FENOMENA KORUPSI DALAM PEMBUATAN IJAZAH PALSU INTERNET KARYA ILMIAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FENOMENA KORUPSI DALAM PEMBUATAN IJAZAH PALSU INTERNET KARYA ILMIAH"

Transkripsi

1 FENOMENA KORUPSI DALAM PEMBUATAN IJAZAH PALSU DI INTERNET KARYA ILMIAH Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Sidang Skripsi Oleh Edward Gilang Syaputra PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS FALSAFAH DAN PERADABAN UNIVERSITAS PARAMADINA JAKARTA 2014

2 ABSTRAK Universitas Paramadina Program Studi Hubungan Internasional 2014 Edward Gilang Syaputra / Fenomena Korupsi Dalam Pembuatan Ijazah Palsu di Internet Korupsi pada saat ini telah menjadi fenomena yang sangat marak di masyarakat Indonesia. Bahkan korupsi telah menjalar ke berbagai aspek, diantaranya adalah internet. Internet dapat menjadi lahan yang subur dalam perkembangan korupsi disebabkan adanya berbagai hal yang dapat menjadi sarana berkembangnya tindak korupsi, antara lain adalah proses pembuatan ijazah palsu. Pembuatan ijazah palsu saat ini menjadi fenomena yang marak karena banyak orang-orang yang kedapatan memperoleh gelar sarjananya melalui jalan pintas seperti ini. Selain itu, pembuatan ijazah palsu erat hubungannya dengan tindak korupsi karena berhubungan dengan salah satu unsur tindak korupsi, yaitu penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana. Terlebih lagi, pembuatan ijazah palsu juga merupakan perbuatan melanggar hukum yang hal tersebut telah diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun Penelitian ini akan membahas kasus pembuatan ijazah palsu dengan studi kasus dari seorang narasumber yang membuat ijazah palsu di sebuah perusahaan bernama PT. ABC (nama perusahaan disamarkan) melalui internet. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara pembuatan ijazah palsu dengan tindak korupsi dan bentuk-bentuk korupsi yang muncul dalam pembuatan ijazah palsu. Di akhir penelitian akan ada kesimpulan serta saran yang diharapkan dapat menanggulangi terjadinya fenomena seperti ini dan mencegah terjadinya fenomena seperti ini di masa mendatang. Penelitian ini merupakan penelitan kualitatif yang disusun dengan metode deskriptif analitis. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa keterangan dari salah satu pengguna jasa pembuatan ijazah palsu di internet, dan data-data sekunder yang diperoleh melalui buku dan sumber lain yang relevan. Kata Kunci: Korupsi, Ijazah Palsu, Internet Daftar Pusaka: 9,

3 BAB I PENDAHULUAN Pemberian dan penganugerahan gelar pada seseorang oleh sebuah institusi tertentu adalah aktivitas sosial yang bersifat universal. Artinya, kegiatan seperti ini terdapat disemua masyarakat di seluruh dunia. Salah satu munculnya penganugerahan gelar itu berhubungan dengan keadaan masyarakat yang berlapis yang menjadi ciri kehidupan manusia. Keadaan seperti itu membutuhkan adanya identitas setiap lapisan masyarakat yang dapat dijadikan simbol bagi status sosial seseorang yang dapat memberikan sejumlah hak dan kewajiban dalam kehidupan. Salah satu dari pelbagai identitas simbolik itu adalah pemberian gelar pada sejumlah individu. Dengan gelar yang dimilikinya, seseorang dapat dibedakan dengan orang lain dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam kaitannya dengan kedudukan dengan peranannya dalam kerangka interaksi sosial 1. Kecuali itu, gelar itu juga berkaitan dengan pengakuan resmi atas prestasi yang telah dicapai seseorang dalam kehidupan. Paling tidak terdapat tiga jalur pewarisan yang diperoleh gelar. Diantaranya 2 : 1) Melalui jalur pewarisan, yang diperoleh secara ascribed. Misalnya terjadi pada gelar bangsawan. Dikalangan keluarga bangsawan gelar ini diperoleh berdasarkan keturunan atau darah Kanjeng Raden Tumenggung dan Raden Mas (Jawa), Tengku atau Teuku (Aceh), atau orang Kaya dan Tengku (Melayu). 2) Gelar yang diperoleh seseorang sebagai penghargaan atas prestasi yang telah dicapai seseorang dalam masyarakat, yang diberikan oleh lembaga yang berhak untuk melakukan hal itu, seperti Kerajaan, Negara, dan sebagainya. Gelar Tan Sri dan Datuk yang diberikan oleh pemerintah Malaysia, Lord, dan Sir oleh kerajaan Inggris, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) oleh Keraton Jogjakarta dan Keraton Surakarta atau Doktor Honoris Causa oleh Lembaga Pendidikan Tinggi adalah contoh dari tipe kedua dari pemberian gelar ini. 1 Sjafri Sairin, Antropologi Budaya dan Sosial, (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2002), hlm Ibid. 2

