BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Pendidikan Karakter. Pendidikan karakter seharusnya sudah ditanamkan sejak dini,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Pendidikan Karakter. Pendidikan karakter seharusnya sudah ditanamkan sejak dini,"

Transkripsi

1 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Pendidikan Karakter Pendidikan karakter seharusnya sudah ditanamkan sejak dini, dimulai dari lingkungan terdekat yaitu lingkungan keluarga, siswa dapat belajar kerjasama antar anggota keluarga dalam mengerjakan tugas pekerjaan rumah. Pendidikan karakter di lingkungan keluarga juga dapat dibantu oleh orang tua dalam menanamkan karakter religius, kerja keras, jujur, disiplin, mandiri dan tanggung jawab. Pendidikan karakter religius dalam keluarga, orang tua dapat memberikan pengetahuan mengenai agama yang baik sesuai agama yang dianutnya. Pendidikan karakter kerja keras yaitu dengan cara selalu berusaha dalam mengerjakan pekerjaan apa pun. Pendidikan karakter jujur yaitu dapat diajarkan dengan cara agar siswa selalu berbuat jujur dalam mengerjakan setiap kegiatan, contohnya tidak menyontek dalam mengerjakan ulangan atau ujian. Pendidikan karakter disiplin dapat diterapkan di rumah dengan cara, selalu berangkat ke sekolah lebih awal sebelum jam sekolah dimulai. Pendidikan karakter mandiri dan tanggung jawab yaitu dengan cara selalu berusaha sendiri dalam mengerjakan suatu kegiatan apa pun dan bertanggung jawab dengan hasil pekerjaannya tersebut. 9

2 10 Pendidikan karakter sudah diberikan dalam setiap pembelajaran, dalam observasi yang peneliti lakukan pada bulan desember 2015 mendapatkan informasi dari guru kelas 5 pada sekolah yang diteliti yaitu dalam seluruh mata pelajaran guru pasti menyampaikan karakter yang harus ditanamkan, sehingga tidak terpaut pada pelajaran agama saja dalam memberikan pengetahuan mengenai pendidikan karakter. Pendidikan karakter di Indonesia sangatlah penting untuk ditanamkan, karena pendidikan karakter sebagai modal utama pendidikan pada tingkat sekolah dasar. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Samani, 2011:42) adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Pendidikan karakter menurut Kesuma (2012:4) yaitu sebuah istilah yang semakin hari semakin mendapatkan pengakuan dari masyarakat Indonesia saat ini. Menurut Megawangi (dalam Kesuma, 2012:5) pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Kesimpulan pendidikan karakter menurut para ahli adalah sebuah usaha yang bertujuan membentuk karakter siswa yang baik dalam kehidupan

3 11 sehari-hari dan dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Tujuan pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah. Menurut Kementerian Pendidikan Nasional dalam Samani (2011:19), pendidikan karakter harus meliputi dan berlangsung pada, a. Pendidikan Formal Pendidikan karakter pada pendidikan formal berlangsung pada lembaga pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMA/MAK dan perguruan tinggi melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan atu ekstra-kurikuler, penciptaan budaya satuan pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pada pendidikan formal adalah peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan. b. Pendidikan Non formal Dalam pendidikan nonformal pendidikan karakter berlangsung pada lembaga kursus, pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, dan lembaga pendidikan nonformal lain melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan atau ekstra-kurikuler, penciptaan budaya lembaga, dan pembiasaan. c. Pendidikan Informal Dalam pendidikan informal pendidikan karakter berlangsung dalam keluarga yang dilakukan oleh orangtua dan orang dewasa di dalam keluarga terhadap anak-anak yang menjadi tanggung jawabnya.

4 12 Simpulan dari teori di atas yaitu pendidikan karakter sangatlah penting ditanamkan kepada siswa sejak dini, karena pendidikan karakter juga sebagai modal utama dalam proses pendidikan. Guru menanamkan pendidikan karakter pada saat setiap mata pembelajaran. Sehingga siswa tidak hanya menerima materi pelajaran saja akan tetapi dapat menanamkan pendidikan karakter. 2. Karakter Kejujuran Pendidikan karakter meliputi nilai karakter kejujuran atau jujur. Pendidikan kejujuran harus diterapkan sejak dini atau pendidikan sekolah dasar. Tidak semua orang dapat berkata jujur, sehingga dalam pendidikan harus diterapkannya karakter kejujuran pada siswa. Terdapat indikator keberhasilan karakter kejujuran menurut Fitri (2012:40) sebagai berikut: a. Membuat dan mengerjakan tugas secara benar. b. Tidak menyontek atau memberi sontekan. c. Membangun koperasi atau kantin kejujuran. d. Melaporkan kegiatan sekolah secara transparan. e. Melakukan sistem perekrutan siswa secara benar dan adil. f. Melakukan sistem penilaian yang akuntabel dan tidak melakukan manipulasi. Pengertian jujur menurut Suhardi (2014:11) adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain. Apabila sudah

5 13 dipercaya oleh orang lain, hendaknya menjaga kepercayaan tersebut karena tidak semua orang dapat dipercaya dan bersikap jujur. Sikap jujur adalah sikap utama yang harus dimiliki setiap orang, diharapkan dapat bersikap jujur dalam berhadapan dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri. Akan tetapi tidak semua orang dapat berkata dengan jujur. Oleh sebab itu, tidak semua orang memiliki karakter jujur. Jujur harus dimulai dari dirinya sendiri. Pengertian jujur pada diri sendiri menurut Wijaya (2014:111) adalah sikap memperlakukan diri kita sendiri dengan baik. Jujur pada diri sendiri juga dapat berarti mau membuka diri untuk menerima kritik atau koreksi terhadap diri sendiri, termasuk kesediaan menerima pujian yang diberikan orang lain kepada kita, akan tetapi ada juga sikap tidak jujur yang dapat ditemui pada saat di sekolah atau madrasah bahkan pada perguruan tinggi. Contoh sikap tidak jujur yaitu menyontek atau menyalin jawaban teman untuk diri sendiri. Perilaku jujur dalam kehidupan sehari-hari menurut Wijaya (2014: 113) meliputi: a. Jujur di Sekolah Menyontek ketika ulangan adalah perilaku tidak jujur karena siswa mengelabui bapak dan ibu guru. Menyontek bisa merugikan diri mereka sendiri karena mereka tidak dapat menguasai pelajaran sampai kapanpun juga. Jika siswa tidak menyontek saat ulangan berarti siswa tersebut telah berperilaku jujur.

