DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN... I-1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN... I-1"

Transkripsi

1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN... I-1 BAB II STANDAR FASILITAS KESELAMATAN DAN KEAMANAN DI STASIUN... II-1 A. Bahaya Kebakaran... II-1 1. Tabung Pemadam Kebakaran... II-1 2. Peralatan Hidran... II-2 3. Sistem Deteksi dan Tanda Terjadi Kebakaran (Fire Alarm)... II-2 4. Telepon Darurat... II-3 B. Bencana Alam... II-4 1. Papan Petunjuk Jalur Evakuasi... II-4 2. Pengeras Suara (Public Address)... II-5 C. Kecelakaan... II-5 1. Batas Peron... II-6 2. Petunjuk Hati-Hati Menyeberang Jalur Kereta Api... II-6 3. Kotak P3K... II-7 4. Pos Kesehatan... II-8 5. Tandu... II-9 6. Kursi Roda... II Pemisah Jalur Masuk-Keluar Stasiun... II Pemisah Jalur Antrian Loket... II-11 D. Tindak Kriminal... II Lampu Penerangan... II Kamera Pemantau (CCTV)... II Metal Detector... II-12 i

2 E. Standar Fasilitas Keselamatan dan Keamanan di Stasiun MRT... II Lampu Tanda Kedatangan Kereta... II Tombol Pemberhentian Kereta Api... II Tombol Penghisap Asap Khusus... II Pengendalian Kebakaran... II Perlindungan Bawah Peron... II Jalur Evakuasi Darurat... II Tanda Rel Tegangan Tinggi... II Intercom Darurat... II Lampu Peron... II-15 BAB III STANDAR FASILITAS NAIK TURUN PENUMPANG DI STASIUN... III-1 A. Persyaratan Pembangunan... III-1 B. Persyaratan Operasi... III-2 C. Persyaratan Peron Pada MRT... III-6 BAB IV STANDAR FASILITAS PENYANDANG CACAT DI STASIUN... IV-1 A. Persyaratan Teknis Aksesibilitas... IV-1 1. Ukuran Dasar Ruangan... IV-1 2. Jalur Untuk Pejalan Kaki... IV-7 3. Jalur Pemandu... IV-8 4. Area Parkir... IV-9 5. Pintu... IV Ramp... IV Tangga... IV Lift... IV Kamar Kecil... IV Wastafel... IV Perlengkapan dan Peralatan Kontrol... IV-17 ii

3 12. Rambu... IV-18 B. Persyaratan Teknis Aksesibilitas Pada MRT... IV-19 BAB V STANDAR FASILITAS UMUM DAN KESEHATAN DI STASIUN...V-1 A. Fasilitas Umum...V-1 1. Sistem Informasi...V-1 2. Loket...V-2 3. Ruang Tunggu...V-3 4. Tempat Ibadah...V-3 5. Fasilitas Toilet...V-3 6. Tempat Parkir...V-4 7. Lampu Penerangan...V-4 8. Kamera Pemantau (CCTV)...V-5 9. Tempat Penitipan Barang (Loker)...V Ruang Simpan Barang Hilang (Lost and Found Room)...V Tempat Sampah...V Genset Cadangan...V-6 B. Fasilitas Kesehatan...V-7 1. Kotak P3K...V-7 2. Pos Kesehatan...V-8 3. Tandu...V Kursi Roda...V-10 BAB VI STANDAR FASILITAS BONGKAR MUAT BARANG... VI-1 BAB VII STANDAR FASILITAS KESELAMATAN DAN KEAMANAN UNTUK BONGKAR MUAT BARANG DI STASIUN... VII-1 A. Bahaya Kebakaran... VII-1 1. Tabung Pemadam Kebakaran... VII-1 iii

4 2. Peralatan Hidran... VII-2 3. Sistem Deteksi dan Tanda Terjadi Kebakaran (Fire Alarm)... VII-3 4. Telepon Darurat... VII-3 B. Bencana Alam... VII-4 1. Papan Petunjuk Jalur Evakuasi... VII-4 2. Pengeras Suara (Public Address)... VII-5 C. Kecelakaan... VII-6 1. Petunjuk Hati-Hati Menyeberang Jalur Kereta Api... VII-6 2. Kotak P3K... VII-6 3. Pos Kesehatan... VII-7 4. Tandu... VII-9 5. Rambu-Rambu Peringatan... VII-9 6. Pagar Pengaman... VII-10 D. Tindak Kriminal... VII Lampu Penerangan... VII Kamera Pemantau (CCTV)... VII-11 DAFTAR PUSTAKA iv

5 DAFTAR GAMBAR Gambar II-1 Papan Petunjuk Pintu Keluar/Evakuasi... II-4 Gambar III-1 Ruang Bebas Pada Bagian Lurus... III-5 Gambar IV-1 Ruang Gerak Bagi Pemakai Kruk... IV-2 Gambar IV-2 Ruang Gerak Bagi Tuna Netra... IV-3 Gambar IV-3 Ukuran Umum Orang Dewasa... IV-3 Gambar IV-4 Ukuran Kursi Roda... IV-4 Gambar IV-5 Ukuran Putar Kursi Roda... IV-4 Gambar IV-6 Belokan dan Papasan Kursi Roda... IV-5 Gambar IV-7 Ruang Gerak Kursi Roda... IV-5 Gambar IV-8 Rata-Rata Batas Jangkauan Pengguna Kursi Roda... IV-6 Gambar IV-9 Jangkauan Maksimal Ke Samping Untuk Pengoperasian Peralatan... IV-6 Gambar IV-10 Jangkauan Maksimal Ke Depan Untuk Pengoperasian Peralatan... IV-7 Gambar VI-1 Lantai Muat Bongkar (Ramp) Samping Dari Beton... VI-3 v

6 BAB I PENDAHULUAN Dalam UU No.23 Tahun 2007 disebutkan bahwa penyelenggaraan perkeretaapian menurut fungsinya terdiri atas perkeretaapian umum dan perkeretaapian khusus. Perkeretaapian umum terdiri atas perkeretaapian perkotaan dan perkeretaapian antar kota. Perkeretaapian khusus hanya digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut. Penyelenggaraan perkeretaapian telah bersifat multi operator baik dalam penyelenggaraan prasarana maupun penyelenggaraan sarana. Untuk angkutan penumpang arah perkembangannya menuju kepada dioperasikannya kereta api berkecepatan tinggi, sedangkan untuk angkutan barang menuju kepada dioperasikannya kereta api volume angkutan besar dengan beban gandar tinggi dan kecepatan normal. Untuk itu diperlukan standar-standar yang dapat menjadi acuan dimilikinya/dibangunnya prasarana kereta api oleh badan penyelenggara prasarana perkeretaapian baik BUMD maupun swasta. Permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan prasarana transportasi perkeretaapian secara umum adalah terbatasnya jumlah armada, kondisi sarana dan prasarana perkeretaapian yang tidak handal karena backlog perawatan, peran dan share angkutan kereta api yang masih rendah, kurangnya keterpaduan dengan moda transportasi serta masih minimnya peran swasta maupun Pemda dalam hal pembangunan perkeretaapian Indonesia. I-1

7 Secara rinci berikut uraian permasalahan dan tantangan yang masih akan dihadapi dalam pembangunan perkeretaapian saat ini dan pada tahun mendatang adalah: 1. Masih banyaknya kondisi prasarana (rel, jembatan KA dan sistem persinyalan dan telekomunikasi KA) yang telah melampaui batas umur teknis serta terjadi backlog pemeliharaan prasarana. 2. Sumber pendanaan Pemerintah untuk pengembangan dan investasi prasarana masih terbatas, sedangkan peran serta swasta dan Pemda masih belum optimal. 3. Tingginya tingkat kecelakaan KA terutama akibat backlog pemeliharaan prasarana serta masih banyaknya perlintasan sebidang dan rendahnya disiplin pengguna jalan pada perlintasan tersebut. 4. Masih rendahnya keamanan dan ketertiban (sterilisasi) serta banyaknya gangguan di stasiun dan sepanjang jalur jalan KA akibat banyak munculnya bangunan liar dan kegiatan masyarakat di sepanjang jalur. Di sisi lain masih rendahnya disiplin dan tindak penertiban dalam pengamanan daerah milik jalan dan pengguna angkutan tersebut juga dapat membahayakan keselamatan operasi angkutan. Mengingat pentingnya hal tersebut, maka perlu dilaksanakan penyusunan rancangan naskah akademik standar prasarana transportasi perkeretaapian sebagai acuan bagi investor dalam membangun prasarana perkeretaapian di Indonesia yang meliputi: 1. konsep standar fasilitas keselamatan dan keamanan di stasiun; 2. konsep standar fasilitas naik turun penumpang di stasiun; 3. konsep standar fasilitas penyandang cacat di stasiun; 4. konsep standar fasilitas umum dan kesehatan di stasiun; 5. konsep standar fasilitas bongkar muat barang; I-2

8 6. konsep standar fasilitas keselamatan dan keamanan untuk bongkar muat barang di stasiun. I-3

9 BAB II STANDAR FASILITAS KESELAMATAN DAN KEAMANAN DI STASIUN Fasilitas keselamatan dan keamanan di stasiun berupa peralatan untuk menunjang keselamatan pengguna jasa kereta api. Peralatan keselamatan di stasiun sesuai standar pelayanan minimum paling sedikit tersedia peralatan penyelamatan darurat dalam bahaya: 1. kebakaran; 2. bencana alam; 3. kecelakaan; dan 4. tindak kriminal. A. Bahaya Kebakaran Peralatan keselamatan untuk bahaya kebakaran, meliputi: 1. tabung pemadam kebakaran; 2. peralatan hidran; 3. tanda terjadi kebakaran (fire alarm); 4. telepon darurat. 1. Tabung Pemadam Kebakaran Nilai, ukuran dan jumlah tabung pemadam kebakaran yang diperlukan stasiun kereta api disesuaikan dengan masing-masing kelas stasiun. a. Pada stasiun kelas besar, untuk kebakaran type A dan type B diletakkan pada tempat yang strategis, di ruang kepala stasiun, ruang pemimpin perjalanan kereta api, dan di peron stasiun. II-1

