BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Resiliensi Pada Mahasiswa Tahun Pertama Program Kelas Karyawan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Resiliensi Pada Mahasiswa Tahun Pertama Program Kelas Karyawan"

Transkripsi

1 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi Pada Mahasiswa Tahun Pertama Program Kelas Karyawan 1. Pengertian Resiliensi Reivich & Shatte (2003) mendefinisikan resiliensi ialah kemampuan untuk mengatasi, mengendalikan, melalui, dan bangkit kembali ketika kesulitan menerpa. Rirkin dan Hoopman (dalam Desmita, 2014) berpendapat bahwa resiliensi adalah kapasitas individu untuk bangkit kembali dalam kondisi sulit, mampu beradaptasi dalam menghadapi kesulitan, memiliki hubungan sosial yang baik, memiliki prestasi akademik, memiliki kompetensi kejuruan meskipun paparan stres berat melekat. Desmita (2014) juga mengartikan resiliensi (ketangguhan, daya lentur) adalah kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki oleh seorang individu, kelompok, atau masyarakat yang memungkinkannya untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan, dan menghilangkan dampakdampak yang merugikan dari kondisi yang tidak menyenangkan, atau mengubah kondisi yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. Memasuki perguruan tinggi mendatangkan perubahan hidup bagi individu. Biasanya perubahan dialami paling sering di tahun pertama kuliah ketika memasuki perguruan tinggi (Setyowati,dkk dalam Amelia,dkk, 2014). Gunarsa (2008) mengungkapkan bahwa mahasiswa pada tahun pertama memiliki tantangan tersendiri dalam hidup, ketika individu masuk 11

2 12 dalam dunia kuliah, individu menghadapi berbagai perubahan mulai dari perubahan karena perbedaan sifat pendidikan sekolah menengah atas dan perguruan tinggi, perbedaan dalam hubungan sosial, pemilihan bidang studi atau jurusan, dan masalah ekonomi. Mahasiswa tahun pertama yang mengambil program kelas karyawan tentunya mengalami kesulitan dan tantangan tersendiri karena mahasiswa harus pandai membagi waktu, tenaga, dan pikiran untuk bekerja dan pada saat sore hingga malam mahasiswa harus mengikuti perkuliahan. Dari beberapa pendapat ahli di atas, peneliti menarik kesimpulan resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi, mengendalikan, melalui, dan bangkit kembali ketika kesulitan menerpa pada mahasiswa tahun pertama program kelas karyawan. 2. Aspek-Aspek Resiliensi Reivich & Shatte (2003) memaparkan tujuh aspek yang membentuk resiliensi, yaitu sebagai berikut: a. Regulasi emosi (Emotion regulation) Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah kondisi yang menekan. Individu yang resilien mampu menggunakan kemampuannya dengan baik untuk membantu mengendalikan emosi, perhatian, dan perilakunya. Regulasi emosi berperan penting untuk membetuk hubungan baik dengan orang lain, kesuksesan dalam karir, dan mempertahankan kesehatan fisik. Individu yang kesulitan meregulasi emosi sering bertindak emosional terhadap rekan kerja maupun teman-

3 13 temannya serta sulit untuk diajak kerjasama. Individu sulit untuk menjalin dan mempertahankan pertemanan karena individu tersebut mudah marah, jengkel, dan mudah cemas. b. Pengendalian impuls (Impulse Control) Pengendalian impuls adalah kemampuan individu untuk mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri. Individu memiliki kemampuan pengendalian impuls yang rendah, cenderung berperilaku mudah marah, kehilangan kesabaran, impulsif, dan berperilaku agresif (Ifdil & Taufik, 2012). c. Optimis (Optimism ) Individu yang resilien adalah individu yang optimis. Individu tersebut percaya semua hal dapat berubah lebih baik. Individu memiliki harapan terhadap masa depan dan percaya dapat mengontrol arah hidupnya.. Dibandingkan dengan individu yang pesimistik, individu yang optimis memiliki kesehatan fisik yang lebih baik, tidak cenderung mengalami depresi, melakukan hal-hal baik disekolah, lebih produkti dalam bekerja, dan memiliki prestasi di bidang olahraga. Individu yang optimis menandakan individu percaya bahwa individu tersebut memiliki kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang pasti datang di masa depan.. d. Analisis penyebab (Causal Analysis) Analisis penyebab merujuk pada kemampuan individu untuk mengidentifikasikan secara akurat penyebab dari permasalahan yang dihadapi. Individu yang tidak mampu mengidentifikasikan penyebab dari

4 14 permasalahan yang dihadapi secara akurat akan terus menerus berbuat kesalahan yang sama. Individu juga tidak terfokus pada faktor-faktor yang berada di luar kendalinya, sebaliknya individu memfokuskan dan memegang kendali penuh pada pemecahan masalah, individu secara perlahan mulai mengatasi permasalahan yang ada dan mengarahkan hidup untuk bangkit dan meraih kesuksesan. e. Empati (Empathy) Empati adalah kemampuan individu untuk dapat memahami perasaan dan membaca tanda-tanda kondisi emosional dan psikologis orang lain. Individu dapat memahami dan mengenali keadaan non-verbal seseorang, mulai dari ekspresi wajah, nada bicara, bahasa tubuh, mampu memastikan apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Individu yang punya kemampuan berempati mempunyai hubungan personal yang baik, individu mampu merasakan dan memahami apa yang dialami orang lain. Individu dengan empati yang rendah cenderung mengulang pola yang dilakukan oleh individu yang tidak resilien, yaitu menyamaratakan semua keinginan dan emosi orang lain. f. Efikasi diri (Self-efficacy) Efikasi diri menunjukkan individu percaya bahwa individu tersebut dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang mungkin akan dialami dan mempercayai kemampuannya untuk sukses. Individu dengan efikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang

5 15 digunakan itu tidak berhasil. Individu tidak merasa ragu dalam menghadapi tantangan karena memiliki kepercayaan yang penuh dengan kemampuan dirinya. Individu ini akan cepat menghadapi masalah dan mampu bangkit dari kegagalan yang dialami. Berbeda dengan individu yang tidak memiliki kepercayaan bahwa individu tersebut mampu mencapai kesuksesan, individu lebih pasif ketika dihadapkan pada suatu permasalahan. Individu dengan efikasi diri rendah juga menghindari pengalaman-pengalaman baru, berasumsi tidak mampu menghadapi tantangan dalam situasi yang baru. g. Pencapaian aspek positif (Reaching out) Resiliensi merupakan kemampuan individu meraih aspek positif dari kehidupan setelah kemalangan yang menimpa. Individu yang reach out memberikan kepercayaan diri untuk mengambil tanggung jawab baru di tempat kerja, menghilangkan resiko malu ketika mendekati seseorang yang ingin dikenal, serta memberikan keberanian untuk mencari pengalaman yang menantang sebagai sarana untuk belajar lebih mengenal diri dan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain serta mampu menilai atau mempertimbangkan resiko. Wolin dan Wolin (dalam Desmita, 2014) mengemukakan tujuh aspek utama yang dimiliki oleh individu yang resilien, yaitu: a. Berwawasan (Insight) Insight yaitu proses perkembangan individu dalam merasa, mengetahui, dan mengerti masa lalunya untuk mempelajari perilaku-perilaku yang

6 16 lebih tepat. Keasadaran kritis seseorang terhadap kesalahan atau penyimpangan yang terjadi dalam lingkungan yang ditunjukkan dengan perkembangan persepsi tentang apa yang salah dan menganalisis mengapa ia salah. b. Independen (Independence) Independen yaitu kemampuan individu untuk menghindar atau menjauhkan diri dari keadaan yang tidak menyenangkan dan otonomi dalam bertindak. Independen juga merupakan kemampuan untuk mengambil jarak secara emosional maupun fisik dari sumber masalah (lingkungan dan situasi yang bermasalah). c. Hubungan (Relationships) Individu yang resilien mampu mengembangkan hubungan yang jujur, saling mendukung dan berkualitas bagi kehidupan, memiliki role model yang baik. Relationships juga merupakan upaya seseorang menjalin hubungan atau berinteraksi dengan orang lain. d. Inisiatif (Initiative) Inisiatif yaitu keinginan yang kuat untuk bertanggung jawab terhadap hidupnya. Inisiatif individu dapat terlihat dari individu tersebut melakukan eksplorasi terhadap lingkungan dan kemampuan individu dalam mengambil peran/bertindak.

7 17 e. Kreativitas (Creativity) Kreativitas yaitu kemampuan memikirkan berbagai pilihan, konsekuensi, dan alternatif dalam menghadapi tantangan hidup. Kreativitas dapat ditunjukkan melalui permainan-permainam kreatif dan pengungkapan diri. f. Humor (Humor) Humor adalah kemampuan individu untuk mengurangi beban hidup dan menemukan kebahagiaan dalam situasi apapun. Individu dapat mengungkapkan perasaan humor di tengah situasi yang menegangkan atau dapat mencairkan suasana kebekuan. g. Moralitas (Morality ) Moralitas adalah kemampuan individu untuk berperilaku atas dasar hati nuraninya. Individu dapat memberikan kontribusinya dan membantu orang yang membutuhkan. Moralitas juga merupakan pertimbangan seseorang tentang baik dan buruk, mendahulukan kepentingan orang lain dan bertindak dengan integritas. Berdasarkan pendapat-pendapat ahli diatas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa aspek-aspek resiliensi menurut Reivich & Shatte (2003) yaitu; regulasi emosi, pengendalian impuls, optimis, analisis penyebab, empati, efikasi diri, Pencapaian aspek positif, sedangkan aspek-aspek resiliensi menurut Wolin dan Wolin (dalam Desmita, 2014) yaitu; berwawasan, independen, hubungan, inisiatif, kreativitas, humor, moralitas. Dari penjabaran aspek-aspek resiliensi dari beberapa pendapat ahli diatas, peneliti akan menggunakan aspek-aspek resiliensi menurut Reivich &

8 18 Shatte sebagai indikator untuk penyusunan skala, yaitu meliputi; regulasi emosi, pengendalian impuls, optimis, analisis penyebab, empati, efikasi diri, pencapaian aspek positif, karena aspek-aspek tersebut lebih rinci sehingga diharapkan dapat mengungkap data lebih dalam tentang resiliensi. Dari studi pustaka yang dilakukan peneliti, aspek-aspek resiliensi dari Reivich & Shatte banyak digunakan dalam penelitian yang digunakan sebagai skala untuk mengukur resiliensi seperti penelitian Amelia, dkk (2014), Taufik & Ifdill (2012), Pasudevi (2012), Abidin (2011), Poetry (2010). 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi Everall, dkk (2006) memaparkan tiga faktor yang mempengaruhi resiliensi, yaitu: a. Faktor individual Faktor individual yang mempengaruhi resiliensi meliputi 1) kemampuan kognitif individu; 2) konsep diri; 3) harga diri; 4) kompetensi sosial yang dimiliki individu. 1) Kemampuan kognitif individu Salah satu temuan yang paling konsisten di seluruh studi tentang resiliensi adalah hubungan positif antara resiliensi dan fungsi kognitif (Masten et al,; Richman & Fraser; Smith & Carlson; Smokowski, Reynolds & Bezruczko; Werner, dalam Everall, dkk, 2006). Levine (dalam Everall, dkk, et al., 2006) menyatakan bahwa meskipun kemampuan kognitif dapat meningkatkan resiliensi, namun

