BAB IV HASIL & ANALISA DATA LAUNCHING STAGE. 4.1 Data Fisik, Data Bahan & Perencanaan Dimensi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL & ANALISA DATA LAUNCHING STAGE. 4.1 Data Fisik, Data Bahan & Perencanaan Dimensi"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL & ANALISA DATA LAUNCHING STAGE 4.1 Data Fisik, Data Bahan & Perencanaan Dimensi Desain dan spesifikasi jembatan adalah sebagai berikut : Gambar IV-1 Sketsa Segmental Bridge A. Data fisik jembatan : Jenis Jembatan Bentang total Internal Span (l) End of Span (0.8l) Internal Segmen (0.5l) End of Segmen (0.3l) Construction Joint (l/4) Launching Nose Lebar jembatan total Lebar Jalur : Struktur Beton Prategang : 135 m : 50 m : 40 m : 25 m : 15 m : 12.5 m : 15 m : 10 m : 9 m Lebar Trotoar : 0.5 m x 2 Jumlah jalur : 2 jalur tanpa median IV - 1

2 B. Data-data struktur jembatan : Gelagar - Mutu Bahan : 60 Mpa - Mutu Baja : 390 Mpa - Jenis Konstruksi : Beton prategang dengan sistem posttensioning - Metode konstruksi : Incremental Laucnhing - Jenis Tendon : Uncoated Seven Wire Realived for Prestress Concrete (VSL) Data box girder, spesifikasi beton dan spesifikasi baja prategang yang digunakan adalah sebagai berikut : Panjang Internal Span : 50 m Panjang End of Segmen : 40 m Lebar jalur lalu lintas : 9 m Lebar trotoar : 0.5 m Gambar IV-2 Lebar & Tinggi Box Girder IV - 2

3 Jenis Bahan Beton Bertulang : kn/m 3 Beton Prestress : kn/m 3 Beton : kn/m 3 Data Spesifikasi Beton Mutu Beton Box Girder Prestress K Kuat Tekan Beton Box Girder Prestress fc' = 0.83 * K / 10 = Mpa Modulus Elastik Balok Beton Prestress Ec = * (wc)1.5* fc' = MPa Angka Poisson υ = 0.20 Modulus Geser G = Ec/[2*(1 + υ) = MPa Koefisien Muai Panjang untuk Beton ε = /ºC Kuat tekan beton pada keadaan awal (saat transfer) fci' = 0.80*fc' = MPa Tegangan ijin beton saat penarikan : 1. Tegangan Ijin Tekan = 0.6*fci' = MPa (SNI ) IV - 3

4 2. Tegangan Ijin Tarik = 0.25* fci' = 1.94 MPa (SNI ) Tegangan ijin beton keadaan akhir : 1. Tegangan Ijin Tekan = 0.6* fci' = MPa (SNI ) 2. Tegangan Ijin Tarik = 0.5* fci' = 3.88 MPa (SNI ) Data Spesifikasi Baja Prategang Baja prategang yang dipakai merupakan produk dari Arcellor Mittal dengan tingkat relaksasi yang rendah sehingga memperkecil kehilangan prategang yang bergantung pada waktu. Baja prategang yang dipakai adalah sebagai berikut : Tabel IV-1 Tabel spesifikasi baja prategang DATA STRANDS CABLE - STANDAR VSL Jenis Strands Uncoated 7 wire super strands ASTM A-416 grade 270 Tegangangan Leleh Strands fpy = kpa Kuat Tarik Strands fpu = kpa Diameter tampang nominal Strands d = m (1/2'') Luas Tampang Nominal 1 Strands Ast = m 2 Beban putus minimal satu strands Pbs = 230 kn (100% UTS atau 100% Beban Putus) Jumlah Kawat Untaian 19 Kawat untaian tiap tendon Diameter selubung ideal 85 mm Luas Tampang Strands m 2 Beban putus satu tendon Pb1 = kn Modulus Elastis Strands Es = 1.9E+08 kpa IV - 4

5 4.1.1 Input Data Section Builder 8.0 Data box girder kemudian diinput ke program CSI Section Builder 8.0 untuk mendapatkan keluaran berupa section properties. 1. Klik menu Add Basic Concrete Shapes > Add Shape from Libary. Gambar IV-3 Membuat bentuk box girder dari libary 2. Pilih Box Girder Shapes. Gambar IV-4 Memilih box girder shapes IV - 5

6 3. Pilih Single Box Tapered-1. Gambar IV-5 Memilih single box tapered-1 4. Klik kiri pada box girder, kemudian kanan. Lalu pilih Edit Current Shape untuk menyesuaikan perencanaan dimensi box girder dengan masuk ke Shape Editor. Gambar IV-6 Mengedit dimensi box girder 5. Untuk mengedit dimensi, pilih Dimension. Edit Dim-B1 = 2000 mm IV - 6

7 Edit Dim-B2 = 6000 mm Edit Dim-B3 = 2000 mm Edit Dim-B4 = 350 mm Edit Dim-B5 = 500 mm Edit Dim-B6 = 500 mm Edit Dim-B7 = 4000 mm Edit Dim-H1 = 2600 mm Edit Dim-H2 = 300 mm Edit Dim-H3 = 500 mm Edit Dim-H4 = 250 mm Edit Dim-H5= 300 mm Edit Dim-H5= 300 mm Main Material Type > Concrete Sub Material Type > fc 25 N/mm 2 Concrete Fc = 60 N/mm 2 Modulus E = N/mm 2 Klik tombol OK IV - 7

8 6. Lalu lihat hasil output di sisi kanan. Gambar IV-7 Shape Editor Gambar IV-8 Output Section Properties Box Girder IV - 8

9 Dari hasil keluaran CSI Section Builder 8.0 didapat : 1. Luas penampang : 5.9 m 2 2. Letak titik berat - Yb : m - Ya : m 3. Momen Inersia arah x, Ix : 5.54 m 4 4. Momen Inersia arah y, Iy : 34.2 m 4 5. Tahanan momen - Sisi atas, Wa = Ix / Ya : m 3 - Sisi bawah, Wb = Ix / Yb : m 3 6. Shear area, A3 : m 2 7. Shear area, A2 : m 2 8. Plastic Modulus, Z3 : 4.68 m 3 9. Plastic Modulus, Z2 : m Section Modulus, S3 - Top : m 3 - Bot : m Section Modulus, S2 - Left : m 3 - Right : m Radius of Gyration, r3 : 0.97 m 13. Radius of Gyration, r2 : m IV - 9

10 4.1.2 Input Data SAP2000 v16.00 Ultimate Data hasil outuput section properties box girder pada CSI Section Builder 8.0, kemudian diinput lagi ke dalam program SAP2000 v16.00 Ultimate. 1. Untuk membuat box girder di SAP2000, pilih menu Define, lalu pilih Frame Sections. Gambar IV-9 Menu Define 2. Kemudian Add New Property, pilih Other, lalu klik General. Gambar IV-10 Add Frame Section Property 3. Kemudian akan muncul Property Data, lalu isikan dengan hasil output CSI Section Builder 8.0 ke dalam Property Data. IV - 10

11 Gambar IV-11 Property Data 4. Kemudian isi Depth (t3) & Width (t2) Gambar IV-12 General Section 5. Untuk membuat model launching nose di SAP2000, pilih menu Define, lalu pilih Frame Sections. IV - 11

12 6. Kemudian Add New Property, pilih Other, lalu klik Section Designer. Akan muncul jendela SD Section Data. Setelah itu pilih Define/Edit/Show Section, Section Designer.. Gambar IV-13 SD Section Data 7. Kemudian pilih Draw Structural Shape, lalu pilih I-Section IV - 12

13 Gambar IV-14 SD Section Designer 8. Edit dimensinya, setalah selesai kemudian pilih Done. Gambar IV-15 Shape Properties IV - 13

14 4.2 Analisa Pembebanan saat Launching Stage Pada masa konstruksi atau saat launching stage, belum ada beban hidup yang terjadi. Pada masa ini gaya-gaya momen yang terjadi hanyalah akibat dari berat sendiri box girder dan berat sendiri launching nose. Dalam pemodelan di program SAP2000 dilakukan peluncuran tiap 1 m untuk mendapatkan nilai momen yang lebih detail. Gambar IV-16 Staging 1 Pada bagian ujung depan segmen dipasang launching nose yang terbuat dari struktur baja dengan panjang 15 m. Kemudian, segmen pertama di cor pada area casting yard. Setelah umur beton segmen pertama sudah mencukupi, maka segmen pertama diberi tegangan kemudian didorong dengan pulling jack. Gambar IV-17 Staging 2 Segmen jembatan diproduksi di area casting yard secara kontinu tiap segment. Segment tersebut dihubungkan secara monolit dengan segment sebelumnya. IV - 14

15 (a) (b) (c) (d) (e) IV - 15

16 (f) (g) (h) Gambar IV-8 Staging a) staging 3. b) staging 4. c) staging 5. d) staging 6. e) staging 7. f) staging 8. g) staging 9. h) staging 10. Segmen dihubungkan terus menerus dan diberi gaya prategang sampai mencapai di sebrang abutment sesuai dengan kondisi struktur dan gaya-gaya yang berkerja. Analisa gaya prategang, kebutuhan tendon dan letak tendon dilakukan berulang tiap tahap launching. Setelah mencapai sebrang abutment dilakukan analisa menggunakan beban layan. IV - 16

17 4.2.1 Gaya Momen saat Launching Stage Analisa struktur untuk memunculkan besarnya nilai momen yang terjadi saat launching stage dilakukan dengan menggunakan software SAP2000 v16.00 Ultimate. Launching Stage Segmen 1 Besarnya gaya momen yang terjadi saat peluncuran segmen pertama adalah sebagai berikut: (a) (b) (c) (d) Gambar IV-19 Momen launching stage segmen 1. a) saat awal launching. b) saat launching setengah bentang segmen 1. c) saat launching nose mencapai tumpuan. d) saat segmen 1 sudah selesai diluncurkan IV - 17

18 Launching Stage Segmen 2 Besarnya gaya momen yang terjadi saat peluncuran segmen kedua adalah sebagai berikut: (a) (b) (c) Gambar IV-20 Momen launching stage segmen 2. a) saat awal launching. b) saat launching setengah bentang segmen 2. c) saat segmen 2 sudah selesai diluncurkan Launching Stage Segmen 3 Besarnya gaya momen yang terjadi saat peluncuran segmen ke-tiga adalah sebagai berikut: (a) IV - 18

19 (b) (c) Gambar IV-21 Momen launching stage segmen 3. a) saat awal launching. b) saat launching setengah bentang segmen 3. c) saat segmen 3 sudah selesai diluncurkan Launching Stage Segmen 4 Besarnya gaya momen yang terjadi saat peluncuran segmen ke-empat adalah sebagai berikut: (a) (b) (c) IV - 19

20 (d) Gambar IV-22 Momen launching stage segmen 1. a) saat awal launching. b) saat launching setengah bentang segmen 4. c) saat launching nose mencapai tumpuan. d) saat segmen 4 sudah selesai diluncurkan Launching Stage Segmen 5 Besarnya gaya momen yang terjadi saat peluncuran segmen ke-lima adalah sebagai berikut: (a) (b) (c) (d) Gambar IV-23 Momen launching stage segmen 5. a) saat awal launching. b) saat launching setengah bentang segmen 5. c) saat launching nose mencapai tumpuan. d) saat segmen 5 sudah selesai diluncurkan IV - 20

21 Launching Stage Segmen 6 Besarnya gaya momen yang terjadi saat peluncuran segmen ke-enam adalah sebagai berikut: (a) (b) (c) Gambar IV-24 Momen launching stage segmen 6. a) saat awal launching. b) saat launching setengah bentang segmen 6. c) saat segmen 6 sudah selesai diluncurkan. Launching Stage Segmen 7 Besarnya gaya momen yang terjadi saat peluncuran segmen ke-tujuh adalah sebagai berikut: (a) (b) IV - 21

22 (c) Gambar IV-25 Momen launching stage segmen 7. a) saat awal launching. b) saat launching setengah bentang segmen 7. c) saat segmen 7 sudah selesai diluncurkan. Envelope Momen Kombinasi beban type envelope bisa digunakan untuk mencari nilai gaya maksimum dan minimum dari beban yang bergerak (dimana pada beban bergerak, beban maksimum dan minimum pada suatu batang maupun joint tergantung dari posisi bebannya). Contohnya seperti beban kendaraan atau beban girder crane. Dari besarnya momen tiap tahap peluncuran didapat hasil grafik seperti dibawah ini. MOMEN (knm) ENVELOPE MOMEN LAUNCHING 0 5, , , , , ,5 80, , ,5 107, ,5 123, ,5 JARAK (X) (+) (-) Gambar IV-26 Envelope momen launching IV - 22

