dan curam dengan persen lereng %. Satuan ini merupakan intrusi andesit piroksen. Bentuk morfologi yang menonjol daripada sekitarnya disebabkan oleh adanya perbedaaan kekerasan batuan. Bukit intrusi yang berada pada daerah penelitian adalah.gunung Ganda (540m), Gunung karang dan Gunung Balay (Foto 3.5). Foto 3.5 Satuan Bukit Intrusi Gunung Ganda (A) dan Intrusi Gunung Karang (B) 20
6 Satuan Dataran Aluvial Satuan ini menempati kurang lebih 10% daerah penelitian, pada peta geomorfologi ditandai dengan warna abu-abu (Lampiran II). Satuan ini di bentuk oleh material material lepas hasil erosi sungai, berukuran bongkah sampai lempung, terdiri dari fragmen batuan beku dan batuan sedimen. Satuan ini memiliki morfologi yang landai dengan persen lereng 0-5 % satuan ini terdiri dari dataran aluvial Ciandeu serta endapan aluvial Sidamukti ( Foto 3.6). Foto 3.6 Satuan Dataran Alluvial Pola aliran sungai dan Tipe Genetik sungai Sungai utama yang mengalir di daerah penelitian berada di bagian timur daerah penelitian yaitu sungai Cilutung yang mengalir kearah utara. Semua anak sungai yang berada didaerah penelitian bermuara kearah sungai cilutung. Pola aliran sungai yang berada di daerah penelitian di kontrol oleh struktur geologi dan litologi, sehingga pola aliran sungai di daerah penelitian dapat di kelompokkan menjadi 2 pola aliran yaitu pola aliran trellis dan pola aliran dendritik (Gambar III-1). 21
7 Pola aliran trellis di jumpai pada bagian selatan dan tengah penelitian, yang meliputi sungai Cijaweu, sungai Cikuya, sungai Cisuluheun, sungai Cipaingeun, Sungai Cikadumalik, dan Sungai Cidarma yang mengalir searah dengan jurus perlapisan. Pola aliran trellis yang terbentuk pada daerah penelitian dikontrol oleh struktur geologi dan litologi berupa kemiringan lapisan batuan atau lipatan dan sesar yang mengontrol sungai utama serta adanya perselingan batuan antara batuan yang keras dan batuan yang lunak. Secara genetis sungai sungai tersebut termasuk dalam tipe genetik subsekuen. Anak sungai merupakan sungai yang pendek, bergradien tajam, mengalir berlawanan arah kemiringan lapisan batuan sehingga cabang cabangnya termasuk tipe genetis obsekuen dan sungai yang mengalir searah dengan kemiringan lapisan batuan yang termasuk tipe genetik resekuen. Gambar III 1. Peta pola aliran sungai daerah penelitian 22
8 Pola aliran dendritik di jumpai di bagian tengah dan utara daerah penelitian. meliputi sungai Cibalumbang, sungai Citayeum, dan sungai Cipaingeun. pola aliran ini di kontrol oleh struktur geologi berupa kekar, sesar, dan litologi yang homogen. Berdasarkan genesanya sungai di daerah penelitian membentuk tipe resekuen, obsekuen, subsekuen, atau gabungan dari ketiganya. Sungai yang memiliki anak sungai bertipe genetik resekuen, obsekuen dan subsekuen adalah sungai Cijaweu Tahap Geomorfik Kontrol struktur dan batuan (litologi) berperan dalan pembentukan morfologi. Batuan keras dan kompeten akan membentuk morfologi yang terjal sedangkan batuan yang lunak membentuk morfologi yang landai dan perbukitan. Kemudian pola-pola sungai yang terbentuk di daerah penelitian banyak dikontrol oleh struktur geologi berupa kekar dan sesar. Tingkat erosi yang intensif dan kuat yang berlangsung hingga saat ini dapat membentuk lembah sungai yang cukup lebar dan membentuk U (Foto II-1) dengan dasar lembah yang datar, hal ini disebabkan oleh erosi lateral yang lebih dominan daripada erosi vertikal. Sungai seperti ini memiliki dasar sungai yang landai dan berkelok-kelok (meander), kemudian dari sungai yang ada telah berkembang anak anak sungai yang memiliki tipe genetis sungai resekuen, obsekuen, dan subsekuen. Berdasarkan keadaan tersebut dapat disimpulkan secara umum tahapan geomorfik daerah penelitian adalah muda sampai dewasa. 23
9 3.2 Stratigrafi Dari hasil pengamatan dilapangan dan analisis laboratorium, stratigrafi daerah penelitian dibagi menjadi tujuh satuan litostratigrafi tidak resmi, yaitu dari tua ke Gambar III-2 Kolom stratigrafi komposit daerah penelitian 24
