BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN"

Transkripsi

1 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN JAKARTA 2014

2 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; b. bahwa untuk menjamn masyarakat adil dan makmur serta untuk memnuhi hak dan kebutuhan dasar seluruh rakyat Indonesia, negara menyelenggarakan perlindungan dan pmeberdayaan masyarakat, khususnya nelayan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan; c. bahwa kerusakan lingkungan pada kawasan perikanan tangkap, munculnya konflik antar kelompok masyarakat nelayan, serta permasalahan lainnya, memerlukan upaya perlindungan dan pemberdayaan nelayan sebagai tanggung jawab pemerintah yang memiliki landasan pengaturan hukum tersendiri; d. bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini belum mengatur perlindungan dan pemberdayaan nelayan secara komprehensif, sistemik, dan holistic; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan; 1

3 Mengingat : Pasal 20, Pasal 22D ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28I ayat (4) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Perlindungan Nelayan adalah segala upaya Nelayan dalam melakukan aktifitas mata pencahariannya serta dalam menghadapi permasalahan kesulitan memperoleh prasarana dan sarana produksi, kepastian usaha, risiko harga, praktik ekonomi biaya tinggi, dan bencana. 2. Pemberdayaan Nelayan adalah segala upaya untuk meningkatkan peran dan kemampuan Nelayan dalam meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidupnya melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, kemudahan Akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, serta penguatan Kelembagaan Nelayan. 3. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan Ikan. 4. Nelayan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan Ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, menggunakan teknologi penangkapan Ikan sederhana, dan 2

4 menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton. 5. Nelayan Komersial adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan Ikan untuk tujuan komersial atau dipasarkan baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor, menggunakan teknologi maju, dan menggunakan kapal perikanan berukuran lebih besar dari 5 (lima) gross ton. 6. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. 7. Akses adalah kemudahan untuk memperoleh, masuk, atau menggunakan. 8. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya Ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. 9. Diversifikasi Usaha adalah perluasan jenis usaha di luar usaha pokok yang masih terkait dengan usaha perikanan. 10. Kelembagaan Nelayan adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan dari, oleh dan untuk Nelayan guna memperkuat dan memperjuangkan kepentingan Nelayan. 11. Kelompok Usaha Bersama yang selanjutnya disingkat KUB adalah badan usaha non badan hukum yang berupa kelompok yang dibentuk oleh Nelayan berdasarkan hasil kesepakatan/ musyawarah seluruh anggota yang dilandasi oleh keinginan bersama untuk berusaha bersama dan dipertanggungjawabkan secara bersama guna meningkatkan pendapatan anggota. 12. Koperasi Nelayan adalah badan usaha Nelayan yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. 13. Kredit Mikro adalah kredit yang disalurkan melalui lembaga keuangan mikro dengan mekanisme bunga dan/atau bagi hasil. 3

5 14. Kredit Lainnya adalah kredit yang disalurkan kepada Nelayan Kecil, KUB dan koperasi Nelayan yang dapat berupa kredit investasi dan/atau modal kerja yang diberikan bank pelaksana. 15. Dana Bantuan Langsung adalah dana bantuan untuk kebutuhan investasi dan modal kerja tanpa kewajiban bagi penerima untuk mengembalikan kepada pemberi. 16. Asuransi Nelayan adalah perjanjian antara Nelayan dengan perusahaan asuransi untuk mengikatkan diri dalam pertanggungan risiko usaha perikanan. 17. Kemitraan Usaha adalah jalinan kerja antara pengusaha perikanan menengah/besar dengan kelompok Nelayan kecil, kelompok pengolah dan pemasar Ikan kecil, dan/atau koperasi peran dalam kegiatan usaha perikanan disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling membutuhkan. 18. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 20. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang maritim, kelautan dan Perikanan. 4

6 BAB II ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP PENGATURAN Bagian Kesatu Asas Pasal 2 Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dilakukan berdasarkan asas: a. kedaulatan; b. pengayoman; c. kemandirian; d. keadilan; e. kesejahteraan; f. keterpaduan; g. keterbukaan; h. efisiensi; i. kemitraan; j. partisipatif; dan k. keberlanjutan. Bagian Kedua Tujuan Pasal 3 Tujuan Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan adalah: a. mewujudkan kemandirian Nelayan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik; b. meningkatkan usaha Nelayan yang produktif, efisien, bernilai tambah, dan berkelanjutan; c. meningkatkan kemampuan dan kapasitas Nelayan; 5

7 d. menjamin Akses Nelayan terhadap sumber daya Ikan dan lingkungannya, teknologi, permodalan, sarana prasarana produksi, dan pemasaran; dan e. memberikan perlindungan hukum dan keamanan kepada Nelayan. Bagian Ketiga Ruang Lingkup Pasal 4 Ruang lingkup pengaturan Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan meliputi: a. wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah; b. perencanaan; c. perlindungan Nelayan; d. pemberdayaan Nelayan; e. hubungan kerja; f. pembiayaan dan pendanaan; g. peran serta masyarakat dan kemitraan; h. pengawasan; i. penyelesaian sengketa; dan j. larangan dan sanksi. BAB III WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH Bagian Kesatu Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah Paragraf 1 Wewenang Pemerintah Pasal 5 Dalam rangka Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pemerintah berwenang: 6