4 3) Gelar yang diperoleh karena prestasi (achievement) yang dicapai seseorang di bidang ilmu pengetahuan, seperti gelar, Ir., Drs., M.A., Ph.D., dan sebagainya. Di sebagian masyarakat Indonesia yang cenderung masih memiliki pola pikir feodalistik, gelar (degree) merupakan suatu kebanggaan luarbiasa dan sekaligus lambang status sosial pemiliknya di dalam masyarakat. Tidaklah mengherankan jika seseorang yang telah berhasil menyelesaikan studi dan memperoleh gelar akan disambut oleh pihak keluarga bagaikan pahlawan yang baru kembali dari medan perang. Serangkaian upacara dan selamatan/syukuran dengan mengundang relasi atau bahkan orang sekampung dilakukan untuk menyambut sang Sarjana/Magister/Doktor tersebut. Namun, jika tradisi seperti ini juga berlaku untuk penerima gelar palsu (gelar belian), yaitu gelar yang diperoleh melalui pembayaran sejumlah uang kepada oknum tertentu melainkan melalui proses pendidikan yang sebagaimana mestinya, maka esensi suatu gelar yang seharusnya lebih mengutamakan bobot ilmu dan karakter pribadi yang dimiliki oleh sang pemegang gelar tersebut, daripada sekedar ijazah atau nama gelar yang mentereng, menjadi luntur. Oleh karena itu banyak hal yang menyebabkan menjamurnya gelar palsu di kehidupan masyarakat, sebagai berikut 3 : 1. Mutu Pendidikan Nasional Masyarakat sudah sangat paham dengan mutu pendidikan di negeri ini. Posisi sumber daya manusia dan peringkat perguruan tinggi kita merosot amat rendah dibanding dengan negara-negara tetangga seperti Singapura maupun Malaysia. Oleh karena itu, bagi orangorang berkantong tebal dan berpikir praktis mungkin akan timbul pemikiran untuk apa bersusah payah meraih kesarjanaan formal yang hasilnya juga tidak membuat "lebih pintar", tidak siap kerja, lama selesainya, dan biaya yang dikeluarkan pun tidak jauh berbeda dengan "sarjana yang dibeli". Orang-orang seperti inilah yang kemudian tanpa ragu dan malu, memajang gelar palsu. Hal ini bisa terjadi karena masyarakat terkadang sulit membedakan mutu antara gelar sarjana sungguhan dengan gelar sarjana belian (palsu). 3 Op. Cit., hlm

5 2. Tuntutan Dunia Kerja Tuntutan dunia kerja yang lebih menggantungkan penilaian pada sertifikat, ijazah dan gelar juga semakin menguatkan pendapat bahwa ijazah dan gelar merupakan jaminan kesuksesan dalam berkarir. Tidaklah menjadi rahasia lagi bahwa di instansi-instansi tertentu, ijazah dan gelar adalah modal utama untuk kenaikan pangkat dan penghargaan (terlepas dari apakah itu gelar formal atau palsu) dibandingkan dengan performa kerja pegawai. Oleh karena itu jangan heran jika para pejabat di instansi tersebut tiba-tiba beramai-ramai mengikuti program S2 atau S3 kelas jauh dari universitas tertentu dalam rangka untuk mendapat promosi jabatan. 3. Kepribadian Sang Individu Adanya gangguan kepribadian tertentu yang dialami seseorang dapat menyebabkan individu tersebut tidak merasakan adanya suatu yang salah dengan perilaku membeli gelar. Bagi mereka hal ini merupakan suatu kesempatan untuk meraih impian yang diinginkannya dengan cara tercepat dan termudah. 4

6 1.1 Deskripsi Kasus Makalah ini akan coba mengangkat kasus ijazah palsu yang diperoleh melalui internet. Kasus ini merupakan fenomena yang sekarang marak berkembang di masyarakat, bahkan dikutip dari Kompas edisi Sabtu 9 Februari , kasus semacam ini pernah diungkap oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikjen Dikti) bersama pihak kepolisian. Makalah ini akan mengangkat kasus pembelian ijazah palsu oleh narasumber yang menggunakan jasa sebuah lembaga yang melayani pembuatan ijazah palsu, bernama PT ABC (nama perusahaan disamarkan), melalui internet. Dalam situs internet oknum pembuat ijazah palsu 5, terpampang seluruh informasi mengenai penawaran jasa pembuatan ijazah. PT ABC mengklaim sebagai lembaga terpercaya yang telah berdiri sejak tahun Mereka menyatakan dapat membantu siapapun yang memerlukan ijazah untuk berbagai macam keperluan. Situs ini menawarkan ijazah dari berbagai macam perguruan tinggi dan mengklaim memiliki sumber data dari berbagai macam perguruan tinggi dengan mencantumkan nama berbagai universitas negeri maupun swasta. Persyaratan yang diminta dari pembeli ijazah adalah data nama, tempat dan tanggal lahir serta foto yang akan dikirimkan melalui . Selain itu calon pembeli juga harus menyertakan IPK dan tahun kelulusan yang diinginkan, jurusan dan universitas yang diinginkan, serta alamat dan nomor telepon untuk mengirimkan dokumen ijazah. Dalam situsnya, PT ABC mencantumkan tarif untuk pembuatan ijazah, yang mana harganya dibedakan berdasarkan strata pendidikannya. Ijazah D3 dihargai sebesar 20 juta rupiah, namun khusus untuk D3 jurusan Kebidanan atau Keperawatan memiliki harga sebesar 80 juta rupiah. Untuk ijazah S1 memiliki harga 37 juta rupiah, sedangkan ijazah S2 memiliki harga 50 juta rupiah. Untuk Ijazah S3 memiliki harga 250 juta rupiah dan situs ini menyebutkan khusus untuk universitas terkenal, calon pembeli wajib mengikuti kuliah selama beberapa bulan. PT ABC dalam situsnya menyebutkan bahwa tarif untuk pembuatan ijazah telah meliputi biaya pembuatan skripsi, tesis, atau tugas akhir, transkrip nilai, legalisasi Nomor Induk Mahasiswa (NIM), legalisasi nomor seri ijazah yang terdaftar di Kopertis atau 4 Kompas, Kisah Bisnis Ijazah Palsu Yang Pernah Terungkap. Dalam 9 Februari 2013, diakses pada 17 Juli 2013, pukul WIB 5 PT. ABC, Jasa Pembuatan Ijazah. Dalam diakses pada 17 Juli 2013 pukul WIB 5