6 14 b. Jujur di Rumah Apabila siswa diperintah oleh orangtua untuk membeli sesuatu maka kembalian uang dari pembelian harus dikembalikan ke orangtua. Maka siswa tersebut sudah berperilaku jujur. c. Jujur di Masyarakat Apabila siswa dimintakan tolong seseorang untuk menunjukkan tempat. Jika siswa tersebut memberikan penjelasan benar, siswa berperilaku jujur. Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada sekolah dasar yang ada di daerah purbalingga, terdapat beberapa faktor penyebab anak tidak jujur, antara lain; a. Kurangnya rasa percaya diri yang ada dalam siswa untuk mengungkapkan perasaan. b. Sudah terbiasa berbicara tidak jujur dari lingkungan keluarga c. Takut terkena hukuman apabila berkata jujur d. Takut dimarahi oleh guru atau orang tua apabila berkata jujur e. Diajarkan berbohong oleh orang tua. 3. Menyontek a. Pengertian Menyontek Kata menyontek sudah tidak asing lagi pada dunia pendidikan. Perilaku menyontek seolah-olah menjadi hal yang sangat sulit dihilangkan. Bagi siswa yang telah terbiasa melakukan perilaku menyontek akan sangat sulit meninggalkannya. Siswa tidak dapat sepenuhnya disalahkan dalam masalah ini. Terdapat kemungkinan

7 15 siswa memiliki kebiasaan menyontek yang bermula dari rumah atau keluarga. Terdapat berita pendidikan di majalah Times (London) yang ditulis oleh Gwen Owen dalam (Hartanto, 2012:3) sebagai berikut: Survey terhadap orang ibu yang sebagian besar mengaku bahwa mereka membantu atau mengizinkan anak mereka dibantu dalam menyelesaikan tugas pekerjaan rumah (PR) untuk mendapatkan nilai terbaik. Orang tua tidak menyadari membantu mengerjakan PR tersebut dapat menjadi bumerang bagi anak mereka. Kebiasaan untuk dibantu mengerjakan PR tersebut akan terus melekat dan pada akhirnya membuat kemandirian anak rendah sehingga anak tidak terbiasa dengan tantangan. Hal tersebut ditengarai menjadi perilaku yang mendorong munculnya perilaku menyontek. Terdapat beberapa pengertian mengenai menyontek yang dikemukakan oleh para ahli. Pengertian menyontek menurut Fatiharifah (2014:135) adalah mencuri informasi dengan cara yang tidak terpuji. Menyontek telah menjadi budaya hampir di setiap jenjang pendidikan. Sehingga budaya menyontek tersebut sangat sulit untuk dihilangkan. Oleh karena itu, sedini mungkin budaya tersebut harus dihilangkan terutama sejak sekolah dasar. Menurut Delligton (dalam Hartanto, 2012:10) menyontek berarti upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak fair (tidak jujur). Pengertian menyontek menurut Kelley R. Taylor (dalam Hartanto, 2012:11) menyontek didefinisikan sebagai mengikuti ujian dengan melalui jalan yang tidak jujur, menjawab pertanyaan dengan cara yang tidak semestinya.

8 16 Kesimpulan dari pengertian di atas, menyontek adalah menyalin informasi dari teman untuk diri sendiri dalam mengerjakan soal atau pada saat ujian untuk mendapatkan nilai yang memuaskan. Pada dasarnya menyontek dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu menyontek dengan usaha sendiri dengan membuka buku catatan atau membuat berbagai catatan kecil yang ditulis pada kertas kecil, tangan atau tempat lain yang dianggap aman dan tidak diketahui oleh guru atau pengawas. Kategori yang kedua yaitu dengan meminta bantuan teman, misalnya dengan meniru jawaban dari teman atau dengan berkompromi menggunakan berbagai macam kode tertentu, menerima jawaban dari pihak luar dan mencari bocoran soal. Terdapat Hadits Riwayat Thabrani dan Ibnu Majah mengatakan: Barang siapa yang menipu kami maka ia bukan tergolong kami; pembuat makar dan tipu daya akan masuk neraka. Maka dengan demikian menyontek termasuk dalam kategori pengkhianatan kepercayaan, penipuan, pembohongan, dan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain. Karena tindakan menyontek ini ialah kebatilan yang terbungkus dalam bingkai kebenaran atau mengajukan informasi palsu dan menyesatkan yang tidak sesuai dengan fakta atau dengan ungkapan lain, menyontek merupakan bentuk kebatilan dari nasihat, amanah, dan transparansi.

9 17 b. Faktor Penyebab Menyontek Setiap siswa pasti mempunyai alasan yang beragam apabila ditanya mengapa menyontek pada saat ulangan. Faktor yang paling penting dalam kasus siswa menyontek karena setiap siswa saling berlomba dalam memperoleh nilai yang tinggi dan siswa takut apabila tidak naik kelas. Menurut Burshway & Nash, dkk (Hartanto, 2012:37) menjelaskan penyebab individu menyontek: 1) Adanya tekanan untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Setiap siswa memiliki keinginan yang sama, yaitu mendapatkan nilai yang baik (tinggi). Keinginan tersebut terkadang membuat siswa menghalalkan segala cara, termasuk dengan menyontek. 2) Keinginan untuk menghindari kegagalan. Ketakutan mendapatkan kegagalan di sekolah merupakan hal yang sering dialami oleh siswa. Kegagalan yang muncul ke dalam bentuk (takut tidak naik kelas, takut mengikuti ulangan susulan) tersebut memicu terjadinya perilaku menyontek. 3) Adanya persepsi bahwa sekolah melakukan hal yang tidak adil. Sekolah dianggap memberikan akses ke siswa-siswi yang cerdas dan berprestasi sehingga siswa-siswi yang memiliki kemampuan menengah merasa tidak diperhatikan dan dilayani dengan baik. 4) Kurangnya waktu untuk menyelesaikan tugas sekolah. Siswa terkadang mendapatkan tugas secara bersamaan. Waktu penyerahan tugas yang bersamaan tersebut membuat siswa tidak dapat membagi waktunya.

10 18 5) Tidak adanya sikap yang menentang perilaku menyotek di sekolah. Perilaku menyontek di sekolah kadang-kadang dianggap sebagai permasalahan yang biasa baik oleh siswa maupun oleh guru. Karena itu, banyak siswa yang memberikan perilaku menyontek atau terkadang justru membantu terjadinya perilaku ini. Kesimpulan dari faktor penyebab siswa menyontek adalah persaingan dalam memperoleh nilai yang tinggi antara siswa dengan siswa lainnya. Sehingga siswa melakukan apa pun dalam mendapatkan jawaban yang dikiranya benar dan mendapatkan nilai yang bagus. c. Fenomena Menyontek Menurut Syahatah (2004:81) fenomena menyontek dalam ujian adalah disebabkan oleh hal-hal berikut: 1) Kualitas keimanan para pelajar dan para pengawas yang lemah, terutama lemahnya kualitas instropeksi diri yang akan melindungi diri seseorang dari berbuat kemungkaran, sebab adanya rasa takut kepada Allah SWT sebagai pengawas baginya, sesuai dengan firman Allah, Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (An-Nisa :1) 2) Ahlak yang buruk di antaranya khianat, zalim, melanggar hak, bohong, dan menipu. Seseorang pelajar yang mencontek dianggap mengkhianati amanat, menzalimi hak orang lain,