8 a. merumuskan kebijakan dan strategi nasional dalam perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan pembinaan dalam Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan; b. merumuskan kebijakan nasional dalam pengelolaan sumber daya perikanan di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil; dan c. merumuskan kebijakan perizinan, pengelolaan terpadu dan pemanfaatan sumber daya Ikan nasional dan antardaerah. Paragraf 2 Tanggung Jawab Pemerintah Pasal 6 Dalam rangka Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pemerintah bertanggungjawab: a. melaksanakan kebijakan pengelolaan sumber daya perikanan di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil; b. melaksanakan koordinasi dengan provinsi, kabupaten/kota terkait kebijakan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; c. melaksanakan kebijakan perizinan, pengelolaan terpadu dan pemanfaatan sumber daya Ikan nasional dan antarprovinsi; d. melaksanakan kebijakan dan koordinasi pengelolaan lingkungan dan ekosistem pesisir dan laut sebagai bentuk perlindungan terhadap area konservasi guna perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan plasma nutfah sumber daya Ikan bagi Nelayan; e. melakukan sosialisasi berkesinambungan kebijakan Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan; f. memfasilitasi penyelesaian sengketa yang terjadi pada masyarakat Nelayan; dan g. mendukung pembuatan dan penyebarluasan peta pola migrasi dan penyebaran Ikan di perairan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 7

9 Bagian Kedua Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Paragraf 1 Wewenang Pemerintah Daerah Pasal 7 Dalam rangka Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pemerintah Daerah berwenang: a. merumuskan kebijakan dan strategi daerah dalam perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan pembinaan dalam Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan berdasarkan strategi Nasional. b. merumuskan kebijakan daerah dalam pengelolaan sumber daya Perikanan di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil; dan c. merumuskan kebijakan perizinan, pengelolaan terpadu dan pemanfaatan sumber daya Ikan daerah. Paragraf 2 Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Pasal 8 Dalam rangka Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pemerintah Daerah bertanggungjawab: a. melaksanakan kebijakan pengelolaan sumber daya Perikanan di wilayah pesisir, laut, pulau-pulau kecil dan perairan umum daratan; b. melaksanakan koordinasi dengan provinsi dan kabupaten/kota yang berbatasan terkait kebijakan penataan ruang perairan umum daratan serta rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; c. melaksanakan kebijakan dan koordinasi pengelolaan lingkungan dan ekosistem pesisir dan laut sebagai bentuk perlindungan terhadap area konservasi guna perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan plasma nutfah sumber daya Ikan bagi Nelayan; d. mengembangkan sentra aktivitas perikanan; 8

10 e. memfasilitasi penyelesaian sengketa yang terjadi pada masyarakat Nelayan; dan f. melakukan sosialisasi berkesinambungan kebijakan Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan di daerah. BAB IV PERENCANAAN Pasal 9 (1) Perencanaan Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dilakukan secara sistematis, terpadu, terarah, dan berkelanjutan. (2) Perencanaan strategi dan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pada: a. daya dukung lingkungan hidup; b. rencana tata ruang wilayah; c. zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; d. perkembangan ilmu pengetahuan; e. tingkat pertumbuhan ekonomi; dan f. kesesuaian dengan kelembagaan dan budaya setempat. (3) Perencanaan Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dengan memperhatikan: a. rencana pembangunan nasional; b. rencana pembangunan daerah; c. anggaran pendapatan dan belanja negara; dan d. anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pasal 10 (1) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 memuat strategi dan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan Nelayan. 9

11 (2) Strategi dan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan Nelayan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan kebijakan dan strategi perlindungan Nelayan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan Pasal 7 huruf a. BAB V PERLINDUNGAN NELAYAN Bagian Kesatu Umum Pasal 11 (1) Perlindungan Nelayan dilakukan melalui strategi dan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10. (2) Ruang lingkup Perlindungan Nelayan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. prasarana dan sarana produksi Perikanan; b. identifikasi khusus Nelayan; c. kepastian usaha; d. harga komoditas Perikanan; e. penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi; f. perlindungan akibat kejadian luar biasa; g. mitigasi bencana; h. asuransi Nelayan; dan i. bentuk perlindungan lain. 10

12 Bagian Kedua Prasarana dan Sarana Produksi Perikanan Pasal 12 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggungjawab menyediakan dan mengelola prasarana dan sarana produksi Perikanan. (2) Prasarana dan sarana produksi Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. sumber daya Ikan; b. pelabuhan; c. prasarana penangkapan Ikan; dan d. bahan bakar. Pasal 13 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan Akses bagi Nelayan terhadap sumber daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin Akses Nelayan Kecil terhadap sumber daya Ikan pada zona Perikanan berkelanjutan di kawasan konservasi perairan. (3) Pemanfaatan Akses terhadap sumber daya Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilakukan dengan menaati ketentuan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, tata ruang perairan umum daratan, serta ketentuan konservasi. Pasal 14 (1) Nelayan Kecil dalam melakukan kegiatan penangkapan Ikan dapat memanfaatkan pelabuhan Perikanan yang berada di seluruh wilayah Indonesia sebagai sentra aktivitasnya. (2) Pemerintah Daerah menyediakan Akses dan fasilitas pelabuhan Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 11

13 (3) Pemanfaatan pelabuhan Perikanan bagi Nelayan Komersial dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Perikanan. Pasal 15 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan Akses bagi Nelayan Kecil terhadap sarana penangkapan Ikan meliputi: a. kapal penangkap Ikan; b. alat penangkapan Ikan; dan c. alat bantu penangkapan Ikan. (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengembangkan prasarana penangkapan Ikan untuk menjamin Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Pengembangan prasarana penangkapan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan dengan: a. mewujudkan tempat pemasaran Ikan yang memenuhi jaminan mutu dan keamanan hasil Perikanan; b. mewujudkan fasilitas pendukung tempat pemasaran Ikan; c. menyediakan informasi tempat pemasaran Ikan; d. menyediakan sarana bahan pembeku Ikan pada sentra Perikanan; dan e. mengembangkan sistem pemasaran dan promosi hasil Perikanan. (4) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan fasilitas dan kemudahan bagi Nelayan Kecil untuk mendapatkan sarana penangkapan Ikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan Nelayan. Pasal 16 (1) Penyediaan bahan bakar minyak dengan harga subsidi khusus bagi Nelayan Kecil dilakukan melalui pendirian stasiun pengisian bahan bakar nelayan di kabupaten/kota. 12