9 19 kemampuan kognitif bukan hanya IQ tetapi pemahaman yang tepat seseorang terhadap orang lain dan diri sendiri dalam berbagai situasi. Pada diri individu untuk berkembangnya resiliensi sangat terkait erat dengan kemampuan untuk memahami dan menyampaikan sesuatu lewat bahasa yang tepat, melalui kemampuan membaca, dan berkomunikasi secara non verbal. Resiliensi juga dikaitkan dengan kemampuan individu untuk melepaskan pikiran dari trauma dengan memanfaatkan fantasi dan harapan yang ditumbuhkan pada diri individu yang bersangkutan. Dengan demikian diyakini bahwa individu yang memiliki intelegensi yang tinggi memiliki resilien yang lebih tinggi juga dibandingkan dengan individu berintelegensi rendah. 2) Konsep diri Konsep diri yang positif dapat berkontribusi untuk resiliensi individu (Dumont & Provost; Hauser; Hollister-Wagner et al.; Rutter; Werner, dalam Everall, dkk, 2006). Berzonsky (1981) mendefinisikan konsep diri adalah gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya, yang terdiri dari diri secara fisik, sosial, moral, dan psikis. Konsep diri positif dapat mendukung rasa penguasaan diri untuk berprestasi, berhasil dalam mengerjakan tugas atau dari keahlian khusus yang dimiliki atau bakat yang dihargai oleh orang lain, keluarga, teman sebaya, dan masyarakat (Dugan; Howard & Johnson; Rutter, dalam Everall, dkk, 2006).

10 20 Penelitian Cholily (2014) tentang konsep diri dengan resiliensi pada mahasiswa juga dapat diketahui bahwa nilai koefisien korelasi sebesar dan nilai signifikansi sebesar Berdasarkan nilai koefisien diatas, disimpulkan bahwa semakin tinggi konsep diri mahasiswa maka semakin tinggi pula resiliensi mahasiswa tersebut, sebaliknya semakin rendah konsep diri mahasiswa maka semakin rendah pula resiliensi mahasiswa tersebut. Penelitian lain oleh Amalia (2015) juga menyatakan bahwa konsep diri memiliki konstribusi yang positif terhadap resiliensi sehinga semakin positif konsep diri maka semakin tinggi resiliensi remaja tersebut, sebaliknya semakin negatif konsep diri maka semakin rendah resiliensi remaja tersebut, sehingga hal ini mencerminkan bahwa memiliki konsep diri menjadi salah satu cara untuk dapat meningkatan daya resiliensi individu. 3) Harga diri Harga diri yang positif juga dapat berkontribusi untuk resiliensi individu (Dumont & Provost; Hauser; Hollister-Wagner et al.; Rutter; Werner, dalam Everall, dkk, 2006). Harga diri juga merupakan sebuah faktor yang dapat dianggap sebagai aset atau sumber daya dari pada resiliensi (Ekasari dan Andriyani, 2013). Harga diri adalah penilaian diri yang dilakukan oleh seorang individu dan biasanya berkaitan dengan dirinya sendiri, penilaian tersebut mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu,

11 21 penting, berhasil dan berharga. Dari hasil penelitian diketahui pula bahwa terdapat hubungan antara harga diri (self-esteem) dengan resiliensi. Semakin tinggi tingkat harga diri (self esteem) maka semakin tinggi pula resiliensi, begitu sebaliknya (Ekasari dan Andriyani, 2013). 4) Kompetensi sosial Faktor individual lain ialah kompetensi sosial. Individu yang resilien cenderung memiliki keterampilan sosial yang kuat dan kecakapan dengan komunikasi interpersonal (Hollister-Wagner et al.; Howard & Johnson; Luthar; Smith & Carlson; Werner dalam Everall, dkk, 2006). Selain itu, humor, empati, fleksibilitas, dan perangai mudah bergaul juga meningkatkan kemampuan bersosialisasi (Bernard; Fraser & Richman; Levine; Richardson et al.; Rutter dalam Everall, dkk, 2006). b. Faktor keluarga Faktor keluarga meliputi dukungan orang tua, yaitu bagaimana cara orang tua memperlakukan dan melayani anak. Keterkaitan emosional dan batin antara anggota keluarga sangat diperlukan dalam mendukung pemulihan individu mengalami stress dan trauma. Keterikatan para anggota keluarga amat berpengaruh dalam pemberian dukungan terhadap anggota keluarga yang mengalami musibah untuk dapat pulih dan memandang kejadian tersebut secara objektif. Begitu juga menumbuhkan dan meningkatan resiliensi.

12 22 Selain dukungan dari orang tua struktur keluarga juga berperan penting bagi individu. Struktur keluarga yang lengkap terdiri dari ayah, ibu dan anak akan mudah menumbuhkan resiliensi dan sebaliknya keutuh dapat menghambat tumbuh kembang resiliensi (Ekasari dan Andriyani, 2013). c. Faktor eksternal/komunitas Bagi beberapa individu, keterlibatan dalam hubungan dan ekstrakurikuler kegiatan di luar rumah membantu berkembangnya resiliensi. Hal ini dapat menjadi sangat penting bagi individu yang berasal dari lingkungan keluarga yang bermasalah, di mana penggunaan dukungan eksternal sistem dan partisipasi dalam olahraga, hobi, atau kegiatan agama memberikan bantuan akibat stres yang berasal dari kehidupan keluarga dan mengekspos individu untuk berada pada kondisi yang lebih menguntungkan untuk pengembangan dirinya (Gore & Aseltine; Rutter; Smith &Carlson; Smokowski et al., dalam Everall, dkk, 2006). Berdasarkan penelitian Bonanno & Galea (2007), resiliensi dipengaruhi oleh 7 faktor, yaitu: a. Jenis Kelamin Laki-laki memiliki tingkat resiliensi yang lebih tinggi karena mampu beradaptasi dengan berbagai macam kondisi untuk mengubah keadaan dan fleksibel dalam memecahkan masalah, sedangkan perempuan memiliki tingkat resiliensi lebih rendah karena memiliki fleksibilitas adaptif yang kecil, tidak mampu untuk bereaksi terhadap perubahan keadaan,

