UNIVERSITAS INDONESIA. Blickwinkel Tokoh Ich Terhadap Tradisi dan Budaya Islam di Desa Tjurup dalam Roman Eine Ärztin im Dschungel von Sumatra SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA. Blickwinkel Tokoh Ich Terhadap Tradisi dan Budaya Islam di Desa Tjurup dalam Roman Eine Ärztin im Dschungel von Sumatra SKRIPSI"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA Blickwinkel Tokoh Ich Terhadap Tradisi dan Budaya Islam di Desa Tjurup dalam Roman Eine Ärztin im Dschungel von Sumatra SKRIPSI TEGUH RIYANTO FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI JERMAN DEPOK JANUARI 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA Blickwinkel Tokoh Ich Terhadap Tradisi dan Budaya Islam di Desa Tjurup dalam Roman Eine Ärztin im Dschungel von Sumatra SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora TEGUH RIYANTO FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI JERMAN DEPOK JANUARI 2012

3 ii

4 iii

5 iv

6 Kata Pengantar Alhamdulillah, puji syukur selalu terpanjat kepada Allah SWT yang selalu memberi berkah, rahmat, rezeki dan hidayahnya kepada kita semua. Shalawat dan salam juga selalu tercurah kepada kekasih yang tercinta, Muhammad SAW. Alhamdulillah setelah berjuang hampir selama satu tahun pengerjaan skripsi ini, akhirnya bisa selesai juga. Pengerjaannya memang sangat lama ini lebih disebabkan karena faktor pribadi saya sendiri. Atas izin Allah serta dukungan dari orang-orang sekitar, akhirnya skripsi ini bisa saya selesaikan. Saya secara spesifik ingin mengucapkan kepada orang-orang yang telah memberikan dukungannya kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini: 1. Untuk Ibunda Adriani Lucia Hilman, selaku pembimbing yang sabar dan senansetia memberikan bimbingannya kepada anaknya yang telah banyak mengecewakan ini. Saya sekali lagi mengucapkan maaf atas segala kelakuan saya yang selalu kabur dari menyelesaikan kewajiban ini. Terima kasih juga kepada Ibu Lily dan Frau Otto yang telah memberikan revisi dan masukan yang berharga sehingga skripsi ini dapat selesai dengan format yang benar. Tak lupa kepada Ibu Rita dan segenap dosen Program Studi Jerman yang selalu member nasihat dan motivasi kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini 2. Kepada orang tua, Bapak Bambang D.S. dan Ibu Iriyani Budiarti, Riyan ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas kesabaran bapak dan ibu dalam menunggu anaknya yang paling tua ini untuk menyelesaikan studinya. Riyan minta maaf karena selama ini merepotkan bapak dan ibu karena terlambatnya penyelesaian skripsi ini. 3. Kepada teman-teman seperjuangan, Amalia Putri, Debbie Marris, Lifany Husnul Kurnia, Nandi Wardhana dan teman-teman lain yang telah sama-sama berjuang untuk bisa wisuda bersama di bulan Februari Setelah segala drama kita lewati, perjuangan kita akhirnya membuahkan hasil kawan, walaupun kita harus terseok dan menyeretkan kaki untuk mencapai keberhasilan ini. This is our moment mate, let s celebrate it \^-^/ 4. Kepada teman-teman satu kontrakan: Hadi Permana, Martinus Adinata, Agit Dwi Setio, Indra Jaya, Media dan Noor Jawa yang selalu memberikan hiburan kepada saya dalam mengerjakan skripsi ini, walaupun hiburan tersebut v

7 kadang membuat saya lengah dan meninggalkan kewajiban saya ini. Khusus kepada Syarif Hidayat yang telah banyak membantu dalam pengetikan beberapa bahan sehingga memudahkan saya untuk membaca di komputer. Ayo kita camping setelah ini, untuk merayakan kesuksesan bersama. Hahaha. 5. Kepada adik-adik saya, DE 09: Rinka, Anes, Berlina, dll yang selalu hadir memberikan keceriaan ketika kalian hadir di sekitar saya. Khusus buat Aning, terima kasih sudah berbagi kisah. Seharusnya gw yang banyak cerita ke elu. Tapi tak apalah, cerita-cerita dari elu cukup membuat gw rileks dari segala kepenatan skripsi ini. 6. Kepada rakoor SALAM UI 14, yang selalu memberi inspirasi dalam setiap kegiatan. Khusus kepada keluarga kecil saya, Departemen Sosial SALAM UI 14, yang telah menjadi tempat mencurahkan isi hati dan tempat untuk sekedar melupakan beban dari kewajiban menyelesaikan skripsi ini. Khusus kepada Intan Syaw dini, terima kasih atas dukungan khususnya tanpa itu mungkin semangat untuk menyelesaikan skripsi ini tidak akan ada. 7. Kepada orang-orang lain yang namanya tidak bisa disebutkan disini semua. Terima kasih atas dukungan kalian Terakhir, saya mohon maaf jika dalam pengerjaan penulisan ini, saya melakukan banyak kesalahan atau kekhilafan lainnya baik disengaja atau tidak. Jakarta, Desember 2011 Penulis vi

8 vii

9 ABSTRAK Nama : Teguh Riyanto Program Studi : Sastra Jerman Judul : Blickwinkel Tokoh Ich terhadap Tradisi dan Budaya Islam di Desa Tjurup dalam Roman Berjudul Eine Ärztin im Dschungel von Sumatra Skripsi ini meneliti tentang pandangan tokoh ich dalam roman Eine Ärztin im Dschungel von Sumatra terhadap tradisi dan budaya yang ada di Desa Tjurup. Fokus sentral dari penelitian ini adalah pandangan (Blickwinkel) tokoh ich, yang berasal dari Jerman yang sedang bertugas sebagai dokter di Desa Tjurup. Dua permasalahan utama yang dibahas dalam penelitian ini adalah pandangan tokoh ich terhadap kejadian gaib, pandangan tokoh ich terhadap tradisi dan budaya Islam. Kata kunci: Pandangan, Blickwinkel, tokoh ich, kejadian gaib, tradisi dan budaya Islam Name Study Program ABSTRACT : Teguh Riyato : German Literature Title : Blickwinkel of Ich Figure on Islamic Tradition and Culture in Tjurup Village in Roman Eine Ärztin im Dschungel von Sumatra This study investigates about ich figure s view in Roman Eine Ärztin im Dschungel von Sumatra on Tradition and Culture that exists in Tjurup Village. Central focus of this study is ich figure s view (Blickwinkel), who comes from Germany and works as a doctor in Tjurup village. There are two main issues that is discussed in this study: the view of ich figure on supranatural things and Islamic tradition and culture. Keyword: View, Blickwinkel, ich Figure, supranatural thing, Islamic tradition and culture viii

10 Daftar Isi HALAMAN JUDUL... i SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv KATA PENGANTAR... v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... vii ABSTRAK/ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix LEMBAR PERSEMBAHAN... xi 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Batasan Penelitian Sistematika Penelitian LANDASAN TEORI Roman Biografi Blickwinkel Toleransi Fremdheit Hermeutik Interkultural ANALISIS Blickwinkel Tokoh Ich Terhadap Eksistensi Hantu di Desa Tjurup dalam Kapitel 6: Eine andere Art zu leben Blickwinkel Tokoh Ich Terhadap Tradisi dan Budaya Agama Islam di Desa Tjurup dalan Kapitel 11: Indonesisch-islamisches Brauchtum Blickwinkel Tokoh Ich Terhadap Kekuatan Magis dari Keris dan Susuk dalam Kapitel 12: Keris- und Tigergeschichten ix

11 3.4 Blickwinkel Tokoh Ich Terhadap Hari Raya yang Diselenggarakan di Desa Tjurup dalam Kapitel 13: Ramadan Mekkapilger Indonesische Hochzeit KESIMPULAN DAFTAR REFERENSI x

12 Persembahan O mankind, indeed We have created you from male and female and made you peoples and tribes that you may know one another. Indeed, the most noble of you in the sight of Allah is the most righteous of you. Indeed, Allah is Knowing and Acquainted (QS Al-Hujaraat (49): 13) O ihr Menschen! Wir haben euch aus Mann und Frau (Adam und Eva) erschaffen und haben euch zu Völkern und Stämmen werden lassen, damit ihr euch kennenlernt. Der Edelste vor Gott ist der Frommste unter euch. Gottes Wissen und Kenntnis sind unermeßlich. (QS Al-Hujaraat (49): 13) Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenalmengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS Al-Hujaraat (49): 13) xi

13 Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Secara sederhana sastra didefinisikan oleh A. Teeuw (1987) sebagai segala sesuatu yang tertulis; pemakaian bahasa dalam bentuk tulisan. Sastra adalah salah satu hasil kreasi dan karya manusia yang indah. Indah dalam pengertian disini bukanlah sebuah pemandangan yang menyejukan mata. Namun indah disini adalah karena sastra dapat menenangkan hati, baik oleh pengarangnya maupun oleh pembacanya. Untuk menghasilkan karya sastra yang berkualitas, seorang pengarang perlu memiliki kreatifitas yang tinggi dan kemauan yang kuat untuk menulis. Hal ini tentunya sejalan dengan pendapat dari Wellek dan Warren dalam buku Teori Kesusastraan yang diterjemahkan oleh Melani Budianta (1986) kedalam bahasa Indonesia, "Sastra adalah sebuah kegiatan kreatif, sebuah seni". Sesuatu yang menjadi tema dalam sebuah karya sastra, biasanya berhubungan dengan pengarangnya. Hal itu bisa berasal dari pengalaman, ideologi, keyakinan dan bahkan pengaruh dari pengarangnya. Seperti yang dikatakan oleh Jacob Sumardjo dan Saini K.M. (1991), "Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,pemikiran, semangat,dan keyakinan dalam suatu gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa." Dalam hal ini sastra juga dapat dijadikan oleh pengarangnya sebagai alat pembawa pesan. Sastra pun dapat menjadi sebuah alat komunikasi intrakultural. Hal ini dapat terjadi ketika seorang pengarang menuliskan pengalamannya saat berada di tempat asing dan memiliki kebudayaan yang berbeda dengan dirinya dalam sebuah karya. Munculnya dialog antar budaya yang terjadi diantara pengarang dengan orang-orang yang berasal dari negeri tersebut tentunya menarik untuk dibaca dan diamati. selain dapat menambah wawasan pengarang dan pembaca, hal ini tentunya dapat menjadi sebuah alat pembelajaran tentang toleransi dan keberterimaan. 1

14 2 Sebagai sebuah seni, sastra pun berkembang seiring berjalannya waktu. Perkembangan karya sastra pun dipengaruhi juga oleh kejadiankejadian atau peristiwa-peristiwa pada tenggat waktu tertentu. Selain itu banyak muncul juga karya-karya yang bersifat fiksi realitas 10 atau fiksi aktualitas 11. Contoh-contoh karya sastra yang masuk ke dalam kategori fiksi realitas dan fiksi aktualitas ini adalah roman sejarah, kisah perjalanan, biografi, otobiografi dan lain-lain 12. Khusus untuk biografi dan autobiografi, karya ini diciptakan oleh seorang pengarang tentunya sebagai suatu pengingatan atas kerja dan jerih payah seorang tokoh yang terkenal seperti ilmuwan, sastrawan, pahlawan perang dan sebagainya. Selain sebagai sebuah pengingatan, biografi juga dapat menjadi sebuah sarana pembawa pengaruh dan ideologi dari seorang tokoh. Salah satu genre sastra yang menarik dan berasal dari biografi (riwayat hidup) seseorang adalah roman biografi (biographischer Roman). Roman biografi adalah penulisan biografi seseorang dalam teks narasi atau roman. Seperti namanya, roman biografi biasanya menceritakan tentang satu fase kehidupan dari seseorang. Tokoh utama yang ada di dalam roman biografi adalah sang pengarang. Roman biografi tidak hanya memberikan informasi tentang suatu peristiwa yang dialami oleh seseorang, tetapi juga kita dapat mempelajari dan menelusuri perkembangan karakter, pemikiran dan moral dari orang tersebut. Seperti dalam roman biografi yang akan dibahas oleh penulis berikut ini: Eine Ärztin im Dschungel von Sumatra karya Inge Schubart. Roman yang berkisah tentang pengalaman hidup seorang dokter yang berasal dari Jerman, yang tidak lain adalah sang pengarang (Inge Schubart), ketika menjalani dinas kerja di sebuah desa di hutan belantara Sumatra. Roman ini menarik perhatian saya karena roman ini memliki setting tempat di Indonesia. Yang lebih menarik adalah setting tempat yang ada di roman ini bukanlah di sebuah kota besar di Indonesia, 10 Fiksi realitas adalah karya yang menceritakan hal-hal yang dapat terjadi, tetapi belum tentu terjadi 11 Fiksi aktualitas adalah karya yang berasal dari kejadian yang benar-benar terjadi 12 Teori Sastra. Hal teori-sastra&ltemid=75&catid=30:fkip ; pukul 15.34

15 3 melainkan di sebuah desa di belantara hutan Sumatra yaitu di desa Tjurup. Sangat menarik, ketika orang asing bersedia dinas dan tinggal di sebuah desa terpencil di Indonesia. Yang lebih menarik lagi adalah desa tersebut bisa dibilang masih primitif, karena memercayai animisme dan dinamisme walaupun pengaruh Islam di dalam desa itu sudah kuat. Tentunya disini akan terdapat keterasingan tersendiri dari tokoh ich, tokoh utama dalam roman ini, ketika berada di tempat yang sangat asing dan berbeda budaya dengan tempat asalnya. Dan tentunya hal yang menarik lainnya adalah adanya dialog dan pengamatan budaya yang dilakukan tokoh ich terhadap kehidupan yang dijalani oleh masyarakat dari desa Tjurup tersebut. I.2. Masalah Penelitian Penulis akan membahas dan meneliti bagaimana perspektif orang Jerman terhadap kehidupan masyarakat Desa Tjurup di tahun 1950-an dalam Bio-RomanEine Ärztin im Dschungel von Sumatra karya Inge Schubart. Dalam prosesnya, penulis akan membagi tiga permasalahan yang akan dibahas yaitu: 1. Bagaimana Blickwinkel awal tokoh ich terhadap kehidupan masyarakat Desa Tjurup? 2. Bagaimana proses perubahan Blickwinkel yang terjadi dalam tokoh ich? 3. Bagaimana Blickwinkel akhir tokoh ich terhadap kehidupan masyarakat Desa Tjurup? I.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk menjelaskan perubahan pandangan orang dari jerman terhadap kehidupan masyarakat dari desa Tjurup. Perubahan pandangan akan dijelaskan melalui penelitian mengenai kejadian-kejadian yang dialami oleh tokoh ich dalam roman Eine Ärztin im Dschungel von Sumatra dan pengaruhnya terhadap cakrawala dari tokoh ich.

16 4 I.4. Metode Penelitian Metode penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan hermeneutika sastra. Melalui metode deskriptif analisis ini penulis mencoba untuk mendeskripsikan data terlebih dahulu lalu menganalisisnya. Pendekatan hermeneutika sastra diperlukan penulis untuk memahami sudut pandang tokoh ich sebagai pencerita dan okoh utama terhadap kejadian-kejadian yang terjadi di sekitarnya. Sumber data penulisan skripsi ini di dapat dari Perpustakaan Pusat UI, Perpustakaan FIB, Perpustakaan Iqra (Masjid Ukhuwah Islamiyah), Perpustakaan Goethe Institute Jakarta, Perpustakaan Program Studi Jerman UI, koleksi buku-buku dari dosen-dosen Program Studi Jerman UI, dan teman-teman dari Program Studi Jerman UI dan IMBSJI. I.5. Batasan Penelitian Novel Eine Ärztin im Dschungel von Sumatra ini memiliki 24 bab. Hal ini membuat terlalu banyaknya tema yang dapat dibahas. Untuk membuat penelitian lebih spesifik dan terarah, saya hanya akan mengangkat tema tentang pengalaman dengan hal-hal gaib dan tentang tradisi Islam di dalam masyarakat Desa Tjurup. Untuk itu saya hanya akan membahas 4 bab dari novel ini yaitu: 1. Bab 6: Eine andere Art zu leben 2. Bab 11: Indonesisch-islamisches Brauchtum 3. Bab 12: Keris- und Tigergeschichten 4. Bab 13: Ramadhan Mekkapilger Indonesische Hochzeit.

17 5 I.6. Sistematika Penyajian Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi skripsi ini menjadi bab: Bab I adalah pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, permasalahan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penyajian. Bagian-bagian dalam bab I ini bertujuan untuk mengantarkan pembaca ke dalam penelitian Bab II adalah penjabaran teori-teori yang dipakai dalam penelitian ini. Teori-teori yang dipakai penulis adalah Intekulturelle Hermeneutik oleh Hans-Georg Gadamer dan beberapa teori dari kerangka teoriinterkulturelle Germanistikdi dalam buku Handbuch Interkulturelle Germanistik yaitu Blickwinkel, Toleranz, Fremdheit dan Interkulturalität. Teori-teori tersebut akan menjadi landasan dasar dari penelitian ini. Bab III berisi analisis data atau analisis teks. Pada bab ini penulis akan mengintepretasi sumber primer yang didapat,bio-roman berjudul Eine Ärztin im Dschungel von Sumatra karya Inge Schubart, menggunakan teoriteori yang ada di dalam bab II. penulis buat. Bab IV adalah kesimpulan dan kritik terhadap penelitian yang

18 Bab II Landasan Teori 2.1. Roman Biografi Roman biografi adalah penggabungan dari roman dan biografi. Genre roman ini berkembang di abad ke-20. Sebenarnya antara biografi dengan roman biografi terdapat beberapa persamaannya. Keduanya sama-sama menceritakan perjalanan hidup seorang tokoh. Tokoh yang diceritakan oleh sang pengarang bukanlah pengarang itu sendiri, melainkan orang lain. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan antara biografi dan autobiografi. Autobiografi adalah biografi seseorang yang ditulis oleh orang itu sendiri. Perbedaan yang mendasar dari biografi dan roman biografi adalah roman biografi merupakan teks narasi sedangkan biografi adalah teks eksposisi. Ada beberapa definisi dari roman biografi. Menurut buku Metzler Literatur Lexikon: Stichwort zur Literatur 1 1. Riwayat hidup seorang tokoh dalam bentuk roman dengan pengolahan bebas dari data-data sejarah biografi dan kebanyakan tujuannya untuk menekankan tokoh utama sebagai representasi dari sebuah ide (ideologi), epos, lapisan masyarakat, aliran seni dan untuk menciptakan kejelasan sejarah di waktu sekarang; 2. Bentuk roman yang di dalamnya menceritakan riwayat hidup tokoh pahlawan fiksi Definisi lain tentang roman biografi dari buku Die Enzyklopedie. Dritter band (Bed-Brom): Bentuk karya sastra yang berasal dari biografi (riwayat hidup) 1. Metzler Literatur Lexikon: Stichworter zur Literatur. (Hg) Von Günther und Irmagard Schweickle. Stuttgart: J.B. Metzler Verlag. 6

19 7 seseorang, yang membiaskan susunan penting dari riwayat hidup dan sejarah orang tersebut. 2 Dari definisi-definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa roman biografi adalah sebuah roman yang menceritakan seorang tokoh kehidupan nyata yang bersumber pada biografi, pengalaman dan riwayat hidup tokoh tersebut dan ditulis dalam bentuk narasi. Bentuk penceritaannya menggunakan sudut pandang orang pertama. Seperti yang dikatakan Jochen Vogt (1996). Ia mengkategorikan roman biografi masuk ke dalam jenis roman Typen des Ich-Roman. Biographischer Roman dalam kategori tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut 3 : 1. Pencerita Ich menceritakan kisahnya dari retrospektif waktu penceritaannya atau waktu penulisannya. Maksudnya, sang pengarang menceritakan kembali kisah atau pengalaman dari masa lalu untuk memastikan kejadian tersebut benar-benar terjadi dan dialami oleh orang yang diceritakan. Karena sang pengarang sudah mengetahui semua kejadian yang dialami tokoh utamanya, terkadang pengarang menjadikan tokoh utama tersebut menjadi tokoh yang serba tahu dalam plotting cerita yang dibuatnya; 2. Dua lapisan penceritaan. Waktu penulisan pencerita, yang terlibat dengan pendapat dan pemikiran pribadi dan/atau pendapat politik historis dan kejadian penceritaan utama dari kehidupan tokohnya. Disini terkadang pengarang terpengaruh oleh pendapat pribadinya untuk merubah sedikit plot cerita agar menjadi lebih hidup, tanpa mengubah benang merah dari cerita tersebut; 2. Brockhaus: Die Enzyklopedie. Dritter Band (Bed-Brom). Leipzig & Manheim: Brockhaus Jochen Vogt. Grundlagen narrativer Texte, in: Grundzüge der Literaturwissenschaft, hrsg. v. Heinz Ludwig Arnold und Heinrich Detering (Hg.), München: dtv 1996, S , diakses pada 15 Maret 2011, pukul

20 8 3. Degradasi jarak waktu antara plotting aktual cerita dengan waktu penulisan penulis. Maksudnya disini, roman biografi memiliki alur maju dengan waktu penceritaan dimulai dari waktu di masa lalu dan berjalan ke masa sekarang. Semakin banyak hal yang diceritakan dalam roman biografi, semakin dekat waktunya dengan masa sekarang. Dalam kasus ini muncul kombinasi dari Memoirenroman 4 dan Tagebuchroman Pergeseran titik pandang dari masa lalu ke pengalaman masa sekarang tokoh ich; 5. Pencerita Ich, yang telah mengalami kejadian tersebut,mendapatkan peran sebagai saksi (pengamat) yang dapat muncul sebagai informan yang dapat dipercaya (pencerita ich adalah tokoh yang serba tahu); 6. Pencerita Ich berada diposisi ujung penceritaan. Walaupun menggunakan sudut pandang orang pertama, bukan biografi tokoh ich atau sang pengarang yang diceritakan dalam roman ini. Tetapi tokohtokoh lain yang ada di roman tersebut. Dalam hal ini, pengarang atau tokoh ich hanya sebagai pencerita riwayat atau kegiatan hidup tokoh lain. Tentunya hal ini membuat sebagian orang bingung untuk membedakan roman biografi (biographischer Roman) dengan roman autobiografi (autobiographischer/memoiren Roman). Mudahnya, untuk membedakan roman biografi dengan roman otobiografi adalah dalam roman biografi pengarang menceritakan riwayat hidup orang lain, sedangkan roman autobiografi pengarang lah yang menceritakan riwayat hidupnya sendiri. 4 Roman tentang riwayat hidup diri sendiri (autobiografi) 5 Roman yang berasal dari diari atau buku harian atau laporan perjalanan

21 9 II.2. Blickwinkel Kata Blickwinkel adalah kosakata baru dalam kamus bahasa Jerman. Kata ini pun tidak ditemukan dalam kamus bahasa Jerman yang ditulis oleh Grimm bersaudara. Pertama kali kata Blickwinkel ini digunakan oleh Wolfgang Leonhard dalam buku Die Revolution entläßt ihre Kinder tahun 1961 dan sepuluh tahun kemudian oleh Ingeborg Bachmann dalam roman Malina. Kata ini muncul pertama kali di kamus bahasa Jerman pada tahun Makna Blickwinkel dapat berarti sudut dan cara pandang seseorang terhadap sebuah objek yang digambarkan dalam suatu bidang. Sedangkan Winkel menurut Klappenbach, seperti yang dikutip oleh Alois Wierlacher, didefinisikan sebagai pergerakan mata, ketika pandangan beralih dari satu objek ke objek lainnya 7. Während Klappenbach das Wort noch 1974 als Bezeichnung für einen "Winkel" definieren, um den sich das Auge dreht, wenn der Blick von einem Objekt zum andern wandert (Wierlacher:211) Dari definisi di atas, kita dapat melihat bahwa Blickwinkel merupakan awalan terjadinya suatu pengamatan atau pembentukan penggambaran, seperti pada alat optik. Dari definisi ini Alois Wierlacher dan Andrea Bogner, dalam buku Interkulturelle Germanistik, menyejajarkan kata Blickwinkel dengan kata Gesichtspunkte, Sehepunkt, Perspektive, Blickstellung dan Sehwinkel. Wierlacher dan Bogner menyejajarkan kata-kata tersebut. Karena secara semantik kata-kata itu memang memiliki satu arti yang hampir sama yaitu sudut pandang. Namun untuk membedakan kata Blickwinkel dengan kata-kata tersebut, maka Wierlacher membuat definisi lain yang ia tulis dalam buku Blickwinkel der Interkulturalität. Zur Standortbestimmung interkultureller Germanistik 8 : 6 Alois Wierlacher/Georg Stötzel.Blickwinkel. Kulturelle Optik und interkulturelle Gegenstandskonstitution. Akten des III. Internationalen Kongresses der Gesellschaft für Interkulturelle Germanistik Dusseldörf (München: iudicium Verlag. 1996) Ibid. Hal Wierlacher/Stötzel.Op.Cit. 38

22 10 Die Einführung und Festigung des Blickwinkel -Begriffs liegt in unserer Sicht aber nicht nur im Interesse der Klärung und Ordnung unserer wissenschaftlichen Rede, sondern erscheint uns auch insofern ratsam, als der Ausdruck Blickwinkel in seiner Eigenschaft als Kompositum von Blick und Winkel sehr viel deutlicher die Verknüpfung naturaler und kulturaler Erkenntnisfaktoren zur Anschauung bringt als es die anderen genannten Wörter: AugenWinkel, Standort, Betrachtungsart, Sehweisen, Blickrichtungen, Blickfelder[...] und der viele verschieden Vorstellungsinhalte umfassende Perspektivbegriff vermögen. Dari definisi di atas, Blickwinkel tidak hanya memiliki arti sebagai sudut pandang atau sudut penglihatan mata seseorang dalam bidang optik saja, tetapi juga sebagai bentuk pengamatan dan penilalian terhadap budaya dan ilmu pengetahuan. Blickwinkel adalah hasil pandangan atau tafsiran individu sebagai realitas dari produk kategorisasi kebudayaan. Hal itu tentunya berbeda dengan kata-kata lain yang juga memiliki arti harfiah sudut pandang. Dalam kajian budaya, Blickwinkel berfungsi sebagai alat untuk mengintepretasi komunikasi dan pola perilaku antar budaya yang saat ini begitu luas. Blickwinkel, yang merupakan teori dan tema pokok dalam ilmu budaya, tidak diperoleh secara langsung tetapi melalui analisis kebudayaan dan dikembangkan dalam kerangka teori yang telah ditetapkan. Sebagai perbandingan, Wierlacher kembali mengutip definisi Blickwinkel yang lain dari Lutz Röchrich 9 Einen grossen Blickwinkel haben" heisse eine umfassende Sicht der Dinge haben, über weitreichende Kenntnisse verfügen. "Den Blickwinkel ändern" heisse seinen Standort ändern, einen Wechsel der Positionen vornehmen müssen" Dari definisi di atas, padanan kata Blickwinkel maknanya tersamarkan ketika kita kaitkan dengan kajian interkultural. Namun Blickwinkel akan mudah dipahami dengan jalan penelitian, contohnya dalam penelitian feminisme. Walaupun memiliki korpus data yang sama, penelitian ini tentunya akan menghasilkan adanya perbedaan antara Blickwinkel laki-laki dengan Blickwinkel 9 Wierlacher/Wiedenmann. Op.Cit. 212

23 11 perempuan. Hal ini terjadi dikarenakan adanya perbedaan ideologi antara Blick laki-laki dengan Blick perempuan. Intinya, pemahaman atau penafsiran suatu objek dari setiap pengamat akan berbeda sesuai dengan masing Blickwinkel pengamat. Hal penting yang harus dilakukan pengamat dalam menggunakan Blickwinkel dalam kajian interkultural adalah membedakan dan memisahkan pengaruh subjektif peneliti dengan korpus data. Oleh karena itu penting dilaksanakan penelitian dengan memanfaatkan dua sudut pandang yang berbeda. Dari dua sudut pandang yang berbeda tersebut nantinya pengamat akan mendapatkan Blickwinkel dan pengetahuan yang luas serta menghindari masuknya pengaruh yang subjektif dari pengamat tersebut. Mempunyai Blickwinkel yang luas berarti mempunyai pengetahuan yang luas. Pengetahuan luas didapat ketika kita mengetahui sudut pandang dari budaya lain sehingga mengharuskan membuat perubahan dari suatu posisi. Maksudnya, ketika kita sudah bisa membedakan Blickwinkel tersebut, kita dapat dengan mudah memahami sudut pandang orang lain. Begitupula pemahaman Blickwinkel oleh Chladenius dikaitkan dengan pertunjukan drama atau teater 10. Dalam pertunjukan, Sehepunkt (sudut pandang) tidak hanya harus melihat keadaan penonton di dalam saja, melainkan juga melihat keadaan di luar penonton. Sehepunkt sebagai Blickwinkel membuat akses budaya dari kedua Blickwinkel subjek individu mengacu pada ketetapan keadaan manusia kolektif yang yang kompleks, seperti mengacu pada sejarahnya, cara pandang dan bahasanya, kesehariannya, dan pengetahuannya dan pemahaman budaya yang dimilikinya. Sudut pandang dari kedua Blickwinkel satu sama lain dan oleh karena itu mencerminkan individu atau kebudayaan pluralitas dari cara pandang yang dirancang Chladenius pada pengetahuan antropologis. Ditekankan juga oleh Chladenius bahwa dalam realisasinya, Sehepunkt tidak dapat hanya menggunakan pandangan atau empat indra yang lainnya saja, namun membutuhkan semua kemampuan dan pemahaman manusia dan masyarakat seutuhnya. 10 Alois Wierlacher/Georg Stötzel.Op.Cit.56

24 12 Pada tahun 1981, Dietrich Krusches menggunakan Blickwinkel dalam studi literatur dan kebudayaan, khususnya untuk menelaah teks sastra yang berlatar belakang perbedaan budaya. Ini adalah inovasinya bersama beberapa ilmuwan lain, seperti Willy Michel dan Horst Steinmetz yang juga menggunakan pendekatan Blickwinkel untuk menelaah teks sastra 11. Krusches mengungkapkan bahwa pengalaman membaca dari pembaca dengan kebudayaan sama dengan pengarang dan pembaca dengan kebudayaan yang berbeda dapat dikombinasikan dalam sebuah teks, namun tidak secara teoritis. Konsep ini melahirkan pengetahuan yang berkaitan dengan pemahaman keilmuan dikaitkan dengan bidang-bidang lainnya dalam meneliti perbedaan kebudayaan pada teks-teks karya sastra 12. Dalam telaah karya sastra yang memiliki setting budaya yang berbeda, sang penulis ditempatkan sebagai pengamat yang memiliki Blickwinkel. Dalam hal ini konsep Blickwinkel berperan sebagai pembedah masalah interkultural dalam teks sastra. Adanya perbedaan ciri karakteristik antar manusia, kebudayaan, dan etnisnya telah banyak menghasilkan karya sastra dari sudut pandang yang berbeda-beda. Komunikasi antar kebudayaan merupakan bagian penting dari interaksi antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya sebagai bagian dari pemahaman masing-masing kebudayaan. Dengan metode hermeneutik, kita melakukan pertukaran dengan disiplin ilmu yang lainnya dan bekerja sama untuk memahami terjadinya pertukaran kebudayaan yang dihubungkan dengan kepentingan penelitian antar satu dan kebudayaan lainnya. Posisi ini dikenal dengan Zwischenraum (dimensi antar ruang) yang merupakan bentuk ketiga dari penjabaran makna Blickwinkel.Istilah Blickwinkel juga merupakan salah satu konsep penting yang digunakan dalam studi literatur dan kebudayaan, khususnya dalam menalaah teks sastra yang terkait dengan latar belakang budaya yang berbeda (interkultural). Karya sastra ini mengedepankan adanya perspektif seseorang yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda 11 Helene Griendl. Interkulturelle Germanistik: Darstellung und Kritik. (Wien. 2002) Wierlacher/Wiedenmann. Op.Cit. 210

25 13 sehingga terasa suasana asing (dasfremde) dan sesuai dengan diri sendiri (das Eigene). Thomas Köbner dan Gerhart Pickerodt, pada tahun 1987, melakukan penelitian terhadap karya sastra yang dibuat oleh orang Eropa tentang kehidupan masyarakat di luar Eropa. Dari penelitian tersebut, mereka melihat adanya makna yang luas dalam realitas Blickwinkel 13. Mereka melihat adanya beberapa persamaan Blickwinkel yang digunakan para pengarang Eropa dalam penulisan karya sastranya yaitu dengan menggunakan Blickwinkel barat. Melalui Blickwinkel tersebut munculah hal-hal asing (Fremde) dan hal-hal yang sesuai (Eigene). Blickwinkel sangat erat kaitannya dengan makna Eigenen dan Fremden, seperti yang diungkapkan oleh Gotz Grossklaus dan Berd Thum, seperti yang dikutip Wierlacher dalam bukunya 14, yaitu: "sie nutzen die Wendung etwas unter eine fremden Blickwinkel sehen synonym für die >Betrachtung aus der Auβenperspektive<" Kutipan di atas memiliki makna bahwa penglihatan Blickwinkel yang berasal dari sudut pandang Fremd serupa dengan pengamatan dari perspektif luar. Teori Blickwinkel membentuk pemahaman bahwa untuk memulai proses Verstehen (simpati), seseorang harus bisa memahami permasalahan yang ada dari Blickwinkel orang lain. Oleh karena itu dalam menghadapi permasalahan yang muncul diantara kita dengan orang lain, yang harus dilakukan dalam pribadi kita adalah saling mengerti dan memahami objek dari beberapa sudut pandang. Dalam buku Interkulturelle Germanistik, Alois Wierlacher mengungkapkan bahwa pengetahuan tiap orang memiliki ciri kebudayaan yang berbeda sebagai faktor untuk memahami Blickwinkel. Konsep ini menjadi dasar 13 Ibid. Hal Wierlacher/Stötzel. Op. Cit.

26 14 adanya perbandingan antara das Fremde dengan das Eigene yang mencerminkan adanya perbedaan cara pandang masing-masing individu dalam masyarakat 15. Dalam Blickwinkel terdapat dua sisi yang merepresentasikan das Fremde dan das Eigene yang menjadi identitas pribadi maupun kolektif. Tidak mudah untuk menentukan das Fremde dan das Eigene suatu kebudayaan, oleh sebab itu untuk mengangkat pokok ilmu kebudayaan yang terkait perlu berdasarkan pengembangan proses pemahaman dan permasalahan keterasingan dengan teori dasar Blickwinkel. Blickwinkel berperan sebagai jembatan antara Fremde dan Eigene. Maksudnya, Blickwinkel memiliki peran untuk dapat merepresentasikan dua sisi yaitu Fremde dan Eigene, khususnya dalam telaah teks sastra. Sebuah sudut pandang (Blickwinkel) terbentuk dari dua sisi, garis atau gradien, yang bertemu pada satu titik, seperti dalam ilmu matematika. Dua sisi ini melambangkan representasi Fremden dan Eigenen. Sebuah penelitian dapat dikaitkan dengan satu atau beberapa disiplin ilmu yang berbeda untuk menghasilkan dasar pernyataan kolektif ataupun individual yang mempunyai kaitan yang sama dalam proses pengertian das Eigene dan Das Fremde. Konsep Winkel, yang membangun kedua sisi, adalah sebagai sudut pengikat sebuah ketertarikan resiprok untuk mendefinisikan kedua sisi yang saling berkaitan, dalam hal ini sisi-sisi tersebut adalah das Fremde dan das Eigene. Konsep dasar dari Blickwinkel sesuai dengan pemahaman kajian ilmu Germanistik Interkultural sebagai sebuah kajian antropologi kebudayaan yang komparatif. Konsep ini berharmonisasi dengan wawasan sejarah. Konsep ini muncul seiring dengan adanya pertukaran budaya yang selalu berulang, sehingga konsep ini dapat berkembang di masa yang akan datang sebagai fungsi dari sejarah budaya. Harmonisasi makna Blickwinkel dan pengetahuan dengan perbandingan antara pengetahuan diri dan pengetahuan yang ada di masyarakat 15 Ibid.

27 15 pada dasarnya merupakan wujud dari perkembangan pemahaman kehidupan karena kebudayaan selalu berkembang dengan adanya percampuran dan pertukaran antar satu dan kebudayaan lainnya. Kebudayaan, pandangan, dan mental suatu masyarakat tidak dapat dihubungkan karena satu sama lain saling membatasi. Variasi konsep mengenai Blickwinkel terjadi pula dikarenakan perbedaan pengalaman kebudayaan sebagai pembeda pencetakan kebudayaan dan pengetahuan satu sama lain menghubungkan bahwa pada akhir abad ke-20 kita hidup dalam kebudayaan yang kompleks dan beberapa di antaranya memperlihatkan memperlihatkan internasionalitasnya. Pernyataan ini memunculkan fungsinya dalam rekontruksi dalam mengeluarkan pertanyaan yang sama mengenai pertukaran perbandingan dari pertemuan kebudayaan. Pengertian yang kedua dari Blickwinkel terletak pada penglihatan dari teori Sehepunkt yang secara historis dan hermeneutik oleh Chladenius telah dipakai 200 tahun lamanya. Teori ini merupakan landasan penting dari penggambaran konsep point-of-view terdahulu yang ditawarkan dengan pemikiran hermeneutik. Oleh Chaldenius ditekankan bahwa dalam esensinya, Sehepunkt tidak dapat hanya menggunakan pandangan atau empat indra yang lainnya saja, namun membutuhkan semua kemampuan dan pemahaman manusia dan masyarakat seutuhnya. Sehepunkt adalah pangkal kebudayaan dari dua garis Blickwinkel. Makna Blickwinkel mengandung titik tolak teori Sehepunkt ini dan kedua faktor individu dan kolektif dari hasil antropologi kompleks manusia: sejarahnya, pemikirannya dan bahasanya, pengetahuan dan sejarah kulturalnya. Untuk menghasilkan Blickwinkel sebagai titik pandang yang lengkap, seseorang harus memasukan semua faktor dalam masyarakat yang mendukung untuk melihat dengan pandangan yang luas dari satu titik bertupu seorang peneliti.

28 16 II.3. Toleransi Dalam interaksi manusia sehari-hari, kita akan bertemu dengan banyak individu yang berbeda satu sama lain, baik dari segi pemikiran maupun tindakan. Perbedaan ini terjadi dikarenakan tiap individu memiliki latar belakang kebudayaan dan ideologi yang berbeda. Dalam interaksi kepada individu lain, kita tentunya ingin pendapatnya didengar dan diterima oleh orang lain. Namun, tidak bisa memaksakan pendapat kita kepada orang lain. Kita juga tidak bisa menganggap pendapat orang lain salah. Hal ini dikarenakan perbedaan tadi. Namun, ada sikap bijak yang dapat membuat perbedaan tersebut menjadi lebih bermakna. Sikap tersebut adalah sikap toleransi. Toleransi berasal dari bahasa latin tolerare yang artinya menahan diri, bersikap sabar, berhati lapang, dan membiarkan orang berpendapat lain. Namun dalam prakteknya, toleransi bukan berarti membiarkan orang lain berpendapat atau mengerjakan apa yang sedang ia kerjakan. Tetapi lebih memberi rasa hormat terhadap pekerjaan dan pendapat orang lain. Sunderemeier dalam artikelnya yang berjudul Toleranz als Begegnungsmodell im Rahmen einer praxisorientierten interkulturellen Hermeneutik mendefinisikan toleransi: Toleranz benennt kein absolutes Verhalten, sondern definiert die Orientirung am anderen, am Fremden und das Verhalten ihm gegenüber. 16 Dari defenisi Sundermeier ini, kita dapat menyimpulkan bahwa toleransi itu bukanlah suatu sikap yang sifatnya mutlak, melainkan toleransi itu adalah suatu sikap yang bijak dalam memberi batasan. Baik itu terhadap orang lain, orang asing maupun sikap yang berseberangan dengannya. Memberi batasan disini bukan berarti kita selalu menolak terhadap sikap dan pendapat dari orang lain. yang ditekankan dari definisi toleransi dari Sundemeier ini adalah memberikan rasa hormat terhadap pendapat dan sikap orang lain. Dengan rasa 16 Theo Sundemeier. Toleranz als Begegnungsmodell im Rahmen einer praxisorientierten interkulturellen Hermeneutik. Dalam Alois Wierlacher/Wolf D. Otto. Toleranztheorie in Deutschland ( )Eine authologische Dokumentation. Tübingen: Stauffenberg Verlag Hlm 453

29 17 hormat tersebut, individu dapat lebih memahami dan menerima pendapat dan sikap orang lain. hal ini sejalan dengan definisi lain toleransi yang dikemukakan oleh Karl Jaspers: Definiert man mit Karl Jaspers das Erstnehmen des Fremden, das Hinhören und Sichangehenlassen als Toleranz. 17 Dari definisi di atas, Karl Jaspers lebih menspesifikan bahwa sikap bijak toleransi adalah menerima (menganggapi dengan sangat penting), mendengarkan dan menghadapi orang lain. Pentingnya toleransi dalam kehidupan di era global ini juga disadari oleh salah satu organisasi antar negara terbesar di dunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Melalui salah satu anak organisasinya, UNESCO (United Nation for Education, Science, and Culture Organisation), PBB menyelenggarakan rapat pada tahun 1995 di Paris, Perancis. Dalam rapat tersebut salah satunya dibahas tentang deklarasi prinsipprinsip toleransi antar negara. Ada empat prinsip toleransi yang berhasil dirumuskan dalam rapat tersebut 18 : Pertama, toleransi adalah sikap hormat, penerimaan dan menghargai adanya kekayaan dan keragaman budaya di atas muka bumi, sebagai bentuk ekspresi dan jalan hidup umat manusia. Hal ini didorong dengan pengetahuan, keterbukaan, komunikasi dan kebebasan berpikir, hati nurani dan keyakinan. Toleransi adalah selaras dalam perbedaan. Toleransi tidak hanya menjadi kewajiban moral, tetapi juga persyaratan politik dan hukum. Toleransi, kebajikan yang membuat perdamaian menjadi mungkin, memberikan kontribusi dalam penggantian budaya perang menjadi budaya perdamaian. Kedua, toleransi adalah tidak ada konsesi, perendahan atau kelonggaran. Toleransi adalah sikap aktif yang ditunjukan dengan pengakuan hak asasi manusia yang universal dan kebebasan fundamental orang lain. dalam hal ini tidak dapat digunakan untuk membenarkan pelanggaran nilai-nilai 17 Alois Wierlacher. Toleranz. Alois Wierlacher, Andrea Bogner. Handbunch Interkulturelle Germanistik. Germany: J.B Metzler Hlm Record of General Conference of United Nations for Science, Education and Culture Organisation. Paris. 1995

30 18 fundamental. Toleransi harus dilaksanakan oleh individu, kelompok dan negara. Ketiga, toleransi adalah tanggung jawab untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia, pluralisme (termasuk budaya pluralisme), demokrasi dan supremasi hukum. Ini dengan melibatkan penolakan terhadap dogmatisasi dan absolutisme dan menegaskan standar yang ditetapkan dalam instrumen internasional hak asasi manusia. Terakhir, toleransi adalah konsistensi dengan menghormati hak asasi orang lain, praktek dari toleransi bukan berarti toleransi terhadap ketidakadilan atau penolakan atau melemahkan keyakinan orang lain. Menurut Sundemeier, ada tiga latar belakang yang menyebabkan adanya perbedaan dan batasan pendapat dan sikap tiap individu yaitu kultur, hukum dan agama: Die Grenzen des Landes bestimmten auch die Grenzen der Gültigkeit der Kultur, des Rechtes und Religion 19 Dari pernyataan Sundermeier, terlihat jelas bahwa sebuah kultur, hukum dan agama tidaklah bersifat universal dan luas. Hal ini dikarena mereka hanya berlaku di ruang tertentu saja. Mereka tidak dapat melampaui suatu garis batas karena mereka akan luruh dan tidak berlaku lagi jika mereka sudah berada di luar garis batas tersebut. Garis batas tersebut adalah garis abstrak yang terbentuk dengan adanya perbedaan kultur, hukum dan agama tersebut. Jadi, garis batas suatu daerah sangat menetukan keabsahan suatu budaya, hukum dan agama. Berpijak pada pernyataan Sundermeier di atas, muncul pertanyaan bagaimana dengan keabsahan budaya jika seseorang dari wilayah tertentu bertemu dengan orang lain yang berada di luar garis batas wilayahnya. Di sinilah peran toleransi sangat dibutuhkan karena tidak mungkin seseorang memaksakan kulturnya kepada orang lain yang berada di luar garis batas wilayahnya. Sundermeier menjelaskan: 19 Theo Sundemeier. Op. Cit. Hlm 457

31 19 Toleranz hebt die Fremdheit des anderen nicht auf, sondern respektiert die Grenze zwischen den sich begegnenden 20. Maksudnya bahwa toleransi itu tidak menonjolkan (menghapus) keterasingan terhadap yang lain, tetapi menghormati batas pertemuan dengan orang lain tersebut. Seseorang yang berasal dari suatu wilayah, pasti memiliki identitas budaya yang berbeda dengan orang yang berasal dari wilayah lain. Perbedaan identitas itu baru akan dirasakannya ketika dia bertemu dengan orang yang berasal dari wilayah lain. Dalam situasi seperti ini, muncullah istilah Identität dan Fremdheit. Identität adalah jati diri yang dimilikinya, sedangkan Fremdheit adalah jati diri yang asing bagi diri seseorang. Kesadaran akan Identität ini membangun sebuah Trenlinieatau garis pemisah dengan Fremdheit. Situasi ini dapat diibaratkan ketika kita memisahkan sebuah ruangan dengan tembok sehingga ruangan itu menjadi dua bagian. Bagian luar dari dinding yang satu akan menjadi bagian dalam dari dinding ruangan yang lainnya, begitu juga sebaliknya 21. Dengan adanya Trenlinie, bukan berarti ruangan yang satu dapat membuang sampah dengan seenaknya ke bagian luarnya karena bagian luarnya itu adalah bagian dalam bagi ruangan yang lainnya. Begitu juga dengan Identität dan Fremdheit. Identitas kita akan menjadi Fremdheit bagi orang lain dan begitu juga sebaliknya, Jadi di sini diperlukan toleransi untuk menyikapi keduanya. Untuk mewujudkan toleransi tersebut, Sundermeier mengatakan bahwa kita harus memenuhi dua syarat. Syarat yang pertama adalah Wahrnehmung in Distanz 22. Maksudnya kita dituntut untuk memperhatikan batas yang memisahkan kita dengan orang lain. Dalam mewujudkan toleransi bukan berarti kita harus menghilangkan batas antara kita dengan orang lain karena dengan menghilangkan batas, berarti kita telah menghilangkan identitas kita dan orang yang bersangkutan. Batas antara kita dengan orang lain sifatnya 20 Ibid Hlm Ibid Hlm Ibid Hlm 457

32 20 tidak kaku, tetapi dapat bergerak dan fleksibel sehingga memungkinkan terjadinya ein osmotischer Austausch dan saling memberi pengaruh. Ein osmotischer Austausch maksudnya terjadinya perpindahan atau pertukaran melalui dinding batas yang sifatnya fleksibel, tetapi tidak semuanya dapat menembus batas yang fleksibel itu karena batasan itu sifatnya selektif. Syarat kedua menurut Sundermeier yang harus dipenuhi untuk mewujudkan toleransi adalah Respekt 23. Dengan Respekt, seseorang tidak hanya mampu menghargai sesuatu yang luar biasa pada orang lain, tetapi juga menghargai sesuatu yang tidak bagus pada orang lain. Bahkan dengan Respekt, seseorang berusaha mencari keindahan dari sesuatu yang tidak bagus pada orang lain 24. Jika seseorang Respekt, dia akan mampu untuk menghargai sehingga dia tidak akan terburu-buru mencari keselarasan dan keseimbangan antara Identität dengan Fremdheit, tetapi dia akan terlebih dahulu menahan perselisihan dan perbedaan yang terjadi diantara keduanya. Singkatnya, Respekt bukan gegeneinander (mempertentangkan satu sama lain), tetapi miteinander (bersama-sama atau selaras satu sama lain). Perubahan dari gegeneinander ke miteinander ini merupakan sebuah pertanda berhasilnya sebuah praktek toleransi antar budaya. Dua syarat di atas juga menjadi syarat mutlak salah satu konsep toleransi. Konsep itu disebut toleransi aktif. Berbagai disiplin kajian ilmu budaya, sosiologi politik, ilmu sejarah dan teologi memunculkan hasil yang memformulasikan makna dari toleransi aktif. Toleransi dimaknai sebagai sebuah figur perdamaian, sebagai prinsip dasar konstitusi negara yang modern, sebagai kategori dari efisiensi ekonomis, sebagai kategori komunikasi dan perceptual, sebagai ktitik terhadap stereotip, sebagai orientasi nilai dan tujuan 23 Ibid Hlm Ibid. Hlm 457

33 21 pendidikan, dan sebagai syarat mutlak dari dasar komunikasi 25. Komunikasi tidak hanya mengabarkan dunia, tetapi juga berbagi dengan dunia. Dalam situasi khusus dari komunikasi ilmu pengetahuan menjadi jelas bahwa toleransi adalah sebuah kompetensi sosial. Menurut Hanns Lilje (1956), toleransi tidak dapat dipraktekan selain jika ada tindakan aktif dan positif dari individu. Toleransi tidak akan terjadi tanpa adanya pengertian atau simpati, dan simpati tidak akan muncul jika kita tidak ada usaha dari individu untuk bersimpati dengan orang lain 26. Dari konsep toleransi aktif yang dikemukanan oleh Lilje terlihat jelas bahwa simpati menjadi salah satu pemicu terjadinya sikap toleransi. Senada dengan pernyataan Lilje, Mitscherlich mendefinisikan toleransi sebagai sebuah sikap yang bertujuan untuk bersimpati dengan orang lain secara lebih baik. Untuk lebih memahami makna dari toleransi aktif, Sundemeier menganalogikan konsep ini dengan kisah dua pemuda yang sedang berlatih badminton 27. Pemuda pertama adalah seorang yang biasa bermain badminton, ia menguasai teknik-teknik permainan badminton. Pemuda yang satunya lagi adalah pemain pemula. Di awal-awal permainan, permainan tidak begitu indah dilihat. Pemuda yang mahir selalu melakukan smash dan tidak dapat dikembalikan oleh pemain pemula. Hal ini juga membuat pemain pemula menjadi kesal karena tidak diberi kesempatan. Namun, lama-kelamaan pemuda yang sudah mahir ini menyadari bahwa permainan dari pemula ini tidak akan berkembang jika ia terus memberikan smash kepada pemain pemula. Akhirnya, ia menurunkan level permainannya dengan memberikan bola-bola yang mudah dikembalikan sehingga permainan dapat diimbangi dan dinikmati oleh pemain pemula. 25 Alois Wierlacher. Toleranz. Dalam Alois Wierlacher, Andrea Bogner. Handbunch Interkulturelle Germanistik. Germany (J.B Metzler: 2003) Hanns Lilje. Toleranz in der europäischen Welt. München Hlm Theo Sundemeier. Op. Cit. Hlm 457

34 22 Dari contoh di atas kita dapat melihat sikap toleransi ditunjukan oleh pemuda yang sudah mahir bermain badminton. Toleransi memang muncul ketika orang mulai sadar adanya perbedaan dengan orang lain. Namun toleransi tidak akan muncul jika orang tersebut tidak berusaha untuk memahami dan bersimpati terhadap orang tersebut. Dari contoh di atas pula, kita dapat mengetahui bahwa manfaat toleransi tidak hanya dirasakan oleh orang yang menggunakannya. Tetapi toleransi juga dapat memberikan manfaat dua orang tersebut untuk belajar memahami sesuatu. Agama merupakan urusan pribadi masing-masing dan hanya bertanggung jawab terhadap keyakinannya sendiri dan pada akhirnya keyakinan beragama dilakukan dengan kebenaran dan tindakan ritual dan etis yang kemudian harus dipisahkan dari sikap sosial. Pertimbangan ini hampir sama dengan konsep toleransi kedua, toleransi dan intoleransi dalam agama. Sundemeier membagi 2 kategori agama yang ada di dunia yaitu agama primer dan agama sekunder 28. Agama primer pada umumnya tanpa penyebaran. Maksudnya, dalam prakteknya agama primer berkembang bukan karena pemeluk agamanya melakukan kegiatan misionaris. Agama ini berkembang hanya di suatu wilayah. Walaupun penduduk tersebut keluar dari wilayahnya, ia tidak akan menyebarkan agama yang ia bawa dari asalnya. Agama ini biasanya berkembang di kelompok masyarakat kecil (suku) di pedalaman. Di dalam suku tersebut agama primer tidak memiliki ajaran agama yang terstruktur, namun hanya ada ritual dan bentuk etnik, yang tidak memberikan perbedaan ajaran 29. Meskipun demikian, para pemeluknya tidak mempertanyakan kebenaran dari agama tersebut. Hal ini dikarenakan, ajaran agama primer telah menyatu dengan pokok kehidupan 30. Para pengikutnya oun sangat memperhatikan etika. Perilaku yang menyimpang dari agama ini akan diberikan sanksi yang keras dan tidak ditoleransi. Keterbukaan, yang dalam konteks ini berbicara tentang kebebasan, 28 Ibid. Hlm Ibid. Hlm Ibid. Hlm 454

35 23 dalam agama ini, toleransi terhadap kondisi diluar agama dan intoleran terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di dalam adalah sebuah segitiga, yang di dalamnya perbandingan dari toleransi dan intoleransi terbingkai 31 Dalam agama di seluruh dunia, agama primer berbeda dengan agama sekunder. Mereka memiliki ajaran terstrujtur yang membedakannya dengan agama lainnya dan menuntut pengakuan universal. Oleh karena itu, muncul misionaris, yang mereka gunakan unguk menyebarkan agama tersebut. Agama lain dianggap sebagai agama yang salah. Zarathustra adalah agama pertama yang memperkenalkan adanya kebenaran dan dusta dalam penilainan agama 32. Penilaian dualisme ini kurang lebih menjadi ciri khas yang tajam dari agama sekunder. Jika mengacu pada kebenaran atau kebohongan, maka tidak ada penyimpangan yang diberikan dari doktrin agama sekunder. Oleh karena itu, agama sekunder memandang sebuah doktrin sebagai sikap intoleransi. Maksudnya doktrin adalah sesuatu yang tidak dapat diganggu gugat oleh para pengikut agama sekunder. Selama keberagaman pengikut dalam agama sekunder tidak mengancam ajarannya, agama dapat menerima toleransi dari dalam. Jika keanekaragaman menjadi berlebihan dan membahayakan kesatuan, maka timbullah intoleransi dari dalam yang dibawa dari wilayah etis dan ritual dari awal. Dalam proses penyebaran agama ini ditemukan sebuah adaptasi teologi yang berbicara tentang inkulturasi sebuah pertukaran yang intensif antara agama baru dan budaya palsu. Setiap agama sekunder mengarah ke agama masyarakat yang untuk kemudian segala religius, etik, dan budaya meresap kedalamnya. Toleransi kemudian muncul dari dalam maupun dari luar. Semakin berkembang besar suatu kekuasaan dan semakin jelas, religius, dan agung suatu wilayah, maka semakin kecil sikap toleransi di antara mereka, yang kemudian membahayakan sistem politik negara itu. 31 Ibid. Hlm Ibid. Hlm 455

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan yang sangat pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat banyak manusia berusaha untuk lebih siap dalam menghadapi era globalisasi. Kemapanan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hal-hal di luar karya sastra. Faktor sejarah dan lingkungan ikut

BAB I PENDAHULUAN. dengan hal-hal di luar karya sastra. Faktor sejarah dan lingkungan ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan karya imajinatif yang mempunyai hubungan erat dengan hal-hal di luar karya sastra. Faktor sejarah dan lingkungan ikut membentuk karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sastra berhubungan erat dengan masyarakatnya. Pernyataan tersebut sejalan dengan munculnya berbagai hasil karya sastra yang mengangkat tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkaitan erat dengan proses belajar mangajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungan karena pada dasarnya, karya sastra itu merupakan unsur

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Sebagaimana telah disinggung pada Bab 1 (hlm. 6), kehidupan masyarakat dapat mengilhami sastrawan dalam melahirkan sebuah karya. Dengan demikian, karya sastra dapat menampilkan gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan ungkapan kehidupan manusia yang memiliki nilai dan disajikan melalui bahasa yang menarik. Karya sastra bersifat imajinatif dan kreatif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. antara individu dengan sesamanya. Berawal dari bahasa tersebut manusia dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. antara individu dengan sesamanya. Berawal dari bahasa tersebut manusia dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi, menyampaikan pendapat, mengapresiasikan pikiran sehingga tercipta pengertian antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN 2.1 Tinjauan pustaka Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal itu dapat dijadikan sebagai titik tolak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana S-1

SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana S-1 PERSPEKTIF GENDER DALAM NOVEL CINTA DI DALAM GELAS KARYA ANDREA HIRATA : TINJAUAN SASTRA FEMINIS DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

SUPLEMEN BAGI PEMBELAJARAN MENULIS

SUPLEMEN BAGI PEMBELAJARAN MENULIS SUPLEMEN BAGI PEMBELAJARAN MENULIS CONTOH-CONTOH KESALAHAN YANG UMUM DILAKUKAN OLEH MAHASISWA DALAM MENULIS KARANGAN BAHASA JERMAN, YANG BERASAL DARI ASPEK BUDAYA 1. Ich und meine Freunde gehen in die

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Univeristas Indonesia. 1 Buku cerita anak adalah segala jenis teks yang diproduksi untuk anak-anak. Pengarang buku cerita

BAB I PENDAHULUAN. Univeristas Indonesia. 1 Buku cerita anak adalah segala jenis teks yang diproduksi untuk anak-anak. Pengarang buku cerita 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia mengalami peristiwa kelahiran dan kematian. Berbeda dengan kelahiran, kematian merupakan suatu hal yang menakutkan dan menyedihkan. Meskipun demikian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan

I. PENDAHULUAN. Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Keahlian itu sangat ditekankan pada arah dan tujuan pembentukan emosional. Seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini film dan kebudayaan telah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Film pada dasarnya dapat mewakili kehidupan sosial dan budaya masyarakat tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan suatu bentuk seni kreatif yang di dalamnya mengandung nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan suatu bentuk seni kreatif yang di dalamnya mengandung nilainilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk seni kreatif yang di dalamnya mengandung nilainilai keindahan. Sebuah karya sastra bukan ada begitu saja atau seperti agak dibuat-buat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah suatu hal yang yang tidak bisa lepas dari diri seorang manusia, dalam pribadi setiap manusia pasti memiliki rasa cinta atau rasa ingin tahu terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Moral, kebudayaan, kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki ruang lingkup yang luas di kehidupan masyarakat, sebab sastra lahir dari kebudayaan masyarakat. Aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia selalu berhubungan dengan individu dan kelompok lain. Dalam kehidupan sosial, manusia cenderung untuk berkelompok dengan manusia lain

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, seseorang dengan menggunakan bahasa yang indah.

I. PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, seseorang dengan menggunakan bahasa yang indah. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada diri pembaca. Karya juga merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

Contoh Pidato Persuasif : Kebersihan Lingkungan

Contoh Pidato Persuasif : Kebersihan Lingkungan Contoh Pidato Persuasif : Kebersihan Lingkungan Assalamualaikum wr.wb Yang terhormat Bapak Kepala Sekolah SMA Negeri 5 Surakarta, yang saya hormati Bapak Ibu guru dan karyawan SMA Negeri 5 Surakarta, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika keindahan, dalam karya sastra itu sendiri banyak mengankat atau menceritakan suatu realitas yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang fenomena kesusastraan tentu tidak lepas dari kemunculannya. Hal ini disebabkan makna yang tersembunyi dalam karya sastra, tidak lepas dari maksud pengarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990: 3). Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif, hasil kreasi pengarang. Ide

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa. Dari zaman ke zaman sudah banyak orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, memberi petunjuk atau intruksi, tra artinya alat atau sarana sehingga dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil pekerjaan kreatif manusia. Karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil pekerjaan kreatif manusia. Karya sastra BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil pekerjaan kreatif manusia. Karya sastra umumnya berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Sastra lahir atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai budaya terdapat di Indonesia sehingga menjadikannya sebagai negara yang berbudaya dengan menjunjung tinggi nilai-nilainya. Budaya tersebut memiliki fungsi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk kontemplasi dan refleksi pengarang terhadap keadaan di luar dirinya, misalnya lingkungan atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesusastraan ditulis karena motivasi manusia mengekspresikan dirinya sendiri dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

Lebih terperinci

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Relasi antara Sastra, Kebudayaan, dan Peradaban Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial memainkan peran dalam masyarakat individu atau kelompok. Interaksi diperlukan untuk berkomunikasi satu sama lain. Selain itu, masyarakat membutuhkan

Lebih terperinci

DEIKSIS DALAM ROMAN UND SAGTE KEIN EINZIGES WORT KARYA HEINRICH BÖLL: SUATU ANALISIS PRAGMATIK JURNAL. Oleh : Adriani Rasinta Mananohas

DEIKSIS DALAM ROMAN UND SAGTE KEIN EINZIGES WORT KARYA HEINRICH BÖLL: SUATU ANALISIS PRAGMATIK JURNAL. Oleh : Adriani Rasinta Mananohas DEIKSIS DALAM ROMAN UND SAGTE KEIN EINZIGES WORT KARYA HEINRICH BÖLL: SUATU ANALISIS PRAGMATIK JURNAL Oleh : Adriani Rasinta Mananohas 070913004 UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS SASTRA MANADO 2013 1

Lebih terperinci

IDENTITAS MANUSIA DALAM PUISI IKLAN SABUN MANDI KARYA YUDHISTIRA ARDI NOEGRAHA

IDENTITAS MANUSIA DALAM PUISI IKLAN SABUN MANDI KARYA YUDHISTIRA ARDI NOEGRAHA IDENTITAS MANUSIA DALAM PUISI IKLAN SABUN MANDI KARYA YUDHISTIRA ARDI NOEGRAHA Irfai Fathurohman, PBSI FKIP Universitas Muria Kudus, Gondangmanis Bae Kudus PO BOX 53 Bae Kudus, Jawa Tengah 59324 email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah bentuk seni yang diungkapkan oleh pikiran dan perasaan manusia dengan keindahan bahasa, keaslian gagasan, dan kedalaman pesan (Najid, 2003:7). Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra sebagai hasil karya seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan manusia sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun yang lalu. Kehadiran sastra di tengah peradaban manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, Jabrohim, dkk. (2003:4) menjelaskan yaitu, Bahasa memang media

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, Jabrohim, dkk. (2003:4) menjelaskan yaitu, Bahasa memang media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah sebuah kreasi yang indah, baik lisan maupun tulisan yang memiliki peran penting dalam menciptakan karya sastra dengan hakikat kreatif dan imajinatif,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif yang dibuat berdasarkan imajinasi dunia lain dan dunia nyata sangat berbeda tetapi saling terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai seni kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra, dalam hal ini novel, ditulis berdasarkan kekayaan pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah diungkapkan oleh Teeuw (1981:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hidup berbudaya dan berkomunikasi. Salah satu cara manusia untuk berkomunikasi yaitu melalui sastra. Sastra merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain karena mengangkat konsep multikulturalisme di dalam film anak. Sebuah konsep yang jarang dikaji dalam penelitian di media

Lebih terperinci

ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL GARIS PEREMPUAN KARYA SANIE B. KUNCORO: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL GARIS PEREMPUAN KARYA SANIE B. KUNCORO: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL GARIS PEREMPUAN KARYA SANIE B. KUNCORO: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai potret kehidupan masyarakat dapat dinikmati,

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai potret kehidupan masyarakat dapat dinikmati, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra sebagai potret kehidupan masyarakat dapat dinikmati, dipahami, dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebuah karya sastra tercipta karena adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumardja dan Saini (1988: 3) menjabarkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang untuk memperkenalkan kebudayaan suatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. pengarang untuk memperkenalkan kebudayaan suatu daerah tertentu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya sastra merupakan suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Werren dan Wellek, 2014:3). Sastra bisa dikatakan sebagai karya seni yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang mengekspresikan pikiran, gagasan maupun perasaannya sendiri tentang kehidupan dengan menggunakan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual,

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA SALINAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan berbagai fenomena kehidupan manusia. Fenomena kehidupan manusia menjadi hal yang sangat menarik

Lebih terperinci

2015 ANANLISIS NILAI MORAL PAD A TOKOH UTAMA RED A D ALAM FILM LE GRAND VAJAGE(LGU) KARYA ISMAEL FERROUKHI

2015 ANANLISIS NILAI MORAL PAD A TOKOH UTAMA RED A D ALAM FILM LE GRAND VAJAGE(LGU) KARYA ISMAEL FERROUKHI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Peran bahasa asing sangatlah penting dalam menunjang eksistensi para insan pendidikan di era globalisasi ini. Tidak bisa dipungkiri, agar menjadi pribadi yang

Lebih terperinci

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

INTISARI BAB I PENDAHULUAN INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam Bahasa Indonesia, kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada kesusasteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan gaya bahasa. Gaya bahasa atau Stile (style) adalah cara pengucapan

BAB I PENDAHULUAN. dengan gaya bahasa. Gaya bahasa atau Stile (style) adalah cara pengucapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya dan kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi, seni dan penciptaan. Bahasa yang digunakan dalam sastra mengemban fungsi utama sebagai fungsi

Lebih terperinci

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang 1 PENDAHULUAN Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan berbagai masalah yang dihadapinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seni. Hal ini disebabkan seni dalam sastra berwujud bacaan atau teks sehingga

BAB I PENDAHULUAN. seni. Hal ini disebabkan seni dalam sastra berwujud bacaan atau teks sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai seni dalam sebuah karya tidak selalu berwujud pada benda tiga dimensi saja. Adapun kriteria suatu karya dapat dikatakan seni jika karya tersebut memiliki

Lebih terperinci

NILAI-NILAI EDUKATIF DALAM NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA SKRIPSI

NILAI-NILAI EDUKATIF DALAM NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA SKRIPSI NILAI-NILAI EDUKATIF DALAM NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I. pendidikan tidak akan pernah lepas dari kritik dan usaha untuk. perbaikan ke arah yang lebih baik. Salah satu usaha yang dapat dilakukan

BAB I. pendidikan tidak akan pernah lepas dari kritik dan usaha untuk. perbaikan ke arah yang lebih baik. Salah satu usaha yang dapat dilakukan BAB I A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan tidak akan pernah lepas dari kritik dan usaha untuk perbaikan ke arah yang lebih baik. Salah satu usaha yang dapat dilakukan khalayak umum untuk mengkritisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra hadir sebagai wujud nyata hasil imajinasi dari seorang penulis. Penciptaan suatu karya sastra bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikontruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara etimologi berarti keberagaman budaya. Bangsa Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. secara etimologi berarti keberagaman budaya. Bangsa Indonesia sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang multikultural, multikulturalisme berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam) dan kultural (budaya atau kebudayaan), yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan kehadiran orang lain. Tanpa kehadiran orang lain ia merasa kurang

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan kehadiran orang lain. Tanpa kehadiran orang lain ia merasa kurang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, secara langsung maupun tidak langsung membutuhkan kehadiran orang lain. Tanpa kehadiran orang lain ia merasa kurang berarti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jerman adalah salah satu bahasa asing yang dipelajari di

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jerman adalah salah satu bahasa asing yang dipelajari di - 1 - BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa Jerman adalah salah satu bahasa asing yang dipelajari di Indonesia, yang pembelajarannya dimulai pada tingkat SMA. Seperti halnya pada setiap pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya mempunyai berbagai permasalahan yang kompleks. Permasalahan-permasalahan tersebut menyangkut berbagai hal, yakni permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Politik Identitas. Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas

TINJAUAN PUSTAKA. A. Politik Identitas. Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Politik Identitas Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas tentunya menjadi sesuatu yang sering kita dengar. Terlebih lagi, ini merupakan konsep

Lebih terperinci

2015 ANALISIS PRAANGGAPAN DALAM NOVEL NEGERI DI UJUNG TANDUK DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN MENULIS TEKS EKSPOSISI

2015 ANALISIS PRAANGGAPAN DALAM NOVEL NEGERI DI UJUNG TANDUK DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN MENULIS TEKS EKSPOSISI 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab I berisi alasan atau latar belakang penelitian. Selain itu, akan dipaparkan juga mengenai fokus penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan karya sastra tidak dapat dilepaskan dari gejolak dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Karena itu, sastra merupakan gambaran kehidupan yang terjadi

Lebih terperinci