14 (2) Harga bahan bakar minyak subsidi khusus bagi Nelayan Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri yang membidangi sumber daya mineral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Bahan bakar minyak dengan harga subsidi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi Nelayan Kecil yang memiliki identitas khusus Nelayan. Bagian Ketiga Identitas Khusus Nelayan Pasal 17 (1) Dalam rangka Perlindungan Nelayan, Pemerintah memberikan identitas khusus pada Nelayan. (2) Identitas khusus Nelayan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan identitas resmi yang menunjukkan bahwa seseorang melakukan aktivitas penangkapan Ikan sebagai mata pencahariannya. (3) Identitas khusus Nelayan diberikan kepada Nelayan guna memudahkan proses identifikasi dalam pemberian bantuan, pembinaan, atau perlindungan terhadap kepentingan nelayan. (4) Identitas khusus Nelayan berlaku untuk 5 (lima) tahun dan selanjutnya dapat diperpanjang kembali. (5) Identitas khusus Nelayan dapat dicabut oleh Menteri apabila seorang Nelayan tidak melakukan aktivitas penangkapan Ikan selama 6 (enam) bulan berturut-turut. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai identitas khusus Nelayan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri. 13

15 Bagian Keempat Kepastian Usaha Pasal 18 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin kepastian usaha bagi Nelayan. (2) Jaminan kepastian usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pemberian izin usaha kepada Nelayan Kecil; b. pemberian perlindungan terhadap Nelayan; c. penyediaan sistem logistik Perikanan; d. penyediaan jaminan informasi harga komoditas Perikanan; dan e. pelaksanaan perlindungan harga, tarif bea masuk komoditi Nelayan dan mutu produk. (3) Pemberian izin usaha perikanan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tanpa dikenakan biaya. Pasal 19 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan usaha Perikanan yang meliputi: a. usaha penangkapan; b. usaha pengolahan; dan c. usaha pemasaran Ikan. (2) Pengembangan usaha Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit melalui kegiatan: a. peningkatan skala usaha penangkapan Ikan; b. penyediaan modal usaha; c. peningkatan produktivitas; d. peningkatan efisiensi; dan 14

16 e. peningkatan nilai tambah dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya Ikan dan lingkungannya. Pasal 20 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi diversifikasi jenis dalam usaha penangkapan Ikan. (2) Diversifikasi Usaha sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. usaha pengolahan Ikan; b. pembudidayaan Ikan; c. produksi garam; d. perbengkelan dan galangan kapal Perikanan; dan e. wisata bahari. (3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat mengembangkan Diversifikasi Usaha lain sesuai karakteristik dan potensi daerah selain Diversifikasi Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Bagian Kelima Harga Komoditas Perikanan Pasal 21 (1) Pemerintah menetapkan jenis dan harga dasar komoditas Perikanan tertentu nasional dan lokal. (2) Penetapan harga dasar komoditas Perikanan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip menguntungkan bagi Nelayan. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara penetapan jenis dan harga dasar komoditas Perikanan diatur dengan Peraturan Menteri. 15

17 Bagian Keenam Penghapusan Praktik Ekonomi Biaya Tinggi Pasal 22 (1) Pemerintah menetapkan dan melaksanakan strategi dan kebijakan Penghapusan Praktik Ekonomi Biaya Tinggi dengan menghapuskan berbagai pungutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam usaha perikanan. (2) Pelaksanaan strategi dan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan secara terpadu antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan aparat penegak hukum. Bagian Ketujuh Perlindungan Akibat Kejadian Luar Biasa Pasal 23 (1) Perlindungan Nelayan sebagai akibat kejadian luar biasa berupa ganti rugi yang diberikan kepada Nelayan Kecil. (2) Kejadian luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. bencana alam; b. bencana non-alam; dan c. bencana sosial. (3) Perlindungan Nelayan akibat kejadian luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dilakukan dalam bentuk fasilitasi pemberian bantuan/santunan dan/atau penyelesaian ganti rugi oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. (4) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan bantuan/santunan dan/atau upaya pemulihan akibat bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan Negara. 16

18 Bagian Kedelapan Mitigasi Bencana dan Sistem Peringatan Dini Pasal 24 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya menetapkan dan melaksanakan mitigasi bencana untuk mengurangi risiko kejadian bencana dalam usaha perikanan. (2) Pemerintah menyediakan sistem informasi peringatan dini tentang risiko dan bahaya dalam melakukan aktivitas Perikanan. (3) Pemerintah Daerah menyelenggarakan sistem informasi peringatan dini secara terpadu dengan memperhatikan kekhasan geografis setempat. (4) Sistem informasi peringatan dini tentang risiko dan bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat: a. informasi iklim dan cuaca; dan b. informasi oseanografi. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi peringatan dini tentang risiko dan bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Kesembilan Bentuk Perlindungan Lain Pasal 25 Bentuk perlindungan lain yang difasilitasi oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah meliputi: a. advokasi dan bantuan hukum; b. bantuan yang bersifat teknis; dan c. santunan dalam hal kecelakaan di laut pada saat kegiatan penangkapan Ikan. 17