13 23 cenderung keras hati atau menjadi kacau ketika menghadapi perubahan atau tekanan, serta mengalami kesukaran untuk menyesuaikan kembali setelah mengalami pengalaman traumatik (Einsenberg dkk, dalam Rinaldi 2010). b. Usia Pada penelitian Bonanno & Galea (2007), ditemukan bahwa partisipan dengan usia lebih muda menujukkan reaksi ekstrem serta memiliki potensi trauma yang lebih besar ketika diterpa kesulitan atau masalah. Partisipan yang berumur lebih dari 65 tahun lebih memiliki resiliensi dibandingkan dengan partisipan dengan usia muda (18-24 tahun). c. Tingkat Pendidikan Partisipan penelitian dengan pendidikan lulusan perguruan tinggi hanya memiliki peluang sekitar setengah untuk menjadi individu yang lebih resilien dibandingkan dengan partisipan dengan pendidikan sekolah menengah pertama atau dibawahnya. d. Pendapatan Pada penelitian ini terbukti bahwa tingkat pendapatan terkait dengan resiliensi. Rendahnya pendapatan tetap menjadi prediktor signifikan dari resiliensi, meskipun variabel sosial ekonomi dan demografi lainnya dapat dikendalikan. e. Dukungan Sosial Dukungan sosial telah terbukti berkontribusi untuk pemulihan dari trauma dari waktu ke waktu (Koenen, Stellman, Stellman,& Sommer, dalam

14 24 Bonanno & Galea 2007). Secara umum dukungan sosial dipandang dan dikaitkan dengan kesehatan dan kesejahteraan. Namun, temuan dalam penelitian ini, hal ini tidak jelas terbukti bahwa dukungan sosial berhubungan dengan resiliensi. f. Tidak adanya penyakit kronis Tidak adanya penyakit kronis sangat terkait dengan resiliensi individu. Individu yang memiliki penyakit kronis memiliki kemungkinan untuk mengalami penurunan tingkat resiliensi. g. Stres Kronis Ong, Bergeman, dan Bisconti (dalam Bonanno & Galea 2007) menemukan bahwa stres kronis karena kematian pasangan hidup mengakibatkan berkuranganya diferensiasinya emosional, yang pada akhirnya tersirat hubungan bahwa stres kronis dapat mengurangi resiliensi dalam menghadapi kehilangan. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menurut Everall, dkk (2006) resiliensi dipengaruhi oleh; a) faktor internal yang meliputi kemampuan kognitif, konsep diri, harga diri, kompetensi sosial yang dimiliki individu; b) faktor keluarga meliputi dukungan orang tua dan struktur keluarga komunitas; c) faktor eksternal/komunitas berupa keterlibatan dalam hubungan dan kegiatan ekstrakurikuler, sedangkan menurut Bonanno & Galea (2007) terdapat 7 faktor yang mempengaruhi resiliensi, yaitu jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pendapatan, dukungan sosial, tidak adanya penyakit kronis, dan stres kronis.

15 25 Adapun faktor yang dipilih dalam penelitian ini ialah faktor individual yang didalamnya ada konsep diri, sehingga pada penelitian ini peneliti menjadikan konsep diri sebagai variabel prediktor. Peneliti menjadikan konsep diri sebagai variabel prediktor karena individu yang memiliki konsep diri tinggi akan membuat individu lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya serta individu mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang (Rini dalam Nur & Ekasari, 2008). Hal ini sejalan dengan penelitian Cholily (2014) yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan resiliensi. Semakin tinggi konsep diri mahasiswa maka semakin tinggi pula resiliensi mahasiswa tersebut. B. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri Berzonsky (1981) mendefinisikan konsep diri adalah gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya, yang terdiri dari diri secara fisik, sosial, moral, dan psikis. Hurlock (2010) mendefinisikan konsep diri ialah gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya. Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang dirinya yang mencakup citra fisik dan psikologis individu. Fitts (dalam Agustiani, 2009) juga berpendapat bahwa konsep diri adalah kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan. Individu mampu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya,

16 26 memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya. Agustiani (2009) mengartikan konsep diri ialah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Alwater (dalam Desmita, 2014) juga menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilainilai yang berhubungan dengan dirinya. Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa konsep diri ialah gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya, yang terdiri dari diri secara fisik, sosial, moral, dan psikis. 2. Aspek-Aspek Konsep Diri Berzonsky (1981) membagi aspek konsep diri menjadi 4, yaitu aspek diri fisik (physical self), diri psikis (psychological self), diri sosial (social self), diri moral (moral self). Penjabaran mengenai aspek dari diri fisik, diri psikis, diri sosial, dan diri moral yaitu sebagai berikut; a. Aspek diri fisik Aspek utama dalam diri fisik ini berkaitan dengan tubuh, citra tubuh tampak menjadi dasar dari konsep diri (Epstein dalam Berzonsky, 1981). Aspek diri fisik juga merupakan pandangan, pikiran, perasaan terhadap fisiknya. Individu memiliki konsep diri yang positif bila memandang secara positif penampilanya, kondisi kesehatan kulitnya, ketampanan atau kecantikan serta ukuran tubuh ideal. Individu dipandang memililki konsep diri negatif bila memandang secara negatif mengenai penampilannya, kondisi kesehatan

17 27 kulitnya, ketampanan atau kecantikan serta ukuran tubuh idealnya (Berzonsky dalam Fatimah, 2012). b. Aspek diri psikis Apek diri psikis yaitu pikiran, perasaan, dan perilaku yang dimiliki individu tentang dirinya (Berzonsky, 1981). Seseorang dikatakan memiliki konsep diri positif bila memandang dirinya sebagai individu yang bahagia, optimis, mampu mengontrol diri dan memiliki berbagai kemampuan. Sebaliknya, individu dengan konsep diri negatif memandang dirinya sebagai orang yang tidak bahagia, pesimis, tidak mampu mengontrol diri dan memiliki berbagai macam kekurangan (Berzonsky dalam Fatimah, 2012). c. Aspek diri sosial Konsep diri sosial ialah peran sosial yang dimainkan individu serta penilaian individu terhadap seberapa baik atau buruknya peran tersebut (Waterbor, dalam Berzonsky, 1981). Konsep diri sosial juga berkaitan dengan kemampuan yang berhubungan dengan dunia di luar dirinya, perasaan mampu, dan berharga dalam lingkup interaksi sosial. Individu dikatakan memiliki konsep diri sosial positif bila memandang dirinya sebagai orang terbuka pada orang lain, memahami orang lain, merasa mudah akrab dengan orang lain, merasa diperhatikan, menjaga perasaan orang lain. Sebaliknya, individu yang memiliki konsep diri sosial negatif bila tidak memberi perhatian terhadap orang lain dan tidak aktif dalam kegiatan sosial (Berzonsky dalam Fatimah, 2012).