7 Kementrian Pendidikan dan universitas, serta biaya wisuda. PT ABC juga menjamin ijazah yang dikeluarkannya aman digunakan untuk mendaftar sebagai CPNS, Caleg, dan kepala daerah. Narasumber/pengguna jasa yang pernah menggunakan jasa PT ABC dalam pembuatan ijazah melalui keterangannya 6, menyatakan dalam proses pembuatan ijazah, dia pertama kali menghubungi contact person PT. ABC yang nomor teleponnya dicantumkan pada situs internet untuk mendapat penjelasan langsung mengenai prosedur pembuatan ijazah. Oknum tersebut menjelaskan bahwa semua persyaratan dan tarif sesuai dengan yang telah disebutkan dalam situs internet, namun hanya pada universitas-universitas tertentu saja yang calon pembeli juga bisa mengikuti proses wisuda selain mendapatkan ijazah. Oknum tersebut menyatakan ijazah dapat diselesaikan dalam waktu tujuh hingga delapan hari kerja, khusus untuk wisuda akan disesuaikan dengan jadwal wisuda yang diselenggarakan universitas yang bersangkutan, kemudian pembeli akan dikabari mengenai waktu penyelenggaraan wisuda. Oknum tersebut kemudian menjelaskan untuk pembayaran ijazah akan dikenakan uang muka kepada pembeli sebesar 50 persen, yang dibayarkan melalui transfer ke nomor rekening PT. ABC yang diberikan oleh oknum tersebut, lalu sisa pembayarannya akan dilunasi setelah ijazah selesai. Oknum pembuat ijazah palsu tersebut juga mengungkapkan bahwa ijazah yang dibuat tidak akan mengalami masalah dan dijamin keasliannya, karena PT. ABC telah menjalin kerjasama dengan orang-orang tertentu dari pihak universitas dan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, yang disebut oknum tersebut dengan orang dalam, dalam memastikan keaslian ijazah tersebut. Begitu pula dalam proses penyelenggaraan wisuda, pembeli tidak akan mengalami kesulitan, karena nanti pembeli juga akan diikutkan dalam proses gladi resik wisuda yang diselenggarakan kampus dan dibantu oleh oknum yang merupakan pihak kampus. Narasumber/pengguna jasa kemudian memutuskan untuk membuat ijasah S1 untuk kampus tertentu yang termasuk dengan proses wisuda. Ijazah dan transkrip kemudian diberikan kepada narasumber setelah proses wisuda oleh oknum yang ternyata merupakan pihak universitas dan juga menghadiri proses wisuda. Setelah ijazah dan transkrip nilai diperoleh, kemudian narasumber melunasi sisa pembayaran kepada oknum tersebut. Dalam pembuatan ijazahnya, narasumber dikenakan biaya sebesar 37 juta rupiah dan ijazah diperoleh 6 Wawancara dengan narasumber BA (nama dirahasiakan), dilakukan pada 15 Juli 2013, pukul WIB. 6

8 sekitar 2 bulan dikarenakan penyesuaian dengan jadwal wisuda yang diselenggarakan oleh kampus yang dipilihnya 7. 7 Wawancara dengan narasumber BA (nama dirahasiakan), dilakukan pada 15 Juli 2013, pukul WIB. 7

9 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kerangka Teori Definisi Korupsi Korupsi (Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Kemudian Robert Klitgaard dalam bukunya Controlling Corruption (1988) mendefinisikan korupsi sebagai "tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan Negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri); atau untuk melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi". 8 Menurut Kimberly Ann Elliott dalam Corruption and The Global Economy menyajikan definisi korupsi, yaitu "menyalahgunakan jabatan pemerintahan untuk keuntungan pribadi". 9 Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsurunsur sebagai berikut 10 : 1. Perbuatan melawan hukum. 2. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana. 3. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi. 4. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 8 Roberts Klitgaard, Controlling Corruption, (Regents of University of California: California, 1988), hlm Kimberly Ann Elliot, Corruption And The Global Economy, (Institute of International Economics: Washington DC, 1997), hlm KPK, Undang-undang Nomor 31 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam diakses pada 17 Juli 2013, pukul WIB. 8

10 5. Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan). 6. Penggelapan dalam jabatan. 7. Pemerasan dalam jabatan. 8. Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara). 9. Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Berikut adalah pasal-pasal yang menegaskan perbuatan pembuatan atau pemberian ijazah palsu merupakan hal yang melanggar ketentuan dalam undang-undang, antara lain 11 : pasal 67 ayat 1, yang berbunyi: Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi tanpa hak dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah). Kemudian pasal 68 ayat 1 yang berbunyi: Setiap orang yang membantu memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). Juga pasal 68 ayat 2 yang berbunyi: Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). 11 Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional), UU RI No. 20 Th 2003, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008) hlm

11 2.1.3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Undang-undang tersebut menjelaskan tentang informasi dan transaksi elektronik dan menegaskan bahwa segala bentu informasi elektronik dan dokumen elektronik dapat dijadikan barang bukti yang sah dalam upaya penjeratan hukum terhadap pelaku. Hal tersebut sesuai dengan pasal 5 ayat 1 yang berbunyi: Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah Letak Korupsi Dalam menentukan letak korupsi pada kasus ini, hendaknya dipahami terlebih dahulu arti dari korupsi. Korupsi berasal dari kata dalam bahasa Latin, corruptio, yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, dan menyogok. Secara luas, korupsi dapat diartikan sebagai tindakan menyalahgunakan jabatan atau wewenang untuk kepentingan pribadi yang bertentangan dengan kewajiban. Sedangkan dalam definisi terperinci mengenai korupsi telah dimuat dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 yang dirumuskan ke dalam 30 pasal. Ketiga puluh pasal tersebut dapat dikelompokkan ke dalam poin berikut: Kerugian keuangan negara Suap- menyuap Penggelapan dalam jabatan Pemerasan Perbuatan curang Benturan kepentingan dalam pengadaan Gratifikasi Dalam kasus ini setidaknya terdapat dua indikator yang menunjukkan terjadinya tindak korupsi yaitu, suap-menyuap dan perbuatan curang. Perbuatan membeli atau membuat ijazah palsu dapat dikategorikan sebagai perbuatan curang dengan tujuan kepentingan pribadi dan 12 Undang-undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), UU RI No. 11 Tahun Dalam diakses pada 17 Juli 2013, pukul WIB. 10

12 kerjasama antara oknum pembuat ijazah palsu dengan pihak universitas atau direktorat jenderal pendidikan tinggi dapat dikategorikan ke dalam penggunaan wewenang atau jabatan untuk kepentingan pribadi yang bertentangan dengan kewajiban, yang merupakan definisi dari korupsi. Lebih lanjut lagi, kerjasama tersebut dapat dikategorikan ke dalam suap-menyuap, yang memiliki definisi pemberian hadiah atau janji kepada seseorang agar orang tersebut melakukan atau tidak melakukan sesuatu terkait dengan jabatan atau wewenangnya yang bertentangan dengan kewajiban. 2.3 Analisa Sesuai dengan definisi dari korupsi, praktek pembuatan dan penggunaan ijazah palsu merupakan perbuatan yang termasuk ke dalam tindak korupsi. Hal tersebut dikarenakan praktek pembuatan dan penggunaan ijazah palsu merupakan tindakan yang termasuk ke dalam aspek-aspek tindak korupsi, antara lain perbuatan melawan hukum; penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana; memperkaya diri sendiri atau korporasi; dan memberi atau menerima hadiah atau janji. Dalam kasus pembuatan ijazah palsu, baik pihak penyedia jasa, oknum universitas atau perguruan tinggi, dan pengguna jasa pembuatan ijazah palsu dapat dianggap telah melakukan pelanggaran hukum. Penyedia jasa maupun oknum universitas atau perguruan tinggi dapat dianggap telah melakukan penyalahgunaan kewenangan dan sarana; khususnya bagi oknum universitas atau perguruan tinggi dengan memanfaatkan jabatan yang dimilikinya untuk membuat ijazah palsu menggunakan nama universitas yang bersangkutan dan menggunakan jabatannya dan sarana yang ada untuk mengikutsertakan pengguna jasa pembuatan ijazah palsu ke dalam proses wisuda yang resmi; serta bagi penyedia jasa dapat dianggap telah melakukan penyalahgunaan kesempatan dengan melihat adanya kebutuhan akan ijazah oleh masyarakat umum yang dijadikan celah untuk melakukan pelanggaran hukum. Penyedia jasa maupun oknum universitas atau perguruan tinggi dapat dianggap telah melakukan tindakan memperkaya diri maupun korporasi dengan melakukan perbuatan hukum, dan khusus bagi oknum universitas atau perguruan tinggi juga dapat dianggap telah melakukan tindakan menerima hadiah atau janji terkait dengan upayanya membantu pengguna jasa mendapatkan ijazah palsu dan mengikuti proses wisuda yang resmi. Atas tindakan pelanggaran yang telah disebutkan diatas, baik penyedia jasa, oknum dari universitas, maupun pengguna jasa dapat dikenakan hukuman dan dijerat dengan undang- 11

13 undang yang terkait. Bagi penyedia jasa dapat dijerat dengan undang-undang no. 20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) pasal 67 ayat 1 yang berbunyi: Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi tanpa hak dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah). Dengan hukuman paling lama sepuluh tahun penjara atau denda paling banyak satu miliar rupiah. Bagi oknum dari universitas atau perguruan tinggi dapat dijerat dengan undang-undang no. 20 tahun 2003 pasal 68 ayat 1 yang berbunyi: Setiap orang yang membantu memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). Dengan hukuman paling lama lima tahun penjara atau denda paling banyak lima ratus juta rupiah. Sedangkan bagi pengguna jasa dapat dijerat dengan undang-undang no. 20 tahun 2003 pasal 68 ayat 2 yang berbunyi: Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). Dengan hukuman paling lama lima tahun penjara atau denda paling banyak lima ratus juta rupiah. Segala bentuk informasi dan dokumen elektronik yang didapat baik dari penyedia jasa, oknum universitas atau perguruan tinggi, maupun penyedia jasa terkait pembuatan ijazah palsu ini juga dapat dijadikan barang bukti terhadap pelanggaran hukum tersebut. Sesuai dengan undang-undang no. 11 tahun 2008 pasal 5 ayat 1 yang menjelaskan tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang berbunyi: Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Hal tersebut patut menjadi perhatian masyarakat pada umumnya, karena menurut Sjahrin Harahap (2005, 80), pemalsuan ijazah disamping penipuan terhadap diri dan lembaga yang dipergunakannya dalam jangka panjang berarti menghancurkan semagat berjuang yang fair yang sangat di butuhkan oleh bangsa yang sedang mengejar ketertinggalannya seperti bangsa Indonesia. Oleh karena itu ijazah palsu adalah musuh kebenaran, ijazah palsu adalah jati diri pengguna ijazah tersebut, sekaligus lembaga yang mengeluarkannya. Ijazah palsu adalah lambang dari ketidak berdayaan untuk bersaing secara fair. Jadi ijazah palsu adalah 12

14 musuh masyarakat yang beradab. 13 Maka, jika sebuah masyarakat diwarnai ijazah palsu, masyarakat tersebut tergolong kepada masyarakat yang tidak berfikir maju yang akan tetap berada dalam ketertinggalannya. 14 Terkait dampak penggunaan ijazah palsu di masyarakat secara luas, setidak terdapat tiga hal yang akan timbul, antara lain: Pertama, menurunnya atau pelecehan wibawa dan martabat dunia pendidikan. Dunia pendidikan seringkali dijadikan sebagai standar dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat. Hal itu terlihat jelas dalam penilaian yang berdasarkan dampak dari kemajuan suatu negara, misalnya negara-negara yang maju dan adidaya seperti Jepang, USA, Inggris, Jerman, Perancis, Belanda adalah negara yang penduduknya dinyatakan sangat berpendidikan. Oleh karena itu, ketika Singapura, Korea, bahkan RRC menekankan arti pentingnya pendidikan maka negara-negara ini semakin maju. Berdasarkan hal inilah maka dunia pendidikan memiliki wibawa dan martabat. Akibat dari maraknya penggunaan gelar instan adalah pelecehan wibawa dan martabat dunia pendidikan. Oleh karena itu, jika kita menemukan seorang pejabat Indonesia yang menggunakan ijazah palsu maka negara Indonesia mengalami kemunduran. Karena pejabat tersebut tidak akan banyak memberikan kepedulian dan berbuat untuk pendidikan atau bahkan membiarkan pelecehan terhadap dunia pendidikan karena ia sendiri tidak merasakan proses pendidikan atau takut tersaingi oleh mereka yang berpendidikan secara benar. Kedua, dirugikannya kualitas sumber daya manusia (SDM). Seringkali dunia pendidikan adalah barometer atau standar pengukur kemajuan masyarakat suatu negara maka maraknya gelar instan merugikan kualitas sumber daya manusia (SDM) dari negara Indonesia. Oleh karena itu, sesuai yang diungkapkan Danang J. Murdono dalam artikel yang berjudul Gunakan Gelar Palsu Kejahatan Etika yang dikutip dari harian Sinar Harapan edisi 14 Maret 2007, pencantuman dan penggunaan gelar akademis palsu merupakan kejahatan etika yang harus dikenai hukuman, karena merugikan kepentingan masyarakat luas Syahrin Harahap, Penegakan Moral Akademik di Dalam dan di Luar Kampus, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005) hlm Ibid. 15 Danang J. Murdono, Gunakan Gelar Palsu Kejahatan Etika. Dalam diakses pada 17 Juli 2013, pukul WIB. 13

15 Ketiga, penipuan diri dan publik. Kemungkinan besar yang kita dapatkan adalah perusakan moral karena mereka sudah terbiasa dengan moral penipuan gelar instan. Seringkali orang yang menggunakan gelar instan tidak sadar bahwa mereka telah menipu dirinya sendiri karena telah membuat pengakuan status yang tidak sesuai dengan kualitasnya. Selain menipu diri sendiri, penggunaan gelar instan juga telah banyak menipu orang banyak. 14

16 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN Sistem sosial kita membutuhkan sebuah sistem atau patokan untuk mengukur kapabilitas seseorang untuk masuk di dunia kerja atau berpartisipasi lebih jauh dalam sistem sosial masyarakat. Akan tetapi, ketika sistem dan patokan yang dibuat menjadi begitu formal dan kaku, seperti tuntutan untuk memiliki gelar akademis, akan mempersempit ruang gerak bagi mereka yang mempunyai kompetensi tanpa memiliki legitimasi formal. Hal tersebut juga akan menyebabkan terbukanya peluang bagi oknum-oknum yang ingin mencari keuntungan melalui hal tersebut, seperti para penyedia jasa ijazah palsu, dan juga orang-orang yang terdesak oleh sistem yang menuntut adanya gelar akademis sebagai persyaratan untuk masuk ke dalam dunia kerja, yang akhirnya mendesak orang-orang ini untuk mengambil jalan pintas dengan menggunakan ijazah palsu. Pada akhirnya hal tersebut akan berujung kepada sebuah bentuk korupsi, dimana terjadi suap-menyuap, penyalahgunaan jabatan dan wewenang, dan upaya untuk memperkaya diri sendiri dengan cara melanggar kewajiban, di dalam fenomena pembuatan ijazah palsu. Oleh karena itu, dalam menghadapi kasus-kasus pemalsuan ijazah, sangat diharapkan partisipasi masyarakat dan tindakan tegas para penegak hukum dalam melakukan penyidikan dan penyelesaian melalui jalur hukum hingga ke pengadilan. Penerapan hukum yang berlaku kepada penyedia jasa, oknum universitas atau perguruan tinggi yang terlibat, maupun para pengguna jasa diharapkan akan menimbulkan efek jera dan menjadi sebuah peringatan bagi masyarakat pada umumnya agar tidak melakukan hal seperti ini. Pencegahan juga penting untuk dilakukan dalam menangani fenomena ini. Untuk itu, diperlukan sosialisasi secara sistemik dan sinergi terhadap seluruh lapisan masyarakat yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait secara terpadu. Segenap lapisan masyarakat perlu mendapatkan informasi tentang hal ini, seluruh elemen masyarakat perlu berpartisipasi dengan memberikan laporan apabila menemukan pelanggaran tersebut. Selain itu berbagai penyuluhan dan seminar yang terkait isu ini perlu dilakukan guna meningkatkan kesadaran masyarakat. Pemanfaatan media juga dapat menjadi upaya preventif dengan cara memberikan pesan layanan masyarakat dan pengetahuan terhadap masyarakat terkait fenomena ini. 15

17 Rehabilitasi juga menjadi aspek penting guna menangani para pelaku pembuatan ijasah palsu agar tidak kembali melakukan hal ini, juga bagi para pengguna jasa yang telah terlanjur membuat ijazah palsu. Hal tersebut bisa berupa penyuluhan terhadap para pelaku pembuatan ijazah palsu bahwa tindakan tersebut adalah hal yang melanggar hukum juga mengingatkan bahwa hukuman yang akan diberikan jika mereka melakukan lagi lebih berat, agar timbul efek jera terhadap para pelaku pembuatan ijazah palsu. Bagi para pengguna dihimbau untuk tidak menggunakan ijazah palsu yang mereka miliki dan hendaknya mereka yakin terhadap kemampuan dan kualitas diri sendiri untuk menempuh pendidikan guna mendapatkan ijazah yang resmi. Setidaknya terdapat enam elemen yang dapat bekerjasama untuk membasmi fenomena korupsi yang disebabkan penggunaan ijazah palsu, antara lain: Pihak Akademik. Para pelaku pendidikan atau akademisi dapat mempelopori pemberantasan gelar instan dengan cara meningkatkan mutu pendidikan dan tidak sematamata berorientasi materi. Hal ini dapat mengimplikasikan bahwa para pendidik dan peserta yang ada di perguruan tinggi benar-benar telah diseleksi secara ketat dengan memenuhi persyaratan yang sesuai dengan ketentuan hukum pendidikan. Selain itu, para pelaku pendidikan atau akademisi dapat membuat jaringan yang jelas diantara perguruan-perguruan tinggi yang legal sehingga yang tidak legal dapat dengan mudah diidentivikasi dan dilaporkan keberadaannya. Pihak Perusahaan. Sebagai perusahaan atau penerima lowongan kerja dihimbau untuk memeriksa secara ketat setiap ijazah atau pun gelar dari setiap pekerja sehingga mencegah kemungkinan ketidakadilan antara yang gelar instan dan gelar legal. Dunia kerja atau perusahaan-perusahaan ada baiknya tidak mengutamakan ijazah dan gelar sebagai dasar kenaikan pangkat atau penghargaan kerja, tetapi kepada kompetensi yang dimiliki dan kinerja si pekerja. Media Massa. Media massa dapat membantu upaya pemberantasan jual beli gelar dengan cara seleksi ketat terhadap sekolah-sekolah yang hendak dipublikasikan. Apabila terdapat sekolah yang menjadi pelaku gelar instan maka haruslah menolak untuk mempublikasikan dan harus melaporkannya kepada pihak kepolisian. 16

18 Masyarakat Umum. Masyarakat umum dapat berperan dalam pemberantasan tindakan gelar instan, yaitu dengan melaporkan lembaga-lembaga yang dicurigai atau diketahui secara jelas menjadi pelaku penjualan gelar instan. Selanjutnya, masyarakat umum seharusnya tidak mempromosikan lembaga-lembaga penjual gelar-gelar instan tersebut kepada orang lain, atau bahkan menjadi pembeli gelar instan tersebut. Pemerintah. Oleh karena sudah adanya hukum yang jelas mengenai tindakan gelar instan atau palsu maka pemerintah dapat secara aktif melakukan tindakan-tindakan baik preventif maupun kuratif untuk mencegah maraknya jual beli gelar instan dengan cara: Pertama, pembuatan kurikulum pendidikan nasional yang lebih seimbang antara pembentukan karakter individu dan ilmu pengetahuan. Selain itu, rencana strategi pendidikan hendaknya lebih beroirentasi pada pembukaan lapangan pekerjaan daripada hanya berhenti untuk mendapatkan ijazah atau gelar semata. Kedua, menindak tegas instansi penyelenggara-penyelenggara jual beli gelar instan. Ketiga, mencabut dan menghukum secara tegas para pembeli gelar instan tanpa pilih bulu, baik itu pejabat tinggi di negara ini karena justru merekalah yang paling memungkinkan untuk merusak moral dan melakukan tindakan jahat, serta tidak memberikan pemikiran yang baru bagi bangsa ini. Individu. Sebenarnya permasalahan utama dari maraknya gelar palsu di masyarakat terletak di dalam diri masing-masing sebagai individu yang bebas untuk bertindak secara benar atau salah. Oleh karena itu, setiap individu hendaklah menyadari bahwa tidak benar jalan pintas untuk mendapatkan gelar. 17

19 DAFTAR PUSTAKA Buku: Sairin, Sjafri. (2002). Antropologi Budaya dan Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Klitgards, Robert. (1988). Controlling Corruption, California: Regents of University of California Ann Elliot, Kimberly. (1997). Corruption and The Global Economy, Washington DC: Institute of International Economics Undang-Undang SISDIKNAS. (2008). Undang-Undang RI no. 20 tahun 2003, Jakarta: Sinar Grafika Harahap, Syahrin. (2005). Penegakan Moral Akademik di Dalam Dan di Luar Kampus, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Internet: Kompas. (2013). Kisah Bisnis Ijazah Palsu Yang Pernah Terungkap, dalam Diakses pada 17 Juli 2013, pukul WIB. PT. ABC. (2013). Jasa Pembuatan Ijazah, dalam diakses pada 17 Juli 2013 pukul WIB. Undang-undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). (2008). Undang-undang RI No.11 Tahun 2008, dalam diakses pada 17 Juli 2013, pukul WIB. Murdono, Danang J., (2008). Gunakan Gelar Palsu Kejahatan Etika, dalam diakses pada 17 Juli 2013, pukul WIB. KPK, (1999). Undang-undang Nomor 31 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam diakses pada 17 Juli 2013, pukul WIB. 18

STUDI KASUS KORUPSI DI INDONESIA

STUDI KASUS KORUPSI DI INDONESIA Modul ke: STUDI KASUS KORUPSI DI INDONESIA Disampaikan pada perkuliahan ETIK UMB kelas PKK Fakultas TEKNIK MUHAMMAD ALVI FIRDAUSI, S.Si, MA Program Studi TEKNIK INDUSTRI www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK

Lebih terperinci

BAB II IDENTIFIKASI DATA

BAB II IDENTIFIKASI DATA BAB II IDENTIFIKASI DATA 2.1. Definisi Buku Saku Secara umun buku adalah kumpulan kertas tercetak dan terjilid berisi informasi yang dapat dijadikan salah satu sumber dalam proses belajar dan membelajarkan.