19 BAB VI PEMBERDAYAAN NELAYAN Bagian Kesatu Umum Pasal 26 Pemberdayaan Nelayan diselenggarakan dengan mengutamakan pelaksanaan program yang berbasis pada peningkatan kesejahteraan terkait dengan penangkapan Ikan dan kegiatan Perikanan maupun kegiatan non Perikanan lainnya. Pasal 27 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pemberdayaan Nelayan. (2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk melaksanakan strategi pemberdayaan Nelayan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26. Bagian Kedua Pendidikan dan Pelatihan Pasal 28 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggungjawab menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kepada nelayan. (2) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pengembangan program pelatihan dan pemagangan; b. pemberian beasiswa bagi Nelayan untuk mendapatkan pendidikan di bidang Perikanan; dan c. pengembangan pelatihan kewirausahaan di bidang Perikanan. 18

20 (3) Nelayan yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta telah memenuhi kriteria berhak memperoleh bantuan modal dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan dan pelatihan Nelayan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 29 (1) Pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan Nelayan diselenggarakan secara berkelanjutan. (2) Selain Pemerintah dan Pemerintah Daerah, badan dan/atau lembaga yang terakreditasi dapat melaksanakan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Penyuluhan dan Pendampingan Pasal 30 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya memberi fasilitas penyuluhan dan pendampingan kepada Nelayan dengan memperhatikan kekhasan daerah. (2) Penyuluhan Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dalam rangka Pemberdayaan Nelayan sebagai pelaku utama, meliputi: a. tata cara penangkapan Ikan yang bertanggung jawab; b. tata cara pengolahan dan pemasaran yang baik; c. analisis kelayakan usaha yang menguntungkan; d. kemitraan dengan pelaku usaha Perikanan; dan e. pengelolaan Dana Bantuan Langsung dengan baik. 19

21 (3) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan teknis melalui penyiapan dan penyediaan tenaga sarjana pendamping dan menambah tenaga penyuluh lapang di tiap kecamatan. Pasal 31 (1) Penyuluhan Perikanan untuk Nelayan dilakukan dengan menggunakan pendekatan partisipatif dan memperhatikan kondisi lingkungan setempat. (2) Materi penyuluhan meliputi unsur ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, ekonomi, manajemen, hukum, pelestarian lingkungan, dan materi lain sesuai kebutuhan. (3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendorong pemenuhan sarana dan prasarana penyuluhan serta penyediaan tenaga penyuluh paling sedikit 1 (satu) tenaga penyuluh dalam 1 (satu) desa Nelayan untuk mendukung kelestarian fungsi lingkungan. Pasal 32 Penyuluhan dan pendampingan secara khusus dalam pemberdayaan perempuan di kawasan pemukiman Nelayan dilaksanakan melalui: a. bimbingan teknis pengembangan Diversifikasi Usaha bagi perempuan; b. pengumpulan dan pertukaran data dalam rangka pengembangan Diversifikasi Usaha bagi perempuan; c. sosialisasi dan diseminasi program pengarusutamaan gender; dan d. peningkatan peranan aktif perempuan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengambilan keputusan, dan pengawasan. 20

22 Bagian Keempat Akses Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Informasi Pasal 33 (1) Kemudahan Akses teknologi penangkapan Ikan meliputi: a. penyerbarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. kerjasama alih teknologi; dan c. penyediaan fasilitas bagi Nelayan untuk mengakses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi. (2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit memuat: a. sarana produksi penangkapan Ikan dan pembudidayaan Ikan; b. harga komoditas Perikanan; c. peluang dan tantangan pasar; d. prakiraan iklim, dan wabah penyakit Ikan; e. pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; f. pemberian subsidi dan bantuan modal; dan g. ketersediaan sumber daya Ikan. (3) Penyediaan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam media informasi yang memungkinkan Akses informasi yang mudah dan cepat bagi Nelayan. Bagian Kelima Penguatan Kelembagaan Pasal 34 (4) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan penguatan Kelembagaan Nelayan sesuai dengan potensi dan karakteristik lokal. (5) Kelembagaan Nelayan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. KUB; b. koperasi; 21

23 c. forum KUB; d. badan usaha; dan e. badan hukum. Pasal 35 Ketentuan lebih lanjut mengenai penguatan Kelembagaan Nelayan diatur dalam Peraturan Menteri. BAB VII HUBUNGAN KERJA Pasal 36 (1) Masyarakat Nelayan sesuai dengan aktivitasnya dapat dikelompokkan menjadi: a. Nelayan tangkap; b. Nelayan pengumpul/bakul; c. Nelayan buruh; dan d. Nelayan tambak dan pengolah sumber daya Ikan. (2) Kelompok Nelayan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dapat melakukan hubungan kerja yang dibuat dalam perjanjian kerja. Pasal 37 Hubungan kerja Nelayan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) dilakukan berdasarkan: a. kesepakatan para pihak; b. sistem bagi hasil yang adil; dan c. tidak bersifat eksploitatif. 22

24 Pasal 38 (1) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) dibuat atas dasar: a. kesepakatan para pihak; b. kecakapan; c. adanya pekerjaan yang dijanjikan; dan d. pekerjaan yang dijanjikan tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, dan peraturan perundangundangan. (2) Perjanjian kerja yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dimintakan pembatalan kepada Pengadilan. (3) Perjanjian kerja yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d batal demi hukum. Pasal 39 Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali atau dicabut kecuali atas persetujuan para pihak. Pasal 40 Segala hal/biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab dari para pihak. BAB VIII PEMBIAYAAN DAN PERMODALAN Bagian Kesatu Umum Pasal 41 Pembiayaan penyelenggaraan dari pelaksanaan Undang-Undang ini dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau 23