18 28 d. Aspek diri moral Diri moral terdiri dari nilai dan prinsip yang memberi arti serta arah bagi kehidupan seseorang (Epstein, dalam Berzonsky, 1981). Diri etik moral juga menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaanya, dan nilai-nilai moral yang dipegang, yang meliputi batasan baik dan buruk (Fitss dalam Agustiani, 2009). Individu yang memiliki konsep diri moral positif akan memandang dirinya sebagai orang yang berpegang teguh pada nilai etik moral, namun sebaliknya individu yang memiliki konsep diri moral negatif akan memandang dirinya sebagai orang yang menyimpang dari standar nilai moral yang seharusnya diikutinya (Berzonsky dalam Fatimah, 2012). Adapun aspek-aspek konsep diri menurut Hurlock (2010) adalah sebagai berikut : a. Aspek fisik Aspek fisik merupakan konsep yang dimiliki individu tentang penampilan, kesesuaian dengan seks/jenis kelamin, arti penting tubuh dalam hubungan dengan perilaku individu, dan perasaan gengsi dihadapan orang lain yang disebabkan oleh keadaan fisiknya. Hal penting yang berkaitan dengan citra fisik ialah penampilan fisik, daya tarik, serta kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan jenis kelaminnya, hal ini mempengaruhi perilaku dan harga diri individu di hadapan orang lain.

19 29 b. Aspek psikologis Aspek psikologis merupakan konsep individu tentang kemampuan dan ketidakmampuannya, harga diri, dan hubungan individu dengan orang lain. Dalam aspek ini terdapat citra psikologis yang didasarkan atas pikiran, perasaan dan emosi. Aspek ini terdiri atas kualitas dan kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian pada kehidupan serta sifatsifat seperti keberanian, kejujuran, kemandirian, dan kepercayaan diri dan berbagai jenis aspirasi dan kemampuan. Individu dengan konsep diri positif juga mampu menilai hubungan dengan orang lain secara tepat sehingga menumbuhkan penyesuaian sosial yang baik. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek konsep diri menurut Berzonsky (1981) meliputi aspek diri fisik, psikis, moral, dan sosial, sedangkan konsep diri menurut Hurlock (2010) meliputi aspek fisik dan aspek psikologis. Dari pendapat-pendapat ahli di atas, maka peneliti akan menggunakan aspek-aspek konsep diri menurut Berzonsky yang meliputi aspek fisik, psikologis, sosial, dan moral karena aspek yang dijelaskan Berzonksy lebih lengkap dengan menggunakan empat aspek dibandingkan dua aspek yang dimiliki Hulock. C. Hubungan Antara Konsep Diri dengan Resiliensi Pada Mahasiswa Tahun Pertama Program Kelas Karyawan Gunarsa (2008) mengungkapkan bahwa ketika individu masuk dalam dunia kuliah, individu menghadapi berbagai perubahan mulai dari perubahan karena perbedaan sifat pendidikan sekolah menengah atas dan perguruan

20 30 tinggi, perbedaan dalam hubungan sosial, pemilihan bidang studi atau jurusan, dan masalah ekonomi. Mahasiswa tahun pertama yang mengambil program kelas karyawan tentunya mengalami kesulitan dan tantangan tersendiri karena mahasiswa harus pandai membagi waktu, tenaga, dan pikiran untuk bekerja dan pada saat sore hingga malam mahasiswa harus mengikuti perkuliahan. Dumont & Provost; Hauser; Hollister-Wagner et al.; Rutter; Werner (dalam Everall, dkk, et al., 2006) menyatakan bahwa konsep diri yang positif dapat berkontribusi untuk meningkatkan resiliensi individu, sehingga diharapkan dengan meningkatkan konsep diri maka akan diikuti meningkatnya resiliensi. Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya, yang terdiri dari 4 aspek, yaitu: aspek diri fisik, diri psikis, diri moral, dan diri sosial (Berzonsky, 1981). Aspek diri fisik, aspek utama dalam diri fisik ini berkaitan dengan tubuh. Citra tubuh tampak menjadi dasar dari konsep diri (Epstein, dalam Berzonsky, 1981). Fortman (2006) menyatakan bahwa efikasi diri merupakan salah satu bagian dari penilaian diri yang dipengaruhi oleh citra tubuh. Citra tubuh yang buruk akan menurunkan efikasi diri yang merupakan aspek dari resiliensi. Bandura (dalam Fortman 2006) juga menyatakan bahwa individu yang memiliki efikasi diri tinggi akan lebih memiliki tubuh yang sehat, bekerja lebih efektif, dan sukses dibandingkan dengan individu dengan efikasi diri yang rendah. Individu tersebut juga akan cepat menghadapi masalah dan mampu bangkit dari kegagalan yang dialami (Reivich & Shatte,