23 4.3 Analisa Kebutuhan Gaya Prategang Launching Stage Launching Prestress di letakkan pada area flanges atas dan bawah. Rasio Launching Prestress adalah (top flange) : (bottom flanges) sebesar 2:1. Posisi pengangkuran tendon harus bebas dari tulangan web. Untuk analisa gaya prategang dengan berbagai besarnya momen, maka dibuat 5 tinjauan momen dari momen yang paling besar. Gambar IV-27 Lokasi tinjauan momen Besarnya momen dari tinjauan lokasi gambar diatas sebagai berikut : Lokasi 1 : knm (-) Lokasi 2 : knm (-) Lokasi 3 : knm (-) Lokasi 4 : knm (+) Lokasi 5 : knm (+) IV - 23

24 Top Flange Tendon Top Flange Tendon digunakan untuk menahan besarnya momen negativ akibat beban sendiri. Analisa kebutuhan gaya prategang di tinjau dari momen negativ yang paling besar, yaitu tinjauan 1 sebesar knm. KONDISI AWAL (SAAT TRANSFER) Mutu Beton, K = 725 fc' = 0.83 * K * 100 fci' = 0.8 * fc' = kpa = kpa Wa = m 3 Wb = m 3 yb ya = m = m A = 5.9 m 2 Ditetapkan jarak pusat berat tendon terhadap sisi atas/bawah box girder, Z0 = m Eksentrisitas tendon, es = ya - Z0 = m Tegangan di serat atas (persamaan 1) dimana σ = kpa Tegangan di serat bawah (persamaan 2) dimana σ = kpa Besarnya gaya prategang awal di tentukan sebagai berikut : Dari persamaan 1 = kn IV - 24

25 Dari persamaan 2 = kn Dari persamaan 1 dan persamaan 2, diambil gaya prategang awal Pt = kn Pt = kn Digunakan kabel yang terdiri dari beberapa kawat baja untaian "strands cable" standar VSL, dengan data sebagai berikut : Jenis Strands : Uncoated 7 wire strands ASTM A-416 grade 270 Diameter nominal strands : m (0.56") Luas tampang nominal satu strands : Ast = m 2 Beban putus minimal satu strands : Pbs = 230 kn 100% beban putus(uts) Jumlah strands minimal yang diperlukan : Ns = Pt/(0.8*Pbs) = 217 strands Jumlah kawat untaian (strands cable) 19 kawat untaian tiap tendon Strands dengan selubung tendon 85 mm digunakan jumlah strands sebagai berikut: ns1 = 6 tendon 19 strands / tendon 114 ns2 = 6 tendon 19 strands / tendon 114 nt = 12 tendon Jumlah strands ns = 228 strands Beban satu strands, Pbs1 = Pt / ns kn Beban satu tendon, Pbs2 = Pt / ns kn Persentase tegangan leleh yang timbul pada baja (% Jacking Force) : Po = Pt / ( ns * Pbs1) = % Gaya prestress yang terjadi akibat jacking Pj = Po * ns * Pbs1 = kn = % UTS IV - 25

26 Bottom Flange Tendon Bottom Flange Tendon digunakan untuk menahan besarnya momen positiv akibat beban sendiri. Analisa kebutuhan gaya prategang di tinjau dari momen positiv yang paling besar, yaitu tinjauan 4 sebesar knm. KONDISI AWAL (SAAT TRANSFER) Mutu Beton, K = 725 fc' = 0.83 * K * 100 fci' = 0.8 * fc' = kpa = kpa Wa = m 3 Wb = m 3 yb ya = m = m A = 5.9 m 2 Ditetapkan jarak pusat berat tendon terhadap sisi atas/bawah box girder, Z0 = m Eksentrisitas tedon, es = yb - Z0 = m Tegangan di serat atas (persamaan 1) dimana σ = kpa Tegangan di serat bawah (persamaan 2) dimana σ = kpa Besarnya gaya prategang awal di tentukan sebagai berikut : Dari persamaan 1 = kn IV - 26

27 Dari persamaan 2 = kn Dari persamaan 1 dan persamaan 2, diambil gaya prategang awal Pt = kn Pt = kn Digunakan kabel yang terdiri dari beberapa kawat baja untaian "strands cable" standar VSL, dengan data sebagai berikut : Jenis Strands : Uncoated 7 wire strands ASTM A-416 grade 270 Diameter nominal strands : m (0.56") Luas tampang nominal satu strands : Ast = m 2 Beban putus minimal satu strands : Pbs = 230 kn 100% beban putus(uts) Jumlah strands minimal yang diperlukan : Ns = Pt/(0.8*Pbs) = 109 strands Jumlah kawat untaian (strands cable) 19 kawat untaian tiap tendon Strands dengan selubung tendon 85 mm digunakan jumlah strands sebagai berikut: ns1 = 3 tendon 19 strands / tendon 57 ns2 = 3 tendon 19 strands / tendon 57 nt = 6 tendon Jumlah strands ns = 114 strands Beban satu strands, Pbs1 = Pt / ns kn Beban satu tendon, Pbs2 = Pt / ns kn Persentase tegangan leleh yang timbul pada baja (% Jacking Force) : Po = Pt / ( ns * Pbs1) = % Gaya prestress yang terjadi akibat jacking Pj = Po * ns * Pbs1 = kn = % UTS IV - 27

28 Dari analisa gaya prategang didapatkan layout tendon prategang, dimana pada top flange digunakan sejumlah 12 tendon dan pada bottom flange digunakan sejumlah 6 tendon dengan konfigurasi seperti gambar IV-24. Gambar IV-28 Layout tendon IV - 28

29 4.4 Kontrol Tegangan Launching Stage before Loss of Prestress Tegangan dari tiap tendon dan gaya momen yang terjadi dikontrol sebelum terjadi kehilangan gaya prategang. Dari tegangan-tegangan tersebut kemudian di total, total tegangan tarik ataupun tekan tidak boleh melebihi batas yang sudah ditentukan. Namun, apabila tegangan tarik melebihi batas, maka perlu ditambahkan penulangan lekatan tambahan (nonprategang atau prategang) harus digunakan di daerah tarik untuk menahan gaya tarik total yang dihitung dengan asumsi penampang tak retak. Tegangan yang terjadi akibat Top Flange Tendon ditunjukkkan pada gambar IV-29. Gambar IV-29 Tegangan yang terjadi akibat Top Flange Tendon Tegangan yang terjadi akibat Bottom Flange Tendon ditunjukan pada gambar IV-30. Gambar IV-30 Tegangan yang terjadi akibat Bottom Flange Tendon Resume gaya momen tiap tinjauan : Lokasi 1 : knm (-) Lokasi 2 : knm (-) Lokasi 3 : knm (-) Lokasi 4 : knm (+) Lokasi 5 : knm (+) IV - 29

30 MATERIAL PROPERTIES Mutu Beton, K = 725 Kuat Tekan Beton fc' = 0.83 * K / 10 = mpa Kuat Tekan Beton pada saat transfer fci' = 0.8 * fc' = 48.1 mpa Tegangan ijin beton saat penarikan : (SNI ) 1. Tegangan Ijin Tekan = 0.6*fci' = kpa 2. Tegangan Ijin Tarik = 0.25* fc' = kpa Tegangan ijin beton keadaan akhir : (SNI ) 1. Tegangan Ijin Tekan = 0.6* fci' = kpa 2. Tegangan Ijin Tarik = 0.5* fc' = kpa Kontrol Tegangan Tinjauan 1 & 4 LOCATION 1 Momen M = knm Gaya Prategang awal Pt = kn Mutu Beton, K = 725 fc' = 0.83 * K * 100 = fci' = 0.8 * fc' = kpa kpa Wa = m 3 Wb = m 3 yb = ya = m m A = 5.9 m 2 Z0 = es = ya - Z0 = m m IV - 30

31 Tegangan di serat atas (persamaan 1) kpa kpa Tegangan di serat bawah (persamaan 2) kpa kpa LOCATION 4 Momen M = knm Gaya Prategang awal Pt = kn Mutu Beton, K = 725 fc' = 0.83 * K * 100 = fci' = 0.8 * fc' = kpa kpa Wa = m 3 Wb = m 3 yb = ya = m m A = 5.9 m 2 Z0 = m es = yb - Z0 = m Tegangan di serat atas (persamaan 1) kpa kpa Tegangan di serat bawah (persamaan 2) kpa kpa IV - 31

32 Kontrol Tegangan Total Tinjauan 1&4 Tegangan total yang terjadi akibat gaya prategang ditotal dengan tegangan yang terjadi akibat gaya momen. Tabel IV-2 Tabel Kontrol Tegangan Tinjauan 1&4 Serat Atas Bawah Tendon atas Tendon bawah Tegangan total Momen tendon atas Momen tendon bawah Kontrol tegangan momen negativ Tegangan Izin OK OK Kontrol tegangan momen positiv Tegangan Izin OK OK Dari perhitungan kontrol tegangan, tegangan total yang terjadi tidak melebihi batas tegangan izin. Kontrol Tegangan Tinjauan 2 & 5 LOCATION 2 Momen M = knm Gaya Prategang awal Pt = kn Mutu Beton, K = 725 fc' = 0.83 * K * 100 = fci' = 0.8 * fc' = kpa kpa Wa = m 3 Wb = m 3 IV - 32

33 yb = ya = m m A = 5.9 m 2 Z0 = es = ya - Z0 = m m Tegangan di serat atas (persamaan 1) kpa kpa Tegangan di serat bawah (persamaan 2) kpa kpa LOCATION 5 Momen M = knm Gaya Prategang awal Pt = kn Mutu Beton, K = 725 fc' = 0.83 * K * 100 = fci' = 0.8 * fc' = kpa kpa Wa = m 3 Wb = m 3 yb = ya = m m A = 5.9 m 2 Z0 = m es = yb - Z0 = m Tegangan di serat atas (persamaan 1) kpa kpa IV - 33

34 Tegangan di serat bawah (persamaan 2) kpa kpa Kontrol Tegangan Total Tinjauan 2&5 Tegangan total yang terjadi akibat gaya prategang ditotal dengan tegangan yang terjadi akibat gaya momen. Tabel IV-3 Tabel Kontrol Tegangan Tinjauan 2&5 Serat Atas Bawah Tendon atas Tendon bawah Tegangan total Momen tendon atas Momen tendon bawah Kontrol tegangan momen negativ Tegangan Izin OK OK Kontrol tegangan momen positiv Tegangan Izin OK OK Dari perhitungan kontrol tegangan, tegangan total yang terjadi tidak melebihi batas tegangan izin. Kontrol Tegangan Tinjauan 3 & 5 LOCATION 3 Momen M = knm Gaya Prategang awal Pt = kn Mutu Beton, K = 725 fc' = 0.83 * K * 100 = kpa IV - 34

35 fci' = 0.8 * fc' = kpa Wa = m 3 Wb = m 3 yb = ya = m m A = 5.9 m 2 Z0 = es = ya - Z0 = m m Tegangan di serat atas (persamaan 1) kpa kpa Tegangan di serat bawah (persamaan 2) kpa kpa LOCATION 5 Momen M = knm Gaya Prategang awal Pt = kn Mutu Beton, K = 725 fc' = 0.83 * K * 100 = fci' = 0.8 * fc' = kpa kpa Wa = m 3 Wb = m 3 yb = ya = m m A = 5.9 m 2 Z0 = m IV - 35

36 es = yb - Z0 = m Tegangan di serat atas (persamaan 1) kpa kpa Tegangan di serat bawah (persamaan 2) kpa kpa Kontrol Tegangan Total Tinjauan 3&5 Tegangan total yang terjadi akibat gaya prategang ditotal dengan tegangan yang terjadi akibat gaya momen. Tabel IV-4 Tabel Kontrol Tegangan Tinjauan 3&5 Dari perhitungan kontrol tegangan, tegangan total yang terjadi tidak melebihi batas tegangan izin. Serat Atas Bawah Tendon atas Tendon bawah Tegangan total Momen tendon atas Momen tendon bawah Kontrol tegangan momen negativ Tegangan Izin OK OK Kontrol tegangan momen positiv Tegangan Izin OK OK IV - 36