25 anggaran pendapatan dan belanja daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Pembiayaan Nelayan Pasal 42 (1) Badan Usaha Milik Negara bidang perbankan dan Badan Usaha Milik Daerah bidang perbankan memberi fasilitas pembiayaan dan permodalan usaha Nelayan. (2) Dalam rangka memberikan fasilitas pembiayaan dan permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha milik negara bidang perbankan dan badan usaha milik daerah bidang perbankan membentuk unit khusus Perikanan dengan skim pembiayaan khusus. Pasal 43 (1) Pemerintah bekerjasama dengan Bank Indonesia menyusun dan menetapkan skim pembiayaan khusus untuk Nelayan Kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2). (2) Pembiayaan dan permodalan usaha Nelayan dapat dilakukan oleh bank swasta dan/atau lembaga keuangan lainnya dengan membentuk unit khusus Perikanan. (3) Pengaturan lebih lanjut tentang unit khusus Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 44 Pembiayaan dan permodalan Perlindungan dan Pemberdayaan untuk Nelayan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) meliputi: a. Kredit Mikro; b. Kredit Lainnya; dan 24

26 c. Dana Bantuan Langsung. Pasal 45 (1) Kredit Mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a diperuntukkan bagi Nelayan, KUB Nelayan, dan Koperasi Nelayan yang tergolong memiliki kelayakan usaha dan memenuhi persyaratan perbankan. (2) Kredit Mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disalurkan melalui lembaga keuangan mikro yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan peruntukan Kredit Mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 46 (1) Kredit Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b diperuntukkan bagi Nelayan, KUB Nelayan, dan Koperasi Nelayan yang tergolong memiliki kelayakan usaha dan belum memenuhi persyaratan perbankan. (2) Kredit Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disalurkan melalui bank pelaksana yang ditunjuk oleh Pemerintah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara dan peruntukan Kredit Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 47 (1) Dana Bantuan Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c diperuntukkan bagi Nelayan, KUB Nelayan, dan Koperasi Perikanan yang tergolong tidak memiliki kelayakan usaha dan/atau tidak memenuhi persyaratan perbankan. 25

27 (2) Dana Bantuan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disalurkan melalui Pemerintah atau lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah. (3) Pelaksanaan Dana Bantuan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pendampingan oleh Pemerintah Daerah. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Dana Bantuan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 48 (1) Pembiayaan usaha Nelayan dilakukan dengan menjamin adanya kemudahan Akses permodalan bagi Nelayan. (2) Kemudahan Akses permodalan bagi Nelayan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk: a. sertifikasi hak atas tanah Nelayan; b. identitas khusus Nelayan; c. penghipotikkan kapal 10 GT sampai dengan 30 GT; d. peningkatan kapasitas manajemen usaha dan kelembagaan; e. penumbuhkembangan, pengembangan dan perluasan jangkauan lembaga penjamin kredit daerah; f. pembentukan klaster usaha Perikanan; g. pembentukan Kemitraan Usaha; dan h. penumbuhkembangan, pengembangan dan perluasan jaringan lembaga keuangan bukan bank. (3) Pemberian Akses permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerapkan prinsip: a. cara yang mudah; b. bunga pinjaman yang rendah; dan c. mempertimbangkan kemampuan Nelayan. 26

28 Bagian Ketiga Asuransi Nelayan Pasal 49 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab melindungi usaha Perikanan dalam bentuk Asuransi Nelayan. (2) Asuransi Nelayan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan untuk melindungi Nelayan dari risiko yang timbul dalam aktivitas Perikanan. (3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menugaskan badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah di bidang asuransi untuk melaksanakan Asuransi Nelayan. (4) Pelaksanaan Asuransi Nelayan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pasal 50 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi kemudahan pengadaan Asuransi Jiwa untuk Nelayan untuk dapat menjadi peserta asuransi jiwa. (2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kemudahan prosedur dan proses pendaftaran sebagai peserta; b. Akses informasi serta komunikasi terhadap dan dari penyedia jasa asuransi; c. sosialisasi asuransi jiwa; dan/atau d. bantuan pembayaran premi. (3) Pelaksanaan fasilitasi asuransi jiwa diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. 27

29 BAB IX PERAN SERTA MASYARAKAT DAN KEMITRAAN Pasal 51 (1) Nelayan dan para pemangku kepentingan di dalam masyarakat ikut berperan aktif membantu Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam perlindungan terhadap area konservasi dalam rangka pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah sumber daya Ikan. (2) Masyarakat dapat berperanserta dalam penyelenggaraan Pemberdayaan dan Perlindungan Nelayan melalui kegiatan fasilitasi sumber pembiayaan atau permodalan, program kemitraan dan bina lingkungan, dan tanggung jawab sosial perusahaan. Pasal 52 (1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) dapat dilakukan secara perseorangan dan/atau berkelompok. (2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan dengan melakukan koordinasi bersama Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan Nelayan. Pasal 53 (1) Partisipasi Nelayan dalam bentuk KUB, secara berkala menyampaikan laporan kegiatan kepada instansi kelautan dan Perikanan di daerah. (2) Laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisikan perkembangan dari pelaksanaan program yang diadakan Pemerintah Daerah dan/atau pihak lainnya. Pasal 54 (1) Dalam rangka mengembangkan usaha Perikanan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab memfasilitasi Kemitraan Usaha penangkapan Ikan. 28

30 (2) Pola kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. antarnelayan; b. antara Nelayan dengan koperasi Perikanan; c. antara Nelayan dengan pelaku usaha Perikanan; d. antara Nelayan dengan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah; dan e. antara Nelayan dengan lembaga perbankan atau lembaga pembiayaan. Pasal 55 (1) Kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dapat dilakukan dalam bidang meliputi: a. proses alih keterampilan bidang produksi dan pengolahan; b. pemasaran; c. permodalan; d. sumber daya manusia; dan/atau e. teknologi sesuai dengan pola kemitraan. (2) Pola kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk inti plasma, subkontrak, dagang umum, keagenan atau waralaba; (3) Kemitraan dilakukan dengan menghormati asas kebebasan berkontrak. BAB X PENGAWASAN Pasal 56 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab melaksanakan pengawasan terhadap Nelayan 29