11 19 mengambil hak-hak pelajar berprestasi, serta bohong dan menipu yang merupakan pencampuradukan antara yang hak dan yang batil 3) Bodoh atau tidak tahu hukum syariat yang berkenaan dengan hukum mencontek, karena mereka beranggapan bahwa hal itu termasuk membantu memberikan pertolongan serta kasih sayang pada mereka. 4) Hilangnya suri teladan. Banyak pelajar yang berpendapat bahwa sebagian guru membolehkan tindakan mencontek, misalnya seorang guru memberikan contekan untuk putra kepala sekolah, untuk putra wakil kepala sekolah, untuk putra rekan sesama pengajar. Terkadang ada juga guru yang memberikan contekan khusus bagi para pelajar yang ikut bimbingan privasi padanya. Ini semua merupakan bentuk suri teladan yang buruk. 5) Hukuman yang ringan bagi pelaku pelanggaran mencontek, bahkan terkadang ada pula orang berpengaruh yang mampu membebaskan pelaku pelnggaran tersebut dari hukuman. 6) Kerusakan yang telah mewabah di masyarakat dengan beraneka ragam bentuknya, khususnya dalam bidang politik. Hal itu ketika penguasa serta bawahannya menipu rakyat, menyesatkan rakyat, dan mendustai hati nurani mereka. Pengaruh buruk ini telah merambah ke seluruh aspek kehidupan yang di antaranya dunia pendidikan.

12 20 7) Penguasa telah mempersempit gerak kelompok yang berjuang demi menegakkan amar ma ruf nahi mungkar dan menekan pemimpin-pemimpin dakwah Islam dalam melaksanakan kewajibab mereka. Kemudian memecat setiap seseorang yang berusaha menentang kerusakan di dunia pendidikan dengan menghukumnya agar menjadi peringatan bagi yang lain serta memberikan julukan extrem dan teroris pada mereka. 8) Sebagian penguasa menyokong putra-putra mereka untuk mencontek, bahkan sebagian mereka mencari sarana resmi atau tidak resmi dalam rangka membantu anaknya. Padahal mereka banyak memberikan semangat dalam setiap ujian dengan ucapan-ucapan selamat dan kata-kata pujian. 9) Merebaknya fenomena belajar privat serta nurani sebagian guru yang telah mati dengan memfasilitasi contekan bagi para pelajar penerima bimbingan privat. 10) Beberapa kebijakan dalam dunia pendidikan yang telah rusak. Dimana terkadang ada instruksi lisan dari departemen pendidikan untuk mempermudah para pelajar, baik dengan membiarkan mereka untuk mencontek secara massal maupun dengan cara mengangkat nilai ujian para pelajar, agar bagi pelajar yang gagal bisa berhasil walaupun dengan cara yang tidak bisa dibenarkan. Berdasarkan beberapa fenomena mencontek yang telah dijelaskan di atas, maka dapat

13 21 disimpulkan bahwa penyebab siswa menyontek yaitu berasal dari faktor dari dalam diri sendiri (internal) dan faktor dari luar (eksternal). d. Bentuk-Bentuk Menyontek dan Pelanggaran Menyontek Menurut Hetherington and Feldman (dalam Hartanto, 2012:17) mencoba mengelompokkan empat bentuk menyontek, yaitu: individualistic-opportunistic, individualistic-planned, social-active, and sosial-passive. Individual-oppor-tunisticdapat dimaknai sebagai perilaku dimana siswa mengganti suatu jawaban ketika ujian atau tes sedang berlangsung dengan menggunakan catatan ketika guru keluar dari kelas. Independent-planned dapat diidentifikasi sebagai menggunakan catatan ketika tes atau ujian berlangsung, atau membawa jawaban yang telah lengkap atau dipersiapkan dengan menulisnya terlebih dahulu sebelum berlangsungnya ujian. Ketiga, social-active adalah perilaku menyontek dimana siswa mengopi atau melihat atau meminta jawaban dari orang lain. Sementara social-passive adalah mengizinkan seseorang melihat atau mengcopi jawabannya. Pelanggaran menyontek menurut Syahatah (2004:84) itu bisa terjadi dalam berbagai bentuk, di antaranya sebagai berikut: 1) Seorang pelajar memindahkan informasi contekan pada kertas kecil atau semisalnya. 2) Seorang pelajaran memberi bantuan kepada temannya sebagian

14 22 jawaban dengan berbagai cara. 3) Seorang pengawas memberikan bantuan kepada para pelajar, baik dalam bentuk membekali mereka buku maupun catatan agar memindahkan jawaban dari sana atau dalam bentuk memberikan jawaban langsung untuk mereka, atau dengan cara membiarkan para pelajar saling bertukar informasi satu sama lain. 4) Soal ujian yang telah bocor kepada sebagian pelajar, baik dengan cara perantara maupun dengan cara lain. 5) Tindakan sekelompok orang dengan mengancam pengawas jika tidak membiarkan para pelajar untuk menyontek. e. Cara Menangani Siswa Menyontek Budaya menyontek tidak dapat hilang dengan sendirinya, oleh karena itu dapat dilakukan cara penanganan oleh orangtua dan guru. Menyontek juga menjadi suatu kebiasaan yang buruk, oleh karena itu sebaiknya dibicarakan dengan siswa, masalah apa yang menyebabkan siswa menjadi suka menyontek. Apabila akibat terlalu banyak kegiatan di sekolah sehingga membuat para siswa tidak mempunyai waktu untuk belajar, maka dapat mengurangi kegiatan tersebut dengan memberikan les pribadi pada mata pelajaran yang memang kurang dikuasai oleh siswa. Guru dapat mengajarkan sikap jujur kepada siswa dengan cara tidak menyontek pada saat ulangan di sekolah. Sebab siswa akan merasa bangga jika dapat mengerjakan

15 23 soal sendiri tanpa melihat jawaban dari teman lainnya, walaupun nilai yang diperoleh tidak sesuai dengan yang siswa inginkan. Menurut Bergin (dalam Hartanto, 2012:45) memaparkan beberapa strategi yang dapat digunakan untuk menangani permasalahan menyontek. Yaitu melalui memberi siswa pilihan yang bermakna dalam kegiatan belajar, menggunakan buku teks yang terorganisir dengan baik, dan memberikan bantuan selama proses belajar berlangsung. Terdapat langkah lain yang dapat digunakan dalam menangani perilaku siswa menyontek adalah dengan mengurangi ketidaksiapan siswa dalam mengikuti pelajaran, menghilangkan materi yang mempersulit proses belajar. Metode islam dalam mengatasi problem menyontek dalam ujian menurut Syahatah (2004: 91) sebagai berikut: 1) Memberikan pelajaran islam kepada para siswa sekaligus menyadarkan siswa bahwa Allah selalu mengawasinya serta memperkuat pedoman agama yang siswa miliki. Peran serta keluarga dan sekolah sangatlah penting, 2) Memberikan pelajaran akhlak kepada siswa, guru, dan semua pihak yang terkait dalam proses belajar mengajar, 3) Menumbuhkan pada diri siswa rasa percaya pada diri sendiri, karena merupakan pangkal dari keberhasilan, prestasi, serta menjelaskan bahwa menyontek akan menghancurkan integritas diri.

