BAB IV PEMBAHASAN. Group Field Project (GFP) ini dilaksanakan melalui Observasi dan Focus

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PEMBAHASAN. Group Field Project (GFP) ini dilaksanakan melalui Observasi dan Focus"

Transkripsi

1 BAB IV PEMBAHASAN Group Field Project (GFP) ini dilaksanakan melalui Observasi dan Focus Group Discussion (FGD) yang telah dilakukan di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). GFP ini juga diperdalam dengan hasil wawancara dan konfirmasi dengan berbagai pihak di lingkungan Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM, yaitu Pejabat Fungsional Auditor dan pegawai terkait di lingkungan Sekretariat Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM. FGDini dilakukan melalui beberapa kali pertemuan dengan jumlah peserta bervariasi antara 5 (lima) sampai dengan 12 (dua belas) orang yang masing-masing mewakili koordinator kelompokkerja auditor di lingkungan Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM. Hasil observasi menunjukkan bahwa secara umum Inspektorat JenderalKementerian ESDM belum menerapkan perencanaan audit yang berbasis risiko, khususnya perencanaan untuk penyusunan Program Kerja Audit Tahunan (PKAT). Selama ini perencanaan audit disusun dengan metode tradisional, dimana penyusunannya hanya berdasarkan audit tahun sebelumnya dan agar terjadi pemerataan beban tugas bagi setiap auditor. Setiap auditable unitjuga diyakini mempunyai risiko yang sama, sehingga komposisi tim auditor yang diberangkatkan relatif sama, baik dari segi jumlah personil maupun waktu/hari audit yang dibutuhkan. 42

2 Reviu Pendahuluan Risiko Kementerian ESDM Sebagai salah satu kementerian dalam kabinet pemerintah, Kementerian ESDM mempunyairisiko yang sama dengan kementerian lainnya. Namun dalam tingkat eselon I, akan mempunyai risiko yang khusus dimiliki masing-masing unit. a. Risiko Portofolio Risiko portofolio yang didasarkan atas visi, misi, tugas dan fungsi, rencana strategis, dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi PemerintahUnit Eselon I di lingkungan Kementerian ESDM adalah sebagai berikut: 1) Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM Sekretariat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas serta pembinaan dan pemberian dukungan administrasi Kementerian ESDM.Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Jenderal menyelenggarakan fungsi, sebagai berikut: a) koordinasi kegiatan Kementerian ESDM; b) penyelenggaraan pengelolaan administrasi umum untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian ESDM; c) penyelenggaraan hubungan kerja di bidang administrasi dengan Kementerian Koordinator, Kementerian lain, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, dan lembaga lain yang terkait; d) pelaksanaan tugas lain yang diberikan Menteri ESDM.

3 44 2) Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian ESDM.Dalam melaksanakan tugasnya, Inspektorat Jenderal menyelenggarakan fungsi, sebagai berikut: a) Penyiapan rumusan kebijakan pengawasan; b) Pelaksanaan pengawasan kinerja, keuangan, dan pengawasan untuk tujuan tertentu atas petunjuk Menteri; c) Pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat Jenderal; d) Penyusunan laporan hasil pengawasan. Inspektorat Jenderal menetapkan visi: Terciptanya lembaga pengawasan yang profesional, berdaya tangkal tinggi, efektif, efisien dan berwibawa serta mampu mendeteksi secara dini atas penyimpangan yang terjadi dalam rangka meningkatkan kualitas dan kinerja setiap unsur di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Untuk mewujudkan visinya, Inspektorat Jenderal menetapkan misi, sebagai berikut: a) Melaksanakan pengawasan secara independen dan lugas dalam rangka mendorong terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih adalah pemerintahan yang mendorong partisipasi masyarakat, taat hukum, tertib administrasi, transparan, responsif terhadap aspirasi masyarakat, penetapan kebijakan publik berdasarkan konsensus dengan masyarakat dan pihak-pihak terkait, kesetaraan, efektif dan efisiensi, akuntabel, visioner dan bebas KKN;

4 45 b) Mengembangkan sistem pengawasan dan sistem informasi pengawasan yang akurat dan aktual; c) Meningkatkan profesionalisme aparatur pengawasan fungsional yang didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. 3) Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang minyak dan gas bumi. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi menyelenggarakan fungsi, sebagai berikut: a) penyiapan rumusan kebijakan Kementerian ESDM di bidang minyak dan gas bumi; b) pelaksanaan kebijakan di bidang minyak dan gas bumi; c) penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang minyak dan gas bumi; d) pemberian bimbingan teknis dan evaluasi; e) pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi menetapkan visi: Menjadi pembuat kebijakan dan regulator yang kompeten serta pelaksana pelayanan prima di bidang industri migas. Untuk mewujudkan visinya, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi menetapkan misi, sebagai berikut: a) Meningkatkan kompetensi, profesionalisme dan integritas sumber daya manusia;

5 46 b) Meningkatkan koordinasi dan kebersamaan; c) Menciptakan citra yang baik dan lingkungan kerja yang kondusif; d) Menghasilkan kebijakan dan regulasi yang sesuai dan tepat sasaran serta layanan prima di bidang industri migas. 4) Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang listrik dan pemanfaatan energi. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi menyelenggarakan fungsi, sebagai berikut: a) penyiapan rumusan kebijakan Kementerian ESDM di bidang listrik dan pemanfaatan energi; b) pelaksanaan kebijakan di bidang listrik dan pemanfaatan energi; c) penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang listrik dan pemanfaatan energi; d) pemberian bimbingan teknis dan evaluasi; e) pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi. Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energimenetapkan visi: Terwujudnya industri ketenagalistrikan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan melalui pendayagunaan sumber daya energi yang optimal, pelayanan universal dengan kualitas tinggi, andal, sehingga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

6 47 Terwujudnya penyediaan dan pemanfaatan energi yang efisien, bersih, andal, dan harga yang terjangkau dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan visi tersebut, Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi menetapkan misi, sebagai berikut: a) Menyelenggarakan pembangunan sarana penyediaan dan penyaluran tenaga listrik untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik daerah dan nasional; b) Melaksanakan pengaturan usaha penyediaan dan usaha penunjang tenaga listrik; c) Melaksanakan pengaturan keselamatan ketenagalistrikan dan lindungan lingkungan; d) Memanfaatkan seoptimal mungkin sumber energi primer dan energi terbarukan dengan memperhatikan keekonomiannya, menjaga kesinambungan ketersediaan energi nasional yang berkelanjutan (security of supply); e) Mengutamakan pemanfaatan Sumber Energi Setempat dan energi terbarukan untuk pembangkit tenaga listrik, mendorong pemanfaatan dan penguasaan teknologi yang efisien dan konservasi energi, serta mendorong terciptanya budaya hemat energi; f) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penggunaan energi terbarukan dan konservasi energi; g) Mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat.

7 48 5) Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang mineral, batubara, dan panas bumi. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi menyelenggarakan fungsi, sebagai berikut: a) penyiapan rumusan kebijakan Kementerian ESDM di bidang mineral, batubara dan panas bumi; b) pelaksanaan kebijakan di bidang mineral, batubara dan panas bumi; c) penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang mineral, batubara dan panas bumi; d) pemberian bimbingan teknis dan evaluasi; e) pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi. Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi menetapkan visi: Terwujudnya pengelolaan sumber daya mineral, batubara, panas bumi, dan air tanah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Untuk mewujudkan visi tersebut, Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi menetapkan misi, sebagai berikut: a) Melaksanakan pembangunan di bidang mineral, batubara, panas bumi, dan air tanah dengan memberikan manfaat dan nilai tambah yang optimal;

8 49 b) Mewujudkan sumber daya manusia yang profesional, berdaya saing tinggi, dan bermoral dalam lingkungan global; c) Meningkatkan pembinaan kualitas penyelenggaraan personil, pendanaan, prasarana, dan dokumen; d) Mewujudkan Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi yang bersih dan berwibawa dengan melaksanakan good governance. 6) Badan Geologi Badan Geologi mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pelayanan di bidang geologi. Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Geologi menyelenggarakan fungsi, sebagai berikut: a) perumusan kebijakan di bidang geologi; b) perumusan rencana dan program penelitian dan pelayanan; c) pembinaan dan pelaksanaan penelitian dan pelayanan; d) pelayanan survei geologi, serta penelitian dan pelayanan di bidang sumber daya geologi, vulkanologi dan mitigasi bencana geologi, dan geologi lingkungan; e) pembinaan pelayanan jasa penelitian geologi; f) pemberian rekomendasi serta penyajian informasi hasil survei, penelitian dan pelayanan; g) evaluasi pelaksanaan penelitian dan pelayanan di bidang geologi; h) pelaksanaan urusan administrasi Badan Geologi.

9 50 Badan Geologi menetapkan visi: Geologi untuk perlindungan dan kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan visi tersebut, Badan Geologi menetapkan misi, sebagai berikut: a) Mempromosikan geologi untuk kepentingan perencanaan dan penataan wilayah; b) Mengungkap potensi sumber daya geologi: migas, panas bumi, batubara, mineral dan air tanah serta potensi geologi lainnya; c) Mengungkap potensi bencana geologi bagi kepentingan perlindungan manusia dan potensi ekonomi; d) Mendorong penerapan geo-sciences bagi kepentingan konservasi sumber daya geologi dan potensi geologi lainnya serta perlindungan lingkungan. 7) Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM (Balitbang ESDM) mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang energi dan sumber daya mineral. Dalam melaksanakan tugasnya, Balitbang ESDM menyelenggarakan fungsi, sebagai berikut: a) perumusan kebijakan penyelenggaraan, rencana dan program penelitian dan pengembangan teknologi tinggi dan ekonomi; b) pembinaan penelitian dan pengembangan teknologi tinggi dan ekonomi; c) pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang minyak dan gas bumi, mineral, batubara, panas bumi, serta ketenagalistrikan dan energi baru terbarukan;

10 51 d) pembinaan pelayanan jasa teknologi; e) penyajian informasi hasil penelitian dan pengembangan; f) evaluasi pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang energi dan sumber daya mineral; g) pelaksanaan urusan administrasi Balitbang ESDM. Balitbang ESDM menetapkan visi: Terwujudnya badan penelitian dan pengembangan yang profesional, berdaya saing tinggi, dan mandiri di sektor energi dan sumber daya mineral. Untuk mewujudkan visinya, Balitbang ESDM menetapkan misi, sebagai berikut: a) Melaksanakan penelitian dan pengembangan di sektor energi dan sumber daya mineral; b) Memberikan masukandan dukungan dalam penyusunan kebijakan di sektor energi dan sumber daya mineral; c) Memberikan pelayanan teknologi. 8) Badan Pendidikan dan Pelatihan ESDM Badan Pendidikan dan Pelatihan ESDM (Badiklat ESDM) mempunyai tugas melaksanakan pendidikan dan pelatihan di bidang energi dan sumber daya mineral. Dalam melaksanakan tugasnya, Badiklat ESDM menyelenggarakan fungsi, sebagai berikut: a) perumusan kebijakan penyelenggaraan, rencana dan program pendidikan dan pelatihan; b) pembinaan dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan;

11 52 c) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan minyak dan gas bumi, mineral, batubara, geologi, serta ketenagalistrikan dan energi baru terbarukan; d) penyajian informasi hasil pendidikan dan pelatihan; e) pembinaan pelayanan jasa pendidikan dan pelatihan; f) evaluasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di bidang energi dan sumber daya mineral; g) pembinaan operasional Perguruan Tinggi Kedinasan Akademi Minyak dan Gas Bumi; h) pelaksanaan urusan administrasi Badiklat ESDM. Badiklat ESDM menetapkan visi: Mewujudkan sumberdaya manusia profesional, berdaya saing tinggi, dan bermoral dalam lingkungan global di bidang energi dan sumber daya mineral melalui lembaga pendidikan dan pelatihan terpadu yang unggul. Untuk mewujudkan visinya, Badiklat ESDM menetapkan misi, sebagai berikut: a) Melaksanakan koordinasi rencana dan program, pengelolaan personil, pendanaan, prasarana dan dokumen, perangkat kebijakan, kerjasama, organisasi dan tats laksana, jejaring serta promosi bidang pendidikan dan pelatihan sektor energi dan sumber daya mineral. b) Melaksanakan kegiatan penguatan kelembagaan dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia berbasis kompetensi serta menciptakan perangkat kebijakan dan sarana prasarana, kerjasama, jejaring dan promosi bidang pendidikan dan pelatihan sektor ESDM.

12 53 9) Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional adalah unsur pembantu Dewan Energi Nasional (DEN) yang secara fungsional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada DEN dan secara administratif bertanggung jawab kepada Menteri ESDM. Sekretariat Jenderal DEN mempunyai tugas memberikan dukungan teknis dan administratif kepada DEN serta fasilitasi kegiatan Kelompok Kerja. 10) Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi(BPH Migas) mempunyai fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak dan pengangkutan gas bumi melalui pipa, dalam suatu pengaturan agar ketersediaan dan distribusi bahan bakar minyak yang ditetapkan Pemerintah dapat terjamin di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta meningkatkan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri.untuk melaksanakan fungsi tersebut, BPH Migas mempunyai tugas mengatur dan menetapkan: a) ketersediaan dan distribusi bahan bakar minyak; b) cadangan bahan bakar minyak nasional; c) pemanfaatan fasilitas pengangkutan dan penyimpanan bahan bakar minyak; d) tarif Pengangkutan gas bumi melalui pipa; e) harga gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil; f) pengusahaan transmisi dan distribusi gas bumi.

13 54 BPH Migas menetapkan visi: Terwujudnya penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meningkatnya pemanfaatan gas bumi di dalam negeri melalui persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk mewujudkan visinya, BPH Migas menetapkan misi, yaitu: Melakukan pengaturan dan pengawasan secara independen dan transparan atas pelaksanaan kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak dan peningkatan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri. Dari tugas dan fungsi unit-unit eselon I diatas, dapat diambilkesimpulan bahwa kategori risiko yang ada adalah risiko stratejik dan kebijakan, risiko finansial, risiko operasional, risiko kepatuhan, dan risiko fraud. b. Identifikasi Risiko Sumber-sumberrisiko yang terjadi di Kementerian ESDM dapat dikelompokkan, sebagai berikut: 1) Risiko Kerugian Negara; 2) Risiko Pelanggaran terhadap Undang-Undang yang berlaku; 3) Risiko Pelanggaran terhadap prosedur dan tata kerja yang telah ditetapkan; 4) Risiko Penyimpangan dari ketentuan pelaksanaan anggaran; 5) Risiko Hambatan terhadap kelancaran proyek; 6) Risiko Hambatan terhadap kelancaran tugas pokok; 7) Risiko Kesalahan Administrasi; dan 8) Risiko Ketidaklancaran pelayanan terhadap masyarakat.

14 55 Sementara itu, faktor-faktorrisiko yang diambil untuk pelaksanaan GFP ini, terdiri dari: 1) Audit assurance; 2) Materialitas; 3) Residual Risk; 4) Audit Sebelumnya; 5) Pertimbangan Auditor (Judgment) Penyusunan Audit Universe dan Penetapan Auditable Units Audit universe mewakili berbagai potensi dari semua kegiatan audit dan terdiri dari sejumlah auditable units. Unit-unit ini umumnya mencakup serangkaian program, kegiatan, fungsi (unit), struktur dan inisiatif yang secara kolektif memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan strategis organisasi. Dan seperti disebutkan dalam bab sebelumnya, audit universe mewakili seluruh populasi dari subyek yang berpotensi atau layak untuk diaudit (auditable units) karena memiliki karakteristik yang serupa dan dapat dilakukan risk assessment (penaksiran risiko). Oleh karena itu, penyusunan audit universe di lingkungan Kementerian ESDM akan dilandaskan pada struktur organisasi Kementerian ESDM yang mana sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 0030 Tahun 2005, Kementerian ESDM terdiri dari 8 (delapan) unit Eselon I, yaitu: 1) Sekretariat Jenderal; 2) Inspektorat Jenderal;

15 56 3) Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi; 4) Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi; 5) Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi; 6) Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral; 7) Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral; 8) Badan Geologi. Gambar 4.1. Struktur Organisasi Kementerian ESDM Selain unit organisasi intern, cakupan audit universe di lingkungan Kementerian ESDM ditambah dengan 2 (dua) unit organisasi berikut: 1) Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi 2) Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional Pemilihan auditable units berdasarkan unit/satuan kerja dikarenakan karakteristik organisasi suatu lembaga pemerintah, yang terdiri dari beberapa tingkatan unit/satuan kerja (eselon) yang menjalankan tugas dan fungsinya masingmasing, sebagai penjabaran tugas dan fungsi unit eselon di atasnya. Secara lengkap,

16 57 struktur organisasi Kementerian ESDM, terdiri atas 4 (empat) tingkatan unit eselon, mulai dari unit eselon I (satu tingkat di bawah menteri) sampai dengan unit eselon IV (empat tingkat di bawah menteri). Selanjutnya, penetapan auditable units di lingkungan Kementerian ESDM yang akan dimasukkan ke dalam Program Kerja Audit Tahunan Inspektorat Jenderal mempertimbangkan beberapa kategori, sebagai berikut: 1) Unit organisasi Tingkatan organisasi yang dipertimbangkan untuk ditetapkan menjadi auditable unit adalah unit eselon II dan unit eselon III. Unit eselon II dipertimbangkan dalam penetapan auditable units karena berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 019 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Lingkungan Kementerian ESDM, Pejabat eselon II ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Kinerja atas hasil kegiatan pada satuan organisasinya. Sedangkan, unit eselon III yang dipertimbangkan dalam penetapan auditable unitsadalah unit pelaksana teknis yang kedudukannya terpisah dari unit eselon IInya. 2) Unit penghasil PNBP Unit penghasil Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dipertimbangkan untuk ditetapkan menjadi auditable unit adalah unit penghasil PNBP yang telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan untuk menggunakan sebagian dana PNBP yang dihasilkannya, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 938/KMK.02/2006 tentang Persetujuan Penggunaan Sebagian

17 58 Dana PNBP yang Berasal dari PNBP pada Badan Pendidikan dan Pelatihan serta Badan Penelitian dan Pengembangan di Lingkungan Kementerian ESDM. Pengelola unit penghasil PNBP ini ditetapkan setiap tahun anggaran melalui Keputusan Menteri ESDM. 3) Kegiatan yang Bersifat Proyek Kegiatan proyek di lingkungan Kementerian ESDM pada tahun 2009, terdiri dari kegiatan pembangunan gardu induk, pembangkit listrik dan perluasan jaringan listrik di seluruh wilayah Indonesia yang dilaksanakan oleh PT PLN (Persero), serta kegiatan penyediaan tenaga listrik untuk daerah-daerah yang belum dijangkau oleh jaringan listrik PLN. Kegiatan yang terakhir ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi dan difokuskan pada pemanfaatan energi baru terbarukan, seperti surya, bayu (angin), biodiesel dan mikrohidro. 4) Kegiatan Dekonsentrasi Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan/atau kepada Instansi Vertikal di wilayah tertentu. Kegiatan Dekonsentrasi Kementerian ESDM dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tingkat provinsi yang membidangi urusan energi dan sumber daya mineral Sekretariat Jenderal Sekretariat Jenderal dipimpin oleh Sekretaris Jenderal. Struktur organisasi Sekretariat Jenderal dapat dilihat pada Gambar 4.2. berikut:

18 59 Gambar 4.2. Struktur Organisasi Sekretariat Jenderal Berdasarkan gambar di atas, di lingkungan Sekretariat Jenderal terdapat 6 (enam) unit eselon II dimana 5 (lima) unit bertanggung jawab langsung kepada Sekretaris Jenderal dan 1 (satu) unit, yaitu Pusat Data dan Informasi ESDM, bertanggung jawab kepada Menteri ESDM melalui Sekretaris Jenderal. Setiap unit eselon II tersebut terdiri dari 4 (empat) unit eselon III, yang merupakan unsur pendukung unit eselon II dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Oleh karena itu, melihat unit organisasi yang ada, dapat disimpulkan bahwa audit universe di lingkungan Sekretariat Jenderal berjumlah 24 (dua puluh) auditable units. Namun karena kedudukan unit eselon III ini tidak terpisah dari unit eselon IInya, maka audit universe dapat disederhanakan menjadi 6 (enam) auditable units, yaitu jumlah unit eselon II yang ada di lingkungan Sekretariat Jenderal.

19 60 Selain berdasarkan unit organisasi, susunan audit universe di lingkungan Sekretariat Jenderal dilihat dari penyelenggaraan kegiatan Dekonsentrasi. Setiap tahunnya, Kementerian ESDM menganggarkan dana dekonsentrasi untuk setiap provinsi di Indonesia, sehingga audit universe untuk kategori ini berjumlah 33 (tiga puluh tiga) auditable units. Setiap SKPD yang melaksanakan kegiatan Dekonsentrasi di Provinsinya masing-masing ditetapkan menjadi auditable unit. Susunan audit universe di lingkungan Sekretariat Jenderal juga dapat dilihat dari kategori unit penghasil PNBP. PNBP ini dihasilkan dari pelaksanaan tugas dan fungsi Pusat Data dan Informasi ESDM dalam pengelolaan data nasional energi dan sumber daya mineral. Namun, unit penghasil PNBP ini tidak ditetapkan menjadi auditable unit karena belum mendapat izin penggunaan dari Menteri Keuangan. Secara lengkap, susunan audit universe dan penetapan auditable units di lingkungan Sekretariat Jenderal dapat dilihat pada Tabel 4.1. berikut: Tabel 4.1.Audit Universe dan Auditable Units di lingkungan Sekretariat Jenderal No Kategori Audit Universe Auditable Units 1 Unit Organisasi Dekonsentrasi Unit PNBP 1 0 Jumlah Inspektorat Jenderal Inspektorat Jenderal dipimpin oleh Inspektur Jenderal. Struktur organisasi Inspektorat Jenderal dapat dilihat pada Gambar 4.3. berikut:

20 61 Gambar 4.3. Struktur Organisasi Inspektorat Jenderal Sesuai struktur organisasi di atas, Inspektorat Jenderal memiliki 5 (lima) unit eselon II yang bertanggung jawab langsung kepada Inspektur Jenderal. Sekretariat Inspektorat Jenderal membawahi 4 (empat) unit eselon III, sedangkan 4 (empat) Inspektorat yang ada tidak memiliki unit eselon III karena setiap Inspektorat mayoritas diisi oleh jabatan fungsional auditor, walaupun di dalamnya terdapat unit eselon IV, yaitu Subbagian Tata Usaha. Ruang lingkup kegiatan Subbagian Tata Usaha ini terlalu kecil untuk dipertimbangkan dalam penyusunan audit universe. Oleh karena itu, susunan audit universe di lingkungan Inspektorat Jenderal berjumlah 8 (delapan) auditable units, yang terdiri dari 4 (empat) unit eselon III dan 4 (empat) unit eselon II. Namun karena kedudukan unit eselon III ini tidak terpisah dari unit eselon II-nya, maka penetapan auditable units didasarkan pada unit eselon II, yaitu berjumlah 5 (lima) auditable units.

21 Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi dipimpin oleh Direktur Jenderal. Struktur organisasi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi dapat dilihat pada Gambar 4.4. berikut: Gambar 4.4. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Berdasarkan gambar di atas, di lingkungan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi terdapat 5 (lima) unit eselon II yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal. Setiap unit eselon II ini terdiri dari 5 (lima) unit eselon III, kecuali Sekretariat Direktorat Jenderal yang hanya memiliki 4 (empat) unit eselon III. Sesuai dengan pertimbangan sebelumnya, susunan audit universe di lingkungan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi juga didasarkan pada unit eselon III-nya, yaitu berjumlah 24 (dua puluh empat) auditable units. Namun karena

22 63 kedudukan unit eselon III ini tidak terpisah dari unit eselon II-nya, maka dalam penetapan auditable units-nya didasarkan pada unit eselon II-nya. Sehingga di lingkungan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi ditetapkan sebanyak 5 (lima) auditable units Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi dipimpin oleh Direktur Jenderal. Struktur organisasi Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi dapat dilihat pada Gambar 4.5. berikut: Gambar 4.5. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Sesuai struktur organisasinya, Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi terdiri dari 5 (lima) unit eselon II yang bertanggung jawab langsung kepada

23 64 Direktur Jenderal. Setiap unit eselon II ini terdiri dari 5 (lima) unit eselon III, kecuali Sekretariat Direktorat Jenderal yang hanya memiliki 4 (empat) unit eselon III. Oleh karena kedudukan semua unit eselon III di lingkungan Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi tidak terpisah dari unit eselon II-nya, maka jika dilihat berdasarkan unit organisasi yang ada, susunan audit universe di lingkungan Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi berjumlah 24 (dua puluh empat) auditable units dan penetapan auditable units berdasarkan unit eselon II-nya, yaitu sebanyak 5 (lima) auditable units. Selain melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 0030 Tahun 2005, Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi juga diamanatkan untuk melaksanakan proyek pembangunan infrastruktur di bidang ketenagalistrikan, yaitu: a. Pembangunan gardu induk, pembangkit listrik dan jaringan transmisi tegangan tinggi, yang dikenal dengan kegiatan Induk Pembangkit dan Jaringan (Ikitring); b. Pembangunan jaringan transmisi tegangan menengah dan rendah, yang dikenal dengan kegiatan Listrik Perdesaan (Lisdes); dan c. Pembangunan pembangkit dan penyediaan tenaga listrik dengan memanfaatkan energi baru terbarukan, seperti surya, bayu (angin), biodiesel dan mikrohidro.kegiatan ini dilaksanakan di daerah-daerah yang belum dijangkau oleh jaringan listrik PLN atau tidak ekonomis jika dilakukan pembangunan jaringan transmisi ke daerah-daerah tersebut. Kegiatan a dan b di atas didelegasikan pada PT PLN (Persero) dan kegiatan c dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi dengan

24 65 membentuk unit pelaksana, sesuai aturan dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Ikitring di lingkungan PT PLN (Persero) lebih dikenal dengan nama Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan (Pikitring). Pikitring, yang merupakan unit bisnis PLN, melaksanakan proyek pembangunan gardu induk, pembangkit listrik dan jaringan transmisi tegangan tinggi dimana sebagian atau seluruh sumber dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kementerian ESDM menetapkan 5 (lima) satuan kerja Ikitring, yaitu: 1) Ikitring Sumatera Utara, Aceh dan Riau; 2) Ikitring Sumatera Bagian Selatan, Bangka Belitung dan Sumatera Barat; 3) Ikitring Kalimantan; 4) Ikitring Sulawesi, Maluku dan Papua; dan 5) Ikitring Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Sehingga, susunan audit universe dan penetapan auditable units untuk proyek Ikitring berjumlah 5 (lima) auditable units. Listrik Perdesaan dilaksanakan oleh unit-unit PLN tingkat provinsi. Seluruh pendanaan Listrik Perdesaan ini bersumber dari APBN. Kementerian ESDM menetapkan 28 (dua puluh delapan) satuan kerja Listrik Perdesaan, yaitu: 1) Listrik Perdesaan Nanggroe Aceh Darussalam; 2) Listrik Perdesaan Sumatera Utara; 3) Listrik Perdesaan Sumatera Barat; 4) Listrik Perdesaan Riau; 5) Listrik Perdesaan Sumatera Selatan;

25 66 6) Listrik Perdesaan Bangka Belitung; 7) Listrik Perdesaan Lampung; 8) Listrik Perdesaan Jambi; 9) Listrik Perdesaan Bengkulu; 10) Listrik Perdesaan Kalimantan Barat; 11) Listrik Perdesaan Kalimantan Tengah; 12) Listrik Perdesaan Kalimantan Selatan; 13) Listrik Perdesaan Kalimantan Timur; 14) Listrik Perdesaan Sulawesi Utara; 15) Listrik Perdesaan Gorontalo; 16) Listrik Perdesaan Sulawesi Tengah; 17) Listrik Perdesaan Sulawesi Selatan; 18) Listrik Perdesaan Sulawesi Tenggara; 19) Listrik Perdesaan Maluku; 20) Listrik Perdesaan Maluku Utara; 21) Listrik Perdesaan Papua; 22) Listrik Perdesaan Nusa Tenggara Timur; 23) Listrik Perdesaan Nusa Tenggara Barat; 24) Listrik Perdesaan Bali; 25) Listrik Perdesaan Jawa Timur; 26) Listrik Perdesaan Jawa Tengah dan DI Yogyakarta; 27) Listrik Perdesaan Jawa Barat; dan 28) Listrik Perdesaan Banten.