21 ). Selain itu, Nugraha (2010) juga menyatakan bahwa jika seseorang tidak merasakan adanya kepuasan terhadap citra tubuh yang dimilikinya maka orang tersebut juga tidak merasakan adanya kepercayaan didalam dirinya. Salah satu indikator meningkatnya kepercayaan diri seseorang ialah mempunyai rasa optimis (Rohayati, 2014). Individu yang resilien adalah individu yang optimis, individu tersebut percaya semua hal dapat berubah lebih baik dan memiliki harapan terhadap masa depan serta dapat mengontrol kehidupannya (Reivich & Shatte, 2003). Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa konsep diri secara fisik mempengaruhi resiliensi individu. Berzonsky (dalam Fatimah, 2012) menyatakan bahwa aspek diri secara psikis meliputi pikiran, perasaan, dan perilaku yang dimiliki individu tentang dirinya. Tanda bahwa individu memiliki konsep diri positif misalnya memandang dirinya sebagai individu optimis dan mampu mengontrol diri. Individu yang memiliki rasa optimis dalam diri mengindikasikan individu tersebut resilien karena individu yang resilien ialah individu yang mampu optimis pada masa depan, serta berusaha menggapai pengharapan dengan pemikiran yang positif, yakin akan kelebihan yang dimiliki, serta bekerja keras menghadapi stress tantangan sehari-hari secara efektif (Aisyah, dkk, 2015). Individu juga mampu mengontrol diri, kontrol diri ini berkaitan dengan bagaimana individu mampu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya (Hurlock, 1990). Hal ini dapat dikatakan bahwa individu yang

22 32 mampu mengontrol diri mencerminkan terpenuhinya dua aspek resiliensi yaitu individu tersebut mampu untuk mengendalikan atau meregulasi emosi serta memiliki kemampuan pengendalian impuls, yaitu individu mampu mengendalikan dorongan, keinginan, kesukaan yang ada dalam diri (Reivich & Shatte, 2003). Mahmudinata (2014) juga menyatakan bahwa individu yang mempunyai kontol diri akan lebih cepat menyelesaikan masalah. Hal ini menunjukkan terpenuhnya salah satu aspek resiliensi, yaitu analisis penyebab masalah, individu mampu fokus dan memegang kendali penuh pada penyelesaian atau pemecahan masalah, sehingga individu lebih cepat menyelesaikan masalah. Berdasarkan penjabaran di atas, maka disimpulkan bahwa konsep diri secara psikologis mempengaruhi resiliensi seseorang. Aspek diri sosial ialah peran sosial yang dimainkan individu serta penilaian individu terhadap seberapa baik atau buruknya peran tersebut. Individu yang memiliki konsep diri sosial positif akan memandang dirinya sebagai orang terbuka pada orang lain, memahami orang lain, merasa mudah akrab dengan orang lain, merasa diperhatikan, menjaga perasaan orang lain. Fleshman & Schoenberg (2011) menyatakan bahwa bagaimana individu melihat dirinya di masa depan dan bagaimana individu merasa diperhatikan atau dipedulikan oleh ibunya dan lingkungannya merupakan faktor penting yang berkontribusi terhadap resiliensi individu. Selain itu, salah satu bentuk hubungan yang akrab pada seseorang ialah terjalinnya persahabatan. Dalam persahabatan terdapat salah satu aspek friendship s affective (kasih sayang dalam persahabatan) yang ditandai

23 33 munculnya empati (Fauziyah, 2014). Empati merupakan salah satu aspek pembentuk resiliensi, individu yang punya kemampuan berempati cenderung memiliki hubungan sosial yang positif, sedangkan individu dengan empati yang rendah cenderung mengulang pola yang dilakukan oleh individu yang tidak resilien, yaitu menyamaratakan semua keinginan dan emosi orang lain (Reivich & Shate, 2003). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri sosial mempengaruhi tingkat resiliensi individu. Aspek diri moral terdiri dari nilai dan prinsip yang memberi arti serta arah bagi kehidupan seseorang. Berzonsky (dalam Fatimah, 2012) menyatakan bahwa individu yang memiliki memiliki konsep diri moral positif memandang dirinya sebagai orang yang berpegang teguh pada nilai etik moral. Fitss (dalam Agustiani, 2009) menyatakan bahwa dimensi etik moral menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaanya, dan nilai-nilai moral yang dipegang yang meliputi batasan baik dan buruk. Keadaan yang menghayati nilai-nilai agama dengan mematuhi ajaran agama sebagai pegangan kehidupan seharihari dimaknai sebagai religiusitas (Saputri, dalam Setiawan & Pratitis, 2015). Individu yang memiliki religiusitas tinggi akan mampu mengendalikan emosinya, mampu memaknai suatu musibah secara positif, karena individu mempunyai keyakinan yang kuat bahwa semua yang terjadi adalah kehendak Tuhan. Keyakinan ini akan membentuk pribadi yang optimis, percaya diri yang baik untuk dapat mengatasi berbagai permasalahan saat peristiwa buruk menimpa (Suryaman, dalam Setiawan & Pratitis, 2015).

24 34 Hal tersebut menunjukkan tercapainya aspek resiliensi yaitu regulasi emosi, individu dapat meregulasi atau mengendalikan emosi, aspek peningkatan aspek positif, yaitu mampu mencapai aspek positif ketika musibah atau kemalangan menimpa, serta terbentuknya rasa optimis yang juga merupakan aspek resiliensi. Penjelasan diatas menggambarkan bahwa konsep diri secara moral mempengaruhi resiliensi individu. Kesimpulan dari penjabaran diatas ialah konsep diri fisik, psikis, sosial, dan moral mempengaruhi tingkat resiliensi individu. Semakin tinggi konsep diri, maka akan semakin tinggi juga resiliensi individu. Hal ini sejalan dengan penelitian Cholily (2014) dan Amalia (2015) bahwa semakin tinggi konsep diri mahasiswa maka semakin tinggi pula resiliensi mahasiswa tersebut, sebaliknya semakin rendah konsep diri mahasiswa maka semakin rendah pula resiliensi mahasiswa tersebut. D. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini ialah ada hubungan positif antara konsep diri dengan resiliensi pada mahasiswa tahun pertama program kelas karyawan. Semakin tinggi konsep diri maka akan diikuti semakin tingginya resiliensi, demikian juga sebaliknya, semakin rendah konsep diri maka akan semakin rendah pula resiliensi pada mahasiswa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan manusia, aspek paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tekanan internal maupun eksternal (Vesdiawati dalam Cindy Carissa,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tekanan internal maupun eksternal (Vesdiawati dalam Cindy Carissa, BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensi Istilah resiliensi diformulasikan pertama kali oleh Block dengan nama ego resilience, yang diartikan sebagai kemampuan umum yang melibatkan

Lebih terperinci

RESILIENSI PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA PROGRAM KELAS KARYAWAN DITINJAU DARI KONSEP DIRI

RESILIENSI PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA PROGRAM KELAS KARYAWAN DITINJAU DARI KONSEP DIRI Prosiding SEMNAS Penguatan Individu di Era ISBN: 978-602-361-068-6 RESILIENSI PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA PROGRAM KELAS KARYAWAN DITINJAU DARI KONSEP DIRI Feti Astuti 1.Triana Noor Edwina DS 2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensi Istilah resiliensi berasal dari kata Latin `resilire' yang artinya melambung kembali. Awalnya istilah ini digunakan dalam konteks fisik atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti Asuhan merupakan lembaga yang bergerak di bidang sosial untuk membantu anak-anak yang sudah tidak memiliki orang tua. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia adalah salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada fase ini seorang individu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensi Menurut Smet (1994, dalam Desmita, 2009) istilah resiliensi pertama kali dikenalkan oleh Redl pada tahun 1969 dan digunakan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Resiliensi. Sedangkan Hildayani (2005) menyatakan resiliensi atau ketangguhan adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Resiliensi. Sedangkan Hildayani (2005) menyatakan resiliensi atau ketangguhan adalah suatu 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensi Reivich dan Shatte (2000) menyatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan untuk bertahan, beradaptasi terhadap sesuatu yang menekan, mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah merasakan kesedihan, kekecewaan, kegagalan serta kondisi sulit lainnya. Hal ini sesuai dengan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Resiliensi a. Pengertian Resiliensi Secara etimologis resiliensi diadaptasi dari kata dalam Bahasa Inggris resilience yang berarti daya lenting atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat diartikan sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang pengasuh, orang tua, atau pasangan.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi ke masa dewasa. Masa ini dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Remaja adalah generasi penerus bangsa, oleh karena itu para remaja harus memiliki bekal yang baik dalam masa perkembangannya. Proses pencarian identitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Pengertian Psychological Well Being Psychological well-being adalah tingkat kemampuan individu dalam menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap individu pasti mengalami kesulitan karena individu tidak akan terlepas dari berbagai kesulitan dalam kehidupannya. Kesulitan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah Nama : Gemi Arthati NPM : 13513674 Pembimbing : Mimi Wahyuni. Jurusan Psikologi 2016 Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan seorang manusia. Remaja, sebagai anak yang mulai tumbuh untuk menjadi dewasa, merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki atribut fisik dan/atau kemampuan belajar yang berbeda dari anak normal, sehingga membutuhkan program individual dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang hidup pada era modern sekarang ini semakin. membutuhkan kemampuan resiliensi untuk menghadapi kondisi-kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang hidup pada era modern sekarang ini semakin. membutuhkan kemampuan resiliensi untuk menghadapi kondisi-kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Individu yang hidup pada era modern sekarang ini semakin membutuhkan kemampuan resiliensi untuk menghadapi kondisi-kondisi kehidupan abad 21 yang penuh dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup individu. Salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup individu. Salah satu jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menjalani kehidupan profesional di dunia modern yang serba cepat seperti saat ini merupakan sebuah tantangan hidup. Selain tuntutan untuk mampu bertahan dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konsep Diri Istilah konsep diri biasanya mengarah kepada sebuah pembentukan konsep pribadi dari diri seseorang. Secara umum konsep diri adalah pandangan dan sikap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Bekerja 1. Pengertian Motivasi Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar adalah motif ( motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan

Lebih terperinci

A. Remaja. Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolescere yang berarti

A. Remaja. Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolescere yang berarti BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah tersebut mempunyai arti

Lebih terperinci

Menurut Benard (1991), resiliensi memiliki aspek-aspek sebagai berikut:

Menurut Benard (1991), resiliensi memiliki aspek-aspek sebagai berikut: Anak merupakan potensi tumbuh kembang dan pewaris masa depan suatu bangsa. Di seluruh belahan dunia, anak berperan penting terhadap pertumbuhan suatu negara karena apabila suatu negara memiliki anak-anak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992). BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Prestasi belajar siswa yang baik dan terus meningkat merupakan keinginan setiap individu. Siswa sekolah menengah dengan usia remajanya akan merasakan kebanggaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia adalah masyarakat religius yang berpegang pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran agamanya dalam sikap atau tingkah laku serta keadaan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG NURUL ILMI FAJRIN_11410126 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. RESILIENSI. Kata resiliensi berasal dari bahasa latin yang dalam bahasa inggris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. RESILIENSI. Kata resiliensi berasal dari bahasa latin yang dalam bahasa inggris BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. RESILIENSI 1. Pengertian Resiliensi Kata resiliensi berasal dari bahasa latin yang dalam bahasa inggris bermakna to jump (or bounce) back, artinya melompat atau melenting kembali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang pasti menginginkan memiliki keluarga yang bahagia. Menurut Sigmund Freud, pada dasarnya keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility),

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility), BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Locus Of Control 2.1.1. Pengertian Locus Of Control Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali dikemukakan oleh Rotter (1966), seorang ahli teori pembelajaran

Lebih terperinci

RESILIENSI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI YANG TERLAMBAT MENYELESAIKAN SKRIPSI DI UNIVERSITAS X

RESILIENSI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI YANG TERLAMBAT MENYELESAIKAN SKRIPSI DI UNIVERSITAS X RESILIENSI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI YANG TERLAMBAT MENYELESAIKAN SKRIPSI DI UNIVERSITAS X Nama NPM : 13511208 Dosen Pembimbing : Hanum Inestya Putri : Dr. Hendro Prabowo, S.Psi. BAB I : PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

Resiliensi pada Remaja Wanita yang Mengalami Kekerasan Seksual. Nama : Yudha Ardhiyanto Kelas : 3 PA 01 NPM : Pembimbing : Diana Rohayati

Resiliensi pada Remaja Wanita yang Mengalami Kekerasan Seksual. Nama : Yudha Ardhiyanto Kelas : 3 PA 01 NPM : Pembimbing : Diana Rohayati Resiliensi pada Remaja Wanita yang Mengalami Kekerasan Seksual Nama : Yudha Ardhiyanto Kelas : 3 PA 01 NPM : 19510348 Pembimbing : Diana Rohayati BAB I Latar Belakang Peningkatan tahun kekerasan seksual

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk membantu anak-anak yang tidak memiliki orang tua. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Minat Belajar 1. Pengertian Minat Belajar Slameto (2003) berpendapat bahwa minat adalah suatu kecenderungan untuk mempelajari sesuatu dengan perasaan senang. Apabila individu membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyalahguna narkoba saat ini sudah mencapai 3.256.000 jiwa dengan estimasi 1,5 % penduduk Indonesia adalah penyalahguna narkoba. Data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja yang masuk ke Komnas Remaja tahun itu, sebanyak kasus atau

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja yang masuk ke Komnas Remaja tahun itu, sebanyak kasus atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini Indonesia diramaikan dengan kasus kekerasan seksual terhadap remaja. Ibarat fenomena bola es yang semakin lama semakin membesar. Kasus kekerasan

Lebih terperinci

BAB II KAJIANPUSTAKA. (penderitaan) lainnya (Smet, 1990 dalam Desmita, 2009).

BAB II KAJIANPUSTAKA. (penderitaan) lainnya (Smet, 1990 dalam Desmita, 2009). 8 BAB II KAJIANPUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensi Istilah resiliensi diintrodusir oleh Redl pada tahun 1969 dan digunakan untuk menggambarkan bagian positif dari perbedaan individual dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang selalu mengharapkan kehidupan yang bahagia. Salah satu bentuk kebahagiaan itu adalah memiliki anak yang sehat dan normal, baik secara fisik maupun mental.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep diri Konsep diri adalah gambaran tentang diri individu itu sendiri, yang terjadi dari pengetahuan tentang diri individu itu sendiri, yang terdiri dari pengetahuan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performa atlet baik saat latihan

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performa atlet baik saat latihan Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan emosi Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performa atlet baik saat latihan maupun saat bertanding. Menurut Suranto (2005, dalam Anggraeni, 2013) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA 194 Lampiran 1 : Daftar Pertanyaan Wawancara DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA Data Kontrol Nama : Usia : Suku Bangsa : Status Perkawinan : (Setelah / Sebelum menggunakan cadar) Riwayat Pendidikan : Pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Resiliensi. bahasa resiliensi merupakan istilah bahasa inggris

BAB II LANDASAN TEORI. A. Resiliensi. bahasa resiliensi merupakan istilah bahasa inggris BAB II LANDASAN TEORI A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensi Resiliensi (daya lentur) merupakan sebuah istilah yang relatif baru dalam khasanah psikologi, terutama psikologi perkembangan (Desmita, 2010).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang nampaknya tidak

BAB II LANDASAN TEORI. yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang nampaknya tidak BAB II LANDASAN TEORI II. A. KREATIVITAS II. A. 1. Pengertian Kreativitas Kreativitas merupakan kemampuan untuk melihat dan memikirkan hal-hal yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang dihadapi siswa dalam memasuki lingkungan sekolah yang baru adalah penyesuaian diri, walaupun penyesuaian diri tidak terbatas pada siswa

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

GAMBARAN KETANGGUHAN DIRI (RESILIENSI) PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

GAMBARAN KETANGGUHAN DIRI (RESILIENSI) PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU GAMBARAN KETANGGUHAN DIRI (RESILIENSI) PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU Sherty Amelia Enikarmila Asni Daviq Chairilsyah shertyamelia@yahoo.co.id ABSTRACT : Resilience is

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki rasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki rasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyandang tuna netra tidak bisa dipandang sebelah mata, individu tersebut memiliki kemampuan istimewa dibanding individu yang awas. Penyandang tuna netra lebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan dibahas metode yang digunakan dalam menjawab permasalahan serta menguji hipotesis penelitian. Pada bagian pertama akan dijelaskan mengenai pendekatan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hubungan interpersonal sangat penting untuk perkembangan perasaan kenyamanan seseorang dalam berbagai lingkup sosial. Hubungan Interpersonal membantu dalam

Lebih terperinci

RESILIENSI PADA PENYANDANG TUNA DAKSA PASCA KECELAKAAN

RESILIENSI PADA PENYANDANG TUNA DAKSA PASCA KECELAKAAN RESILIENSI PADA PENYANDANG TUNA DAKSA PASCA KECELAKAAN Rahayu Rezki Anggraeni Dosen Pembimbing Ibu Ni Made Taganing, Spsi., MPsi. Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma, 2008

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEKERASAN EMOSI 1. Pengertian Kekerasan Emosi Kekerasan emosi didefinisikan sebagai bentuk kekerasan yang dilakukan secara sengaja tujuan untuk mempertahankan dan menguasai individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI Naskah Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Diajukan oleh: ARYA GUMILANG PUTRA PRATHAMA F.100090190 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KEIKUTSERTAAN DALAM EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET DENGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KEIKUTSERTAAN DALAM EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET DENGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan jasmani merupakan bagian dari proses pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebahagiaan dapat dibuat menjadi tiga kategori. Pertama, subjective wellbeing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebahagiaan dapat dibuat menjadi tiga kategori. Pertama, subjective wellbeing BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well-Being 1. Pengertian Subjective Well-Being Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well-being dan kebahagiaan dapat dibuat menjadi tiga kategori. Pertama,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri 1. Definisi Kontrol Diri Kontrol diri mengacu pada kapasitas untuk mengubah respon diri sendiri, terutama untuk membawa diri mereka kepada standar yang sudah ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..).

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang

BAB II KAJIAN TEORI. sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Perilaku Sosial Anak 2.1.1) Pengertian Perilaku Sosial Anak Hakikat manusia adalah mahluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai

Lebih terperinci