16 24 4) Memberikan sanksi yang berat kepada para siswa pencontek dan kepada semua pihak yang berperan membantu dalam kegiatan menyontek. 5) Mengadakan pemeriksaan yang ketat pada para siswa ketika akan memasuki bangku ujian. Berdasarkan pembahasan terkait dengan bentuk-bentuk menyontek dan pelanggaran menyontek serta cara penanganan kebiasaan siswa menyontek yang telah dibahas. Penelitian yang dilakukan oleh McCabe dkk. (dalam Hartanto, 2012:46) menyatakan bahwa penanganan perilaku menyontek akan lebih efektif apabila dilakukan dalam situasi kelas. Sementara itu McCabe mengungkapkan 10 prinsip yang harus dilakukan dalam menangani masalah menyontek. Prinsip tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2.1 : Tabel 2.1. Prinsip Penanganan Menyontek No Prinsip 1. Memberikan penegasan atau penguatan tentang pentingnya integritas akademik 2. Mendorong kecintaan belajar 3. Memperlakukan siswa sebagai diri mereka sendiri 4. Membantu terciptanya perkembangan lingkungan yang saling percaya 5. Mendorong tanggung jawab siswa dalam meraih integritas akademik 6. Melakukan klarifikasi atas harapan siswa 7. Membuat atau menciptakan bentuk tes yang adil dan relevan 8. Mengurangi kemungkinan terjadinya ketidakjujuran akademik 9. Melawan ketidakjujuran akademik yang terjadi 10. Membantu mendefinisikan dan mendukung terciptanya standar integritas akademik

17 25 Berdasarkan tabel prinsip penanganan mencontek yang dinyatakan oleh McCabe dkk. (dalam Hartanto, 2012:46) di atas. Prinsip tersebut didukung dan dapat di padukan dengan cara penanganan kebiasaan menyontek siswa menurut Bergin (dalam Hartanto, 2012:45) memaparkan beberapa strategi yang dapat digunakan untuk menangani permasalahan menyontek seperti melalui memberi siswa pilihan yang bermakna dalam kegiatan belajar, menggunakan buku teks yang terorganisir dengan baik, dan memberikan bantuan selama proses belajar berlangsung. Cara penanganan tersebut dapat lebih dikuatkan melalui metode islam yang diungkapkan oleh Syahatah (2004:91) pada pembahasan sebelumnya sebagai solusi dalam mengatasi problematika karakter kejujuran siswa dalam kehidupan sehari-hari dan kebiasaan menyontek siswa ketika menghadapai soal ulangan ataupun ujian. 4. Bimbingan Belajar Bimbingan juga mempunyai arti khusus, yaitu sebagai suatu upaya atau program membantu mengoptimalkan perkembangan siswa. Bimbingan ini diberikan melalui bantuan pemecahan masalah yang dihadapi, serta dorongan bagi pengembangan potensi-potensi yang dimiliki siswa. Kebutuhan akan layanan bimbingan di sekolah dasar muncul dari karakteristik dan masalah-masalah perkembangan siswa. Terdapat tujuan bimbingan dan konseling di sekolah dasar menurut Setiawati (2008:9) pemahaman terhadap tugas-tugas perkembangan siswa sekolah dasar sangat berguna bagi pendidik karena bimbingan dan

18 26 konseling karena sangat membantu dalam: a. Menemukan dan menentukan tujuan program bimbingan dan konseling di sekolah dasar, b. Menentukan kapan waktu upaya bimbingan dapat dilakukan. Bimbingan dan konseling sangatlah diperlukan dalam pendidikan, apabila tidak adanya bimbingan dan konseling di sekolah maka siswa tersebut tidak mengetahui apa kesalahan yang telah siswa lakukan. Bimbingan dan konseling yang ada di sekolah, siswa diberi saran dan arahan dari guru maupun dari pihak sekolah agar dapat memperbaiki kesalahannya dan siswa juga dapat diberi arahan untuk kedepannya yang lebih baik lagi dan diharapkan tidak melakukan hal-hal yang dapat melanggar peraturan di sekolah. Menurut Sukmadinata (2009 : 237) tujuan jangka panjang dari program bimbingan ini adalah agar siswa di sekolah mencapai perkembangan yang optimal, yaitu perkembangan yang setinggi-tingginya sesuai dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Tujuan-tujuan yang lebih dekat untuk mencapai tujuan tersebut adalah: a. Pemahaman yang lebih baik tentang dirinya, tentang lingkungannya dan tentang arah perkembangan dirinya b. Memiliki kemampuan dalam memilih dan menentukan arah perkembangan dirinya, mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya dan bagi lingkungannya. c. Mampu menyesuaikan diri baik dengan dirinya maupun dengan

19 27 lingkungannya d. Memiliki produktivitas dan kesejahteraan hidup. Terdapat jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar menurut Nurihsan (2007:53) sebagai berikut: a. Layanan orientasi. Pada layanan orientasi ditujukan untuk siswa baru guna memberikan pemahaman dan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah yang baru dimasuki. Hasil yang diharapkan dari layanan orientasi ialah dipermudahnya penyesuaian siswa terhadap pola kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan kegiatan di sekolah lain yang mendukung keberhasilan siswa. b. Layanan informasi. Layanan informasi bertujuan untuk membekali siswa dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk mengenali diri, merencanakan, dan mengembangkan pola kehidupan sebagai pelajar, anggota keluarga, dan masyarakat. Layanan informasi digunakan sebagai bahan acuan dalam meningkatkan kegiatan dan prestasi belajar, mengembangkan cita-cita. c. Layanan penempatan dan penyaluran. Layanan penempatan dan penyaluran memungkinkan siswa berada pada posisi dan pilihan yang tepat, yaitu berkenaan dengan posisi