10 Ukuran tabung pemadam api minimum 12 kg, 1 (satu) tabung untuk setiap luas area 20 x 20 m². b. Pada stasiun kelas sedang, untuk kebakaran type A dan type B diletakkan pada tempat yang strategis, di ruang kepala stasiun, ruang pemimpin perjalanan kereta api, dan di peron stasiun. Ukuran tabung pemadam api minimum 12 kg, 1 (satu) tabung untuk setiap luas area 20 x 20 m². c. Pada stasiun kelas kecil, untuk kebakaran type A diletakkan di ruang kepala stasiun atau ruang pemimpin perjalanan kereta api dengan ukuran tabung pemadam api minimum 10 kg, 1 (satu) tabung untuk setiap stasiun. 2. Peralatan Hidran Nilai, ukuran dan jumlah peralatan hidran yang diperlukan, adalah hanya untuk stasiun kelas besar dan stasiun kelas sedang bagi bangunan/gedung bangunan baru, sifatnya diwajibkan untuk memasang hidran. a. Stasiun kelas besar hidran di letakkan ditempat yang strategis atau diruang tunggu penumpang yang dapat menjangkau kesegala titik arah yang potensial terjadinya kebakaran, 1 (satu) stasiun cukup 1 (satu) buah hidran. b. Stasiun kelas sedang hanya diwajibkan untuk bangunan stasiun yang baru dibangun, 1 (satu) stasiun cukup 1 (satu) buah hidran. 3. Sistem Deteksi dan Tanda Terjadi Kebakaran (Fire Alarm) Nilai, ukuran dan jumlah peralatan alarm kebakaran yang diperlukan, adalah hanya untuk stasiun kelas besar dan stasiun kelas sedang, sifatnya diwajibkan untuk memasang alarm kebakaran. II-2

11 a. Pada stasiun besar sensornya dipasang pada ruang tunggu penumpang, peron, dan tempat umum lainnya atau tempat yang berpotensi terjadi kebakaran, masing-masing 1 (satu) buah sensor untuk setiap tempat. b. Pada stasiun sedang memasang sensor alarm kebakaran, yang dipasang pada ruang tunggu penumpang, peron, dan tempat umum lainnya atau tempat yang berpotensi terjadi kebakaran, masingmasing 1 (satu) buah sensor untuk setiap tempat. 4. Telepon Darurat Nilai, ukuran dan jumlah telepon umum/ darurat yang diperlukan adalah untuk seluruh kelas stasiun, yakni stasiun besar, stasiun sedang dan stasiun kecil. Telepon umum darurat yang dimaksud harus mencantumkan nomor-nomor penting, seperti antara lain pemadam kebakaran, rumah sakit, SAR, pos polisi dan lain sebagainya. Penempatan telepon umum/darurat pada kelas stasiun sebagaimana berikut di bawah ini: a. Pada stasiun kelas besar telepon umum/darurat terutama diletakkan diruang tunggu penumpang dan atau disesuaikan dengan luas ruangan stasiun dan jumlah penumpang. b. Pada stasiun kelas sedang telepon umum/darurat terutama diletakkan diruang tunggu penumpang dan atau disesuaikan dengan luas ruangan stasiun dan jumlah penumpang. c. Pada stasiun kelas kecil telepon umum/darurat terutama diletakkan diruang tunggu penumpang cukup 1 (satu) unit telepon. II-3

12 B. Bencana Alam Peralatan keselamatan untuk bencana alam, khususnya di area stasiun KA meliputi: 1. Papan Petunjuk Jalur Evakuasi Tampaknya belum ada standarisasi baik dalam besarnya maupun dalam warna. Mengingat hal tersebut, maka berikut saran mengenai papan petunjuk menuju pintu keluar yang juga bisa dimanfaatkan sebagai papan petunjuk untuk jalur evakuasi jika terjadi bencana/kecelakaan. P T PINTU KELUAR L R Keterangan: Panjang (P) Lebar (L) Tebal (T) Radius/lengkung (R) : minimal 1600 mm dan maksimal 4000 mm : minimal 1200 mm dan maksimal 1600 mm : minimal 15 mm dan maksimal 60 mm : minimum 40 mm Gambar II-1 Papan Petunjuk Pintu Keluar/Evakuasi Persyaratan pemasangan papan jalur evakuasi pada stasiun besar, sedang dan kecil adalah sama, yaitu: a. Diletakkan di tempat yang strategis. II-4

13 b. Diletakkan di tempat yang mudah dilihat oleh jangkauan penglihatan pengguna jasa. c. Diletakkan di tempat-tempat yang dimaksud. d. Berdasarkan jumlah pintu masuk stasiun dan atau areal loket penjualan tiket. 2. Pengeras Suara (Public Address) Nilai, ukuran dan jumlah pengeras suara (public address) yang diperlukan adalah untuk seluruh kelas stasiun, yakni stasiun besar, stasiun sedang dan stasiun kecil. Pengeras suara (public address) yang dimaksud harus memiliki daya loudspeaker minimal 10 watt dan minimum 3 db. Penempatan pengeras suara (public address) pada kelas stasiun sebagaimana berikut di bawah ini. a. Pada stasiun kelas besar pengeras suara (public address) terutama diletakkan diruang tunggu penumpang atau peron dan disesuaikan dengan luas ruangan stasiun dan jumlah penumpang, minimal di kanan, kiri dan di tengah-tengah antara ruang stasiun atau peron. b. Pada stasiun kelas sedang pengeras suara (public address) terutama diletakkan diruang tunggu penumpang atau peron dan disesuaikan dengan luas ruangan stasiun dan jumlah penumpang, minimal di kanan, kiri antara ruang stasiun atau peron. c. Pada stasiun kelas kecil pengeras suara (public address) terutama diletakkan diruang tunggu penumpang atau peron dan jumlah di kanan, kiri stasiun atau peron. C. Kecelakaan Peralatan keselamatan yang berkaitan dengan kecelakaan, meliputi: 1. batas peron; II-5

14 2. petunjuk hati-hati menyeberang jalur kereta api; 3. kotak P3K; 4. pos kesehatan; 5. tandu; 6. kursi roda; 7. pemisah jalur masuk-keluar stasiun; 8. pemisah jalur antrian loket. 1. Batas Peron Berdasarkan Peraturan Perundangan, persyaratan jarak tanda batas aman peron untuk stasiun besar, sedang dan kecil adalah: a. Peron tinggi, minimal 350 mm dari sisi tepi luar ke as peron; b. Peron sedang, minimal 600 mm dari sisi tepi luar ke as peron; dan c. Peron rendah, minimal 750 mm dari sisi tepi luar ke as peron. Nilai dan ukuran tanda batas peron yang diperlukan, adalah untuk seluruh kelas stasiun, yakni stasiun besar, stasiun sedang dan stasiun kecil. Tanda batas peron berada pada pinggir peron di samping jalur kereta api, dengan tanda batas ± 10 cm terlihat jelas dengan warna kontras. Jarak garis batas minimal 195 cm dari as jalur kereta api. 2. Petunjuk Hati-Hati Menyeberang Jalur Kereta Api Petunjuk penyeberangan jalur sebidang di stasiun sangat penting karena berfungsi sebagai fasilitas bagi penumpang kereta api apabila ingin menyeberang ke jalur lain. Petunjuk penyeberangan jalur sebidang hendaknya diikuti dengan fasilitas keselamatan dan kenyamanan, dijalur penyeberangan tersebut. II-6

15 Nilai dan ukuran yang diperlukan untuk fasilitas penyeberangan jalur sebidang digunakan untuk seluruh kelas stasiun, dan jumlahnya disesuaikan dengan jumlah jalan yang melewati jalur ka yang ada pada masing-masing kelas stasiun. 3. Kotak P3K Kotak P3K harus memenuhi persyaratan minimal antara lain: a. Terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibawa, berwarna dasar putih dengan lambang P3K berwarna hijau. b. Isi kotak P3K sebagaimana tercantum di atas dan tidak boleh diisi bahan atau alat selain yang dibutuhkan untuk pelaksanaan P3K. c. Penempatan kotak P3K, yaitu pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau, diberi tanda arah yang jelas, cukup cahaya serta mudah diangkat apabila digunakan. Nilai, ukuran dan jumlah kotak P3K yang diperlukan, adalah untuk seluruh kelas stasiun, yakni stasiun besar, stasiun sedang dan stasiun kecil, isi dari pada kotak tersebut disesuai dengan standar penanggulangan pertama pada kecelakaan. a. Pada stasiun kelas besar kotak P3K diletakkan diruang tunggu penumpang, atau disesuaikan dengan ruangan dan jumlah penumpang. b. Pada stasiun kelas sedang kotak P3K diletakkan diruang tunggu penumpang dan kepala stasiun atau pemimpin perjalanan kereta api, jumlahnya minimal 2 (dua) buah kotak P3K. c. Pada stasiun kelas kecil kotak P3K diletakkan diruang pemimpin perjalanan kereta api, jumlahnya cukup 1 (satu) buah kotak P3K. II-7