31 dalam memanfaatkan usaha Perikanan di wilayah pesisir dan pulaupulau kecil serta perairan umum daratan. (2) Pengawasan Nelayan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemantauan, pelaporan, dan evaluasi. (3) Dalam melaksanakan pengawasan Nelayan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat melibatkan masyarakat dalam pemantauan dan pelaporan dengan memberdayakan potensi yang ada. (4) Keterlibatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) difungsikan untuk menjaga dan melestarikan sumber daya Perikanan serta membantu aparat dalam mencegah terjadinya pelanggaran pemanfaatan sumber daya Perikanan melalui pembentukan kelompok masyarakat pengawas. (5) Kelompok masyarakat pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikoordinasikan oleh lembaga lokal dan bersinergi dengan aparat penegak hukum. BAB XI PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 57 (1) Sengketa antar Nelayan diselesaikan dengan mengedepankan alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik. (2) Penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung antara para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis. (3) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diselesaikan, atas kesepakatan tertulis para pihak sengketa diselesaikan melalui bantuan mediator. (4) Penyelesaian sengketa melalui bantuan mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) 30

32 hari harus mencapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait. (5) Kesepakatan penyelesaian sengketa secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik. Pasal 58 (1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya memfasilitasi penyelesaian sengketa Nelayan melalui: a. pemberian Akses atas informasi terkait sengketa; b. penyediaan mediator; dan/atau c. pemberian advokasi dan bantuan hukum bagi Nelayan Kecil. (2) Sengketa Nelayan yang terjadi dalam aspek administratif diselesaikan melalui mekanisme administratif yang ada pada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan tingkat kewenangannya. Pasal 59 Dalam hal penyelesaian sengketa alternatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 tidak dapat dicapai, penyelesaian sengketa dilakukan melalui jalur pengadilan. BAB XII LARANGAN DAN SANKSI Pasal 60 (1) Nelayan dilarang menyalahgunakan dan/atau menggunakan bantuan fasilitas dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yang tidak sesuai dengan peruntukannya. (2) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan prasarana dan sarana penangkapan Ikan dan yang terkait dengan kegiatan Perikanan. 31

33 (3) Petugas yang membantu peningkatan kesejahteraan Nelayan baik karena bencana maupun dalam rangka pelaksanaan program peningkatan ekonomi dilarang memungut dan/atau meminta sesuatu imbalan dalam bentuk apapun kepada Nelayan. Pasal 61 (1) Nelayan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) dikenakan sanksi administrasi berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; dan/atau c. pencabutan izin. (2) Petugas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 62 Dengan berlakunya Undang-Undang ini, semua peraturan pelaksanaan yang bersifat teknis dinyatakan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Pasal 63 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 32

34 Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA tanda tangan... Diundangkan di Jakarta Pada tanggal... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, tanda tangan... LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN... NOMOR... 33

35 PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN I. UMUM Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tanggung jawab untuk meleindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan keadila sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Sejalan dengan hal tersebut, salah satu tujuan pembangunan harus diarahkan pada pemberdayaan dan perlindungan Nelayan. Selama ini Nelayan memiliki konstilasi yang nyata dalam pembangunan neasional. Sebagai pelaku pembangunan, Nelayan perlu diberi perlindungan dan pemberdayaan untuk mendukung kemandirian nasional dibidang perikanan, kelautan, dan maritim. Saat ini Indonesia telah memiliki tiga Undang-Undang (UU) yang terkait langsung dengan pembangunan kelautan dan perikanan yaitu UU Nomor 31 Tahun 2004 jo. UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan; serta UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan telah diamandemen serta disahkan kembali menjadi UU baru oleh DPR pada tanggal 18 Desember Namun demikian, ketiga UU di bidang kelautan dan perikanan tersebut belum memberikan perhatian secara khusus pada perlindungan dan pemberdayaan masyarakat nelayan yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya kelautan dan perikanan. UU Nomor 31 Tahun 2004 maupun UU Nomor 45 tahun 2009 tidak memposisikan nelayan sebagai pihak yang mendapat 34

36 perlindungan dan pemberdayaan dalam menjalankan usaha di bidang penangkapan. Nelayan sebagai aktor utama dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan perlu mendapat perhatian, karena, pertama menurut konvensi ILO Nomor 188 Tahun 2007 tentang Pengaturan Bekerja di Bidang Perikanan (the Work in Fishing Convention) menyatakan bahwa pekerjaan di bidang perikanan khususnya penangkapan sebagai jenis pekerjaan yang berbahaya dibandingkan dengan jenis pekerjaan lainnya. Berbahaya karena pekerjaan tersebut memiliki resiko terjadinya pelanggaran hak-hak pekerja di atas kapal perikanan dan tindak pidana yang mengancam kelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan seperti illegal fishing dan penangkapan biota-biota laut yang dilindungi. Bahkan menurut penelitian United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) tahun 2011, kegiatan industri perikanan rentan pula disalahgunakan untuk melakukan tindakan kriminal yang bersifat transnasional seperti penyelundupan barang dan tenaga kerja (smuggling of goods and migrant workers), perdagangan manusia (human trafficking), peredaran narkotika dan obat-obat terlarang (illicit traffic in drugs and psychotrophic substances), serta tindakan kriminal lainnya yang berlangsung di tengah laut. Kedua, nelayan merupakan pihak yang berkontribusi sebagai penyedia produk hayati kelautan dan perikanan baik untuk kebutuhan konsumsi maupun industri pengolahan. Dari data produksi tahunan yang dirilis oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, kegiatan penangkapan menyumbang lebih dari 67% produksi perikanan nasional (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa nelayan memiliki peran strategis dalam memproduksi dan menyediakan produk perikanan baik secara kuantitas maupun kualitas. Akan tetapi, isu kualitas dan keamanan pangan produk perikanan Indonesia masih menjadi persoalan. Hal ini disebabkan faktor sumberdaya manusia nelayan, dan teknologi penangkapan serta penanganan (handling) pasca penangkapan. Perlindungan dan pemberdayaan nelayan tentu dapat memperbaiki kualitas produk perikanan Indonesia sesuai dengan standar 35