20 28 duduk dalam kelas, kelompok belajar, kegiatan ekstrakulikuler, serta kegiatan lainnya sesuai dengan kondisi fisik dan psikisnya. d. Layanan pembelajaran. Layanan pembelajaran dimaksudkan untuk memungkinkan siswa memahami serta mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar siswa yang baik, keterampilan dan materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya. e. Layanan konseling perorangan. Dalam layanan ini siswa mendapatkan layanan langsung secara tatap muka dengan guru kelas atau pembimbing dalam pembahasan dan pengentasan permasalahannya. f. Layanan bimbingan kelompok. Pada layanan ini dimaksudkan untuk memungkinkan siswa secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari, baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga, dan masyarakat. Bimbingan dan konseling dilakukan oleh guru kelas masing-masing, karena guru kelas mengetahui karakter dari masing-masing siswa dan mengetahui permasalahan apa saja yang ada di dalam kelas. Terdapat beberapa kendala yang dialami oleh guru dalam melakukan bimbingan dan konseling mengenai pendidikan karakter kejujuran siswa menyontek yaitu, kurangnya keterbukaan siswa dengan guru. Apabila terdapat siswa yang belum memahami pelajaran yang sedang dipelajari dan tidak berani

21 29 bertanya kepada guru sehingga siswa kurang memahami pelajaran berikutnya. 5. Bimbingan Belajar di Sekolah Bimbingan di sekolah menurut Sukardi (2008:7) mempunyai beberapa fungsi yaitu: a. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan siswa. b. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya siswa dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul, yang akan dapat mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya. c. Fungsi pengentasan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh siswa. d. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif siswa dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan. Bimbingan dan konseling dalam menangani siswa menyontek dapat dilakukan dengan cara konseling kognitif perilaku. Filosofi menurut Hartanto (2012:49) yang digunakan dalam konseling kognitif perilaku adalah perasaan dan perilaku manusia ditentukan oleh

22 30 bagaimana siswa memberi arti (makna) pada setiap kejadian, masalah, dan situasi yang dihadapi. Alasan yang mendukung penggunaan konseling kognitif perilaku dalam menangani masalah ini melibatkan sejumlah faktor, yaitu: Pertama, kecemasan yang berlebihan berasal dari adanya ketidaksesuaian lingkungan dan kondisi individu. Kedua, dalam setting ini terdapat berinteraksi dengan sebayanya (sebagai contoh: berlatih membangun hubungan, melatih pengendalian diri, yang terkait dengan keyakinan diri). Bimbingan dan konseling dilakukan oleh guru kelas masing-masing, guru kelas juga mengetahui setiap perkembangan yang ada di dalam lingkungan kelas. Guru memberikan bimbingan dan konseling mengenai menyontek dengan secara khusus, layanan bimbingan di sekolah dasar bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangan yang meliputi aspek pribadi sosial, pendidikan dan karier sesuai dengan tuntutan lingkungan menurut Depdikbud (dalam Setiawati, 2008:11) antara lain; Dalam aspek perkembangan pribadi sosial, layanan bimbingan membantu siswa agar dapat: a. Memiliki pemahaman diri b. Mengembangkan sikap positif c. Membuat pilihan kegiatan secara sehat d. Mampu menghargai orang lain e. Memiliki rasa tanggung jawab f. Menyelesaikan masalah, dll

23 31 Dalam aspek perkembangan pendidikan, layanan bimbingan membantu murid agar dapat: a. Melaksanakan cara-cara belajar yang benar b. Menetapkan tujuan dan rencana pendidikan c. Mencapai prestasi belajar secara optimal sesuai bakat dan kemampuannya d. Memiliki keterampilan untuk menghadapi ujian. Prinsip-prinsipp bimbingan belajar menurut Sukmadinata (2009:241) menjelaskan bahwa tugas guru di sekolah banyak sekali. Guru harus membuat perencanaan pengajaran yang sistematis, terperinci untuk setiap pelajaran yang akan diberikan pada siswa. Berdasarkan rencana tersebut guru melaksanakan pengajaran dan membuat evaluasi atas prosses dan hasil pengajaran yang telah dilaksanakan. Pelaksanaan pengajaran tugas guru bukan hanya memberikan pelajaran saja tetapi juga harus memberikan bimbingan belajar kepada para siswa yang lambat agar perkembangannya sajajar dengan yang lain. Dalam memberikan bimbingan belajar guru hendaknya memperhatikan beberapa prinsip diantaranya yaitu: a. Bimbingan belajar diberikan kepada semua siswa. Semua siswa baik yang pandai, cukup, ataupun kurang membutuhkan bimbingan dari guru, sebab secara potensial semua siswa bisa mempunyai masalah. Masalah yang dihadapi oleh siswa pandai berbeda dengan siswa cukup dan juga siswa kurang.

24 32 b. Sebelum memberikan bantuan, guru terlebih dahulu harus berusaha memahami kesulitan yang dihadapi siswa, meneliti faktor-faktor yang melatarbelakangi kesulitan tersebut. Setiap masalah atau kesulitan mempunyai latarbelakang tertentu yang berbeda dengan masalah lain atau pada siswa yang lainnya. c. Bimbingan belajar yang diberikan guru hendaknya disesuaikan dengan masalah serta faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Terdapat keterkaitan antara masalah dengan faktor-faktor yang melatarbelakanginya, bantuan hendaknya disesuaikan dengan jenis masalah serta tingkat kerumitan masalah. d. Bimbingan belajar hendaknya menggunakan teknik yang bervariasi. Karena perbedaan individual siswa, perbedaan jenis dan kerumitan masalah yang dihadapi siswa, perbedaan individual guru serta kondisi sesaat, maka dalam memberikan bimbingan belajar guru hendaknya menggunakan teknik bimbingan yang bervariasi. e. Dalam memberikan bimbingan belajar hendaknya guru bekerja sama dengan staf sekolah yang lain. Bimbingan belajar merupakan tanggung jawab semua guru serta staf sekolah lainnya. Agar bimbingan berjalan efisien dan efektif diperlukan kerjasama yang harmonis antara semua staf sekolah dalam membantu mengatasi kesulitan siswa. f. Orang tua adalah pembimbing belajar siswa di rumah. Penanggung jawab utama siswa adalah orang tuanya. Karena keterbatasan kemampuan orang tua sehingga orang tua melimpahkan sebagian

25 33 dari tanggung jawabnya kepada sekolah, tetapi tidak berarti mereka lepas sama sekali dari tanggung jawab tersebut. Orang tua dituntut untuk memberikan bimbingan belajar di rumah. Agar ada keserasian antara bimbingan yang diberikan guru di sekolah dengan orang tua di rumah maka diperlukan kerjasama antara kedua pihak. g. Bimbingan belajar dapat diberikan dalam situasi belajar di kelas, di laboratorium dan sebagainya atau dalam situasi-situasi khusus (konsultasi) baik di sekolah maupun di luar sekolah. Bimbingan belajar diberikan pada saat pelajaran berlangsung yaitu saat mengerjakan tugas-tugas atau latihan, saat diskusi kelas, praktik dan lain sebagainya. Bimbingan juga dapat diberikan di luar jam pelajaran, sebelum pelajaran dimulai, setelah pelajaran selesai atau sore hari, di sekolah atau di rumah. B. Hasil Penelitian Yang Relevan Penelitian yang relevan merupakan salah satu referensi untuk menunjukkan bahwa topik penelitian ini menarik dijadikan sebagai penelitian, namun tidak memiliki kesamaan pada penelitian yang sudah dilakukan, sehingga dapat menambah pembahasan mengenai studi kasus siswa menyontek di sekolah dasar, penelitian yang relevan dilakukan oleh: 1. Maria Luisa Famese dkk 2011 dengan judul Cheating Behaviors in Academic Context: Does Academic Moral Disengagement Matter `Penelitian ini menyimpulkan bahwa ternyata nilai moral atau karakter kejujuran mempengaruhi siswa dalam melakukan sebuah