37 4.5 Analisa Kehilangan Gaya Prategang Kehilangan tegangan dapat diakibatkan oleh beton maupun baja prategang. Kehilangan prategang yang di analisa adalah sebagai berikut: 1. Kehilangan tegangaan akibat gesekan angkur (anchorage friction) 2. Kehilangan tegangan akibat gesekan kabel (jack friction) 3. Kehilangan tegangan akibat pemendekan elastis (elastic shortening) 4. Kehilangan tegangan akibat pengangkuran (anchoring) 5. Kehilangan tegangan akibat pengaruh susut (shrinkage) 6. Kehilangan tegangan akibat pengaruh rangkak (creep) 7. Kehilagan tegangan akibat relaksasi baja prategang (relaxation of tendon) Penentuan secara tepat besarnya semua kehilangan tersebut, khususnya yang bergantung pada waktu sulit dilakukan karena kehilangan tersebut bergantung pada berbagai faktor yang saling berkaitan satu sama lain. Metode-metode empirik untuk memperkirakan kehilangan berbeda-beda menurut peraturan atau rekomendasi, seperti metode Prestressed Concrete Institute, cara komite gabungan ACI-ASCE, cara lump-sum AASHTO, cara Comite Eurointernationale du Beton (CEB), dan FIP (Federation Internationale de la Precontrainte). Derajat kerumitan masing-masing metode bergantung pada pendekatan yang dipilih dan catatan praktek yang telah diterima. Analisa kehilangan prategang dilakukan dengan meninjau beberapa lokasi seperti pada analisa sebelumnya. IV - 37

38 Tabel IV-5 Resume gaya prategang akibat Jacking Location Gaya Prestress akibat Jacking (kn) Tabel IV-6 Resume gaya momen saat launching stage Gaya Momen Location (knm) Tinjauan 1 Kehilangan Tegangan Akibat Gesekan Angkur (Anchorage Friction) Gaya prestress akibat jacking (jacking force) Pj = kn Kehilangan gaya akibat gesekan angkur diperhitungkan sebesar 3% dari gaya prestress akibat jacking Po = 97% * Pj = kn Kehilangan Tegangan Akibat Gesekan Kabel (Jack Friction) Panjang bentang L = 15 m Sudut lintasan tendon dari ujung ke tengah : αab = 0 rad αbc = 0 rad Perubahan sudut total lintasan tendon, α = αab + αbc = 0 rad Dari tabel PCI didapat Koefisien gesek, μ = 0.2 Dari tabel PCI didapat Koefisien wobble, β = IV - 38

39 Gaya Prestress akibat jacking setelah memperhitungkan loss of prestress akibat jack friction Po = kn Loss of Prestress akibat gesekan kabel Pc = Po (μα + KL) = kn Kehilangan Tegangan Akibat Pemendekan Elastis (Elastic Shortening) Jarak titik berat tendon terhadap titik berat box girder es = m Momen Inersia tampang box girder Ix = 5.54 m 4 Luas tampang box grider A = 5.9 m 2 Modulus elastisitas box girder Ec = kpa Modulus elastisitas baja prestress (strand) Es = kpa Jumlah total strands ns = 228 Luas tampang nominal satu strands Ast = m 2 Beban putus satu strands Pbs = 230 kn Momen M = knm Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m 2 Modulus ratio antara strands dengan box girder n = Es/Ec = Jari jari inersia penampang box girder i = (Ix/A) = m Ke = At / A * ( 1 + es 2 / i 2 ) = Tegangan baja prestress sebelum loss of prestress σpi = ns * Pbs / At = kpa Kehilangan tegangan pada baja oleh regangan elastik dengan pengaruh berat sendiri σpe' = σpi * n * Ke / (1 + n*ke) = kpa Tegangan beton pada level bajanya oleh pengaruh gaya prestress σbt = σpe' / n - M balok * es / Ix = kpa Kehilangan tegangan pada baja oleh regangan elastik tanpa pengaruh berat sendiri σpe = 1/2 * n * σbt = kpa IV - 39

40 Loss of Presress akibat pemendekan elastis : Pe = σpe * At = kn Kehilangan Tegangan Akibat Pengangkuran (Anchoring) Panjang tarik masuk (berkisar antara 2-7 mm) diambil 6 mm L = m Modulus elastis baja prestress Es = kpa Luas tampang tendon baja prestress At = ns*ast = m 2 Loss of Prestress akibat gesekan angkur Po = kn Loss of Prestress akibat gesekan kabel Px = kn Jarak dari ujung ke tengah bentang Lx = 7.5 m Kemiringan diagram gaya m = tanω = (Po-Px)/Lx = kn/m Jarak pengaruh kritis slip angkur dari ujung Lmax = ( L * Es * At / m) = m Loss of Prestress akibat angkur : P = 2*Lmax*(tanω) = kn Kehilangan Tegangan Akibat Pengaruh Susut (Shringkage) Nilai Ksh, dari tabel PCI didapat sebesar = 0.77 Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m 2 Nilai rata-rata regangan susut ϵsh = in/in Modulus elastisitas baja prestress (strand) Es = kpa Es = Psi Metode bergantung pada waktu, waktu 7 hari sampai pemberian prategang t = 7 hari ϵsh,t = (t/ (35*t))* ϵsh = in/in fpsh = ϵsh,t * Es = Psi Es = kpa SH = kn IV - 40

41 Kehilangan Tegangan Akibat Pengaruh Rangkak (Creep) Modulus elastisitas baja prestress (strand) Es = kpa Regangan elastis Ɛce = fpy / Es = m Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m 2 Luas tampang box grider A = 5.9 m 2 Jarak titik berat tendon terhadap titik berat box girder es = m Tahanan momen sisi atas Wa = Ix / Ya = m 3 Tegangan beton pada posisi baja prategang P = kn σc = (P/A) + (P.e/W) = kpa CR = kn Kehilangan Tegangan Akibat Relaksasi Baja Prategang (Relaxation Of Tendon) Kuat tarik baja prategang fpu = kpa Tegangan leleh baja prategang fpy = kpa Gaya prategang awal fpi = 0.82 fpy = kpa >0.74 fpu = kpa OK fpi/fpu = 0.70 Faktor relaksasi yang besarnya tergantung jenis baja prategang C = 0.75 Koefisien relaksasi, berkisar N/mm2 Kre = 138 mpa Kre = kpa Faktor waktu, berkisar antara J = 0.15 Kehilangan tegangan akibat susut (shringkage) fpsh = kpa Kehilangan tegangan akibat rangkak (creep) σc = kpa Kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis σpe = kpa IV - 41

42 Kehilangan gaya prategang akibat relaksasi tendon Metode ACI-ASCE fpr = (Kre - J ( fpsh + σc + σpe)) * C = kpa Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m2 fpr = kn Tabel IV-7 Tabel kehilangan tegangan prategang tinjauan 1 No Gaya (kn) %UTS Loss of Prestress 1 Pj Anchorage friction Po Jacking 2 PC Jack friction 3 Pa Anchoring 4 Px Elastic shorthening 5 Ps Shrinkage 6 Pr Creep 7 Prlx Relaxation of Tendon loss of prestress % Tegangan yang terjadi pada tendon Peff / At = kpa Tegangan ijin tendon 0.7 * fpu = kpa OK Loss of Prestress Pj Po PC Pa Px Ps Pr Prlx Gambar IV- 31 Grafik loss of prestress tinjauan 1 IV - 42

43 Tinjauan 2 Kehilangan Tegangan Akibat Gesekan Angkur (Anchorage Friction) Gaya prestress akibat jacking (jacking force) Pj = kn Kehilangan gaya akibat gesekan angkur diperhitungkan sebesar 3% dari gaya prestress akibat jacking Po = 97% * Pj = kn Kehilangan Tegangan Akibat Gesekan Kabel (Jack Friction) Panjang bentang L = 25 m Sudut lintasan tendon dari ujung ke tengah : αab = 0 rad αbc = 0 rad Perubahan sudut total lintasan tendon, α = αab + αbc = 0 rad Dari tabel PCI didapat Koefisien gesek, μ = 0.2 Dari tabel PCI didapat Koefisien wobble, β = Gaya Prestress akibat jacking setelah memperhitungkan loss of prestress akibat jack friction Po = kn Loss of Prestress akibat gesekan kabel Pc = Po (μα + KL) = kn Kehilangan Tegangan Akibat Pemendekan Elastis (Elastic Shortening) Jarak titik berat tendon terhadap titik berat box girder es = m Momen Inersia tampang box girder Ix = 5.54 m 4 Luas tampang box grider A = 5.9 m 2 Modulus elastisitas box girder Ec = kpa Modulus elastisitas baja prestress (strand) Es = kpa Jumlah total strands ns = 228 Luas tampang nominal satu strands Ast = m 2 IV - 43

44 Beban putus satu strands Pbs = 230 kn Momen M = knm Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m 2 Modulus ratio antara strands dengan box girder n = Es/Ec = Jari jari inersia penampang box girder i = (Ix/A) = m Ke = At / A * ( 1 + es 2 / i 2 ) = Tegangan baja prestress sebelum loss of prestress σpi = ns * Pbs / At = kpa Kehilangan tegangan pada baja oleh regangan elastik dengan pengaruh berat sendiri σpe' = σpi * n * Ke / (1 + n*ke) = kpa Tegangan beton pada level bajanya oleh pengaruh gaya prestress σbt = σpe' / n - M balok * es / Ix = kpa Kehilangan tegangan pada baja oleh regangan elastik tanpa pengaruh berat sendiri σpe = 1/2 * n * σbt = kpa Loss of Presress akibat pemendekan elastis : Pe = σpe * At = kn Kehilangan Tegangan Akibat Pengangkuran (Anchoring) Panjang tarik masuk (berkisar antara 2-7 mm) diambil 6 mm L = m Modulus elastis baja prestress Es = kpa Luas tampang tendon baja prestress At = ns*ast = m 2 Loss of Prestress akibat gesekan angkur Po = kn Loss of Prestress akibat gesekan kabel Px = kn Jarak dari ujung ke tengah bentang Lx = 12.5 m Kemiringan diagram gaya m = tanω = (Po-Px)/Lx = kn/m Jarak pengaruh kritis slip angkur dari ujung IV - 44

45 Lmax = ( L * Es * At / m) = m Loss of Prestress akibat angkur : P = 2*Lmax*(tanω) = kn Kehilangan Tegangan Akibat Pengaruh Susut (Shringkage) Nilai Ksh, dari tabel PCI didapat sebesar = 0.77 Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m 2 Nilai rata-rata regangan susut ϵsh = in/in Modulus elastisitas baja prestress (strand) Es = kpa Es = Psi Metode bergantung pada waktu, waktu 7 hari sampai pemberian prategang t = 7 hari ϵsh,t = (t/ (35*t))* ϵsh = in/in fpsh = ϵsh,t * Es = Psi Es = kpa SH = kn Kehilangan Tegangan Akibat Pengaruh Rangkak (Creep) Modulus elastisitas baja prestress (strand) Es = kpa Regangan elastis Ɛce = fpy / Es = m Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m 2 Luas tampang box grider A = 5.9 m 2 Jarak titik berat tendon terhadap titik berat box girder es = m Tahanan momen sisi atas Wa = Ix / Ya = m 3 Tegangan beton pada posisi baja prategang P = kn σc = (P/A) + (P.e/W) = k CR = kn IV - 45

46 Kehilangan Tegangan Akibat Relaksasi Baja Prategang (Relaxation Of Tendon) Kuat tarik baja prategang fpu = kpa Tegangan leleh baja prategang fpy = kpa Gaya prategang awal fpi = 0.82 fpy = kpa >0.74 fpu = kpa OK fpi/fpu = 0.70 Faktor relaksasi yang besarnya tergantung jenis baja prategang C = 0.75 Koefisien relaksasi, berkisar N/mm2 Kre = 138 mpa Kre = kpa Faktor waktu, berkisar antara J = 0.15 Kehilangan tegangan akibat susut (shringkage) fpsh = kpa Kehilangan tegangan akibat rangkak (creep) σc = kpa Kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis σpe = kpa Kehilangan gaya prategang akibat relaksasi tendon Metode ACI-ASCE fpr = (Kre - J ( fpsh + σc + σpe)) * C = kpa Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m2 fpr = kn Tabel IV-8 Tabel kehilangan tegangan prategang tinjauan 2 No Gaya (kn) %UTS Loss of Prestress 1 Pj Anchorage friction Po Jacking 2 Pc Jack friction 3 Pa Anchoring 4 Px Elastic shorthening 5 Ps Shrinkage 6 Pr Creep 7 Prlx Relaxation of Tendon loss of prestress % IV - 46

47 Tegangan yang terjadi pada tendon Peff / At = kpa Tegangan ijin tendon 0.7 * fpu = kpa OK Loss of Prestress Pj Po Pc Pa Px Ps Pr Prlx Gambar IV- 32 Grafik loss of prestress tinjauan 2 Tinjauan 3 Kehilangan Tegangan Akibat Gesekan Angkur (Anchorage Friction) Gaya prestress akibat jacking (jacking force) Pj = kn Kehilangan gaya akibat gesekan angkur diperhitungkan sebesar 3% dari gaya prestress akibat jacking Po = 97% * Pj = kn Kehilangan Tegangan Akibat Gesekan Kabel (Jack Friction) Panjang bentang L = 15 m Sudut lintasan tendon dari ujung ke tengah : αab = 0 rad αbc = 0 rad Perubahan sudut total lintasan tendon, IV - 47

48 α = αab + αbc = 0 rad Dari tabel PCI didapat Koefisien gesek, μ = 0.2 Dari tabel PCI didapat Koefisien wobble, β = Gaya Prestress akibat jacking setelah memperhitungkan loss of prestress akibat jack friction Po = kn Loss of Prestress akibat gesekan kabel Pc = Po (μα + KL) = kn Kehilangan Tegangan Akibat Pemendekan Elastis (Elastic Shortening) Jarak titik berat tendon terhadap titik berat box girder es = m Momen Inersia tampang box girder Ix = 5.54 m 4 Luas tampang box grider A = 5.9 m 2 Modulus elastisitas box girder Ec = kpa Modulus elastisitas baja prestress (strand) Es = kpa Jumlah total strands ns = 228 Luas tampang nominal satu strands Ast = m 2 Beban putus satu strands Pbs = 230 kn Momen M = knm Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m 2 Modulus ratio antara strands dengan box girder n = Es/Ec = Jari jari inersia penampang box girder i = (Ix/A) = m Ke = At / A * ( 1 + es 2 / i 2 ) = Tegangan baja prestress sebelum loss of prestress σpi = ns * Pbs / At = kpa Kehilangan tegangan pada baja oleh regangan elastik dengan pengaruh berat sendiri σpe' = σpi * n * Ke / (1 + n*ke) = kpa Tegangan beton pada level bajanya oleh pengaruh gaya prestress IV - 48

49 σbt = σpe' / n - M balok * es / Ix = kpa Kehilangan tegangan pada baja oleh regangan elastik tanpa pengaruh berat sendiri σpe = 1/2 * n * σbt = kpa Loss of Presress akibat pemendekan elastis : Pe = σpe * At = kn Kehilangan Tegangan Akibat Pengangkuran (Anchoring) Panjang tarik masuk (berkisar antara 2-7 mm) diambil 6 mm L = m Modulus elastis baja prestress Es = kpa Luas tampang tendon baja prestress At = ns*ast = m 2 Loss of Prestress akibat gesekan angkur Po = kn Loss of Prestress akibat gesekan kabel Px = kn Jarak dari ujung ke tengah bentang Lx = 7.5 m Kemiringan diagram gaya m = tanω = (Po-Px)/Lx = kn/m Jarak pengaruh kritis slip angkur dari ujung Lmax = ( L * Es * At / m) = m Loss of Prestress akibat angkur : P = 2*Lmax*(tanω) = kn Kehilangan Tegangan Akibat Pengaruh Susut (Shringkage) Nilai Ksh, dari tabel PCI didapat sebesar = 0.77 Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m 2 Nilai rata-rata regangan susut ϵsh = in/in Modulus elastisitas baja prestress (strand) Es = kpa Es = Psi Metode bergantung pada waktu, waktu 7 hari sampai pemberian prategang t = 7 hari ϵsh,t = (t/ (35*t))* ϵsh = in/in IV - 49

50 fpsh = ϵsh,t * Es = Psi Es = kpa SH = kn Kehilangan Tegangan Akibat Pengaruh Rangkak (Creep) Modulus elastisitas baja prestress (strand) Es = kpa Regangan elastis Ɛce = fpy / Es = m Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m 2 Luas tampang box grider A = 5.9 m 2 Jarak titik berat tendon terhadap titik berat box girder es = m Tahanan momen sisi atas Wa = Ix / Ya = m 3 Tegangan beton pada posisi baja prategang P = kn σc = (P/A) + (P.e/W) = kpa CR = kn Kehilangan Tegangan Akibat Relaksasi Baja Prategang (Relaxation Of Tendon) Kuat tarik baja prategang fpu = kpa Tegangan leleh baja prategang fpy = kpa Gaya prategang awal fpi = 0.82 fpy = kpa >0.74 fpu = kpa OK fpi/fpu = 0.70 Faktor relaksasi yang besarnya tergantung jenis baja prategang C = 0.75 Koefisien relaksasi, berkisar N/mm2 Kre = 138 mpa Kre = kpa Faktor waktu, berkisar antara J = 0.15 Kehilangan tegangan akibat susut (shringkage) fpsh = kpa IV - 50

51 Kehilangan tegangan akibat rangkak (creep) σc = kpa Kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis σpe = kpa Kehilangan gaya prategang akibat relaksasi tendon Metode ACI-ASCE fpr = (Kre - J ( fpsh + σc + σpe)) * C = kpa Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m2 fpr = kn Tabel IV-9 Tabel kehilangan tegangan prategang tinjauan 3 No Gaya (kn) %UTS Loss of Prestress 1 Pj Anchorage friction Po Jacking 2 Pc Jack friction 3 Pa Anchoring 4 Px Elastic shorthening 5 Ps Shrinkage 6 Pr Creep 7 Prlx Relaxation of Tendon loss of prestress % Tegangan yang terjadi pada tendon Peff / At = kpa Tegangan ijin tendon 0.7 * fpu = kpa OK IV - 51

52 Loss of Prestress Pj Po Pc Pa Px Ps Pr Prlx Gambar IV- 33 Grafik loss of prestress tinjauan 3 Tinjauan 4 Kehilangan Tegangan Akibat Gesekan Angkur (Anchorage Friction) Gaya prestress akibat jacking (jacking force) Pj = kN Kehilangan gaya akibat gesekan angkur diperhitungkan sebesar 3% dari gaya prestress akibat jacking Po = 97% * Pj = kN Kehilangan Tegangan Akibat Gesekan Kabel (Jack Friction) Panjang bentang L = 15 m Sudut lintasan tendon dari ujung ke tengah : αab = 0 rad αbc = 0 rad Perubahan sudut total lintasan tendon, α = αab + αbc = 0 rad Dari tabel PCI didapat Koefisien gesek, μ = 0.2 Dari tabel PCI didapat Koefisien wobble, β = IV - 52

53 Gaya Prestress akibat jacking setelah memperhitungkan loss of prestress akibat jack friction Po = kn Loss of Prestress akibat gesekan kabel Pc = Po (μα + KL) = kn Kehilangan Tegangan Akibat Pemendekan Elastis (Elastic Shortening) Jarak titik berat tendon terhadap titik berat box girder es = m Momen Inersia tampang box girder Ix = 5.54 m 4 Luas tampang box grider A = 5.9 m 2 Modulus elastisitas box girder Ec = kpa Modulus elastisitas baja prestress (strand) Es = kpa Jumlah total strands ns = 114 Luas tampang nominal satu strands Ast = m 2 Beban putus satu strands Pbs = 230 kn Momen M = knm Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m 2 Modulus ratio antara strands dengan box girder n = Es/Ec = Jari jari inersia penampang box girder i = (Ix/A) = m Ke = At / A * ( 1 + es 2 / i 2 ) = Tegangan baja prestress sebelum loss of prestress σpi = ns * Pbs / At = kpa Kehilangan tegangan pada baja oleh regangan elastik dengan pengaruh berat sendiri σpe' = σpi * n * Ke / (1 + n*ke) = kpa Tegangan beton pada level bajanya oleh pengaruh gaya prestress σbt = σpe' / n - M balok * es / Ix = kpa Kehilangan tegangan pada baja oleh regangan elastik tanpa pengaruh berat sendiri σpe = 1/2 * n * σbt = kpa IV - 53

54 Loss of Presress akibat pemendekan elastis : Pe = σpe * At = kn Kehilangan Tegangan Akibat Pengangkuran (Anchoring) Panjang tarik masuk (berkisar antara 2-7 mm) diambil 6 mm L = m Modulus elastis baja prestress Es = kpa Luas tampang tendon baja prestress At = ns*ast = m 2 Loss of Prestress akibat gesekan angkur Po = kn Loss of Prestress akibat gesekan kabel Px = kn Jarak dari ujung ke tengah bentang Lx = 7.5 m Kemiringan diagram gaya m = tanω = (Po-Px)/Lx = kn/m Jarak pengaruh kritis slip angkur dari ujung Lmax = ( L * Es * At / m) = m Loss of Prestress akibat angkur : P = 2*Lmax*(tanω) = kn Kehilangan Tegangan Akibat Pengaruh Susut (Shringkage) Nilai Ksh, dari tabel PCI didapat sebesar = 0.77 Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m 2 Nilai rata-rata regangan susut ϵsh = in/in Modulus elastisitas baja prestress (strand) Es = kpa Es = Psi Metode bergantung pada waktu, waktu 7 hari sampai pemberian prategang t = 7 hari ϵsh,t = (t/ (35*t))* ϵsh = in/in fpsh = ϵsh,t * Es = Psi Es = kpa SH = kn IV - 54

55 Kehilangan Tegangan Akibat Pengaruh Rangkak (Creep) Modulus elastisitas baja prestress (strand) Es = kpa Regangan elastis Ɛce = fpy / Es = m Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m 2 Luas tampang box grider A = 5.9 m 2 Jarak titik berat tendon terhadap titik berat box girder es = m Tahanan momen sisi atas Wa = Ix / Ya = m 3 Tegangan beton pada posisi baja prategang P = kn σc = (P/A) + (P.e/W) = kpa CR = kn Kehilangan Tegangan Akibat Relaksasi Baja Prategang (Relaxation Of Tendon) Kuat tarik baja prategang fpu = kpa Tegangan leleh baja prategang fpy = kpa Gaya prategang awal fpi = 0.82 fpy = kpa >0.74 fpu = kpa OK fpi/fpu = 0.70 Faktor relaksasi yang besarnya tergantung jenis baja prategang C = 0.75 Koefisien relaksasi, berkisar N/mm2 Kre = 138 mpa Kre = kpa Faktor waktu, berkisar antara J = 0.15 Kehilangan tegangan akibat susut (shringkage) fpsh = kpa Kehilangan tegangan akibat rangkak (creep) σc = kpa Kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis σpe = kpa IV - 55

56 Kehilangan gaya prategang akibat relaksasi tendon Metode ACI-ASCE fpr = (Kre - J ( fpsh + σc + σpe)) * C = kpa Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m2 fpr = kn Tabel IV-10 Tabel kehilangan tegangan prategang tinjauan 4 No Gaya (kn) %UTS Loss of Prestress 1 Pj Anchorage friction Po Jacking 2 Pc Jack friction 3 Pa Anchoring 4 Px Elastic shorthening 5 Ps Shrinkage 6 Pr Creep 7 Prlx Relaxation of Tendon loss of prestress 7.38 % Tegangan yang terjadi pada tendon Peff / At = kpa Tegangan ijin tendon 0.7 * fpu = kpa OK Loss of Prestress Pj Po Pc Pa Px Ps Pr Prlx Gambar IV-34 Grafik loss of prestress tinjauan 4 IV - 56

57 Tinjauan 5 Kehilangan Tegangan Akibat Gesekan Angkur (Anchorage Friction) Gaya prestress akibat jacking (jacking force) Pj = kN Kehilangan gaya akibat gesekan angkur diperhitungkan sebesar 3% dari gaya prestress akibat jacking Po = 97% * Pj = kN Kehilangan Tegangan Akibat Gesekan Kabel (Jack Friction) Panjang bentang L = 25 m Sudut lintasan tendon dari ujung ke tengah : αab = 0 rad αbc = 0 rad Perubahan sudut total lintasan tendon, α = αab + αbc = 0 rad Dari tabel PCI didapat Koefisien gesek, μ = 0.2 Dari tabel PCI didapat Koefisien wobble, β = Gaya Prestress akibat jacking setelah memperhitungkan loss of prestress akibat jack friction Po = kn Loss of Prestress akibat gesekan kabel Pc = Po (μα + KL) = kn Kehilangan Tegangan Akibat Pemendekan Elastis (Elastic Shortening) Jarak titik berat tendon terhadap titik berat box girder es = m Momen Inersia tampang box girder Ix = 5.54 m 4 Luas tampang box grider A = 5.9 m 2 Modulus elastisitas box girder Ec = kpa Modulus elastisitas baja prestress (strand) Es = kpa Jumlah total strands ns = 114 Luas tampang nominal satu strands Ast = m 2 IV - 57