37 keamanan pangan yang dikembangkan oleh pemerintah maupun organisasi internasional seperti the International Organization for Standardization (ISO), the Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS Agreement), the Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT Agreement), dan the Codex Alimentarius Commission (Codex/CAC). Perlindungan dan pemberdayaan terhadap nelayan memiliki makna strategis sebab pertama, Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 2/3 luas berupa wilayah lautan. Kemampuan nelayan bekerja melakukan penangkapan ikan di perairan teritorial dan ZEE, serta berinteraksi dengan pihak asing di wilayah perbatasan dan perairan laut yang cenderung terbuka dapat menjadi modal sosial dalam menjaga keamanan wilayah perairan laut dan memperkuat posisi Indonesia secara geopolitik. Kedua, peranan nelayan sebagai penyedia produk kelautan dan perikanan dari hasil penangkapan secara ekonomi sangat signifikan. Total nilai produksi perikanan dan hasil penangkapan pada tahun 2010 mencapai Rp 59,6 trilyun, sedangkan nilai total ekspornya mencapai US$ 2,9 milyar (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012). Perlindungan dan pemberdayaan nelayan secara ekonomi dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar di dunia. Ketiga, keberadaan nelayan yang tersebar di seantero wilayah nusantara dengan berbagai ragam suku dan budaya dapat menjadi faktor untuk mempererat dan memperkokoh integrasi sosial di wilayah NKRI. Keempat, nelayan memiliki peran dan tanggung jawab menjaga dan melestarikan sumberdaya kelautan dan perikanan serta ekosistemnya. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Huruf a 36

38 Yang dimaksud dengan asas kedaulatan adalah penyelenggaraan Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi kedaulatan Nelayan yang memiliki hak-hak dan kebebasan dalam rangka mengembangkan diri. Huruf b Yang dimaksud dengan asas pengayoman adalah bahwa perlindungan dan pemberdayaan nelayan diselenggarakan dengan tujuan utama mengayomi dan memberikan jaminan perlindungan kepada nelayan. Huruf c Yang dimaksud dengan asas kemandirian adalah bahwa agar dalam setiap penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan nelayan harus memberikan peluang dan kesempatan yang sama. Huruf d Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah bahwa agar dalam setiap penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan nelayan harus memberikan peluang dan kesempatan yang sama. Huruf e Yang dimaksud dengan asas kesejahteraan bahwa penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan nelayan harus dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat nelayan. Huruf f Yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah bahwa penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan nelayan harus dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan antar sektor. Huruf g Yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah penyelenggaraan pemberdayaan nelayan dilakukan dengan 37

39 memperhatikan aspirasi masyarakat dan didukung dengan pelayanan informasi yang dapat diakses oleh masyarakat. Huruf h Yang dimaksud dengan asas efisiensi adalah Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dilakukan dengan tepat, cermat, dan berdaya guna untuk memperoleh hasil yang maksimal. Huruf i Yang dimaksud dengan asas kemitraan adalah bahwa agar dalam setiap penyelenggaraan pemberdayaan nelayan menerapkan kemitraan secara terbuka sehingga terjalin saling keterkaitan dan saling ketergantungan secara sinergis antar pemangku kepentingan. Huruf j Yang dimaksud dengan asas partisipatif adalah bahwa penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan harus dilakukan dengan menjamin adanya kesempatan masyarakat untuk berperan serta menghormati nilai-nilai kearifan tradisional yang ada di dalam masyarakat. Huruf k Yang dimaksud dengan berkelanjutan adalah bahwa penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan harus dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan nelayan dengan mengupayakan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan memperhatikan kondisi sosial budaya. Pasal 3 Pasal 4 38

40 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Ayat (1) Perencanaan dimaksudkan sebagai acuan dalam penetapan upaya-upaya Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan yang selaras dengan program Pemberdayaan masyarakat yang telah ada serta dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pelaku Usaha, dan masyarakat. Ayat (2) Pelaksanaan Pemberdayaan Nelayan wajib didasari adanya rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang integral dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah baik pada skala nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. Ayat (3) Pasal 10 39

41 Pasal 11 Pasal 12 Ayat (1) Ayat (2) Prasarana dan sarana yang dimaksudkan di dalam Undang- Undang ini tidaklah limitatif, sehingga jaminan Perlindungan Nelayan yang diberikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat berkembang pada macam prasarana dan sarana lainnya dengan mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 13 Ayat (1) Akses merupakan peluang atau kesempatan untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan penangkapan Ikan. Akses terhadap Nelayan wajib diberikan tanpa adanya pembatasan secara administratif mengenai status penduduk seorang Nelayan. Sehingga tidak akan ada permasalahan dikarenakan seorang Nelayan menangkap Ikan di Kabupaten/Kota yang tidak sesuai dengan status domisili hukumnya asalkan sesuai dengan zonasi kawasan konservasi perairan. Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas 40