26 34 tindakan. Rendahnya nilai kejujuran yang dimiliki siswa hal tersebut dapat mempengaruhi siswa melakukan tindakan menyontek. 2. Mujahidah 2009 halaman 177 tentang Perilaku Menyontek Laki-Laki Dan Perempuan: Studi Meta Analisis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor jenis kelamin berperan dalam perilaku menyontek. Artinya bahwa ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam praktik menyontek. 3. Kris Pujiatni dan Sri Lestari 2010 halaman 103 tentang Studi Kualitatif Pengalaman Menyontek pada Mahasiswa. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku menyontek pada mahasiswa menggambarkan mental mahasiswa yang kurang sehat yang dicirikan oleh sikap tidak realistik terhadap kenyataan yang benar, penerimaan diri yang kurang positif dan kurang kreatif. Perilaku menyontek juga menjadi bukti terjadinya peregangan moral pada mahasiswa sebagai akibat dari lemahnya internalisasi nilai-nilai kejujuran dan belum berfungsi sanksi diri. C. Kerangka Pikir Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pendidikan karakter kejujuran melalui bimbingan pencegahan menyontek di sekolah dasar. Untuk mengetahui pelaksanan penelitian ini, dapat dilihat dalam gambaran kerangka teorinya. Kerangka teori dari penelitian yang dilaksanakan dapat dilihat seperti dibagah ini:

27 35 Pendidikan Karakter Karakter Kejujuran Kebiasaan Menyontek Faktor Penyebab dan Penanganan menyontek Bimbingan dan konseling di Sekolah Dasar Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penanaman Pendidikan Karakter Kejujuran melalui Bimbingan dalam Penanganan Kebiasaan Menyontek di Sekolah Dasar Latar belakang dari adanya pendidikan karakter di sekolah dasar khususnya karakter kejujuran siswa yang sekarang ini mengalami kelemahan sehingga membutuhkan adanya tindakan berupa bimbingan. Karakter kejujuran siswa yang telihat semakin melemah saat ini menjadi salah satu faktor penyebab siswa melakukan tindakan menyontek. Menyontek sendiri merupakan tindakan curang yang seharusnya dihindari oleh siswa karena akan merugikan diri siswa sendiri. Perilaku menyontek biasanya muncul karena adanya beberapa faktor diantaranya yaitu kemampuan siswa yang kurang dalam memahami materi pembelajaran yang disampaikan guru, kemudian adanya kesempatan seperti kurangnya pengawasan guru terhadap siswa ketika mengerjakan soal tes maupun ujian, serta memang adanya kemauan niat atau perilaku negatif dari diri siswa yang dengan sadar melakukan tindakan menyontek tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan.

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecurangan akademik bukanlah masalah yang baru dalam pendidikan di Indonesia, sehingga fenomena kecurangan akademik dapat dikatakan telah menjadi kebiasaan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga pendidikan mempunyai peranan yang cukup penting dalam membentuk kepribadian, karakter, serta tingkah laku moral para peserta didik. Di bangku sekolah, para peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan lembaga formal yang secara khusus di bentuk untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan lembaga formal yang secara khusus di bentuk untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga formal yang secara khusus di bentuk untuk menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat. Di sekolah terdapat sejumlah bidang pelayanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prestasi belajar mahasiswa merupakan salah satu faktor penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prestasi belajar mahasiswa merupakan salah satu faktor penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi belajar mahasiswa merupakan salah satu faktor penting dalam kesuksesan mahasiswa di masa depannya. Prestasi belajar mahasiswa di perguruan tinggi umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki budi pekerti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki budi pekerti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan nasional pendidikan Indonesia adalah mencerdaskan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perubahan sikap dan perilaku. Perubahan sikap dan perilaku itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perubahan sikap dan perilaku. Perubahan sikap dan perilaku itulah yang 1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan penyebaran informasi secara menyeluruh dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengubah perilaku

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengubah perilaku BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengubah perilaku manusia. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk menghasilkan sumber daya manusia sehingga terjadilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah. Dikenal karena ada yang melakukan atau hanya sebatas mengetahui perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah. Dikenal karena ada yang melakukan atau hanya sebatas mengetahui perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menyontek merupakan kata yang telah dikenal oleh sebagian besar siswa di sekolah. Dikenal karena ada yang melakukan atau hanya sebatas mengetahui perilaku itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat dilakukan dengan peningkatan mutu pendidikan. Keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat dilakukan dengan peningkatan mutu pendidikan. Keberhasilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi era globalisasi sekarang ini, diperlukan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan ini terlebih dahulu dapat dilakukan dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak remaja yang sudah duduk di bangku SMP dan SMA umumnya menghabiskan waktu sekitar 7 jam sehari di sekolahnya. Ini berarti bahwa hampir sepertiga dari waktunya

Lebih terperinci

PERILAKU MENYONTEK SISWA SMA NEGERI DI KOTA PADANG SERTA UPAYA PENCEGAHAN OLEH GURU BK

PERILAKU MENYONTEK SISWA SMA NEGERI DI KOTA PADANG SERTA UPAYA PENCEGAHAN OLEH GURU BK Volume 2 Nomor 1 Februari 2013 KONSELOR Jurnal Ilmiah Konseling http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor Halaman 71-75 Info Artikel: Diterima15/02/2013 Direvisi 21/02/2013 Dipublikasikan 01/03/2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penilaian bahkan sampai pada penulisan tugas akhir. Cheating merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penilaian bahkan sampai pada penulisan tugas akhir. Cheating merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecurangan (cheating) merupakan salah satu fenomena pendidikan yang sering muncul menyertai aktivitas proses pembelajaran dan dalam proses penilaian bahkan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Perilaku Menyontek. Dalam institusi pendidikan atau sekolah terdapat perilaku yang dengan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Perilaku Menyontek. Dalam institusi pendidikan atau sekolah terdapat perilaku yang dengan BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Perilaku Menyontek Dalam institusi pendidikan atau sekolah terdapat perilaku yang dengan mudah ditemukan yaitu perilaku menyontek. Perilaku menyontek terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang benar, tetapi juga disertai dengan tanggung jawab atas apa yang dikerjakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang benar, tetapi juga disertai dengan tanggung jawab atas apa yang dikerjakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makna kejujuran tidak hanya terbatas pada teorinya saja seperti mengatakan yang benar, tetapi juga disertai dengan tanggung jawab atas apa yang dikerjakan sesuai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menyadari akan pentingnya menciptakan warga negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menyadari akan pentingnya menciptakan warga negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pemerintah Indonesia menyadari akan pentingnya menciptakan warga negara yang berkualitas, agar sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar sehari hari tetapi jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar sehari hari tetapi jarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menyontek adalah salah satu fenomena pendidikan yang sering dan bahkan selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar sehari hari tetapi jarang mendapat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 Oleh Drs. H. Syaifuddin, M.Pd.I Pengantar Ketika membaca tema yang disodorkan panita seperti yang tertuang dalam judul tulisan singkat

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG A. Analisis Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 3 Warungasem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masalah sumber daya tersebut tidak bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masalah sumber daya tersebut tidak bisa BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah sumber daya manusia menjadi salah satu permasalahan paling penting bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masalah sumber daya tersebut tidak bisa terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia karena sampai

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia karena sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia karena sampai dengan saat ini jumlah angkatan kerja berbanding terbalik dengan kesempatan kerja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan karakter bangsa merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Secara eksplisit pendidikan karakter adalah amanat Undang-undang Nomor 23

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemalsuan data laboratorium dan tindak kecurangan. Menurut Mujahidah (2012 :4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemalsuan data laboratorium dan tindak kecurangan. Menurut Mujahidah (2012 :4) 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Menyontek 1. Pengertian perilaku menyontek McCabe dan Trevino (dalam Carpenter, 2006:181) mendefinisikan perilaku menyontek sebagai tindakan termasuk menyalin pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA A. Deskripsi Data Pendidikan karakter dalam pembelajaran Akidah Akhlak kelas rendah di MI Al-Mubarokah, memiliki suatu tujuan yaitu meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum yang berlaku dalam satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, sehingga munculah berbagai alat sebagai hasil pemanfaatan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, sehingga munculah berbagai alat sebagai hasil pemanfaatan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman tak lepas dari perkembangan ilmu dan teknologi di berbagai bidang, sehingga munculah berbagai alat sebagai hasil pemanfaatan ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia dan bertujuan untuk meningkatkan potensi sumber daya manusia. Hal ini sejalan dengan pernyataan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSAINGAN MERAIH NILAI TINGGI DENGAN INTENSITAS PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA MENENGAH KEJURUAN SKRIPSI.

HUBUNGAN ANTARA PERSAINGAN MERAIH NILAI TINGGI DENGAN INTENSITAS PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA MENENGAH KEJURUAN SKRIPSI. HUBUNGAN ANTARA PERSAINGAN MERAIH NILAI TINGGI DENGAN INTENSITAS PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA MENENGAH KEJURUAN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. ( Suryabrata, 2002 : 293 ).

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. ( Suryabrata, 2002 : 293 ). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha manusia ( pendidik ) untuk bertanggung jawab membimbing anak didik menuju ke kedewasaan. Sebagai usaha yang mempunyai tujuan atau cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penulisan Era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang baru dalam dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Semakin baik pendidikan suatu bangsa, semakin baik pula kualitas bangsa, itulah asumsi secara umum terhadap program pendidikan suatu bangsa. Pendidikan menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zaman selalu berubah setiap waktu, keadaan tidak pernah menetap pada suatu titik, tetapi selalu berubah.kehidupan manusia yang juga selalu berubah dari tradisional menjadi

Lebih terperinci

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA 4.1. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Proses Bimbingan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECENDERUNGAN MENYONTEK PADA MAHASISWA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECENDERUNGAN MENYONTEK PADA MAHASISWA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECENDERUNGAN MENYONTEK PADA MAHASISWA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh : Willis Jati Nirmala Putri F 100 030 114

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum yang berlaku dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perbuatan curang dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perbuatan curang dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk tindakan negatif yang dilakukan oleh pelajar dalam proses pembelajaran adalah menyontek. Menyontek merupakan salah satu perbuatan curang dalam dunia

Lebih terperinci

KEJUJURAN AKADEMIK PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS. Skripsi

KEJUJURAN AKADEMIK PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS. Skripsi KEJUJURAN AKADEMIK PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mencapai kesejahteraan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mencapai kesejahteraan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mencapai kesejahteraan. Pendidikan juga berfungsi untuk membentuk karakter manusia yang lebih baik. Menurut UU No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk mengerjakan sesuatu sendiri, melainkan orang tua harus menemani dan memberi bimbingan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibahas. Sebuah perubahan apapun bentuknya, senantiasa akan mengacu

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibahas. Sebuah perubahan apapun bentuknya, senantiasa akan mengacu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kajian tentang pendidikan adalah sebuah kajian yang tidak pernah selesai untuk dibahas. Sebuah perubahan apapun bentuknya, senantiasa akan mengacu pada pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai salah satu proses perubahan pada pembentuk sikap, kepribadian dan keterampilan manusia untuk menghadapi masa depan. Dalam proses pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1.Latar Belakang Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat dari sekolah bagi siswa ialah melatih kemampuan akademis siswa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah tertuang dalam fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional, yaitu Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dicita-citakan bangsa ini berada di tangan mereka. Banyak orang menganggap bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dicita-citakan bangsa ini berada di tangan mereka. Banyak orang menganggap bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu generasi harapan bangsa dimana masa depan yang dicita-citakan bangsa ini berada di tangan mereka. Banyak orang menganggap bahwa mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siapa pun itu, pasti pernah berbohong ataupun berlaku tidak jujur tanpa pandang usia. Bahkan, anak-anak sekolah dasar pun pun bisa melakukannya. Ada yang kedapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan setiap individu, baik berupa pendidikan formal ataupun nonformal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, di mana pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, di mana pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, di mana pendidikan merupakan usaha dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan orang lain. Kehidupan manusia mempunyai fase yang panjang, yang di dalamnya selalu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali nilai-nilai dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali nilai-nilai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali nilai-nilai dalam kehidupan yang harus dijalankan sesuai dengan tata caranya masing-masing. Jika nilai-nilai itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial (homo sosius), yang dibekali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial (homo sosius), yang dibekali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial (homo sosius), yang dibekali Tuhan dengan akal, dimana akal akan menjadikan manusia mengetahui segala sesuatu (Qadir, 2006). Manusia

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Data yang disajikan dalam penelitian ini merupakan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi atau pengamatan langsung terhadap problematika penanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memberikan peran yang sangat besar dalam menciptakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memberikan peran yang sangat besar dalam menciptakan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia yang berkualitas meliputi kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan nilainilai karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat memaknai karakter bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkit pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkit pada sebagian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkit pada sebagian generasi muda. Gejala kemerosotan moral antara lain diindikasikan dengan merebaknya kasus penyalahgunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional negara kita adalah pembangunan di bidang pendidikan. Pendidikan nasional sebagai salah satu sistem dari supra sistem

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menyontek tidak dapat ditemukan secara langsung, kata menyontek dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menyontek tidak dapat ditemukan secara langsung, kata menyontek dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kencenderungan Menyontek 1. Pengertian Menyontek Dalam kamus bahasa indonesia (Suharto & Iryanto, 1995), kata menyontek tidak dapat ditemukan secara langsung, kata menyontek dapat

Lebih terperinci

2016 KECENDERUNGAN INTEGRITAS AKADEMIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS

2016 KECENDERUNGAN INTEGRITAS AKADEMIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Integritas akademik (academic integrity) saat ini merupakan isu pendidikan yang krusial dan menjadi perhatian utama dalam pengembangan pendidikan secara internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari segi budaya, social maupun ekonomi. Sekolah menjadi suatu organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. dari segi budaya, social maupun ekonomi. Sekolah menjadi suatu organisasi yang 1.1 Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN Sekolah merupakan suatu wadah untuk menciptakan sosok manusia yang berpendidikan tanpa melihat latar belakang siswa yang terlibat didalamnya, baik dari segi budaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Individu pertama kali mendapatkan pendidikan berada dalam lingkungan keluarga. Dalam keluarga

Lebih terperinci

Prilaku Jujur Dalam Kehidupan Sehari-Hari. Aat Agustini, MKM

Prilaku Jujur Dalam Kehidupan Sehari-Hari. Aat Agustini, MKM ب س م االله الر ح م ن اار ح ي Prilaku Jujur Dalam Kehidupan Sehari-Hari Aat Agustini, MKM Jujur adalah suatu kebenaran yang sesuai antara perkataan dan kenyataan I tikad yang ada di dalam hati. Jujur termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi keluarga yang utama ialah mendidik anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi keluarga yang utama ialah mendidik anak-anaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anak-anak yang mereka lahirkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam berinteraksi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Indonesia sebagai bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi anak usia sekolah tidak hanya dalam rangka pengembangan individu, namun juga untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi anak usia sekolah tidak hanya dalam rangka pengembangan individu, namun juga untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi anak usia sekolah tidak hanya dalam rangka pengembangan individu, namun juga untuk kemajuan pembangunan bangsa dan negara, karena anak-anak

Lebih terperinci

PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMA NEGERI 1 WIROSARI. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1

PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMA NEGERI 1 WIROSARI. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMA NEGERI 1 WIROSARI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Diajukan oleh : DIAH MARTININGRUM F 100 040 183 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pengolahan data, pembahasan hasil penelitian yang telah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pengolahan data, pembahasan hasil penelitian yang telah BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pengolahan data, pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab VI, penulis dapat menarik kesimpulan dan saran yang kiranya dapat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar baik di sekolah maupun di kampus. Hasil survey Litbang Media Group

BAB I PENDAHULUAN. belajar baik di sekolah maupun di kampus. Hasil survey Litbang Media Group BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini perilaku plagiat sering kita jumpain pada setiap aktivitas belajar baik di sekolah maupun di kampus. Hasil survey Litbang Media Group pada tahun 2012 mayoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dampak globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dampak globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dampak globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat Indonesia melupakan pendidikan karakter bangsa. Padahal, pendidikan karakter merupakan suatu pondasi bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara umum berarti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupannya pada taraf hidup yang lebih baik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERCAYA DIRI 1. Pengertian percaya diri Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. Pengertian perilaku bertanggung jawab Menurut Adiwiyoto (2001: 2)

BAB II KAJIAN TEORETIS. Pengertian perilaku bertanggung jawab Menurut Adiwiyoto (2001: 2) 4 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Hakikat Perilaku Tanggung Jawab Pengertian perilaku bertanggung jawab Menurut Adiwiyoto (2001: 2) Dalam bukunya melatih anak bertanggung jawab, arti tanggung jawab adalah mengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) :

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) : POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) : 1. Konsep dasar bimbingan dan konseling pribadi - sosial : a. Keterkaitan diri dengan lingkungan sosial b. Pengertian BK pribadi- sosial c. Urgensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Azizah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian  Siti Azizah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Semua orang tua tentunya menginginkan buah hatinya tumbuh menjadi pribadi yang baik, cerdas dan berkualitas. Hal itu, dalam prosesnya tidak bisa lepas dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pertumbuhan anak muda atas kekuatannya dalam menentukan dan. pengalaman-pengalaman yang dapat memberi sumbangan yang berarti bagi

BAB II KAJIAN TEORI. pertumbuhan anak muda atas kekuatannya dalam menentukan dan. pengalaman-pengalaman yang dapat memberi sumbangan yang berarti bagi 8 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoritis 1. Bimbingan Konseling a. Pengertian Bimbingan Konseling Menurut Lefever dalam Prayitno dan Erman Amti bimbingan adalah bagian dari proses pendidikan yang teratur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seperti yang diketahui pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seperti yang diketahui pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seperti yang diketahui pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap warga negara. Pendidikan sangat menentukan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan potensi tersebut, seseorang akanmenjadi manfaat atau tidak untuk dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Dengan potensi tersebut, seseorang akanmenjadi manfaat atau tidak untuk dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Pendidikan dapat dimaknai sebagai usaha untuk membantu peserta didik mengembangkan seluruh potensinya (hati, pikir, rasa, dan karsa, serta raga). Dengan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk lembaga pendidikan adalah sekolah. Sekolah sebagai suatu lembaga formal yang berperan dalam membantu siswa untuk mencapai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan berlangsung

Lebih terperinci

I. STANDAR ISI. hal. 1/61. Instrumen Akreditasi SMP/MTs

I. STANDAR ISI. hal. 1/61. Instrumen Akreditasi SMP/MTs I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

belajar itu sendiri (Syah, 2011). Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam

belajar itu sendiri (Syah, 2011). Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 67 TAHUN : 2017 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 65 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA SATUAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG A. Analisis tentang Upaya Guru PAI dalam Membina Moral Siswa SMP Negeri 1 Kandeman Batang Sekolah adalah lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Data yang disajikan dalam penelitian ini merupakan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi atau pengamatan langsung terhadap bimbingan beragama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dalam pendidikan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dalam pendidikan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia dimuka bumi ini. Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan manusia. Dalam kondisi apapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) menjadi bagian penting dalam suatu pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari keberadaan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I ini, akan memaparkan beberapa sub judul yang akan digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I ini, akan memaparkan beberapa sub judul yang akan digunakan BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini, akan memaparkan beberapa sub judul yang akan digunakan dalam penelitian. Sub judul tersebut yaitu latar belakang, fokus masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN NURUL FITRI ISTIQOMAH,2014

BAB I PENDAHULUAN NURUL FITRI ISTIQOMAH,2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena dengan adanya pendidikan dapat membantu peserta didik untuk menumbuh kembangkan

Lebih terperinci