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Penyusun Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia

Lebih terperinci

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 2001/134, TLN 4150] Pasal 5 (1) Dipidana dengan pidana penjara

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Penyusun Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi persoalan yang hangat untuk dibicarakan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan

Lebih terperinci

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Korupsi Pengertian korupsi menurut masyarakat awam khususnya adalah suatu tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara kesatuan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

ETIK UMB TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA

ETIK UMB TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA Modul ke: ETIK UMB TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA Fakultas Desain dan Seni Kreatif Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, SHI., M.Si A. Pengertian Korupsi Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS TELKOM BANDUNG

TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS TELKOM BANDUNG Propaganda Pemberantasan Korupsi Di Indonesia KARYA ILMIAH Diajukan untuk mengikuti Kompetisi Propaganda Antikorupsi 2016 Oleh Cheryl Marlitta Stefia NIM 1102140004 TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai Negara hukum Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA AKU WARGA NEGARA YANG BAIK

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA AKU WARGA NEGARA YANG BAIK TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA AKU WARGA NEGARA YANG BAIK Di Susun Oleh : Nama : Barnadin Cahyadi Saputra Nomor : 11.12.5373 Program : Strata

Lebih terperinci

POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada

POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada PELATIHAN APARATUR PEMERINTAH DESA DALAM BIDANG MANAJEMEN PEMERINTAHAN DESA BAGI APARATUR PEMERINTAH DESA Oleh : IPTU I GEDE MURDANA, S.H. (KANIT TIPIDKOR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

Bab XXV : Perbuatan Curang

Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXV : Perbuatan Curang Pasal 378 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

http://www.warungbaca.com/2016/12/download-undang-undang-nomor-19-tahun.html UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.251, 2016 KOMUNIKASI. INFORMASI. Transaksi. Elektronik. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau badan penegakan hukum untuk menyidik serta menyelesaikan segala kasus pelanggaran hukum yang

Lebih terperinci

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH JAUH TENTANG GRATIFIKASI, SEBAGAI AWAL DARI KORUPSI. Oleh : Ennoch Sindang Widyaiswara Madya, Pusdiklat KNPK, Kementerian Keuangan

MENGENAL LEBIH JAUH TENTANG GRATIFIKASI, SEBAGAI AWAL DARI KORUPSI. Oleh : Ennoch Sindang Widyaiswara Madya, Pusdiklat KNPK, Kementerian Keuangan 1 MENGENAL LEBIH JAUH TENTANG GRATIFIKASI, SEBAGAI AWAL DARI KORUPSI Oleh : Ennoch Sindang Widyaiswara Madya, Pusdiklat KNPK, Kementerian Keuangan ABSTRAKSI Pemberian hadiah adalah sesuatu yang terbiasa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan telah diratifikasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

Nama : Mei Linawati NIM : Kelompok : Hak Asasi Prog. Study : S1 Jurusan : Sistem Informasi Dosen : Drs. Muhammad Idris Purwanto, MM

Nama : Mei Linawati NIM : Kelompok : Hak Asasi Prog. Study : S1 Jurusan : Sistem Informasi Dosen : Drs. Muhammad Idris Purwanto, MM Nama : Mei Linawati NIM : 11.12.5785 Kelompok : Hak Asasi Prog. Study : S1 Jurusan : Sistem Informasi Dosen : Drs. Muhammad Idris Purwanto, MM STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012 1 DAFTAR ISI Daftar isi...1

Lebih terperinci

Korupsi dan Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Penanggulangannya. Oleh : Dewi Asri Yustia. Abstrak

Korupsi dan Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Penanggulangannya. Oleh : Dewi Asri Yustia. Abstrak Korupsi dan Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Penanggulangannya Oleh : Dewi Asri Yustia Abstrak Apakah kita masih bangga dengan Negara kita? apabila kita melihat catatan dari Ignatius Haryanto dalam artikelnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA

TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA Modul ke: 11 Udjiani Fakultas PSIKOLOGI 1. Pengertian Korupsi 2. Bentuk-bentuk Korupsi 3. Jenis Tindak Pidana Korupsi 4. Grafitikasi 5. Penyebab Korupsi Hatiningrum,SH.,M

Lebih terperinci

PENGERTIAN KORUPSI. Bab. To end corruption is my dream; togetherness in fighting it makes the dream come true. PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

PENGERTIAN KORUPSI. Bab. To end corruption is my dream; togetherness in fighting it makes the dream come true. PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI Bab 01 PENGERTIAN To end corruption is my dream; togetherness in fighting it makes the dream come true. KORUPSI 2 Kompetensi Dasar 1. Mahasiswa mampu menjelaskan arti kata dan definisi korupsi secara tepat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan Masyarakat dan sebagaian Masyarakat merasa dirugikan oleh pihak yang berbuat kejahatan tersebut,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK 2 tahun ~ paling lama Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Materi yang Diatur KUHAP RUU KUHAP Undang TPK Undang KPK Catatan Penyelidikan Pasal 1 angka 5, - Pasal 43 ayat (2), Komisi Dalam RUU KUHAP, Penyelidikan

Lebih terperinci

Modul ke: ETIK UMB. Mengenali Tindakan Korupsi. Fakultas Ilmu Komputer. Yani Pratomo, S.S, M.Si. Program Studi. Sistem Informasi.

Modul ke: ETIK UMB. Mengenali Tindakan Korupsi. Fakultas Ilmu Komputer. Yani Pratomo, S.S, M.Si. Program Studi. Sistem Informasi. Modul ke: ETIK UMB Mengenali Tindakan Korupsi Fakultas Ilmu Komputer Yani Pratomo, S.S, M.Si. Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id Mengenal Tindakan Korupsi Masyarakat sepakat bahwa Korupsi

Lebih terperinci

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2008 PORNOGRAFI. Kesusilaan Anak. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.970, 2016 OMBUDSMAN. Pengendalian Gratifikasi. Pencabutan. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN GRATIFIKASI DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Saat ini, kewenangan untuk merumuskan peraturan perundang undangan, dimiliki

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

MAKALAH PANCASILA KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME KELOMPOK A

MAKALAH PANCASILA KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME KELOMPOK A MAKALAH PANCASILA KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME KELOMPOK A disusun oleh : Galung Edo Gardika 11.02.8081 D3-MI Dosen pembimbing Drs. M Kalis Purwanto, MM SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

Modul ke: Etik UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya - 1. Fakultas MKCU. Finy F. Basarah, M.Si. Program Studi MKCU.