42 Pasal 14 Ayat (1) Sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 13, dengan pemberian Akses kepada Nelayan tanpa pembatasan secara administratif, maka Nelayan wajib memanfaatkan pelabuhan Perikanan di seluruh wilayah Indonesia sebagai sentra aktivitasnya. Sehingga dalam hal terjadi keadaan tidak dapat berlabuh ke pelabuhan Perikanan asal, maka Nelayan wajib memanfaatkan pelabuhan Perikanan yang terdekat sebagai sentra aktivitas untuk melabuhkan hasil tangkapannya. Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 15 Ayat (1) Huruf a Huruf b Alat penangkapan Ikan seperti misalnya: alat pancing dan jaring. Huruf c Alat bantu penangkapan Ikan dapat bervariasi macamnya disesuaikan dengan kebutuhan nelayan, kemampuan pendanaan yang dimiliki oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah serta perkembangan teknologi yang ada. Alat bantu penangkapan Ikan tersebut misalnya: alat pengumpul Ikan (rumpon dan lampu), alat komunikasi, sonar, fish finder, dan winch. 41

43 Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Fasilitas sesuai peruntukan yang dimaksud pada ayat ini berkaitan dengan sarana dan prasarana penangkapan Ikan dan lainnya yang terkait dengan kegiatan perikanan. Pasal 16 Ayat (1) Jaminan Perlindungan bagi Nelayan dalam Akses terhadap bahan bakar wajib difasilitasi dengan stasiun pengisian bahan bakar yang terjangkau jaraknya dengan sentra kegiatan perikanan. Pemerintah bertanggung jawab menyiapkan sistem Perlindungan Akses bahan bakar ini dengan penguatan sistem identitas Nelayan. Ayat (2) Ayat (3) Pasal 17 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) 42

44 Ayat (4) Ayat (5) Penerbitan serta pengawasan penggunaan kartu identitas khusus Nelayan dilakukan oleh Menteri. Dalam hal seorang nelayan didapati tidak melakukan aktivitas apapun terkait kegiatan penangkapan Ikan selama 6 (enam) bulan, identitas khusus Nelayan akan dicabut lagi sampai dengan nelayan tersebut kembali beraktivitas seperti semula. Ayat (6) Pasal 18 Ayat (1) Ayat (2) Huruf a Izin usaha kepada Nelayan Kecil diberikan tanpa ada pembebanan persyaratan khusus. Pemberian izin usaha ini dilakukan sebagai bentuk legalitas usaha dan Perlindungan profesi yang diberikan bersamaan dengan pemberian kartu identitas Nelayan. Huruf b Perlindungan yang diantaranya melalui sistem identitas Nelayan dan izin usaha bagi Nelayan Kecil secara keseluruhan ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan, serta martabat Nelayan. Huruf c Sistem logistik perikanan dibentuk dan dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah guna menjamin adanya stabilitas harga dan pasokan produk perikanan. Hal ini diperlukan dalam hal antisipasi 43

45 kondisi iklim yang mempengaruhi produktivitas Nelayan pada satu periode musim. Pelaksanaan sistem logistik perikanan ini dapat dilakukan juga melalui diversifikasi produk perikanan, sebagai salah satu cara untuk mengatasi persoalan keawetan dari produk perikanan tersebut. Huruf d Informasi harga aktual dan mutakhir terutama diperuntukkan bagi produk perikanan yang menjadi komoditas ekspor. Sedangkan untuk komoditas perikanan lokal, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat menetapkan harga rujukan/patokan (referrence price) untuk menjamin adanya stabilitasi pasar. Huruf e Dengan adanya informasi harga maupun stabilitasi pasar komoditas perikanan diharapkan dapat meningkatkan perekonomian sekaligus mutu produk perikanan. Hal ini harus ditunjang dengan standar mutu produk perikanan yang sistematis dan terpantau dengan baik. Ayat (3) Selain tanpa perlu adanya persyaratan khusus, pemberian izin usaha kepada Nelayan Kecil diberikan tanpa adanya pembebanan biaya administrasi maupun biaya lainnya. Pasal 19 Pasal 20 44

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera No.166, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUMBER DAYA ALAM. Pembudidaya. Ikan Kecil. Nelayan Kecil. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5719) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDI DAYA IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN DAN PEMBUDI DAYA IKAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN DAN PEMBUDI DAYA IKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN DAN PEMBUDI DAYA IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN PETANI DAN KOMODITAS PERTANIAN JAGUNG DAN KEDELAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

2013, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

2013, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2013 KESEJAHTERAAN. Petani. Perlindungan. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5433) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang : a.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, [ BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECILDAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.40, 2013 KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. Pelaksanaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5404) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pancasila dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

- 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI

- 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI - 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pancasila dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2016 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

A RA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN INDUSTRI MEBEL

A RA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN INDUSTRI MEBEL SALINAN A RA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN INDUSTRI MEBEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDIDAYA IKAN

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERAN SERTA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH BANJARNEGARA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG - 1 - GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KETENTUAN TEKNIS, SYARAT DAN TATA CARA PEMBERDAYAAN PETANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa potensi pembudidayaan perikanan

Lebih terperinci

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BEUTUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN NELAYAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN NELAYAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN NELAYAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka memberikan perlindungan kepada nelayan, dengan ini menginstruksikan: Kepada:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.44, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Industrialisasi. Kelautan. Perikanan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNGJAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa keberadaan dunia usaha seyogyanya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas bersama antara

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 08 Tahun 2015 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.308, 2014 LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2013

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2013 WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNGJAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DI WILAYAH KOTA PEKALONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam mencapai

Lebih terperinci

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila No.6, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5391) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci