4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Karekteristik bahan baku merupakan salah satu informasi yang sangat diperlukan pada awal suatu proses pengolahan, termasuk pembuatan pupuk. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik bokashi adalah tepung ikan, dedak padi dan ampas kelapa. Hasil analisis proksimat dan hara makro pada bahan baku disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis proksimat dan hara makro bahan baku pupuk bokashi Parameter Bahan baku Tepung ikan Dedak padi Ampas kelapa Proksimat Air (%) 7.60±0, ±0, ±0,36 Abu (%) 22.34±0, ±0, ±0,01 Lemak (%) 16.69±0, ±0, ±0,19 Protein (%) 55,62±0,06 29,51±0,56 5,85±0,04 Hara makro C-organik (%) 9,36±0,20 11,68±0,11 7,85±0,14 Total N (%) 9,63±0,01 5,28±0,10 0,93±0,01 Rasio C/N 0,97 2,21 8,44 Total K (%) 0,30 ±0,00 0,54±0,01 0,63±0,01 Total P (%) 3,26±0,08 0,53±0,00 0,03±0,00 Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tepung ikan yang dihasilkan memiliki kadar air sebesar 7,60%, kadar abu sebesar 22,34%, kadar lemak sebesar 16,69%, kadar protein sebesar 55,52%, C-organik sebesar 9,36%, Total N sebesar 9,63%, nilai rasio C/N sebesar 0,97, total K sebesar 0,30% dan total P sebesar 3,26%. Total nitrogen dan total fosfor tepung ikan yang dihasilkan cukup tinggi yaitu 9,63% dan 3,26% yang menunjukkan bahwa tepung ikan yang dihasilkan cukup potensial sebagai sumber nitrogen dan fosfor untuk pupuk organik bokashi. Kandungan nitrogen yang dianjurkan untuk bahan baku pupuk organik yaitu > 3%, sedangkan untuk fosfor yaitu > 0,5% (Sutanto 2002). Kadar lemak tepung ikan yang dihasilkan cukup tinggi yaitu 16,69%. Nilai ini melebihi kadar lemak bahan baku pupuk yang baik yaitu 1%-15%. Kandungan kadar lemak yang terlalu tinggi pada bahan baku pupuk organik dapat memperlambat proses pengomposan. Hal ini disebabkan aktivitas mikrob

2 26 pengurai bahan organik yang terhambat oleh tingginya kandungan lemak, terutama dari golongan Actinomycetes. Untuk bahan baku yang memiliki kadar lemak tinggi, umumnya dilakukan proses pengeluaran minyak melalui pengepresan sebelum bahan baku digunakan atau dikomposkan (Sutanto 2002). Dedak padi memiliki kadar C-organik paling tinggi yaitu 11,68% yang potensial digunakan sebagai sumber karbon pada proses pengomposan. Dedak dan sekam padi merupakan bahan baku yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik karena memiliki kandungan karbon yang tinggi dan rasio C/N yang baik. Bahan ini umumnya dikombinasikan dengan bahan lain seperti kotoran sapi atau limbah sayuran sebagai sumber nitrogen sehingga dapat dihasilkan pupuk yang mampu memenuhi kebutuhan hara makro dan mikro untuk tanaman (Mustari 2004). 4.2 Pengomposan Pupuk organik bokashi diproduksi melalui proses pengomposan bahan baku (tepung ikan, dedak padi, ampas kelapa) dengan bioaktifator EM. Proses pengomposan berlangsung selama 18 hari dengan dilakukan pengamatan beberapa parameter untuk menentukan kematangan pupuk. Parameter yang diamati selama proses pengomposan adalah ph dan suhu pupuk yang diamati setiap hari selama proses pengomposan berlangsung Perubahan ph Nilai ph merupakan salah satu parameter yang menentukan kualitas akhir pupuk organik. Pupuk yang baik memiliki ph akhir berkisar antara 6,7-7,0. Perubahan ph selama proses pengomposan dapat menjadi suatu parameter aktivitas mikroba dalam mendekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat dalam bahan baku pembuatan pupuk organik. Perubahan ph pupuk selama proses pengomposan disajikan pada Gambar 3. Perubahan ph selama proses pengomposan yang disajikan pada Gambar 3 memperlihatkan tren yang sama untuk semua perlakuan yaitu penurunan ph pada awal proses pengomposan hingga titik ph terendah pada hari ke-5 lalu ph meningkat hingga mendekati ph normal pada hari ke-18. Hal ini selaras dengan pernyataan Sutanto (2002) yang menyatakan bahwa pada umumnya, ph selama

3 27 proses pengomposan akan turun pada awal proses pengomposan karena aktivitas bakteri yang menghasilkan asam. Adanya mikroorganisme lain dari bahan yang didekomposisikan, yaitu bakteri perombak protein, maka ph akan kembali naik setelah beberapa hari dan ph akan berada pada kondisi netral pada akhir proses pengomposan. Kenaikan ph juga dipicu oleh perombakan senyawa nitrogen kompleks menjadi basa nitrogen oleh mikrob. ph 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 P0 P 0 (Tepung ikan 100%) P1 P 1 (Tepung ikan 30%) P2 P 2 (Tepung ikan 40%) P3 P 3 (Tepung ikan 50%) P4 (Tepung ikan 60%) P Hari ke- Gambar 3 Grafik perubahan ph pupuk selama proses pengomposan Perubahan ph terkecil dicapai oleh perlakuan P 0, sedangkan perubahan ph terbesar dicapai oleh perlakuan P 1. Dapat dilihat pada Gambar 3 bahwa semakin besar komposisi tepung ikan yang digunakan pada pembuatan pupuk, maka perubahan ph semakin kecil. Perbedaan perubahan ph pada tiap perlakuan disebabkan oleh perbedaan ketersediaan karbon karena perbedaan komposisi sumber karbon yang ditambahkan sehingga akan mempengaruhi aktivitas mikroba selama proses pengomposan. Menurut Goyal et al. (2005), senyawa karbon pada proses pengomposan digunakan oleh mikroba pengompos sebagai sumber energi atau bahan bakar untuk merombak senyawa organik komplek menjadi bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Pada perlakuan P 0, ketersediaan karbon hanya terbatas dari tepung ikan yang memiliki kandungan C-organik yang rendah sehingga aktivitas mikroba pengurai tidak optimal, sedangkan perlakuan P 1, P 2, P 3 dan P 4 yang memiliki ketersediaan karbon lebih banyak karena adanya kontribusi dedak padi sebagai sumber karbon tambahan sehingga memungkinkan mikroba

4 28 untuk memiliki aktivitas yang lebih optimal, terutama untuk perlakuan P 1 yang memiliki komposisi dedak padi lebih banyak yaitu 50%. Aktivitas mikroba selama proses pengomposan juga dipengaruhi oleh kadar lemak dari tepung ikan yang cukup tinggi. Perlakuan P 0 memiliki aktivitas yang paling rendah yang terlihat dari perubahan ph yang kecil dikarenakan komposisi tepung ikan yang paling besar yaitu 100% sehingga perubahan ph selama proses pengomposan lebih kecil dibandingkan perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan P 1 memiliki aktivitas yang paling tinggi dikarenakan komposisi tepung ikan yang paling rendah yaitu 30%. Kandungan lemak yang terlalu tinggi pada bahan baku pupuk dapat memperlambat proses pengomposan. Hal ini disebabkan aktivitas mikroba pengurai bahan organik yang terhambat oleh tingginya kandungan lemak, terutama dari golongan bakteri (Sutanto 2002) Perubahan suhu Suhu merupakan salah satu parameter penting dalam proses pengomposan. Selama proses pengomposan, panas dihasilkan dari aktifitas mikroba saat proses pencernaan bahan organik. Perubahan suhu pupuk bokashi selama proses pengomposan disajikan pada Gambar 4. Suhu ( C) P0 P 0 (Tepung ikan 100%) P1 P 1 (Tepung ikan 30%) P2 P 2 (Tepung ikan 40%) P3 P 3 (Tepung ikan 50%) P4 (Tepung ikan 60%) P Hari ke- Gambar 4 Grafik perubahan suhu pupuk bokashi selama proses pengomposan Gambar 4 menunjukkan perbedaan pola perubahan suhu pada setiap perlakuan. Pola perubahan suhu selama proses pengomposan pada perlakuan P 1, P 2, P 3 dan P 4 memiliki kecendrungan pola yang sama, sedangkan perlakuan P 0 memiliki pola yang berbeda dengan perlakuan lainnya. Dapat dilihat pada

5 29 Gambar 4 bahwa semakin besar komposisi tepung ikan yang digunakan pada pembuatan pupuk, maka perubahan suhu yang dihasilkan semakin besar. Perbedaan pola perubahan suhu pada tiap perlakuan disebabkan oleh perbedaan ketersediaan karbon yang akan mempengaruhi aktivitas mikroba selama proses pengomposan. Menurut Goyal et al. (2005), senyawa karbon pada proses pengomposan digunakan oleh mikroba pengompos sebagai sumber energi atau bahan bakar untuk merombak senyawa organik komplek menjadi bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Selama proses perombakan, mikroba akan melepaskan energi panas yang menyebabkan terjadinya kenaikan suhu. Pada perlakuan P 0, ketersediaan karbon hanya terbatas dari tepung ikan yang memiliki kandungan C-organik yang rendah sehingga aktivitas mikroba pengurai tidak optimal, sedangkan perlakuan P 1, P 2, P 3 dan P 4 yang memiliki ketersediaan karbon lebih banyak karena adanya kontribusi dedak padi sebagai sumber karbon tambahan sehingga memungkinkan mikroba untuk memiliki aktivitas yang lebih optimal. Aktivitas mikrob selama proses pengomposan juga dipengaruhi oleh kadar lemak dari tepung ikan yang cukup tinggi, sama halnya pada perubahan ph. Perlakuan P 0 memiliki aktivitas yang paling rendah dikarenakan komposisi tepung ikan yang paling besar yaitu 100% sehingga perubahan suhu selama proses pengomposan lebih kecil dibandingkan perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan P 1 memiliki aktivitas yang paling tinggi dikarenakan komposisi tepung ikan yang paling rendah yaitu 30%. Kandungan lemak yang terlalu tinggi pada bahan baku pupuk dapat memperlambat proses pengomposan. Hal ini disebabkan aktivitas mikroba pengurai bahan organik yang terhambat oleh tingginya kandungan lemak, terutama dari golongan bakteri (Sutanto 2002). Aktivitas mikroba juga dapat dipengaruhi oleh kandungan air pada bahan selama proses pengomposan. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut dalam air. Kelembaban % adalah kisaran kelembaban optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15% (Isroi 2008). Pola perubahan suhu yang fluktuatif selama proses pengomposan disebabkan oleh penurunan kandungan air

6 30 pada bahan. Penurunan suhu pada hari ke-5 hingga hari ke-10 disebabkan oleh kandungan air yang menurun yang menyebabkan aktivitas mikroba pengurai menurun, meskipun masih terdapat bahan organik yang dapat diurai. Setelah penambahan kadar air pada hari ke-10, suhu kembali naik yang menandakan aktivitas mikroba kembali meningkat. 4.3 Kualitas Pupuk Bokashi Kualitas pupuk merupakan salah satu faktor yang menentukan keefektifan penggunaan pupuk saat diaplikasikan ke tanaman. Kualitas pupuk mencakup kandungan hara makro dan mikro, kadar air, kandungan bahan organik, ph dan rasio C/N. Kualitas pupuk organik bokashi yang diujikan adalah hara makro yang mencakup kadar karbon organik, kadar nitrogen, rasio C/N, kadar fosfor dan kadar kalium Kadar karbon organik Karbon organik merupakan salah satu komponen penting dalam proses metabolisme dan sintetis makhluk hidup. Unsur karbon dapat membentuk senyawa rantai karbon yang berperan dalam pembentukan senyawa organik. Pada tumbuhan, senyawa karbon organik berperan dalam pembentukan selulosa dan pembentukan jaringan-jaringan serat (Satya et al. 2010). Hasil analisis C-organik pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan disajikan pada Gambar 5. Gambar 5 menunjukkan kandungan C-organik pupuk P 0, P 1, P 2, P 3, dan P 4 secara berurutan adalah 13,17%, 17,77%, 17,65%, 17,24% dan 16,21%. Hasil perhitungan kandungan C-organik pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan menunjukkan bahwa kandungan C-organik tertinggi terdapat pada pupuk P 1 yaitu sebesar 17,77%, sedangkan kandungan C-organik terkecil terdapat pada pupuk P 0 yaitu sebesar 13.17%. Perbedaan kandungan C-organik pada setiap perlakuan disebabkan oleh perbedaan komposisi bahan baku yang ditambahkan pada pupuk. Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin besar komposisi tepung ikan yang digunakan dalam pembuatan pupuk, maka kandungan C-organik yang dihasilkan semakin kecil. Semakin besar komosisi tepung ikan yang digunakan, maka akan memperkecil komposisi bahan baku lain yang memiliki kandungan C-organik yang lebih besar dari tepung ikan. Perlakuan P 0 memiliki selisih nilai C-organik

7 31 yang cukup jauh dengan perlakuan lainnya karena sumber karbon hanya terbatas dari tepung ikan yang memiliki nilai C-organik yang rendah, sedangkan perlakuan P 1, P 2, P 3 dan P 4 mendapat tambahan suplai karbon dari penambahan dedak padi dan ampas kelapa yang memiliki kandungan C-organik yang lebih tinggi. Perlakuan P 1 dengan komposisi tepung ikan yang digunakan paling kecil memiliki kandungan C-organik yang paling tinggi karena kontribusi bahan baku lainnya lebih besar. Perbandingan komposisi bahan baku akan mempengaruhi kandungan unsur hara yang dihasilkan. Perbandingan komposisi bahan baku pupuk organik yang tepat serta penggunaan teknologi pengomposan yang baik akan menghasilkan pupuk yang memiiki kualitas yang baik dan mampu dimanfaatkan dengan mudah oleh tanaman (Suwahyono 2011). C-Organik 20,00% 18,00% 16,00% 14,00% 12,00% 10,00% 8,00% 6,00% 4,00% 2,00% 0,00% 17,77 + 0,23 17,24 + 0,13 17,65 + 0,23 16,21 + 0,32 13,17 + 0,30 P0 P 0 P1 P 1 P2 P 2 P3 P 3 P4 P 4 Perlakuan Gambar 5 Kandungan C-organik pada pupuk organik bokashi P 0 (100% tepung ikan), P 1 (30% tepung ikan), P 2 (40% tepung ikan), P 3 (50% tepung ikan), dan P 4 (60% tepung ikan) Kandungan C-organik pada perlakuan P 1, P 2, P 3 dan P 4 tidak menunjukkan perbedaan yang jauh, sedangkan komposisi yang digunakan berbeda. Hal ini disebabkan oleh aktivitas mikroba yang menggunakan karbon sebagai sumber energi selama proses pengomposan. Dalam kondisi anaerobik, karbon organik diubah menjadi karbondioksida, metana dan lain-lain (Jenie dan Rahayu 1993). Berdasarkan hasil analisis, kualitas semua pupuk organik bokashi yang dihasilkan memiliki kandungan C-organik yang berkisar antara 13,17%-17,77%.

8 32 Berdasarkan nilai tersebut maka pupuk organik yang dihasilkan sudah memenuhi nilai kandungan C-organik menurut SNI pupuk organik yaitu sebesar 9,80-32,00% Total nitrogen Unsur nitrogen atau N merupakan unsur hara di dalam tanah yang sangat berperan bagi pertumbuhan tanaman. Hasil analisis total nitrogen pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan disajikan pada Gambar 6. Total N 9,00% 8,00% 7,00% 6,00% 5,00% 4,00% 3,00% 2,00% 1,00% 0,00% 7,80 + 0,04 5,70 + 0,04 4,09 + 0,00 3,23 + 0,01 3,37 + 0,02 P0P 0 P1 P 1 P2P 2 P3 P 3 P4P 4 Perlakuan Gambar 6 Kandungan total nitrogen pada pupuk organik bokashi P 0 (100% tepung ikan, P 1 (30% tepung ikan), P 2 (40% tepung ikan), P 3 (50% tepung ikan), dan P 4 (60% tepung ikan) Hasil perhitungan kandungan total nitrogen pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan menunjukkan bahwa kandungan total nitrogen tertinggi terdapat pada pupuk P 0 yaitu sebesar 7,80%, sedangkan kandungan total nitrogen terkecil terdapat pada pupuk P 1 yaitu sebesar 3.23%. Perbedaan kandungan total nitrogen pada setiap perlakuan disebabkan oleh perbedaan komposisi tepung ikan yang diberikan. Perlakuan P 0 memiliki kandungan total nitrogen yang paling tinggi karena perlakuan P 0 dibentuk dari 100% tepung ikan, sedangkan perlakuan P 1, P 2, P 3 dan P 4 terdiri dari kombinasi tepung ikan, dedak padi dan ampas kelapa dengan konsentrasi yang berbeda. Semakin besar proporsi tepung ikan yang ditambahkan, maka kandungan total nitrogen yang dihasilkan semakin besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Supadma dan Arthagama (2008) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kandungan unsur nitrogen bahan baku yang ditambahkan, tingkat

9 33 dekomposisi akan semakin mudah sehingga akan menghasilkan nilai total nitrogen yang tinggi pada kompos yang dihasilkan. Unsur nitrogen sangat berperan dalam pembentukan senyawa protein dan klorofil. Kekurangan unsur nitrogen dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan menyebabkan daun menjadi menguning (Yuliarti 2009). Berdasarkan hasil analisis, kualitas semua pupuk organik bokashi yang dihasilkan memiliki kandungan total nitrogen yang berkisar antara 3,23%-7,80%. Berdasarkan nilai tersebut maka pupuk organik yang dihasilkan sudah memenuhi nilai kandungan total N menurut SNI pupuk organik yaitu sebesar > 0,40% Rasio C/N Nilai perbandingan C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Hasil perhitungan rasio C/N pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan disajikan pada Gambar 7. 6,00 5,50 5,24 Rasio C/N 5,00 4,00 3,00 2,00 1,69 4,22 2,84 1,00 0,00 P0 0 P1 1 P2P 2 P3P 3 P4P 4 Perlakuan Gambar 7 Nilai rasio C/N pada pupuk organik bokashi P 0 (100% tepung ikan), P 1 (30% tepung ikan), P 2 (40% tepung ikan), P 3 (50% tepung ikan), dan P 4 (60% tepung ikan) Gambar 7 menunjukkan nilai rasio C/N pupuk P 0, P 1, P 2, P 3, dan P 4 secara berurutan adalah 1,69, 5,50, 5,24, 4,22 dan 2,84. Nilai rasio C/N pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan menunjukkan bahwa nilai rasio C/N tertinggi

10 34 terdapat pada pupuk P 1 yaitu sebesar 5,50, sedangkan nilai rasio C/N terkecil terdapat pada pupuk P 0 yaitu sebesar 1,69. Secara umum, nilai rasio C/N yang dihasilkan dari seluruh perlakuan tergolong kecil karena nilai rasio C/N yang dihasilkan < 10. Nilai rasio C/N yang dihasilkan seluruh perlakuan berkisar antara 1,69-5,50. Nilai tersebut belum memenuhi standar rasio C/N yang ditetapkan dalam SNI pupuk organik yaitu sebesar Nilai C/N merupakan perbandingan antara unsur karbon (C) dan unsur nitrogen (N). Pengomposan tergantung pada aktivitas mikroorganisme, sehingga dibutuhkan sumber karbon untuk menyediakan energi dan nitrogen sebagai zat pembangun sel mikroorganisme (Sembiring 2007). Nilai rasio C/N yang rendah dari setiap perlakuan disebabkan oleh penggunaan bahan baku yang memiliki kandungan nitrogen yang tinggi. Jika nilai rasio C/N terlalu rendah karena bahan baku yang kaya nitrogen, maka karbon akan menjadi nutrien pembatas atau aktivitas penyerapan hara akan dibatasi oleh kadar karbon (Graves et al. 2000). Selama proses pengomposan, terjadi penurunan nilai rasio C/N karena penggunaan karbon oleh mikroba pengurai sebagai sumber energi untuk mendekomposisi bahan organik. Jika rasio C/N terlalu rendah (kurang dari 30) kelebihan nitrogen (N) yang tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang melaui volatisasi sebagai ammonia atau terdenitrifikasi (Ndegwa dan Thomson 2000). Gas ammonia yang terbentuk dapat menjadi racun bagi tanaman sehingga proses pelepasan ammonia diperlukan untuk mengurangi resiko kematian pada tanaman (Graves et al. 2000). Nilai rasio C/N yang tidak sesuai standar dapat mengindikasikan bahwa proses pengomposan belum selesai atau pupuk belum matang sehingga diperlukan proses lanjutan atau penambahan waktu pengomposan. Nilai nitrogen yang masih tinggi pada pupuk menandakan protein belum terdegradasi sempurna menjadi kompleks amino. Mikrob akan memecah protein menjadi kompleks amino menggunakan enzim proteolitik lalu menggunakannya sebagai makanan untuk tumbuh dan bertahan hidup, sehingga mikrob akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mendekomposisi bahan yang kaya protein dibandingkan dengan bahan yang memiliki kandungan protein lebih rendah (Graves et al. 2000).

11 Total kalium Kalium merupakan unsur hara makro yang sangat dibutuhkan tanaman untuk menstimulasi pembentukan bunga, daun dan buah. Hasil analisis total kalium pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan disajikan pada Gambar 8. Total K 1,80% 1,60% 1,40% 1,20% 1,00% 0,80% 0,60% 0,40% 0,20% 0,00% 1,48 + 0,02 1,19 + 0,01 1,15 + 0,01 1,05 + 0,01 0,92 + 0,00 P0 0 P1P 1 P2P 2 P3P 3 P4P 4 Perlakuan Gambar 8 Kandungan total kalium pada pupuk organik bokashi P 0 (100% tepung ikan), P 1 (30% tepung ikan), P 2 (40% tepung ikan), P 3 (50% tepung ikan), dan P 4 (60% tepung ikan) Hasil perhitungan kandungan total kalium pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan menunjukkan bahwa kandungan total kalium tertinggi terdapat pada pupuk P1 yaitu sebesar 1,48%, sedangkan kandungan total kalium terkecil terdapat pada pupuk P0 yaitu sebesar 0,92%. Perbedaan kandungan total kalium pada setiap perlakuan disebabkan oleh perbedaan komposisi bahan baku yang ditambahkan pada pupuk. Perlakuan P 0 memiliki kandungan total kalium yang paling kecil dikarenakan suplai kalium hanya berasal dari tepung ikan yang memiliki kandungan kalium rendah, sedangkan perlakuan lainnya (P 1, P 2, P 3, P 4 ) mendapat suplai kalium dari bahan baku lain (dedak padi dan ampas kelapa) yang memiliki kandungan kalium yang lebih besar dari tepung ikan. Tepung ikan sebagai bahan utama memiliki kandungan kalium yang relatif kecil yaitu 0,3% (dedak padi = 0,54%, ampas kelapa = 0,63%). Semakin besar proporsi tepung ikan dalam komposisi pupuk, maka akan memperkecil proporsi bahan baku lainnya sehingga kandungan kalium akan semakin kecil. Perbandingan komposisi bahan baku akan mempengaruhi kandungan unsur hara yang dihasilkan.

12 36 Perbandingan komposisi bahan baku pupuk organik yang tepat serta penggunaan teknologi pengomposan yang baik akan menghasilkan pupuk yang memiiki kualitas yang baik dan mampu dimanfaatkan dengan mudah oleh tanaman (Suwahyono 2011). Kalium berfungsi dalam pembentukan protein dan karbohidrat bagi tanaman. Selain itu, unsur ini juga beperan penting dalam pembentukan antibodi tanaman untuk melawan penyakit. Ciri fisik tanaman yang kekurangan kalium yaitu daun tampak keriting dan mengkilap. Lama kelamaan, daun akan menguning di bagian pucuk dan pinggirnya, bagian antara jari-jari daun juga menguning, sedangkan jari-jari tetap hijau. Ciri fisik lain akibat kekurangan unsur ini adalah tangkai daun menjadi lemah, dan mudah terkulai serta biji keriput (Muhammad 2007). Tanaman menyerap kalium dalam bentuk ion K +. Kalium di dalam tanah ada dalam berbagai bentuk, yang potensi penyerapannya untuk setiap tanaman berbeda-beda. Ion-ion K + di dalam air tanah dan ion-ion K + yang di adsorpsi, dapat langsung diserap. Kalium pada tanaman berfungsi sebagai pembentuk dan pengangkut karbohidrat, sebagai katalisator dalam pembentukan protein pada tanaman, mengatur kegiatan berbagai unsur mineral, menetralkan reaksi dalam sel terutama dari asam organik, menaikan pertumbuhan jaringan meristem, mengatur pergerakan stomata, memperkuat tegaknya batang tanaman sehingga tanaman tidak mudah roboh, mengaktifkan enzim, meningkatkan kadar karbohidrat dan gula dalam buah, membuat biji tanaman menjadi lebih berisi dan padat, meningkatkan kualitas buah karena bentuk, kadar, dan warna yang lebih baik, membuat tanaman menjadi lebih tahan hama dan penyakit, dan membantu perkembangan akar tanaman (Syakir dan Gusmaini 2012). Berdasarkan hasil analisis, kualitas semua pupuk organik bokashi yang dihasilkan memiliki kandungan total kalium yang berkisar antara 0,92%-1,48%. Berdasarkan nilai tersebut maka pupuk organik yang dihasilkan sudah memenuhi nilai kandungan total kalium menurut SNI pupuk organik yaitu sebesar > 0,10%.

13 Total Fosfor Unsur fosfor merupakan zat yang penting, tetapi selalu berada dalam keadaan kurang di dalam tanah. Hasil analisis total fosfor pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan disajikan pada Gambar 9. 3,50% 3,00% 2,50% 2,90 + 0,02 2,10 + 0,08 2,33 + 0,01 2,38 + 0,15 Total P 2,00% 1,50% 1,00% 0,50% 0,00% 1,46 + 0,06 P0 0 P1P 1 P2P 2 P3P 3 P4P 4 Perlakuan Gambar 9 Kandungan total fosfor pada pupuk organik bokashi P 0 (100% tepung ikan), P 1 (30% tepung ikan), P 2 (40% tepung ikan), P 3 (50% tepung ikan), dan P 4 (60% tepung ikan) Hasil perhitungan kandungan total fosfor pada pupuk organik bokashi yang dihasilkan menunjukkan bahwa kandungan total fosfor tertinggi terdapat pada pupuk P 0 yaitu sebesar 2,90%, sedangkan kandungan total fosfor terkecil terdapat pada pupuk P 1 yaitu sebesar 1,46%. Perbedaan kandungan total fosfor pada setiap perlakuan disebabkan oleh perbedaan komposisi tepung ikan yang diberikan. Perlakuan P 0 memiliki kandungan total fosfor yang paling tinggi karena perlakuan P 0 dibentuk dari 100% tepung ikan, sedangkan perlakuan P 1, P 2, P 3 dan P 4 terdiri dari kombinasi tepung ikan, dedak padi dan ampas kelapa dengan konsentrasi yang berbeda. Data total fosfor pada Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin besar proporsi tepung ikan yang ditambahkan, maka kandungan total P yang dihasilkan semakin besar. Kandungan total fosfor memiliki korelasi dengan kandungan total nitrogen. Menurut Hidayati et al. (2008), semakin besar nitrogen yang dikandung maka multiplikasi mikroorganisme yang merombak fosfor akan meningkat, sehingga kandungan fosfor dalam bahan juga meningkat, demikian

14 38 juga kandungan fosfor dalam pupuk seiring dengan kandungan fosfor dalam bahan. Unsur fosfor sangat penting sebagai sumber energi. Oleh karena itu, kekurangan fosfor dapat menghambat pertumbuhan dan reaksi-reaksi metabolism tanaman. Sementara itu, kandungan fosfor pada tanaman membantu dalam pertumbuhan bunga, buah, dan biji, serta mempercepat pematangan buah (Subaedah 2007). Berdasarkan hasil analisis, kualitas semua pupuk organik bokashi memiliki kandungan total fosfor antara 1,46% - 2,90%. Berdasarkan nilai tersebut maka pupuk organik yang dihasilkan sudah memenuhi nilai kandungan total fosfor menurut SNI pupuk organik yaitu sebesar > 0,20%. 4.4 Aplikasi Pupuk Organik Bokashi Pengaruh aplikasi pupuk organik bokashi yang dihasilkan pada tanaman kangkung darat (I. reptana) diamati yang meliputi parameter laju pertumbuhan tinggi, tinggi panen, jumlah daun dan bobot basah panen Laju pertumbuhan tinggi kangkung darat (I. reptana) Laju pertumbuhan tinggi tanaman merupakan salah satu indikator keberhasilan pupuk untuk mensuplai unsur hara bagi tanaman. Laju pertumbuhan tinggi tanaman dihitung dari pertambahan tinggi tanaman setiap minggunya. Laju pertumbuhan tinggi kangkung darat (I. reptana) disajikan pada Gambar 10. Gambar 10 menunjukkan pemberian pupuk bokashi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan tinggi tanaman kangkung darat. Perlakuan terbaik diperoleh perlakuan P 1 dengan laju pertumbuhan tinggi tertinggi dari perlakuan pupuk bokashi yaitu sebesar 9,50 cm/minggu, sedangkan laju pertumbuhan tinggi terendah terdapat pada perlakuan P 0 yaitu sebasar 7,75 cm/minggu. Hasil uji Duncan menunjukkan perlakuan pupuk bokashi P 1 dan P 2 berbeda nyata dengan perlakuakn pupuk bokashi lainnya (P 0, P 3, P 4 ), sedangkan perlakuan P 1 dan P 2 tidak berbeda nyata serta perlakuan P 3 dan P 4 tidak berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan pada parameter laju pertumbuhan tinggi tanaman kangkung darat (I. reptana) disajikan pada Lampiran 8a. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan nilai rasio C/N dari setiap pupuk bokashi yang dihasilkan. Perlakuan P 1 dan P 2 memiliki nilai rasio C/N paling tinggi

15 39 yaitu 5,50 dan 5,24, sedangkan perlakuan P 0 memiliki nilai rasio C/N terendah yaitu 1,69. Perlakuan P 1 dan P 2 memiliki nilai rasio C/N yang paling mendekati rasio C/N tanah yaitu 10 yang merupakan nilai rasio C/N yang paling optimal untuk penyerapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman. Nilai rasio C/N menandakan tingkat kematangan pupuk. Jika nilai rasio C/N terlalu rendah karena bahan baku yang kaya nitrogen, maka karbon akan menjadi nutrien pembatas atau aktivitas penyerapan hara akan akan terhambat dan dibatasi oleh kadar karbon. Rasio C/N yang terlalu rendah juga dapat menghambat penyerapan unsur hara lainnya sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Graves et al. 2000). Pemberian pupuk yang belum matang dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat, bahkan dapat menyebabkan tanaman menjadi mati karena mikrob masih memiliki aktivitas untuk memecah bahan organik yang ada (Crawford 2003). 10,00 9,00 9,50 + 0,50 d 9,35 + 0,38 d 8,50 + 0,18 c 8,30 + 0,21 c 9,40 + 0,14 d Laju pertumbuhan (cm/minggu) 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 7,75 + 0,50 b 5,20 + 0,45 a KNK N P0 P 0 P1 P 1 P2 P 2 P3P 3 P4P 4 KP K P Perlakuan Gambar 10 Pengaruh perlakuan K N (tanpa pupuk), pupuk P 0 (100% tepung ikan), pupuk P 1 (30% tepung ikan), pupuk P 2 (40% tepung ikan), pupuk P 3 (50% tepung ikan), pupuk P 4 (60% tepung ikan), dan K P (pupuk kimia) terhadap laju pertumbuhan tinggi kangkung darat (I. reptana)

16 40 Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang berbeda nyata antara perlakuan terbaik pupuk bokashi yaitu perlakuan P 1 dengan K N (tanpa pupuk) terhadap laju pertumbuhan tinggi tanaman kangkung, namun tidak berbeda nyata dengan K P (pupuk kimia) selama masa tanam. Hal ini disebabkan perlakuan pemupukan mampu memberikan suplai unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan tanaman. Unsur hara pada perlakuan KN diduga tidak mampu mencukupi kebutuhan unsur hara pada akhir masa tanam sehingga laju pertumbuhan tinggi menjadi menurun pada akhir masa tanam karena hanya bergantung pada unsur hara dari tanah. Asupan unsur hara yang cukup akan menopang pertumbuhan tanaman seraca optimal, namun apabila asupan unsur hara tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman, maka pertumbuhan akan terhambat bahkan mati karena kekurangan makanan (Ruhnayat 2007) Tinggi panen tanaman tanaman kangkung darat (I. reptana) Laju pertumbuhan tinggi tanaman merupakan salah satu indikator keberhasilan pupuk untuk mensuplai unsur hara bagi tanaman. Tinggi panen tanaman tanaman kangkung darat (I. reptana) disajikan pada Gambar 11. Gambar 11 menunjukkan pemberian pupuk bokashi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi panen tanaman kangkung darat. Perlakuan terbaik diperoleh perlakuan P 1 dengan tinggi panen tertinggi dari perlakuan pupuk bokashi yaitu sebesar 38,00 cm, sedangkan bobot basah terendah terdapat pada perlakuan P 0 yaitu sebesar 31 cm. Hasil uji Duncan menunjukkan perlakuan pupuk bokashi P 1 dan P 2 berbeda nyata dengan perlakuakn pupuk bokashi lainnya (P 0, P 3, P 4 ), sedangkan perlakuan P 1 dan P 2 tidak berbeda nyata serta perlakuan P 3 dan P 4 tidak berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan pada parameter tinggi panen tanaman kangkung darat (I. reptana) disajikan pada Lampiran 8b. Sama seperti pada laju pertumbuhan tinggi, perbedaan pada setiap perlakuan disebabkan oleh perbedaan nilai rasio C/N dari setiap pupuk bokashi yang dihasilkan. Perlakuan P 1 dan P 2 memiliki nilai rasio C/N paling tinggi yaitu 5,50 dan 5,24, sedangkan perlakuan P 0 memiliki nilai rasio C/N terendah yaitu 1,69. Perlakuan P 1 dan P 2 memiliki nilai rasio C/N yang paling mendekati rasio C/N tanah yaitu 10 yang merupakan nilai rasio C/N yang paling optimal untuk penyerapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman. Nilai rasio C/N menandakan tingkat kematangan pupuk.

17 41 Jika nilai rasio C/N terlalu rendah karena bahan baku yang kaya nitrogen, maka karbon akan menjadi nutrien pembatas atau aktivitas penyerapan hara akan akan terhambat dan dibatasi oleh kadar karbon. Nilai rasio C/N yang terlalu rendah juga dapat menghambat penyerapan unsur hara lainnya sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Graves et al. 2000). Pemberian pupuk yang belum matang dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat, bahkan dapat menyebabkan tanaman menjadi mati karena mikrob masih memiliki aktivitas untuk memecah bahan organik yang ada (Crawford 2003). 40,00 38,00 + 2,00 d 37,40 + 1,52 d 37,60 + 0,55 d Tinggi panen (cm) 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 20,80 + 1,79 a 31,00 + 2,00 b 34,00 + 0,71 c 33,20 + 0,84 c 0,00 KNK N P0 P 0 P1 P 1 P2 P 2 P3 3 P4 4 KPK P Perlakuan Gambar 11 Pengaruh perlakuan K N (tanpa pupuk), pupuk P 0 (100% tepung ikan), pupuk P 1 (30% tepung ikan), pupuk P 2 (40% tepung ikan), pupuk P 3 (50% tepung ikan), pupuk P 4 (60% tepung ikan), dan K P (pupuk kimia) terhadap tinggi panen kangkung darat (I. reptana) Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang berbeda nyata antara perlakuan terbaik pupuk bokashi yaitu perlakuan P 1 dengan K N (tanpa pupuk) tehadap tinggi panen tanaman kangkung, namun tidak berbeda nyata dengan K P (pupuk kimia). Hal ini disebabkan perlakuan pemupukan mampu memberikan suplai unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan tinggi tanaman. Unsur hara pada perlakuan K N diduga tidak mampu mencukupi kebutuhan unsur hara pada akhir masa tanam sehingga laju pertumbuhan tinggi menjadi menurun

18 42 pada akhir masa tanam karena hanya bergantung pada unsur hara dari tanah. Asupan unsur hara yang cukup akan menopang pertumbuhan tanaman seraca optimal, namun apabila asupan unsur hara tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman, maka pertumbuhan akan terhambat bahkan mati karena kekurangan makanan (Ruhnayat 2007) Jumlah daun tanaman kangkung darat (I. reptana) Pertambahan jumlah daun merurakan salah satu bentuk pertumbuhan yang diukur secara meristik (berdasarkan jumlah). Jumlah daun mengindikasikan pertumbuhan tanaman, semakin banyak jumlah daun yang dihasilkan maka pertumbuhan tanaman tersebut semakin baik. Jumlah daun tanaman kangkung darat (Ipomea reptana) disajikan pada Gambar 12. Jumlah daun KN b b K N (tanpa pupuk) P0 P 0 (100% tepung ikan) b b b b P1 (30% tepung ikan) P2 (40% tepung ikan) P 1 P3 P 4 (50% tepung ikan) P4 P 4 (60% tepung ikan) KP K P (pupuk kimia) b b b b b b b b b b b b a a a a a a a a a a P MST 2 MST 3 MST 4 MST Gambar 12 Pengaruh perlakuan K N (tanpa pupuk), pupuk P 0 (100% tepung ikan), pupuk P 1 (30% tepung ikan), pupuk P 2 (40% tepung ikan), pupuk P 3 (50% tepung ikan), pupuk P 4 (60% tepung ikan), dan K P (pupuk kimia) terhadap jumlah daun kangkung darat (I. reptana) Gambar 12 menunjukkan bahwa jumlah daun bertambah setiap minggu yang menandakan bahwa pupuk bokashi yang mampu menyediakan unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan daun tanaman kangkung darat. Jumlah daun

19 43 terbanyak pada perlakuan pupuk bokashi saat panen (4 MST) terdapat pada perlakuan P 1 dan P 2 yaitu sebanyak 14,80 daun, sedangkan jumlah daun terkecil terdapat pada perlakuan P 0 yaitu sebanyak 13,60 daun. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa semua perlakuan pupuk bokashi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah daun yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan pupuk bokashi yang dihasilkan mampu memberikan asupan kalium yang cukup untuk pertumbuhan jumlah daun tanaman kangkung darat. Semua perlakuan pupuk bokashi memiliki total K diatas standar yang telah ditetapkan pada SNI pupuk organik yaitu > 0,10% sehingga unsur kalium tidak menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman kangkung. Kalium mampu meningkatkan perkembangan akar dan daun tanaman. Kalium juga berperan penting dalam proses pembukaan stomata yang dapat mempengaruhi laju fotosintesis tanaman (Syakir dan Gusmaini 2012). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang berbeda nyata antara perlakuan pupuk bokashi (P 0, P 1, P 2, P 3, P 4 ) terhadap K N (tanpa pupuk) pada 3 MST dan 4 MST tehadap jumlah daun tanaman kangkung, namun tidak berbeda nyata dengan K P (pupuk kimia) selama masa tanam.. Hasil uji lanjut Duncan pada parameter jumlah daun tanaman kangkung darat (I. reptana) disajikan pada Lampiran 8c. Hal ini disebabkan perlakuan pemupukan mampu memberikan suplai unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan daun. Unsur hara pada perlakuan K N yang hanya berasal dari tanah diduga tidak mampu mencukupi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan tanaman kangkung darat hingga akhir masa tanam sehingga jumlah daun yang yang tumbuh menjadi sedikit, bahkan mulai gugur saat memasuki 4 MST karena hanya bergantung pada unsur hara yang terbatas dari tanah yang tidak diberi pupuk. Asupan unsur hara yang cukup akan menopang pertumbuhan tanaman seraca optimal, namun apabila asupan unsur hara tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman, maka pertumbuhan akan terhambat bahkan mati karena kekurangan makanan (Ruhnayat 2007). Jumlah daun yang semakin banyak akan meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman sehingga semakin banyak cadangan makanan yang tersimpan (Subowo et al. 2010). Pembentukan daun diawali dengan adanya pembelahan sel

20 44 didekat permukaan apeks tajuk. Pembelahan periklinal yang diikuti pertumbuhan sel menyebabkan adanya primodial daun sebagai titik inisiasi pertumbuhan daun muda. Sedangkan pembelahan antiklinal meningkatkan luas permukaan primodial tersebut. Pertambahan jumlah dan lebar daun disebabkan oleh meristem yang menghasilkan sejumlah sel baru (Kurniasari et al 2010) Bobot basah panen tanaman kangkung darat (Ipomea reptana) Bobot basah merupakan salah satu parameter yang dapat mewakili pertumbuhan tanaman. Semakin besar bobot tanaman berarti semakin banyak biomassa yang dihasilkan, dalam hal ini tentunya berkaitan dengan jumlah unsur hara yang tersedia di tanah. Bobot basah panen tanaman kangkung darat (I. reptana) disajikan pada Gambar Bobot basah (gr) ,80 + 0,76 d 18,90 + 0,89 d 17,00 + 0,71 c 16, ,89 c 13,70 + 1,09 b 14,00 + 0,71 b 4,80 + 1,44 a 0 KN K N P0 P 0 P1 P 1 P P2 2 P3 P 3 P4 P 4 KP K P Perlakuan Gambar 13 Pengaruh perlakuan K N (tanpa pupuk), pupuk P 0 (100% tepung ikan), pupuk P 1 (30% tepung ikan), pupuk P 2 (40% tepung ikan), pupuk P 3 (50% tepung ikan), pupuk P 4 (60% tepung ikan), dan K P (pupuk kimia) terhadap bobot basah panen kangkung darat (I. reptana) Gambar 13 menunjukkan pemberian pupuk bokashi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot basah panen tanaman kangkung darat. Perlakuan terbaik diperoleh perlakuan P 1 dengan bobot basah panen tertinggi dari perlakuan pupuk bokashi yaitu sebesar 19,80 gr, sedangkan bobot basah terendah

21 45 terdapat pada perlakuan P 0 yaitu sebesar 13,70 gr. Hasil uji Duncan menunjukkan perlakuan pupuk bokashi P 1 dan P 2 berbeda nyata dengan perlakuakn pupuk bokashi lainnya (P 0, P 3, P 4 ), sedangkan perlakuan P 1 dan P 2 tidak berbeda nyata serta perlakuan P 0 dan P 4 tidak berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan pada parameter tinggi panen tanaman kangkung darat (I. reptana) disajikan pada Lampiran 8d. Sama seperti laju petumbuhan tinggi dan tinggi panen, perbedaan hasil pada setiap perlakuan disebabkan oleh perbedaan nilai rasio C/N dari setiap pupuk bokashi yang dihasilkan. Jika nilai rasio C/N terlalu rendah karena bahan baku yang kaya nitrogen, maka karbon menjadi nutrien pembatas atau aktivitas penyerapan hara akan terhambat dan dibatasi oleh kadar karbon. Rasio C/N yang terlalu rendah juga dapat menghambat penyerapan unsur hara lainnya sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Graves et al. 2000). Perlakuan P 1 dan P 2 memiliki nilai rasio C/N paling tinggi yaitu 5,50 dan 5,24, sedangkan perlakuan P0 memiliki nilai rasio C/N terendah yaitu 1,69. Perlakuan P 1 dan P 2 memiliki nilai rasio C/N yang paling mendekati rasio C/N tanah yaitu 10 yang merupakan nilai rasio C/N yang paling optimal untuk penyerapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman sehingga pertumbuhan bobotnya lebih optimal. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan P 1 sebagai perlakuan tebaik menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap K N dan K P. Hasil bobot basah panen perlakuan P 1 lebih tinggi jika dibandingkan dengan K N dan K P. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk bokashi dengan perlakuan P 1 memiliki potensi yang cukup baik untuk menggantikan peran pupuk kimia, ditunjang oleh sifat pupuk organik yang mampu memperbaiki struktur tanah yang kurang baik. Dapat dikatakan bahwa pupuk organik merupakan salah satu bahan yang sangat penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah karena terbebas dari unsur kimia yang memiliki potensi untuk merusak kesuburan tanah dalam jangka panjang. Secara kualitatif, kandungan unsur hara dalam pupuk organik tidak dapat melebihi pupuk anorganik, namun penggunaan pupuk organik secara terus-menerus dalam rentang waktu tertentu akan menjadikan kualitas tanah lebih baik disbanding pupuk anorganik. Penggunaan pupuk organik tidak akan meninggalkan residu pada hasil tanaman sehingga aman bagi kesehatan manusia (Musnamar 2003).

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi 31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Perikanan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Perikanan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Perikanan Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik dari industri maupun dari domestik (rumah tangga). Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah,

Lebih terperinci

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Nisbah C/N Campuran Feses Sapi Perah dan Jerami Padi terhadap Kandungan N Pupuk Organik Cair (POC) Kandungan unsur N pada pupuk organik cair hasil pengomposan

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kompos Ampas Aren Analisis kompos merupakan salah satu metode yang perlu dilakukan untuk mengetahui kelayakan hasil pengomposan ampas aren dengan menggunakan berbagai konsentrasi

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto, 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Limbah Ternak 2.1.1. Deksripsi Limbah Ternak Limbah didefinisikan sebagai bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan manusia dan tidak digunakan lagi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu. Suhu o C IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1. Pengomposan Awal Pengomposan awal bertujuan untuk melayukan tongkol jagung, ampas tebu dan sabut kelapa. Selain itu pengomposan awal bertujuan agar larva kumbang

Lebih terperinci

Pupuk organik cair termasuk dalam salah satu pupuk organik yang memiliki manfaat memperbaiki sifat fisik tanah, membantu pembentukan klorofil daun,

Pupuk organik cair termasuk dalam salah satu pupuk organik yang memiliki manfaat memperbaiki sifat fisik tanah, membantu pembentukan klorofil daun, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya tanaman merupakan kegiatan pemeliharaan sumber daya hayati yang dilakukan pada suatu areal lahan untuk diambil manfaat maupun hasil panennya, misalnya budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pupuk organik cair adalah ekstrak dari hasil pembusukan bahan-bahan organik. Bahan-bahan organik ini bisa berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 1, Januari 2010, Halaman 43 54 ISSN: 2085 1227 Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi merupakan jenis sayuran yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Hamli (2015) salah satu jenis tanaman sayuran yang mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi tanaman (cm) Hasil pengamatan yang diperoleh terhadap tinggi tanaman jagung manis setelah dilakukan sidik ragam (Lampiran 9.a) menunjukkan bahwa pemberian kompos sampah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi ruangan laboratorium secara umum mendukung untuk pembuatan pupuk kompos karena mempunyai suhu yang tidak berubah signifikan setiap harinya serta terlindung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar. Kadar air, ph, C-Organik, Bahan Organik, N total. Berikut data hasil analisis

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar. Kadar air, ph, C-Organik, Bahan Organik, N total. Berikut data hasil analisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar Analisis kompos dilakukan untuk mengetahui dan memastikan bahwa kompos jarak pagar yang digunakan sebagai perlakuan dapat meningkatkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Limbah Cair Tahu pada Tinggi Tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Limbah Cair Tahu pada Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman 4.1.1 Pengaruh Limbah Cair Tahu pada Tinggi Tanaman Berdasarkan hasil Uji Duncan taraf 5%, menunjukkan bahwa limbah cair tahu memberikan pengaruh beda nyata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang TINJAUAN PUSTAKA Kompos Kulit Buah Kakao Ada empat fungsi media tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang tersedia bagi tanaman,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pupuk kimia merupakan bahan kimia yang sengaja diberikan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada umumnya mengandung

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan N-NH 4 Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami padi terhadap kandungan N vermicompost dapat dilihat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman PUPUK Out line 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman 4. Jenis pupuk 5. Proses pembuatan pupuk 6. Efek penggunaan pupuk dan lingkungan Definisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil pengomposan dengan cacing ( vermikompos ) Hasil analisis vermikompos dengan berbagai bahan disajikan dalam tabel 2. Tabel 1. Hasil analisis vermikompos kadar kadar C kadar

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Limbah 2.1.1 Limbah Ternak Limbah adalah bahan buangan yang dihasilkan dari suatu aktivitas atau proses produksi yang sudah tidak digunakan lagi pada kegiatan/proses tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi pemakaian pestisida. Limbah padat (feses) dapat diolah. menjadi pupuk kompos dan limbah cair (urine) dapat juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi pemakaian pestisida. Limbah padat (feses) dapat diolah. menjadi pupuk kompos dan limbah cair (urine) dapat juga diolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan sapi perah sudah banyak tersebar di seluruh Indonesia, dan di Jawa Tengah, Kabupaten Boyolali merupakan daerah terkenal dengan usaha pengembangan sapi perah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar Kompos merupakan bahan organik yang telah menjadi lapuk, seperti daundaunan, jerami, alang-alang, rerumputan, serta kotoran hewan. Di lingkungan alam,

Lebih terperinci

S U N A R D I A

S U N A R D I A EFEKTIVITAS PEMBERIAN STARBIO TERHADAP PERTUMBUHAN Anthurium Gelombang Cinta (Anthurium plowmanii) Giant PADA MEDIA TANAM CAMPURAN AKAR PAKIS DAN SEKAM BAKAR SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Kandungan Limbah Lumpur (Sludge) Tahap awal penelitian adalah melakukan analisi kandungan lumpur. Berdasarkan hasil analisa oleh Laboratorium Pengujian, Departemen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 39 A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perlakuan dalam penelitian ini tersusun atas lima taraf perlakuan. Dalam setiap perlakuan terdapat lima kali ulangan. Kelima perlakuan tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair 36 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan N Data hasil pengamatan pengaruh perbandingan limbah peternakan sapi perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum mill) merupakan tanaman yang berasal dari

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum mill) merupakan tanaman yang berasal dari 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum mill) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin, seperti Peru, Ekuador, dan Meksiko. Selanjutnya, tomat menyebar ke seluruh Amerika,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA MACAM BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) di POLYBAG

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA MACAM BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) di POLYBAG PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA MACAM BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) di POLYBAG Nerty Soverda, Rinaldy, Irmia Susanti Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi masyarakat dalam bentuk segar. Warna, tekstur, dan aroma daun selada dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha pengembangan pertanian selayaknya dilakukan secara optimal tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha tersebut, maka produktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di

I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas andalan yang berperan penting bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di Indonesia mencapai 1.774.463

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kubis adalah kalori (25,0 kal), protein (2,4 g), karbohidrat (4,9 g), kalsium (22,0

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kubis adalah kalori (25,0 kal), protein (2,4 g), karbohidrat (4,9 g), kalsium (22,0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kubis (Brassica oleracea L.) merupakan jenis sayuran yang sebagian besar daunnya bewarna hijau pucat dengan bentuk bulat serta lonjong. Sayuran ini mengandung vitamin

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengomposan Eceng Gondok dengan Perlakuan Hijauan. 1. Pengamatan perubahan pada kompos selama proses dekomposisi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengomposan Eceng Gondok dengan Perlakuan Hijauan. 1. Pengamatan perubahan pada kompos selama proses dekomposisi 1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengomposan Eceng Gondok dengan Perlakuan Hijauan 1. Pengamatan perubahan pada kompos selama proses dekomposisi Pada penilitian diperoleh data pengamatan pada minggu ke 6 yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap hari tumbuhan membutuhkan nutrisi berupa mineral dan air. Nutrisi yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap hari tumbuhan membutuhkan nutrisi berupa mineral dan air. Nutrisi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pupuk merupakan salah satu sumber nutrisi utama yang diberikan pada tumbuhan. Dalam proses pertumbuhan, perkembangan dan proses reproduksi setiap hari tumbuhan membutuhkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di dalam setiap media tanam. Pertumbuhan tinggi caisim dengan sistem

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di dalam setiap media tanam. Pertumbuhan tinggi caisim dengan sistem 14 4.1 Tinggi Tanaman Caisim BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada lampiran 1a sampai dengan lampiran 1d perlakuan media tanam hidroponik berbeda nyata pada semua waktu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup banyak digemari, karena memiliki kandungan gula yang relatif tinggi

Lebih terperinci

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: pertumbuhan tanaman bayam cabut (Amaranthus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: pertumbuhan tanaman bayam cabut (Amaranthus PERTUMBUHAN TANAMAN BAYAM CABUT (Amaranthus tricolor L.) DENGAN PEMBERIAN KOMPOS BERBAHAN DASAR DAUN KRINYU (Chromolaena odorata L.) Puja Kesuma, Zuchrotus Salamah ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sejak diterapkannya revolusi hijau ( ) menimbulkan dampak negatif yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. sejak diterapkannya revolusi hijau ( ) menimbulkan dampak negatif yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecenderungan ketergantungan petani pada penggunaan pupuk dan pestisida anorganik sejak diterapkannya revolusi hijau (1970-2005) menimbulkan dampak negatif yang berkaitan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN BAHAN TERHADAP KOMPOS PADA PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

PENGARUH UKURAN BAHAN TERHADAP KOMPOS PADA PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 1 (1): 1-7, 15 PENGARUH UKURAN BAHAN TERHADAP KOMPOS PADA PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT Budi Nining Widarti, Rifky Fitriadi Kasran, dan Edhi Sarwono Program Studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan oleh para petani di Indonesia. Kacang hijau dapat dikonsumsi dalam berbagai macam

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu pengambilan Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap pengambilan Bio-slurry dilakukan

Lebih terperinci

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi Latar Belakang Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi dan menonjol dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia, kecuali Cina, Jepang, dan Korea. Namun keberhasilan

Lebih terperinci

Desti Diana Putri/ I.PENDAHULUAN

Desti Diana Putri/ I.PENDAHULUAN Desti Diana Putri/1214121050 I.PENDAHULUAN Tumbuhan memerlukan sejumlah nutrisi untuk menunjang hidup dan pertumbuhan. Tumbuhan membutuhkan unsur hara makro dan mikro dalam jumlah tertentu sesuai dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Kompos Kulit Biji Kopi Pengomposan kulit biji kopi dilakukan selama 30 hari, proses pembuatan kompos ini berlangsung secara aerob karena pada saat pembuatan memerlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL Pada penelitian ini, indikator pertumbuhan jamur tiram putih yang diamati adalah jumlah dan lebar tudung serta waktu panen. Yang dimaksud dengan jumlah tudung ialah

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KUALITAS KOMPOS DARI TERNAK SAPI POTONG YANG DIBERI PAKAN LIMBAH ORGANIK PASAR. St. Chadijah

PRODUKSI DAN KUALITAS KOMPOS DARI TERNAK SAPI POTONG YANG DIBERI PAKAN LIMBAH ORGANIK PASAR. St. Chadijah Volume 5 No. 3 Oktober 2017 ISSN 2302-6944, e-issn 2581-1649 PRODUKSI DAN KUALITAS KOMPOS DARI TERNAK SAPI POTONG YANG DIBERI PAKAN LIMBAH ORGANIK PASAR St. Chadijah chwdijah@gmail.com Staf Pengajar Program

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 kilogram sayuran per kapita per tahun. Angka itu jauh lebih rendah dari angka konsumsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC 1 PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC Farida Ali, Muhammad Edwar, Aga Karisma Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Indonesia ABSTRAK Ampas tahu selama ini tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

Nur Rahmah Fithriyah

Nur Rahmah Fithriyah Nur Rahmah Fithriyah 3307 100 074 Mengandung Limbah tahu penyebab pencemaran Bahan Organik Tinggi elon Kangkung cabai Pupuk Cair Untuk mengidentifikasi besar kandungan unsur hara N, P, K dan ph yang terdapat

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN EM (Effective Microorganism) TERHADAP PERTUMBUHAN Anthurium plowmanii PADA MEDIA CAMPURAN PAKIS CACAH DAN ARANG SEKAM SKRIPSI

EFEKTIVITAS PEMBERIAN EM (Effective Microorganism) TERHADAP PERTUMBUHAN Anthurium plowmanii PADA MEDIA CAMPURAN PAKIS CACAH DAN ARANG SEKAM SKRIPSI EFEKTIVITAS PEMBERIAN EM (Effective Microorganism) TERHADAP PERTUMBUHAN Anthurium plowmanii PADA MEDIA CAMPURAN PAKIS CACAH DAN ARANG SEKAM SKRIPSI Usulan Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. ph Tanah Data hasil pengamatan ph tanah gambut sebelum inkubasi, setelah inkubasi, dan setelah panen (Lampiran 4) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan ph tanah.

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap jenis makhluk hidup termasuk tanaman. Proses ini berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bersifat multiguna. Tomat banyak dikenal dan digemari oleh masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Ransum merupakan faktor yang penting dalam peningkatan produksi

Lebih terperinci