10 muda: Satuan Batulempung A, Satuan Batupasir - Batulempung, Satuan Batulempung B, Satuan Breksi, Satuan Konglomerat - Batupasir, Satuan Andesit dan Satuan Aluvial. Seluruh satuan pada daerah penelitian ini disusun dalam kolom stratigrafi umum (Gambar III - 2) Satuan Batulempung A Satuan ini berada pada bagian utara daerah penelitian dengan penyebaran yang memanjang baratlaut tenggara. Satuan ini menempati 12 % luas daerah penelitian, Pada peta geologi satuan ini diwarnai hijau tua (Lampiran III). Singkapan terbaik satuan batu lempung A di jumpai di sungai Cilutung pada lokasi pengamatan CLT 21 (Foto 3.7 dan 3.8). Berdasarkan rekonstruksi satuan ini memiliki ketebalan m. Satuan ini dicirikan dengan batu lempung berwarna abu-abu sampai kehijuan, getas, masif, karbonatan, konkoidal, mengandung fosil foraminifera, pada bagian bawah satuan ini di dominasi oleh batulempung kehijauan dan pada bagian atasnya mulai dijumpai sisipan tipis batupasir ( tebal 2 8 cm) yang sangat rapat. Struktur sedimen yang berkembang pada batupasir tersebut adalah laminasi sejajar. Foto 3.7 Lokasi Singkapan batulempung B berupa batulempung masif (CLT 21) 25
11 Umur satuan batu lempung ini di tentukan melalui analisis fosil foraminifera yang terkandung pada batulempung. Berdasarkan analisis fosil foraminifera plankton pada bagian tengah dan atas satuan ini (sampel lokasi CLT 21) di jumpai fosil foraminifera plankton berupa Globorotalia lobata, Globorotalia peripheroronda dan Globorotalia mayerii (Lampiran A) dari analisis tersebut disimpulkan bahwa satuan ini memliki kisaran umur N.10 N.11 atau setara dengan Miosen Tengah. Fotor 3.8 Lokasi Singkapan batulempung hijau (CLT21) Lingkungan pengendapan satuan batulempung A dapat ditentukan melalui analisis fosil foraminifera bentos, dari analisis fosil foraminifera bentos dijumpai fosil Rotalia becarii, Gyroidina soladani, Uvigerina peregrina. Eponides umbonatus (Lampiran A), berdasarkan kehadiran fosil tersebut dapat disimpulkan satuan ini diendapkan pada lingkungan laut pada kedalaman meter atau zona bathyal bawah hingga bathyal atas. Untuk menentukan mekanisme pengendapan satuan ini di tentukan berdasarkan ciri litologi, urutan vertikal dan lateral, serta struktur sedimen yang terekam dalam batuan. Berdasarkan tiga hal diatas dibutuhkan sebuah model yang dapat mengakomodasi parameter parameter diatas yang sesuai dengan data yang ada, maka digunakan model progradasi kipas bawah laut dan pengendapan pada kipas bawah laut (Walker,1978) seperti yang diperlihatakan pada gambar III-3. Dari ciri litologi ini satuan berupa batu lempung yang masif, kaya akan fosil foraminifera pada bagian bawah menunjukkan bahwa satuan ini diendapkan pada arus yang tenang (suspensi) kemudian berangsur menjadi perselingan batupasir batulempung yang 26
12 rapat (flysch) dengan perbandingan 1:1 pada bagian atasnya, asosiasi vertikal menunjukkan penebalan dan pengasaran keatas pada setiap sekuen dan munculnya sekuen Bouma berupa Tbc menunjukkan endapan ini diendapakan melalui mekanisme arus aliran gravitasi (gravity flow) pada lingkungan di kipas bawah tepi cekungan ( basin plan). Gambar III - 3 Model Progradasi kipas laut dalam (Walker,1978) Satuan ini merupakan satuan tertua yang tersingkap didaerah penelitian batas bawahnya tidak tersingkap sedangkan batas atasnya dengan satuan perselingan batupasir batulempung adalah selaras dan berangsur dengan munculnya batupasir yang menebal (20 cm 1 m) Berdasarkan ciri litologi, analisis fosil dan posisi stratigrafi, satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Cisaar (Djuhaeni dan Martodjojo, 1989) Satuan Batupasir Batulempung Satuan ini berada dibagian tengah daerah penelitian dan penyebarannya memanjang baratlaut tenggara. Satuan ini menempati 40 % luas daerah penelitian. Pada peta geologi satuan ini diwarnai kuning (Lampiran III). Singkapan terbaik 27
13 satuan ini berada di sungai Cilutung, sungai Cijaweu, sungai Cikadumalik, sungai Cipaingeun (Foto 3.9). Berdasarkan rekonstruksi satuan ini memiliki ketebalan sebesar m Satuan ini dicirikan oleh perselingan batupasir batulempung, lanau, dan sisipan batugamping. ketebalan batupasir bervarisi dari 2 cm 40 cm, bahkan dibeberapa tempat memiliki ketebalan lebih dari 1 meter (Foto 3.9). Perulangan litologi tersebut memiliki pola dimana lapisan batupasir mengalami penebalan ( Thickening Upward succession) dan pengkasaran ukuran butir keatas (Coarsening upward Succession ). Foto 3.9 Lokasi Singkapan Batupasir-Batulempung memperlihatkan sekuen menebal keatas (CLT 47) Pada satuan ini batupasir merupakan litologi yang dominan, secara megaskopik batupasir ini memiliki ciri fisik berwarna abu abu terang - coklat, berbutir pasir halus pasir sedang, bentuk butir menyudut tanggung membundar 28
14 tanggung, terpilah sedang, bersifat karbonatan, kemas tertutup, kompak. Struktur sedimen yang terdapat pada batupasir adalah lapisan bersusun (gradded bedding), laminasi sejajar (paralel laminasi), dan convolute yang merupakan urutan sekuen Bouma Tabc (Foto 3.10). Kemudian dibeberapa tempat terdapat cetakan suling (flute cast) dan bioturbasi (Foto3.11). Secara mikroskopik melalui sayatan tipis, batupasir tersebut diklasifikasikan sebagai Calcareous Quartz wacke (Lampiran B) Foto 3.10 Singkapan batupasir dengan struktur sedimen perlapisan bersusun (Ta, CLT 48), sejajar (Tb, CLT 54), konvolut dan gelembur gelombang (Tc, KDM 5 ) menunjukkan adanya sekuen Bouma (1962) laminasi yang Foto 3.11 Singkapan Batupasir yang menunjukkan adanya bioturbasi dan Flute cast(clt40) 29
15 Berdasarkan analisis fosil foraminifera plankton dijumpai jenis : Globorotalia languensis, Globorotalia siakensis, dan Globorotalia mayerii (Lampiran A) maka dapat disimpulkan umur satuan batupasir batulempung memiliki kisaran umur N.12 N.14 atau Miosen Tengah bagian akhir. Berdasarkan analisis fosil foraminifera bentos dijumpai kehadiran Uvigerina peregrina,oridorsalis umbonatus, Sphaerodina bulloides (Lampiran A) menunjukkan satuan ini diendapkan pada lingkungan bathyal bawah. Mekanisme lingkungan pengendapan berdasarkan ciri litologi dan struktur sedimen yang terekam dalam satuan batuan perselingan batupasir batulempung didapat ciri litologi berupa perselingan monoton batupasir dan batulempung, kemudian dijumpai stukrtur sedimen berupa Tabc sekuen Bouma (1962), bioturbasi, dan flute cast yang menunjukkan endapan tersebut diendapakan dengan mekanisme turbidite (Walker,1978). Pada lapisan batupasir terlihat pola vertikal penebalan keatas dan pengkasaran keatas kemudian terdapat urutan sekuen bouma mulai dari interval Ta pada batu pasir masiif (ketebalan lebih dari 1 meter). Dari ciri litologi diatas yang dibandingkan dengan urutan vertikal stratigrafi hipotesis progradasi kipas bawah laut (Gambar III- 3) maka satuan ini diendapkan pada kipas bawah laut bagian tengah ( Smooth Portion of suprafan lobes on mid fan ). Satuan batupasir - batulempung dan diendapkan selaras dan bergradasi diatas satuan batulempung A. Pada bagian bawah satuan ini ditandai dengan munculnya batupasir yang berselingan rapat dengan batulempung dan struktur sedimen terekam dengan baik pada batupasir. Sedangkan pada bagian atas ditandai dengan sering munculnya batulempung tebal dan mulai hilangnya lapisan batupasir. munculnya lapisan lempung tebal ini merupakan batas atas satuan perselingan batupasir batulempung dengan satuan batulempung B. Berdasarkan ciri litologi, analisis fosil dan posisi stratigrafi, satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Cinambo (Djuhaeni dan Martodjojo, 1989). 30
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan proses
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,
Lebih terperinciBAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN
BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut
Lebih terperinciBAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra
Lebih terperinciFoto 3.12 Lokasi Singkapan batulempung B (DRM 3)
3.2.3 Satuan Batulempung B Satuan ini menempati 10% luas daerah penelitian, terletak berada dibagian selatan daerah penelitian dan penyebarannya memanjang baratlaut tenggara Pada peta geologi satuan ini
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses
Lebih terperinciGeologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /
BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan bentang alam yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh proses geomorfik. Proses geomorfik merupakan semua perubahan baik fisik maupun
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA
BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Ngampel dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, urutan stratigrafi,
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses
Lebih terperinciBab III Geologi Daerah Penelitian
Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke
Lebih terperincidan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).
dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut
Lebih terperinciBAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah
BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah menjadi beberapa zona fisiografi (Gambar 2.1), yaitu: 1. Dataran Aluvial Jawa bagian utara. 2. Antiklinorium
Lebih terperinciGEOLOGI DAERAH KLABANG
GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang
Lebih terperinciGambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).
(Satuan Breksi-Batupasir) adalah hubungan selaras dilihat dari kemenerusan umur satuan dan kesamaan kedudukan lapisan batuannya. Gambar 3.5 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (Bouma, A. H., 1962). Gambar
Lebih terperinciUmur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)
Lebih terperinciIII.1 Morfologi Daerah Penelitian
TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi daerah penelitian dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa media, yaitu peta kontur, citra satelit, dan citra Digital Elevation Model
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat
Lebih terperinciBAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,
BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,
Lebih terperinciberukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.
berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Analisa geomorfologi merupakan sebuah tahapan penting dalam penyusunan peta geologi. Hasil dari analisa geomorfologi dapat memudahkan dalam pengerjaan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung
Lebih terperinci3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan
3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),
Lebih terperinciUmur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi
3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Geomorfologi Daerah Penelitian III.1.1 Morfologi dan Kondisi Umum Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses
Lebih terperinciBAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan
BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis
Lebih terperinciGeologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses
Lebih terperinciBAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis geomorfologi dilakukan untuk mempelajari proses bentang alam terbentuk secara konstruksional (yang diakibatkan oleh gaya endogen),
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses eksogen dan endogen yang membentuk
Lebih terperinciSubsatuan Punggungan Homoklin
Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses
Lebih terperinciKONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH
KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan
Lebih terperinciFoto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).
Apabila diperhatikan, hasil analisis petrografi dari sayatan batupasir kasar dan sayatan matriks breksi diperoleh penamaan yang sama. Hal ini diperkirakan terjadi karena yang menjadi matriks pada breksi
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi di daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi peta topografi, citra SRTM, citra DEM,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT
BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT 4.1 Fasies Turbidit adalah suatu sedimen yang diendapkan oleh mekanisme arus turbid (turbidity current), sedangkan arus turbid itu sendiri adalah suatu arus yang
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari
Lebih terperinciBAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan
BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief
Lebih terperinciBAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS
BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang
Lebih terperincihancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm.
hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm. Adapun sisipan tebal konglomerat dicirikan dengan warna abu-abu kecoklatan, fragmen
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah penelitian secara umum tersusun atas bentang alam yang cukup kompleks yaitu, perbukitan, lembah dan dataran rendah. Interval ketinggian
Lebih terperinciBAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian
BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis morfologi yang dilakukan pada daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur yang tercermin dalam perbedaan ketinggian,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan
Lebih terperinciRaden Ario Wicaksono/
Foto 3.15 Fragmen Koral Pada Satuan Breksi-Batupasir. Lokasi selanjutnya perselingan breksi-batupasir adalah lokasi Bp-20 terdapat pada Sungai Ci Manuk dibagian utara dari muara antara Sungai Ci Cacaban
Lebih terperinciFoto III-11. T.abc sekuen Bouma pada Satuan Batupasir-Batulempung (CKG 11) Foto III-12. T.abc sekuen Bouma pada Satuan Batupasir-Batulempung (CKG 12)
Batupasir pada satuan ini memiliki ketebalan 5-100cm, berwarna abu-abu, berukuran pasir halus-kasar, tufaan, bentuk butir menyudut hingga menyudut tanggung kemas tertutup, terpilah sedang, porositas sedang,
Lebih terperinciFoto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono
Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA
BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Analisis Kondisi Geomorfologi Analisis Kondisi Geomorfologi yang dilakukan adalah berupa analisis pada peta topografi maupun pengamatan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Singkapan Stadion baru PON Samarinda Singkapan batuan pada torehan bukit yang dikerjakan untuk jalan baru menuju stadion baru PON XVI Samarinda. Singkapan tersebut
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI Analisis Struktur 4.1 Struktur Lipatan 4.1.1 Antiklin Buniasih Antiklin Buniasih terletak disebelah utara daerah penelitian dengan arah sumbu lipatan baratlaut tenggara
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Proses geomorfik adalah seluruh perubahan fisika dan kimiawi yang mempengaruhi bentuk dari suatu permukaan bumi (Thornbury, 1969). Terbentuknya
Lebih terperinciGeologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /
Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN Geomorfologi pada daerah penelitian diamati dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan yang kemudian diintegrasikan dengan interpretasi
Lebih terperinciKecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur
Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS SEDIMENTASI
BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis urutan vertikal ini dilakukan
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi
Lebih terperinciGEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DAERAH CIMANINTIN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUMEDANG, PROPINSI JAWA BARAT
GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DAERAH CIMANINTIN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUMEDANG, PROPINSI JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi merupakan suatu bentuk bentang alam, morfologi, serta bentuk permukaan bumi akibat dari proses geomorfik. Proses geomorfik
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM
6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah
Lebih terperinciAdanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi adalah ilmu tentang bentang alam, proses-proses yang terjadi dan pembentukannya, baik dari dalam (endogen) maupun di luar (eksogen). Geomorfologi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen merupakan
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG
BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG 3.1 GEOMORFOLOGI Metode yang dilakukan dalam analisis geomorfologi ini adalah dengan analisa peta topografi dan citra satelit, sehingga didapatkan kelurusan lereng,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian. Analisis geomorfologi dilakukan untuk mempelajari bagaimana bentang alam terbentuk secara konstruksional (yang diakibatkan oleh gaya
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Sungai dan Pola Aliran Sungai Sungai-sungai yang terdapat pada daerah penelitian cukup beragam. Sungai Cipunegara, Sungai Ciawitali dan Sungai Cijurey
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi mum Daerah Penelitian ecara umum morfologi daerah penelitian merupakan dataran dengan punggungan di bagian tengah daerah
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian barat. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Van Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.
Lebih terperinciGeologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.
Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Suganda #2 # Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Jalan Bandung-Sumedang
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian baratlaut. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI 3.1.1. Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode tidak langsung
Lebih terperinciGeologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Penafsiran Kondisi Geomorfologi Daerah Penelitian Daerah penelitian di Ds. Nglegi, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki
Lebih terperinci