Modul ke: Etik UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya - 1. Fakultas MKCU. Finy F. Basarah, M.Si. Program Studi MKCU. Modul ke: Etik UMB Tindakan Korupsi dan Penyebabnya - 1 Fakultas MKCU Finy F. Basarah, M.Si Program Studi MKCU www.mercubuana.ac.id Tindakan Korupsi dan Penyebabnya -1 Etik UMB Abstract:Korupsi di Indonesia

Lebih terperinci

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi Delik Korupsi Dalam Rumusan Undang-Undang 1 1 Bab 07 Never let corruptors unpunished DELIK KORUPSI DALAM RUMUSAN UNDANG-UNDANG Delik Korupsi Dalam Rumusan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi berjalan lebih dari satu dasawarsa cita- cita pemberantasan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi berjalan lebih dari satu dasawarsa cita- cita pemberantasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alasan mendasar terjadinya reformasi tahun 1998 karena pemerintahan waktu itu yaitu pada masa orde baru telah terjadi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah

Lebih terperinci

TINJAUAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEMPERKAYA DIRI DAN ORANG LAIN. Oleh. Perbuatan korupsi sangat identik dengan tujuan memperkaya diri atau

TINJAUAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEMPERKAYA DIRI DAN ORANG LAIN. Oleh. Perbuatan korupsi sangat identik dengan tujuan memperkaya diri atau TINJAUAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEMPERKAYA DIRI DAN ORANG LAIN Oleh Ir. H. Hirwan Jack, MBA, MM Widyaiswara Madya BKPP Aceh A. Pendahuluan Perbuatan korupsi sangat identik dengan tujuan memperkaya diri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000

Lebih terperinci

BAB 11 TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA

BAB 11 TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA BAB 11 TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA Modul ke: 11 Mengapa dipelajari? Agar kita tidak ikut melakukan korupsi yang saat ini sudah menyebar ke segala lapisan masyarakat Fakultas Program Studi Rina Kurniawati,

Lebih terperinci

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan Selain masalah HAM, hal janggal yang saya amati adalah ancaman hukumannya. Anggara sudah menulis mengenai kekhawatiran dia yang lain di dalam UU ini. Di bawah adalah perbandingan ancaman hukuman pada pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak : PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK POLANDIA TENTANG KERJASAMA PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL DAN KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 111 (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Fockema Andreae, kata korupsi berasal dari bahasa latin yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Fockema Andreae, kata korupsi berasal dari bahasa latin yaitu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Menurut Fockema Andreae, kata korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruptio atau corruptus. Namun kata corruptio itu berasal pula dari kata

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN [LN 1992/33, TLN 3474]

UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN [LN 1992/33, TLN 3474] UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN [LN 1992/33, TLN 3474] BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 48 Setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia tanpa melalui pemeriksaan oleh Pejabat

Lebih terperinci

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG- UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) Pasal 45 Ayat 1 Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam

Lebih terperinci

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H 1 UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H A. LATAR BELAKANG Pemerintah sangat menjunjung tinggi perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya, sehingga diperlukan pemantapan-pemantapan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

ETIK UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya. Pendahuluan. Modul ke: Daftar Pustaka. 12Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

ETIK UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya. Pendahuluan. Modul ke: Daftar Pustaka. 12Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Modul ke: 12Fakultas ISLAHULBEN, Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen ETIK UMB Tindakan Korupsi dan Penyebabnya SE., MM Pendahuluan Bentuk Korupsi Akhiri Presentasi Gratifikasi Daftar Pustaka Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kasus Korupsi sering kali berhubungan erat dengan tindak pidana pencucian uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

Lebih terperinci

Gratifikasi. Suap, Pungli. Hukum positif Jenis-jenis korupsi (UU No. 31 Th 1999 jo. UU No. 20 Th 2001) 4/17/2013. Janji/ suap.

Gratifikasi. Suap, Pungli. Hukum positif Jenis-jenis korupsi (UU No. 31 Th 1999 jo. UU No. 20 Th 2001) 4/17/2013. Janji/ suap. Suap, Pungli Gratifikasi Tips menolak gratifikasi. & Disusun oleh : Erif Hilmi. Hukum positif Jenis-jenis korupsi (UU No. 31 Th 1999 jo. UU No. 20 Th 2001) Tindak koruptif yang paling sulit dihindari.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang mengaturnya, karena hukum merupakan seperangkat aturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga

Lebih terperinci

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA MEMAHAMI UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) DAN PENERAPANNYA PADA DOKUMEN ELEKTRONIK SEPERTI E-TICKETING DI INDONESIA Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM 5540180013 Dosen DR.

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA KASUS. Lihat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta tertanggal 27 Mei 2008, No. 06/Pid/Prap/2008/PN Jkt-Sel

BAB 4 ANALISA KASUS. Lihat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta tertanggal 27 Mei 2008, No. 06/Pid/Prap/2008/PN Jkt-Sel 59 BAB 4 ANALISA KASUS 4.1 Posisi Kasus Penangkapan Dalam Hal Tertangkap Tangan Atas Al Amin Nasution Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sudah begitu parah dan meluas

Lebih terperinci

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur No.104, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DIKBUD. Kebudayaan. Pemajuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6055) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017

Lebih terperinci

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI Delik Korupsi Dalam Rumusan Undang-Undang 1 1 Bab 07 Never let corruptors unpunished DELIK KORUPSI DALAM RUMUSAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa

Lebih terperinci