58 Beban putus satu strands Pbs = 230 kn Momen M = knm Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m 2 Modulus ratio antara strands dengan box girder n = Es/Ec = Jari jari inersia penampang box girder i = (Ix/A) = m Ke = At / A * ( 1 + es 2 / i 2 ) = Tegangan baja prestress sebelum loss of prestress σpi = ns * Pbs / At = kpa Kehilangan tegangan pada baja oleh regangan elastik dengan pengaruh berat sendiri σpe' = σpi * n * Ke / (1 + n*ke) = kpa Tegangan beton pada level bajanya oleh pengaruh gaya prestress σbt = σpe' / n - M balok * es / Ix = kpa Kehilangan tegangan pada baja oleh regangan elastik tanpa pengaruh berat sendiri σpe = 1/2 * n * σbt = kpa Loss of Presress akibat pemendekan elastis : Pe = σpe * At = kn Kehilangan Tegangan Akibat Pengangkuran (Anchoring) Panjang tarik masuk (berkisar antara 2-7 mm) diambil 6 mm L = m Modulus elastis baja prestress Es = kpa Luas tampang tendon baja prestress At = ns*ast = m 2 Loss of Prestress akibat gesekan angkur Po = kn Loss of Prestress akibat gesekan kabel Px = kn Jarak dari ujung ke tengah bentang Lx = 12.5 m Kemiringan diagram gaya m = tanω = (Po-Px)/Lx = kn/m Jarak pengaruh kritis slip angkur dari ujung IV - 58

59 Lmax = ( L * Es * At / m) = m Loss of Prestress akibat angkur : P = 2*Lmax*(tanω) = kn Kehilangan Tegangan Akibat Pengaruh Susut (Shringkage) Nilai Ksh, dari tabel PCI didapat sebesar = 0.77 Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m 2 Nilai rata-rata regangan susut ϵsh = in/in Modulus elastisitas baja prestress (strand) Es = kpa Es = Psi Metode bergantung pada waktu, waktu 7 hari sampai pemberian prategang t = 7 hari ϵsh,t = (t/ (35*t))* ϵsh = in/in fpsh = ϵsh,t * Es = Psi Es = kpa SH = kn Kehilangan Tegangan Akibat Pengaruh Rangkak (Creep) Modulus elastisitas baja prestress (strand) Es = kpa Regangan elastis Ɛce = fpy / Es = m Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m 2 Luas tampang box grider A = 5.9 m 2 Jarak titik berat tendon terhadap titik berat box girder es = m Tahanan momen sisi atas Wa = Ix / Ya = m 3 Tegangan beton pada posisi baja prategang P = kn σc = (P/A) + (P.e/W) = kpa CR = kn IV - 59

60 Kehilangan Tegangan Akibat Relaksasi Baja Prategang (Relaxation Of Tendon) Kuat tarik baja prategang fpu = kpa Tegangan leleh baja prategang fpy = kpa Gaya prategang awal fpi = 0.82 fpy = kpa >0.74 fpu = kpa OK fpi/fpu = 0.70 Faktor relaksasi yang besarnya tergantung jenis baja prategang C = 0.75 Koefisien relaksasi, berkisar N/mm2 Kre = 138 mpa Kre = kpa Faktor waktu, berkisar antara J = 0.15 Kehilangan tegangan akibat susut (shringkage) fpsh = kpa Kehilangan tegangan akibat rangkak (creep) σc = kpa Kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis σpe = kpa Kehilangan gaya prategang akibat relaksasi tendon Metode ACI-ASCE fpr = (Kre - J ( fpsh + σc + σpe)) * C = kpa Luas tampang tendon baja prestress At = ns * Ast = m2 fpr = kn Tabel IV-11 Tabel kehilangan tegangan prategang tinjauan 5 No Gaya (kn) %UTS Loss of Prestress 1 Pj Anchorage friction Po Jacking 2 Pc Jack friction 3 Pa Anchoring 4 Px Elastic shorthening 5 Ps Shrinkage 6 Pr Creep 7 Prlx Relaxation of Tendon loss of prestress 7.84 % IV - 60

61 Tegangan yang terjadi pada tendon Peff / At = kpa Tegangan ijin tendon 0.7 * fpu = kpa OK Loss of Prestress Pj Po Pc Pa Px Ps Pr Prlx Gambar IV-35 Grafik loss of prestress tinjauan 5 IV - 61

62 4.6 Kontrol Tegangan Launching Stage after Loss of Prestress Setelah terjadi kehilangan gaya prategang, dilakukan analisa kontrol tegangan sesudah baja prategang mengalami berbagai kehilangan gaya. Tegangan total yang terjadi tidak boleh melebihi batas yang sudah ditentukan. MATERIAL PROPERTIES Mutu Beton, K = 725 Kuat Tekan Beton fc' = 0.83 * K / 10 = mpa Kuat Tekan Beton pada saat transfer fci' = 0.8 * fc' = 48.1 mpa Tegangan ijin beton saat penarikan : (SNI ) 1. Tegangan Ijin Tekan = 0.6*fci' = kpa 2. Tegangan Ijin Tarik = 0.25* fc' = kpa Tegangan ijin beton keadaan akhir : (SNI ) 1. Tegangan Ijin Tekan = 0.6* fci' = kpa 2. Tegangan Ijin Tarik = 0.5* fc' = kpa Kontrol Tegangan Tinjauan 1 & 4 LOCATION 1 Momen M = knm Gaya Prategang awal Pt = kn Mutu Beton, K = 725 fc' = 0.83 * K * 100 = fci' = 0.8 * fc' = kpa kpa Wa = m 3 IV - 62

63 Wb = m 3 yb = ya = m m A = 5.9 m 2 Z0 = es = ya - Z0 = m m Tegangan di serat atas (persamaan 1) kpa kpa Tegangan di serat bawah (persamaan 2) kpa kpa LOCATION 4 Momen M = knm Gaya Prategang awal Pt = kn Mutu Beton, K = 725 fc' = 0.83 * K * 100 = fci' = 0.8 * fc' = kpa kpa Wa = m 3 Wb = m 3 yb = ya = m m A = 5.9 m 2 Z0 = m es = yb - Z0 = m IV - 63

64 Tegangan di serat atas (persamaan 1) kpa kpa Tegangan di serat bawah (persamaan 2) kpa kpa Kontrol Tegangan Total Tinjauan 1&4 Tegangan total yang terjadi akibat gaya prategang ditotal dengan tegangan yang terjadi akibat gaya momen. Tabel IV-12 Tabel Kontrol Tegangan Tinjauan 1&4 after loss of prestress Serat Atas Bawah Tendon atas Tendon bawah Tegangan total Momen tendon atas Momen tendon bawah Kontrol tegangan momen negativ Tegangan Izin OK OK Kontrol tegangan momen positiv Tegangan Izin OK OK Dari perhitungan kontrol tegangan, tegangan total yang terjadi tidak melebihi batas tegangan izin. IV - 64

65 Kontrol Tegangan Tinjauan 2 & 5 LOCATION 2 Momen M = knm Gaya Prategang awal Pt = kn Mutu Beton, K = 725 fc' = 0.83 * K * 100 = fci' = 0.8 * fc' = kpa kpa Wa = m 3 Wb = m 3 yb = ya = m m A = 5.9 m 2 Z0 = es = ya - Z0 = m m Tegangan di serat atas (persamaan 1) kpa kpa Tegangan di serat bawah (persamaan 2) kpa kpa LOCATION 5 Momen M = knm Gaya Prategang awal Pt = kn Mutu Beton, K = 725 fc' = 0.83 * K * 100 = kpa IV - 65

66 fci' = 0.8 * fc' = kpa Wa = m 3 Wb = m 3 yb = ya = m m A = 5.9 m 2 Z0 = m es = yb - Z0 = m Tegangan di serat atas (persamaan 1) kpa kpa Tegangan di serat bawah (persamaan 2) kpa kpa Kontrol Tegangan Total Tinjauan 2&5 Tegangan total yang terjadi akibat gaya prategang ditotal dengan tegangan yang terjadi akibat gaya momen. IV - 66

67 Tabel IV-13 Tabel Kontrol Tegangan Tinjauan 2&5 after loss of prestress Serat Atas Bawah Tendon atas Tendon bawah Tegangan total Momen tendon atas Momen tendon bawah Kontrol tegangan momen negativ Tegangan Izin OK OK Kontrol tegangan momen positiv Tegangan Izin OK OK Dari perhitungan kontrol tegangan, tegangan total yang terjadi tidak melebihi batas tegangan izin. Kontrol Tegangan Tinjauan 3 & 5 LOCATION 3 Momen M = knm Gaya Prategang awal Pt = kn Mutu Beton, K = 725 fc' = 0.83 * K * 100 = fci' = 0.8 * fc' = kpa kpa Wa = m 3 Wb = m 3 yb = ya = m m IV - 67

68 A = 5.9 m 2 Z0 = es = ya - Z0 = m m Tegangan di serat atas (persamaan 1) kpa kpa Tegangan di serat bawah (persamaan 2) kpa kpa LOCATION 5 Momen M = knm Gaya Prategang awal Pt = kn Mutu Beton, K = 725 fc' = 0.83 * K * 100 = fci' = 0.8 * fc' = kpa kpa Wa = m 3 Wb = m 3 yb = ya = m m A = 5.9 m 2 Z0 = m es = yb - Z0 = m Tegangan di serat atas (persamaan 1) kpa kpa IV - 68

69 Tegangan di serat bawah (persamaan 2) kpa kpa Kontrol Tegangan Total Tinjauan 3&5 Tegangan total yang terjadi akibat gaya prategang ditotal dengan tegangan yang terjadi akibat gaya momen. Tabel IV-14 Tabel Kontrol Tegangan Tinjauan 3&5 after loss of prestress Serat Atas Bawah Tendon atas Tendon bawah Tegangan total Momen tendon atas Momen tendon bawah Kontrol tegangan momen negativ Tegangan Izin OK OK Kontrol tegangan momen positiv Tegangan Izin OK OK Dari perhitungan kontrol tegangan, tegangan total yang terjadi tidak melebihi batas tegangan izin. IV - 69

70 4.7 Kontrol Lendutan Lendutan akibat tendon prategang Tendon Flange Atas Peff = kn es = m Ec = kpa Ix = 5.54 m4 L = 15 m Qpt = 8 * Pt * es / L2 = δ = 5/384 * Qpt * L4 / ( Ec * Ix ) = Arah lendutan : kn/m m Atas Tendon Flange bawah Peff = kn es = m Ec = kpa Ix = 5.54 m4 L = 15 m Qpt = 8 * Pt * es / L2 = δ = 5/384 * Qpt * L4 / ( Ec * Ix ) = Arah lendutan : kn/m m Atas Lendutan akibat tendon prategang total saat proses launching sebesar = m. Lendutan akibat gaya prategang kemudian dijumlahkan dengan lendutan yang terjadi saat proses peluncuran dan tidak boleh melebihi syarat L/250. Lendutan saat proses peluncuran adalah hasil output dari program SAP2000 v16.00 Ultimate. Tiap proses peluncuran dilakukan kontrol lendutan. IV - 70

71 Dari output hasil SAP2000 dan perhitungan, lendutan yang terjadi selama launching stage & lendutan akibat gaya prategang didapat hasil sebagai berikut : 1. Lendutan kritis yang terjadi pada staging 1 = m 2. Lendutan kritis yang terjadi pada staging 2 = m 3. Lendutan kritis yang terjadi pada staging 3 = m 4. Lendutan kritis yang terjadi pada staging 4 = m 5. Lendutan kritis yang terjadi pada staging 5 = m 6. Lendutan kritis yang terjadi pada staging 6 = m 7. Lendutan kritis yang terjadi pada staging 7 = m Lendutan kritis yang terjadi tiap staging diatas sudah ditambahkan dengan lendutan yang terjadi akibat gaya prategang. Dari Output diatas dapat disimpulkan bahwa lendutan masih dalam batas lendutan izin L/250 = 0.16 m. Output secara lengkap dan keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran Kontrol Lendutan Launching Stage. IV - 71

72 4.8 Kapasitas Momen Ultimit Dilakukan analisa besarnya kapasitas momen ultimate dalam menahan besarnya gaya momen yang terjadi akibat beban sendiri box girder dan launching nose. Kapasitas momen ultimit top flange tendon dijumlahkan dengan bottome flange tendon setelah itu dibandingkan dengan momen akibat beban. Kapasitas momen ultimit harus lebih besar daripada momen akibat beban. Kapasitas Momen Bottom Flange Tendon Modulus elastis strands ASTM A-416 Grade 270 Es = kpa Jumlah total strands ns = 114 buah Luas tampang nominal satu strands Ast = m 2 Tegangan leleh tendon baja prategang fpy = kpa Luas tampang tendon baja prestress Aps = ns * Ast = m 2 Mutu beton: K fc' = 0.83*K*100 = kpa Gambar IV-36 diagram regangan dan gaya-gaya akibat bottom flange tendon B1 = m t1 = 0.3 m B2 = m t2 = 0.3 m Kuat leleh baja prategang (fps) pada keadaan ultimit, ditetapkan sebagai berikut : Untuk nilai L / H 35 : fps = feff fc' / ( 100 * ρρ ) Psi < feff Psi (ACI 318) IV - 72

73 fps = feff fc' / ( 100 * ρρ ) Psi < 0.9 * fpy (ACI 318) Tinggi box girder H = 2.6 m Panjang bentang balok, L = 50 m Gaya prestress efektif (setelah loss of prestress) Peff = kn Tegangan efektif baja prategang feff = Peff / Aps = kpa Luas penampang bruto box girder A = 5.9 m 2 Rasio luas penampang baja prategang ρρ = Aps / A = Untuk nilai L / H 35 : fps = feff* fc'*10-3/( 100 * ρρ ) = Mpa fps = kpa < feff Mpa = kpa OK 0.9*fpy = kpa OK β1 = 0.85 untuk fc' 30 Mpa β1 = * ( fc' - 30)/7 untuk fc' > 30 Mpa β1 harus 0.65 untuk, fc' = Mpa maka nilai, β1 = * ( fc' - 30)/7 = Gaya internal tendon baja prategang Tps = Aps * fps = kn IV - 73

74 Untuk garis terletak di sisi bawah plat atas, maka gaya internal tekan beton, Cc1 = 0.85 * fc' * B1*t1 + B2*t2 = kn Cc1 > Tps maka garis netral berada di dalam plat atas B = B1 + 2*B2 = m d = ya + es = m a = Aps * fps / ( 0.85 * fc' * B ) = m Momen nominal Mn = Aps * fps ( d - a/2 ) = knm Faktor reduksi kekuatan lentur ɸ = 0.8 Kapasitas momen ultimit box girder prategang Muk = ɸ * Mn = knm Kapasitas Momen Top Flange Tendon Modulus elastis strands ASTM A-416 Grade 270 Es = kpa Jumlah total strands ns = 114 buah Luas tampang nominal satu strands Ast = m 2 Tegangan leleh tendon baja prategang fpy = kpa Luas tampang tendon baja prestress Aps = ns * Ast = m 2 Mutu beton: K fc' = 0.83*K*100 = kpa IV - 74

75 Gambar IV-37 diagram regangan dan gaya-gaya akibat top flange B1 = m t1 = 0.3 m B2 = m t2 = 0.3 m Kuat leleh baja prategang (fps) pada keadaan ultimit, ditetapkan sebagai berikut : Untuk nilai L / H 35 : fps = feff fc' / ( 100 * ρρ ) Psi < feff Psi (ACI 318) fps = feff fc' / ( 100 * ρρ ) Psi < 0.9 * fpy (ACI 318) Tinggi box girder H = 2.6 m Panjang bentang balok, L = 50 m Gaya prestress efektif (setelah loss of prestress) Peff = kn Tegangan efektif baja prategang feff = Peff / Aps = kpa Luas penampang bruto box girder A = 5.9 m 2 Rasio luas penampang baja prategang ρρ = Aps / A = Untuk nilai L / H 35 : fps = feff* fc'*10-3/( 100 * ρρ ) = Mpa IV - 75

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 47 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengumpulan Data Data-data yang diasumsikan dalam penelitian ini adalah geometri struktur, jenis material, dan properti penampang I girder dan T girder. Berikut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian tugas akhir ini adalah balok girder pada Proyek Jembatan Srandakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian tugas akhir ini adalah balok girder pada Proyek Jembatan Srandakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian tugas akhir ini adalah balok girder pada Proyek Jembatan Srandakan yang merupakan jembatan beton prategang tipe post tension. 3.2. Lokasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA

LAMPIRAN 1. DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA LAMPIRAN 1 DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA LAMPIRAN 2 PERINCIAN PERHITUNGAN PEMBEBANAN PADA JEMBATAN 4.2 Menghitung Pembebanan pada Balok Prategang 4.2.1 Penentuan Lebar Efektif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan air atau jalan lalu lintas biasa, lembah yang dalam, alur sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan air atau jalan lalu lintas biasa, lembah yang dalam, alur sungai 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jembatan Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain berupa jalan air

Lebih terperinci

ANALISIS GELAGAR PRESTRESS PADA PERENCANAAN JEMBATAN AKSES PULAU BALANG I MENGGUNAKAN SOFTWARE SAP 2000 v.14

ANALISIS GELAGAR PRESTRESS PADA PERENCANAAN JEMBATAN AKSES PULAU BALANG I MENGGUNAKAN SOFTWARE SAP 2000 v.14 ANALISIS GELAGAR PRESTRESS PADA PERENCANAAN JEMBATAN AKSES PULAU BALANG I MENGGUNAKAN SOFTWARE SAP 2000 v.14 Dwi Harmono, Rully Irawan, Widarto Sutrisno Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

3.3. BATASAN MASALAH 3.4. TAHAPAN PELAKSANAAN Tahap Permodelan Komputer

3.3. BATASAN MASALAH 3.4. TAHAPAN PELAKSANAAN Tahap Permodelan Komputer 4) Layout Pier Jembatan Fly Over Rawabuaya Sisi Barat (Pier P5, P6, P7, P8), 5) Layout Pot Bearing (Perletakan) Pada Pier Box Girder Jembatan Fly Over Rawabuaya Sisi Barat, 6) Layout Kabel Tendon (Koordinat)

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Metodologi Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini, terdapat urutan langkah-langkah penelitian secara sistematis sehingga penelitian dapat terlaksana dengan baik. Adapun

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS FLY OVER SIMPANG BANDARA TANJUNG API-API, DENGAN STRUKTUR PRECAST CONCRETE U (PCU) GIRDER. Laporan Tugas Akhir

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS FLY OVER SIMPANG BANDARA TANJUNG API-API, DENGAN STRUKTUR PRECAST CONCRETE U (PCU) GIRDER. Laporan Tugas Akhir PERANCANGAN STRUKTUR ATAS FLY OVER SIMPANG BANDARA TANJUNG API-API, DENGAN STRUKTUR PRECAST CONCRETE U (PCU) GIRDER Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS

PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS Tugas Akhir Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun Oleh: ULIL RAKHMAN

Lebih terperinci

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR RAMOT DAVID SIALLAGAN

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR RAMOT DAVID SIALLAGAN DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil Disusun

Lebih terperinci

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori BAB II Dasar Teori 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya beberapa rintangan seperti lembah yang dalam, alur

Lebih terperinci

BAB III FORMULASI PERENCANAAN

BAB III FORMULASI PERENCANAAN III - 1 BAB III FORMULASI PERENCANAAN 3.1. Dasar Perencanaan Beton Prategang Pada penelitian lanjutan ini, dasar formulasi perencanaan yang akan digunakan dalam penulisan listing pemrograman juga mencakup

Lebih terperinci

TEGANGAN TEGANGAN IZIN MAKSIMUM DI BETON DAN TENDON MENURUT ACI Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb.

TEGANGAN TEGANGAN IZIN MAKSIMUM DI BETON DAN TENDON MENURUT ACI Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb. TEGANGAN TEGANGAN IZIN MAKSIMUM DI BETON DAN TENDON MENURUT ACI Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb. : 1. Kondisi pada saat transfer gaya prategang awal dengan beban

Lebih terperinci

DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN

DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN TUGAS AKHIR DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN STUDI KASUS JEMBATAN LAYANG TENDEAN BLOK M CILEDUK Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjan Teknik Strata

Lebih terperinci

Immediate Loss. Immediate Loss = P j - P i (1.9) Dimana P i = gaya pra-tegang awal yang bekerja pada beton, = initial

Immediate Loss. Immediate Loss = P j - P i (1.9) Dimana P i = gaya pra-tegang awal yang bekerja pada beton, = initial Loss of Prestress Immediate Loss Pada saat tendon ditarik oleh jack gaya ra-tegang yang akan dibaca adalah P j, setelah P j ditransfer ada beton sebagian tegangan hilang (immediate losses) sebagai berikut

Lebih terperinci

KAJIAN EFISIENSI BULB-TEE SHAPE AND HALF SLAB GIRDER DENGAN BLISTER TUNGGAL TERHADAP PC-I GIRDER

KAJIAN EFISIENSI BULB-TEE SHAPE AND HALF SLAB GIRDER DENGAN BLISTER TUNGGAL TERHADAP PC-I GIRDER KAJIAN EFISIENSI BULB-TEE SHAPE AND HALF SLAB GIRDER DENGAN BLISTER TUNGGAL Edison Leo 1, Nur Agung M.H. 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara edisonleo41@gmail.com 2 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA (STUDI PARAMETRIK)

BAB IV ANALISIS DATA (STUDI PARAMETRIK) BAB IV ANALISIS DATA (STUDI PARAMETRIK) 4-1. Pengenalan Awal Dan Notasi Pada bagian akan dikaji lebih dalam pengaruh parameter parameter terkait yang telah ditentukan (suhu, kelembapan dan umur beton pada

Lebih terperinci

MODIFIKASI STRUKTUR JEMBATAN BOX GIRDER SEGMENTAL DENGAN SISTEM KONSTRUKSI BETON PRATEKAN (STUDI KASUS JEMBATAN Ir. SOEKARNO MANADO SULAWESI UTARA)

MODIFIKASI STRUKTUR JEMBATAN BOX GIRDER SEGMENTAL DENGAN SISTEM KONSTRUKSI BETON PRATEKAN (STUDI KASUS JEMBATAN Ir. SOEKARNO MANADO SULAWESI UTARA) MODIFIKASI STRUKTUR JEMBATAN BOX GIRDER SEGMENTAL DENGAN SISTEM KONSTRUKSI BETON PRATEKAN (STUDI KASUS JEMBATAN Ir. SOEKARNO MANADO SULAWESI UTARA) Hafizhuddin Satriyo W, Faimun Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel 3.1 Koefisien-koefisien gesekan untuk tendon pascatarik

DAFTAR TABEL. Tabel 3.1 Koefisien-koefisien gesekan untuk tendon pascatarik DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Koefisien-koefisien gesekan untuk tendon pascatarik... 33 Tabel 3.2 Nilai K sh untuk komponen struktur pasca-tarik... 37 Tabel 3.3 Nilai-nilai K re dan J... 38 Tabel 3.4 Nilai C...

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN PERILAKU JEMBATAN I GIRDER DAN U GIRDER AKIBAT PEMBEBANAN JEMBATAN (STUDI KASUS: FLYOVER PETERONGAN, JOMBANG JAWA TIMUR)

STUDI PERBANDINGAN PERILAKU JEMBATAN I GIRDER DAN U GIRDER AKIBAT PEMBEBANAN JEMBATAN (STUDI KASUS: FLYOVER PETERONGAN, JOMBANG JAWA TIMUR) STUDI PERBANDINGAN PERILAKU JEMBATAN I GIRDER DAN U GIRDER AKIBAT PEMBEBANAN JEMBATAN (STUDI KASUS: FLYOVER PETERONGAN, JOMBANG JAWA TIMUR) Wanda Heryudiasari dan Sjahril A. Rahim Departemen Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Untuk mendukung pembahasan yang berkaitan dengan proposal ini, Perancangan Jembatan Box Girder di JLNT Antasari-Blok M, Jakarta Selatan, maka

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER Oleh : Fajar Titiono 3105.100.047 PENDAHULUAN PERATURAN STRUKTUR KRITERIA DESAIN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

Modifikasi Jembatan Lemah Ireng-1 Ruas Tol Semarang-Bawen dengan Girder Pratekan Menerus Parsial

Modifikasi Jembatan Lemah Ireng-1 Ruas Tol Semarang-Bawen dengan Girder Pratekan Menerus Parsial JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 Modifikasi Jembatan Lemah Ireng-1 Ruas Tol Semarang-Bawen dengan Girder Pratekan Menerus Parsial Ahmad Basshofi Habieb dan I Gusti Putu Raka Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014 REDESAIN PRESTRESS (POST-TENSION) BETON PRACETAK I GIRDER ANTARA PIER 4 DAN PIER 5, RAMP 3 JUNCTION KUALANAMU Studi Kasus pada Jembatan Fly-Over Jalan Toll Medan-Kualanamu TUGAS AKHIR Adriansyah Pami Rahman

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERMODELAN

BAB III ANALISA PERMODELAN BAB III ANALISA PERMODELAN III.1 Pemodelan Struktur Pada tugas akhir ini, akan direncanakan suatu rangka bidang portal statis tak tentu yang disimulasikan sebagai salah satu rangka dari struktur bangunan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PRECAST CONCRETE I GIRDER PADA JEMBATAN PRESTRESSED POST-TENSION DENGAN BANTUAN PROGRAM MICROSOFT OFFICE EXCEL

PERENCANAAN PRECAST CONCRETE I GIRDER PADA JEMBATAN PRESTRESSED POST-TENSION DENGAN BANTUAN PROGRAM MICROSOFT OFFICE EXCEL PERENCANAAN PRECAST CONCRETE I GIRDER PADA JEMBATAN PRESTRESSED POST-TENSION DENGAN BANTUAN PROGRAM MICROSOFT OFFICE EXCEL Dini Fitria Annur1 dan Johannes Tarigan 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN JEMBATAN SRANDAKAN KULON PROGO D.I. YOGYAKARTA [C]2008:MNI-EC A. DATA SLAB LANTAI JEMBATAN b2 b1 b3 b1 b2 trotoar (tebal = tt) aspal (tebal = ta) slab (tebal = ts) ts ta

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diselesaikan pada semester VIII,

KATA PENGANTAR. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diselesaikan pada semester VIII, KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunianya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penganalisaan ini adalah Analisis

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR UTAMA Pre-Elemenary Desain Uraian Kondisi Setempat Alternatif Desain

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR UTAMA Pre-Elemenary Desain Uraian Kondisi Setempat Alternatif Desain DAFTAR ISI Abstrak... i Kata Pengantar... v Daftar Isi... vii Daftar Tabel... xii Daftar Gambar... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 4 1.3 Maksud dan Tujuan...

Lebih terperinci

ANALISIS DAN DESAIN END BLOCK BALOK BETON PRATEGANG DENGAN MODEL PENUNJANG DAN PENGIKAT (STRUT AND TIE MODEL) ABSTRAK

ANALISIS DAN DESAIN END BLOCK BALOK BETON PRATEGANG DENGAN MODEL PENUNJANG DAN PENGIKAT (STRUT AND TIE MODEL) ABSTRAK ANALISIS DAN DESAIN END BLOCK BALOK BETON PRATEGANG DENGAN MODEL PENUNJANG DAN PENGIKAT (STRUT AND TIE MODEL) Irfiani Fauzia NRP : 1021050 Pembimbing: Winarni Hadipratomo, Ir. ABSTRAK Strut and tie model

Lebih terperinci

2.2 Desain Pendahuluan Penampang Beton Prategang 5

2.2 Desain Pendahuluan Penampang Beton Prategang 5 DAFTAR ISF Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAKSI MOTTO DAFTAR ISI j iii iv v DAFTAR GAMBAR,x DAFTAR ISTILAH DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN x X1 xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definifisi Beton Prategang Beton prategang adalah beton yang mengalami tegangan internal dengan besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas

Lebih terperinci

PERENCANAAN BETON PRATEGANG PADA PORTAL SINGLE BEAM MENGACU KEPADA EUROCODE 2 : DESIGN OF CONCRETE STRUCTURE DANIEL DIANTO A

PERENCANAAN BETON PRATEGANG PADA PORTAL SINGLE BEAM MENGACU KEPADA EUROCODE 2 : DESIGN OF CONCRETE STRUCTURE DANIEL DIANTO A PERENCANAAN BETON PRATEGANG PADA PORTAL SINGLE BEAM MENGACU KEPADA EUROCODE 2 : DESIGN OF CONCRETE STRUCTURE TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana

Lebih terperinci

PERHITUNGAN JEMBATAN LAYANG (FLYOVER) DENGAN TIPE BOX GIRDER

PERHITUNGAN JEMBATAN LAYANG (FLYOVER) DENGAN TIPE BOX GIRDER PERHITUNGAN JEMBATAN LAYANG (FLYOVER) DENGAN TIPE BOX GIRDER BETON PRATEGANG (PRESTRESSED CONCRETE) UNTUK PERTEMUANJALAN MAYOR ALIANYANG DAN JALAN SOEKARNO-HATTA KABUPATEN KUBU RAYA Wiratama Adi Prasetya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Bagan Alir Mulai Studi Literatur Segmental Box Girder Metode Span by Span Perencanaan Awal Dimensi Segmental Box Girder Pembebanan Melintang Jembatan Desain Penulangan

Lebih terperinci

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Insitut Teknologi Sepuluh Nopember 2014

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Insitut Teknologi Sepuluh Nopember 2014 TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN GRINDULU KABUPATEN PACITAN DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEFER Senin, 30 Juni 2014 Oleh : Dimas Eka Budi Prasetio (3110 100 087) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

MATERIAL BETON PRATEGANG BY : RETNO ANGGRAINI, ST. MT

MATERIAL BETON PRATEGANG BY : RETNO ANGGRAINI, ST. MT MATERIAL BETON PRATEGANG BY : RETNO ANGGRAINI, ST. MT Beton dgn Metode prategang merupakan material penggabungan beton dan baja yang saling bekerja sama. Untuk mewujudkan kerjasama yang cukup baik pada

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSEMBAHAN»> KATA PENGANTAR DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSEMBAHAN»> KATA PENGANTAR DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN l n LEMBAR PERSEMBAHAN»> KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN iv vi xi xiv xvi xvii ABSTRAKSI

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. L.1 Pengumpulan Data Struktur Bangunan 63 L.2 Perhitungan Gaya Dalam Momen Balok 65 L.3 Stressing Anchorage VSL Type EC 71

DAFTAR LAMPIRAN. L.1 Pengumpulan Data Struktur Bangunan 63 L.2 Perhitungan Gaya Dalam Momen Balok 65 L.3 Stressing Anchorage VSL Type EC 71 DAFTAR LAMPIRAN L.1 Pengumpulan Data Struktur Bangunan 63 L.2 Perhitungan Gaya Dalam Momen Balok 65 L.3 Stressing Anchorage VSL Type EC 71 62 LAMPIRAN I PENGUMPULAN DATA STRUKTUR BANGUNAN L1.1 Deskripsi

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Disusun Oleh : Fander Wilson Simanjuntak Dosen Pembimbing : Prof.Dr.-Ing. Johannes Tarigan NIP

Tugas Akhir. Disusun Oleh : Fander Wilson Simanjuntak Dosen Pembimbing : Prof.Dr.-Ing. Johannes Tarigan NIP ANALISA PERBANDINGAN PENGARUH PERPENDEKAN ELASTIS BETON, SUSUT, RANGKAK DAN RELAKSASI BAJA TERHADAP LENDUTAN BALOK KOMPOSIT BETON PRATEGANG DENGAN METODE PELAKSANAAN PRE-TENSIONING DAN POST-TENSIONING

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jembatan Jembatan adalah bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai penghubung dua ujung jalan yang terputus oleh sungai, saluran, lembah, selat atau laut, jalan raya dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN ALTERNATIF JEMBATAN BALOK BETON PRATEGANG DENGAN METODE PELAKSANAAN BERTAHAP

PERENCANAAN ALTERNATIF JEMBATAN BALOK BETON PRATEGANG DENGAN METODE PELAKSANAAN BERTAHAP TUGAS AKHIR PERENCANAAN ALTERNATIF JEMBATAN BALOK BETON PRATEGANG DENGAN METODE PELAKSANAAN BERTAHAP (Kasus Jembatan Tanah Ayu, Kec. Abiansemal, Kab. Badung) Oleh : I Putu Agung Swastika 0819151024 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB IV DESAIN STRUKTUR GUIDEWAY

BAB IV DESAIN STRUKTUR GUIDEWAY BAB IV DESAIN STRUKTUR GUIDEWAY 4.1 UMUM Seperti yang telah disampaikan pada bab sebelumnya, tujuan tugas akhir ini adalah membandingkan dua buah sistem dari beberapa sistem struktur guideway yang dapat

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-7 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-7 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-7 1 PERENCANAAN JEMBATAN BRANTAS DI MOJOKERTO MENGGUNAKAN METODE BETON PRATEGANG SEGMENTAL STATIS TAK TENTU R. Zulqa Nur Rahmat Arif dan IGP Raka,Prof.,Dr.,Ir.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Prinsip Dasar Beton Prategang Pemberian gaya prategang secara longitudinal sejajar sumbu komponen struktur dikenal sebagai pemberian prategang linier. Pemberian gaya prategang

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN KALI BAREK, KAB. MALANG DENGAN SISTEM BALOK BETON PRATEKAN MENERUS

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN KALI BAREK, KAB. MALANG DENGAN SISTEM BALOK BETON PRATEKAN MENERUS TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN KALI BAREK, KAB. MALANG DENGAN SISTEM BALOK BETON PRATEKAN MENERUS Oleh : KHOIRUL ALIM R. 3110 040 505 DOSEN PEMBIMBING : Ir. DJOKO IRAWAN, MS. JURUSAN

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Definisi Jembatan merupakan satu struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, rel kereta api ataupun jalan raya. Ia dibangun untuk membolehkan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU)

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU) TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU) OLEH : ABDUL AZIZ SYAIFUDDIN 3107 100 525 DOSEN PEMBIMBING : Prof. Dr. Ir. I GUSTI

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data-data Umum Jembatan Beton Prategang-I Bentang 21,95 Meter Gambar 4.1 Spesifikasi jembatan beton prategang-i bentang 21,95 m a. Spesifikasi umum Tebal lantai jembatan

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG BENTANG 50 METER ABSTRAK

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG BENTANG 50 METER ABSTRAK PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG BENTANG 50 METER Try Mei Fitra Solichin NRP : 0721055 Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, S.T.,M.T. ABSTRAK Jembatan merupakan suatu struktur untuk penghubung

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR ATAS JEMBATAN LAYANG JOMBOR DENGAN TIPE PRESTRESS CONCRETE I GIRDER BENTANG SEDERHANA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR ATAS JEMBATAN LAYANG JOMBOR DENGAN TIPE PRESTRESS CONCRETE I GIRDER BENTANG SEDERHANA TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR ATAS JEMBATAN LAYANG JOMBOR DENGAN TIPE PRESTRESS CONCRETE I GIRDER BENTANG SEDERHANA Disusun Oleh : MUHAMMAD ROMADONI 20090110085 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN PELAT LANTAI BETON PRATEGANG POST TENSION DIBANDINGKAN DENGAN BETON BIASA

ANALISIS PERENCANAAN PELAT LANTAI BETON PRATEGANG POST TENSION DIBANDINGKAN DENGAN BETON BIASA ANALISIS PERENCANAAN PELAT LANTAI BETON PRATEGANG POST TENSION DIBANDINGKAN DENGAN BETON BIASA Tugas Akhir Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana teknik

Lebih terperinci

Desain Beton Prategang

Desain Beton Prategang Desain Beton Prategang TAVIO Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Pelatihan Perencana Beton Pracetak 1 LATAR BELAKANG Jangka waktu yang sangat lama sejak RSNI 03 2847

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BETON PRATEGANG

BAB II DASAR TEORI BETON PRATEGANG BAB II- DASAR TEORI BETON PRATEGANG 6 BAB II DASAR TEORI BETON PRATEGANG 2.1 Umum Beton adalah suatu material atau bahan yang mempunyai kekuatan tekan yang tinggi tetapi lemah terhadap kekuatan tarik.

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN

BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN 3.1. Asumsi Dasar Pada analisis model matematik yang akan dikembangkan, perlu ditetapkan beberapa asumsi dasar agar rumusan yang diturunkan dan teori bisa berlaku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan pengetahuan tentang perencanaan suatu bangunan berkembang semakin luas, termasuk salah satunya pada perencanaan pembangunan sebuah jembatan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC A. DATA VOIDED SLAB PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC Lebar jalan (jalur lalu-lintas) B 1 = 7.00 m Lebar trotoar B 2 = 0.75 m Lebar total

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mataram

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mataram Perencanaan Bangunan Atas Jembatan Kali Jangkok Dengan Menggunakan Precast Segmental Box Girder Upper structure design of kali Jangkok Bridge using segmental box girder Sus Mardiana 1, I Nyoman Merdana

Lebih terperinci

LAPORAN PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN PCI GIRDER 16.2 M PT. MNC LAND LIDO BOGOR - JAWA BARAT

LAPORAN PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN PCI GIRDER 16.2 M PT. MNC LAND LIDO BOGOR - JAWA BARAT LAPORAN PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN PCI GIRDER 16.2 M PT. MNC LAND LIDO BOGOR - JAWA BARAT M.A A B PROYEK JEMBATAN PCI GIRDER 16.2 M LIDO BOGOR - JAWA BARAT OKTOBER 2016 1 DASAR PERHITUNGAN INI MENGACU

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN

BAB III METODE PERANCANGAN BAB III METODE PERANCANGAN BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Flow Perencanaan III - 1 Gambar III-1 Diagram Alir Perencanaan III - 2 3.2 Studi Literatur Segmental Bridge & Incremental Launch Studi literatur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.. i LEMBAR PENGESAHAN. ii LEMBAR PERSEMBAHAN.. iii KATA PENGANTAR. iv ABSTRAKSI vi DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR TABEL xv DAFTAR NOTASI.. xx DAFTAR LAMPIRAN xxiv BAB I

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI 10

BAB III LANDASAN TEORI 10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN RATAPENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL xii DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAKSI xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian

Lebih terperinci

MATERIAL BETON PRATEGANG

MATERIAL BETON PRATEGANG MATERIAL BETON PRATEGANG oleh : Dr. IGL Bagus Eratodi Learning Outcomes Mahasiswa akan dapat menjelaskan prinsip dasar struktur beton prategang serta perbedaannya dengan struktur beton bertulang konvensional

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN PALU IV DENGAN KONSTRUKSI BOX GIRDER SEGMENTAL METODE PRATEKAN STATIS TAK TENTU

PERENCANAAN JEMBATAN PALU IV DENGAN KONSTRUKSI BOX GIRDER SEGMENTAL METODE PRATEKAN STATIS TAK TENTU MAKALAH TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN PALU IV DENGAN KONSTRUKSI BOX GIRDER SEGMENTAL METODE PRATEKAN STATIS TAK TENTU NIA DWI PUSPITASARI NRP 3107 100 063 Dosen Pembimbing : Dr.Techn Pujo Aji, ST.,MT.

Lebih terperinci

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT 2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT Pendahuluan Elemen struktur komposit merupakan struktur yang terdiri dari 2 material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

KAJIAN STRUKTUR BETON PRATEKAN BENTANG PANJANG DENGAN BEBAN GEMPA LATERAL PADA PROYEK GEDUNG RUMAH SAKIT JASA MEDIKA TUGAS AKHIR

KAJIAN STRUKTUR BETON PRATEKAN BENTANG PANJANG DENGAN BEBAN GEMPA LATERAL PADA PROYEK GEDUNG RUMAH SAKIT JASA MEDIKA TUGAS AKHIR KAJIAN STRUKTUR BETON PRATEKAN BENTANG PANJANG DENGAN BEBAN GEMPA LATERAL PADA PROYEK GEDUNG RUMAH SAKIT JASA MEDIKA TUGAS AKHIR Disusun oleh : RUDI ANTORO 0853010069 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEHILANGAN GAYA PRATEKAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR BALOK DI GEDUNG*

PERBANDINGAN KEHILANGAN GAYA PRATEKAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR BALOK DI GEDUNG* PERBANDINGAN KEHILANGAN GAYA PRATEKAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR BALOK DI GEDUNG* Reynold Andika Pratama Binus University, Jl. KH. Syahdan No. 9 Kemanggisan Jakarta Barat, 5345830, reynold_andikapratama@yahoo.com

Lebih terperinci

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi DAFTAR NOTASI A cp = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm 2 Ag = Luas bruto penampang (mm 2 ) An = Luas bersih penampang (mm 2 ) Atp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) Al = Luas

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp A cp Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C C m Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas bruto penampang (mm²) = Luas bersih penampang (mm²) = Luas penampang

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PLAT LANTAI (SLAB )

PERHITUNGAN PLAT LANTAI (SLAB ) PERHITUNGAN PLAT LANTAI (SLAB ) [C]2010 : M. Noer Ilham A. DATA BAHAN STRUKTUR PLAT LENTUR DUA ARAH (TWO WAY SLAB ) Kuat tekan beton, f c ' = 20 MPa Tegangan leleh baja untuk tulangan lentur, f y = 240

Lebih terperinci

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS A. DATA SLAB LANTAI JEMBATAN Tebal slab lantai jembatan t s = 0.35 m Tebal trotoar t t = 0.25 m Tebal lapisan aspal + overlay

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN 11 ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN 11 ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN 11 PRAKATA ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI lii v vi ix xii xiii BAB I PENDAHULlAN 1.1 Latar Belakang 2 1.2 Tujuan 2 1.3 Manfaat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mulailah orang membuat jembatan dengan teknologi beton prategang.

BAB 1 PENDAHULUAN. mulailah orang membuat jembatan dengan teknologi beton prategang. BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan sebuah konstruksi. Segala sesuatunya harus dipertimbangkan dari segi ekonomis, efisien, dan daya tahan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian proses analisis dan perhitungan yang didasarkan pada asumsi dan pertimbangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian proses analisis dan perhitungan yang didasarkan pada asumsi dan pertimbangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Data Umum Perencanaan struktur suatu gedung bertingkat secara rinci membutuhkan suatu rangkaian proses analisis dan perhitungan yang didasarkan pada asumsi dan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jembatan merupakan bagian dari prasarana transportasi yang berfungsi menghubungkan antara dua jalan yang terpisah karena suatu rintangan seperti sungai, lembah, laut, jalan

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN SLAB ON PILE SUNGAI BRANTAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK PADA PROYEK TOL SOLO KERTOSONO STA STA.

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN SLAB ON PILE SUNGAI BRANTAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK PADA PROYEK TOL SOLO KERTOSONO STA STA. JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman 275 282 JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman 275 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkts

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil pada studi untuk mendapatkan konfigurasi kabel yang paling efektif pada struktur SFT dan juga setelah dilakukan analisa perencanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. UMUM 2.1.1. Definisi Pelat Lantai Pelat merupakan bagian dari suatu struktur yang mana biasanya dijumpai dalam struktur bangunan lantai gedung, atap, lantai jembatan dan

Lebih terperinci

STUDI BENTUK PENAMPANG YANG EFISIEN PADA BALOK PRATEGANG TERKAIT DENGAN BENTANG PADA FLYOVER

STUDI BENTUK PENAMPANG YANG EFISIEN PADA BALOK PRATEGANG TERKAIT DENGAN BENTANG PADA FLYOVER Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 STUDI BENTUK PENAMPANG YANG EFISIEN PADA BALOK PRATEGANG TERKAIT DENGAN BENTANG PADA FLYOVER Frisky Ridwan Aldila Melania Care 1, Aswandy

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KEHILANGAN PRATEGANG AKIBAT METODE STRESSING SATU ARAH DAN DUA ARAH PADA JEMBATAN BETON PRATEGANG. (Skripsi)

ANALISIS PERBANDINGAN KEHILANGAN PRATEGANG AKIBAT METODE STRESSING SATU ARAH DAN DUA ARAH PADA JEMBATAN BETON PRATEGANG. (Skripsi) ANALISIS PERBANDINGAN KEHILANGAN PRATEGANG AKIBAT METODE STRESSING SATU ARAH DAN DUA ARAH PADA JEMBATAN BETON PRATEGANG (Skripsi) Oleh SELVIA RAHMA RIZKIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDARLAMPUNG

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom DAFTAR NOTASI A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cd = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas bruto

Lebih terperinci

diijinkan. Indikator tegangan dan lendutan belum tentu menghasilkan desain jembatan yang efisien, sehingga diperlukan metode efisiensi dimensi balok y

diijinkan. Indikator tegangan dan lendutan belum tentu menghasilkan desain jembatan yang efisien, sehingga diperlukan metode efisiensi dimensi balok y EFISIENSI PROPERTI BALOK UNTUK PERENCANAAN JEMBATAN BETON PRATEGANG 1 Hasan Basri Maulana 2 Ir. Relly Andayani. MM., MT. 1 Email: hasanmaulana@ymail.com 2 Email: rellyand@staff.gunadarma.ac.id Jurusan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Panjang Tendon. Total UTS. Jack YCW 400 B 1084 (Bar) T1 ki T1 ka ,56 349, ,56 291,37

BAB VI PENUTUP. Panjang Tendon. Total UTS. Jack YCW 400 B 1084 (Bar) T1 ki T1 ka ,56 349, ,56 291,37 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Perencanaan Jembatan Box Girder ini pembebanan yang dilakukan adalah terhadap beban berikut ini: Beban Mati Beban Mati Tambahan Beban Lajur D. Beban Truk T dilakukan terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS TEGANGAN DAN REGANGAN PADA BALOK BETON PRATEGANG PASCATARIK YANG TERGANTUNG WAKTU MENURUT PRASADA RAO

ANALISIS TEGANGAN DAN REGANGAN PADA BALOK BETON PRATEGANG PASCATARIK YANG TERGANTUNG WAKTU MENURUT PRASADA RAO ANALISIS TEGANGAN DAN REGANGAN PADA BALOK BETON PRATEGANG PASCATARIK YANG TERGANTUNG WAKTU MENURUT PRASADA RAO Hartono NRP : 0021090 Pembimbing : Winarni Hadipratomo., Ir FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN JEMBATAN GELAGAR I PADA JEMBATAN JALAN RAYA DAN JEMBATAN KERETA API

ANALISIS PERHITUNGAN JEMBATAN GELAGAR I PADA JEMBATAN JALAN RAYA DAN JEMBATAN KERETA API ANALISIS PERHITUNGAN JEMBATAN GELAGAR I PADA JEMBATAN JALAN RAYA DAN JEMBATAN KERETA API Irpan Hidayat Civil Engineering Department, Faculty of Engineering, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah,

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA. Prinsip Dasar Beton Prategang Beton prategang pada dasarnya adalah beton di mana tegangan-tegangan internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Oleh : Ahmad Basshofi Habieb Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka, DEA

Tugas Akhir. Oleh : Ahmad Basshofi Habieb Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka, DEA Tugas Akhir Oleh : Ahmad Basshofi Habieb 3110100105 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka, DEA Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITS 2014 PENDAHULUAN Tol Semarang-Bawen-Solo

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6.

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6. LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan Bab 6 Penulangan Bab 6 Penulangan Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe

Lebih terperinci

PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BETON BERTULANG DENGAN PENAMPANG PERSEGI. Oleh : Ratna Eviantika. : Winarni Hadipratomo, Ir.

PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BETON BERTULANG DENGAN PENAMPANG PERSEGI. Oleh : Ratna Eviantika. : Winarni Hadipratomo, Ir. PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BETON BERTULANG DENGAN PENAMPANG PERSEGI Oleh : Ratna Eviantika NRP : 0221028 Pembimbing : Winarni Hadipratomo, Ir. UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: CSiBridge, jembatan balok, balok pratekan menerus, redesain.

ABSTRAK. Kata kunci: CSiBridge, jembatan balok, balok pratekan menerus, redesain. ABSTRAK Perencanaan desain jembatan dengan menggunakan tipe balok tidak menerus memberikan dampak pada besarnya dimensi penampang dan lendutan yang terjadi pada balok. Alternatif desain jembatan balok

Lebih terperinci

PERANCANGAN JEMBATAN KALI KEJI

PERANCANGAN JEMBATAN KALI KEJI PERANCANGAN JEMBATAN KALI KEJI Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : JAMIDEN FERNANDO E SILALAHI NPM : 01.02.10583 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dibebani gaya tekan tertentu oleh mesin tekan.

BAB III LANDASAN TEORI. dibebani gaya tekan tertentu oleh mesin tekan. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton Berdasarkan SNI 03 1974 1990 kuat tekan beton merupakan besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani gaya tekan tertentu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kolom Pendek Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural Steel Design LRFD Method yang berdasarkan dari AISC Manual, persamaan kekuatan kolom pendek didasarkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton Sifat utama beton adalah memiliki kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya. Kekuatan tekan beton adalah kemampuan beton untuk menerima

Lebih terperinci

Volume 13 No.2 September 2012 ISSN :

Volume 13 No.2 September 2012 ISSN : Analisis Non Linier Tegangan Dan Deformasi Struktur Jembatan Beton Prategang Pada Tahap Konstruksi Dengan Metode Balanced Cantilever Non-linier Analisis Of Stress And Prestressed Concrete Bridge Structure

Lebih terperinci

KAJIAN GAYA PRATEGANG PRECAST DOUBLE TEE PADA KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 40 M. George Lumbantobing 1 dan Johannes Tarigan 2 ABSTRAK

KAJIAN GAYA PRATEGANG PRECAST DOUBLE TEE PADA KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 40 M. George Lumbantobing 1 dan Johannes Tarigan 2 ABSTRAK KAJIAN GAYA PRATEGANG PRECAST DOUBLE TEE PADA KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 40 M George Lumbantobing 1 dan Johannes Tarigan 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara. Jl. Perpustakaan No.1

Lebih terperinci