26 67 Sehingga, susunan audit universe dan penetapan auditable units untuk proyek Listrik Perdesaan berjumlah 28 (dua puluh delapan) auditable units. Kegiatan lain di lingkungan Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi yang bersifat proyek adalah Kegiatan Energi Baru Terbarukan, yaitu kegiatan pembangunan pembangkit dan penyediaan tenaga listrik dengan memanfaatkan energi baru terbarukan, seperti surya, bayu (angin), biodiesel dan mikrohidro. Kegiatan ini dilaksanakan dengan menetapkan seorang Pejabat Pembuat Komitmen sebagai penanggung jawab pelaksanaan kegiatan. Kegiatan ini menambah 1 (satu) auditable unit dalam susunan audit universe di lingkungan Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi dan juga ditetapkan menjadi auditable unit. Jadi, dari kegiatan proyek pembangunan infrastruktur bidang ketenagalistrikan di lingkungan Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, yaitu Ikitring, Listrik Perdesaan dan Kegiatan Energi Baru Terbarukan, susunan audit universe dan penetapan auditable units-nya berjumlah 34 (tiga puluh empat) auditable units. Secara lengkap, susunan audit universe dan penetapan auditable units di lingkungan Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi (Ditjen LPE) dapat dilihat pada Tabel 4.2. berikut: Tabel 4.2.Audit Universe dan Auditable Units di lingkungan Ditjen LPE No Kategori Audit Universe Auditable Units 1 Struktur organisasi Kegiatan proyek Jumlah 58 39

27 Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi dipimpin oleh Direktur Jenderal. Struktur organisasi Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi dapat dilihat pada Gambar 4.6. berikut: Gambar 4.6. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi Berdasarkan gambar di atas, di lingkungan Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi terdapat 5 (lima) unit eselon II yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal. Setiap unit eselon II ini terdiri dari 5 (lima) unit eselon III, kecuali Sekretariat Direktorat Jenderal yang hanya memiliki 4 (empat) unit eselon III. Sehingga, susunan audit universe di lingkungan Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, sesuai jumlah unit eselon III-nya, berjumlah 24 (dua puluh empat) auditable units dan disederhanakan menjadi 5 (lima) auditable units, sesuai jumlah unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi karena kedudukan semua unit eselon III tidak terpisah dari unit eselon II-nya.

28 Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral Badiklat ESDM dipimpin oleh Kepala Badan. Struktur organisasi Badiklat ESDM dapat dilihat pada Gambar 4.7. berikut: Gambar 4.7. Struktur Organisasi Badiklat ESDM Berdasarkan struktur organisasi di atas, Badiklat ESDM memiliki 5 (lima) unit eselon II yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Badan dan pada kelima unit eselon II tersebut, terdapat 19 (sembilan belas) unit eselon III. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah (BPPTBT) berkedudukan terpisah dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknologi Mineral dan Batubara (Pusdiklat TMB), sehingga dapat dipertimbangkan sebagai auditable unit tersendiri. BPPTBT adalah unit eselon III yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Pusdiklat TMB. BPPTBT

29 70 mempunyai tugas teknis penunjang dan operasional melaksanakan bidang pendidikan dan pelatihan tambang bawah tanah. Selain itu, Badiklat ESDM memiliki fungsi pembinaan atas operasional Perguruan Tinggi Kedinasan Akademi Minyak dan Gas Bumi (PTK Akamigas). PTK Akamigas adalah perguruan tinggi kedinasan di lingkungan Kementerian ESDM dengan tugas pokok melaksanakan pendidikan pada jalur pendidikan formal program Diploma I, Diploma II, Diploma III, dan Diploma IV yang ditujukan pada keahlian di bidang minyak dan gas bumi serta panas bumi. PTK Akamigas dipimpin oleh Direktur dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Badiklat ESDM, sehingga PTK Akamigas ini dapat dipertimbangkan menjadi auditable unit di lingkungan Badiklat ESDM. Susunan audit universe di lingkungan Badiklat ESDM menurut struktur organisasinya juga didasarkan pada unit eselon III, yaitu berjumlah 20 (dua puluh) auditable units dan karena terdapat 2 (dua) unit/satuan kerja yang kedudukannya terpisah, maka untuk auditable units ditetapkan berjumlah 7 (tujuh) auditable units. Setiap Pusat di lingkungan Badiklat ESDM merupakan unit penghasil PNBP, tetapi hanya 2 (dua) Pusat yang telah mendapat izin penggunaan dari Menteri Keuangan, yaitu: 1) Pusat Pendidikan dan Pelatihan Minyak dan Gas Bumi; 2) Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknologi Mineral dan Batubara. Terdapat satu lagi unit penghasil PNBP di lingkungan Badiklat ESDM, yaitu Perguruan Tinggi Kedinasan Akademi Minyak dan Gas Bumi. Sehingga susunan audit universe di lingkungan Badiklat ESDM berdasarkan unit penghasil PNBP

30 71 berjumlah 5 (lima) aubitable units, namun hanya 3 (tiga) unit penghasil PNBP yang ditetapkan menjadi auditable units. Secara lengkap, susunan audit universe dan penetapan auditable units di lingkungan Badiklat ESDM dapat dilihat pada Tabel 4.3. berikut: Tabel 4.3.Audit Universe dan Auditable Units di lingkungan Badiklat ESDM No Kategori Audit Universe Auditable Units 1 Struktur organisasi Unit PNBP 3 3 Jumlah Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral Balitbang ESDM dipimpin oleh Kepala Badan. Struktur organisasi Balitbang ESDM dapat dilihat pada Gambar 4.8. berikut: Gambar 4.8. Struktur Organisasi Balitbang ESDM

31 72 Sesuai struktur organisasi di atas, Balitbang ESDM memiliki 5 (lima) unit eselon II yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Badan dan setiap unit eselon II membawahi 4 (empat) unit eselon III. Selain jabatan struktural, setiap Pusat di lingkungan Balitbang ESDM membawahi kelompok jabatan fungsional. Kelompok jabatan fungsional ini diorganisasikan berdasarkan Kelompok Program Penelitian dan Pengembangan yang dibentuk oleh Kepala Badan berdasarkan usulan Kepala Pusat yang bersangkutan. Susunan Kelompok Program Penelitian dan Pengembangan di masing-masing Pusat di lingkungan Balitbang ESDM dapat dilihat pada Gambar 4.9. berikut: Gambar 4.9. Struktur Organisasi Kelompok Program Penelitian, Balitbang ESDM

32 73 Secara keseluruhan, Balitbang ESDM memiliki 20 (dua puluh) unit eselon III dan 16 (enam belas) Kelompok Program Penelitian dan Pengembangan. Sehingga, berdasarkan unit organisasi yang ada, susunan audit universe di lingkungan Balitbang ESDM berjumlah 36 (tiga puluh enam) auditable units dan karena di lingkungan Balitbang ESDM tidak terdapat unit eselon III yang kedudukannya terpisah, maka unit eselon II ditetapkan sebagai auditable units. Susunan audit universe di lingkungan Balitbang ESDM juga dilihat dari adanya unit penghasil PNBP karena setiap Pusat di lingkungan Balitbang ESDM merupakan unit penghasil PNBP. Akan tetapi, hanya 2 (dua) unit penghasil PNBP yang telah mendapat izin penggunaan dari Menteri Keuangan, yaitu: 1) Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi, dan 2) Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara. Sehingga susunan audit universe di lingkungan Balitbang ESDM berdasarkan unit penghasil PNBP berjumlah 4 (empat) auditable units, namun hanya 2 (dua) unit penghasil PNBP yang ditetapkan menjadi auditable units. Secara lengkap, susunan audit universe dan penetapan auditable units di lingkungan Balitbang ESDM dapat dilihat pada Tabel 4.4. berikut: Tabel 4.4.Audit Universe dan Auditable Units di lingkungan Balitbang ESDM No Kategori Audit Universe Auditable Units 1 Struktur organisasi Unit PNBP 4 2 Jumlah 40 7

33 Badan Geologi Badan Geologi dipimpin oleh Kepala Badan. Struktur organisasi Badan Geologi dapat dilihat pada Gambar berikut: Gambar Struktur Organisasi Badan Geologi Berdasarkan gambar di atas, di lingkungan Badan Geologi terdapat 5 (lima) unit eselon II yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Badan dan setiap unit eselon II ini terdiri dari 4 (empat) unit eselon III. UPT Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) di bawah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dan UPT Museum Geologi di bawah Pusat Survei Geologi berkedudukan terpisah dari unit eselon II-nya masing-masing, sehingga dapat dipertimbangkan sebagai auditable unit tersendiri.

34 75 BPPTK merupakan unit eselon III yang mempunyai tugas melaksanakan penyelidikan Gunung Merapi, pengembangan metoda, analisis, teknologi dan instrumentasi serta pengelolaan sarana dan prasarana laboratorium kegunungapian dan mitigasi bencana geologi. Sedangkan Museum Geologi merupakan unit eselon III yang mempunyai tugas teknis penunjang dan operasional untuk melaksanakan penelitian, pengembangan dan konservasi serta memperagakan koleksi geologi. Selain jabatan struktural, setiap Pusat di lingkungan Badan Geologi membawahi kelompok jabatan fungsional. Kelompok jabatan fungsional ini diorganisasikan berdasarkan Kelompok Program Penelitian dan Pelayanan yang dibentuk oleh Kepala Badan berdasarkan usulan Kepala Pusat yang bersangkutan. Susunan Kelompok Program Penelitian dan Pelayanan di masing-masing Pusat di lingkungan Badan Geologi dapat dilihat pada Gambar berikut: Gambar 4.11.Struktur Organisasi Kelompok Program Penelitian, Badan Geologi

35 76 Sehingga dapat disimpulkan bahwa susunan audit universe di lingkungan Badan Geologi berdasarkan unit organisasi berjumlah 37 (tiga puluh tujuh) auditable units, terdiri dari 20 (dua puluh) unit eselon III, 2 (dua) UPT dan 15 (lima belas) Kelompok Program Penelitian dan Pelayanan. Namun, yang ditetapkan sebagai auditable units berjumlah 7 (tujuh) unit, terdiri dari 5 (lima) unit eselon II dan 2 (dua) UPT. Badan Geologi juga memiliki unit penghasil PNBP yang dapat dipertimbangkan dalam penyusunan audit universe, yaitu: 1) Pusat Sumber Daya Geologi; 2) Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi; 3) Pusat Survei Geologi; dan 4) Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian. Namun karena tidak satupun unit tersebut di atas yang telah mendapat izin penggunaan dari Menteri Keuangan, maka unit penghasil PNBP di lingkungan Badan Geologi tidak ada yang ditetapkan menjadi auditable unit. Secara lengkap, susunan audit universe dan penetapan auditable units di lingkungan Badan Geologi dapat dilihat pada Tabel 4.5. berikut: Tabel 4.5.Audit Universe dan Auditable Units di lingkungan Badan Geologi No Kategori Audit Universe Auditable Units 1 Struktur organisasi Unit PNBP 4 0 Jumlah 41 7

36 Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi BPH Migas adalah suatu badan yang dibentuk melalui Keputusan Presidenuntuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak dan gas bumi serta pengangkutan gas bumi melalui pipa pada kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi. BPH Migas dipimpin oleh Kepala Badan. Struktur organisasi BPH Migas dapat dilihat pada Gambar berikut: Gambar Struktur Organisasi BPH Migas Unit organisasi BPH Migas yang menjadi cakupan audit universe Kementerian ESDM, terdiri dari Direktorat Bahan Bakar Minyak, Direktorat Gas Bumi dan Sekretariat BPH Migas. Ketiga unit tersebut merupakan unit eselon II dimana Direktorat dipimpin oleh Direktur dan Sekretariat dipimpin oleh Sekretaris.

37 78 Berdasarkan gambar di atas, susunan audit universe di lingkungan BPH terdiri dari Kelompok-kelompok Kerja yang ada di bawah Direktorat dan Bagian-bagian yang ada di bawah Sekretariat, yang berjumlah 7 (tujuh) auditable units. Namun, karena tidak ada Kelompok Kerja dan Bagian yang kedudukannya terpisah dari unit eselon II-nya, maka yang ditetapkan menjadi auditable units adalah unit eselon II yang berjumlah 3 (tiga) auditable units Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional Sekretariat Jenderal DEN dibentuk oleh Presiden Selaku Ketua Dewan Energi Nasional. Sekretariat Jenderal DEN merupakan unit eselon I yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal DEN. Struktur organisasi Sekretariat Jenderal DEN dapat dilihat pada Gambar berikut: Gambar Struktur Organisasi Sekretariat Jenderal DEN

38 79 Seperti terlihat di atas, di lingkungan Sekretariat Jenderal DEN terdapat 3 (tiga) unit eselon II dan secara keseluruhan terdapat 8 (delapan) unit eselon III, sehingga susunan audit universe di lingkungan Sekretariat Jenderal DEN berjumlah 8 (delapan) auditable units. Namun karena tidak ada unit eselon III yang berkedudukan terpisah dari unit eselon II-nya maka unit eselon II ditetapkan menjadi auditable units, yaitu berjumlah 3 (tiga) auditable units. Selengkapnya, hasil penyusunan audit universe dan penetapan auditable units di lingkungan Kementerian ESDM diperlihatkan dalam Tabel 4.6., sedangkan Tabel 4.7. menyajikan rincian auditable units yang ditetapkan ke dalam Program Kerja Audit Tahunan Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM.

39 80

40 81 Tabel 4.7. Rincian Auditable Units Program Kerja Audit Tahunan Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM Tahun 2010 AUDITABLE UNITS PKAT 2010 MENURUT UNIT ORGANISASI UNIT PNBP KEGIATAN PROYEK DEKONSENTRASI Sekretariat Jenderal 1. Biro Perencanaan dan Kerja Sama; 2. Biro Kepegawaian dan Organisasi; 3. Biro Keuangan; 4. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat; 5. Biro Umum; 6. Pusat Data dan Informasi ESDM. Inspektorat Jenderal 1. Sekretariat Inspektorat Jenderal; 2. Inspektorat I; 3. Inspektorat II; 4. Inspektorat III; 5. Inspektorat IV. Ditjen Migas 1. Sekretariat Ditjen Migas; 2. Direktorat Pembinaan Program Migas; 3. Direktorat Pembinaan Usaha Hulu Migas; 4. Direktorat Pembinaan Usaha Hilir Migas; 5. Direktorat Teknik dan Lingkungan Migas. Ditjen LPE 1. Sekretariat Ditjen LPE; 2. Direktorat Pembinaan Program Ketenagalistrikan; 3. Direktorat Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan; 4. Direktorat Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan; 5. Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi. Ditjen Minerbapabum 1. Sekretariat Ditjen Minerbapabum; 2. Direktorat Pembinaan Program Minerbapabum; 3. Direktorat Pembinaan Pengusahaan Minerba; 4. Direktorat Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah; 5. Direktorat Teknik dan Lingkungan Minerbapabum. Badiklat ESDM 1. Sekretariat Badiklat ESDM; 2. Pusdiklat Minyak dan Gas Bumi; 3. Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara; 4. Pusdiklat Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan; 5. Pusdiklat Geologi; 6. UPT Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah; 7. PTK Akamigas. Badiklat ESDM 1. Unit PNBP Pusdiklat Minyak dan Gas Bumi; 2. Unit PNBP Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara; 3. Unit PNBP PTK Akamigas. Balitbang ESDM 1. Unit PNBP Puslitbang Teknologi Minyak dan Gas Bumi; 2. Unit PNBP Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara. Induk Pembangkit dan Jaringan 1. Ikitring Sumatera Utara, Aceh dan Riau; 2. Ikitring Sumatera Bagian Selatan, Bangka Belitung dan Sumatera Barat; 3. Ikitring Kalimantan; 4. Ikitring Sulawesi, Maluku dan Papua; 5. Ikitring Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Listrik Perdesaan 1. Listrik Perdesaan Nanggroe Aceh Darussalam; 2. Listrik Perdesaan Sumatera Utara; 3. Listrik Perdesaan Sumatera Barat; 4. Listrik Perdesaan Riau; 5. Listrik Perdesaan Sumatera Selatan; 6. Listrik Perdesaan Bangka Belitung; 7. Listrik Perdesaan Lampung; 8. Listrik Perdesaan Jambi; 9. Listrik Perdesaan Bengkulu; 10. Listrik Perdesaan Kalimantan Barat; 11. Listrik Perdesaan Kalimantan Tengah; 12. Listrik Perdesaan Kalimantan Selatan; 13. Listrik Perdesaan Kalimantan Timur; 14. Listrik Perdesaan Sulawesi Utara; 15. Listrik Perdesaan Gorontalo; 16. Listrik Perdesaan Sulawesi Tengah; 17. Listrik Perdesaan Sulawesi Selatan; 18. Listrik Perdesaan Sulawesi Tenggara; 19. Listrik Perdesaan Maluku; 20. Listrik Perdesaan Maluku Utara; 21. Listrik Perdesaan Papua; 22. Listrik Perdesaan NTT; 23. Listrik Perdesaan NTB; 24. Listrik Perdesaan Bali; 25. Listrik Perdesaan Jawa Timur; 26. Listrik Perdesaan Jawa Tengah dan DI Yogyakarta; 27. Listrik Perdesaan Jawa Barat; 28. Listrik Perdesaan Banten. Dinas Provinsi 1. Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Nanggroe Aceh Darussalam 2. Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Sumatera Utara 3. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Prov. Sumatera Barat 4. Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Sumatera Selatan 5. Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Riau 6. Dinas Pertanian dan Pertambangan Prov. Kepulauan Riau 7. Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Jambi 8. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Prov. Bengkulu 9. Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Bangka Belitung 10. Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Lampung 11. Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Banten 12. Dinas Perindustrian dan Energi Prov. DKI Jakarta 13. Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan ESDM Prov. DI Yogyakarta 14. Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Jawa Barat 15. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Prov. Jawa Tengah 16. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Prov. Jawa Timur 17. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Prov. Kalimantan Barat 18. Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Kalimantan Tengah 19. Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Kalimantan Timur 20. Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Kalimantan Selatan 21. Dinas Pekerjaan Umum Prov. Bali 22. Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Nusa Tenggara Barat 23. Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Nusa Tenggara Timur 24. Dinas Kehutanan dan Pertambangan Prov. Gorontalo 25. Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Sulawesi Utara 26. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Prov. Sulawesi Barat

41 82 AUDITABLE UNITS PKAT 2010 MENURUT UNIT ORGANISASI UNIT PNBP KEGIATAN PROYEK DEKONSENTRASI Balitbang ESDM 1. Sekretariat Balitbang ESDM; 2. Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara; 3. Puslitbang Teknologi Minyak dan Gas Bumi; 4. Puslitbang Teknologi Ketenaga-listrikan dan Energi Baru Terbarukan; 5. Puslitbang Geologi Kelautan. Badan Geologi 1. Sekretariat Badan Geologi; 2. Pusat Sumber Daya Geologi; 3. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi; 4. Pusat Lingkungan Geologi; 5. Pusat Survei Geologi; 6. UPT Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian; 7. UPT Museum Geologi. BPH Migas 1. Direktorat Bahan Bakar Minyak; 2. Direktorat Gas Bumi; 3. Sekretariat BPH Migas. Setjen DEN 1. Biro Umum 2. Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan 3. Biro Fasilitasi Penanggulangan Krisis dan Pengawasan Energi Ditjen LPE 1. Kegiatan Energi Baru Terbarukan 27. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Prov. Sulawesi Tengah 28. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Prov. Sulawesi Selatan 29. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Prov. Sulawesi Tenggara 30. Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Maluku 31. Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Maluku Utara 32. Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Papua 33. Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Papua Barat 4.3. Penaksiran Risiko Kementerian ESDM Penaksiran Risiko Penaksiran Risiko didefinisikan sebagai sebuah proses pengestimasian score risiko dari auditable unit dalam organisasi. Penaksiran Risiko ini digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur dan menentukan prioritas dari risiko, agar sebagian besar sumber daya diarahkan ke area layak audit dengan skor atau bobot risiko tinggi. Tujuan utamanya adalah untuk menentukan prioritas risiko masing-masing auditable unit, yang pada giliran berikutnya akan menentukan frekuensi, intensitas dan waktu audit.

42 83 Teknik tabulasi dan analisa data dilakukan dengan terlebih dahulu mengkuantifikasikan ukuran kualitatif kriteria-kriteria risiko yang telah ditetapkan, berdasarkan skala sebagai berikut: a. Rendah : 1 b. Sedang : 2 c. Tinggi : 3 Dengan menggunakan skala tersebut, selanjutnya dilakukan analisis terhadap profil risiko dan peta risiko. Analisis profil risiko dilakukan dengan menjelaskan total eksposur risiko yang dinyatakan dengan level risikonya.dalam menaksir risiko setiap auditable unit yang ada di lingkungan Kementerian ESDM dinilai berdasarkan 5(lima) Faktor Risiko, yaitu: 1) Audit Assurance Yaitu hasil hasil review audit sebelumnya atas area yang memiliki risiko dengan rating tinggi. A. Kriteria Audit Assurance Tabel 4.8.Kriteria Skor Faktor Risiko Audit Assurance Level Konsekuensi Skor Kriteria Kualitatif Rendah 1 Risiko yang dimiliki kecil dan Pengaruh negatif thd pencapaian kinerja rendah Sedang 2 Risiko yang yang berpengaruh negatif thd pencapaiankinerja sedang. Tinggi 3 Risiko yang dimiliki besar dan Pengaruh negatif thd pencapaiankinerja tinggi. B. Dasar Penentuan Kriteria Audit Assurance Penetuan Kriteria Audit AssuranceBerdasarkan kesepakatan dari seluruh anggota focus group discussion.

LAMPIRAN L-3 PAGU AUDITABLE UNIT

LAMPIRAN L-3 PAGU AUDITABLE UNIT Pagu 1 Biro Hukum dan Humas - Setjen - Jakarta 13 II 2 Biro Kepegawaian dan Organisasi - Setjen - Jakarta 22 II 3 Biro Keuangan - Setjen - Jakarta 222 IV 4 Biro Perencanaan dan Kerjasama - Setjen - Jakarta

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM ORGANISASI

BAB II GAMBARAN UMUM ORGANISASI BAB II GAMBARAN UMUM ORGANISASI Organisasi Inspektorat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 0030 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Inspektur Jenderal. M. Sakri Widhianto

KATA PENGANTAR. Inspektur Jenderal. M. Sakri Widhianto KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, maka diperlukan suatu pedoman dan arahan yang jelas sebagai acuan untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Pedoman dan arahan dituangkan dalam

Lebih terperinci

PERENCANAAN AUDIT BERBASIS RISIKO PADA INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

PERENCANAAN AUDIT BERBASIS RISIKO PADA INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PERENCANAAN AUDIT BERBASIS RISIKO PADA INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL GROUP FIELD PROJECT RODESNAT SIHOTANG 0740001182 RIZKAN DWI RAHARJO 0740001195 BINUSBUSINESSSCHOOL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG PENUGASAN KEPADA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) UNTUK MELAKUKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK YANG MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai tindak lanjut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENYEDIA DAN PENGELOLA PEMBIAYAAN TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG PENUGASAN KEPADA PT. PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) UNTUK MELAKUKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK YANG MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1043, 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsentrasi. PERATURAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I : KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI... 3 BAB II : SUSUNAN ORGANISASI... 4

DAFTAR ISI BAB I : KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI... 3 BAB II : SUSUNAN ORGANISASI... 4 i DAFTAR ISI Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor : 18 Tahun 2010 Tanggal : 22 November 2010 Tentang : Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral BAB I : KEDUDUKAN,

Lebih terperinci

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); - 2-3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 21 MOR SP DIPA-32.1-/21 DS553-54-8921-629 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 2. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tanggal 3 Novembe

2 Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 2. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tanggal 3 Novembe BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1725,2014 KEMEN ESDM. Organisasi. Tata Kerja. Perubahan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Perencanaanaudit berbasis risiko ini dilakukan pada lingkunganoperasional Kementerian ESDM. Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM dalam menjalankan tugas dan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

2017, No dalam rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2018; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

2017, No dalam rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2018; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan No.1161, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERPUSNAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan Perpusnas. PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN URUSAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.192, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Harta Kekayaan. Penyelenggara Negara. Laporan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi. No.522, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2011, No Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

2011, No Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.917, 2011 BAPPENAS. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi. Tahun Anggaran 2012. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, - 1 - SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PELIMPAHAN URUSAN PEMERINTAHAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 67 TAHUN 2002 TENTANG BADAN PENGATUR PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN KEGIATAN USAHA PENGANGKUTAN GAS BUMI MELALUI PIPA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL,

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL, PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembar

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1712, 2016 PERRPUSNAS. Penyelenggaraan Dekonsentrasi. TA 2017. PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN URUSAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, -1- SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN PENELITIAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.13/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM DAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1652, 2014 KEMENDIKBUD. Mutu Pendidikan. Aceh. Sumatera Utara. Riau. Jambi. Sumatera Selatan. Kepulauan Bangka Belitung. Bengkulu. Lampung. Banten. DKI Jakarta. Jawa

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 128 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 128 TAHUN 2016 TENTANG 1 GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 128 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

2 Mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 T

2 Mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 T No.713, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN ESDM. Tenaga Listrik. Uap Panas bumi. PLTP. Pembelian. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2002 TENTANG BADAN PENGATUR PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN KEGIATAN USAHA PENGANGKUTAN GAS BUMI MELALUI PIPA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2002 TENTANG BADAN PENGATUR PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN KEGIATAN USAHA PENGANGKUTAN GAS BUMI MELALUI PIPA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 315, 2016 BAPPENAS. Penyelenggaraan Dekonsentrasi. Pelimpahan. Tahun Anggaran 2016. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 59 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG PENUGASAN KEPADA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) UNTUK MELAKUKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. BAB I KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI Pasal 1 (1) Kementerian K

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. BAB I KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI Pasal 1 (1) Kementerian K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.111, 2015 ADMINISTRASI. Pemerintahan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Pendahuluan. Distribusi dan Potensi. Kebijakan. Penutup

Pendahuluan. Distribusi dan Potensi. Kebijakan. Penutup Pendahuluan Distribusi dan Potensi Kebijakan Penutup STRUKTUR ORGANISASI DESDM MENTERI Lampiran PERMEN ESDM Nomor : 0030 Tahun 2005 Tanggal : 20 Juli 2005 INSPEKTORAT JENDERAL SEKRETARIAT JENDERAL ITJEN

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RPJMD PROVINSI JAWA TENGAH Sebagai upaya mewujudkan suatu dokumen perencanaan pembangunan sebagai satu kesatuan yang utuh dengan sistem perencanaan pembangunan nasional, maka

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGATUR PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN KEGIATAN USAHA PENGANGKUTAN GAS BUMI MELALUI PIPA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMEN-ESDM. SAKIP. Evaluasi. Juklak. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA. KEMEN-ESDM. SAKIP. Evaluasi. Juklak. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG No. 930, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. SAKIP. Evaluasi. Juklak. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL -REPUBlIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 016 TAHUN 2007

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL -REPUBlIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 016 TAHUN 2007 MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL -REPUBlIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 016 TAHUN 2007 TENTANG LAPORAN HARTA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

2017, No telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2017, No telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.451, 2017 KEMENDAGRI. Cabang Dinas. UPT Daerah. Pembentukan. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 18 /PER/M.KOMINFO/11/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 18 /PER/M.KOMINFO/11/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 18 /PER/M.KOMINFO/11/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENYEDIA DAN PENGELOLA PEMBIAYAAN TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2016, No Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republ

2016, No Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republ BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2079, 2016 KEMENDAGRI. Perangkat Daerah. Prov-DKI Jakarta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH

Lebih terperinci

ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 51/Menhut-II/2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

Lebih terperinci

2014, No Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran

2014, No Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran No.159, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN ESDM. Jabatan. Kelas. Struktural. Fungsional. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/M-DAG/PER/11/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG KEMETROLOGIAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

FUNGSI, TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BPH MIGAS (SECARA UMUM)

FUNGSI, TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BPH MIGAS (SECARA UMUM) FUNGSI, TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BPH MIGAS (SECARA UMUM) No. FUNGSI, TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DASAR FUNGSI 1. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI. Bagian Kesatu Kedudukan, Tugas dan Fungsi. Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI. Bagian Kesatu Kedudukan, Tugas dan Fungsi. Pasal 1 - 2-5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82); 6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan

Lebih terperinci

2017, No Kebudayaan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat. Mengingat : 1. Un

2017, No Kebudayaan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat. Mengingat : 1. Un No.225, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. BP-PAUD dan Dikmas. Orta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945;

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2002 TENTANG BADAN PENGATUR PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN KEGIATAN USAHA PENGANGKUTAN GAS BUMI MELALUI PIPA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.76, 2015 ADMINISTRASI. Pemerintah. Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Penyelenggaraan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2010 DARI PELAMAR UMUM

FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2010 DARI PELAMAR UMUM Lampiran Pengumuman Nomor : 00001.Pm/72/SJP/2010 NO UNIT, LOKASI UNIT KERJA, LOKASI NAMA JABATAN KUALIFIKASI PENDIDIKAN GOL. RUANG JUMLAH 1 2 3 4 5 6 7 8 I SEKRETARIAT JENDERAL Biro Perencanaan dan Kerjasama,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN NONFORMAL DAN INFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.91, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN. Pembagian. Tugas Dan Wewenang. Ketua. Anggota. PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/PERMEN/M/2010 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.16/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT JENDERAL BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 dan Pasal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.14/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. 13, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI.

SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI. SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MMMMMERNJHEDSOAHDCsiDHNsaolkiDFSidfnbshdjcb XZCnxzcxzn PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1065 TAHUN 2003 TENTANG

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1065 TAHUN 2003 TENTANG MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1065 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAN DIREKTORAT PADA BADAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/665/2017 TENTANG TIM REKRUTMEN PETUGAS KESEHATAN HAJI INDONESIA (PKHI) TAHUN 1439 H/2018 M DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI ACEH, PROVINSI SUMATERA UTARA, PROVINSI RIAU,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DANA DEKONSENTRASI

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DANA DEKONSENTRASI RANCANGAN ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA JalanAmpera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. No.1562, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL, PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PELIMPAHAN DAN PEDOMAN PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL TAHUN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENYEDIA DAN PENGELOLA PEMBIAYAAN TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN

Lebih terperinci