16 4. Pos Kesehatan Fasilitas penunjang kegiatan P3K yang tersedia di pos kesehatan meliputi: a. Ruang pemeriksaan, perawatan dan/atau penanganan pasien/korban kecelakaan. b. Kotak P3K lengkap dengan isinya. c. Alat evakuasi dan transportasi berupa tandu atau alat lain untuk memindahkan korban ke tempat yang aman atau rujukan dan mobil ambulance atau kendaraan yang dapat digunakan untuk pengangkutan korban jika diperlukan penanganan lanjut ke rumah sakit. d. Fasilitas/peralatan tambahan berupa alat perlindungan diri dan atau peralatan khusus yang memiliki potensi bahaya yang bersifat khusus, misalnya berupa alat untuk pembasahan tubuh cepat (shower) dan pembilasan/pencucian mata. Persyaratan pos kesehatan di area stasiun besar, sedang dan kecil adalah sama, meliputi: a. Tersedianya fasilitas pertolongan pertama kesehatan penumpang. b. Lokasi: 1) Dekat dengan toilet/kamar mandi; 2) Dekat jalan keluar; 3) Mudah dijangkau dari area kerja; dan 4) Dekat dengan tempat parkir kendaraan. c. Mempunyai luas minimal cukup unruk menampung satu tempat tidur pasien dan masih terdapat ruang gerak bagi seorang petugas P3K serta penempatan fasilitas P3K lainnya. II-8

17 d. Bersih dan terang, ventilasi baik, memiliki pintu dan jalan yang cukup lebar untuk memindahkan korban. e. Diberi tanda dengan papan nama yang jelas dan mudah dilihat. f. Sekurang-kurangnya dilengkapi dengan : 1) wastafel dengan air mengalir; 2) kertas tissue/lap; 3) usungan/tandu; 4) bidai/spalk; 5) kotak P3K dan isi; 6) tempat tidur dengan bantal dan selimut; 7) tempat/ruang untuk menyimpan alat-alat, seperti: tandu dan/atau kursi roda; 8) sabun dan sikat; 9) pakaian bersih untuk penolong; 10) tempat sampah; 11) kursi tunggu bila diperlukan. Nilai, ukuran dan jumlah pos kesehatan yang diperlukan, adalah hanya untuk stasiun kelas besar saja. Penempatan pos kesehatan di ruang khusus yang dekat dengan konsentrasi penumpang, cukup menyediakan 1 (satu) buah pos kesehatan saja dengan peralatan dan fasilitas yang memadai untuk suatu pos kesehatan. 5. Tandu Nilai, jumlah dan ukuran fasilitas tandu yang diperlukan, adalah untuk seluruh kelas stasiun, yakni stasiun besar, stasiun sedang dan stasiun kecil. II-9

18 a. Pada stasiun besar tandu diletakkan pada ruang pos kesehatan, minimal memiliki 2 (dua) buah tandu. b. Pada stasiun sedang tandu dapat diletakkan di ruang kepala stasiun atau pemimpin perjalanan kereta api dengan minimal 1 (satu) buah tandu. c. Pada stasiun kelas kecil juga diletakkan di ruang kepala stasiun atau pemimpin perjalanan kereta api cukup dengan 1 (satu) buah tandu. 6. Kursi Roda Penyediaan fasilitas kursi roda di stasiun kereta api dengan skala prioritas adalah untuk stasiun yang memiliki mobilitas penumpang yang cukup tinggi, seperti stasiun kelas besar dan stasiun kelas sedang, namun tidak berarti stasiun kelas kecil tidak memerlukan kuris roda. Kursi roda dapat diletakkan di tempat-tempat petugas atau ruang petugas lainnya dengan jumlah masing-masing harus dimiliki stasiun yakni: a. lebih dari 2 unit kursi roda untuk stasiun kelas besar; b. 2 unit kursi roda untuk stasiun kelas sedang; dan c. 1 unit kursi roda untuk stasiun kelas kecil. 7. Pemisah Jalur Masuk-Keluar Stasiun Pada dasarnya, hampir seluruh stasiun sudah menerapkakn jalur pemisah keluar dan masuk stasiun. Kecuali stasiun kelas kecil, yang memiliki penumpang baik berangkat maupun turun di stasiun tersebut relatif sangat sedikit. Nilai dan ukuran yang diperlukan untuk fasilitas pemisah keluar-masuk penumpang digunakan untuk seluruh kelas stasiun, dan jumlahnya disesuaikan dengan jumlah pintu-keluar II-10

19 masuk yang ada pada masing-masing kelas stasiun. Kecuali stasiun kelas kecil cukup menggunakan satu pintu masuk-keluar. 8. Pemisah Jalur Antrian Loket Stasiun besar dan stasiun sedang sudah menerapkan jalur pemisah antrian di loket penumpang. Kecuali stasiun kelas kecil, yang memiliki penumpang baik berangkat maupun turun di stasiun tersebut relatif sangat sedikit. Nilai dan ukuran yang diperlukan untuk fasilitas pemisah antrian loket penumpang digunakan untuk seluruh kelas stasiun, dan jumlahnya disesuaikan dengan jumlah pintu-keluar masuk yang ada pada masing-masing kelas stasiun. D. Tindak Kriminal Peralatan keselamatan untuk tindak kriminal, meliputi: 1. Lampu penerangan; 2. Kamera pemantau (CCTV); 3. Metal Detector. 1. Lampu Penerangan Nilai, ukuran dan jumlah lampu penerangan yang diperlukan adalah untuk seluruh kelas stasiun, yakni stasiun besar, stasiun sedang dan stasiun kecil. Lampu penerangan yang dimaksud berupa lampu pijar minimal 20 w/m² dan lampu flourecent minimal 4 w/m². Penempatan lampu penerangan pada stasiun sebagaimana berikut: a. Pada stasiun kelas besar lampu penerangan terutama diletakkan diruang tunggu penumpang, peron, halaman, emplasemen, dan ruangan lain yang berkaitan dengan penumpang atau disesuaikan dengan kondisi stasiun. II-11

20 b. Pada stasiun kelas sedang pun lampu penerangan terutama diletakkan diruang tunggu penumpang, peron, halaman, emplasemen, dan ruangan lain yang berkaitan dengan penumpang atau disesuaikan dengan kondisi stasiun. c. Pada stasiun kelas kecil lampu penerangan juga diletakkan diruang tunggu penumpang, peron, halaman, emplasemen, dan ruangan lain yang berkaitan dengan penumpang atau disesuaikan dengan kondisi stasiun. 2. Kamera Pemantau (CCTV) Nilai, ukuran dan jumlah CCTV yang diperlukan, adalah hanya untuk stasiun kelas besar dan kelas sedang saja. Persyaratan penempatan kamera pemantau CCTV ditempatkan pada lokasi-lokasi dengan memenuhi persyaratan keamanan dan sesuai dengan rekomendasi dari produsen serta pada lokasi yang rawan terhadap kecelakaan dan tindak kriminal seperti di area: a. ruang tunggu; b. pintu keluar masuk penumpang; c. loket pembelian karcis; d. peron; e. jalur kereta api; dan f. lokasi lainnya yang dianggap penting. 3. Metal Detector Metal detektor adalah alat untuk mendeteksi logam, pistol, senjata tajam, dan berbagai benda lainnya yang dapat membahayakan keselamatan orang lain atau penumpang di stasiun. Secara umum peralatan ini belum digunakan sama sekali pada berbagai stasiun, II-12

21 kecuali stasiun Gambir sendiri yang sudah memiliki, namun demikian penggunaannya tidak difungsikan setiap hari, kecuali event-event tertentu dan/atau jika ada pejabat negara yang akan lewat di stasiun tersebut. Nilai dan ukuran yang diperlukan untuk metal detektor cukup hanya untuk stasiun besar yang tingkat aktivitasnya sangat tinggi. Metal detektor ditempatkan di pintu masuk calon penumpang, sesuai jumlah pintu masuk calon penumpang. E. Standar Fasilitas Keselamatan dan Keamanan di Stasiun MRT Pengamanan keselamatan dan keamanan penumpang di stasiun MRT distandarkan pada sistem lampu peringatan kedatangan kereta, tombol pemberhentian kereta, tombol pembuang/penghisap asap khusus, pengendalian kebakaran, perlindungan di peron, jalur evakuasi serta peralatan tanda rel tegangan tinggi. 1. Lampu Tanda Kedatangan Kereta Lampu Peringatan, untuk kedatangan kereta api, berada di sepanjang lokasi tepi peron stasiun bawah tanah. Bila lampu kedatangan kereta api berkedip, berarti suatu pertanda kedatangan kereta sudah dekat. Penumpang/orang untuk tidak melewati peringatan Jalur kuning sampai kereta api yang datang telah bebar-benar berhenti dan aman. 2. Tombol Pemberhentian Kereta Api Tombol pemberhentian kereta api darurat, lokasinya ditempatkan di setiap peron dengan jarak sekitar seperempat panjang peron dari setiap ujung peron. Tombol ini dapat digunakan sewaktu waktu dengan cara Tekan Tombol jika seseorang berjalan atau jatuh ke track atau menempel dalam celah peron. Hal ini akan mencegah II-13

22 kereta api datang/masuk atau berangkat dari stasiun. Penggunaan yang tidak benar atau penyalahgunaan alat tombol darurat ini, akan dikenakan sangsi denda. 3. Tombol Penghisap Asap Khusus Tombol pembuang atau penghisap asap khusus, letaknya berada pada dinding atau tiang yang berdekatan dengan system pembuang asap di stasiun bawah tanah. Penggunaan alat ini dapat dilakukan, jika sistem pembuangan asap gagal untuk mengaktifkan secara otomatis. Penggunaan yang tidak benar atau penyalahgunaan alat tombol darurat ini, akan dikenakan sangsi denda. 4. Pengendalian Kebakaran Peralatan sistem pengendalian kebakaran, alat ini lokasi ini berupa pemadam kebakaran dan hidran yang terletak pada setiap peron. Penggunaan alat ini karena terdapat listrik tegangan tinggi digunakan dekat rel, maka masyarakat atau siapa pun selalu dapat segera untuk melaporkan kebakaran kepada staf stasiun sebelum memanfaatkan Sistem Pengendalian Kebakaran. 5. Perlindungan Bawah Peron Tempat berlindung di bawah pinggiran peron, lokasinya berada di bawah pinggiran peron, ini digunakan pada sebagai tempat berlindung untuk orang yang jatuh ke jalur kereta api. 6. Jalur Evakuasi Darurat Papan jalur evakuasi darurat dilengkapi dengan lampu jalur evakuasi. Lampu tanda jalur evakuasi ditempatkan di peron dan ruang terbuka II-14

23 lainnya. Penggunaan dalam keadaan darurat, bila evakuasi harus dilaksanakan maka harus mengikuti lampu tanda dan petunjuk dari petugas stasiun. 7. Tanda Rel Tegangan Tinggi Tanda peringatan rel tegangan tinggi. Lokasi tanda ini berada pada bagian atas dari pelindung rel bertegangan tinggi. Tegangan tinggi melalui rel, yang akan menyambung pada rel di jalur kereta api. Jika tersentuh rel tersebut dapat tersengat listrik. 8. Intercom Darurat Lokasi Intercom Darurat berada pada dinding atau tiang di setiap peron. Penggunaannya pada keadaan darurat, tekan tombol panggil darurat untuk bicara dengan petugas stasiun. 9. Lampu Peron Lokasi penempatan Lampu peringatan pintu peron terletak di bagian atas pintu peron. Penggunaan : Bila lampu berkedip, menandakan bahwa pintu peron akan segera menutup. Dilarang keluar atau masuk lewat pintu pada saat itu. II-15

24 BAB III STANDAR FASILITAS NAIK TURUN PENUMPANG DI STASIUN Berdasarkan Peraturan Perundangan, standar/persyaratan teknis peron meliputi: A. Persyaratan Pembangunan 1. Tinggi a. Peron tinggi, tinggi peron 1000 mm, diukur dari kepala rel; b. Peron sedang, tinggi peron 430 mm, diukur dari kepala rel; dan c. Peron rendah, tinggi peron 180 mm, diukur dari kepala rel. 2. Jarak tepi peron ke as jalan rel a. Peron tinggi, 1600 mm (untuk jalan rel lurusan) dan 1650 mm (untuk jalan rel lengkungan); b. Peron sedang, 1350 mm; dan c. Peron rendah, 1200 mm. 3. Panjang peron sesuai dengan rangkaian terpanjang kereta api penumpang yang beroperasi. 4. Lebar peron dihitung berdasarkan jumlah penumpang dengan menggunakan formula sebagai berikut: 2 0,64 m /orang V LF b I dimana: b = Lebar peron (meter) III-1

25 V = Jumlah rata-rata penumpang per jam sibuk dalam satu tahun (orang) LF = Load factor (80%). I = Panjang peron sesuai dengan rangkaian terpanjang kereta api penumpang yang beroperasi (meter). 5. Hasil penghitungan lebar peron menggunakan formula di atas tidak boleh kurang dari ketentuan lebar peron minimal sebagai berikut: No. Jenis Peron Diantara Dua Jalur (Island Platform) Di Tepi Jalur (Side Platform) 1. Tinggi 2 meter 1,65 meter 2. Sedang 2,5 meter 1,9 meter 3 Rendah 2,8 meter 2,05 meter 6. Lantai peron tidak menggunakan material yang licin. 7. Peron sekurang-kurangnya dilengkapi dengan: a. lampu; b. papan petunjuk jalur; c. papan petunjuk arah; dan d. batas aman peron. B. Persyaratan Operasi 1. Hanya digunakan sebagai tempat naik turun penumpang dari kereta api. 2. Dilengkapi dengan garis batas aman peron a. Peron tinggi, minimal 350 mm dari sisi tepi luar ke as peron; b. Peron sedang, minimal 600 mm dari sisi tepi luar ke as peron; dan III-2

26 c. Peron rendah, minimal 750 mm dari sisi tepi luar ke as peron. Secara umum, ketentuan mengenai nilai/ukuran/jumlah peron pada stasiun besar, sedang dan kecil adalah sama, dimana ukuran tinggi peron sama dengan tinggi lantai kereta. Tetapi terdapat pengecualian ketentuan untuk stasiun yang tidak dilengkapi dengan lantai peron atau tinggi peron lebih rendah dari lantai kereta harus disediakan fasilitas tangga bantu portable untuk naik turun penumpang (bancik). Terkait keselamatan penumpang, peron juga harus beri pengaman berupa pagar atau dinding kaca yang dilengkapi dengan pintu yang sejajar dengan pintu dan lantau kereta untuk naik kegiatan naik-turun penumpang. III-3

27 Gambar berikut merupakan gambar ruang bebas jalan rel yang menunjukkan batas peron. III-4

28 ALIRAN ATAS BATAS IV ALIRAN ATAS NORMAL ALIRAN ATAS TERENDAH BATAS III BATAS II BATAS I PERON TINGGI PERON RENDAH K.R Keterangan : Batas I = Untuk jembatan dengan kecepatan sampai 60 km/jam Batas II = Untuk Viaduk dan terowongan dengan kecepatan sampai 60 km/jam dan untuk jembatan tanpa pembatasan kecepatan. Batas III = Untuk Viaduk baru dan bangunan lama kecuali terowongan dan jembatan Batas IV = Untuk lintas kereta listrik Gambar III-1 Ruang Bebas Pada Bagian Lurus III-5

29 C. Persyaratan Peron Pada MRT Ukuran-ukuran lebar peron pada stasiun MRT ditetapkan untuk melayani penumpang per jam dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Lebar Peron Lebar peron ± mm, 6 lajur sirkulasi masing-masing selebar 650 mm, lajur keamanan 500 mm dari pinggiran peron dan 200 mm untuk kenyamanan. Perpanjangan peron 50 m selalu diarahkan ke tangga turun dari peron. 2. Tangga/Eskalator Naik Satu eskalator dan sepasang tangga untuk naik ke peron. Eskalator bisa mengangkut sampai penumpang per jam. Tangganya mempunyai 3 lajur sirkulasi dengan kapasitas penumpang (35 penumpang per menit per lajur). Bila eskalator di stasiun telah mencapai kapasitasnya, maka tangganya bisa dibongkar dan diganti dengan eskalator. Tangga keluar dapat juga diubah menjadi tangga masuk (sebagai cadangan bila eskalator rusak). 3. Tangga Turun Setiap peron dipasang sepasang tangga turun. Lebarnya mm atau 5 lajur sirkulasi dengan kapasitas 40 penumpang per menit atau penumpang per jam. Bila peron diperpanjang 50 m, maka tangga turun akan diganti dengan tangga umum yang terletak tidak sampai 20 m dari ujung peron. III-6

30 4. Tangga Keluar Untuk memenuhi peraturan setiap peron harus mempunyai 2 (dua) tangga turun, masing-masing terletak di ujung. Tangga ini hanya digunakan dalam keadaan darurat. Lebarnya mm. 5. Lift Lift menghubungkan ruang penumpang berkarcis ke peron. Diusulkan pemasangan lift dari jalan ke Ruang Umum untuk menyederhanakan pemeriksaan di ruang penumpang berkarcis. Namum hal ini mencegah penggunaan lift langsung ke lantai bawah. Dari jalan ke Hall pintu masuk utamanya bisa mencakup lift bila kondisi lokasi dan anggaran memungkinkan serta kondisi aksesibilitas bagi penyandang cacat. Hal ini perlu dianalisa untuk masing-masing stasiun selama perencanaan detail. III-7

31 BAB IV STANDAR FASILITAS PENYANDANG CACAT DI STASIUN A. Persyaratan Teknis Aksesibilitas 1 Persyaratan teknis aksesibilitas bagi penyandang cacat antara lain meliputi: 1. ukuran dasar ruangan; 2. jalur untuk pejalan kaki; 3. jalur pemandu; 4. area parkir; 5. pintu; 6. ramp; 7. tangga; 8. lift; 9. kamar kecil; 10. wastafel; 11. perlengkapan dan peralatan kontrol; 12. rambu. 1. Ukuran Dasar Ruangan Persyaratan teknis ukuran dasar ruangan aksesibiltas bagi penyandang cacat antara lain: a. Ukuran dasar ruang di terapkan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan, bangunan dengan fungsi yang memungkinkan 1 Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor: 468/KPTS/1998 Tanggal: 1 Desember 1998 Tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas Pada Bangunan Umum Dan Lingkungan IV-1

32 digunakan oleh orang banyak secara sekaligus, dan menggunakan ukuran dasar makasimum. b. Ukuran dasar minimum dan maksimum yang digunakan dalam pedoman ini,dapat ditambah atau dikurangi sepanjang asas-asas aksebilitas dapat tercapai. Ukuran dan detail penerapan standar ukuran dasar ruangan untuk kepentingan penyandang cacat adalah sebagai berikut: Gambar IV-1 Ruang Gerak Bagi Pemakai Kruk IV-2

33 Gambar IV-2 Ruang Gerak Bagi Tuna Netra Gambar IV-3 Ukuran Umum Orang Dewasa IV-3

34 Gambar IV-4 Ukuran Kursi Roda Gambar IV-5 Ukuran Putar Kursi Roda IV-4

35 Gambar IV-6 Belokan dan Papasan Kursi Roda Gambar IV-7 Ruang Gerak Kursi Roda IV-5

36 Gambar IV-8 Rata-Rata Batas Jangkauan Pengguna Kursi Roda Gambar IV-9 Jangkauan Maksimal Ke Samping Untuk Pengoperasian Peralatan IV-6

37 Gambar IV-10 Jangkauan Maksimal Ke Depan Untuk Pengoperasian Peralatan 2. Jalur Untuk Pejalan Kaki Jalur yang dimaksud disini adalah jalur yang digunakan untuk berjalan kaki atau berkursi roda bagi penyandang cacat, yang dirancang berdasarkan kebutuhan orang untuk bergerak aman, nyaman dan tak terhalang. Persyaratan jalur pejalan kaki bagi penyandang cacat antara lain: a. Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca bertekstur halus dan tidak licin. Apabila harus terjadi gundukan tingginya tidak lebih dari 1,25 cm. Bila menggunakan karpet maka ujungnya harus kencang dan mempunyai trim yang permanen. b. Kemiringan maksimum 7 derajat dan pada setiap 9 m disarankan terdapat pemberhentian untuk istirahat. c. Area istirahat, terutama digunakan untuk membantu pengguna jalan penyandang cacat. IV-7

38 d. Pencahayaan berkisar antara lux tergantung pada intensitas pemakaian, tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan. e. Perawatan dibutuhkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan. f. Drainage dibuat tegak lurus dengan arah jalur dengan kedalaman maksimal 1,5 cm mudah dibersihkan dan perletakan lubang di jauhkan dari tepi ramp. g. Ukuran lebar minimum jalur pedestrian adalah 136 cm untuk jalur satu arah dan 180 cm untuk jalur dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari pohon tiang, rambu rambu dan benda benda pelengkap jalan yang menghalang. h. Tepi pengaman disiapkan bagi penghentian roda kendaraan dan tongkat tuna netra ke arah area yang berbahaya. Tepi pengaman di buat setinggi minimum 10 cm dan lebar 15 cm sepanjang jalur pedestrian. 3. Jalur Pemandu Jalur yang dimaksud adalah jalur pemandu bagi penyandang cacat untuk berjalan dengan memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan ubin peringatan. Persyaratan jalur pemandu bagi penyandang cacat antara lain: a. Tekstur ubin pengarah bermotif garis-garis menunjukkan arah perjalanan. b. Tekstur ubin peringatan (bulat) memberi peringatan terhadap adanya perubahan situasi di sekitarnya. c. Daerah-daerah yang harus menggunakan ubin tekstur pemandu (guiding blocks): 1) Di depan jalur lalu-lintas kendaraan. IV-8

39 2) Di depan pintu masuk/keluar dari dan ke tangga atau fasilitas persilangan dengan perbedaan ketinggian lantai. 3) Di pintu masuk/keluar pada terminal transportasi umum atau area penumpang. 4) Pada pedestrian yang menghubungkan antara jalan dan bangunan. 5) Pada pemandu arah dari fasilitas umum ke stasiun transportasi umum terdekat. d. Pemasangan ubin tekstur untuk jalur pemandu pada pedestrian yang telah ada perlu memperhatikan tekstur dari ubin eksisting, sedemikian sehingga tidak terjadi kebingungan dalam membedakan tekstur ubin pengarah dan tekstur ubin peringatan. e. Untuk memberikan perbedaan warna antara ubin pemandu dengan ubin lainnya, maka pada ubin pemandu dapat diberi warna kuning atau jingga. 4. Area Parkir Area parkir yang dimaksud adalah tempat parkir kendaraan yang dikendarai oleh penyandang cacat, sehingga diperlukan tempat yang lebih luas untuk naik turun kursi roda, daripada tempat parkir yang biasa. Sedangkan daerah untuk menaik-turunkan penumpang (Passenger Loading Zones) adalah tempat bagi semua penumpang, termasuk penyandang cacat, untuk naik atau turun dari kendaraan. Persyaratan area parkir bagi penyandang cacat antara lain: a. Fasilitas parkir kendaraan 1) Tempat parkir penyandang cacat terletak pada rute terdekat menuju bangunan/fasilitas yang di tuju dengan jarak maksimum 60 meter. IV-9

40 2) Jika tempat parkir tidak berhubungan langsung dengan bangunan, misalnya pada parkir taman dan tempat terbuka lainnya, maka tempat parkir harus diletakkan sedekat mungkin dengan pintu gerbang masuk dan jalur pedestrian. 3) Area parkir arus cukup mempunyai ruang bebas di sekitarnya sehingga pengguna berkursi roda dapat dengan mudah masuk dan keluar dari kendaraannya. 4) Area parkir khusus penyandang cacat di tandai dengan symbol/tanda parkir penyandang cacat yang berlaku. 5) Pada lot parkir penyandang cacat disediakan ramp trotoir di kedua sisi kendaraan. 6) Ruang parkir mempunyai lebar 375 cm untuk parkir tunggal atau 625 cm untuk parkir ganda dan sudah di hubungkan dengan ramp dan jalan menuju fasilitas fasilitas lainnya. b. Daerah menaik turunkan penumpang 1) Kedalaman minimal dari daerah naik turun penumpang dari jalan atau jalur lalu lintas sibuk adalah 360 cm dan dengan panjang minimal 600 cm. 2) Dilengkapi dengan fasilitas ramp, jalur pedestrian dan rambu penyandang cacat. 3) Kemiringan maksimal 5 derajat dengan permukaan yang rata di semua bagian. 4) Diberi rambu penyandang cacat yang biasa digunakan untuk mempermudah dan membedakan dengan fasilitas serupa bagi umum. IV-10

41 5. Pintu Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang merupakan tempat untuk masuk dan keluar dan pada umumnya dilengkapi dengan penutup (daun pintu). Persyaratan teknis pintu aksesibiltas bagi penyandang cacat antara lain: a. Pintu pagar ke tapak bangunan harus mudah di buka dan di tutup oleh penyandang cacat. b. Pintu keluar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 90 cm dan pintu-pintu yang kurang penting memiliki lebar bukaan minimal 80 cm. c. Di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau ketinggian lantai. d. Jenis pintu yang penggunaannya tidak di anjurkan: 1) pintu geser; 2) pintu yang berat dan sulit untuk di buka/ditutup; 3) pintu dengan dua daun pintu yang berukuran kecil; 4) pintu yang terbuka ke kedua arah (dorong dan tarik); 5) pintu dengan bentuk pegangan yang sulit dioperasikan terutama bagi tunanetra. e. Penggunaan pintu otomatis di utamakan yang peka terhadap bahaya kebakaran. Pintu tersebut tidak boleh membuka sepenuhnya dalam waktu lebih cepat lebih cepat dari 5 detik dan mudah untuk menutup kembali. f. Hindari penggunaan bahan lantai yang licin di sekitar pintu. g. Alat alat penutup pintu otomatis perlu dipasang agar pintu dapat menutup dengan sempurna karena pintu yang terbuka sebagian dapat membahayakan penyandang cacat. IV-11

42 h. Plat tending yang diletakkan dibagian bawah pintu diperlukan bagi pengguna kursi roda. 6. Ramp Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga/peyandang cacat. Ketentuan ramp untuk penyandang cacat adalah sebagai berikut: a. Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 7º perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan atau akhiran ramp (curb ramps landing). Sedangkan kemiringan suatu ramp yang ada di luar bangunan maksimum 6º. b. Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 7º) tidak boleh lebih dari 900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih panjang. c. Lebar minimum dari ramp adalah 95 cm tanpa tepi pengaman dan 136 cm dengan tepi pengaman. Untuk ramp yang digunakan sekaligus untuk pejalan kaki dan pelayanan angkutan barang harus dipertimbangkan secara seksama lebarnya, sedemikian sehingga bisa dipakai untuk kedua fungsi tersebut, atau dilakukan pemisahan ramp dengan fungsi sendiri-sendiri. d. Bordes (muka datar) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang kurangnya untuk memutar kursi roda dengan ukuran minimum 160 cm. e. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan. IV-12

43 f. Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm dirancang untuk menghalangi roda kursi roda agar tidak terperosok atau keluar dari jalur ramp. Apabila berbatasan langsung dengan lalu lintas jalan umum atau persimpangan harus dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan umum. g. Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu pencahayaan di ramp waktu malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian bagian yang membahayakan. h. Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin kekuatannya denga ketinggian yang sesuai. 7. Tangga Tangga yang dimaksud merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan lebar yang memadai. Persyaratan fasilitas tangga bagi penyandang cacat antara lain: a. Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam. b. Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 60 derajat. c. Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan pengguna tangga. d. Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) minimum pada salah satu sisi tangga. e. Pegangam rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung ujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm. IV-13

44 f. Pegangan rambat harus mudah di pegang dengan ketinggian cm dari lantai,bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu dan bagian ujungnya harus bulat atau di belokkan dengan baik kearah lantai, dinding atau tiang. g. Untuk tangga yang terletak di luar bangunan harus di rancang sehingga tidak ada air hujan yang menggenang pada lantai. 8. Lift Lift adalah alat mekanis elektris untuk membantu pergerakan vertikal di dalam bangunan, baik yang digunakan khusus bagi penyandang cacat maupun yang merangkap sebagai lift barang. Persyaratan teknis lift khusus bagi penyandang cacat antara lain: a. Untuk bangunan lebih dari 5 lantai paling tidak satu buah lift yang aksesibel harus terdapat pada jalur aksesibel den memenuhi standar teknis yang berlaku. b. Toleransi perbedaan muka lantai bangunan dengan muka lantai ruang lift maksimum 1,25 mm. c. Koridor/lobby lift 1) Ruang perantara yang digunakan untuk menunggu kedatangan lift, sekaligus mewadahi penumpang yang baru keluar dari lift, harus disediakan. Lebar ruangan ini minimal 185 cm dan tergantung pada konfigurasi ruang yang ada. 2) Perletakan tombol dan layar tampilan yang mudah dilihat dan dijangkau. 3) Panel luar yang berisikan tombol lift harus dipasang di tengahtengah ruang lobby atau hall lift dengan ketinggian cm dari muka lantai bangunan. IV-14

45 4) Panel dalam dari tombol lift dipasang dengan ketinggian cm dari muka lantai ruang lift. 5) Semua tombol pada panel harus dilengkapi dengan panel huruf Braille, yang dipasang dengan tanpa mengganggu panel biasa. 6) Selain terdapat indikator suara, layar/tampilan yang secara visual menunjukkan posisi lift harus dipasang di atas panel kontrol dan di atas pintu lift, baik di dalam maupun di luar lift (hall/koridor). d. Ruang lift 1) Ukuran ruang lift harus dapat memuat pengguna kursi roda, mulai dari masuk melewati pintu lift, gerakan memutar, menjangkau panel tombol dan keluar melewati pintu lift. Ukuran bersih minimal ruang lift adalah 140 cm x 140 cm. 2) Ruang lift harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) menerus pada ketiga sisinya. e. Pintu lift 1) Waktu minimum bagi pintu lift untuk tetap terbuka karena menjawab panggilan adalah 3 detik. 2) Mekanisme pembukaan dan penutupan pintu harus sedemikian rupa sehingga memberikan waktu yang cukup bagi penyandang cacat terutama untuk masuk dan keluar dengan mudah. Untuk itu lift harus dilengkapi dengan sensor photoelectric yang dipasang pada ketinggian yang sesuai. 9. Kamar Kecil Toilet atau kamar kecil merupakan fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang (tanpa terkecuali penyandang cacat, orang tua dan IV-15

46 ibu-ibu hamil) pada bangunan atau fasilitas umum lainnya. Persyaratan toilet atau kamar kecil bagi penyandang cacat antara lain: a. Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan tampilan rambu penyandang cacat pada bagian luarnya. b. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda. c. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna kursi roda (45 50 cm). d. Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian yang disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan penyandang cacat yang lain. e. Pegangan di sarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda. f. Letak kertas tisu, air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus di pasang sedemikian hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan keterbatasan fisik dan bisa di jangkau pengguna kursi roda. g. Kran pengungkit sebaiknya dipasang pada wastafel. h. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. i. Pintu harus mudah di buka untuk memudahkan pengguna kursi roda untuk membuka dan menutup. j. Kunci kunci toilet atau grendel di pilih sedemikian sehingga bisa di buka dari luar jika terjadi kondisi darurat. k. Pada tempat tempat yang mudah di capai seperti pada daerah pintu masuk, dianjurkan untuk menyediakan tombol pencahayaan IV-16

47 darurat (emergency light button) bila sewaktu waktu terjadi pemadaman listrik. 10. Wastafel Wastafel merupakan fasilitas cuci tangan, cuci muka, berkumur atau gosok gigi yang bisa digunakan untuk semua orang. Persyaratan watafel bagi penyandang cacat antara lain: a. Wastafel harus di pasang sedemikian sehingga tinggi permukaannya dan lebar depannya dapat di manfaatkan oleh pengguna kursi roda dengan baik. b. Ruang gerak bebas yang cukup harus disediakan di depan wastafel. c. Wastafel harus memiliki ruang gerak di bawahnya sehingga tidak menghalangi lutut dan kaki pengguna kursi roda. d. Pemasangan ketinggian cermin di perhitungkan terhadap pengguna kursi roda. 11. Perlengkapan dan Peralatan Kontrol Perlengkapan dan peralatan kontrol merupakan perlengkapan dan peralatan pada bangunan yang bisa mempermudah semua orang (tanpa terkecuali penyandang cacat, orang tua, dan ibu-ibu hamil) untuk melakukan kontrol peralatan tertentu, seperti sistem alarm, tombol/stop kontak, dan pencahayaan. Persyaratan perlengkapan dan peralatan kontrol bagi penyandang cacat antara lain: a. Sistem alarm/peringatan 1) Harus tersedia peralatan peringatan yang terdiri dari system peringatan suara (vocal alarms) system peringatan bergetar IV-17

48 (vibrating alarms) dan berbagai petunjuk serta pertandaan untuk melarikan diri pada situasi darurat. 2) Stop kontak harus dipasang dekat tempat tidur untuk mempermudah pengoperasian system alarm. 3) Semua pengontrolperalatan listrik harus dapat dioperasikan dengan satu tangan dan tidak memerlukan pegangan yang sangat kencang atau samapai dengan memutar lengan. b. Tombol dan stop kontak Tombol dan stop kontak dipasang pada tempat yang posisi dan tingginya sesuai dan mudah di jangkau oleh penyandang cacat. 12. Rambu Rambu merupakan fasilitas dan elemen bangunan yang digunakan untuk memberikan informasi, arah, penanda atau petunjuk bagi penyandang cacat. Persyaratan rambu bagi penyandang cacat antara lain: a. Penggunaan rambu terutama di butuhkan pada: 1) Arah dan tujuan jalur pedestrian. 2) KM/WC umum, telepon umum. 3) Parkir khusus penyandang cacat. 4) Nama fasilitas dan tempat. b. Persyaratan rambu yang di gunakan: 1) Rambu huruf timbul atau huruf Braille yang dapat di baca oleh tunanetra dan penyandang cacat lainnya. 2) Rambu yang berupa gambar dan symbol yang mudah dan cepat di tafsirkan artinya. 3) Rambu yang berupa tanda dan symbol internasional. IV-18

49 4) Rambu yang menerapkan metode khusus (misal: perbedaan perkerasan tanah, warna kontras dan lain-lain). 5) Karakter dan latar belakang rambu harus di buat dari bahan yang tidak silau. Karakter dan simbul harus kontras dengan latar belakangnya, dengan permainan terang gelap. 6) Proporsi huruf atau karakter pada rambu harus mempunyai rasio lebar dan tinggi antara 3:5 dan 1:1 serta ketebalan huruf antara 1:5 dan 1:10. 7) Tinggi karakter huruf dan angka pada rambu harus di ukur sesuai dengan jarak pandang dari tempat rambu itu dibaca. c. Lokasi penempatan rambu 1) Penempatan yang sesuai dan tepat serta bebas pandang tanpa penghalang. 2) Satu kesatuan system dengan lingkungan. 3) Cukup mendapat pencahayaan termasuk penambahan lampu ada kondisi gelap. 4) Tidak mengganggu arus (pejalan kaki dan lain-lain) dan sirkulasi (buka/tutup dan lain-lain). B. Persyaratan Teknis Aksesibilitas Pada MRT Elemen berikut merupakan persyaratan minimum penyediaan akses bagi penyandang pada stasiu MRT adalah sebagai berikut: 1. Pos bantuan umum Pos Bantuan Umum harus tersedia di tiap sisi stasiun di lantai dasar. Di dalamnya harus ada alat pemanggil yang digunakan oleh penyandang cacat untuk minta bantuan naik ke peron maupun ke kereta. Pos ini tidak perlu dijaga, tapi bisa diakses oleh penyandang IV-19

50 cacat dengan menggesekkan semacam kartu atau cara lainnya. Pintu masuk, ukuran ruang, petunjuk dan lain-lain harus sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan. 2. Petunjuk arah Harus tersedia petunjuk arah yang menunjukkan arah jalur, jalan masuk, jalan keluar dan jalan yang bisa dilewati. 3. Pintu masuk dan jalur yang bisa digunakan Tempatkan Pos Bantuan Umum di wilayah pejalan kaki yang aman dekat pintu masuk/keluar stasiun, dekat dengan tempat parkir atau perhentian angkutan umum. 4. Pintu atau gerbang Semua pintu dan gerbang jalur yang bisa dimasuki harus mempunyai lebar minimum 0,8 m. 5. Peringatan yang mudah diketahui Sisi peron harus diberi lajur peringatan (batas keamanan) yang mudah diketahui dengan lebar 0,61 m sepanjang peron. 6. Jalan masuk dan jalan keluar Petugas stasiun diminta membantu penyandang cacat: a) dari lantai dasar ke peron; b) dari peron ke bagian khusus untuk penyandang cacat di dalam kereta; c) petugas di stasiun harus siap memberi bantuan di pintu keluar; d) dari kereta ke peron; e) dari peron ke lantai bawah. 7. Sarana pengumuman (audio dan visual) Diperlukan untuk menyampaikan pengumuman yang mempunyai gangguan pendengatan dan/atau penglihatan, serta memberitahu kedatangan KA yang bisa dinaiki penyandang cacat. IV-20

51 8. Pegangan Pegangan harus dipasang pada kedua sisi tangga dan di dinding. 9. Permukaan lantai dan tangga Sedapat mungkin seluruh permukaan lantai dan anak tangga terbuat dari bahan anti selip. 10. Tempat menyeberang jalan di gerbang masuk stasiun Trotoar yang direndahkan setinggi permukaan jalan. 11. Alarm Sebuah alarm cahaya (lampu kilat berkedip) dipasang di peron untuk peringatan evakuasi dalam keadaan darurat, alarm ini diaktifkan bersamaan dengan sirine. IV-21

52 BAB V STANDAR FASILITAS UMUM DAN KESEHATAN DI STASIUN A. Fasilitas Umum Fasilitas umum di stasiun adalah fasilitas yang disediakan untuk keselamatan, keamanan dan kenyamanan penumpang. Fasilitas umum di stasiun paling sedikit meliputi: 1. sistem informasi; 2. loket; 3. ruang tunggu; 4. tempat ibadah; 5. fasilitas toilet; 6. tempat parkir; 7. lampu penerangan; 8. kamera pemantau (CCTV). 1. Sistem Informasi Sistem informasi yang jelas dan mudah dibaca baik secara visual (tulisan, gambar dan/atau peta/denah) maupun suara (audio). Persyaratan sistem informasi untuk stasiun kelas besar, sedang dan kecil adalah sama. Sistem informasi penumpang pada stasiun besar, sedang dan kecil paling sedikit memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Diletakkan di tempat yang strategis. 2) Diletakkan di tempat yang mudah dilihat oleh jangkauan penglihatan pengguna jasa. 3) Diletakkan di tempat-tempat yang dimaksud. V-1

Laporan Monitoring. Aksesibilitas Lingkungan Fisik Balai Desa Plembutan. Sumiyati (Disabilitas)

Laporan Monitoring. Aksesibilitas Lingkungan Fisik Balai Desa Plembutan. Sumiyati (Disabilitas) Laporan Monitoring Aksesibilitas Lingkungan Fisik Balai Desa Plembutan Nama Fasilitas Alamat/Lokasi Fasilitas Balai Desa Plembutan Plembutan Timur, Plembutan, Playen, Gk Tanggal Pengamatan 23 Mei 27 Pelaksana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN OBJEK

BAB II TINJAUAN OBJEK 18 BAB II TINJAUAN OBJEK 2.1. Tinjauan Umum Stasiun Kereta Api Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 dan 43 Tahun 2011, perkeretaapian terdiri dari sarana dan prasarana, sumber daya manusia, norma,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Sistem Angkutan Umum Sarana angkutan umum mengenai lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.

Lebih terperinci

KAJIAN REFERENSI. 1. Persyaratan Kenyamanan Ruang Gerak dalam Bangunan Gedung

KAJIAN REFERENSI. 1. Persyaratan Kenyamanan Ruang Gerak dalam Bangunan Gedung KAJIAN REFERENSI Dalam merespon permasalahan yang diangkat didapati kajian kajian berupa peraturan standar yang diambil dari SNI dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum mengenai Pedoman Persyaratan Teknis

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Teknik dan Informatika Vol. 2, No. 1, Februari 2017

Jurnal Ilmiah Teknik dan Informatika Vol. 2, No. 1, Februari 2017 EVALUASI PENETAPAN SARANA PRASARANA AKSESIBILITAS RUANG PADA PUSAT PERBELANJAAN DI JAYAPURA TERHADAP PERMEN PU NO. 30/PRT/14/2006 (Studi Kasus Mall Jayapura) Wynda Kartika Sari 1, Iis Roin Widiati 2, 1,2

Lebih terperinci

DISABILITAS DAN PENGURANGAN RESIKO BENCANA DI TEMPAT KERJA

DISABILITAS DAN PENGURANGAN RESIKO BENCANA DI TEMPAT KERJA DISABILITAS DAN PENGURANGAN RESIKO BENCANA DI TEMPAT KERJA OLEH : ICUN SULHADI, S.PD (PPDI KOTA PADANG) A. PENGANTAR DISABILITAS DAN PENGURANGAN RESIKO BENCANA DI TEMPAT KERJA APA ITU DISABILITAS? Penyandang

Lebih terperinci

STANDAR TEKNIS BANGUNAN STASIUN KERETA API : IR. SUTJAHJONO

STANDAR TEKNIS BANGUNAN STASIUN KERETA API : IR. SUTJAHJONO KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIRE KTORAT J EN DER AL P ERK ERETAA PIAN STANDAR TEKNIS BANGUNAN STASIUN KERETA API OLEH : IR. SUTJAHJONO BANDUNG, OKTOBER 2013 UMUM DEFINISI a. Perkeretaapian adalah satu kesatuan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Untuk menjawab tujuan dari penelitian tugas akhir ini. berdasarkan hasil analisis dari data yang diperoleh di lapangan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Untuk menjawab tujuan dari penelitian tugas akhir ini. berdasarkan hasil analisis dari data yang diperoleh di lapangan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Untuk menjawab tujuan dari penelitian tugas akhir ini berdasarkan hasil analisis dari data yang diperoleh di lapangan dan pembahasan yang sudah dilakukan, kesimpulan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM. 47 TAHUN 2014 STANDAR PELAYANAN MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM. 47 TAHUN 2014 STANDAR PELAYANAN MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM. 47 TAHUN 2014 STANDAR PELAYANAN MINIMUM UNTUK ANGKUTAN ORANG DENGAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MANUAL DESAIN BANGUNAN AKSESIBEL

MANUAL DESAIN BANGUNAN AKSESIBEL MANUAL DESAIN BANGUNAN AKSESIBEL DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAGIAN I GENERAL...I-1 1. PENDAHULUAN... I-1 2. APLIKASI... I-1 3. CAKUPAN BUKU... I-2 4. REFERENSI... I-3 BAGIAN II PRINSIP DESAIN BANGUNAN

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN STASIUN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Dalam merancang tata letak jalur kereta api di stasiun harus disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di lapangan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 30/PRT/M/2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS FASILITAS DAN AKSESIBILITAS PADA BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 30/PRT/M/2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS FASILITAS DAN AKSESIBILITAS PADA BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 30/PRT/M/2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS FASILITAS DAN AKSESIBILITAS PADA BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.15/MEN/VIII/2008 TAHUN 2008 TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun Menurut (Utomo 2009), pada tata letak jalur stasiun (emplasemen) yang terdiri dari jalan jalan rel yang tersusun dari sedemikian

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER- 5 /MEN/VIII/008 TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERATURAN MENTERI NOMOR :PER.15/MEN/VIII/2008 TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DI TEMPAT KERJA. MENTERI Menimbang : a. Bahwa dalam rangka memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh yang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PEMALANG DI KABUPATEN PEMALANG

PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PEMALANG DI KABUPATEN PEMALANG KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PEMALANG DI KABUPATEN PEMALANG TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai tinjauan-tinjauan teori yang berkaitan dengan judul perencanaan dan perancangan yang dipilih, yaitu tinjauan tentang perkeretaapian secara

Lebih terperinci

Terminal Antarmoda Monorel Busway di Jakarta PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL ANTARMODA

Terminal Antarmoda Monorel Busway di Jakarta PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL ANTARMODA BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL ANTARMODA 5.1 Program Dasar Perencanaan 5.1.1 Program a. Kelompok Kegiatan Utama Terminal Antarmoda Tabel 5.1 Program Kegiatan Utama Fasilitas Utama Terminal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 1.9 Kode Etik Arsitek dan Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek Standar Etika 2.1 (Tata Laku)

BAB II KAJIAN TEORI 1.9 Kode Etik Arsitek dan Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek Standar Etika 2.1 (Tata Laku) BAB II KAJIAN TEORI.9 Kode Etik Arsitek dan Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek Berdasarkan buku Pedoman Kode Etik Arsitek dan Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek yang dikeluarkan oleh Ikatan Arsitek Indonesia

Lebih terperinci

1. Manajemen Pejalan Kaki

1. Manajemen Pejalan Kaki 1. Manajemen Pejalan Kaki 1. Desain Fasilitas Pejalan Kaki Terdapat 2 jenis design fasilitas pejalan kaki 1. Traditional engineering design Meminimumkan biaya dan memaksimalkan efisiensi. Contoh: waktu

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan Dalam perancangan desain Transportasi Antarmoda ini saya menggunakan konsep dimana bangunan ini memfokuskan pada kemudahan bagi penderita cacat. Bangunan

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

機車標誌 標線 號誌選擇題 印尼文 第 1 頁 / 共 12 頁 題號答案題目圖示題目. (1) Tikungan ke kanan (2) Tikungan ke kiri (3) Tikungan beruntun, ke kanan dahulu

機車標誌 標線 號誌選擇題 印尼文 第 1 頁 / 共 12 頁 題號答案題目圖示題目. (1) Tikungan ke kanan (2) Tikungan ke kiri (3) Tikungan beruntun, ke kanan dahulu 001 1 (1) Tikungan ke kanan (2) Tikungan ke kiri (3) Tikungan beruntun, ke kanan dahulu 002 1 (1) Tikungan ke kiri (2) Tikungan ke kanan (3) Tikungan beruntun, ke kiri dahulu 003 1 (1) Tikungan beruntun,

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Audit Keselamatan Kebakaran Gedung PT. X Jakarta Tahun 2009 DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA Data Umum Gedung a. Nama bangunan : b. Alamat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan menguraikan kesimpulan studi yang merupakan ringkasan hasil studi yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan sasaran dalam melakukan studi, serta saran-saran

Lebih terperinci

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu 002 O Persimpangan jalan 003 X Permukaan jalan yang menonjol 004 O Turunan berbahaya 005 O Jembatan sempit 006 O Bundaran 007 X alan sempit 008 O Rel kereta api

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Kamus Besar Bahasa Indonesia Tahun 1988) (Kamus Besar Bahasa Indonesia Tahun 1988)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Kamus Besar Bahasa Indonesia Tahun 1988) (Kamus Besar Bahasa Indonesia Tahun 1988) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pusat Rehabilitasi - Pusat : pokok pangkal yang jadi pumpunan (berbagai urusan, hal dan sebagainya). (Kamus Besar Bahasa Indonesia Tahun 1988) - Rehabilitas : pemulihan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Tata letak jalur stasiun terdiri atas jalan jalan rel yang tersusun sedemikian rupa sesuai dengan fungsinya. Penggambaran skema

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), yang dimaksud dengan evaluasi adalah pengumpulan dan pengamatan dari berbagai macam bukti untuk mengukur dampak dan efektivitas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

Samurai PKK (Sistem Palang Pintu Pencegah Kecelakaan Kereta Api) dengan Control Room dan Wifi Signal

Samurai PKK (Sistem Palang Pintu Pencegah Kecelakaan Kereta Api) dengan Control Room dan Wifi Signal Samurai PKK (Sistem Palang Pintu Pencegah Kecelakaan Kereta Api) dengan Control Room dan Wifi Signal Marisa Gita Putri *), Nabilah Fairusiyyah *), Dwiyanto *), Yuddy Dharmawan **) *) Mahasiswa Fakultas

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.193, 2013 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API I. UMUM Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki

Lebih terperinci

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT DESKRIPSI OBJEK RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) Definisi : Konsep ruang publik berupa ruang terbuka hijau atau taman yang dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Fasilitas Fisik 1) Sekat Pemisah Saat ini belum terdapat sekat pemisah yang berfungsi sebagai pembatas antara 1 komputer dengan komputer yang lainnya pada Warnet

Lebih terperinci

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang memadai. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini telah melakukan evaluasi terhadap kondisi jalur evakuasi darurat

Lebih terperinci

STANDAR USAHA TAMAN REKREASI. NO ASPEK UNSUR NO SUB UNSUR I. PRODUK A. Tempat dan Ruang

STANDAR USAHA TAMAN REKREASI. NO ASPEK UNSUR NO SUB UNSUR I. PRODUK A. Tempat dan Ruang LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 NOMOR 2014 TENTANG STANDAR USAHA TAMAN REKREASI STANDAR USAHA TAMAN REKREASI I. PRODUK A. Tempat dan Ruang B. Fasilitas

Lebih terperinci

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 69/1998, PRASARANA DAN SARANA KERETA API *35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1244, 2014 KEMENHUB. Jalan. Marka. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

Lebih terperinci

STANDAR USAHA KELAB MALAM. NO ASPEK UNSUR NO SUB UNSUR I. PRODUK A. Ruang Bersantai dan Melantai

STANDAR USAHA KELAB MALAM. NO ASPEK UNSUR NO SUB UNSUR I. PRODUK A. Ruang Bersantai dan Melantai LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR USAHA KELAB MALAM STANDAR USAHA KELAB MALAM I. PRODUK A. Ruang Bersantai dan Melantai 1.

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27 PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Perencanaan Trotoar DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN 1-27 Daftar Isi Daftar Isi Daftar Tabel

Lebih terperinci

Capacity Building Workshop on Supporting Employability of Persons with Disability

Capacity Building Workshop on Supporting Employability of Persons with Disability Capacity Building Workshop on Supporting Employability of Persons with Disability Accessible Infrastructure, Transportation Click to add text and Technology Perundangan. UUD 1945 Pasal 28 H ayat 2, Setiap

Lebih terperinci

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan) Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan Mata Kuliah Manajemen Lalu Lintas Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM Pendahuluan Yang termasuk pejalan kaki : 1. Pejalan kaki itu sendiri

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. Gambar 15. Peta lokasi stasiun Gedebage. Sumber : BAPPEDA

BAB III ANALISIS. Gambar 15. Peta lokasi stasiun Gedebage. Sumber : BAPPEDA BAB III ANALISIS 3.1 Analisis tapak Stasiun Gedebage terletak di Bandung Timur, di daerah pengembangan pusat primer baru Gedebage. Lahan ini terletak diantara terminal bis antar kota (terminal terpadu),

Lebih terperinci

Penempatan marka jalan

Penempatan marka jalan Penempatan marka jalan 1 Ruang lingkup Tata cara perencanaan marka jalan ini mengatur pengelompokan marka jalan menurut fungsinya, bentuk dan ukuran, penggunaan serta penempatannya. Tata cara perencanaan

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1. Data Umum Jalur sepeda adalah jalur lalu lintas yang khusus diperuntukan bagi pengguna sepeda, dipisahkan dari lalu lintas kendaraan bermotor untuk meningkatkan keselamatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2006 T E N T A N G MARKA JALAN, RAMBU LALU LINTAS DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS JALAN DALAM KOTA PANGKALPINANG DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Terminal Morlok E.K (1988) menyatakan bahwa terminal merupakan lokasi atau tempat bagi para penumpang dan barang yang masuk atau keluar dari suatu sistem yang merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terminal dibangun sebagai salah satu prasarana yang. sangat penting dalam sistem transportasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terminal dibangun sebagai salah satu prasarana yang. sangat penting dalam sistem transportasi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminal Terminal dibangun sebagai salah satu prasarana yang sangat penting dalam sistem transportasi. Morlok (1991) menjelaskan terminal dapat dilihat sebagai alat untuk proses

Lebih terperinci

STANDAR USAHA KARAOKE

STANDAR USAHA KARAOKE LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR USAHA KARAOKE STANDAR USAHA KARAOKE I. PRODUK A. Ruang Menyanyi 1. Luas ruangan paling kecil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum 2.1.1. Fasilitas penyeberangan pejalan kaki Dalam Setiawan. R. (2006), fasilitas penyeberangan jalan dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu: a. Penyeberangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkutan Umum Angkutan pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

Aksesibilitas Sarana dan Prasarana bagi Penyandang Tunadaksa di Universitas Brawijaya

Aksesibilitas Sarana dan Prasarana bagi Penyandang Tunadaksa di Universitas Brawijaya Aksesibilitas Sarana dan Prasarana bagi Penyandang Tunadaksa di Universitas Brawijaya Tamba Jefri Departemen Ilmu Administrasi Publik, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia Abstract: The provision of

Lebih terperinci

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur: TERMINAL Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri No. 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas dan Kegiatan di Stasiun Kereta Api, menjelaskan bahwa jalur

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat 1. Kondisi Eksisting Stasiun Lahat Stasiun Lahat merupakan stasiun yang berada di Jl. Mayor Ruslan, Kelurahan Pasar Baru,

Lebih terperinci

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah: Parkir adalah suatu kondisi kendaraan yang berhenti atau tidak bergerak pada tempat tertentu yang telah ditentukan dan bersifat sementara, serta tidak digunakan untuk kepentingan menurunkan penumpang/orang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PRT/M/2017 TENTANG PERSYARATAN KEMUDAHAN BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PRT/M/2017 TENTANG PERSYARATAN KEMUDAHAN BANGUNAN GEDUNG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PRT/M/2017 TENTANG PERSYARATAN KEMUDAHAN BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Total keseluruhan luas parkir yang diperlukan adalah 714 m 2, dengan 510 m 2 untuk

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Total keseluruhan luas parkir yang diperlukan adalah 714 m 2, dengan 510 m 2 untuk BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Konsep Dasar Perancangan V.1.1. Luas Total Perancangan Total luas bangunan adalah 6400 m 2 Total keseluruhan luas parkir yang diperlukan adalah 714 m 2, dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Wibowo (2010), dalam Analisis Kelayakan Sarana Transportasi Khususnya Trotoar, yang mengambil lokasi penelitian di Pasar pakem, Sleman, Yogyakarta, membahas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lampu Lalu Lintas 2.1.1 Fungsi lampu lalu lintas Lampu lalu lintas menurut Oglesby dan Hicks (1982) adalah semua peralatan pengatur lalu lintas yang menggunakan tenaga listrik

Lebih terperinci

2017, No menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung; Mengingat : 1. Perat

2017, No menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung; Mengingat : 1. Perat BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1148, 2017 KEMENPU-PR. Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PRT/M/2017

Lebih terperinci

TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS

TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS Terminal Bus adalah tempat sekumpulan bus mengakhiri dan mengawali lintasan operasionalnya. Dengan mengacu pada definisi tersebut, maka pada bangunan terminal penumpang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) 1. Fungsi Marka jalan adalah : a. Untuk memberi batas jalan agar jalan terlihat jelas oleh pemakai jalan Yang sedang berlalu lintas dijalan. b. Untuk menambah dan mengurangi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN dan tambahan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 119 tahun 2015

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN dan tambahan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 119 tahun 2015 76 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari analisis dan pembahasan dapat disimpulakan bahwa pelayanan yang diberikan terminal Gapura Surya Nusantara belum memenuhi standar yang disyaratkan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Kendaraan tidak mungkin bergerak terus-menerus, akan ada waktunya kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau biasa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Kajian Pola Operasi 1. Jenis dan Kegiatan Stasiun Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas, dan Kegiatan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II Ada banyak hal yang termasuk kategori pelanggaran lalu lintas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Dan sudah seharusnya masyarakat mengetahui jenis

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour BAB VI HASIL PERANCANGAN 6.1 Dasar Perancangan Hasil perancangan Sekolah Dasar Islam Khusus Anak Cacat Fisik di Malang memiliki dasar konsep dari beberapa penggambaran atau abstraksi yang terdapat pada

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN IV.1 KONSEP TAPAK DAN RUANG LUAR IV.1.1 Pengolahan Tapak dan Ruang Luar Mempertahankan daerah tapak sebagai daerah resapan air. Mempertahankan pohon-pohon besar yang ada disekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perkembangan kota Surabaya yang diikuti dengan pertumbuhan penduduk serta laju pertumbuhan ekonomi mengakibatkan kebutuhan akan transportasi cukup tinggi. Saat ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Terminal Morlok (1978) mendefinisikan bahwa terminal merupakan titik dimana penumpang dan barang masuk dan keluar dari sistem

Lebih terperinci

AKSESIBILITAS BAGI PENYANDANG CACAT DAN ORANG SAKIT PADA SARANA DAN PRASARANA PERHUBUNGAN

AKSESIBILITAS BAGI PENYANDANG CACAT DAN ORANG SAKIT PADA SARANA DAN PRASARANA PERHUBUNGAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 71 TAHUN 1999 TENTANG AKSESIBILITAS BAGI PENYANDANG CACAT DAN ORANG SAKIT PADA SARANA DAN PRASARANA PERHUBUNGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL TIPE B DI KAWASAN STASIUN DEPOK BARU

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL TIPE B DI KAWASAN STASIUN DEPOK BARU BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL TIPE B DI KAWASAN STASIUN DEPOK BARU Program perencanaan dan perancangan Terminal Tipe B di Kawasan Stasiun Depok Baru merupakan hasil analisa dari pendekatan-pendekatan

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembar

2015, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembar No. 1939, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPAR. Usaha. Hotel. Standar. PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA MOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir Jika melihat lalu lintas tidak lepas dari kendaraan yang berjalan dan kendaraan yang berhenti, dapat diketahui bahwa kendaraan tidak mungkin bergerak terus

Lebih terperinci

Evaluasi Kinerja Stasiun Kereta Api Berdasarkan Standar Pelayanan Minimum. Risna Rismiana Sari

Evaluasi Kinerja Stasiun Kereta Api Berdasarkan Standar Pelayanan Minimum. Risna Rismiana Sari Evaluasi Kinerja Stasiun Kereta Api Berdasarkan Standar Pelayanan Minimum Risna Rismiana Sari Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Bandung, Bandung 40012 E-mail : risnars@polban.ac.id ABSTRAK Stasiun

Lebih terperinci

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI TERMINAL Terminal merupakan titik dimana penumpang dan barang masuk atau keluar dari sistem jaringan transportasi. Ditinjau dari sistem jaringan transportasi secara keseluruhan, terminal merupakan simpul

Lebih terperinci